“Aku tahu kenapa kalian ditunangkan. Karena ibu kalian, dan Pak Miyake bersahabat bukan? Dan, aku jelaskan sekarang, bahwa aku dan Pak Miyake sudah melakukan tes DNA,” Shiori mengeluarkan sebuah amplop. “Di sana, hasilnya mengatakan bahwa aku, adalah putri Pak Miyake. Karena itu, Maya Kitajima,” Shiori menatap Maya lekat. “Aku minta kau mengundurkan diri sebagai tunangan Pak Masumi Hayami, dan biarkan aku yang mengambil alih posisi itu!”
Maya sangat terkejut hingga benar-benar tak tahu apa yang harus dikatakannya. Tiba-tiba saja Shiori mengatakan itu semua. Memang, dulu dia sempat berharap ada seseorang yang akan menggantikan posisinya untuk bertunangan dengan Masumi, tetapi ketika saat itu akhirnya benar-benar datang…
“Kau ini bicara apa!?” Masumi meninggikan suaranya dengan gusar. “Omong kosong! Mana bisa pertunanganku dan Maya—“
“Pak Masumi, dasar pertunangan kalian adalah perjodohan dari orang tua kita yang saling bersahabat. Oleh karena itu, aku juga memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk mewujudkan janji orang tua kita.”
“Tapi aku dan Maya sudah akan menikah!” tegas Masumi.
“Tapi kau lebih sesuai bersamaku! Kita lebih serasi dan lebih baik! Dan yang pasti, tidak seperti Maya, aku bisa mencintaimu dan menghormatimu dengan layak!” Shori mengangkat dagunya dan berkata dengan tak kalah tegas.
Masumi geram, tampak otot rahangnya mengejang. Namun perkataan Shiori memuat Masumi memikirkan sesuatu. Memikirkan perasaan Maya kepadanya. Sebuah pertanyaan yang sempat terngingang dulu, kembali mengisi kepalanya.
Apakah jika Masumi berhasil menjadikan Maya istrinya, dia juga akan berhasil memiliki hati Maya?
Masumi mengepalkan tangannya erat. Apakah dia bisa menjamin Maya akan bahagia bersamanya? Apakah setelah semua usahanya, Maya bisa menerima perasaannya?
“Bagaimana, Pak Masumi? Benar kan apa yang aku katakan?” Shiori bicara dengan meyakinkan. Dia lantas beralih kepada Maya yang sedari tadi tak mengucapkan sepatah kata pun, sepertinya dia sangat terkejut. “Maya, kau pasti setuju denganku, bukan? Aku bisa melihat dari sikapmu, bahwa kau, dan Pak Masumi sangat terpaksa dijodohkan. Karena itu…” Shiori menghela napas dan bersikap seperti seorang heroine. “Aku menawarkan diri untuk mengambil alih tanggung jawabmu menjalankan amanah orang tua kita. Biarkan aku menjadi tunangan Pak Masumi, dan…” Shiori kembali menatap masumi, menatapnya penuh rasa kagum dan cinta. “Aku akan memperlakukanmu dengan baik, Pak Masumi, bagaimana seseorang diperlakukan dengan seharusnya oleh kekasihnya.”
Masumi menatap Shiori tak percaya. Wanita itu sangat serius dengan setiap ucapannya. Masumi, tentu tidak ragu dengan perasaannya. Ia sama sekali tidak tertarik dengan tawaran tersebut. Akan tetapi, sepertinya, sekarang saat yang tepat bagi Masumi untuk mengetahui perasaan Maya yang sesungguhnya.
Dia harus tahu, apakah ada kemungkinan, sekecil apa pun, bahwa Maya akan mencintainya? Masumi baru saja akan bertanya kepada Maya mengenai pendapatnya, saat Maya akhirnya bersuara.
“Haaaah…” Maya yang sedari tadi tampak shock, menghela napasnya sangat lega, mengejutkan Masumi dan Shiori yang masih berada dalam suasana tegang. “Akhirnyaa… aku lega sekali…” kata Maya, tersenyum lebar. “Aku tak mengira Tuhan mau membalas doa-doaku. Jadi, Nona Shiori, apa kau serius dengan ucapanmu? Ini Pak Masumi Hayami loh yang akan dijodohkan denganmu. Orangnya dingin, menyebalkan, tukang ganggu dan selalu bikin kesal! Kau yakin?” Maya memasang wajah super serius dan mencondongkan wajahnya kepada Shiori.
Shiori tertegun, mengamati Maya yang memberikan reaksi di luar dugaannya. “Tentu saja aku serius! Aku sampai meminta tes DNA kepada Pak Miyake dan mengungkapkan rahasia besar keluargaku. Apa kau pikir aku main-main? Aku sangat serius dengan apa yang kulakukan, karena, aku sangat mencintai Pak Masumi Hayami,” tegas Maya.
“Aku mengerti!!” Maya mengangguk dan tersenyum berseri. “Kalau begitu, aku—“
“Tunggu,” Masumi memotong, getir. Wajahnya tampak dingin. Ia menatap Maya dalam dan serius. “Maya, kita sudah bertunangan, apa kau berpikir hendak mengakhiri—“
“Tentu saja, kan Pak Masumi?” tegas Maya dengan keyakinan penuh. “Sejak awal kita sudah tahu sama tahu bahwa kau dan aku itu mustahil. Tidak mungkin! Kalau bertemu bertengkar terus. Melihatmu aku rasanya ingin menggaruk wajahmu saja,” Maya menggeram kesal. “dan sekarang, ada Nona Shiori, dewi penyelamatku!” Maya menggenggam tangan Shiori erat. Aku lega sekali! Terima kasih.”
Masumi diam-diam mengeratkan kepalan tangannya. Maya sama sekali tidak menghiraukan perasaannya. Apalagi, Maya sudah terang-terangan di depan Shiori mengungkapkan apa yang dipikirkannya mengenai hubungan mereka.
“Lagipula, Pak Masumi pernah bilang, buat Pak Masumi, menikah dengan siapa saja, sama saja kan? Yaaa… kalau begitu, jangan bawa-bawa aku!” Maya cemberut, “Aku kan tidak mau seumur hidup tersiksa karena pernikahan terpaksa,” decak Maya.
“Jadi begitu,” Masumi merasakan perutnya menegang dan rasa sakit naik ke dadanya. “Jadi… itu keputusanmu?” tanya Masumi dingin.
Shiori mengamati Direktur Daito tersebut dengan waswas.
“Ya! Itu keputusanku, Pak Masumi!” tandas Maya. Ia lantas berusaha melepaskan cincin tunangannya dan meletakkannya di depan meja. “Anda juga pasti senang kan, Pak Masumi? Akhirnya, kita tidak usah saling menyiksa lagi,” sindir Maya. “Tetapi, selain itu…” Maya membungkuk kepada Masumi. “Aku mohon maaf, karena, sudah merepotkanmu dengan semua pesta pertunangan dan lain sebagainya itu, aku akan berusaha sekuat tenaga membayarnya suatu saat sampai—“
“Tidak usah repot-repot!” potong Masumi tajam dengan raut teramat dingin. “Kau bisa simpan cincinnya kalau kau mau!”
Maya menggeleng, “Aku benar-benar minta maaf sudah menyusahkan selama ini. Dan… selamat, Nona Shiori, Pak Masumi, sekarang, kalian yang akan bertunangan kan? Ah, mungkin, cincin ini…” Maya menyodorkannya kepada Shiori, dan tiba-tiba dengan kasar Masumi merebutnya.
“Aku membelikannya untukmu!!” bentak Masumi, “jangan seenaknya memberikannya kepada orang lain!”
