Saturday 14 September 2013

FFTK : To Make You Love Me (2MakeU) Ch. 1

Posted by Ty SakuMoto at 22:39 35 comments
Rating: 18+
Intimacy : Skinship, kissu
Genre : Young Adult Comedy Romance
Setting: Setelah Maya selesai memerankan Aldis di Dua Putri
Dilarang mempalgiat sebagian/seluruh cerita dan kopi paste di tempat lain.







To Make You Love Me
(Chapter 1)




“Ayah, sudah berapa kali kukatakan bahwa aku belum memikirkan masalah perjodohan!” tegas Masumi kepada ayahnya, Eisuke Hayami.
“Tidak!! Kali ini, kau harus melihatnya! Dia berbeda dengan calon-calon sebelumnya!!” Eisuke tak kalah tegas.
“Tetapi, Ayah…!!?”
“Ambil!!” bentak ayahnya.
Masumi menelan ludahnya. Dan menegangkan rahangnya. Ia meraih sebuah map. Di baliknya, ada calon istri—lagi—untuknya.
Baiklah, batin Masumi. Aku akan meraihnya, membukanya dengan malas dan mencari alasan pertama yang bisa kugunakan untuk menolaknya.
Dengan enggan Masumi membuka foto tersebut. Sejenak ia terenyak. Matanya membulat dan beberapa saat jantungnya terasa berhenti berdetak.
Tidak mungkin! Gadis ini…? Dia…. Jantung Masumi segera berdebar keras. Apa ini? Permainan takdir? Lelucon yang tidak lucu…? Atau… Mukjizat? Jantungnya berpacu semakin keras, lagi, dan lagi.
“A-Ayah….” Desis Masumi, menatap bingung kepada ayahnya.
“Itu calon istrimu. Jika kau bisa menikah dengannya, aku yakin akan mendatangkan keuntungan bagi Daito, dan akan semakin mudah—“
“Tetapi tidak mungkin!” seru Masumi. “Dia itu… dia… Dia tak mungkin setuju dengan perjodohan ini! Maya Kitajima tidak akan mau dijodohkan denganku!”
“Dia harus mau!” tegas Ayahnya. “Dia tidak akan bisa menolak! Pokoknya, kau harus menikah dengannya, minimal sampai dipastikan apakah dia atau Ayumi yang mendapatkan Bidadari Merah. Jika dia tidak berguna, kau bisa menceraikannya nanti!” ujar ayahnya dengan dingin namun cukup gearm.
“A-apa… maksud Ayah?”
“Ini adalah caraku berterima kasih kepada ibumu,” tegasnya Eisuke seraya mengangguk-angguk kaku. “Pak Miyake!”
Saat itu, seseorang yang cukup tua masuk ke dalam ruangan. Ia menghormat.
“Dia akan memberitahumu mengenai sesuatu! Setelah itu, cepat putuskan apakah kau mau menerima perjodohan ini atau menolaknya!”
Menolak? Menolak dijodohkan dengan bintang hatinya? Cahaya hidupnya? Idamannya? Pujaannya? Mustahil. Sangat mustahil. Masumi tidak tahu mukjizat apa yang sedang bekerja saat ini. Namun Masumi mungkin bisa membuat satu jilid buku berisi puisi-puisi cinta saat ini. Ia sangat bahagia!
Tetapi… bagaimana dengan Maya…!?
=//=
Maya masih bisa merasakan setiap bagian tubuhnya saat menjadi Aldis. Walaupun banyak yang berpendapat bahwa Origeld Ayumi jauh lebih baik dari Aldis yang Maya perankan, namun Maya tidak peduli. Baginya ia sudah sangat bahagia bisa menjadi seorang putri walaupun hanya dalam dunia mimpi. Dunia sejuta pelangi. Putri Aldis. Ia pasti akan merindukan perasaan ini.
"Maya." panggil Rei. "kau sudah ditunggu di ruang pesta."
"Ah... Baik!" Maya bergegas mengikuti rei keluar menuju tempat diadakannya pesta.
“Aldis sudah tiba,” kata seseorang. Maya tertegun saat tatapan orang_orang di sana beralih kepadanya. Ia mematung, tak tahu apa yang harus dilakukannya. Ia tahu orang _orang itu pasti bingung karena sekarang putri angsa sudah kembali menjadi itik buruk rupa kembali. “Ah, uhm., anu.,” Maya yang tidak tahu apa yang harus dilakukannya tampak kikuk. Walaupun ia tidak tahu apa yang harus dikatakannya, ia juga merasa harus mengatakan sesuatu tetapi… Apa? 
“Selamat datang Putri Aldis.”
Ya ampun, suara itu!
Maya menoleh dan mendapati pria menyebalkan itu berjalan menghampirinya. Ukh! Kenapa harus dia! Rutuk Maya dalam hatinya.
Belum sempat Maya menghardik Masumi agar jangan mendekatinya, tiba-tiba tangan pria itu meraih telapaknya dan mencium punggung tangannya!
Maya sangat terkejut dan otomatis tubuhnya merinding dengan perlakuan tak biasa Masumi kepadany. Dan masalahnya, ini kan di tempat umum! Bukan berarti ia akan mengijinkan pria itu melakukannya di tempat yang lebih sepi.
Dengan kasar Maya menarik tangannya dan menerutkan dahinya kesal namun rupanya tingkah pria itu tidak berhenti sampai di sana ia lantas menyerahkan sebuah buket bunga yang semenjak tadi dibawanya.
“Semoga Tuan Putri berkenan.” katanya.
Maya menatap buket bunga itu dengan bingung.
“Apa ini?” tanya Maya ingung sekaligus enggan sementara pria di hadapannya hanya tersenyum menyebalkan dengan penuh muslihat.
“Bukankah kita pernah bertaruh, kubilang aku akan memberimu banyak bunga jika kau berhasil memerankannya kan?”
Maya mengamati Masumi. Apa maksud pria itu melakukannya di sini? Sekarang? Di hadapan orang-orang ini?
Tetapi akhirnya Maya menerimanya. “Te te terima kasih,” ujarnya dengan tak rela.
“Sama-sama,” jawab pria itu dengan senyuman menyebalkan yang masih terpasang di wajahnya. Namun selanjutnya apa yang Masumi lakukan cukup mengejutkan Maya. Pria itu tersenyum hangat dan bertepuk tangan. Begitu juga orang-orang yang ada di sekitar mereka. Wajah Maya merona dengan sambutan mereka. Bahkan Ayumi dan juga bu Mayuko yang sudah berada di ruangan itu terlebih dahulu juga bertepuk tangan untuknya. Maya sangat terharu karenanya. Beberapa orang lantas menghampiri dan mengucapkan selamat kepadanya yang sudah sukses memerankan Aldis. Beberapa hadirin dan juga wartawan membicarakan mengenai buket bunga yang diberikan oleh Masumi.
“Wah. Pak Masumi sampai memberikan buket bunga. Dia kan sangat jarang melakukannya, hanya aktris yang patut diperhitungkan yang dikiriminya buket bunga.”
Maya terkejut mendengar pernyataan itu. Ah, tapi dia kan tahu alasan kenapa pria itu memberinya bunga, bukan karena Masumi memang menganggapnya sehebat itu melainkan karena Masumi memang kalah bertaruh dengannya. Pria itu yakin sekali Maya tidak akan mampu memerankan putri Aldis sekarang pria itu harus menjilat ludahnya sendiri.
Huh! Aku kan memang layak mendapat bunga ini. Dia sendiri yang mengajakku bertaruh.
Namun ternyata Maya tidak begitu saja terbebas dari pria itu. Setiap kali Maya bicara dengan seseorang, tiba-tiba saja dia sudah berada di samping Maya dan ikut bicara. Anehnya, tidak lama kemudian Masumi jadi mengendalikan pembicaraan.
Maya jadi teringat saat mawar ungu mengajaknya makan malam dan yang muncul malah Masumi Hayami. Walaupun dia itu tamu tak diundang dia malah jadi moderatornya. Begitu juga dengan saat ini.
