Wednesday 20 July 2011

Fanfic TK : Finally Found You Ch. 7

Posted by Ty SakuMoto at 16:45
Rating: 18+

Finally Found You
(Chapter 7)


Maya berjalan-jalan sendirian di tengah kota Tokyo. Dia tidak tahu hendak kemana melangkah. Wajah pucat dan tubuh kurusnya merasakan angin menjelang malam itu semakin dingin menembus kulitnya.
Aku harus kemana… pikirnya.
Maya kemudian berpikir untuk pergi ke Yokohama, Manpukuken. Tapi dia tetap hanya akan merepotkan mereka. Saat ini dia harus berjuang. Sendirian.
Terbayang di matanya wajah Masumi.
Pak Masumi…
Batinnya.
Maya tidak tahu sudah berapa lama dia melangkah, meninggalkan apartemennya sejauh-jauhnya. Tapi dia sungguh tak berarah, tidak punya siapa-siapa.
Apakah aku pergi ke lembah plum saja? Membantu Pak Genzo?
Maya menghela nafasnya.
Apakah Pak Genzo tidak akan merasa direpotkan?
Maya benar-benar bingung. Dengan keadaannya, tidak akan ada orang yang mau mempekerjakannya.
Maya tertegun, saat tersadar berada dimana dia sekarang. Di sebuah gedung teater.
Aku ingin nonton drama, inginnya tiba-tiba.
Tanpa pikir panjang Maya memasuki gedung drama itu dan membeli sebuah tiket pertunjukan.
“Pertunjukan dimulai 5 menit lagi,” terang penjaga loket.
Maya mengangguk lemah.
Eh, bukankah yang barusan…?
Penjaga loket tersebut merasa mengenali Maya. Tapi penampilan Maya yang jauh dari biasanya, sangat sayu dan pucat membuatnya tidak yakin.
Maya masuk ke dalam gedung teater dan duduk di kursinya. Maya mengenali beberapa orang yang berada di kursi VIP. Beberapa diantaranya adalah aktris ternama.
Tiba-tiba perasaan Maya berdebar hebat. Sudah lama dia tidak melihat pertunjukan drama. Dadanya berdebar antusias. Sebentar lagi, sebentar lagi, dia akan dibawa ke dunia lain. Dunia yang sangat dicintainya.
Lampu dimatikan dan tirai mulai dinaikkan. Sebuah musik pengiring mengalun dengan merdu sebelum drama Anna Karenina tersebut dimulai.
Tidak perlu waktu lama sampai Maya lupa diri. Tidak ingat sekitarnya, melupakan segalanya, termasuk segala kesedihan dan dukanya sendiri. Bibirnya bergerak mengucapkan dialog-dialog pemainnya. Dia pernah menyaksikannya dulu, drama yang sama bersama Masumi. Sampai sekarang setiap kata masih teringat jelas di kepalanya.
Bruk!
Tas barang-barangnya jatuh dari pangkuan. Tapi Maya tidak bisa menghiraukan. Dia sudah kehilangan kendali atas jiwanya. Ada yang lain yang menyedot seluruh konsentrasinya.
=//=
Saat Masumi sedang sangat dipusingkan dengan rencana terbit tabloid Friday yang memuat tidak kurang dari 8 halaman mengenai Maya, dan juga dirinya—tapi dia sungguh tidak peduli pada bagian tentangnya itu. Namun yang mereka tulis mengenai Maya benar-benar keterlaluan— tiba-tiba Hijiri menelpon. Hijiri mengatakan bahwa Maya melarikan diri dari apartemennya. Sebelumnya dia melihat Sawajiri keluar dan setelah beberapa lama Maya yang keluar, dengan membawa tasnya.
Saat mendengarnya, Masumi menghela nafasnya berat. Untung dia meminta Hijiri mengawasi Maya hari ini. Dan kekhawatirannya ketika melihat air mata Maya saat berada di depan lift ternyata terbukti. Hanya saja dia tidak mengira gadis itu melarikan diri demikian cepatnya.
Masumi membaca surat dari Maya yang kini sudah berada di tangannya. Menyandar pada sebuah tembok, matanya bergerak dari kiri ke kanan. Tenang dan tanpa emosi.
Kepada Pak Masumi Hayami
Terima kasih banyak atas semua yang sudah Anda lakukan untukku. Rasanya seperti mimpi saat aku tahu Anda juga mencintaiku. Anda tidak akan pernah bisa membayangkan perasaanku bisa berada di samping Anda dan mengerti rasanya begitu bahagia karena dicintai. Sekali lagi, terima kasih banyak untuk semua yang sudah Anda lakukan untukku dan hari-hari yang tidak akan pernah kulupakan dalam hidupku.
Pak Masumi, maafkanlah aku yang sudah berbohong kepadamu dan memutuskan untuk pergi tanpa berpamitan. Aku harus meninggalkanmu dan tidak mau menyusahkanmu lagi. Anda sudah sangat baik kepadaku dan untuk itu aku berterima kasih. Tapi aku tidak mau terus menerus menjadi bebanmu. Aku tidak mau berada di sampingmu dan mempermalukanmu. Membuatmu menjadi bahan olokan karena bersama dengan seseorang sepertiku. Aku benar-benar tidak punya kepercayaan diri untuk bisa bersamamu. Aku yang sekarang, sudah tidak bisa berakting lagi. Bahkan untuk memanggil namamu saja tidak bisa. Tidak ada apapun lagi dalam diriku yang layak Anda cintai.
Dan hanya ini, yang bisa kulakukan untukmu. Semoga Anda dapat menemukan seseorang yang layak mendapatkan cintamu. Aku sungguh-sungguh berdoa untuk kebahagiaanmu.
Maya Kitajima.

