Thursday 10 July 2014

Fan Fiksi : To Make You Love Me 9

Posted by Ty SakuMoto at 22:17 43 comments

To Make You Love Me
(Chapter 9)





“Aku tahu kenapa kalian ditunangkan. Karena ibu kalian, dan Pak Miyake bersahabat bukan? Dan, aku jelaskan sekarang, bahwa aku dan Pak Miyake sudah melakukan tes DNA,” Shiori mengeluarkan sebuah amplop. “Di sana, hasilnya mengatakan bahwa aku, adalah putri Pak Miyake. Karena itu, Maya Kitajima,” Shiori menatap Maya lekat. “Aku minta kau mengundurkan diri sebagai tunangan Pak Masumi Hayami, dan biarkan aku yang mengambil alih posisi itu!”
Maya sangat terkejut hingga benar-benar tak tahu apa yang harus dikatakannya. Tiba-tiba saja Shiori mengatakan itu semua. Memang, dulu dia sempat berharap ada seseorang yang akan menggantikan posisinya untuk bertunangan dengan Masumi, tetapi ketika saat itu akhirnya benar-benar datang…
“Kau ini bicara apa!?” Masumi meninggikan suaranya dengan gusar. “Omong kosong! Mana bisa pertunanganku dan Maya—“
“Pak Masumi, dasar pertunangan kalian adalah perjodohan dari orang tua kita yang saling bersahabat. Oleh karena itu, aku juga memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk mewujudkan janji orang tua kita.”
“Tapi aku dan Maya sudah akan menikah!” tegas Masumi.
“Tapi kau lebih sesuai bersamaku! Kita lebih serasi dan lebih baik! Dan yang pasti, tidak seperti Maya, aku bisa mencintaimu dan menghormatimu dengan layak!” Shori mengangkat dagunya dan berkata dengan tak kalah tegas.
Masumi geram, tampak otot rahangnya mengejang. Namun perkataan Shiori memuat Masumi memikirkan sesuatu. Memikirkan perasaan Maya kepadanya. Sebuah pertanyaan yang sempat terngingang dulu, kembali mengisi kepalanya.
Apakah jika Masumi berhasil menjadikan Maya istrinya, dia juga akan berhasil memiliki hati Maya?
Masumi mengepalkan tangannya erat. Apakah dia bisa menjamin Maya akan bahagia bersamanya? Apakah setelah semua usahanya, Maya bisa menerima perasaannya?
“Bagaimana, Pak Masumi? Benar kan apa yang aku katakan?” Shiori bicara dengan meyakinkan. Dia lantas beralih kepada Maya yang sedari tadi tak mengucapkan sepatah kata pun, sepertinya dia sangat terkejut. “Maya, kau pasti setuju denganku, bukan? Aku bisa melihat dari sikapmu, bahwa kau, dan Pak Masumi sangat terpaksa dijodohkan. Karena itu…” Shiori menghela napas dan bersikap seperti seorang heroine. “Aku menawarkan diri untuk mengambil alih tanggung jawabmu menjalankan amanah orang tua kita. Biarkan aku menjadi tunangan Pak Masumi, dan…” Shiori kembali menatap masumi, menatapnya penuh rasa kagum dan cinta. “Aku akan memperlakukanmu dengan baik, Pak Masumi, bagaimana seseorang diperlakukan dengan seharusnya oleh kekasihnya.”
Masumi menatap Shiori tak percaya. Wanita itu sangat serius dengan setiap ucapannya. Masumi, tentu tidak ragu dengan perasaannya. Ia sama sekali tidak tertarik dengan tawaran tersebut. Akan tetapi, sepertinya, sekarang saat yang tepat bagi Masumi untuk mengetahui perasaan Maya yang sesungguhnya.
Dia harus tahu, apakah ada kemungkinan, sekecil apa pun, bahwa Maya akan mencintainya? Masumi baru saja akan bertanya kepada Maya mengenai pendapatnya, saat Maya akhirnya bersuara.
“Haaaah…” Maya yang sedari tadi tampak shock, menghela napasnya sangat lega, mengejutkan Masumi dan Shiori yang masih berada dalam suasana tegang. “Akhirnyaa… aku lega sekali…” kata Maya, tersenyum lebar. “Aku tak mengira Tuhan mau membalas doa-doaku. Jadi, Nona Shiori, apa kau serius dengan ucapanmu? Ini Pak Masumi Hayami loh yang akan dijodohkan denganmu. Orangnya dingin, menyebalkan, tukang ganggu dan selalu bikin kesal! Kau yakin?” Maya memasang wajah super serius dan mencondongkan wajahnya kepada Shiori.
Shiori tertegun, mengamati Maya yang memberikan reaksi di luar dugaannya. “Tentu saja aku serius! Aku sampai meminta tes DNA kepada Pak Miyake dan mengungkapkan rahasia besar keluargaku. Apa kau pikir aku main-main? Aku sangat serius dengan apa yang kulakukan, karena, aku sangat mencintai Pak Masumi Hayami,” tegas Maya.
“Aku mengerti!!” Maya mengangguk dan tersenyum berseri. “Kalau begitu, aku—“
“Tunggu,” Masumi memotong, getir. Wajahnya tampak dingin. Ia menatap Maya dalam dan serius. “Maya, kita sudah bertunangan, apa kau berpikir hendak mengakhiri—“
“Tentu saja, kan Pak Masumi?” tegas Maya dengan keyakinan penuh. “Sejak awal kita sudah tahu sama tahu bahwa kau dan aku itu mustahil. Tidak mungkin! Kalau bertemu bertengkar terus. Melihatmu aku rasanya ingin menggaruk wajahmu saja,” Maya menggeram kesal. “dan sekarang, ada Nona Shiori, dewi penyelamatku!” Maya menggenggam tangan Shiori erat. Aku lega sekali! Terima kasih.”
Masumi diam-diam mengeratkan kepalan tangannya. Maya sama sekali tidak menghiraukan perasaannya. Apalagi, Maya sudah terang-terangan di depan Shiori mengungkapkan apa yang dipikirkannya mengenai hubungan mereka.
“Lagipula, Pak Masumi pernah bilang, buat Pak Masumi, menikah dengan siapa saja, sama saja kan? Yaaa… kalau begitu, jangan bawa-bawa aku!” Maya cemberut, “Aku kan tidak mau seumur hidup tersiksa karena pernikahan terpaksa,” decak Maya.
“Jadi begitu,” Masumi merasakan perutnya menegang dan rasa sakit naik ke dadanya. “Jadi… itu keputusanmu?” tanya Masumi dingin.
Shiori mengamati Direktur Daito tersebut dengan waswas.
“Ya! Itu keputusanku, Pak Masumi!” tandas Maya. Ia lantas berusaha melepaskan cincin tunangannya dan meletakkannya di depan meja. “Anda juga pasti senang kan, Pak Masumi? Akhirnya, kita tidak usah saling menyiksa lagi,” sindir Maya. “Tetapi, selain itu…” Maya membungkuk kepada Masumi. “Aku mohon maaf, karena, sudah merepotkanmu dengan semua pesta pertunangan dan lain sebagainya itu, aku akan berusaha sekuat tenaga membayarnya suatu saat sampai—“
“Tidak usah repot-repot!” potong Masumi tajam dengan raut teramat dingin. “Kau bisa simpan cincinnya kalau kau mau!”
Maya menggeleng, “Aku benar-benar minta maaf sudah menyusahkan selama ini. Dan… selamat, Nona Shiori, Pak Masumi, sekarang, kalian yang akan bertunangan kan? Ah, mungkin, cincin ini…” Maya menyodorkannya kepada Shiori, dan tiba-tiba dengan kasar Masumi merebutnya.
“Aku membelikannya untukmu!!” bentak Masumi, “jangan seenaknya memberikannya kepada orang lain!”
“Ah, aa—yaa.. ma-maaf,” Maya langsung gugup, terkejut dan takut dengan amarah Masumi yang tiba-tiba. “Hahaha… bodohnya aku, tentu, untuk Nona Shiori Pak Masumi akan membelikan yang lain kan? Yang lebih bagus…” Maya tertawa canggung. “Uhm, baiklah… maaf, aku baru selesai latihan, aku agak lelah. Jika… tidak ada apa-apa lagi, aku mau permisi pulang sekarang,” pamit Maya.
Masumi tak bicara apa-apa. Dia masih sangat marah dengan keputusan yang Maya ambil. Begitu mudah, begitu saja gadis yang sudah Masumi perjuangkan habis-habisan itu memutuskan masalah pelik ini.
“Terima kasih, Maya, karena kau sudah mau mengerti,” ucap Shiori dengan haru.
Maya tersenyum. Dia membungkuk permisi kepada Shiori, dan kemudian kepada Masumi yang tak menatapnya. Maya sangat sedih melihat pria itu. Dia membungkuk dan bergegas pergi dari sana.
Saat pintu di belakangnya tertutup, Maya tak bisa menahan diri lagi, tak mampu berakting lagi. Dengan segera airmata mengalir di pipinya dan rasa sesak di dadanya berubah menjadi suara isakan tertahan. Maya segera berlari. Dia takut Masumi mungkin mengejarnya atau ada orang yang akan melihatnya. Maya berbelok masuk ke kamar mandi dan mulai menangis. Ia menutup bibirnya untuk menahan isakannya.
Apa yang Shiori katakan tadi sangat mengejutkannya. Maya seperti diingatkan akan sesuatu. Dia tahu dia dan Masumi sangat jauh berbeda, baik latar belakang, kepribadian, kelas, cara berpikir, bahkan secara fisik benar-benar jauh berbeda. Tetapi, Maya tak mengira dia sudah mempermalukan Masumi.
“Bodoh! Seharusnya aku tahu!” isak Maya.
Seharusnya dia menyadari bahwa perilakunya barbar dan memalukan. Bahkan seorang Shiori bisa mengatakan bahwa Maya tak bersikap hormat dan menghargai tunangannya sendiri. Belum lagi pandangan orang lain, yang pasti penilaiannya tidak jauh dengan Shiori. Dan juga, Maya menyadari. Shiori lebih pantas dan serasi bersama Masumi. Mereka juga sangat cocok saat mengobrol sesuatu yang Maya tak mengerti.
