Tuesday 20 May 2014

Fan Fiksi : To Make You Love Me 7

Posted by Ty SakuMoto at 11:02 26 comments
To Make You Love Me
(Chapter 7)




"Pak Masumi!! PAK MASUMI!!!" Tergopoh-gopoh Mizuki menghampiri Masumi di mejanya. Sang sekretaris sangat terkejut saat melihat Masumi memasang raut bengis Rahwana di wajahnya. "Pak Masumi..." Mizuki terkesiap. "Anda..."
Masumi tertegun, menyadari kedatangan Mizuki yang tampak emosi. "oh ini," ujarnya, seraya melepas topeng Rahwana yang kemudian diletakkannya di atas meja."Aku sedang mencoba properti untuk pertunjukan Ramayana yang akan diselenggarakan Daito. Cukup bagus bukan?"
"Pak Masumi!" mizuki tampak gusar. "Apa yang Anda lakukan?sementara anda main main dengan topeng di sini! Tunangan Anda sedang bersalaman dengan pujaan hatinya!!"
Alis Masumi berkerut. Dia tahu Maya sudah menyetujui tawaran Kuronuma dan hari ini akan bertemu dengan para pemain Padang Liar yang terlupakan dan salah satunya, seperti yang Masumi tahu, adalah lawan main gadis itu, Yusakurakoji.
Apa dia yang Mizuki sebut sebagai pujaan hati Maya? HAH!! Apa sekretarisnya itu tidak ingat bahwa kemarin lusa dia baru saja bertunangan dengan gadis kecintaannya, Maya Kitajima!?
"Darimana kau tahu mereka bersalaman!?" deis Masumi tajam seraya memicingkan matanya.
"Bukan itu bagian pentingnya!! Anda bahkan membiarkan Maya bermain drama dengan Sakurakoji?" tanya Mizuki tak percaya. Ia tahu sekali diam-diam atasannya itu memendam rasa cemburu yang sangat besar. Lebih besar ketimbang tubuh Maya.
"Aku percaya kepadanya," Masumi berusaha percaya pada kata-katanya sendiri.
"Benarkah?" Mizuki terkejut. Ia tak mengira Masumi yang tak pernah berhubungan dengan gadis manapun bisa begitu dewasa dalam berpikir. "Baguslah," ia menghela napas lega.
"Tidak," Masumi menggeleng. "Semuanya bohong...! Aku sama sekali tidak percaya!" Masumi menambahkan, membantah ucapannya sendiri.
"Loh, tadi...?" Alis Mizuki terlonjak keduanya.
"Tentu saja itu bohong!!" Masumi terlihat gusar. "Kau pikir kenapa aku minum empat gelas kopi walaupun belum jam sepuluh pagi? Dan malah membakar sebuah dokumen penting saat hendak menyalakan rokokku?" geram Masumi.
"Jadi, Anda cemas kan?" Mizuki memaklumi. "Anda tahu, saya sempat berpapasan dengan Sakurakoji beberapa minggu lalu, Dia tampan sekali sekarang. Tubuhnya tinggi dan tegap. Tampan kuadrat. Dan yang pasti, dia masih muda, pria di awal dua puluhan, sudah begitu mempesona, jika dia sudah seusia Anda, kurasa dia akan terlihat lebih gagah lagi. Apalgi bakatnya sudah diketahui semua orang. Dia aktor muda Daito paling berbakat! wajah tampan, popularitas, masih muda--" Mulut Mizuki mendadak bungkam saat wajah Masumi benar-benar terlihat seram walau tanpa mengenakan topeng Rahwana.
"Kau teruskan, asbak ini melayang ke wajahmu dalam hitungan detik!" ancam Masumi.
"Hhh" Mizuki mengangkat bahunya. "Kalau itu perasaan Anda, kenapa sekarang diam saja di sini?"
"Lalu, apa yang harus kulakukan?" tanya Masumi. "Itu drama-nya, dan sutradaranya bagus. Aku tak punya alasan melarang Maya mengambil drama itu. Aku sudah lihat skripnya, dan kurasa Maya akan sangat luar biasa jika dia bisa memerankannya. Aku tak mau terkesan posesif, aku percaya kepadanya."
"Tapi bukan berarti Anda harus diam saja kan? Setidaknya Anda harus melakukan sesuatu untuk mengingatkan Sakurakoji bahwa Maya sekarang tunanganmu. Bagaimana jika mereka CLBK?"
"SUdah kubilang," Masumi bergeming. "Aku percaya kepadanya. Lagipula, sekarang Sakurakoji bukan pujaan hati Maya. gadis itu berjodoh denganku!"