Masumi menelan ludahnya tidak kentara. Lain dengan wajahnya yang tenang dan dingin. Hatinya tercekat. Setiap debaran terasa menyakitkan.
Seseorang yang layak mendapatkan cintaku? Seseorang seperti apa maksudmu Maya? Apakah kau tidak mengerti juga kalau aku hanya bisa mencintaimu!
Perasaan Masumi diliputi rasa emosional.
Tiba-tiba suara tepuk tangan bergema, dari dalam pintu teater. Berapa lama kemudian pintu teater terbuka dan para penonton keluar berbondong-bondong.
Masumi hapal benar kekasihnya itu, dia pasti akan keluar paling akhir, masih menikmati dunia mimpinya. Masih menunggu jiwanya kembali merasuk dalam tubuh mungilnya seutuhnya.
Maya masih termangu memandangi tirai di atas panggung yang kini sudah tertutup lagi. Perasaan itu muncul lagi dalam dirinya. Maya bisa merasakan tubuhnya yang gemetar. Ada sesuatu, dalam dirinya yang mendesak untuk keluar. Jiwanya yang terpanggil untuk berakting lagi. Kerinduannya yang tak tertahankan untuk hidup lagi di dalam dunia pelangi.
Setelah sekian lama terduduk di bangku penonton dan kembali menjadi dirinya lagi, Maya berdiri, beranjak. Berjalan sedikit melamun menuju pintu keluar teater. Sekarang impiannya hanya akan menjadi sebuah keinginan. Semata-mata hanya keinginan yang tidak akan bisa didapatkannya.
Aku sudah tidak bisa berdiri di panggung lagi… Tidak bisa…
Maya mengeratkan pegangannya pada tasnya.
Apa yang harus kulakukan mulai saat ini?
Desakan air mata, perasaan putus asa, kembali mencuat pada dirinya.
Anna Karenina…
Tiba-tiba Maya kembali teringat Masumi.
Apa yang sedang Pak Masumi lakukan sekarang? Apakah dia akan marah jika tahu aku pergi? Apakah dia akan dengan cepat melupakanku dan menemukan orang lain?
Ada ketidakrelaan timbul dalam hatinya. Tapi Maya tahu dia tidak dapat melakukan apa pun kalau sampai hal itu terjadi. Bagaimanapun, itu adalah yang terbaik.
Pak Masumi… aku merindukanmu… Batinnya.
“Bagaimana? Kau suka pertunjukannya?” Sebuah suara menyengatnya.
Maya terperanjat, dia kenal sekali dengan suara itu.
Sekian lama tertegun, dengan sangat perlahan Maya memutar badannya.
Di sana, di samping pintu teater Masumi berdiri menunggunya. Melipat kedua tangannya di dadanya, dan menekuk satu kakinya, bersilang di depan yang lainnya.
Pria itu lalu berdiri tegak, berjalan menghampiri Maya.
“Kau itu… benar-benar sangat keras kepala,” katanya datar, sekaligus lega.
Maya mengenali apa yang dipegang Masumi. Surat darinya. Ternyata surat itu sudah sampai ke tangannya.
“Untung aku meminta Hijiri mengawasimu,” terang Masumi, seakan tahu keheranan dari kekasihnya terkejut.
“Ayo, kembalilah denganku Maya,” ajak Masumi dengan wajah tenang tanpa ekspresi.
Maya bimbang. Dia ingin sekali berlari memeluk Masumi, namun keinginannya untuk pergi jauh lebih besar. Dia sudah bertekad memulai hidupnya seorang diri.
Masumi berjalan mendekat. Tiba-tiba Maya memutar badannya, berlari. Kabur.
Masumi tercengang dengan kelakuan gadis itu. Dihempaskannya nafasnya kesal dan mulai lari mengejar Maya.
“Maya! Tunggu!!” serunya seraya menyusul Maya.
Maya berlari sekuat tenaga sambil menghindari orang-orang yang ada di depannya. Dia bisa mendengar panggilan Masumi dan itu membuatnya panik. Sesekali Maya menengok ke belakang, takut Masumi menyusulnya.
Maafkan aku Pak Masumi, maafkan… tapi aku harus pergi, aku benar-benar ingin pergi…!
Maya tidak tahu kemana kakinya melangkah, yang pasti dia ingin menghindari Masumi, berlari secepat yang dia mampu.
Bruk!!
Maya menubruk sesuatu, belum sadar benar, gadis itu merasakan tubuhnya terangkat. Di atas bahu seseorang. Tas yang digenggamnya terjatuh.
“Kau itu selalu membuat semuanya jadi lebih sulit!!” Ujarnya, sambil mengambil tas bawaan milik Maya.
Pria itu berhasil memotong jalan dan mencegat Maya di sebuah belokan.
Pak Masumi!!
Maya kesal sekali. Dia berontak, meronta-rontakan kaki dan tangannya. Ingin berteriak tetapi tidak bisa.
“Diamlah!! Semua orang memperhatikanmu! Apa kau mau masuk koran dalam keadaan begini??!” Seru Masumi.
Maya sungguh tidak peduli. Dipukulinya punggung kekasihnya itu dan dihantamkannya lututnya pada tubuh Masumi. Tapi pegangan lelaki itu malah semakin erat di tubuhnya.
Bruk!
Masumi menghempaskan tubuh Maya ke dalam mobil.
“Ke rumah, cepat!” perintahnya kepada Oshima.
Maya susah payah bangun dan membetulkan posisi badannya. Masumi kira gadis itu sudah menyerah, namun dia kembali memukulinya meminta turun.
“Maya, diamlah!!” serunya. “Diam!!”
Tapi Maya tidak mendengarkan.
Adduuhhhhh!!!!
Batin Masumi.
Akhirnya Masumi menangkap kedua tangan Maya dengan tangannya, memegangnya erat sampai gadis itu tidak dapat memukul lagi.
“Kau dengarkan aku, Maya. Dengarkan!” perintahnya. “Dengan keadaanmu sekarang, berkeliaran sendiri di luar sana sangat berbahaya!” Pria itu menatap tajam. “Bagaimana jika aku ini benar-benar seorang penculik, hah?! Apa yang akan kau lakukan? Apakah kau tidak sadar bahwa tindakanmu membuat semua orang khawatir?!!”
Maya tertegun memandangi Masumi. Tiba-tiba sorot matanya kembali sendu dan gadis itu terdiam.
“Maya…?” Masumi melepaskan tangan Maya yang kemudian terjatuh lunglai.
Maya hanya diam saja di tempat duduknya sampai mereka tiba di kediaman Hayami.
Masumi membukakan pintu mobil tapi Maya enggan keluar.
“Keluarlah Maya,” pintanya.
Gadis itu memalingkan wajahnya tidak mau.
Eh?!
Akhirnya Masumi terpaksa menggendongnya lagi masuk ke rumah. Sekali lagi Maya memberontak. Memukuli dada pria itu dan berusaha meraih wajahnya, namun Masumi berhasil menghindarinya.
“Kamar tamu sudah disiapkan?!” tanya Masumi pada pelayannya sambil menghindari cakaran Maya di wajahnya.
“Su, sudah Tuan Muda,” jawab si pelayan, sedikit panik melihat situasi yang dihadapi tuannya.
“Bagus.” Masumi melangkah ke lantai dua, menuju sebuah kamar yang sudah disiapkan untuk Maya.
Brug!
Terdengar suara badan Maya yang menumbuk tempat tidur ber-per  saat Masumi menghempaskannya.
“Tuan, ini tasnya,” kata seorang pelayan pria.
“Letakkan di sana,” perintah Masumi tanpa mengalihkan perhatiannya dari Maya.
“Sementara kau akan tinggal di sini,” Masumi berkata, tanpa ingin dibantah.
Maya mengalihkan pandangannya kepada Masumi, menantang. Menolak.
“Aku akan minta seseorang menyiapkan makan malam untukmu.” Tutupnya.
Masumi berbalik, tiba-tiba sesuatu menghantam punggungnya. Masumi kembali memutar badannya. Maya melemparkan sebuah bantal ke arahnya.
“Bagus. Jadi semangatmu sudah kembali. Sekarang tinggal menunggu pikiranmu jernih lagi. Kau tidak akan kemana-mana Nona Muda, sampai kau bisa berpikir kembali dengan baik,” kata Masumi.
Maya kesal sekali sampai ke ubun-ubun. Masumi sudah mengacaukan semua rencananya, mengatur semua semaunya. Maya menggertakkan rahangnya kesal. Marah.
Gadis itu turun dari tempat tidur dan menendang kaki Masumi dengan kesal.
Ukh!
Masumi  menggeram tertahan.
Maya menatap Masumi sangat marah dengan mata berkaca-kaca.
“A... ku… ben… ci… kau!!!” Maya tampak gemetar menggerakkan bibirnya.
Masumi memandanginya bergeming. Diperlihatkan kembali surat Maya, dipeganginya dan digoyang-goyangkan.
“Di sini bukan itu yang kau katakan.” Ujarnya.
Maya merebut surat itu dan menghempaskannya.
Masumi tertegun melihatnya. Dia lantas meraih kedua bahu gadis itu.
“Kenapa kau ingin lari dariku?! Apa kau tidak mencintaiku lagi? Apa kau sudah menyerah untuk berakting? Berhenti menjadi aktris?!” Tanya Masumi keras sambil menggoncangkan bahu gadis itu.
Air mata gadis itu turun berderaian.
Gadis itu ingin menjelaskan, tapi tidak bisa. Setiap kata yang diucapkannya tidak akan terdengar, bahkan oleh belahan jiwanya. Dihempaskannya tangan Masumi dari dirinya. Pria di hadapannya ini mana mengerti. Dia tidak kehilangan apa pun, tidak kehilangan suaranya, tidak kehilangan pekerjaannya ataupun tujuan hidupnya. Mana tahu dia perasaan seperti apa yang menghantam Maya saat ini. Tidakkah Masumi paham bagaimana rasanya berada di samping pria sepertinya dengan keadaan seperti ini? Tidak berarti!
“Per…gi!” Pinta Maya tanpa memandang Masumi.
“Maya…?” Masumi tidak dapat mengerti ucapan Maya.
Maya mengangkat pandangannya. Mengunci tatapannya kepada Masumi dengan tatapan nanar.
“Per… gi da… ri… ha… da… pan… ku… ti… dak… ma… u… me… li… hat… mu… la… gi…” usir Maya menggerakkan bibirnya yang jelas.
Masumi menghela nafasnya lalu berbalik.
“Sebentar lagi makananmu datang.” Masumi lalu melangkah pergi.
Maya bisa mendengar suara kunci di balik pintu. Masumi mengurungnya. Gadis itu menggertakkan rahangnya kesal. Diambilnya bantal yang tadi dia gunakan untuk dilemparkan kepada Masumi. Kali ini digunakannya untuk memukuli pintu kamarnya. Protes.
Maya…
Pikir Masumi dengan resah.
Aku tidak mengerti apa yang ada di dalam pikiranmu.
=//=
Masumi terdiam di ruang baca, dipandanginya laptop berisi email dari Hijiri. Rencana cetak tabloid Friday untuk minggu depan. Berisi tidak kurang 8 halaman mengenai dirinya dan Maya. Judulnya saja sudah membuat Masumi murka: Wajah Sesungguhnya Si Cinderella Bisu Maya Kitajima.
Di dalamnya diceritakan mengenai perjalanan karir Maya namun dalam versi yang kontroversial. Dikatakan Maya hanya gadis bodoh, membosankan, berpikiran dangkal dan melakukan apa saja untuk menjadi orang yang terkenal. Kabur dari rumahnya meninggalkan ibunya yang sakit berat sendirian, bahkan menyembunyikan ibunya untuk mendongkrak popularitasnya. Selain itu, Maya pernah merusak kekeramatan panggung di ajang kompetisi nasional.
Apa-apa yang ada di sana hanya menceritakan keburukan Maya, yang juga tidak benar, dari sejak awal karirnya sampai sekarang. Bahkan Maya yang kehilangan suaranya dikatakan karena gadis itu sering menghabiskan waktunya di dunia malam, berhura-hura. Seakan-akan Maya hanyalah seorang aktris yang penuh kepura-puraan. Dikatakan bahwa sejak dulu, gadis itu gemar ugal-ugalan dan tidak disiplin. Maya beberapa kali mangkir latihan drama, mulai dari mengajak Sakurakoji berkencan di taman bermain, sampai dia menghilang beberapa hari saat pertunjukan sudah dekat ketika akan diadakan pementasan Padang Liar yang Terlupakan. Juga mengenai dia yang jatuh tertidur setelah pesta pora dan mabuk semalaman di pinggir pantai dengan geng motor padahal Maya masih di bawah umur saat itu.
Dan terakhir mengenai kisah cintanya dengan Masumi yang dikatakan hanya salah satu sensasi yang dirancang manajemennya untuk mensukseskan Bidadari Merah. Di sana juga disebutkan bahwa ketika Maya dan Masumi berkencan di restoran X, salah seorang dari manajemennya menghubungi media mengenai hal tersebut dan meminta mereka untuk meliput kencan keduanya.
Friday juga mengatakan bahwa hubungan percintaan di antara keduanya hanyalah rekayasa manajemen, salah satu cara promosi dari Daito yang memang sudah terkenal akan menggunakan berbagai cara untuk mensukseskan tujuannya.
[Tidak ada kemungkinan yang lebih memungkinkan untuk seorang Masumi Hayami mengencani gadis seperti Maya Kitajima jika bukan demi kesuksesan proyeknya. Demikian juga bagi Maya Kitajima. Berhasil mengencani Direktur Daito artinya peningkatan popularitas. Simbiosis mutualisme untuk saling menguatkan posisi satu sama lain. Semuanya hanyalah rekayasa antara Pangeran Gila Kerja dan Cinderella Gila Popularitas.]
Masumi mengeratkan kepalan tangannya kuat-kuat. Dia sangat murka dengan isi tabloid tersebut.
Yosuke…!!
Masumi bisa merasakan amarah yang naik ke kepalanya. Sejak pria itu mengambil alih tabloid Friday yang hampir bangkrut, tidak henti-hentinya tabloid tersebut mengusik aktris-aktris Daito. Menceritakan berbagai skandal tanpa bukti. Atau merekayasa foto-foto aktrisnya—atau foto-foto orang lain yang mirip dan dikatakan aktris Daito—dan melakukan fitnah. Menyebutkan sumber-sumber tidak bernama sepeti Tuan A, nona B, si C, dan lain sebagainya.
Selama ini, Masumi, dengan pertimbangannya sendiri, tidak pernah mengusik balik. Lagipula tabloid itu memang hanya dianggap tabloid murahan oleh siapa pun. Tabloid yang menggunakan sensasi untuk menambah oplah penjualannya. Sejauh ini tidak pernah ada gosipnya yang benar-benar berpengaruh terhadap citra aktris Daito. Dengan humas dan para manajer aktris yang kompeten, seperti Sawajiri misalnya, tidak ada gosip Friday yang mengguncang citra aktris Daito.
Tapi berita mengenai Maya, lain soalnya. Masumi tahu Maya saat ini sedang menjadi pusat perhatian. Di sisi lain, Maya sendiri sedang berada dalam kondisi mental yang lemah. Masumi sangat takut gadis ini akan merasa terpukul. Masumi sudah bisa membayangkan seperti apa pengaruh pemberitaan tersebut bagi kepercayaan diri Maya. Belum lagi diberitakan secara ekslusif 8 halaman berisi cercaan dan fitnah. Segala sesuatu ada batasnya, dan Masumi tahu ini sudah sangat melampaui batas toleransinya terhadap tabloid sialan itu.
Yosuke, apa kau sudah terang-terangan menentangku sekarang?
Tatapan Masumi terlihat dingin dan kejam.
=//=
“Bagaimana Maya?” tanya Masumi pagi itu pada Bu Michie, kepala urusan rumah tangganya.
“Tuan, Nona Maya masih belum mau makan.” Terangnya sedikit khawatir.
Masumi menghela nafasnya. Gadis itu sangat keras kepala. Sejak semalam dia tidak mau makan padahal badannya masih lemah.
Masumi melangkah menuju kamar gadis itu, membuka pintunya perlahan. Dilihatnya Maya yang sedang duduk di atas tempat tidur. Semakin kurus dan kuyu. Masumi memejamkan matanya pedih. Ia lalu melangkah masuk. Membawa sarapan Maya pagi itu.
“Waktunya makan, Maya,” katanya.
Namun gadis itu tidak menghiraukan.
Masumi menghampirinya, duduk di samping tempat tidurnya. Dia lalu menyendok makanannya, dan menyuapi Maya. Tapi gadis itu diam saja.
“Maya… makanlah, kondisi badanmu masih lemah, bisa-bisa kau sakit lagi.” Pria itu membujuk.
Gadis itu tetap dengan pendiriannya.
Masumi lalu meletakkan piringnya di meja yang berada di samping tempat tidur. Setelah itu diraihnya dagu Maya untuk disuapi.
Gadis itu memalingkan wajahnya.
“Kenapa kau tidak mau makan?” tanya Masumi, sedikit tajam dan khawatir.
Gadis itu kembali diam saja.
“Maya…” panggilnya.
Akhirnya perlahan-lahan Maya menunjuk pada papan komunikasinya.
[a-ku-i-ngin-per-gi-.]
Masumi menghempaskan nafasnya. “Tidak akan kubiarkan!” tegasnya.
Maya meliriknya tajam, kesal. Lantas kembali memalingkan wajahnya, protes.
