Wednesday 9 April 2014

To Make You Love Me Ch. 6

Posted by Ty SakuMoto at 22:30 27 comments
Warning : Lip Kiss



To Make You Love Me
(Chapter 6)





Senyuman senang tak bisa dipungkiri segera saja tersungging di bibir Masumi. Rasanya ia ingin memeluk Maya lebih erat hingga menciut, melipatnya, memasukkannya ke dalam saku dan menjadikan gadis itu miliknya selamanya.
"Satu level?Memangnya perlu berapa level sampai kau benar-benar menyukaiku?" Masumi memastikan dan berharap jawaban yang memuaskan.
Maya yang benar-benar kikuk karena pelukan Masumi lalu menukas. "Seratus!"
"Se se se seratus?" Masumi tak bisa menahan diri mendengar pernyataan Maya. "Yang benar saja! Level berapa aku sekarang?!"
Maya mengangkat telunjuknya. Hanya telunjuknya saja.
SATU!!?
"Hei!! Aku sudah membawamu ke Nikkei dan bahkan bermain ayunan malam-malam begini." Masumi melepaskan pelukannya.
"Kau juga tadi sudah tertawa lebar- lebar! Hahahaha.... Hahahaha begitu. Hanya level satu kau bilang?" Masumi mulai perhitungan dan tak rela.
"Yang membuatku hahaha... hahaha... itu kan ayunannya. Bukan kau!"
"Aku yang membawamu ke sini kan?"
"Siapa pun yang membawaku ke sini aku pasti senang..." gumam Maya sebal.

"Tapi nyatanya, AKU kan yang membawamu ke sini! Aku!" tegas Masumi.
"Terus? memangnya kenapa? Apa istimewanya."
"Kau..." Masumi menggerm gemas."Kau yang bilang, membawamu main ayunan bersama bisa menaikkan kadar sukamu. Jadi, sebetulnya, apa memang ada yang bisa kulakukan untuk membuatmu menyukaiku atau tidak?" Sekarang MAsumi bertanya dengan sedikit kepahitan dalam kata-katanya.
"Tentu.... tentu ada kok..." Maya ingat lagi perkataan Rei, bahwa Masumi ternyata memang serius mengharapkan mereka berdua bisa benar-benar saling menyukai.
"Jadi? Kenapa hanya level 1? Kau benar-benar tak bisa mengapresiasi usaha orang lain," Masumi menyindir.
"Ukh! Bukan begitu!" tampik Maya, yang paling kesal dengan penilaian salah masumi. "Itu semua karena salahmu! Sebelumnya, levelmu itu minus 37! Kau tahu? Karena itu level 1 sudah sangat baik, setidaknya sudah bukan nol!"
Masumi tertegun. minus 37? Wow! Ia tak mengira levelnya begitu buruk bagi Maya.
"Kau sendiri?" tanya Maya. "Sudah berapa besar kadar rasa sukamu untukku?"
Masumi tertegun mengamati Maya dengan hati berdebar. Nah, nah, nah, sekarang pertanyaanya berbalik kepadanya.

"Itu..."
"Level berapa?" tanya Maya, seperti pedagang keripik pedas.
"Uh, aku tak bisa sebutkan tepatnya."
"Apa!?"
"Yang pasti, lebih tinggi dari tinggi badanmu!" tegas Masumi.
"Hah!!?" Rasa tersinggung tampak lagi di wajah Maya. "Berhenti membawa-bawa tinggi badanku!!" protesnya.
"Ya, hanya itu yang bisa kugunakan untuk mengukurnya."tukas Masumi.
"Menyebalkan!" Maya memukul lengan Masumi.
"Terima kasih, mesra sekali!" goda Masumi sekaligus menyindir.
Maya tak menanggapi. Hanya diam sambil cemberut.
"Sudah, ayolah kita kembali..." ajak Masumi.
Maya akhirnya mengikuti Masumi kembali ke mobil mereka. Benaknya berpikir sungguh-sungguh. Apakah mungkin Masumi memang akan mengikuti permintaannya untuk pergi ke waterboom dan sebagainya itu?
Jika benar begitu... sepertinya... bisa-bisa Maya benar-benar menyukai pria itu. Karena, hanya diajak naik ayunan saj, sampai sekarang jantung maya masih berdebar-debar. masih ingat pelukan Masumi di tubuhnya tadi....
Ukh! Bagaimana ini?
Ibu... apakah ini hal yang bagus, atau tidak...?
=//=
"Ryuzo Kuronuma?" tanya Masumi di telepon. Hari ini Masumi sedang berada di luar kota.
"Ya. Dia menawariku sebuah peran... untuk pentas musim gugur nanti..."
"Musim gugur?" Masumi terdiam. Itu artinya ada kemungkinan pementasan itu akan diikutsertakan dalam festival seni dan artinya, jalan menuju Bidadari Merah bagi Maya. "Kau menyukai peranny?"
"Uhm... ya..." jawab Maya.
"Aku tahu Pak Kuronuma, dia sutradara yang sangat keras. Tegas, tetapi sangat berdedikasi. Dia sutradara jenius yang luar biasa," terang Masumi.
"Aku... sangat ingin memainkan sandiwara itu."
"Ya, ambillah..."
"Uhm... apa itu artinya kita masih... bertunangan?"
"ya. Tentu saja!" tegas Masumi. "Pertunangannya lusa! Pementasan masih musim gugur, kenapa kau berpikir hal itu akan membatalkan pertunangan kita?"
Maya bergumam sangat pelan, "Ya.... siapa tahu..."
Enak saja, batin Masumi. "Kau sudah siap untuk acara lusa?"
"Kalau tidak siap apa akan dibatalkan?"
"Tidak akan!"
"Jadi tidak perlu bertanya kan?" sungut Maya.
