Thursday 7 July 2011

Fanfic TK : Finally Found You Ch. 6

Posted by Ty SakuMoto at 22:16
Rating : 20+

Finally Found You
Chapter 6




Masumi keluar dari kantor dokter Fujiwara dengan perasaan gamang. Maya, Maya-nya kehilangan suaranya. Gadis itu tidak lagi dapat berbicara.
Masumi mengeratkan kepalannya kuat-kuat. Dia marah. Tidak, dia murka kepada siapapun yang telah melakukan hal ini kepada Mayanya. Ingin sekali dia menghancurkan segala sesuatu yang ada di sekitarnya.
Andai itu dapat mengembalikan suara Maya. Namun tidak…
Pikiran Masumi masih cukup jernih untuk tidak mengikuti emosinya. Ditariknya nafas sedalam-dalamnya, dengan gemetar.
Tenanglah Masumi, tenang, sekarang bukan saatnya untuk emosi. Kau harus memikirkan semuanya dengan tenang. Pikirkanlah Maya, hanya Maya.
Masumi berjalan menuju kerumunan orang-orang yang sedang merisaukan Maya menunggu kabar.
“Pak Masumi, bagaimana? Apa yang dikatakan oleh dokter?” Sakurakoji adalah yang pertama kali menghampirinya.
Masumi melirik pemuda tersebut sebelum melemparkan pandangannya kepada yang lainnya. Dia lantas mengambil tempat, duduk di antara mereka.
“Maya…” Masumi menghirup nafasnya sedikit berat, “selamat.”
Helaan nafas lega terdengar bersamaan.
“Namun,” Masumi menelan ludahnya, “ Maya mengalami trauma hebat pada pita suaranya, dan dia…” Masumi mengeratkan rahangnya, terbayang di matanya wajah kekasihnya tersebut. Perasaannya begitu tersayat saat mengucapkan, “kehilangan suaranya,” dengan lemah.
“A, apa?” Seru Rei, sangat terkejut. “Maya…” wajah gadis itu pucat seketika. Begitu juga para gadis Mayuko lainnya.
“Benar, Maya kehilangan suaranya. Dia…” Masumi tidak mengira, mengucapkannya dengan mulutnya benar-benar membuat semuanya terasa lebih nyata dan membuat hatinya lebih hancur.
Padahal dokter Fujimura bisa begitu tenang saat menyampaikan hal tersebut kepadanya.
“Tapi, kumohon tenanglah,” lanjutnya, “dokter sudah melakukan tindakan medis yang diperlukan. Maya akan segera pulih kondisinya. Sedangkan mengenai suaranya, dokter sudah memberikan pengobatan yang diperlukan dan masih harus menunggu hasilnya. Dokter Fujimura mengungkapkan bahwa tidak diperlukan tindakan bedah atau lainnya. Maya masih punya kesempatan untuk sembuh,” terang Masumi.
“Karena itu kumohon,” Masumi mengeratkan genggaman kedua telapaknya, menatap lantai di hadapannya, “kalian tidak perlu khawatir. Dan tolong jangan membuat Maya khawatir. Bersikaplah tenang di hadapannya, karena keadaan psikologis juga sangat berpengaruh dengan kemungkinannya untuk bisa sembuh,” papar Masumi.
Semua orang di ruangan itu terdiam. Mengamati Masumi yang berusaha tegar. Aneh sekali, walaupun Masumi tidak menangis, menjerit atau marah, bahkan suaranya begitu tenang dan dingin, setiap orang justru bisa merasakan betapa emosinya pria tersebut.
Kuronuma yang berada di samping pria itu, menepuk bahu Masumi. Masumi menoleh kepadanya.
“Kami tahu Maya gadis yang kuat, Pak Masumi. Dia pasti bisa melalui semua ini,” ucapnya.
Sutradara itu baru saja tahu belum lama ini dari tabloid dan aktrisnya itu bahwa keduanya menjalin kasih. Sekarang Kuronuma bisa melihat Direktur dingin itu memang sangat mencintai aktrisnya tersebut.
“Terima kasih Pak Kuronuma,” jawab Masumi berat.
“Sekarang aku akan menungguinya sampai siuman. Kalian bisa tetap di sini kalau mau, walaupun harus kukatakan itu tidak akan banyak membantunya,” kata Masumi.
Orang-orang itu berpandangan. Mereka tahu Masumi ingin ditinggalkan sendirian. Kuronuma akhirnya berpamitan, dan minta dikabari jika ada perkembangan lebih lanjut. Begitu juga Rei dan kawan-kawannya dari Mayuko. Walaupun yang lainnya sempat keberatan, Rei mengatakan bahwa yang dikatakan Masumi benar, bahwa mereka tidak bisa membantu apa pun sekarang. Lagipula, saat ini, memang hanya Masumi yang sebaiknya berada di sisi Maya.
Sakurakoji tidak lama kemudian juga berpamitan. Dia ada janji dengan Mai. Belakangan dia dekat kembali dengan adik kelasnya di teater Hayami itu, setelah sebelumnya mereka tidak berhubungan karena Mai kuliah di luar kota. Sebenarnya Sakurakoji masih ingin berada di sana karena dia sangat mengkhawatirkan Maya. Namun pemuda itu cukup tahu diri. Sudah ada Masumi di sana. Dia tidak benar-benar dibutuhkan di sini.
“Pak Masumi, saya harap Maya bisa segera sembuh. Dan terima kasih Anda sudah mau menjaganya,” kata Sakurakoji.
“Aku yakin dia bisa segera pulih,” ucap Masumi, cara bicaranya sedikit mengambang, seperti melamun. “Kau tidak perlu mengucapkan terima kasih. Lagipula, aku ini, kekasihnya.” Masumi menatap Sakurakoji.
Sakurakoji terdiam sesaat mendengar ucapan Masumi. Lantas mengangguk mengerti dan berpamitan.
[“Lagipula, aku ini, kekasihnya…”]
Ucapan itu terngiang di telinga Sakurakoji saat dia melangkah keluar rumah sakit. Pemuda itu menelan ludahnya.
Semoga kau baik-baik saja, Maya. Semoga kau bahagia…
Hanya tinggal Masumi dan Sawajiri di ruangan tersebut. Masumi melirik pada Sawajiri yang dari tadi hanya terdiam tidak mengucapkan apa-apa. Pria itu begitu tenang.
“Kau boleh pergi, Sawajiri,” kata Masumi.
Pria itu mengangkat pandangannya menatap Masumi. Terdiam beberapa detik.
“Saya tetap di sini Pak,” katanya.
“Kau tidak diperlukan di sini,” Masumi berkata sedikit menekankan.
“Bagaimanapun, saya manajer Maya. Saya harus mengetahui kondisinya secara jelas dan melihat keadaannya langsung. Lagipula, kalau Maya sakit, saya tidak punya pekerjaan. Waktu saya sangat luang,” kata pria itu.
Masumi memandangi pegawainya tersebut. Pria yang dingin, dia tahu. Sawajiri adalah salah satu manajer artis terbaik yang dimiliki Daito. Setiap aktris baru yang dipegangnya selalu melejit tajam. Sangat disiplin. Dia tahu benar bagaimana mempromosikan artisnya dengan baik.
Negatifnya, dia kurang manusiawi. Juga kurang toleransi. Namun manusiawi dan toleransi memang bukan moto yang diusung Daito selama ini. Tujuannya hanya mensukseskan si artis, yang artinya, mensukseskan pekerjaannya. Jika saja aktrisnya bukan Maya Kitajima, Masumi sama sekali tidak akan keberatan dengan cara kerjanya.
Masumi bisa mengerti kenapa Minami memberikan Sawajiri sebagai manajer Maya. Namun belakangan, Masumi merasakan ketidakcocokan dengan Sawajiri. Hanya saja ketidakcocokan ini dalam konteksnya sebagai kekasih Maya, bukan sebagai direktur Daito. Sedangkan sebagai Direktur Daito, Masumi tidak punya alasan kenapa dia harus mengganti Sawajiri.
“Terserah kau saja,” ucap Masumi datar dan memalingkan wajahnya.
“Pak Masumi, saya tahu ini waktu yang kurang tepat bagi saya untuk bertanya, tapi apakah Maya akan tetap memerankan Bidadari Merah dengan kondisinya yang sekarang?”
Masumi kembali menatap pria itu, sekarang lebih tajam.
“Kau benar, sekarang bukan saatnya membicarakan hal itu,” Ucap Masumi dingin.
