Tuesday 10 May 2011

Fanfic TK: Finally Found You Ch. 4

Posted by Ty SakuMoto at 19:22
Warning : 18+ kissu kissu


Finally Found You
(Chapter 4)



Maya menunggu di depan pintu lift di basement. Beberapa orang yang keluar tidak dihiraukannya, sampai seorang pria yang sejak tadi dia nantikan akhirnya muncul dari balik pintu lift. Tanpa berkata-kata Maya mengikuti pria tersebut menuju mobilnya. Hijiri lantas membukakan pintu bagi Maya.

“Bagaimana Yokohama, Nona?” Tanya Hijiri saat membukakan pintunya untuk Maya.

“Menyenangkan sekali.” Jawab Maya berseri-seri.

Hijiri sudah tahu bahwa gadis ini dan tuannya sudah saling jujur pada perasaan mereka. Semalam Masumi memintanya menghias kamarnya dengan beberapa rangkaian mawar ungu. Dan melihat raut Maya yang tidak dapat menyembunyikan seri seri kebahagiaan, Hijiri tahu bahwa keduanya memiliki perasaan yang sama.

Gadis itu segera menaiki mobil yang akan membawanya kembali ke Tokyo. Maya menggenggam mawar ungu yang semalam diserahkan Masumi kepadanya. Wajahnya tampak ceria. Sangat berbeda dengan saat Ia mengantarkan gadis itu ke Yokohama. Hijiri yakin hal yang baik telah terjadi diantara gadis itu dan Masumi.

“Nona Maya,” panggil Hijiri tanpa mengalihkan pandangannya dari jalan.

Maya mengangkat wajahnya menatap spion.

“Saya sudah mengatur reservasi untukmu di sebuah salon siang ini. Tuan yang meminta pada saya tadi pagi.” Terang Hijiri.

“Pak Masumi?” tanya Maya, mengindikasikan bahwa dia sudah tahu siapa pria yang HĂ­jiri maksud.

“Benar,” jawab Hijiri.

“Terima kasih banyak... Pak Masumi, selalu tahu apa yang kubutuhkan lebih daripada diriku sendiri,” gumam Maya sambil kembali memandangi Mawar Ungunya.

“Pak Masumi selalu memikirkan kepentinganmu, Nona.” Hijiri membenarkan.

Maya lantas teringat pada perkataan Mizuki mengenai Masumi yang sempat mengalami kesulitan setelah pembatalan pernikahannya dengan Shiori.

“Pak Hijiri…” panggil Maya ragu-ragu.

Hijiri memandang sekilas pada kaca spion depan.

“Mmmh… bolehkah aku tahu kenapa Pak Masumi dan Nona Shiori membatalkan pernikahan mereka?” Tanya Maya.

Hijiri sesaat terdiam sebelum menjawab, “mungkin sebaiknya… Anda menanyakannya sendiri pada…”

“Tapi…” potong Maya, “aku tidak yakin dia ingin menceritakannya kepadaku. Pak Hijiri, hanya Anda yang bisa kutanya mengenai masalah ini. Anda tahu, Pak Masumi, sangat tertutup. Aku hanya… ingin lebih mengenalnya.” Tutur Maya.

Hijiri kembali berpikir.

“Pak Hijiri, Pak Masumi bilang kita akan jarang bertemu setelah ini… jadi… anggaplah ini permintaan khusus dariku? Aku ingin tahu apa yang terjadi dengan Pak Masumi selama aku tidak ada. Pak Masumi bilang, dia sudah lama mencintaiku. Apakah itu benar?” desak Maya.

“Benar, Nona…” Hijiri akhirnya menyerah, “dan karena alasan yang sama dia juga tidak dapat menikahi Nona Shiori.”

Maya tertegun, hatinya tersentuh dan merasa terharu.

“Lalu katanya dia juga sempat mengalami kesulitan? Kesulitan seperti apa? Lalu… Nona Shiori… bagaimana?” tanya Maya khawatir.

Hijiri kembali terdiam.

“Pak Hijiri… kumohon. Dunia Pak Masumi… aku sama sekali tidak mengerti. Dia sudah berbuat sangat banyak untukku, dia selalu tahu yang kubutuhkan. Tapi aku sama sekali tidak bisa membantunya. Setidaknya, jika aku bisa lebih mengenalnya sedikit saja… aku… aku berharap… setidaknya aku bisa lebih mengerti dia dan tidak selalu menyusahkannya…” bujuk Maya.

Hijiri kembali terdiam beberapa saat. Pria itu pada akhirnya memutuskan, jika ada seseorang yang harus tahu mengenai Masumi, maka orang itu memang Maya Kitajima.

“Baiklah,“ putus Hijiri.

Maya terlihat sangat lega.

Hijiri lantas bercerita mengenai Masumi yang tidak bisa menghadiri pernikahan karena Ia mengalami keracunan alcohol dan harus diberi beberapa tindakan medis untuk menyelamatkan nyawanya. Dan karena keadaannya tersebut, Masumi tidak bisa menikah dan juga mendapat berbagai konsekuensi dari Daito. 

Baru sampai sana, Maya sudah mulai meneteskan air mata. Hijiri terkejut melihatnya. Namun Maya meminta Hijiri meneruskan ceritanya dan tidak menghiraukannya.

Setelah kembali terdiam beberapa saat akhirnya Hijiri meneruskan ceritanya. Hijiri memberitahukan mengenai karir Masumi di Daito yang juga mengalami guncangan. Masumi dikirim ke Kyoto dan ditugasi untuk memberi kemajuan yang signifikan pada cabangnya yang berada di sana.

Diantara semua cabang Daito yang berada di kota besar, cabang di Kyoto memang memiliki tantangan terbesar. Karena kota yang banyak dikunjungi wisatawan tersebut lebih menonjolkan seni tradisional. Namun dengan kepiawaiannya, Masumi berhasil membuat nama Daito juga berkibar di sana. Daito berhasil menyelenggarakan festival enka dan mementaskan drama yang merupakan adaptasi dari serial televisi Oshin yang sudah terkenal keluar Jepang. 

Daito bahkan berhasil melobi pemerintah daerah setempat untuk membangun pusat kesenian di bawah Daito. Sebelumnya rencana ini ditentang karena Daito kurang memiliki nama baik dan masih kalah pamor dengan pesaingnya di Kyoto. Hanya dalam waktu 15 bulan, Masumi sudah kembali ke Tokyo dan menduduki jabatan lamanya sebagai Direktur Kantor Pusat Perusahaan Hiburan Daito dengan kemenangan mutlak dari tantangan yang diberikan kepadanya.

Namun hal ini tidak berlangsung dengan mudah, rapat pemegang saham diadakan berkali-kali terkait kembalinya Masumi menjabat Direktur dan mengenai nama baik Masumi yang dianggap sudah tercoreng dan tidak lagi memiliki kredibilitas seperti sebelumnya. Hal ini masih berkenaan dengan skandal Takamiya. Masumi sudah mendapatkan citra buruk. Dia dianggap sebagai seseorang yang tidak bisa dipercayai kata-katanya dan mereka mengkhawatirkan hal tersebut akan membuat banyak pihak ragu untuk menjalin kerja sama dengan Daito karena merasa skeptis pada Masumi. 

Semenjak itu Masumi sudah bisa menilai bahwa musuh-musuhnya tidak hanya berada di luar namun juga di dalam Daito. Belum lagi pihak yang merasa dirugikan dengan kembalinya Masumi ke Daito karena mereka harus merelakan kembali wewenangnya dicabut dan diserahkan kepada Masumi.

Maya terdiam, mendengarkan. Sisa isakannya masih ada. Dia sangat terkejut mendengar pemaparan dari Hijiri. Dia tidak mengira, Masumi yang selalu terlihat memiliki pembawaan yang tenang dan bisa menyelesaikan setiap masalah dengan mudah, ternyata memikul beban yang sangat berat.

“Pantas saja, aku sempat mendengar bahwa Pak Masumi belakangan semakin mengerikan… aku tidak mengerti apa yang mereka maksudkan…” ujar Maya dengan polos.

“Benar, Pak Masumi, semakin sulit mempercayai orang-orang di sekitarnya…” Hijiri membenarkan.

“Tapi dia sangat mempercayai Anda, Pak Hijiri…” Maya berpendapat.

Hijiri tersenyum tipis, “saya beruntung…” katanya kemudian.

Hijiri lantas melirik Maya dari spion, “apa menurutmu Pak Masumi semakin mengerikan?” tanya Hijiri.

Maya berpikir sejenak lalu menggelengkan kepalanya, “tidak… aku hanya berpikir, kadang Pak Masumi… terlihat sangat kesepian…” Maya terdengar sendu, “kadang aku merasa takut kepadanya… tapi itu hanya karena aku tidak tahu apa yang sedang dia pikirkan…” Maya menambahkan.

Nona Maya…

Hijiri mengamati gadis itu kembali.

“Ah, Pak Hijiri… lalu… bagaimana dengan Nona Shiori?” tanya Maya selanjutnya.

=//= 

{ [Dua tahun yang lalu]

Satu bulan setelah kejadian di Izu sekaligus sejak pembatalan pernikahan Masumi dan Shiori, Masumi akhirnya mendatangi kediaman Takamiya secara resmi. Beberapa hari sebelumnya Masumi dalam sebuah konferensi pers menyatakan permintaan maafnya kepada pihak Takamiya dan menyatakan bahwa semua adalah kelalaian dan kesalahannya sehingga menyakiti hati Shiori.

“Shiori adalah seorang wanita yang sempurna. Namun, saya yang tidak tahu diri ini, telah memanfaatkan kebaikan hatinya dengan cara yang tidak seharusnya. Dengan ini, saya menyampaikan permintaan maaf yang sebesar-besarnya kepada pihak Takamiya khususnya kepada Nona Shiori. Namun hal ini adalah masalah pribadi antara saya dan Nona Shiori. Saya harap hubungan baik antara Daito dan Takatsu tidak akan terpengaruh. Sekali lagi saya menyampaikan maaf yang sebesar-besarnya karena tidak dapat memenuhi harapan banyak pihak.” Tutur Masumi dalam konferensi pers tersebut.

Untuk pertama kalinya Masumi menundukkan kepalanya di hadapan para wartawan dan membungkuk menyesal. Namun setelah itu dia sama sekali tidak memberi kesempatan pada pihak wartawan untuk bertanya lebih lanjut mengenai apa yang dimaksudkannya dengan ‘memanfaatkan kebaikan hati Shiori’ ataupun mengenai isu bahwa dia telah dipecat dari Daito dan kemana dia menghilang selama ini. Masumi hanya berlalu dalam diam dan hanya sempat melemparkan tatapan dinginnya yang membungkam para wartawan tersebut. 

Keesokan harinya, tidak hanya permintaan maafnya dan gambar dirinya yang sedang membungkuk yang menghiasi media, bahkan tatapan dinginnya pun turut terpampang besar-besar. Sejak itu Masumi mulai disebut-sebut memiliki kepribadian yang mengerikan. Jika bukan berkat berita Ayumi dan Hamill, mungkin para wartawan tersebut juga akan mulai mengorek-orek cerita mengenai masa lalu Masumi dan dihubung-hubungkan dengan kepribadiannya yang kompleks.

Dan sekarang di sinilah dia, di hadapan kakek Shiori, kembali membungkuk meminta maaf.

Lelaki tua itu hanya terdiam. 

“Aku sudah melihat konferensi pers yang diadakan di Daito…” kata kakek tua itu akhirnya, “dan jujur saja, aku tidak puas dengan apa yang kulihat. Kau sama sekali tidak terlihat menyesal. Apakah meminta maaf hanya sebatas kewajiban untukmu, Masumi?” Tanyanya tegas.

Ada nada menuntut di dalamnya. Bagaimanapun, kakek tua yang luarnya terlihat lembut ini, adalah direktur utama sebuah korporasi raksasa. Sangat mustahil dia bisa dengan mudah berbesar hati menerima apa yang sudah dilakukan si bocah kemarin sore pada satu-satunya cucu perempuan yang sangat dicintainya.

Masumi mengangkat wajahnya.

“Tuan Takamiya, saya datang ke sini, benar-benar berniat meminta maaf karena telah menyakiti hati Shiori. Namun…” Masumi menatap tegas pada mata Takamiya, “saya tidak akan meminta maaf untuk batalnya pernikahan saya dan Shiori, karena bagaimanapun, saya tidak menganggap hal tersebut sebagai sebuah kesalahan…”

“Kau??”

“…akan menjadi sebuah kesalahan, apabila kami menikah… tanpa cinta…” sambung Masumi.

“Satu-satunya kesalahan saya, adalah sudah berpura-pura mencintai Shiori dan menyakiti hatinya serta telah menyinggung keluarga Takamiya. Untuk itu… saya minta maaf.” Masumi memohon pengertian kepala keluarga tersebut.

Laki-laki itu tersenyum samar, “Masumi… kau tidak berpikir aku senaif itu bukan?” tanyanya.

Masumi tertegun, bingung.

“Kau kira aku akan percaya jika kau menikahi Shiori hanya karena cinta? Lebih masuk akal bagiku kalau kau tertarik pada nama keluarganya daripada dirinya. Hal itu, aku sudah tahu.” Kata si Kakek.

“Aku pun tahu peranmu adalah sebagai seorang putra mahkota yang dikirimkan ayahnya untuk menikah demi memperluas wilayah kekuasaannya. Itu pun, semua orang sudah bisa membaca, Masumi. Jadi jangan membuatku tertawa dengan tiba-tiba datang ke sini dan berbicara mengenai rasa cinta, karena sedari awal kami semua sudah tahu maksudmu dan ayahmu. Namun, ternyata Shiori benar-benar mencintaimu. Jadi tidak bisakah kau kembali pada peranmu semula? Kembali pada rencana semula dan membuat mudah jalan bagi semua pihak? Rasanya konyol, mendengar seorang Hayami berbicara tentang cinta,” sindirnya.

Masumi termangu. Mengambil jeda yang sedikit lama, Masumi lantas menjawab.

“Maaf Tuan, tapi saya… tidak akan bisa membahagiakan Shiori. Saya sudah berusaha, saya sangat berusaha untuk bisa mencintainya. Tapi saya…”

“Apa kau mencintai wanita lain?” Potong Takamiya.

Masumi berada di tengah jembatan keraguan. Dia tidak bisa mundur lagi, juga ragu-ragu melanjutkan, dia tidak tahu apa yang menantinya di seberang jembatan tersebut. Dia tidak tahu jawaban yang tepat untuk dilontarkan agar bisa selamat.

“Jadi kau memang mencintai wanita lain…” Takamiya menyimpulkan.

Masumi sangat terkejut dengan pengamatan tajam kakek itu. Dia telah berlaku bodoh, dengan beranggapan semua orang selama ini sudah berhasil terperdaya dengan permainannya.

“Apa Shiori sudah tahu bahwa kau mencintai wanita lain?” Tanya Takamiya saat melihat Masumi tidak juga menjawab.

“Iya… dia sudah tahu,” jawab Masumi akhirnya, menyadari sudah bukan waktunya menutup-nutupi lagi.

Kakek tua itu menghirup nafasnya berat. Mengamati pemuda di hadapannya.

“Aku simpulkan, kau pastilah sangat mencintai wanita itu sampai-sampai kau tidak memikirkan Daito, benar?” Tanyanya lagi.

“Benar,” jawab Masumi singkat.

“Apa setelah ini, kau akan menjalin hubungan dengan wanita tersebut?” Tanya Takamiya lagi.

“Tuan, itu bukan…”

“Jawab aku, Masumi! Jawabanmu akan menentukan jawabanku!” Ujar Takamiya tegas.

“Tidak.” Jawab Masumi pahit.

Sekali lagi Masumi merasa Takamiya sedang mengamatinya, membaca pikirannya.

“Jadi nasibmu pun sebenarnya tidak begitu bagus…” gumamnya menyindir sekaligus prihatin.

“Baiklah Masumi…” kata Kakek itu akhirnya, “aku sempat mendengar desas desus mengenai apa yang menimpamu, dan jujur saja, aku tidak mau peduli lagi. Tapi, kau sudah datang sendiri ke sini, dan aku menghargai kejantananmu. Walaupun dengan berat hati, aku nyatakan menerima penjelasanmu dan aku mewakili keluarga Takamiya, memaafkanmu.“ katanya.

“Terima kasih Tuan,” jawab Masumi.

“Mengenai kerja sama dengan Daito, kita lihat saja nanti. Namun aku berjanji, akan menilai semuanya secara professional,” terang Takamiya.

Sekali lagi Masumi berterima kasih.

Takamiya lantas berdiri untuk beranjak, lalu dia meminta salah seorang pelayan untuk mengantarkan Masumi ke tempat Shiori berada.

=//=

Masumi berjalan menyusuri koridor kediaman Takamiya. Akhirnya dia sampai di sebuah ruangan tempat mantan tunangannya tersebut beristirahat.

“Nona Shiori, Tuan Masumi sudah datang.” Kata pelayan tersebut, mengabari dari luar pintu.

Masumi mengangguk, lantas pelayan tersebut pergi. Masumi mendekat menghampiri pintu.

Masumi sudah mendengar kabar yang mengatakan Shiori pun jatuh sakit setelah kejadian itu dan berhari-hari menolak makan apapun. Dia bahkan sempat melakukan percobaan bunuh diri dengan melukai tangannya karena merasa telah menjadi aib keluarga, dan tentu saja karena tidak jadi menikahi Masumi.

Semua itu terjadi saat Masumi masih dirawat di rumah sakit, namun dia baru mengetahuinya belum lama ini dari Hijiri setelah kembali ke kediaman Hayami. Keluarga Takamiya, seperti halnya Hayami, berusaha menutup rapat-rapat apa yang menimpa pada Shiori. Namun berkat dukungan keluarganya, akhirnya Shiori mulai bangkit perlahan-lahan.

“Shiori...” Panggilnya.

Masumi masih ragu, harus memulai dari mana pengakuan dosanya.


Tidak ada jawaban.

“Shiori, aku akan membuka pintunya,” kata Masumi akhirnya.

“Jangan dibuka!!” Tiba-tiba seseorang berteriak dari dalam. Shiori.

"Jangan masuk! Pergi...!! Pergi...!! Aku tidak mau melihatmu!!!" serunya sambil menangis.

"Shiori... Tolong buka sebentar, aku ingin bicara denganmu dan melihat keadaanmu..." bujuk Masumi.

"Kenapa…?! Kenapa Masumi…?! Oh… Masumi... jika kau tidak pernah peduli padaku, kenapa kau harus berbuat baik padaku? Berkata dengan lemah lembut kepadaku dan membuatku jatuh cinta?" ratap Shiori.

“Maafkan aku, memang salahku telah membuatmu salah paham… Sekarang bisakah aku masuk dan kita berbicara…”

Bruk!

Shiori berlari, bersimpuh di balik pintu dan menahannya agar Masumi tidak membukanya. Masumi bisa melihat bayangan gadis itu.

“Tidak, aku tidak ingin melihatmu!!” Serunya sambil terisak.

“Shiori…”

“Aku membencimu, kau tahu?!!! Aku sangat membencimu dan anak itu!”

“Maya… tidak ada hubungannya dengan semua itu. Andaikan kita menikah, kau pun tidak akan bahagia bersamaku… Kita terlalu jauh berbeda…” tutur Masumi.

Shiori menangis, getir.

“Bahkan kau masih saja membelanya…” isaknya pilu.

“Apa kau tidak tahu, bahwa aku pernah sangat bahagia bersamamu? Saat bertemu denganmu, aku merasa di awang-awang… Berbuat sangat manis padaku, tapi ternyata kau memendam perasaan pada anak itu, perasaan yang sangat dalam… aku sungguh membencimu Masumi!!!” Teriaknya histeris ke arah Masumi.

“Aku tidak akan menyalahkanmu Shiori, kau pantas membenciku. Aku tidak bisa melarangmu membenciku… tapi...”

“Dari dulu kau selalu seperti itu… tidak pernah melarangku, tidak pernah memintaku… tidak pernah mengajakku… tidak pernah menolakku… aku yang bodoh… seharusnya aku tahu kau memang tidak pernah peduli padaku…” Suara Shiori terdengar gemetar.

“Tidak… kau pernah melarangku… kau melarangku memintamu membelikan Mawar Ungu… hanya sekali itu saja… namun aku tidak mengira, ternyata itulah satu-satunya saat kau jujur memperlihatkan perasaanmu di hadapanku… “ tutur Shiori, pahit.

“Bukankah kau sudah berjanji akan melupakannya? Bahwa kita akan menjadi suami istri? Apa yang salah denganku Masumi? Sampai kau tidak bisa mencintaiku? Padahal aku… aku…” Shiori kembali terisak lebih keras saat teringat peristiwa di masa lalu.

Saat itu, Masumi sudah mengetahui perihal foto-foto Maya yang disobeknya. Masumi murka kepadanya tapi Shiori berbalik sangat marah serta berteriak-teriak ingin mati saja. Tidak lama kemudian sakitnya kambuh semakin parah, dan akhirnya Masumi berjanji akan melupakan Maya dan memilih menikahi Shiori.

Masumi menghirup nafasnya dengan berat.

“Shiori… aku benar-benar meminta maaf padamu. Aku tidak pernah berniat menyakitimu. Saat aku memutuskan bertemu dalam perjodohan denganmu, aku sungguh bertekad dan berusaha mencintaimu. Saat aku tahu kau jatuh cinta padaku, aku berusaha sekuat tenaga untuk membalas perasaanmu… tapi…” Masumi menelan ludahnya.

“Keberadaan gadis itu terlalu kuat bagiku, itu di luar kuasaku… Tanpa kusadari, cintaku padanya sudah mengakar terlalu dalam. Aku tidak mampu mencintai siapa-siapa lagi. Kau sama sekali tidak salah….”

“Apakah kau akan mengejarnya?” Tanya Shiori di tengah isakannya.

“Tidak… Kau tahu gadis itu membenciku.” jawab Masumi sendu.

Shiori terdiam, dia tahu sesuatu yang Masumi tidak tahu. Maya juga jatuh cinta kepadanya.

“Shiori, bisakah kau buka pintunya agar aku bisa meminta maaf dengan selayaknya? Aku membawakan bunga kesukaanmu…” bujuknya.

“Pergilah… aku tidak ingin melihatmu… kalau aku melihatmu… aku… aku… tidak akan bisa melepaskanmu lagi…” putus Shiori akhirnya.

Shiori…

“Kumohon pergilah Masumi… pergilah sekarang…” pinta Shiori.

Masumi meletakkan bunganya di depan pintu.

“Baiklah, aku pamit… Shiori, kau adalah wanita yang sempurna. Banyak laki-laki yang akan melakukan apa saja untuk bisa bersamamu. Temukanlah laki-laki yang bisa membuatmu bahagia, Shiori…” ucap Masumi sebelum beranjak.

“Masumi…!!!” panggil Shiori dari balik pintu, “apakah kau… pernah… sedikit saja… mencintaiku?” tanya Shiori.

Masumi terdiam cukup lama.

“Maafkan aku… aku tidak ingin membohongimu lagi…” jawab Masumi lemah.

Saat itu Masumi bisa mendengar Shiori yang terisak keras.

“Pergilah!” Serunya dari dalam.

“Aku permisi. Selamat tinggal Shiori…” Masumi pergi dengan diantar suara tangis dari dalam kamar Shiori, namun dia tidak bisa berpaling, tidak boleh berpaling. Tidak menghiraukannya adalah tindakan yang paling tepat agar gadis itu tidak terluka lagi.

Di balik pintu Shiori menangis keras. Dalam hatinya dia berjanji, akan menemukan pria lain. Tapi bukan pria yang akan membuatnya bahagia, namun pria yang akan membuat Masumi Hayami menderita.}

=//=

Maya merasakan air mata meleleh di pipinya.

Pak Masumi…

Maya memeluk  buket bunganya.

“Aku tidak pernah mengira… Pak Masumi mengalami semua itu,” isaknya.

“Andai saja aku saat itu bisa berada di sampingnya… aku…” Maya tidak kuasa menahan perasaan dalam dirinya.

Belum lagi Maya mencapai Tokyo, gadis itu sudah merindukannya lagi. Merindukan kekasihnya, Masumi Hayami.

“Nona Maya, kamu jangan menangis, Pak Masumi paling tidak ingin melihatmu menangis…” terang Hijiri.

Maya memandangnya dengan mata sedih melalui spion. Ia lalu menghapus air matanya dan mencoba tersenyum.

“Iya… Anda benar…” katanya sambil mengusap pipinya dengan kedua telapaknya.

“Sekarang… bagaimana dengan keadaan Nona Shiori?” tanya Maya.

“Beberapa bulan kemudian, saat Pak Masumi masih di Kyoto, Nona Shiori bertunangan dan akhirnya menikah.” Terang Hijiri.

“Benarkah…? Aku harap dia bahagia,” doa Maya.

Hijiri mengamati gadis itu kembali sebentar melalui spion.

Nona Maya…

Batinnya.

=//=
Setelah mengantar Maya menyimpan barangnya di apartemen—Rei tidak ada karena sedang bekerja di cafĂ©—Hijiri mengantar gadis itu ke sebuah pusat kecantikan.

“Nona Maya, aku hanya bisa mengantarmu sampai di sini. Nanti akan kuminta seseorang menjemputmu dan mengantarmu ke tempat konferensi pers,” kata Hijiri.

“Tidak perlu… Sakurakoji barusan menghubungiku dan mengatakan dia akan menjemputku,” terang Maya.

Hijiri tertegun, lalu mengangguk.

“Baiklah Nona, sampai bertemu nanti malam. Aku akan berada di sana. Kudoakan yang terbaik untukmu,” kata Hijiri.

Maya tersenyum dengan tulus, “terima kasih untuk semuanya Pak Hijiri…”

Hijiri balas tersenyum. Dia sempat mengamati Maya dan berpikir kalau gadis ini memang sangat tulus. Pastilah itu salah satu yang membuat Masumi juga sangat mengagumi dan mencintainya.

