Thursday 28 July 2011

Fanfic TK : Finally Found You Ch. 8

Posted by Ty SakuMoto at 17:52
Rating : 21 +
Warning : Mature Relationship, kissu kissu, skinship, bed scene (soft).



Finally Found You
(Chapter 8)



 
Maya sedang menunggu Masumi sambil terdiam di atas ayunannya. Dia sudah ke rumah sakit tadi. Dokter Fujiwara mengatakan bahwa  keadaannya sudah jauh lebih baik. Maya melakukan serangkaian tes dan dokter Fujiwara juga menanyakan berbagai pertanyaan terkait kesehatannya. Maya juga sempat melihat ada Pak Hijiri di sana, namun mereka tidak saling menyapa karena Maya sedang bersama Bi Michie.
Selanjutnya, dokter Fujiwara berkata bahwa mulai minggu depan ada beberapa terapi yang harus Maya ikuti untuk belajar mengembalikan suaranya. Maya juga disarankan meminum beberapa jenis minuman dari tumbuhan untuk bisa mengembalikan vitalitas pita suaranya.
Sebelumnya, karena terlalu larut dengan rasa sedihnya sendiri, banyak hal yang tidak sempat dia pikirkan. Namun sekarang, saat semuanya sudah semakin membaik keadaannya, Maya baru mulai terpikirkan kembali dengan penyebab dia kehilangan suaranya.
Saat itu dia mendapatkan kiriman coklat yang disertai dengan setangkai Mawar Ungu. Maya sempat mengira itu dari Masumi. Karena sudah tidak bertemu dengan kekasihnya tersebut selama beberapa hari, Maya sangat senang menerimanya. Namun, setelah dia memakan coklat tersebut, tidak perlu waktu lama sampai Maya merasakan kesakitan yang sangat di perut dan tenggorokannya. Maya masih bisa merasakan tubuhnya merinding jika dia teringat hari itu, saat dia merasa kematian begitu dekat dengannya.
Siapa yang melakukannya kepadaku?
Wajah Maya tampak khawatir.
Kenapa dia melakukannya? Tega sekali dia menggunakan Mawar Ungu untuk menipuku!
Wajah Maya berubah menjadi sedih. Dia lantas teringat Masumi.
Pak Masumi… dia tidak pernah membicarakan hal ini denganku. Apakah dia sudah tahu siapa pelakunya? Tapi…
Maya mengeratkan genggamannya pada rok pakaiannya.
Aku hanya ingin suaraku kembali, agar aku bisa berakting lagi. Agar Pak Masumi bisa merasa bangga kembali kepadaku.
Pak Masumi…
Panggilnya rindu.
“Maya!!” Seseorang memanggilnya.
Maya mengangkat wajahnya terkejut, mendapati ada Masumi di sana. Pria itu sudah datang.
Spontan Maya turun dari kursi ayunan tersebut dan berlari ke arahnya.
“Hei, hati-hati!!” Seru Masumi yang melihat Maya tergesa menghampirinya.
Bruk!
Gadis itu menabrak lantas memeluknya.
Masumi menundukkan kepalanya. Dilihatnya Maya yang tengah menyurukkan wajahnya di dada Masumi.
“Ada apa?” tanya Masumi.
Maya menggelengkan kepalanya.
“Ada apa?” tanya Masumi lagi.
Gadis itu mengangkat wajahnya dan tersenyum riang.
“se… la… mat… da… tang…” katanya.
Masumi balas tersenyum padanya lantas melingkarkan kedua tangannya di tubuh gadis itu.
“Aku pulang,” katanya.
Gadis itu kembali memeluk Masumi lebih erat dan menyurukkan kepalanya. Sejenak pria itu bergeming, memikirkan apa sebenarnya yang dipikirkan kekasihnya tersebut.
“Kau sudah siap berangkat sekarang?” tanya Masumi. “Agar kita tidak terlalu larut sampai di sana nanti,” imbuhnya.
Maya mengambil jarak dari Masumi dan mengangguk.
Masumi mengulurkan tangannya dan mengajak Maya masuk ke dalam.
=//=