Tiba-tiba handphone Masumi berbunyi. Dari Mizuki. Mengingatkan atasannya itu bahwa dia harus bersiap menghadiri rapat dan nanti siang melakukan pembukaan kompetisi klub drama antar SMA se-Jepang.
“Aku mengerti,” kata Masumi.
Pandangannya kembali beralih kepada Maya yang masih memalingkan wajahnya dari dirinya.
 “Aku harus pergi,” katanya. Masumi meletakkan kembali sendoknya di atas piring. Maya masih tidak menghiraukannya.
Masumi lantas memutar badan gadis itu menghadapnya. Mencengkeram kedua lengannya erat.
“Ingatlah ini Maya, aku tidak akan pernah melepaskanmu. Jika kau lari dariku, aku akan mengejarmu. Jika kau bersembunyi, aku akan menemukanmu, dan jika kau pergi, aku akan membawamu kembali.” Masumi menatap Maya dengan tajam, tapi gadis itu tetap saja memalingkan wajahnya.
“Dan… jika kau berpaling dariku, maka aku akan menunggu. Menunggu sampai kau mau melihatku lagi dan kembali padaku. Tapi kau harus tahu bahwa aku tidak akan meninggalkanmu.” Katanya.
Masumi lantas melepaskan genggamannya dan berbalik pergi. Saat menutup pintu, Masumi bisa mendengar gadis itu menghempaskan makanannya ke lantai.
“Nanti saat makan siang, tolong dibereskan,” Masumi menyerahkan kunci kamarnya kepada Bu Michie yang menjawab dengan anggukan.
=//=
Masumi menghempaskan tubuh lelahnya di atas kursi direkturnya. Memejamkan matanya mencoba menetralisir segala kepenatan yang terasa.
Maya…
Pikiran pria itu kembali melayang pada kekasihnya.
Sedang apa dia?
Rasa khawatirnya semakin tidak terbendung. Saat dia akan menelpon kediamannya, sebuah sambungan masuk ke handphonenya. Hijiri.
“Bicaralah,” perintah Masumi.
“Tuan, saya sudah mendapatkan sesuatu mengenai Tuan Yosuke dengan seorang hostess yang bekerja di salah satu klub di Ginza.” Terang Hijiri.
Kedua alis Masumi bertaut sejenak, agak terkejut.
“Maksudmu seperti selingkuhan atau wanita simpanan begitu?” tanya Masumi memastikan.
“Benar Tuan, ada yang mengatakan tidak kurang dari seminggu sekali Tuan Yosuke datang ke klub tersebut dan selalu ditemani wanita yang sama. Saya sendiri belum bicara dengan wanita tersebut, hanya mendapatkan informasi dari seorang bartender yang ada di sana,” papar Hijiri.
“Baiklah Hijiri, terima kasih,” kata Masumi.
“Tuan, apa yang akan Anda lakukan mengenai tabloid Friday?” tanya Masumi.
“Aku akan ‘bicara’ pada Yosuke tentu saja. Jika dia tidak juga mengerti, aku akan bicara dengan para pengiklan. Aku tidak akan mengijinkan mereka mensponsori satu acara Daito-pun jika aku melihat ada produk mereka di tabloid itu, oleh karena itu tolong carikan data pihak-pihak yang berhubungan baik dengan Friday dan Yosuke,” Masumi terdengar geram.
Hijiri diam saja cukup lama sebelum berkata,
“Baik Tuan, saya harap semua akan baik-baik saja untuk Nona Maya dan Anda,” gumamnya.
“Terima kasih Hijiri,” jawab Masumi tulus sebelum menutup telponnya.
Setelahnya, walaupun Masumi berusaha berkonsentrasi, pikirannya tetap tidak lepas dari Maya. Akhirnya Masumi memutuskan untuk pulang lebih awal hari itu.
“Mizuki, kalau ada yang mencariku, minta dia menghubungiku lagi besok. Aku mau pulang dulu,” pamit Masumi.
Mizuki terlihat heran karena Masumi sudah mau pulang.
“Apakah ada urusan penting? Kenapa Anda pulang lebih cepat?” tanya Mizuki, cepat-cepat beranjak dari kursinya mendekati Masumi.
“Aku, mengkhawatirkan Maya,” kata Masumi.
Sekretarisnya itu sudah tahu bahwa Maya sekarang ada di rumahnya.
“Pak Masumi, saya yakin Maya baik-baik saja, ada banyak orang yang menjaganya di sana kan?” Mizuki berusaha menenangkan.
“Entahlah, kadang gadis itu sangat keras kepala dan aku tidak tahu apa yang dipikirkannya sehingga membuatku khawatir,” Masumi terlihat sedikit gelisah.
Hanya kekasihnya yang bisa membuat pria dingin itu terlihat demikian.
Mizuki mengangguk mengerti.
“Baiklah Pak,” katanya. “Oya, Sawajiri tadi menghubungi saya, katanya dia baru tahu dari Rei bahwa Maya kemarin melarikan diri dan mengkhawartirkan keadaannya. Tapi dia sudah merasa lega saat tahu bahwa sekarang Maya di tempat Anda,” imbuhnya.
“Iya, katakan kepada Sawajiri, untuk beberapa saat Maya istirahat total. Dia tidak perlu melakukan apa-apa dulu. Minta Minami mencarikan aktris lain untuk ditangani Sawajiri untuk sementara waktu sampai Maya membutuhkannya lagi,” terang Masumi.
Mizuki kembali mengangguk.
=//=
“Selamat datang Tuan Muda,” sapa Kaori, salah satu pelayannya.
“Ayah belum pulang?” tanyanya.
Eisuke sudah seminggu melakukan pengobatan di sebuah pemandian air panas.
“Belum Tuan, Pak Asa mengabari Tuan sudah lebih baik, tapi masih akan di sana 2-3 hari lagi,” terang Kaori.
Masumi mengangguk.
“Bagaimana keadaan Maya?” tanya Masumi kemudian.
Beberapa saat Kaori saling melirik dengan sesama pelayan di sampingnya. Masumi tahu ada sesuatu yang tidak beres.
“Katakan yang sejujurnya kepadaku!” katanya keras.
“A, anu Tuan Muda, Nona Maya tidak mau makan dan kondisi tubuhnya sepertinya semakin lemah, tadi badannya sempat memanas sangat tinggi dan hampir pingsan,” terang Kaori cepat dan ketakutan.
Masumi sangat terkejut mendengarnya.
“Kenapa tidak ada yang memberitahuku?!!!” Masumi murka.
“Ma, maaf, Nona Maya tidak memperbolehkan kami memberitahukan Tuan Muda. Dia, dia, memaksa akan pergi jika Tuan muda diberitahu,” jelas Rika, pelayan yang satunya, ketakutan.
Masumi bergegas melangkah ke lantai dua menuju ke kamar Maya.
“Tuan Muda!” Sambut Bibi Michie, terkejut karena Tuan Mudanya sudah datang.
“Bagaimana keadaannya?” tanya Masumi.
“A, anu…”
“Aku sudah tahu kalau dia sempat hampir pingsan,” kata Masumi, dingin.
Wajah Bi Michie tampak penuh sesal.
“Sekarang sedang tidur. Nona Maya sudah diberi obat penenang dan penurun demam. Tadi kata dokter, karena dari kemarin tidak makan dan minum obatnya, kondisi Nona Maya memburuk.” Jelas Bi Michie.
Masumi menatap nanar gadis yang terbaring di hadapannya. Hatinya sangat perih melihat keadaannya.
“Tuan Masumi jangan khawatir,” Bi Michie berusaha menenangkan. “Kata dokter, asal Nona Maya sudah mulai teratur lagi makan dan tidurnya, cukup beristirahat dan meminum obatnya, pasti segera sehat lagi.”
“Aku mengerti Bi,” gumam Masumi. “Sekarang keluarlah, aku ingin sendirian sebentar dengan Maya,” pinta Masumi.
Bi Michie berpamitan dan keluar dari kamar Maya.
Masumi duduk di pinggir tempat tidur Maya. Menyentuh dahinya, sudah tidak begitu panas. Lalu meletakkan telunjuknya di bawah hidung Maya, merasai nafasnya, masih sedikit panas.
Kau itu, keras kepala sekali…
Masumi mengamati Maya dengan pandangan penuh kekhawatiran.
Dibelainya kepala Maya perlahan.
Kenapa kau tidak mau bangkit sekali lagi saja? Ada aku yang menunggumu Maya, ada Bidadari Merah yang menunggumu…
Dipandanginya wajah Maya yang pucat. Masumi menelan ludahnya, pahit.
Dia membuka jasnya, lalu naik ke atas tempat tidur Maya. Dia terbaring di sebelahnya dan menarik gadis itu ke dalam pelukannya. Tubuh gadis itu basah oleh peluh.
Maya…
Apakah keberadaanku benar-benar tidak berguna untukmu? Kenapa kau menyiksa dirimu sendiri seperti ini? Hanya karena kau ingin pergi dari sisiku?
Pikiran itu begitu menyakitkan bagi Masumi. Dieratkannya pelukan kedua tangannya di tubuh gadis itu.
Sekali lagi aku kalah olehmu. Aku tidak ingin melihatmu terus-menerus seperti ini. Pergilah Maya… pergi… jika dengan pergi keadaanmu bisa lebih baik, jika hal itu bisa membuatmu kembali tersenyum, pergilah… Aku tidak akan mencegahmu lagi.
Masumi perlahan mencium kening gadis itu dan jatuh tertidur di sampingnya.
=//=
Malam menjelang, Maya mulai terbangun. Maya menyadari seseorang memeluk tubuhnya. Dia tidak lain adalah Masumi.
Pak Masumi…?!
“Kau sudah bangun?” Tanya Masumi.
Maya sangat terkejut melihatnya. Wajahnya merah padam mengingat pria itu telah memeluknya selama dia tidur.
Masumi melonggarkan pelukannya dari Maya dan mulai bangun.
“Sebentar lagi saatnya makan malam, setelah itu jangan lupa minum obat, atau kondisimu kembali memburuk,” kata Masumi datar, mulai melepaskan pelukannya, berdiri dari tempat tidur dan meraih jasnya.
Masumi menatap gadis itu yang kembali memalingkan wajahnya darinya. Pria itu menelan ludahnya tidak kentara dan mengeratkan kepalan tangannya.
“Kalau kondisimu membaik,” Masumi berujar, “kau boleh pergi besok,” tambahnya.
Deg!
Boleh pergi….?
Mata Maya melebar.
“Maya… berjanjilah kau akan bangkit lagi. Aku tahu kau sebenarnya gadis yang sangat kuat. Akan kupastikan semuanya akan baik-baik saja…” kata Masumi.
“Kalau bersamaku, begitu menyakitkan untukmu, kau boleh pergi Maya. Aku tidak punya pilihan selain melepaskanmu, kan?” gumamnya lirih.
Pak Masumi… maaf…
Maya masih tidak sanggup menatap Masumi.
“Tapi jangan membuat kawan-kawanmu khawatir, kembalilah ke apartemenmu,” kata Masumi, “aku berjanji tidak akan mendekatimu kalau memang itu yang kau inginkan,” imbuhnya. “Asal kau mau makan dan minum obatmu, apa pun yang kau inginkan akan kukabulkan. Jadi cepatlah sembuh, baru kau boleh meninggalkanku.” Pria itu terlihat sangat suram, lantas beranjak pergi meninggalkan Maya sendiri di kamarnya.
Maya termangu dan kembali menangis.
=//=
Masumi makan sendirian di ruang makan. Pikirannya jauh lebih tenang saat ini, karena sudah tahu Maya mau mulai makan dan meminum obatnya. Tapi kembali tidak tenang jika dia teringat apa yang akan terjadi besok. Maya akan pergi meninggalkannya.
Jadi begitu saja, Maya? Hubungan kita, berakhir sampai di sini? Hanya karena kau merasa tidak layak berada di sampingku? Tapi apa yang bisa kulakukan jika kau terus-menerus menyakiti dirimu sendiri seperti itu.
Steak yang dimasak sangat empuk oleh Bi Michie masih saja sulit ditelan oleh Masumi.
Aku hanya bisa merelakanmu pergi…
Membayangkan Maya pergi dari sisinya sudah membuat Masumi merasakan hatinya tertusuk-tusuk.
Aku harus menemukannya, orang itu. Orang yang sudah membuat Mayaku menjadi seperti itu. Yang sudah membuat hubungan kami menjadi seperti ini.
Garpu dan pisau yang dipegang Masumi terlihat bergetar hebat. Memendam kemurkaan dalam dirinya.
Selesai makan malam, Masumi berdiri mematung di depan pintu kamar Maya. Coba dibayangkannya apa yang sedang Maya lakukan di dalam sana.
Maya…
Panggilnya rindu. Sangat merindukan gadis itu.
Padahal dia ada di dalam sana. Hanya dipisahkan sebuah pintu, tapi aku tidak bisa memasukinya. Kau selalu saja, terasa sangat jauh untukku, Maya…
Masumi memalingkan wajahnya dan berlalu ke kamarnya sendiri.
=//=
“Ini sarapannya, Nona. Bagaimana perasaannya? Sudah lebih baik?” Tanya Kaori.
Maya mengangguk. Gadis itu sedang membereskan pakaian dan barang-barangnya. Sambil memikirkan kemana sebaiknya dia pergi. Dia tidak ingin merepotkan siapa pun. Tapi Maya teringat ucapan Masumi bahwa jika dia menghilang begitu saja, teman-temannya akan khawatir.
Pak Masumi…
Panggilnya rindu. Teringat Masumi yang semalam terlihat sangat suram. Juga pelukan hangat pria itu saat dia sedang tertidur.
Tidak Maya, ini yang terbaik untuknya…
Maya berusaha menguatkan tekadnya.
“Jadi pergi?” tanya Masumi tiba-tiba dari pintu.
Maya sempat terperanjat. Dia lalu mengangguk tanpa memandang Masumi.
Masumi masuk ke dalam, duduk di sisi tempat tidur.
“Ada yang perlu kubantu?” tanya Masumi. Berusaha terdengar tenang.
Maya tertegun sebentar, lalu menggeleng.
“Mau kuminta sopirku mengantarmu?” tawarnya.
Gadis itu kembali menggeleng sambil masih memasukkan pakaiannya yang sudah dilipat.
“Nanti sebelum pergi, dimakan dulu ya sarapan dan obatnya,” Masumi mengingatkan dengan lembut.
Tangan Maya mulai gemetar, menahan kesedihannya. Kenapa Masumi tidak bersikap dingin padanya agar dia bisa lebih mudah mengabaikannya. Perasaan Maya mulai galau lagi.
“Aku mencintaimu, Maya…” gumam pria itu.
Maya tertegun. Dengan cepat Maya menolehkan wajahnya pada Masumi, meminta pria itu menghentikan ucapannya.
Tapi dengan cepat Masumi menarik lengan Maya. Gadis itu limbung, jatuh dalam dekapannya. Masumi lantas membenamkan bibirnya di bibir gadis itu. Dia menciumnya dengan sangat dalam, mencumbunya. Sampai Maya tidak bisa bernafas. Gadis itu ingin berontak tapi tidak bisa, Masumi mendekapnya terlalu kuat.
Pria itu lantas memisahkan bibir mereka. Menatap nanar kepadanya. Sangat sedih, dan kesepian.
“Tidak bisakah kau merasakan bahwa aku sangat mencintaimu?” katanya, gemetar. “Aku sangat takut kehilanganmu Maya… Jika kau pikir bersamaku hanya akan menyakitiku, meninggalkanku akan membuatku sangat terluka. Kau boleh bilang aku egois, karena aku memang egois. Jadi tidak bisakah kau memberikan apa yang kuinginkan?” Masumi menatap dalam mata gadis itu, sangat berkeras. “Dirimu. Aku menginginkanmu Maya.”
Pak Masumi…
Maya menatap mata Masumi, ada penolakan dari cara gadis itu memandangnya. Dia lalu mengalihkan pandangannya dari Masumi.
Masumi tahu, gadis itu menolaknya. Lagi.
“Maaf…” Masumi melepaskan dekapannya dan dengan cepat Maya menjauh darinya. “Aku sudah berjanji dan aku tidak akan melanggarnya,” katanya datar, berusaha menguatkan dirinya sendiri.
Masumi lalu bangkit dari duduknya.
“Aku tidak akan mengurungmu lagi, kau boleh pergi jika kau mau. Tapi asal kau tahu saja, jika kau meninggalkanku, kau akan membuatku sangat menderita,” katanya, getir.
Masumi lantas berjalan keluar, meninggalkan Maya sendirian.
Mata gadis itu berkaca-kaca, pandangannya gamang. Dengan jemari yang gemetar, ditariknya resleting tas pakaiannya. Maya lalu meraih tas tangannya, dikeluarkannya obat miliknya. Sesuatu menarik perhatiannya, secarik kertas.
Maya membukanya perlahan. Itu adalah kertas yang berisi tulisan Masumi saat dia jetlag dulu.
[Cepatlah sembuh, Mungil]
Pak Masumi….
Gadis itu mendekapnya. Satu persatu ucapan Masumi terngiang kembali di kepalanya.
[Aku tahu kau sebenarnya gadis yang sangat kuat.]
[Jadi cepatlah sembuh, baru kau boleh meninggalkanku.]
[jika kau meninggalkanku, kau akan membuatku sangat menderita.]
Gadis itu menggigit bibir bawahnya dan menghapus air matanya. Dia lalu meraih sarapannya dan mulai makan.
=//=
Bagaimana jika gadis itu benar-benar pergi, Masumi??
Batinnya, saat masuk ke dalam mobilnya. Masumi mengeratkan rahangnya. Tidak ada lagi yang bisa dilakukannya. Dia sudah berjanji akan membiarkannya pergi.
“Oshima, jangan langsung ke Daito.” Kata Masumi.
“Ya Tuan?” Oshima melihat Tuannya melalui spion depan.
“Ke kantor Friday,” instruksinya. Dingin.
=//=