Hijiri lantas berpamitan dan segera berlalu setelah Maya turun dari mobilnya.

Berbekal kartu kredit yang masih dipegangnya semenjak berada di Paris, Maya memasuki pusat kecantikan tersebut.

=//=

Maya merasakan tubuhnya menjadi jauh lebih segar setelah melakukan perawatan di tempat tersebut, dan wajahnya pun sudah tidak terlihat kuyu lagi. Dengan sabar Maya menunggu di lobi sampai Sakurakoji menjemputnya.

“Maaf membuatmu menunggu lama,” sapa Sakurakoji.

“Tidak…” Maya menggelengkan kepalanya.

Sekali lagi debaran itu menghampiri Sakurakoji. Kembali membuatnya tidak yakin bahwa dia memang telah benar-benar melepaskan harapannya kepada gadis itu. Maya sendiri, mulanya merasa sangat rikuh, apalagi dia teringat dengan apa yang sudah terjadi kemarin malam. Tapi melihat tidak ada yang berubah dari Sakurakoji, Maya dengan mudah kembali merasa nyaman saat bersama pemuda itu.

“Maya, apa kau sudah makan? Kita beli makanan dulu sebelum ke Kantor Persatuan Drama ya?” tawar Sakurakoji.

Maya setuju dan keduanya beranjak menuju sebuah restoran cepat saji.

Saat itu tidak jarang orang-orang yang menatap mereka dan berbisik-bisik. Mulanya Maya tidak menyadarinya, namun karena semakin banyak yang melihat ke arah mereka, Maya mulai merasa tidak nyaman.

“Sakurakoji… apa… kau merasa orang-orang itu melihat ke arah kita dan membicarakan kita…?” tanya Maya tidak yakin.

Sakurakoji tertawa.

“Mereka sudah seperti itu sejak kita masuk tadi Maya,” terang Sakurakoji.

“Ta… tapi kenapa?” Maya terlihat bingung.

“Entahlah… mungkin karena kau terlihat cantik sekali malam ini.” Sakurakoji menyuarakan pendapatnya.

Dia bisa melihat gadis itu merona, lalu tertawa kecil.

“Kurasa bukan begitu…” jawabnya, “pasti mereka mengenalimu dan sedang berbisik-bisik mengenai siapa yang sedang bersamamu. Aku tahu, Sakurakoji, kalau karirmu sedang menanjak saat ini. Sedangkan aku yang sudah menghilang selama dua tahun ini… tidak akan mengherankan kalau mereka tak ingat padaku,” kata Maya sambil tersenyum manis dan kembali pada hot dog-nya.

Debaran yang Sakurakoji rasakan semakin kuat. Gadis itu, semakin mempesona. Sekuntum bunga yang sudah mekar. Cantik, bersinar. Dia terlihat semakin dewasa dan kepercayaan dirinya semakin kuat. Berseri-seri. Bahkan Sakurakoji bisa merasakan perubahan yang cukup banyak padahal baru kemarin ia meninggalkannya.

Maya… kenapa rasanya kau berbeda dari yang kemarin kulihat…

Deg…

Apakah dia dan Pak Masumi… sudah…?

Tiba-tiba debaran dalam dadanya berubah menjadi debaran khawatir dan cemburu. Pemuda itu ingin sekali menepis pikirannya bahwa Maya dan Masumi sudah menjadi sepasang kekasih. Tapi melihat perubahan pada diri Maya dan binar-binar bahagia yang menghias wajah gadis itu, Sakurakoji tidak bisa berpikir lain.

“Maya…” Panggil Sakurakoji.

Maya mengangkat wajahnya memandang Sakurakoji.

Dia terlihat sangat bahagia…

Sakurakoji mengurungkan niatnya untuk bertanya langsung pada Maya.

“Itu… saus…” Sakurakoji menunjuk bibir Maya.

Maya meraih sebuah tisu dan menghapus saus tersebut dari bibirnya.

“Ah… iya benar…” Maya tertawa kecil saat melihat noda saus di tisunya.

Sakurakoji ikut tertawa dengannya.

“Mmm… Maya, apa Pak Masumi akan hadir di konferensi pers?” tanya Sakurakoji akhirnya.

Tiba-tiba Maya menundukkan wajahnya, merona.

“Tidak…” katanya perlahan, “dia masih ada urusan di Yokohama,” Maya bisa merasakan jantungnya berdetak lebih keras hanya karena mengingat Masumi.

Senyum samar-samar Maya tidak luput dari pengamatan Sakurakoji. Cara Maya berbicara, rona wajahnya yang kemalu-maluan, nada suaranya yang lembut dan terdengar bahagia, sudah menjawab semua keingintahuan Sakurakoji. Melihat Maya memasang raut wajah penuh cinta saat berbicara mengenai Masumi, jantungnya berdenyut sakit, semakin lama semakin sakit.

“Sebaiknya kita segera pergi, nanti terlambat,” ujarnya setelah melihat jam di tangannya.

Maya menyetujui dan keduanya beranjak dari sana.

Sakurakoji tiba-tiba menggenggam tangan Maya dengan erat. Maya sangat terkejut dan bermaksud melepaskannya.

“Sa… Sakurakoji… nanti orang-orang akan salah paham… Kau akan dikira…” kata Maya gugup setelah usahanya melepaskan genggaman pemuda itu tidak berhasil.

“Aku tidak peduli, Maya. Aku sungguh tidak peduli!” Desis Sakurakoji.

Ha…? Sakurakoji…?

Maya mengamati bingung pemuda itu, yang menariknya—hampir menyeretnya—menuju lahan parkir.

Sakurakoji menyerahkan helm pada Maya tanpa berkata apa-apa.

Maya masih tidak mengerti, apakah dia sudah melakukan suatu kesalahan yang membuat sahabatnya itu marah?

“Naiklah.” Kata Sakurakoji setelah dia berada di atas motornya.

Maya menurutinya tanpa banyak bertanya.

=//=

“Sakurakoji! Maya! Ke sebelah sini…!” Seru salah seorang panitia yang sudah menunggunya saat keduanya tiba di Kantor Dewan Persatuan Drama.

Keduanya mengikuti orang tersebut dan dibawa ke sebuah ruangan dimana sudah ada Kuronuma di sana.

“Pak Kuronuma!!!” seru Maya menghampirinya dan memeluknya.

Maya sudah merasakan kehangatan seorang ayah dari Kuronuma. Saat ia hampir putus asa karena perasaan cintanya pada Masumi, Kuronuma adalah yang membangkitkannya. Kuronuma malah pernah mengajak Maya makan malam hanya untuk mendengarkan gadis itu berbicara mengenai perasaannya pada laki-laki yang bahkan tidak dikenal oleh Kuronuma.

[“Maya… sampaikanlah perasaanmu padanya dengan aktingmu… sebagai perasaan cinta seorang Akoya…”]

Kata Kuronuma saat itu.

Mungkin itulah sebaris kalimat yang membuat Maya akhirnya mengerti apa yang dirasakan Akoya dan dapat membangkitkan rasa cinta Akoya dalam hatinya. Hingga Maya dapat menyampaikan kepedihan hati Akoya dengan sempurna di panggung saat itu. Kepedihan hati seorang Akoya yang jatuh cinta pada Ishin yang tidak dapat diraihnya. Kepedihan hati seorang Maya Kitajima pada Masumi Hayami. Saat itu. Namun kini semuanya sudah berubah.

“Wah… wah… Maya, lihat apa yang sudah dilakukan Paris kepadamu. Kau sudah banyak berubah. Apa kau jatuh cinta di sana Maya?” Goda Kuronuma.

Wajah gadis itu merah padam mendengar godaan Kuronuma.

Sakurakoji mengamatinya dengan cemburu. Dia tahu, bukan Paris yang sudah merubah Maya.

“Baguslah kalau kau sudah bisa merasakan manisnya cinta, Maya, jadi kau tidak hanya akan mengerti kepahitan dan kesedihan Akoya dan Ishin saat mereka berpisah. Kuharap sekarang kau juga bisa memperlihatkan perasaan berbunga-bunga yang Akoya rasakan pada Ishin saat keduanya sedang menjadi sepasang kekasih dengan lebih sempurna,” harap Kuronuma.

“Saya akan berusaha…!” Kata Maya dengan semangat dan sedikit membungkuk.

Kuronuma tertawa puas, namun Kuronuma bisa melihat, Sakurakoji tidak turut larut dalam keceriaan bersama mereka.

=//=

Blitz lampu kamera segera menerpa Maya saat dia dan beberapa orang lainnya keluar menuju ruangan yang sudah dipersiapkan untuk konferensi pers. Maya, Sakurakoji, Kuronuma dan Ketua Persatuan Drama Jepang duduk di kursi yang disediakan dengan berbagai mic dan alat perekam yang berada di atas meja di hadapan mereka.

Seorang pembawa acara lantas berbicara. Mengatakan bahwa setelah dua tahun belajar di Paris, Maya sang Bidadari Merah akhirnya telah kembali ke Jepang dan siap untuk mementaskan drama Bidadari Merah yang dinanti-nantikan.

Satu persatu dari mereka berbicara mengenai harapan seperti apa yang ada di benak mereka mengenai pagelaran Bidadari Merah yang akan datang. Juga mengenai rencana tender penyelenggaraan Bidadari Merah tersebut. Berbagai macam pertanyaan dilontarkan oleh para wartawan, termasuk mengenai isu kedekatan dua pemeran utama Bidadari Merah tersebut.

“Sakurakoji, sejak Maya pergi ke Paris, kau sudah cukup sukses memainkan beberapa peran di panggung dan drama televisi. Bagaimana kesanmu mengenai lawan mainmu jika dibandingkan dengan saat kau bermain sebagai pasangan Maya di Bidadari Merah?” Tanya seorang wartawan.

Sakurakoji tersenyum, “setiap peran yang kumainkan, memiliki kesan yang mendalam. Selama ini, aku tidak pernah pilih-pilih mengenai siapa lawan mainku selama aku tertarik dengan perannya. Dan, aku bersyukur, selama ini aku tidak pernah merasa benar-benar kesulitan dalan menyesuaikan diri dengan lawan mainku,” jawab Sakurakoji dengan lancar.

Pemuda itu sudah sangat terlatih dalam menjawab pertanyaan wartawan.

“Namun, aku harus mengatakan bahwa Bidadari Merah, adalah sesuatu yang sangat istimewa bagiku. Tentu kita semua tahu bahwa Bidadari Merah merupakan sebuah maha karya agung. Bisa menjadi Ishin, benar-benar di luar dugaanku. Aku sangat bangga dapat memerankannya di atas panggung. Belum lagi bisa bekerja sama dengan orang-orang yang hebat. Dan lawan mainku…” Sakurakoji menoleh pada Maya.

Keduanya bertatapan.

“Lawan mainku, semua sudah tahu bahwa dia adalah aktris yang sangat istimewa. Jujur saja, dia juga istimewa bagiku…”

Sampai sini, semua terkesiap.

Sakurakoji…?

“Kami sudah saling mengenal cukup lama, bertahun-tahun yang lalu. Aku benar-benar tidak mengira pada akhirnya sekarang kami bisa menjadi Ishin dan Akoya. Tidak sulit bagiku membangun perasaan seorang Ishin pada Akoya. Tentu karena Maya adalah lawan main yang luar biasa, jadi tidak sulit untukku menganggapnya seorang yang istimewa..” Sakurakoji mengembalikan pandangannya ke arah wartawan.

Beberapa saat wartawan berkasak-kusuk. Sampai di sini seorang wartawan mengajukan pertanyaan.

“Maya, bagaimana menurutmu mengenai Sakurakoji?” Tanya wartawan tersebut.

“Eh...? mmm… Aku tidak tahu... apakah aku akan mampu menjadi seorang Akoya jika bukan Sakurakoji yang menjadi lawan mainku... Sakurakoji, adalah teman dan lawan main yang sangat baik. Aku tahu, aku sering menyusahkan banyak orang. Namun, Sakurakoji… Pak Kuronuma… dan semua orang di sekelilingku, mereka sangat membantuku dan sangat sabar kepadaku. Untuk itu, aku sangat berterima kasih.” Jawab Maya.

“Banyak yang berpikir kalau kau dan Sakurakoji adalah pasangan yang sangat serasi, apakah ada keinginan dari kalian berdua mewujudkannya?” Tanya seorang lagi.

Maya terlihat bingung.

Pak Masumi…  

tiba-tiba saja Maya teringat Masumi.

Sakurakoji tidak menjawab, dia membiarkan Maya yang menjawabnya.

“Aku… sangat berterima kasih jika ada yang berpikir demikian…” jawab Maya berusaha setenang mungkin, “ namun kami sudah lama menjadi teman baik, dan sampai saat ini... kami masih berteman baik. Kami berdua sudah bertekad untuk terus bekerja sama demi kesuksesan Bidadari Merah,” jawab Maya.

Ia teringat pelajarannya dari Masumi agar mempromosikan Bidadari Merah dalam setiap kesempatannya menjawab pertanyaan wartawan.

Maya…

Sakurakoji memandang Maya, berusaha memberikan tatapan profesional seorang aktor pada lawan mainnya.

“Pak Kuronuma, apakah Anda menentang apabila bintang Anda menjalin hubungan satu sama lain?” Tanya wartawan beralih pada Kuronuma.

“Tentu saja tidak. Kenapa aku harus menentangnya? Pengalaman adalah pelajaran terbaik untuk siapapun, termasuk seorang pelaku peran. Bukan masalah bagiku apakah aktrisku itu jatuh cinta atau patah hati, selama mereka bisa total dalam berakting. Malah, jika patah hati bisa membuat aktingnya lebih sempurna, mungkin aku yang akan mendoakan aktrisku itu patah hati,” jawab Kuronuma yang disambut gelak tawa semua orang.

“Semua sudah tahu bahwa Sakurakoji adalah aktor Daito dan Maya memiliki masa lalu dengan Daito, apakah hal ini akan berpengaruh dalam memberikan penilaian pada para biro yang berminat mengikuti tender?” adalah pertanyaan selanjutnya yang diajukan seorang wartawan.

“Semuanya akan dilakukan dengan adil,” kali ini ketua persatuan Drama yang menjawab, “keputusan akan dibuat oleh tim penilai yang dibentuk Persatuan Drama, Pak Kuronuma selaku sutradara dan Nona Maya Kitajima selaku pemilik sah Hak Pementasan Bidadari Merah. Dan keputusan akan diambil dengan pertimbangan terbaik, tidak melalui voting. Oleh karena itu, semua biro memiliki kesempatan yang sama…” terangnya.

Para wartawan terlihat manggut-manggut, beberapa mencatatnya.

“Baiklah, satu pertanyaan terakhir,” kata pembawa acara sambil menunjuk seorang wartawan.

“Maya, aku ingin mengklarifikasi mengenai kabar yang beredar. Kami sudah pernah mendengar mengenai penggemarmu sebelumnya yang sudah banyak membantumu bahkan menyekolahkanmu ke Paris. Apakah benar kalau orang yang selama ini membantumu, sebenarnya adalah kekasihmu dan lebih jauh lagi disebutkan bahwa dia sudah menikah?” Tanya seorang wartawan.

Ruangan kembali riuh.

“Apa maksud pertanyaanmu?” tanya Sakurakoji, marah, dia tidak mengira bahwa gosip yang sempat beredar mengenai Maya sebagai simpanan seorang pengusaha kaya, akan diajukan malam itu.

Maya sangat terkejut mendengarnya, dia tidak tahu ada kabar seperti itu yang beredar, dia bisa merasakan tangannya mulai gemetar.

Maya…

Sakurakoji memandangnya khawatir.

“A… aku…” Maya berusaha menenangkan perasannya, “orang yang membantuku selama ini… dia…”

Pak Masumi…

“…adalah orang yang sangat berarti bagiku… karena berkat dia aku bisa berada di sini sekarang ini. Tapi… aku dan dia… kami… bukan seperti itu…” Maya tidak dapat meneruskan kata-katanya, dan tiba-tiba Maya ingin menangis.

“Maya, pada saat kau memerankan Akoya dulu, peran itu meninggalkan kesan mendalam di benak kami para penonton yang kau buat terpesona. Untuk pementasan selanjutnya, apakah kau bisa bercerita Akoya seperti apa yang ingin kau perlihatkan?” seorang wartawan tiba-tiba menyerobot dan bertanya di tengah keriuhan.

Maya mengangangkat wajahnya dan melihat Hijiri.

Pak Hijiri…

Maya berusaha menenangkan dirinya. Dia tahu, Masumi selalu mengawasinya dengan perantara Hijiri.

“Aku… sudah berusaha untuk belajar sebaik-baiknya saat aku di Paris. Kuharap, semua latihanku di sana, bisa membantuku untuk menampilkan Akoya dengan lebih baik. Tidak hanya menggambarkan perasaannya, aku ingin menjadi Bidadari Merah baik tubuh, pikiran, dan perasaanku. Kuharap, aku bisa meyakinkan semua orang akan keberadaan Bidadari Merah, dan mereka bisa melihat wujud Bidadari Merah dalam diriku…” jawab Maya sambil tersenyum hangat pada Hijiri.

Hijiri tahu, perasaan gadis itu sudah tenang kembali dan dia balas tersenyum.

“Apakah kau sudah punya kekasih, Maya? Apa benar kau dan Sakurakoji sempat menghabiskan beberapa hari bersama di Paris?” Tanya seorang wartawan tiba-tiba.

“Konferensi pers disudahi dulu, pertanyaan terakhir sudah diajukan…” potong si pembawa acara.

Terdengar nada kecewa dari mulut para wartawan tersebut.

Setelah beberapa kali diambil fotonya, orang-orang penting dalam drama Bidadari Merah tersebut meninggalkan ruang konfrensi pers.

Sesampainya di belakang, tiba-tiba Maya gemetar, badannya lemas.

“Maya kau tidak apa-apa?” Tanya Sakurakoji sambil menahan bahunya.

“A… aku…”

“Sudah Maya, tidak perlu kau pikirkan apa yang wartawan-wartawan tersebut katakan. Kau tahu dari dulu mereka hanya ingin mencari sensasi…” Kata Kuronuma.

Maya mengangguk.

“Ayo Maya, kuantar pulang…” Kata Sakurakoji.

“Sampai bertemu lagi Maya, besok kami akan menjemputmu ke tempat akan diadakannya presentasi.” Kata Ketua persatuan Drama.

Maya kembali mengangguk.

=//=

“Terima kasih.” Kata Maya setelah sampai di depan bangunan apartemennya.

Sakurakoji hanya tersenyum.

Tiba-tiba handphonenya berbunyi, Maya segera mengangkatnya.

Pak Masumi!!!!

“Halo…!” dengan cepat Maya menjawab, wajahnya langsung terlihat berseri-seri.

“I… iya... aku baru saja sampai…” terang Maya, “Sakurakoji yang mengantarku... iya, masih di sini…” Maya menatap Sakurakoji. “Baik, aku tunggu…” Maya tersenyum lebar, “Pak Masumi… terima kasih…” katanya lembut, dengan wajah malu-malu.

Maya lalu menutup handphonenya dengan wajah berseri-seri. Semua itu tidak lepas dari pengamatan Sakurakoji.

“Sakurakoji, terima kasih banyak sudah mengantarku…” Kata Maya kemudian setelah menutup telepon singkat dari Masumi.

Sakurakoji hanya mengangguk lantas berlalu pergi.

Maya mengamatinya dengan pandangan bertanya.

Sakurakoji???

=//=

Sakurakoji mengendarai motornya dengan tidak tenang. Dia tidak rela, melihat perubahan pada diri Maya. Dia merasa semakin jauh dengan Maya.

Maya… kenapa kau bisa berubah dalam sekejap… tampak dewasa, sangat cantik… pembawaanmu yang lebih percaya diri… dan binar-binar penuh cinta yang tampak dari wajahmu… Kau terasa sangat asing bagiku…

Sakurakoji menambah kecepatan lari motornya.

Aku semakin terpesona olehmu… kenapa bukan aku… yang bisa membuatmu menjadi seperti itu… kenapa bukan aku, yang kau ajak bicara dengan nada seperti itu… yang kau pandang dengan tatapan seperti itu…

Maya…

“Awaasss!!!”

Ckiiiiiitttt!!!!!!!!!!

Motor Sakurakoji mengerem mendadak. Sakurakoji masih bisa merasakan aliran darahnya yang mengalir deras, tegang ke seluruh tubuhnya. Dia hampir saja menabrak seekor anjing yang berlari menyeberang. Sejenak pikirannya hilang, tidak pada tempatnya. Ia lalu menghempaskan nafasnya kuat, berharap bayangan Maya akan ikut terusir pergi.

“Kak Sakurakoji?” seseorang menyapanya dengan nada terkejut.

Perlu waktu beberapa lama bagi Sakurakoji menyadari siapa yang menyapanya.

“Mai??” Sakurakoji terkejut, melihat adik kelasnya sekarang sudah kembali ke Tokyo.

=//=

Selesai membersihkan diri, Maya bergabung dengan Rei menyaksikan drama jam 10 malam. Sesekali keduanya mengobrol mengenai konferensi pers yang terjadi saat sedang tayangan iklan.

“Rei… aku tidak tahu, bahwa sempat beredar gosip seperti itu mengenai aku dan Mawar Ungu…” terang Maya lesu.

Rei hanya terdiam. Memang setelah dia kembali dari Paris menemani Maya, dia baru tahu bahwa ada gosip menyebar bahwa Maya merupakan kekasih gelap seseorang yang mungkin sudah beristri sehingga menyembunyikan identitasnya. Dan orang tersebut dipastikan sangat kaya sampai mampu menyekolahkan Maya ke sana.

Beberapa tabloid gosip bahkan mengatakan kepribadian Maya yang polos hanyalah salah satu aktingnya untuk menarik simpati dan menutupi kebenarannya. Namun dia dan kawan-kawannya setuju, bahwa berita seperti itu bukan hal yang harus disampaikan pada Maya. Mereka hanya ingin Maya konsentrasi belajar akting dan berharap gosip itu akan menghilang karena memang tidak ada bukti sama sekali. Namun Rei tidak mengira, setelah sekian tahun, gosip itu harus sampai ke telinga Maya sendiri.

“Sudahlah Maya, itu hanya gosip murahan yang sudah lama berlalu… hanya selentingan kabar yang bertahan beberapa saat saja. Tidak ada yang percaya dengan semua itu… Kau tidak perlu menghiraukannya. Lagipula… kalau kau memang seperti yang mereka katakan, mustinya kau tinggal di sebuah villa mewah dan bukannya terjebak di sini bersamaku… Atau jangan-jangan… kau sudah memilikinya?” canda Rei.

“Tidak ada!!” seru Maya sambil cemberut.

Lantas keduanya tertawa.

“Tapi… aku hanya tidak rela mereka berpikir seperti itu mengenai Mawar Ungu… Saat aku di Paris, walalupun dia masih sering mengirimiku Mawar Ungu dan memenuhi segala kebutuhanku, tak sekalipun Pak Masumi mengabariku, atau bertemu denganku. Karena itulah kupikir dia sudah menikah… ternyata…” Maya membaringkan kepalanya ke atas meja dengan diganjal sebelah tangannya, sedih, mengingat cerita dari Hijiri.

“Apa Pak Masumi sudah menghubungimu?” tanya Rei.

“Sudah, hanya bertanya apa aku sudah selesai. Cuma sebentar, katanya dia masih bekerja,” terang Maya.

Keduanya lantas beranjak ke kamar setelah selesai menonton drama.

“Aku matikan lampunya ya…” kata Maya.

Rei menyetujui.

“Maya…” panggil Rei.

“Iya…?”

“Bagaimana akhirnya? Kau dan Pak Masumi? Apa kalian akan mengumumkan pada publik mengenai hubungan kalian?” tanya Rei.

Rei tidak mendengar jawaban apapun. Saat dilihatnya, Maya sudah terlelap.

Rei mengamati temannya itu, tidak mengira Maya akhirnya benar-benar menjadi kekasih Masumi Hayami. Ia lalu tersenyum, lega…

Dari dahulu Rei sudah menyadari bahwa Maya ditakdirkan menuju puncak yang lebih tinggi dibandingkan dia dan teman-temannya, sehingga gadis mungil ini harus melalui jalan yang lebih terjal untuk mencapainya. Namun jika di sampingnya ada Masumi, pelindungnya, dia yakin sahabatnya itu pasti akan baik-baik saja.

=//=

Maya sedang membantu Rei memasak sarapan saat handphonenya berbunyi.

“Sebentar Rei…” pamit Maya.

Rei mengangguk tanpa menoleh dari masakannya.

Tidak lama Maya kembali melongokkan kepalanya.

“Pak Masumi…” bisiknya pelan.

“Iya, sudah kau angkat saja, aku tidak apa-apa sendiri,” kata Rei.

Maya tersenyum dan kembali masuk ke kamarnya.

“Halo…” sapa Maya.

“Selamat pagi Mungil, sudah bangun?” tanya Masumi.

“Sudah…” jawab Maya malu-malu.

“Kau sedang apa?”

“Aku tadi sedang membantu Rei menyiapkan sarapan…”

“Oh…? Kau yakin kau membantunya?” canda Masumi.

“Anda ini menelpon pagi-pagi hanya ingin menggangguku ya?!”

Pria itu lantas terbahak. Maya tersenyum mendengarnya.

Ahh… aku merindukannya… ingin melihatnya… ingin bertemu… batin Maya.

“Apa kau tidak merindukanku Maya?” Tanya Masumi tiba-tiba.

“Tidak!” seru Maya, jelas berbohong. “Mungkin Anda yang sebenarnya merindukanku, makanya pagi-pagi begini sudah menelpon…”

“Wah, kau tidak ingat, bahwa semalam kau masuk ke dalam mimpiku, dan mengancamku agar menelponmu atau kau akan mencekik leherku?”