“Maafkan saya,” jawab Sawajiri, datar.
Tiba-tiba seorang suster keluar dari ruang perawatan Maya. Masumi kembali berdiri, suster itu kembali masuk ke dalam dengan dokter Fujiwara.
“Ada apa?” tanya Masumi.
“Tenanglah Pak, dokter hanya mengontrol saja. Anda tenang saja ya, kondisi Nona Maya tidak memburuk,” kata perawat tersebut sambil menahan Masumi dan kemudian menyusul Dokter Fujiwara masuk kembali ke ruangan Maya.
Masumi mengangguk cemas sebelum kembali ke tempatnya. Dia berusaha meyakini bahwa apa yang disampaikan suster bukan kabar yang buruk.
Beberapa puluh menit berlalu. Sawajiri akhirnya beranjak, dia mengatakan akan membeli makan malam, dan bertanya kalau-kalau direktur tersebut ingin dibelikan sesuatu, namun Masumi menolak. Akhirnya Sawajiri pergi, dan Masumi ditinggalkan sendirian.
Keadaan sepi beberapa lama. Masumi lantas mengeluarkan handphonenya. Dihubunginya Mizuki. Mizuki sangat terkejut mengetahui Maya kehilangan suaranya. Lalu sekretarisnya itu mengatakan keadaan Daito sudah cukup kacau karena kabar mengenai sakitnya Maya sudah tersebar dan Masumi tidak berada di sana.
“Pak, sebaiknya, Anda segera mengambil keputusan, atau keadaan semakin tidak menentu. Pak Eisuke dan juga para pemegang saham dan sponsor mengharapkan adanya kejelasan sikap dari Anda segera,” terang Mizuki.
Ayah…
“Aku belum bisa memutuskan apapun saat ini, Mizuki. Tolong sebisanya, kau tangani hal-hal yang masih bisa kau tangani. Dan minta Wakil Direktur Yamashita mengambil alih beberapa rapat dan pertemuan penting. Selebihnya, mengenai Bidadari Merah dan hal-hal yang berkaitan dengannya, tunggu keputusan dariku. Jangan dulu member pernyataan apapun mengenai Maya sampai aku bicara,” Terang Masumi.
“Tapi Pak…”
“Itu saja dariku Mizuki, kurasa semuanya sudah jelas,” Masumi menekankan.
Sekretarisnya tersebut diam beberapa saat.
“Baik Pak, saya mengerti.” Jawabnya kemudian.
“Terima kasih, Mizuki.” Masumi lantas menutup telponnya.
Dihubunginya Hijiri. Masumi menginstruksikan beberapa hal kepadanya. Setelah itu dia menutup telponnya dan kembali termenung.
Kurasa, sudah waktunya aku membuka hubunganku dengan Maya secara terus terang kepada publik.                                                       
Pikir Masumi. Selama ini, dia pikir membiarkan semuanya dalam keadaan samar adalah yang terbaik. Namun, seteah kejadian yang menimpa Maya ini, Masumi mengambil keputusan, siapa pun dia yang ingin mencelakai Maya, dia harus tahu bahwa gadis itu tidak sendirian. Gadis itu punya Masumi Hayami di sampingnya.
Tiba-tiba pintu ruang gawat darurat dimana Maya mendapatkan perawatan terbuka. Seorang perawat keluar dari sana dan Masumi segera berdiri.
“Bagaimana keadaan Maya, suster?” tanya Masumi, khawatir.
“Anda bisa tenang Pak Hayami, masa kritisnya sudah lewat. Detak jantung dan tekanan darahnya sudah normal. Namun sekarang Nona Maya sedang tertidur karena masih di bawah pengaruh obat penenang dan masih dipakaikan alat bantu pernafasan.” Terang perawat tersebut. “Anda bisa menjenguknya sekarang, tapi sebentar saja ya Pak, dan saya mohon Anda tetap tenang selama berada di dalam karena pasien masih harus beristirahat,” imbuhnya.
Masumi mengangguk mengerti lalu mengikuti perawat tersebut ke dalam ruangan. Sekali lagi berpapasan dengan Dokter Fujimura yang hanya memberikan anggukan sebelum keluar dari ruangan tersebut.
Masumi sekarang sendiri saja dengan Maya. Dipandanginya kekasihnya tersebut yang tampak terbaring lemah, wajah dan kulitnya terlihat pucat. Hatinya tersayat melihat keadaan Maya yang demikian. Dihampirinya tubuh mungil yang terbaring tidak berdaya di hadapannya. Alat bantu pernapasan masih terpasang dan juga sebuah infus. Maya memejamkan matanya dengan tenang.
“Maya…” panggil Masumi dengan sangat lembut. Dirabanya dahi kekasihnya yang basah penuh keringat, namun sudah tidak sedingin sebelumnya. Maya tidak bereaksi. Masumi lantas mengeluarkan sapu tangannya dan mengusap dahi gadis tersebut.
Masumi duduk di samping ranjangnya. Ada perasaan duka yang mendalam yang membuat pria itu tidak sanggup berkata apa-apa. Digenggamnya tangan gadis itu dan diusapnya perlahan. Kenapa kekasihnya ini harus menghadapi begitu banyak cobaan dan penderitaan? Padahal dia adalah gadis paling polos yang pernah dikenalnya. Dia tidak pernah berniat tidak baik pada siapapun. Satu-satunya kebencian yang pernah gadis itu tunjukan hanyalah kepada dirinya. Namun kenapa…
Kata ‘KENAPA’ yang disusul berbagai pertanyaan terus muncul di benak pria itu.
“Maya… apakah tidurmu nyenyak…?” Masumi mengecup punggung tangan Maya lalu meremasnya lembut dengan kedua tangannya. Tanpa disadarinya setetes air mata turun membasahi tangan gadis itu. Masumi lantas membelai kepala Maya dengan hati-hati. Sekian lama hanya mengamatinya. Pria itu tidak sanggup berkata apa-apa lagi.
Seorang perawat kembali masuk dan memberitahukan sudah waktunya Masumi keluar.
“Kuharap kau bermimpi indah…” pria itu melipat bibirnya, “karena saat kau terbangun nanti, ada kenyataan pahit yang harus kau hadapi.” Suara pria itu bergetar, tenggorokannya terasa tercekat. “Tapi aku tahu kalau kau akan baik-baik saja, karena kau adalah gadis yang kuat. Sangat kuat. Benar kan?” Masumi berusaha tersenyum kepada Maya yang masih terpejam, “dan kali ini, kau tidak akan berjuang sendirian, kita akan menghadapinya bersama-sama.” Masumi berusaha meyakinkan gadis itu, juga dirinya sendiri.
Masumi mengecup kening Maya dengan lembut, “cepatlah bangun, Sayang,” bisiknya lirih. Masumi lantas meletakkan tangan gadis itu dengan perlahan dan keluar dari kamar Maya.
Dari sudut mata Maya yang terpejam, bulir-bulir bening mulai menetes. Maya menangis tanpa suara. Gadis itu lantas membuka matanya.
“Nona, tenanglah…” kata si perawat. “Kau harus lebih tenang agar bisa cepat sembuh,” lanjutnya.
Maya tidak bereaksi apa-apa.
“Sepertinya calon suamimu adalah pria yang sangat baik,” kata perawat tersebut dengan lembut sementara mengganti infusnya.
Perawat itu sangat mengerti. Di satu sisi, seseorang yang paling dicintai, bisa menjadi motivasi terbaik untuk sembuh, menjadi tempat terbaik untuk bersandar. Namun di sisi lain, seseorang yang paling dicintai, justru paling tidak diinginkan untuk direpotkan. Dan pasiennya yang ini, sepertinya termasuk jenis yang kedua.
Saat Maya tersadar beberapa waktu lalu, dialah yang memanggil dokter Fujiwara dan bertemu Masumi di luar. Dokter lantas meminta Maya menenangkan dirinya dan jangan memaksakan diri untuk bicara. Dokter Fujiwara lalu perlahan-lahan mulai menjelaskan keadaannya kepada Maya dengan sebaik-baiknya. Maya terlihat sangat syok saat mendengarnya sampai-sampai dia tidak bisa bereaksi apa pun.
Saat dikatakan bahwa calon suaminya, Masumi, menunggu di luar dan dia bisa bertemu dengannya, Maya panik dan menolak. Dia tidak ingin bertemu. Namun berkat bujukan suster dan dokter, yang mengatakan bahwa sebaiknya calon suaminya itu dibiarkan melihat keadaannya agar perasaan pria itu lebih tenang, Maya akhirnya setuju. Namun dia tetap menolak untuk berinteraksi dengan Masumi.