"Ya, ya, baiklah... sekadar mengingatkan. Saya tahu pasti berapa lama Anda menunggunya, dan sekarang Anda sudah mendapatkannya. Yah, hanya selangkah lagi, kuharap Anda jangan sampai kecolongan."
"Terima kasih untuk perhatianmu Mizuki, tetapi aku tak membutuhkannya saat ini." Ujar Masumi angkuh.
Maya rikuh sendiri saat mendengarkan Pak Kuronuma memberikan pengarahan mengenai harapannya akan sandiwara 'come back'-nya ini, karena ia tak mengira sama sekali bahwa setelah sekian lama, ia akan bertemu Sakurakoji lagi.
Sakurakoji sempat mengatakan dalam perkenalannya, bahwa dia baru dihubungi Kuronuma dua tiga hari yang lalu, dan segera mengiyakan tawaran menjadi Stewart itu. Maya tidak tahu, bahwa keputusan Sakurakoji bukan hanya karena peran yang menantang, tetapi juga karena dia diberitahu bahwa Maya akan memerankan Jean.
Walaupun bersikap tenang, beberapa kali Sakurakoji mengamati cincin yang melingkar di jari Maya, yang beberapa kali batu permatanya memantulkan sinar menyilaukan ke arah mata Sakurakoji.
Rasanya Koji ingin sekali merampas dan membuangnya ke kali. Atau, mungkin menjualnya? Yah, apa pun itu selama dia bisa melepaskannya dari jemari maya, akan dia lakukan.
Sampai saat ini, baik Maya dan Sakurakoji yang duduk berdampingan masih tak banyak saling mengomentari, bahkan keduanya seperti sama-sama saling menghindari. Maya merasa tegang dan sepertinya, seharusnya bukan begitu.
Namun, akhirnya Sakurakoji menyapa Maya saat mereka hendak pulang.
"Maya-chan!" panggil Sakurakoji.
"Deg!" Maya sangat terkejut mendengar Sakurakoji menyebut namanya.
"Koji..." desah Maya perlahan, berusaha menenangkan perasaannya. Sudah sangat lama Sakurakoji tak menampakkan dirinya di hadapan Maya.
"Sudah lama, tidak berjumpa," sapa Koji.
"Ya," jawab Maya, yang masih tidak tahu harus membicarakan apa.
"Aku sudah melihatnya... pertunanganmu," Sakurakoji sekali lagi mengamati cincin Maya. "Aku benar-benar terkejut saat tahu kau dan Pak Masumi memiliki... hubungan," Sakurakoji merasa berat dengan perkataannya sendiri.
"Oh, ya itu..." Maya salah tingkah. Sudah tentu Sakurakoji tahu mengenai kabar yang diributkan di berbagai media itu.
"Seingatku, kau... tidak menyukainya? Kenapa sekarang..."
"Maya!!" Tiba-tiba, entah dari mana datangnya, Masumi muncul di hadapan mereka. "Aku datang untuk menjemputmu." Maya terlihat sangat terkejut hingga belum sempat berkata apa-apa. Masumi menarik gadis itu kepadanya, "tunanganku!" tegasnya.
Semuanya sangat cepat, tahu-tahu wajah Maya sudah tersuruk di dada pria itu dan tangannya melingkar di bahu Maya. Maya berusaha mengambil napas, mendongak. "Pak... Pak Masumi..."
Gadis itu terkejut mendapati raut serius Masumi, dan tatapannya terarah kepada seseorang, Koji. Maya juga memutar kepalanya menatap Koji yang mengamati keduanya dengan rasa terkejut yang sangat nyata.
"Kurasa... aku sudah harus pergi," pamit Sakurakoji cepat, saat jantungnya berdetak menyakitkan melihat pemandangan itu. "Permisi," ia membungkuk ke arah Masumi. "Dan, selamat, untuk pertunangan kalian." Dan pemuda itu bergegas pergi dari sana.
"Eh, Sa-sakurakoji!" panggil Maya yang tak bisa berbuat banyak karena dekapan Masumi yang sangat ketat. Ia segera berbalik dan mendongak kepada Masumi lagi. "Ini apa-apaan sih! Lepaskan!" pintanya, seraya mendorong tubuh Masumi mundur agar bisa membebaskan dirinya. "Lepas!!" pintanya lagi.
"hei, kenapa!?" tanya Masumi. "Kau kan memang tunanganku, apa yang salah? kenapa? Kau tidak mau Sakurakoji tahu kita bertunangan?"