“Besok malam kami pulang,” terang Masumi kepada Bi Michie yang mengantarkan keduanya.
Bi Michie mengangguk.
“Kalau Ayah sudah datang, tolong katakan saja, aku sedang bersama Maya.” Terangnya.
“Baik, Tuan Muda,” Bi Michie sekali lagi mengangguk mengerti. Perhatian wanita tua itu lantas beralih kepada Maya yang sudah berada di dalam mobil. “Nona jangan lupa makan dan minum obatnya tepat waktu ya,” dia mengingatkan. “Nanti kalau sudah pulang, Bibi buatkan kue buat Nona dan Tuan Muda serta burger steak kesukaan Nona.”
Maya tersenyum dan mengangguk.
Keduanya lalu berpamitan dan Masumi mulai menjalankan mobilnya.
“Aku sudah mendengar dari Hijiri mengenai kondisi kesehatanmu,” terang Masumi.
Maya mengalihkan pandangannya kepada Masumi.
“Syukurlah semuanya sudah jauh lebih baik,” Masumi meletakkan sebelah tangannya di kepala Maya dan mengelusnya perlahan.
Maya mengangguk lega.
“Tapi kau masih harus menjaga makananmu Maya, jangan memakan sesuatu yang tidak baik untuk tenggorokan dan lambung,” Masumi mengingatkan.
Maya tersenyum simpul dan kembali mengangguk. Entah sudah berapa orang yang mengatakannya hari ini. Tapi Maya sebenarnya cukup senang. Tidak pernah dia merasa diperhatikan oleh orang-orang disekitarnya seperti belakangan ini. Sekarang Maya baru benar-benar menyadari bahwa dia dikelilingi oleh orang-orang yang menyayanginya. Terutama Masumi. Maya memandangi pria itu dengan tatapan penuh terima kasih.
Masumi lantas meminggirkan mobilnya di sebuah toko serba ada.
“Kita belanja dulu beberapa keperluan untuk di sana ya. Karena tempatnya jauh dari pemukiman, akan sedikit sulit bagi kita jika hendak membeli sesuatu di sana,” terang Masumi.
Maya kembali mengangguk senang.
Keduanya lalu masuk ke dalam dan mulai berbelanja. Mereka membeli beberapa bahan makanan dan juga buah-buahan.
“Maya, mau beli kembang api? Kita bisa menyalakannya nanti malam,” usul Masumi, dan ditanggapi dengan anggukan senang oleh Maya.
Gadis itu lantas mengambil beberapa kembang api dan air mancur.
“Mau semangka?” tawar Masumi saat mereka melewati buah-buahan.
Maya mengangguk.
“Kau suka semangka?”
“Su… ka!” katanya dengan riang, mengangkat kedua tangannya.
Masumi tertawa kecil melihatnya.
“Ada yang lainnya?” tanya Masumi lagi.
Maya mengangguk.
Gadis itu lalu mengucapkan sesuatu. Perlu beberapa kali sampai Masumi menangkap bahwa Maya menginginkan pasta.
“Kau mau masak spaghetti?” tanya Masumi.
Gadis itu mengangguk senang. Keduanya lalu mencari spaghetti untuk dimasak.
Cukup lama baru Maya menyadari beberapa orang mengamati mereka. Sepertinya mereka melihat bahwa Maya tidak bisa bicara dan berkomunikasi dengan bahasa isyarat dengan Masumi. Saat itulah Maya baru tersadar kembali dengan kekurangannya.
Perasaan pilu itu kembali datang. Maya menelan ludahnya tidak kentara dan kembali ingin menangis. Dia tidak menyadarinya jika bersama Masumi. Karena pria itu, selain lebih memperhatikan setiap perilakunya, tidak memperlihatkan sikap lainnya yang mengingatkan Maya bahwa dia saat ini adalah gadis yang berkekurangan.
Maya menggigit bibir bawahnya. Desakan air mata itu kembali datang walaupun dia tidak menginginkannya. Maya menunduk, tidak mampu melihat orang-orang di sekelilingnya dan sekuat tenaga menahan air matanya.
Maya sedikit terkesiap saat dia merasakan tangan Masumi menyentuh pundaknya. Gadis itu spontan mengangkat wajahnya.
“Ada lagi yang kau inginkan?” tanya Masumi sekali lagi sambil tersenyum lembut.
Maya mengamati wajah kekasihnya. Senyuman pria itu terasa sangat mendamaikan dan menguatkan. Masumi pasti sudah lebih awal menyadari keadaannya ketimbang dirinya.
Pak Masumi…
Tidak ada. Tidak ada lagi yang diinginkan Maya selain berada di samping Masumi. Maya menggelengkan kepalanya perlahan dan mulai tersenyum kembali. Gadis itu lantas melingkarkan tangannya di pinggang Masumi.
Jika bersama Pak Masumi, semuanya pasti baik-baik saja.
Batinnya.
Masumi tersenyum lega melihatnya dan keduanya beranjak ke kasir.
=//=
Masumi dan Maya akhirnya sampai di Izu pada malam harinya. Seorang penjaga villa yang sedang mendapat giliran jaga menyambutnya. Masumi sudah memberitahukan sebelumnya bahwa dia dan Maya akan datang. Dia meminta petugas tersebut melakukan beberapa hal.
Setelah petugas itu memberitahukan bahwa permintaan Masumi sudah dilaksanakan dan membantu keduanya membawa masuk barang-barang mereka, dia lalu permisi pergi.
“Nanti kau tidur di sini,” Masumi mengantar Maya ke kamarnya.
Maya masuk ke kamar tersebut. Dia lalu menatap Masumi, menanyakan dimana kamarnya.
“Kamarku di sebelah kamarmu. Nanti aku tidak akan mengunci kamarku, jadi kalau ada apa-apa, kau masuk saja dan bangunkan aku, mengerti?” tutur Masumi.
Maya mengangguk. Masumi lalu mengantar Maya berkeliling villanya agar Maya bisa hapal dengan bagian-bagian dalam villanya.
“Sekarang, ayo kita masak makan malam,” ajak Masumi.
Maya mengangguk dan mengikutinya.
Masumi mengajak Maya keluar, ke bagian belakang villanya. Di sana sudah ada sebuah meja dari kayu dan kursi. Juga ada pembakaran barbeque.
Masumi mulai mengeluarkan belanjaan mereka sebelumnya. Kemudian mereka mulai memasak makan malamnya.
Sebentar Maya mengamati langit yang menaungi mereka.
Indah sekali, pikirnya.
Di sini dia juga bisa melihat langit berbintang yang begitu indah. Dia juga bisa mendengar ombak yang berdebur membentur dinding tebing di bawah mereka. Maya menoleh kembali kepada Masumi yang sedang serius membolak-balik dagingnya. Tadi di mobil pun mereka seperti ini. Tidak banyak bicara. Karena sekarang mereka, terutama Maya, tidak bisa berkomunikasi tanpa saling melihat satu sama lain.
Apa yang Pak Masumi pikirkan sendirian di tempat seperti ini?
Batin Maya.
Tiba-tiba gadis itu teringat Shiori.
Apakah Pak Masumi juga pernah… mengajak Nona Shiori ke sini?
Maya mengeratkan giginya dengan gelisah. Mengingat Shiori selalu saja membuatnya merasa cemburu. Bagaimanapun Masumi pernah hampir menikah dengannya. Maya tidak tahu sudah sejauh apa hubungan pria itu dulu dengan mantan tunangannya tersebut. Bagaimana pun keduanya adalah sepasang orang dewasa. Tentulah…
“Furaya sudah menyiapkan sup di dapur. Maya, tolong panaskan sup di dapur sekarang. Bisa?” Pinta Masumi, membuyarkan lamunan  gadis itu.
Maya mengangguk, lantas masuk ke dapur dan memanaskan sup yang ada di atas kompor.
Entah kenapa pemikiran mengenai Shiori membuatnya gelisah. Maya khawatir Masumi suatu saat akan menyadari bahwa dia bukanlah apa-apa dibandingkan dengan wanita cantik yang pernah mendampinginya tersebut.
“Maya…” terdengar suara Masumi yang memasuki dapur.
Maya tertegun dan menoleh ke arahnya.
“Melamun terus…” kata Masumi, “ada yang kau pikirkan?”
Cepat-cepat Maya menggeleng.
Masumi tahu gadis itu menyembunyikan sesuatu. Dia melangkah mendekati sup dan membuka tutup pancinya.
“Sudah panas…” kata Masumi, mematikan kompornya.
Dia lalu dibantu Maya membawa keluar supnya dan juga mangkok serta peralatan makan.
“Itadakimaassu~” kata Masumi sebelum keduanya mulai makan.
Setelah selesai dengan supnya, Masumi beranjak mengambil steak yang tadi dibakarnya lalu menghidangkan untuk mereka
“Enak!”  Seru Maya pada Masumi saat dia memakannya.
“Oya?”
Gadis itu mengangguk.
“Baguslah. Aku sudah memaksa Pak Hayashi memberikan resep untukku, aku sangat senang kalau dia tidak mempermainkanku,” kata Masumi.
Gadis itu terkekeh.
Maya menarik tangan Masumi dan menulis di telapaknya. Masumi tidak mengijinkan gadis itu membawa papan komunikasinya. Masumi memintanya untuk  menggerakkan mulutnya atau menulis di telapak tangannya jika hendak menyampaikan sesuatu.
“Di-si-ni-in-dah-se-ka-li. An-da-se-ring-ke-si-ni?”  tanya Maya.
“Tidak sering, hanya kadang-kadang jika ada waktu senggang. Aku butuh menenangkan pikiran, maka aku akan datang ke sini. Bahkan Ayahku tidak tahu mengenai tempat ini. Sebisa mungkin aku tidak ingin memikirkan pekerjaan di sini. Aku hanya melakukan dan memikirkan yang kusukai saja,” paparnya.
“A-pa-yang-An-da-su-ka-i?”  Maya ingin tahu.
Masumi tersenyum.
“Memandangi berjuta bintang, seperti malam ini,” Masumi mengalihkan pandangannya ke langit.
Begitu juga gadis itu.
“Atau sekedar membaca buku kesukaanku. Aku juga suka berjalan-jalan di pantai dan menikmati hangatnya pasir serta indahnya matahari terbenam. Atau hanya…” Masumi memandangi Maya dengan hangat, “memikirkanmu.”
Maya bisa merasakan Masumi sudah berhasil membuat jantungnya memacu lebih keras dan wajahnya merona. Gadis itu termenung, benar itukah yang dilakukan pria itu saat di sini sendirian. Memikirkannya?
“Ti-dak-bo-leh—“
“GOMBAL!!” potong Masumi, lalu tertawa.
“Konyol!” Maya ikut tertawa dengannya.
“Tapi aku tidak bohong,” katanya. “Juga tidak gombal,” Masumi melirik jahil pada Maya. “Aku sangat senang bisa mengajakmu ke sini, Maya,” imbuhnya, serius.
“Te… ri… ma… ka… sih…” ucap gadis itu.
Makan malam berdua di halaman belakang villa Masumi. Di ruangan terbuka dengan diatapi langit berbintang, membuat Maya merasa sangat senang. Romantis, pikirnya. Entah Masumi berpikir hal yang sama atau tidak, tapi Maya mulai merasa, berduaan dengan Masumi seperti ini memberikan debaran-debaran dan sensasi yang berbeda pada dirinya.
Setelah selesai dengan makan malamnya, keduanya lalu membereskan peralatan makan mereka.
=//=
Setelah selesai membersihkan diri, Maya mencari Masumi. Ternyata pria itu ada di teras. Maya menghampirinya.
Pria itu sangat wangi. Dia juga sudah selesai mandi.
Maya menepuk pundak Masumi. Kekasihnya tersebut terlihat sedikit terkejut, lalu tersenyum lebar saat melihatnya.
“Kemarilah,” ajak Masumi, merangkul pundak Maya.
Keduanya sudah mengenakan piyama dan mantel kamar.
“Sudah bulan purnama,” kata Masumi, menunjuk pada sebuah bulan yang benderang anggun di atas lautan.
Maya mengangguk.
Malam itu menjadi lebih terang dari biasanya. Musim panas yang telah tiba membuat suasana menjadi terasa lebih hangat. Apalagi dengan Masumi yang tengah merangkul pundaknya. Maya merasa sangat damai dan tenang. Mengamati malam berbintang yang mempesonakan dan ombak yang malam ini tampak lebih lincah seakan-akan berusaha keras menggapai bintang-bintang tersebut.
Setelah beberapa lama gadis itu baru menyadari Masumi ternyata sedang memandanginya. Memberinya tatapan yang tidak pernah gagal membuat jantungnya berdebar lebih cepat dan menghadirkan desiran aneh di dadanya.
Pak Masumi…
Pandangan keduanya tidak saling melepaskan. Perlahan-lahan dekapan Masumi turun tidak lagi di pundaknya, namun mulai merangkul tubuhnya. Semakin mendekat. Dengan tangan satunya Masumi meraih wajah Maya. Ibu jarinya mengusap pipi gadis itu sementara matanya menikmati setiap senti wajahnya. Saat pandangannya jatuh di bibir Maya, begitu juga ibu jarinya, telah beralih mengusap bibir lembut kekasihnya.
Masumi tidak menyembunyikan keinginannya untuk merasai dan mengecup bibir itu. Dia terlihat begitu mendambakannya. Dekapannya di tubuh Maya semakin erat dan jarak wajah keduanya semakin dekat. Maya memejamkan matanya, mengijinkan. Lantas Masumi mulai menyentuhkan bibir keduanya. Hangat dan lembut.
Masumi mengecupnya berkali-kali semakin lama semakin dalam, dan Maya mulai membalasnya. Kemudian satu sama lain tidak ada yang mau berhenti terlebih dahulu sehingga kecupan-kecupan itu mulai berubah menjadi ciuman-ciuman yang dipenuhi hasrat. Masumi beberapa kali menyebut nama Maya, meminta gadis itu menyerah. Namun gadis itu malah mengetatkan tangannya di tubuh Masumi, meminta lebih dari yang sudah didapatkannya.
Seharusnya dia tidak memulainya tadi, sesal si pria. Tapi kesalahan itu begitu membuaikan. Kecupan yang lembut bertransformasi menjadi ciuman yang dalam dan berhasrat, dan kini sudah berganti menjadi cumbuan-cumbuan liar dan sedikit kasar.
Dia tidak pernah tahu bahwa gadis ini bisa berciuman dengan cara seperti itu. Dia tidak pernah tahu bahwa dirinya bisa mencium dengan cara seperti itu.
“Maya…!” Masumi sudah tidak bisa mengatur intonasi suaranya, tapi masih bisa mengatur akal sehatnya.
Jika saja dia tidak ingat dimana mereka berada saat ini. Jika saja gadis yang disebut namanya tidak begitu penurut, yang juga berhenti mencium saat Masumi menghentikan ciumannya. Dia tidak tahu kemana tindakan mereka berarah.
Tapi sekarang keduanya sudah mulai tersadar. Masumi bisa melihat wajah gadis itu merah padam. Entah karena malu, atau karena merasakan hal yang juga dirasakan olehnya. Masumi menelan ludahnya. Masih berusaha mengatur nafasnya.
Maya tahu dia memang kekanakan. Tapi tidak cukup kekanakan untuk tidak memahami apa yang baru saja terjadi pada dirinya. Pertama kalinya Maya merasakan begitu terbuai dengan sentuhan dan cumbuan seorang pria dan terlebih lagi, dia menginginkannya.
Maya merasa malu dengan yang dipikirkannya. Gadis itu menundukkan wajahnya. Namun dekapan keduanya tidak berkurang ketatnya. Gadis itu menyurukkan wajahnya di dada Masumi. Seakan-akan menyerahkan dirinya.
“Sebaiknya kau cepat tidur,” kata Masumi. Kata-kata yang sama yang selalu diucapkannya saat dia tahu benar apa yang diinginkannya dan dijelaskan kemudian: “Sebelum kita melakukan sesuatu yang tidak seharusnya kita lakukan.”
Sekali lagi gadis itu mengangguk.
Kali ini, Masumi tahu dia merasa kecewa karena Maya mengikuti kemauannya.
