Monday 30 May 2011

Fanfic TK : Next Stage

Posted by Ty SakuMoto at 21:49
Cerita Orisinil.
Menceritakan Maya dan Masumi setelah menikah.
Genre : Romance
A.N : FF ini hadiah buat sista Vanda Meitasari yang lagi ulang tahun. Hope you like it sistah :)


Next Stage


Masumi mematikan komputernya lalu lampu ruang baca tempatnya bekerja jika sedang berada di rumah. Ia lantas beranjak ke kamarnya dimana sudah terdapat istrinya yang menunggu di peraduan.
“Kau belum tidur?” tanya Masumi sambil naik ke sisi tempat tidurnya, “menungguku?”
Maya melirik sedikit kesal ke arahnya.
“Siapa lagi yang harus kutunggu?” jawab Maya ketus.
Masumi  tersenyum simpul.
“Kemarilah,” kata Masumi setelah dia terbaring di tempat tidur dan menaikkan selimutnya.
Maya hanya diam saja. Merajuk dengan memalingkan wajahnya. Entah kenapa belakangan istrinya itu menjadi lebih sensitif dan sering merajuk. Masumi berpikir, mungkin karena Maya sedang bosan tidak ada sandiwara yang dia mainkan. Masumi lantas menggeser badannya.
“Kau marah?” tanyanya lembut.
“Kurasa,” jawab Maya singkat.
“Kenapa?”
“Tidak tahu,” Maya memutar badannya membelakangi Masumi.
 “Tadi katanya menungguku… sekarang aku sudah di sini…”
“Sudahlah,” Maya mematikan lampu di sisi tempat tidurnya. “Sudah larut,” Maya menarik selimutnya sampai menutupi dagunya.
Masumi memandangi Maya yang masih membelakanginya. Kadang dia masih tidak percaya bahwa gadis mungil yang sejak dulu dipujanya itu pada akhirnya bisa dia jadikan istri. Setelah penantian panjang, setelah berbagai peristiwa dan air mata, lebih dari setengah tahun yang lalu mereka akhirnya resmi menjadi sepasang suami istri. Maya akhirnya menjadi bidadarinya.
“Menikah denganku membosankan ya, Sayang?” Masumi membelai lembut rambut Maya yang terurai bebas di atas bantalnya.
Maya melirik pelan tanpa bisa melihat suaminya. Dia akhirnya memutar badannya menghadap Masumi.
“Tidak kok…” jawabnya perlahan, menatap suaminya dengan tatapan seorang anak kecil.
Masumi tersenyum, “bisakah kau lebih dekat padaku?”pintanya.
Maya mengangguk pelan lantas menggeser badannya mendekati Masumi dan mulai memeluk dada suaminya tersebut.
“Maaf Maya, ada banyak hal yang harus…”
“Aku mengerti,” potong Maya, “aku sebenarnya mengerti, tapi entah kenapa, belakangan, aku tidak mau mengerti…” Maya tertegun dengan ucapannya, “ah, entahlah, aku bingung dengan yang kurasakan…” katanya.
“Mungkin kau sudah ingin kembali berakting, Sayang? Sudah hampir setahun kau tidak main sandiwara. Ada tawaran yang menarik?” Tanya Masumi sambil mulai mengelus-elus lengan Maya.
“Ada beberapa… namun belum ada yang membuatku merasa terpanggil.” Maya menggerakkan bola matanya ke atas, menatap suaminya, “tidak apa-apa… aku masih menikmati peranku sebagai Nyonya Masumi Hayami,” ucapnya sambil tersenyum.
“Benarkah? Bilang padaku kalau kau sudah bosan jadi Nyonya Masumi Hayami,” ujar Masumi.
“Hm? Memang apa yang akan kau lakukan kalau aku sudah bosan jadi Nyonya Masumi Hayami?” alis Maya bertaut, bingung.
“Aku akan mengganti namaku. Mungkin setelah kau bosan jadi istri Masumi Hayami, kau ingin jadi istrinya Kotaro Minami? Istri Mamoru Chiba? Atau Istrinya Anthony Audrey? Bilang saja padaku, nanti kuurus persoalan ganti nama ini secepatnya,” canda Masumi.
Maya terkikik mendengar ucapan suaminya. “Masumiiii~” rengeknya manja, lantas memeluk suaminya lebih erat.
Sejak menjadi istrinya, semakin lama Maya memang semakin manja. Tapi Masumi sama sekali tidak keberatan, dia menyukainya. Masumi pun tidak jarang bermanja-manja pada istrinya itu. Mungkin karena mereka berdua sebelumnya tidak memiliki siapa-siapa dan hanya mengandalkan diri sendiri setiap saat. Sekarang, ketika telah menemukan seseorang untuk bersandar, Maya dan Masumi seringkali hanya saling memanjakan satu sama lain.
“Masumi,” panggil Maya perlahan.