“Ah, aa—yaa.. ma-maaf,” Maya langsung gugup, terkejut dan takut dengan amarah Masumi yang tiba-tiba. “Hahaha… bodohnya aku, tentu, untuk Nona Shiori Pak Masumi akan membelikan yang lain kan? Yang lebih bagus…” Maya tertawa canggung. “Uhm, baiklah… maaf, aku baru selesai latihan, aku agak lelah. Jika… tidak ada apa-apa lagi, aku mau permisi pulang sekarang,” pamit Maya.
Masumi tak bicara apa-apa. Dia masih sangat marah dengan keputusan yang Maya ambil. Begitu mudah, begitu saja gadis yang sudah Masumi perjuangkan habis-habisan itu memutuskan masalah pelik ini.
“Terima kasih, Maya, karena kau sudah mau mengerti,” ucap Shiori dengan haru.
Maya tersenyum. Dia membungkuk permisi kepada Shiori, dan kemudian kepada Masumi yang tak menatapnya. Maya sangat sedih melihat pria itu. Dia membungkuk dan bergegas pergi dari sana.
Saat pintu di belakangnya tertutup, Maya tak bisa menahan diri lagi, tak mampu berakting lagi. Dengan segera airmata mengalir di pipinya dan rasa sesak di dadanya berubah menjadi suara isakan tertahan. Maya segera berlari. Dia takut Masumi mungkin mengejarnya atau ada orang yang akan melihatnya. Maya berbelok masuk ke kamar mandi dan mulai menangis. Ia menutup bibirnya untuk menahan isakannya.
Apa yang Shiori katakan tadi sangat mengejutkannya. Maya seperti diingatkan akan sesuatu. Dia tahu dia dan Masumi sangat jauh berbeda, baik latar belakang, kepribadian, kelas, cara berpikir, bahkan secara fisik benar-benar jauh berbeda. Tetapi, Maya tak mengira dia sudah mempermalukan Masumi.
“Bodoh! Seharusnya aku tahu!” isak Maya.
Seharusnya dia menyadari bahwa perilakunya barbar dan memalukan. Bahkan seorang Shiori bisa mengatakan bahwa Maya tak bersikap hormat dan menghargai tunangannya sendiri. Belum lagi pandangan orang lain, yang pasti penilaiannya tidak jauh dengan Shiori. Dan juga, Maya menyadari. Shiori lebih pantas dan serasi bersama Masumi. Mereka juga sangat cocok saat mengobrol sesuatu yang Maya tak mengerti.
Ia tak mengira bahwa dirinya seperti aib bagi Masumi. Memiliki pasangan seperti dirinya sudah mempermalukan pria yang sekarang ini mulai dicintainya.
Pak Masumi… maafkan aku… Nona Shiori benar, kau lebih pantas bersamanya ketimbang bersamaku. Lagipula, pasti jauh di lubuk hatimu, kau juga pasti tahu kita tak mungkin bersatu…” Maya susah payah menghapus air matanya yang tak bisa berhenti bercucuran itu.
Setidaknya, Maya sudah mengerahkan kemampuan berakting baik-baik saja tadi, dan dia tak harus mendengarkan Masumi yang memutuskan hubungan mereka. Jika demikian, sudah pasti dirinya akan terluka lebih dalam lagi. Walaupun dulu Maya yang tak pernah berhenti melontarkan penolakan pada Masumi, sekarang, Maya tak akan sanggup mendengar perkataan Masumi yang menolaknya.
=//=
Shiori melirik malu-malu kepada Masumi yang masih tak bersuara sejak Maya pergi. Di tengah lirikan malu-malunya itu Shiori masih sempat menghabiskan dua porsi dragon roll sushi di hadapannya. Miliknya, dan milik Maya.
“Pak Masumi… kenapa tidak makan?” tanya Shiori, yang di sudut hatinya juga terbersit keinginan menghabiskan makanan di hadapan Maya. “Pak Masumi!” Shiori menyentuh lengan Masumi.
“Ck!!” Masumi menepiskan tangan Shiori dengan raut penuh kemarahan. “Dasar dia itu…” Masumi mengepalkan tangannya erat-erat dan terlihat murka. Dia tak mengira Maya dengan mudah memutuskan hubungan mereka. Sama sekali tak ada pertimbangan apa pun, dan malah terlihat begitu lega dan bahagia.
Padahal, Masumi sempat berpikir, Maya, walau hanya sedikit, mungkin sudah mulai membuka hati untuknya. Setidaknya, belum lama ini Maya membiarkannya memeluk gadis itu di tengah hujan.
“Pak Masumi? Kau baik-baik saja?”
Masumi tak menghiraukan Shiori. Dia beranjak berdiri.
“Pak Masumi!!? Kau mau ke mana!? Tunggu!!” Shiori menahan lengan Masumi, namun pria itu terlalu marah untuk bisa ditahan oleh Shiori.
Masumi beranjak dari sana tanpa menoleh lagi.
Sementara Shiori hanya sanggup mematung melihat wajah Masumi yang dingin dan menakutkan.
=//=
Maya terburu-buru masuk ke kamarnya dan melanjutkan tangisnya yang sesenggukan itu. Hatinya hancur berkeping-keping hari ini karena pertunangannya dan Masumi putus. Masumi juga tadi tak mengatakan apa pun dengan keputusan Maya. Maya tahu, pria itu sudah menekankan berkali-kali, bahwa baginya menikah dengan siapa saja sama saja.
Huh, bodoh! Kenapa dia harus jatuh cinta kepada Masumi seperti ini? Sejak kapan perasaannya jadi sedalam ini?? Padahal, belum lama ini Maya selalu merasa mual jika melihat Masumi dan ingin marah-marah terus. Sekarang, mengingat tak akan bersama Masumi lagi malah membuatnya merasa sedih tak terkira.
“Huhuhu…” Maya menangis tanpa henti.
Tatapannya lalu jatuh ke arah balon-balon yang sempat dihadiahkan Masumi untuknya. Maya lalu meraih balon-balon itu dan memeluknya dengan erat.
“Duarr!!” satu balon meledak dan mengejutkan Maya. Hatinya sudah lebih dari kacau. Maya menangis lagi dengan keras.
=//=
Masumi menyesap rokoknya dalam-dalam dengan perasan gusar. Masih pagi, namun Masumi sudah menghabiskan beberapa gelas brandi pagi ini.
Seorang pelayan takut-takut menyerahkan tabloid, koran dan majalah langganan Masumi. Tingkah itu tidak lepas dari pengamatan Masumi. Setelah pelayannya permisi pergi, Masumi meraih salah satu tabloid.
“PERTUNANGAN FENOMENAL MASUMI HAYAMI DAN MAYA KITAJIMA BERAKHIR!?” adalah judul salah satu tabloid itu.
Masumi membaca sekilas kabar mengenai Maya yang
sudah tidak mengenakan cincin tunangan, juga saat Maya pulang sendirian dari
restoran Jepang itu.
Masumi meremas tabloid itu dan melemparkannya ke
samping dengan marah.
“Aduh!!!” pekik seorang pria tua.
Masumi menoleh cepat, “Ah Ayah!!” serunya, tak
mengira tabloid itu terlempar ke wajah ayahnya.
“Apa-apaan kau ini!! Buang sampah sembarangan!!”
geram Eisuke yang selalu disiplin.
Masumi enggan menjawab, dia mengisyaratkan dengan
jarinya dan seorang pelayan meraih tabloid yang terbengkalai itu.
“Kurasa, ada sesuatu yang belum kau ceritakan
kepadaku?” tanya Eisuke, sebelah alisnya terangkat memaksa.
“Ya,” Masumi kembali ke rokoknya berusaha tenang. “Salah
satu kucing peliharaan Mizuki mati tertabrak kemarin,” ujarnya.