Masumi turun dari mobilnya dan masuk ke dalam kantor redaksi Friday. Beberapa orang terkejut melihatnya. Tentu saja, bujangan yang paling diincar saat ini oleh para gadis, diburu oleh para wartawan dan sedang menjadi sasaran tembak para pecinta gosip pagi itu tanpa diduga muncul di kantor mereka.
Kasak-kusuk segera terdengar. Ada apa Masumi Hayami datang ke kantor mereka pagi-pagi begini.
“Selamat pagi, Tuan,” sapa seorang resepsionis.
“Aku ingin bertemu Yosuke,” kata Masumi tanpa basa basi.
“Tuan Yosuke belum datang. Apakah Anda sudah membuat janji?”
“Kalau begitu aku akan menunggunya. Tunjukkan saja dimana kantornya.”
Si resepsionis melirik kepada temannya. Tidak yakin.
“Nona,” Masumi tersenyum, sebuah sogokan. “Aku yakin Yosuke juga ingin bertemu denganku, jadi kau tidak perlu khawatir dia akan marah padamu hanya karena mengijinkanku masuk ke kantornya,” bujuk Masumi.
Gadis yang dipanggil Nona tersipu, dengan terbata-bata dia menjawab.
“I, iya, Tuan. A, anu, sepertinya ruang kantornya masih dikunci karena Tuan Yosuke hari ini sepertinya sedikit terlambat. Sekretarisnya pun belum tiba. Tapi Tuan bisa menunggu di ruang tamu yang ada di depan kantornya. Silahkan naik ke lantai dua, tempatnya tepat di sebelah tangga. Anda bisa menggunakan lift yang ini,” terangnya sambil menunjuk lift di dekat meja resepsionis.
“Terima kasih,” Masumi tersenyum dan berlalu meninggalkan gadis itu yang hatinya tidak berhenti terpekik mengenang senyuman Masumi.
Keluar dari lift Masumi mencari tempat yang dimaksud. Masumi bisa melihat nama Yosuke pada pintu sebuah kantor yang masih tertutup. Masumi masuk ke dalam ruangan yang berada di depannya.
Diraihnya tabloid yang berada di ruangan tersebut, dibacanya sekilas. Tidak jauh-jauh, berita utamanya Mai Ichikawa, salah satu aktris Daito yang dikatakan memenangkan penghargaan karena Daito menyogok panitia.
Masumi tersenyum kecut, melemparkan kembali tabloid itu ke tempatnya, lantas duduk di atas sebuah sofa.
Seorang office boy menghidangkan secangkir kopi kepadanya lantas permisi.
Kopi itu masih panas, saat Masumi mendengar ada suara-suara dari luar ruangan tersebut dan Masumi yakin namanya disebut-sebut.
Pintu terbuka dan sosok yang ditunggunya tiba. Masumi tidak repot-repot berdiri menyambutnya.
“Wah… wah… wah… ada apa ini, tidak mengira sepagi ini Friday mendapat kunjungan dari direktur Daito,” sambut Yosuke dengan gaya berlebihan.
Masumi hanya menatapnya dingin.
“Masih saja tidak ramah, Masumi,” katanya.
“Aku belajar banyak darimu,” Masumi menyindir.
Yosuke tersenyum kecut, lalu mengambil tempat di hadapan Masumi.
“Jadi?” dia menyandarkan tubuhnya penuh kuasa, “ada keperluan apa? Sampai-sampai seorang Masumi mau berkunjung sepagi ini?” tanyanya.
“Kau tahu apa yang membuatku datang ke sini,” jawab Masumi, dingin.
“Tidak, aku tidak tahu,” Yosuke tersenyum, mempermainkan.
“Aku sudah mendapatkan rencana cetakmu mengenai Maya Kitajima,” Masumi menatap mengecam.
Yosuke tidak dapat menyembunyikan keterkejutannya. Tapi tidak lama dia menyadari, tentu saja itu bukan hal yang mengejutkan. Dia berhadapan dengan Masumi Hayami. Tidak ada yang tidak dapat pria itu lakukan selama dia menginginkannya.
Plok…!! plok...!! plok…!!
Yosuke bertepuk tangan.
“Hebat! Seharusnya aku sudah mengira bahwa kau akan mendapatkannya,” Yosuke mengangguk pura-pura kagum.
Masumi memandangnya dengan mata memicing, marah.
“Jadi? Apa yang kau inginkan? Apa yang ada dalam tabloidku bukan urusanmu. Kau juga tidak punya saham di sini, jadi kau tidak bisa mengatur apa-apa yang dimuat Friday.” Kata Yosuke, berlagak. “Itu saja? Hanya itu yang ingin kau sampaikan?” tantang Yosuke, “tidak ada lagi yang ingin kau katakan?”
Masumi sama sekali sedang tidak ingin main-main. Dia tidak berkata apa-apa, hanya menatap tajam lawannya.
“Kalau begitu, silahkan pergi. MAsih ada banyak hal yang harus—“
“Aku memang tidak punya apa pun lagi untuk kukatakan, tapi aku yakin Michiko… chan! Punya banyak hal untuk dikatakan,” kata Masumi.
Masumi bisa melihat wajah Yosuke yang memucat saat Masumi menyebutkan nama hostess yang sering Yosuke temui.
“A, aku tidak tahu apa maksudmu,” Yosuke berusaha terlihat tenang.
Masumi tersenyum mencela.
“Tidak kenal? Padahal tidak kurang dari seminggu sekali kau mengunjunginya dan memberikan macam-macam hadiah untuknya,” sindir Masumi.
Yosuke bungkam, tidak dapat mengatakan apapun.
“Yosuke… Yosuke…” Masumi menggeleng-gelengkan kepalanya, “coba kita bayangkan sama-sama bagaimana nasibmu, jika sampai berita mengenai hal ini sampai ke telinga istrimu dan keluarganya? Lelaki tidak berguna sepertimu, yang hanya bergantung dari kekayaan keluarga istrimu, masih berani bermain api…”
“Jaga ucapanmu Masumi!!” Seru Yosuke, terhina. Dia berdiri dari tempat duduknya dengan nafas terengah karena marah.
Masumi pun berdiri dari tempat duduknya dan berjalan mendekati Yosuke dengan tatapan mengancam.
“Dengarkan ini baik-baik, karena aku hanya akan mengatakannya sekali saja,” katanya, mencondongkan badannya kepada Yosuke.
“Jika kau dan tabloid sampahmu mencoba menyentuh Maya Kitajima sedikit saja, aku bersumpah demi apapun yang kau percayai, aku akan menghancurkanmu tak berbekas. Dan kau akan sangat menyesal karena semua yang kau lakukan, tidak akan sebanding dengan imbalan yang akan kuberikan padamu. Tidak hanya tabloid sialan ini, pernikahanmu, karirmu, hidupmu, semuanya akan kuhancurkan. Dan pada akhirnya kau hanya akan dikenang sebagai seorang pecundang. Kau dengar itu? Aku tidak peduli jika kau mau mengedarkannya. Edarkan saja, karena aku memang membutuhkan sesuatu untuk kuhancurkan saat ini. Dan aku butuh alasan yang bagus untuk melakukannya!!” Desis Masumi tajam.
Yosuke tampak gemetar, marah, namun tidak mampu berbuat apa-apa. Dia hanya melirik tajam kea rah Masumi.
“Sementara itu,” sambung Masumi.
Buk!!!
Masumi meninju Yosuke dan pria itu mengerang sangat keras saat kepalan tangan Masumi menghantam wajahnya.
“Aku hanya akan mematahkan hidungmu,” kata Masumi, menatap dingin Yosuke yang meringis kesakitan dengan darah mengalir dari hidungnya.
Belum sadar dari rasa sakitnya, Yosuke melihat Masumi keluar dari ruangan tersebut.
“Brengsek kau Masumi!!!!” Teriaknya murka sambil memegangi hidungnya.
Orang-orang yang mendengar keributan di dalam ruangan tersebut hanya mampu memandangi Masumi dari tempatnya masing-masing.
“Sebaiknya kau memanggil ambulan, sepertinya atasanmu sudah bertindak sembrono dan membuat hidungnya patah,” anjur Masumi kepada sekretaris Yosuke yang sudah datang.
Sebelum meninggalkan Friday, Masumi masih sempat menghadiahi sang resepsionis dengan senyumannya lagi karena telah mengijinkannya menunggu Yosuke. Dan kembali, warna merah merona menghias wajah gadis itu yang lagi lagi tidak berhenti terpekik dalam hatinya.
=//=
“Nona, sudah selesai sarapannya?” tanya Bi Michie, sedikit terkejut, kepada Maya yang menghampirinya di dapur.
“Padahal Anda tidak perlu membawanya sendiri ke sini,” terangnya dengan sungkan. Bibi itu mengambil piring dari tangan Maya.
Maya menggeleng dan tersenyum.
“Ah, akhirnya Anda tersenyum juga. Manis sekali kalau sedang tersenyum begitu. Tuan Masumi pasti senang melihatnya,” kata Bu Michie, tersenyum riang.
Pak Masumi…
Senyuman itu kemudian hilang dari bibirnya.
“Nona, sebelum pergi, Tuan meminta saya memberikan sesuatu untuk Anda, silahkan kemari…”
Maya mengikuti Bi Michie menuju sebuah ruangan. Bi Michie lalu memberikan sebuah buket bunga kepada Maya.
“Tuan Masumi meminta saya memberikan ini kepada Nona. Katanya Nona sangat menyukai bunga ini.” Bi Michie memberikan buket Mawar Ungu kepada Maya.
Maya menerimanya dengan senang hati.
Kenapa Pak Masumi tidak memberikannya sendiri…
Pikir Maya sedih.
Ah, Maya, kau ini… Bukankah kau akan pergi meninggalkannya? Kenapa masih saja memikirkannya…
“Semenjak Bibi mengenal Tuan Muda,” ucap Bi Michie tiba-tiba, membuyarkan lamunan Maya, “Bibi tidak pernah melihat Tuan Muda begitu memperhatikan seseorang seperti Tuan Muda memperhatikan nona.”
Maya mengangkat wajahnya dari buket tersebut, memandang Bi Michie yang tersenyum lembut.
“Bibi selama ini sering bertanya-tanya apa arti bunga mawar ungu ini bagi tuan muda. Bibi pernah beberapa kali tidak sengaja melihat Tuan Muda terdiam sendirian di ruang baca sambil memandangi setangkai mawar ungu. Kadang wajahnya terlihat begitu sedih. Tapi Bibi tidak mengerti apa yang menyebabkan Tuan Muda terlihat seperti itu. Dan yang bisa Bibi lakukan, hanya berpura-pura tidak mengetahuinya,” wajah yang keibuan itu tampak miris. “Bibi sudah mengenal Tuan Muda dari kecil, sejak ibunya menjadi pembantu rumah tangga di sini. Tuan Muda sudah bibi anggap seperti anak Bibi sendiri. Namun, sejak dulu, Tuan Muda tidak pernah bercerita kepada siapapun jika sedang mengalami kesedihan atau ada hal-hal yang mengganggunya. Tuan Muda lebih senang menanggungnya sendiri,” kisahnya. Bi Michie tampak menerawang, “saat Tuan Muda bertunangan dengan Nona Shiori, Bibi lega sekali. Bibi pikir, akhirnya ada seseorang yang bisa membuat Tuan Masumi bahagia. Tapi ternyata, setelah bertunangan pun Tuan Muda masih sering terlihat begitu kesepian. Dan kebiasaannya menyendiri sambil memandangi mawar ungu itu tidak juga hilang,” imbuhnya.
Maya mendengarkan cerita Bi Michie dengan seksama. Dipandangnya kembali buket mawar ungu di tangannya. Maya ingat, tidak sekali dua kali Maya melihat mata Masumi yang tampak kesepian. Dulu dia bertanya-tanya kenapa Masumi bisa terlihat seperti itu. Sekarang Maya menyadari, bahwa jawabannya adalah dirinya. Dialah yang sudah membuat Masumi merasa begitu kesepian.
[“Aku… mencintaimu Maya, sangat mencintaimu. Dari dulu… sejak lama…”]
Kata-kata Masumi saat di Yokohama teringat kembali oleh Maya.
Sejak lama…? Sebenarnya sejak kapan, Pak Masumi mulai mencintaiku…
Maya mengeratkan pegangannya di buket bunga tersebut.
“Tapi akhir-akhir ini, Tuan Muda sering terlihat bangun pagi dengan gembira, dan saat pulang ke rumah wajahnya berbinar-binar. Kami para pelayan sering loh memperhatikannya,” kata Bu Michie dengan wajah bergosip.
Maya tersenyum tipis.
“Dan ternyata, semuanya berkat Nona Maya.” Ujarnya.
Pak Masumi…
Keraguan mulai timbul dalam hati Maya. Dia punya alasan kuat untuk pergi, tapi Masumi juga memberinya alasan kuat untuk tinggal.
“Nona, saya tidak bermaksud lancang. Hanya saja, saya harap, Nona mau memikirkan Tuan Masumi. Selama ini Tuan Masumi walau terlihat kuat, saya tahu bahwa sejak kecil beliau sangat kesepian. Jadi, kalau bisa, saya harap hubungan Anda dan Tuan Masumi akan baik-baik saja,” ucap Bi Michie, lebih seperti seorang ibu untuk putranya daripada seorang pelayan untuk tuannya.
[jika kau meninggalkanku, kau akan membuatku sangat menderita.]
Tapi Pak Masumi, Anda adalah Direktur Daito, pria dewasa yang sangat tampan dan pandai, begitu sempurna. Dulu saja aku sangat tidak percaya diri jika bukan karena kau yang selalu menguatkan hatiku. Tapi sekarang… Jika aku yang seperti ini tetap berada di sampingmu, aku sungguh tidak tahu diri. Hanya akan merepotkanmu. Aku sudah terbiasa menjadi bahan lelucon sejak dulu. Aku terbiasa dijadikan bahan ejekan. Tapi aku tidak mau, kalau hanya karena aku, mereka juga memperolokmu… Mawar Ungu-ku…
“Tapi kalau Nona tetap mau pergi,” Bu Michie tampak sedih, “Pak Masumi sudah meminta Okita, salah seorang sopir kami untuk mengantarkan Nona ke tempat yang Nona inginkan. Saya yakin beliau masih khawatir jika Nona pergi sendirian dengan kondisi Nona sekarang,” terangnya.
Maya terdiam sebentar, lantas mengangguk berterima kasih.
=//=
Masumi mengurut dahinya letih, beberapa kali mengerjapkan matanya. Belakangan dia memang merasa sangat letih. Fisik dan mental. Rasanya masalah yang datang bertubi-tubi tidak pernah selesai.
Semalam pun Masumi tidak memejamkan matanya walau sekejap. Dia merisaukan Maya. Merindukannya sekaligus mengkhawatirkannya. Aneh memang, padahal gadis itu satu atap dengannya. Tapi dia masih saja merindukannya. Dan mengingat gadis itu akan meninggalkannya, Masumi merasa tidak tenang sepanjang malam.
“AH!!!” Dihentakkannya dokumen di hadapannya menjauh. Kesal.
Dokumen itu jatuh berhambur ke lantai.
Rasa letih dan sedihnya sudah membuat Masumi merasa marah. Diurutnya dahinya lebih keras, tidak juga hilang.
Apakah Maya sudah pergi?
Dipandanginya telepon di atas meja, terpikir untuk menghubungi kediamannya, tapi Masumi ragu. Takut mendengar tentang kepergian gadis itu.
Sebuah ketukan membuat perhatiannya teralih ke pintu.
“Kopi Anda Pak,” kata Mizuki, dia masuk dengan baki dan segelas kopi.
Mizuki sedikit terkejut melihat dokumen yang berantakan di lantai. Wanita itu lantas meletakkan kopi tersebut di hadapan Masumi.
“Ada apa, Pak Masumi?” tanya Mizuki, mulai memunguti dokumen itu.
“Biarkan saja!” perintah Masumi dingin.
Mizuki tertegun, tangannya berhenti bergerak sesaat, lalu melanjutkan membereskan dokumen tersebut.
“Biarkan saja!!!” Seru Masumi, lebih keras.
Mizuki melirik tidak kentara kepada Masumi, menghela nafasnya lantas berhenti dari pekerjaannya.
“Ada yang Anda ingin saya lakukan Pak Masumi?” Tanya Mizuki kemudian, setelah kembali berdiri.
“Ada. Keluar dari ruanganku,” usirnya.
“Ada yang lain?” tanya Mizuki.
“Lakukan saja perintahku yang itu dulu.” Jawabnya dingin.
“Baiklah, Anda tahu dimana saya jika Anda membutuhkan saya. Permisi.” Mizuki memutar badannya dan melangkah hendak keluar kantor Masumi.
Sekretaris itu tahu. Jika amarah Masumi sampai meluap-luap seperti ini, pasti karena Maya.
“Ah, Pak Masumi,” Mizuki kembali membalikkan badannya.
Atasannya itu memandang dengan tajam.
“Maaf, tapi saya sudah mempertimbangkan dan ini penting untuk saya sampaikan,” Mizuki menenangkan sebelum atasannya itu menyemprotnya.
Masumi diam saja. Artinya Mizuki boleh melanjutkan.
“Begini, tadi pagi Hino sempat menelpon saya, bertanya apakah saya mengetahui dimana Maya berada. Saya… tidak memberitahunya bahwa Maya sekarang berada di tempat And. Hanya saja, dia bilang, ada sesuatu yang mau dibicarakan dengan Maya, tapi dia tidak tahu bagaimana menghubunginya, dan dia juga tidak bilang ada urusan apa,” terang Mizuki.
Masumi memperhatikan. Tertarik.
“Saya, tidak tahu apakah saya boleh memberitahukan Hino—“
“Tidak perlu,” potong Masumi.