“Hmm…?”
“Besok… hari peringatan kematian Ibu,” Maya mengingatkan.
“Iya, aku ingat…”
Keduanya terdiam, beberapa saat hanya terdengar tarikan nafas mereka.
“Besok hari minggu ‘kan? Aku akan pergi bersamamu esok pagi mengunjungi makam Ibu Haru,” terang Masumi.
Maya mengangguk. Kemudian gadis itu meraba dada Masumi, membelainya perlahan.
“Masih sakit?” Tanyanya.
“Hm,” Masumi mengiyakan dengan gumaman, “sepertinya tidak akan pernah hilang…” gumam Masumi, nyeri.
Maya mengangkat kepalanya, menatap Masumi. Keduanya berpandangan. Wanita itu lantas membelai wajah suaminya dengan lembut sementara Masumi hanya menatapnya sedikit pahit. Maya tidak dapat berkata apa-apa, hatinya seakan menciut diremas rasa sakit dan pilu. Karena teringat peristiwa di masa lampau, namun terlebih lagi, karena melihat keadaan suaminya setiap kali teringat peristiwa tersebut. Dia mendekatkan wajahnya pada Masumi lantas mengecup pipi suaminya.
“Semoga lekas sembuh,” doanya. “Aku sudah lama berhenti menyalahkanmu, Sayang,” Maya lantas membelai rambut suaminya dan mendekatkan bibirnya pada Masumi.
“Maafkan aku…” bisik Masumi.
“Cukup,” sergah Maya. Ia lantas mencium bibir Masumi, “sudah larut…” bisiknya saat bibir keduanya terpisah.
Masumi tersenyum tipis, lantas meraih lampu di sisi tempat tidurnya untuk dimatikan.
“Aku sangat mencintaimu Maya,” ucap Masumi.
“Aku juga sangat mencintaimu…” balas Maya.
=//=
Mobil yang membawa Maya dan Masumi meluncur dengan cepat ke arah pemakaman tempat Ibu Haru disemayamkan. Pagi-pagi sekali keduanya sudah sampai di sana.
Baik Maya ataupun Masumi, selama ini tidak pernah benar-benar membicarakan mengenai kesalahan Masumi di masa lalu. Itu adalah kenangan yang terlalu menyakitkan bagi keduanya. Selain itu, Maya tidak pernah sanggup melihat keadaan Masumi ketika teringat kembali peristiwa tersebut. Kini Maya dan Masumi sudah 8 bulan menikah. Terakhir kali mereka berada di sini adalah sebelum pernikahan keduanya. Saat itu Maya dan Masumi datang menghadap Ibu Haru untuk meminta restu.
               Masumi menggandeng istrinya menaiki tangga menuju tempat pemakaman. Melalui beberapa makam yang terawat rapi, akhirnya sepasang suami istri tersebut terduduk berlutut di hadapan makam Ibu Haru, ibu kandung Maya. Keduanya menyalakan dupa dan kemenyan. Menepuk tangannya beberapa kali dan mulai tertunduk, berdoa. Setelah sekian lama, keduanya kembali membuka mata, menatap lurus pada nisan Ibu Haru.
                Sejenak Maya dan Masumi hanya terkenang kembali pada kesalahan yang mereka perbuat pada wanita tua tersebut.
                “Ibu…” gumam Maya, berkaca-kaca. Ia mengusap nisan ibunya perlahan. “Bagaimana kabar Ibu? Apakah ibu baik-baik saja di sana?” tanya Maya.
                Maya…
               Masumi bisa merasakan kembali dirinya terserang rasa bersalah yang selalu menghantuinya ketika teringat ibu mertuanya tersebut.
            “Ibu, aku merindukanmu…” mata Maya berkaca-kaca, “di sana, ibu pasti sehat 'kan? Sudah tidak batuk-batuk lagi, dan penglihatan ibu sudah kembali ‘kan?” gadis itu berkedip, bisa merasakan setetes air mata terlepas dari pelupuknya.
            “Ibu, ibu pasti selalu mengawasiku seperti dulu kan…? Walaupun Ibu sangat keras, tapi Ibu sangat perhatian kepadaku dan selalu mengkhawatirkan aku yang bodoh ini,”Maya terisak.
Masumi menoleh pada istrinya dan merangkul pundak istrinya tersebut.
“Tapi ibu… sekarang Ibu sudah bisa tenang. Aku saat ini, sudah mendapatkan kebahagiaan yang tidak terkira. Aku dan Masumi, sudah menikah. Pria ini selalu menjaga dan melindungiku. Memberikan kebahagiaan dan selalu melakukan yang terbaik untukku,” ucap Maya sambil menatap pada suaminya sebelum kembali menatap nisan ibunya. “Ibu… ibu senang kan mendengarnya? Ibu selalu bilang padaku, Ibu hanya ingin melihatku bisa hidup  tenang dan bahagia, dan sekarang aku sudah mendapatkannya…” Maya terisak lebih keras, “maka ibu juga tenanglah di sana… Mohon maafkanlah kami berdua Ibu, maafkan kesalahan kami di masa lalu,” Maya memegang nisan ibunya dengan kedua tangannya, “dan kumohon bebaskanlah suamiku dari rasa bersalahnya. Berikanlah kedamaian dalam hatinya, Ibu…” tangis Maya terdengar pilu.