=//=
Maya terdiam di kamarnya, dia tidak bisa tidur. Jika sedang ditinggalkan sendirian oleh Masumi, Maya selalu saja  memikirkn hal-hal yang membuatnya pesimis. Benarkah Masumi tidak keberatan dengannya yang tidak dapat bersuara? Bagaimana jika suaranya tidak dapat kembali? Maya takut. Takut sekali.
Apakah aku selamanya akan seperti ini? Tidak dapat lagi berbincang-bincang di mobil saat Pak Masumi menyetir. Tidak dapat mengatakan betapa aku mencintainya. Pikirnya gelisah.
Dan jika aku tidak bisa berbicara, tidak bisa berakting lagi… Bagaimana?
Bidadari Merah… aku ingin memainkan Bidadari Merah lagi… aku rindu berakting.
Aku… ingin Pak Masumi melihatku berakting lagi…
Dia ingin melihat Masumi. Ingin berada di samping pria itu. Masumi selalu membuatnya merasa lebih kuat. Membuatnya merasa mampu melakukan apa pun.
Pak Masumi…
Maya beranjak dari tempat tidurnya.
Maya keluar dari kamarnya, mencari Masumi. Dilihatnya Masumi sedang membaca sesuatu di ruang tengah. Beberapa saat Maya hanya mengamatinya dari belakang. Sebenarnya Maya berniat memanggilnya, namun dia sadar suaranya tidak akan terdengar.
Ragu-ragu sejenak apakah dia lebih baik menghampirinya atau tidak. Dia takut mengganggu Masumi.
Pria itu tiba-tiba menoleh, ke arahnya. Keduanya sama-sama terkejut.
“Maya…!” pria itu terkesiap, “kau belum tidur?” Masumi meletakkan buku yang tengah dibacanya. “Ada apa?” tanyanya khawatir.
Maya akhirnya menghampiri pria tersebut.
Masumi mengulurkan tangannya saat Maya mendekat padanya dan Maya menyambutnya. Gadis itu lantas duduk di samping Masumi. Pria itu merangkulnya dan Maya menyandarkan dirinya ke dada Masumi.
“Kenapa? Tidak bisa tidur?” tanya Masumi.
Maya mengangguk.
“Ada yang kau risaukan Sayang?” tanya Masumi lembut.
Maya tertegun mendengarkan panggilan Masumi untuknya.
Sayang…
Terdengar begitu penuh cinta dan menyentuh.
Wajah gadis itu merona. Masumi tersenyum.
“Kau keberatan aku memanggilmu ‘Sayang’? Saat di Yokohama kau gembira sekali kupanggil begitu,” katanya, “walaupun saat itu kau sedang mabuk dan sepertinya apa pun membuatmu senang,” imbuhnya.
Gadis itu terkekeh, lantas menggelengkan kepalanya.
Dia menulis di tangannya. “A-ku-se-nang-te-ri-ma-ka-sih.”
Masumi tersenyum.
“Sebaiknya kau cepat tidur. Dokter bilang kau harus cukup istirahat. Apalagi besok, aku akan mengajakmu bermain ke pantai,” hibur Masumi.
Gadis itu belum puas bermanja-manja pada kekasihnya. Tapi Maya akhirnya mengangguk juga.
“Ayo sini, kutemani sampai kau tidur,” Masumi berdiri dan merentangkan kedua tangannya.
Maya tersenyum ceria. Dia lantas naik ke atas sofa dan lompat ke pelukan pria itu.
Bruk!!
Masumi memeluknya dengan cekatan sementara Maya melingkarkan tangannya di leher pria itu.
“Dasar manja!” goda Masumi.
Maya hanya menjulurkan lidahnya.
“Eh, aku pernah melihat yang seperti ini,” kata Masumi sambil mulai berjalan. “Di penangkaran orang utan,” pria itu terkekeh.
Maya mengerucutkan bibirnya.
“Anak-anak orang utan digendong seperti ini,” ledek Masumi.
Maya cemberut, lantas tersenyum menyeringai.
“Pa… pa!” katanya, memanggil Masumi.
“Heh!” Masumi pura-pura marah dengan panggilan Maya. “Apa maksudmu?!” pria itu mengadukan dahinya dengan dahi Maya.
Maya tertawa dalam gendongan Masumi. Begitu juga kekasihnya.
Keduanya sudah sampai di kamar Maya.
Masumi menurunkan Maya di pinggir tempat tidurnya dalam posisi terduduk. Masumi sendiri berlutut di hadapannya dan masih melingkarkan tangannya di pinggang Maya. Kedua tangan gadis itu juga masih melingkar di lehernya.
“Ada sesuatu yang kau pikirkan?” tanya Masumi, memandang kekasihnya.
Maya terdiam sebentar, menunduk, lantas kembali menatap Masumi dengan pandangan sedikit suram. Gadis itu lantas mengangguk.
“Apa yang kau pikirkan?” tanyanya lembut, menyisihkan poni Maya dengan telunjuk dan ibu jarinya, mengamati gadis itu.
Maya terdiam sejenak, lantas menyentuh lehernya sendiri.
“Su… a… ra… ku…” dia menggerakkan bibirnya. “Bi… da… da… ri… me… rah…” Lalu dia menyentuh dada Masumi. “Pak… Ma… su… mi…”
Masumi mengamati wajah kekasihnya, lalu tersenyum. Dia mengerti apa yang gadis itu pikirkan.
“Maya, jika aku kehilangan pekerjaanku di Daito dan tidak menjadi direkturnya lagi, apa kau akan berhenti mencintaiku?” tanya Masumi.
Maya tertegun lantas menggelengkan kepalanya.
“Jika ayahku mengusirku dan aku kembali menjadi seorang pria sebatang kara, apa kau akan berhenti mencintaiku?”
Maya kembali menggelengkan kepalanya.
“Dan jika aku kehilangan suaraku, apa kau… akan berhenti mencintaiku?”
Maya memandang Masumi. Dia mengerti maksud pria itu. Sekali lagi Maya menggelengkan kepalanya. Tanpa disadari air matanya menetas.
Masumi menghapus air mata Maya dengan lembut.
“Jangan menangis…” kata Masumi. “Kau tidak boleh menangisi sesuatu yang sudah terjadi.” Pria itu menangkup wajah Maya. “Kau juga jangan menangisi sesuatu yang belum terjadi.” Kedua ibu jari itu tidak berhenti menghapus air mata Maya. “Air matamu hanya akan sia-sia,” Masumi mengarahkan wajah gadis itu kepadanya dan tersenyum.
Maya mengangguk.
“Aku kan sudah bilang. Kau itu sebenarnya gadis yang kuat, aku paling tahu itu. Kau akan bisa melalui ini semua. Kau akan berdiri di atas panggung lagi. Menjadi Bidadari Merah dan memerankan apa pun di atas panggung. Aku yakin hari itu akan datang. Aku akan melakukan apa pun untuk memastikannya,” kata Masumi, bertekad.
Pak Masumi…
Maya memandangi pria itu.
Apa yang sudah kulakukan? Aku sudah berjanji tidak akan menangis lagi tapi tetap saja menangis. Tetap saja membuat Pak Masumi khawatir…
Maya merutuki dirinya.
“Dan jika kemungkinan terburuk, suaramu memang tidak kembali,” kata Masumi, tercekat. “Aku akan tetap mencintaimu.”
“Pak… Ma… su.. mi…” gumam Maya tak terdengar.
“Karena yang kucintai, adalah Maya yang ini,” Masumi menepuk-nepuk kepala Maya, “dan semangat yang ada di dalamnya.” Masumi tersenyum.
Maya juga tersenyum lagi.
“Gadis mungil di hadapanku, yang usianya sebelas tahun lebih muda. Yang kabur dari rumah demi mengejar cita-citanya. Yang mencintai akting dengan segenap jiwanya. Yang bakatnya luar biasa dan tidak pernah berhenti membuatku terpesona.” Masumi memandangi mata bening Maya bergantian. “Yang jika memandang matanya, membuatku serasa melayang. Tersedot ke sisi ruang dan waktu dari galaksi lain dan tidak bisa berpikir jernih. Jika merasakan sentuhannya, akan menyebarkan kehangatan dan memberikan ketenangan.” Pandangan Masumi beralih kembali ke bibirnya. “Dan ciumannya, membuat jiwaku damai dan gelisah secara bersamaan,” wajah pria itu merona.
Begitu juga gadis di hadapannya.
Pak Masumi…
Setiap kata-kata Masumi terdengar begitu tulus dan membuat Maya sangat tersanjung. Senyuman bahagia terlukis di tengah-tengah wajahnya yang merah merona.
“Kau tidak mengatakan ‘tidak boleh gombal’ lagi?” canda Masumi.
Maya tersenyum malu dan menyurukkan wajahnya di pundak pria itu.
Aku sangat mencintaimu Pak Masumi… Sangat, sangat, sangat, mencintai Pak Masumi.
Gadis itu mengeratkan pelukannya. Dia ingin cepat-cepat bisa menyuarakan isi hatinya itu kepada kekasihnya.
“Sudah, tidurlah sekarang, agar tubuhmu tidak terlalu lelah,” kata Masumi sambil membelai lembut kepala gadis itu. “Aku akan mengambil bukuku dulu dan menungguimu di sini sampai kau tertidur. Setuju?” tawar Masumi.
Tapi gadis itu tidak melepaskan pelukannya.
“Maya…?” panggil Masumi.
Maya mengangkat wajahnya, menoleh. Menelan ludahnya dan mengumpulkan keberaniannya. Dia sangat mencintai pria ini. Begitu juga Masumi. Maya tahu Masumi pun sangat mencintainya. Kenapa jiwa yang saling tertarik, saling menginginkan satu sama lain tidak boleh bersatu?
Masumi bisa merasai nafas Maya, dari bibirnya yang sedikit terbuka, terasa hangat di pipinya. Lalu terasa hangat di bibirnya.
Maya…
Gadis itu menciumnya. Spontan Masumi membalasnya. Tidak seperti di teras, tidak butuh waktu lama bagi keduanya untuk mulai berciuman dengan penuh kebutuhan.
Masumi berusaha membaca apakah yang diinginkan gadis itu. Dia tidak mau menyakitinya.
“Maya…” Panggil Masumi.
Mata gadis itu terbuka, tapi dia tidak menghentikan ciumannya. Dari cari Maya memandangnya, Masumi tahu itu bukan pandangan seorang gadis yang masih anak-anak. Itu adalah pandangan seorang wanita. Wanita dewasa, menatap penuh damba pada pria yang dicintainya.
Terombang-ambing dengan perasaan dalam diri mereka, baik Maya dan Masumi tidak ada yang berusaha menahan diri lagi. Gadis itu kini terbaring, entah sejak kapan, dengan Masumi dan sentuhannya yang membuat suhu tubuh gadis itu semakin meningkat berada di atasnya. Maya sedikit terkesiap, saat tangan Masumi turun dari lehernya, ke bahunya dan mulai menyentuh bagian tubuhnya yang ranum.
Nafas pria itu juga sempat terhenti menyadari perbuatan kurang ajar tangannya tersebut. Ah, sekali lagi, kesalahan yang membuaikan.
Akhirnya Masumi membuka kancing atasan piyama Maya. Matanya sedikit melebar melihat kemulusan kulit kekasihnya itu dan apa yang tersembunyi dibalik pakaian gadis itu selama ini.
Maya merasa malu dengan cara Masumi memandanganya. Kedua tangannya berusaha menghalangi, tapi Masumi menyingkirkannya. Pria itu kembali membenamkan wajahnya, kali ini di leher Maya. Tangannya menyingkirkan seutas tali dari bahu gadis itu dan menggantikan dengan sentuhan bibirnya. Nafas keduanya semakin memburu.
Tapi pikiran Masumi masih kalut.
Benarkah ini yang diinginkan kekasihnya? Dia mendapatkan jawabannya saat jemari Maya yang terbenam di punggung dan rambutnya, beralih ke kancing piyamanya, berusaha membukanya, tapi tidak bisa.
Masumi mengangkat tubuhnya, membuka kancingnya sendiri. Maya berusaha meraih kancing yang berada di bagian bawah dan hanya berhasil melepas salah satunya. Masumi dengan cepat membuat tubuh bagian atasnya terlihat, mengintip dari balik kemeja piyamanya. Memamerkan otot tubuhnya yang terbentuk sempurna, bergerak naik turun dengan cepat, memburu, sesuai sirkulasi udara yang keluar masuk rongga pernafasannya.
Maya menunggu dengan tidak sabar. Sesuatu membuatnya merasa tidak sabar.
Pria itu kembali kepada kekasihnya. Dengan matanya, bibirnya, tangannya, mencoba menyampaikan rasa cinta yang dimilikinya. Sampai tangannya mencapai pinggang gadis itu, menyelipkan satu dari lima jemarinya di karet celana piyama Maya. Pria itu berhenti bergerak.
Angannya yang sudah bergerak lebih maju dari tubuhnya, mengingatkannya pada sesuatu.
Maya membuka matanya, menatap Masumi penuh tanya. Ada masalah apa?
Masumi mengangkat tubuhnya sedikit, horizontal dan berjarak. Menatap mata Maya dengan risau.
“Sayang, aku…” bisiknya ragu.
Rasa risau itu menular pada Maya.
“Ada apa…?” tanya gadis itu khawatir.
Masumi menelan ludahnya.
“Aku… tidak punya…” Masumi memberi isyarat dengan matanya pada tubuh bagian bawah mereka.
Maya mengikuti arah pandangan mata pria itu dan kembali beralih ke wajah Masumi yang memerah.
“Pengaman…” terang Masumi, berbisik.
Maya tertegun sebentar. Wajahnya memanas lebih banyak lagi. Dia mengerti yang Masumi khawatirkan.
“Maaf…” Masumi menutupi tubuh bagian atas Maya yang masih terasa sangat menggodanya lalu berguling ke sampingnya.
Maya mengancingkan kembali bajunya dengan perasaan masih tidak menentu. Dadanya berdebar sangat kuat dan seluruh tubuhnya, terutama wajahnya masih memanas.
“Maafkan aku… aku tidak berniat…” Masumi memberi jeda. “Jadi aku…” Kembali dia memberi jeda. “Maaf…” katanya sekali lagi.
Keduanya masih merasa canggung atas yang baru saja terjadi.
Maya melirik kepada Masumi, dilihatnya wajah pria itu yang merona sangat malu. Maya merasa pria itu terlihat manis sekali. Tidak pernah dia terlihat seperti itu sebelumnya. Masumi pun menoleh ke arahnya. Maya lalu tersenyum, Masumi juga. Keduanya lantas menahan tawa dan mulai tertawa cekikikan.
“Suka…” Maya menggerakkan bibirnya.
Masumi tertegun.
“A… ku… sa… ngat… me… nyu… ka… i… pak… ma… su… mi…” ucap gadis itu.
Wajah pria itu berseri, bahagia.
Dia tidak dapat memberikan malam yang sempurna bagi kekasihnya, karena dia takut hal itu akan menghancurkan impian Maya. Resiko sekecil apa pun dia tidak mau mempertaruhkan masa depan gadis itu.
Masumi bangkit, mulai mengancingkan kembali piyamanya. Dia meraih selimut dan menutupi tubuh Maya.
“Tidurlah,” kata Masumi, “nanti aku kembali, aku akan menemanimu sampai kau tertidur.”
Maya mengangguk mengerti dan Masumi turun dari tempat tidurnya keluar dari kamar Maya.
Masumi kembali dengan sebuah buku. Gadis itu menatapnya. Pandangannya mengikuti Masumi yang menuju sebuah meja dan duduk di kursinya.
“Sudah, tidur!” kata Masumi, pura-pura melotot.
Maya tertawa kecil dan kemudian memejamkan matanya.
Perasaan Masumi sebenarnya masih tidak tenang. Apalagi sikap Maya yang seperti tidak mengerti bahwa setelah apa yang hampir terjadi tadi, gadis itu adalah godaan hebat bagi dirinya. Beberapa puluh menit membaca satu halaman yang sama, Masumi lantas menoleh kepada Maya. Sepertinya gadis itu sudah benar-benar tertidur.
“Maya…” panggilnya lembut.
Maya bergeming.
Masumi tersenyum simpul, lega. Tapi dia tidak berani menyentuhnya lagi. Masumi beranjak ke ambang pintu, memandangi Maya sebentar, meraih saklar listrik lalu mematikan lampunya dan keluar.
=//=