Maya tengah menatap bingung pria asing di hadapannya saat orang itu menyapa dan menyelamati Maya. Tiba-tiba Masumi muncul dan berseru, “Wah, pak kaname apa kabar? Kudengar anda mendapat penghargaan di festival cannes sebagai penata musik terbaik,” kata Masumi seraya menghampiri keduanya. Maya akhirnya tahu bahwa pria di hadapannya adalah seorang penata musik internasional.
“Kenapa sih anda mengikutiku terus?” desis Maya dengan kesal saat ia hanya berdua dengan Masumi.
“Mengikutimu? Kenapa aku harus mengikutimu?” tanya Masumi dengan lagak.
“Tapi memang begitu kan? Dari tadi kemanapun aku pergi selalu saja ada kau!”
“Wah, perhatian sekali, padahal aku sama sekali tidak menyadari kehadiranmu.” Seperti biasa dengan lihai Masumi berbohong. “Dengar ya Mungil, hampir semua orang di ruangan ini aku kenal, terutama jika mereka orang-orang yang penting. Jadi tidak aneh kan jika aku menyapa dan bicara dengan banyak orang. Kebetulan saja kau ada di sana.”
Maya cemberut. “Terserah, pokoknya jangan dekat-dekat aku lagi!”tegas Maya.
Tetapi rupanya Masumi tak menghiraukan. Tatapannya teralih kepada seseorang “Pak hanazono,” sapanya dengan ramah. Maya baru saja hendak pergi saat Masumi berkata, “Mari kuperkenalkan ini Maya kitajima yang memerankan putri Aldis,” terang Masumi seraya mengarahkan tangannya kepada Maya.
Gadis itu tertegun dan mengurungkan niatnya untuk beranjak. Tak kentara Maya melirik kesal kepada Masumi yang tiba-tiba melibatkannya.
“Ah, Maya kitajima. Kau luar biasa sekali memerankan aldis,” pria itu sejenak menurunkan kacamatanya lantas mengenakannya lagi dan berdecak kagum. “Wah wah wah, kau sangat berbeda. Yang tadi itu kau? Hebat sekali. Aktingmu sungguh hebat. Aku yakin sekali itu bukan hanya sekadar keajaiban makeup,”
Maya hanya bengong mendengar perkataan blakblakan dari pak hanazono. Ia tidak tahu apakah itu pujian atau bukan dan hanya bisa berterima kasih dengan kaku. Setelah sempat berbincang dan mengetahui bahwa Pak Hanazono  adalah seorang produser ternama, Masumi lantas menahan tawanya. Ia memang menyadari Pak Hanazono adalah orang yang selalu bicara apa adanya. Sementara Maya mendelik kesal kepada pria tersebut.
“Senang ya kalau sudah mempermalukanku?”
“Yang tadi itu pujian, mungil.”
“Pujian pujian...” Maya menggerundel. “Kalau pak Masumi tidak di dekatku aku tidak harus berbicara dengan orang seperti mereka dan mempermalukan diriku.”
Masumi terbahak. Ia tahu beberapa orang dan juga wartawan sedang membicarakan kedekatan mereka dan Masumi memang mengharapkannya. Gadis itu memang tidak terlihat dekat dengan siapa-siapa. Berlainan dengan Ayumi yang sedari tadi tidak berhenti berbincang dengan banyak orang.
“Mungil, saat pesta seperti ini, adalah waktumu mempromosikan diri. Kau harus banyak berbicara dengan orang-orang dan mencari koneksi agar pementasanmu selanjutnya bisa lebih mudah.” terang Masumi.
Sebenarnya tanpa Maya sadari Masumi memang telah banyak membantunya. Ia yang baru kembali pada pentas profesional memang masih malu dan gugup berhadapan dengan orang-orang setelah skandal yang menimpanya. Jika mengingat hal tersebut
Jika teringat semua skandal yang pernah menimpanxa tersebut Maya semakin merasa rendah diri. Namun jika dipikir-pikir memang seharusnya Maya berterimakasih kepada Masumi yang berada di sampingnya tanpa sengaja itu. Jika ada orang yang mengungkit-ungkit mengenai skandal yang menimpanya dahulu, saat Maya sedang bingung mencari jawaban, Masumi yang akan menjawab untuknya atau bahkan mengalihkan topik pembicaraan. Walaupun Maya menyadarinya dan merasa heran, namun ia merasa mengetahui apa jawabannya. Jelas saja jika Masumi tidak ingin orang-orang membicarakan hal itu, dia kan dulu aktris daito! Ha! Pasti karena itu hingga Masumi terkesan membelanya. Dasar picik, pasti pria itu tidak ingin nama daito terbawa-bawa lagi, pikir Maya.
“hei mungil, kenapa bengong saja?” tanya Masumi kepada gadis yang tak berhenti menatapnya sinis, namun anehnya, membuat jantung Masumi berdebar tak menentu karena alasan tertentu.
“aku sedang berpikir, apa lagi niat busukmu saat ini? Jangan memasang wajah sok ramah seperti itu! Aku tahu benar kau orang yang paling mengharapkan kegagalanku kan? Kau bahkan bertaruh bahwa aku tidak akan bisa memerankan Aldis! Sekarang jangan berpura-pura lagi, tidak usah sok baik dan pura-pura ramah, katakan saja apa yang kau inginkan.”
Masumi terdiam, memandang Maya dengan rasa sedih yang berusaha disembunyikannya.
“kau benar, aku memang mempunyai niat tertentu kepadamu. Kau boleh menyebutnya niat busuk atau apa pun, tetapi aku tidak menerima penolakan sebagai jawaban."
perlahan Masumi menghampiri Maya dan dengan waswas gadis itu menatapnya penuh kecam.
“grep!” tangan Masumi mencengkeram pergelangan Maya. “ayo kita berdansa!” ajaknya.
“hah? Apa!?” Maya terlonjak dan hendak menolak, tetapi terlambat. Seperti yang Masumi katakan, ia tidak menerima kata tidak dan menyeret gadis itu ke tengah ruang pesta.
“e.eh pak Masumi!” tolak Maya berusaha melepaskan diri. Tetapi tangan Masumi malah melingkar ketat di pinggang gadis mungil itu.
“mari berdansa denganku, putri Aldis...”
“a, aku tidak bisa berdansa!” desis Maya seraya mengedarkan tatapannya dengan resah ke sekeliling mereka yang sekarang tengah menatap keduanya penuh tanya.
“kau bisa. Kau melakukannya dengan baik saat berdansa dengan Julius.” Masumi menyebutkan adegan yang membuatnya cemburu.
“ta, tapi itu...” Maya mulai panik karena sepertinya Masumi sama sekali tidak berniat melepaskannya.
“lakukan seperti itu saja,” Masumi berkata dengan raut lembut yang membuat Maya terkejut. “aku tidak akan mempermalukanmu,” janjinya sungguh-sungguh.
"Nah, itu kau bisa..." puji Masumi seraya tersenyum.
"A, aku... ini...." wajah Maya merona dan terasa hangat dengan pujian Masumi. Namun gadis itu tertegun. Kenapa dia harus merasa tersanjung dengan perkataan pria menyebalkan ini? Beberapa kali ia melirik ke arah mata Masumi, dan tatapan pria itu sama sekali tak lepas darinya. Aduh... kenapa dia melihatku terus menerus! Batin Maya antara kesal dan salah tingkah. Namun bukan hanya itu, Maya juga jadi kehilangan konsentrasinya.
"Ukh," Masumi mengerang tertahan, saat kaki Maya menginjak kakinya dengan keras.
"Ah! Ma-maaf... maaf...." ujar Maya dengan spontan.
Masumi tertawa,"Tidak apa-apa... Aku sudah mengira dan mengantisipasinya. Tidak kukira cukup lama juga sebelum kau menginjak kakiku."
"Ha?" Alis Maya berkerut kesal saat ia mendongak mendengar perkataan Masumi.
"Itu pujian," pria itu menegaskan.
"Pujian..." Maya menggerutu. "Apanya yang pujian? Benar kan apa yang kukatakan! Anda memang hanya mengharapkan kegagalanku." Gadis itu berontak, berusaha melepaskan dirinya dari Masumi. Dengan kesal ia berbalik dan menjejakkan langkahnya kuat-kuat.
