Friday 21 October 2011

Fanfic TK: The Love Story

Posted by Ty SakuMoto at 16:58 15 comments
Setting: Original
Warning: Mature Relationship
Rating: 18+


The Love Story Chapter. 6
(By. Riema)





Pesta natal itu ditutup dengan permainan musik tuan rumah yang sangat apik. Felix duduk di balik piano hitam besar yang di letakkan di sudut ruangan yang lantainya dibuat mengundak seperti sebuah panggung kecil. Disamping piano, Ursula memainkan biolanya dengan gemulai. Mizuki memperhatikan dengan seksama. Mereka tampak serasi dan anggun.
Para hadirin bertepuk tangan dengan meriah ketika permainan mereka berakhir. Felix bergegas menghampiri Mizuki dan memeluknya
            ‘Indah sekali’
            ‘Thank you, aku senang kau suka’ Pembicaraan mereka terinterupsi oleh para tamu yang satu-persatu mohon diri. Mizukipun akhirnya meninggalkan rumah besar itu dan kembali ke hotelnya. Tinggallah segerombol pelayan sibuk membenahi sisa-sisa pesta

            ‘Tidak mengundangku tinggal malam ini?’ Sepasang sejoli itu berdiri di depan pintu
            ’No. No’ Mizuki menggeleng pasti
            ’Yah... sayang sekali..’ Felix mendesah, penuh penyesalan. Mizuki tertawa
            ’Besok pagi check out ya. Aku akan mengajakmu ke suatu tempat’
            ’Kemana?’ Tanya Mizuki penasaran
            ’Ada deh...’ Senyum Felix penuh rahasia ’Istirahatlah’ Felix mengecup kening kekasihnya
            ’Ok. Sampai jumpa besok’ Felix berlalu. Mizuki memandangi punggung lebarnya. Tapi lima langkah kemudian, punggung itu berputar. Dan dengan tiga langkah panjang dan cepat menubruknya. Memeluknya dengan erat dan menciumnya dengan tegas dan yakin. Penuh percaya diri. Ciuman sekejap yang membara.
            ’Sekedar ciuman selamat tidur’ katanya setalah melepaskan bibirnya. Lalu berbalik lagi dan melambaikan tangannya tanpa menoleh ’Bye!!’
            Mizuki dengan linglung membuka pintu kamarnya dan membayangkan ciuman sekedar dari kekasihnya.
            ’Dasar gila. Apanya yang sekedar?’ Mizuki menyentuh bibirnya. Yakin bahwa ciuman sekedarnya itu akan membuatnya sulit tidur malam ini.

***

            Esok paginya, Mizuki bangun dengan kepala pusing. Benar saja, dia sulit tidur semalam. Bayangan Felix seolah tak mau enyah dari pikirannya. Ingin rasanya dia terus berada di tempat tidur jika tidak ingat Felix akan datang sebentar lagi.
            Mizuki bergegas ke kamar mandi dan membiarkan tubuhnya dibawah kucuran air panas selama beberapa lama. Diliriknya bath tub putih besar di kamar mandi tersebut dan mendesah. Tak ada waktu untuk berendam meskipun dia sangat ingin.

            Mizuki keluar dari kamar mandi dengan tubuh dan rambut terlilit handuk. Lalu segera mengeringkan rambut dan mengenakan pakaian. Dan karena hari ini dia akan keluar dari hotel, tanpa tahu akan kemana. Dibereskannya barang-barangnya dengan telaten dan rapih, dan meninggalkan sepatu bot yang akan dikenakannya. Setelah yakin tak ada yang tertinggal, Mizuki memandang wajahnya di cermin sekali lagi. Rok lebar sebetis warna beige dengan atasan sweater hitam berleher tinggi terlihat manis dan pastinya cukup hangat.

Tok tok tok
Mizuki meniupkan nafas dan membuka pintu

            ’Selamat pagi!’ sapa pria tampan di depannya ’Hah?’ keduanya saling pandang kemudian memandang diri mereka masing-masing
            ’Kompak’ Mizuki tertawa. Ternyata Felix juga mengenakan sweater hitam dengan celana jeans. Lengan sweaternya di tarik hingga ke siku. Kerah kemeja putih bergaris hitam tercuat dari balik leher sweaternya.
            ’Soulmate’ Felix menyerahkan setangkai bunga lili
            ’Terima kasih’ Mizuki tersenyum, mencium bunga putih tersebut dan mempersilahkan tamunya masuk
            ’Sudah siap? Gesit sekali kau’ Felix duduk di sofa
            ’Aku tidak terbiasa berlambat-lambat. Memang kita mau kemana?’ Mizuki duduk di sampingnya
            ’Tadinya aku ingin mengajakmu ke ranch. Tapi sepertinya tidak cocok di musim seperti ini’
            ’Jadi?’
            ’Jadi. Aku akan mengajakmu jalan-jalan ke pinggir kota. Ada hotel yang sangat indah disana, jadi sebaiknya kita menginap di sana. Bagaimana?’
            ’Ng. Oke. Apa aku harus membawa semua barangku?’ Mizuki menoleh ke arah barang bawaannya. Sebuah tas jinjing dan sebuah travel bag.
            ’Sebaiknya tidak perlu. Kita kan hanya tiga hari disana. Bawalah yang penting saja. Sisanya bisa kau tinggalkan di rumahku’
            ‘Ke rumahmu lagi?’ Mizuki mengernyit
            ‘Kenapa? Kok reaksimu begitu?’
            ‘Tidak apa-apa. Tidak apa-apa kok’
            ’Ya sudah, kita pergi sekarang? Kau sudah sarapan? Aku kelaparan’ Felix memegang perutnya
            ’Kelaparan? Memangnya di rumahmu tidak ada makanan?’ Mizuki meraih sepatu botnya dari bawah meja
            ’Mizu? Aku kan ingin sarapan denganmu. Apa kau sudah makan?’ Mizuki menggeleng sambil mengenakan sepatunya
            ’Ya sudah. Kita sarapan di bawah saja’ Felix bangun, menghampiri tas Mizuki dan dengan enteng membawanya
            ’Biar aku bantu’ Tawar Mizuki mendekati Felix
            ’Tidak perlu’ Felix menggeleng, Mizuki mengangkat bahu dan mengambil mantelnya di belakang pintu kemudian menyampirkannya ke tangan kirinya. Tangan kanannya menyandang tas tangan

***

Gala premiere Film ’Menanti Salju Terakhir’

            Pesta syukuran yang diselenggarakan seusai acara launching film itu terlihat meriah. Maya, bersama lawan mainnya Tatsuya Fujii nampak masih saja di kerumuni wartawan. Tak jauh dari mereka Masumi tampak memperhatikan sambil memegang gelas anggurnya. Seorang pelayan dipanggilnya saat gelasnya mulai kosong
            ’Silahkan tuan..’ pelayan berdasi kupu-kupu tersebut menyodorkan nampan yang dibawanya
            ’Ada berita baru?’ masumi bicara acuh tak acuh
            ‘Dia akan datang hari ini. Saya harap, anda menjaga diri. Saya khawatir....’
            ’Tidak apa Hijiri. Kau hubungilah Kaori, suruh dia waspada’
            ’Baik. Tapi Pak Masumi, sebenarnya hanya saya yang dia inginkan. Dia mengatakan itu di pertemuan terakhir kami. Hanya saja dia keburu kabur sebelum saya sempat menghabisinya’ Ucap Hijiri menyesal
            ’Tidak apa. Kau siaga saja. Aku akan membawa Maya pulang lebih cepat’
            ’Baik. Hanya saja, dia mungkin akan mengincar anda juga, mengingat Iketani...’
            ’Aku mengerti’
            ’Baik’ Pelayan itu menyingkir, menuju ke bagian belakang ruang pesta. Bergegas saat terasa seseorang mengikutinya
            ’Tunggu!’ langkah kakinya terhenti saat mendengar suara itu memanggilnya, dia mengenalinya
            ’Rei?’
            ’Hallo’ Rei tertawa lebar menghampiri Hijiri ’Apa kabar?’
            ’Aku.. baik. Sebaiknya kau kembali ke pesta Rei’ Hanya sekejap wajahnya menunjukkan emosi, lalu kembali datar
            ’Maaf. Kau pasti sedang bekerja. Sebaiknya aku tidak mengganggumu. Aku hanya. Ng, khawatir. Maaf ya’ Rei berbalik, tak bisa menyembunyikan kekecewaannya
            ’Aku akan menemuimu nanti....’ Kata Hijiri pelan lalu berbalik. Tanpa membalikkan badannya, Reipun mengangguk, lalu meneruskan langkahnya. Segaris senyuman tersungging di bibirnya