Masumi terkesiap mendengar ucapan istrinya. Jantungnya berdegup menyakitkan dan terasa sesak. Pria itu tidak sanggup berkata apapun.
“Ibu, ada satu hal yang ingin kuberitahukan kepada Ibu. Ibu pasti senang mendengarnya,” Maya tersenyum di antara air matanya, “aku sebentar lagi, juga akan menjadi seorang Ibu…”
Ha?
Masumi dengan cepat menoleh ke arah Maya.
“A… apa…?” tanyanya tergagap, tidak percaya.
“Saat ini aku sedang mengandung buah cinta kami, aku dan Masumi. Aku mengandung cucu Ibu…” tutur Maya.
“Maya…?” Masumi ternanap. Ada keharuan dan kebahagiaan yang tak terkira mengisi hatinya, “kau…”
“Benar Sayang…” Maya menatap Masumi, “aku sedang hamil. Aku ingin kau dan Ibu,” Maya menoleh sebentar pada foto ibunya sebelum kembali pada Masumi, “yang tahu kabar gembira ini pertama kali,” gadis itu tersenyum hangat.
“Maya…!” Masumi memeluk istrinya dengan erat. Ada kebahagiaan baru yang mengisi hatinya kala itu. Masumi lantas melepaskan Maya dan menangkupkan kedua tangannya  di dadanya.
“Ibu Haru, saya mohon maafkanlah saya. Saya tahu saya sudah melakukan kesalahan terbesar dalam hidup saya, dan karenanya, saya telah menyakiti orang yang paling  saya cintai dengan sangat dalam; putri Ibu, Maya, yang sekarang sudah menjadi istri saya. Saya berjanji, saya akan selalu berusaha membahagiakan serta senantiasa melindunginya dan juga cucu Ibu dengan segenap jiwa raga saya. Maka maafkanlah saya atas dosa-dosa yang saya perbuat,” katanya perlahan dengan pandangan nanar dan suara yang terdengar gemetar emosional.
 “Ibu sangat murah hati… dia pasti sudah memaafkanmu karena kau jugalah yang sudah membuat putrinya yang tidak berguna ini menjadi wanita paling bahagia di dunia,” Maya menggenggam telapak Masumi dan menatap suaminya penuh kasih, “maafkanlah dirimu Masumi…”
Maya…
Pria itu kembali memeluk istrinya, “terima kasih…” bisiknya lembut dan damai, “terima kasih…” ulangnya.
Pertama kalinya sejak peristiwa itu, Masumi bisa benar-benar memaafkan dirinya, dan berkeyakinan bahwa Ibu Maya telah membebaskannya dari rasa bersalah yang selalu membelenggunya selama ini.
“Ibu, kami pulang dulu…” pamit Maya, sambil menatap foto Bu Haru yang sedang tersenyum, tampak berkilau diterpa sinar mentari pagi. Seakan-akan ibunya tersebut sedang berbahagia melihat keadaan Maya sekarang, “nanti aku akan datang lagi, dan memperkenalkan ibu pada cucu Ibu. Maka lindungilah kami Ibu…” ucap Maya terakhir kalinya.
=//=
Maya melingkarkan lengannya pada lengan Masumi saat keduanya kembali berjalan menuju mobil mereka.
“Kapan kau tahu kalau dirimu sedang mengandung?” tanya Masumi.
“Seminggu yang lalu, aku melakukan tes dan hasilnya positif. Lalu aku pergi ke dokter dan ternyata benar aku mengandung. Sekarang usia anak kita 5 minggu, Sayang…”
“Kau merahasiakannya selama itu?!” Masumi tidak percaya.
“Maaf… aku ingin sekali mengatakannya secepat mungkin, tapi aku sudah berencana untuk memberitahukannya hari ini…” suaranya merayu, meminta Masumi tidak marah.
Masumi menghela nafasnya. Dia mana bisa marah, tahu istri tercintanya sedang membawa buah hati mereka di dalam rahimnya.
“Kita harus mengabari Ayah…” kata Masumi, “nanti di mobil akan kutelpon, dia pasti sangat gembira. Lelaki tua itu sudah lama tidak mendengar suara anak kecil di rumahnya.”
“Kenapa ditelepon?” tanya Maya, “kita ke rumahnya saja…” usulnya.
“Ke rumahnya?” Masumi terdengar keberatan.
“Iya, sudah cukup lama kita tidak main ke rumahnya, ya... setidaknya aku, sudah lama tidak bertemu dengannya,”