Dasar pria menyebalkan! Kenapa dia selalu ada di mana-mana! Menyebalkan! Menyebalkan!Menyebalkan! gadis itu menyingkir dari Masumi tanpa menoleh.
Masumi hanya mengamati punggung Maya dengan sendu, sementara sekeliling mereka masih mengamati dan berbisik-bisik mengenai keduanya.
Masumi bisa melihat gadis itu amat membencinya dan tak bisa berlama-lama di dekatnya. Kemungkinannya sangat kecil Maya bersedia dijodohkan apalagi sampai jatuh cinta! Tidak ada yang bisa Masumi lakukan untuk membuat Maya menerima Masumi dalam hidupnya.
=//=
"Kau sudah memutuskan kan?" tanya Eisuke.
Masumi diam di tempatnya dengan koran terbuka di atas pangkuannya.
"Jawab, Masumi! Apakah kau mau melaksanakan wasiat ibumu atau tidak? Jika tidak," Eisuke melemparkan sebuah map lainnya ke hadapan Masumi. "Kau bisa melihat gadis itu. Dia--"
"Baiklah!" seru Masumi.
Alis Eisuke berkerut. "Baiklah? Jadi dengan siapa--"
"Maya Kitajima," kata Masumi. "Aku menerima perjodohan ini. Kapan kita akan memberitahunya?"
=//=
May tengah menangis karena tayangan dorama yang ditontonnya malam itu saat pintunya tiba-tiba diketuk.
"Siapa?" pikirnya. Rei tidak pernah mengetuk pintu, begitu juga teman-teman teaternya. Apa jangan-jangan induk semangnya? Aduh! Maya belum mendapatkan bayaran dari dua putri dan begitu juga Rei yang masih belum gajian.
Maya sedang ketakutan saat seruan di pintu terdengar, memanggil nama Maya. Suara seorang laki laki yang sangat dikenalnya. Ha? Dia!? Ya ampun! Apa itu hanya suara dalam kepalanya saja? Tetapi kenapa terdengar begitu keras dan nyata. Nah! Terdengar lagi! Dan semakin keras.
Untuk meyakinkan bahwa dia tidak hanya berkhayal yang tidak-tidak,ih, cih! Amit-amit! Tentang pria itu? Mustahil! Maya beranjak menuju pintu dan ia masih mendengar suara seruan dari pita suara yang sama. Apa benar Masumi Hayami berkunjung ke apartemennya? Maya membuka pintu apartemennya dan tampaklah dia.
Benar! Direktur daito itu berada di balik pintunya.
"Halo mungil." dan, bisa bicara! "mungil, kau- Aduh!!"
"Ngeee~k" Maya menarik pipi Masumi sekencang-kencangnya.  Eh! Dia berteriak dan kulitnya tidak lepas! Dia sungguh-sungguh...
"Masumi Hayami! Apa yang kau lakukan di apartemenku!!?" seru Maya, kesal dan tak percaya.
"Bertamu, Mungil! Ya ampun!" Masumi memaksa cubitan Maya yang masih bertahan itu lepas. "kau itu tak pernah kedatangan tamu ya, sampai tidak tahu cara memperlakukan tamu!" hardik Masumi yang merasakan pipinya berdenyut.
"Benar! Memang begitu caraku menyambut tamu. Kau belum pernah datang ke sini kan?" tantang Maya. puas.
"Pantas saja tidak da yang mau bertamu ke sini, aku yakin begitu, karena da gadis genit yang senang mencubit pipi orang lain."
"Gadis geniiit !!?" Mata Maya yang sembap membundar. "Kau mau apa datang ke sini? Merusak suasana Cepat pergi dari sini!"
Masumi menghela napas dengan keras. "Kau ini apa tidak berpikir bahwa aku datang kemari karena ada urusan?"
"Bukan urusanku!" Maya cemberut habis-habisan.
"Kalau bukan urusanmu, untuk apa aku ke sini?" Masumi menaikkan alisnya.
"Mana aku tahu! Aku juga tidak peduli," jawab Maya asal-asalan.
Masumi mengamati Maya dengan heran. Gadis ini sama sekali tidak mau memberinya kesempatan bicara?
"Maya," seseorang bicara. kali ini bukan Masumi. Maya tertegun dan menoleh kepada sosok yang berdiri di samping Masumi yang tadi tidak terlihat olehnya.
Raut wajah gadis itu berubah bingung. Siapa itu?
"Kau Maya kan? Maya Kitajima?" tanya pra tua itu memastikan.
"Ah, i-iya, Saya Maya Kitajima," jawab Maya seraya merapatkan kedua tangannya di antara paha dan membungkuk kecil."
Lain sekali.... batin Masumi melihat perubahan sikap Maya.
"Bapak siapa?" tanya Maya lagi.
"Ahh... akhirnya! Akhirya aku bisa bertemu dengan putrinya Haru Kitajima! Wah..." matanya berkca-kaca begitu saja.
"Eh, Ha-Haru...? Ibu?" Wajah Maya semakin bingung ia menoleh kepada Maya dan pak tua itu berkali-kali. "Ada apa dengan ibu?" tanyanya.
"Sekarang boleh kami masuk?" tanya Masumi dengan datar.
Maya mengamati pria tua itu. "Ah, maaf, silakan Pak... silakan masuk..."
Pria tua itu masuk, Maya lantas berbalik menatap Masumi dengan alis berkerut sebal. "Apa Anda juga harus ikut masuk!?"
Masumi menahan gusar dengan merapatkan gigi-giginya. "Ya, tentu saja aku juga harus masuk. Karena dalam hal ini aku berkepentingan." tegas Masumi.
Dipikirnya makhluk mungil seperti Maya bisa menakutinya? Ia hanya takut ditolak, selebihnya tidak.
"Ukh, dasar menyebalkan! Tukang ikut campur!!” Maya menggerutu seraya beranjak masuk.
Masumi tidak menunggu dipersilakan. Ia segera masuk ke apartemen beratap pendek itu. Sempit, bahkan kamar mandi rumahnya lebih luas. Dan, Maya tinggal di sini berdua? “pantas saja tubuhnya tidak besar-besar,” gumam Masumi yang tanpa sadar menggumam lebih keras dari yang ia maksudkan.
Maya yang telinga kecilnya masih sangat tajam segera menoleh kepada Masumi. "Maksudmu aku!?" tantangnya.
Awalnya Masumi hendak mengelak namun akhirnya pria itu berkata, "Ya, kau. Tahu diri juga rupanya."
"KAAUU!!" pekik Maya dengan kedua tangan terangkat membentuk cakar hendak menerkam Masumi. Andai saja Pak Miyake tak kembali bicara.
"Wah, ternyata kalian berdua sudah akrab, syukurlah..."
"Kami berdua tidak akrab!" tampik keduanya bersamaan seraya menoleh kepada Pak Miyake.
"Tapi sepertinya akrab," Miyake tersenyum lega. "Kalau begitu akan lebih mudah mewujudkan keinginan Haru dan Aya mewujudkan impian mereka menjadi saudara."
"Ha, haru? Ibu?" tanya Maya sekali lagi yang masih bingung kenapa nama ibunya masih saja disebut-sebut.
"Benar," sahut Miyake lagi. "Namaku adalah Jin Miyake, aku adalah teman sekolah Haru dan Aya. Dulu, kami bertiga bersahabat sejak kecil."
"Aya?" Alis Maya berkerut.
"Ibuku," jawab Masumi.
"HAH!!?" Maya menoleh dan melotot menatap Masumi. "Anda... punya ibu?"
"Tentu saja!!" Masumi mendelik kesal. "Kau pikir aku keluar dari batu?"
"Tidak... yang keluar dari batu itu berbulu emas, Anda..." ia mengamati rambut tipis yang mengintip dari kemeja lengan panjang Masumi. "Tidak. Kupikir Anda hasil pengendapan lumpur, apa sih itu namanya? Seperti kalau di hilir sungai, yang--"
"Cukup!" desis Masumi dengan gusar.