Eisuke tak menanggapi, hanya memasung tatapan
dinginnya kepada Masumi.
“Oh, ya, restoran Miyazaki kudengar tutup, tim
kesehatan menemukan ada bahan pewarna yang tidak sesuai standar.”
“Hmm…” Eisuke menggeram mendengar omongan Masumi
yang melantur. “Kau pikir aku peduli dengan hal-hal yang kau katakan itu!?”
Masumi dengan kesal meniupkan asap rokok dari
bibirnya yang tipis. “Aku tidak tahu apa kabar yang Ayah pedulikan,” tukas
Masumi acuh tak acuh.
Eisuke terlihat tidak senang dengan tingkah Masumi
yang terlihat seenaknya itu. Sebelumnya Masumi tidak pernah begini. Dia
terang-terangan menampakkan suasana hatinya yang buruk.
“Maksudku, mengenai kau dan Maya Kitajima. Kalian
putus? Aku mendengarnya sendiri dari Tuan Soichi Takamiya, anak gadisnya itu
jatuh cinta kepadamu dan katanya, kau sudah tahu mengenai hal itu?”
Masumi mengendikkan bahunya tanpa ekspresi.
“Bicara, Masumi!! Kenapa kau diam saja? Jadi, kau
memilih Shiori!?”
“Omong kosong!” timpal Masumi gusar, dengan kasar
mematikan rokoknya di atas asbak. “Aku hanya akan menikahi Maya Kitajima. Bukan
Shiori Takamiya atau lainnya!” tegas Masumi dan beranjak berdiri tanpa
berpamitan kepada ayahnya.
Eisuke mematung tak percaya, saat dia menyadari
sesuatu.
Masumi Hayami, anak angkatnya, jatuh cinta kepada
Maya Kitajima!?
“ASA!! ASA!!” Eisuke beberapa kali memanggil kepala
pelayannya itu sebelum Asa yang sedang berasyik masyuk di telepon dengan wanita
incarannya menghampiri dengan tergopoh-gopoh.
“Ya Tuan?”
“Apa yang kau lakukan!!? Dasar lambat!” Eisuke tak
memberikan kesempatan Asa bicara sebelum dia melanjutkan, “Hubungi Hijiri!
Katakan aku ingin bicara dengannya.”
“Hijiri? Karato Hijiri? Baik, Tuan Besar…”
=//=
“Hijiri, aku tahu kau dekat dengan Masumi. Sejak
masih muda dulu, aku tahu kau sudah menganggap Masumi seperti kakakmu.” Eisuke
berkata.
Hijiri membungkuk, “Benar, Tuan besar. Sejak dahulu,
Tuan Muda sudah seperti kakak yang saya idolakan,” aku Hijiri. “Saya sangat
kagum dan menghormatinya.”
“Ya, dan aku tidak ragu. Masumi yang tak punya
banyak teman, pastilah sudah menganggap kau juga seperti adiknya sendiri,
karena aku tahu bagaimana dia begitu mengandalkanmu.” Ujar Eisuke.
Hijiri besar hati mendengar perkataan Eisuke. Namun,
dia belum tahu tepatnya apa alasan Eisuke memanggilnya. “Tuan, sebenarnya,
kenapa Anda meminta saya menemui Anda?”
“Hijiri, aku hanya ingin tahu, apakah Masumi pernah
membicarakan masalah perjodohannya dengan Maya Kitajima?” desak Eisuke.
“Mengenai hal itu…” Hijiri menggantung ucapannya
beberapa saat. “Begitulah, Tuan…”
“Lalu? bagaimana?” tanya Eisuke. “Apa benar hubungan
mereka sudah putus?”
“Saya belum sempat membicarakan hal ini lagi dengan
Tuan Muda. Setahu saya, demikian. Tetapi saya tidak tahu apakah mereka
benar-benar putus atas hanya bertengkar. Tuan Muda—“
“Jika dia sudah bicara kepadamu, kau harus
menyampaikannya kepadaku.”
Hijiri terenyak. Baru kali ini Eisuke begitu ingin
tahu mengenai masalah pribadi Masumi.
“Kenapa, Tuan Besar tidak bertanya sendiri kepada
Tuan Muda?”
“Memang kau pikir dia akan mengatakannya kepadaku?”
decak Eisuke. “Apa pun jawabannya, aku harus tahu. Bagaimana pun, Masumi adalah
calon pewaris Daito. Sebenarnya, yang jadi pertimbanganku adalah Pak Miyake.
Jika dia masih mau bekerja sama dengan Daito walaupun Masumi tidak menikah
dengan Maya, aku tidak ada masalah. Malahan, akan sangat baik jika benar apa
yang kudengar dari Soichi takamiya bahwa putrinya Shiori tertarik kepada
Masumi. Gadis itu lebih pantas jadi menantu keluarga ini.” Eisuke mengeratkan
kepalan tangannya.
=//=
Maya duduk sambil tertunduk. Perasaannya sedang
gundah saat dia melihat Hijiri menghampirinya. Mereka memang sudah ada janji
untuk bertemu di café Lonlon ini.
“Apa aku membuatmu menunggu lama?” tanya Hijiri.
“Pak Hijiri!!” Maya terkejut dengan kedatangan
Hijiri, namun pertanyaan Hijiri dijawab dengan gelengan.
“Maaf, aku tidak bisa lama, setelah ini ada janji
dengan seseorang,” terang Hijiri. “Ada apa kau menghubungiku?”
“Ah, ini…” Maya menyerahkan ijazah dan album
pentasnya. “A-aku… ingin berterima kasih kepada Mawar Ungu untuk semua yang
telah dilakukannya untukku. Tidak ada yang bisa kuberikan, kecuali…”
“Tetapi, ini kan barang yang sangat penting
untukmu…” desis Hijiri, mengamati ijazah gadis itu.
“Ya. Tapi… aku tak berpikir untuk menggunakannya. Aku
sudah memutuskan untuk menjadi seorang aktris, apa pun yang terjadi,” terang
Maya.
Hijiri mengamati raut Maya yang sendu, wajahnya
sedikit bengkak-bengkak. Apa ini ada kaitannya dengan masalah pertunangan Maya
dan Masumi yang putus.
“Baiklah, aku akan menyampaikan ini kepada Mawar
Ungu. Omong-omong, apakah ada kabar dari teatermu? Sesuatu yang… berbeda?”
Maya tertegun. “Sesuatu yang berbeda?” Maya
berpikir, lalu menggeleng. “Tidak, apa maksudmu, Pak Hijiri?” tanya Maya.
“Ah, tidak…” Hijiri menggeleng. “Kau terlihat sedih,
apakah ada sesuatu?” Hijiri menunggu.
Maya tertegun, dia langsung terlihat gugup. Maya
menunduk dan berusaha keras menenangkan perasaannya.
“Oh, ya… mengenai hal itu. A-aku berpikir untuk
menyudahi saja pertunangannya. Uhm… aku dan Pak Masumi… kami… bagaimana ya,
tidak serasi… Yah, tidak ada kecocokan, begitu orang bilang.” Maya cengengesan.
“Kau… tidak sedih, atau… kecewa?” tanya Hijiri.
Maya menggeleng-geleng menampik. “Hanya sedikit
terganggu saja, karena mulai banyak wartawan sering datang ke tempat latihan
untuk meminta konfirmasi. Latihan jadi terganggu,” keluh Maya. “Untunglah,
Sakurakoji sering membantuku menyelinap keluar lewat pintu belakang dan
membawaku kabur dari sana,” terang Maya.
Dia masih tak sanggup menghadapi wartawan.
“Lalu, kenapa wajahmu sembap begitu?”