Lagipula, aku juga tidak tahu dimana Maya berada sekarang.
Pikir Masumi.
“Baiklah, saya mengerti.” Dan Mizuki pun keluar dari kantor Masumi.
Sejenak Masumi termenung. Memikirkan kira-kira apa yang mau dibicarakan Hino dengan Maya.
Maya…
Pikiran Masumi kembali kepada Maya. Matanya beralih pada telpon di atas mejanya. Akhirnya Masumi memutuskan menghubungi kediamannya.
“Selamat siang, di sini kediaman Hayami,” jawab sebuah suara.
“Siang. Ini aku, Masumi.”
“Tuan Muda, saya Rika. Ada apa Tuan?”
Masumi terdiam sejenak.
“Maya… bagaimana terakhir keadaannya?” tanya Masumi.
“Nona Maya tadi pagi sempat muntah dan mengeluh perutnya perih, namun setelah beristirahat sebentar dan meminum obatnya, keadaannya membaik. Kami meminta Nona Maya beristirahat lebih lama tapi dia bilang badannya sudah tidak sakit lagi dan—”
“Lalu sekarang, apa Maya…” Masumi mengeratkan pegangannya di gagang telpon. “Sudah pergi?”
“Iya Tuan, Nona Maya sudah pergi. Baru saja, mungkin sekitar 10 menit yang lalu.”
Maya…
Masumi mengetatkan rahangnya. Tidak rela.
“Dia pergi sendiri?”
“Tidak Tuan, Okita mengantarnya.” Terang Rika.
“Baiklah, terima kasih Rika,” tutup Masumi.
Masumi meletakkan kembali gagang telpon dengan wajah pucat.
Tidak lama tangannya bergerak kembali, menyentuh gagang telpon. Masumi ingin menanyakan kalau-kalau gadis itu mengatakan akan pergi kemana. Atau menghubungi Okita dan menanyakan hal yang sama. Dia berpikir untuk pergi, mengejar Maya. Lagi.
Sampai dia teringat janjinya pada gadis itu. Terlebih lagi dia tahu apa yang akan gadis itu lakukan pada dirinya sendiri, kalau sampai tahu Masumi masih saja tidak membiarkannya pergi. Masumi menjauhkan kembali tangannya dari telepon.
Haa…
Masumi menghela nafasnya, berat. Pria itu lantas menumpukkan kedua tangannya di meja, membenamkan kepalanya di sana. Lelah. Dia sangat lelah. Dan jatuh tertidur dengan Maya masih memenuhi rongga pikirannya.
=//=
Pak Masumi…
Sejak pergi meninggalkan kediaman Hayami, kepala Maya hanya dipenuhi Masumi dan pikiran mengenai apakah tindakannya ini hanyalah sebuah keegoisan.
“Sudah sampai, Nona,” terang Okita, membuyarkan Maya dari pemikirannya.
Tidak lama kemudian Okita membukakan pintu bagi Maya.
Maya tampak ragu sebentar untuk keluar dari mobil tersebut. Dia sudah memutuskan. Bukan saatnya menarik kembali keputusannya. Akhirnya Maya turun keluar dari mobil Hayami dan mengangguk berterima kasih kepada Okita.
“Apakah Nona masih membutuhkan saya?” tanya Okita.
Maya menggeleng dan tersenyum tipis.
Okita membungkuk dan masuk kembali ke mobilnya lantas kembali ke kediaman Hayami.
Maya berjalan memasuki gedung. Beberapa orang memperhatikannya, berbisik-bisik.
“Bukankah itu Maya Kitajima?”
“Eh, masa? Iya benar, sepertinya itu Maya Kitajima. Rupanya dia sudah kembali…”
“Hei, apa dia sudah bisa bicara? Katanya ‘kan dia sekarang bisu…”
Maya berusaha keras tidak menghiraukan bisik-bisik di sekitarnya. Dia menenangkan hatinya.
Maya kembali teringat Masumi, juga ucapan Bu Michie mengenai kekhawatiran Masumi terhadap dirinya. Saat ini yang bisa dilakukannya hanyalah berusaha menjadi lebih tegar dengan keadaannya. Berusaha meyakinkan Masumi bahwa dia pasti akan baik-baik saja.
Jangan membuat Pak Masumi khawatir. Kau harus kuat… harus belajar untuk kuat…
Maya memasuki lift, lagi-lagi dia bisa mendengar kasak-kusuk mengenai dirinya. Mungkin orang-orang itu lupa, bahwa Maya tidak bisa bicara dan bukannya tidak bisa mendengar. Perasaannya sedikit lega saat akhirnya keluar dari lift. Dengan terburu-buru Maya meninggalkan lift tersebut.
Pak Masumi, maafkanlah aku, maafkanlah aku yang tidak tahu diri ini dan sudah memutuskan…
Krieeet…!
Pintu ruangan yang menjulang itu berbunyi. Maya melongokkan kepalanya, sepi. Dilihatnya di ujung ruangan seseorang bergeming di tempatnya. Itu pasti Direkturnya.
“Maya,” seseorang menyentuh pundak Maya dan membuat gadis itu terpekik tanpa suara.
Maya menolehkan wajahnya. Ada Mizuki di sana.
“Kau ke sini?” tanya sang sekrtaris, heran.
Maya mengangguk.
“Bagaimana keadaanmu?” Tanya Mizuki.
Maya tersenyum riang dan memperlihatkan ibu jarinya.
Mizuki tersenyum lega.
Hmm… jika Pak Masumi terlihat begitu seram, pasti dia tidak tahu gadis ini akan datang.
Pikir Mizuki.
“Kau belum memberitahunya bahwa kau akan datang?” tanya Mizuki.
Maya menggelengkan kepalanya. Tebakannya benar.
“Ya sudah kau masuk saja. Kurasa dia akan sangat senang melihatmu,” Mizuki tersenyum.
Maya mengangguk dan kemudian masuk ke dalam kantor Masumi.
Dadanya berdebar-debar. Ragu. Takut. Apakah Masumi tidak akan mengusirnya? Memarahinya? Atau pria itu kemudian berubah pikiran dan menyadari kalau lebih baik jika dia dan Maya berpisah saja?
Langkah Maya terhenti.
Belum terlambat Maya, jika kau ingin pergi…
Maya menggigit bibir bawahnya, ragu. Matanya mengambang tidak tentu. Lantas bola mata gadis itu terpasung pada sosok di meja kerja itu.
Dia mengulang dalam hatinya kalimat yang pernah dikatakannya kepada Sakurakoji.
Selama aku masih bisa berada di sampingnya, aku hanya ingin berada di sampingnya…
Itulah yang dirasakan Maya saat melihat Masumi yang sedang tertidur di atas meja kerjanya.
Pak Masumi, maafkanlah aku yang tidak tahu diri ini. Yang sudah memutuskan untuk tetap berada di sisimu walaupun keadaanku seperti ini…
Maya melihat dokumen yang berserakan di lantai. Dengan hati-hati Maya memungutinya dan merapikannya. Tanpa suara diletakkannya dokumen-dokumen tersebut di meja Masumi.
Maya memutari meja kerja Masumi. Dilihatnya mata Masumi yang selalu membuatnya berdebar itu kini sedang terpejam. Tapi dahinya sedikit berkerut, alisnya bertaut. Sepertinya dalam tidurnya pun dia masih tidak tenang. Maya meletakkan bento yang dibawanya di atas meja dengan hai-hati takut mengusik Masumi yang sedang tertidur.
Maya tidak ingin mengganggu kekasihnya tersebut, tidak ingin membangunkannya. Tapi Maya tidak tahan, ingin menyentuhnya. Perlahan-lahan, menahan nafasnya, Maya membelai kepala Masumi. Semakin lama jemarinya semakin tenggelam dalam gelombang rambut pria itu. Tidak bosan-bosannya Maya mengamati wajah Masumi yang tertidur.
Tiba-tiba Masumi menggerakkan kepalanya, sedikit tersentak dan matanya terbuka.
Ah!
Maya terkejut. Dengan cepat ditariknya tangannya.
Keduanya lantas berpandangan. Tidak berkedip.
Maya sedikit takut. Takut Masumi marah kepadanya. Maya hanya bisa mematung.
Masumi sendiri tidak melepaskan pandangannya dari Maya. Dia sangat terkejut, melihat kekasihnya itu ada di sini. Benarkah dia ada di sini?
Masumi berusaha meyakinkan bahwa yang dilihatnya memang Maya. Kepalanya terangkat perlahan-lahan dari atas lengannya tanpa melepaskan pandangannya dari gadis itu. Seakan-akan jika dia berkedip Maya akan menghilang dari hadapannya. Masumi lantas mengulurkan tangannya, memegang lengan Maya.
Pak Masumi…
Maya masih tidak berkutik. Sedikit demi sedikit sebuah senyuman tersungging dari bibir Maya. Ragu-ragu dan takut pada awalnya, senyuman itu kemudian terlihat manis.
Akhirnya Masumi tahu bahwa dia tidak sedang bermimpi. Maya memang datang kepadanya. Sekarang berada di hadapannya.
Keduanya tidak ada yang berbicara selama beberapa waktu, masih diliputi ketakjuban dan ketidakpercayaan.
Maya…
Pria itu lantas tersenyum lembut dan penuh cinta kepada gadis mungil tersebut.
Tahulah dia bahwa Masumi tidak marah kepadanya. Cepat-cepat Maya menghempaskan dirinya pada Masumi yang segera memeluknya erat.
“Maya…” panggil Masumi tidak percaya, dan lega. “Kupikir kau…” Masumi tidak meneruskan ucapannya dan hanya mengeratkan pelukannya. Bahagia.
Maya mengangkat wajahnya dari pundak Masumi, memandangnya.
“Ma… af…” gadis itu menggerakkan bibirnya.
Masumi hanya tersenyum dan mengangguk. Maya kembali membenamkan wajahnya di bahu Masumi.
Masumi menyadari sebuah bungkusan di atas mejanya.
“Apakah itu darimu, Maya?” tanya Masumi.
Maya menoleh pada barang yang Masumi maksud, lalu memutar kepalanya kepada Masumi dan kembali mengangguk. Gadis itu melepaskan dirinya dan menjauhkan badannya dari Masumi.
Tapi Masumi menarik pinggang Maya mendekat kepadanya dan mendudukkan gadis itu di pahanya.
Maya sangat terkejut dan merasakan debaran kuat di jantungnya.
Sementara satu tangannya meraih kotak tersebut, satu tangan Masumi melingkar ketat di pinggang Maya. Melarangnya beranjak.
“Oh, bento ya?” ujarnya.
Masih dengan wajah merah padam, Maya mengangguk.
“Kau yang membuatnya?” kali ini dengan kedua tangannya Masumi membuka ikatan pembungkus bentonya.
Desahan nafas Masumi yang menyentuh telinganya membuat gadis itu semakin gugup. Sekali lagi dia mengangguk.
Masumi tersenyum simpul. Lantas dibukanya bento yang Maya bawakan untuknya. Nasi dengan tempura udang dan unagi* serta cah brokoli. Nasinya ditaburi wijen serta nori dan daging serta sayurannya ditata rapi.
)* semacam belut Jepang.
“Wah, kau yang membuatnya? Terlihat enak. Kebetulan, perutku sudah sangat lapar,” puji Masumi.
Maya menarik lengan Masumi dan menuliskan sesuatu di telapaknya.
[Bi Mi-hi-e yang su-daj mem-ban-tu-ku] terangnya.
Masumi lantas melingkarkan kembali kedua tangannya di pinggang Maya. “Kau makan bersamaku, ‘kan?” tanya Masumi.
Maya mengangguk gugup.
“Bagus. Kita makan di sana saja ya,” Masumi memandang ke arah sofa. “Atau mau makan begini saja?” goda Masumi.
Maya cepat-cepat menggeleng dan menunjuk ke arah sofa. Masumi tertawa.
Maya menoleh kembali kepada kekasihnya. Memandanginya. Dia sangat senang mendengar Masumi tertawa.
Pria itu lantas tersenyum kepadanya, dan mendekatkan wajahnya pada Maya. Keduanya berciuman. Hangat dan mendebarkan. Saat bibir keduanya terpisah, Masumi sempat mendaratkan kecupan di pipi Maya.
“Pilihannya sulit sekali,” gumam pria tersebut, “antara makan bento dan kembali menciummu.”
Maya terkekeh. Tapi tidak lama, karena Masumi kembali menunduk, mendekatkan bibirnya pada bibir Maya.
Pria itu terlalu merindukannya, dan akhirnya dia memutuskan menciumi kekasihnya lagi.
Setelah sesi ciuman yang lebih panjang dari yang direncanakan, akhirnya keduanya beranjak ke sofa dan mulai memakan bentonya.
Maya tidak membawa papan komunikasinya. Dia hanya menggunakan bahasa isyarat atau menuliskan sesuatu di tangan Masumi jika ada yang ingin disampaikannya. Memang merepotkan. Kadang dia kesal sendiri karena apa yang hendak disampaikannya sangat sederhana tapi sulit baginya untuk mengungkapkannya. Tapi Masumi sangat sabar kepadanya. Dia memperhatikan apa-apa yang hendak Maya sampaikan hingga selesai.
“Wah, enak sekali!” seru Masumi saat Maya menyuapinya.
Wajah Maya terlihat gembira.
“Maya, katanya tadi pagi perutmu sempat sakit?” tanya Masumi khawatir saat tiba-tiba teringat ucapan Rika.
Maya diam sebentar.
“Se di kit…” dia menggerakkan bibirnya dan membuat isyarat dengan telunjuk dan jempolnya.
Masumi memandangi gadis itu lantas membelai rambutnya.
“Dokter bilang, asal kau cukup beristirahat, dan makan serta tidur yang teratur, kau akan lekas sembuh,” katanya lembut. “Jadi jaga dirimu baik-baik, kau pasti akan segera sembuh. Begitu juga suaramu…” tangan Masumi beralih ke leher Maya. “Masih ada kemungkinan untuk sembuh. Dan aku yakin suaramu pasti akan kembali,” pria itu tersenyum menguatkan.
Maya menatapnya haru, dan mengangguk. Dia lantas meraih tangan Masumi dan menggerakkan telunjuknya di telapaknya.
[Se-ha-rus-nya du-lu- a-ku le-bih se-ring me-nga-ta-kan bah-wa a-ku men-cin-ta-i-mu, Pak Ma-su-mi-...]
Mata bening gadis itu menatapnya.
Maya…
Masumi tertegun, memandangi gadis mungil yang kini kembali tertunduk di hadapannya.
[Nan-ti, ka-la-u su-a-ra-ku kem-ba-li, a-ku a-kan te-rus-me-ne-rus me-nga-ta-kan bah-wa a-ku men-cin-ta-i-mu sam-pa-i kau me-ra-sa bo-san men-de-ngar-nya.]
Gadis itu kembali mengangkat wajahnya dan tersenyum jenaka.
Masumi tertawa kecil, lantas menggenggam tangan Maya.
“Aku akan menunggu, sampai hari itu tiba,” dan tersenyum kepadanya.
Maya mengangguk pasti. Baru kali ini, Maya mulai kembali percaya bahwa suatu saat suaranya pasti kembali.
=//=
“Mizuki, aku mengantar Maya sebentar,” Masumi melongok ke kantor Mizuki.
Sekretarisnya tersebut mengangguk sambil tersenyum.
Masumi menggenggam tangan Maya saat keduanya berjalan menyusuri kantor Daito siang itu. Ada beberapa orang yang memperhatikan dan beberapa membungkuk saat berpapasan dengan Masumi.
Masumi kembali membawa Maya menggunakan lift barang agar tidak bertemu banyak orang.
“Tasmu masih di rumahku?” tanya Masumi.
Maya mengangguk. Masumi sangat senang saat mengetahuinya.
“Tinggallah dulu di tempatku sambil beristirahat. Ada banyak orang yang bisa membantumu di sana. Teman-temanmu juga boleh datang berkunjung kalau mereka mau,” kata Masumi.
Maya terlihat ragu sebentar, lantas mengangguk.
Masumi bisa melihat ada yang dipikirkannya. Pria itu menarik Maya ke dekatnya dan melingkarkan lengan kokohnya di leher Maya, lalu mengacak-acak rambut gadis itu dengan tangan satunya.
“Kau tidak merepotkan, Nona. Tidak akan ada yang merasa dibuat susah olehmu,” katanya, menggosok kepala Maya lebih keras.
Maya tergelak dengan perlakuan Masumi.
“Kecuali kau melarikan diri lagi, baru itu akan sangat merepotkanku,” ujarnya, mulai mendekap tubuh Maya yang bersandar padanya.
Maya menggelengkan kepalanya, berjanji tidak akan lari lagi.
“Hei, Maya… kau… mmh… mau pergi berlibur denganku?” gumam Masumi, ragu.
Maya menengadahkan kepalanya, menatap Masumi yang masih mendekapnya.
“Aku ingin mengajakmu ke Izu,” Masumi menjelaskan. “Aku punya sebuah villa di sana. Biasanya aku ke sana sendirian jika sedang ingin menenangkan perasaanku atau sedang memikirkan sesuatu. Kalau kau tidak keberatan… Aku ingin membawamu mengunjunginya.” Tawarnya.
Maya menurunkan kembali tatapannya. Berpikir.
“Kalau kau mau, kita bisa berangkat besok. Besok aku bisa pulang lebih awal,” Masumi mulai ragu, karena Maya tidak bereaksi. “Tapi kalau kau tidak mau…”
Maya memutar badannya, kembali menatap Masumi. Ragu.
“Apa aku… tidak merepotkan…?” Maya menggerakkan bibirnya.
Masumi tersenyum, kembali melingkarkan tangannya di leher Maya dan mengacak-acak rambut gadis itu.
“Sama sekali tidak merepotkan! Kau ini…” kata Masumi gemas. “Itu pun kalau kau tidak keberatan hanya berduaan denganku,” imbuhnya, setelah berhenti mengacak-acak rambut Maya.
Maya membenamkan wajah meronanya di dada Masumi dan menggelengkan kepalanya.
=//=