Ia tak mengira bahwa dirinya seperti aib bagi Masumi. Memiliki pasangan seperti dirinya sudah mempermalukan pria yang sekarang ini mulai dicintainya.
Pak Masumi… maafkan aku… Nona Shiori benar, kau lebih pantas bersamanya ketimbang bersamaku. Lagipula, pasti jauh di lubuk hatimu, kau juga pasti tahu kita tak mungkin bersatu…” Maya susah payah menghapus air matanya yang tak bisa berhenti bercucuran itu.
Setidaknya, Maya sudah mengerahkan kemampuan berakting baik-baik saja tadi, dan dia tak harus mendengarkan Masumi yang memutuskan hubungan mereka. Jika demikian, sudah pasti dirinya akan terluka lebih dalam lagi. Walaupun dulu Maya yang tak pernah berhenti melontarkan penolakan pada Masumi, sekarang, Maya tak akan sanggup mendengar perkataan Masumi yang menolaknya.
=//=
Shiori melirik malu-malu kepada Masumi yang masih tak bersuara sejak Maya pergi. Di tengah lirikan malu-malunya itu Shiori masih sempat menghabiskan dua porsi dragon roll sushi di hadapannya. Miliknya, dan milik Maya.
“Pak Masumi… kenapa tidak makan?” tanya Shiori, yang di sudut hatinya juga terbersit keinginan menghabiskan makanan di hadapan Maya. “Pak Masumi!” Shiori menyentuh lengan Masumi.
“Ck!!” Masumi menepiskan tangan Shiori dengan raut penuh kemarahan. “Dasar dia itu…” Masumi mengepalkan tangannya erat-erat dan terlihat murka. Dia tak mengira Maya dengan mudah memutuskan hubungan mereka. Sama sekali tak ada pertimbangan apa pun, dan malah terlihat begitu lega dan bahagia.
Padahal, Masumi sempat berpikir, Maya, walau hanya sedikit, mungkin sudah mulai membuka hati untuknya. Setidaknya, belum lama ini Maya membiarkannya memeluk gadis itu di tengah hujan.
“Pak Masumi? Kau baik-baik saja?”
Masumi tak menghiraukan Shiori. Dia beranjak berdiri.
“Pak Masumi!!? Kau mau ke mana!? Tunggu!!” Shiori menahan lengan Masumi, namun pria itu terlalu marah untuk bisa ditahan oleh Shiori.
Masumi beranjak dari sana tanpa menoleh lagi.
Sementara Shiori hanya sanggup mematung melihat wajah Masumi yang dingin dan menakutkan.
=//=
Maya terburu-buru masuk ke kamarnya dan melanjutkan tangisnya yang sesenggukan itu. Hatinya hancur berkeping-keping hari ini karena pertunangannya dan Masumi putus. Masumi juga tadi tak mengatakan apa pun dengan keputusan Maya. Maya tahu, pria itu sudah menekankan berkali-kali, bahwa baginya menikah dengan siapa saja sama saja.
Huh, bodoh! Kenapa dia harus jatuh cinta kepada Masumi seperti ini? Sejak kapan perasaannya jadi sedalam ini?? Padahal, belum lama ini Maya selalu merasa mual jika melihat Masumi dan ingin marah-marah terus. Sekarang, mengingat tak akan bersama Masumi lagi malah membuatnya merasa sedih tak terkira.
“Huhuhu…” Maya menangis tanpa henti.
Tatapannya lalu jatuh ke arah balon-balon yang sempat dihadiahkan Masumi untuknya. Maya lalu meraih balon-balon itu dan memeluknya dengan erat.
“Duarr!!” satu balon meledak dan mengejutkan Maya. Hatinya sudah lebih dari kacau. Maya menangis lagi dengan keras.
=//=
Masumi menyesap rokoknya dalam-dalam dengan perasan gusar. Masih pagi, namun Masumi sudah menghabiskan beberapa gelas brandi pagi ini.
Seorang pelayan takut-takut menyerahkan tabloid, koran dan majalah langganan Masumi. Tingkah itu tidak lepas dari pengamatan Masumi. Setelah pelayannya permisi pergi, Masumi meraih salah satu tabloid.
“PERTUNANGAN FENOMENAL MASUMI HAYAMI DAN MAYA KITAJIMA BERAKHIR!?” adalah judul salah satu tabloid itu.
Masumi membaca sekilas kabar mengenai Maya yang sudah tidak mengenakan cincin tunangan, juga saat Maya pulang sendirian dari restoran Jepang itu.
Masumi meremas tabloid itu dan melemparkannya ke samping dengan marah.
“Aduh!!!” pekik seorang pria tua.
Masumi menoleh cepat, “Ah Ayah!!” serunya, tak mengira tabloid itu terlempar ke wajah ayahnya.
“Apa-apaan kau ini!! Buang sampah sembarangan!!” geram Eisuke yang selalu disiplin.
Masumi enggan menjawab, dia mengisyaratkan dengan jarinya dan seorang pelayan meraih tabloid yang terbengkalai itu.
“Kurasa, ada sesuatu yang belum kau ceritakan kepadaku?” tanya Eisuke, sebelah alisnya terangkat memaksa.
“Ya,” Masumi kembali ke rokoknya berusaha tenang. “Salah satu kucing peliharaan Mizuki mati tertabrak kemarin,” ujarnya.
Eisuke tak menanggapi, hanya memasung tatapan dinginnya kepada Masumi.
“Oh, ya, restoran Miyazaki kudengar tutup, tim kesehatan menemukan ada bahan pewarna yang tidak sesuai standar.”
“Hmm…” Eisuke menggeram mendengar omongan Masumi yang melantur. “Kau pikir aku peduli dengan hal-hal yang kau katakan itu!?”
Masumi dengan kesal meniupkan asap rokok dari bibirnya yang tipis. “Aku tidak tahu apa kabar yang Ayah pedulikan,” tukas Masumi acuh tak acuh.
Eisuke terlihat tidak senang dengan tingkah Masumi yang terlihat seenaknya itu. Sebelumnya Masumi tidak pernah begini. Dia terang-terangan menampakkan suasana hatinya yang buruk.
“Maksudku, mengenai kau dan Maya Kitajima. Kalian putus? Aku mendengarnya sendiri dari Tuan Soichi Takamiya, anak gadisnya itu jatuh cinta kepadamu dan katanya, kau sudah tahu mengenai hal itu?”
Masumi mengendikkan bahunya tanpa ekspresi.
“Bicara, Masumi!! Kenapa kau diam saja? Jadi, kau memilih Shiori!?”
“Omong kosong!” timpal Masumi gusar, dengan kasar mematikan rokoknya di atas asbak. “Aku hanya akan menikahi Maya Kitajima. Bukan Shiori Takamiya atau lainnya!” tegas Masumi dan beranjak berdiri tanpa berpamitan kepada ayahnya.
Eisuke mematung tak percaya, saat dia menyadari sesuatu.
Masumi Hayami, anak angkatnya, jatuh cinta kepada Maya Kitajima!?
“ASA!! ASA!!” Eisuke beberapa kali memanggil kepala pelayannya itu sebelum Asa yang sedang berasyik masyuk di telepon dengan wanita incarannya menghampiri dengan tergopoh-gopoh.
“Ya Tuan?”
“Apa yang kau lakukan!!? Dasar lambat!” Eisuke tak memberikan kesempatan Asa bicara sebelum dia melanjutkan, “Hubungi Hijiri! Katakan aku ingin bicara dengannya.”
“Hijiri? Karato Hijiri? Baik, Tuan Besar…”
=//=
“Hijiri, aku tahu kau dekat dengan Masumi. Sejak masih muda dulu, aku tahu kau sudah menganggap Masumi seperti kakakmu.” Eisuke berkata.
Hijiri membungkuk, “Benar, Tuan besar. Sejak dahulu, Tuan Muda sudah seperti kakak yang saya idolakan,” aku Hijiri. “Saya sangat kagum dan menghormatinya.”
“Ya, dan aku tidak ragu. Masumi yang tak punya banyak teman, pastilah sudah menganggap kau juga seperti adiknya sendiri, karena aku tahu bagaimana dia begitu mengandalkanmu.” Ujar Eisuke.
Hijiri besar hati mendengar perkataan Eisuke. Namun, dia belum tahu tepatnya apa alasan Eisuke memanggilnya. “Tuan, sebenarnya, kenapa Anda meminta saya menemui Anda?”
“Hijiri, aku hanya ingin tahu, apakah Masumi pernah membicarakan masalah perjodohannya dengan Maya Kitajima?” desak Eisuke.
“Mengenai hal itu…” Hijiri menggantung ucapannya beberapa saat. “Begitulah, Tuan…”
“Lalu? bagaimana?” tanya Eisuke. “Apa benar hubungan mereka sudah putus?”
“Saya belum sempat membicarakan hal ini lagi dengan Tuan Muda. Setahu saya, demikian. Tetapi saya tidak tahu apakah mereka benar-benar putus atas hanya bertengkar. Tuan Muda—“
“Jika dia sudah bicara kepadamu, kau harus menyampaikannya kepadaku.”
Hijiri terenyak. Baru kali ini Eisuke begitu ingin tahu mengenai masalah pribadi Masumi.
“Kenapa, Tuan Besar tidak bertanya sendiri kepada Tuan Muda?”
“Memang kau pikir dia akan mengatakannya kepadaku?” decak Eisuke. “Apa pun jawabannya, aku harus tahu. Bagaimana pun, Masumi adalah calon pewaris Daito. Sebenarnya, yang jadi pertimbanganku adalah Pak Miyake. Jika dia masih mau bekerja sama dengan Daito walaupun Masumi tidak menikah dengan Maya, aku tidak ada masalah. Malahan, akan sangat baik jika benar apa yang kudengar dari Soichi takamiya bahwa putrinya Shiori tertarik kepada Masumi. Gadis itu lebih pantas jadi menantu keluarga ini.” Eisuke mengeratkan kepalan tangannya.
=//=
Maya duduk sambil tertunduk. Perasaannya sedang gundah saat dia melihat Hijiri menghampirinya. Mereka memang sudah ada janji untuk bertemu di café Lonlon ini.
“Apa aku membuatmu menunggu lama?” tanya Hijiri.
“Pak Hijiri!!” Maya terkejut dengan kedatangan Hijiri, namun pertanyaan Hijiri dijawab dengan gelengan.