“Mhhh…” Maya bergumam, “sepertinya itu bukan aku, karena semalam aku mimpi pergi ke pantai dan bermain pasir.” Gurau Maya.

“Ah, pantas saja kau mengenakan bikini dan banyak pasir di badanmu saat mengancamku…”

“Ah? Ngaco!!!” Seru Maya, “aku tidak pernah mengenakan bikini saat berkeliaran di pantai!” protes Maya.

“Oh… tidak pernah ya? Padahal semalam terlihat bagus loh…” goda Masumi.

Keduanya terdiam, lalu tertawa.

“Dasar konyol… baiklah aku mengalah, anggaplah itu aku… daripada ada gadis lain yang…” Wajah Maya merona, lantas terdiam.

Tapi Masumi sudah dapat menangkap maksudnya, pria itu mengulum senyumnya.

“Anda sedang apa?” tanya Maya kemudian, menyandarkan tubuhnya ke pinggiran jendela kamarnya dan mengamati jalanan pagi itu.

“Sedang sarapan…” jawab Masumi, “sudah beberapa hari ini aku selalu sarapan bersamamu, jadi saat hari ini aku sarapan sendirian, rasanya…” Masumi terdengar kesepian.

“Aku rindu…” kata Maya, menyuarakan isi hatinya.

“Aku juga… sangat merindukanmu…” jawab Masumi.

“Kapan Anda kembali ke Tokyo?”

“Seharusnya besok, tapi sepertinya aku belum bisa kembali…” sesal Masumi.

Maya mendesah perlahan.

“Aku sudah menyaksikan konferensi persmu…” terang Masumi.

“Pak Masumi…” tiba-tiba saja Maya ingin menangis.

“Kenapa Mungil? Kau sudah melakukannya dengan baik, aku sangat bangga padamu…” kata Masumi menenangkan.

“Kau tidak perlu menghiraukan selentingan-selentingan yang tidak terbukti, jangan biarkan hal seperti itu menjatuhkanmu, kau lebih kuat dari itu, aku sangat mengenalmu Maya…”

Maya menganguk, hampir terisak.

“Sudah jangan menangis… Hanya aku yang boleh membuatmu menangis. Aku tidak akan membiarkan orang lain membuatmu menangis,” kata Masumi.

“Egois!” jawab Maya, mulai tersenyum lagi.

Pintu kamar tiba-tiba terbuka, Rei menyembulkan kepalanya dari balik pintu.

“Sarapannya sudah siap,” katanya pada Maya.

Maya mengangguk.

“Pak Masumi…”

“Katakan pada Rei, aku minta maaf sudah menculik asistennya.” Potong Masumi yang tahu bahwa Maya akan berpamitan.

“Kurasa dia tidak akan keberatan, karena aku pun hanya menyusahkan…” jawab Maya.

“Sudah kuduga.” Ledek Masumi.

“Pak Masumi!!!”

Masumi terbahak.

“Lihat saja, suatu hari aku akan membuat Anda takjub dengan masakanku…” tantang Maya.

“Wah… aku akan menantikannya. Kapan-kapan aku ingin mencicipi bento buatanmu,” ujar Masumi.

“Bento…? Baiklah, bersiap-siaplah untuk kubuat terpana dengan bentoku.” Tekad Maya.

Masumi lalu tertawa.

“Ya sudah pergilah sarapan. Terima kasih sudah menemaniku. Sampai jumpa.” Pamit Masumi.

“Sampai jumpa…”

Maya lantas menutup telepon dan bergabung di meja makan dengan Rei.

“Pak Masumi bilang, dia minta maaf karena sudah menculik asistenmu…” kata Maya sambil mengambil bagian nasinya.

Rei tersenyum lebar.

“Maya… aku sungguh tidak mengira… kau dan Pak Masumi benar-benar menjadi sepasang kekasih. Maksudku… anjing dan kucing Saja pasti minder jika melihat cara kalian bertikai dahulu… tapi sekarang…” Rei mengungkapkan rasa tidak percayanya.

Wajah Maya merona.

“Jangankan kau, aku pun masih sering tidak percaya. Aku harus memandangi fotonya di handphoneku agar aku yakin ini semua memang bukan mimpi. Dan apa yang terjadi antara aku dan Pak Masumi, memang kenyataan…” kata gadis tersebut dengan raut bahagia.

“Aku turut senang mendengarnya, Maya…” Rei tersenyum tulus.

“Tapi Pak Masumi sibuuuuukk sekali. Dia bilang dia belum tahu kapan kembali ke Tokyo, laki-laki menyebalkan!!” sungut Maya, rindu.

Rei terkekeh.

“Mau bagaimana lagi, Maya… yang jadi kekasihmu itu Masumi Hayami, Pangeran dari Daito, seorang DI-REK-TUR DA-I-TO…” Rei menekankan.

Maya tertegun. Lantas menatap Rei.

“Ada apa?” Tanya Rei.

“Mmm… Entahlah, kata-katamu seakan-akan menyadarkanku kembali mengenai siapa sebenarnya Pak Masumi…” gumam Maya.

Rei menatapnya dengan pandangan bertanya.

“Kau tahu… kadang saat bersamanya, aku lupa dengan siapa sebenarnya aku sedang bersama. Kami hanya bercerita, bertengkar, saling mengganggu, tertawa bersama, dan aku tidak benar-benar ingat siapa Pak Masumi. Bahwa dia adalah Direktur Daito. Jika sudah bersamanya, aku hanya bisa melihatnya sebagai seorang laki-laki… yang kucintai…” wajah Maya terlihat begitu lembut.

“Mungkin sikapku ini sudah sering menyusahkannya ya Rei… seharusnya aku bisa lebih memahami posisinya… Lebih pengertian… Sekarang saat memikirkannya aku merasa benar-benar kesal pada diriku! Hhh… aku memang bodoh…” sesal Maya.

Rei tersenyum tipis.

“Kurasa tidak begitu Maya… mungkin karena sikapmu yang apa adanya saat bersamanya adalah sesuatu yang sudah membuatnya merasa nyaman bersamamu.” Rei menenangkan.

“Benarkah?” Maya menatap Rei, “tapi… kami memang memiliki kehidupan yang jauh berbeda, terlalu berbeda…” ujar Maya dengan nada khawatir, baru menyadari kembali bagaimana dia dan Masumi memiliki sisi kehidupan yang sangat berlainan.

Rei meraih pundak sahabatnya, “kau akan baik-baik saja Maya…” katanya meyakinkan.

Maya menatap sahabatnya lama.

“Rei…” Maya tersenyum berterima kasih.

=//=

Sejak Masumi menelponnya pagi itu, Maya sama sekali tidak mendapat kabar apa-apa lagi. Walaupun baru beberapa hari, kadang Maya tidak tahan, dan ingin menghubunginya, namun dia takut malah akan mengganggu Masumi.

Presentasi dari para biro sudah selesai dilaksanakan. Saat wakil Daito mendapat giliran untuk melakukan presentasi, ternyata tidak ada Pak Masumi di sana. Maya tidak tahan dengan kerinduan yang dirasakannya. Hatinya begitu kesepian. Sekarang Maya dan panitia pemilihan penyelenggara Bidadari Merah masih berunding mengenai siapa yang akan terpilih untuk memperoleh kontrak menyelenggarakan pementasan Bidadari Merah yang akan diumumkan hari minggu nanti. Walaupun kadang pikirannya teralihkan dengan kesibukan mempersiapkan Bidadari Merah, namun rasa rindu yang semakin kuat itu masih sangat sering merayapi hatinya.

Maya berjalan perlahan, menggenggam tas tangannya di belakang. Kedua tangannya juga saling berkaitan di belakang badannya. Sesekali Maya berjalan sambil menjejakkan kakinya menendang-nendang. Rasa rindunya sudah mulai berubah menjadi kekesalan. Kesal karena merasa tidak dihiraukan, kesal karena rasa rindu itu menggerogoti hatinya menyakitkan.

Tiba-tiba Maya melihat laki-laki yang selalu memenuhi benaknya siang malam itu, berada di seberang jalan. Di sebuah restoran. Menahan pintu untuk wanita yang berada di sampingnya agar bisa melalui pintu tersebut.

Maya mengamatinya. Memastikan. Sama sekali tidak ada yang perlu disangsikan. Itu memang Masumi.

Tangan Maya terkulai lemas. Rasa rindu kini berubah cemburu. Maya menangis di tempat. Air mata jatuh berderaian begitu saja, sampai membuat beberapa orang yang melihatnya khawatir dan menanyakan keadaannya. Maya menutupi matanya dengan sebelah lengannya dan hanya menggeleng saat ditanya mengenai keadaannya atau apakah dia perlu bantuan.

“Maya…? Maya…!” Seseorang yang mengenalnya menghampiri, lantas menurunkan tangannya.

Maya menatap wanita cantik di hadapannya.

“Ayumi…??!!” Serunya masih sambil menangis.

=//=

Ayumi mengajak Maya masuk ke dalam mobilnya. Gadis itu masih tidak bisa menahan tawanya mengingat Maya yang menangis di tengah jalan dan dikerubungi banyak orang. Seperti anak SD yang terpisah dari ibunya.

Sedangkan Maya sendiri masih dengan sisa isakannya.

“Kau kenapa Maya? Setelah sekian lama tidak bertemu, aku malah menemukanmu di jalanan seperti anak hilang.” Ayumi menutup bibirnya dengan sebelah tangannya, terkikik.

“Ayumi….” Maya masih dengan kesedihannya.

Ayumi akhirnya berhenti tertawa. Kembali menawarkan tisu untuk kesekian kali, dan Maya mengambilnya lalu berterima kasih.

“Kau bisa bercerita padaku kalau kau mau, walaupun aku tidak berjanji dapat membantumu,” kata gadis itu yang terlihat semakin anggun dan mempesona ketimbang terakhir Maya melihatnya.

Maya menggerakkan bola matanya bimbang ke sana kemari.

“Maya…?” Tanya Ayumi, “apa kau bersamaku?”

Maya melirik Ayumi dan mengangguk.

“Apakah ada yang mengganggu pikiranmu?” Tanya Ayumi.

Gadis itu sudah melihat konferensi pers yang diadakan beberapa hari yang lalu dan berpikir mungkin menangisnya Maya saat ini adalah dikarenakan gosip yang menimpanya.
Ragu-ragu Maya menatap Ayumi.

“A… Ayumi… kalau misalkan Mr. Hamill berselingkuh… apa yang akan kau lakukan?” tanya Maya.

“Haa…? Hamill? Selingkuh?” Ayumi terbahak, “dia tidak akan melakukannya…” kata Ayumi.

“Tapi… kalau misalkan… misalkan…!” Maya menekankan.

Kening Ayumi berkerut, “Aku akan mendatanginya, menamparnya, lalu mencakar wajahnya, menarik rambut keritingnya sampai lurus…”

Maya melongo mendengarnya.

“Kau… benar akan melakukan semua itu?” Tanya Maya tidak percaya.

Sekali lagi Ayumi tertawa.

“Kau itu sangat polos, pantas semua orang suka menggodamu Maya…” kata Ayumi tertawa.

“Hhh… kau jangan ikut-ikutan juga, Ayumi…” keluh Maya.

“Kenapa Maya? Kau melihat Sakurakoji dengan wanita lain?” Tanya Ayumi.
Maya tertegun.

“Sakurakoji?”

“Oh, bukan? Kupikir kalian berdua… Ah, maafkan aku Maya, aku tidak mau terdengar seperti tabloid gosip, hanya saja kupikir kau dan Sakurakoji memang punya hubungan khusus.” Ujar Ayumi apa adanya.

“Tidak… tidak…” Maya menggelengkan kepalanya cepat.

“Jadi? Siapa? Kalau melihat caramu menangis, dan pertanyaanmu, apakah kau memergoki kekasihmu bersama wanita lain?” Tanya Ayumi.

Wajah Maya merona merah. Ia menggigit bibir bawahnya lalu mengangguk. Tiba-tiba Maya kembali teringat dengan yang dilihatnya tadi dan air mata mulai menggenang lagi.

“Maya, sebaiknya kau langsung bertanya kepadanya. Kalau hanya melihat, kau tidak akan tahu kebenarannya ‘kan?” anjur Ayumi.

Dia terkejut mengetahui Maya mempunyai seorang kekasih, namun dia tidak berniat menanyakannya.

Maya terlihat ragu-ragu. Ada perasaan dalam dirinya kalau dia tidak berhak merasa cemburu.

“Baiklah…” kata Maya akhirnya setelah menimbang-nimbang agak lama.

“Maaf Ayumi, aku jadi menyusahkanmu…” Kata Maya.

Ayumi tersenyum, “tidak masalah, aku senang bisa membantumu.”

Keduanya lantas berpandangan. Hubungan mereka sudah bukan hanya saingan, tapi juga teman baik. Walaupun sangat jarang membicarakan sesuatu yang sangat pribadi, tapi keduanya sudah bisa berbincang mengenai banyak hal ketika bertemu.

“Ah, kau mau kemana Ayumi?” Tanya Maya.

“Aku mau bertemu dengan Hamill.” Kata Ayumi dengan berbinar-binar.

“Aduh maafkan aku, kau jadi harus mengantarkanku dulu…” Maya terlihat sungkan.

“Tidak masalah… Oh iya Maya, semoga lancar untuk Bidadari Merahmu, aku tidak sabar menunggumu memerankannya lagi,”

“Terima kasih. Kau juga. Aku kemarin sudah lihat iklan drama serimu yang baru. Aku sungguh tidak sabar menontonnya…” kata Maya dengan antusias.

Ayumi mengamati gadis itu. Seperti dulu, Maya selalu berbicara padanya seperti seorang penggemar jika membicarakan mengenai dramanya.

“Sudah sampai Nona,” terang sopir Ayumi.

“Kau tahu Maya, aku masih menganggapmu saingan. Suatu saat, aku akan menyusulmu, dan mungkin kita akan kembali tampil satu panggung atau malah kembali memainkan peran double-caster seperti dulu. Aku sangat menantikan saat-saat itu,” kata Ayumi, sambil mengulurkan tangannya.

“Aku juga,” Maya menerima uluran tangan Ayumi.

Keduanya saling tersenyum pada satu sama lain.

Maya mengucapkan terima kasih sebelum mobil Ayumi kembali melaju ke tujuannya.

Maya lantas membuka pintu masuk apartemennya dengan lesu. 

=//=

Malam itu Rei kembali dengan membawa makan malam untuknya dan Maya.

Rei terheran melihat wajah Maya yang bengkak-bengkak dan Maya terlihat sangat suram.

“Kau kenapa Maya? Sakit??” Tanya Rei khawatir dan segera menghampiri Maya yang sedang meratapi nasibnya.

“Reee~~i” Maya segera memeluk sahabatnya itu.

“A…. ada apa???” Rei sangat bingung melihatnya.

“Huwaaaaaaaa~~~~~!!!!!” sekali lagi Maya menangis dengan keras dan membuat Rei panik.

Rei mendengarkan cerita Maya dengan serius saat keduanya makan malam.

“Bukankah lebih baik kalau kau tanyakan langsung padanya? Melalui email atau telepon?” tanya Rei.

Maya menggeleng.

“Aku tidak berani Rei…” katanya lemah.

Rei mengerutkan keningnya, bingung.

“Kenapa kau tidak berani?” tanya Rei, “biasanya kalau ada apa-apa bukankah kau langsung melabraknya?”

“Tapi… ini lain… “ keluh Maya, “ba… bagaimana kalau itu memang kekasihnya? Atau wanita yang sedang dekat dengannya? Ba… bagaimana kalau kami harus berpisah Rei…? Aku tidak mau….”Maya kembali meneteskan air mata.

“Maya… kau kan belum tahu… sudah, sudah… kurasa Pak Masumi bukan orang seperti itu...” Rei menenangkan.

“Tapi… dia tidak bilang padaku kalau sudah kembali ke Tokyo dan dia pergi makan malam dengan wanita itu…” kata Maya khawatir.

“Maya, sebaiknya kau bicarakan dulu dengan Pak Masumi, mungkin itu rekan bisnisnya? Kita tidak tahu kan? Daripada kau menangisinya seperti ini padahal sebenarnya tidak terjadi apa-apa diantara mereka…” saran Rei.

Maya terdiam. Ayumi dan Rei menyarankan agar dia bertanya langsung pada Masumi. Namun Maya masih tidak yakin apakah dia berhak melakukan hal tersebut. Maya masih ragu apakah dia memang berhak merasa cemburu pada Masumi. Terlebih lagi, tidak seperti dulu, dia sangat takut jika harus bertengkar dengan Masumi. Dia sangat takut hal itu akan membawanya pada perpisahan dengan Masumi.

Maya tidak pernah sekhawatir ini sebelumnya.

=//=

Masumi membuka email dari Hijiri dan membacanya dengan murka. Tangannya mengepal ketat dan raut wajahnya sangat dingin. Baru saja satu masalahnya selesai, sekarang sudah ada masalah lainnya yang menjadi PR untuk dia bereskan.

Masumi menyandarkan tubuhnya. Lelah.

Maya…

Panggilnya rindu dalam benaknya.

Sebuah ketukan terdengar di pintu. Masumi mengangkat wajahnya. Mizuki memperlihatkan posturnya dari balik pintu.

“Ada tamu Pak, ingin bertemu Anda.” Terangnya.

“Apa kau tidak mendengar instruksiku 10 menit yang lalu, Mizuki?! Apa kemampuan mengingatmu sudah menurun? Atau kemampuanmu memahami instruksiku yang sudah berkurang?” tanya Masumi, sangat tidak ramah.

“Tidak keduanya Pak,” jawab Mizuki tenang, “tapi karena saya tahu Anda pasti ingin menemuinya,” kata Mizuki.

Masumi mengerutkan dahinya saat Mizuki memberi tanda ke arah pintu dan meminta tamu tidak diundang tersebut menampakkan dirinya. Maya muncul dari balik punggung Mizuki.
Masumi terkejut melihatnya, sosok mungil yang sangat dirindukannya, kini berdiri di hadapannya.

“Maya…” desisnya tidak percaya, “kenapa kau bisa… ada di sini…?” tanyanya.

Masumi lantas bangkit dari kursi dan menghampirinya, lantas menatap Mizuki memintanya meninggalkan mereka berdua.

“Jangan lupa Pak, jam satu akan ada rapat koordinasi untuk…” Mizuki mengingatkan.

“Aku tahu. Sudahlah, kau keluarlah Mizuki, dan jangan dulu kembali,” perintah Masumi tidak sabar.

Mizuki menghempaskan nafasnya kesal. Bosnya itu bahkan tidak meminta maaf untuk komentarnya mengenai kemampuan mengingat dan memahami instruksinya.

Masumi menatap Maya dengan pandangan tidak percaya, dan bahagia. Sementara Maya menatapnya dengan pandangan kesal namun rindu. Sekali lagi gadis itu merasakan desakan air mata yang ditahannya sekuat mungkin.

“Aku… tidak tahu bahwa kau akan datang ke sini…” kata Masumi sambil melangkah mendekati Maya.

“Ada apa?” Tanya Masumi sambil menyentuh bahu gadis itu.

Maya memalingkan wajahnya kesal.

“Mungil? Ada apa?”

“Kenapa Anda tidak bilang kalau Anda sudah kembali ke Tokyo?” tanya Maya.

Masumi sedikit tertegun, dan tersenyum lebar.

“Duduklah dulu…” Kata Masumi sambil menarik tangan gadis itu ke arah sofa.

“Mau minum apa? Aku akan minta Mizuki…”

Maya mendelik ke arahnya.

“Aku kesini bukan mau minum! Aku…”

Masumi menggeser duduknya merapat pada Maya.

Eh?

Pria itu tersenyum.

“Jangan tersenyum! Aku masih belum memaafkan Anda!” seru Maya galak lantas membuang mukanya dan menggeser duduknya ke pojok sofa.

Pria itu lalu meraih sebelah tangan Maya dan menggenggamnya.

“Kalau begini… sudah dimaafkan belum?” Tanya Masumi dengan lembut.

Maya menarik tangannya kesal, masih menolak melihat pria itu.

Masumi lantas menarik kepala Maya dan membenamkannya di dadanya.

“Kalau begini, dimaafkan belum?” Tanyanya.

Maya hanya terdiam. Tiba-tiba ingin menangis lagi. Rasa kesal dan khawatir akan kehilangan Masumi mewujud menjadi genangan bening di matanya. Dia sangat merindukan Masumi, tapi laki-laki ini malah tidak mengabarinya sama sekali. Dan sekalinya dia melihat, laki-laki ini malah bersama seorang wanita yang membuatnya terbakar cemburu.

Tapi saat Masumi memeluknya seperti ini…

“Apa susahnya sih memberitahu kalau Anda sudah kembali ke Tokyo?” rajuk Maya tanpa mengangkat kepalanya dari dada Masumi dan mulai terdengar akan menangis.

“Maafkan aku… belakangan pekerjaanku sangat banyak, aku bahkan belum tidur dua hari ini…” terang Masumi, “jika aku mengabarimu, aku pasti ingin bertemu, tidak tahan ingin melihatmu. Sedangkan aku juga tahu, kau harus mengurus masalah Bidadari Merah…” lanjut Masumi lembut.

Pak Masumi…?

“Kupikir kalau aku menghubungimu dengan kegiatan kita yang seperti ini, percuma saja. Aku akan semakin merindukanmu tapi kita tidak bisa bertemu… jadi aku bermaksud menghubungimu kalau sudah ada waktu senggang…” lanjut Masumi sambil membelai rambut gadis itu.

“Apakah kedatanganku mengganggu?” Maya akhirnya luluh, suaranya melunak.

“Tidak… tidak apa-apa, ini sudah masuk jam istirahat.” Masumi menerangkan dengan tenang.

Masumi tidak mengira bisa memanfaatkan waktu istirahatnya hari ini.

“Maya… aku sangat merindukanmu… “

Maya bisa merasakan pelukan Masumi yang semakin erat. Otot-otot di balik jasnya semakin ketat mengikat tubuh Maya.

Maya balas memeluknya tidak kalah erat. Entah kemana emosi yang dipendamnya semalaman. Semua menguap begitu saja saat Masumi memeluknya. Keduanya saling bersandar pada satu sama lain, melepaskan rasa rindu mereka.

“Pak Masumi, Anda belum tidur? Pasti lelah sekali ya…” kata Maya.

Masumi lantas mengangkat bahu Maya, menjauhkan tubuh mereka.

“Kebetulan kau datang…” katanya sambil tersenyum dan membuka jas lalu menyampirkannya ke sandaran sofa.

Masumi lalu menggeser posisi duduknya dan membaringkan kepalanya di pangkuan Maya.

“Kalau aku begini, sebentar saja… boleh?” Masumi meminta izin.

Maya tidak menjawab, hanya membiarkan. Masumi lantas menggenggam sebelah tangan Maya di dadanya dan memejamkan matanya. Maya bisa melihat raut-raut lelah dari wajah kekasihnya itu. Perlahan Maya mulai membelai sayang kepala Masumi dengan sebelah tangannya yang lain. Dia bisa merasakan Masumi sedikit terkejut saat Maya menyisir rambut Masumi dengan jemarinya, tapi pria itu tidak membuka matanya.

Maya masih teringat wanita yang dilihatnya bersama Masumi di restoran, tapi dia urung menanyakannya.

Nanti saja… batinnya.

“Maya…” panggil Masumi masih dengan matanya yang tertutup.

“Iya…?” jawab Maya.

Pria itu tersenyum samar tapi tidak berkata-kata lagi.

Maya memasang wajah bingung namun tidak bertanya apa pun.

Sebenarnya Masumi hanya ingin mendengar Maya menyahutnya dengan lembut saat Ia memanggilnya, setelah berhari-hari dia memanggil nama gadis pujaanya di dalam hati tanpa ada yang menjawab.

Tidak perlu waktu lama sampai Masumi tertidur di pangkuan Maya.

Maya mengamati wajah Masumi. Mereka memang sudah beberapa kali bermalam bersama. Namun baru kali ini Maya melihat wajah Masumi yang tertidur. Biasanya pria itu akan tertidur setelah Maya tidur dan terbangun sebelum dia bangun. Wajahnya terlihat tenang, beberapa lama Maya mengamati Masumi sambil tersenyum.

Namun Masumi tertidur tidak lama. 15 menit kemudian dengan cepat Masumi membuka matanya. Sejenak dia dan Maya bertatapan. Mencoba mengingat apa yang terjadi.

Ah… iya tadi aku tertidur…

Masumi lantas tersenyum pada Maya.

“Maafkan aku… kau datang aku malah tidur…” kata Masumi, masih tidak mengangkat kepalanya dari pangkuan Maya.

Maya menggeleng sambil tersenyum.

“Apa sudah selesai tidurnya? Kok hanya sebentar…” tanya Maya heran.

“Hmm… masih banyak yang harus kukerjakan, otakku menolak beristirahat lama-lama…” jawab Masumi sekenanya namun memang begitu adanya.

“…tapi tidurku yang singkat rasanya nyenyak sekali… sepertinya berkat bantal ajaib…” goda Masumi.

Maya merasakan suhu wajahnya meningkat dan dia yakin wajahnya memerah.

“Mungil, bagaimana kau tahu aku sudah kembali?” Tanya Masumi, menatap gadis itu.

Deg…

Maya kembali teringat peristiwa yang dilihatnya.

“A… aku melihat Anda kemarin…” terang Maya dengan terbata.

“Melihatku?” Masumi tertegun, “dimana…?”

“Di sebuah restoran… bersama seorang… wanita…” jawab Maya gemetar dan memalingkan wajahnya.

Maya tidak bisa menyembunyikan rasa cemburunya dan mulai terlihat hendak menangis kembali.

“Wanita… yang mana?” Masumi balik bertanya.