***
            Di salah satu sudut pesta, Koji manatap Kaori terpana. Kaori tampak anggun dengan gaun hitam sebetisnya. Potongannya yang sederhana melekat anggun di tubuh tinggi Kaori. Rambut pendeknya disisir licin ke belakang telinga, membingkai wajah ovalnya.
            ’Cantik sekali kau hari ini?’
            ’Oya? Terkesan bahwa selama ini aku tidak cantik?’
            ’Bukan begitu..’ Koji tertawa ’Kali ini, kau lebih cantik. Aku sampai pangling’ Koji terus menatap gadis cantik di depannya, membuat Kaori sedikit jengah
            ’Ehm’ Gumam Kaori salah tingkah ’Maya yang memaksaku berdandan seperti ini’
            ’Sesekali. Tidak apa-apa kan, tampil feminin?’
            ’Ya. Sesekali saja’ Keduanya mengangkat gelas dan menyesap isinya
            ’Ngomong-ngomong. Kapan tepatnya kau akan menjawab pertanyaanku? Tidakkah ini sudah cukup lama bagimu mengenalku?’
            ’Ng. Tidak. Belum saatnya. Aku tidak bermaksud menggantungkanmu. Kau boleh berpindah hati kapanpun kau mau. Aku tak ingin menyakitimu’
            ’Apa kau sedang menghinaku? Kau pikir aku bisa berpindah hati semudah itu?’ Koji menyeringai
            ’Maaf. Bukan itu maksudku. Aku sudah mengatakan alasannya padamu kan? Kukira, dengan berkata jujur seperti itu. Akan lebih baik untuk kita berdua’
            ’Aku menghargai kejujuranmu’ Koji termenung. Teringat kata-kata Kaori waktu itu. Tentang seseorang yang sepertinya disukainya. Meski gadis itu belum yakin sepenuhnya. Koji menghembuskan nafas berat, dia benar-benar tidak beruntung dalam kisah cinta
            ’Jangan terlihat menderita begitu Koji. Aku sebenarnya menyukaimu, aku...’
            ’Tapi tidak sebanyak kau menyukai dia, kan?’ potong koji cepat ’Bisakah setidaknya kau beritahu siapa dia? Paling tidak supaya akau tahu bahwa aku tidak bersaing dengan hantu’ tatapnya memohon
            ’Koji. Aku tidak bisa. Lagipula, aku tidak yakin bahwa aku benar-benar menyukainya. Sepertinya aku hanya kagum padanya’
            ’Jangan katakan itu!’ Koji teringat lagi pada Maya ’Dia juga dulu hanya kagum, berterima kasih. Lalu setengan mati mencintainya’ Kaori tahu benar bagaimana perasaan Koji tentang dia yang tengah dibicarakannya
            ’Maaf’ Kaori menyentuh lengan Koji yang membuang muka ’Bukannya aku meragukan perasaanmu padaku. Tapi bisakah kau lupakan aku saja? Sepertinya itu hanya menyakitimu’
            ’Tidak apa’ Koji menatap Kaori lagi, tersenyum. ’Aku mulai menyadari, sepertinya, begitulah pola percitaanku’ pemuda tampan itu tertawa getir
            ’Seandainyapun aku harus kehilangan seseorang lagi, dengan cara yang sama. Aku tidak akan menghindarinya’
            ’Koji. Jangan begitu’
            ’Lalu aku harus bagaimana? Aku tak sanggup berpaling darimu meskipun aku sangat ingin Kaori. Tidakkah kau mengerti itu?’ Kaori hampir bisa melihat mata yang menatapnya itu mengaca ’Betapa inginnya aku terima saja cinta salah satu artis itu, yang setiap hari memberikan perhatiannya padaku. Atau salah satu penggemar beratku, yang sepertinya mengenalku lebih daripada diriku sendiri’ Koji tertunduk ’Tapi aku tidak bisa, karena di kepalaku Cuma ada kamu!’
            ’Koji...’ Kaori serasa sesak melihat Koji seperti itu
           ’Jangan mengasihani aku. Maaf, kalau aku terlihat begitu menyedihkan. Pasti kau tidak suka pria seperti aku?’ Koji terkekeh pelan
            ’Tidak begitu kok. Aku suka lelaki yang berani menunjukkan perasaannya di depan wanita seperti kamu’
            ’Apa aku boleh menganggapnya pujian?’
            ’Tentu saja’ Keduanya saling pandang sambil tersenyum saat ponsel Kaori berbunyi dalam tas tangannya ’Maaf’ Kaori menyingkir saat melihat nama yang tertera di layar ponselnya dan berjalan menjauhi Koji
            ’Ya?’
            ’Maaf mengganggu acara kencanmu’ Suara yang sangat dirindukannya
            ’Tidak. Kau dimana?’ Kaori melihat sekeliling
            ’Tidak usah mencariku. Pak Masumi dan Nyonya akan pulang sekarang. Sebaiknya kau ikut mereka’
            ’Tidak! Pak Masumi sudah mengijinkan aku ikut bersamamu. Kenapa susah sekali sih meyakinkanmu? Aku janji tidak akan merepotkanmu!’ Raut muka Kaori menegang, tak luput dari tatapan Koji yang mengawasinya dari jauh
            ’Bukan begitu Kaori. Kau akan sangat membantuku, aku yakin itu’
            ’Kalau begitu tidak usah berdebat lagi. Aku akan mengantar Maya ke Mobil, nanti kutemui kau’ Kaori menutup telepon tanpa mendengar jawaban Hijiri. Lalu kembali menghampiri Koji

            ’Ada apa? Sepertinya kau marah’ Koji menenggak minumannya, gelas kedua semenjak Kaori menelepon. Pemuda itu selalu penasaran pada seseorang yang beberapa kali menghubungi Kaori saat sedang bersamanya. Dan gadis itu selalu terlihat menikmati percakapan mereka yang tidak pernah lebih dari lima menit itu. Dan Kaori selalu mengelak menjawab pertanyaannya tentang lawan bicaranya tersebut
            ’Tidak apa-apa’
            ’Kau pasti tidak akan memberitahuku dengan siapa kau bicara, kan?’
            ’Maaf?’ Kaori menatap pria di hadapannya ’Itu tidak penting untukmu’ Kaori memalingkam wajahnya.
            >Ya. Tapi sangat penting untukmu Kaori< Bisik hati Koji pedih
            ’Hanya pemberitahuan, Maya akan pulang sebentar lagi. Aku akan mengantarnya’ Kaori menatap Koji yang terdiam
            ’Padahal dia bersama suaminya. Masa kau harus ikut juga?’
            ’Koji?’
            ’Tidak apa-apa. Aku mengerti . Pergilah’ Koji memanggil pelayan dan mengambil segelas anggur lagi
            ’Cukup’ Kaori menahan tangannya
            ’Aku akan melakukan apapun yang kau inginkan kalau kau mau tinggal’ Koji merasakan sentuhan tangan Kaori yang terasa hangat. ’Tinggallah, Please?’ Kaori memalingkan wajahnya, tak sanggup menatap mata Koji
            ’Maaf’ Lagi-lagi hanya kata itu yang bisa diucapkannya. Koji menghentakkan tangannya yang masih ditahan Kaori
            ’Sana!’ Dengan dagunya, Koji memberi isyarat pada Kaori untuk berlalu. Kaori menghembuskan nafas berat, kemudian melangkah meninggalkan Koji
            ’Kaori?’ Panggil Koji pelan, Kaori menoleh
            ’Aku tidak akan mabuk, aku akan pulang sebentar lagi’
            ’Terima kasih. Aku akan menghubungimu begitu aku selesai. Tapi jangan menunggu. Mungkin baru bisa besok’ Paling tidak, senyum tulus Kaori saat itu menenangkan perasaan Koji.
            ’Em-hm’ Koji mengangguk
***