"Tidak," tampik Miyake seraya menahan tawam, "Masumi bukan hasil pengendapan lumpur, tidak mungkin kan hasil pengendapan lumpur sebagus ini?"
Masumi hampir tidak bisa menahan hidungnya untuk tidak mengembang mendengar dirinya dipuji di hadapan Maya andai saja ia itu menangkap suara "cih!" perlahan yang terlontar dari bibir gadis di sampingnya itu.
"Jadi, intinya, dahulu ibu kalian saling mengenal satu sama lain mereka bersahabat, ya, denganku juga. Lalu kami sepakat bahwa suatu saat kami harus menjadi saudara dengan menikahkan putra putri kami."
Perlahan tapi pasti alis Maya berkerut, sepertinya mulai ada yang ganjil.
"Saat itu Haru menikah terlebih dahulu, ia pergi ke Yokohama bersama suaminya. Tetapi, untuk waktu yang lama, kudengar Haru tidak kunjung hamil. Karena itu, aku sama sekali tidak tahu bahwa dia mempunyai putri. Aku sendiri sempat menikah dan memiliki seorang putri tetapi putriku... dia... meninggal saat masih remaja. Sementara Aya, dia pergi ke Tokyo mengikuti suaminya. Aku tahu dia memiliki seorang putra, Masumi. Namun aku tidak pernah tahu bahwa Aya juga menikah dengan... Ayah Masumi sekarang. Karena, aku sendiri pergi ke Hong Kong mengurus usahaku dan syukurlah mengalami banyak kemajuan di sana. Saat aku kembali, barulah aku mendengar bahwa Haru ternyata mempunyai putri Maya Kitajima yang sudah menjadi aktris, dan Aya... menjadi nyonya besar. Saat itulah aku teringat, dengan janji kami dahulu," ia menatap Maya dan Masumi bergantian.
Masumi tampak tenang dan datar saja, tetapi sesungguhnya ia sangat gelisah. Apakah ini harus diteruskan? Atau dia seret saja Pak Miyake sekarang juga keluar apartemen itu?
"Ja, jadi...." Maya berkata perlahan-lahan.
"Benar, kami pernah berjanji menikahkan putra dan putri kami, karena itu... Masumi... dan..."
"Ya ampun!!!" seru Maya dengan mata terbelalak. "Pak Masumi! Pak... Pak.... Masumi..." ia menunjuk kepada pria itu. “Tidak akan bisa menikah seumur hidup! Karena putrimu sudah meninggal, Pak Miyake?" tanya Maya dengan prihatin.
"Hah?" Masumi menoleh kaget kepada Maya.
"Bukan, bukan," Miyake menggeleng. "Maksudnya bukan itu. Tetapi, kau, Maya, putri Haru..."
"Ha?? Aku? aku.... harus menikah.... dengan putra pak Miyake??" tanya Maya dengan shock.
"Bukan, bukan," MIyake kembali menggeleng. "Aku hanya memiliki seorang putri, dan dia sudah lama meninggal...."
"Lalu...?" tanya Maya. "Siapa yang akan menikah dengan anakmu?"
"Bukan anakku. Aku hanya menyampaikan wasiat, dan sudah kewajibanku untuk mengatakan kepada kalian apa yang mendiang ibu kalian harapkan, dan aku wajib mewujudkannya. Jadi, Maya... Masumi... kalianlah yang dijodohkan, agar---"
"Ha??" Maya bengong, ia mengucek-ngucek telinganya. Dari berjuta kemungkinan mengenai siapa menikah dengan siapa, walaupun hanya Tuhan yang tahu siapa jodoh seseorang, Maya hampir seratus persen yakin jodohnya tidak mungkin makhluk endapan lumpur di sampingnya! "APA!?" tanya Maya lagi, berusaha tenang tetapi tidak bisa. "Bisa diulangi?"
"Ya, Maya, kau harus menikah dengan Masumi."
"HAH!!!???" Maya di ambang ketenangannya. Ia shock berat. Ia menoleh kepada Masumi, menunjuk pria itu tanpa bisa bersuara.
"Benar, Masumi Hayami, putra Aya Fujimura, sahabat ibumu dahulu di Kyoto."
Ditatapnya wajah datar pria itu yang bola matanya sedang menatapnya. Si dingin, gila kerja, gila hormat, pria menyebalkan, menjengkelkan, yang membuat kepalanya gatal hanya karena melihat bayangannya, yang sudah menyebabkan ibunya... yang.... yang....
"MAYA!!!" seru Masumi panik, saat Maya pingsan saat itu juga.
Maya bisa merasakan kepalanya begitu berat dan matanya perlahan terbuka. Ia juga merasa sedikit pusing.
"Kau sudah bangun?" tanya Rei yang ternyata sedang berada di sisinya.
Perlahan Maya menoleh kepada Rei, matanya masih terasa berat. "Kau sudah pulang?"
"Ya... Maya..."
"Aduh Rei..." Maya memegangi kepalanya.
"Kenapa, Maya? Ada apa?"
"Ukh! Aku mimpi buruk..." keluh Maya berusaha bangkit dari pembaringannya.
"Mimpi yang sangat buruk, kepalaku sampai sakit..."
"Mimpi buruk?" Alis Rei berkerut.
"Ya... Itu, Masumi Hayami..." Maya tak sanggup meneruskan, ia segera merinding.
"Tidak! Tidak! Tidak! Tidak!!" Maya menggeleng-geleng keras seraya memejamkan matanya. "Aku tidak ingin mengatakannya! Katanya mimpi buruk kalau dibicarakan bisa menjadi kenyataan. Hiiy!! AKu tidak mauu!!" seru Maya.
"Maya," Rei menghampiri dengan khawatir, "di luar--"
"Sreek!" pintu apartemen terbuka lebar, Masumi masuk terburu-buru. "Kau sudah bangun?" tanyanya.
Mendengar suara pria itu Maya terlompat sangat kaget, ia menatap pria menjulang yang tiba-tiba muncul itu dengan ngeri. "Ka-kau!!" pekik Maya tanpa menghiraukan sopan santun. "Apa yang kau lakukan di sini!!?" seru Maya ngeri, ia benar-benar takut mimpinya menjadi kenyataan.
Bagaimana bisa begitu ia bermimpi buruk mengenai si makhluk lumpur dan dia benar-benar berada di hadapannya!
"Mungil, kau tadi tiba-tiba--"
"Maya sudah sadar?" tanya sebuah suara lainnya.
Maya melihat seorang pria muncul di belakang Masumi. Mata gadis itu segera membulat.
"Pak Miyake!!" serunya.
"Maya, kau sudah sadar?" tanya Pak Miyake dengan khawatir. "Kau tiba-tiba pingsan tadi... Kami angat khawatir..."
Jadi.... jadi... yang tadi itu bukan mimpi...? batin Maya dengan sangat terkejut. Ia membatu di tempatnya. Suara Pak Miyake juga tidak terdengar begitupun suara Rei memanggil-manggil namanya, atau pun goncangan pada bahunya. Maya sekali lagi mati rasa. Ia hanya bisa menatap Masumi dan terngiang kembali semua perkataan yang ia pikir mimpi buruk tadi.
Kau di jodohkan dengan Masumi Hayami... putra sahabat ibumu... kau harus menikah dengan Masumi Hayami... si makhluk endapan lumpur...
"Tidak... tidak... tidak mauuu!!" Maya berteriak-teriak dan mulai menangis, membuat Rei sangat terkejut dan khawatir, begitu juga Pak Miyake. Sementara Masumi hanya bisa terdiam merasa miris.
"Mungil, dengarkan dulu--"
"KeluaR!!" tolak Maya, meraih apa pun yang berada dalam jangkauannya dan ia lemparkan kepada Masumi. "Pergi kau! Pergi! Pergiii!! Aku benci kau!! Aku tak mau melihatmu!! Pergii!!!" pekik Maya mengusir Masumi agar menyingkir.
Masumi berusaha menahan lemparan-lemparan itu dengan kedua tangannya sementara Rei berusaha menenangkan Maya yang tampaknya begitu emosi.
"Pak Masumi! Anda sebaiknya cepat pergi!" saran Rei dengan panik dan berusaha menenangkan Maya.