“Nona Maya, kalau keadaanmu tetap stabil selama beberapa jam ke depan, nanti malam atau besok pagi kami akan memindahkanmu,” terang perawat tersebut.
Gadis itu mengangguk. Si perawat tersenyum lembut.
“Saya memang tidak mengenalmu, tapi calon suamimu pasti sangat mengenalmu. Tadi dia bilang kau adalah gadis yang kuat dan saya yakin dia pasti benar. Sekarang Nona beristirahatlah, tenangkan perasaan dan pikiran Nona agar Nona bisa segera sembuh lagi dan keluar dari sini. Dan suara Nona, pasti bisa kembali lagi secepatnya,” perawat tersebut menenangkan.
Maya hanya termenung di pembaringannya. Air mata itu belum juga berhenti.
Pak Masumi… aku tidak bisa bersamamu dalam keadaan seperti ini. Aku sudah kehilangan suaraku. Aku tidak akan bisa memerankan Bidadari Merah dan berakting lagi. Aku hanyalah gadis bodoh dan tidak berguna. Aku tidak punya keberanian untuk bertemu denganmu lagi…
Nafas gadis itu semakin berat, dadanya semakin sesak.
Tidak dapat berakting lagi… tidak dapat bersama Pak Masumi lagi…
[“Tapi aku tahu kalau kau akan baik-baik saja, karena kau adalah gadis yang kuat. Sangat kuat. Dan kali ini kau tidak akan berjuang sendirian, kita akan menghadapinya bersama-sama.”]
Dan air matanya semakin deras.
=//=
Saat Masumi keluar dari kamar Maya, Sawajiri baru saja kembali dari makan malamnya.
“Bagaimana Pak, keadaan Maya?” tanya Sawajiri.
“Dia sudah membaik, hanya perlu menunggu kondisinya lebih stabil dan kamarnya akan dipindahkan,” terang Masumi.
“Syukurlah,” ujar Sawajiri pendek.
“Sawajiri, kau pulanglah. Dan besok hubungi pihak-pihak yang mengontrak Maya untuk iklan atau acara mereka dan minta pengertian mereka untuk keadaan Maya. Katakan bahwa dia sakit dan keadaannya belum memungkinkan untuk melakukan syuting atau wawancara. Mungkin besok atau lusa aku akan kembali ke Daito.” Terang Masumi.
“Baik, Pak…” kata Sawajiri. “Apakah saya tidak bisa melihat keadaan Maya?” tanya Sawajiri.
“Gadis itu masih perlu beristirahat total. Kau bisa menjenguknya lagi lain kali. Terima kasih Sawajiri,” kata Masumi.
“Baiklah, kalau begitu saya permisi. Saya harap Maya bisa segera sembuh,” Sawajiri mengangguk lantas pergi.
“Pak Masumi,” panggilnya, kembali berbalik.
Masumi yang duduk di sofa mengangkat kepalanya.
“Apa yang saya harus katakan jika wartawan bertanya mengenai hubungan Anda dan Maya? Sudah ada beberapa wartawan yang menghubungi saya sejak siang tadi,” terang Sawajiri.
“Kau tidak perlu membantahnya, benarkan saja,” ujar Masumi.
Sawajiri mengangguk mengerti dan pergi.
Masumi menyandarkan tubuhnya pada sofa memikirkan banyak hal. Ia menengadahkan kepalanya ke atas, memejamkan matanya seakan mencari jawaban dari sesuatu yang tak juga ditemukannya.
Masumi lantas mengingat apa yang dikatakan dokter Fujiwara kepadanya yang tidak ia sampaikan kepada yang lainnya.
[“Pak Masumi, kami belum bisa memastikan secara pasti apakah suara Nona Maya akan kembali seutuhnya. Racun yang terdapat dalam coklat tersebut kandungannya sangat kuat, cukup untuk membahayakan nyawanya. Setiap tubuh memiliki reaksi yang berbeda terhadap sebuah pengobatan, namun kabar baiknya, kami bisa melihat bahwa Nona Maya memiliki tubuh yang sehat dan bereaksi positif pada pengobatan yang kami berikan. Saya harap tidak perlu waktu lama dia bisa keluar dari sini. Kita lihat saja, bagaimana perkembangan selanjutnya. Namun, yang perlu diperhatikan, adalah kestabilan kondisi psikologisnya. Kita harus melakukan yang terbaik agar Nona Maya bisa tetap merasa nyaman dengan dirinya. Berbeda dengan kemampuan melihat dan mendengar, yang sepenuhnya fungsional, berbicara juga melibatkan kondisi psikologis. Banyak kasus seseorang kehilangan suaranya atau kemampuan berbicara karena masalah psikologis seperti shock berlebihan atau trauma padahal tidak ada masalah dengan organ tubuhnya. Karena itu saya sampaikan, jika Nona Maya sampai kehilangan harapannya, kemungkinan terburuk bagi Nona Maya adalah dia akan kehilangan suaranya secara permanen. Tapi mari kita berharap bahwa hal seperti itu tidak akan terjadi. Selama Nona Maya mendapatkan dukungan dari orang-orang di sekelilingnya dan memiliki kemauan keras untuk bisa berbicara lagi, dia masih memiliki peluang yang cukup untuk sembuh. Namun andaikan suaranya kembali, untuk mendapatkan vitalitas suara seperti semula, kemungkinannya akan sulit, dan sebaiknya Nona Maya berhenti dari kegiatan teaternya untuk waktu yang cukup lama.”]
Masumi mengurut daerah di antara kedua alis matanya. Bingung, penuh beban.
Maya, apa yang bisa kulakukan untuk membantumu?
[“Kemungkinan terburuk dia akan kehilangan suaranya secara permanen… andaikan suaranya kembali, sebaiknya Nona Maya berhenti dari kegiatan teaternya untuk waktu yang cukup lama,”]
[“Pak Eisuke dan juga para pemegang saham dan sponsor mengharapkan adanya kejelasan sikap dari Anda segera,”]
[“Tuan, sepertinya mereka sedang mengorek-ngorek mengenai kasus ketika Nona Maya dulu tidak muncul di panggung dan berhura-hura dengan geng motor…”]
Masumi tengah memikirkan banyak hal saat seorang suster mempersilahkan Masumi untuk menunggui Maya di dalam. Masumi diberitahukan bagaimana cara memanggil suster jika ada apa-apa, Maya masih sempat beberapa kali mengalami sesak nafas tiba-tiba karena itu pemindahan kamarnya mungkin ditunda sampai besok pagi.
Masumi masuk ke dalam dan duduk di samping ranjang gadis itu yang sedang memejamkan matanya pulas. Setelah terbangun semalaman, Masumi akhirnya jatuh tertidur di pinggir ranjang gadis itu saat pagi menjelang.
Antara sadar dan tidak, Masumi sempat merasakan sebuah tangan membelai kepalanya dengan lembut. Setelah dia membuka matanya, dilihatnya Maya masih terpejam. Masumi mengamati wajah gadis itu, ada bekas air mata.
Apakah Maya sempat terbangun? Apakah dia menangis?
Pikir Masumi khawatir.
“Selamat pagi Pak Hayami,” sapa seorang suster.
“Selamat pagi,” jawab Masumi.
“Nona Maya belum terbangun?” perawat tersebut mengalihkan pandangannya kepada Maya.
“Sepertinya belum,” ucap Masumi ragu.
Perawat tersebut memandang Maya dan tersenyum.
“Pak Hayami, Anda sebaiknya pulang dan beristirahat juga. Anda sendiri harus menjaga diri,” saran suster tersebut.
“Aku tidak akan—“
“Jika Nona Maya sudah bangun, pasti itu yang ingin dikatakannya,” suster tersebut tersenyum pengertian, lalu mengganti infuse Maya.
Masumi hanya terdiam.
“Pak Hayami, kalau bisa, adakah kerabat Nona Maya yang perempuan? Karena akan lebih nyaman bagi Nona Maya jika bersama kerabat perempuannya. Saat ini dia belum bisa ke kamar mandi sendiri, jadi seseorang bisa membantunya saat dia harus dilap badannya dan berganti pakaian,” tutur suster tersebut.
“Aku akan meminta salah satu temannya,” ujar Masumi singkat.
Masumi lantas keluar saat suster tersebut berkata akan melakukan pemeriksaan dan melap badan Maya.