“Maaf, aku tidak bisa lama, setelah ini ada janji dengan seseorang,” terang Hijiri. “Ada apa kau menghubungiku?”
“Ah, ini…” Maya menyerahkan ijazah dan album pentasnya. “A-aku… ingin berterima kasih kepada Mawar Ungu untuk semua yang telah dilakukannya untukku. Tidak ada yang bisa kuberikan, kecuali…”
“Tetapi, ini kan barang yang sangat penting untukmu…” desis Hijiri, mengamati ijazah gadis itu.
“Ya. Tapi… aku tak berpikir untuk menggunakannya. Aku sudah memutuskan untuk menjadi seorang aktris, apa pun yang terjadi,” terang Maya.
Hijiri mengamati raut Maya yang sendu, wajahnya sedikit bengkak-bengkak. Apa ini ada kaitannya dengan masalah pertunangan Maya dan Masumi yang putus.
“Baiklah, aku akan menyampaikan ini kepada Mawar Ungu. Omong-omong, apakah ada kabar dari teatermu? Sesuatu yang… berbeda?”
Maya tertegun. “Sesuatu yang berbeda?” Maya berpikir, lalu menggeleng. “Tidak, apa maksudmu, Pak Hijiri?” tanya Maya.
“Ah, tidak…” Hijiri menggeleng. “Kau terlihat sedih, apakah ada sesuatu?” Hijiri menunggu.
Maya tertegun, dia langsung terlihat gugup. Maya menunduk dan berusaha keras menenangkan perasaannya.
“Oh, ya… mengenai hal itu. A-aku berpikir untuk menyudahi saja pertunangannya. Uhm… aku dan Pak Masumi… kami… bagaimana ya, tidak serasi… Yah, tidak ada kecocokan, begitu orang bilang.” Maya cengengesan.
“Kau… tidak sedih, atau… kecewa?” tanya Hijiri.
Maya menggeleng-geleng menampik. “Hanya sedikit terganggu saja, karena mulai banyak wartawan sering datang ke tempat latihan untuk meminta konfirmasi. Latihan jadi terganggu,” keluh Maya. “Untunglah, Sakurakoji sering membantuku menyelinap keluar lewat pintu belakang dan membawaku kabur dari sana,” terang Maya.
Dia masih tak sanggup menghadapi wartawan.
“Lalu, kenapa wajahmu sembap begitu?”
“Oh, ini,” Maya menyentuh wajahnya. “Ini… aku sering dimarahi Pak Kuronuma,” alasannya, “Memang Jean ini peran yang sangat sulit. Ah! Aduh… aku jadi bercerita macam-macam. Tolong jangan katakan kepad Mawar Ungu ya, nanti dia kecewa kepadaku,” terang Maya.
Hijiri tersenyum tipis dan mengangguk. Diamatinya Maya yang meminum kopi dengan gugup di hadapannya. Sepertinya, ada yang aneh. Apakah mungkin Maya sebenarnya menangisi Masumi?
Hijiri yang tak bisa berlama-lama, akhirnya berpamitan dari Maya.
“Terima kasih banyak Pak Hijiri sudah memenuhi permintaanku untuk bertemu.”
“Mawar Ungu pasti senang dengan hadiahmu,” Hijiri tersenyum.
Pria itu lantas permisi pergi, meninggalkan Maya yang kembali termenung. Dia merindukan Masumi. Apa yang dia ucapkan tadi kepada Hijiri, semuanya bohong belaka.
Namun, Maya yang tidak tahu harus mengungkapkan kegundahan hatinya kepada siapa, sudah memutuskan untuk menulis surat dan menumpahkan perasaannya kepada Mawar Ungu.
Tiba-tiba, perhatian Maya tertuju kepada sepucuk surata yang... tergolek di lantai!
Maya segera memungutnya.
Oh, tidak! Itu adalah suratnya untuk Mawar Ungu! Surat yang diselipkannya di dalam album. Sepertinya terjatuh saat Hijiri membuka albumnya tadi.
Dengan cepat maya beranjak dari cafe tersebut. Dicari-carinya Hijiri dengan gundah, dan untunglah, dia masih bisa melihat punggung ramping dan tegap milik pria itu.
“Pak Hijiri!!” jaraknya agak jauh, Hijiri tak bisa mendengarnya. Maya mengikuti pria itu turun ke lantai bawah, menyusuri tempat parkir yang sepi.
Namun sayang sekali, Hijiri naik ke sebuah lift dan Maya tak sempat mengejarnya.
“Aahh...” Maya melenguh kecewa. Diamatinya nomor-nomor yang bergerak naik. Dia terlambat.
Tetapi, surat ini sangat penting untuk disampaikan kepada Mawar Ungu.
“Apa... aku tunggu saja?” Akhirnya Maya memutuskan menunggu Hijiri kembali.
=//=
Masumi mengamati dokumen-dokumen rahasia yang diterimanya dari Hijiri.
“Dan ini, dari Maya Kitajima,” Hijiri mengangsurkan barang-barang yang baru diterimanya dari Maya.
Masumi sama terkejutnya dengan Hijiri saat dia menerimanya.
“Kembalikan ini! Aku tidak bisa menerimanya! Barang-barang berharga ini—“
“Justru karena itu barang yang sangat berharga untuknya, dia ingin Anda memilikinya.”
Masumi tertegun mendengar ucapan Hijiri.
“Sebegitu juga lah dia menghargai Anda, Pak Masumi.”
Masumi mengeratkan rahangnya. Dia masih ingat dengan kejadian beberapa hari lalu di restoran sushi.
Berharga? Ya. Sebagai Mawar Ungu dia berharga. Tetapi sebagai Masumi Hayami? Maya bahkan tak berpikir dua kali untuk menyudahi hubungan mereka padahal mereka sudah melangkah sejauh ini.
“Pak Masumi... Anda, belum membicarakan mengenai pertunangan Anda. Jadi... sudah berakhir.”
“ya.” Masumi menjawab cepat.
“Dan Anda, tidak melakukan apa pun untuk itu?” tanya Hijiri.
“Bukan aku yang memutuskan, tetapi Maya.”
“Tapi Pak Masumi, setelah semua yang kau lakukan dan kau perjuangkan? Saat itu Anda terlihat bertekad menjadikan perjodohan ini kenyataan dan sekarang—“
“Kau tak melihat wajahnya saat itu!” seru Masumi dengan perasaan sakit dan marah. “Dia terlihat sangat senang dan lega! Dia bahagia sekali!” Masumi mengeratkan rahangnya.
Hijiri membulatkan matanya mendengar perkataan Masumi.
Suara Masumi menjadi agak gemetar karena perasaan yang ditahannya.
“Dia terlihat seperti terlepas dari sebuah beban berat. Sepertinya, selama ini, bertunangan denganku dia... sangat tersiksa atau apa. Dan saat dia tahu bahwa pertunangan kami bisa diakhiri, dia menyambutnya dengan sangat gembira. Kau pikir apa yang bisa kulakukan!?” desis Masumi, meremas dokumen di tangannya.
“Pak... Pak Masumi... i-itu... itu dokumen rahasia yang sangat penting Pak, tolong jangan...” Hijiri meringis panik melihat Masumi meremas dokumen yang baru saja diberikannya, yang dia dapatkan dengan bertaruh nyawa.
“Sekarang, aku tidak bisa melakukan apa-apa. Aku tidak mungkin memaksanya bertahan di sampingku jika aku tahu bersamaku hanya membuatnya menderita,” Masumi meremas dokumen itu semakin keras.
“I-itu Pak… Aduh…” Hijiri mendesis sambil meremas rambutnya melihat dokumen itu benar-benar lecek dalam genggaman Masumi sekarang.
Masumi menoleh kepada Hijiri dan mendapati wajah panik anak buahnya itu. “Ada apa?” Masumi menaikkan alisnya.
“Ah, tidak pak… itu…” Hijiri menelan ludahnya dan memutuskan tidak mengoreksi perbuatan Masumi yang terlihat sedang merasa sangat kecewa itu. Dia menegakkan badannya lagi. “Jadi Pak. Anda benar-benar akan mengakhiri pertunangan? Lalu… Bagaimana dengan Nona Shiori Takamiya? Apakah Anda akan memutuskan untuk bertunangan dengannya?”
“Mungkin,” Masumi berkata di antara giginya yang terkatup menahan geram. “Jika Maya, begitu bahagia lepas dari tanganku, menikah dengan siapa pun sama saja. Aku akan membicarakan masalah ini dengan Pak Miyake nanti dan mungkin, bersama Shiori—“
“Anda benar-benar mempertimbangakan untuk bertunangan dengan Nona Shiori?” Hijiri terperenyak tak percaya. “Tapi kenapa?? Walaupun Anda putus dengan Maya, bukan berarti Anda harus—“
“Karena, Shiori adalah putri Pak Miyake,” terang Masumi dengan ekspresi yang tidak berubah.
“Apa…?” Hijiri mendesis syok.
“Ya. Shiori, adalah putri Pak Miyake, sahabat ibuku dahulu. Itu yang dia katakan. Dan itu juga yang membuat Maya merasa terlepas dari beban untuk menjalankan pesan orang tua kami dahulu dan mengalihkannya kepada Shiori.”
Hijiri tak sanggup berkata apa-apa. Jadi, impian Masumi yang sudah ada dalam genggamannya, sekarang lepas begitu saja? Malahan, Masumi jadi harus bertunangan dengan wanita lain karena janjinya?
Hijiri mengamati Masumi dengan iba.
Direktur Daito yang penuh kuasa, ternyata tak kuasa mempertahankan cintanya sendiri.
=//=
Maya agak terlonjak saat pintu lift yang sedari tadi ditungguinya dengan tekun akhirnya terbuka.”Ah, Pak Hijiri!” cetusnya dan segera menghambur ke pintu itu.
Namun, alangkah terkejut Maya, saat dia mendapati yang keluar dari sana bukanlah Hijiri, melainkan Masumi Hayami!
“Pak… Masumi..?” desah Maya penuh kejutan.
Hal yang sama berlaku bagi Masumi. Pria itu sangat terkejut mendapati ada Maya di depan pintu lift. Padahal, lift ini sangat jarang digunakan dan dia sengaja bertemu dengan Hijiri di lift ini.