            ’Maaf. Lama ya?’ Maya menghampiri Masumi
            ‘Tidak apa-apa. Kau bintangnya malam ini sayang’ Masumi meraih tangan Maya
            ‘Bagaimana aktingku di film ini?’ Wajah Maya memerah, kerepotan melayani wartawan yang terus saja mengajukan pertanyaan
            ‘Masa masih harus kukatakan?’ Masumi menatap mata isterinya yang berbinar ’Mempesona. Seperti biasanya’ Masumi tersenyum lembut
            ‘Terima kasih’
            ‘Hanya ada satu yang tidak aku suka’ Masumi mengigit bibirnya
            ‘Apa?’ Maya mendongak, menatap masumi
            ‘Apakah harus, kau memeluk Tatsuya seperti itu?’ Masumi mengernyit ‘Aku benar-benar terganggu. Menyebalkan sekali’
            ’Masumi....’ Maya bergelayut di lengan Masumi ’Kapan sih kau akan berhenti mencemburui lawan mainku?’ Maya tertawa
            ’Kapan ya? Emm. Sepertinya, tidak akan pernah’ Masumi menggeleng penuh sesal ’Maaf sekali nyonya. Kau harus mendapatkan Masumi ini, lengkap dengan sifat cemburunya’
            ’Yang tidak ketulungan besarnya...’ Tambah Maya. Keduanya tertawa.
            ’Ngomong-ngomong tuan pencemburu?’
            ‘Hmm?’
            ‘Kapan kita akan pergi berlibur? Aku sudah meminta Kaori menunda semua job. Apa kau tidak akan melakukannya juga?’
            ‘Sayang. Awal tahun... Sepertinya aku akan sangat sibuk’ Masumi mamandang wajah isterinya yang tertekuk kesal
            ‘Maya? Tolonglah. Jangan marah’ Maya menghembuskan nafasnya kuat-kuat
            ‘Aku janji. Akan segera menyesuaikan jadwalku denganmu. Aku akan mencari waktu. Beri aku waktu lagi, ok?’ Maya mengangguk lesu. Tak lama, ponsel Masumi berbunyi
            ’Ya Hijiri?’
            ’Bisakah anda pergi sekarang? Aku sudah melihat Kyo’ Jawab Hijiri di seberang sana
            ’Begitu? Berapa orang?’
            ’Tidak perlu khawatir. Saya akan membawanya menjauh dari sini. Biar Kaori ikut bersama anda dan Nyonya’
            ’Tidak!’ tolak Masumi tegas ’Biar Kaori bersamamu, kami akan segera pergi dari sini’
            ’Tapi Pak....’
            ’Hijiri’ potong Masumi cepat ’Mungkin kau akan membutuhkan bantuannya. Kami akan baik-baik saja. Lagi pula, aku tidak selemah itu. Kau jangan menghinaku Hijiri’
            ’Maaf. Baik Pak. Saya akan pergi bersama Kaori. Terima kasih’ Telepon terputus

            ’Hijiri?’ Tanya Maya penasaran. Masumi mengangguk
            ‘Kita pulang sekarang Maya’ Masumi menggenggam tangan Maya lebih erat
            ‘Ada apa?’ Maya menurut saja ketika Masumi memeluk pinggangnya dan menariknya keluar ruangan
            ‘Boleh aku pamit dulu pada teman-temanku?’ Tanya Maya saat mereka melewati teman-teman teater Mayuko dan Ikakuju
            ’Sebentar saja ya?’ Maya mengangguk, Masumi menghampiri mereka sambil tetap menggandeng pinggang mungil Maya
           
            ’Cepat sekali. Ada yang sangat penting ya?’
            ’Iya Rei. Maaf teman-teman. Aku pergi dulu ya?’
            ‘Baiklah kalau begitu. Sampai jumpa nanti. Di pesta tahun baru, kau akan datang kan?’ tanya Mina tergesa-gesa
            ’Entahlah. Sampai nanti’ Masumi tersenyum, lalu menarik isterinya pergi

            ’Aku antar ke mobil’ Kaori menghadang mereka di depan pintu
            Menatap kerut khawatir di wajah Masumi, Maya tak banyak bertanya. Dia sudah tahu bagaimana kehidupan Masumi, yang belakangan ini semakin tidak aman.
’Kau ikut bersama kami Kaori?’
’Maaf. Aku masih betah disini?’ seloroh Kaori ’Aku akan menemani Hijiri sebentar’ Kaori tersenyum
’Kaori, apa tidak apa-apa?’ Maya melirik Masumi di sisi lainnya, yang hanya di jawab anggukan
’Tidak apa-apa Maya. Apa waktu itu aksiku kurang  keren?’
’Kaori!’ Maya mencubit pinggang manajernya yang cantik itu
’Aduh! Tenanglah, aku akan baik-baik saja. Anda yakin tidak perlu aku antar, Pak Masumi?’
’Tidak. Kau bantu Hijiri saja. Katakan padanya, aku bersama beberapa orang. Supaya dia tidak khawatir’
’Baik’ Sebuah mobil berhenti di depan mereka ’Silahkan’ Kaori membukakan pintu
’Hati-hati ya, Kaori?’ Kata Maya sebelum masuk ke dalam mobil, Kaori mengangguk
’Hati-hati. Kalian berdua’
’Terima kasih’ Angguk Kaori, menutup pintu mobil setelah Masumi masuk. Mercedes Benz itupun berlalu, di belakangnya sebuah mobil mengawal ketat. Kaori menarik nafas lega lalu menghubungi Hijiri dan kembali ke aula dan berjalan ke bagian belakang gedung.