Maya mengulat di tempat tidurnya lantas mengucek-ngucek matanya sebentar. Mata gadis itu mengamati kamarnya berkeliling. Dia ingat kembali bahwa dia saat ini sedang di Izu, berlibur dengan Masumi.
Pak Masumi…
Maya segera mengingat Masumi. Kekasihnya yang sudah menjaganya selama ini.
Apakah dia sudah bangun?
Maya segera melompat dari tempat tidurnya.
Eh?!
Maya tiba-tiba terdiam, mematung saat ingatannya otomatis kembali pada kejadian semalam. Dia bisa merasakan wajahnya kembali memanas.
Bruk!
Gadis itu terduduk di sisi tempat tidur. Tubuhnya lemas, dan dia merasa sangat malu. Semalam dia dan Masumi hampir lepas kendali. Dirinya terbawa perasaan emosional yang mengungkungnya.
Tadi malam perasaan masih menguasai logikanya. Tapi sekarang pikirannya sudah jernih kembali.
A, aduh, apa yang kulakukan tadi malam?
Gadis itu bisa mengingat semuanya dengan jelas. Mengingat Masuminya dengan jelas. Bagaimana kekasihnya itu menyentuhnya, menciumnya, menatapnya dan menyebut namanya. Tangan kedua gadis itu kini menutupi wajahnya yang terasa panas. Malu.
Aku tidak akan sanggup bertemu dengannya lagi…
Batinnya.
Setelah gelisah beberapa saat. Berlatih di depan cermin untuk menyapa Masumi dengan ‘wajar’, akhirnya gadis itu keluar juga.
Maya membersihkan diri ke kamar mandi. Setelah berganti pakaian, dia turun. Maya tidak melihat Masumi di lantai dua, dia lantas turun ke lantai satu. Dari dapur terdengar suara masakan. Maya juga mendengar ada samar-samar suara dari sebuah ruangan.
Maya memutuskan untuk pergi ke dapur. Dilihatnya seorang wanita sedang ada di sana. Perawakannya sedang, usianya sekitar 40 tahunan bergerak lincah ke sana kemari. Dengan segera dia menyadari kehadiran Maya di sana.
“Halo Nona, selamat pagi,” katanya, seraya melap tangannya pada apron yang dikenakannya dan menghampiri Maya.
Maya menganggukkan kepalanya sedikit malu-malu.
“Anda pasti Nona Maya. Saya Mitsui. Kalau Tuan Masumi sedang ada di sini, biasanya saya yang memasakkan untuknya.” Kata Mitsui.
Maya kembali hanya terdiam dan mengangguk.
“Tuan Masumi sedang ada tamu. Mungkin dia akan sarapan sedikit terlambat. Jadi katanya Nona Maya sarapan duluan saja.” Mitsui mengulang kembali instruksi Tuannya. “Mau sarapan sekarang Nona?” tawarnya.
Maya menggelengkan kepalanya.
“Ber… sa… ma… Pak… Ma… Su… Mi… sa… ja…” Maya membuka mulutnya.
“Mau sarapan bersama Tuan Masumi?” Mitsui memastikan.
Maya mengangguk sambil tersenyum.
“Baiklah. Nanti hanya tinggal dipanaskan sebentar saja di microwave kalau sudah dingin.” Terang Mitsui.
Maya mengangguk berterima kasih lantas meninggalkan dapur. Maya menuju beranda. Memandangi pemandangan pagi itu. Indah sekali. Udaranya terasa sangat sejuk dan dia bisa melihat matahari terbit dengan cantiknya.
Kedua tangannya meremas pagar. Dia ingin melihatnya bersama Masumi.
Siapa tamu yang datang sepagi ini ke sini… Apakah urusannya sangat penting?
Maya termangu beberapa saat di beranda. Mengamati kembali ombak di lautan yang saling berkejaran, pepohonan yang saling melambai serta mentari pagi yang berbinar ramah, memberi kehangatan. Maya mengerti kenapa tempat ini bisa begitu menenangkan untuk Masumi. Begitu juga untuknya sekarang. Rasanya bisa berada di sini sampai kapanpun.
“Nona Maya…?!” Seseorang memanggilnya.
Maya membalikkan badannya dengan cepat. Dilihatnya Masumi dan Hijiri yang baru keluar dari ruang perapian.
Pak Hijiri!!
Wajah Maya terlihat senang melihat Hijiri. Maya berlari ke arahnya dan memeluknya. Maya merindukannya karena sudah lama tidak bertemu Hijiri. Walaupun kemarin bertemu di rumah sakit, tapi Maya tidak bisa menyapanya.
Masumi mengangkat alisnya sedikit. Cemburu. Hijiri memang orang kepercayaannya. Tapi tetap saja dia laki-laki. Walaupun Masumi bisa mengerti kedekatan yang Maya rasakan pada Hijiri karena dulu laki-laki itu adalah penghubungnya sekaligus penyambung lidahnya dan Mawar Ungu.
Namun ketimbang Maya, Hijiri lebih dulu menyadari pikiran yang memenuhi benak Masumi. Pria itu tersenyum hangat pada Maya dan perlahan menjauhkan badan gadis itu darinya.
“Bagaimana keadaanmu, Nona?” tanyanya.
“Baik…” Maya tersenyum senang.
“Syukurlah. Aku baru saja berbincang-bincang dengan Tuan Masumi menyampaikan kondisi medismu secara lengkap,” terang Hijiri.
Pak Masumi…
Maya melirik kepada Masumi yang sedang mengamatinya. Langsung saja, secara otomatis jantung gadis itu berdetak sangat cepat dan nafasnya sedikit sesak. Tanpa disadarinya genggaman tangannya di lengan Hijiri mengetat.
Eh?
Hijiri menyadarinya. Dia bertanya-tanya ada apa sebenarnya antara Tuannya dan Nona Mungil di hadapannya.
“Kau sudah sarapan, Maya?” tanya Masumi, berusaha terlihat tenang.
Gadis itu merona, menggelengkan kepalanya.
“Aku akan meminta Bu Mitsui menyiapkan sarapannya.” Kata Masumi.
“Biar saya saja,” sergah Hijiri yang segera beranjak ke dapur.
Sejenak Maya dan Masumi hanya terdiam mematung. Canggung.
Masumi bisa mengetahui bahwa sekarang Maya sudah menyadari sepenuhnya mengenai kejadian tadi malam. Gadis itu terlihat gugup. Masumi sendiri semalaman merasa tidak tenang. Karena satu dan lain hal, dia tidak bisa konsentrasi membaca buku, juga tidak bisa tidur. Diperlukan usaha lebih banyak sampai akhirnya dia bisa memejamkan matanya.
“Bagaimana perasaanmu Maya?” Masumi kembali melontarkan pertanyaan itu lagi.
“Baik-baik saja…” kata Maya, tersenyum.
Masumi balas tersenyum kepadanya.
Lantas keduanya kembali terdiam.
“Tuan, sudah saya sampaikan,” terang Hijiri yang kembali dari dapur. “Sekarang saya sudah harus pergi.”
Pria itu sedikit terheran melihat Maya dan Masumi masih berada di posisi yang sama sejak dia meninggalkan mereka tadi.
“Kau tidak tinggal dulu untuk sarapan bersama kami, Hijiri?” tanya Masumi.
“Tidak perlu Tuan, saya akan makan di perjalanan saja,” Hijiri menolak dengan sopan.
Maya dan Masumi mengantarkan Hijiri sampai ke pintu.
“Terima kasih Hijiri, nanti kukabari lagi jika memerlukan bantuanmu.” Kata Masumi.
Hijiri mengangguk sopan dan berpamitan. Maya melambaikan tangan kepadanya.
Keduanya kembali mematung di ambang pintu. Tidak tahu harus membicarakan apa.
“Sepertinya sarapannya sudah siap,” kata Masumi.
Maya cepat-cepat mengangguk menyetujui.
Keduanya lantas masuk kembali ke dalam.
Bu Mitsui tampak sudah selesai menghidangkan sarapan yang terlambat bagi mereka berdua.
“Terima kasih bu.” Kata Masumi.
Bu Mitsui mengangguk lantas permisi kembali ke dapur dan beres-beres.
“Ayo Maya, silahkan duduk,” Masumi menarikkan sebuah kursi untuk Maya.
Gadis itu mengangguk lalu duduk di sana.
Masumi duduk di hadapannya.
Kembali tidak ada yang bersuara di antara mereka. Hanya terdengar bunyi-bunyian dari peralatan makan keduanya.
“Maya…” akhirnya Masumi memulai. “Semalam…”
Masumi bisa melihat tangan Maya yang berhenti bergerak sebentar dan wajahnya yang semakin terbenam.
“Maafkan aku,” kata Masumi, memandangi gadis di hadapannya.
Maya tertegun mendengar perkataan Masumi.
Permintaan maaf untuk apa? Karena dia tidak punya sesuatu yang mereka butuhkan atau karena dia sudah bertindak melebihi batas?
Maya mengangkat wajahnya memandang Masumi, merona. Gadis itu menggelengkan kepalanya. Dia sama sekali tidak menyalahkannya. Dia cukup mengerti kejadian semalam di luar rencana mereka. Terlebih lagi, dia yang sudah mencium Masumi lebih dahulu.
Maya meraih telapak tangan Masumi dan mulai menulis.
“Pak-Ma-su-mi-a-ku-ti-dak-ta-hu-ke-na-pa-An-da-me-min-ta-ma-af,” Maya menatap Masumi sekilas, “ta-pi-a-ku-sa-ma-se-ka-li-ti-dak-me-nya-lah-kan-mu,” Gadis itu kembali menatap Masumi sebelum kembali menulis, “se-jak-a-ku-me-mu-tus-kan-un-tuk-ti-dak-pergi-a-ku—“ Maya terlihat ragu-ragu sebelum kemudian melanjutkan, “su-dah-me-nye-rah-kan-di-ri-ku-ke-pa-da-mu-pak-Ma-su-mi…” Maya menuliskan lambat-lambat. “Mi-lik-mu.”
Masumi tertegun dan perlahan tapi pasti dadanya berdebar semakin keras.
[Sudah menyerahkan diriku kepadamu. Milikmu.]
Masumi menatap gadis itu dalam. Wajah Maya terlihat merah padam. Pasti dia sangat malu menyampaikannya.
Pengaruh kata-kata itu sangat luar biasa bagi Masumi. Dia sangat bahagia mengetahuinya. Mengetahui bahwa Maya Kitajima adalah miliknya, milik Masumi Hayami.
“Aku akan menjagamu,” tekadnya. “MAYA-KU,” pria itu menggenggam tangan kekasihnya dengan erat.
Maya tersenyum bahagia dan mengangguk percaya.
=//=
“Maya jangan lupa kembang apinya!” seru Masumi saat memasukkan beberapa barang ke dalam mobil.
Maya berlari-lari kecil sambil membawa kembang api dengan riang mendekati Masumi. Selain itu mereka juga membawa alas dan makanan untuk di sana.
“Ada lagi?” tanya Masumi.
Maya berpikir sebentar lalu menggeleng.
“Ayo berangkat!” Ajak Masumi, membukakan pintu mobil untuk Maya.                                                                              
=//=
Hanya sebentar saja mereka berkendara untuk menuruni bukit, Masumi segera memarkirkan mobilnya. Mereka lantas menurunkan alas dan makanan tersebut. Masumi menggandeng tangan Maya menuju pantai. Sekarang sudah hari minggu, akhir pekan. Namun tidak ada siapa pun di sana. Hanya ada mereka berdua saja.
“Di sini saja,” Masumi berhenti.
Keduanya lalu menghamparkan alasnya.
Maya menyentuh Masumi dan pria itu menoleh.
“Su… dah… la… par?” tanya Maya saat keduanya mulai terduduk.
Pria itu menggelengkan kepalanya.
“Belum, kau?” tanya Masumi.
Maya menggelengkan kepalanya. Gadis itu lantas menyandarkan kepalanya di lengan Masumi. Keduanya menikmati pemandangan di hadapannya.
Maya teringat sesuatu. Dikeluarkannya sebuah lotion dari tasnya. Dia mengeluarkan di telapaknya dan memberikan botolnya pada Masumi.
“Apa ini?” tanya Masumi, sambil membaca botolnya sementara Maya memakainya. “Oh, tabir surya?”
Maya mengangguk.
“Sayang, sudah terlambat kau memakainya. Di sini dikatakan, oleskan 10 menit sebelum terpapar sinar matahari…” gumam Masumi sambil membaca tabelnya.
“Bi… ar… sa… ja…” kata Maya, lantas menjulurkan lidahnya.
Masumi terbahak, tapi dia juga akhirnya mengoleskannya di tangannya. Dia memakai kemeja tangan panjang longgar berwarna putih hari itu yang  lengannya digulung beberapa senti dari pangkalnya, serta celana panjang berwarna cream. Maya sendiri mengenakan dress pantai sebatas lutut berwarna hijau yang terlihat berkibar-kibar tertiup angin.
Masumi menggulung ujung celana panjangnya dan Maya memperhatikan.
“Ada apa?” tanya Masumi, saat dia mengoleskan lotion tersebut pada punggung telapak kakinya.
Maya mengalihkan pandangannya ke wajah Masumi.
“A… ku… be… lum… per… nah… me… li… hat… ka… ki… mu…” kata Maya polos.
Masumi tertegun, entah kenapa kata-kata gadis itu membuatnya sedikit malu.
“Jadi kau mau mengintip ya?” ledek Masumi.
Wajah gadis itu memerah.
“Enak saja!” kata Maya, terlihat sewot dengan tuduhan Masumi.
“Sudah mengaku saja, kau mau melihat berapa banyak?” godanya.
Maya mengerucutkan bibirnya.
“Mesum!!” katanya, sambil mengoleskan sisa lotion pada wajah Masumi dan berlari.
Masumi segera bangkit mengejar gadis itu. Keduanya terlihat berlarian di sisi pantai.
“Tunggu! Jangan lari kau!” seru Masumi.
Masa mau ditangkap tidak lari….
Pikir Maya sambil terus berlari semakin cepat.
Tapi langkah kaki Maya tidak sebanding dengan langkah kaki Masumi yang cepat dan panjang. Tidak berapa lama Masumi berhasil menangkap pinggang gadis itu.
“Kena kau!!” serunya.
Masumi lantas menjatuhkan keduanya ke atas pasir.
Maya terlihat tertawa terbahak-bahak. Dia memicingkan matanya karena matahari yang terasa menyilaukan. Namun tidak berapa lama panas matahari sudah tidak menyentuh wajahnya. Maya membuka matanya. Dilihatnya wajah Masumi di atas wajahnya. Pria itu tersenyum.
Maya menyentuh pipi Masumi. Lotion yang tadi dia oleskan masih ada di sana. Gadis itu pun tersenyum sambil mengusap-usap pipi Masumi dengan telapaknya.
Pria itu mendekatkan wajahnya pada Maya dan mencium gadis itu.
“Apa aku sudah bilang kalau kau cantik sekali hari ini?” tanya Masumi.
Maya tertawa kecil, malu.
Masumi bangkit dan menarik gadis itu bangun. Sudah banyak pasir yang menempel di pakaian mereka. Keduanya lantas berjalan di sisi pantai sambil bergandengan tangan. Kembali pada tempat mereka meninggalkan barang-barangnya.
Maya lalu mengeluarkan bekal makan siang yang mereka buat berdua sebelumnya. Sandwitch tuna, pudding dan buah semangka yang mereka beli kemarin.