"Ingat ya, jangan memasang wajah muram dan masam. Kau harus banyak tersenyum!"
"Iya! Kau sudah mengatakannya ratusan kali. Oh ya... satu lagi, tolong berhentilah mengirim bunga!! Apartemenku jadi seperti toko bunga atau taman flora! Tak masalah jika tak bisa bertemu, kau tak harus mengrimkan bunga banyak-banyak..." keluh Maya.
"Nanti kau bilang aku yang tidak berusaha," tolak Masumi. "Ya sudah, sampai jumpa lusa malam... tu-nang-an-ku..."
Maya agak bergidik dengan cara Masumi bicara. "Sampai jumpa!" Maya menutup teleponnya.
Gadis itu kembali ke apartemennya, dan menghela napas putus asa, Sulit sekali melangkah dengan begitu banyak tanaman di sana. Di meja, di lantai, dekat wastafel, di atas televisi... Memang apartemen mereka jadi wangi sekali, Tapi... juga sangat sesak!
Apakah Masumi sengaja mengerjainya?
Hh... apa pun alasannya, yang pasti sekarang hari itu sudah akan datang. hari di mana dia dan Masumi akan bertunangan.
“Maya! Bagaimana? Apa yang akan kau lakukan dengan bunga-bunga ini? Kenapa sih tunanganmu itu merepotkan begini….? Apa tidak bisa mengirim bunganya satu buket satu buket saja? Ini sih… seperti hendak membuka toko bunga.”
“Tidak tahu…” rajuk Maya. “Katanya dia kasihan, kepada penjualnya. Biasanya, dia membelinya dari pedagang yang sudah mau tutup usahanya. Kasihan ya…”
“Masa setiap toko bunga yang dia datangi mau tutup?? Aduh, pasti ada yang salah!”
Maya mengendikkan bahunya. “Tidak tahu. Itu yang dia katakan… Sudahlah. Biarkan saja…” gumam Maya yang terlihat seperti orang linglung.
“Ada apa? Kau kenapa, Maya?”
Tiba-tiba badan Maya gemetaran dan dia jatuh terududuk. “A-akuu… mau… bertunangan… dengan Masumi Hayami….” Gumamnya resah dengan mata membulat tak percaya.
“ya ampun, Maya!! Sudah terlambat kau mengkhawtirkannya sekarang!” Rei ingat lagi bagaimana Maya sempat pingsan saat dulu mengetahui bahwa dia akan menjadi tunangan Masumi Hayami.
=//=
“Shiori, ada apa Sayang, kau ingin bicara dengan Mama?” tanya Shizuka Takamiya kepada putrinya yang hendak mengajaknya bicara dengan gaya berrahasia.
“Mama… aku… sudah menemui tuan Miyake.”
“Mi-Miyake…” wajah Shizuka tampak sangat shock dan kemudian terlihat pucat. “Miyake…” desisnya, membuang wajahnya.
“Mama! Katakan padaku yang sejujurnya!!” Shiori bergerak mendekat dan menggenggam tangan ibunya erat, menggetarkannya penuh kesungguhan. “Mama… Kau… dan Pak Miyake punya hubungan kan?”
“A-apa maksudmu, Shiori!!?” tegur ibunya.
“Mama, kumohon… kumohon jujurlah kepadaku… dulu… Mama dan Pak Miyake.. sempata jadi kekasih?”
“Hentikan!!” Shizuka berusaha melepaskan tangannya dari genggaman putrinya yang menatap kukuh kepadanya. “Ka-kau ini bicara apa…”
“Mama…” Shiori tetap dengan ketegasannya. “Kumohon… jujurlah kepadaku. Ini… ini sangat penting bagiku! Apakah aku… apakah Pak Miyake… adalah ayahku?”
“SHIORI!!” Shizuka tampak ketakutan.
=//=
Maya memandangi dirinya dalam gaun pesta cantik berwarna ungu. Besok dia akan mengenakan gaun ini di acara pesta pertunangannya bersama Masumi. Dan, malam ini Maya pun menginap di hotel bintang lima ini. Dia sudah menjalani berbagai ritual kecantikan yang dipersiapkan untuknya. Maya sampai kesakitan merasakan pijatan-pijatan di seluruh bagian tubuhnya.
Tapi, sekarang tubuhnya memang terasa wangi dan segar.
Wajah Maya memerah membayangkan bahwa besok, dia dan Masumi, di hadapan semua orang.
“Duuuhhh…” Maya meraba kedua wajahnya dengan malu. Diamatinya dengan tak percaya dirinya di cermin. Calon Nyonya Hayami… itulah dirinya.
“Kau akan terlihat sangat cantik!” Sebuah suara maskulin terdengar dan Maya terperanjat, memutar tubuhnya dan mendapati Masumi di belakangnya.
“Pak-pak-pak-pak Masumi….” Maya membulatkan matanya penuh kejutan. “Sedang apa?”
“Hanya memastikan kau merasa nyaman di sini…”
“Ya, ini… eh!!” Maya menyilangkan tangan di tubuhnya. “Pak Masumi! Tak boleh lihat! Kau tidak boleh melihatnya! Nanti sesuatu yang buruk bisa terjadi?”
Alis Masumi berkerut dan berkata dengan heran, “Bukankah itu kalau baju pengantin?”
“Bukannya sama saja?” Maya balik bertanya.
“Tidak, kurasa tak masalah…” Masumi mengendikkan sebelah bahunya dan duduk di tepi tempat tidur Maya. “Bagaimana? Pakaiannya pas?”
“Ya. Begitulah…” jawab Maya dengan kikuk, menyadari ada sesuatu yang tak biasa melihat Masumi duduk di tepi tempat tidurnya. “Ha-hanya itu saja kan? Tidak ada lagi kan?” desak Maya yang rikuh. “Su-sudah… pergilah! Aku mau beristirahat.”