***
            Kaori mendatangi Hijiri yang sedang bersandar di lorong gudang, lalu bersandar di sampingnya
            ’Aku pikir kau akan pergi dengan kostum pestamu?’ Hijiri memandang Kaori yang telah mengganti gaunnya dengan stelan jeans dan kemeja hitam
            ’Hh. Yang benar saja.’ Kaori mendengus ’Jadi. Apa yang kita tunggu? Tahun baru?’ Hijiri tersenyum
            ’Aku menunggu, kalau-kalau kau berubah pikiran’
            ’Berharap saja terus!’ Jawab Kaori kesal
            ’Baiklah kalau begitu. Ayo pergi!’ Hijiri berjalan mendahului ’Aku harap kau bisa menjaga dirimu sendiri’
            ’Tenang saja. Aku tidak butuh babysitter Hijiri. Abaikan saja aku!’ Kaori mengikuti.
            >mengabaikanmu, mungkin akan lebih baik bagiku. Andai aku tidak teringat padanya ketika melihatmu< Wajah Hijiri tampak kelam. Untung saja dia berjalan di depan sehingga Kaori tidak melihat, wajah yang selalu datar itu sarat emosi. Dibenaknya, berbagai gambaran lewat. Dan hampir selalu ada wajah wanita yang sama pada gambaran itu.
            Hampir tidak ada yang pernah tahu. Bahwa Karato Hijiri yang sangat diandalkan Masumi ini pernah begitu mencintai seseorang.
            >Mika<
            ’Sshh’ Hijiri menghembuskan nafas tidak kentara. Masih saja terasa sakit jika dia mengingat tentang wanita itu. Yakuza wanita yang membelot mencintainya. Yang tangannya selalu menggenggam samurai. Bahkan pernah pula menghunuskannya di depan wajahnya.
            ’Hijiri! Hijiri !’ Tarikan Kaori di lengan bajunya memutus lamunan Hijiri
            ’Kau kenapa sih?’ Kaori bertanya gemas ’Lihat itu!’ Kaori menunjuk dengan dagunya. Tampak sepuluh orang pria tinggi bediri berjajar. Yang berdiri di tengah maju selamgkah, tubuhnya lebih ramping daripada yang lain. Samurai panjang digenggam tangan kirinya
            ’Karato?’ Sapanya ramah
            ’Kyo?’ Lima belas meter dari mereka, Hijiri berhenti. Kaori berdiri tegang di sampingnya
            ’Hai. Kaori?’ Kyo menoleh ke arah Kaori dan tersenyum. Kaori tertegun, betapa manis senyum di wajahnya yang tersayat luka itu. Kaori hanya mengangkat bahu
            ’Apa maumu Kyo? Sejujurnya aku tidak ingin berurusan denganmu. Seharusnya kau tidak mengusik aku’ Wajah Hijiri tampak dingin saat mengucapkan itu. Betapa sia-sianya usahanya selama ini untuk melupakan dendam pada lelaki di hadapannya ini. Wajah yang akan selalu mengingatkannya pada Mika
            ’Masih sama. Aku ingin kau membayar hutangmu’ Mata sipit Kyo menatap tajam
            ’Aku tidak berhutang apapun padamu Kyo. Kenapa kau masih harus mengungkit itu?’
            ’Heh? Kenapa?’ Kyo maju selangkah ”kenapa katamu? setelah kau membunuh adik tercintaku, kau mau aku melupakannya begitu saja? Kau belum gila kan Karato?’ Rahang Hijiri mengeras
            ’Kaulah yang membunuhnya. Apa kau sudah mulai pikun Kyoshiro?’ disembunyikannya nada getir dalam suaranya. Kyo menyeringai, terlihat mengerikan di mata Kaori
            ’Karena kau!’ Kyo menekankan betul kata-kata itu. Dalam hatinya, Hijiri menyadari kebenaran kata-kata lawannya tersebut. Tapi tak membiarkan dirinya terpengaruh
            ’Rupanya kau sudah punya mainan baru sekarang, heh?’ Kyo melirik Kaori ’Aku pernah salah perhitungan mengenainya. Aku pikir Masumi Hayami hanya punya kau’ Kaori yang tidak mengerti duduk perkaranya mencoba tetap tenang dan siaga, khawatir kesembilan orang di belakang Kyo bergerak mendadak
            ’Aku sudah menangkap maksudmu Kyo’ Hijiri masih berdiri di tempatnya
            ’Bagus! Karena aku ingin menuntaskannya sekarang juga’
            ’Ok. Lalu kenapa kau terus bicara? seperti nenek-nenek saja’ Kyo tertawa
            ’Yah. Aku hanya ingin memastikan. Kau tahu alasanku menghabisimu. Mudah-mudahan gadis cantik itu juga tahu’ Hijiri sedikit khawatir mengenai Kaori
            ’Tak perlu mengkhawatirkan aku’ Bisik Kaori sepelan mungkin. Tangannya mengepal siaga. Hijiri mengangguk sedikit
            ’Ngomong-ngomong. Bolehkah aku minta teman-temanku kembali nona? Sepertinya bosmu lupa mengembalikan mereka’ Kaori teringat tiga orang berbadan kekar yang pernah menghadangnya dan Maya
            ’Ng. Maaf sekali. Kami tidak merasa meminjam mereka. Jadi kami tidak tahu bahwa mereka perlu di kembalikan. Bosku mungkin lupa menyimpan mereka dimana. Atau mungkin kalian perlu mencarinya sendiri jika sempat nanti’ Kaori tersenyum manis. Tapi menimbulkan reaksi keras di barisan belakang Kyo
            ’Begitu?’ Kyo menatap Kaori lurus-lurus. Sebisa mungkin Kaori menantangnya, meskipun rasanya ingin sekali berpaling dari mata seram itu ’Menarik sekali’ Kyo berpaling pada Hijiri ’Kalau begitu sebaiknya kami mencari mereka sendiri. Setelah membereskan kalian tentu saja’ Kyo mundur. Dan secepat itu juga, sembilan orang di belakangnya melesat maju.
Reflex, Kaori dan Hijiri berdiri saling memunggungi. Tangan Kaori yang memang sudah siaga sedari tadi bergerak ke pinggang dan mengeluarkan triple sticknya. Hijiri bersiaga dengan tangan kosong.
’Jika bisa, sebaiknya tidak usah mengulur waktu’ Hijiri bicara pelan
’Tentu, tentu. Siapa tahu kita masih bisa kembali ke pesta’ Cibir Kaori memasang kuda-kuda. Seorang pria tinggi berambut jabrik bersenjatakan sebilah belati maju lebih dulu ke arah Kaori, merasa gadis itu adalah lawan enteng. Kaori hafal betul tatapan meremehkan itu, dan itu selalu memberikan keuntungan baginya. Disabetkannya triple sticknya hingga ujung lain tongkat itu membentur tangan si pemegang belati
Krak
Suara derak mengerikan terdengar saat benturan itu terjadi.’Ups. maaf. Sepertinya kau perlu segera menyambung tulangmu kawan’ Kaori memungut belati yang terpental dari tangan lawannya yang mengaduh, memandangi punggung tangannya yang tampak aneh. Sepasang tulang mencuat di balik kulitnya
’Tak ingin buang waktu rupanya?’ Hijiri menyeringai sambil menyongsong sebuah pukulan tangan kosong dari seorang berbadan besar
’Seperti pesanmu. Kau akan lihat betapa aku ini partner yang penurut’ Kaori tersenyum tipis ’Perlu senjata?’ Kaori menawarkan belati lawannya. Melihat Hijiri menggeleng, Kaori menyelipkannya di balik punggungnya. Lalu siaga kembali menyambut dua orang yang datang bersamaan. Untung saja gadis itu berbekal senjata yang jangkauannya cukup jauh, sehingga dia bisa merobohkan mereka sebelum mendekatnya. Sesekali diliriknya Hijiri yang juga sedang sibuk. Tak disangkanya, badan Hijiri yang terlihat ramping itu ternyata mampu mengeluarkan pukulan yang begitu mematikan. Entah bagaimana, bahkan satu lawannya yang bersenjatakan samurai tampak teronggok tak sadarkan diri tak jauh dari kakinya.
Kaori menunduk saat sebuah tongkat baseball melayang ke arahnya, kemudian dengan gesit membelitkan triple sticknya ke kaki kanan si penyerang
’Ukkhh....’ Lelaki itu mengeluh tinggi saat terasa betisnya seperti remuk, kayu keras itu menekan tulang keringnya dengan sangat, hingga dia mundur terhuyung dengan sebelah kaki dan terjengkang karena Kaori tak juga melepaskan jepitan tongkatnya di kaki lelaki itu. Saat dia tertentang di lantai, barulah Kaori melepasnya. Sambil berlutut, dihujamkannya ujung tongkatnya yang keras itu ke ulu hati lawannya yang kemudian membeliak tanpa suara dan terkapar tak sadar.
Di tempatnya. Kyo mengawasi dengan seksama. Dilihatnya satu-persatu anak buahnya tumbang di tangan pasangan itu. Hijiri, sedikitpun tidak berkurang kemampuannya. Masih seperti yang diingatnya dulu. Malah jauh lebih hebat. Tenang dan nyaris tanpa emosi. Gerakannya sama sekali tak terbaca. Kyo tersenyum tipis. Sejenak keraguan tampak di wajahnya.
Seorang lelaki sangar bermata besar memutar pisau lipatnya dengan lihay. Hijiri memandang tenang ke arahnya. Dan tanpa diduga, tangan kirinya sudah mencekal pergelangan tangan lawannya dengan erat. Disusul siku kanannya menghantam dagu si mata besar. Telak. Akibatnya, dagu tersebut lepas dari rahangnya. Si empunya dagu merintih kesakitan.
‘Kaori! Tiarap!’ Hijiri melempar pisau lipat yang berhasil dirampasnya dari si mata besar.
‘Sial!’ Kaori berguling ke depan. Tak sadar bahwa seseorang membokongnya. Tak urung, pedang pendek yang digunakan lawannya berhasil menyabet tengkuknya.
Sedang si pembokong harus membayar dengan merelakan pisau yang dilempar Hijiri bersarang di pinggangnya.