Masumi menghela napasnya sangat berat. Ia menatap Maya yang masih tampak kalap. Ia berdiri tanpa bicara dan keluar dari sana.
"Saya juga sebaiknya permisi, tetapi..." Pak Miyake menatap Maya. "Nanti saya akan kembali," katanya.
Pria tua itu keluar mengikuti Masumi yang sama sekali tak mengatakan apa pun. Ia tak bisa membaca perasaannya, namun tampaknya, memang ada sesuatu di antara keduanya, dan Pak Miyake yakin, itu bukan hal yang diharapkan Masumi.
"Silakan Pak, saya antar kembali ke apartemen," Masumi membuka pintu mobil.
"Tidak perlu," pria itu menatap Masumi dan tersenyum. "Saya lapar, bisa kita makan? Ada yang ingin saya bicarakan. Lalu saya juga nanti, ingin bicara dengan Maya."
Masumi terdiam sejenak. Ia merasa bisa menebak apa yang hendak dibicarakan Pak Miyake. Masumi mengangguk. Keduanya meluncur ke restoran.
=//=
"Sudah Maya, tenanglah, sebenarnya ada apa?" tanya Rei. "Aku sangat terkejut mendengar kau pingsan, padahal kau tak pernah pingsan sebelumnya. Aku tanya kepada Pak Masumi namun mereka tak bicara." Memang, Rei tadi panik dan sempat menuduh Masumi mengenai apa yang sudah ia lakukan kepada Maya, namun pria itu sudah merawat Maya saat pingsan dan ia pun terlihat resah, akhirnya Rei tak memojokkan pria itu.
"Rei... Rei..." isak Maya. "A-aku... Aku... dan Pak Masumi... katanya, kami ini dijodohkan," isaknya.
"HAH!!? HAH!!? HAH!!? HAAAHH!!!!???" Rei tak punya cukup Hah untuk menggambarkan rasa terkejutnya. "A-ap!!??"
"I-iya... ternyata, ibuku dan ibu Pak Masumi bersahabat dan... entahlah! Pokoknya, katanya mereka sepakat menikahkan kami! Huhuhu... Reiii... aku tidak mauu~"
Sekarang Rei yang bengong, sekejap kepalanya terasa snagat ringan dan ia hampir saja pingsan jika saja Maya tidak menahan bahunya dan berseru memanggi-manggil namanya, "Rei! Rei!! kau kenapa! Rei!!"
"Ah! Ah, ya, ya..." Rei berusaha menangkan dirinya. Tidak heran Maya yang snagat sehat bisa pingsan. Ia saja yang tak ada hubungan apa-apa, amat terkejut mendengarnya.
"AKu harus bagaimana Rei??? Aku tidak mau menikah dengannya!!"
"Tolak saja," kata Rei singkat dan serius menatap Maya "Kalau kau tidak mencintainnya--"
"Aku sangat membencinya!"
"Kalau begitu, kau tak mungkin menikah dengannya kan?"
=//=
"Jadi... hubungan kalian berdua kurang bagus..." gumam Pak Miyake seraya mengangguk-angguk tipis saat Masumi menjelaskan bahwa perusahaannya dan teater Maya, ayahnya dan guru Maya, juga dirinya dan gadis itu memiliki hubungan yang buruk.
"Saya sudah tahu bahwa Maya akan menolaknya. karena itu, saya rasa ide mengenai perjodohan ini mungkin sebaiknya..." Masumi ragu sejenak. "Dibatalkan saja. Saya rasa, Anda pasti mengerti setelah Anda melihat sendiri reaksi Maya. Maaf... perjalanan Anda jauh-jauh ke sini tidak membuahkan hasil."
"Hm..." Pak Miyake bergumam. "Aku bisa melihat Maya memang masih belum mau menerima perjodohan ini, tetapi, di lain pihak... kau sepertinya sama sekali tidak keberatan?" Pak Miyake memastikan.
Masumi tertegun sejenak. Ia berusaha keras tidak terlihat begitu bernafsu menikahi gadis itu. Masumi menghela napas perlahan. "Bagiku, menikahi siapa pun sama saja. Aku tidak pernah memikirkan hal semacam itu. jadi, jika... memang itu yang diharapkan ibu, jika aku memang harus menikah dengannya, ya sudah."
Pak Miyake mengamati Masumi. "Hmm... kau seseorang yang dingin ya..." katanya, "Pantas saja Maya bereaksi seperti itu. Kalau dipikir-pikir... memang kasihan juga jika dia harus menikah dengan pria sepertimu."
Masumi terdiam, ia menahan ludahnya perlahan. Apakah dia juga harus kehilangan pendukungnya yang hanya seorang ini juga? Apakah dia harus melepaskan kesempatan yang mungkin akan menjadi satu-satunya kesempatan bagi Masumi untuk bisa mendapatkan Maya? Apakah cukup berharga hanya memiliki gadis itu sebagai istrinya, tetapi tidak hatinya? Pertanyaan-pertanyaan itu berputar terus menerus di kepala Masumi sementara pelayan menghidangkan pesanan mereka.
Apakah ia siap, melihat pria lain membahagiakan Maya? Untuk yang satu itu jawabannya sangat nyata. Tidak. Ia tak tahan melihat Maya berdansa mesra dengan aktor pasangannya padahal hanya akting. Bagaimana jika dia sungguh-sungguh melihat Maya menjadi milik orang lain? Sama sekali tak bisa dijangkaunya lagi? Masumi mengetatkan pegangan di pisau dan garpunya. Jika hal itu sampai terjadi, mungkin pisau itu akan melayang pada pria tersebut atau malah kepada dirinya sendiri.
"Masumi," tegur Miyake yang mengejutkan Masumi dari lamunannya. "Aku tahu hal ini sangat mengejutkan, apalagi bagiku. Dua orang wanita yang bersahabat, sahabatku sendiri,ternyata anak-anak mereka bermusuhan. Belum lagi, menikah tanpa rasa cinta tentu sedikit menyulitkan, melihat bagaimana kalian berdua begitu berbeda.
Namun... mungkin saja jika dicoba, kalian berdua bisa saling jatuh cinta. Jika hal itu mau kau usahakan, maksudku, kau mau mencoba mencintai Maya dan membahagiakannya, aku akan berusaha membujuknya, karena keinginan kedua orang tua kalian dahulu juga sudah menjadi keinginanku. Tetapi,jika kau hanya menikah karena memenuhi kewajiban,dan tidak akan menganggap Maya ada,lebih baik... ya... hal ini memang tidak usah diteruskan... daripada ada dua hati yang akan terluka."
=//=
Maya baru selesai menenangkan diri saat ketukan di pintu terdengar.
"Biar aku yang bukakan," kata Rei. Gadis tomboi itu beranjak ke pintu dan mendapati pria tua yang tadi bersama Masumi kembali ke sana. "Ah, Pak Miyake..."
"Bagaimana keadaan Maya?"
"Dia sudah lebih baik."
"Boleh aku masuk? Ada yang ingin kubicarakan dengannya."
"Ah, ya, ya... silakan..." Rei bergeser mempersilakan.
Pak Miyake menatap Maya dan dia kembali tersenyum kepadanya. Maya mengangguk gugup. Tiap kali melihat pria itu, Maya teringat misi yang diembannya. Karena itu, Maya juga jadi merasa takut dan gelisah sendiri.
"Bagaimana perasaanmu?" tanya Pak Miyake.
"Ba-baik..."