“Kalau mengingat kekhawatiranmu tadi saat aku melihat bajumu, berarti kau tidak mau sesuatu terjadi saat pesta pertunangan kita kan?” Masumi tersenyum jahil.
“Uhm, ya, begitulah, eh, tidak juga… uhmm…” Maya jadi bingung.
“Hahaha…” Masumi tertawa keras. “Begini, di pesta nanti kita harus berdansa—“
“Bukankah bu Mayuko yang mau menari balet?”
“Ya… ya… itu… lain lagi,” Masumi menepis-nepiskan tangannya di hadapan seperti berusaha menepis mimpi buruk. “Maksudku, kau dan aku—“
“Menari hula-hulaaa!?” tanya Maya antusias.
“Bukan, Maya, bukan…” Masumi menggelengkan kepalanya. Ide untuk menari hula hula itu ternyata masih ada di kepala tunangannya. “Maksudku, adalah,” Masumi bangkit, meraih pinggang Maya.
“Kya!!” Maya terlonjak.
“Dansa pertunangan.”
“Da-da-dadadadada… dangsa pertunasan?” Masumi memeluk Maya sangat erat, rasanya lidah dan jantung Maya sama-sama kacau.
“Dansa pertunangan.” Koreksi Maksumi. “Kita harus berhasil melakukannya. Tolong, jangan injak kakiku saat itu.”
“Kenapa tidak boleh?” Maya tak setuju.
“Hei! Kakiku baru sembuh dari hasil injakanmu sebelumnya! Yang benar saja kau masih belum puas melakukannya.”
“Ukh, akan kuusahakan.”
“Bagus, langkahkan kakimu sekarang…” Masumi menggerakkan badannya.
Maya mulai berusaha mengikutinya. Masih canggung, tetapi setidaknya dia mulai menemukan rimanya.
“Bagus sekali,” puji masumi.
Entah kenapa pujian itu menggelitik telinga Maya dan ia merasakan wajahnya merona lagi. Pria itu ternyata bisa bicara dengan lembut.
“Ini sudah lebih baik dari sejak kita terakhir berdansa.”
Eh? Terakhir…? Ah, Maya ingat, di pesta syukuran Dua Putri… saat Masumi tak berhenti mengganggunya dan memaksanya berdansa. Saat itu dia juga mengirimi banyak sekali bunga seperti yang dilakukannya kemarin. Janji dari seorang Masumi Hayami saat Maya berhasil menjadi Putri Aldis.
Tetapi, ada satu bunga yang tak pernah Masumi kirimkan kepadanya, dan bunga itulah yang sedang Maya nanti-nantikan.
“Ada apa?” tanya Masumi, saat melihat Maya yang berada dalam pelukannya itu tampak sendu.
“A-aku… sedang berpikir. Ingin sekali… jika… Mawar Ungu datang ke pesta pertunangan ini,” terang Maya. “Aku merasa… harus mengundangnya.”
“Kalau begitu undang saja,” usul Masumi.
Maya menggeleng. Maya sudah mengatakan kepada Hijiri mengenai pertunangannya dan Masumi serta berharap Mawar Ungu bisa datang. Hijiri mengatakan, Mawar Ungu akan datang ke pernikahannya.
“Sepertinya dia orang yang sangat sibuk,” Maya menunduk. “Katanya dia baru akan datang saat pernikahanku.”
“Nah! Berarti kau harus menikah agar bertemu dia kan!” Mata Masumi mengilat lebih dari yang dimaksudkannya.
“Sepertinya begitu…” Gerutu Maya.
“He! Apa-apaan kau ini. Mana ada seorang gadis membicarakan pernikahannya dengan masam seperti itu.”
“Yaa… habisnyaaa… kau yang mau kunikahi…” jawab Maya dengan malas-malasan.
“Ck!” Masumi berdecak dan tatapan tajamnya menghujam Maya seketika. Gadis itu langsung menunduk pura-pura tak menyadari.
Tetapi, setidaknya Masumi sudah merasakan perubahan yang signifikan dari hubungannya dan Maya. Buktinya? Gadis itu hanya sebatas menggerundel saja dalam pelukannya. Tidak marah-marah, juga tatapan benci sudah tak begitu terlihat lagi darinya.
Antara gadis itu sudah benar-benar pasrah dengan keadaannya, atau usaha Masumi selama ini sudah membuahkan hasil. Setidaknya Maya sudah tak alergi lagi dia pegang tangannya. Komunikasi mereka berjalan lancar dan Maya juga penurut. Bahkan, sekarang dia sudah bisa merangkulnya seperti ini. Apalagi, adu mulut dengan Maya sudah tak begitu merisaukannya. Itu hanya adu mulut seperti pasangan kekasih pada umumnya
Ya. Benar, sudah tak ada lagi yang harus dikhawatirkannya. Besok mereka berdua akan bertunangan, dan Maya akan menjadi miliknya.Selamanya. Seutuhnya.
Hahahaha…. Masumi senang sekali.
“Pak Masumi!! Kau ini kenapa!! Tiba-tiba tertawa terbahak-bahak! Membuatku takut saja…!” tegur Maya.
Masumi langsung membungkam mulutnya. Ia pikir dia hanya tertawa dalam hatinya saja, ternyata rasa senang sudah membuatnya benar-benar tertawa.
“Ehm, tidak! Aku hanya... senang memikirkan proyek bisnisku berhasil,” kilah Masumi.
“Sedang berdansa, memikirkan bisnis!” cetus Maya kesal.
“Oh, bukan, bukan… aku hanya…”
“Cih!” Maya berdecak sebal.
Masumi mendengus. “Ya… maksudku, aku lega urusan bisnisku berhasil, selesai, jadi aku tak usah merisaukannya saat acara kita besok.”