“Oh, ini,” Maya menyentuh wajahnya. “Ini… aku sering
dimarahi Pak Kuronuma,” alasannya, “Memang Jean ini peran yang sangat sulit.
Ah! Aduh… aku jadi bercerita macam-macam. Tolong jangan katakan kepad Mawar
Ungu ya, nanti dia kecewa kepadaku,” terang Maya.
Hijiri tersenyum tipis dan mengangguk. Diamatinya Maya yang meminum
kopi dengan gugup di hadapannya. Sepertinya, ada yang aneh. Apakah mungkin Maya
sebenarnya menangisi Masumi?
Hijiri
yang tak bisa berlama-lama, akhirnya berpamitan dari Maya.
“Terima
kasih banyak Pak Hijiri sudah memenuhi permintaanku untuk bertemu.”
“Mawar
Ungu pasti senang dengan hadiahmu,” Hijiri tersenyum.
Pria itu
lantas permisi pergi, meninggalkan Maya yang kembali termenung. Dia merindukan
Masumi. Apa yang dia ucapkan tadi kepada Hijiri, semuanya bohong belaka.
Namun,
Maya yang tidak tahu harus mengungkapkan kegundahan hatinya kepada siapa, sudah
memutuskan untuk menulis surat dan menumpahkan perasaannya kepada Mawar Ungu.
Tiba-tiba,
perhatian Maya tertuju kepada sepucuk surata yang... tergolek di lantai!
Maya
segera memungutnya.
Oh, tidak!
Itu adalah suratnya untuk Mawar Ungu! Surat yang diselipkannya di dalam album.
Sepertinya terjatuh saat Hijiri membuka albumnya tadi.
Dengan
cepat maya beranjak dari cafe tersebut. Dicari-carinya Hijiri dengan gundah,
dan untunglah, dia masih bisa melihat punggung ramping dan tegap milik pria
itu.
“Pak
Hijiri!!” jaraknya agak jauh, Hijiri tak bisa mendengarnya. Maya mengikuti pria
itu turun ke lantai bawah, menyusuri tempat parkir yang sepi.
Namun
sayang sekali, Hijiri naik ke sebuah lift dan Maya tak sempat mengejarnya.
“Aahh...”
Maya melenguh kecewa. Diamatinya nomor-nomor yang bergerak naik. Dia terlambat.
Tetapi,
surat ini sangat penting untuk disampaikan kepada Mawar Ungu.
“Apa...
aku tunggu saja?” Akhirnya Maya memutuskan menunggu Hijiri kembali.
=//=
Masumi
mengamati dokumen-dokumen rahasia yang diterimanya dari Hijiri.
“Dan ini,
dari Maya Kitajima,” Hijiri mengangsurkan barang-barang yang baru diterimanya dari
Maya.
Masumi
sama terkejutnya dengan Hijiri saat dia menerimanya.
“Kembalikan
ini! Aku tidak bisa menerimanya! Barang-barang berharga ini—“
“Justru
karena itu barang yang sangat berharga untuknya, dia ingin Anda memilikinya.”
Masumi
tertegun mendengar ucapan Hijiri.
“Sebegitu
juga lah dia menghargai Anda, Pak Masumi.”
Masumi
mengeratkan rahangnya. Dia masih ingat dengan kejadian beberapa hari lalu di
restoran sushi.
Berharga?
Ya. Sebagai Mawar Ungu dia berharga. Tetapi sebagai Masumi Hayami? Maya bahkan
tak berpikir dua kali untuk menyudahi hubungan mereka padahal mereka sudah
melangkah sejauh ini.
“Pak
Masumi... Anda, belum membicarakan mengenai pertunangan Anda. Jadi... sudah
berakhir.”
“ya.”
Masumi menjawab cepat.
“Dan Anda,
tidak melakukan apa pun untuk itu?” tanya Hijiri.
“Bukan aku
yang memutuskan, tetapi Maya.”
“Tapi Pak
Masumi, setelah semua yang kau lakukan dan kau perjuangkan? Saat itu Anda
terlihat bertekad menjadikan perjodohan ini kenyataan dan sekarang—“
“Kau tak
melihat wajahnya saat itu!” seru Masumi dengan perasaan sakit dan marah. “Dia
terlihat sangat senang dan lega! Dia bahagia sekali!” Masumi mengeratkan
rahangnya.
Hijiri
membulatkan matanya mendengar perkataan Masumi.
Suara
Masumi menjadi agak gemetar karena perasaan yang ditahannya.
“Dia
terlihat seperti terlepas dari sebuah beban berat. Sepertinya, selama ini,
bertunangan denganku dia... sangat tersiksa atau apa. Dan saat dia tahu bahwa
pertunangan kami bisa diakhiri, dia menyambutnya dengan sangat gembira. Kau
pikir apa yang bisa kulakukan!?” desis Masumi, meremas dokumen di tangannya.
“Pak...
Pak Masumi... i-itu... itu dokumen rahasia yang sangat penting Pak, tolong
jangan...” Hijiri meringis panik melihat Masumi meremas dokumen
yang baru saja diberikannya, yang dia dapatkan dengan bertaruh nyawa.
“Sekarang, aku tidak bisa melakukan apa-apa. Aku
tidak mungkin memaksanya bertahan di sampingku jika aku tahu bersamaku hanya
membuatnya menderita,” Masumi meremas dokumen itu semakin keras.
“I-itu Pak… Aduh…” Hijiri mendesis sambil meremas
rambutnya melihat dokumen itu benar-benar lecek dalam genggaman Masumi
sekarang.
Masumi menoleh kepada Hijiri dan mendapati wajah
panik anak buahnya itu. “Ada apa?” Masumi menaikkan alisnya.
“Ah, tidak pak… itu…” Hijiri menelan ludahnya dan
memutuskan tidak mengoreksi perbuatan Masumi yang terlihat sedang merasa sangat
kecewa itu. Dia menegakkan badannya lagi. “Jadi Pak. Anda benar-benar akan
mengakhiri pertunangan? Lalu… Bagaimana dengan Nona Shiori Takamiya? Apakah
Anda akan memutuskan untuk bertunangan dengannya?”
“Mungkin,” Masumi berkata di antara giginya yang
terkatup menahan geram. “Jika Maya, begitu bahagia lepas dari tanganku, menikah
dengan siapa pun sama saja. Aku akan membicarakan masalah ini dengan Pak Miyake
nanti dan mungkin, bersama Shiori—“
“Anda benar-benar mempertimbangakan untuk
bertunangan dengan Nona Shiori?” Hijiri terperenyak tak percaya. “Tapi kenapa??
Walaupun Anda putus dengan Maya, bukan berarti Anda harus—“
“Karena, Shiori adalah putri Pak Miyake,” terang
Masumi dengan ekspresi yang tidak berubah.
“Apa…?” Hijiri mendesis syok.
“Ya. Shiori, adalah putri Pak Miyake, sahabat ibuku
dahulu. Itu yang dia katakan. Dan itu juga yang membuat Maya merasa terlepas
dari beban untuk menjalankan pesan orang tua kami dahulu dan mengalihkannya
kepada Shiori.”
Hijiri tak sanggup berkata apa-apa. Jadi, impian
Masumi yang sudah ada dalam genggamannya, sekarang lepas begitu saja? Malahan,
Masumi jadi harus bertunangan dengan wanita lain karena janjinya?
Hijiri mengamati Masumi dengan iba.
Direktur Daito yang penuh kuasa, ternyata tak kuasa
mempertahankan cintanya sendiri.
=//=
Maya agak terlonjak saat pintu lift yang sedari tadi
ditungguinya dengan tekun akhirnya terbuka.”Ah, Pak Hijiri!” cetusnya dan
segera menghambur ke pintu itu.