"Maaf ya, aku tiba-tiba saja muncul dan membawa kabar yang mengejutkan," pria itu tersenyum kebapakan. Maya hanya bisa temangu dan tidak bisa menjawab. "Maya... aku mengerti kalau semua ini benar-benar di luar dugaanmu. Akan tetapi, aku pun mempunyai kewajibanku sendiri untuk menyampaikan hal ini. Maya... Aku sudah bicara dengan Masumi. Dan, mungkin kalian memang tidak akur antara satu sama lain, karena itu... kau memiliki kebebasan untuk memutuskan. Tetapi, Maya... dulu, ibumu dan ibu Masumi, mereka sangat dekat seperti saudara. Malahan, Aya pernah menolong Haru dengan memberikan semua tabungannya untuk bayaran sekolah Haru. Sayang sekali, memang setelah menikah kami tidak bisa terus menjaga komunikasi, kami memiliki masalah hidup kami sendiri-sendiri. Walaupun begitu, aku sempat bertemu Haru dan Aya secara terpisah, saat itu Masumi baru berusia satu tahun dan kami bertemu di Kyoto karena ibu Aya meninggal dunia. Ia masih berharap agar bisa menikahkan anak-anak kami suatu saat. Ketika aku tak sengaja bertemu haru di Yokohama, ia mengatakan hal yang sama. Hanya saja, saat itu ia masih belum juga hamil. Coba pikirkanlah baik-baik... Haru bahkan berkata, ia ingin sekali membantu Aya jika mereka bertemu kembali, haru sempat mengira dirinya tak bisa hamil dan dia berkata, akan menyenangkan jika dia bisa menganggap anakku atau anak Aya sebagai anaknya."
Maya terdiam, dia menelan ludahnya. Ibu pasti tak tahu, bahwa Pak Masumilah... yang sudah mengurungnya, pikir Maya murung.
"Maya... mungkin, kau akan berpikir bahwa ini permintaan yang egois dan tidak masuk akal. tetapi, coba pikirkanlah baik-baik. Kurasa, jika kau dan Masumi mau mengikuti permintaan mendiang orang tua kalian,arwah mereka pasti akan lebih tenang dan bahagia di alam sana..." pinta Miyake. "Selain itu, syukurlah usahaku selama ini sukses di Hongkong. Aku sudah tidak memiliki putri. Melihatmu, membuatku teringat kepada Haru. Jika... kau memerlukan bantuan, apap pun itu... jangan sungkan," Miyake meraih tangan Maya dan menepuk telapaknya. "Aku pun... akan menganggap kau dan Masumi seperti anak-anakku sendiri."
Maya terharu, ia rasanya ingin menangis. Ia sepertinya mengerti, bagaimana kuatnya persahabatan orang tua mereka dahulu.
"A.. aku... aku..." Maya masih tidak tahu harus mengatakan apa. Menikah itu bukan hanya dipikirkan beberapa menit dan mengatakan YA begitu saja...
"Pikirkanlah baik-baik... aku sudha mengatakan kepada Eisuke Hayami mengenai masalah ini. JIka kau setuju, maka pertunangan dan pernikahan--"
"Tunggu dulu!" sergah Maya. "Bagaimana dengan Pak Masumi?" Maya hampir saja lupa hal yang penting. "Bagaimana pendapatnya mengenai hal ini? apakah dia...?"
"Mungkin dia memang terlihat dingin, tetapi, Masumi sangat menyayangi dna menghormati ibunya, juga harapan ibunya tersebut. Masumi sudha setuju dijodohkan denganmu, jika kau juga bersedia."
Maya tersengat tak percaya. Apa Pak Miyake serius? Masumi Hayami, tidak menolak dijodohkan dengannya? Maya Kitajima yang selalu saja diejek si Mungil olehnya ini? Maya jadi linglung dan tidak lagi mengerti, yang mana mimpi dan mana kenyataan.
Maya tampak bengong termangu seperti kurang kesadaran. Rei sangat prihatin melihatnya. Sudah tiga hari berlalu semenjak Masumi dan Pak Miyake datang ke apartemen mereka dan memberikan kabar yang terlalu luar biasa hingga begitu sulit diterima akal Maya.
Dia dan Masumi Hayami sudah dijodohkan sebelum keduanya lahir? Awalnya Maya memang memutuskan untuk menolak mentah-mentah kenyataan itu, namun, ada hal yang mengganjal yang sempat ia ungkapkan kepada Rei.
"Aku ini anak yang tidak berbakti Rei..." isak Maya seraya menatap sahabatnya getir.
"Jika teringat ibu, aku masih sering teringat kesalahanku... yang sudah meninggalkan rumah, meninggalkan ibu sendirian padahal dia sudah tidak punya siapa-siapa lagi. Hingga dia sakit-sakitan dan... meninggal..." Maya tergugu.
"Sekarang, ibu sudah di alam baka, tak ada lagi yang bisa kulakukan untuk berbakti kepadanya. Tetapi... mengetahui ibu pernah menghendaki menjalin ikatan saudara dengan para sahabatnya, mungkin... ini jalan satu-satunya yang bisa kulakukan untuk menunjukkan baktiku kepadanya."
"Maya..." Rei mendesah simpati. Ia mengerti benar kegundahan yang sedang mengisi hati sahabatnya.
"Tetapi kenapa dia Rei? Kenapa harus dia? Jika... jika saja putranya itu orang lain, seseorang yang tidak kukenal, misalnya. Aku tidak akan menolak, sungguh! Aku tidak akan berpikir dua kali untuk menikah dengan orang itu jika memang hal itu yang ibu inginkan! Andai saja dia bukan Masumi Hayami!" Bibir Maya gemetar dan dia kembali menangisi dilema yang dihadapinya.
"Maya... pikirkanlah baik-baik, karena ini bukan hanya menyangkut keinginan ibumu, tetapi juga hatimu. Menikah itu bukan hanya masalah mengatakan YA untuk saat ini, tetapi konsekuensi dari ucapan YA yang harus kau tanggung seumur hidupmu..."
=//=

"Jadi bagaimana?" tanya Eisuke dengan tak sabar. "Apa jawaban anak itu?"
"Belum ayah," jawab Masumi seraya berusaha menyembunyikan kegundahan hatinya.
"Belum ada jawaban juga?" suara Ayahnya meninggi karena terkejut dan terhibur.
"Hahahaa.... ternyata dia memikirkannya? Kupikir ia akan langsung menolakmu, atau menerimamu. Gadis kebanyakan pasti akan menerimamu, tetapi Maya KItajima... Ayah pikir dia akan langsung menolakmu!" katanya tanpa perasaan.
"Jika tidak menyangkut ibunya, kurasa dia memang sudah pasti segera menolakku..." ujar Masumi.
Maya... Masumi tahu benar apa yang merisaukan gadis itu. Pasti dia tidak ingin mengecewakan almarhumah ibunya.  Ibu Haru... maafkan saya... tetapi, saya mohon... serahkan Maya kepada saya. Saya akan membahagiakannya jika dia bersedia menikah denganku.
"Sebetulnya aku kesal juga," ayahnya kembali berceloteh tanpa menghiraukan kegundahan hati Masumi. "Jika saja Pak Miyake itu bukan pemilik perusahaan yang sedang kulobi untuk mengembangkan bisnis Hayami ke Hongkong, aku akan menjodohkanmu dengan gadis lain. Gadis yang lebih berkelas dan istimewa. Karena itu, aku tidak bisa menunggu lama. Aku yang akan memutuskan untukmu. Jika kalian belum sepakat hingga akhir pekan ini. Kau yang harus membuat keputusan. Batalkan masalah perjodohan antara kau dan Maya Kitajima. Carilah alasan apa saja, itu kan keahlianmu, agar perjodohan ini tidak menjadi masalah yang panjang dan Pak Miyake masih bersedia bekerja sama dengan perusahaan kita. Lagipula, kau kan putra sahabatnya dulu..." Eisuke kembali memerintah.
Masumi geram. Namun ia hanya menahannya.
Hingga akhir pekan ini... Seharusnya, ia bisa mendapatkan apa pun itu keinginanya, termasuk masalah Maya Kitajima. Jika saja ada sedikit jalan. Sesempit apa pun...
=//=
"Kurasa sudah waktunya aku mengambil keputusan" ujar Masumi.
"Lalu?" Hijiri menanti.
"Mungkin aku memang seharusnya... Membatalkannya saja? Setidaknya hal itu tidak akan terlalu memukul Maya jika dia tidak bisa memenuhi keinginan ibunya?"
"Apakah itu yang Anda inginkan?"
"Tentu saja tidak, kau yang paling tahu mengenai hal itu. Tetapi, anak itu bahkan baru berusia 18 tahun. Dan aku... Tak lama lagi aku menginjak 29 tahun. Andaikan kami menikah, pasti tidak dalam waktu yang singkat kan? Itu pun kalau dia mau."