‘ Kau tidak apa-apa?’ Teriak Hijiri sambil tetap meladeni penyerangnya yang masih saja bangkit meski sudah di robohkannya. Meskipun pria itu sama sekali tidak heran. Kyo tidak mungkin memilih sembarangan orang-orang yang akan menjadi anak buahnya.
‘Tidak. Aku baik!’ Kaori menatap angker satu lawannya yang tersisa dan kembali menghantamkan triple sticknya
‘Auww!’ Lawannya jatuh tertekuk. Tempurung lututnya terkena serangan kaori dengan telak. Semakin panas luka tengkuknya, semakin naik amarah ke kepalanya. Saat menoleh sekilas ke arah Hijiri, diapun hanya menyisakan satu orang lawan.

’Cukup!’ Teriak Kyo tiba-tiba. Mereka seretak menghentikan gerakan. Dua orang yang tersisa tertatih menahan sakit. Tujuh orang lainnya tergeletak di lantai.
’Jangan terlalu mengeluarkan banyak tenaga Karato. Atau aku akan tidak bisa menikmati perlawananmu’ Kyo maju, memberikan isyarat pada dua orang yang tersisa tadi untuk membereskan kawan-kawannya
’Tak berubah. Tetap mengagumkan’ Kyo mengeluarkan samurai dari sarungnya
’Waktu berjalan Kyo’ Hijiri membungkuk, meraih samurai bekas lawannya, Kaori mundur dengan wajah khawatir ’Rupanya aku tidak bisa memintamu untuk tidak melakukan ini’ Hijiri masih berusaha menghindari pertarungannya dengan lelaki satu ini
’Tidak’ Kyo menggeleng pelan. Mereka saling mendekat ’Kaupun sebenarnya tahu kan, betapa ini juga menyakiti aku?’
’Hh. Sepertinya kau sangat menantikan saat-saat ini’ Hijiri mendengus
’Tidak salah juga’ Kyo terbahak ’Karena bagaimanapun, aku toh harus membalaskan dendam adikku’ Sekilas, Kyo tampak begitu sedih
’Tapi bukan ini yang dia harapkan Kyo. Kau tahu benar itu’ Hijiri mengeratkan genggamannya di gagang samurai.
’Jangan berusaha menggoyahkan aku!’ Tiga langkah cepat dan mantap, diiringi teriakan, Kyo membuat Hijiri dalam jangkauan ayunan samurainya. Dengan sigap, Hijiri mengangkat senjatanya dan menahan ayunan senjata lawannya dan menghentakkannya hingga Kyo terjejer. Lelaki itu tampak geram. Kemudian kembali maju menyerang.
Sejauh ini Hijiri hanya bertahan. Seolah ragu untuk menyerang. Ditempatnya berdiri, Kaori terlihat gemas. Dia dapat melihat bahwa Hijiri menahan diri.
’Hijiri! Ingat perkataanmu tentang tidak membuang waktu!’ Teriak Kaori. Hijiri menghempaskan nafas kuat-kuat. Menyingkirkan keraguannya.
Dengan langkah mantap Hijiri maju, lalu memasang kuda-kuda kokoh sejajar. Tangan kanannya mengangkat samurai, melintang dari arah kiri. Dada Kyo yang diincarnya. Membaca serangan Hijiri, dan tahu bagaimana kekuatan lawannya, Kyo bersiap menahan serangan tersebut. Sesaat lagi senjata mereka berbenturan, kaki kiri Hijiri maju selangkah. Kemudian, dengan menggunakan kaki tersebut sebagai poros, Hijiri memutar tubuhnya dan menyabetkan samurainya dari arah kanan. Bagian kiri tubuh Kyo yang tanpa perlindungan dengan mudah dilukai Hijiri.
’Sial!’ Luka mengucur kemudian dari luka sayat besar yang melintang dari bahu kiri Kyo hingga ujung perut bagian kanan. ’Ukh!’ Kyo menutup luka di perutnya. Tangannya menahan sesuatu, apapun itu, organ dalamnya yang hendak terburai keluar. Para penonton bergidik ngeri. Dua orang lelaki di belakang Kyo merangsek maju. Menyiagakan diri melawan orang yang telah melukai Kyo.
’Sebaiknya bawa dia pergi sekarang’ Hijiri menodongkan ujung samurai ke wajah dua orang tersebut bergantian
’Bunuh aku!’ dengan mata membeliak merah, Kyo masih menantang Hijiri
’Tidak. Aku tidak bisa’
’Kenapa? Sudah menjadi pengecut?’ Hijiri hanya menyeringai
’Kau tahu pasti kenapa? Aku sudah berjanji untuk tidak membunuhmu. Dan aku tidak pernah ingkar’
’Hah! Persetan dengan janji! Akupun pernah berjanji untuk tidak membunuhmu. Tapi aku tidak akan bisa membiarkanmu hidup setelah apa yang kau lakukan pada adikku!’
’Karena kau bukan seorang samurai sejati Kyo. Mungkin dulu begitu. Tapi sekarang tidak lagi’ Kyo mendelik
’Samurai atau bukan. Aku tetap merasa sakit. Dan aku tidak mampu membiarkan kau hidup sementara Mika mati’ Tatapannya benar-benar terlihat sedih.
’Maaf’ Hijiri memalingkan muka ’Bawa dia sekarang. Dia tidak mungkin bertahan selamanya’ Hijiri berbalik
’Aku harap. Semua berakhir disini Kyo. Aku tidak ingin mati di tanganmu, kau juga tentu tidak berniat untuk mati di tanganku kan? Bukan kematian kita yang diinginkan Mika. Maka sebaiknya semua diakhiri disini’ Hijiri berjalan ke arah Kaori yang tertegun mendengar nama Mika disebut dalam percakapan dua orang itu. Hatinya penasaran. Dendam ada yang ada di antara mereka berdua?
Dengan isyarat, Hijiri mengajak Kaori pergi. Di belakangnya, Kyo dipapah menjauhi tempat itu