Namun, alangkah terkejut Maya, saat dia mendapati
yang keluar dari sana bukanlah Hijiri, melainkan Masumi Hayami!
“Pak… Masumi..?” desah Maya penuh kejutan.
Hal yang sama berlaku bagi Masumi. Pria itu sangat
terkejut mendapati ada Maya di depan pintu lift. Padahal, lift ini sangat
jarang digunakan dan dia sengaja bertemu dengan Hijiri di lift ini.
“Maya…” sapa Masumi datar, keluar dari lift seraya
dengan cepat menyembunyikan barang-barang pemberian Hijiri—termasuk hadiah dari
Maya—di belakang punggungnya. “Sedang apa kau di sini?” Pria itu bertahan dalam
ketenangannya.
“Pak Masumi…” Maya juga segera memasukkan surat
berisi curahan hatinya itu ke dalam saku roknya. Ia merasakan jantungnya
berderap teramat cepat, tak mengira bisa bertemu Masumi di sini. Tubuhnya
tiba-tiba merasa lemas, dan rasa rindu yang berhari-hari ini menyiksanya,
kembali menyeruak di dadanya.
“Maya,” tegur Masumi lagi. “Kau sedang apa di sini?”
mata tajamnya mengawasi Maya lekat.
“Ah, eh, aku…” Maya salah tingkah, “kebetulan tadi…
ada janji dengan seseorang. Uhm, Pak Masumi, tadi… lihat tidak seorang pria
berpakaian rapi, tingginya segini,” Maya mengangkat tangan kanannya, “tampan,
dan rambut depannya panjang,” Maya menyentuh sejumput rambutnya.
“Tidak,” tukas Masumi cepat. “Aku sendirian di
lift,” tegasnya.
Ah… mungkin Pak Hijiri turun di lantai 33 tadi,
batin Maya.
“Kau terlihat baik-baik,” ucapan Masumi menyadarkan
Maya kembali dari renungannya.
“Ah, eh, ya… Pak Masumi juga…” Maya balas menatap
lekat. Bekas tunangannya itu terlihat tampan dan gagah seperti biasa. Hanya
saja, bedanya, dulu Masumi sering bersikap genit dengan menggenggam tangannya
bahkan memeluknya. Sekarang, aura dingin kembali memancar kuat dari pria itu.
“Maya, apakah ada yang aneh di teater?” tanya Masumi
lagi.
“Yang aneh? Uhm…” Maya berpikir serius. Hijiri juga
menanyakan hal yang sama tadi. DIa lalu menggeleng. “Sejauh ini tidak ada
apa-apa selain wartawan-wartawan yang mengerubungi tempat latihan, bertanya
soal… pertunangan kita…” gumam Maya.
“Baguslah jika tidak ada apa-apa. Soal wartawan itu,
nanti aku akan melakukan sesuatu,” ujar Masumi serius.
Pak Masumi… Maya tahu pria itu memang peduli
kepadanya.
“Pak Masumi,bagaimana mengenai Anda dan Nona Shiori?
Kapan kalian berencana bertunangan?” tanya Maya dengan perasaan pahit yang
berusaha disembunyikannya dan senyum yang dibuat-buat.
“Kurasa itu bukan urusanmu,” tanggap Masumi dingin.
“Buat apa kau masih ingin tahu? Hari itu kau sudah memutuskan untuk pergi dan
menyudahi semuanya kan? Kurasa apa yang akan kulakukan sudah bukan urusanmu
lagi,” setiap kalimat yang keluar dari bibir Masumi meluncur tajam seperti
peluru ke hati Maya.
“Ah, ya… memang bukan urusanku…” Maya tersenyum
canggung. “Selamat ya, Pak Masumi… Sebetulnya, aku kasihan kepada Nona Shiori,
habis, dia dapat jodoh sepertimu! Tapi, setidaknya dia kan sangat mencintaimu,
dan dia sendiri sangat berharap bertunangan denganmu. Kuharap Pak Masumi mau
memperbaiki diri demi Nona Shiori dan—“
“Sudah cukup, bicaranya?” potong Masumi tajam.
Maya tertegun dan segera bungkam. Dia bisa melihat
tatapan Masumi yang begitu menyakitkan kepadanya. Maya tak berkata apa-apa lagi
dan menunduk.
Masumi melewatinya, menuju mobilnya.
Beberapa kali kaki Maya terangkat ragu-ragu, ingin
mengejarnya, ingin mengatakan kepada Masumi, jangan pergi, jangan tinggalkan
dirinya. Jangan bertunangan dengan Shiori… dan jangan berhenti berusaha membuat
Maya menyukainya.
Tetapi Maya tetap tak beranjak di tempatnya. Hingga ia
mendengar di tengah kesenyapan tempat parkir sepi itu suara mobil yang menderu,
melewatinya.
Meninggalkannya.
=//=
Maya mengintip ke arah pintu keluar. Tumben sekali,
hari ini tidak ada wartawan yang menguntit dan mengerubunginya di tempat
latihan. Pasti bukan karena tempat latihan mereka sudah pindah ke Kids Studio
yang berisik dengan suara kereta dan permainan dingdong di bawah kan? Atau
memang karena itu?
“Hhhh…” Maya menghela napasnya.
Latihan untuk Padang Liar yang Terlupakan
benar-benar bermasalah. Bukan hanya karena Maya yang masih belum mengerti
beberapa hal mengenai Jean, tetapi juga karena ada perseteruan internal hingga
sekarang pentas ini menjadi tak bertuan. Para pemain yang tak yakin dengan masa
depan pentas ini juga sudah mengundurkan diri, hingga hanya segelintir orang
saja yang bertahan.
Bagaimana ini? Apakah pentasnya bisa berjalan baik?
Jangankan tempat pentas, pemainnya saja kurang.
“Hei!” Sekaleng kopi muncul di hadapan Maya. Gadis
itu mendongak dan mendapati Sakurakoji menawarinya kopi itu, ”Ayo, semangat!!”
Maya menerimanya dan tersenyum. “Terima kasih,”
gumamnya perlahan.
“Ada yang kau pikirkan?” tanya Sakurakoji penuh
perhatian. “Aku tahu, sebelum kita dipindahkan ke sini dan pemain lain keluar
dari pementasan ini, kau sudah sering kelihatan lesu dan tidak konsentrasi.
Sebenarnya, ada apa?” Sakurakoji bicara dengan lembut dan mengayomi. “Apa kau
masih memikirkan masalah Pak Masumi?”
“Tidak kok!” Maya menggeleng cepat, berbohong. “Itu
sudah bukan masalah lagi. Ya… aku hanya bingung saja cara mendalami Jean, dan
belakangan ini, Pak Kuronuma sepertinya sedang sibuk karena masalah lain sehingga
tidak bisa membimbingku,” ujar Maya perlahan.
Maya menunduk, dan ingat lagi sikap dingin Masumi
saat mereka tak sengaja bertemu. Sampai sekarang, rasa sedihnya tak kunjung
hilang. Dia rindu digodai lagi oleh Direktur Daito itu.
Maya cepat-cepat menarik napas dalam, mencegah
dirinya larut dan kesedihan dan mulai menangis lagi.
=//=
“Maya! Apa benar kau dan Pak Masumi sudah tidak
bertunangan!? Kenapa kau tidak bilang?” desak Sayaka.
“Bagaimana bisa kau diam saja selama ini!!? Pantas
saja aku tak pernah lihat cincinmu lagi. Kupikir kau simpan karena takut
hilang!” kejar Rei.
“Wah, Maya, setelah semua kehebohan tentang
pertunanganmu itu… ternyata kau malah putus. Sayang sekali ya… tapi kau pasti
senang kan?” imbuh Mina.