“Wa… wanita yang mana?!” Maya terkejut mendengarnya, “wanita yang cantik kemarin…! Anda ajak makan malam… uh… mmh… aku tidak ingat nama restorannya. Pokoknya orangnya cantik, rambutnya panjang dengan gaun warna abu-abu… pokoknya wanita cantik!” sungut Maya.

“Kemarin ya… makan malam… hmm… nanti kutanya Mizuki siapa wanita yang kau maksud,” jawab Masumi ringan, malas memikirkan.

“Pak Masumi!!!” Maya memukul dada pria itu dengan telapaknya, “Anda mempermainkanku ya…? Aku pulang saja!!” Maya mencoba mengangkat tubuh Masumi tapi pria itu bergeming.

“Tapi aku memang tidak ingat… aku makan dengan banyak orang belakangan ini… aku tidak mengingat nama restoran dan warna bajunya, hmm… kemarin malam ya...” Masumi mencoba mengingat, “Ah, iya aku ingat sekarang. Itu Bu Okada Ryoko…” terang Masumi.

“Okada… Ryoko…? Ibu…?” Tanya Maya ragu.

“Iya, dia seorang penulis naskah. Itu hanya makan malam untuk pekerjaan Mungil, dan kami tidak berdua saja.” Masumi memaparkan.

“Anda tidak bohong kan?” Maya masih terlihat tidak tenang.

“Tidak… kau tahu Mungil, wanita itu usianya 45 tahun…”

“45 tahun??” Maya tidak percaya.

“Iya… hahaha… kau pasti tidak melihat wajahnya…” tebak Masumi.

“Tidak…” kata Maya malu-malu, “ ta…tapi… kalau bersama Anda, aku pikir pasti wanita yang cantik…” lanjut Maya dengan polos.

Masumi terbahak.

“Iya, mungkin, untuk wanita seusianya dia bisa dibilang masih sangat cantik. Walaupun aku lebih tertarik pada kemampuannya menulis ketimbang wajah dan gaunnya,” kata Masumi.

“Lagipula…” Masumi menyeringai pada Maya, “seleraku adalah wanita yang 11 tahun lebih muda dan bukan sebaliknya,” godanya.

Maya terlihat salah tingkah mendengar godaan Masumi yang masih saja memandanginya.

“Apa kau cemburu?” Tanya Masumi.

Maya tidak menjawab, namun diamnya sudah menjadi jawaban bagi Masumi.

“Maaf…” kata Maya akhirnya.

“Kenapa meminta maaf?” Tanya Masumi, “aku senang mengetahui kau merasa cemburu…”

“Pak Masumi…” rajuk Maya.

Masumi tersenyum simpul.

“ah… Maya…” tiba-tiba cemburunya Maya seakan menyadarkan Masumi pada sesuatu.

“Iya…?”

“Kau… dan Sakurakoji…” Masumi terlihat khawatir.

Eh..?

“Pak Masumi… aku dan Sakurakoji hanya berteman… a… aku… sudah menjelaskan semuanya padanya. Dia tahu bahwa orang yang kucintai itu Anda.” Maya terlihat malu-malu menjelaskan.

“Benarkah?” Ada keraguan dalam suara Masumi, “tapi aku masih bisa melihat bahwa dia mencintaimu Maya… aku bisa melihat dari caranya memandangmu.”

“Caranya memandangku…?” tanya Maya bingung.

Masumi menghela nafas. Kekasihnya ini memang terlalu polos dalam memandang seseorang.

“Mungil… saat di hotel… di depan lift… bukankah kalian saat itu akan berciuman? Aku…” wajah Masumi tiba-tiba terlihat tidak suka.

“Tidak…!” sergah Maya cepat.

“A… aku tidak menyadari kalau Sakurakoji…”

“Benar…” gumam Masumi.

“Eh?”

“Saat itu, kukira kalian berdua hendak berciuman… aku cemburu sekali,” aku Masumi, “tapi saat aku tahu, kau juga ternyata mencintaiku, kupikir, mungkin saat itu kau memang tidak menyadari tindakan Sakurakoji.” Paparnya.

“Pak Masumi…”

“Tapi… bagaimanapun, dari caranya memandangmu ketika berada di konferensi pers, aku bisa melihat dia masih mencintaimu…” terdengar nada cemburu dalam suara Masumi.

“Tapi kurasa…” Maya hendak menentang asumsi Masumi.

“Mungil, apa kau tahu, jika seorang pria memandang seorang wanita terlalu lama, sedangkan wanita itu tidak melakukan apapun, seharusnya kau tahu kalau dia merasakan sesuatu padamu…” kata Masumi.

“Masa begitu Pak masumi? Tapi aku kan sudah bilang, kalau aku tidak dapat membaca pikiran seseorang kecuali dia mengatakannya…” Maya memperlihatkan wajahnya yang tidak mengerti apa-apa.

“Hhhh... kau membuatku khawatir…” Masumi meremas tangan Maya yang sedari tadi masih digenggamnya.

“Kenapa?” Maya terheran.

“Karena kau sangat tidak waspada.” Jawab Masumi.

“Aku yakin, siapapun yang melihat akan tahu bahwa Sakurakoji menyukaimu lebih dari sekedar teman,” ujar Masumi.

“Pak Masumi…”

“Kau tahu, saat Sakurakoji melihatmu, dia pasti berpikir, ‘ahh… kenapa gadis ini semakin cantik? kenapa dia membuatku terpesona? kenapa aku tidak bisa berpaling darinya…?’ eh, tunggu sebentar… Itu apa yang ada dalam pikiranku…” goda Masumi.

Maya tersenyum kecil, “konyol…!” ujarnya riang.

“Tapi aku serius.” Kata Masumi singkat.

“Setidaknya, jika seorang pria melihat wanita yang menarik atau yang disukainya, dia pasti memikirkan sesuatu yang ingin dilakukannya pada gadis itu. Memangnya kau pikir saat seorang laki-laki memandang seorang wanita lama-lama, apa yang dipikirkannya? 'Ah… rambutnya bagus sekali, apa ya shampoo yang dipakainya? Bibirnya juga sangat menarik… kira-kira apa ya merk lipstiknya…?'” canda Masumi.

Maya terbahak mendengar ucapan Masumi.

Tiba-tiba Maya berhenti tertawa.

“Berarti Anda juga seperti itu ya… apalagi banyak sekali wanita cantik di sekeliling Anda…” Maya terdengar cemburu.

Masumi menatapnya sebentar.

“Hmm… tidak juga. Jika aku memandang seseorang dengan kulit yang bagus, otakku langsung bekerja : wah… dia sangat sesuai untuk iklan hand and body lotion. Atau jika kudengar suaranya bagus, aku akan berpikir dia bisa kujadikan penyanyi, dan otakku langsung membuat estimasi berapa biaya mengeluarkan album baru dalam keadaan ekonomi seperti ini dan mengkalkulasikan berapa kira-kira keuntungan yang bisa kudapat.” Papar Masumi.

“Keterlaluan!” timpal Maya.

“Yah, mau bagaimana lagi, sudah otomatis. Seperti gerakan refleks pada otot, semuanya berlangsung sangat spontan di dalam kepalaku.” Terang Masumi.

“Otak Anda bekerja terlalu berat, Pak Masumi… Lain sekali dengan punyaku…” kata Maya.

Keduanya berpandangan. Masumi lantas tertawa terbahak-bahak sedangkan wajah Maya langsung merah padam.

Masumi lantas memandangi Maya dengan cukup lama. Mengamati wajah gadis itu dari pangkuannya.

Alis Maya bertaut bingung.

“Pak… Masumi?” Tanyanya, karena Masumi memandanginya lama tanpa berkedip.

Masumi berpikir, saat dia bertemu Maya, semuanya jadi kacau. Otaknya tidak bisa mengenali reaksi seperti apa yang harus diberikan saat melihat gadis itu. Dia terpana, mengalihkan semua pikiran Masumi. Tidak dapat mengkategorikan Maya sebagai orang yang berguna atau tidak berguna, orang yang bisa memberikan keuntungan atau tidak, semua kategorisasi yang selama ini berlangsung di dalam otak pria tersebut tidak berlaku bagi Maya.

“Tapi kau… istimewa…” ujar Masumi lembut dengan tiba-tiba.

Masumi lantas mengangkat kepalanya dari pangkuan Maya, namun kakinya masih menjulur di atas sofa. Pria itu membalikkan badannya ke arah Maya dengan wajahnya yang sangat dekat dengan wajah Maya. Masumi menahan tubuhnya dengan sebelah tangannya sementara tangan yang satunya menyentuh wajah gadis itu. Dia bisa merasakan panasnya kulit Maya di telapaknya.

Maya merasakan debaran keras di dadanya saat melihat cara pria itu memandangnya dan sentuhan tangannya yang memberi efek pada setiap jengkal tubuh gadis itu.

“Aku ingin selalu melihatmu tersenyum. Merasa bahagia saat sesuatu yang membahagiakan terjadi padamu. Untuk pertama kalinya, aku memikirkan apa yang bisa kulakukan untuk seseorang dan menjadi berguna bagi seseorang dan bukan sebaliknya…”

“Pak Masumi…” gumam Maya tersentuh.

“Dan saat aku melihatmu… aku akan berpikir seperti para lelaki itu. Melihatmu dari kejauhan aku ingin sekali menarikmu mendekat padaku, ingin sekali memelukmu… membelai rambutmu…” Masumi mendekatkan bibirnya, hampir bisa—secara mental—merasakan bibir gadis itu di bibirnya, “…mencium—”

Tok…! Tok…! Krieeett….

Seseorang mengetuk pintu Masumi dan tidak lama kemudian terbuka.

“Kyaa~!!!” Spontan Maya berteriak terkejut dan mendorong tubuh Masumi yang berada di hadapannya.

Brugg!!!

“AarrghH!” Erang masumi saat tubuhnya terguling dari sofa dan bertabrakan dengan lantai.

“Ah! Pak masumi maafkan aku!!” Seru Maya sambil berusaha menarik tangan Masumi.

“Tidak apa-apa…” kata Masumi masih sambil meringis saat mengangkat tubuhnya bangun.

Mizuki hanya berdiam di pintu, mengamati Maya yang membantu Masumi berdiri.

Lantas keduanya menoleh ke arah pintu. Wanita itu berdiri di sana dengan wajah datar.

“Apakah saya mengganggu?” Tanyanya basa basi.

“Tidak!” seru Maya gugup. Sementara Masumi menjawab,“sangat!” pada saat bersamaan.

“Pak Masumi, sudah ditunggu di ruang rapat…” terang Mizuki tanpa menghiraukan kehebohan sebelumnya ataupun keberatan dari atasannya tersebut.

“Ba… baiklah Pak Masumi, aku permisi..” kata Maya dengan wajah masih sangat merah padam.

Ia lalu membungkuk permisi pada Masumi dan Mizuki.

“Tunggu Maya,” Masumi menarik pergelangan tangan gadis itu.

“Tunggu sebentar, biar kuantar ke bawah…” katanya sambil meraih jasnya yang tersampir di sandaran sofa.

Mizuki memandang bosnya itu dengan tatapan tidak percaya, “Pak, rapatnya sudah mau dimulai…” katanya sekali lagi.

“Minta mereka menunggu! Katakan aku masih ada urusan…” ujar Masumi.

Keduanya bertatapan.

“Beri aku 15 menit,” kata Masumi.

“5 menit.”

“10 menit.”

“Anda bosnya, Pak…!” Kata Mizuki akhirnya.

Keduanya keluar dari kantor Masumi. Mizuki terkikik geli begitu keduanya hilang dari balik pintu.

Maya dan Masumi berjalan menyusuri lorong tanpa berkata apa-apa. Sesekali berpapasan dengan beberapa pegawai. Tanpa diketahui Maya, Masumi melemparkan pandangan dingin pada mereka yang berani mengamati dia dan Maya.

“Pak Masumi… padahal Anda tidak perlu mengantarku… aku kan sudah hapal jalan keluar masuk gedung ini…” kata Maya.

Masumi tidak mengatakan apapun.

Saat Maya hendak menuju sebuah lift, Masumi menarik tangannya.

“Kita gunakan lift yang di sana…” Masumi membawa Maya ke arah lain.

Masumi menggenggam tangan gadis itu saat membawanya masuk ke dalam lift. Pria itu lantas menekan tombol menuju tempat parkir.

“Pak Masumi, kenapa kita menggunakan lift yang ini?” Tanya Maya sambil mengamati lift yang lebih besar dari lift lainnya.

“Ini adalah lift barang, jarang ada yang memakainya dan lift ini…” Masumi menekan sebuah tombol warna merah.

Dreeekkk!!

“Kyaah!!“ Maya terkejut.

Lift tersebut berguncang kemudian berhenti.

“…bisa dihentikan…” kata Masumi.

Pak Masumi...?

Keduanya lantas bertatapan dengan masih bergandengan tangan.

“Terima kasih untuk kedatanganmu. Setelah beberapa hari belakangan, aku tidak pernah merasa serileks ini. Malah biasanya aku mengabaikan jam istirahatku,” Masumi menatap Maya lembut.

“Ah, Pak Masumi apa Anda sudah makan??” Maya baru teringat bahwa dia telah menyita waktu istirahat Masumi.

“Tidak perlu khawatir, aku sudah biasa menunda makan siangku.” Terang Masumi.

“Pak Masumi, tidak boleh begitu, nanti Anda sakit...” nasihat Maya, khawatir.

“Apa kau mengkhawatirkanku?” sebuah senyuman tipis berterima kasih menggaris di bibir pria itu.

“Wa... Wajar kan? Aku tidak mau sampai terjadi apa-apa pada Pak Masumi.” Kembali Maya merona malu mendengar ucapannya sendiri.

“Terima kasih banyak...” Masumi menatap gadis itu, “Hmmm… aku jadi lapar sekarang, ingin memakanmu!!!” Goda Masumi sambil memeluk pinggang gadis itu dari belakang.

“Kyaa!” Maya menggeliat menolak sambil tertawa.

Tapi tentu saja dia tidak bisa lepas dari pelukan Masumi. Akhirnya Maya terdiam dan menyandarkan kepalanya ke dada Masumi dan meremas tangan pria itu yang melingkar di pinggangnya.

“Pak Masumi, kalau besok aku datang lagi, bolehkah?” Kata Maya sambil mengamati bayangan samar mereka yang terpantul di dinding lift.

“Besok?”

Maya mengangguk.

“A... Aku janji tidak akan mengganggu... Hanya sebentar saja, ada yang ingin kuberikan…”

“Tentu,” Masumi tersenyum. “Aku akan menantikanmu.”

Maya bisa mendengar pria itu mendesah saat melihat jam tangannya.

“Waktunya sudah habis.” Keluhnya.

Maya mengangkat tubuhnya dari Masumi dan berputar memandang pria tersebut.

Masumi lantas mengeluarkan handphonenya menghubungi seseorang. Oshima, sopirnya.

"Tunggu di depan lift S2." Perintahnya singkat lantas menutup handphonenya.

Maya menggigit bibir bawahnya, tertunduk.

“Maya…?”

“Anda benar, seharusnya kita jangan bertemu dulu… aku…” Maya tidak rela harus berpisah dengan Masumi secepat ini.

Masumi lantas menarik Maya ke dalam pelukannya.

“Maya aku sangat merindukanmu.” Kata Masumi.

“Aku juga Pak Masumi...” Maya balas memeluknya.

Masumi lalu menekan tombol merah itu lagi. Kembali terasa sentakan yang sama lalu lift mulai melanjutkan meluncur turun.

Maya mengangkat wajahnya dan memisahkan diri dari Masumi. Mengamati lampu penanda lantai yang bergantian menyala dari angka tinggi ke angka rendah. Gadis itu merasa sangat sendu, tidak rela hanya menghabiskan waktu yang sangat singkat bersama Masumi.

Lift lantas terbuka. Sudah ada Oshima menunggu.

Masumi menggenggam tangan Maya saat melangkah keluar dari lift.

Oshima tidak dapat menyembunyikan keterkejutannya melihat bosnya dan gadis itu lagi. Apalagi sekarang keduanya bergandengan tangan.

“Tolong antarkan gadis ini.” Kata Masumi.

“Siap, Tuan.” Jawab Oshima.

Pak Masumi...

Maya menatap sebentar pada Masumi, kerinduan jelas terpancar di sana.

“Oshima, bisa kau berbalik sebentar?”

Tanpa banyak bertanya Oshima membalikkan badannya.

Maya lantas merasakan sesuatu menyentuh pipi dan mengejutkannya. Masumi mengecup ringan pipi gadis itu. Maya menoleh dengan wajah merona. Masumi tersenyum sedikit malu padanya.

"Selagi tidak ada yang melihat..." bisik Masumi sambil melirik pada Oshima.

Maya terkekeh kecil, malu dan bahagia.

“Terima kasih kau sudah datang. Aku tidak sabar menantikan untuk bertemu denganmu lagi. Besok?” Masumi menyentuh bahu gadis itu.

“Besok.” Maya mengangguk.

“Oshima!” Panggil Masumi.

Si Sopir berbalik, memandang pasangan tersebut, dia tahu telah terjadi sesuatu di balik punggungnya.

“Jaga dia baik-baik.” Perintah Masumi.

Oshima mengangguk.

Oshima lantas mengantar Maya menuju mobilnya dan keduanya melaju ke Kantor Persatuan Drama dimana Maya kembali akan memperbincangkan mengenai keputusan tender pementasan Bidadari Merah.

Masumi cepat-cepat kembali ke kantornya. Sekretarisnya yang setia itu masih di sana.

“Semua sudah menunggu di ruang rapat,” terang perempuan itu sambil menyerahkan dokumen Masumi.

“Ya, aku tahu.” Jawabnya singkat saat menerima dokumen itu dan kembali berputar hendak keluar dari kantornya.

“Pak Masumi...” Panggil Mizuki yang mengikutinya.

“Kalau soal Maya, aku tidak mau membicarakannya,” ujar Masumi tegas sambil berlalu keluar kantornya.

“Harus dibicarakan Pak!” Seru Mizuki dari belakangnya.

“Mizuki, ada masalah yang harus kurapatkan sekarang, para manajer sudah menungguku. DAN… Aku sudah tahu dengan pasti apa yang hendak kau bicarakan.” Kata Masumi tanpa berhenti berjalan.

“Tapi Pak...”

“Percayalah Mizuki...” Masumi menolehkan wajahnya, "aku sudah tahu..." lanjutnya datar sebelum melangkah masuk ke ruang rapat.

Pak Masumi…

Mizuki tertahan di pintu.

=//=

Maya terlihat serius mempersiapkan sesuatu di dapur apartemennya. Sekali dua kali dia tersenyum, lalu mengeluh kecewa.

Setelah bentonya siap, Maya menatapnya dengan wajah bingung.

“Jelek sekali... Padahal kemarin sudah belajar semalaman dan sudah tiga kali kubuat hari ini… aduh bagaimana ini... Pasti Pak Masumi akan menertawakannya.” Keluh Maya sambil menatap bentonya prihatin.

Tiba-tiba Maya urung memberikannya pada Masumi. Tapi Maya teringat Masumi yang kemarin melewatkan makan siangnya dan juga permintaan pria itu sebelumnya untuk membuatkan bento untuknya.

Hhh... Berikan jangan ya...

Timbangnya ragu-ragu.

=//=

“Pak Masumi, ada Maya ingin bertemu.” Suara Mizuki terdengar pada telepon di atas meja Masumi.

“Persilahkan dia masuk, Mizuki.” Kata Masumi sambil menutup sebuah map.

Maya muncul dari balik pintu sambil tersenyum malu-malu. Ia meletakkan tangannya di belakang, menyembunyikan oleh-olehnya untuk Masumi.

"Maya..." sapa Masumi sambil tersenyum, menyembunyikan kepenatan di wajahnya.

"Selamat siang Pak Masumi..." jawab Maya.

"Aku senang kau datang, ayo duduklah..." Masumi menghampiri kekasihnya itu.

"A… aku tidak akan lama..." terang Maya.

Maya ragu-ragu memberikan bento tersebut atau tidak.

"Apa itu? Apakah itu sesuatu yang mau kau berikan padaku?" tanya Masumi, mencoba mengintip ke balik punggung Maya.

"Kok disembunyikan?" lanjutnya saat Maya tidak kunjung memperlihatkan benda itu kepadanya.

"Ti... tidak jadi ah... aku berubah pikiran," kata Maya hendak berbalik kabur.

"Hei Mungil… mau kemana? Kau kan sudah jauh-jauh membawanya." Masumi menahan tangan Maya.

Maya terdiam sebentar sebelum akhirnya memperlihatkan bungkusan di tangannya.

"Untuk Anda,"Maya menyodorkan bawaannya pada Masumi dengan malu-malu.

"Terima kasih. Apa ini?" Tanya Masumi saat menerimanya.

"Bento?" Masumi terlihat berseri-seri saat melongok isinya ke dalam jinjingan yang diberikan Maya.

"I... Iya... Aku sudah janji akan membuatkannya untuk Anda." kata Maya malu-malu.

"Baiklah Pak Masumi, aku permisi. Selamat bekerja. Maaf sudah mengganggu," pamit Maya.

"Tunggu!" Masumi menahan lengan Maya, "tidak menemaniku?" tanya Masumi, lebih seperti meminta.

"Aku takut mengganggu…"

"Tidak... Jangan dulu pulang," Masumi menarik Maya ke sofa.

Keduanya duduk bersebelahan.

Masumi lantas membuka bento pertama yang Ia peroleh dari kekasihnya. Masumi memandang bento Maya yang acak-acakan. Dia yakin kekasihnya itu bermaksud membentuk sesuatu tapi dia tidak ada gambaran mengenai apa yang ingin Maya bentuk.

“Pak Ma… su… mi…?” tanya Maya khawatir melihat reaksinya.

“Hmm… apa ini Mungil? Mickey Mouse?” Tanya Masumi mengkonfirmasi nasi yang tampak dibentuk mirip sesuatu dan ada tulisan ‘Pak Masumi’ di sana.

Maya mengerucutkan bibirnya.

“Ah, Mu… Mungil..?” Masumi bingung melihat Maya yang tampak kecewa dengan tebakannya.

“I… itu maksudnya bentuk hati…” terang Maya.

Masumi tertegun, bingung.

“Ohh…” ujar Masumi setenang mungkin. “Lalu ini?” Masumi menunjuk gulungan berwarna ungu yang terletak di pojok.

“Mawar Ungu…” wajah Maya semakin merah

Masumi menahan tawanya lantas tertawa.

“Pak Masumiiii~~!!”

“Hahaha… maaf Mungil, maaf…” katanya di sela-sela tawanya.

“Namun sesuai janjimu, kau berhasil membuatku terpana…” kata Masumi yang membuat wajah Maya semakin merah karena malu.

“Kau makan denganku ‘kan?” Tanya Masumi.

Maya menggeleng.

“Maya, kau kan sudah tahu aku tidak bisa makan sendirian sementara ada wanita di depanku hanya memandangi…” bujuk Masumi.

“Bilang saja Anda takut sakit perut sendirian…” timpal Maya.

Masumi kembali tertawa sambil memegangi perutnya sementara Maya mengamati dengan kesal.

“Tapi aku janji akan menghabiskannya Maya, lagipula, sepertinya rasanya enak,” kata Masumi.

Masumi kembali mengamati bento yang dibawakan Maya untuknya.

Nasi kepal yang dibentuk Mickey Mouse, eh, hati dengan tulisan ‘Pak Masumi’ di tengahnya. Lapisan daging asap yang dibentuk menyerupai sesuatu dan ternyata adalah mawar ungu, telur dadar bertuliskan ‘ganba*’ dan kamaboko* berbentuk bintang serta korokke* yang dipotong-potong dan ditata dengan tidak rapi. Di sudutnya terdapat buah mangga yang dibentuk bulat-bulat dalam tempat terpisah.

(*"ganbatte" : kata penyemangat biasanya diartikan berjuanglah, bertahanlah, jangan menyerah etc.
*kamaboko : jenis makanan dari ikan yang dihaluskan dan dibentuk macam-macam.
*korokke : makanan dengan bahan kentang yang dihaluskna semacam perkedel )

Masumi tersenyum simpul, bento yang dibawakan Maya lebih mirip bento anak SD daripada bento untuk pria sepertinya. Tapi Masumi merasakan ketulusan Maya di sana, dan dia merasa sangat bahagia.

Masumi kembali menoleh pada Maya.

“Terima kasih…” katanya dengan tulus.

Masumi menyelipkan tangannya pada tengkuk Maya dan baru saja akan mengecup keningnya saat ketukan di pintu kembali menginterupsi mereka. Cepat-cepat Masumi menarik tangannya dan Maya menggeser duduknya.

Mizuki masuk dengan membawakan sepoci teh dan dua buah cangkir.

“Silahkan…” kata Mizuki sambil menghidangkan tehnya.

Dia tahu dari tatapan Masumi bahwa dia sangat mengganggu, tapi Mizuki sudah sejak lama belajar mengabaikannya.

“Pak Masumi, saya hanya hendak mengingatkan bahwa nanti…”

“Aku ingat, Mizuki…” tekan Masumi.

“Oh, Maya, kau membawakan bento? Apa itu…? Mickey Mouse??” tebak Mizuki.

Masumi lantas kembali terbahak sedangkan Maya hanya tertunduk semakin dalam. Mizuki memasang wajah bingung, dia tidak pernah tahu bahwa atasannya itu menyukai Mickey Mouse. Wanita itu lantas permisi, membiarkan Masumi dan Maya menghabiskan waktu makan siang bersama.

Walaupun masakan Maya terasa sangat asin pada satu bagian dan terasa hambar pada bagian lainnya, akhirnya keduanya sanggup menghabiskan bento tersebut.

“Pak Masumi…” panggil Maya saat membereskan tempat nasinya.

“Iya?”

“Aku sangat mencintaimu, sampai-sampai aku bersumpah tidak akan membuatkan Pak Masumi bento lagi.” Ujar Maya.

Masumi yang sedang meminum tehnya hampir saja tersedak. Ia lalu tertawa.