Keduanya lantas keluar dari lift dari parkiran menuju tempat mobil dimana sudah ada Oshima menunggu di sana.
“Hati-hati di jalan ya,” pesan Masumi. “Nanti kuusahakan untuk pulang secepatnya.” Masumi membukakan pintu untuk Maya.
Maya mengangguk, lalu memandang Masumi dan tersenyum.
“Ku… tung… gu…” wajah gadis itu merona.
Masumi tersenyum bahagia melihatnya.
Mobil segera meluncur saat Masumi memberi tanda pada Oshima.
Maya dan Masumi saling melambaikan tangan kepada satu sama lain melalui kaca jendela.
Oshima turut lega melihatnya, sekarang keadaan di dalam mobil tidak akan begitu tegang saat dia mengantar Masumi nanti.
=//=
Baru kali ini Maya menyalakan handphonenya lagi, dengan cepat beberapa pesan saling berlomba masuk memenuhi handphonenya. Ada dari Rei dan teman-temannya di teater Mayuko yang menanyakan dimana dia berada dan memintanya jangan bertindak bodoh dengan melarikan diri. Ada dari Sakurakoji yang menanyakan bagaimana keadaannya sekarang dan berharap dia segera sembuh.
Paling banyak dari Sawajiri. Pertama dia mengatakan bahwa suranya sudah dia sampaikan kepada Shin Sawajiri, pesan keduanya mengatakan dia akan datang untuk mengajak Maya ke salon dan butik—ini pastinya saat Sawajiri belum tahu bahwa dia kabur dari apartemen dan mengira Maya jadi pergi ke acara Masumi—lalu pesan ketiga menanyakan keberadaannya dan pesan keempat mengatakan dia saat ini sudah diminta tidak menangani Maya terlebih dahulu.
Pesan selanjutnya adalah dari Ryoma Hino. Hino mengatakan dia sudah menerima surat kuasa dari Maya namun ada beberapa hal yang ingin dibicarakan dengan Maya dulu dan mereka harus bertemu. Pesan kedua mengatakan bahwa Hino mendadak harus pergi ke Singapura untuk beberapa waktu karenanya masalah pemindahtanganan itu akan tertunda. Dia meminta Maya mengabari, dan dia juga akan mengabari Maya secepatnya setelah kembali. Selain itu dia berharap agar Maya lekas sembuh.
Pemindahtanganan…
Maya teringat.
Saat dia akan pergi, dia sempat meminta Sawajiri membantunya menyampaikan kepada Hino agar memproses pemindahtanganan kepemilikan Hak Pementasan Bidadari Merah darinya kepada Masumi. Karena Maya berpikir dengan keadaannya sekarang, dan keputusannya untuk memulai hidup baru, Hak Pementasan Bidadari Merah tidak berguna untuknya, dan keputusan yang terbaik adalah memberikannya kepada Masumi.
Tapi sekarang keadaan sudah berubah, kepalanya sudah mulai dingin dan bisa berpikir jernih. Maya tidak bermaksud membatalkan pemindahtanganan itu, namun Maya memutuskan dia harus membicarakan hal ini terlebih dahulu dengan Masumi. Pria itu harus tahu apa yang hendak dia lakukan dan Maya akan meminta pendapatnya. Lagipula, biasanya Masumi lebih pandai dalam mengambil keputusan yang membutuhkan pertimbangan matang ketimbang dirinya yang selalu terbawa perasaan.
Maya mengangguk yakin, sudah mengambil keputusan. Tapi dia tidak akan membicarakannya dalam waktu dekat. Maya tahu saat ini pria itu sedang memikirkan banyak hal dan sepertinya sangat kelelahan. Beberapa kali dia mendapati pria itu tertidur siang hari.
Pak Masumi…
Tok…! Tok…!
Sebuah ketukan di pintu kamarnya yang terbuka membuat Maya mengalihkan pandangannya ke sana.
Ada seorang pelayan berdiri di sana. Gadis itu membungkuk sebentar lantas masuk.
“Nona Maya saya Rika,” dia memperkenalkan diri.
Maya mengangguk.
“Tadi Tuan Muda menelpon dan meminta saya mengantarkan Nona berkeliling rumah, katanya agar Nona bisa hapal ruangan-ruangan di sini,” terangnya ramah.
Maya mengangguk lagi. Dia lantas mengambil papan komunikasinya dan mengikuti Rika berkeliling.
=//=
Masumi menumpuk beberapa dokumen yang belum selesai dibacanya. Dia memutuskan untuk membawanya pulang dan meneruskan untuk mempelajarinya nanti malam. Dia tidak sabar untuk pulang dan ingin makan malam bersama Maya. Suasana hatinya benar-benar sedang bagus saat ini.
“Mizuki, aku pulang,” kata Masumi, tepat jam 6 sore. “Kau juga pulanglah,” Masumi menambahkan.
Mizuki mengangkat wajahnya. Tumben sekali Masumi pulang sesuai jam kantor.
“Baik Pak, sebentar lagi. Masih ada yang saya bereskan,” katanya.
“Baiklah,” ujar Masumi. Kemudian dia teringat sesuatu. “Oya, Mizuki, apakah Hino sudah menghubungimu lagi?” tanya Masumi.
“Belum Pak, dia sedang di Singapura sekarang.” Terang Mizuki.
“Dia tidak mengatakan ada masalah apa dia mencari Maya?”
“Tidak, dia hanya berkata ada perlu dengannya, tapi tidak memberi tahu ingin membicarakan masalah apa,” Mizuki mulai mematikan komputernya dan mengitari mejanya keluar.
“Ya sudah, nanti saja aku tanyakan langsung kepada Maya. Kalau-kalau ada masalah menyangkut kontraknya, namun setahuku sejauh ini Sawajiri mengatakan semuanya baik-baik saja dengan urusan pekerjaan Maya.”
Keduanya lantas memasuki lift.
“Oya Mizuki, bagaimana hubunganmu dengan Hino?” tanya Masumi tiba-tiba.
Mizuki melirik heran.
Masumi pikir, biasanya Mizuki sangat ngotot mencampuri urusannya dengan Maya, tapi hari ini tidak. Saat dia meminta sekretarisnya itu keluar sebelumnya, dengan sangat mudah Mizuki menurutinya. Jadi sepertinya sekretarisnya itu sudah mulai mempunya hubungan lain selain hubungannya dan Maya untuk dipikirkan. Tentu saja hubungan dia dengan Hino.
“Entahlah,” Mizuki menghela nafasnya pendek.
Masumi menoleh sedikit, sangat jarang sekretarisnya itu menghela nafas sejelas itu di dekatnya.
“Ada masalah? Kau tidak menyukainya?”
“Aku menyukainya. Maksudku, dia itu tipe pria yang bisa membuat siapa pun menyukainya, kan? Bahkan orang yang tidak ingin menyukainya pun, akan sulit untuk tidak menyukainya.” Kata Mizuki, entah mengeluh, entah memuji.
Masumi mengerutkan alisnya, bingung. Terlebih lagi saat sekretarisnya itu melanjutkan.
“Kalau pun kita tidak ingin menyukainya, kita tidak punya alasan untuk tidak menyukainya. Tapi untuk menyukainya, aku merasa…”
“Mizuki,” potong Masumi. Tidak tahan mendengar sekretarisnya yang terbiasa bicara lugas dan efisien kini berbicara seperti kaset kusut. “Apakah kau menyukainya?” tanya Masumi.
Mizuki terdiam.
“Entahlah Pak,” katanya kemudian.
Pintu lift terbuka, keduanya keluar di parkiran.
“Apakah kau menyukainya, Mizuki?” tanya Masumi sekali lagi.
“Kurasa,” jawab Mizuki, setelah beberapa jeda.
“Jadi kau menyukainya?” Masumi meyakinkan.
“Ya, aku menyukainya,” kata Mizuki kemudian.
“Kalian berpacaran?”
“Tidak. Belum, entahlah, kami hanya berkencan saja selama ini.”
“Kurasa kalian pasangan yang cocok,” Masumi berpendapat.
“Aku justru berpikir sebaliknya,” kata Mizuki, “kurasa dia dan aku… terlalu…” Mizuki terdengar bingung.
Masumi hanya mendengarkan.
“Maksudku, seperti sudah kukatakan, dia adalah tipe pria yang—“
“Bisa membuat siapapun menyukainya. Ya, aku sudah mendengar,” potong Masumi tidak sabar.
“Iya, benar. Seperti itu. Karena itulah aku bingung, apakah aku menyukainya karena aku memang menyukainya, atau hanya karena daya tariknya yang bisa dengan mudah membuat siapapun simpatik kepadanya,” nada suara Mizuki terdengar berpikir.
“Itu tidak penting bukan? Selama kau menyukainya,” kata Masumi.
“Itu penting,” Mizuki menekankan. “Karena jika dia sedang tidak ada dan aku berpikir dengan jernih, kami ini tidak cocok,” katanya. “Dia itu terlalu… bagaimana aku mengatakannya… hmm… ‘Terang?’ ‘Berbinar?’” alis Mizuki berkerut.
“Terang? Berbinar? Kau sedang membicarakan apa sih? Obor olimpiade?” ejek Masumi, menahan tawanya.
Mizuki jelas kesal dengan ledekan Masumi namun tidak dihiraukannya.
“Maksudku, dia itu sangat ramah, ceria, simpatik, mengesankan, Anda tahu. Jika dia datang, ruangan itu seperti mendapatkan lampu tambahan—“
“Obor,” ejek Masumi lagi.
“Saya akan berhenti bicara,” kata Mizuki dingin.
“Hahaha… maaf, maaf, teruskan.” Akhirnya Masumi tertawa juga.
“Iya, seperti itulah. Dia terlalu menyilaukan untuk saya, rasanya akan sedikit lelah jika saya benar-benar menjalin hubungan dengannya. Karena saya sendiri—“
“Membosankan?”
“Saya lebih suka menyebut diri saya tenang dan berwibawa, terima kasih.” Jawab Mizuki kesal.
“Mizuki,” kata Masumi, setelah berhenti tertawa. “Mungkin kau harus melihatnya saat bekerja di pengadilan,” kata Masumi.
Mizuki tertegun.
“Dia adalah salah satu pengacara muda berdarah dingin. Ryoma Hino tidak pernah melepaskan lawannya begitu saja. Karena itulah dia yang menangani Maya. Dia terkenal dengan pembawaannya yang kelam serta ucapannya yang tajam dan tanpa ampun saat berada di dalam sidang. Sekali-kali kau datanglah ke sidang yang diikutinya, kau akan bisa melihat sisi dirinya yang lain dan mungkin kau akan lebih… hmm… menyukainya?” Masumi tersenyum simpul sebelum masuk ke dalam mobilnya.
Mizuki masih terdiam di tempatnya dengan alis bertaut tidak kentara.
Hino? Ryoma Hino yang… itu?
Mizuki berpikir, tidak percaya.
=//=
“Aku pulang,” kata Masumi saat menginjakkan kaki lagi di rumahnya.
“Selamat datang, Tuan,” Kaori yang membukakan pintu menyambutnya.
“Mana Maya?” tanya Masumi.
“Nona Maya sedang di ruang keluarga, menunggu Anda. Apakah makan malamnya mau disiapkan sekarang?” tanya Kaori.
“Nanti saja, setengah jam lagi. Terima kasih,” kata Masumi.
Kaori membungkuk mengerti dan berlalu permisi.
Masumi memberikan tas dan mapnya kepada Kotaro, salah satu pelayan prianya.
“Letakkan dokumen-dokumen ini di ruang baca,” perintahnya.
Kotaro menurutinya.
Masumi melangkah ke ruang keluarga. Di sana Maya sedang menonton televisi. Sepertinya gadis itu tidak menyadari kehadiran Masumi. Sejenak Masumi hanya mengamatinya dari ambang pintu. Ada sebuah kehangatan merasuk ke dalam hatinya. Melihat Maya di sana, di ruang keluarganya sedang duduk menunggu kepulangannya membuat Masumi sekali lagi merasakan debaran kebahagiaan yang meluap di dadanya.
Pria itu berjalan perlahan, seperti mengendap ke belakang Maya. Bibirnya tersenyum sementara matanya tidak lepas dari sosok mungil yang menantinya.
Masumi kemudian menutup mata Maya dengan kedua tangannya. Gadis itu terperanjat. Masumi diam saja tidak bersuara sambil menyeringai jahil.
Maya meraba telapak yang menutupi pandangannya. Dia tersenyum, tahu itu Masumi. Kekasihnya sudah datang.
Maya berusaha melepaskan tangan Masumi, tapi sangat sulit. Tangannya menempel erat menutup matanya. Maya menggapaikan tangannya ke belakang, menemukan dasi pria itu yang kemudian ditariknya keras-keras.
Masumi mengeluh sedikit keras saat lingkaran dasi menjerat lehernya.
“Adudududuh, ampun!” katanya, melepaskan tangannya dari mata Maya.
Maya menengadahkan kepalanya, tertawa riang melihat Masumi.
Pria itu memutar, mendekati Maya.
“Jangan membuat dasiku trauma,” protes Masumi, sambil melonggarkan dasi yang tadi sempat mencekiknya.
Maya mengerucutkan bibirnya seakan-akan berkata, “kau yang salah!”
Masumi tertawa melihat ekspresi gadis itu.
“Aku pulang,” katanya, sambil duduk di atas sofa di samping Maya.
“Se… la… mat da… tang…” sambut Maya, menggerakkan bibirnya lalu tersenyum.
Seorang pelayan datang membawakan minuman untuk Masumi.
“Kaori, tolong kumpulkan semua pelayan ke sini, ada yang mau kusampaikan,” kata Masumi.
Kaori membungkuk lalu pergi untuk menunaikan permintaan Tuannya.
“Apa yang sedang kau lakukan? Sampai tidak menghiraukanku?” Masumi pura-pura marah.
Maya menunjuk ke arah televisi. Episode terakhir drama seri Ayumi.
“Oh,” gumam Masumi pendek.
Pria itu menahan dagunya dengan tangan yang sikunya bersandar pada pegangan sofa, tidak memandang Maya.
Maya melirik kepada Masumi, merasa tidak enak. Gadis itu lantas memutar badannya menghadap Masumi dan memutar dagu pria itu ke arahnya.
“Ma… af…” katanya, dengan mata memelas.
Masumi meliriknya sekilas saja lalu mengabaikannya.
Sekali lagi Maya mendekat dan meminta maaf tapi Masumi tidak juga menghiraukannya.
Maya lalu menggodanya dengan menggelitiki pinggang Masumi. Tapi pria itu hanya memandangnya datar.
“Tidak geli, tahu!” ujar Masumi dan kembali memalingkan wajahnya.
Maya memutar wajah Masumi menghadap kepadanya dengan kedua tangannya dan tersenyum manis membujuknya.
Masumi lantas tersenyum dan tidak lama kemudian senyum itu berubah menjadi seringai.
“Sini kuajari cara menggelitiki yang benar,” desisnya.
Eh?
Maya tahu maksud Masumi. Dia segera menjauh, berdiri dan berusaha kabur. Tapi belum juga beranjak, Masumi sudah melingkarkan tangannya di pinggang gadis itu dan menjatuhkannya kembali terduduk di atas sofa. Masumi lalu mulai menggelitikinya. Maya menggeliat-geliat kegelian dan berusaha meloloskan diri tapi percuma. Keduanya tertawa-tawa.
“Ampun, tidak? Ampun tidak?” tanya Masumi, seperti kepada anak kecil. “Jangan pernah mengabaikanku lagi…”
Maya segera mengangguk-angguk sambil tetap tertawa. Berharap Masumi melepaskannya.
“Ehem!” seseorang berdehem, mengejutkan Maya dan Masumi.
Keduanya segera berhenti dan mengalihkan pandangan ke sumber suara.
“Anda memanggil kami, Tuan?” tanya Bi Michie, yang tadi berdehem.
Di sana berdiri Bi Michie beserta para pelayan, pria dan wanita. Yang pria tampak terlihat serius dan berusaha keras untuk menahan tawanya. Sementara para pelayan wanita menundukkan kepalanya namun tidak sanggup menahan diri untuk tidak terkikik geli melihat tingkah tuan dan tamunya.
Wajah Maya langsung merah padam dan menjauhkan dirinya dari Masumi saat pria itu melepaskan tangannya dari dirinya.
Sementara Masumi masih berusaha terlihat tenang. Walaupun jujur saja, tidak pernah dia merasa semalu ini di depan para pelayannya.
“Ehm!” Kali ini Masumi yang berdehem. “Iya benar,” ujarnya, sambil melonggarkan dasinya yang sudah longgar. “Ada sesuatu yang ingin kusampaikan.”
Masumi lalu meminta Maya untuk berdiri. Si gadis berwajah merah padam itu kemudian berdiri dengan masih menunduk.
“Aku ingin memperkenalkannya secara resmi. Karena kemarin keadaannya tidak memungkinkan, maka aku, ehm! Baru memperkenalkannya sekarang,” kata Masumi, sempat sedikit tersedak karena rasa malunya belum hilang benar.
“Namanya Maya Kitajima. Dia, kekasihku,” Masumi memperkenalkan Maya sambil memegangi kedua pundaknya.
“Halo Nona Maya,” sapa para pelayan dengan serempak sambil membungkuk.
Gadis yang disapa tampak menggerakkan bibirnya dan sedikit membungkuk dengan gugup.
“Untuk sementara, dia akan tinggal di sini dengan kita,” Masumi menoleh sebentar kepada Maya. “Maya, mereka adalah orang-orang yang bekerja di sini. Kalau ada apa-apa, kau bisa meminta tolong kepada mereka. Khususnya Rika dan Kaori, karena mereka yang biasa melayani tamu di sini. Selain mereka, ada beberapa tukang kebun yang datang dua minggu sekali ke sini. Ada Paman Asa yang merupakan Asisten pribadi Ayahku, dan 2 orang pengawal Ayahku serta seorang sopir lainnya,” terang Masumi.
Maya mengangguk mengerti.
Masumi lalu memperkenalkan para pelayan, para koki dan sopir yang ada di sana. Semuanya berjumlah sebelas orang.
“Kepala rumah tangga adalah Bi Michie, dia biasanya yang membagi pekerjaan serta mengurus berbagai pengeluaran rumah tangga. Oshima adalah sopir pribadiku sedangkan Okita merupakan sopir keluarga. Hayashi dan Shibasaki bekerja di dapur. Lalu yang melakukan pekerjaan rumah adalah Kaori, Rika, Aya, Hitomi dan Naoko. Sementara pekerjaan yang lebih berat biasanya dilakukan Kenji dan Taro.” Masumi menunjuk para pelayan yang berdiri berjajar dengan rapi dan membungkuk satu persatu ketika Masumi menyebutkan namanya.
“Saat ini, Maya sedang sakit. Dia tidak bisa menggunakan suaranya. Oleh karena itu, aku minta kalian dapat membantunya dan membuatnya merasa nyaman selama dia berada di sini. Mengerti?” kata Masumi.
“Mengerti, Tuan,” para pelayan kembali menjawab serentak.
“Iya sudah itu saja, terima kasih.” Masumi menutup acara perkenalan tersebut.
“Baik Tuan,” kata para pelayan sebelum mulai bergerak keluar meninggalkan ruangan. Beberapa diantaranya telihat masih cekikikan saat berlalu.
“Tuan, makan malamnya sudah disiapkan,” kata Bi Michie memberitahukan.
“Baik, terima kasih Bi,” kata Masumi.
Bi Michie lalu pamit mundur, namun sebelumnya dia sempat bertukar senyum dengan Maya. Dia sangat senang melihat Maya memutuskan untuk tinggal. Bi Michie tahu gadis itu sangat berarti untuk Masumi. Dulu tuan mudanya itu bahkan tidak pernah memperkenalkan Shiori, apalagi sampai menyebut sebagai kekasihnya. Setidaknya melihat wajah Masumi yang berbinar-binar, dia tahu Aya Fujimura, ibu Masumi, pasti bahagia di alam sana setelah semua pengorbanan yang dia lakukan demi kehidupan yang lebih baik bagi anaknya dulu.
“Tunggu sebentar ya, aku ganti baju dulu,” Masumi berkata kepada Maya.
Gadis itu lalu mengangguk sambil tersenyum. Maya kembali duduk di sofa dan mengamati sekelilingnya. Entah kenapa, Maya sudah merasa menjadi bagian dari keluarga itu.
=//=
Masumi menarik sebuah kursi untuk Maya. Dia sendiri duduk di kepala meja dan Maya di sampingnya.
Bu Michie dan Naoko menghidangkan makan malam bagi keduanya lalu Naoko menunggu di luar ruang makan.
“Maya, besok pagi-pagi aku akan pergi dulu ke Daito, mungkin agak sore sekitar jam 3 kita berangkat ke Izu,” terang Masumi.
Maya mengangguk.
“Oya, tadi aku sudah menerima undangan dari Ayumi,” kata Masumi.
Maya menghentikan makannya dan menatap Masumi terkejut.
“Kurasa dia juga sudah mengirimkan undangannya untukmu ke apartemenmu,” Masumi menambahkan.
Maya menarik tangan Masumi dan mulai menulis di telapaknya.
“Bu-kan-kah A-yu-mi ka-ta-nya a-kan me-ni-kah be-be-ra-pa ming-gu la-gi?” gadis itu mengangkat pandangannya terheran.
“Iya, dia tidak membocorkan tanggal pastinya kepada siapapun, karena dia ingin melakukan persiapannya dengan tenang. Tapi sekarang undangannya sudah dibagikan. Dia akan menikah minggu depan, kita diundang untuk datang ke pesta resepsi malamnya.” Kata Masumi, dia kemudian menggenggam tangan Maya. “Kau akan datang bersamaku?” tanya Masumi.
Maya menatap kekasihnya dan mengangguk sambil tersenyum.
“Maya, aku lupa menanyakan. Mizuki mengatakan kepadaku bahwa Hino mencarimu. Apakah ada masalah?” tanya Masumi.
Maya tertegun sejenak. Lantas menatap Masumi. Maya menimbang-nimbang apakah ini waktu yang tepat untuk mengatakannya kepada Masumi.
Gadis itu menggelengkan kepalanya.
“Pak-Hi-no-ha-nya-i-ngin-me-mas-ti-kan-me-nge-na-i-kon-trak-ku-de-ngan-da-i-to-a-pa-kah-se-mu-a-ba-ik-ba-ik-sa-ja-ka-re-na-di-a-ma-u-per-gi-ke-si-nga-pu-ra,” Maya mengangkat wajahnya lagi, sedikit gugup.
Masumi hanya memperhatikannya.
“Kau benar tidak ada masalah apa-apa?” tanya Masumi.
Maya menggelengkan kepalanya sambil berusaha terlihat tenang.
“Baiklah, aku lega kalau memang tidak ada masalah apa-apa,” Masumi balik tersenyum.
=//=
Maya sudah mempersiapkan baju untuk esok hari dan sebagainya. Tapi mungkin dia terlalu gembira, Maya tidak bisa memejamkan matanya. Membayangkan pergi berlibur ke villa Masumi membuatnya sangat senang. Walaupun hanya 1-2 hari saja, Maya yakin hal itu akan menjadi kenangan manis untuknya. Dadanya berdebar-debar tidak sabar. Setelah sempat tertidur beberapa jam, gadis itu terbangun karena ingin ke kamar mandi.
Saat hendak menuju ke kamar mandi yang terletak di ujung ruangan, Maya melalui ruang baca dimana lampunya masih menyala.
Eh? Apa Pak Masumi belum tidur?
Pikir Maya, mengingat sekarang sudah lebih dari tengah malam. Maya ragu-ragu mengintip ke dalam ruangan dari pintu yang sedikit terbuka, tapi Masumi tidak terlihat. Perlahan Maya mendorong pintu ruangan tersebut dan masuk ke dalamnya. Didapatinya Masumi kembali tertidur di atas meja.
Pak Masumi…
Maya berjalan mendekat. Dilihatnya tumpukan dokumen di hadapan Masumi, dan sebuah dokumen yang terbuka lebar.
Dia pasti sangat lelah bekerja…
Maya tertegun. Tiba-tiba Maya jadi merasa bersalah, mengingat Masumi memaksakan diri untuk mengajaknya berlibur padahal ada banyak pekerjaan yang harus ditanganinya.
Pak Masumi, padahal Anda tidak perlu melakukannya kalau memang masih banyak pekerjaan.
Batin Maya.
Maya lalu keluar lagi ke kamar mandi, namun setelahnya, dia masuk ke kamarnya mengambil selimut dan kembali ke ruang baca. Maya menyelimuti Masumi dan mengecup pipi pria itu perlahan. Terasa dingin.
Awalnya Maya berpikir membangunkannya, karena tidak mungkin untuknya menggendong pria itu ke kamarnya. Tapi Maya takut Masumi malah tidak tidur lagi dan meneruskan bekerja. Jadi gadis itu membiarkannya saja. Alih-alih memintanya pindah, Maya malah mengambil sebuah kursi dan tidur di hadapan pria itu juga bersandar di atas meja kerjanya.
=//=
Maya menggeliat terbangun dari tidurnya.
Eh?
Dia sudah kembali lagi ke kamarnya. Dan selimutnya juga.
Pak Masumi??
Maya melihat jam dinding, jam 07.15 AM. Cepat-cepat dia ke kamar mandi membersihkan dirinya.
“Ah, Nona, hati-hati…” kata Aya yang sedang membawa vas bunga dan hampir bertabrakan dengan Maya saat gadis itu baru keluar dari kamar mandi.
“Ma… af…,” kata Maya, menyesal. “Pak…  Ma.. su.. mi?” tanyanya kemudian.
“Tuan Muda sedang sarapan. Anda mau sarapan di ruang makan atau di kamar?” tanya pelayan tersebut, namun tidak mendapat jawaban karena Maya sudah berlalu ke ruang makan.
=//=
“Selamat pagi Nona Maya,” sapa Naoko saat melihat Maya.
Maya mengangguk mengucapkan selamat pagi.
Masumi yang mendengar nama Maya disebut, menoleh ke arahnya. Pria itu lantas tersenyum saat melihat Maya. Masih dengan piyamanya.
“Selamat pagi,” sapanya.
Maya tersenyum malu-malu kepadanya lalu mengucapkan selamat pagi.
“Mau sarapan bersamaku?” tanya Masumi.
Maya mengangguk.
“Naoko, tolong bawakan sarapan untuk Maya,” pinta Masumi pada Naoko yang sedang menarik kursi untuk Maya.
Naoko mengerti dan pergi ke dapur mengambilkan sarapan Maya.
“Bagaimana perasaanmu? Sudah lebih baik?” Tanya Masumi.
Maya mengangguk sambil tersenyum.
“Apakah masih ada yang sakit?” tanya Masumi lagi.
Maya menggelengkan kepalanya.
Masumi tersenyum lega.
“Maya, terima kasih untuk semalam,” kata Masumi lembut.
Maya tertegun mendengarnya lalu tersenyum malu. Naoko yang sedang menghidangkan sarapan pagi Maya terlihat ikut tersipu.
“Untuk selimutnya,” Masumi menjelaskan, melirik Naoko.
Naoko pura-pura tidak merasa dan berusaha kuat tidak tersenyum.
“Silahkan Nona, sarapannya. Ada lagi yang bisa saya bantu?” tanya Naoko.
Maya menggeleng sambil tersenyum berterima kasih.
“Baiklah, saya permisi Tuan, Nona,” akhirnya Naoko keluar.
Saat Naoko keluar, Maya menggenggam tangan Masumi. Pria itu menoleh. Maya membalikkan telapaknya dan mulai menulis.
“Pak Ma-su-mi, ji-ka-me-re-pot-kan-ki-ta-ti-dak-per-lu-per-gi-se-ka-rang-se-per-ti-nya-An-da-ma-sih-pu-nya-ba-nyak-pe-ker-ja-an,” Maya mengangkat pandangannya.
Saat Masumi hendak bicara, Maya mengangkat telapak tangan menghentikannya.
“Ki-ta-bi-sa-per-gi-la-in-ka-li-sa-ja-ka-lau-An-da—“
Belum selesai Maya menulis, Masumi menggenggam tangan Maya, memintanya berhenti menulis.
Maya mengangkat pandangannya kepada Masumi. Pria itu tersenyum lembut.
“Tidak apa-apa,” katanya, “aku juga sedang membutuhkan liburan ini. Kemarin-kemarin aku sempat berhari-hari tidak tidur, karena itulah belakangan aku sering jatuh tertidur. Tapi semua masalah yang mendesak sudah kuselesaikan, ini hanya pekerjaan biasa,” Masumi menutup bibir Maya yang membuka saat hendak bicara. “Aku sangat menantikan untuk bisa berlibur denganmu. Kalau menunggu sampai pekerjaanku selesai, bisa-bisa kita tidak akan pernah bisa pergi,” terangnya.
Maya menatap Masumi ragu-ragu. Akhirnya gadis itu tersenyum dan mengangguk. Masumi tersenyum lega melihatnya.
=//=
“Apa sudah datang?” tanya Masumi kepada Kotaro.
“Sudah Tuan Muda, mereka bertanya mau dipasangkan dimana…” terang Kotaro.
“Baiklah,” Masumi mengangguk mengerti.
“Ayo ikut aku Maya,” Masumi menarik lengan Maya menuju kebun belakang.
Penuh tanda tanya Maya hanya mengikuti kekasihnya itu.
Sebelumnya, Masumi memasangkan jasnya kepada Maya yang hanya mengenakan piyama.
Akhirnya Maya mengerti apa yang hendak ditunjukkan kekasihnya itu kepadanya. Sebuah kursi taman, kursi ayunan. Berwarna coklat tua, terlihat antik dan cantik. Kursinya panjang, mungkin cukup untuk tiga orang bisa juga dipakai tiduran.
“Tuan, ini mau disimpan dimana?” tanya para tukang.
Masumi menoleh kepada Maya.
“Maya, kau mau meletakkannya dimana?” tanyanya.
Eh?
Maya menengadah menatap kekasihnya. Terkejut.
“Iya, aku membelikannya untukmu. Aku tahu kau suka ayunan, jadi agar kau tidak bosan di sini, aku sengaja memasang kursi itu untukmu,” kata Masumi.
Maya sangat senang mendengarnya. Dia berterima kasih dan tersenyum riang. Akhirnya ayunan itu di pasang di samping kolam, dekat sebuah bebatuan yang mengalir air terjun kecil buatan.
“Silahkan dicoba Nona,” kata tukangnya.
Maya lalu naik ke atas kursi tersebut. Dia senang sekali. Masumi mengayunkannya dengan tangannya.
“Sepertinya tidak ada masalah, terima kasih,” kata Masumi.
Kedua tukang itu mengangguk lalu permisi.
Masumi duduk di sebelah Maya dan mulai menggoyangkan kursi tersebut dengan kakinya.
“Kau suka ayunannya?” tanya Masumi.
Maya mengangguk gembira. Masumi merasa senang melihatnya.
Gadis itu melingkarkan tangannya di pinggang Masumi. Pria ini, tidak pernah berhenti membuatnya bahagia. Entah bagaimana dia harus membalasnya. Entah seperti apa dirinya kalau sampai kehilangannya. Ukh! Maya merutuki dirinya yang sempat berpikir untuk pergi meninggalkan Masumi sebelumnya.
Masumi melingkarkan tangannya di pundak Maya.
“Nanti siang, Okita dan Bi Michie akan mengantarmu ke rumah sakit untuk kontrol. Kita harus memastikan dulu keadaanmu stabil sebelum pergi,” Masumi menunduk, menatap Maya yang bersandar di dadanya.
Gadis itu mengangguk.
“Aku sudah harus pergi kerja,” Masumi melepaskan pegangannya di bahu Maya dan menjaraki badan keduanya.
Dia lalu turun dari ayunan tersebut.
“Kau juga, Nona, cepat mandi dan ganti pakaianmu,” kata Masumi, sambil memegang pinggang Maya dan menurunkannya dari ayunan.
Maya tertawa saat merasakan tubuhnya melayang sebentar sebelum kembali menginjak tanah.
Keduanya kembali masuk ke dalam rumah sambil bergandengan tangan.
=//=
<<< Finally Found You Ch. 7 ,,, Bersambung >>>