Di luar Masumi menyalakan handphonenya dan menghubungi Rei. Rei berkata dia memang mengambil libur hari ini dan sudah bersiap ke rumah sakit membawa keperluan Maya.
Kemudian sebuah telepon masuk, dari Mizuki.
“Untunglah saya akhirnya bisa menghubungi Anda,” kata wanita tersebut, lega. “Saya tidak bisa menghubungi Anda semalaman.”
“Ya, aku sedang di kamar Maya semalam,” terang Masumi, lesu.
“Pak Masumi, saya harap Anda dapat kembali ke kantor hari ini, ada banyak hal yang mendesak dan harus Anda selesaikan,” kata Mizuki.
“Mizuki, aku tidak bisa meninggalkan Maya sendirian di sini! Aku tidak akan tenang jika jauh darinya!” Seru Masumi, hampir lupa bahwa dia sedang berada di rumah sakit.
“Pak Masumi, saya mengerti. Tapi Anda jangan  lupa. Direktur Daito hanya Anda seorang, tidak ada yang bisa mengatasi masalah ini selain Anda. Jika masalah ini dibiarkan berlarut-larut malah akan berakibat fatal, mereka bisa kehilangan kepercayaan kepada Daito dan pementasan Bidadari Merah bisa gagal!” Mizuki memperingatkan sebelum menutup teleponnya.
Aku bahkan tidak tahu apakah pentas itu bisa dilakukan atau tidak…
Batin Masumi, emosi.
“Anda sebaiknya pulang dan beristirahat, Pak Masumi. Jangan sampai Maya juga khawatir kepada Anda,”
Masumi menoleh kepada sumber suara dan ada Rei di sana.
“Biar hari ini aku saja yang menjaga Maya, Pak Masumi. Anda pulanglah,” kata gadis itu.
Masumi terdiam beberapa saat.
“Jika ada apa-apa—“
“Saya akan menghubungi Anda segera, Pak Masumi,” Rei menenangkan.
Masumi kembali terdiam, cukup lama. Akhirnya dia memandang Rei dan mengangguk.
“Terima kasih,” ucapnya.
“Tidak Pak Masumi, aku yang harus mengucapkan terima kasih karena Anda sudah berbuat sangat banyak untuk Maya. Jadi jagalah diri Anda baik-baik agar Maya juga merasa tenang. Aku yakin, diantara semua orang, dia paling tidak ingin membuat Anda khawatir,” tutur Rei.
“Baiklah, kau masuklah Rei, katanya mereka harus mengganti baju Maya. Dan jika dia sudah terbangun sampaikan padanya aku akan kembali secepatnya,” kata Masumi.
Masumi kemudian pamit dan pergi dari rumah sakit tersebut menuju kediamannya.
Rei masuk ke dalam, seorang suster sedang mengambil darah Maya. Gadis itu sudah terbangun.
“Maya!” Seru Rei.
Gadis itu membuka bibirnya, lalu menutup lagi. Wajahnya terlihat sedih.
“Suster, saya teman sekamarnya,” terang Rei kemudian, “saya membawakan pakaiannya,” lanjutnya.
“Nah, kita bisa mulai membersihkan badanmu ya, Nona Maya,” kata si perawat dengan ramah.
Maya mengangguk.
“Maya, Pak Masumi baru saja pergi, apa kau sempat bertemu dengannya?” tanya Rei saat suster tersebut membersihkan badan Maya.
Maya hanya terdiam, sorot matanya terlihat berkaca-kaca namun suram.
“Nona Maya menolak bertemu calon suaminya tersebut,” terang si suster.
Rei tertegun.
“Menolak bertemu?” Rei terkejut.
Maya kembali meneteskan air matanya.
“Maya…” desis Rei.
=//=
“Bagaimana keadaan Maya?” tanya Eisuke pada Masumi yang menemuinya pagi itu.
“Keadaannya sudah membaik. Tapi masih harus beristirahat total untuk memulihkan kondisi badannya. Lambungnya masih terluka, nafasnya masih berat dan kadang mendapatkan serangan, dan suaranya…” Masumi mengeratkan kepalan tangannya.
“Apa kau tahu siapa pelakunya? Yang mengirim makanan itu pada Maya? Kudengar dia menggunakan Mawar Ungu saat—“
“Belum…” jawab Masumi dingin.
Dipandanginya putranya tersebut.
“Apa yang akan kau lakukan, Masumi?” tanya Eisuke lagi.
Masumi mengangkat pandangannya dan menatap ayahnya tersebut. Tidak bersuara beberapa lama sebelum berkata.
“Menurut Ayah, apa yang harus kulakukan? Tidak ada kepastian kapan suara Maya akan kembali. Malah,” nafas Masumi terlihat berat, “tidak ada kepastian apakah suara Maya akan kembali. Dan andaikan Maya bisa berbicara lagi, suaranya belum tentu bisa sehat seperti semula. Aku…” Masumi berhenti bicara, gelisah.
“Jika aku jadi kau…” Eisuke memulai. “Jelas gadis itu sudah tidak berguna lagi sekarang untuk Daito. Tidak ada alasan untuk mempertahankannya.” Kata Eisuke dingin.
Mata Masumi melebar.
Ayah…
“Daito pun sudah punya hak mempergunakan naskah Bidadari Merah karena kontrak Daito dan Maya sudah selesai diurus. Kita bisa memilih siapapun aktris yang kita inginkan. Tidak ada perjanjian bahwa pemeran Bidadari Merah harus Maya, apalagi kondisinya tidak lagi memungkinkan untuk memerankannya,” lanjutnya.
“Aku tidak akan pernah membuang Maya….!” Seru Masumi.
“TAPI!” potong Eisuke. “Kau bukanlah aku, Masumi. Aku tahu, kau pasti punya caramu sendiri untuk menyelesaikan masalah ini. Aku tidak akan ikut campur, masalah Bidadari Merah sudah sepenuhnya tanggung jawabmu,” imbuhnya.
Ayah…
Masumi termenung. Memikirkan sesuatu.
“Aku akan ke Daito sekarang,” ucap Masumi sebelum beranjak.
Aku percaya padamu, Masumi. Kau pasti bisa mengatasi masalah ini…
=//=
“Pak Masumi!!” seru Mizuki lega saat melihat Masumi muncul siang ini setelah kemarin pergi dari Daito dan tidak kembali.
“Mizuki, segera berikan dokumen-dokumen yang belum aku selesaikan, dan aku perlu laporan mengenai kondisi proyek Bidadari Merah dari semua bagian secepatnya.” Perintahnya. “Tahan semua telpon untukku, aku tidak ingin bicara dengan siapapun kecuali ada laporan mengenai Maya,” katanya cepat sambil berjalan menuju kantornya.
“Baik, Pak. Apakah Anda akan mengadakan rapat sekarang? Saya…”
“Tidak. Berikan saja laporan mengenai kondisinya yang sudah ada sekarang, aku akan mempelajarinya di kantorku dan aku tidak ingin gangguan dari siapapun.”
“Baik Pak,” Mizuki menuruti.
“Lalu atur pertemuanku dengan Pak Kuronuma nanti malam, katakan aku akan menemuinya di tempat biasa. Sekarang aku tunggu kau dan dokumen-dokumen itu di dalam, secepatnya.” Masumi sudah sampai di depan kantornya.
“Dan segelas kopi Blue Mountain?” tanya Mizuki.
“Dan segelas kopi Blue Mountain,” Masumi  menerima tawarannya. “Lalu minta Sawajiri menghadap padaku sore ini, jam 4,” Masumi menambahkan tugasnya.
Mizuki sudah hapal atasannya tersebut. Semakin lama bersamanya, akan semakin banyak tugas yang diberikan kepadanya.
“Baik Pak, saya akan menahan semua telpon untuk Anda, kecuali dari rumah sakit. Saya segera bawakan dokumen dan laporan yang dibutuhkan, membuat janji dengan Pak Kuronuma dan meminta Sawajiri menghadap Anda, juga membawakan segelas kopi Blue Mountain untuk Anda,” Mizuki mengulang instruksinya dengan sempurna.
“Benar, terima kasih…” Masumi mengangguk puas, “dan, Mizuki…”
“Ya Pak?”
“Minta seseorang membelikan rokok untukku.” Adalah permintaan terakhir Masumi.
“Baik Pak.” Jawab Mizuki.
Masumi lantas masuk ke dalam ruangannya. Menghubungi Hijiri.
“Apa kau sudah mendapatkan sesuatu mengenai coklat tersebut?” tanya Masumi.