“Maya, nanti juga kalau kau sering belajar pasti bisa membuat yang lebih baik. Lagipula… yang barusan, tidak begitu...” Kata Masumi menenangkan namun tidak sanggup berbohong dengan mengatakan makanannya enak.

“Hhh…” Maya menyandarkan dirinya ke sofa, merasa kecewa pada diri sendiri, “aku pasti tidak akan bisa menjadi istri yang baik…” keluhnya.

Eh?

Masumi menoleh ke arahnya.

Maya pun baru menyadari ucapannya dan dia merona malu karenanya.

Masumi tersenyum simpul, dia mendekatkan wajahnya pada Maya dan membelai kepalanya lembut.

“Maya, jika suatu hari aku bisa memperistrimu, maka aku akan menjadi pria paling beruntung karena memiliki seorang wanita yang sangat luar biasa sepertimu di sisiku…” tutur Masumi.

“Pak Masumi…” Maya memandang pria itu dengan pandangan tersentuh, “selera Anda aneh…” lanjutnya.

Masumi tertawa mendengar ucapan Maya dan tidak lama gadis itu pun ikut tertawa dengannya.

Setelah berbincang sebentar, Maya lantas berpamitan pada Masumi saat Mizuki kembali masuk ke kantor Masumi. Gadis itu mencegah Masumi mengantarnya karena dia tahu Masumi tampaknya sedang mengurus hal yang sangat penting.

“Bagaimana Pak, masakan Maya?” Tanya Mizuki saat menyerahkan laporan yang sudah selesai dia ketik.

Masumi tersenyum simpul dan berseri-seri.

“Kau tahu Mizuki, mungkin benar cinta itu buta, tapi aku baru tahu bahwa cinta juga bisa membuat lidah jadi mati rasa…” canda Masumi sebelum kembali tertawa.

Mizuki ikut terkikik geli mendengarnya. Bagaimanapun, dia senang melihat Masumi kini akhirnya bisa bersama Maya dan terlihat bahagia.

“Pak… apakah Anda sudah bicara dengan Maya mengenai hubungan kalian?” Tanya Mizuki.

Wajah Masumi kembali terlihat datar. Ia lalu menggelengkan kepalanya.

“Aku belum punya waktu yang tepat dan tidak tahu dari mana harus memulainya…” jawab Masumi datar.

“Bagi saya, selama Anda masih disiplin dalam bekerja, saya akan mendukung. Tapi jika kehadiran Maya akan membuat Anda semakin sering terlambat hadir di ruang rapat, mungkin saja saya akan berbalik haluan…” ujar Mizuki.

Masumi tersenyum lelah.

“Kau tahu masalahnya bukan hanya itu…” jawab Masumi datar.

=//=

“Ah!” Tiba-tiba Maya teringat tempat bentonya yang tertinggal di kantor Masumi.

“Aku ini… kapan bisa berhenti berbuat ceroboh ya…” Maya lantas berbalik kembali menuju kantor Masumi.

Saat sudah tiba di depan kantor Masumi, pintunya sedikit terbuka. Maya bisa mendengar Masumi dan Mizuki masih berada di dalam, berbincang-bincang. Saat Maya akan mengetuk pintunya, samar-samar Maya mendengar percakapan keduanya yang semakin mendekat ke arah pintu.

“Aku tidak berencana untuk membuka identitasku sebagai Mawar Ungu…”

Maya dapat mendengar Masumi berbicara.

“Aku sudah membuat kesalahan dengan berhubungan terlalu dekat dengan Maya saat kami di Yokohama. Rencanaku bukan seperti ini. Namun, sekarang yang paling penting bagiku adalah memenangkan tender untuk mementaskan Bidadari Merah. Hanya itu saja yang terpenting... Aku akan melakukan apapun untuk mendapatkan—” Ucapan Masumi terhenti saat dia membuka pintu.

Maya di sana. Memandangnya dengan wajah tidak percaya dan kecewa. Mencoba menginterpretasikan ucapan Masumi.

“Maya...? Kenapa kau...?” Masumi terjegil.

“Jadi... Semua ini... hanya kesalahan? Anda... Dan aku... Hanya...” Gadis itu gemetar, emosi.

Matanya menatap nanar.

“Mungil, bukan begitu... Apa kau mendengar—” Masumi menyentuh lengan Maya.

“Aku sudah mendengar apa yang harus kudengar!!!” Gadis itu menghempaskan tangan Masumi.

“Aku tidak mengira... Anda... membuatku… Anda…” Maya mulai menangis kecewa, lantas berbalik untuk berlari pergi.

“Maya!” Seru Masumi.

“Pak Masumi!” Mizuki menahan lengan pria tersebut, “rapat sudah mau dimulai!”

Masumi melirik tajam pada Mizuki.

“Saya akan mengatakannya dengan cepat. Ini DAITO. Apa Anda hendak mengejar-ngejar dan bertikai dengan gadis itu? Di sini? Sekarang? Anda sudah terlambat 15 menit pada rapat kemarin dan sekarang Anda akan datang terlambat lagi? Apa Anda yakin masalah Anda dengan Maya bisa selesai dalam beberapa menit?” Mizuki mengingatkan.

Masumi tertegun. Dia tidak menyukainya, tapi sekretarisnya benar. Maka pria itu pun menghirup nafasnya berat, memasang hati baja dan beranjak ke ruang rapat.

Maya...

Batinnya.

=//=

Maya berlari dari Daito dengan berlinang air mata.

[Aku sudah membuat kesalahan dengan berhubungan terlalu dekat dengan Maya...]

Apa maksudnya? Hubungan kami adalah sebuah kesalahan...?

Apakah Pak Masumi sebenarnya... tidak mencintaiku…?

[…yang paling penting bagiku adalah memenangkan tender untuk mementaskan Bidadari Merah. Hanya itu saja yang terpenting... Aku akan melakukan apapun…]

[Melakukan Apapun…]

Apapun…

Pak Masumi... Tidak mungkin, aku tidak ingin mempercayainya... Tapi aku mendengarnya sendiri.

Pak Masumi... Mawar Ungu…

Maya bingung. Menangis. Tidak tahu harus mempercayai telinga atau hatinya.

=//=

“Bagaimana Nona Maya?” Tanya sebuah suara yang memanggil Maya dan diikuti berpasang-pasang mata yang mengalihkan pandangannya pada gadis mungil itu.

“Eh?” Pikiran Maya akhirnya kembali ke ruang rapat setelah sepanjang jalan memikirkan Masumi yang ternyata hanya memanfaatkannya.

Mempermainkan hatinya.

“Dari tiga biro tersisa apa kau keberatan?” Tanya Ketua Persatuan Drama.

Maya memandangi ketiga nama yang berada di atas meja di hadapannya. Dan entah berapa lama dia abaikan. Maya lantas membacanya cepat lalu menggeleng perlahan.

“Nona Maya, memang kami juga ikut menentukan. Namun tentu kau tahu bahwa suaramu adalah yang paling penting karena kau adalah pemilik sah hak pementasan Bidadari Merah. Terlebih lagi, bukan rahasia bahwa kau dan teater Mayuko pernah punya masalah dengan Daito,” kata seorang anggota panitia.

“Tidak...” Maya menggeleng.

“Saat Bu Mayuko menyerahkan hak pementasan Bidadari Merah padaku, beliau berpesan bahwa aku harus memberi jiwa yang baru pada Bidadari Merah. Begitu juga dengan segala dendam yang pernah ada di masa lalu. Bu Mayuko ingin agar Bidadari Merah memiliki sejarah yang baru dan menutup apapun yang terjadi di masa lalu mengenai Bidadari Merah serta mulai membuka lembaran baru." Papar Maya.

Orang-orang tersebut mengangguk-angguk.

“Jujur saja, aku lebih memilih Nobuhiro entertainment. Mereka sangat ahli dalam mementaskan drama jidaigeki. Terbukti dari catatan prestasinya, 4 dari 5 drama jidaigeki yang pernah mereka produksi mendapat penghargaan drama terbaik. Kru yang mereka miliki sudah piawai dalam menggarap panggung untuk cerita-cerita klasik seperti Bidadari Merah,” kata seorang penilai.

)*jidaigeki : drama bersetting Jepang klasik semacam Bidadari Merah.

Kuronuma mendukung Daito karena pihak Daito sudah menjanjikan akan mendukung kebebasan berekspresi dari Kuronuma. Daito juga memberikan daftar orang terbaik di dunia hiburan dan kekuatan promosinya tidak perlu diragukan. Namun alasan pertama adalah penyebab Kuronuma mendukung Daito, di samping dia memang memiliki hubungan baik dan terang-terangan mengatakan bahwa dia menyukai Masumi dan dedikasinya.

Akhirnya perdebatan diantara para pengambil keputusan tersebut berujung pada ditundanya pengumuman siapa yang akan mendapatkan hak untuk mementaskan Bidadari Merah.

Maya mendesah lelah. Sepanjang rapat hari itu, pikiran Maya lebih banyak menghilang dan tenggelam ketimbang berada di tempatnya.

=//=

Masumi mengangkat telepon dari Ketua Persatuan Drama yang mengabarkan bahwa pengumuman keputusan pemenang tender masih ditangguhkan untuk tiga biro yang tersisa. Masumi mengucapkan terima kasih sebelum menutup teleponnya. Dia melihat jam yang menunjukkan pukul 7 PM. Masumi berpikir apakah Maya sudah kembali ke apartemennya.

Masumi membereskan barang-barangnya lebih cepat ketimbang hari-hari sebelumnya. Dia memberi alasan pada dirinya sendiri bahwa dia akan melanjutkan pekerjaannya di rumah sekaligus berbicara dengan Eisuke mengenai tender tersebut.

Namun nyatanya, Masumi terdiam di sebuah tempat yang cukup tersembunyi, mengamati apartemen Maya. Lampunya Mati sementara jam belum mencapai jam 8 PM. Masumi yakin baik Maya ataupun Rei belum ada yang pulang. Masumi memutuskan untuk menunggu.

Pria itu memandang handphonenya tapi dia tidak juga menghubungi Maya. Dia memutuskan bahwa masalahnya dan Maya bukanlah sesuatu yang dapat diselesaikan melalui saluran telepon. Masumi menyalakan rokoknya dengan gelisah. Setiap jam yang dia habiskan menunggu di sini, harus ia bayar dengan bekerja setibanya nanti dia di rumah.

Beberapa puluh menit berlalu, Masumi akhirnya melihat sebuah sepeda motor berhenti di depan bangunan apartemen Maya. Maya dan Sakurakoji. Bibir pria itu melengkung kesal. Cemburu.

Maya turun dari sepeda motor Sakurakoji dan menyerahkan helm serta jaketnya. Ia mengatakan sesuatu sepertinya ucapan terima kasih. Masumi sedikit geram karena Sakurakoji tidak kunjung pergi dan sepertinya keduanya memperbincangkan sesuatu. Maya tersenyum, mengucapkan sesuatu lantas melambai pada Sakurakoji yang berlalu pergi.

Maya…

Entah kenapa kaki Masumi tidak bisa beranjak dari sana. Hanya mengamati Maya yang berbalik dan menatap punggung gadis itu menghilang di balik pintu. Masumi menunggu, sampai kemudian dia melihat lampu di ruangan Maya menyala. Masumi kembali menunggu, menunggu gadis itu mendekati jendela dan menampakkan siluetnya. Harapannya tercapai, dia bisa melihat bayangan Maya di jendela apartemen gadis itu, sebentar lantas menghilang.

Maya…

Panggilnya sekali lagi, semakin rindu.

Tidak lama kemudian dia melihat beberapa teman-teman Maya dari teater Mayuko berjalan ke arah apartemen Maya. Laki-laki itu pun beranjak pergi.

=//=

Masumi segera membuka emailnya kembali sambil menekan no telepon orang kepercayaannya, Hijiri.

“Kau sudah mendapatkan sesuatu,Hijiri?” Tanya Masumi.

“Iya Tuan, saya dengar tabloid Friday sedang mempersiapkan sebuah artikel mengenai Nona Maya. Sebuah skandal. Namun…”

“Friday??” Seru Masumi.

“Benar Tuan. Namun saya tidak tahu skandal apa yang dimaksud, saya belum memperoleh layout pre-releasenya.” Terang Hijiri.

“Dan apa kau sudah tahu siapa wartawan yang mengajukan pertanyaan pada Maya saat itu?” Tanya Masumi.

“Orang itu bukan jurnalis Tuan, dia hanyalah wartawan gadungan yang dibayar untuk mengganggu Nona Maya. Dia tidak tahu siapa yang menyuruhnya. Seseorang menelponnya dan kartu pers serta bayarannya dikirim langsung ke apartemennya. Tanpa nama.” Terang Hijiri.

Masumi menghela nafasnya.

“Aku sungguh tidak mengerti… gadis itu, Maya… dia baru saja kembali tapi kenapa sudah banyak sekali pihak yang ingin mengganggunya… Aku…” Masumi terdengar gelisah.

“Saya akan coba membantu semampu saya…” ucap Hijiri.

“Terima kasih Hijiri, aku tahu aku akan selalu bisa mengandalkanmu…” ucap Masumi berterima kasih,

“Mengenai Friday… Apakah Yusuke terlibat?” Tanya Masumi.

“Saya rasa demikian Pak…” terang Hijiri.

Masumi mengepalkan tangannya,

“Tolong awasi terus, dan carikan aku sesuatu yang tidak bersih mengenainya. Hanya untuk berjaga-jaga…” instruksi Masumi.

“Baik Tuan…”

“Lalu untuk Nitta Yui?”

“Doremi Production berencana akan menuntut Daito karena dituduh menyerobot Nitta. Tuntutan belum diajukan, masih rencana. Apakah Anda ingin saya carikan sesuatu mengenai produsernya, Pak Izumi?” Tanya Hijiri.

“Tidak perlu, siapa pengacara yang mereka sewa?” Tanya Masumi.

“Masamune Kai.”

“Masamune…” Masumi tersenyum culas, “aku tahu dia, minta Miura menemuinya, dia akan tahu apa yang harus dilakukan.”

“Baik Tuan…” sekali lagi Hijiri menyanggupi.

“Seingatku… Doremi tidak hanya sekali dua kali ini mencari masalah dengan Daito. Kurasa sudah cukup waktu yang kuberikan untuk membiarkannya bertahan hidup. Carikan seseorang berguna di sana yang bisa diajak ‘berkompromi’” ujar Masumi dingin.

“Segera saya carikan Tuan,”

“Bagus. Segera kabari aku. Biar aku sendiri yang bicara dengannya. “

Sampai setengah jam ke depan Masumi menginstruksikan beberapa hal pada Hijiri.

Setelah Masumi menutup teleponnya, Ia kembali menatap email dari Hijiri. Emaul berisi foto dia dan Maya sedang bergandengan di taman Yamashita yang pernah dikirimkan padanya. Sejujurnya, Masumi menyukainya, foto tersebut. Jika saja dia tidak ingat bahwa foto semacam itu bisa dijadikan bahan gosip oleh para wartawan infotainment dan tabloid. Untung saja foto-foto tersebut sudah bisa dirampas kembali dan tabloidnya bisa disogok untuk tidak menampilkannya.

Friday…

Masumi kembali teringat kabar yang disampaikan Hijiri mengenai tabloid tersebut. Tabloid Friday, sejak diambil alih oleh pemiliknya yang baru, selalu saja berusaha membuat skandal mengenai artis Daito.

Tapi Maya… dia sudah bukan aktris Daito…

Masumi mengepalkan genggamannya erat-erat dan mengatupkan rahangnya kuat.

=//=

Setelah semalaman perasaan Maya tidak menentu, paginya Maya memutuskan untuk latihan vokal di pinggir sungai. Maya sekuat tenaga berusaha mengalihkan perhatiannya dari Masumi, walau tidak berhasil. Maya tidak menceritakan apapun pada Rei mengenai masalahnya ini. Gadis itu tidak mau terus-menerus menyusahkan Rei yang belakangan juga sangat sibuk dengan pekerjaannya. Walaupun Rei sempat bertanya mengenai apa yang terjadi padanya namun Maya tidak mengatakan apa-apa. Maya menjadikan PMS sebagai alasan dan Rei tidak banyak bertanya lagi.

Setelah pulang menonton sandiwara, berfoto dan memberi tanda tangan pada beberapa orang yang sempat mengenalinya, Maya pergi menuju taman tempatnya biasa menghabiskan waktu dulu saat sedang bingung dan ingin sendirian.

Maya terdiam di atas ayunan. Suasana taman mulanya ramai, namun saat rintik-rintik hujan mulai membasahi tanah, satu persatu orang meninggalkan taman tersebut. Hanya tinggal Maya di sana, termangu di tengah gerimis sore hari dan lama kemudian menjadi hujan yang cukup deras. Selama masa itu Maya tidak beranjak.

Saat Ia menengadahkan wajahnya, tetesan hujan terasa menyakitkan baginya. Mengundang air mata yang seharian ditahannya untuk turut menetes dan membasahi wajahnya. 

Pandangannya kabur karena air mata dan air hujan. Kepalanya tak henti memikirkan kata-kata Masumi. Dia tidak ingin percaya bahwa Masumi hanya berpura-pura dan semua yang dia lakukan hanyalah demi Bidadari Merah. 

Namun Maya tidak dapat menemukan, berapa lama pun dia mencari, arti lain dari kata-kata Masumi. Tak peduli berapa banyak air mata yang mengalir, kesedihan gadis itu tidak kunjung surut, sampai-sampai dia tergugu.

Maya merasa dikhianati.

Jika dia adalah Masumi Hayami yang kukenal dulu, mungkin aku tidak akan ragu. Namun dia adalah Mawar Ungu… Mawar Ungu-ku…

Maya menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

Sudah lama Maya tidak merasa sekecewa ini.

Aku bodoh… sangat bodoh… jika dia tidak dapat mencintai seorang wanita seperti Nona Shiori dulu, bagaimana mungkin dia mencintai gadis sepertiku…?

Dan semua yang dia katakan bahwa dia mencintaiku… bahwa aku adalah wanita yang istimewa? Semua perlakukannya… Untuk apa? Demi Bidadari Merah…?

Maya mengeratkan pegangannya pada rantai ayunan.

Bohong… Mawar Ungu tidak akan berbuat seperti itu. Aku tidak percaya… tidak mau percaya!!!

Batin Maya berperang. Gadis itu tidak menghiraukan matanya yang terasa perih, nafasnya yang terasa panas ataupun bibir dan tubuhnya yang gemetar. Maya hanya terus menangis, entah untuk berapa lama dia tidak tahu.

Namun tiba-tiba hujan tidak lagi menyentuhnya.

Bruk!!

Maya terperanjat. Sesuatu menutupi kepalanya. Sebuah mantel.

Maya menoleh ke belakang.

"Sedang apa Akoya di tengah hujan?" tanya Masumi yang menjulurkan payung melindungi Maya dari air hujan.

Maya berdiri dan membalikkan badannya.

Maya menatap Masumi geram. Menepiskan payung itu hingga terjatuh. Gadis itu lantas melepaskan mantel tersebut dan melemparkannya pada Masumi.

“Maya… nanti kau sakit…” Masumi terdengar sangat khawatir.

“Jangan mendekat…” pinta Maya dengan gemetar tanpa menatap pria itu.

Masumi berjalan sangat cepat memutari ayunan dan menarik Maya sebelum gadis itu mampu bereaksi. Sekali lagi dia memaksa menutupi tubuh gadis itu dengan mantel dan memeluknya erat.

“Lepasskaaaannn!!!” berontak Maya.

Maya sekuat tenaga berusaha melepaskan dirinya dari Masumi, namun pria itu mengurung Maya dalam pelukannya.

“Lepaskan aku Pak Masumiiiii!!! Aku benci padamu…! Benciii!! Benciii!! Aku benci Anda peluk seperti ini, benciiiii!!!!!” teriak Maya semakin keras dengan tubuh yang semakin gemetar.

Marah. Kedinginan.

Masumi bergeming. Tidak peduli apapun yang Maya lakukan dan Maya teriakkan, Masumi hanya memeluknya erat tanpa bersuara.

Sampai gadis itu menyerah. Lelah. Terengah.

“Aku sangat membencimu…” ucapnya lemah saat memukul pria itu dengan tenaganya yang tersisa.

Tidak lama kemudian yang bisa Maya lakukan hanyalah menangis tersedu-sedu.

“Kenapa Anda mempermainkan perasaanku…?” tuntut Maya sambil menundukkan kepalanya yang tersandar di dada Masumi dan meremas kemeja pria itu.

“Kenapa Anda harus berpura-pura mencintaiku…?” Tangannya gemetar semakin keras.

Masumi bisa merasakan jemari Maya yang dingin menembus kemeja dan terasa di kulitnya.

Gadis itu mengangkat wajahnya. Masumi bisa melihat betapa banyak air mata yang tertumpah dari kedua matanya. Masumi merasakan irisan yang pedih pada hatinya saat melihat keadaan gadis itu.

“Pak Masumi… aku… sudah berhutang banyak… pada Mawar Ungu… jika yang Anda inginkan… adalah memenangkan hak pementasan Bidadari Merah…” Gadis itu terisak keras.

“Anda cukup… mengatakannya, aku akan memberikannya Pak Masumi… aku akan memberikannya kepadamu tanpa perlu membohongi…”

Maya merasakan nafasnya sesak dengan tiba-tiba saat Masumi membenamkan bibirnya di bibir gadis itu.

Pak Masumi…

Gadis itu menatap Masumi nanap, pikirannya berputar, melambat. Ia tidak mengerti apa yang ada dalam pikiran pria itu. Tapi kehangatan bibir Masumi sudah menular ke bibirnya dan seluruh tubuhnya. Tanpa dikehendaki, Maya balas menciumnya. Diantara hujan yang terus turun tanpa jeda, keduanya berciuman.

Masumi melonggarkan pelukannya dan meremas tangan Maya yang berada di dadanya dengan sebelah tangannya, berharap bisa memberikan kehangatan yang sama pada tangan gadis itu. Maya masih bisa merasakan tetes hujan mendarat di wajahnya, namun sudah tidak terasa menyakitkan seperti sebelumnya.

Konsentrasi gadis itu hanya terpusat pada bagaimana cara Masumi menciumnya dan sentuhan Masumi di kulitnya yang membangkitkan rasa hangat dari dalam diri gadis itu. Tanpa sadar sebelah tangan Maya menyusup ke balik jas Masumi dan mulai membelai punggung pria tersebut.

Saat bibir keduanya terpisah, Maya memandang pria itu dengan tatapan penuh tanda tanya sementara Masumi hanya memandangnya dengan raut yang tak terbaca. Maya tidak sanggup berkata apapun.

“Ayo pulang… aku tidak mau kau sampai sakit…” ajak Masumi tanpa emosi.

Tersadar, bahwa Masumi sudah melakukan sesuatu yang tidak bisa ditolaknya, Maya lalu mendorong Masumi sekuat tenaga. Maya menatap pria itu geram saat jarak keduanya menjauh.

“Percayalah kepadaku sekali ini lagi, aku akan menjelaskan semuanya nanti.” Bujuk Masumi.

“Aku tidak pernah mempermainkanmu Maya…” Masumi menatap gadis itu penuh keseriusan, “kumohon…” Masumi menjulurkan tangannya.

Pak Masumi…

Maya menatap Masumi cukup lama sebelum menerima uluran tangan Masumi dan memutuskan untuk coba mempercayainya lagi.

Masumi memapah Maya di tengah hujan ke dalam mobilnya.

Sepanjang jalan keduanya terdiam. Dari perilaku Masumi, Maya bisa merasakan, apapun yang akan Masumi sampaikan, sepertinya bukan sesuatu yang ingin Ia dengar. Masumi bisa melihat Maya yang sangat menggigil. Dia sempat meminggirkan mobilnya untuk membeli sebuah handuk untuk Maya.

Saat itu Maya sempat melihat gantungan hanphone Sirotan yang Masumi pasang di kunci mobilnya. Sejenak, senyuman hangat menghias bibir Maya.

Begitu kembali ke mobilnya Masumi segera mengeringkan Maya dengan handuk yang dibelinya dan melingkarkannya di tubuh Maya. Dia lantas menyentuh pipi gadis itu.

“Sudah merasa lebih baik?” tanyanya khawatir.

Maya mengangguk.

Masumi kembali menjalankan mobilnya.

Maya menoleh pada pria itu. Mulai meyakini bahwa semuanya hanya salah paham.

Tiba di apartemen Maya keduanya segera turun dan berlari ke dalam.

“Rei ada?” tanya Masumi.

Maya menggelengkan kepalanya. Temannya itu selalu sibuk di hari minggu terutama semenjak ia menjabat sebagai kapten di cafenya.

“Permisi…” kata Masumi saat ikut masuk ke dalam apartemen Maya.

“Kau harus segera mandi Maya…” anjur Masumi.

Maya mengangguk. Ia lalu masuk ke kamarnya sementara Masumi menyiapkan air panas untuknya.

Ketika Masumi keluar dari kamar mandi, Maya sudah menunggu di luar. Dia menyerahkan sebuah handuk pada Masumi.

“Anda juga harus mengeringkan badan Anda. Buka bajunya biar kukeringkan…” kata Maya.

“Biar kukeringkan sendiri,” kata Masumi sambil tersenyum dan menerima handuk pemberian Maya.

Maya mengangguk dan masuk ke dalam kamar mandinya.

Masumi membuka jas dan dasinya serta mengeringkan kemejanya di mesin pengering sementara dia melap tubuhnya dengan handuk yang diberikan Maya. Masumi menyampirkan handuk tersebut di bahunya, lantas meraba celananya yang basah namun masih bisa dipakainya.

Tidak berapa lama Maya keluar dari kamar mandi. Keduanya berpandangan, merona.

“A… Anda mau mandi Pak Masumi?” tanya Maya setelah sempat terpesona saat mengintip dada Masumi yang telanjang diantara handuk yang menutupi tubuh bagian atas pria tersebut.