“Enak!” kata keduanya bersamaan saat mencoba makanannya.
“Ahh… segar sekali kalau makan semangka saat panas-panas begini,” kata Masumi.
Maya mengangguk setuju.
“Maya, ayo kita membangun istana pasir,” ajak Masumi.
[Memang bisa?] Maya menulis di atas pasir.
“Tentu saja, aku dulu pernah juara pertama saat ada lomba membangun istana pasir saat SD, tahu…” kata Masumi, pamer.
[tapi itu kan dulu…!] Maya memasang wajah meremahkan.
“Lihat saja, akan kubuktikan,” kata Masumi angkuh.
Keduanya mulai mengambil pasir-pasir basah untuk dibangun.
“Kau mau dibuatkan apa?” tanya Masumi.
Maya tampak berpikir, lantas mengangkat bahunya dan menggeleng.
“Ya sudah…” Masumi mulai menumpuk pasir-pasir dan membentuknya. “Kita buat rumah masa depan kita saja,” kata Masumi.
Maya tertegun.
Rumah masa depan kami…
“Kau ingin rumah seperti apa?” Tanya Masumi. Menggulung lengannya lebih atas melewati sikunya.
Maya tersenyum hangat kemalu-maluan. Dia berpikir sebentar.
“A… ku… ti… dak… ta… hu…” Maya menggelengkan kepalanya.
“Kau ingin rumah bergaya Jepang atau modern?” tanya Masumi.
“Ter… se… rah…” jawabnya.
Masumi menegakkan badannya.
“Sayang, kalau kau menjawab seperti itu, rumah kita tidak akan pernah selesai dibangun…” keluh Masumi.
Maya tersenyum kecil malu-malu. Dia sangat senang setiap kali Masumi memanggilnya sayang.
“Dulu rumah Ayah bergaya Jepang,” terang Masumi sambil mulai membentuk-bentuk pasirnya. “Namun setelah kebakaran, Ayah membangunnya lagi dengan gaya modern,” paparnya.
[Modern] Maya menulis di atas pasir.
“Modern?” Masumi mengangkat alisnya. “Baiklah.” Masumi tersenyum.
“Kau pasti ingin ada ayunannya,” kata Masumi.
Maya segera mengangguk dengan wajah ceria.
“Kalau begitu harus ada halamannya. Kau mau halaman depan atau halaman belakang?” Masumi kembali menoleh kepada Maya.
Maya menunjukkan dua buah jarinya.
“Kau ingin keduanya?” Masumi tampak berpikir. “Baiklah, jadi halamannya pasti luas.”
Maya kembali mengangguk.
“Hei, aku ingin rumah kaca. Kau mengijinkan jika kita mempunyai rumah kaca?” tanya Masumi.
Maya mengerucutkan bibirnya dan memutar matanya ke atas, berpikir.
“Ayolah Nyonya, boleh ya…” bujuk Masumi.
Gadis yang dipanggil Nyonya dengan murah hati menganggukkan kepalanya.
Masumi tersenyum lebar berterima kasih.
Maya lalu tertawa. Kadang kekasihnya itu memang suka bertingkah konyol. Maya lalu menarik lengan kemeja Masumi.
[Mawar ungu] tulisnya.
“Mawar ungu? Kau ingin  ada taman mawar ungu?” tanya Masumi, memastikan.
Maya mengangguk.
“Tapi kalau ada taman mawar ungu, aku sudah tidak bisa memberimu buket mawar ungu lagi nanti…” katanya.
“Ke… na… pa?” Maya terheran.
“Kau kan tinggal memetiknya sendiri!” protes Masumi.
Maya kembali tertawa.
[Air mancur] gadis itu kembali menulis.
Keduanya terus membangun rumah pasir sambil bercanda. Maya sangat menikmatinya. Sesekali mereka berfoto, atau saling mengusapkan pasir ke wajah masing-masing lantas berkejaran ke tepi pantai. Akhirnya setelah begitu banyak selingan, rumah pasir yang Masumi bangunkan untuk Maya selesai juga.
“Bagimana?” Tanya Masumi, puas.
Maya memandangi rumah pasir itu. Sekarang dia tahu apa kelemahan Masumi. Pria itu tidak bisa membangun rumah pasir. Maya melirik tidak puas ke arah Masumi.
[Katanya waktu SD pernah juara membangun istana pasir] tulis Maya.
“Sungguh kok,” kata Masumi, membela diri. “Hanya saja rupanya kemampuanku tidak meningkat sejak aku SD dulu,” imbuhnya.
Maya menahan tawanya lalu tertawa lepas. Begitu juga Masumi.
Maya lalu menarik tangan Masumi.
“A-ku-ti-dak-ke-be-rat-an-ting-gal-di-ma-na-pun-se-la-ma-a-ku-ber-sa-ma-mu-pak-ma-su-mi,” tulisnya.
Gadis itu lalu mengangkat wajahnya, memandang Masumi yang menatap lembut ke arahnya.
Pria itu tersenyum. Disentuhnya wajah Maya.
“Kau tidak tahu, betapa bahagianya aku dengan ucapanmu, Sayang…” ujarnya.
Maya mengangkat badannya dan memeluk pria itu.
=//=
Masumi menyerahkan sekaleng jus dingin untuk Maya dan membuka sekaleng kopi untuknya sendiri. Beberapa saat keduanya kembali menikmati segarnya hembusan angin dan memandangi ombak yang saling berkejar-kejaran.
“Maya,” panggilnya.
Maya menoleh.
“Coba kau katakan sesuatu kepadaku,” kata Masumi.
Alis gadis itu bertaut, bingung.
“Aku ingin lebih pandai membaca bibirmu,” jelas Masumi.
Gadis itu mengangguk, lantas mengucapkan sesuatu.
“Mawar ungu,” tebak Masumi.
Maya mengangguk. Kemudian bicara lagi.
“Sandiwara,” Masumi kembali menebak.
Gadis itu kembali mengangguk.
“Maya, coba katakan sesuatu yang lebih sulit dan lebih panjang dengan lebih cepat,” kata Masumi.
Maya berpikir.
“Ayo, cobalah,” pinta Masumi.
Gadis itu mengangguk. Maya mulai mengatakan sesuatu.
Masumi mengamatinya.
“Aku tidak mengerti,” ujarnya setelah terdiam beberapa saat.
Maya mengerucutkan bibirnya. Sudah capek-capek dia bicara.
Masumi tergelak, ditariknya pinggang Maya dan didekatkannya hidungnya pada hidung Maya.
“Maaf, maaf,” katanya. “Aku akan belajar lagi membaca bibirmu,” pria itu menggesekkan hidung keduanya.
Maya tersenyum. Dia lalu menangkup pipi pria itu. Dinginnya tangan Maya karena habis memegang kaleng jus, terasa di pipi pria itu.
“Aku mencintaimu…” Maya menggerakkan bibirnya.
“Aku juga mencintaimu, Maya…” Masumi tersenyum dan mengecup bibirnya.
Setelah belajar membaca bibir Maya, pria itu meminta Maya menuliskan sesuatu di telapaknya sementara Masumi memejamkan matanya. Ternyata membaca tulisan memang lebih mudah daripada membaca bibir. Masumi tidak pernah salah menebak apa yang Maya tulis.
Pria itu mencari cara berkomunikasi dengan kekasihnya itu lebih banyak. Masumi juga menyadari bahwa komunikasi di antara keduanya memang terganggu secara verbal. Tapi Masumi jadi semakin pandai membaca ekspresi wajah Maya. Karena dia jadi lebih perhatian pada setiap perilakunya dan gadis itu pun sudah semakin pandai menggunakan bahasa tubuhnya.
Masumi ingat sekali, dulu Mayuko pernah menunjukkan kepadanya, bahwa kelemahan Maya adalah dia belum mampu menggunakan tubuhnya secara maksimal untuk mengekspresikan perasaannya dalam berakting sebaik Ayumi. Tapi sepertinya sekarang gadis itu sudah mengalami kemajuan yang pesat. Selain dari segi pembawaan yang semakin sempurna semenjak pulang dari Perancis, sejak Maya tidak dapat berbicara, dia semakin pandai menggunakan ekspresi dan bahasa tubuh untuk menyampaikan maksudnya.
Masumi terdiam, memikirkan sesuatu.
“Maya,” pria itu mengelus kepala Maya. Gadis itu menoleh.
“Bisakah kau berpantomim untukku?” tanyanya.
Maya terlihat bingung.
“Aku ingin kau memerankan sesuatu, nanti aku akan menebaknya,” kata Masumi.
Mata Maya berbinar. Dia lalu mengangguk dengan semangat.
“Hei, kalau aku berhasil menebaknya, berikan aku hadiah ya…” pintanya.
Maya hanya tertawa.
Gadis itu lalu memulai aktingnya.
Dia tampak seperti bersembunyi, mengamati sesuatu. Pandangannya terlihat sedih dan merana. Sepertinya yang diamatinya sudah pergi. Dia keluar, susah payah beringsut dengan kedua kakinya menempel.
Aku tahu…
Pikir Masumi.
Maya lalu mengeluarkan sesuatu, meminumnya. Gadis itu lantas memegangi tenggorokannya dengan wajah sangat kesakitan. Lantas dia memandangi kakinya, perlahan-lahan kakinya terbuka. Bersusah payah Maya berusaha berdiri sementara memegangi tenggorokannya. Wajahnya terlihat sangat menderita.
Maya memerankan putri duyung yang jatuh cinta kepada pangeran manusia. Dia lantas mengorbankan suaranya untuk mendapatkan sepasang kaki.
“Putri Duyung!” kata Masumi.
Gadis itu tersenyum lebar dan mengangguk.
Tidak lama kemudian ekspresi Maya berubah, wajah gadis itu merona. Dia menggerakkan badannya, berdansa. Memandang pasangannya penuh cinta. Lantas keduanya terpisah.
Maya membaringkan dirinya, kemudian matanya terbuka. Wajahnya sangat terkejut melihat sesuatu di sampingnya. Dia menangis, sangat sedih. Tangannya meraih sesuatu. Dari cara menggenggamnya Masumi tahu itu sebuah belati. Maya lantas menusukkan belati itu ke perutnya.
“Juliet…” tebak Masumi. Bergumam.
Pria itu hampir lupa kalau mereka sedang bermain-main. Akting Maya membuatnya larut dan terpesona. Betapa dia sangat menyukai Maya yang sedang berakting.
Setelahnya Maya memainkan beberapa peran lainnya. Aldis, Ophelia, Putri Bunga Kaca Piring dan Bianca.
Lantas Maya membalikkan badannya, memunggungi Masumi. Gadis itu terdiam beberapa saat sebelum kembali berbalik. Wajahnya terlihat datar dan dingin.
Deg!
Masumi sangat terkejut. Diamatinya gadis itu dengan penasaran.
Maya menggerakkan sebelah tangannya ke depan, lalu sebelah lagi, bergiliran. Kadang perlahan, kadang keras dan kasar. Namun gerakannya sangat anggun dan ekspresinya begitu agung.
Itu…?!
Masumi baru menyadari bahwa gerakan tangan Maya seirama dengan gerakan ombak di belakangnya. Seolah-olah lautan itu bergerak atas kehendaknya.
Maya lantas membungkukkan badannya dengan kedua tangannya memutar dari belakang dan menjulur ke depan.
Wuushh~~!!!
Sebuah angin yang sangat besar berhembus menerpa Masumi. Pria itu memicingkan matanya. Maya masih membungkukkan badannya dan rambutnya berkibaran. Gadis itu lalu mengangkat kembali badannya tegak lurus. Angin yang besar itu sudah berhenti. Masumi membuka matanya kembali. Dilihatnya Maya yang sedang memandangnya. Ekspresinya yang agung masih terlihat. Sinar matahari yang berada di belakang kepalanya sore itu,  membuat Maya terlihat seperti seorang dewi yang turun dari langit.
Masumi tahu, tanpa banyak pertimbangan Maya telah memilih tempat yang tepat untuk berdiri dan berakting.
“Bidadari Merah…” desis Masumi, takjub.
Masumi bisa merasakan dadanya berdebar hebat melihat gadis di hadapannya. Bulu kuduknya meremang.
Kemudian ekspresi Maya berubah. Lebih manusiawi, dan cantik. Wajahnya penuh kasih. Menatap Masumi penuh cinta. Gadis itu tersenyum, polos dan manja. Pandangannya teduh dan mengasihi.
Jantung Masumi berdegup semakin keras.
“Akoya…” panggilnya.
Gadis itu kembali tersenyum. Kali ini Maya yang tersenyum. Lalu mengangguk. Maya lantas menghampiri Masumi yang masih memandangnya takjub. Pertunjukan beberapa menit itu sangat menyentuh hati pria tersebut.
Maya kembali duduk di samping Masumi. Matanya menunggu pria itu mengeluarkan pendapatnya.
“Kau hebat, Maya. Sangat luar biasa,” puji Masumi penuh kekaguman.
Gadis itu terlihat sangat senang mendengarnya.
“Benarkah?” tanyanya.
Masumi mengangguk.
“Kau sudah jauh lebih pandai. Kemajuanmu sangat pesat,” Masumi menepuk kepala kekasihnya.
“Terima kasih…” gadis itu tersenyum tulus.
Kesan yang ditinggalkan Maya kepadanya sangat kuat.
Tidak… aku tidak ingin gadis ini menyerah. Dia tidak boleh berhenti berakting….
Batinnya.
Masumi membaringkan dirinya. Dikenakannya kaca mata hitamnya. Dia lalu menarik Maya, terbaring bersamanya. Gadis itu memeluknya. Dia tahu Masumi memikirkan sesuatu, tapi tidak tahu apa.
“Sayang…” panggilnya, mengelus lengan Maya.
Maya menengadahkan wajahnya.
“Berjanjilah kepadaku… kau akan tetap berakting apa pun yang terjadi,” pintanya.
Maya tertegun.
Pak Masumi…
Gadis itu mengangguk.
“Aku, sangat suka melihatmu berakting. Dan aku juga tahu kalau kau sangat mencintai akting,” kata Masumi.
Maya mengangguk membenarkan. Tadi saat berpantomim, Maya bisa merasakan kembali semangat dalam jiwanya yang begitu bergairah. Dia cinta akting. Dia rindu melakukannya lagi. Dia ingin hidup lagi di dunia panggung.
“Berjanjilah kepadaku,” kata Masumi, “bahwa kau akan lebih mendahulukan aktingmu dari pada aku.” Ucapnya.
Maya sangat terkejut dengan kata-kata Masumi. Gadis itu mengangkat kepalanya tidak mengerti.
“Selama kau masih mempunyai akting, kau pasti akan bahagia,” ucap Masumi. “Jangan pernah menyerah untuk berakting. Jangan pernah berhenti berakting,” pinta Masumi.
“Seorang aktris bisa hidup berkali-kali di dunia panggung. Seorang aktris bisa memerankan orang yang sangat bahagia dan sempurna di dunia panggung walaupun tidak demikian di dunia nyata. Benar kan?”
Gadis itu mengangguk.