“Maya…” sapa Masumi datar, keluar dari lift seraya dengan cepat menyembunyikan barang-barang pemberian Hijiri—termasuk hadiah dari Maya—di belakang punggungnya. “Sedang apa kau di sini?” Pria itu bertahan dalam ketenangannya.
“Pak Masumi…” Maya juga segera memasukkan surat berisi curahan hatinya itu ke dalam saku roknya. Ia merasakan jantungnya berderap teramat cepat, tak mengira bisa bertemu Masumi di sini. Tubuhnya tiba-tiba merasa lemas, dan rasa rindu yang berhari-hari ini menyiksanya, kembali menyeruak di dadanya.
“Maya,” tegur Masumi lagi. “Kau sedang apa di sini?” mata tajamnya mengawasi Maya lekat.
“Ah, eh, aku…” Maya salah tingkah, “kebetulan tadi… ada janji dengan seseorang. Uhm, Pak Masumi, tadi… lihat tidak seorang pria berpakaian rapi, tingginya segini,” Maya mengangkat tangan kanannya, “tampan, dan rambut depannya panjang,” Maya menyentuh sejumput rambutnya.
“Tidak,” tukas Masumi cepat. “Aku sendirian di lift,” tegasnya.
Ah… mungkin Pak Hijiri turun di lantai 33 tadi, batin Maya.
“Kau terlihat baik-baik,” ucapan Masumi menyadarkan Maya kembali dari renungannya.
“Ah, eh, ya… Pak Masumi juga…” Maya balas menatap lekat. Bekas tunangannya itu terlihat tampan dan gagah seperti biasa. Hanya saja, bedanya, dulu Masumi sering bersikap genit dengan menggenggam tangannya bahkan memeluknya. Sekarang, aura dingin kembali memancar kuat dari pria itu.
“Maya, apakah ada yang aneh di teater?” tanya Masumi lagi.
“Yang aneh? Uhm…” Maya berpikir serius. Hijiri juga menanyakan hal yang sama tadi. DIa lalu menggeleng. “Sejauh ini tidak ada apa-apa selain wartawan-wartawan yang mengerubungi tempat latihan, bertanya soal… pertunangan kita…” gumam Maya.
“Baguslah jika tidak ada apa-apa. Soal wartawan itu, nanti aku akan melakukan sesuatu,” ujar Masumi serius.
Pak Masumi… Maya tahu pria itu memang peduli kepadanya.
“Pak Masumi,bagaimana mengenai Anda dan Nona Shiori? Kapan kalian berencana bertunangan?” tanya Maya dengan perasaan pahit yang berusaha disembunyikannya dan senyum yang dibuat-buat.
“Kurasa itu bukan urusanmu,” tanggap Masumi dingin. “Buat apa kau masih ingin tahu? Hari itu kau sudah memutuskan untuk pergi dan menyudahi semuanya kan? Kurasa apa yang akan kulakukan sudah bukan urusanmu lagi,” setiap kalimat yang keluar dari bibir Masumi meluncur tajam seperti peluru ke hati Maya.
“Ah, ya… memang bukan urusanku…” Maya tersenyum canggung. “Selamat ya, Pak Masumi… Sebetulnya, aku kasihan kepada Nona Shiori, habis, dia dapat jodoh sepertimu! Tapi, setidaknya dia kan sangat mencintaimu, dan dia sendiri sangat berharap bertunangan denganmu. Kuharap Pak Masumi mau memperbaiki diri demi Nona Shiori dan—“
“Sudah cukup, bicaranya?” potong Masumi tajam.
Maya tertegun dan segera bungkam. Dia bisa melihat tatapan Masumi yang begitu menyakitkan kepadanya. Maya tak berkata apa-apa lagi dan menunduk.
Masumi melewatinya, menuju mobilnya.
Beberapa kali kaki Maya terangkat ragu-ragu, ingin mengejarnya, ingin mengatakan kepada Masumi, jangan pergi, jangan tinggalkan dirinya. Jangan bertunangan dengan Shiori… dan jangan berhenti berusaha membuat Maya menyukainya.
Tetapi Maya tetap tak beranjak di tempatnya. Hingga ia mendengar di tengah kesenyapan tempat parkir sepi itu suara mobil yang menderu, melewatinya.
Meninggalkannya.
=//=
Maya mengintip ke arah pintu keluar. Tumben sekali, hari ini tidak ada wartawan yang menguntit dan mengerubunginya di tempat latihan. Pasti bukan karena tempat latihan mereka sudah pindah ke Kids Studio yang berisik dengan suara kereta dan permainan dingdong di bawah kan? Atau memang karena itu?
“Hhhh…” Maya menghela napasnya.
Latihan untuk Padang Liar yang Terlupakan benar-benar bermasalah. Bukan hanya karena Maya yang masih belum mengerti beberapa hal mengenai Jean, tetapi juga karena ada perseteruan internal hingga sekarang pentas ini menjadi tak bertuan. Para pemain yang tak yakin dengan masa depan pentas ini juga sudah mengundurkan diri, hingga hanya segelintir orang saja yang bertahan.
Bagaimana ini? Apakah pentasnya bisa berjalan baik? Jangankan tempat pentas, pemainnya saja kurang.
“Hei!” Sekaleng kopi muncul di hadapan Maya. Gadis itu mendongak dan mendapati Sakurakoji menawarinya kopi itu, ”Ayo, semangat!!”
Maya menerimanya dan tersenyum. “Terima kasih,” gumamnya perlahan.
“Ada yang kau pikirkan?” tanya Sakurakoji penuh perhatian. “Aku tahu, sebelum kita dipindahkan ke sini dan pemain lain keluar dari pementasan ini, kau sudah sering kelihatan lesu dan tidak konsentrasi. Sebenarnya, ada apa?” Sakurakoji bicara dengan lembut dan mengayomi. “Apa kau masih memikirkan masalah Pak Masumi?”
“Tidak kok!” Maya menggeleng cepat, berbohong. “Itu sudah bukan masalah lagi. Ya… aku hanya bingung saja cara mendalami Jean, dan belakangan ini, Pak Kuronuma sepertinya sedang sibuk karena masalah lain sehingga tidak bisa membimbingku,” ujar Maya perlahan.
Maya menunduk, dan ingat lagi sikap dingin Masumi saat mereka tak sengaja bertemu. Sampai sekarang, rasa sedihnya tak kunjung hilang. Dia rindu digodai lagi oleh Direktur Daito itu.
Maya cepat-cepat menarik napas dalam, mencegah dirinya larut dan kesedihan dan mulai menangis lagi.
=//=
“Maya! Apa benar kau dan Pak Masumi sudah tidak bertunangan!? Kenapa kau tidak bilang?” desak Sayaka.
“Bagaimana bisa kau diam saja selama ini!!? Pantas saja aku tak pernah lihat cincinmu lagi. Kupikir kau simpan karena takut hilang!” kejar Rei.
“Wah, Maya, setelah semua kehebohan tentang pertunanganmu itu… ternyata kau malah putus. Sayang sekali ya… tapi kau pasti senang kan?” imbuh Mina.
“Ini sesuai harapanmu, kan, Maya? Baguslah… kau tidak harus menjalani pernikahan terpaksa,” Taiko menghela napas bersyukur.
Maya mengamati keempat temannya yang langsung memberondonginya dengan berbagai pertanyaan saat dia baru saja masuk ke apartemennya. Apalagi Taiko dengan semangat mengangkat tabloid yang memuat berita mengenai Maya yang keluar dari restoran sendirian beberapa hari lalu tanpa cincin padahal saat datang bersama Masumi—dan Shiori—Maya masih mengenakan cincin.
“Jadi, bagaimana Maya!!?” Desak teman-temannya.
Maya tak tahan lagi, dadanya sesak kembali oleh duka. Tanpa dikomando matanya berkaca-kaca dan Maya tak bisa berpura-pura. Dia menangis sejadi-jadinya.
“HAH!!? MAYA!!??” teman-teman Maya sangat terkejut karena Maya malah menangis, padahal mereka pikir Maya akan tertawa terbahak-bahak. “Maya kenapa kau menangis? Ada apa? Kau kenapa?” berondong para sahabatnya yang sangat peduli kepada Maya itu. “Apa kau sedih karena putus tunangan dengan Pak Masumi?”
Maya buru-buru menggeleng dan menggesek-gesek matanya dengan lengannya, namun air matanya tak kunjung berhenti.
“Kalau bukan karena Pak Masumi, lalu kenapa?” tanya Rei.
“Te-tempat latihan kami… diganti… Kami tidak tahu akan pentas di mana, karena teater kami akan menayangkan Isadora, hik! Hik! Huhuhu…” Maya menangis tergugu.
“Maya, jangan sedih, pasti akan ada jalan keluarnya. Kami yakin Pak Kuronuma juga sudah memikirkannya…” Rei menepuk bahu kiri Maya.
Maya mengangguk-angguk dan tangisnya mereda sedikit seraya berusaha menenangkan perasaannya yang merasa sedih karena kehilangan Masumi.
“Lalu, soal Pak Masumi bagaimana?” tanya Taiko, “Apakah berita—“
“Huhuhuhu… Huaaa….” Maya menangis keras, karena lukanya dikorek lagi.
“Ah!! Maya!! Kau kenapa?” Sayaka panik. “Kenapa menangis? Apa karena kabar tentang Pak Masumi??”
Maya sekali lagi berkilah. Dia menggelengkan kepalanya.
“Lalu kenapa? Kenapa kau menangis sampai seperti ini?” tanya Mina.
“Kalau benar putus dari Pak Masumi, Maya tidak akan menangis, pasti Maya senang,” Sayaka berasumsi. “Jadi, kenapa kau menangis, Maya? Apa alasannya?”
“A-aku… aku tidak bisa mendalami karakter Jean… aku bingung… hiks! Dan Pak Kuronuma juga memarahiku terus…” Maya mengadukan salah satu masalahnya untuk mengalihkan pembicaraan mengenai pertunangannya dan Masumi.
Teman-teman Maya sangat bingung dengan curahan hati Maya. Karena biasanya, Maya walaupun kesulitan dengan perannya, tak pernah mengeluh sampai menangis begini.
“Maya, tenanglah, kami tahu kau hanya butuh waktu,” Mina berkata penuh perhatian.