“Tidak perlu, nanti saja di rumah.” tolak Masumi dengan halus.

Maya lalu mengambil jas dan dasi Masumi untuk digantungnya. Gadis itu lantas menuju kamar untuk merapikan dirinya dan mengeringkan rambutnya sementara Masumi menunggu di ruang tengah.

Saat Maya kembali, dia membawa hair dryer bersamanya. Ia lantas mulai mengeringkan kemeja Masumi.

“Apa celana Anda juga basah Pak Masumi?” Tanya Maya saat mengamati celana Masumi sementara mengeringkan kemejanya dengan hair dryer.

Gadis itu tidak membiarkan Masumi mengeringkan kemejanya sendiri.

“Sedikit. Apa aku juga perlu membukanya, Maya?” Masumi mulai menggodanya lagi.

Maya bisa merasakan wajahnya memanas. Dia tidak bermaksud seperti itu.

“Silahkan saja, tapi gantinya Anda harus memakai rok milikku,” timpal Maya.

Masumi tersenyum.

“Maya, mau minum coklat? Aku tadi membelinya.” Tawar Masumi.

Maya mengangguk.

Masumi lantas menyeduhkan coklat panas bagi mereka berdua. Tidak berapa lama Maya selesai dengan kemeja Masumi yang sudah disetrikanya.

“Terima kasih,” ucap Masumi.

Ia lantas mengenakan kemejanya.

Maya mendekatinya dan tanpa diminta mulai membantu Masumi memasang kancingnya.

Maya…

Tiba-tiba gadis itu kembali menangis.

“Maya…?” Tanya Masumi.

Maya tidak menyahut dan hanya mengancingkan kemeja Masumi sampai selesai.

“Sudah selesai…” katanya pelan.

Maya menyentuh celana pria itu.

“Dikeringkan saja Pak Masumi, Anda bisa memakai handuk sementara waktu.” Saran Maya.

“Baiklah…” kata Masumi.

Pria itu mulai mengeringkan celananya dengan hair dryer sementara Maya menyalakan televisi. Suara televisi tentu saja kalah oleh suara hair dryer tapi Maya tidak mengeluh. Tidak ada yang bicara dari keduanya sampai Masumi selesai mengeringkan celananya dan mengenakannya lagi. Ia lalu kembali pada minuman coklatnya, duduk semeja dengan Maya.

“Maya…” panggil Masumi.

Masumi melihat mata Maya sedang mengarah pada televisi, tapi Masumi yakin gadis itu mendengarnya namun mengabaikannya.

“Maya…” Masumi menyentuh bahu Maya lembut.

Maya akhirnya menolehkan wajahnya pada Masumi. Tatapannya sendu pada matanya yang sembab.

“Kita harus bicara…” ujar Masumi.

“Coklatnya… mau kupanaskan lagi Pak Masumi?” Tanya Maya, berusaha menahan tangisnya.

Maya…

Maya tidak mengerti apa yang sedang dia lakukan, namun apapun yang Masumi ingin katakan, Maya merasa takut mendengarnya. Dia terus mengulur waktu agar Masumi tidak membicarakannya, agar Masumi tidak pergi. Dia ingin tahu kebenarannya, namun dia takut…

“Tidak perlu… dengarkan aku, Maya…” pinta Masumi.

Maya menunduk, dan mengangguk.

“Maya, aku tidak pernah berbohong mengenai perasaanku. Aku mempunyai kepercayaan diri yang sangat tinggi dengan kemampuanku menyelesaikan masalah pekerjaan. Aku tidak perlu, memanfaatkan perasaanmu untuk mendapatkan Bidadari Merah.” Masumi meraih tangan Maya dan meremasnya.

“Aku memang tidak berencana membuka identitasku sebagai Mawar Ungu padamu, karena aku tidak punya kepercayaan diri berhadapan denganmu. Aku selalu berpikir bahwa kau membenciku. Namun aku sungguh mencintaimu Maya, sangat mencintaimu…” Masumi menatap Maya sebelum melanjutkan ucapannya.

Maya balas menatapnya.

“Tapi… sebaiknya, kita jangan dulu bersama…” lanjutnya.

Maya mengerutkan dahinya, “kenapa??” tanyanya tidak terima, “jika Anda mencintaiku, dan akupun mencintai Anda Pak Masumi… kenapa kita tidak…”

Maya mulai merasakan kembali desakan kesedihan dari dalam dirinya yang menuntutnya meneteskan kembali air matanya.

Masumi berpindah ke sebelah Maya dan memeluk gadis itu. Dia mencari kata-kata yang tepat agar gadis itu mau mengerti, namun juga tidak sampai ketakutan. Karena seperti saat dia sedang berada di puncak karirnya dulu, Maya sedang diincar orang-orang yang ingin menjatuhkannya.

“Maya, kau tahu 'kan posisi kita saat ini? Kau adalah pemilik Hak Pementasan Bidadari Merah dan aku adalah Direktur Daito?” Masumi memulai.

Maya mengangguk.

“Saat aku kembali dari Yokohama, aku tidak menghubungimu, bukan hanya karena aku takut tidak dapat menahan rasa rinduku kepadamu, tapi juga karena aku tidak ingin kebersamaan kita diketahui siapapun,” terang Masumi.

Dia memeluk gadis itu lebih erat.

Maya masih bingung dengan maksud ucapan Masumi.

“Maya, saat ini persaingan mendapatkan kontrak mementaskan Bidadari Merah sangat ketat. Banyak biro yang telah kalah, tidak bisa merelakannya. Aku tidak ingin, citramu dan citra Daito dirusak oleh pihak luar. Kau pasti ingat dengan gosip yang tersebar mengenai dirimu dan Mawar Ungu? Aku tidak mau hal seperti itu menjatuhkanmu. Aku tidak ingin mereka meragukan penilaianmu. Jika mereka tahu kita adalah sepasang kekasih, gosip buruk yang beredar akan mengalahkan kabar baik yang beredar,” Masumi mengangkat Maya dari pelukannya dan menangkup wajah gadis itu.

“Kau tidak tahu betapa inginnya aku seperti kebanyakan orang, memperkenalkan kekasihku kepada semua orang. Mengumumkan kepada mereka betapa aku sangat mencintaimu…” kata Masumi.

“Tapi banyak hal yang harus dipertimbangkan, terutama aku tidak ingin mereka menyakitimu Maya…” Masumi menghapus air mata yang mengalir di pipi gadis itu, “karena mereka bisa jadi sangat jahat jika mereka mau.”

“Aku tidak peduli Pak Masumi… Jika aku bisa bersama Anda…”

“Tapi aku peduli, Maya…” Masumi memasung tatapannya pada mata gadis itu.

“Aku sangat mencintaimu, tapi kita tidak dapat membukanya saat ini karena aku tahu hal ini dapat mereka gunakan untuk menyerangmu. Aku tidak peduli apa yang mereka katakan mengenai diriku, tapi aku tidak akan terima jika mereka sampai menyakitimu,” tutur Masumi.

“Pak Masumi…”

“…namun aku juga tidak ingin memperlakukanmu seperti seorang kekasih gelap. Kau layak kuperlakukan lebih baik Maya…” ucap Masumi sendu.

“Lalu apa yang Anda inginkan? Apa kita harus berpisah?” Tanya Maya, gemetar.

“Tunggulah sebentar lagi… hanya sebentar sampai masalah tender ini bisa selesai dan juga pentas Bidadari Merah-mu sudah dipastikan bisa berjalan lancar…” pinta Masumi.

“Aku terus memikirkan bagaimana cara menyampaikannya kepadamu, karena setiap kali aku melihatmu, aku tidak ingin melakukannya. Kau selalu membuatku bahagia dengan setiap kehadiranmu, dan aku tidak ingin kebahagiaan ini pergi. Tapi ini adalah caraku untuk melindungimu saat ini Maya. Jadi tunggulah sebentar lagi. Kau mau kan? Demi kau… dan demi Bidadari Merah?”

Maya kembali terisak. Dia tahu Masumi pasti menginginkan yang terbaik untuknya. Tapi berpisah dengannya, walau hanya sementara, terasa sangat berat bagi gadis itu. Dia tidak yakin akan sanggup melawan virus kerinduan yang semakin lama menjangkitinya semakin kuat.

Namun Maya pada akhirnya mengangguk.

“Kekasihku, Maya…” bisik Masumi mendekatkan bibirnya pada telinga gadis itu.

Maya berdebar bahagia mendengar ucapan Masumi tersebut.

“Pak Masumi…” Maya memeluk Masumi erat dan pria itu balas memeluknya.

“Aku akan menunggu…” Maya mencoba meyakinkan dirinya bahwa ini hanya untuk sementara.

Dia akan bertahan. Dia pasti akan bertahan selama dia tahu Masumi mencintainya.

Keduanya lantas menghabiskan waktu bersama. Tidak banyak bicara, Maya hanya bermanja-manja pada Masumi. Gadis itu menempatkan tubuhnya di antara kedua kaki Masumi dan menyandarkan dirinya pada pria itu seperti saat bermalam di kuil kuno di lembah plum dulu. Awalnya Maya merasa sangat canggung, tapi tidak butuh waktu lama sampai dia bisa merasa benar-benar nyaman dalam dekapan pria itu. Dia tahu nanti dia tidak akan bisa melakukannya lagi. Sekali-kali keduanya bertengkar kecil dan saling bertikai karena Masumi kembali menggodanya, lantas tertawa bersama.

“Oh, Maya, tempat bentomu, masih ada padaku…” terang Masumi.

Wajah Maya berubah sangat merah saat disinggung soal bentonya. Masumi terbahak.

“Ah, setelah mengenal sekian lama, pada akhirnya yang akan Anda ingat mengenai diriku adalah bento…” rajuk Maya.

Masumi tertawa.

“Tidak separah itu, Maya. Jika aku cukup beruntung, setelah aku memakan masakan yang terlalu asin, lalu aku dapat bagian yang rasanya hambar, keduanya menyatu dalam mulutku, rasanya lumayan juga…” kata Masumi.

“Pak Masumiiii!!!” rajuk Maya.

Pria itu tersenyum lebar.

Spontan Maya meraih wajah Masumi dan membelai pipinya.

“Pak Masumi… Anda sebenarnya memang orang yang sangat baik…” puji Maya.

Masumi tertegun, wajahnya merona.

“Pak Masumi, Anda habis dari mana? Ini kan hari minggu…?” tanya Maya mengalihkan pembicaraan sambil menurunkan tangannya.

“Dari Kyoto, merayakan hari jadi sebuah kelompok Kabuki di sana…” terang Masumi sambil tersenyum.

=//=

Saat tetes hujan sudah tak lagi membentur atap apartemen Maya, gadis itu mengantar Masumi ke bawah.

“Tidak perlu keluar, masih gerimis…” kata Masumi.

Maya mengangguk. Gadis itu tiba-tiba menarik jas Masumi.

“Ada apa Maya?” Tanya Masumi sambil berbalik.

“Apa aku boleh menelpon Anda?” Tanya Maya.

Masumi tersenyum dan mengangguk.

“Tentu, kapanpun kau perlu bantuanku, kau bisa selalu datang kepadaku seperti biasanya Maya…” Masumi tersenyum lembut.

“Kalau aku rindu… Pak Masumi?” Maya memandangnya dengan tatapan memelas.

“Maya…”

Pria itu kembali menarik Maya ke dalam pelukannya. Maya kembali terisak.

“Pak Masumi… bisakah Anda menciumku lagi seperti tadi? Saat berada di taman?” pinta Maya.

Maya…

Gadis itu menengadahkan kepalanya, menatap Masumi tanpa keraguan.

Masumi mendekatkan bibirnya pada bibir gadis itu dan mulai menciumnya lagi. Kali ini Maya dengan cepat membalas setiap ciuman Masumi seakan-akan takut kehilangan. Mereka berciuman cukup lama sampai akhirnya berhenti, dengan nafas saling memburu dan warna merah merona melukis wajah keduanya sampai ke telinga.

“Kekasihku…” gumam Maya di pelukan Masumi.

Pria itu membelai rambut Maya.

“Aku pulang, Maya…” pamit Masumi.

Maya mengantar kepergian Masumi dari pintu.

Keduanya masih bertatapan melalui spion sampai tidak bisa saling melihat lagi.
Maya segera berlari ke atas dan membuka jendela kamarnya. Mengantar mobil Masumi sampai hilang dari pandangannya.

=//=

Tiba di kediaman Hayami, Masumi tidak segera turun dari mobilnya. Dia membenamkan wajahnya pada setir dengan ditopang lengannya yang saling menumpu satu sama lain.

Maya…

Batinnya merindu. Sangat sulit untuknya berperan menjadi orang yang tangguh sementara hatinya sama rapuh.

Masumi bisa merasakan keberadaan gadis itu di sekitarnya. Masih teringat kehangatannya, senyumnya, tatapannya dan juga ciumannya.

Maya…

Sekali lagi Masumi memanggilnya dan tidak ada yang menyahut.

=//=

“Pak Masumi, saya sudah mendapatkan orangnya. Takeda Ueto. Dia adalah salah seorang scriptwriter yang saat ini sedang dilobi oleh Doremi untuk menuliskan naskah untuk film debut bagi Idola Nakagawa Keiko.” Terang Hijiri sambil menyerahkan sebuah dokumen.

Keduanya berada di sebuah lahan parkir.

“Hmm, benar, aku tahu Ueto, kami sempat bertemu beberapa kali. Apa yang kau punya mengenai dia Hijiri?”

“Pak Ueto adalah salah satu penulis naskah terbaik yang sering dipekerjakan Doremi Production. Namun semenjak Doremi sekarang diambil alih oleh Tatsuya Nakahara, putra Pak Takuya Nakahara, hasil kerjanya kurang dihargai. Kebanyakan naskah yang ditulisnya, dirombak besar-besaran untuk ditambahkan adegan yang menarik perhatian penonton. Seperti penambahan adegan dewasa yang tidak perlu. Selain itu, aktris yang dia kehendaki untuk memerankan tokoh yang ditulisnya, sering tidak dihiraukan oleh produser dan mereka lebih memilih mengunakan aktris tenar ketimbang aktris berbakat." Papar Hijiri.
 
"Belakangan, Pak Ueto lebih banyak diminta membuat naskah saduran atau naskah yang idenya sudah ditentukan produser ketimbang diminta menulis naskah orisinil. Tapi tetap saja, sampai saat ini naskah yang ditulisnya tetap menghasilkan karya yang terbaik dari Doremi. Walaupun demikian, tidak ada penghargaan signifikan yang diberikan kepadanya,” lanjut Hijiri.

Masumi mendengarkan dengan seksama.

“Lalu?” tanya Masumi sambil membaca dokumen yang berada di tangannya.

“Namun Pak Ueto memiliki loyalitas tinggi pada Doremi dan selalu mengesampingkan tawaran dari studio lain. Itu dikarenakan saat Ia mengalami kesulitan dalam hidupnya, salah satu naskah spekulasinya* diterima oleh Pak Nakahara dan filmnya meledak di pasaran. Sehingga sampai sekarang dia masih memiliki loyalitas yang tinggi, kemungkinan besar karena masih menghargai jasa-jasa Pak Nakahara.” Terang Hijiri.

)*Naskah yang ditulis seorang penulis naskah sebelum ada kontrak dan dipekerjakan oleh pihak manapun. Saat naskah semacam ini terjual, akan disebut naskah-spekulasi (spec-script).

“Baiklah, aku sudah mengerti. Lalu Bidadari Merah?”

“Terkait skandal terbaru beberapa eksekutifnya yang terlibat penyuapan anggota parlemen, Hoshi Entertainment sudah dipastikan tidak akan mendapatkannya. Hanya Daito dan Nobuhiro yang masih dipertimbangkan. Saya belum mendengar apapun mengenai keputusan Nona Maya,” terang Hijiri.

“Aku mengerti. Terima kasih.”

“Apakah ada yang harus saya lakukan?” Tanya Hijiri.

Masumi terdiam.

“Tidak… Aku cukup mengenal Maya untuk merasa yakin bahwa gadis itu akan memilih Daito. Apalagi Pak Kuronuma dan Ketua Persatuan Drama ada di pihak kita,” jawab Masumi, tersenyum penuh kemenangan.

“Baik Tuan…”

“Bagaimana dengan Yusuke? Friday?” Tanya Masumi khawatir.

“Tuan, sepertinya mereka sedang mengorek-ngorek mengenai kasus ketika Nona Maya dulu tidak muncul di panggung dan berhura-hura dengan geng motor…” terang Hijiri.

Masumi mematung, hampir saja menjatuhkan dokumen-dokumen yang dipegangnya.

“Kasus… “ Masumi tidak mampu berkata-kata.

“Benar, sepertinya demikian. Kemungkinan berita itu sengaja dipersiapkan untuk menghalangi kesuksesan pementasan Bidadari Merah,” terang Hijiri.

Masumi mengepalkan tangannya erat-erat.

“Hijiri, jika kau belum yakin, aku tidak mau bertindak sembrono. Tolong kau awasi terus. Aku tidak mau sampai lengah…” kata Masumi.

“Baik Tuan.”

Keduanya lantas berpisah arah menuju mobilnya masing-masing.

Masumi lantas menekan nomor Mizuki yang ditanggapi dengan cepat oleh sekretarisnya tersebut.

“Iya, Pak?”

“Mizuki, tolong atur makan malamku dengan Takeda Ueto,” perintah Masumi.

“Baik Pak. Akan saya usahakan,” kata Mizuki.

“Terima kasih, kabari aku secepatnya.” Masumi lantas menutup teleponnya.
Masumi meluncur cepat keluar dari area parkir.

Ia ingat dengan jelas kasus itu. Kasus ketika Maya berada di jurang paling dalam, saat anak itu tidak bisa berakting lagi. Masumi pun masih ingat bagaimana dia dengan tangannya sendiri harus menampar keras Maya dan memaksanya meminta maaf di hadapan para wartawan. Saat itu, sakit yang dirasakan tangannya tidak seberapa ketimbang sakit yang dirasakan hatinya saat dengan terpaksa menampar pipi gadis itu.

Maya maafkan aku…

Bibir Masumi terkatup khawatir.

=//=

Akhirnya keputusan mengenai biro yang mendapatkan proyek untuk mementaskan Bidadari Merah jatuh pada Daito. Seperti yang sudah diduga oleh banyak pihak. Spekulasi mengenai apakah Daito mendapatkannya dengan cara bersih atau tidak beredar di mana-mana.

Dari pihak Persatuan Drama berkali-kali menyampaikan bahwa mereka sudah mempertimbangkannya dengan seksama dan semuanya sudah dilakukan dengan sebagaimana mestinya. Hari ini adalah pengumuman resminya yang dilakukan di Gedung Persatuan Drama se-Jepang.

Maya berlari dengan terengah-engah menuju ruang konferensi pers dimana semua orang sudah menunggunya.

Brakk!!

Gadis itu membuka pintu dan semua mata mengarah padanya.

“Eh..? Eh…? Ehehehe…. Maafkan aku terlambat…” katanya sambil cengengesan dengan nafas terengah-engah dan gugup.

Dia bisa mendengar dengan jelas suara cekikikan dari para wartawan, dan juga komentar yang mengatakan mereka tidak mengira gadis itu adalah Bidadari Merah agung yang pernah mereka lihat.

Maya bisa melihat Masumi yang sudah berada di meja narasumber sedang terkikik geli. Maya menunduk malu. Dia lantas berjalan memasuki ruangan dan duduk di salah satu kursi yang kosong.

Maya heran menyadari orang-orang itu memperhatikannya. Seseorang menghampirinya.

“Maya… kau duduk di sana…” pria itu menunjuk pada kursi di depan, “ini kan tempat untuk para wartawan.”

Maya tertegun. Dia baru menyadari bahwa dia duduk di tempat yang salah. Wajah Maya memerah malu dan dia akhirnya berjalan ke tempat narasumber. Ruangan terdengar riuh dengan gelak tawa. Kepala Maya tertunduk semakin dalam.

Maya akhirnya duduk di salah satu tempat duduk yang sudah disediakan untuknya. Di samping Masumi.

“Apa kabar?” Sapa Masumi ramah, masih terlihat sisa tawa di bibirnya.

“Ba… baik,” jawab Maya sambil menatap Masumi sekilas saja.

Sudah cukup lama tidak bertemu Masumi dan sekarang pria itu melihatnya dalam keadaan kikuk. Maya merasa sangat malu. Entah kenapa, Maya tidak sanggup menatap Masumi. Aneh sekali. Dia bisa merasakan dadanya yang berdebar rindu. Juga seluruh tubuhnya yang tiba-tiba meremang saat jaraknya dan Masumi semakin dekat. Terasa senang, namun canggung.

Sebaliknya, Masumi terlihat sangat tenang dan menguasai keadaan. Seperti sama sekali tidak terusik dengan kehadiran Maya di sana. Maya sedikit sedih menyadari hal tersebut.

Maya lantas diminta menyapa para hadirin.

“SELAMAT SIANG!!! SAYA MAYA KITAJIMA!!!” teriaknya.

NGIIIIIIIIIIIIIIIINGGGG~~~~!!!!

Suara mic terdengar melengking memekakkan telinga saat Maya terlalu keras memberi salam. Setiap orang yang ada di ruangan tersebut langsung terperanjat. Ruangan sepi sejenak dan tawa kembali pecah memenuhi ruangan.

Maya tertunduk semakin malu, apalagi dia juga mendengar Masumi yang tertawa terhibur.

Uuuhhh…. Kenapa aku harus berbuat hal yang memalukan di hadapan Pak Masumi…

Maya mulai merasa ingin menangis.

Ketidakpercayaan-dirinya kembali muncul. Dia kembali merasakan tembok penghalang antara dia dan Masumi. Dia tidak merasa sebagai gadis yang pernah dicium pria tersebut di tengah hujan ataupun yang pernah bermanja-manja dalam pelukannya.

“Pak Masumi, Anda tampaknya sedang dalam suasana hati yang bagus…” ujar seorang wartawan.

Masumi tersenyum formal.

“Tentu saja. Daito memenangkan tender dan mendapatkan lisensi Bidadari Merah. Lalu bisa bertemu bidadari yang sangat bersemangat di tengah-tengah keadaan ekonomi yang sedang lesu, tentu aku merasa sangat senang,” jawab Masumi yang disambut tawa para wartawan.

Wajah Maya merona karena malu.

“Baiklah mari kita mulai acaranya.” Kata pembawa acara.

Konferensi pers dimulai dengan memperkenalkan orang-orang yang ada di sana, lalu pengumuman dari Ketua Persatuan Drama bahwa perusahaan hiburan Daito berhasil memenangkan tender Bidadari Merah dan berhak mendapatkan lisensi Bidadari Merah untuk digunakan sebagaimana mestinya: mementaskan pagelaran Bidadari Merah serta tindakan lainnya yang dirasa perlu untuk mensukseskan pagelaran tersebut.

Selanjutnya kontrak dan perjanjian mengenai harga lisensi, pembagian keuntungan dan lain sebagainya akan diatur secara pribadi antara Maya dan Daito.

“Kami sangat berterima kasih atas kepercayaan yang diberikan kepada Daito. Selanjutnya kami akan melakukan yang terbaik untuk menyelenggarakan pagelaran Bidadari Merah. Seperti yang sudah diketahui, dapat mementaskan kembali Bidadari Merah adalah misi utama didirikannya Daito. Kami merasa sangat gembira akhirnya bisa mewujudkan cita-cita tersebut,” tutur Masumi.

“Maya, bagaimana pendapatmu mengenai hal ini?” tanya seorang wartawan.

“A… aku.. eh.. mmm.. aku…” Maya merasa sangat gugup.

“AH!!” Tiba-tiba Maya terperanjat.

“Ah???” Para wartawan tersebut ikut kaget dan bingung dengan reaksi Maya.

“Ma… maaf.. aku…” Maya terlihat gugup, wajahnya memerah.

Saat itu, Masumi sedang menggenggam tangan Maya yang berada di balik meja. Masumi menggenggam tangannya erat tanpa memalingkan wajahnya. Maya melirik sekilas pada Masumi yang terlihat sangat tenang seperti tidak terjadi apa-apa.

Maya kembali memandang para wartawan.

“Aku… kami semua… mengharapkan yang terbaik… untuk Bidadari Merah. Dan setelah melalui berbagai proses, akhirnya Daito yang terpilih. Kuharap, semuanya bisa berjalan dengan sebaik-baiknya.” Ucap Maya.

Berlawanan dengan jantungnya yang berdebar kuat karena genggaman Masumi, tangan yang sama membuat Maya merasa tenang dan nyaman. Beberapa lama Masumi masih menggenggam tangannya. Maya khawatir Kepala Persatuan Drama yang berada di sebelah Masumi atau Pak Kuronuma yang berada di sebelahnya akan melihat, namun seperti halnya Masumi yang terlihat tenang, Maya akhirnya tidak mempedulikannya. Setelah cukup lama, Masumi akhirnya melepaskan genggamannya.

Sebagai penutup, Maya dan Masumi diambil fotonya sambil saling bersalaman dan tersenyum pada satu sama lain.

Setelah konferensi pers selesaim orang-orang tersebut menikmati makan siang sambil berbincang-bincang mengenai hal-hal yang sedang ramai di dunia sandiwara.

Masumi dan Ketua Persatuan Drama terlihat sedang terlibat perbincangan serius sementara Maya dan Kuronuma mulai membicarakan mengenai perubahan semacam apa yang diharapkan Kuronuma dari Maya.

“Pak Kuronuma, Maya, aku sangat senang kita bisa bekerja sama kali ini,” ucap Masumi saat mendekati keduanya.

“Yah… yah… Pak Masumi… aku yakin kau sangat senang karena semua sudah sesuai dengan yang kau rencanakan jauh-jauh hari ‘kan?” kata Kuronuma tanpa basa-basi.

Masumi tergelak.