Hijiri menahan senyumnya melihat Masumi yang berharap sekaligus gelisah. Saat itulah ponsel Hijiri berbunyi. Dari asistennya. Ia mendengarkan sebentar, lantas menutupnya dan berkata kepada Masumi. "Katanya Maya ingin bertemu denganku. Penting sekali."
Masumi tertegun, firasatnya mengatakan ini semua berkaitan dengan masalah perjodohan mereka.
=//=
Hijiri mengundang Maya bertemu di sebuah atap gudang kosong di tepi Tokyo yang sangat jauh dari keramaian, pokonya sangat terkucil dari keramaian dan Hijiri yakin orang-orang yang mengenalinya tidak akan datang ke sana. Setelah tersesat tiga kali, akhirnya Maya menemukan atap gudang tersebut yang bangunannya berbentuk segi lima. Maya mendongak. Masalahnya, ia tidak tahu bagaimana bisa naik ke atap tersebut. Saat tengah berpikir keras itulah, sebuah teguran terdengar.
"Maya!" panggil Hijiri. Dengan cepat Maya menoleh.
"Pak Hijiri!" serunya dengan terharu,
"Kau sedang apa?" tanya Hijiri.
"A-aku... sedang berpikir bagaimana caranya naik ke atas sana..." terang Maya dengan gundah.
"Ah.... ya.. rupanya tangga yang menuju ke atap sudah tidak ada," Hijiri mengamati tangga semen yang sudah dirubuhkan. "Ya sudahlah, kalau begitu..."
"Tidak bisa!" Maya menggeleng. "Katanya Pak Hijiri mau bicara di atap."
"Ya, benar, tetapi.... kalau tidak ada tangganya, di sini juga tidak mengapa," kata pria itu dengan murha hati.
"Oh! Tidak apa-apa? Baiklah!" Maya tertawa riang karena tidak harus memanjat dinding.
"Ya, ya, jadi... Maya, ada apa? Katanya ada hal penting yang ingin kau bicarakan?"
"Oh, iya!" Maya akhirnya ingat lagi dengan inti pertemuan mereka. Bukan mengenai naik ke atas atap, melainkan masalah... "hiks!" dengan cepat Maya menangis.
"Maya!!" seru Hijiri dengan dramatis dan mata membulat. "Ada apa?"
"Pak Hijiri! Aku ingin bertemu Mawar Ungu! Toloong... Aku harus bertemu dengannya! Aku tidak tahu lagi kepada siapa aku harus mengadu."
"Maya.... tenang Maya, tenang..." pinta Hijiri. "Bicaralah pelan-pelan," katanya.
"A-aku... aku... harus bertemu dan bicara dengan Mawar Ungu... kumohon, Pak Hijiri. Hanya dia yang bisa kumintai pendapat mengenai masalahku. A-aku... aku benar0benar bingung. Aku ingin dia menolongku."
"Tetapi..."
"Kumohon... bisakah kau mempertemukan kami? Aku sudah menganggapnya seperti ayahku sendiri walaupun aku belum pernah berjumpa dengannya. Aku bahkan... membelikannya selimut lutut yang ingin kuserahkan sendiri," pinta Maya dengan terisak.
"Maafkan aku... Maya... tetapi kau tahu sendiri apa peraturan yang sudah ditetapkan olehnya. Kau tidak boleh mencari tahu siapa dia dan... mungkin suatu saat dia akan menemuimu, setelah waktunya tepat."
"Tetapi... ini darurat..."
"Kau bisa menyampaikannya kepadaku, biar aku..."
"Tidak! Aku ingin bicara langsung kepadanya, hanya dia..."
"Maya... maafkan aku... tetapi.. tidak bisa. Dia akan datang sendiri saat dia memutuskan untuk mengungkapkan siapa dirinya kepadamu, namun sebelum saat itu... maaf..."
"Tidak bisa?"
"Tidak bisa."
Mata menunduk, menghela napas kecewa. "Baiklah..." katanya . "Karena aku sudah mengira bahwa Anda tidak akan mengijinkanku bertemu dengannya," Maya merogoh saku roknya. "Ini," ia menyerahkan sebuah surat. "Ini sudah kupersiapkan untuk Mawar Ungu. Tolong berikan kepadanya bersama dengan hadiah ini untuknya," pinta Maya.
"Jadi kau sudah mempersiapkan surat?" tanya Hijiri dengan heran seraya menerima hadiah dari Maya.
"Ya.. tetapi tidak ada salahnya jika aku mencoba dulu meminta bertemu dengannya kan?" isak Maya.
Hijiri menghela napasnya dan mengamati gadis itu.
Jadi baginya Mawar Ungu sudah seperti ayahnya? Mungkin, gadis itu ingin mengadu mengenai nasibnya yang dijodohkan dengan Masumi.
Dengan gundah Masumi membaca surat dari Maya. Pria itu masih diam beberapa. Diamatinya selimut lutut pemberian Maya. Untuk sekian lama waktu berlalu di antara Masumi dan Hijiri dalam keheningan. Besok adalah waktu terakhir yang diberikan ayahnya untuk memutuskan Maya. Jadi,Masumi akan menganggap surat ini sebagai kesempatan terakhirnya untuk mendapatkan Maya.
Ia mulai mengetik di laptopnya. Ia memastikan Hijiri tidak akan membaca isinya. Dengan wajah serius Masumi merangkai kata di lcdnya.
"Kepada Maya Kitajima.
Halo Maya, Hijiri telah menyampaikan suratmu kepadaku. Aku sangat terkejut, mengingat betapa mudanya dirimu, kau ternyata telah dipertemukan dengan jodohmu."
(Masumi memutuskan akan menghindari kata dijodohkan dan memilih memakai kata lain yang lebih persuasif dan provokatif)
"Aku sangat mengerti kalau kau merasa terpukul dan bingung. Tetapi, aku benar-benar meminta maaf, karena aku masih belum bisa menemuimu. Walaupun begitu, aku akan mencoba mengungkapkan pendapatku dan semoga saja hal tersebut bisa menjadi pertimbanganmu untuk mengambil keputusan yang terbaik.
Mengetahui kenyataan kau berjodoh dengan Masumi Hayami (Sekali lagi ia sengaja tidak menggunakan kata dijodohkan) memang luar biasa ya, maksudku, tidak bisa dipercaya. Walaupun begitu, aku cukup tahu Masumi Hayami. Sejauh yang kukenal, ia pria yang pekerja keras dan kompeten dengan pekerjaannya. Aku tahu banyak isu yang mengatakan bahwa ia pria yang dingin, namun aku yakin ia tidak akan memperlakukan semua wanita demikian. Sepertinya, Masumi Hayami bisa memperlakukan gadis yang istimewa dengan lebih baik, dan kurasa jika kalian sudah saling mengenal lebih baik, ia pasti tahu bahwa kau gadis yang istimewa, dan, siapa tahu, dia pun mungkin akan menjadi seseorang yang istimewa bagimu."
Jangan merona Masumi... jangan merona... batin Masumi dalam hatinya saat ia mencoba mempromosikan dirinya sendiri dan di seberang sana masih ada Hijiri yang dengan tekun mengamatinya.
"Jadi, menurut pendapatku, kau sebaiknya jangan menolak Masumi Hayami mentah-mentah. Apalagi seperti yang kau katakan, bahwa dengan menerima Masumi Hayami sebagai jodohmu, ini mungkin kesempatan kalian berdua untuk berbakti kepada kedua orang tua kalian yang telah meninggal. Kau jangan yakin dulu bahwa Masumi Hayami tidak akan bisa mencintaimu dan demikian juga sebaliknya. Jika kau menerima Masumi Hayami, cinta bisa saja tumbuh setelah kalian berdua mencoba saling mengenal lebih jauh dan menjalin hubungan. Jadi kurasa kau sebaiknya mencoba menerima Masumi Hayami, siapa tahu ia malah bisa menjadi pasangan terbaik untukmu. Karena itu, cobalah bertemu dan bicara dengan Masumi Hayami dan dengarkan pandangannya mengenai hal ini, agar kau bisa lebih yakin untuk menerima Masumi Hayami."