“Benar, pasti nanti kau akan menemukan cara agar bisa mendalami peranmu dan menampilkan Jean-mu yang luar biasa,” Rei mengimbuh.
“Ya! Kami percaya padamu, Maya,” tegas Taiko.
Maya mengamati sahabatnya satu per satu. “Te-terima kasih… teman-teman…” isak Maya, berusaha menenangkan diri.
“Lalu, kalau soal berita ini bagaimana?” Sayaka mengangkat tabloidnya lagi. “Apa benar kau dan Pak Masumi—“
“Huaaa…. Huhuhuhu…” Maya menangis lagi dengan keras dan kembali terisak-isak.
“Ha? Maya kau kenapa?” Para sahabatnya panik lagi. “Apa kau masih mengkhawatirkan soal panggung?” tanya Mina.
Maya menggeleng.
“Masalah penjiwaan? Tenang saja Maya, kami yakin kau pasti bisa,” imbuh Taiko.
Maya menggeleng lagi.
“Lalu? Apa latihannya terlalu keras sampai badanmu sakit?” tebak Sayaka.
Maya menggeleng juga.
“Apa ada yang menyakitimu? Ada yang berbuat jahat kepadamu?” kejar Rei.
Maya masih menggeleng.
“Lalu kenapa kau menangis, Maya?” tanya teman-temannya cemas. “Kenapa menangis sampai seperti ini?”
Maya akhirnya berusaha berkata di tengah isakannya.
“Pak… Masumi…” isak Maya.
“Pak Masumi?” keempat sahabat Maya itu penasaran.
“Ka-karena… aku dan Pak Masumi… su-sudah… putus…” adu Maya dengan sedih. “Ka-karena… ka-karena… a-aku… tidak pantas.. ber-bersama Pak-Pak Masumi…” seru Maya dengan air mata menganak sungai.
“Hah!?” keempat murid teater Mayuko itu sama-sama membulatkan matanya.
“Maya, jadi kabar kau dan Pak Masumi putus itu benar?” Sayaka mengonfirmasi.
Maya akhirnya mengangguk, mengakui.
“Lalu, kenapa kau menangis? Apa kau sedih karena berita itu?” tanya Mina.
Maya diam beberapa detik, lalu mengangguk.
Teman-temannya terenyak dengan jawaban bisu Maya.
“Jadi… kau sebenarnya tidak mau perjodohan kalian berkhir?” tanya Taiko.
Maya mengangguk lagi, dan enyakan “HAAAHH…” semakin keras terlepas dari mulut teman-temannya.
“Maya, apa kau… sudah benar-benar jatuh cinta kepada Pak Masumi!?” tembak Rei.
Maya menangis semakin keras dan mengangguk-angguk semakin keras.
“HAAAHH!!!??” mata teman-temannya melotot maksimal.
“Kenapa!!? Bagaimana bisa???”
“Bukankah kau sangat membencinya!!!?”
“Sejak kapan kau jatuh cinta kepadanya!!?”
“Lalu kenapa pertunangan kalian putus!!?”
“Apa pak masumi tahu kau sudah jatuh cinta kepadanya!?”
Sepertinya, interogasi itu tidak akan selesai dalam waktu singkat.
=//=
Maya membatu mengamati kabar di tabloid yang mulai memberitakan kedekatan Masumi dan Shiori. Keduanya beberapa kali tampak bersama. Masumi tak pernah berkomentar apa-apa, dan Shiori yang cantik berkata, “Sejauh ini kami hanya berurusan masalah bisnis, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk hal lainnya, siapa tahu?” ujar gadis itu penuh teka-teki.
Maya menggigit bibirnya pilu. Ternyata, sekarang memang Masumi sudah memutuskan menerima Shiori. Di sana dimuat juga profil mengenai Shiori yang putri pengusaha sukses takamiya, cantik, cerdas, wanita karir yang membanggakan dan sangat memesona. Di bagian lainnya, ada berita mengenai Maya. Tentang Maya yang terpaksa menelan pil pahit karena Masumi akhirnya menyadari kesalahannya pernah hendak menikah dengan Maya. Tentang drama baru Maya yang terancam gagal pentas, cita-citanya menjadi Bidadari Merah yang terancam mati, apartemennya yang tidak seberapa, bahkan fakta Maya sebatang kara pun diungkapkan di sana.
Maya menunduk sedih. Berbeda sekali kelasnya dan Shiori. Seperti ratu dan rakyat jelata, Tentu saja tak perlu dihitung dua kali untuk melihat siapa yang lebih unggul untuk menjadi calon istri Masumi. Pak Miyake yang sempat memaksa Masumi bertunangan dengan Maya pun, pasti sekarang lebih gembira Shiori yang menjadi pasangan Masumi karena gadis itu ternyata putrinya.
Sepertinya, semesta bersepakat menentang Maya sekarang. Masumi yang pernah begitu dekat dengannya, sekarang semakin jauh saja dari jangkauan. Seperti punguk merindukan bulan.
Maya berteduh di luar sebuah toko saat tiba-tiba hujan turun. Maya tidak membawa payung hari ini padahal ramalan cuaca sudah menjelaskan bakal turun hujan. Ah, bahkan hal sekecil ini saja Maya tetap ceroboh. Tak heran dia kalah telak dari Shiori.
Aku memang memalukan… batin Maya.
Maya lantas ingat lagi dengan kejadian di taman saat Masumi berada di sampingnya saat mereka berteduh dari hujan. Pria itu bahkan memeluk Maya hingga hujan reda. Apakah mungkin hal itu terulang kembali?
Mata Maya berkaca-kaca karena ingatan yang membuat hati Maya sedih itu. Tiba-tiba dia disadarkan saat seseorang menghampirinya dan menyodorkan payung hitam kepadanya.
“Sedang apa di sini?” pertanyaan yang sama saat mereka bertemu terakhir kali.
“Pak Masumi!!” seru Maya saat dilihatnya pria itu, dengan mantel hujannya yang tebal dan hangat, berdiri memegang payung di hadapan Maya. “Kau sedang apa?” tanyanya.
“Aku yang bertanya lebih dulu kepadamu,” tanggap Masumi dingin.
“Aku sedang berteduh… aku mau pergi latihan tetapi hujan,” terang Maya.
“Ayo kuantar,” ajak Masumi. “Sudah dekat dari sini kan?”
Masumi benar. Jika saja tadi Maya tidak membaca berita di tabloid dulu, dia pasti sudah sampai.
“I-iya sih, tapi kau kan… juga ada keperluan…?” tanya Maya.
“Aku juga lewat sana,” Masumi meyakinkan. “Aku mau ke Plaza, ada pertemuan dengan beberapa orang dari pentas Isadora. Karena ada beberapa pohon tumbang, mobilku terhalang, jadi kuputuskan jalan kaki saja,” jelasnya. “Ayo, daripada kau terlambat. Atau kau mau kubelikan payung yang baru?” tawar Masumi.
Maya bisa merasakan aura pria itu sudah tidak sedingin saat terakhir kali mereka bertemu.
“Tidak perlu,” Maya menggeleng. “Aku ikut denganmu saja,” putusnya dengan pipi menghangat.
Masumi sangat senang mendengarnya.
=//=
Maya berjalan dengan hati berdebar-debar tak keruan. Mereka melewati beberapa orang yang berpapasan dan terlihat terburu-buru mengejar urusannya masing-masing. Walaupun begitu, masih ada satu dua orang yang memperhatikan mereka dan mungkin mengenali mereka sebagai pasangan yang gagal menikah. Maya menghela napas dengan lesu. Tak lama lagi mereka sudah akan tiba di Kids studio dan Maya akan berpisah dengan Masumi. Maya melirik sendu kepada pria itu. Dan ternyata, Masumi juga menoleh kepadanya!
Deg! Maya merasakan jantungnya copot. Cepat-cepat dia membuang muka lagi."Kondisi pentasmu tidak bagus ya?" tanya Masumi, akhirnya membuka suara di tengah guyuran hujan dan suara berkecipak langkah mereka.
"I-iya," jawab Maya. Dan dia kumat lagi. "Kau pasti senang kan melihat kondisi pentas kami yang seperti ini? Apalagi, Daito hendak mementaskan Isadora!"
Ukh! Kenapa dia harus bicara seperti itu kepada Masumi?
Namun tanggapan Masumi di luar dugaan Maya.
"Kalau kau meminta padaku agar sandiwaramu dipentaskan di Daito, aku akan mengijinkannya. Aku akan memberikan salah satu gedung tanpa bayaran."
Maya sontak mendongak menatap Masumi. Apa pria itu berkata sungguh-sungguh? Atau hanya menggodanya seperti kebiasaannya selama ini?
“Tapi gedung Ugetsu kami juga sekarang sedang dibenahi,” tukas Maya, kembali menatap jalan di hadapannya.
Keduanya kembali dalam diam. Maya beberapa kali melirik lagi kepada Masumi. Hatinya berdebar-debar gugup, mungkin itu yang membuat Maya tak bisa bicara baik-baik dengan mantan calon suaminya itu.
Sebenarnya, bagaimana kabar Masumi setelah mereka putus? Hhh… apa yang dipikirkannya? Masumi pasti baik-baik saja. Dia kan sudah hendak mendapatkan pengganti yang jauh lebih baik darinya. Bahkan di media saja sudah disebutkan apa saja kelebihan Shiori dari Maya, bagaimana pria itu lebih cocok dengan Shiori. Jika bersama Maya, Masumi hanya menjadi bahan ejekan dan “terang-terangan mempermalukan dirinya sendiri.” Itu yang ditulis oleh tabloid-tabloid yang mereka baca.
Tenggorokan Maya tercekat lagi oleh rasa sedih dan sendu. Menjadi seseorang yang mempermalukan pria yang dicintainya bukanlah kemauan Maya. Memang, dia dulu sering petantang petenteng di depan Masumi. Tetapi dulu kan dia memang sangat membenci pria itu. Sementara sekarang…
“Sudah sampai,” terang Masumi, saat mereka sudah tiba di Kids Studio.
Maya tersadar dari lamunannya dan menghentikan langkah kakinya.
“Selamat berlatih,”Masumi berkata.
Cara pria itu bicara sama sekali tidak sedingin sebelumnya. Malahan, Maya merasa pria itu sangat baik hati.