“Belum Pak, dari CCTV terlihat seorang anak kecil yang memberikan coklat tersebut kepada resepsionis," terang Hijiri.
Alis Masumi berkerut.
“Baiklah, tolong beritahukan perkembangannya kepadaku. Dan Hijiri, tolong awasi keadaan Maya di rumah sakit, segera kabari aku jika ada kabar apa pun,” kata Masumi.
“Baik, Pak,” jawab Hijiri sebelum Masumi menyudahi telponnya.
Saat Mizuki masuk, handphone Masumi berdering ternyata dari Rei. Gadis itu mengabari Maya akan dipindahkan ke kamar rawat siang ini. Tubuhnya masih kurang stabil, belum bisa bernafas tanpa bantuan dan kadang tiba-tiba memanas. Namun dokter mengatakan sudah tidak dalam kondisi yang gawat jadi tidak perlu terlalu khawatir. Demam tersebut kemungkinan adalah reaksi tubuh dalam masa penyembuhan.
Masumi sedikit lega mendengarnya.
“Pak Sawajiri barusan ke sini,” terang Rei.
“Benarkah?” tanya Masumi.
“Iya, dia ingin melihat kondisi Maya secara langsung dan membicarakan beberapa hal.”
“Baiklah, terima kasih Rei. Aku hargai bantuanmu. Mungkin nanti malam aku akan datang ke sana menjenguk Maya,” kata Masumi.
Gadis itu tidak bersuara.
“Rei?” panggil Masumi.
“Ah, iya Pak Masumi, nanti saya sampaikan,” katanya. Nada suaranya terdengar sedikit bimbang.
Masumi merasa ada yang sedikit ganjil tapi tidak dihiraukannya. Dia kemudian menutup telponnya
=//=
Masumi membelikan Mawar Ungu untuk diberikannya kepada Maya malam ini. Akhirnya Masumi menemukan kamar Maya yang baru, tempat gadis itu dirawat. Pintu kamarnya tertutup. Masumi mengetuknya. Beberapa kali. Rei keluar dari dalam.
“Pak Masumi…” sambutnya.
“Selamat malam Rei, bagaimana Maya?” tanya Masumi.
“Maya baru selesai makan malam Pak, dan sekarang… sedang tertidur, beristirahat.” Terang Rei.
“Apakah aku bisa melihatnya?” tanya Masumi.
Rei memandangi buket Mawar ungu yang Masumi bawa.
“Tadi suster mengatakan, sebaiknya Maya dibiarkan sendiri dulu Pak Masumi, agar bisa sedikit bernafas lega. Uhm… saya juga sekarang mau makan malam dulu di luar.” Terang Rei.
Alis Masumi berkerut.
“Mungkin Anda bisa datang besok pagi atau siang. Maya juga sudah sangat merindukan Anda, hanya saja…” imbuh Rei cepat.
“Ya, aku mengerti. Lagipula waktu besuk memang sudah mau habis…” ujar Masumi. “Kalau begitu tolong berikan ini kepadanya, aku akan kembali besok pagi atau siang.” Terang Masumi.
“Baik, nanti saya sampaikan… kalau dia sudah bangun,” kata Rei.
Masumi mengangguk lalu berbalik pergi. Rei hanya memandangi punggungnya dengan simpati.
=//=
“Pak Kuronuma, bagaimana pendapat Anda?” tanya Masumi saat dia dan Kuronuma sudah berada di kedai tempat keduanya biasa bertemu.
Kuronuma terlihat berpikir sebentar.
“Aku setuju saja dengan pendapat Anda Pak Masumi. Tidak apa jika harus ditunda, siapa tahu selama itu juga aku akan mendapatkan ide baru mengenai pementasan ini.”
“Iya, saya akan menundanya sampai kurang lebih 1-2 bulan. Segala kegiatan promosi akan dihentikan, tapi Anda bisa melanjutkan latihan dengan yang lainnya dan tetap dapat mempergunakan studio Daito untuk itu, tidak masalah. Keputusan mengenai Maya, saya harus melihat cepat atau lambat pemulihannya,” Masumi meneguk minumannya. “Namun karena Daito sudah menjanjikan bahwa kami akan memberikan kebebasan sepenuhnya kepada Anda, untuk menentukan siapa saja yang Anda kehendaki sebagai pemain, dan saya juga yakin Maya akan mengerti jika Anda ingin…”
“Tidak Pak Masumi, tidak…” potong Kuronuma. “Untukku, Maya sangat istimewa. Saat ini Bidadari Merah hanya ada dia. Lagi pula, mencari pemain pengganti Bidadari Merah sangatlah sulit. Bu Mayuko saja memerlukan bertahun-tahun untuk menemukannya. Saya tidak bisa membayangkan jika saya harus mencari dan melatihnya sendiri, mungkin akan lebih lama ketimbang menunggu Maya pulih,” Kuronuma menggelengkan kepalanya.
Mungkin sutradara lain akan dengan mudah mengganti pemainnya, tapi Kuronuma tidak. Pemilihan pemeran utama adalah hal yang selalu paling sering menyita waktunya dalam setiap pementasan yang dikerjakannya.
“Lagipula, saya pikir, untuk Bidadari Merah, akan lebih mudah menggunakan aktris yang pandai berakting namun tidak bisa bicara ketimbang aktris yang pandai bicara namun tidak bisa berakting,” ujar Sutradara jenius tersebut.
Masumi tersenyum simpul. Dia memang sangat menyukai sutradara yang satu ini.
=//=
Pagi itu Masumi kembali datang ke Rumah Sakit sebelum pergi ke Daito. Rei mempersilahkan Masumi masuk. Namun seperti biasa, Maya sedang terlelap.
Dipandanginya wajah Maya yang masih memejamkan matanya.
“Bagaimana keadaannya?” tanya Masumi.
“Tadi malam sempat demam lagi, tapi tidak terlalu tinggi. Luka di pita suara dan lambung sudah lebih baik walaupun masih harus menunggu beberapa hari untuk sembuh,” terang Rei.
Masumi mengangguk. Sedari tadi tidak melepaskan pandangannya dari Maya.
“Saya keluar dulu Pak Masumi,” pamit Rei.
Masumi kembali mengangguk.
Masumi meraih tangan Maya, kembali meremasnya.
“Apa kau tidak merindukanku, Maya? Padahal aku sangat merindukanmu…” ujar pria tersebut. “ Cepatlah sembuh, aku ingin melihat lagi senyummu, dan menatap matamu yang berbinar dan membuat hari-hariku ceria…” pinta pria itu.
Diamnya Maya benar-benar membuatnya semakin kesepian.
“Mungil aku merindukanmu…” bisiknya lirih, mengecup punggung tangan gadis itu. “Benar-benar merindukanmu…” genggaman kedua tangannya semakin erat.
Maya sekuat mungkin menahan dirinya agar tidak menangis. Ingin sekali dia membuka matanya dan menatap memandang wajah pria yang dicintainya ini. Tapi Maya tidak sanggup. Dia takut. Dia sudah memutuskan. Benar, gadis ini sudah memutuskan, pada saatnya nanti, dia akan meninggalkan kekasihnya tersebut.
“Selamat pagi,” sapa seorang suster.
Masumi sedikit terperanjat.
“Selamat pagi,” sapa Masumi.
Suster tersebut masuk kembali dengan Rei. Dia membawakan sarapan Maya. Masumi melihatnya. Makanan yang tidak bisa dibilang makanan, juga bukan minuman.
“Belum bangun?” tanya si Suster.
“Belum…” jawab Rei.
“Nanti kalau setengah jam lagi belum bangun, dibangunkan saja ya, dia harus sarapan dan meminum obatnya,” terang perawat tersebut sebelum keluar.
“Baik,” jawab Rei.
“Rei, kau masih menjaga Maya?” tanya Masumi.
“Iya Pak Masumi, kemarin saya sudah berbicara dengan Pak Sawajiri. Saya menjaganya sampai siang, sebelum saya ke kafe dan kembali lagi nanti malam. Sementara itu, Pak Sawajiri yang menjaganya. Sakurakoji juga sempat ke sini kemarin, begitu juga Ayumi katanya nanti siang mau ke sini dan teman-teman dari teater Mayuko. Anda tidak perlu khawatir Pak Masumi, kalau siang hari, ada banyak yang menjaganya saat mereka ada waktu,” Rei menenangkan.
Masumi termenung, lalu mengangguk.
“Padahal aku ingin sekali, bisa terus berada di sisinya…” Masumi kembali menoleh pada Maya.