“Hhhh…” Masumi mendengus tidak suka, “dia pasti langsung memelukmu saat mendengar berita ini…”
Maya terkikik, “masa masih saja cemburu… kadang kau keterlaluan, sama Ayah sendiri cemburu…”
“Aku tidak keberatan Ayah sepertinya lebih senang punya kau sebagai menantunya, daripada mempunyai aku sebagai anaknya. Tapi bukan berarti dia harus sering-sering memelukmu kan…”
“Masumi…!” potong Maya, “siapa yang sering-sering… berlebihan sekali…” rajuk Maya.
Keduanya sudah mencapai mobil.
“Kemana Pak?” Tanya sopir mereka.
Masumi memandang istrinya.
“Masumiii….” Pinta Maya.
Sekali lagi Masumi mengalah, “ke rumah Ayahku,” putusnya kemudian.
Mobil kembali meluncur menuju rumah Eisuke.
Masumi mendekat pada Maya dan mengelus perut istrinya. Dia tidak percaya, akan ada makhluk hidup lainnya tercipta di dalam sana.
“Aku masih tidak percaya… rasanya ajaib sekali, aku akan memiliki seorang anak,” gumam Masumi takjub.
Maya tersenyum hangat, menggenggam tangan Masumi yang berada di perutnya. Keduanya berpandangan, binar kebahagiaan terpancar dari mata keduanya.
“Ah, Sayang… sepertinya kau harus menunda bermain sandiwara lebih lama lagi,” ucap Masumi sambil membelai wajah istrinya.
Maya tertegun, lalu tersenyum tipis. Dia menyandarkan kepalanya di dada Masumi.
“Tidak apa-apa… aku tidak keberatan,” katanya lembut, “sekarang aku punya peran baru untuk kumainkan,” Maya memandang perutnya dan mengusapnya perlahan,”peran sebagai seorang Ibu,” ucapnya bahagia. “Aku akan berusaha memerankan peran yang satu ini dengan sebaik-baiknya.”
“Sayang,” Masumi mengecup kepala  Maya, “aku juga akan berusaha sekuat tenagaku untuk menjalankan peranku sebagai seorang ayah dengan sebaik-baiknya,” janji Masumi.
“Mohon bimbingannya,” kata Maya sambil tertawa kecil.
Masumi ikut tertawa dengannya.
“Masumi…” ucap Maya tiba-tiba.
“Iya?”
“Aku ingin main bungee jumping…”
“Ha?!!”
Bungee jumping,” kata Maya sekali lagi, seakan memastikan Masumi tidak salah dengar.
“Bu… bungee…”
Bungee jumping.”
“Aku dengar Sayang… tapi apa maksudmu kau mau…”
“Pokoknya aku mau main—“
“Tapi kau kan sedang hamil muda… itu berbahaya sekali…” sergah Masumi.
Maya mengangkat badannya dan menatap Masumi dengan kesal. Masumi terheran melihatnya. Maya lantas menggeser duduknya ke dekat pintu dan menolak untuk melihat Masumi.
“Ma… ya…?” panggil Masumi.
Tapi Maya tidak menghiraukannya. Saat Masumi masih bingung dengan kelakuan istrinya, tiba-tiba istrinya itu menoleh.
“Kalau begitu kau yang main bungee jumping,” pinta Maya, yang lebih terdengar seperi memerintah.
“Ha? Aku??” Masumi melongo.
“Tidak mau??”
“Tapi buat apa…”
Maya kembali membuang mukanya ke luar jendela, “pokoknya kau atau aku yang melakukannya!” tuntut Maya keras kepala.
“Hm… baiklah, baiklah, akan kulakukan…” Masumi akhirnya mengalah.
“Benar ya?!” Maya kembali menoleh dengan cepat, wajahnya terlihat riang.
Masumi mengangguk tidak yakin. Maya kembali menggeser duduknya mendekati Masumi dan melingkarkan tangannya di pinggang suaminya.
“Anak kita pasti bangga sekali punya Ayah yang berani sepertimu,” gumam Maya, yakin.
Masumi menahan tawanya mendengar gumaman isterinya tersebut.
“Tujuh kali ya, Masumi…”
“Ha?”
“Bungee Jumpingnya, tujuh kali.”
“Tu… tujuh—“
Maya kembali mengangkat wajahnya dari dada Masumi, memandang suaminya dengan tatapan  menuntut.
“Ba, baiklah.Tujuh kali… sepuluh kali, terserah kau, Sayang…” Masumi menyerah lagi.
Sementara Masumi berdoa, agar dia dapat kembali dengan selamat nanti setelah memenuhi keinginan istrinya dan bisa melihat kelahiran anak mereka yang sekarang baru berusia 5 minggu, Maya tersenyum senang dan kembali menyandarkan dirinya pada Masumi. Dia sangat bahagia dan merasa antusias menyambut babak baru yang akan dimainkannya dalam drama kehidupan bersama Masumi, suaminya. Menjadi orang tua.