“O yaaaaaahh… “ Maya mencebik.
“Iya!” tandas Masumi. Dia segera mengalihkan pembicaraan. “Omong-omong, teman-temanmu mana?”
“Mereka belum datang, masih mencari pakaian yang tepat, nanti mereka ke sini,” terang Maya.
“Kurasa saat itu aku sudah harus pergi?”
“Lebih cepat lebih baik!” tandas Maya.
Masumi melepaskan rangkulannya. “Ya, baiklah. Aku mau pulang sekarang. Aku juga harus cukup beristirahat agar besok tak terlihat kusam.”
Maya mengangguk. “Uhm… Pak Masumi,” Maya mendongak, mengamati wajah calon suaminya yang tampan dan belakangan sering sekali mengisi pikirannya. “Kalau mau… dibatalkan, masih ada waktu…”
“Ti-dak!” tegas Masumi, lalu pria itu memeluk Maya sangat erat, dan menciumnya.
Maya sangat terkejut, matanya membulat dan berusah keras melepaskan diri darinya. “Hmmmmmmmpphh!!!! Hmmppphh!! Hmmmmph!! Hmpphh!!” Maya mendorong bahu Masumi, tetapi bibirnya baru terbebas saat  Masumi melepaskannya. “APA YANG KAU LAKUKAN!!! IH!! MENYEBALKAN!! BODOH!! KENAPA KAU! KE-KE-KE-KE… KENAPAHHH!!!” Maya menyusut bibirnya dana matanya berkobar dengan kemarahan lagi. “IIIIIHHHHHHHHH!!!!” Dia memukul dada Masumi yang bidang.
“Kau lupa ya? Aku sudah pernah memperingatkan! Jika kau mengatakan lagi masalah membatalkan pertunangan, aku akan menciummu!”
“Ah! I-itu….” Maya ingat, Masumi memang pernah mengatakan hal itu.
“Apalagi, ini hanya tinggal sehari lagi,” Masumi memicingkan matanya. “Aku sedang berpikir… apa hukumannya harus lebih dari itu?”
“Kyaah!! Kau mau apa!!?” Maya berlari meraih guling dan mengangkatnya untuk mengancam Masumi.
Dalam hatinya Masumi menahan tawa saja.
Dengan tatapan tajam Masumi melangkah mendekati Maya. “Maya… Kitajima…” geramnya.
“Kyaah!! Pergi!! Pergi!!!” seru Maya “Wut!! Wuut!!!” Maya menggerak-gerakkan gulingnya dengan liar. “Jangan mendekat!” gadis itu panik.
Masumi tertegun, dan akhirnya tertawa.
Maya berhenti menggerak-gerakkan gulingnya dan menatap Masumi dengan wajah berlipat-lipat.
“Aku hanya bercanda!” tukas Masumi. Ia menghampiri Maya dan dengan mudah merebut dan membuang guling itu ke atas tempat tidur. “Aku pergi sekarang. Sampai jumpa besok.”
Maya masih tak bicara dan hanya memberikan delikan saja.
“Oh, ya, Maya,” Masumi berbalik dan kembali menghampiri Maya. Wajahnya sangat serius saat itu. “Ada yang ingin kukatakan.”
“Ya sudah. Katakan saja!”
Masumi agak gelisah dan menelan ludahnya perlahan. “Aku tak bisa mengatakannya jika sambil kau pelototi seperti itu.”
“Jadi, aku harus bagaimana?”
“Menunduk!” perintah Masumi.
“Duh! Repot sekali…” gerutu Maya, tetapi dia menurut juga.
Masumi berusaha menenangkan hatinya, dan meneguhkan perasaannya saat berkata, “Jika kita sudah resmi bertunangan, kau jangan segan-segan kepadaku. Jika ada sesuatu yang kau inginkan, atau kau butuhkan, bilang kepadaku. Karena nanti, kita akan menjadi suami istri. Artinya, aku akan mendahulukanmu di atas apa pun dan siapa pun, begitu juga kau harus melakukan hal yang sama terhadapku. Aku janji,” Masumi meraih tangan Maya dan menangkupnya. “Aku akan… berusaha menjadi suami yang baik untukmu nanti.”
Maya menundukkan kepalanya semakin dalam. Dia sangat terkejut atas apa yang Masumi lakukan dan katakan. Apalagi, genggaman erat telapak lebar calon tunangannya itu terasa sangat hangat membungkus tangannya.
“Jika… aku bisa memperlakukanmu dengan baik, kuharap… Bu Haru,” Masumi terdiam sejenak, tenggorokannya tercekat. “Bu Haru… bisa memaafkan kekhilafanku. Karena, hanya lewat dirimulah, aku bisa… menebus kesalahanku kepadamu.”
Pak Masumi… Maya menggigit bibir bawahnya tipis. Cara Masumi bicara yang biasanya menjengkelkan dan menyebalkan, terdengar sangat serius. Dan berat. Maya bisa merasakan kesungguhannya.
Aku akan berusaha menjadi suami yang baik…
“Jika… jika nanti kau berbuat menyebalkan,” Maya berkata, tanpa menatap Masumi juga. “Aku akan kabur!” ancamnya.
“Maya…”
“Ta-tapi.. jika kau… jadi… suami yang baik… Aku… aku juga akan berusaha…” Maya merasakan wajahnya mulai panas lagi. Pasti sebutir telur dadar bisa matang jika jatuh di permukaan wajahnya saat ini. “Aku akan berusaha… menjadi… uhm… yang baik…”
“Hah? Jadi apa!?” tegur Masumi.
“Kau tahu jadi apa!!” sembur Maya, salah tingkah.
Masumi menggeleng. “Tidak… jadi apa? Kucing? Patung? Kambing? Pohon?”