“Ini sesuai harapanmu, kan, Maya? Baguslah… kau
tidak harus menjalani pernikahan terpaksa,” Taiko menghela napas bersyukur.
Maya mengamati keempat temannya yang langsung
memberondonginya dengan berbagai pertanyaan saat dia baru saja masuk ke
apartemennya. Apalagi Taiko dengan semangat mengangkat tabloid yang memuat
berita mengenai Maya yang keluar dari restoran sendirian beberapa hari lalu
tanpa cincin padahal saat datang bersama Masumi—dan Shiori—Maya masih
mengenakan cincin.
“Jadi, bagaimana Maya!!?” Desak teman-temannya.
Maya tak tahan lagi, dadanya sesak kembali oleh
duka. Tanpa dikomando matanya berkaca-kaca dan Maya tak bisa berpura-pura. Dia
menangis sejadi-jadinya.
“HAH!!? MAYA!!??” teman-teman Maya sangat terkejut
karena Maya malah menangis, padahal mereka pikir Maya akan tertawa terbahak-bahak.
“Maya kenapa kau menangis? Ada apa? Kau kenapa?” berondong para sahabatnya yang
sangat peduli kepada Maya itu. “Apa kau sedih karena putus tunangan dengan Pak
Masumi?”
Maya buru-buru menggeleng dan menggesek-gesek
matanya dengan lengannya, namun air matanya tak kunjung berhenti.
“Kalau bukan karena Pak Masumi, lalu kenapa?” tanya
Rei.
“Te-tempat latihan kami… diganti… Kami tidak tahu
akan pentas di mana, karena teater kami akan menayangkan Isadora, hik! Hik!
Huhuhu…” Maya menangis tergugu.
“Maya, jangan sedih, pasti akan ada jalan keluarnya.
Kami yakin Pak Kuronuma juga sudah memikirkannya…” Rei menepuk bahu kiri Maya.
Maya mengangguk-angguk dan tangisnya mereda sedikit
seraya berusaha menenangkan perasaannya yang merasa sedih karena kehilangan
Masumi.
“Lalu, soal Pak Masumi bagaimana?” tanya Taiko, “Apakah
berita—“
“Huhuhuhu… Huaaa….” Maya menangis keras, karena
lukanya dikorek lagi.
“Ah!! Maya!! Kau kenapa?” Sayaka panik. “Kenapa
menangis? Apa karena kabar tentang Pak Masumi??”
Maya sekali lagi berkilah. Dia menggelengkan
kepalanya.
“Lalu kenapa? Kenapa kau menangis sampai seperti
ini?” tanya Mina.
“Kalau benar putus dari Pak Masumi, Maya tidak akan
menangis, pasti Maya senang,” Sayaka berasumsi. “Jadi, kenapa kau menangis,
Maya? Apa alasannya?”
“A-aku… aku tidak bisa mendalami karakter Jean… aku
bingung… hiks! Dan Pak Kuronuma juga memarahiku terus…” Maya mengadukan salah
satu masalahnya untuk mengalihkan pembicaraan mengenai pertunangannya dan
Masumi.
Teman-teman Maya sangat bingung dengan curahan hati
Maya. Karena biasanya, Maya walaupun kesulitan dengan perannya, tak pernah
mengeluh sampai menangis begini.
“Maya, tenanglah, kami tahu kau hanya butuh waktu,”
Mina berkata penuh perhatian.
“Benar, pasti nanti kau akan menemukan cara agar
bisa mendalami peranmu dan menampilkan Jean-mu yang luar biasa,” Rei mengimbuh.
“Ya! Kami percaya padamu, Maya,” tegas Taiko.
Maya mengamati sahabatnya satu per satu. “Te-terima
kasih… teman-teman…” isak Maya, berusaha menenangkan diri.
“Lalu, kalau soal berita ini bagaimana?” Sayaka
mengangkat tabloidnya lagi. “Apa benar kau dan Pak Masumi—“
“Huaaa…. Huhuhuhu…” Maya menangis lagi dengan keras
dan kembali terisak-isak.
“Ha? Maya kau kenapa?” Para sahabatnya panik lagi.
“Apa kau masih mengkhawatirkan soal panggung?” tanya Mina.
Maya menggeleng.
“Masalah penjiwaan? Tenang saja Maya, kami yakin kau
pasti bisa,” imbuh Taiko.
Maya menggeleng lagi.
“Lalu? Apa latihannya terlalu keras sampai badanmu
sakit?” tebak Sayaka.
Maya menggeleng juga.
“Apa ada yang menyakitimu? Ada yang berbuat jahat
kepadamu?” kejar Rei.
Maya masih menggeleng.
“Lalu kenapa kau menangis, Maya?” tanya
teman-temannya cemas. “Kenapa menangis sampai seperti ini?”
Maya akhirnya berusaha berkata di tengah isakannya.
“Pak… Masumi…” isak Maya.
“Pak Masumi?” keempat sahabat Maya itu penasaran.
“Ka-karena… aku dan Pak Masumi… su-sudah… putus…”
adu Maya dengan sedih. “Ka-karena… ka-karena… a-aku… tidak pantas.. ber-bersama
Pak-Pak Masumi…” seru Maya dengan air mata menganak sungai.
“Hah!?” keempat murid teater Mayuko itu sama-sama
membulatkan matanya.
“Maya, jadi kabar kau dan Pak Masumi putus itu
benar?” Sayaka mengonfirmasi.
Maya akhirnya mengangguk, mengakui.
“Lalu, kenapa kau menangis? Apa kau sedih karena
berita itu?” tanya Mina.
Maya diam beberapa detik, lalu mengangguk.
Teman-temannya terenyak dengan jawaban bisu Maya.
“Jadi… kau sebenarnya tidak mau perjodohan kalian
berkhir?” tanya Taiko.
Maya mengangguk lagi, dan enyakan “HAAAHH…” semakin
keras terlepas dari mulut teman-temannya.
“Maya, apa kau… sudah benar-benar jatuh cinta kepada
Pak Masumi!?” tembak Rei.
Maya menangis semakin keras dan mengangguk-angguk
semakin keras.
“HAAAHH!!!??” mata teman-temannya melotot maksimal.
“Kenapa!!? Bagaimana bisa???”
“Bukankah kau sangat membencinya!!!?”
“Sejak kapan kau jatuh cinta kepadanya!!?”
“Lalu kenapa pertunangan kalian putus!!?”
“Apa pak masumi tahu kau sudah jatuh cinta
kepadanya!?”
Sepertinya, interogasi itu tidak akan selesai dalam
waktu singkat.
=//=
Maya membatu mengamati kabar di tabloid yang mulai
memberitakan kedekatan Masumi dan Shiori. Keduanya beberapa kali tampak
bersama. Masumi tak pernah berkomentar apa-apa, dan Shiori yang cantik berkata,
“Sejauh ini kami hanya berurusan masalah bisnis, tetapi tidak menutup
kemungkinan untuk hal lainnya, siapa tahu?” ujar gadis itu penuh teka-teki.
Maya menggigit bibirnya pilu. Ternyata, sekarang
memang Masumi sudah memutuskan menerima Shiori. Di sana dimuat juga profil
mengenai Shiori yang putri pengusaha sukses takamiya, cantik, cerdas, wanita
karir yang membanggakan dan sangat memesona. Di bagian lainnya, ada berita
mengenai Maya. Tentang Maya yang terpaksa menelan pil pahit karena Masumi
akhirnya menyadari kesalahannya pernah hendak menikah dengan Maya. Tentang
drama baru Maya yang terancam gagal pentas, cita-citanya menjadi Bidadari Merah
yang terancam mati, apartemennya yang tidak seberapa, bahkan fakta Maya
sebatang kara pun diungkapkan di sana.