Maya mengangguk dan melangkah ke pintu Kids Studio agar terlindung hujan.
“Terima kasih,” Maya membungkuk kepada Masumi, masih berusaha menahan perasaannya yang ingin menangis.
Masumi hanya diam saja mematung, mengamati Maya masuk ke dalam studio,
Namun Maya tiba-tiba dikejutkan saat pergelangan tangannya di tahan seseorang. Maya menoleh dan mendapati Masumi ikut masuk ke dalam gedung itu.
“Pak Masumi!” seru Maya penuh rasa terkejut.
“Maya, ada yang ingin kutanyakan,” suara pria itu bergetar dan genggaman tangannya begitu erat. Sangat berbeda dengan Masumi Hayami yang begitu tenang tadi.
“A-ada apa… Pak Masumi?” tanya Maya resah, jantungnya berderap semakin cepat.
“Apa kau serius. Kau benar-benar serius… berpikir menyudahi pertunangan kita?” tanya Masumi, mengangkat tangan Maya dan menggenggamnya semakin erat.
“Le-lepas… Pak Masumi! Kau menyakiti tanganku!” pinta Maya. Ia tak sanggup menjawab pertanyaan Masumi.
“Jawab dulu pertanyaanku, Maya!” desak Masumi. “Kenapa—kenapa kau begitu saja memutuskan pertunangan kita? Setelah semua hal yang terjadi, dan semua orang tahu kita bertunangan. Bukankah, kita sudah sepakat—“
“Tapi kau dan aku sangat berbeda!” seru Maya, menahan diri agar jangan sampai berkaca-kaca. “Pak Masumi, sejak awal, kita sama sekali tidak serasi. Kalau bertemu saja kita bertengkar terus. Lagipula…” Maya menatap Masumi, berusaha kuat. “Kau sudah tahu kan, perasaanku. Sekarang, hal itu sudah bukan urusanku. Nona Shiori sepertinya sangat mencintaimu dan menghormatimu. Kurasa, dia lebih baik untukmu. Kau juga pasti tahu itu…” Mata Maya bergerak sedikit liar, menahan diri agar tidak menangis. “Kalau memaksakan, memangnya kau pikir kita akan bahagia? Aku juga mau memiliki suami yang mencintaiku, bukan hanya menikah dengan alasan siapa saja boleh. Kau juga pasti mengharapkan istri yang tidak membuatmu malu dan bisa membuatmu bangga kan?” Entah kenapa cara Maya berbicara mulai terdengar seperti rintihan.
Masumi mengamati Maya lekat, namun genggaman tangannya sudah tak lagi erat. Maya menunduk di hadapannya. Gadis itu bicara mengenai banyak hal. Mengenai ketidak serasian, mengenai Masumi yang lebih cocok dengan Shiori, mengenai Masumi yang—dipikirnya menikah dengan siapa saja. Tetapi… Maya tidak ber
kata membencinya. Maya tidak menjelaskan perasaannya. Biasanya, Maya begitu blak-blakan berkata dia membenci Masumi.
Aku juga mau memiliki suami yang mencintaiku, bukan hanya menikah dengan alasan siapa saja boleh.
“Maya,” panggil Masumi. Jantungnya berdebar keras dan seluruh ototnya menegang. Mungkin ini kesempatannya. Satu-satunya kesempatan Masumi. Jika dia bicara jujur, mungkinkah Maya…
“Ada apa?” tanya Maya labil, mendapati Masumi hanya mengamatinya lekat.
Tiba-tiba Masumi beranjak semakin dekat, membuat Maya merasa sepertinya ada sesuatu yang tidak beres. Kepala Maya semakin menengadah, saat ini jarak Masumi darinya tidak sampai sejengkal dan Maya sudah tak bisa mundur lagi. Matanya bergerak ke sana kemari mencari pertolongan tetapi dia tak menemukan siapa pun di sana. Ke mana orang-orang saat dia panik begini?
Tanpa diduga-duga, Masumi meraih bagian belakang kepala Maya, dan membenamkan bibirnya di bibir Maya. Gadis itu terkejut bukan kepalang.
“Kyaammpphh!!” pekikannya tertahan. Ia tak mengira Masumi menciumnya dengan begitu dalam. Maya langsung kehilangan kendali atas tubuhnya. Seluruh raganya lemas seketika. Ia tak sanggup melakukan apa-apa sampai Masumi sendiri yang menyelesaikan perbuatannya.
Dug…!Dug..! Dug…! Jantung Maya seperti berontak hendak lepas. Maya mengamati Masumi dengan tatapan sangat terkejut dan bingung. Tak tahu harus berkata dan berbuat apa.
“Ka-kau… kau… ke-kenapa.. ke…” kata-kata Maya tercekat di tenggorokan.
“Seharusnya aku melakukannya saat itu,” Masumi mengatur napasnya. “Aku sudah pernah mengatakan, bukan? Kalau kau mengatakan hendak membatalkan pertunangan kita, aku, akan menciummu,” tegas Masumi.
Wajah Maya rasanya sangat panas. Dia ingat itu. Tetapi, sekarang kan hubungan mereka sudah putus. Bukankah sudah sedikit terlambat Masumi melakukannya sekarang? Tetapi, kenapa Maya malah diam saja? Apalagi, malu-malu tadi bibirnya bergerak sendiri membalas ciuman Masumi.
Pasti pria itu juga menyadarinya kan? Sekarang Maya mati kutu, tak bisa berkata apa-apa. Bahkan setelah Masumi menurunkan tangannya dari kepala Maya. Maya masih tak sanggup memandang kepada pria itu.
“Maya…” terdengar Masumi menyebut nama gadis itu dengan lembut. “Ada yang harus kau ketahui,” Masumi menelan ludahnya sendiri, berusaha menguatkan tekadnya. “Aku… aku sebenarnya, sebenarnya, perasaanku—“
“Sakurakoji!” cetus Maya tiba-tiba, saat dia mengangkat wajahnya dan mendapati Sakurakoji tengah mengamati mereka.
Masumi terenyak dan segera menolehkan kepalanya ke arah pandangan mata Maya. Di sana didapatinya Sakurakoji sedang mengamati mereka dengan tatapan curiga. Masumi segera menjaraki dirinya dari Maya.
“Ka-kau dari mana?” tanya Maya, berusaha mencairkan kecanggungan di antara mereka bertiga yang semakin menggumpal.
“Aku…. Tadi bertemu dengan pihak Isadora. Mereka memintaku untuk bergabung bersama mereka.” Sakurakoji menjelaskan.
“Apa!?” Maya terperanjat mendengar pengakuan Sakurakoji yang membangkitkan rasa khawatirnya. Dengan cepat Maya berhambur pada pemuda itu. “Ka-kau… akan…” Mata gadis itu berkaca-kaca. “Jangan… kumohon, jangan…” Maya menggenggam kedua lengan Sakurakoji. “Jangan bergabung dengan mereka, jangan tinggalkan Jean sendirian…” pinta Maya.
Maya…
Sakurakoji tersenyum lembut. “Tidak… kau jangan khawatir. Aku sudah menolak permintaan mereka. Aku akan tetap di sini bersamamu sampai pentas ini selesai.”
“Benarkah?” air mata Maya menetes. “Syukurlah… aku… aku…”
“Sudahlah, kenapa kau menangis. Aku tidak akan pernah meninggalkan Jean sendirian.” Sakurakoji meyakinkan.
“EHEM!!! HEM!! HEM!!! HEEEMMM!!!!!” Masumi berdeham keras melihat adegan romantis yang mendadak tersuguh di hadapannya.
Dasar bocah rambut keriting itu! Bagaimana bisa dia tiba-tiba merusak adegan seriusnya dengan Maya dan mengambil alih menjadi adegan romantisnya? Memang dia aktor dan Masumi bukan. Tetapi Masumi sungguh keki menyadari Sakurakoji tiba-tiba mencuri lampu sorot darinya.
“Ah, Pak Masumi… sudah lama tidak bertemu,” sapa Sakurakoji.
Maya segera melepaskan genggaman tangannya dari Sakurakoji saat ingat kembali dengan Masumi. Dia berbalik, kembali menatap Masumi yang tadi sempat tidak dihiraukannya.
“Pak Masumi tadi mengantarku ke sini. Kebetulan… kami bertemu di jalan,” terang Maya, sedikit menoleh kepada Sakurakoji.
“Oh, begitu. Terima kasih sudah mengantar Maya—“
“Memangnya kau siapa sampai harus berterima kasih untuk Maya?” tembak Masumi tajam.
Sakurakoji terkejut dengan reaksi Masumi.
Pria itu tanpa permisi lantas segera pergi dari sana. Maya hanya mematung dengan sikap Masumi.
Lantas ia ingat lagi. Mereka tadi sempat berciuman.
Apa yang tadi hendak Pak Masumi katakan? pikir Maya.
“Maya…” Sakurakoji menepuk halus pundak Maya. Ia bisa merasakan pundak gadis itu terlonjak sebelum kemudian Maya menoleh kepada Sakurakoji. “Tadi… Apa Pak Masumi menyulitkanmu?” Sakurakoji memastikan.
Maya menggeleng dengan sedikit sendu. Dia masih bisa merasakan ciuman Masumi di bibirnya. Hatinya juga tiba-tiba trenyuh lagi karena perasaan yang tak dapat dia kendalikan. Antara takut, terkejut, bahagia dan pilu. Perasaan yang menyertai setiap ingatannya akan Masumi,
Sakurakoji terkejut melihat raut gadis itu. Tampaknya Maya begitu memikirkan sesuatu.
“Maya… apa kau baik-baik saja?” tany sakurakoji, memastikan.
Maya menatap pemuda itu dan membekap bibirnya sendiri agar tidak terisak.
Mata Sakurakoji membundar. “Maya…” desisnya. “Apa… apa ada sesuatu? Apa kau, sedih berpisah dengan Pak Masumi?”
Sakurakoji tahu, Maya memang banyak berubah setelah pertunangannya dan Masumi berakhir. Sebagai lawan mainnya, dia tahu bukan hanya karena masalah pementasan saja yang belakangan ini mengusik pikiran dan perhatian aktris yang pernah mendapatkan penghargaan aktris terbaik itu.
“Maya… jawab aku, apa kau… sedih berpisah dengan Pak Masumi? Apa kau…” Sakurakoji menelan ludahnya. “Sudah jatuh cinta kepada Pak Masumi?”