“Ukh!” Maya mengangkat wajahnya, dan mendapati mimik iseng Masumi. Tahulah dia Masumi memang menggodanya. “Da-dasar menyebalkan!” Maya memukul dada pria itu lagi. “Benar-benar meragukan! Levelmu tak naik-naik lagi!” Maya berbohong.
“Aku akan membuktikannya!” ucap Masumi pasti.
“Kami perlu bukti, bukan janji!!” tandas Maya.
"Ya, lihat saja nanti!" tutup Masumi penuh rasa percaya diri.
=//=
Ruangan di salah satu ballroom hotel bintang lima itu terlihat meriah dan mewah. Banyak makanan melimpah dan ruangan didekorasi begitu indah dengan dominasi ungu lembut dan emas.
Para tamu sudah berkumpul, mereka saling berbisik-bisik kagum dengan pasangan yang sekilas tampak tak serasi, tetapi sepertinya, ada sesuatu di antara mereka. Saat Masumi memasangkan cincin berlian merah jambu yang sangat wow itu, serempak para hadirin terkesiap dan berseru, "UWOOOOHHHH!!!" pda cincin yang benderang bak lampu disko itu, tak terkecuali Bu Mayuko yang matanya mengilat-ngilat, termasuk yang berada di balik rambutnya.
"Senyum!" desis Masumi, saat ia menggandeng tangan Maya dan mengangkatnya, memamerkan komitmen di antara mereka berdua hendak menjadi suami istri.
Maya pun tersenyum, dan mereka mendapat tepuk tangan meriah dari sekelilingnya.
Resmilah sudah, dia sekarang tunangan Masumi Hayami.
ternyata, tidak semenakutkan yang dia bayangkan. Apalagi, Masumi memperlakukannya dengan baik. Dan, senyuman di wajah Pak Miyake, meyakinkan Maya bahwa mungkin ibunya pun tengah tersenyum melihat mereka.
Hiburan yang ditunggu-tunggu pun datang.
Sebuah panggung khusus hiburan kemudian diisi oleh Bu Mayuko, dengan pakaian balet hitam-hitamnya yang manis dengan banyak pita, Bu Mayuko mulai berputar dan melompat-lompat. Maya sangat khawtir melihatnya. Tatapan gadis itu tak bisa lepas dari panggung, khawatir Mayuko mengalami sakit pinggang atau patah tulang.  
"Ma... Mayu.. ko..." gemetar, Eisuke berdiri dari kursi rodanya.
Penampilan nenek itu... sangat... luar biasa.
Eisuke terhipnotis, ia berdiri dari kursi rodanya tanpa sadar, tangannya menggapai-gapai seperti hendak mendekati mimpinya.
"Mayuko..." dengan gemetar pria tua itu berusaha bertahan berdiri dan melangkah.
"A-ayah...." Mata Masumi membulat melihat ayahnya, begitu juga para ajudannya, yang berusaha menahan Eisuke, tetapi dihepaskan oleh Eisuke.
Ternyata, sekali lagi keajaiban dari penampilan Mayuko begitu memengaruhi Eisuke jiwa dan raga.
Seperti biasanya, Mayuko selalu menguasai panggung. Tariannya indah. Tak ia hiraukan stoking yang sempat sobek saat melakukan lompatan indahnya.
"WAAAAAAAAAHHH!!" Para tamu terperangah, ngeri.
Mayuko menyunggingkan senyum bangga membiusnya sambil kembali menari seindahnya.
Saat itulah, sebuah bunyi merusak suasana.
"Prang!!!" Shiori menjatuhkan piring yang penuh dengan roti, tar, buah-buahan dan puding di tangannya.
Semua mata tertuju kepada wanita cantik yang mulutnya penuh itu.
Mata Shiori membulat. Ia menutupi bibirnya dengan syok, mual karena mulutnya terlalu penuh.
"Nona... Shiori..." desis Masumi, tak mengira gadis langsing itu memiliki selera makan yang hebat.
"SIAPA YANG SUDAH MENGGANGGU PEMENTASANKU!!?" Suara Mayuko terdengar, menggelegar, sangar.
"AAAKHH!!" Eisuke tersadar. "BRUK!!" pria itu jatuh  ke lantai. Lumpuh lagi.
Oh,Tidak.... batin Shiori menjerit. Bagaimana bisa dia membiarkan Masumi melihatnya dalam kondisi seperti ini? Di hadapan para tamu acara pertunangannya?
"Kau!! Beraninya kau mengganggu pementasanku!!" Mayuko sang aktris besar mulai geram. Telunjuknya menunjuk tajam kepada Shiori yang tak berdaya dan susah payah menelan makanan di mulutnya.
"Bu Mayuko, tenanglah... tenanglah..." Rei dan Sayaka segera menenangkan gurunya itu, khawatir jantungnya kambuh.
Sementara mata Shiori mulai berkaca-kaca, mengamati sekelilingnya nanar. Ia teramat malu, dan saat tatapannya kembali bertemu tatapan Masumi, serta gadis mungil di sampingnya, Shiori sudah tak tahan lagi.
"A.. aku... aku... Ukh!!" Shiori berbalik dan berlari pergi dari ruangan itu. Dasar bodoh! pikirnya. Kenapa dia bersikeras datang ke acara pertunangan itu menggantikan ayahnya? Sehingga dia tak tahan dan tertekan melihat Masumi bersanding dengan Maya. Dan... cincin pertunangannya...

Shiori benar-benar depresi di ruangan itu sehingga ia melampiaskannya ke makanan-makanan itu. Namun, kilau cincin dari jari Maya menyilaukannya tadi dan akhirnya gadis itu menjatuhkan piring makanan yang dipegangnya.
Ukh, tidak... Masumi sudah melihatku dalam keadaan yang memalukan...