“Harus kuakui, Pak Masumi, Anda sudah membuatku kagum dengan caramu bekerja…” Kuronuma lantas menoleh kepada Maya, “dia bahkan sudah memprediksi aku akan menjadi calon sutradara Bidadari Merah jauh sebelum aku bahkan bisa memimpikannya,” terang Kuronuma.

Maya terkejut mendengarnya.

“Yah, mungkin ini memang anugerah yang kumiliki. Mampu melihat permata yang belum diasah sebelum orang lain melihatnya.” Masumi tersenyum dan mengalihkan tatapannya kepada Maya.

“Maya, nanti aku akan mengantarmu pulang…” ajak Masumi.

Maya tertegun sejenak. Gadis itu lalu mengangguk senang.

=//=

“Maya,” panggil Masumi saat Oshima melarikan mobilnya segera ke apartemen Maya.

“Iya?”

“Nanti kami akan menghubungimu untuk membicarakan masalah kontrak dan lain sebagainya. Sebelumnya, pertama-tama kita akan membuat nota kesepahaman antara kau dan Daito mengenai persyaratan apa saja yang kita sepakati. Lalu kami akan menyiapkan dua kontrak untukmu. Pertama, mengenai batasan-batasan hak dan kewajiban yang dimiliki olehmu sebagai pemilik hak pementasan Bidadari Merah dan Daito sebagai penerima lisensinya. Dan satu lagi mengenai kontrak kerjamu sebagai aktris yang memerankan Bidadari Merah. Apa kau mengerti?” Tanya Masumi.

Maya menggelengkan kepalanya bingung .

“Maya, ini berkaitan dengan hukum, oleh karena itu kita memerlukan pengacara. Apa kau ingin kucarikan pengacara agar bisa membantumu mengkaji isi kontrak? Jangan khawatir, aku akan meminta Hijiri mencarikan pengacara untukmu dan kujamin dia akan bersikap netral,” saran Masumi.

Maya menggeleng pelan.

“Aku percaya padamu Pak Masumi, jadi aku serahkan semuanya pada Anda.” Ujar Maya.

Masumi memutar badannya dan menatap Maya. Keduanya berpandangan. Maya menyadari betapa Ia merindukan tatapan Masumi.

“Maya, ini bukan kontrak antara kau dan aku, melainkan antara kau dan Daito. Aku sangat mengenal cara kerja Daito, oleh karena itu, kusarankan kau memakai pengacara.” Masumi menekankan.

Benar… aku sangat mengenal cara kerja Eisuke Hayami…

Maya menyandarkan punggungnya pada kursi dan mendesah kecil,

“Tapi aku… benar-benar tidak paham. Aku hanya ingin…”

“Main drama…” potong Masumi.

Keduanya kembali berpandangan, Masumi tersenyum.

“Tapi kita memerlukan semua ini Maya. Sebagai penghormatan kepada mendiang Ichiren Ozaki dan juga Bu Mayuko. Serta melindungi hak-hakmu sebagai pemegang hak pementasan Bidadari Merah. Lagipula… kalau sampai Ayahku menarikku dari proyek ini…” Masumi terdengar khawatir.

Dia kembali teringat ucapan Eisuke. Jujur saja, Masumi sangat mengkhawatirkan Maya. Dia takut Eisuke akan melakukan trik-trik kotornya sehingga Daito tidak hanya mendapatkan lisensi namun juga hak Pementasan Bidadari Merah seutuhnya.

Dia sudah lama hidup dengan ayahnya untuk tetap berpikir logis dengan tidak percaya kepada pria tua itu. Dan entah sejak kapan, ketimbang merebutnya, yang ingin Masumi lakukan adalah melindunginya. Melindungi hak Pementasan Bidadari Merah dan pemiliknya, Maya.

“A… apa maksud Anda? Anda ditarik dari proyek ini…?” Tanya Maya bingung.

“Maya, seperti sudah kubilang, kontrakmu bukanlah denganku, namun dengan Daito. Jadi jika suatu saat Ayahku memutuskan untuk tidak melibatkanku…”

“Pak Masumi… aku tidak mau kalau Anda tidak ada!! Aku… aku tidak tahu apa yang harus kulakukan kalau tidak bersamamu…” kata Maya dengan khawatir.

Masumi memandang gadis itu. Dia juga merasa khawatir.

Pria itu baru menyadari, entah sejak kapan jaraknya dan Maya menjadi sangat dekat. Sebelumnya ketika menaiki mobil tersebut, baik Maya dan Masumi duduk di sisi masing-masing agak berjauhan, namun sekarang keduanya bisa merasakan lengannya saling menyentuh satu sama lain.

“Jadi kau terima usulku untuk menyertakan pengacaramu sendiri?” Tanya Masumi.

Maya memandangnya lalu mengangguk.

“Baik. Aku akan meminta Hijiri mencarikannya untukmu. Oya Maya, jika kau sedang berurusan dengan Daito, ini Oshima, dia akan mengantar jemputmu,” kata Masumi.

Maya sekali lagi mengangguk.

“Kau dengar itu Oshima?” Tanya Masumi pada si Sopir.

“Baik, Tuan.” Jawab Oshima sambil menatap sekilas pada spion.

“Terima kasih…” kata Maya dengan lembut.

Maya…

Debaran rindu kembali menguasai hati Masumi. Betapa inginnya dia berbicara dengan Maya bukan hanya masalah pekerjaan. Betapa inginnya dia memeluk dan membelai rambut gadis itu seperti yang pernah dilakukannya. Betapa inginnya dia mencium…

“Maya, apa yang kau lakukan selama ini?” Masumi mengalihkan perhatiannya sendiri sambil mengatur posisi duduknya.

“A… aku latihan sendiri, kadang-kadang bersama teman di teater bawah tanah.” Terang Maya.

Masumi tersenyum, “aku sebenarnya sudah tahu…” ujarnya.

Maya tertegun, lalu tersenyum. Dia sangat senang Masumi masih mengawasinya.

Pak Masumi…

Oshima lantas meminggirkan mobilnya.

“Sudah sampai.” Kata sopir tersebut.

“Terima kasih banyak Pak Masumi…” ucap Maya sebelum membuka pintu mobilnya.

“Maya!” Masumi menahan lengan Maya.

Gadis itu berbalik. Menatap Masumi. Maya bisa melihatnya, Masumi sudah tidak bisa mempertahankan wajah tenangnya lagi dan kini menatapnya penuh kerinduan, seperti juga dirinya.

“Jaga dirimu baik-baik…” ucap pria itu.

Maya mengangguk, “Anda juga Pak Masumi…”

Keduanya lantas tersenyum pada satu sama lain.

Setelah mobil Masumi kembali melaju, Maya berbalik masuk ke apartemennya. Gadis itu menyentuh lengan dimana bekas genggaman Masumi masih terasa di sana.

Pak Masumi… aku merindukanmu… sangat merindukanmu… Pak Masumi…

Jerit hatinya. Maya merindukan pelukan lelaki itu, senyumnya dan perasaan aman yang dirasakannya jika bersama Masumi.

Pak Masumi…

Maya segera menekan sederet nomor yang menghubungkannya pada Masumi.

Masumi menatap layar handphonenya.

Maya…?

Dengan cepat Masumi mengangkatnya.

“Halo? Maya? Ada apa?” Berondong Masumi.

Gadis itu hanya terdiam. Maya hanya ingin mendengar suaranya.

“Maya? Ada apa? Apa aku herus kembali ke tempatmu?” Tanya Masumi khawatir.

“Tidak… Pak Masumi… Anda bilang aku boleh menelpon ‘kan jika aku perlu bantuan…” Suara Maya terdengar sendu.

“Ya. Katakan saja Maya apa yang bisa kulakukan?” Tanya Masumi.

“Tolong… sampaikan pada seseorang bahwa aku merindukannya…” Kata Maya menahan isakannya.

Maya…

“Maya… dia juga merasakan hal yang sama sepertimu…” kata Masumi lembut.

“Benarkah?”

“Iya…”

Maya tersenyum, setetes air mata menggaris basah di pipi gadis itu.

=//=

“Maaf saya terlambat,” sapa seorang pria yang mendekati Masumi di sebuah meja di restoran.

“Tidak masalah Pak Ueto, saya yang terlalu cepat datang.” Kata Masumi.

Masumi lantas memberi tanda dan seorang pelayan menghampiri mereka.

“Apakah ada yang Anda inginkan dari saya, Pak Masumi?” Tanya Ueto saat pelayan tersebut sudah beranjak pergi.

“Tanpa basa-basi. Saya selalu menghargai orang yang berbicara langsung pada tujuan,” puji Masumi sebelum melanjutkan.

“Benar Pak Ueto, saya tertarik untuk mengontrak Anda secara eksklusif dengan Daito…”

“Kontrak… eksklusif?” Tanya Ueto.

“Benar, kami ingin mengontrak Anda untuk dua naskah film dan satu naskah drama seri yang akan ditayangkan Daito.” Ujar Masumi sebelum memberi tanda pada seorang pelayan yang sedang menuangkan anggurnya.

“Ta… tapi… kenapa saya?”

“Saya tahu Anda menulis sebuah naskah berjudul Dua Mata Rantai. Saya sangat tertarik dengan karya Anda tersebut. Selain itu, saya harap Anda bisa membuat dua naskah lainnya untuk Daito dan selama masa itu tidk menerima tawaran dari pihak lain.” Masumi mengemukakan tawarannya.

“Dua… Mata Rantai? Tapi bagaimana Anda tahu? Saya tidak pernah menawarakan cerita tersebut pada siapapun…” Ueto terperangah, tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya.

“Saya punya cara kerja saya sendiri Pak Ueto…” Masumi tersenyum misterius, “yang pasti, saya sangat tertarik dengan naskah Anda tersebut. Entah kenapa Anda belum menyelesaikannya juga…”

“Ah… itu karena… saya lebih sering mendapat tawaran menuliskan naskah untuk ide cerita orang lain belakangan ini… malah saat ini saya…” Ueto terlihat ragu.

“Pak Ueto, jika Daito hendak memfilmkan sebuah naskah, maka kami akan melakukannya dengan cara yang terbaik sebuah studio dapat lakukan. Saya jamin Anda sendiri akan sangat takjub dengan hasilnya.” Masumi menyilangkan jari jemarinya di atas meja, “bagaimana?”

Ueto menatap Masumi bimbang. Tidak bisa diragukan Daito adalah perusahaan hiburan terbesar saat ini di Jepang. Siapapun pasti ingin menjadi bagian di dalamnya. Namun Ueto ada alasannya sendiri untuk merasa bimbang.

“Jujur saja Pak Masumi, tawaran Anda sangat menarik… terlebih lagi Anda sendiri yang datang berbicara dengan saya.. namun… saya baru saja menerima tawaran dari sebuah rumah produksi, Doremi, untuk menuliskan naskah bagi mereka dan saya…”

“Apakah Anda sudah menandatangani kontrak?” Tanya Masumi.

“Belum… saya baru berniat memberikan jawabannya besok, dan saya berniat menerimanya…”

Orang yang jujur…

Batin Masumi, puas.

“Pak Ueto… apakah Anda sudah mencapai puncak karir Anda?” Tanya Masumi.

“Saya…”

“Saya heran, karya Anda, bagus sekali… namun Anda lebih banyak menulis naskah saduran. Terlebih lagi, Anda belum pernah mendapatkan penghargaan apapun. Sungguh sangat disayangkan…” Masumi memberi tekanan pada kalimat terakhirnya, “Apakah Anda tahu kenapa?”

Ueto hanya menatap Masumi gelisah. Masumi sudah tahu, bahwa hanya sedikit lagi tujuannya akan tercapai.

“Itu karena Anda memilih bekerja dengan orang-orang yang salah, Pak Ueto…” ucap Masumi datar. “Jika Anda bisa bekerja dengan orang-orang yang lebih baik, yang lebih mampu menginterpretasikan naskah yang Anda tulis dengan sempurna, masyarakat akan bisa melihat betapa hebatnya inspirasi dalam kepala Anda, dan…”

Trek!

Masumi menjentikkan jarinya.

“Hanya tinggal menunggu waktu Anda menjadi salah satu penulis naskah terbaik yang pernah dikenal masyarakat industri film dan televisi Jepang,”

“Pak Masumi… jujur saja tawaran Anda sangat menggiurkan, mungkin Anda menganggap saya terlalu sentimentil… namun dari dalam hati saya, masih sangat merasa berhutang kepada Tuan…”

“Hutang Anda sudah terbayar Pak Ueto! Apa Anda tidak melihat berapa keuntungan yang sudah Anda berikan kepada Doremi? Mereka bukan badan amal, demikian juga dengan Pak Nakahara… jangan salah sangka, saya mengenal baik mendiang Pak Nakahara, namun dia juga pebisnis, saat itu dia tentu tidak akan membeli naskah Anda jika tidak dinilainya akan membawa keuntungan ‘kan…?” Masumi menekankan.

“Keberatan aku merokok?” Masumi mengeluarkan rokoknya.

Pria itu menggelang.

“Namun Pak Ueto, saya adalah orang yang sangat tidak bisa melihat sebuah bakat disia-siakan, termasuk bakat Anda. Melihat apa yang dilakukan Tatsuya Nakahara pada Doremi sekarang, saya tidak yakin Pak Nakahara masih bisa tersenyum dengan hasil-hasil produksi Doremi saat ini. Mungkin, dia bisa lebih bangga saat Anda akhirnya bisa kembali menulis cerita yang berbobot daripada cerita yang hanya mengutamakan komersialitas tanpa memperhatikan seni dan moralitas.” Kata Masumi sebelum menyesap kembali rokoknya.

“Baiklah… akan saya pertimbangkan tawaran Anda Pak Masumi…” kata Ueto akhirnya.

“Silahkan. Pak Ueto, saya sudah harus mengakhiri pertemuan kita sekarang…” Masumi mematikan rokoknya.

“Terima kasih Pak Masumi. Kapan saya harus memberikan jawaban?” Tanya Ueto.

“Ah, Anda mungkin belum tahu… tapi tawaran dari Masumi Hayami hanya berlaku lima langkah sejak meninggalkan meja…” Kembali senyuman penuh kuasa itu menggaris di bibir Masumi.

Ueto terperangah mendengarnya.

“Sekarang saya permisi,” Masumi meletakkan serbetnya di atas meja, “selamat menikmati sisa makan malam Anda, maaf sekali saya harus pergi terlebih dahulu karena ada hal lain yang harus saya selesaikan.” Masumi mengangguk sopan lantas berdiri.

“Ah, Pak Ueto, apakah Anda pernah mendengar … Jika Anda ingin menjadi seorang pemenang… maka berkumpullah dengan para pemenang. Sampai saat ini, Daito, adalah kumpulan para pemenang itu. Dan saya harap, Anda bisa menjadi bagian dari kami…” kata Masumi untuk terakhir kalinya sebelum melangkah pergi.

Satu langkah...

Dua langkah…

Tiga langkah…

“Pak Masumi!”

Masumi menoleh tanpa membalikkan badannya.

“Saya terima tawaran Anda…”

Masumi tersenyum dan membalikkan badannya. Mengeluarkan sebuah kartu dan menuliskan tanggal dan jam di sana.

“Datanglah ke Daito besok siang, temui sekretaris saya Mizuki, dia akan tahu apa yang harus dilakukan selanjutnya…” terang Masumi.

“Baik… terima kasih Pak Masumi.” Ujar Ueto sambil menerima kartu nama tersebut.

Masumi mengulurkan tangannya.

“Tidak, saya yang berterima kasih…” ucapnya.

Lantas Masumi permisi dan berlalu pergi.

=//=

Maya turun dari mobil bersama pengacaranya, Ryoma Hino dan sudah ada Mizuki menunggu. Keduanya diantarkan ke dalam sebuah ruangan. Sudah ada beberapa orang dari pihak Daito di sana dan Mizuki memperkenalkan Maya serta pengacaranya kepada mereka. Hanya tinggal Masumi yang belum datang.

Masumi memasuki ruang pertemuan dengan langkah tegap, sekilas dia bisa melihat Maya yang sedang membicarakan sesuatu dengan pengacaranya, sedikit berbisik-bisik. Masumi langsung bisa merasakan cemburunya yang menjadi-jadi, apalagi rasa rindu yang menyergapnya setiap saat membuatnya secara tidak langsung, semakin posesif.

Masumi meminta Hijiri mengawasi Maya lebih sering, setiap kegiatannya, setiap orang yang terlibat dengannya dan apa yang gadis itu lakukan setiap hari, Masumi menuntut harus tahu. Dia sempat berpikir, kalau Maya tahu mengenai semua ini, mungkin gadis itu akan takut dan kabur darinya.

“Selamat siang…” Sapa Masumi.

Orang-orang dalam ruangan itu langsung melihat ke arahnya dan berdiri dari tempat duduk mereka masing-masing lantas membungkuk.

“Selamat siang Nona Maya…” Masumi mengulurkan tangannya.

Maya tertegun sejenak dengan wajah merona. Dia teringat, saat ini mereka sedang dalam pertemuan bisnis. Maya menerima uluran tangannya.

“Selamat siang Pak Masumi….” Jawab Maya.

Maya…

“Selamat siang Pak Hino, jadi Anda pengacara Nona Maya?” sapa Masumi pada orang yang data hidup dan karirnya sudah dia hapal di luar kepala.

“Benar, saya Ryoma Hino, pengacara Maya…” pria itu menyambut uluran tangan Masumi.

Masumi mengamati orang tersebut. Masih muda, tampan, tegap dan kecerdasannya terlihat di wajahnya. Dari tatapannya menyiratkan Hino adalah pribadi yang ramah dan hangat. Namun profesinya sebagai pengacara dan prestasi yang Masumi ketahui mengenai orang tersebut, dia tahu Hino juga memiliki kualitas lain yang mengagumkan.

Masumi cemburu. Dia heran kenapa Hijiri memilih orang ini sebagai pengacara Maya. Dia lebih tenang jika pengacara Maya adalah seorang wanita.

Kemudian pertemuan tersebut dimulai. Mizuki menyerahkan nota kesepahaman yang telah dibuat dan meminta Maya dan Hino mengkajinya terlebih dahulu.

Masumi dan beberapa kepala bagian yang akan dilibatkan nanti dalam pementasan berdialog dengan Maya dan pengacaranya mengenai beberapa hal.

Masumi sudah berusaha keras, namun sangat sulit baginya untuk tidak memperhatikan Maya. Terutama saat Maya dan Hino telihat berbisik-bisik membicarakan sesuatu, Masumi akan berpikir keduanya terlalu dekat pada satu sama lain.

Tiba-tiba dia merasakan tendangan ringan pada sepatunya, namun cukup mengejutkannya.

“Anda melihatnya terlalu lekat…” bisik Mizuki tak kentara sambil membereskan dokumen di hadapannya.

Masumi melirik kesal, namun sekali lagi sekretarisnya benar. Ia lantas kembali menjernihkan pikirannya.

“Bagaimana Nona Maya, Pak Hino, apakah ada hal lainnya yang perlu dirubah?” Tanya Masumi.

Keduanya mengangkat kepalanya.

“Pak Masumi, Nona Maya tidak keberatan dan sudah setuju dengan semua yang tertuang di dalam MoU ini, namun ada satu syarat yang ingin ditambahkannya…” kata Hino.

“Apa itu?” Tanya Masumi.

Hino menatap Maya dan mempersilahkan gadis itu mengungkapkan keinginannya.

“A… aku hanya ingin bekerja sama dengan Daito, hanya jika Pak Masumi yang menangani proyek pementasannya…” kata Maya terbata.

Ruangan mulai dipenuhi bisik-bisik.

Masumi tertegun mendengarnya.

“Kami rasa… syaratmu… tidak dapat kami masukkan,” kata Masumi, “Nona Maya, perjanjian antara kau dan Daito adalah sebatas hal-hal yang berkaitan dengan pentas Bidadari Merah di atas panggung dan penggunaan lisensinya oleh Daito. Namun apa yang kau usulkan, sudah menyangkut masalah internal Daito, jadi kami harus….”

“Tuan Masumi, Nona Maya sebagai artis Daito, mungkin tidak memiliki hak untuk meminta persyaratan seperti ini, namun sebagai pemilik hak pementasan Bidadari Merah, Nona Maya tentu boleh memilih siapa orang yang dia kehendaki untuk dia beri kepercayaan menangani drama tersebut.” Hino berargumentasi.

Masumi terlihat bingung. Dia ada di sini, adalah sebagai wakil Eisuke. Tentu saja, saat ini dilihat dari jabatannya dia akan menjadi bagian dari proyek tersebut, kecuali Eisuke menyingkirkannya di tengah jalan. Namun meminta hal seperti itu dimasukkan ke dalam kontrak kerja sama…

“Bisakah kalian semua meninggalkan ruangan ini sebentar? Aku perlu berbicara dengan Nona Maya secara pribadi.” Pinta Masumi.

Orang-orang itu lantas beranjak pergi. Hino bertanya pada Maya apakah dia akan baik-baik saja sebelum kemudian ikut keluar dari ruangan tersebut. Lagi-lagi Masumi melirik cemburu ke arahnya.

Kini hanya tinggal Masumi dan Maya di ruangan tersebut.

“Bisa kau jelaskan apa yang kau inginkan?” Tanya Masumi pada Maya.

“Aku ingin Anda menangani Bidadari Merah…” Maya mengungkapkan sesuatu yang sudah jelas.

“Aku tahu Maya, tapi kenapa kau ingin memasukkannya ke dalam kontrak? Secara etika, itu tidak bisa dilakukan, karena menyangkut cara kerja Daito. Kau akan dianggap mengintervensi.. mmhh… mengganggu, ikut campur dalam masalah internal Daito, dan kau tidak dapat melakukannya.” Terang Masumi.

“Kenapa tidak? Bukankah aku ini telur emas? Istimewa? Bukankah mementaskan Bidadari Merah adalah impian Daito? Kalau begitu kenapa tidak bisa menambahkan satu syarat dariku? Aku ingin Pak Masumi Hayami yang menanganinya atau tidak ada kerja sama.” Kata Maya tegas.

Masumi mengerutkan dahinya. Terkejut dengan ketegasan Maya.

“Bukankah… mementaskan Bidadari Merah juga impian Anda, Pak Masumi?” Tanya gadis itu, lebih lembut.

Maya…

“Jadi... kau melakukan semua ini… untukku?” Masumi tertegun.

Maya menggelengkan kepalanya.

“Aku melakukannya untuk diriku sendiri…” Maya beralasan, “karena aku tidak bisa kalau Anda tidak ada... Aku tidak mau kalau Anda tidak ada…” kata gadis itu terdengar memohon.

Masumi menatapnya. Ia lantas menyentuh wajah gadis itu dengan tangannya.

Ah, gawat… setiap berhadapan dengannya pikiranku jadi tidak jernih…

Pikir Masumi, dia sudah bisa merasa bahwa dia akan kehilangan kontrol dirinya lagi.

“Maya, aku tidak bisa mengambil keputusan ini, aku harus berbicara dengan Ayahku terlebih dahulu karena ini menyangkut kebijaksanaan Daito, apa kau mengerti?” ujar Masumi.

Maya mengangguk.

“Pak Masumi, jika aku harus berbicara dengan Ayah Anda mengenai keinginanku yang egois ini, aku akan melakukannya…” kata Maya.

Masumi terkejut mendengarnya. Gadis ini sangat percaya diri dan kuat. Masumi memandang Maya dengan takjub, dan gelisah.

Pilihannya hanya dua, Eisuke akan mengabulkan keinginan gadis ini, atau Eisuke akan menghancurkan mereka berdua, dia dan Maya.

Masumi tersenyum lembut.

“Tidak perlu. Aku yang akan bicara kepadanya…” kata Masumi lembut.

Maya mengangguk.

Keduanya masih berpandangan dengan jarak yang dekat. Masumi lantas menurunkan tangannya.

“Maya… ada satu hal yang aku inginkan,” kata Masumi tiba-tiba sambil menyelipkan kembali MoU ke dalam mapnya.

“Apa itu?” Tanya Maya.

“Bisakah kau jangan terlalu dekat dengan pengacaramu… Aku sedikit…” Masumi menatap Maya dengan tatapan meminta.

Maya tersenyum kecil, wajahnya merona.

“Kenapa? Anda cemburu ya…?” goda Maya sementara wajahnya sendiri memerah, “kok… hanya sedikit?”

Masumi tersenyum tipis. Dia suka setiap kali gadis itu menggodanya.

Masumi lantas mendekatkan bibirnya pada bibir gadis itu.

“Maafkan aku karena sudah berbohong saat mengatakan hanya sedikit…” ucapnya.

Mereka saling mengamati bibir masing-masing, lantas saling memandang seakan-akan bertanya apakah sudah saat yang tepat untuk berciuman.

Handphone Masumi menyala dan membuat keduanya terperanjat.

“Maafkan aku…” kata Masumi lantas memberi jarak lebih jauh antara dirinya dan Maya.

Masumi membaca email yang masuk ke handphonenya. Dari Mizuki.



[Pak, tolong jangan lupa diri, kita sedang berada di tengah pertemuan bisnis.]



Singkat dan tepat sasaran. Khas sekali wanita tersebut.

Masumi menghela nafasnya. Lantas memandang kembali pada Maya yang masih mengamatinya dengan kedua bola mata itu. Bola mata dengan tatapan polos yang senantiasa menyedot Masumi ke galaksi yang berbeda setiap kali memandangnya.

“Kita harus meminta yang lainnya masuk kembali ke sini…” kata Masumi, kecewa.

“Iya Pak Masumi…” jawab Maya.

Juga kecewa.

Setelah yang lain kembali dan duduk, Masumi lantas menjelaskan mengenai keputusan bahwa dia akan membicarakan masalah ini kepada Eisuke. Setelah pertemuan dilanjutkan sebentar, akhirnya pertemuan hari itu diakhiri.