Maya cepat-cepat menggeleng dan menggigit lidahnya sendiri. Tetapi matanya yang berkaca-kaca tidak bisa bohong, dan Sakurakoji tahu itu.
“Kau…” Rasanya jantung Sakurakoji berhenti seketika menyadari kenyataan yang mustahil itu. “Kau… jatuh cinta kepada Pak Masumi…” desisnya tak mau percaya.
Akhirnya Maya tak bisa memungkiri lagi. Gadis itu menunduk dan air matanya yang sudah ia tahan-tahan akhirnya luruh juga.
“Maya…” Sakurakoji menyentuh bahu gadis itu dengan perasaan masih tak percaya.
Maya menghampiri dan memeluk Sakurakoji, menangis dalam dekapannya.
=//=
"Waah... Sekarang... Sekarang panggungnya jadi bagus! Kursinya juga bisa diduduki dengan nyaman!" seru Maya antusias. Dicobanya kursi itu satu per satu, dan Sakurakoji menirunya. Keduanya tertawa-tawa dan pemain lain memperhatikan sambil bertukar pandangan penuh arti.
 "Hei! Ada sesuatu di atas panggung!" seru seorang pemain.
"Sepertinya buket bunga!" seru yang lainnya.
Perhatian Maya segera beralih pada benda yang menjadi pembicaraan. Gadis itu menghambur pada buket itu dan benar saja ternyata itu buket Mawar Ungu. "Mawar Ungu!" seru Maya.
"Wah, ternyata, penggemarmu itu hebat sekali, sampai tahu di mana kau hendak pentas bahkan merenovasi gedung ini." Sakurakoji tersenyum melihat wajah Maya yang berbinar-binar. "Kau harus semangat berlatih untuknya, Maya."
Maya menatap Sakurakoji dengan haru dan mengangguk. Sakurakoji benar, dia seharusnya memokuskan pìkirannya untuk pentas ini. Pentas pertaruhan untuk mendapatkan kesempatan memerankan Bidadari Merah.
Tiba-tiba pintu teater itu terbuka. Hanya melihat bayangannya saja, Maya bisa tahu siapa yang datang. Mata gadis itu membulat.
 
Pak Masumi...? Maya menebak dari siluet pria itu.
Benar saja. Pria menjulang itu datang ke tempat latihannya. Baru saja senyuman hendak mengembang di bibirnya saat Maya melihat siapa lagi yang bersama Masumi. Pihak Isadora, dan... Shiori Takamiya.
Maya tertegun melihatnya, dan tiba-tiba semua terasa berat untuknya. Jelaslah sekarang, kepada siapa Masumi menjatuhkan pilihannya.
Maya segera menunduk, menghindari pemandangan yang menyakitkan itu. Derap-derap kaki itu terdengar semakin mendekat.
“Wah, wah wah… jadi di sini pentas fenomenal yang kau bicarakan itu akan dilangsungkan? Tetap tidak sebanding dengan teater Daito kami,” ketua penyelenggara Isadora itu bicara.
Ucapan yang membuat Maya sedih karena ada Masumi di sana. Sekali lagi dia direndahkan di hadapan pria yang dicintainya itu.
“Sayang sekali, kami datang hendak membawa berita buruk,” imbuh pria tambun itu. “Pentasmu sudah dinyatakan tidak layak, Kuronuma. Kalian sudah tidak bisa diikutsertakan dalam festival seni nanti!” seringai puas muncul di bibirnya.
Para pemain Padang Liar yang Terlupakan sangat terkejut, terutama Maya. Tidak diikutsertakan?? Itu artinya, dia tidak bisa lagi memperebutkan penghargaan seni, dan artinya, dia kehilangan peluang bersaing dengan Ayumi mendapatkan Bidadari Merah?
Maya langsung gemetar mengingat hal itu. Rasanya ia ingin menangis saja, menyadari dua hal yang sangat dicintainya sekarang hilang dari genggaman begitu saja.
“Sebenarnya, tidak juga,” suara gagah masumi memecah ketegangan. Pria itu berjalan dengan bangga menghampiri Maya dan rekan-rekannya. Memberikan tatapan puas pada buket mawar ungu yang berada di dalam dekapan Maya dan melemparkan lirikan sinis kepada Sakurakoji. Pria itu kembali bicara saat dirinya telah tiba di tepi panggung. “Sebenarnya, walaupun tidak terdaftar secara resmi sebagai peserta festival seni, jika sebuah pentas dianggap istimewa, maka bukan hal yang mustahil, sandiwara tersebut, termasuk pemeran dan stafnya, dapat mendapat penghargaan. Namun, tentu saja belum pernah terjadi sebelumnya sebuah pentas di luar peserta festival mendapatkan penghargaan. Tetapi… mungkin kalian bisa mencobanya.” Pria itu menantang dengan remeh. Ia menoleh kepada Maya. “Bagaimana? Kau masih bisa, mendapatkan kesempatan satu persenmu itu…”
Masih bisa… Maya merasakan dirinya sempat merasa putus asa, kembali berdebar penuh harap. Dia masih bisa mendapatkan kesempatan 1% nya untuk bersaing dengan Ayumi mendapatkan peran Bidadari merah!
“Be-benarkah, Pak Masumi!?” Maya menghambur ke arah pria itu, mendongak. “Apa benar yang kau katakan bahwa aku masih memiliki kesempatan mendapatkan penghargaan seni?”
“Tentu saja, Mungil,” Masumi mengamati wajah Maya yang selalu dirindukannya. “Tidak ada aturan tertulis bahwa yang berhak memperoleh penghargaan adalah karya yang terdaftar sebagai peserta seni. Tetapi tentu saja, pentas ini harus berhasil mencuri perhatian juri festival seni,” imbuhnya.
“ahahahaha…’ Madoka Enjoji tertawa menggema. “Bagaimana mendapatkan perhatian, jika lolos persyaratan menjadi peserta festival saja tidak…!” Madoka tertawa dengan mulut menghabiskan setengah wajahnya.
Maya menelan ludahnya. Tetapi, hanya itu kesempatan satu-satunya. Bagaimana pun caranya, Maya akan membuat pentas ini sukses. Dia menatap Masumi lekat. Bertanya-tanya sejenak, berapa besar kesempatannya dan pria ini bersatu kembali, saat ia mendengar dehaman anggun seorang wanita.
“Aku, sebagai perwakilan media partner Daito, sebetulnya agak ragu dengan potensi pentas ini. Kalian menggunakan delapan pemain awam, bukan?” tanya Shiori memastikan, sambil mengamati para pemain awam itu.
“Benar,” tanggap gagah Kuronuma. “Tetapi akan kami tunjukkan bahwa pentas ini bukan pentas sembarangan!” tegasnya.
“Menarik sekali,” Masumi bicara lagi, ia menoleh kepada Maya. “Kalau begitu, aku akan mengundang Pak Kuronuma, dan dua bintangnya, Maya dan Sakurakoji untuk hadir di pentas perdana Isadora. Dan sebagai gantinya, kau juga akan mengundang kami ke pentas perdanamu, sehingga kita bisa saling menilai dengan fair.Bagaimana?” tantang Masumi.
“Ah! Menarik sekali!” Shiori mengimbuh. “Undang aku juga, kalau bisa,” wanita itu tersenyum tanpa rasa bersalah.
Sementara Maya merasakan lukanya menganga lagi. Tega sekali dua insan ini, datang beramai-ramai merongrong pentas dan juga perasaannya.
“Ya, tentu!!” seru Maya. “Kalian bisa datang ke pentasku! Aku akan mengundangmu, Pak Masumi Hayami! Dan… kau juga, Nona Shiori!” serunya.
Sakurakoji berjalan mendekati Maya, merangkul bahunya. “Dan kami juga akan datang ke pentas Isadora.” Pemuda itu menatap Masumi yang sedari tadi berkespresi dingin.
Otot rahang pria itu menegang. Ia bisa merasakan Sakurakoji seperti menantangnya. Apa sekarang, pemuda itu dan Maya sudah dekat lagi seperti dulu? Belakangan ini memang ada kabar seperti itu.
Selain kabar Masumi yang mulai dekat dengan Shiori, juga kabar bahwa Maya dan Sakurakoji yang sering terlihat bersama sekarang. Katanya mereka terkena cinta lokasi. Dan media itu juga mengatakan bahwa Maya memang lebih cocok dengan Sakurakoji, bukan saja karena usia keduanya yang tidak terpaut begitu jauh, mereka juga sama-sama pemain sandiwara dan sudah mengenal sejak lama.
Masumi murka saat membaca berita di koran itu. Tetapi apa yang dapat dilakukannya? Maya tak sekalipun menarik ucapannya ingin berpisah dengan Masumi.
“Jadi, sudah ditentukan, kami akan mengundang kalian, dan kalian akan mengundang kami,” kata Shiori, satu-satunya yang tampak senang di antara mereka berempat. “Wah, Pak Masumi… tidakkah kau pikir, itu bisa menjadi kesempatan kita berkencan?” Shiori tersenyum iseng ke arah Masumi.
Maya mengeratkan dekapannya pada buket mawar ungu.
Kencan…? Masumi dan Shiori berkencan?
Maya menatap Masumi, menunggu reaksi pria itu atas perkataan Shiori. Jantungnya berdebar takut dan rasa menyesak itu datang lagi.
Masumi hanya tampak menyesap rokoknya dalam-dalam sebelum berkata, “Kurasa sekarang sudah saatnya kita pergi,” ujarnya datar.
Dia tidak mengelak… batin Maya dengan sedih. Jadi… benar adanya, Masumi dan Shiori… sekarang bersama?
Setelah rombongan dari Isadora itu pergi, Maya beberapa saat hanya terdiam mematung.
“Huh!! Sombong sekali mereka!” celetuk seorang pemain.
“Tetapi Madoka memang sangat cantik dan seksi! Mencolok sekali!” imbuh yang lain.
“Seenaknya saja mereka menghina kita!” yang satu terdengar gusar.
“Bagaimana ini… kita tidak bisa ikut serta di festival seni….” Sesal seorang pemain perempuan.