"Dia sudah tahu kita tunangan," Maya bersungut-sungut. Masalahnya, dia tak suka Masumi tiba-tiba memeluknya seperti itu di depan siapa pun, dan terlebih, di hadapan Sakurakoji. "Lagipula, apa yang kau lakukan di sini?" tanya Maya. Masumi tak mengatakan apa pun soal akan muncul di teater itu.
"Sudah kukatakan aku mau menjemputmu. Kebetulan saja, aku lewat sini."
Bohong. Masumi sengaja memutar untuk menemui Maya. Karena bagaimana pun dia berusaha, Masumi tak bisa membiarkan Maya dan Sakurakoji tanpa pengawasannya. Malahan, sudah sejak tadi Masumi menunggui di luar dari mobilnya, dan baru menghampiri saat dia melihat maya dan Sakurakoji bicara.
"Kau tidak perlu menjemputku," Maya menoleh ke sana kemari, kikuk dengan tatapan iseng orang-orang di sekitar mereka.
"Kenapa? Kau kan tunanganku, aku menjemputmu apa anehnya?" desak Masumi.
"Ti-tidak sih..." gumam Maya. "Tapi kan..."
"Kenapa? Kau tidak mau Sakurkoji tahu kita bertunangan?"
"Dia kan sudah tahu..."
"Terus?"
"Tidak ada terus-terus. Aku hanya... uhmm... "
Malu... batin Maya. Ia belum terbiasa berduaan ke sana kemari dengan Masumi.
"Oh... lebih suka pulang bersama Sakurkaoji ya?" Masumi mengangkat sebelah alisnya mengintimidasi.
"Siapa yang mau pulang dengannya?" Maya tersinggung.
"Tadi, kalian keluar berdua," Masumi menyipitkan matanya. "Jangan-jangan..." ia mendekatkan wajahnya kepada Maya. "Kau lebih suka jika aku tadi tidak muncul sehingga kau bisa berduaan dengan Sakurakoji?"
"Tidak! Kenapa sih... Pak... Pak masumi..."
"Terus kenapa sekarang kau salah tingkah begitu? aku juga lihat wajahmu tadi, kau malu-malu di depannya." tukas Masumi.
"Tidak!"
"Iya!! Aku bisa melihatnya!"
"Kau ini kenapa sih! Berlebihan sekali!" Maya berbalik meninggalkan Masumi. tetapi pria itu menahan pergelangan tangan tunangannya.
"Sudah kubilang, aku datang ke sini mau menjemputmu!" tegas Masumi.
“Aku kan tidak minta dijemput!” sembur Maya dan kembali berbalik pergi.
Sebetulnya, Maya juga senang melihat Masumi. Tetapi tingkah pria itu yang tiba-tiba datang dengan gaya melabrak, membuatnya kesal. Apalagi, dia melakukannya di hadapan Sakurakoji yang sudah lama tidak Maya lihat.
“Maya KItajima! Apa begitu caramu memperlakukan calon suamimu?” Masumi kesal, dan menahan lengan Maya namun dengan cekatan Maya mengempaskan lengannya dari pria itu.
“Aku tak suka caramu!”
Masumi mengeratkan rahangnya. “Padahal, aku sudah sengaja menyelesaikan pekerjaanku lebih cepat agar bisa menjemputmu, aku juga menunggu lama sampai kau muncul karena tak mau mengganggu latihanmu. Namun rupanya begini saja rasa terima kasihmu,” Masumi berdecak. “Baiklah, aku mengerti. Kau memang lebih senang pulang dengan Sakurakoji daripada dengan tunanganmu. Tidak apa-apa!” Masumi berbalik pergi.
“Eh? Pak Masumi!” Maya berbalik menahan lengan Masumi. “Pak Masumi!”
Masumi tertegun merasakan genggaman erat tangan gadis itu di pergelangannya.Masumi menoleh lagi kepada Maya.
“Terima kasih… sudah memikirkanku,” Maya berkata lebih lembut kali ini. “Ta-tapi… kau membuatku terkejut. Seharusnya, kau bilang kalau mau datang, dan jangan berbuat kasar seperti tadi,” jelas Maya, yang entah kenapa tidak ingin melihat Masumi marah kepadanya.
Dan Masumi, langsung luluh seketika mendengar nada suara Maya yang membujuk. Biasanya Maya cuek saja jika Masumi marah. Tetapi kali ini, gadis itu membujuknya. Masumi jadi merasa senang.