81 comments:

the lady vintage on 20 July 2011 at 17:04 said...

That's Masumi Hayami!!!
A mature man as always ^^

Anonymous said...

hiks hiks
keren Ty
maya jgn keras kepala lagi yah

sampe berapa nih br di update lagih :)

-mia-

dewjaz on 20 July 2011 at 17:07 said...

Bagaimanaaaaaaaa ini betapa teganya dirimu cint... astaga :((

Anonymous said...

ayooo Masumiiiii!!!! hancurkan musuh musuhmu jangan sampai tersisa, apalagi Shiori dan kawan kawanna, sekarang Masumi merelakan Maya pergi tapi pasti Masumi akan tetap menjaga Maya...
Tyyy, ceritana semakin seru saja, ditunggu kelanjutanna secepat mungkin....

Wienna

Resi said...

huaaaaa, sediiiiih. Kamu memang keras kepala Maya, kenapa membuat Masumi-ku menderitaaa. Hiks......

Anonymous said...

hiks...hiks...kenapa jadi sedih gini
kasian masuminya TT__TT

orchid on 20 July 2011 at 18:35 said...

deritanya terasa sampai lapis terakhir jiwaku, sampai membuat aku lapar

Anonymous said...

tuh kan maya masih kelihatan aja, masumi sdh merana begitu, gimana kalo ditinggal jauh....tapi menurutku ga apa2 juga sih biar masumi konsen nyari biang keroknya, dan dia akan membalas dendam ke shiori...semangat Masumiiii!!!!!!cincang shaori!!!!!iihhh gregeteun pingin cepet2 ketauan....-khalida-

Heri Pujiyastuti on 20 July 2011 at 19:36 said...

Tyyyyyy.........sampe kpn nih kita dibikin penasaran....Maya jangan kau sakiti lagi hati Masumi, kasian kan...T__T

Anonymous said...

I feel hurt when masumi said that words to maya. You can describe his feeling so well, Ty :-) Jadi inget 1 lagu : complicated heart by MLTR :) hehehehe... Kalo aja maya bisa mencerna kata2 itu dg hati & pikiran jernih,surely she will never leave and go alone.

ivoneyolanda on 20 July 2011 at 20:23 said...

Maya apa gak keliatan apa cinta MH dah segitu besarnya...m_dah2an hati maya terketuk setelah teringat kata2 MH ya n akhirnya gak jadi pergi dari rumah...and mau berjuang untuk bangkit...

Kira2 apa yang mau diomongin MH ke Yosuke ya... Kok masih belom keliatan surat pemindahan hak pementasan BM...apa tanggepan MH ya... Penasarannnnnn

Fagustina on 20 July 2011 at 20:29 said...

heuheu, Masumi jadi kyk ngasuh ponakannya nih....ckckckck Maya tau rasa deh nt klo di tinggalin Masumi.....

next friday 13 th....XD

Anonymous said...

Aku ingin maya yang lebih dewasa ahhhh...Maya kan udah 23 th ya....
Masumi yang ini membuatku berkhayal adakah pria seperti itu didunia ini untukku....>.<
...Balikin owh.owh balikin ...suara Maya seperti dulu lagi...^^KataraHayami-

Mawar Jingga on 20 July 2011 at 22:26 said...

siniiiiiiiiiiiiiiiii q tulungin akang masumi melabrak tuh musuh.......btw ada apa sih dengan maya.........
lanjuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuttttt ty.............

Anonymous said...

kayaknya sosok masumi hayami yg spt itu emang cuma exist di " dunia topeng kaca " deh ... in real world, apalagi jaman kayak gini ... not so sure that kind of man still exist :-D hehehe... Maya bikin gregetaaannnn...!!!! *rini*

Anonymous said...

Lagi ngayal tingkat tinggi :

seandainyaaa...maya sebelum pergi dr rumah masumi, keinget lagi sama semua kata2 masumi & akhirnya milih utk gak pergi ... terus masumi yg udah yakin maya bakal pergi, pas balik ke rumah nemuin maya masih duduk manis di rumahnya ... ho ho ho ... gak kebayang responnya!!!

sayangnya ini cuma lagi ngayal gak jelas + ngareppp.com ! Alur cerita tetep di Ty ...!! Ganbatte...!!! -ini-

Lina Maria on 20 July 2011 at 23:33 said...

cintahhhhhhh..... hiks hiks hiks.... kapan sih baikan lagii. Pinginnya diriku geplak si Maya pake bakiak Sakurakodi. Keras kepalanya kagak ketulungannnnnn.. Arghhhhhhh...
tapi..... 4 thumbs up for you cintaaahh.... *ngangkat 2 tangan dan kaki* tulisannya makin mantap... ^^ ciayouuuuuu yaaa.....

Anonymous said...

Makasih,Ty,updatenya.jujur aku ngak isa berkata2,ceritanya bagus sekali,benar2 true love,ya,Masumi,itu.tapi masih penasaran nih siapa PIL-nya shiori itu?Lifang

Nana said...

Aku bisa mengerti keminderannya Maya...Hanya saja aku gak bisa mengerti pilihannya untuk tidak mengkomunikasikannya dengan baik bersama Masumi dan mencari solusi bersama. At least ada diskusi dan pertukaran pikiran lah...

Ini main langsung kabur begitu aja..

Hehe..namun aku kemudian sadar, ini kan fiction yaaa... jadi butuh yg angsty2 dikit gimanaaaa gitu biar seru. Kalo Mayanya pintar kan nanti jadinya gak ada cerita yg patut diceritakan. HIihihihiiii....

Thanks Ty, aku sangat menikmati update2 dari kamu. Aku bisa liat kamu sayang banget sama karakter Masumi Hayami sampai kamu buat dia sedemikian sempurnanya..

Kami semua menunggu tulisanmu berikutnya..:-)

Anonymous said...

Ty.... ^_^
udah 20 sista
cepetan apdet yah

gak sabar pengen liat aksi mh melabrak tabloid friday
biar bangkrut skalian tuh, menyebar fitnah ttg maya
ayo mh, kamu bisa !!!

-mia-

Ty SakuMoto on 21 July 2011 at 00:49 said...

@Nana: hahaha... Nana, aku ngga pernah ngerasa semalu ini baca komen sampe aku baca komenmu. mukaku ampe panas >.<
aduh na, aku ga ngerasa loh karakternya Masumi itu di sini se-flawless itu. lols.. belum aja ini mah Na :p

dan emang baru ngeh dari komen2 yg masuk *btw, udah 19 lagi ajah, ngebut bener ya >.<* kalo kesannya Masumi di sini perfect banget ya? hm... hm... salah pencitraan apa gimana ni ya, aku jadi bingung.

Tapi ngga apa-apa... silahkan Masuminya disayang-sayang dulu sekarang. Ntar pas nyebelin tolong abang Masumi jangan ditendang ya XDD

Nana said...

Waahh, bukan maksudku membuatmu tersipu sedemikian rupa lho Ty...:-p Hihihihii..

Lagipula, menurut aku Masumi-nya Ty gak 'flawless'. Justru karena dia punya weakness yang besar, yaitu Maya. Maya disini adalah sumber kebahagiaan sekaligus kesengsaraan buat Masumi. Dan ketidakberdayaan dia terhadap Maya itulah yg merupakan flaw-nya Masumi.

And it is a very, very, very, rrr-romantic flaw indeed...which we all love. :-) Keep it up! We love this Masumi!

ivoneyolanda on 21 July 2011 at 09:18 said...

TY maksudnya apa ya sekartang MH disayang2 nanti jgn ditendang2??? Wah apa abis ini sikap MH akan balik 180 derajat??? Mungkin perlu juga kali ya ke Maya supaya Maya bisa sadar klo orang sabar juga ada batasannya...jadi dia bisa berani ngakui perasaannya ke MH dan gak akan berbuat seenaknya aja...m ayo ty quota sdh terpenuhi lanjuuut dong...

Anonymous said...

aduhh...
sad story nich
kalo ga salah dulu ada yg koment "karya/jalan cerita Ty mirip sama Sensei Miuchi"(kalimatnya lupa aq)
tp memang bener koq,ngenak dihati
T O P

elf

Anonymous said...

dhe
Menurutku 'masumi ty' dicerita ini masih sesuai ko dgn 'masumi sensei miuchi'. Malah ada dlm beberapa adegan yg memperkuat karakternya masumi.