Setelah Shiori berlari keluar dari sana dan meninggalkan pekerjaan yang membuat petugas kebersihan kesal, dan Eisuke terpaksa berpulang lebih cepat karena tak kuasa melihat pesona Mayuko, akhirnya pesta pertunangan yang menjadi perbincangan hangat itu dilanjutkan.
Dan Mayuko, setelah dibujuk oleh murid-muridnya, serta dibisiki sejumlah nominal yang menggiurkan oleh Masumi, akhirnya rasa berangnya mereda dan ia pun menari lagi.
Helaan napas lega bergema serempak di ruangan itu saat Mayuko mengakhiri tariannya dengan selamat.
"Maya, sudah waktunya," ajak Masumi, membawa tunangannya ke tengah ruangan.
"Tidak! Jangan! HENTIKAN!" tolak Maya dengan dramatis.
"Ck! Hanya berdansa saja! Semalam kita sudah berlatih kan..." ujar Masumi, setengah menyeret gadis mungil itu.
"Ta, tapi... Jangan mengangkatku tinggi-tinggi ya... Aku tak mau celana dalamku terlihat seperti Bu Mayuko tadi..." pinta Maya dengan wajah merah padam.
Maya mungkin tak menyadarinya, tetapi saat Maya menyebut kata celana dalam, ada sedikit kilatan spontan di mata Masumi. Tetapi, jika dia mengangkatnya tinggi-tinggi, pemandangan berharga itu tentu bukan hanya menjadi milik Masumi. Jadi DIrektur Daito itu dengan cepat menampar pergi pikirannya itu.
 
"Kenapa... wajahmu... rautnya aneh sekali," komentar Maya saat melihat perubahan drastis di wajah Masumi yang rautnya tak pernah dia lihat. "Perutmu sakit ya?"
"Uh,oh, ya... begitulah," ujar Masumi singkat dan segera menyambung sebelum wajahnya semakin panas, "Ayo, kita berdansa," instruksinya.
Keduanya mulai berdansa, sebagai tunangan.
Tunangan... batin Masumi, wajah merona mesumnya yang memalukan tadi berubah menjadi rona bahagia yang tak malu-malu lagi.
"Hei, ayolah... santai sedikit, tenang saja..." bisik Masumi kepada Maya yang tubuhnya sekaku manekin.
"Ja-jangan injak kakiku ya.." pesan Maya.
"Kurasa seharusnya aku yang bicara begitu," Masumi tersenyum jahil.
 
Maya manyun sebal dengan godaan calon suaminya.
"Kau cantik malam ini," puji Masumi, berusaha terdengar tenang tetapi rona malu-malu tak berhasil disembunyikannya.
Maya tertegun dan mendongak lagi. "Meledekku ya!"
"Hh..." masumi menghela napas pasrah. "Selalu saja berpikir buruk. Aku benar-benar berpikir kau cantik malam ini," ungkapnya. "Kurasa, banyak sekali pria yang saat ini merasa iri kepadaku."
"Sudah! Jangan bicara lagi!" timpal Maya ketus, karena jantungnya tiba-tiba berdebar sangat keras dan kupu-kupu berterbangan di perutnya saat mendengar kata-kata Masumi. "Aku tahu kau hanya meledekkku..."
"Tidak..." Masumi mengamati Maya lekat, mulai bisa melihat gadis dalam pelukannya itu salah tingkah. Maya, salah tingkah? Itu pemandangan berharga. "Aku tidak meledekmu. Aku serius. Kau kan... calon istriku, masa aku meledekmu? Aku sungguh-sungguh..."
Maya jadi hilang kata-kata, dia hanya bisa mendengus-dengus tersanjung dan salah tingkah.
"Hey, aku bagaimana?" tanya Masumi yang berharap Maya balik memujinya tapi gadis itu diam saja.
"Apanya?" tanya Maya dengan polos.
Masumi mengeratkan rahangnya. Kenapa gadis ini sama sekali tak pernah menyadari pesonanya? Berkali-kali dia tampil super mempesona, istimewa! Tetapi sepertinya Maya mempunyai mantera atau jimat yang membuat semua pesona Masumi Hayami itu tak terasa.
"Uhm... apa kau... suka... dengan..." Mata Masumi bergerak liar karena salah tingkah.
"Apa?" Maya masih menunggu, kedua alisnya terangkat.
"Pesta pertunangannya..." gumam Masumi lirih. Hhh... bukan itu yang mau ditanyakannya.
"Ya, bagus..." aku Maya."Indah... sekali...." kecuali pasangannya. Seandainya pasangannya itu bukan Masumi, mungkin...
"Jadi?" tanya Masumi. "Levelnya.. sudah naik?" tanyanya.
"Le," maya tertegun. Dia mulai mengerti arah pertanyaan Masumi. "Level... uhm ya..." Maya membuang wajahnya. "Sedikit..."
"Berapa?" tanya Masumi sambil mengulum senyumnya. "50?"
Maya memperlihatkan telunjuk dan jari tengahnya.
"Dua puluh?" tatapan Masumi mulai kesal lagi.
"Dua," terang Maya.
Masumi menunggu gadis itu membuka mulutnya lagi tapi bibir Maya langsung bungkam lagi.
"Dua... saja...?" tanya Masumi tak percaya.
Maya mengangguk dengan polos.
Masumi berdecak. Dia melingkarkan tangannya lebih erat dipinggang Maya dan membuat gadis itu semakin merapat kepadanya.
"Pak... Pak Masumi..."
"Sekarang ini kita sudah bertunangan," Masumi menggeram. "Jadi sudah lebih dari sekadar sepasang kekasih, dan beginilah... jika orang yang bertunangan itu berdansa..."
"Ta-tapi..." Maya jengah dengan posisi mereka. "Pak Masumi.... terlalu dekat..." keluhnya.