<<< Next Stage ... End >>>

7 comments:

orchid on 30 May 2011 at 22:52 said...

ohhhhhhhhh, terbuai, jadi mau tidur, ngimpi

Anonymous said...

AStaga naga ngidam apaan tuh Bunggee jumping tujuh kali....brrrrrrrrrrrrrrrrrr....
ini masih satu chapter lagi ya....
-KATARA HAYAMI-

chacha said...

teruuussss... teruuuuskaaaannn... teruuuuussssskaaaann...

Anonymous said...

Huahahahaahahaaa...bungee jumping ?!? itu ngidam apa nyiksa?!?! nice story, ty .. ( rini )

Anonymous said...

sukaaa sekaliii... dua-duanya bagus!
ibarat appetizer yang menyenangkan sebelum main course yg ditunggu-tunggu:FFY-mu! (nadine)

Anonymous said...

hahaha Ty bisa aja, kasian Masumi atuh main bungee jumping tapi suka ma cerita2 seperti ini... btw Met Ulatah ya Vanda Meitasari walo dah telat lama... ga papa kan dari pada tidak..
-Fefe-

Resi said...

hahahaha, jd inget wkt hamil n ngerjain suamiku jg. xixixi, mdh2n masumi g muntah d suruh bungee jumping 7x.

Post a Comment

Silahkan kritik, saran, sapa dan salamnya... :)

 

An Eternal Rainbow Copyright © 2011 Design by Ipietoon Blogger Template | web hosting