Setujuh alur ceritanya makin membaik. Dua jempol tuk ty q(^o^)p

chuubyy on 21 July 2011 at 11:02 said...

keren keren kerennnnnnnnnnnn bgdd.....
bisa merasakan kesakitan yg di alami masumi... hik hik... penasaran akhir critanya gmn.. ty, thanx ya... suka deee.. :)

aseani said...

Biar udah memenuhi kuota, tetep comment aaah...
ayo masumi, samperin friday, bikin perhitungan dengan gayamu!
tyyy...you're so great! penasaran deh mau diapain friday sama MH.
dan maya, duduklah yang manis di rumah, menanti calon suami pulang. Jangan pergi OKEH!

dina ( I ♥ Topeng kaca ) on 21 July 2011 at 11:31 said...

TY kamu bikin aku nangis nie T.T

Ratna on 21 July 2011 at 15:48 said...

Apa selingkuhan Shiori itu si Yosuke Friday??? *Main tebak2an*

Anonymous said...

Ahhh.. aku menangisss...... Ty, jangan kejam sama Masumiii doongsss.. Masa dia menderita teruss.. gak tega bacanya... :(((

Happy

syl said...

gw pengen jitaax maya deehh... gemess.. gemeessss..

AnDr@ on 23 July 2011 at 07:12 said...

Ty. .................oh my God.....gitu donk Maya Chayank...jgn jauh" pergi dari Masumi....mari sama" lawan musuh" kalian....terutama nenek sihir berambut jambul.....Ty muachhh...trims updatenya...

Anonymous said...

kyaaaa, aku suka banget nih....Masumi akhirnya merasakan kebahagian, ayo Maya Masumi kita lawan orang-orang syirik, bersatu kita teguh bercerai kita runtuh....loh!!!!kenapa aku yang semangat ya...he...he serasa ikutan jadi lakon di FFY....Ty makasih buanyak ya...

Anonymous said...

Ty....yosuke kayanya suaminya shiori si nenek sihir ya....trus hino kan nanyain maya ke mizuki kaya yg gak tahu apa2...jadi selingkuhan si nenek sihir itu sawajiri?iya bukan?tapi ketang bisa aja hino pura2 ga ngerti apa2.....Ty aku bahagia karena Masumi bahagia mudah2an bukan sesaat...tapi tetep aja penasaran....

Fagustina on 23 July 2011 at 08:47 said...

huaaaaaaaaaaaaaaaaaa TY makasih apdetnya....

senangnya liat masumi bahagia...

Menanti liburan di Izu....

tp bakalan jadi ga nih kira2 liburannya....*crossfinger*

ivoneyolanda on 23 July 2011 at 08:50 said...

Senang sekali Maya sudah sadar klo Masumi bisa lebih menderita klo dia pergi...

Berelibur ber2 ke izu...wah asik....tapi Masumi belom ketemu hino kan....wah berarti belom tau soal surat penyertahan hak pementasan BM (>_<)" ....m

Mudah2an everything gonna be okey buat MM..ty makasih buat updatenya. U make my day muaaacccchhhh

Anonymous said...

Akhirnyaaaaa....maya bisa buat keputusan yg rada pinter dikit, gak impulsif & semaunya sendiri :-) in fact, she's grow up ... hehehehe... *rini*

Anonymous said...

Mantaaabbb...andai seterusnya mereka hepi teruss.. !!

Anonymous said...

trims Ty, apdate yang mencerahkan hari...
semoga tidak mendung lagi yaaa, Maya memang harus bisa kuat demi Masumi.
tidak sabar menanti kisah selanjutna, walaupun taw pasti akan ada bagian sedihna.
seneng banget ngebayangin Masumi waktu ngancam si Yosuke, pasti kereennnn.....
aku tetap setia menunggu ya TY....

wienna

Anonymous said...

Oouuwww...berarti kemungkinan besar suaminya shiori itu yosuke ya? ... nebak dari kata2 ancaman masumi ke yosuke + kata2 shiori waktu ngobrol sama cowok misteriusnya itu...yang kemungkinan lagi adalah sawajiri :-I

hm..hm..hm...sepertinya bakal ada babak baru pertempuran keluarga Hayami VS keluarga Takamiya. Horeeeee......!!!!! Ini pasti lebih seru! Shiori lupa, maya memang kelemahan terbesar masumi hayami, tapi maya juga kekuatan terbesarnya :-D

Last but not least, sekalipun nanti maya akan tetap meranin BM dlm kondisi bisu...itu malah akan jadi semakin spektakuler & level akting maya akan semakin tinggi. Dia mungkin akan jadi lebih melegenda dibanding gurunya ...hehehehe ......ngayaaallllllll....
*flo*

orchid on 23 July 2011 at 12:23 said...

ternyata yg manis setelah yg pahit, terasa lebih manis, jd mikir, klo maya tetep tinggal dirmhmya masumi, trus eisuke kembali ada dirmh, oi oi oi, senengnya ty, ffmu mengalihkan duniaku

Anonymous said...

love ur work Ty
love the song also
so sweet

ditunggu apdetan di izu yah Ty

-mia-

ivoneyolanda on 23 July 2011 at 14:42 said...

iya setuju sama sista flo, jangan2 suaminya shiori yosuke......heeeemmmmmm seru tuh, tapi kira2 apa yang mau diomongin sama si hino ya....gimana perkembangan surat peralihan hak pementasan BM ya.....gak sabar deh.....

Lina Maria on 23 July 2011 at 16:14 said...

gyaaaaa.................... gyaaaaaa................
sama sekali tidak merepotkaannnnnnnn Masumi. Cintahhhhhh, Ty-meo..... aku harus merepotkanmu.... SANGAT merepotkanmu untuk apdetan selanjutnyaaa.hohohohhohohohohoo *ketawa ala bu mayuko*

Anonymous said...

gak sabar menunggu lanjutannya, meskipun deg-deg gan nih cerita selanjutnya kaya apa, gara2 maya impulsif, nyerahin hak pementasan BM and terlalu percaya Sawajiri...Ty mudah2an liburan ke izu jadi ya, jg ribut dulu ya he..he..ngatur, siapa yg bikin cerita? sekedar rikues ini mah ...penasaran apa yg dilakuin masumi di izu???and siapa yg jadi penghianat di daito????Ty boleh usul FFY-nya dibikin novel aja....aku pesen.-khalida-

Anonymous said...

ow ow ow...mauu dong diacak-acak juga rambutnya dng masumi..hehe.. *mupeng...

biarkan saja hak pementasan biddari merah atas nama shiori..kan percuma tuh kl hak pementasa di dia..tapi gak ada yg bisa berperan sebagai bidadari merahnya..jd cuma secarik kertas tok tok tok...

ditunggu kisah di izu-nya maya-masumi..like it

Anonymous said...

Tyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyy..... Aku sukaaaaaaaaaaaaaaaaaa bangeeeeeeeeeeeeeeeettttttttt..........!!!! Dirimu mampu menggambarkan sosok masumi dengan sempurna...!!! Pokoknya sukaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa..... Lagi dwooooooooonkk darling.... hehehehehehehe... :D


--iien fachrie---

Anonymous said...

Wah wah wah. Kayanya Mayanya ud mendingan.
OK deh musti baca ulang lg dr no 6. Abis sebelomnya bacanya lompat2. Apalg pas bagian Maya yg nangis mulu.
Nanti comment lagi deh. ;)
-serendipity

Resi said...

legaaaaaa, akhirnya maya mengambil keputusan yg tepat n bersikap dewasa.
terharuuuuu, ga henti2nya baca sambil tersenyum. akhirnya masumi-ku tersenyum lagi. Senangnyaaa...., makasih tyyyyy. Mmmmuach...

Nana said...

Senaaaaaaaannnggg......aaahh, yokattaaa!

Wah wah, update berikutnya pasti 'lezat' nih!
hurry pleeeease i want to see MM on vacation together! So sweet!

Thanks Tyyyyyyyy!!! Loph u

Anonymous said...

menurutku, kalaupun hak pementasan itu jatuh ketangan shiori, harusnya semua pihak tau kalau itu ngga mungkin terjadi tanpa adanya kecurangan/rekayasa. shiori kan ga ada hubungannya sama dunia drama dan ga mungkin maya nyerahin hak sepenting itu ke sembarangan orang apalagi keorang yang ngga tau soal drama. apalagi shiori mantannya masumi yg berarti saingan maya. jadi orang pasti tau kalo ada apa2nya, ya kan???
nebak2 sotoy nih ty, penasaran sih...
(nadine)

Anonymous said...

gimana nasib hak pementasan BM Ty
jangan buat kita makin pnasaran ya Ty
ditunggu apdetannya hari kamis

-mia-

Anonymous said...

Bagussss...sukaaaa...smoga shiori mati aja..wkwkwkwk.

-Mia Luna Hayami-

Anonymous said...

aku suka banget nih FFY 7 apdetan terakhir sehubungan Masumi sdh down banget bakal ditinggal Maya...tp ternyata Maya batal ninggalin, jadi ngebayangin rasa bahagianya Masumi....aku bacanya sampai diulang-ulang, sebenarnya sih sambil ngarep siapa tau ada apdetan baru lagi... -khalida-

Ratna on 25 July 2011 at 10:17 said...

Akhirnya Maya-Masumi together-an lagi...masalah pertama yang mereka hadapi nantinya setelah ini mungkin bakalan menyelamatkan hak BM ya? Ujian pertama untuk kekuatan kebersamaan mereka berdua... just like Masumi said before : "Kali ini kita hadapi bersama2...", Ganbatte neh MM, Chayo!! hehehe.... *pemandu sorak mode on*

Anonymous said...

Ty...makin bagus aja ceritanya.... makin mengharu biru kaya sinetron aja,hehehehe :p masumi sabar bgt yah ngadepin maya, aduh tambah makin ngarep nih masumi di dunia nyata,wkwkwkwk :p

Muree on 25 July 2011 at 14:02 said...

Waahhh akhirnya maya bisa dewasa dikit..gak minder terus. Semoga cepet selesai masalahnya deh. btw...masalah hak pementasan gimana tuuuuh? Jangan sampai shiori dapetin ah..biarpun ntar bisa diambil lagi. gak reeeeelllllaaaa...

Anonymous said...

Wooowwww.....akhirnya....maya mau balik lg ama masumi....
gitu donk maya, waktunya utk kembali bangkit n MEMBALAS DENDAM PADA SHIORI & ANTEK2 NYA!!!!
ayo Ty.....buruan update yg lbh seru lagiiiii....


*Theresia*

Anonymous said...

Deg-degan bacanyaa... Masumi baik banget seh.. Mau dong satu..he..he..

Happy

Anonymous said...

manis sekali ceritanya Ty
senang sekali melihat mereka bisa bahagia
tapi masih kurang Ty
apdet lg cepet yah, ditunggu kamis
heheheh.. yq Ty

-mia-

Anonymous said...

ikut senang bacanya..
makasih ^-^ ^-^ ^-^

orchid on 26 July 2011 at 22:06 said...
This comment has been removed by the author.
orchid on 26 July 2011 at 22:10 said...

kayaknya disini bertebaran pria2 serupa masumi, dinginnya, terkecuali koji, kayaknya si hino kandidat kuat buat selingkuhannya shiori, tapi apa hubungannya sm pooling hijiri ninja ato samurai?

sinta said...

huaaaaah romantiiiiiiiisss.......mau main ayunan sama Masumi......

ivoneyolanda on 26 July 2011 at 23:04 said...

Hemmmm makin bingung jadi siapa ya yg pengkhianat...sawajiri apa hino....aku lebih percaya sama hino soalnya dia kan lagi pacaran sama mizuki...
masumi chayank baik sekali beliin maya ayunan...aku juga mau minta dikirimin satu dong :)

Anonymous said...

semakin penasaran saja, boleh juga Ty mereka liburan dulu ke izu sebelum menghadapi masalah besar tentang hak BM dan si shiori, itung2 menghimpun tenaga sebelum perang.
scene di izu harus romantis ya Ty, kasian kan masumi uda capek2 kerja and nga pernah libur....
aduhhhh jadi deg degan neyyyyyy....

wienna

Anonymous said...

aduuuuhhh ty jadi gag sabar ni nunggu scene izunya
pokoknya harus super duper romantis y ty

mdah2an pak hino nya tau rencana licik sawajiri ama si jambul, soalnya kalo hak nya jatuh k tgn mreka bsa2 bu mayuko bangkit dari kubur. hehehe

ayooo lanjutkan perjuangan mu ty, aq bantu doa dari sini. hehehe

-bella-

Nana said...

AAAAHHH...lucu bangeeeettt Masumi kasih kursi ayunan buat Mayaaaaa!!

Uuuuhhh jadi gemes!

Nana said...

oh ya Ty...nitip boleh gaaak?
Please please pretty please jangan berikan tragedi buat MM ketika berlibur di Izu...
Urat syaraf pembaca ikut tegang jika terjadi yg tidak2 di Izu. hahahhaha..
Pembaca juga butuh liburan, bukan masumi aja tokh?? hhehehehe
Eh, tp itu request aja kok.. dinanti masa2 indah utk Masumi dan Maya.

Makasih ya tyyyyy..love it as alwaysssss

Anonymous said...

Si bos gila kerja & sekretarisnya yg super efisien ternyata gak beda jauh ya....ideeeeemmmmm...!!!! :-D kyknya relasi mereka sama dokumen kontrak & pekerjaan lebih lempeng dibanding relasi mereka sama lawan jenis ....hihihihi... lucu ngebaca conversation si bos & sekretarisnya...they looks like a best friend, not bos & employee :-D Penasaran ntar mizuki jadinya sama Hino atau Hijiri ? *ini*

Anonymous said...

Deg2an habis baca update'an yg ini, bukan krn sweet scene maya-masumi tapi krn mikir si Ty lagi ngerancang/nyiapin tragedy apalagi sih ini?


Biasanya yg happy2 kyk gini tuh adegan pembuka dr Ty utk tragedy yg bakal meremas2 perasaan. Jadi skrg lg menahan diri utk gak kelewat happy :(


Jgn salahkan diriku kalo berfikir begitu yooo...secara ya, ty mengikuti jejak langkah miuchi sensei bikin cerita yg bikin perasaan org yg baca kyk roller coaster...deg2an... harap2 cemas & blur ujungnya kemana nih?!? hiks...


Another things, kupikir bakal dpt kejelasan ttg sawajiri, hino or yosuke...tapi belum juga :( harap2 cemas...prediksi gua bener gak ya?!?!

Nalani Karamy on 27 July 2011 at 08:42 said...

aq makin cinta sama yayang Masumi.....

Anonymous said...

iya, ya, MM yg mau liburan ke izu, tp aku yg deg2an krn urusan dgn srigala berambut domba (shiori) blm selesai... gimana ini ty, malah jd makin penasaraannn...
-nadine-

Anonymous said...

dag dig dug dhuerrrr........ kyaaaaa........
aku juga mauuuuu donkkk... dikasih ayunan ama masumihhhh ^^
-Lina-

Ratna on 27 July 2011 at 10:02 said...

Saya semakin setuju kalo sekarang justru Hino yg mencurigakan...

Anonymous said...

TY baik dech....
sering- sering aja scenenya yg romantis..tis..tis
mmmuaaah
elf

Anonymous said...

top markotop Ty.....suka adegan Masumi-Mizuki,selain dengan Maya, Masumi bisa bersikap normal ya dengan Mizuki,disini Masumi bisa balas dendam biasanya dia yg dipojokin sama Mizuki... adegan Masumi-Maya juga so sweet...mudah2an masalah hak pementasan BM tdk menimbulkan tsunami...-khalida-

Mawar Jingga on 27 July 2011 at 22:16 said...

LANJUUUUUUUUUUUUUUUUUTTTTTT......

Anonymous said...

ooohhhhhhhhh...aku bahagiaaaaaa tyyyyy hahahhaaa...so sweeeeeettttttttt...
dalam rangka menyambut GNK 47, diterusin dulu terus ya romantisnya....sampe di Izu deehh...heheheheee.. ;P

-reita

Anonymous said...

Sudah kuduga dr awal shirakawa lah org ny.... N mkin keliatan dr wktu maya menerima coklat beracun itu... Krn dgn karakter maya setiap org yg berada di dkt ny pasti memperhatikan ny tp tdk dgn org itu... Aku ingin membaca bgmn kehancuran shioro yg bermain api hangus bermain air basah...

Ledy_reno on 17 August 2017 at 14:53 said...

Sukaaa sekali sama bagian ini

Post a Comment

Silahkan kritik, saran, sapa dan salamnya... :)

 

An Eternal Rainbow Copyright © 2011 Design by Ipietoon Blogger Template | web hosting