“Bu Mayuko pernah bilang. Saat Pak Ichiren bunuh diri, jika bukan karena dia masih memiliki akting dan Bidadari Merah, dia pasti sudah tidak bisa bertahan hidup,” tutur Masumi. “Saat itulah aku mengerti, betapa berartinya akting untuk seorang aktris sejati. Karena itulah aku ingin agar kau jangan pernah menyerah untuk berakting. Karena aku tahu bagaimana kau begitu mencintai akting. Bahwa akting bisa menjadi penyemangat hidupmu.” Masumi membuka kaca mata hitamnya dan menatap Maya. “Seorang aktris akan tetap bisa bertahan selama dia punya akting.” Masumi menatap Maya dalam-dalam.
Maya memandang Masumi. Bingung. Dia tidak ingin memilih antara Masumi dan berakting. Dia berharap dia tidak akan pernah harus memilih di antara keduanya. Namun jika dia harus memilih, jelas Maya lebih memilih kehilangan akting dari pada kehilangan Masumi. Maya tidak mengerti kenapa pria itu mengucapkan hal seperti itu. Dia tidak akan pernah sanggup lagi berpisah dengan Masumi.
“Kita tidak pernah tahu sampai kapan kita bisa bersama, namun, berjanjilah kepadaku, sampai kapanpun kau akan terus menjadi seorang aktris…” pinta Masumi, seperti memohon.
Maya tercenung. Tidak mengatakan apa pun.
“Berjanjilah…” pinta Masumi sekali lagi.
Ragu-ragu, Maya menganggukkan kepalanya.
Pria itu tersenyum.
Maya kembali menyandarkan kepalanya di dada Masumi. Dia lalu memeluk pria itu dengan erat. Dia sudah berjanji. Tapi Maya tidak tahu, apakah dia akan sanggup tetap berakting jika tidak ada Masumi di sampingnya.
Tiba-tiba Masumi terbangun, membaringkan gadis itu. Maya menatapnya.
“Ada apa?” tanya Maya.
“Aku sudah menebak peranmu dengan benar kan? Aku mau mengambil hadiahku,” kata Masumi, mendekatkan wajah keduanya, dia lantas kembali mencium Maya.
Saat itu matahari sudah hampir tenggelam. Langit berwarna jingga, tatapan Masumi yang lembut, angin sepoi-sepoi yang menyentuh kulitnya, lautan yang berkilau keemasan, udara yang terasa hangat, aliran darahnya yang berdesir kuat, degupan jantungnya yang cepat dan sentuhan bibir kekasihnya yang lembut. Maya berusaha menyimpan semua kenangan indah itu dalam sanubarinya.
Keduanya bertatapan dan tersenyum lembut. Masumi lalu mengangkat tubuhnya dan menarik Maya bangun. Dia lalu membelakangi Maya.
“Ayo naik,” katanya.
Entah sejak kapan Maya jadi sangat suka digendong oleh pria itu. Dengan wajah berbinar Maya segera menaiki punggung Masumi.
Pria itu membawanya mendekati pantai. Mereka mengejar ombak yang kembali ke tengah laut. Saat ombak itu kembali ke pantai, Masumi yang segera berbalik menjauh takut diterkam si ombak. Begitu seterusnya. Kadang dia berhasil, kadang tidak. Jika terlambat ombak itu akan mengguyurnya. Membasahi Masumi sampai ke pahanya. Maya yang berada di atas punggungnya tentu tidak basah. Hanya basah sampai sebatas betis bawahnya saja.
Keduanya terlihat sangat gembira, tertawa riang. Semakin larut ombaknya semakin tinggi.
Setelah lelah berkejaran dengan ombak, Masumi kembali naik ke pantai yang kering. Hari sudah menjelang malam sekarang.
“Kita nyalakan kembang apinya sekarang?” tanya Masumi.
Gadis itu mengangguk.
“Tunggu sebentar ya, aku ambil dulu kembang apinya.” Kata Masumi, sambil membawa barang-barang yang sudah tidak terpakai.
Maya mengangguk.
Sambil menunggu Masumi, Maya mengamati langit di hadapannya. Sudah mulai dihiasi bintang dan bulan lagi. Maya lalu menoleh, pada rumah pasir yang dibangun Masumi. Gadis itu tersenyum lembut.
“Pak Masumi…” gumam gadis itu, tanpa suara.
Diamatinya rumah itu. Lalu dia mulai membayangkan dirinya dan Masumi, dalam satu rumah, bersama. Membangun keluarga.
Keluarga…
Gadis itu tertegun.
Bersama Pak Masumi…
Maya tidak pernah mengharapkan sesuatu, seperti dia mengharapkan lamunannya saat ini bisa menjadi kenyataan. Bisa bersama Masumi. Saling mencintai, tumbuh tua bersama. Membangun sebuah keluarga.
Bersama Pak Masumi saja sudah cukup. Asal aku bisa bersama Pak Masumi…
“Apa yang kau pikirkan?” tanya Masumi yang sudah kembali dengan membawa kembang api dan air mancur.
Maya terperanjat, menoleh pada pria itu dan menggeleng sambil tersenyum. Dia segera bangkit dan menghampiri Masumi. Sangat tidak sabar ingin segera memasang air mancurnya dan kembang api.
Malam itu jadi indah sekali. Keduanya menyalakan kembang api yang memeriahkan suasan pantai malam itu.
Wajah dan mata gadis itu berbinar terang, mengamati kembang api yang meluncur ke atas mereka dan meledak memperlihatkan sesuatu yang cantik di langit, dilatari bintang-bintang berkerlap kerlip.
“Cantiiik….” Senyuman menggaris lebar di wajah gadis itu.
Masumi mengamatinya. Dia sangat bahagia melihatnya. Dia akan melakukan apa saja agar dapat melihat wajah Maya yang seperti itu.
“Tinggal dua lagi…” kata Masumi, mengeluarkan dua batangan kembang api yang tersisa.
Masumi lalu menyalakan keduanya. Satu dipegangnya dan satu lagi dipegang Maya.
Mereka duduk sambil memegang kembang apinya yang memercik indah.
Hanya tinggal sedikit lagi kembang apinya akan habis. Kebersamaannya dan Maya di Izu pun sudah mau berakhir.
“Aku akan merindukan saat-saat ini lagi. Saat aku menghabiskan waktu yang sangat menyenangkan denganmu…” gumam Masumi.
Maya menoleh pada pria itu. Dikecupnya pipi Masumi dengan lembut.
Masumi tertegun, lantas menoleh kepada Maya. Gadis itu menatapnya dengan wajah riang.
Lalu kembang apinya mati.
“Sudah habis,” kata Masumi, kembali menoleh pada batangan kembang api yang sudah padam. “Waktunya kembali ke villa,” ajaknya.
Maya mengangguk.
=//=
Masumi sekali lagi meminta Maya naik ke atas punggungnya.
“Kugendong sampai ke mobil,” kata Masumi.
Maya sangat senang dan segera naik ke atas punggung Masumi. Angin malam mulai terasa dingin, berhembus dari daratan ke lautan.
“Maya…” panggil Masumi.
Gadis itu menempelkan dagunya di bahu Masumi.
“Apa kau senang hari ini?” tanya Masumi.
Gadis itu tersenyum lebar dan mengangguk. Masumi merasakannya di bahunya. Masumi tersenyum lega.
“Apakah aku sudah membuatmu bahagia?” tanya Masumi.
Gadis itu kembali mengangguk. Dia mengeratkan pelukannya ke leher Masumi.
“Nanti kapan-kapan aku akan mengajakmu ke sini lagi,” janji Masumi.
Maya mengangguk lagi, kali ini lebih keras. Senang. Maya menjulurkan telapaknya dan menuliskan sesuatu. Masumi mengamatinya.
“Te-ri-ma-ka-sih-pak-ma-su-mi-a-ku-men-cin-ta-i-mu,” tulisnya.
Masumi tersenyum, dia menoleh pada Maya.
“Aku juga mencintaimu,” bisiknya. “Maya-ku…”
Pak Masumi… Mawar Ungu-ku…
Maya mendekatkan wajahnya pada wajah Masumi, menjulurkan lehernya lebih jauh ke depan sementara Masumi menolehkan wajahnya kepada Maya. Langkah kaki laki-laki itu berhenti. Keduanya lantas berciuman. Sangat dalam. Saat terpisah, masing-masing dari mereka bisa merasakan suhu wajahnya naik beberapa derajat.                                                                                                                                                                                                 
=//=
“Cepat bersihkan dirimu dan bereskan barang-barangmu. Kita pulang setelah makan malam,” kata Masumi saat membuka pintu mobil untuk Maya.
Keduanya sudah kembali berada di villa.
“Jangan lari-lari, Maya!” seru Masumi, saat melihat kekasihnya itu berlari.
Maya segera mematung. Lalu melangkah pelan.
Masumi tertawa melihatnya. Gadis itu kadang suka terlihat kekanakan, tapi di waktu lain seorang wanita yang bisa membuatnya begitu tidak berkutik.
Saat Maya sudah selesai mandi dan membereskan barangnya. Maya bisa mencium aroma yang lezat dari dapur. Maya segera beranjak ke tempat aroma itu berasal. Dilihatnya Masumi sedang memasak sesuatu. Spaghetti.
“Halo Sayang, sudah selesai mandinya?” tanya Masumi.
Maya mengangguk ceria.
“Mau membantuku memasak?”
Maya kembali mengangguk.
Masumi mengambilkan apron dan memakaikannya kepada Maya.
Keduanya lalu terlihat asik memasak sambil bercanda. Masumi tertawa saat Maya menangis karena mengiris bawang. Sementara Maya tertawa saat percikan tomat memerciki wajan Masumi.
“Sudah matang,” kata Masumi saat mencoba spaghettinya. “Saosnya?” tanya Masumi pada Maya.
Gadis itu menyendokkan saosnya pada Masumi untuk dicoba.
“Sudah cukup, menurutku sudah enak. Tunggu sebentar lagi,” kata Masumi.
Gadis itu lalu mengikuti Masumi. Menuju meja makan yang sudah Masumi siapkan di beranda.
Maya sangat terkejut. Rupanya Masumi sudah menyiapkan candle light dinner untuknya.
“Makannya hanya dengan pasta, tapi tidak apa-apa kan?” kata Masumi mengangkat alisnya, menawar.
Maya mengangguk bahagia.
Masumi lalu mematikan lampu di beranda dan mulai menyalakan lilin di atas meja dan di sekeliling mereka. Ada mawar ungu menghias meja tersebut.
Masumi menarikkan kursi untuk Maya. Dia lantas masuk ke dalam, menyalakan sebuah piringan hitam yang mengalunkan lagu romantis. Masumi kembali dengan sebotol sampanye dingin dan gelasnya.
“Ayo bersulang,” Masumi menuangkan sampanyenya. “Untuk Maya Kitajima. Semoga kau selalu bahagia,” kata Masumi.
“An-da-ju-ga…” kata Maya, tersenyum. Keduanya lalu meminum sampanyenya yang terasa dingin menyegarkan.
“Sepertinya sudah siap,” Masumi beranjak kembali ke dapur.
Maya tertawa kecil. Masumi jadi kencannya sekaligus waiter malam ini. Dia kembali dengan dua piring spaghetti untuk mereka.
“Enak…!” Kata Masumi, dibarengi anggukan setuju oleh Maya.
Senyum tidak berhenti menghias wajah gadis itu. Dia sangat bahagia. Malam itu terasa sangat romantis. Di beranda villa, candle light dinner dengan diiringi music yang syahdu dan Masumi duduk di hadapannya. Dada Maya berdebar-debar saking senangnya. Perasaannya melambung tinggi. Bahagia.
“Ehm,” Masumi berdehem.
Maya tertegun dan mengamati pria di hadapannya yang tidak memandangnya.
“Maya,” panggil Masumi, menoleh sebentar pada Maya sebelum kembali pada spaghettinya.
“Kau ingat, apa yang kukatakan di apartemenmu?” tanya Masumi.
Maya tertegun, mengingat-ingat. Ragu-ragu Maya menggeleng.
“Saat… kita melihat berita mengenai rencana pernikahan Ayumi,” kata Masumi, mengingatkan.
Sepertinya Maya mulai ingat dengan perkataan yang Masumi maksud. Dada gadis itu berdebar.
“Saat itu kukatakan, bahwa kuharap tidak lama lagi kita bisa segera seperti mereka…” gumamnya. Dada pria itu juga berdebar.
Maya mengangguk canggung.
“Aku… tidak main-main saat mengatakannya,” Masumi mengangkat wajahnya, memandangi gadis mungil di hadapannya.
“Saat ini, aku tidak punya cincin atau apa pun. Ini pun, mungkin tidak bisa dikatakan sebagai sebuah lamaran,” kata Masumi, gugup. “Tapi aku ingin mengatakan kepadamu, bahwa aku sangat serius menjalin hubungan denganmu. Aku berniat menikahimu,” kata Masumi.
Maya dengan cepat mengangkat wajahnya. PRia itu menatapnya dengan lembut.
Pak Masumi…
Hati gadis itu berbunga-bunga. Tiba-tiba pandangannya sedikit resah.
“Pak Masumi, walaupun keadaanku—“
“Ini tidak ada hubungannya dengan keadaanmu, atau keadaanku. Aku hanya mencintaimu, dan ingin hidup bersamamu, itu saja,” kata Masumi sungguh-sungguh.
 “Aku hanya ingin kau tahu, aku sungguh-sungguh mencintaimu. Nanti aku akan melamarmu dengan selayaknya, dengan cincin dan sebagainya. Dan yang pasti,” pandangannya beralih ke piringnya sebentar, “menunya bukan spaghetti,” katanya.
Maya tertawa kecil.
“Aku tahu saat ini masih banyak yang harus kita selesaikan dan pikirkan. Tapi hari itu pasti akan datang. Dan saat hari itu tiba, aku ingin kau mengatakan iya.” Pintanya.
Masumi menggenggam tangan Maya yang ada di hadapannya. Keduanya berpandangan. Maya tersenyum dan mengangguk.
Masumi lega sekali. Dia sangat takut gadis ini meragukannya, atau akan lari lagi darinya. Tapi Masumi yakin saat ini gadis itu pasti sudah mengerti bahwa dia sangat mencintainya dan tidak peduli seperti apa pun keadaannya.
Masumi mengangkat tangan Maya dan mencium jemarinya.
“Terima kasih…” katanya, “aku mencintaimu Maya Kitajima.”
Gadis itu meneteskan air matanya tanpa bisa ditahan.
=//=
Maya dan Masumi sempat berdansa beberapa lagu setelah selesai dengan makan malamnya. Saat terakhir, sambil menahan Maya yang setengah terbaring dengan ditahan sebelah tangannya, Masumi kembali mencium Maya. Mata gadis itu terpejam, serasa bermimpi. Dia tidak tahu apa yang sudah dilakukannya hingga bisa mendapatkan kebahagiaan yang begini berlimpah.
Gadis itu membuka matanya. Kembali berpandangan dengan Masumi yang masih menatapnya lembut.
“Saatnya pulang,” kata pria itu.
Masumi kembali menegakkan tubuh Maya dan keduanya memisahkan diri. Masumi lantas mematikan piringan hitamnya.
Sudah waktunya bagi keduanya kembali ke Tokyo.
=//=