“Maafkan aku, aku berjanji akan membawamu liburan saat badanmu sudah lebih sehat,” Masumi mengelus kepala Maya.
“Tidak apa-apa, Maya sangat lega saat tahu Anda masih bisa bekerja seperti biasa, dia tidak ingin Anda terganggu karena kondisinya. Ini yang paling Maya inginkan…” kata Rei.
Masumi tersenyum masam.
“Aku ingin sekali kau menyampaikannya sendiri kepadaku, Maya…” Masumi menyentuh pipi gadis itu.
Rei menelan ludahnya tidak kentara.
“Baiklah, aku harus pergi ke Daito sekarang. Tolong kabari aku terus Rei kalau ada apa-apa,” kata Masumi.
Rei mengangguk dan Masumi permisi pergi.
Maya lantas membuka matanya. Tenggorokannya sudah tercekik dari tadi karena dia ingin menangis. Akhirnya Maya tidak tahan lagi dan mulai menangis.
“Maya…” Rei menghampirinya, dan gadis itu memeluknya erat.
“Kau jangan seperti ini Maya, kau tahu Pak Masumi sangat mengkhawatirkanmu. Dia sangat mencintaimu dan aku juga tahu kau sangat mencintainya. Temuilah dia, Maya, aku yakin perasaanmu akan lebih baik jika bersamanya…” bujuk Rei.
Gadis itu menggeleng keras di pelukan sahabatnya. Tiba-tiba nafasnya kembali terasa berat dan semakin berat.
“Maya…?” seru Rei.
Rei segera membaringkan Maya dan mengambilkan tabung udara untuknya.
“Tenanglah Maya, tenangkan dirimu…” kata Rei, “sekarang bernafaslah, ayo bernafas…”
Maya menghirup oksigennya dalam-dalam, tidak berapa lama perasaannya sudah lebih tenang.
“Kau sudah lebih baik?” tanya Rei.
Gadis itu mengangguk. Lalu menunjuk lemah pada sebuah papan terbuat dari plastik, dengan huruf hiragana tertera di sana. Rei mengambilkannya dan menyerahkannya kepada Maya. Perlahan-lahan Maya menunjuk pada huruf-huruf tersebut.
[A-ku-ti-dak-ma-u-ber-te-mu-de-ngan-pak-ma-su-mi-la-gi-.-ti-dak-ma-u-di-a-ma-suk-ke-si-ni-la-gi-.]
Gadis itu lalu mengangkat wajahnya menatap Rei, memelas.
Rei menghempaskan nafasnya perlahan.
“Baiklah, Maya…” Rei mengangguk setuju.

=//=
Masumi sebenarnya mulai bertanya-tanya. Sudah berhari-hari Maya dirawat di rumah sakit. Semua mengatakan kondisinya sudah lebih baik dan dia sudah pulih. Namun setiap kali Masumi datang ke sana, pasti Maya akan dikatakan sedang beristirahat atau sedang tidur.
Begitu juga pagi ini. Namun Masumi tidak dapat memaksa mereka membangunkan Maya, apalagi jika perawatnya sendiri yang melarang. Masumi tidak dapat melakukan apapun. Dia tidak mungkin memaksa kekasihnya tersebut untuk membuka mata dan berbicara dengannya. Dia tahu Maya memang butuh banyak istirahat. Tapi dia sangat merindukannya, dan entah kenapa firasatnya mengatakan bahwa Maya sepertinya menghindarinya.
Selain itu, ada masalah lain yang mengusiknya belakangan. Bidadari Merah. Masumi tahu benar betapa berartinya peran tersebut bagi kekasihnya. Namun saat ini, mustahil rencana pementasan tersebut tetap diteruskan. Dia masih mencari jalan keluarnya. Dan sementara itu, dia harus menghentikan proyek ini.
Sekali lagi, aku yang harus mencabut impian gadis itu…
Masumi mengeratkan kepalannya sementara berjalan ke ruang rapat.
Persis sama seperti saat itu…
Masumi teringat kembali ketika Maya menjadi aktris Daito. Saat dia terpaksa  mencabut Maya dari perannya dan menghentikan karir keaktrisan gadis itu karena skandal yang menyentuhnya.
Maya, kumohon… kuatkanlah dirimu.
“Semua sudah menunggu Anda di ruang rapat,” terang Mizuki saat Masumi hendak masuk ke ruang rapat.
Dengan langkah tegap Masumi memasuki ruangan tersebut.
“Selamat pagi semuanya,” sapanya dingin dan disahuti oleh para bawahannya.
“Aku sudah meninjau situasi yang berkembang terkait dengan proyek Bidadari Merah dan sudah mengambil keputusan. Untuk waktu yang tidak ditentukan, proyek pementasan Bidadari Merah DIHENTIKAN!” putusnya tegas.
Hampir semua orang terkesiap, tidak ada yang bicara. Tidak lama kemudian suara-suara, berbagai pernyataan dan pertanyaan mendengung. Rapat pun dimulai.
=//=
Maya memandangi rangkaian mawar ungu yang dikirimkan Masumi tadi pagi. Beberapa hari ini Masumi tidak datang mengunjunginya. Sawajiri pernah mengatakan bahwa situasi di Daito sedang memanas membahas proyek Bidadari Merah. Proyek pementasan terbesar yang pernah ditangani Daito tersebut, beberapa waktu nasibnya tidak menentu.
“Ayo Maya, dimakan pudingnya…” Rei menyuapi Maya.
Maya sebenarnya sudah bilang dia akan makan sendiri. Tapi Rei tidak mempercayainya. Terakhir kali Maya ingin makan sendiri, dia hanya memegang piringnya dan tenggelam dalam lamunannya. Hanya terdiam dan menangis.
Rei benar-benar tidak tahu bagaimana menyemangati Maya. Dia bisa mengerti, merasakan kesakitan yang sangat dalam tubuhnya, kehilangan suaranya dan kini terancam karirnya hancur, tentulah itu suatu pukulan berat bagi Maya. Namun dia tetap berpendapat, seharusnya Maya tidak menghindari Masumi karena dia yakin Masumi pasti bisa menghiburnya. Tapi gadis itu selalu menolak. Dan jika keras kepalanya sedang kambuh, tidak ada yang bisa memaksa gadis itu.
“Selamat siang…” sebuah suara mengembalikan Rei pada kesadarannya.
“Selamat siang Pak Sawajiri,” sapa Rei.
Keduanya saling berpandangan sebentar. Seperti biasa wajah Sawajiri datar saja seperti tembok. Tidak terbaca.
“Bagaimana keadaan Maya?” tanyanya kepada Rei.
Walaupun sudah berkali-kali menemani Maya, jika ada Rei di sana, Sawajiri lebih banyak berbicara dengan Rei. Maya biasanya hanya diam saja, seakan-akan jiwanya tidak ada di sana.
“Sudah lebih baik. Dokter bilang lambungnya sudah membaik, walaupun ada beberapa makanan yang masih tidak boleh dikonsumsinya. Begitu juga tenggorokannya, sudah semakin baik. Maya sudah bisa makan seperti biasa,” terang Rei. “Sesak nafasnya juga sudah beberapa hari tidak muncul,” imbuhnya.
Sawajiri memandang Maya sekilas lantas mengangguk.
“Maya, ada yang harus kusampaikan,” kata Sawajiri, “mengenai Bidadari Merah.”
Kedua gadis itu mengalihkan perhatiannya kepada Sawajiri.
“Kemarin rapat sudah diadakan oleh Pak Masumi, dan beliau sudah mengambil keputusan, bahwa Pementasan Bidadari Merah dibatalkan,” terangnya.
Kedua gadis itu terperangah.
Dibatalkan…!
Maya merasakan tubuhnya kehilangan tenaga. Sangat lemas. Impiannya yang dia kejar selama bertahun-tahun, kini musnah sudah. Dia tidak akan bisa memerankan Bidadari Merah lagi. Tidak bisa menjadi Akoya lagi.
Gadis itu menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Air mata kembali mengaliri wajahnya. Merasa hancur dan tidak berarti.
“Maya tenanglah,” Rei mengusap-usap lengan Maya. Ditariknya tubuh gadis itu dan memeluknya erat. “Tenanglah, aku yakin untuk saat ini itu keputusan terbaik yang harus diambil. Pak Masumi pasti sudah mempertimbangkannya baik-baik…” Rei berusaha menenangkan.
Pak Masumi…
Kembali terbayang wajah pria itu di benak Maya.