“Baiklah, aku minta maaf,” Masumi berkata. “Kupikir, hanya menjemputmu saja, aku tidak harus bilang. Lagipula, aku kan tunanganmu…”
“Iya…” Maya menghela napas, berapa kali Masumi harus menekankan bahwa mereka bertunangan?
“Aku ingin mengajakmu makan malam, dan akhir minggu ini, kita akan mulai pembicaraan dengan wedding organizer kita nanti,” ungkap Masumi.
“Baiklah, terserah saja,” jawab Maya.
Wah! Ternyata… Maya sudah benar-benar menerima pertunangan mereka! Masumi tersenyum senang karenanya.
=//=
Di tempat lain, Pak Miyake tengah menunggu dengan tidak sabar kedatangan Shiori yang mengundangnya untuk bertemu.
Gadis cantik itu datang, dengan percaya diri ia terlihat melangkah ke arahnya.
“Maaf membuatmu menunggu, Pak..”
“Tidak apa-apa,” Miyake tersenyum. “Ada apa… kau ingin bertemu denganku, Nona Takamiya?”
“Pak Miyake, pertama, aku ingin Anda tidak mengungkapkan masalah pertemuan kita ini dengan siapa pun,” pinta Shiori.
Sekarang raut Miyake semakin serius. “Jika… memang seharusnya seperti itu, tentu, tentu… tetapi, kenapa Anda…”
“Saya ingin kita berdua menjalani tes DNA.”
Miyake sempat tak berreaksi selain bola mata yang membulat. “Tes…. DNA?”
Shizuka… Miyake ingat kembali mantan kekasihnya itu.
“Itu bukan, alasan yang juga sempat membuat Anda menemuiku saat itu? anda adalah mantan kekasih ibuku.”
“Tidak, bukan, kami…”
“Berteman dekat. Itu yang mereka katakan saat salah satunya sudah menikah.”
Deg! Miyake terkejut Shiori sudah mengetahuinya sejauh itu.
“Pak Miyake, hal ini sama pentingnya untukmu, demikian juga untukku. Suami pertama ibuku sudah meninggal sebelum menikah dengan Ayahku sekarang. Tetapi, saat itu bukankah Anda berdua sempat terlibat hubungan asmara? Ibu sudah mengatakan semuanya kepadaku.”
“Jika kau memang sudah mengetahuinya… Tak ada yang perlu ditutupi lagi.”
“Karena itulah, aku yakin Anda juga sama ingin tahunya denganku, apakah kita ini… masih punya hubungan darah, bukan?”
Pak Miyake kemudian mengangguk.
“Aku… dan istriku, kami tidak dikaruniai seorang anak lagi setelah putriku meninggal, jika kau adalah putriku, aku… akan senang sekali.”
Shiori menelan ludahnya.
“Tetapi, ada satu hal yang aku inginkan… jika.. benar terbukti melalui tes DNA bahwa aku putrimu, bisakah…”Shiori menelan ludahnya, “bisakah Anda membiarkanku menikah dengan Pak Masumi Hayami?”
“Masumi??” Pak Miyake sedikit banyak menyadari hal itu. Shiori tertarik kepada Masumi. “Kau… ingin bersamanya?”
“Bukankah, Pak Masumi Hayami dan Maya Kitajima menikah karena dijodohkan karena persahabatan orang tua mereka? Termasuk Pak Miyake, jadi… jika aku adalah putrimu, bukankah berarti Pak Masumi juga bisa dijodohkan denganku?”
“Ya, tapi… tentu hal ini tidak bisa kita putuskan. Harus melibatkan Pak Masumi dan Maya. Bagaimapun mereka sudah bertunangan.”
“Tapi mereka tidak saling mencintai. Aku yakin Pak Masumi hanya berbaik hati, dan itu… itu semakin membuatku kagum kepadanya.”
“Ya, Shiori, tetapi yang terpenting, mencari tahu terlebih dahulu bahwa apakah benar kau putriku atau bukan, dan bagaimana…. Menjelaskannya kepada keluarga kita nanti jika kebenarannya telah terungkap.”
=//=
“Selamat pagi…” sapa Masumi di pintu.
“Pagi sekali!” keluh Maya saat melihat Masumi pagi-pagi buta sudah berada di ambang pintu apartemennya.
“Aku sudah mengatakan kepadamu akan membawamu kepada pemilik wedding organizer kan?”
“Sepagi ini? Ini jam 6 pagi Pak Masumi! Aku masih mengantuk!”
“Aduuh anak gadis kenapa malas-malasan begini!” hardik Masumi, yang hanya dibalas dengan bibir manyun Maya.
“Rei mana?”