***
Maya mendatangi Masumi yang masih berada di ruang kerjanya. Karena tak mau mengganggu, Maya duduk di sofa di sebrang meja kerja suaminya
’Kenapa? Tidak bisa tidur?’ Masumi mengangkat wajahnya, isterinya tampak sangat cantik dengan gaun tidur satin warna pink muda
’Aku khawatir dengan Kaori. Dia tidak juga menjawab teleponku? Bagaimana dengan Hijiri?’
’Dia bilang akan menghubungiku begitu semuanya selesai. Aku tidak biasa mengganggunya saat menjalankan tugas’ Kata Masumi santai sambil menekuri dokumen di hadapannya
’Tapi Masumi. Kali ini kan dia bersama Kaori. Aku benar-benar cemas’
’Tenangkan dirimu Maya, tidak apa-apa. Hijiri bisa menjaganya’
‘Apa kau sendiri tidak mengkhawatirkan Hijiri?’
‘Dia bukan anak baru sayang. Dia bisa menjaga dirinya sendiri’
‘Ukh. Aku heran kau tidak jantungan dengan kondisi seperti ini’
’Sayang. Hijiri itu lebih kuat dari kelihatannya’
’Masa? Hijiri yang ramah dan manis itu?’
‘Ha? Apa aku berhak cemburu mendengar perkataanmu barusan?’ Masumi melotot
’Tentu saja tidak. Memang apa yang kukatakan?’
’Asal tahu saja, dia ramah hanya padamu. Lagipula dia sama sekali tidak manis’ Nada ketus dalam suaranya membuat Maya tersenyum
’Kau ini kalau sudah cemburu kelewatan sekali’ Masumi tidak menjawab
’Baiklah. Maafkan aku. Tapi maksudku, aku menganggapnya sama dengan Kaori. Sebagai teman dan pelindung yang baik. Kalau Kaori sering-sering begini, aku pasti stress’ Masumi akhirnya tertawa lagi
’Tentu saja. Karena kau begitu baik hati isteriku. Sedang aku tidak sebaik itu’
’Tidak begitu’ Maya bangkit dan menghampiri Masumi ’Kau orang yang saangat baik’ Katanya manja sambil bergelayut di leher Masumi
’Hmm. Merayu’ Masumi mencebik ’Apa yang kau inginkan?’ Maya tertawa
’Liburan. Ng. Bulan madu....’ wajahnya memerah saat mengatakan itu
’Sayang..’ Masumi mendudukan Maya di pangkuannya ’Aku...’ Maya keburu cemberut mendengar jawaban suaminya ’Jangan begitu’ disentuhnya bibir Maya dengan ibu jarinya
’Aku akan mengatur waktunya dan membicarakannya dengan ayah’ janjinya membuat mata Maya bersinar
’Janji?’
’Em-hm’ Masumi mengangguk, tersenyum. Masih saja selalu terpesona pada isterinya. Tingkah kekanakannya selalu bisa menghiburnya dalam keadaan bagaimanapun
’Sekarang. Bisakah kau menyingkir dan membiarkan suamimu ini bekerja?’ Masumi membelai-belai pipi Maya
’Ng.’ Maya menggelang ’Apakah bekerja lebih menarik daripada menghabiskan malam bersamaku?’ Maya mengedipkan sebelah matanya. Masumi tertawa
’Dasar jahil!’ Masumi tidak tahan untuk tidak mengecup bibir mungil itu
’Biarin’ Maya memasang wajah meledek. Dengan cepat, Masumi mendekatkan wajah Maya ke wajahnya dan melumat bibirnya. Seolah tak pernah puas, diciuminya terus bibir Maya. Telapak tangannya yang besar bergerak naik turun di punggung Maya
‘Ngh. Masumi...’ Terengah, Maya melepaskan bibirnya ‘Sebaiknya kau teruskan pekerjaanmu sekarang’ dengan telunjuknya, ditelusurinya wajah Masumi yang tampak tidak rela melepaskan Maya
‘Ahh. Apa yang kau harapkan bisa kukerjakan dalam keadaan seperti ini?’ Masumi mendekap Maya lebih erat
‘Keadaan. Seperti ini?’
‘Dasar! Mempermainkan aku ya?’ Masumi mengangkat Maya
‘Eitt? Mau kemana? Kau kan harus bekerja. Biar aku ke kamar sendiri’
‘Aku tidak suka membiarkanmu sendiri. Biar aku kerjakan tugas suami terlebih dahulu’ Maya terkikik. Masumi berniat membopong Maya sampai ke kamar mereka. Tapi begitu melihat sofa besar dengan bantal-bantal dan karpet tebal di seberang meja kerjanya, dia berpikir, sepertinya dia tidak akan sampai ke kamar mereka malam itu.

***
            Felix mengajak Mizuki menginap di sebuah hotel di pinggiran kota. Hotel mewah dengan jumlah kamar terbatas yang sangat indah dan asri. Setelah selesai merapikan barang-barang, Felix mengajak kekasihnya berjalan-jalan di sekitar hotel. Salju tidak turun lagi sore itu. Mereka duduk di bangku kayu di tepi danau.
            ’Tidak kedinginan?’ tanya Felix penuh perhatian
            ’Tidak’ Rambut hitamnya bergoyang saat Mizuki menggelang
            ’Tapi aku kedinginan. Boleh tidak aku memelukmu?’ Felik nyengir
            ’Ih. Dasar !’ Felix tergelak, lalu melingkarkan tangannya ke pundak Mizuki
            ’Nah. Sekarang jauh lebih hangat’ Felix tampak puas, Mizuki hanya menggeleng sekali lagi
            ’Indah sekali. Kau sering kesini?’ Mizuki menatap permukaan danau yang permukaannya sudah mulai membeku
            ’Sebelum orang tuaku sibuk dengan urusannya sendiri. Biasanya kami pergi kesini. Dekat dari rumah, tapi cukup menyenangkan. Kau suka?’ Mizuki mengangguk ’Aku juga’ Felix memainkan rambut Mizuki
            ’Mizu... kau mau tidak?’ dililitkannya jari telunjuknya ke rambut hitam Mizuki
            ’Apa?’ Mizuki menoleh
            ’Menikah denganku’ Felix menatap mata Mizuki yang dekat sekali dengan wajahnya
            ’Hah?’ Mizuki menatap heran, mulutnya setengah terbuka
            ’Jangan membuka mulutmu seperti itu, atau aku akan menciummu!’ ancaman Felix membuat Mizuki tersadar dan segera mengatupkan mulutnya rapat-rapat
            ’Bercanda ya Fe? Tidak lucu’
            ’Siapa yang bercanda? Aku serius’ Mizuki memalingkan wajah, menatap danau di depannya lurus-lurus
            ’Lihat aku!’ ditariknya rambut Mizuki yang terlilit di telunjuknya
            ’Aww. Fe!’ Mizuki melotot, Felix tertawa
            ’Sorry’ Katanya dengan wajah tanpa penyesalan
            ’Jangan bicara pernikahan dulu, ok?’
            ’Kenapa? Masih berasa remaja ya?’
            ’Uh. Jangan meledek. Aku memang tidak sangat muda. Tapi rasanya tidak terlalu tua untuk merasa muda’ Mizuki mencoba melepaskan rambutnya, tapi Felix tidak membiarkannya
            ’Ok. Aku akan menunggu. Sampai kau siap’ Felix membuat satu lilitan lagi ’Tapi apa menurutmu tidak aneh? Bukankah biasanya wanita yang suka terburu-buru ingin menikah? Kenapa ini justeru aku yang harus memaksamu?’
            ’Wanita lain. Bukan aku’ Mizuki mengangkat bahu
            ’Ah. I see. Selalu saja lupa bahwa kau berbeda dari wanita lain itu’ Felix mengangguk-angguk, Mizuki tertawa
            ’Bukan begitu Fe. Aku hanya perlu yakin, bahwa kau tidak akan berubah pikiran lagi. lihat saja nanti setelah aku pulang. Belum tentu kau akan tahan sendirian tanpa pacar. Sedang aku. Tidak sudi kau selingkuhi!’ Kata Mizuki tegas
            ’Ya ampun Mizu! Sampai kapan sih kau akan menguji cintaku? Aku tidak habis pikir denganmu’
            ’Biar saja. Lihat saja nanti’
            ’Oke. Oke. Lihat saja nanti’ Felix mendengus ’Ayo jalan’ Felix menarik bahu Mizuki
            ’Kemana?’
            ’Kemanapun, asalkan sama-sama, tidak apa-apa kan?’ Mizuki tertawa. Felix tak melepaskan pelukannya saat mereka berjalan menyusuri jalan setapak yang dilapisi es. Di kedua sisinya, pohon mawar yang bunganya sangat merah bertahan di musim dingin dan nampak sangat kontras dengan putihnya salju
            ’Cantik sekali...’ Ujar Felix, Mizuki menyetujuinya
            ’Tapi mawar ungu lebih cantik’
            ’Yah. Masih tidak lebih cantik darimu lah.... Aww’ Mizuki menyikut pinggangnya ’He..he.. Kau suka mawar ungu?’
            ’Tidak terlalu. Aku tidak terlalu suka mawar. Tapi memang cantik. Bertahun-tahun Pak Masumi bersembunyi di balik bunga itu’
            ’Hm. Mengagumkan. Sekaligus bodoh. Aku tak mungkin membiarkan hubungan kita berlarut-larut andai aku menemukanmu sejak lama’ Mizuki menoleh sekilas, tersenyum. Tahu bahwa pria itu serius
            ’Kalian dua orang yang berbeda’
            ’Ya. Satu persamaan kami yang tidak aku ragukan. Kami sama-sama mencintai sepenuh hati. Penantian yang panjang mengajarkan hal itu’ Mizuki tertegun. Felix menarik Mizuki ke arah kereta kuda terbuka. Sang kusir manyambutnya. Setelah berbicara sebentar, diserahkannya cemeti pada Felix
            ’Silahkan’ Felix membantu Mizuki naik. Kemudian dia sendiri naik dan segera memegang tali kekang dan mengarahkannya ke jalan setapak
            ’Ngomong-ngomong kemarin Masumi meneleponku. Sepertinya dia sangat merindukanmu’
            ’Pastinya’ mereka tertawa lepas ’Aku juga sering memikirkan dia. Aku tidak yakin penggantiku bisa menjalankan tugasnya dengan baik atau tidak. Waktu aku menghubunginya, dia benar-benar terdengar panik. Dia tidak terbiasa bekerja dengan tempo seperti tempo kerja Pak Masumi’
            ‘Kau memikirkan dia lebih sering dari pada memikirkan aku? Aku tidak senang mendengarnya’
            ‘Ya ampun Fe. Yang benar saja’ Mizuki mendelik ‘Satu lagi kesamaan kalian. Kalian ini sama-sama pencemburu berat’
            ‘Oya? Itu hanya akibat dari rasa cinta yang terlalu besar. Paling tidak kau tahu sekarang. Dan kau harus berpikir seribu kali bahkan hanya untuk bicara dengan seorang pria’ Ancamnya serius
            ’Itu gila namanya’
            ’Biar saja’ Felix membelokkan kudanya, memutari danau. Keindahannya sangat memukau. Pucuk-pucuk cemara jarum melengkung terbebani salju
            ’Kalau sekarang musim panas, kita bisa berenang di danau itu’
            ’Oya? Kau pernah melakukannya?’
            ’Ya. Bersama Ursula. Pernah juga sekali dengan Celia’ paras cantik berambut pirang keriting melintas di benak Mizuki
            ’Celia?’
            ’Hm. Dalam rangka menjodohkan aku dengannya, Ursula melakukan berbagai cara’
’Selain berenang? Apa lagi yang kalian lakukan bersama?’
’Makan malam, jalan-jalan, naik kuda. Yah, hal yang sama yang biasa kulakukan dengan adikku’ Felix melewatkan bagian Celia menyelinap ke kamar tidurnya dan melepaskan pakaian di depan matanya. Itulah kali pertama dia marah pada Ursula. Celia pun tentu saja kena getahnya
            ’Oya? Kau bilang Ursula selalu mendukungmu untuk terus mencariku?’
            ’Memang. Tapi ada saatnya dia merasa itu tidak mungkin lagi, dan dia tidak suka melihat aku murung. Dia hanya berniat baik’
            ’Hm. Kalau tidak tahu dia adikmu, aku akan berpikir dia mencintaimu’ Mizuki tertawa
            ’Masa?’ Felix tertegun
            ’Rasanya siapapun bisa melihat betapa dia mencintaimu Fe’
            ’Tentu saja. Aku kan kakaknya’
            ’Iya. Beruntungnya kau punya adik seperti dia. Apa dia tidak punya pacar?’
            ‘Pernah ada yang dekat. Tapi sepertinya sekarang putus lagi. Ursula terlalu sibuk bekerja. Sangat tidak bagus’ Felix menggeleng
            ‘Terlihat sekali bahwa dia pekerja keras’
            ’Betul sekali. Dia menggantikan tanggung jawabku. Hh. Sepertinya salahku, dia jadi seperti itu. Sama sekali tidak suka bergaul dengan pria. Tidak senang ke pesta, tidak suka foya-foya. Tidakkah hidup seperti itu membosankan?’
            ’Bagimu mungkin begitu. Mungkin tidak baginya, dia tidak terlihat menderita kok’ Mizuki teringat dirinya sendiri
            ’Ah. Aku lupa kalau hidupmu juga seperti itu’ Felix tergelak ’Aku harap aku bisa membuatmu lebih bahagia sayang’ Felix menarik tali kekang. Berhenti untuk mencium Mizuki di bawah pohon cemara. Terasa begitu hangat di tengah udara dingin. Tangan Felix melingkari tubuh Mizuki dan mendekapnya erat
            Bruk
            ’Aduh!’ Felix meringis. Keduanya saling melepaskan diri. Mizuki tertawa melihat gundukan salju di atas kepala Felix, rupanya terjatuh dari pucuk dahan cemara.
            ’Dingin!’ Felix menundukkan kepala, Mizuki membantu membersihkannya
            ’Ayo kembali ke hotel, kau bisa kena flu nanti’ Felix menangguk
            ’Hatchih..!’ Felix bersin berkali-kali sambil mengendalikan kuda-kuda di hadapannya
            ’Ngomong-ngomong kita ada pesta nanti malam. Kau mau datang kan? Hatchiy!’
            ’Bicara nanti saja. Kau tidak tahu kan mukamu sudah merah?’
            ’Aku. Tidak apa-apa kok. Hatchih! Aku mau ke pesta. Hatchih! Hatcih! Ukh!’