Aku hanya bisa menyusahkanmu. Selalu saja menyusahkanmu... Dia pasti menghadapi banyak kesulitan karena keadaanku. Pak Masumi… Maaf… maafkan aku…
Batin Maya.
Sementara memeluk Maya, Rei mengalihkan pandangannya kepada Sawajiri. Pria itu berdiri saja di sana tanpa suara, memandangi mereka. Wajahnya itu, begitu tenang tapi sangat mengganggu.
Pandangan Sawajiri beralih dari Maya kepada Rei. Keduanya kembali saling menatap kepada satu sama lain. Berusaha saling menilai tanpa suara.
=//=
“Halo Nona Maya…” sapa Dokter Fujiwara.
Maya sudah tenang kembali. Dia sedang terbaring sekarang di ranjangnya. Sorot matanya begitu sedih. Gadis itu bergeming.
“Selamat siang dokter,” kembali Rei yang menanggapi.
Maya kembali menjalani pemeriksaan rutinnya.
“Nona Maya…” dokter Fujiwara memandangi pasiennya tersebut dengan simpati.
“Semuanya sudah lebih baik, tapi sebenarnya, kondisi badanmu bisa kembali sehat lebih cepat, jika perasaanmu juga lebih baik. Cobalah jangan memikirkan terlalu banyak hal,” dokter itu tersenyum, kebapakan.
“Aku mengerti. Kau pasti memiliki banyak ketakutan. Tapi masalah apapun akan bisa kau hadapi dengan lebih baik jika badanmu sehat. Jadi saat ini, cobalah lebih tenang, dan fokuskan dirimu untuk mengembalikan kondisi tubuhmu seperti semula. Aku bisa melihat bahwa kau sebenarnya memiliki tubuh yang sangat kuat. Kalau ada kemauan, kau bisa pulang secepatnya.” Dokter itu tersenyum.
Maya menoleh ke arahnya lantas mengangguk.
“Dan tolong terus jagalah perasaan Maya, sebisa mungkin buat dia tetap merasa nyaman dan jangan memberikan kabar yang tidak menyenangkan.” Pesan dokter Fujiwara setengah berbisik kepada Rei dan Sawajiri sebelum dia melalui pintu kamar Maya untuk keluar.
Rei kembali menoleh kepada Sawajiri dan pria tersebut sama sekali tidak bereaksi apa-apa. Sawajiri memutar badannya menghampiri Maya.
“Bagaimana perasaanmu?” tanya Sawajiri, dia menyerahkan papan plastik kepada Maya.
[Ba-ik-.] jawab gadis itu.
“Maya, jika ada yang ingin mewawancaraimu secara tertulis, apakah kau bersedia? Ada beberapa majalah yang—“
“Pak Sawajiri!” Potong Rei dengan wajah berkerut. Tidak percaya. Gadis itu menghampiri Sawajiri. “Apakah kau tidak melihat keadaan Maya saat ini? Jangankan—“
“Ini hanya wawancara tertulis,” potong Sawajiri. “Dia bisa melewatkan pertanyaan yang tidak ingin dijawabnya. Saat ini ada banyak orang yang ingin mendengar kabar dari—“
“Bukankah saat ini ada hal lainnya yang lebih penting dari itu?”
“Misalnya?” Sawajiri menatap dingin kepada Rei. “Jika Maya tidak terdengar kabarnya, popularitasnya bisa menurun, dan hal itu—“
“Hal itu tidak lebih penting dari kesehatan Maya!” Rei menatap tajam pria tampan berkaca mata tersebut.
Tiba-tiba Rei merasakan ada yang menggenggam pergelangannya. Maya. Dia lupa, hampir kelepasan kendali di depan Maya.
“Maaf,” kata Rei cepat, takut membuat Maya resah. Tidak kentara dia kembali melirik tajam kepada Sawajiri.
Maya menatap sebentar kepada Sawajiri, lalu kembali menunjuk papan komunikasinya.
[Ma-af-Pak-Sa-wa-ji-ri-.-a-ku-se-dang-ti-dak-i-ngi-n-me-la-ku-ka-n-wa-wa-n-ca-ra-a-pa-pu-n-.] gadis itu menatap kembali Sawajiri.
Sawajiri menghela nafasnya tidak kentara.
“Baiklah, terserah kau saja Maya,” katanya.
Pria itu merapikan jas abu-abu tuanya.
“Baiklah Maya, aku sudah harus pergi sekarang. Semoga kau lekas sembuh,” ujarnya.
Melirik Rei sebentar yang sama sekali tidak melihat kepadanya sebelum kemudian keluar dari kamar Maya.
“Aku tidak percaya, ada orang sedingin dia,” Rei menghempaskan nafasnya kesal. “Kupikir Pak Masumi sudah yang paling buruk,” ucapnya tidak sadar. “Ah!” Rei mengalihkan tatapannya kepada Maya, “maaf! Aku tidak bermaksud menyinggung soal…”
Maya menggeleng dengan cepat.
[Ti-da-k-me-nga-pa] gadis itu tersenyum. Suram.
=//=
“Pak Masumi!” Sawajiri setengah terperangah melihat siapa yang berada di depan kamar Maya.
Masumi baru saja tiba hendak menjenguk Maya siang itu. Setelah mengatasi beberapa masalah di kantornya dan menyisakan segunung masalah lainnya di sana, Masumi ingin bertemu dengan Maya, hanya sekedar memandang wajahnya.
Walaupun sempat terbersit pemikiran bahwa Maya menghindarinya, Masumi mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa semuanya tidak benar. Masumi awalnya tidak ingin mengikuti firasatnya tersebut, namun hari ini dia ternyata mendapatkan jawabannya dan ternyata dia benar.
Saat Masumi tiba, Masumi mendengar seseorang sedang berbicara di dalam. Mengatakan sesuatu kepada Maya. Ketika Masumi hendak masuk, orang itu keluar dan dia terlihat sangat terkejut.
 “Kau di sini rupanya, Sawajiri,” kata Masumi datar. “Aku mau menjenguk Maya.” Terang Masumi.
Pria itu terdiam beberapa detik, berdiri di pintu kamar seakan menghalangi.
“Pak Masumi, Maya sedang istirahat sekarang dan dia baru saja tertidur,” kata Sawajiri kemudian, dengan cepat.
Pria itu menatap curiga.
“Apa maksudmu?” Masumi mengernyitkan alisnya. “Aku baru saja mendengar kau bicara kepadanya… Sekarang menyingkirlah, aku ingin menemuinya,” tegasnya.
“Pak Masumi, tolong jangan dulu masuk, saya khawatir Maya…”
“Apakah ada yang kau sembunyikan?” Masumi memicingkan matanya.
Sawajiri terdiam. Akhirnya dia memutuskan untuk mengatakan yang sebenarnya.
“Pak Masumi, Maya tidak ingin bertemu denganmu,” katanya dengan artikulasi yang sangat jelas dan intonasi andalannya yang datar saja.
“Hah? Maya tidak ingin bertemu denganku? Jangan main-main Sawajiri.” Ujar Masumi, dingin dan terdengar nada mengancam di dalamnya.
“Tidak Pak, itu yang Maya inginkan, karena itulah saya tidak bisa membiarkan Anda masuk.” Sawajiri tetap pada pendiriannya.
“Aku tidak peduli!!” Desis Masumi tajam, “sekarang menyingkirlah, aku akan menemui gadis itu.”
“Pak Masumi…!” Sawajiri masih menghalanginya.
Rei yang mendengar keributan keluar dari kamar Maya, alangkah terkejutnya dia melihat ada Masumi di sana.
“Pak Masumi, Pak Sawajiri, tolong jangan ribut, Maya harus tetap tenang,” pintanya, mengalihkan pandangannya dari Masumi ke Sawajiri.
“Rei, ijinkan aku masuk. Aku ingin menemui Maya.” Kata Masumi.
Rei menoleh kepada Sawajiri. Keduanya saling menatap satu sama lain.
“Aku sudah mengatakan kalau Maya tidak ingin menemui Pak Masumi saat ini.” Papar Sawajiri.
“Itu bohong kan, Rei?” tanya Masumi, mendesis.
“Benar Pak Masumi, aku mohon maaf. Tapi Maya tidak ingin bertemu dengan Anda.” Terang Rei, pahit.
“Tapi kenapa?” Masumi menatapnya tidak percaya.
“Tolong ikut dengan saya Pak,” kata Rei setengah berbisik.
Rei membawanya kepada dokter Fujiwara.