“Ya masih tiduur… semalam dia pulang larut karena kebagian shift terakhir di café-nya,” terang Maya. “Ya sudah masuklah dulu, mau kubuatkan sarapan apa?”
Wah, Maya membuatkannya sarapan?
“Apa saja! Kau punya apa?”
“Coba kulihat…” Maya beranjak ke kabinet dapur dan membuka persediaan makanan mereka. “Ada roti tawar, tapi…. Kami tidak punya mentega, selainya juga sudah habis… Oh, ada mi cup instant, Anda mau?”
“Ya, bolehlah,” Masumi tersenyum.
Mi instan bukanlah masakan Maya, tapi setidaknya, gadis itu mau membuatkannya untuknya.
“Aduh, air panasnya ternyata kosong,” keluh Maya saat menuangkan air dari termos. “Aku menjerang air dulu ya.”
“Ya, ya, tenanglah,” Masumi berkata, merasa senang mengamati Maya susah payah untuknya.
Sambil menunggu airnya mendidih, Maya lalu menghampiri Masumi dan duduk di sampingnya. Keduanya bertatapan. Dan, karena cara Masumi melihatnya, Maya tak punya kata-kata yang tepat untuk dilontarkan.
Gadis itu hanya dengan canggung duduk di dekat Masumi.
“Uhm, mau menyalakan TV?” tanya Maya.
“Grep!” Masumi menggenggam tangan Maya.
“Eh! Ke-kenapa tiba-tiba…”
“Kenapa memangnya? Aku kan sudah bilang, harus sering menggenggam tanganmu, biar aku bisa semakin menyukaimu.”
“Jangan di sini…” desis Maya. “Nanti Rei bangun…”
“Memangnya kenapa kalau Rei bangun? Dia kan tahu kita bertunangan. Apa anehnya orang yang bertunangan saling menggenggam tangan?”
“Ta-tapi… tapi…” Maya merasakan jantungnya berdebar dan wajahnya merona. Gadis itu gelisah dan Masumi juga bisa merasakannya.
“Nanti, pulang dari bertemu WO… mau pergi ke suatu tempat?” tawar Masumi.
“Kemana?” tanya Maya. “Aku mau membaca naskah...”
“Kau kan bisa melakukannya lain waktu. Selagi aku masih sempat, karena aku banyak pekerjaan. Sedangkan kau, kan bisa melakukannya lain waktu.”
“Uh… dasar egois,” keluh Maya walaupun tak terdengar serius. “Memangnya mau ke mana?”
“Yah, ke mana sajalah, asal level sukamu kepadaku bisa meningkat.”
“Kemana ya… Uhm…” Maya mengamati wajah Masumi yang masih menunggu jawabannya.
Aduuh… kenapa ini jantungku berdebar-debar tak keruan begini? Batin Maya, tanpa bisa melepaskan tatapannya dari Masumi. Maya ingat belakangan selalu teringat Masumi saat dia hendak tidur, juga, jika dia melihat cincin di tangannya.
“Berhenti menatapku!” protes Maya akhirnya sambil menundukkan kepalanya.
“Kenapa?” tanya Masumi.
“Ka-ka-karena… karena… kau membuatku gugup,” Maya mengaku.
Syukurlah, ternyata bukan hanya dirinya yang kadang salah tingkah dan tidak tahu apa yang harus dia lakukan.
“Uhm Maya,” Masumi berujar dengan suara lembut, “apakah kau tahu, aku…”
“ya?” Maya kembali menoleh kepada calon suaminya yang tampak berwajah sungguh-sungguh.
“Maya, aku…” Masumi maju mundur dengan hatinya. Ayo katakan saja… katakan kau benar-benar menyukainya… Mizuki bilang semua gadis senang jika ada orang yang menyukainya. Apalagi, aku tunangannya.
“Pak Masumi, ada apa?” tanya Maya. “Anda sakit perut ya?” tebaknya.
“Glek!” Masumi tertegun mendengar tebakan Maya. Apa wajahnya yang hendak menyatakan cinta, tak jauh berbeda dari wajah seseorang yang sakit perut?
“Tidak! Maya, aku!” Masumi meraih dagu Maya, mengangkatnya sedikit.
Mata Maya membulat karena apa yang calon suaminya itu lakukan. Maya mendadak kehilangan kata-kata dan debaran jantungnya sudah tak bisa lebih keras lagi. Apa yang hendak Masumi lakukan? Apa pria itu hendak… hendak…
“NGIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIINGG!!” suara uap air yang mendidih terdengar dari kompor.