“Sudah! Diam semua!!” Kuronuma menepuk tangannya keras. “Seperti Pak Masumi bilang, kita masih punya mendapatkan pernghargaan festival seni! Tetapi, yang terpenting sekarang, adalah memainkan sandiwara ini dengan sebaik-baiknya!” tegas Kuronuma yang berhasil mencuri perhatian semua orang di dalam teater. “Berkat penggemar Maya, setidaknya sekarang kita sudah memiliki teater yang jauh lebih layak dari sebelumnya. Karena itu, ayo kita berjuang sebaik-baiknya! Terutama kau, Maya! Kau harus buktikan kepada penggemarmu bahwa apa yang dilakukannya tidak sia-sia!”
Perkataan Kuronuma menyadarkan Maya, untuk tidak tenggelam menangisi kebersamaan Masumi dan Shiori. Kuronuma benar, masih ada Mawar Ungu yang setia menunggu dan mengharapkannya menjadi Bidadari Merah.
Setidaknya, demi Mawar Ungu, Maya harus memainkan perannya sebagai Jean dengan sebaik-baiknya.
Maya mengangguk penuh tekad menanggapi ucapan Kuronuma.
=//=
Masumi dan Shiori berpisah dari rombongan Isadora lainnya. Produser TV Chuo itu juga kembali ikut dengan mobil Masumi saat mereka hendak kembali.
“Jadi, hari ini kau benar-benar akan bertemu Pak Miyake?” tanya Shiori, memastikan ucapan Masumi beberapa hari yang lalu.
“Ya,” jawab Masumi.
“Kau hendak memastikan pertunangan kita, bukan?” Sekali lagi senyum riang dan jahil Shiori menggoda kepada pria itu.
Namun Masumi tak menjawab apa pun kali ini. Ia lebih memilih tetap dalam kebisuan. Setidaknya, Shiori tidak salah. Ia memang hendak membicarakan mengenai semua perjodohan ini dengan Pak Miyake. Pertama dengan memastikan, apakah benar Miyake memang ayah Shiori.
=//=
“Apa yang dikatakan Shiori benar adanya,” Pak Miyake berkata dengan perlahan dan tenang. “Kami sudah melakukan tes DNA dan kau tahu sendiri hasilnya. Hubunganku dan ibu Shiori, itu… rumit,” Pak Miyake bercerita. “Namun bukan itu hal yang terpenting. Melainkan, kau, Masumi, memiliki pilihan untuk menikah dengan Maya atau Shiori.”
“Itu bukan masalah,” Shiori memotong dengan antusias. “Maya sudah memutuskan tidak ingin bertunangan, bukan? Dan juga, Pak Masumi, pasti kau tahu, dari dalam lubuk hatimu, bahwa hubungan kita, memiliki kemungkinan besar untuk berhasil…” bujuk Shiori.
Masumi menelan ludahnya pahit. Apakah pada akhirnya dia memang harus setuju pada sebuah perjodohan? Padahal, pada awalnya dia menyetujui karena gadis yang dijodohkan dengannya itu adalah Maya. Kenapa sekarang… dia malah terjebak untuk bersama Shiori?
Jika dahulu, dengan alasan amanat orang tua mereka, Masumi tidak menolak perjodohan dengan Maya, maka sekarang pun, dengan alasan sama yang masih berlaku, Masumi tidak mungkin menolak perjodohan dengan Shiori. Tetapi… Dia tidak akan bahagia, tidak juga mampu membahagiakan Shiori, jika perasaannya hanya dan selalu untuk Maya seorang.
“Bagaimana, Masumi?” tanya Pak Miyake. “Bagaimana menurutmu? Kurasa, ada baiknya jika kau menikah saja dengan Shiori. Itu lebih baik bagi semuanya…”
“Tidak,” Masumi menggeram singkat. “Maafkan aku, Pak Miyake… tetapi, ada satu hal yang harus kalian ketahui. Sebenarnya, aku… sejak dahulu, bahkan sebelum masalah perjodohan ini kuketahui. Aku… sudah…” Masumi menelan ludahnya lagi, rasanya tenggorokannya begitu kering dan sesak untuk mengakui perasaannya sendiri di hadapan orang lain. “Aku sudah jatuh cinta kepada Maya Kitajima. Sampai saat ini, hanya Maya yang aku cintai. Dan, aku tidak bisa berpikir jika harus menikah—“
“Tapi itu mustahil!” seru Shiori tidak terima. “Pak Masumi, apa kau tidak melihat gadis itu sangat membencimu? Bahkan, dia tampak sangat bahagia saat putus pertunangan denganmu! Apa kau yakin bisa bahagia hidup bersama gadis itu?” desak wanita berambut panjang berkilau itu. “Pak Masumi, tolong… pikirkan baik-baik. Kurasa, sikap saling menghormati adalah hal yang penting. Bukankah rasa sayang dan cinta bisa tumbuh belakangan? Nenekku saja dijodohkan dengan kakekku, dan mereka bisa bertahan hingga maut memisahkan walaupun awalnya hanya lewat perjodohan!” tegas Shiori. “Itu karena mereka saling menghormati dan mau belajar menerima satu sama lain! Tetapi kau dan Maya berbeda. Sangat berbeda!! Maya sama sekali tidak mencintai atau menghormatimu! Aku sama sekali tidak bisa membayangkan ada cinta yang akan tumbuh di sana!”
Betapa menyakitkan Masumi mendengar suara yang biasanya hanya ada dalam hatinya diucapkan kata perkata dengan begitu jelas dan tegas oleh Shiori. Masumi tak mengerti lagi bagaimana sebuah hati bisa sesakit ini.
“Shiori,” Pak Miyake menegur perlahan. “Biarkan Masumi menyelesaikan ucapannya. Karena, sebaliknya, kupikir Masumi dan Maya pun memiliki interaksi yang menarik. Mungkin mereka memang terbiasa berselisih, tetapi bukan tidak mungkin mereka juga bisa saling mencintai nantinya. Tidak ada yang tahu kapan cinta bisa tumbuh atau mati di hati seseorang,” tandasnya.
Shiori menggerakkan bibirnya gusar sebelum bergumam. “Aku… aku hanya tidak bisa melihat Pak Masumi diperlakukan seperti itu, Tidak seharusnya Maya terus bersikap menjengkelkan kepada Pak Masumi.”
Masumi menghela napasnya. “Mungkin kau benar,” ujarnya seraya menatap Shiori. “tetapi, bahkan dengan bersikap menjengkelkan saja, sudah membuatku senang,” aku Masumi. “Dia bicara denganku atau memandangku saja, aku sudah senang. Aku tidak pernah mengerti perasaan apa ini dulu, dan kemudian aku menyadari bahwa aku tidak hanya sekadar suka atau mengaguminya saja, tetapi lebih dari itu. Dan, aku yakin sekali perasaanku ini tidak mungkin terhapus begitu saja.”
Baik Pak Miyake dan Shiori sama-sama terkesiap, keduanya saling bertukar pandang, terkejut dengan pengakuan Masumi yang begitu terus terang. Shiori menggigit bibirnya, gemetar.
“Ta-tapi Pak Masumi, perasaanku kepadamu tidak kalah besarnya. Bahkan lebih besar pada makanan apa pun… Selain itu, tidak seperti Maya, aku… ingin sekali membahagiakanmu,” mata Shiori berkaca-kaca. “Kumohon, ijinkan Shiori mencintaimu.”
Shiori… masumi mengamati wanita itu tak percaya. Mungkin baru kali ini Masumi tahu dirinya dicintai seseorang sebesar ini. Dia tak bisa mengatakan dia benci dengan hal ini. Malahan, dia sangat menyadari Shiori tak salah apa pun.
“Bagaimana, Masumi?” tanya Pak Miyake. “Aku pribadi, merasa kau dan Maya… sepertinya mustahil bersama. Sedangkan, Shiori adalah wanita yang luar biasa dan sempurna—soal selera makan bisa diatur. Dan kurasa, bukan hal yang mustahil jika kau nantinya juga bisa membalas perasaan Shiori.”
Untuk pertama kalinya Masumi merasa benar-benar gamang. Haruskah dia akhirnya menerima Shiori yang begitu mencintainya? Haruskah dia melepaskan Maya terbebas darinya seperti dulu lagi? Hanya diam di balik bayangan mawar ungu dan diam-diam memendam rasa cemburunya pada semua pria yang mendekati gadis mungil itu?
Tetapi, jika dia mengejar cinta Maya, apa yang mungkin didapatkannya?
Masumi mengingat lagi banyak hal yang sudah terjadi antara dirinya dan Maya, juga semua kesalahannya kepada gadis itu dan kenapa gadis itu sangat membencinya. Namun, beberapa waktu lalu, Masumi juga merasa Maya sudah semakin dekat dan terbuka kepadanya. Entah hanya Masumi yang besar kepala atau demikian adanya. Masumi sempat—walau hanya sekejap—merasa dirinya punya kesempatan bersama Maya.
Pria itu mengeratkankedua kepalan tangannya yang bertumpu di atas pahanya.
“Saya sudah memutuskan,” Masumi berkata dengan penuh tekad. “Saya… akan menjawab perasaan Shiori, setelah satu bulan.”
“Apa?” Shiori dan Miyake tertegun. “Satu bulan?”
“Ya, tolong beri saya waktu satu bulan. Ada beberapa hal yang harus saya lakukan terlebih dahulu. Jika setelah itu, keadaan masih seperti ini, saya akan menerima perjodohan dengan Shiori dan bertunangan dengannya.”
Ya, satu bulan. Masumi memerlukan waktu satu bulan, agar pentas Maya tidak sia-sia. Gadis itu harus bersaing dengan Ayumi untuk mendapatkan Bidadari Merah.
“Bagaimana, Shiori?” Miyake mengonfirmasi.
Shiori menimbang beberapa saat, dia akhirnya mengangguk. “Jika itu waktu yang Pak Masumi butuhkan untuk meyakinkan diri, maka aku akan menunggu,” sahut wanita itu pasti.
“Terima kasih,” ucap Masumi. “Dalam satu bulan ini, tolong jangan mengusikku dengan hal ini, Karena, ada beberapa hal yang akan menyita perhatianku.”
Sekali lagi, Shiori dan Miyake setuju dengan permintaan Masumi.
 
 
 
  
TBC
 

An Eternal Rainbow Copyright © 2011 Design by Ipietoon Blogger Template | web hosting