Tapi Masumi malah memeluk Maya lebih erat. Mungkin akan dibutuhkan waktu seumur hidup hingga gadis itu benar-benar menyukainya. Tetapi, Masumi tidak akan pernah melepaskannya.
Merasa protesnya tak menghasilkan apa pun, akhirnya seperti biasa Maya akhirnya hanya bisa pasrah, membiarkan Masumi memeluknya erat saat slow dance, sementara orang-orang mulai berbisik dan tampak merona melihat keduanya.
Pak Masumi... Maya merasakan wajahnya menghangat lagi. Tangannya bertumpu di dada dan lengan pria itu, calon suaminya. Calon suami... Maya mendongak, mendapati tatapan dalam Masumi menjeratnya. Sekian lama Maya tak bisa mengalihkan pandangannya dari pria itu, jantungnya berdebar keras, semakin keras. Darahnya mengalir deras, dan kehangatan mulai menjalar, meningkat mendekati panas.
"Pak... Masumi..." desah Maya, meminta pria itu tak menatapnya sedemikian rupa.
"Kau cantik sekali... malam ini," puji Masumi lagi dengan lembut.
Kali ini, Maya tak bisa menemukan kata. Diam, tak bicara, dan entah kenapa... dia merasa bahagia.
Maya tak kuasa, dan membuang muka.
Deg deg… deg deg… jantungnya berdebar kuat, berirama cepat. Rasanya tubuh Maya semakin kaku. Sekaligus… terasa nyaman.
Lengan kuat Masumi yang melingkar di tubuhnya, sama sekali tak mendapat penolakan. Mungkin Maya sudah mulai terbiasa? Masumi sudah beberapa kali memeluknya, dia sudah mulai hapal dengan kehangatannya, dengan aroma maskulinnya, dengan lengan kokohnya.
Memikirkan semua itu malah membuat Maya semakin terjebak dalam sensasi perasaan yang aneh dan semakin salah tingkah.
Dia dan Masumi Hayami, akhirnya ada di sini…
Maya tak mau memikirkannya lagi bagaimana mereka berdua bisa berakhir dengan berjodoh seperti ini, tetapi yang pasti, sekarang sebuah cincin dengan batu berlian merah jambu berbentuk hati sudah melingkar di jarinya. Semua yang ada di ruangan ini sudah tahu, seluruh Jepang sudah tahu…
Sepertinya, dia sudah tak  bisa lari lagi.
Dan entah kenapa, pikiran itu sudah semakin tidak menakutkan baginya seperti saat pertama kali pingsan ketika tahu Masumi akan menjadi suaminya.
Suami…? Aku… aku menghabiskan waktuku dengannya? Batin Maya, dengan wajah merona.
=//=
“Kau boleh bersandar padaku kalau kau mau,” tawar Masumi dengan seringai mengganggu di wajahnya.
“Tidak usah! Siapa yang mau bersandar kepadamu?” decak Maya sambil mengangkat dagunya tinggi-tinggi saat mereka berada di dalam mobil menuju ke apartemen Maya.
“Kalau mau bergenggaman tangan juga tidak ada yang melarang loh…” tawarnya lagi.
“Enak saja, malas! Aku sama sekali tak, ukh!” Maya dengan cepat menoleh dan mendapati Masumi sudah menggenggam tangannya. Rasanya setrum baru saja menjalar dari sana menuju ke jantungnya yang terpacu lebih cepat lagi. “Le-le… lepaskan…” desis Maya.
“Tidak mau,” tukas Masumi tak acuh. “Ingat kan perjanjiannya, kau tidak akan menolak berpegangan tangan denganku? Katanya, mau membuatku suka padamu….”
“Oh, uhm, soal itu…” wajah Merona banyak dan terlihat kekanakan lagi. “Sudah level berapa?” matanya menatap penasaran kepada Masumi.
Aduh, tatapan seperti itu saja sudah membuat Masumi gemas dan membuatnya menyukai Maya lebih banyak lagi. Kenapa gadis ini benar-benar membuatnya gemas! Kalau bisa Masumi ingin sekali memeluknya erat-erat, melipatnya ke dalam saku, dan membawanya pulang ke rumah, kerja ke kantor, pergi dinas keluar kota, pergi berlibur, dan kemana pun dia pergi.
Tetapi menjawab pertanyaan Maya, Masumi hanya memperlihatkan telunjuk dan jari tengahnya saja.
“Dua?” Alis Maya naik keduanya, lantas turun lagi dengan kecewa. “Sama saja kan, denganku!” ketusnya.
“Hm,” gumam Masumi.
Gadis itu tak mengerti bahwa maksud Masumi adalah, dia sudah menyerah. Dia tak sanggup lagi menghitung kadar sukanya kepada Maya. Karena dia sudah lebih dari itu. Dia sangat menyayangi gadis ini, sangat mencintainya.
Maya bisa merasakan genggaman tangan Masumi yang semakin erat. Lagi-lagi dia juga sudah mulai hapal dengan cara pria itu yang selalu menggenggam tangannya dengan kuat dan penuh kehangatan.
Dia tak pernah melakukan hal ini dengan siapa pun. Tidak dengan Koji, atau pun Shigeru Satomi. Tak ada yang pernah menggenggam tangannya sekuat Masumi Hayami.
=//=
Masumi mengamati gedung apartemen Maya. Sepertinya Rei sudah kembali terlebih dahulu.
“Kau yakin, tidak ingin pindah ke apartemen yang lain? Aku bisa menyediakannya untukmu,” ungkap Masumi.
“Tidak, tidak perlu,” tolak Maya. “Aku masih suka berada di sini. Lagipula, aku sebetulnya masih tak berniat menerima apa pun darimu kalau bukan karena terpaksa…” Maya manyun lagi.