Maya dan Masumi terlonjak bersamaan dan Maya segera bangkit dari duduknya.
“Sudah mendidih!!” teriaknya, entah mengabari siapa.
Masumi menelan ludahnya dan menunduk kembali, sementara Maya sambil berjalan kaku seperti robot, mulai menuju kompor dan mematikannya.
=//=
“Semuanya terserah calon istriku saja,” kata Masumi saat keduanya sudah berada di tempat WO yang akan mereka sewa untuk mengurus masalah pernikahan mereka.
“Wah, Nyonya… Anda ingin penikahan yang bagaimana?” tanya wanita gemuk namun lincah bernama Yukita itu.
“Uhm… yang… bagaimana ya…” Maya berpikir. Ia tak pernah mengira akan menikah secepat ini, karena itu pernikahan seperti apa yang ada di kepalanya sama sekali tidak terbayang. “Kurasa… aku mengikuti kemauan Pak Masumi saja.”
“Kubilang, terserah kau saja… bukankah biasanya perempuan yang mengurus hal-hal seperti ini? Kudengar wanita itu biasanya sudah punya bayangan dan harapan mengenai pernikahan seperti apa yang akan mereka selenggarakan.”
“Tapi kau lupa, kalau tidak terpaksa, aku juga belum memikirkan pernikahan sama sekali!” tandas Maya.
Masumi tertegun, dan jelas terkejut Maya mengatakannya di hadapan orang lain. Bu Yukita pun tampak terkejut dengan pernyataan Maya itu. Pernikahan terpaksa? Wah.. Wah.. Wah…
“Tunangan saya ini memang suka bercanda,” Masumi berkata tanpa ekspresi.
“Aku tidak bercanda,” Maya menggerundel pelan. “Aku memang terpaksa menikah denganmu…”
“Aduuh… apa ini… saya jadi tidak enak,” Bu Yukita berkata dengan gaya centilnya. “Sepertinya saya jadi mendengar hal-hal yang tidak seharusnya,” wanita itu tertawa dibuat-buat.
Mendengar perkataan Bu Yukita, akhirnya Maya sadar dengan kesalahannya. Sementara Masumi sepertinya terlanjur marah. Pria itu tidak berkata apa-apa lagi.
Bahkan dalam sisa pertemuan itu Masumi lebih banyak memasang wajah dingin dan membuat Maya merasa tak enak hati. Tapi…. Kenapa Maya harus merasa tak enak? Apa yang dia katakan memang benar, mereka berdua tidak akan menikah kalau bukan karena terpaksa.
Bu Yukita sudah berusaha menghangatkan suasana dengan tetap antusias membahas beberapa konsep pernikahan dan segala printilannya. “Yuk, kita lihat gaun pengantinnya! Yuk, kita lihat dekorasinya! Yuk, kita perkirakan band pengiringnya!!” Dan lain sebagainya. Bu Yukita dengan semangat menunjukkan berbagai hal yang sekiranya bisa membuat kedua pasangan itu bergairah, tetapi usahanya hampir nihil.
Hanya Maya yang tampak masih berusaha mengapresiasi dengan cengengesan-cengengesan canggungnya. Sementara Masumi sama sekali tak berusaha berbasa-basi bahkan hanya sekadar menyunggingkan sudut bibirnya. Sepertinya Direktur Daito itu memang benar-benar rusak suasana hatinya.
Saat keduanya dalam perjalanan pulang, Masumi juga tak banyak bicara. Atau tepatnya, tak bicara sama sekali. Maya benar-benar bingung didiamkan begini. Dia juga tak mau mengajak bicara terlebih dahulu. Apa salahnya? Lagipula, yang sudah kakek-kakek, eh, sudah tua kan Masumi! Kenapa harus dia yang mengalah?
Saat tiba di apartemennya lagi, sopirnya membukakan pintu untuk Maya, dan tunangannya itu sama sekali tidak turun mengantarnya atau mengucapkan sepatah kata kepadanya. Pria itu hanya memandangnya dengan raut tidak terbaca.
Aduuuuuhhhh ada apa sih dengan direktur Daito itu!!??
=//=
Maya membuka-buka naskah Padang Liar yang Terlupakannya. Tetapi, pikirannya tak juga beranjak dari Masumi yang sudah mendiamkannya. Menyebalkan ternyata saat pria itu bungkam seribu bahasa. Sebetulnya, ada apa dengannya!!? Bungkam begitu, mendiamkannya, tak bicara apa-apa.
“Ukhh!! Menyebalkan!!” Maya membanting naskahnya.