<<< Finally Found You Ch, 8 ,,, Bersambung ke FFY ch. 9 >>>

60 comments:

the lady vintage on 28 July 2011 at 18:19 said...

as usual...
a mature man called Masumi Hayami ^^
hebat deh pengendalian dirinya
thumbs up to Masumi Hayami
and millions thumbs up to Ty for your incredible imaginations b^^d

mommia kitajima on 28 July 2011 at 18:21 said...

omg omg omg..
i cant breathe

Anonymous said...

hi, aku desy salah 1 penggemar TK,kalau boleh jujur nih.....
adegan Masumi & Maya cukup vulgar, mengingat Masumi a/ pria yg berpendidikan tinggi & bertanggung jawab atas semua kelakuannya, rasanya gak akan dia "ngapa2in" Maya hehehehe, jgn tersinggung yaaaa, tp it's ok koq, namanya juga karangan sendiri...
thx :)

Anonymous said...

Yaah.... ga jadi.... :( he..he..
Ty.. Padahal sudah dikit lagii.... !!

-Happy-

Anonymous said...

wuaaahhhh!!!!
Masumi bener2 laki-laki normal yang hebat pengendalian dirinya....
kayanya setelah kejadian gini Masumi kudu buru2 ngelamar Maya...-khalida-

sinta said...

KHERRRRREEEEEEEEEENNNNNNN.​......Ty SakuMoto.......luv it...luv it....mmuaaah.....legaa euy kirain mengkhawatirkan ada yang sedih2 dan tragis...ini malah membahagiakaan....*langsun​g nelpon pak andre suruh pulang cepet* menurut aku gak vulgar aaaah....itu romantis n so sweet banget....dan wajar karena umur mereka udah segitu, biologis n hasrat gak ada hubungannya sam tk.pendidikan aah....sorry sist aku gak sependapat sama sist deasy....

Unknown on 28 July 2011 at 18:58 said...

Masumiiii u're so perfect bangeet siiii....OMG OMG...as usual gaya penulisan TY yang bisa menarik ulur emosiii, sampe nahan napas.....Maria A Sardjo----o lewaaaat, M-ra W lewaat, Marg- T lewaat....u're one of my favourite writer darliiing...mmuah......

Muree on 28 July 2011 at 19:04 said...

Omg..berdebar bacanya. Salut deh buat masumi atas kemampuan mengendalikan dirinya. Kalau sempat terhanyut wajar aja sih.. Thanks ty..^_^

Muree on 28 July 2011 at 19:05 said...

Omg..berdebar bacanya. Salut deh buat masumi atas kemampuan mengendalikan dirinya. Kalau sempat terhanyut wajar aja sih.. Thanks ty..^_^

Anonymous said...

Speechless ... *nepuk nepuk pipi kiri kanan* ... bingung mo comment apa ... *garuk - garuk kepala* ...kayaknya malam ini bakal sulit tidur setelah seharian ini otak dijejali Garasu No Kamen Vol 47 dan FFY 8 dari Ty Sakumoto :-D Hahaaaayyyyyy..... *rini*

Nana said...

Sedikit demi sedikt Masumi mendekati 'main course'.... Hahahaha...
Aaaaarrrggghhhh kamu bikin aku pengen jambak2 rambut sendiri krn gemas.
Ty, KEREN dan tidak mengecewakan. Cups!

mommia kitajima on 28 July 2011 at 19:46 said...

dimana maw di cari pria spt akang masumi
masih saja bisa berpikir dengan logika pd saat seperti ini

sangad menunggu apdetannya Ty

i really love ur work ^_^
boleh di bikin buku ga?

Nana said...

Btw, aku suka bgt yg Masumi katakan ke Maya utk tidak menangisi yg sudah lewat dan yg belum terjadi. Aku selalu bilang hal yg sama pd diri sendiri ketika lg moody atau drama. Sukaaaaaa....

Fagustina on 28 July 2011 at 20:30 said...

oh masumi makin cintaaaaaaaaa, bener2 pengendalian diri yg hebattt....cepet2 nikahin mereka dah kasian.....XDDDD

Anonymous said...

OMG ty, aq senyum2 sendiri bacanya kayak org gila. wkwkwkwk
kalo ada 10 ni jempol, udah aq kasih semua untuk kamu deh ty.
salut banget ama masumi, apdet selanjutnya harus lebih super duper romantis lagi y ty. hehehehe

orchid on 28 July 2011 at 20:42 said...

ty, emanknya semudah itu si masumi bs tidur, akakak, klo gini mah jd lupa ama hino ato sawajiri ato shiori,

Anonymous said...

like it
Specheless mau comment apa
hahaha...

Anonymous said...

Ty... baca bagian yg itu bikin nafasku terhenti... huahahha :P Tapi seperti biasa aku slalu suka isi tulisan dan gaya bahasamu darling... pokoke top deh...


-iien fachrie-

Heri Pujiyastuti on 28 July 2011 at 22:40 said...

Ya ampun Ty....bagus banget.....suka..suka..suka..Penggambarannya bener2 romantis. Bikin kita2 mimpi makin jauh....*jadipengencepet2 ketemu Masumi 3D ku,koq blm pulang yach...Love Ʊ dech Ty pokonya...n jangan Lupª lanjutttttt....Ђέђέђέ«{^⌣^}»ђέђέђέ

resi on 28 July 2011 at 23:26 said...

sukaaaaaaa, krn mrk mli saling menunjukkan perasaannya.
masumi pst g bs tdr semaleman tuh xixixi. angkat 4 jempol deh bt masumi. makin cinta diriku padamu xixixi........

resi on 28 July 2011 at 23:31 said...

tyyyyyy, bagus bangeeeet, sukaaaaa krn mereka dah mulai menunjukan perasaannya masing2.
Masumi pst g bs tidur semaleman tuh mikirin Maya xixixi. Hebat deh Masumi, makin cinta deh hehehe....

Anonymous said...

OMG.....batal lagiiii.....it's so close.... >.<
saluuut...saluuut....hebat amat pengendalian diri Masumi Hayami...
Ayo Ty...lanjuuuuuuttt.....jgn lama2 kl bikin penasaran hehehehe....

*Theresia*

Anonymous said...

tahan nafasssss..... humphhhh.....
Ty, dirimu membuat aq penuh keringat dingin membacana, setelah baca sampai adegan lupa bawa.... aq baru bisa nafas normal lagi, wkwkwkwk.... memang hebat dirimu, setelah membuat panas, pendinginna pun ampuh banget ngademin api.
benar benar penuh romantisme, kalo bisa jangan ampe batal lagi TY,nanggung banget tuch...
ditunggu adegan selanjutna....

wienna


wienna

anita f4evermania on 29 July 2011 at 02:06 said...

omigooottt bener2 hari yg 0penuh romantisme TK hari iniiii! g yg ngantuk ampe seger buger lagi neh gara2 baca ini huahahah! so sweetttt menurut g gk vulgar jg kok justru menunjukan masumi masi laki2 normal yg bisa aja tergoda tp dia bs menahan dirinya krn sangat cinta maya.

Anonymous said...

Ty... bagussss so sweet :) bikin iri aja sama maya krn si masumi baikkkkkkk bgttttttt...
ty.... ada kejadian apa lagi nih di Izu??? yg romantis2 aja jgn yg tragis kasian si maya dah keilangan suaranya...

Anonymous said...

kalo aku malah agak heran. mm kan orang jepang, setau aku dijepang gaya hidupnya kurang lebih sama dgn dibarat, dimana orang2 seusia mereka, terutama yg seusia masumi (31-34th!), biasanya dah pada berpengalaman. kok masih bisa ya masumi nahan hasratnya setelah lebih dari 7th??! aku sih nangkepnya masumi masih perjaka ting ting tuh dikomiknya, kalo disini sih wajar tapi dijepang? aneh aja... maaf ya kalo sok tau.
seperti biasa, sukaaa bgt apdetan ty, tengkyu!
-nadine-

Ratna on 29 July 2011 at 09:16 said...