Masumi mengamati Maya dengan sakit hati. Apa gadis ini benar-benar tak membutuhkannya? Tak menginginkannya sedikit pun…? Tak pernah… cemburu kepadanya?
Hmm… Apa gadis ini juga akan menyerah begitu saja, jika Masumi tak memaksakan kehendak dan meminta pertunangan mereka diakhiri? Apa selamanya Masumi harus bertepuk sebelah tangan kepada gadis itu?
Bagaimana jika ketakutan terbesarnya menjadi kenyataan? Maya tak pernah bahagia bersamanya, dan Masumi sudah menghalangi gadis itu mendapatkan kebahagiaannya?
“Pak Masumi! Hei! Hei!!” Maya melambai-lambaikan tangannya di hadapan Masumi. “Kenapa malah bengong?”
Masumi tak berkata apa-apa dan hanya memeluk Maya. Ia rasanya tak sabar membuat gadis ini menjadi miliknya, agar dia bisa merasa tenang. Tetapi, apakah saat itu Maya juga akan bahagia.
“Pak Masumi…” protes Maya lagi, yang kali ini hanya sebatas di bibir saja. Dia sepertinya sudah mulai terbiasa dengan Masumi yang ternyata sangat suka memeluk perempuan. “Jangan bilang kau sudah rindu lagi kepadaku!” ejek Maya.
Masumi tertegun, dan mendengus perlahan. “Bisa jadi,” ujarnya. “Kalau kau tidak ada, tidak ada juga yang bisa kuganggu.”
“Dasar pengganggu!!” protes Maya lagi, yang juga sekarang hanya sebatas di bibirnya saja.
Masumi tertawa dan melepaskan Maya, melihat gadis itu yang mendelik sambil cemberut kepadanya.
“Bagaimana dengan keputusan tentang sandiwaramu yang selanjutnya itu?”
“Ya. Padang Liar yang Terlupakan… Aku akan membaca seluruh naskahnya dulu. Aku baru membaca sinopsisnya saja, dan… sejujurnya, aku sangat menyukainya. Aku ditawari peran menjadi Jean, gadis serigala.” ungkap Maya.
“Gadis serigala!? Wah, kurasa itu akan cocok untukmu…”
“Dan maksudmu adalah…” Maya menggeram, bersiap menggigit.
Masumi teratawa. “Tidak ada…” tukasnya. “Oh, ya, tunanganku… sudah malam.” Masumi meraih tangan Maya yang bercincin. “Jaga cincin ini baik-baik sebelum aku menggantinya dengan cincin kawin…” Lantas pria gagah itu mencium punggung tangan Maya dengan lembut. Masih dengan membungkuk, Masumi berkata, “Selamat malam, calon istriku.”
Sementara Maya sekali lagi hanya bisa termangu dengan tubuh panas dingin.
Hingga Masumi pergi dan tak dilihatnya lagi, Maya masih mematung di tempatnya.
Masumi menghela napasnya. Kembali teringat Maya.
Gadis itu, beberapa hari ini sudah tak mengatakan apa-apa soal memutuskan pertunangan. Tetapi Maya juga sama sekali tak pernah bersikap mesra atau memperlihatkan wajah bahagia jika bersamanya.
Sepertinya, Maya memang semata-mata pasrah pada keadaannya yang sudah tak bisa lari lagi. Apakah baik begini? Apakah dia akan bisa membahagiakan gadis yang dicintainya itu?
=//=
Maya tak bisa tidur, beberapa kali dia bergerak-gerak gelisah di futonnya. Sementara Rei sepertinya sudah begitu kelelahan dan dengkuran halus terdengar dari bibir gadis tomboi itu.
Sementara Maya mengamati dan mengusap-usap halus berlian pink yang menonjol di tangannya itu.
Pak Masumi…
Gadis itu ingat lagi dengan tunangannya yang belakangan selalu bersikap mesra kepadanya. Entah benar-benar mesra atau hanya main-main saja. Sepertinya sih yang kedua. Maya tahu benar bagaimana calon suaminya itu sangat suka mempermainkannya.
Tetapi Maya jadi tak bisa tidur malam ini. Selain dia akhirnya resmi menjadi tunangan seorang Masumi Hayami—yang dulu sangat dibencinya, eh, dulu…?
Sekarang…?
Sekarang…
Maya ingat pria itu selalu menggenggam tangannya erat. Rasanya hangat. Masumi juga sering memeluknya, dan bertanya, apa sekarang kau menyukaiku? Wajahnya selalu tampak serius saat bertanya seperti itu, walaupun Maya tak tahu apakah jawaban Maya benar-benar penting untuk pria itu.
Masumi mengiriminya banyak barang, mengajaknya ke tempat yang akan membuatnya riang, memuji Maya dengan kata-kata yang membuatnya senang. Walaupun tidak jarang pria itu melakukan hal konyol dan berbohong hingga membuatnya berang, tidak jarang, Masumi juga memberikan nasihat dan kata-kata yang membuat hati Maya tenang.
Sepertinya, Masumi Hayami ternyata tak seburuk yang Maya bayangkan selama ini.
Apakah ini artinya… dia…
Maya kembali teringat wajah Masumi yang selalu dilihatnya belakangan ini, dan tanpa bisa dicegah wajahnya menghangat, dan perutnya bereaksi tanpa dia mengerti.
Pak Masumi… hatinya memanggil, memandangi cincin yang tetap mengilat-ngilat di tengah temaram kamarnya.
Kenapa bayangan pria itu tak juga enyah dari matanya?
Kenapa Maya bertanya-tanya, kapan bisa berjumpa lagi dengannya?
=//=
 
 
 

An Eternal Rainbow Copyright © 2011 Design by Ipietoon Blogger Template | web hosting