Rei yang sedang menonton TV jadi terkejut. Dia menoleh kepada Maya.
“Ada apa?” tanyanya, lantas beralih pada naskah yang Maya hempaskan.
“Eh, eh, ah, uhm… tidak! Tidak!!” Maya menggeleng-geleng.
“Apa yang menyebalkan? Ceritanya? Jelek?” tanya Rei sambil berusaha memungut naskah itu. Tetapi Maya lebih gesit mengambil naskahnya kembali.
“Ah, eh… tidak Rei! Bukan! Naskahnya bagus sekali…. Hanya saja… uhm, itu… ada adegan yang menyebalkan… aku jadi terbawa emosi…” Maya gelagapan mencari alasan.
“Oh, ya, adegan apa?” Rei penasaran karena Maya sepertinya kesal sekali.
“Uhm, itu, jadi…” Maya sepertinya tak bisa mengelak lagi. “Uhm, ada adegan… itu… salah satu pemeran pria-nya mendiamkan pemeran wanitanya tanpa sebab. Aneh sekali kan? Menyebalkan kan!!?”
Alis Rei terpaut, “Apa semenyebalkan itu? Sepertinya biasa saja.”
“Tapi, Rei! Yang perempuannya tidak melakukan apa-apa! Kenapa pria itu jadi diam saja!!?”
Rei tertegun sejenak lantas menjawab. “Mungkin perempuannya tidak melakukan apa-apa, menurutnya! Sementara prianya sudah merasa tersinggung… Masa ada yang marah tanpa alasan?”
Maya menunduk. “Uhm… hanya karena pemeran wanitanya, mengatakan bahwa dia terpaksa menikah dengan pria itu. Tapi… mereka berdua memang terpaksa kok! Terpaksa berjodoh! Nah, kalau itu kenyataannya, kenapa pria itu harus marah? Seharusnya…”
“Apa nama pemeran prianya itu Masumi Hayami dan wanitanya Maya Kitajima?”
Wajah Maya langsung merah padam karena tebakan Rei. Apa dia begitu mudah ditebak?
“Bu-bu-bu-bu-bukan… bu….” Maya terdiam dan menelan ludahnya. “Iya…” keluhnya perlahan.
Rei tertegun dan tertawa. “Jadi, kalian bertengkar?”
Maya mengangguk. “Bukan bertengkar! Tapi, dia mendiamkanku! Ukh! Pokoknya menyebalkan! Maksudku… kenapa memasang wajah seperti itu? Apa aku sudah menganiayanya atau bagaimana? Hanya karena aku mengatakan aku terpaksa menikah dengannya, dan aku tidak bohong… apa dia harus marah karena itu Rei?” cerocos Maya.
“Tadi saat pergi padahal masih mesra ya…”
“Enak saja! Kapan kami mesra?” tampik Maya.
“Jadi, kapan dia mulai marah?”
“Tadi, saat bertemu Ibu Yukita. Dia langsung diam saat aku bilang begitu. Dan tidak bicara lagi. Aku jadi berpikir jangan-jangan itu yang membuatnya marah…”
“Bisa jadi,” Rei berpendapat, membuat Maya semakin gelisah. “Bagaimana pun, kau mengatakannya di depan orang luar yang tak tahu persoalannya. Pasti Pak Masumi tersinggung. Kalau aku jadi dia, aku juga pasti merah orang yang hendak menikah denganku mengatakannya terpaksa menikah di hadapan orang lain.”
“Benarkah Rei?” wajah Maya pucat. “Jadi, aku memang salah?”
“Tentu saja, Maya… Itu kan masalah pribadi kalian, kau tidak boleh mengatakan terpaksa menikah dengannya di hadapan orang lain. Bagaimana jika Pak Masumi melakukan hal yang sama kepadamu? Kau pasti sedih kan… walaupun kenyataannya memang begitu…”
Maya diam, terpekur.
“Eh, apa Pak Masumi juga memang suka mengatakan hal itu kepada siapa saja?” tanya Rei.
Maya tercenung lantas menggeleng. “Dia hanya selalu bilang, buatku, menikah atau tidak menikah sama saja! Menikah dengan siapa pun tidak masalah!” Maya mencebik, tanpa disadari agak sakit mengingat perkataan Masumi itu, “Tapi tidak pernah mengatakan terus terang kalau dia terpaksa… tapi… sama saja kan? Perkataannya itu juga maksudnya sama denganku, dia hanya menikah memenuhi kewajiban saja, tak peduli siapa orangnya…”
“Tapi dia tidak melakukannya di depan orang lain kan?” kata Rei.