Maya menunduk sedih. Berbeda sekali kelasnya dan
Shiori. Seperti ratu dan rakyat jelata, Tentu saja tak perlu dihitung dua kali
untuk melihat siapa yang lebih unggul untuk menjadi calon istri Masumi. Pak
Miyake yang sempat memaksa Masumi bertunangan dengan Maya pun, pasti sekarang
lebih gembira Shiori yang menjadi pasangan Masumi karena gadis itu ternyata
putrinya.
Sepertinya, semesta bersepakat menentang Maya
sekarang. Masumi yang pernah begitu dekat dengannya, sekarang semakin jauh saja
dari jangkauan. Seperti punguk merindukan bulan.
Maya berteduh di luar sebuah toko saat tiba-tiba
hujan turun. Maya tidak membawa payung hari ini padahal ramalan cuaca sudah
menjelaskan bakal turun hujan. Ah, bahkan hal sekecil ini saja Maya tetap
ceroboh. Tak heran dia kalah telak dari Shiori.
Aku memang memalukan… batin Maya.
Maya lantas ingat lagi dengan kejadian di taman saat
Masumi berada di sampingnya saat mereka berteduh dari hujan. Pria itu bahkan
memeluk Maya hingga hujan reda. Apakah mungkin hal itu terulang kembali?
Mata Maya berkaca-kaca karena ingatan yang membuat
hati Maya sedih itu. Tiba-tiba dia disadarkan saat seseorang menghampirinya dan
menyodorkan payung hitam kepadanya.
“Sedang apa di sini?” pertanyaan yang sama saat
mereka bertemu terakhir kali.
“Pak Masumi!!” seru Maya saat dilihatnya pria itu,
dengan mantel hujannya yang tebal dan hangat, berdiri memegang payung di
hadapan Maya. “Kau sedang apa?” tanyanya.
“Aku yang bertanya lebih dulu kepadamu,” tanggap
Masumi dingin.
“Aku sedang berteduh… aku mau pergi latihan tetapi
hujan,” terang Maya.
“Ayo kuantar,” ajak Masumi. “Sudah dekat dari sini
kan?”
Masumi benar. Jika saja tadi Maya tidak membaca
berita di tabloid dulu, dia pasti sudah sampai.
“I-iya sih, tapi kau kan… juga ada keperluan…?”
tanya Maya.
“Aku juga lewat sana,” Masumi meyakinkan. “Aku mau
ke Plaza, ada pertemuan dengan beberapa orang dari pentas Isadora. Karena ada
beberapa pohon tumbang, mobilku terhalang, jadi kuputuskan jalan kaki saja,”
jelasnya. “Ayo, daripada kau terlambat. Atau kau mau kubelikan payung yang
baru?” tawar Masumi.
Maya bisa merasakan aura pria itu sudah tidak
sedingin saat terakhir kali mereka bertemu.
“Tidak perlu,” Maya menggeleng. “Aku ikut denganmu
saja,” putusnya dengan pipi menghangat.
Masumi sangat senang mendengarnya.
=//=
Maya
berjalan dengan hati berdebar-debar tak keruan. Mereka melewati beberapa orang
yang berpapasan dan terlihat terburu-buru mengejar urusannya masing-masing.
Walaupun begitu, masih ada satu dua orang yang memperhatikan mereka dan mungkin
mengenali mereka sebagai pasangan yang gagal menikah. Maya menghela napas
dengan lesu. Tak lama lagi mereka sudah akan tiba di Kids studio dan Maya akan
berpisah dengan Masumi. Maya melirik sendu kepada pria itu. Dan ternyata,
Masumi juga menoleh kepadanya!
Deg! Maya
merasakan jantungnya copot. Cepat-cepat dia membuang muka lagi."Kondisi
pentasmu tidak bagus ya?" tanya Masumi, akhirnya membuka suara di tengah
guyuran hujan dan suara berkecipak langkah mereka.
"I-iya,"
jawab Maya. Dan dia kumat lagi. "Kau pasti senang kan melihat kondisi
pentas kami yang seperti ini? Apalagi, Daito hendak mementaskan Isadora!"
Ukh!
Kenapa dia harus bicara seperti itu kepada Masumi?
Namun tanggapan Masumi di luar dugaan Maya.
"Kalau
kau meminta padaku agar sandiwaramu dipentaskan di Daito, aku akan
mengijinkannya. Aku akan memberikan salah satu gedung tanpa bayaran."
Maya sontak mendongak menatap Masumi. Apa pria itu
berkata sungguh-sungguh? Atau hanya menggodanya seperti kebiasaannya selama
ini?
“Tapi gedung Ugetsu kami juga sekarang sedang
dibenahi,” tukas Maya, kembali menatap jalan di hadapannya.
Keduanya kembali dalam diam. Maya beberapa kali
melirik lagi kepada Masumi. Hatinya berdebar-debar gugup, mungkin itu yang
membuat Maya tak bisa bicara baik-baik dengan mantan calon suaminya itu.
Sebenarnya, bagaimana kabar Masumi setelah mereka
putus? Hhh… apa yang dipikirkannya? Masumi pasti baik-baik saja. Dia kan sudah
hendak mendapatkan pengganti yang jauh lebih baik darinya. Bahkan di media saja
sudah disebutkan apa saja kelebihan Shiori dari Maya, bagaimana pria itu lebih
cocok dengan Shiori. Jika bersama Maya, Masumi hanya menjadi bahan ejekan dan “terang-terangan
mempermalukan dirinya sendiri.” Itu yang ditulis oleh tabloid-tabloid yang
mereka baca.
Tenggorokan Maya tercekat lagi oleh rasa sedih dan
sendu. Menjadi seseorang yang mempermalukan pria yang dicintainya bukanlah
kemauan Maya. Memang, dia dulu sering petantang petenteng di depan Masumi.
Tetapi dulu kan dia memang sangat membenci pria itu. Sementara sekarang…
“Sudah sampai,” terang Masumi, saat mereka sudah
tiba di Kids Studio.
Maya tersadar dari lamunannya dan menghentikan
langkah kakinya.
“Selamat berlatih,”Masumi berkata.
Cara pria itu bicara sama sekali tidak sedingin
sebelumnya. Malahan, Maya merasa pria itu sangat baik hati.
Maya mengangguk dan melangkah ke pintu Kids Studio
agar terlindung hujan.
“Terima kasih,” Maya membungkuk kepada Masumi, masih
berusaha menahan perasaannya yang ingin menangis.
Masumi hanya diam saja mematung, mengamati Maya
masuk ke dalam studio,
Namun Maya tiba-tiba dikejutkan saat pergelangan
tangannya di tahan seseorang. Maya menoleh dan mendapati Masumi ikut masuk ke
dalam gedung itu.
“Pak Masumi!” seru Maya penuh rasa terkejut.
“Maya, ada yang ingin kutanyakan,” suara pria itu
bergetar dan genggaman tangannya begitu erat. Sangat berbeda dengan Masumi
Hayami yang begitu tenang tadi.
“A-ada apa… Pak Masumi?” tanya Maya resah,
jantungnya berderap semakin cepat.
“Apa kau serius. Kau benar-benar serius… berpikir menyudahi
pertunangan kita?” tanya Masumi, mengangkat tangan Maya dan menggenggamnya
semakin erat.
“Le-lepas… Pak Masumi! Kau menyakiti tanganku!”
pinta Maya. Ia tak sanggup menjawab pertanyaan Masumi.