Tyyy..cepetan nikahin aja tuh mereka berdua, bikin aku deg2an gak karuan (lah koq aku yang deg2an??? hehehehe), kalo perlu panggil penghulunya sekarang juga ke Izu!!! :D

Anonymous said...

Ty thank u yaa.. kok bisa sih bikin cerita bagus banget kayak gini?.. saluttt banget sama si neng ty..
FFYnya really-really makes my day.. akhir2 ini jadi sering menghayal pengen banget jadi maya yang dicintai dan disayangi masumi sedemikian rupa.. irrriiiii bangettt!!

dita

ivoneyolanda on 29 July 2011 at 11:18 said...

Fiuhhhhhh ini baru bikin deg2an justru byg begini yg buat greget...m

Masumi oh masumi control emosiu yg tidak menyenangkan hampir aja :) heheheh Maya jangan jadi bete ya..m:ihihihi

Rasanya pasti nge drop banget tuh... Tapi suka banget that's really a natural feeling...bener2r right time, right place n right situation :)

AnDr@ on 29 July 2011 at 12:35 said...

MM....lupakan dulu masalah yg ada dan yg pasti akan ada.....nikmati kebersamaan dulu nich berdua di Izu....keren Ty....ga vulgar tapi so sweet, wajar 2 manusia saling cinta hanya berdua....dgn suasana romantis...tapi Masumi bener" dech lelaki sejati...jaga Maya ampe hari H tiba....love yu Ty....thank updatenya...ditunggu trus kelanjutannya....

Anonymous said...

dhe
"Vulgar"....NO.... "Romantic"... YES

Setuju tuh ty sama yg lain,kamu g ada rencana bikin novel? Aku pasti dukung. Luv ur story <3

Ty SakuMoto on 31 July 2011 at 12:15 said...

Darliingss terima kasih ya yang udah pada komen, ini aku masih ngetik terusannya, diusahakan apdet hari ini karena masih dalam suasana romantis jadi kudu dikeluarkan secepatnya sebelom ada yg puasa XD

btw, maaf ya kalau ada yg buat ngga nyaman. Tapi itu adegan juga aku taro bukan cuma buat bumbu atau tambahan cerita aja.

Di sini cuma mau menggambarkan kisah cinta MM yg udah beranjak ke tahap dewasa. kalau sebelumnya Maya sama Shigeru itu mungkin masuknya cinta monyet, kalau Maya ke Masumi itu udah masuk mature relationship (udah aku warning tuh say di atas^^).

TErus buat Masumi sendiri, emang image dia itu ya... begitu ya, sangat lurus XD cuma dasarnya aku sendiri, dari beberapa adegan yg Miuchi taro di komiknya. Misal pas di kuil sama pas di kamar Astoria. Yang aku tangkap, bagaimana pun tenangnya Masumi, dia itu kalau sama Maya, punya ketertarikan sebagai pria dewasa. Waktu di kuil sama di kamar Astoria itu, jelas sekali miuchi memperlihatkan kalau Masumi bareng Maya pikirannya 'ngga jernih' alias memiliki hasrat tertentu sama Maya, walaupun dia selalu bisa mengendalikan diri pada akhirnya. Tapi di FFY ini MM udah jadi pasangan, dan suasana yg sangat mendukung *sekaligus menjerumuskan XD* makanya aku pikir bisa jadi Masumi melangkah lebih jauh dari biasanya.

Selain itu adegan itu juga ada kaitannya nanti sama masalah yg ditimbulkan Shiori. Makanya dengan berbagai pertimbangan, aku tarolah adegan itu. Kalau penyampaiannya kurang nyaman, maaf ya say, soalnya gaya nulisnya aku begitu. udah ga bisa lagi dibikin lebih jelas atau lebih samar.

Makasih banyak darlings buat semua masukannya. Sangat-sangat berarti buat aku. Semua saran kritik aku baca dan aku pertimbangkan ya, tapi maaf ni ga bisa dibalesin satu satu jadi aku balesnya langsung sepanjang kereta gini XDD

fad said...

Baru baca Ty..kalo menurutku sih gak pa2..lagian yg baca kayaknya sudah pada dewasa semua..emaks gitu loh hehe..salut buat Ty yg bikin kita ikut berdebar dan nahan nafas meski akirnya gak kejadian hehe..makasih banyak Ty karena sdh bikin cerita yg menghibur..

Fera Handayani said...

so sweet....romantis...keren....TOP abis...senengnya mereka bahagia.thank you Ty..you are the best.

the lady vintage on 1 August 2011 at 06:21 said...

can't hardly wait for the silent Akoya/The Scarlet Angel!!!!

Ty, dikau bakal bikin ga scene yg menceritakan pementasan drama Bidadari Merah dan kejeniusan Maya memerankan Akoya/Bidadari Merah dalam kondisi dia yang belum bisa bicara?

Kalau boleh request, bikin yah... Pleaseeeee... *puppy eyes*

Thank you before ^^

But, most of all, MILLIONS THUMB UP for your fan fiction ^^

Anonymous said...

ty..
"Selain itu adegan itu juga ada kaitannya nanti sama masalah yg ditimbulkan Shiori" --> apa maksudnya??? aduh penasaran Ty...apa rencana jahat si Shiomey itu >.< jgn yg sedih2 dunk Ty bulan puasa harus bisa jaga emosi nih spy tidak terpancing ulah si Shiomey ama Sijiwara...hehehehe

Nalani Karamy on 1 August 2011 at 09:16 said...

ty......suka banget sampe kehilangan kata2 untuk mewakili perasaanku waktu membacanya, ty boleh request gak, kalo bisa lagunya nanti first time ost. winter sonata keren euy.
eva

ivoneyolanda on 1 August 2011 at 09:33 said...

Romantis tiada akhir, shiori emangnya mau buat apa lagi sih...mudah2an gak ada something bad setelah kepulangan mereka dr izu.Hino sdh pulanhg dr singapore juga kah...penasaran...

chuubyy on 1 August 2011 at 10:46 said...

sukaaa bgdd ty,,,, suka suka suka.. MM bahagia bgd... waduh mau dunk dilamar masumi..* kaborr...xixixii :)

Anonymous said...

"...masalah yang ditimbulkan Shiori" eng...ing...eng...siap siap...siap siap...!!! Bener toh? FFY 8 ini terlalu sweet...trouble selanjutnya pasti bener2 menghempas nih :( jangan terlalu tega ya, Ty ...

BTW,masumi tiba2 ngomong ke maya utk mendahulukan akting drpd masumi. Ngerti sih maksudnya apa tapi gua jadi deg2an knp masumi mesti ngomong gitu. Ada pertanda kejadian apalagi neh?!?

Anyway...thank you so much for the story, Ty. Can't wait for FFY 9 although it might be full of problems :-D hehehe....

Anonymous said...

Neng Ty, shiori emangnya mau bikin ulah apalagi ?kok jadi ketar ketir nih, apalagi Masumi nyuruh maya untuk mendahulukan akting daripd dirinya... trus ada kalimat Maya berusaha menyimpan semua kenangan indah itu dalam sanubarinya...spt menyiratkan bakal akan ada tragedi lagi(sok jd peramal nih)...ih jangan sampe dech....

mommia kitajima on 1 August 2011 at 21:17 said...

manisnya...
tp smbl mikir2, kira2 halangan apa lagi yg akan menimpa mereka ya?
gmana nasib hak pementasan BM?
syapa dia pil shiori?
wah Ty, masih lama kyknya nih tamatnya...

-mia-

anita f4evermania on 2 August 2011 at 00:40 said...

haisssh pasti susaaah bet bacanya updetan ty ni heraan deh guee

Anonymous said...

tolong carikan 1 aja LELAKI SEJATI seperti masumi....udah cukup kok...ga akan abis2 seumur hidup....:) heuheu...*ngarep.com

-nengwind-

orchid on 2 August 2011 at 19:30 said...

ntar klo maya mentingin aktingnya, trus masumi protes, maya tinggal bilang, kan masumi ndiri dulu maksa2 bikin janji begituan, akakakak, itu masumi nyadar nda sehhh minta maya janji2 begituan, hhhherrran dah sm om atu ini,

Fagustina on 2 August 2011 at 20:12 said...

nah tuh cm pantomim udh bikin MH makin kagum pentas BM dg cara pantomim ajah....*mungkin ga tuh klo suaranya nt ga sembuh*

persiapan next chapter perang dimulai...XDD*sotoy*

Anonymous said...

baca FFY 8 dari awal - akhir bikin blushing...berdebar2...senyam senyum sendiri...plus deg2an :-O ngebayangin kejadian2 apa yang bakal dihadapi maya - masumi pas balik ke Tokyo. Huufff.... *rini*

Anonymous said...

romantisssssnyyaaaaaa.....
pengen dech mereka nga balik ke tokyo dulu, kayana uda kebayang dech masalah yg akn dihadapi MM, duchhhh siap2 ney bakal sedih abiez.
menurut aku, waktu Hijiri ngomong ma Masumi, pasti nyangkut hal laen selaen kesehatan Maya.
Ayo Masumiiii.... semangattt..... hancurkan semua musuhmu!!!!!!
Ty.... apdatena jangan lama2 yaaaa

wienna

Anonymous said...

next ch jgn sedih-sedih ya..hiks..hiks.

-Mia Hayami/Mia Luna/Michan-

purple on 3 August 2011 at 09:47 said...

dibaca berkali - kali tetep aja nagih lagi...
next chapter pasti kejadian yg tragis nich.
harus siap - siap tissue dech

Anonymous said...

Kenapa aku tiba2 takut ya Ty... kamu pasti mau buat episode yang tragis lagi... please jangan dong...
-Fefe-

Nana said...

Iyaaa..aku juga ngerasa begitu, jeng fefe... Tyy, jgn dipisahkeun lg plisss dua sejoli ini.. Dikasih intrik2 seru sedikit bolelaaa, tp mereka hrs stay together.. hehehe..thanks, Ty..

Ditunggu chapter berikutnya...

ivoneyolanda on 3 August 2011 at 19:06 said...

TY.....entah aku dah baca berapa kali ya.... chap ini...... gak pernah bosen......bagus banget, romantis banget, bener2 nunjukin ini loh yg namanya true love....gak peduli mau kayak gimana sama siapa.....bener2 bisa saling nerima kelebihan n kekurangan masing2 sukkkkaaaa....

Aku penasaran ada apa hijiri dateng pagi2 ke izu, pasti ada hal penting tuh.....

setelah Masumi ngeliat Maya berpantomim, pasti dia punya segudang ide dan rencana untuk Maya...supaya maya punya kegiatan n tetep exist.....(sotooooy)

Ayo TY lanjutin dong A.S.A.P

Anonymous said...

aku juga baca ch 8 berulang-ulang, sebenarnya semua ch FFY aku baca berkali-kali... siapa tau ada kuis...hi..hi...dan masih tetep bertanya-tanya bakalan ada apalagi di cerita selanjutnya?mudah2an ga ada adegan perpisahan lagi, tapi hubungan MM tambah kuat trus Maya bisa tampil kembali di BM ,aku pinginnya dia bisa bicara lagi biar shiori mati krn kesel -khalida-

mommia kitajima on 4 August 2011 at 07:15 said...

idem, ga bosen2 baca ffy dr awal lg
menanti ffy the end, jd bisa langsung di bukuin hehehe...

Anonymous said...

ty...
bagusssss !!! penasaran ama kelanjutan FFY 9... gimana nasib maya apakah akan kehilangan suaranya selamanya??? maya dan masumi yg hapyy2 aja ceritanya,,,,sekali2 ceritain shiomey yg bernasib tragisssssss,wkwkwkwkwk...
-mn-

Anonymous said...

Dari semalam sampai pagi ini baca ulang FFY 1 - FFY 8...fiuhhh... Ternyata spt versi asli TK : berliku - liku, penuh perjuangan, menguras emosi, andddddd...masih belum selesai :( yang artinyaaaaa...perjuangan maya-masumi masih panjang termasuk perjuangan TK lovers utk nunggu update'an :( hiks... *flo*

ivoneyolanda on 5 August 2011 at 18:54 said...

kapan dong FFY 9 huaaaaaa........ cant wait nih TY........

Anonymous said...

Agree...sensei miuchi jg sk bikin adegan masumi curi2 cium. Kynya sah2 aja

*Citra

Unknown on 2 November 2015 at 21:02 said...

Suka suka suka bgtttt .. masumiiii maya, romantis bgt

Post a Comment

Silahkan kritik, saran, sapa dan salamnya... :)

 

An Eternal Rainbow Copyright © 2011 Design by Ipietoon Blogger Template | web hosting