“Baiklah, sampai jumpa lagi Pak Hino, terima kasih banyak untuk kerja sama Anda.” Masumi menyalami Hino sementara menunggu Maya kembali dari kamar mandi.

“Anda… akan kembali dengan Maya?” Tanya Masumi, menyelidik.

“Iya, saya tidak membawa kendaraan, jadi ke sini dengan mobil Daito sekaligus membicarakan banyak hal dengan Nona Maya.” Terang Hino.

“ah, iya… iya… benar…” Masumi berusaha menenangkan perasaannya.

“Jangan khawatir Pak Masumi… saya tidak punya ketertarikan seperti itu kepada Nona Maya…” ucap Hino tiba-tiba.

DEG!

Masumi berusaha terlihat tenang, namun reaksi yang sangat minimal darinya sudah bisa tertangkap Hino.

“Anda… maksud Anda…” Masumi memicingkan matanya.

“Ah, itu masalah pribadi Anda, saya tahu batasan saya Pak Masumi, tidak perlu khawatir…” terang Hino.

“Lagipula…” Hino mengalihkan pandangannya kepada Mizuki, “saya lebih tertarik pada wanita yang lebih dewasa, efisien dan tegas. Sosok yang loyal dan logis, selalu membuat saya merasa kagum,” ucapnya tanpa mengalihkan tatapannya dari Mizuki.

Ha?

Masumi terkejut mendengar pengacara itu merayu sekretarisnya di hadapannya. Ia lalu menoleh pada Mizuki yang sepertinya kehilangan kata-kata.

Bibirnya terbuka namun tidak ada kata-kata yang terucap.

“Dia bebas jam 6 sore,” terang Masumi.

Dia senang akhirnya bisa menggoda sekretarisnya tersebut.

“Begitukah?” Hino memandang sekilas pada Masumi sebelum kembali pada Mizuki, “berarti jika aku mengajak makan malam jam setengah delapan…” Hino tersenyum.

Mizuki benar-benar jengkel dengan kata-kata Masumi, namun dia tidak tahu harus bersikap bagaimana pada Hino karena baru kali ini ada pria yang bersikap sangat jantan seperti ini kepadanya, walaupun terlihat jelas dia lebih muda beberapa tahun darinya.

Saat Mizuki masih bingung harus berkata apa, Maya yang sudah selesai dari kamar mandi kembali masuk ke dalam ruangan.

“Maaf sudah menunggu lama…” kata gadis itu sambil tersenyum malu-malu.

Maya lantas menatap Masumi, bermaksud berpamitan. Tapi hanya bisa bergumam.

“Pak Masumi…” dan tidak ada kata-kata selanjutnya yang keluar.

Maya…

Mereka masih saling merindukan. Masih tidak rela untuk berpamitan dan hanya saling memandang.

“Dia bebas jam 6 pagi, Maya…” ejek Mizuki yang langsung dibalas dengan tatapan mematikan dari atasannya tersebut.

Mizuki lantas menahan tawanya, begitu juga Hino. Keduanya lantas terkikik geli sementara Masumi terlihat sangat kesal dan Maya terlihat sangat bingung.

=//=

Maya dan Hino lantas meninggalkan Daito dengan diantar Oshima.

“Kau boleh pulang lebih cepat Mizuki, kalau-kalau kau ingin membeli baju atau pergi ke salon dulu…” goda Masumi.

“Saya tidak perlu semua itu,” ucap Mizuki saat keduanya sudah kembali berada di kantor Masumi.

Masumi tergelak.

“Kau tahu, aku menyukainya, Hino. Kurasa kau pun akan menyukainya.” Kata Masumi sambil mulai mengutak-atik laptopnya.

“Menarik sekali Pak, Anda berbicara mengenai saya. Namun, seharusnya Anda lebih mengkhawatirkan diri Anda sendiri, karena Pak Hino sudah menjadi bukti bahwa Anda dan Maya semakin sulit menutupi perasaan kalian di hadapan orang lain,” terang Mizuki, membuyarkan kesenangan sesaat milik Masumi saat menggodanya.

Masumi berhenti menggerakkan tetikusnya.

“Baiklah, saya permisi dulu, saya akan kembali dengan kopi Anda…” Pamit Mizuki, meninggalkan Masumi yang masih tertegun karena ucapannya.

=//=


<<< Finally Found You chapter 4 ... BERSAMBUNG >>>

86 comments:

Nana said...

nah..ini dia yang ditunggu-tunggu... so sweet... ;-)

the lady vintage on 10 May 2011 at 23:12 said...

finally Ty, update lagi ^^
d^^b
love it so much!!!!

orchid on 11 May 2011 at 07:39 said...

pria yg dinikahi shiori??? apa dia antagonis selanjutnya ty ^^, ku tak sabar menunggu update-an, passti seru seru seru

Anonymous said...

ty... thanks upadatenya.... lanjuuuut
deg..deg....deggan...
shiori dikau memang tak pernah bisa memaafkan
padahal melepaskan orang yg kita cintai untuk kabahagiaannya adalah suatu kebahagiaan yang sangat.
tapi ty.... jangan ada sedihnya lagi ya...

Anonymous said...

ty... kenapa ya firasatku mengatakan klo cwok yg menikah sama shiory itu hijiri ya....?????

mudah2 tidak terjadi...... :)

@wanted@

emma GP on 11 May 2011 at 10:53 said...

aq belon baca, tp say thanks dulu ama Ty chayank buat FFy ch4-nya.

Anonymous said...

akhirnya....datang juga apdetannya...terima kasih buaannyyak Ty-sen....tapi,naga2nya bakalan ada konflik baru nih....jadi dag dig dug kumenanti apdetannya....

Anonymous said...

Pria yang dinikahi Shiori adalah pria yang bisa membuat dia bahagia dan akhirnya sadar bahwa apabila dia bersama Masumi tidak akan bisa merasakan kebahagiaan seperti itu akhirnya dia melupakan dendamnya pada Masumi malah mendoakan masumi bahagia... oh... harapku seperti itu Ty...

Anonymous said...

shiori menikahi pria yang bisa membuat masumi menderita, siapa ya? jangan2 dia merit sama eisuke, kan cocok tuh, sama-sama raja tega...

vie on 12 May 2011 at 20:24 said...

aduhhhhh ty dirimu bkn penasaran aja jgn2 masumi sm maya bakal bertengkar nich. Bukan masumi aja yg cemburuan ya, tp maya juga

Anonymous said...

Ty.... please jangan sedih-sedih ya... kasian Masumi dong yang sudah menderita dari kecil masak harus menderita lagi...

Anonymous said...

Ty.... aku jadi takut baca FFY4 mu nih... takut banyak yang sedih2... hiks...hiks... hiks...

Sandy said...

oh no..oh noo..what's happening?? Ty! gilee cliffhangernya tajeeemm benerrr hahahaha...dipotongnya disitu..
Who is the woman with Masumi?? (walaupun saya yakin Masumi tidak akan nakal..jika nakal, eh cape deeehh).

please jgn bikin kita mati penasaran mengenai apa yg akan diperbuat Maya setelah menyaksikan adegan ini. we all BEG u to quickly post the story following this tragedy. jgn bikin kita nahan napas kelamaan ya ty..hehehe

Love ur work! Itsumo ganbatte!

Anonymous said...

Perasaan kemaren dah ada lanjutannya.. kok ilang yah.. TOP BGT, ayoo cepet lanjut :p

orchid on 16 May 2011 at 20:57 said...

kata2 masumi "Aku ingin selalu melihatmu tersenyum" mengingatkanku pada purple valentine, akakakak

Anonymous said...

lagi..................................kurang...

Mawar Jingga on 17 May 2011 at 00:25 said...

baru sempat baca nih......lanjutkan,ty.....muaaaaccccchhhhhhh

Ty^^ said...

Darlings maaf ya, yng kemarin komen setelah tanggal 11 ilang komen2nya karena blogspit maintenance, jadi bukannya aku hapus ya...

makasih banyak loh yang udah komen. Kalo bisa yang anonim dikasih nama pas komen ya, jadi aku tahu musti nyapa siapa pas mau bales komennya <3

selviana said...

ty... ga cuma masumi yang terbahak bahak liat bento nya maya, aku juga ha.ha.ha.... lucuuuu ...thanks ty,bagus banget ditunggu apdetan selanjutnya, secepatnya ya...(^_-). selviana

Anonymous said...

WOOOOWWWW....TY SAKUMOTO IS THE BEST!!!!

Lanjutkan Tyyyy....... ^_^


*Theresia Liana*

Anonymous said...

ty sen emang paling keren... wkwkwkwkwkkwk ^_^

selanjutnya buat MM mesra lagi ya... soalnya sedih nih MM salah paham lagi.... hiks..hiks..

BTW.. Sukses trus buat ty sen....

Sally...

elf said...

lagi musim FF sedih nich...hiks.hiks...hiks
baca FF punya TY aq dikira lagi stres ni ama orang kantor ...ngakak sendiri
T O P BGT

Ty SakuMoto on 18 May 2011 at 20:21 said...

FFY cuma di apdet per 20 komentar masuk yg pake nama dan ga cuma nulis LANJUTKAN. jadi aku jg ga ngerasa dikejar2 amat XD

Anonymous said...

haiyaaaaaaaaaaa si nanap ada lagi....sempet-sempet beli anduk...heueheueheu....kissing sambil ujan-ujanan kayak adegan di film notebook ya..apakah gayanya juga sama..xixixix..
KATARA HAYAMI

Fagustina on 18 May 2011 at 21:17 said...

hohoho kissu2 di tengah2 hujan sweeeeet, terus kata2 nya masumi yg memberi penjelasan ke Maya bijak n daleeeeeeeeeeeeemmmmmmmmm, Thanks Tysen

the lady vintage on 18 May 2011 at 21:37 said...

emang ya...
klo jarak umur jauh bisa begitu bijak dan dewasa menghadapi masalah

wish I could find my own trully soulmate

hehehehehehe *ngimpi ceritanya*

trus... trus... trus... ntar gimana tuh cara Masumi bisa menang tender tanpa intrik dan skandal soal hubungan dia ma Maya? *curious mode on*

orchid on 18 May 2011 at 21:40 said...

"maya" sekali lagi masumi memanggilnya dan tidak ada yang menyahut

"mmm... pak masumi... namaku riri...jadi lain kali... panggil...." wajah riri merona lalu dengan segera membalikkan badan sambil menutup wajah dengan kedua tangan

Anonymous said...

Ty...........serasa baca karya sensei Miuchi
tetep semangat ya Ty n ditunggu kelanjutannya
tq

-wiwik-

Anonymous said...

Xixixi....asik bgt crt nya ^^
duh aduh...org udah kangen msh jg hrs nahan diri... ckckck...poor maya masumi ><

*theresia liana*

Sandy said...

Masumi kapan sih ulang taunnya? Pengen kasih kado gede yg isinya: Penghulu.

ckckckckcckk...susah ya jadi public figure..Mau sayang2an aja gak bisa. kasian..untung aku orang biasa2 saja.. hehehehe

Thanks ty, seperti biasa, aku sangat menikmati baca tulisanmu. You are getting better and better and better. ya resikonya kalau pandai menulis fanfic, tentu adalah menghadapi permintaan yg kayak gini niy:

LANJUTKAAANN.....

heheheheheee... keep up the great work! kami senantiasa menanti dan menanti sampai Maya dan Masumi bisa jalan2 di ginza sambil gandengan tangan terus ciuman di pesta2 yg banyak orangnya. ;-)

Nana said...

weleh2........ciamik tenan iki..

btw, ku punya feeling yg mau jahatin maya dan daito ya suaminya neng Shiori. ah, sudahlah... let's see apa kata jeng ty saja.

Masumi, we loph u beybeh.. you're all that..semoga seiring berjalannya waktu, kamu bisa sedikit lebih 'nakal' dan mengikuti kata hati walau sedikit sembrono..(habisan masumi jagoan banget...sangat sempurna gitu loch!)

Anonymous said...

heuuuheuuuuuuuuuuuuuu...... terhenyuhhhh.... T_T

ciuman di tengah hujan emang gak ada matinya deh.. ^0^ kyaaaaa~ *mao donk dicium Danna-sama jugaa..*

konfliknya makin seruuuu!!! gak lebayy !!! gak ngebosenin!!! You're the BEST!!

LANJUTKAN TYYYYYYYYYYYYYYYYY!!!!!!!!

LOPH U FULL!!! GANBARIMASU!!

===FITRIA SHALALALALALALALALALALALA======

Anonymous said...

Waduh, Jadi makin penasaran nih ty...

Bagus banget ceritanya, jadi ikutan berdebar pas MM Kissing...

Ditunggu ya kelanjutannya...

===Dina===

Lina Maria on 19 May 2011 at 08:26 said...

Ty meooooooooooooooooooooooooooo
Aih aih aih..... Dag Dig Dug Dhuerrrrrrr, kamu meledakkan hati sanubariku yang paling dalam ^^
gimana nih? gimana nih? kyaaaaaaaaaaa >.<
kutersipu malu... nyahahhahahaha, great story!!! Good job sista!!!

Anonymous said...

wuaahhh.. gak nyangka dapet adegan romantis, hiks, hiks.. sampai nangis krn saking senangnya...

setuju sama Nana, jangan2 yg punya Friday tuh suaminya si Shiori. Uuugh, jadi makin senewen sama rubah betina yg satu itu..

kalo boleh saran sis, tiap kali MM ada konflik jangan lama2 ya penyelesaiannya, soalnya MM yg berantem tp aku yg resah nih..

Nadine

eva said...

ty.........teruskan perjuanganmu....jgn lama2 lanjutannya aq setia menantimu ty i love you ...mengapa kisah cinta MM jadi mengharu biru sih hiks..hiks...pengen bersatu tapi susah amat

Ratna on 19 May 2011 at 09:11 said...

Masumi bener2 bikin klepek2 nih, hehehehe...Direktur Daito gitu loh! Karakter yang kuat, tangguh, tapi bisa juga romantis. Hahhhhhhh, so sweeeeeet Tyyyyy,

AnDr@ on 19 May 2011 at 11:00 said...

Ty.....maju terus.....aku suka kata" maya 'kalau aku rindu.....pak masumi??????' ah....klepek" dah......masumiiiiii....romantis habis bis. trims ya jeng TYYYYYY

Anonymous said...

KOK gkda updetnya lagi yaa
anita

Anonymous said...

huaduuuhhh kenapa gue gkbisa buka jugaa updetnya ni ty T______T
ud bbrp kali refresh niii
anita f4evermania

yenni on 19 May 2011 at 11:18 said...

Keren abizzzz. Kenapa masumi di FFY kesannya jauh lbh keren dari manga nya yah? I like the scene when Masumi hanya diam saja gak bergeming memeluk Maya. Bnr2 gentleman sejati. Luv it. Ty, ditunggu yah updatenya ^v^

Yenni M

Anonymous said...

ceritanya bikin emosi-ku ikut terlibat. cara gambarin alur percintaan maya - masumi pun natural...just like the way they are :-) thanks a lot ty, really appreciate your story ( rini )

Widiya on 19 May 2011 at 12:03 said...

Ty........kenapa aku serasa jadi Maya ya.....blushing-blushing sendiri ngebayangin Masumi...
Ty....tanggung jawab!!!!!!!!!!!!!!!
kembalikan diriku ke NORMAL.....SECEPATNYA

Anonymous said...

keren.... keren.... dan keren banget....

fitri

elf said...

"namun aku juga tidak ingin memperlakukanmu seperti seorang kekasih gelap. Kau layak kuperlakukan lebih baik Maya…”
Gentle Banget yakkkk....
Luv sista......

Anonymous said...

Ty....baguuSssss...more intrics spice up the story! ;) mantaaabbb mang lo...monggoo tariikkk maannnggggg (lanjut mksdnya hahahahahaha)-reita

fad said...

Ty..harus nulis comment biar di up date lg?..okeee..Tyyyy..akuuuu sukaaaaaa...Punya Ty tetap nomer satu hehe..di lanjuuuuuuutttttt yaaaaaa.....lagi..lagi..lagi..

Anonymous said...

dadaku sesak membaca FFY punyamu Ty... setiap kata2 yg terukir serasa nyata !!! Bagussssss benar2 bikin orang penasaran nunggu kelanjutannya... walau dah tau dari judulnya aja pasti happy ending tetep aja nagih :p
-maria-

Anonymous said...

hadeeeuuuuuh gmana niii masa gkbs bukaaa updetnya hikkkkssss can anyone help me plzzzzzz T_T
anita f4evermania

Hannifa said...

baru baca update-annya... your story sista... really makes my heart fast beaten... *two thumbs up*
-Hannnifa-

Anonymous said...

Ty.. kenapa mereka harus ndak bisa bertemu sementara waktu...? Bukankah mereka bisa ketemu di Izu kalau rindu...? Hihihi maksa ya... habis gak tahan kalo mereka sedih kangen2an gitu...
-lia-

Anonymous said...

Pasti majalah Friday itu milik Suaminya Shiori kan...??
-Nita-

Anonymous said...

aduh sampe tersipu-sipu n senyum2 sendiri bacanya....Neng Ty pinter pisan bikin yang baca merona....semangat ya! -khalida-

EmmaGP on 21 May 2011 at 10:42 said...

aq ampir pingsan nih, bacax, gara2 mimisan ngebayangin masumi telanjang dada + celana basah en kissu2x. wuih...romantis abiss! Serasa gak pengen liat Nyi roro jambul lagi. kalo bisa jgn dimunculin, ya? suamix sih gak papa. duh jd egois bgn. Sori, Ty sen! Do your best & keep going!

Fagustina on 22 May 2011 at 19:31 said...

Wakakakaka, apdetan kali ini lucu bgt apalagi ejekan2 antara masumi ama mizuki bisaaa bener dah Tysen, thanks dah apdet ^^

fad said...

Tyyy..ceritamu selalu bagus dan selalu menyenangkan..hanya saja pas Masumi terkikik geli saat melihat Maya yg bersikap canggung di depan wartawan agak gimana gt..soalnya di depan orang banyak tp masumi ttp tak bisa menahan tawa..kan kasihan Maya..hehe..Dilanjutkan ya TY..muach..muach..muach..Btw..Mizuki sama Hino??hmmm..Hijiri sama siapa dong Ty..trus Koji mau dijadiin sama Mai???ah..kamu kan gak suka Mai..hehe..:)

Anonymous said...

LANJUUUUUUUUUUUTTTTTTT TYYYYYYYYYYY!!!!!!!
TOP!!! MANTEPPPP!!! :D

SHALALALALALALALALALA **********

orchid on 22 May 2011 at 20:13 said...

ty, aku berdebar membacanya, terasa getar getir gitu deh

Anonymous said...

"Ah, gawat… setiap berhadapan dengannya pikiranku jadi tidak jernih…" ........
Masumi-sama....................sama donk!!!!!!! tiap kali berhadapan dengan Masumi-sama, pikiran ku juga ga jernih, jadi melayang kemana-mana ga jelas gitu. yang terbayang cuma Masumi-sama dan '..........'

Ty..............makasih ya.......
jangan lama-lama buat pikiranku ga jernih ya??????

-wiwik-

Demel on 22 May 2011 at 21:04 said...

xixixixixi mizukiiiiiiiiiiiiiiii tangkap HINooooo......

Anonymous said...

detail sekali ya ty, jadi bisa lebih mengenal masumi dan pekerjaannya. bagus banget!

-Nadine-

Sandy said...

Geger otak ringan deh ngebayangin Masumi berlagak profesional sama maya... malah jadi makin 'menggemaskan'! kayak main role play gitu... hahahahahahaa...sexyyyy

nah, mari ty, chapter berikutnya Pertarungan dengan Eisuke, sudah kunantikan dari detik ini...

sooo..tik tok tik tok.... apdeiitt.. :-) (debt collector mode on)

Ratna on 23 May 2011 at 09:05 said...

Haik..saya penasaran adegan perbincangan Masumi-Eisuke...huhuhuhu, jadi dag dig dug, komat kamit berdoa supaya eisuke bersikap lunak pada mereka berdua, heheheh..

Theresia on 23 May 2011 at 10:09 said...

hahaha...tokoh baru bt jadi pasangannya mizuki?? heem....boleh juga tuh ty...
lbh oke lg kl jd saingannya Hijiri ^_^

Anonymous said...

makin lama makin bagus, tyyyy....!!! it can make me smile...laugh...hold my breath...plus deg2-an :-) thank youuuuu....!!! ( rini )

vie on 23 May 2011 at 10:46 said...

Pagi hari ini cerahhh bgtttt. Hatiku senang sekali dapat updatean dari TY. Sukses buat senyum mengembang diwajah. Thank you yach TY.jadi gak terlalu stresss nich ngadepin kerjaan kantor ^0^ yang bikin tangan pegel abis.

vie on 23 May 2011 at 10:49 said...

Lucu tiap baca sindiran antara masumi sm mizuki. ^0^ mizuki sekretaris yg berani nyindir boss nya yach.

EmmaGP on 23 May 2011 at 11:28 said...

Gilaa... detil amat Ty, Tysen sugoii! Kereen! jd bisa ngebayangin masumi sbg direktur beneran. Selama ini cuman bisa ngebayangin dia sbg Danna-sama hehehe...
Btw ada yg kepikiran gak ama tampangnya Hino, kira2 mirip siapaa gitu, sampe bs bkn Masumi jealouss abiss.
Thx ya Tysen buat apdetanx, gak usah buru2 nyante aja.
PS: pesan yg diatas hanya basa-basi.
Cepetan lanjuut!

eva said...

ty...katakan pada yayangku masumi aq juga rindu padanya dan semakin rindu sampe terbawa mimpi, kerja juga gak tenang oh...oh... masumi

the lady vintage on 23 May 2011 at 11:44 said...

becandaan Masumi-Mizuki-Hino ok banget tuh
khas becandaan 'tingkat tinggi'
kesannya enteng banget tapi dalem mengena
keep the good job Ty SakuMoto d^^b

Anonymous said...

Iya betul Ty... Kalo Mizuki ma Hino trus Hijiri ma siapa..? Kasian Hijiri dong Ty...

Lisa

Fagustina on 23 May 2011 at 14:29 said...

hohohoho, aq jg kepikiran + penasaran gambaran tampangnya Hino ampe Masumi cemburu abissss biss bisi biss

Ty, kamu ngebayangin sapa sih kira2 dg meghadirkan tokoh Hino ini ?....XDD

Anonymous said...

SUKAaaaaa....KEREeeeeeeN...CERDAaaaaS...

»»» Iin MM

Anonymous said...

horeeeee!!!! akirnyaaaaa g bisa juga buka ni updetan ty ;))))))
huwaaa sukaaaa bangeeettt ty lop u pull deh hahhaha
lucuuuuu liat hino gampang banget nembak masumi ya langsung keliatan ahhahaha!
maya tegas banget dehluarrrr biasaaa!
terus lanjuuutttt ;D
anita f4evermania

Anonymous said...

i love your fic so much
:))
give you a kiss of me

fighting

Anonymous said...

Ty.. boleh nggak saran..? dalam cerita ini kan maya polos banget n cenderung tidak tau apa-apa...ya kan... Nah ginmana setelah sekian lama begaul ma masumi biarkan dia agak pandai dikit... gitu.. kasian dia kalo bodo terus menerus...
-Nita-

Anonymous said...

aiihh, jd mkin suka deh dgn Mizuki.. hehe
lanjutkan sista..!!

-ethey-

Anonymous said...

Ty... katanya kamu mau menghilang dulu ya...? kalau bisa FFy ditamatin dulu dong... kalau kamu menghilang FFy belum tamat... pusing mikirin kelanjutannya...
-Meilinda-

Anonymous said...

ha...ha..ha maya adalah maya yg slalu bisa membuat orang meng"gubrak" jd ingat waktu maya abis memerankan Gina n wktu latihan jd dewa naga/air?...
Neng Ty....semangat ya...banyak yg nunggu lanjutan FFY-nya. -khalida-

Widiya on 29 May 2011 at 00:07 said...

udah bolak-balik puluhan kali, tapi tetep aja sama.......blom ada yang baru hiks...hiks...

Ty.....jangan lama-lama ya.....PLEASE!!!!!!!

vira said...

kok belom ada lanjutannya... pleaseeee.... lanjutin dunk.. kereen lohh ceritanya..!!

Anonymous said...

Akhirnya..... aku bisa komen juga ^_^, dari hp ga bisa komen...hiks..hiks...

TY..... sepuluh jempol deh buat FFY nya.... jadi lupa semua masalahku sendiri... sibuk membayangkan setiap adegan MM.. hehehe...thanks yah..

Emang ada yah orang yg kayak Masumi gitu, dingin dan gila kerja tapi kalo ketemu orang yang disayang bisa romantiiiissss banget.. perfect!!

Siip banget deh pokoknya...tapi kok lama banget apdetnya... tiap saat aku buka belom ada lanjutannya...huhuhu....

ayo dong TY... lanjutkaaannn.... ^_^

Dwi Asih Aw

luna said...

hiks....kangen pengen baca lanjutan FFY.....

Anonymous said...

wah belum apdet...FF yg lain sdh abis dibaca...tapi tetep penasaran sama FFY-nya, bener ya FFY-nya rehat dulu?kenapa Neng Ty...sehatkan? Mudah2an sehat tak sabar ku menunggu lanjutannya....

chacha said...

Ty... lanjutin doonk! Tiap hari di buka kok belom ada lanjutannya jugaa... hick.. hick.. Ceritamu keren loh ty serasa baca pengarang aslinya..!!

Anonymous said...

semoga ty segera sehat kembali dan bs segera memanjakan fans tk dg imajinasinya yg luar biasa.
fanfics yg lain bagus-bagus, tp kalo blm baca fanficsnya ty rasanya kurang mantap...
-nadine-

Post a Comment

Silahkan kritik, saran, sapa dan salamnya... :)

 

An Eternal Rainbow Copyright © 2011 Design by Ipietoon Blogger Template | web hosting