***

Hijiri dan Kaori dududk di pagar besi pembatas jalan. Mobilnya terparkir di tikungan jalan gunung yang cukup terjal.
            ’Mau membicarakannya denganku?’ Kaori mengetuk-ngetuk kakinya ke pagar
            ’Tentang apa?’ Hijiri menatap pemandangan kota di bawahnya
            ’Mika. Mungkin?’ Kata kaori ragu-ragu. Hijiri menoleh
            ’Tidak ada yang perlu kau tahu’ Hijir kembali memandang ke depan
            ’Begitu ya?. Rupanya aku bahkan tidak pantas menjadi temanmu’ Desah Kaori
            ’Bukan begitu’ Hijiri terdiam lagi

            ’Hijiri’ Kata Kaori setelah terdiam beberapa saat ’Kau tahu kan, aku suka kamu?’ Saat pria itu menoleh, Kaori menatapnya lekat-lekat.
            ’Suka adalah kata yang tidak mudah aku dengar dan ucapkan. Jadi sebaiknya tidak usah membicaraka itu’
            ’Kenapa?’
            ’Kaori, tolonglah. Tidak perlu mendesakku. Bisa kan?’
            ’Aku hanya ingin tahu’ Kaori tidak mendengar jawaban apapun dari pria di sampingnya ’Tapi kalau memang kau tidak mau bicara, yah sudahlah. Yang penting aku sudah menyatakan perasaanku padamu’
            ’Aku hargai itu. Tapi, mungkin sebaiknya kau berhubungan dengan seseorang yang hidup normal’
            ’Normal? Apa kau tidak cukup normal?’ Hijiri terkekeh
            ’Kita ini sama saja Kaori. Mungkin tidak akan terlalu menarik jika kita bersama. Tidakkah kau ingin bersama seseorang, dimana saat bersamanya kau bahkan bisa melupakan dirimu yang sebenarnya?’ Hijiri menatap Kaori. Dalam benaknya, dia mengingat perasaan damai itu. Perasaan tenang saat dia bersama wanita itu benar-benar baru baginya.
            ’Begitu ya?’ Kaori tersenyum, lalu mengangguk
            ’Sudah hampir pagi’ Keduanya menatap ujung cakrawala yang mulai memerah
            ’Ayo. Kuantar pulang’ Hijiri melompat turun dari pagar, Kaori mengikuti.
            ’Bisa mengantar aku ke tempat Koji?’ Hijiri menolah sekilas
            ’Oke!’ Seraya tersenyum

***
Kediaman Hayami
            Sejak bangun pagi itu, Maya terus saja mencoba menghubungi manajer alias bodyguardnya. Dia kesal sekali karena Kaori masih juga tidak dapat dihubungi
            ’Kemana saja sih orang ini? Apa dia tidak tahu bahwa aku sangat cemas?’ Maya berpikir sejenak, dan menepuk keningnya sendiri lalu menekan nomor lain
            ’Halo?’ Jawab seseorang setelah tiga deringan
            ’Hijiri?’
            ’Ya Nyonya?’
            ’Kau tidak apa-apa?’ Maya benar-benar terdengar cemas
            ‘Tidak perlu khawatir, aku baik. Terima kasih sudah bertanya’
            ‘Lalu Kaori, bagaimana dia?’
            ’Dia juga tidak apa-apa’
            ‘Lalu kenapa dia tidak juga menghubungiku? Aku bahkan tidak bisa menghubungi ponselnya. Keterlaluan sekali dia, membuatku menunggu kabar seperti ini!’ hening sejenak ‘Hijiri?!’
            ‘Ah. Ya Nyonya. Ponselnya mati. Dan, saya baru saja hendak menghubungi Pak Masumi. Tapi saya pikir ini masih terlalu pagi bukan?’
            ‘Maaf. Aku membangunkanmu ya?’ Kata Maya malu ‘Apa, Kaori bersamamu?’ tanya Maya ragu-ragu
            ‘Ng. Iya. Masih ada beberapa hal yang perlu kami urus’
            ‘oh. Baiklah. Maaf sudah mengganggu’ wajah Maya tiba-tiba memerah
            ‘Tidak perlu begitu. Sayalah yang harus minta maaf, karena telah membuat nyonya cemas. Sekali lagi terima kasih’
Klik. Sambungan terputus