Maya memeluk kedua kakinya dan menumpukan dagunya di atas kedua lututnya sambil manyun. Jadi? Apa yang harus dilakukannya? Meminta maaf kepada Masumi?
=//=
Sudah beberapa hari ini, Masumi sama sekali tak menghubungi Maya. Tak datang kepadanya atau juga memintanya datang. Padahal, pria itu pernah berkata agar dia bisa lebih menyukai Maya, dia harus sering melihat gadis itu dan menggenggam tangannya. Tetapi sudah tiga hari berlalu, Maya sama sekali tak mendapatkan kabar apa pun darinya. Saat dia menelepon, Masumi juga sedang tidak di tempat. Dan, pria itu sama sekali tak menghubunginya.
Dan akhirnya, Maya menghubungi Masumi untuk yang kedua kali, dan dikatakan pria itu sedang keluar kota beberapa hari.
Pergi ke luar kota, tanpa berkata apa-apa kepadanya? Tunangannya?
Maya menutup gagang telepon kesal sambil menghempaskan napasnya.
=//=
“Maya!! Tatapanmu jangan seperti itu! Cara berdirinya salah! Maya kenapa kau membacakan dialog suster!? Kenapa kau berdiri di sana!? Kau menghalangi jalan!!” Pak Kuronuma tak henti-hentinya memarahi Maya yang beberapa hari belakangan ini sering salah dan tidak konsenstrasi.
Teman-teman mainnya pun jadi berbisik-bisik membicarakan Maya yang namanya baru saja terangkat berkat perannya di Dua Putri dan juga berita pertunangannya dengan Masumi, ternyata sering sekali membuat kesalahan.
“Ternyata… dia tidak sehebat yang dikatakan,” bisik salah satunya.
“Maya, tenanglah, Pak Kuronuma memang sangat galak, tapi itu semua demi kebaikanmu.” Yang lainnya berusaha menghibur.
Maya hanya mengangguk perlahan tanpa mengatakan apa pun.
Dari kejauhan Sakurakoji hanya mengamatinya dengan prihatin.
“Maya!” Sapa Sakurakoji saat Maya yang tampak melamun itu berjalan sendirian di lorong sambil menunduk. Sepertinya Maya benar-benar tenggelam dalam pikirannya sendiri, karena gadis itu sama sekali tidak menoleh atau menyahut.
Sakurakoji mempercepat langkahnya dan menepuk bahu gadis itu. Maya terlonjak dan akhirnya menoleh. “Sakurakoji!” serunya.
“Mau pulang bersama?” tawar Sakurakoji dengan ramah. “Aku bisa mengantar sampai ke apartemenmu…”
“Ah, aku jadi merepotkan,” wajah Maya merona.
“Tidak, kok,” Sakurakoji berbinar. “Sudah lama kita tidak mengobrol ya…” ajaknya.
“Baiklah,” Maya mengangguk, merasa tak punya alasan untuk menolak ajakan Sakurakoji.
Namun, tiba-tiba Maya teringat sesuatu. Maya ingat saat tiba-tiba Masumi muncul dan memperlihatkan ketidaksukaannya saat Maya bersama Sakurakoji.
Kau lebih suka pulang bersama Sakurakoji ya!!? Kalau aku tidak muncul, kau pasti berdua-duaan dengannya!!
DeG!
“Ah, Sakurakoji! Maaf! A… aku… tidak bisa pulang bersamamu! Maafkan aku!” Maya membungkuk dalam lantas berlari.
“Loh? Maya!!!” Sakurakoji menggapaikan tangannya untuk menghalangi kepergian Maya tetapi gadis itu terus saja berlari meninggalkannya.
Masumi Hayami menyebalkan!! Dasar Makhluk Endapan Lumpur!! Rutuk Maya dalam hatinya sambil masih berlari menyusuri trotoar. Kenapa kau tidak kunjung mengabariku!? Kenapa mendiamkanku begini dasar menyebalkan!!
Maya berbelok dan berhenti di pinggir jalanan sepi. Teringat lagi Masumi yang belakangan selalu singgah di pikirannya.
Kenapa Pak Masumi belum menghubungiku lagi…? Aku kan… aku… tanpa disadari, mata maya yang panas mulai berair, dan rintik airmata itu mulai membasahi wajahnya dengan cepat. Pak Masumi… Maya berusaha menghapus airmatanya dengan lengangnya namun airmata itu tak kunjung habis juga.
 

An Eternal Rainbow Copyright © 2011 Design by Ipietoon Blogger Template | web hosting