“Jawab dulu pertanyaanku, Maya!” desak Masumi. “Kenapa—kenapa
kau begitu saja memutuskan pertunangan kita? Setelah semua hal yang terjadi,
dan semua orang tahu kita bertunangan. Bukankah, kita sudah sepakat—“
“Tapi kau dan aku sangat berbeda!” seru Maya,
menahan diri agar jangan sampai berkaca-kaca. “Pak Masumi, sejak awal, kita
sama sekali tidak serasi. Kalau bertemu saja kita bertengkar terus. Lagipula…”
Maya menatap Masumi, berusaha kuat. “Kau sudah tahu kan, perasaanku. Sekarang,
hal itu sudah bukan urusanku. Nona Shiori sepertinya sangat mencintaimu dan
menghormatimu. Kurasa, dia lebih baik untukmu. Kau juga pasti tahu itu…” Mata
Maya bergerak sedikit liar, menahan diri agar tidak menangis. “Kalau memaksakan,
memangnya kau pikir kita akan bahagia? Aku juga mau memiliki suami yang
mencintaiku, bukan hanya menikah dengan alasan siapa saja boleh. Kau juga pasti
mengharapkan istri yang tidak membuatmu malu dan bisa membuatmu bangga kan?”
Entah kenapa cara Maya berbicara mulai terdengar seperti rintihan.
Masumi mengamati Maya lekat, namun genggaman
tangannya sudah tak lagi erat. Maya menunduk di hadapannya. Gadis itu bicara
mengenai banyak hal. Mengenai ketidak serasian, mengenai Masumi yang lebih
cocok dengan Shiori, mengenai Masumi yang—dipikirnya menikah dengan siapa saja.
Tetapi… Maya tidak ber
kata membencinya. Maya tidak menjelaskan
perasaannya. Biasanya, Maya begitu blak-blakan berkata dia membenci Masumi.
Aku juga
mau memiliki suami yang mencintaiku, bukan hanya menikah dengan alasan siapa
saja boleh.
“Maya,” panggil Masumi. Jantungnya berdebar keras
dan seluruh ototnya menegang. Mungkin ini kesempatannya. Satu-satunya
kesempatan Masumi. Jika dia bicara jujur, mungkinkah Maya…
“Ada apa?” tanya Maya labil, mendapati Masumi hanya
mengamatinya lekat.
Tiba-tiba Masumi beranjak semakin dekat, membuat
Maya merasa sepertinya ada sesuatu yang tidak beres. Kepala Maya semakin
menengadah, saat ini jarak Masumi darinya tidak sampai sejengkal dan Maya sudah
tak bisa mundur lagi. Matanya bergerak ke sana kemari mencari pertolongan
tetapi dia tak menemukan siapa pun di sana. Ke mana orang-orang saat dia panik
begini?
Tanpa diduga-duga, Masumi meraih bagian belakang
kepala Maya, dan membenamkan bibirnya di bibir Maya. Gadis itu terkejut bukan
kepalang.
“Kyaammpphh!!” pekikannya tertahan. Ia tak mengira
Masumi menciumnya dengan begitu dalam. Maya langsung kehilangan kendali atas
tubuhnya. Seluruh raganya lemas seketika. Ia tak sanggup melakukan apa-apa
sampai Masumi sendiri yang menyelesaikan perbuatannya.
Dug…!Dug..! Dug…! Jantung Maya seperti berontak
hendak lepas. Maya mengamati Masumi dengan tatapan sangat terkejut dan bingung.
Tak tahu harus berkata dan berbuat apa.
“Ka-kau… kau… ke-kenapa.. ke…” kata-kata Maya
tercekat di tenggorokan.
“Seharusnya aku melakukannya saat itu,” Masumi
mengatur napasnya. “Aku sudah pernah mengatakan, bukan? Kalau kau mengatakan
hendak membatalkan pertunangan kita, aku, akan menciummu,” tegas Masumi.
Wajah Maya rasanya sangat panas. Dia ingat itu.
Tetapi, sekarang kan hubungan mereka sudah putus. Bukankah sudah sedikit
terlambat Masumi melakukannya sekarang? Tetapi, kenapa Maya malah diam saja?
Apalagi, malu-malu tadi bibirnya bergerak sendiri membalas ciuman Masumi.
Pasti pria itu juga menyadarinya kan? Sekarang Maya
mati kutu, tak bisa berkata apa-apa. Bahkan setelah Masumi menurunkan tangannya
dari kepala Maya. Maya masih tak sanggup memandang kepada pria itu.
“Maya…” terdengar Masumi menyebut nama gadis itu
dengan lembut. “Ada yang harus kau ketahui,” Masumi menelan ludahnya sendiri,
berusaha menguatkan tekadnya. “Aku… aku sebenarnya, sebenarnya, perasaanku—“
“Sakurakoji!” cetus Maya tiba-tiba, saat dia
mengangkat wajahnya dan mendapati Sakurakoji tengah mengamati mereka.
Masumi terenyak dan segera menolehkan kepalanya ke
arah pandangan mata Maya. Di sana didapatinya Sakurakoji sedang mengamati
mereka dengan tatapan curiga. Masumi segera menjaraki dirinya dari Maya.
“Ka-kau dari mana?” tanya Maya, berusaha mencairkan
kecanggungan di antara mereka bertiga yang semakin menggumpal.
“Aku…. Tadi bertemu dengan pihak Isadora. Mereka
memintaku untuk bergabung bersama mereka.” Sakurakoji menjelaskan.
“Apa!?” Maya terperanjat mendengar pengakuan
Sakurakoji yang membangkitkan rasa khawatirnya. Dengan cepat Maya berhambur
pada pemuda itu. “Ka-kau… akan…” Mata gadis itu berkaca-kaca. “Jangan… kumohon,
jangan…” Maya menggenggam kedua lengan Sakurakoji. “Jangan bergabung dengan
mereka, jangan tinggalkan Jean sendirian…” pinta Maya.
Maya…
Sakurakoji tersenyum lembut. “Tidak… kau jangan
khawatir. Aku sudah menolak permintaan mereka. Aku akan tetap di sini bersamamu
sampai pentas ini selesai.”
“Benarkah?” air mata Maya menetes. “Syukurlah… aku…
aku…”
“Sudahlah, kenapa kau menangis. Aku tidak akan
pernah meninggalkan Jean sendirian.” Sakurakoji meyakinkan.
“EHEM!!! HEM!! HEM!!! HEEEMMM!!!!!” Masumi berdeham
keras melihat adegan romantis yang mendadak tersuguh di hadapannya.
Dasar bocah rambut keriting itu! Bagaimana bisa dia
tiba-tiba merusak adegan seriusnya dengan Maya dan mengambil alih menjadi
adegan romantisnya? Memang dia aktor dan Masumi bukan. Tetapi Masumi sungguh
keki menyadari Sakurakoji tiba-tiba mencuri lampu sorot darinya.
“Ah, Pak Masumi… sudah lama tidak bertemu,” sapa
Sakurakoji.
Maya segera melepaskan genggaman tangannya dari
Sakurakoji saat ingat kembali dengan Masumi. Dia berbalik, kembali menatap
Masumi yang tadi sempat tidak dihiraukannya.
“Pak Masumi tadi mengantarku ke sini. Kebetulan…
kami bertemu di jalan,” terang Maya, sedikit menoleh kepada Sakurakoji.
“Oh, begitu. Terima kasih sudah mengantar Maya—“
“Memangnya kau siapa sampai harus berterima kasih
untuk Maya?” tembak Masumi tajam.
Sakurakoji terkejut dengan reaksi Masumi.
Pria itu tanpa permisi lantas segera pergi dari
sana. Maya hanya mematung dengan sikap Masumi.
Lantas ia ingat lagi. Mereka tadi sempat berciuman.
Apa yang
tadi hendak Pak Masumi katakan? pikir Maya.
Namun tanggapan Masumi di luar dugaan Maya.