Bagus... bagus.. bagus.. surat yang positif dan optimis, batin Masumi saat ia membaca paragraf terakhir dan meyakini ia sudah cukup membubuhkan kata "menerima" untuk memperngaruhi alam bawah sadar Maya untuk lebih memikirkan kata "menerima" ketimbang "menolak". Ah! Satu lagi saja... imbuhnya dalam hati.
"Kuharap apa yang kusampaikan bisa memberikan masukan yang berarti. Aku senantiasa mendoakan yang terbaik untukmu dan kebahagiaanmu. Semoga saat kau akhirnya memutuskan untuk menerima Masumi Hayami, kalian akan menjadi pasangan yang bahagia dan luar biasa.
 
Kurasa hanya itu saja yang bisa kukatakan. Kuharap bisa memberikan pertimbangan yang kau butuhkan. Jika masih ada yang kau butuhkan, kau bisa mengatakannya melalui Hijiri dan aku akan membantumua. Juga, jika kau memerlukan sesuatu untuk pernikahanmu dengan Masumi Hayami, jangan sungkan mengatakannya. Aku pasti membantumu semampuku.
Salam hangat selalu.
Penggemarmu."
Saat surat selesai, dalam hatinya Masumi sedang terkikik dengan culas. Ia membacanya lagi. Dan, surat itu memang lebih mirip kampanye untuk memilih Masumi Hayami. Ia tidak memberikan ruang bagi Maya memikirkan alternatif lain selain menerima perjodohan itu--dengan cara yang bijak.
Ia mencetak suratnya dan memasukkannya ke dalam amplop, menyerahkannya kepada Hijiri, dengan wajah serius.
"Tolong, serahkan ini kepada Maya Kitajima," perintahnya dengan suara berwibawa.
"Baik, Pak," Hijiri menerimanya dan bertanya-tanya, seperti apa gerangan isi surat dari pria itu. Melihat wajah Masumi yan datar saja mungkin memang tidak ada yang istimewa dari surat tersebut selain Masumi seperti biasa memberikan pandangannya yang bijak dan objektif.
=//=
Maya menerima surat Masumi di apartemennya. Ia sedang melamun dengan sedih saat pria tampan dan ramping itu menyerahkannya lengkap dengan buket bunga mawar ungu untuk Maya.  Seperti biasa Maya tampak riang menerimanya walaupun wajahnya masih tampak sembap.
Beberapa lama Maya membaca surat itu dan alisnya berkerut. Ia lantas tampak tertegun. Sedikit gundah, lantas mendongak menatap Hijiri.
"Jadi,  Mawar Ungu mengenal  Pak Masumi Hayami?" tanya Maya kepada Hijiri.
Tampak Hijiri terkejut dengan pertanyaan itu. "yaa saya rasa begitu," jawab Hijiri agak ragu. "Memangnya apa yang beliau katakan?"
"Katanya dia cukup mengenal Pak Masumi dan memiliki kesan yang baik..."
Hijiri tertegun. Ia ingin tertawa tetapi ditahannya. Hanya sebuah senyuman geli yang akhirnya terurai si wajahnya. Ternyata Masumi masih berniat memanfaatkan kesempatan terakhirnya. "Ya saya rasa begitu. Lagipula Pak Masumi Hayami adalah figur yang cukup populer di kalangan pebisnis terutama yang memperhatikan bisnis hiburan." Hijiri turut berpromosi. "Lalu, Pak Masumi juga terpilih sebagai salah satu produser hebat yang dari tangannya sudah menghasilkan aktris dengan keuntungan ratusan juta yen bagi perusahaannya. Ia diprediksi akan menjadi salah satu orang paling berpengaruh di industri hiburan Jepang di masa yang akan datang."
Alis Maya kembali bertaut. "Pak Hijiri tahu banyak ya, mengenai Pak Masumi?"
"Ah, yaa... mengumpulkan informasi adalah keahlian saya," terang Hijiri.
Maya kembali diam termangu, dan mengangguk. "Tolong sampaikan rasa terima kasihku kepada Mawar Ungu. Kuharap.. dia menyukai hadiahku."
"Beliau sangat menyukainya," Hijiri tersenyum hangat. "Dan, beliau berkata, jika kau dan Tuan Masumi Hayami menikah, ia akan memberikan hadiah yang istimewa untuk pernikahan kalian."
"Ah! Be-begitu ya..." wajah Maya segera memerah. "Sa-sampaikan ucapan terima kasihku sebelumnya..."
Hijiri tertegun, Maya sama sekali tidak menampik perkataannya. Mungkin Maya tidak menyadarinya, namun sepertinya sekarang ide menikahi Masumi Hayami sudah bukan ide yang ditolak mentah-mentah oleh otaknya.
Hijiri lantas permisi pergi dan meninggalkan Maya sendirian. Berkali-kali gadis itu membaca lagi surat yang dikirimkan oleh Mawar Ungu.
Berjodoh dengan Masumi Hayami... menerima Masumi Hayami... pasangan luar biasa.. berbakti kepada orang tua...
Maya menghela napas, entah bagaimana ia sudah sedikit bisa menerima kenyataan bahwa memang ada kemungkinan makhluk endapan lumpur itu jodohnya. Maksudnya, pasti bukan tanpa sebab kan jika dulu ketiga orang sahabat itu tiba-tiba berikrar ingin menjodohkan anak-anak mereka, dan, nyatanya hanya Maya dan Masumi yang berjodoh merealisasikan harapan tersebut.
Tanpa sadar, kata-kata dijodohkan mulai terhapus dan berganti menjadi berjodoh.
Sepertinya, aku harus bicara dengan Pak Masumi... putus Maya.
=//=
Maya pergi menuju telepon umum terdekat. Sepanjang jalan ia terus berpikir mengenai kemungkinan bahwa ia memang berjodoh dengan Masumi Hayami dan juga mengenai masalah berbakti kepada ibunya. Memang Pak Miyake sudah mengatakan bahwa bagi Masumi perjodohan ini bukanlah masalah jika Maya menghendakinya namun tetap saja dia harus tahu keseriusan pria itu untuk berumah tangga. Atau, mengingat usia Maya yang masih muda, mungkin pria itu juga punya pandangan lain apakah mereka benar-benar harus menikah atau tidak.

Masumi tengah menatap kosong dokumen di hadapannya saat interkom berbunyi dan berita yang ditunggunya terdengar.
"Telepon dari Maya Kitajima," kata Mizuki.
Deg!! Masumi bisa merasakan jantungnya berdebar kuat. Maya...
"Halo..." ia berusaha terdengar tenang.
"Ha, ha, lo..." sapa maya gugup. Aduh! Apa yang kupikirkan! Masa aku...
"Kebetulan sekali kau menghubungiku, aku baru saja berpikir perlu bicara lagi denganmu," ungkap Masumi. "Berdua saja. Nanti malam di restoran Diamond ya jam 7 aku tunggu. Eh, kau mau datang sendiri atau mau kujemput?"
"Eh, datang sendiri saja."
"Bagus. Sampai jumpa."
"Sampai jumpa."
Saat telpon berbunyi tut... Tut... Tut... Barulah Maya sadar dengan apa yang terjadi. Masumi Hayami tidak memberinya kesempatan bicara! Walaupun apa yang ingin dikatakannya memang-kebetulan- sama, tapi kan yang menelepon dia! Kenapa yang bicara dan mengakhiri percakapan malah Masumi Hayami!

Dasar tukang manipulatif. Semaunya sendiri!
Sebenarnya Masumi memang sengaja langsung mengundang Maya bertemu. Ia lega usulan Mawar Ungu agar mereka bertemu diterima oleh gadis itu. Namun, tadi Masumi takut sekali Maya langsung memutuskan dan menolaknya di telepon. Karena itulah ia langsung membuat janji temu dan tidak memberi gadis itu kesempatan bicara.
Baiklah. Nanti malam. Itu akan menjadi awalnya membuat Maya jatuh cinta kepadanya.
=//=


 

An Eternal Rainbow Copyright © 2011 Design by Ipietoon Blogger Template | web hosting