            Kaori dan Hijiri menghabiskan malam bersama...
            Maya menggelengkan kepala  ’Pasti tidak begitu. Apa sih yang aku pikirkan. Bodoh!’ tapi bayangan Hijiri dan Kaori bersama tidak lenyap begitu saja dari benaknya. Dan tiba-tiba, wajah Koji membayang di matanya.
            ’Bagaimana sih Kaori ini? Bukankah dia bersama Koji? Kalau sampai Koji tahu tentang Hijiri, dia pasti sakit hati. Ugh, aku benar-benar tidak bisa membayangkan’ Maya menghembuskan nafas berat
            ’Ah. Dasar Maya bodoh! Kenapa berpikir begitu tentang Hijiri? Pasti hanya pikiran bodohku saja’ Maya memarahi dirinya sendiri

            ’Siapa yang bodoh?’ Masumi keluar dari kamar mandi, sebuah handuk terlilit di pinggangnya. Dadanya yang bidang masih tampak basah.

            ’Bukan siapa-siapa. Tadi aku menelepon Hijiri, katanya mereka baik-baik saja’ Maya beranjak dan mengambil kemeja yang sudah disiapkannya di tempat tidur
            ’Aku yakin begitu’ Masumi melepas handuknya dan menyampirkannya di lengan kursi. Maya terbelalak. Masih saja selalu terpesona melihat kesempurnaan tubuh suaminya.
            ’Apa yang kau lihat?’ Masumi tersenyum, jengah
            ’Kau, sayang. Kau. Tampan sekali’ Maya menyerahkan celana panjang Masumi
            ’Memangnya kau tidak? Tidak ada yang lebih indah daripadamu sayang’ disentuhnya dagu lancip Maya lalu mengenakan celana di bawah tatapan kagum isterinya
            ’Aku tidak percaya. Aku masih tidak percaya. Pria sempurna seperti dirimu, menjadi milikku’ Maya meraih kemeja di ranjang dan naik ke sebuah bangku kayu kecil, yang berfungsi sebagai penambah tinggi badannya.
            ’Harusnya aku yang mengatakan itu Nyonya’ Masumi memasang sabuknya dan berdiri di depan Maya yang hanya lebih pendek setengah kepala darinya
            ’Huh! Bohong lagi!’ Maya membentangkan kemeja, Masumi memasukkan lengan kanannya
            ’Selalu saja begitu’ Masumi memasukkan sebelah tangannya lagi
            ’Memang kenyataannya begitu kan? Di dunia ini, wanita mana yang tidak akan tertarik padamu’ Maya mengaitkan kancing kemeja Masumi
            ’Tapi kenyataannya, lelaki ini hanya tertarik pada satu wanita saja’ diusapnya kepala Maya ’Kau. Dan selamanya akan begitu’
            ’Terima kasih’ Maya mendongak, manarik dasi yang tersampir di bahunya dan melingkarkannya ke leher Masumi
            ’Sama-sama, sayang. Cup’ Masumi mengecup bibir Maya yang dekat dari jangkauan bibirnya. Maya menyimpulkan dasi sambil tersipu

Tok tok tok

            ’Masuk!’ Masumi menyahut. Seorang pelayan muncul dari balik pintu
            ’Di tunggu Tuan Besar di meja makan. Sekarang’ Pelayan itu membungkuk
            ’Baik. Kami segera turun’ Pelayan tersebut mengundurkan diri
            ’Ada apa ya? Tidak seperti biasanya ayah memanggil kita pagi-pagi begini’ Maya baru saja selesai memasangkan jas Masumi
            ’Entahlah. Sebaiknya kita turun sekarang’ Masumi mengaitkan kancing jasnya sendiri sementara Maya menyisirkan rambutnya
            ’Selesai’ Maya memandang Masumi dari kaki sampai kepala
            ’Terima kasih sayang’ dikecupnya kening Maya ’Ayo turun!’


            Lima menit kemudian, mereka sudah duduk di meja makan. Eisuke sedang menghirup kopinya di hadapan mereka
            ’Apa ada yang penting ayah?’ Masumi menatap lurus ke arah ayahnya
            ‘tidak juga. Bagaimana pekerjaanmu belakangan ini?’
            ‘Tidak ada yang istimewa’ Masumi merasa, tidak mungkin hanya masalah pekerjaan yang ingin dibicarakan ayahnya
            ‘Bagaimana denganmu, Maya? Kau ada pekerjaan saat ini?’
            ‘Tidak’ Maya mengoleskan selai coklat pada lembar roti kedua‘Aku ingin istirahat dulu ayah. Mungkin sebulan dua bulan’ Maya menaruh roti tersebut di piring Masumi dan mengambil selembar lagi untuk dirinya sendiri
            ‘Sempurna’ Eisuke tersenyum lebar
            ‘Apanya?’ Masumi menatap curiga
            ‘Apa? Kenapa reaksimu seperti itu sih? Benar-benar tidak sopan!’ Eisuke mendeliki Masumi
            ’Tidak apa-apa’ Masumi memasukkan roti ke mulutnya. Maya terkikik dan menyuap roti stoberi miliknya

            ’Ini’ Eisuke melemparkan sesuatu ke tengah meja makan
            ’Apa itu?’ Masumi mengambilnya ’Ini.... ayah’
            ’Apa?’ Maya melongok ke balik lengan Masumi
            ’Yang sangat kau inginkan. Paket liburan. Ke Eropa’ Masumi menoleh
            ’Wah!! Benarkah? Baik sekali ayah’ Mata bundarnya berbinar menatap Eisuke
            ’Aku ingin kalian pergi secepatnya’ Perintah Eisuke
            ’Tidak bisa begitu dong ayah. Aku belum mengatur waktu untuk itu’ Sanggah Masumi. Maya kontan cemberut
            ’Lalu kapan, hah? Tahun depan? Tidak akan ada habisnya kalau menunggumu mengurusi pekerjaan. Kapan Maya akan hamil kalau kau terus begitu?’ Hardik Eisuke tanpa tedeng aling-aling, membuat pipi Maya merona
            ’Apa hubungannya dengan itu?’ Masumi tampak tersinggung
            ’Tentu saja ada. Aku sudah lama mendengar Maya merengek ingin berlibur. Tapi kau masih saja sok sibuk dengan pekerjaanmu. Kalau keinginannya tidak terpenuhi, mana bisa dia hamil?’
            ’Sok sibuk?’ Sungguh aneh bahwa ayah yang sangat suka dengan pekerja keras itu berpikir seperti itu. Masumi menoleh pada isterinya, menuduh Maya mengadu pada Eisuke. Maya hanya tersenyum malu
           
            ’Sudahlah Masumi’ Suara Eisuke melunak. Aku beri kau seminggu. Uruslah sebisanya. Lagi pula kantor itu isinya kan bukan kau saja’ Maya balik menatap Masumi dengan tatapan ”apa kataku”nya

            ’Huff. Baiklah. Kau menang Maya’ Masumi mendesah pasrah
            ’Terima kasih Masumi. Terima kasih ayah’ Maya tersenyum manis pada mertuanya
            ’Sama-sama sayang’ Jawabnya tak kalah ramah. Masumi hanya bisa menggeleng dan diam-diam tersenyum.




<<< The Love Story Ch. 6 ... Bersambung >>>


 

An Eternal Rainbow Copyright © 2011 Design by Ipietoon Blogger Template | web hosting