“Pak Masumi, mohon mengertilah. Saat ini perasaan Nona Maya masih belum menentu. Banyak hal yang dipikirkannya dan menjadi bebannya. Terutama, Maya tidak sanggup bertemu dengan Anda dengan keadaannya yang sekarang. Kita tidak bisa memaksanya Pak Masumi, yang terbaik adalah mengikuti keinginannya saat ini.” Terang Fujiwara.
“Saya dapat melihat Anda sangat mencintai gadis itu. Dan saya pun dapat melihat, demikian juga dengan Maya. Saya yakin dia hanya terbawa perasaan untuk sementara. Nanti kalau sudah sehat, pikirannya pasti lebih jernih, dan dia akan sadar bahwa dia sangat membutuhkan Anda di sisinya,” Fujiwara tersenyum.
Masalah cinta pasien memang bukan urusannya, namun jika sudah mempengaruhi kondisi dan kesehatan pasiennya, tentu saja hal ini menjadi urusannya juga.
Masumi tidak menjawab. Dia hanya terdiam, menundukkan pandangannya ke meja kerja dokter tersebut.
“Jika Anda benar-benar peduli padanya, untuk saat ini, tolonglah ikuti saja kemauan Maya, Pak Masumi…” saran Fujiwara.
Perlahan Masumi mengangkat wajahnya.
“Baiklah, jika itu yang diinginkannya saat ini dan jika memang itu yang dia butuhkan,” Masumi menelan ludahnya, “aku akan mengikuti kemauannya,” ucap Masumi pahit.
“Rei, tolong berikan ini kepadanya.” Sekali lagi Masumi memberikan sebuah buket bunga untuk Maya.
Rei menerimanya.
“Pak Masumi, saya harap Anda bisa mengerti, saat ini Maya sedang kehilangan kepercayaan dirinya, jadi—“
“Aku mengerti Rei, aku mengerti,” potong Masumi.
“Tidak apa-apa, kalau hal ini memang bisa mempercepat kesembuhan Maya,” ucap Masumi lemah, “sekarang masuklah, dia pasti membutuhkanmu di dalam,” pria itu tidak menyembunyikan kesedihannya.
Rei mengamati Masumi sebentar. Baru kali ini dia melihat wajah Masumi yang terlihat sedih seperti ini. Rei mengangguk permisi, dia lantas membuka pintu dan masuk ke dalam kamar Maya.
Hanya sekejap, sekilas saja, Masumi bisa melihat kekasihnya itu di sana, duduk di atas ranjangnya. Pandangan keduanya bertemu, Masumi sempat melihat wajah Maya yang terperanjat, membuka bibirnya, sebelum pintu kamarnya menutup kembali.
Maya…
Batinnya kesepian. Rasa rindu itu sudah menggerogoti hatinya terlalu lama. Rasanya dia sudah tidak bisa bertahan. Tapi dia harus bertahan, menunggu Maya sebentar lagi. Masumi yakin dia hanya harus menunggu sebentar lagi.
“Pak Masumi…” Maya menggerakkan bibirnya tanpa suara, saat pintu kamarnya tertutup.
Tadi tatapannya bertemu dengan Masumi. tidak sampai dua detik, tapi jantungnya sempat berhenti, begitu juga nafasnya. Maya meremas seprai tempat tidurnya. Dia merindukan kekasihnya. Sangat merindukannya.
“Maya, barusan Pak Masumi ke sini,” terang Rei, menghampiri Maya sambil membawa buketnya. Tidak menyadari bahwa keduanya sempat bertukar pandang saat dia masuk barusan.
Gadis itu hendak mengganti mawar ungu yang ada di sana dengan yang baru.
“Dia sudah mengerti bahwa kau sedang tidak ingin bertemu dengannya,” terang Rei dengan suara pelan.
Maya menarik lengan Rei. Rei menoleh ke arahnya. Mata gadis itu berkaca-kaca. Dia meminta buket yang baru saja dibawakan Masumi. Tanpa bicara Rei menyerahkannya kepada Maya.
Maya mengamati bunga itu, lalu mendekapnya erat. Nama dan wajah Masumi berkelebatan di benaknya. Dia juga rindu. Sangat merindukan pria tersebut. Tapi saat ini dia sedang merasa sangat tidak berarti. Tanpa sadar Air mata turun membasahi wajahnya.
“Maya, kau tahu kan bahwa Pak Masumi sangat mencintaimu…” Rei mengusap kepala Maya yang tertunduk.
Gadis itu mengangguk berkali-kali dan menangis tergugu.
Rei menghela nafasnya perlahan. Dulu, wajah Maya berbinar-binar setiap kali teringat dan menceritakan Masumi. Sekarang tidak lagi, gadis itu selalu saja terlihat suram dan air mata turun membanjir setiap saat teringat pria itu.
Maya…
=//=
Mizuki memandang heran beberapa pegawai yang berada di depan kantor Masumi. Atasannya tersebut sedang dalam suasana hati yang tidak bagus. Kesana kemari dengan wajah yang menyeramkan, dan kembali menebarkan ketegangan kemana pun dia melangkah.
“Ada apa?” tanya Mizuki.
“Ah, Nona, ini…” jawab seorang pegawai terbata.
Mizuki memandangi dokumen yang dibawa para pegawai tersebut.
“Berikan dokumen itu kepadaku, dan jika ada dokumen lainnya yang mau diberikan atau apapun untuk Pak Masumi, simpan saja di mejaku, jangan mengganggu Pak Masumi,” instruksi Mizuki.
“Baik, Nona,” para pegawai tersebut menyerahkan dokumen kepada Mizuki kemudian pergi meninggalkan kantor Masumi sambil berbisik-bisik.
Semua sudah tahu mengenai kondisi Maya dan pembatalan Bidadari Merah. Banyak rumor yang berkembang mengenai apakah Masumi akan mempertahankan hubungannya dengan aktris mungil tersebut atau tidak, melihat kondisi Maya yang sama sekali tidak menguntungkan bagi Daito. Walaupun tidak pernah terlontar secara langsung dari mulut Masumi namun sudah menjadi rahasia umum bahwa keduanya memang sepasang kekasih. Sawajiri pun, manajer Maya, tidak menyangkal dan membenarkan hubungan keduanya di beberapa media.
Mizuki mengetuk pintu beberapa kali sebelum masuk ke dalam kantor Masumi. Membawa serta beberapa dokumen bersamanya.
“Selamat siang Pak Masumi,” sapanya, menghampiri meja Masumi.
Mizuki tertegun, terkejut memandang wajah Masumi yang tampak sangat suram. Pria itu hanya diam di mejanya, menopang dahinya dengan sebelah telapaknya, tertunduk di meja dengan rambut berantakan, menjuntai berusaha menyembunyikan kekalutan pria tersebut namun tidak berhasil.
“Ini saya bawakan beberapa dokumen—“
“Letakkan saja di sana,” perintahnya, dingin.
Mizuki menurutinya. Wanita itu lantas berdiri saja di tempatnya, tidak beranjak.
“Ada yang lainnya?” tanya Masumi dengan nada terganggu.
“Saya yang seharusnya bertanya, apakah ada hal lainnya yang bisa saya bantu, Pak Masumi?” tanya Mizuki. Peduli.
Masumi terdiam tidak lama sebelum menjawab.
“Tidak ada. Keluarlah.”
“Bagaimana keadaan Maya? Apakah masih tidak mau menemui Anda?” tanya Mizuki. Tidak menghiraukan perintah Masumi sebelumnya.
Mata Masumi sedikit melebar. Dia seharusnya menyadari bahwa Mizuki sudah tahu kekasihnya itu tidak ingin menemuinya.
“Ya, begitulah…” jawabnya.
Mizuki tersenyum simpati.
“Saya yakin ada yang lebih Anda khawatirkan lagi ‘kan? Ketimbang gadis itu yang tidak ingin menemui Anda saat ini?”
Masumi tidak menjawab.
“Anda takut dia meninggalkanmu?”
Masumi akhirnya mengangkat pandangannya menatap Mizuki.
“Benar,” jawabnya singkat. “Sepertinya gadis itu, ingin memutuskan hubungannya denganku,” akhirnya Masumi mengakui. Suaranya terdengar khawatir dan kesepian. Pria itu kembali menundukkan wajahnya.
Mizuki sedikit terkejut mendengar pengakuan Masumi. Biasanya pria dingin itu tidak pernah seterus terang ini pada dirinya. Mizuki bisa melihat bagaimana khawatirnya Masumi saat ini.
“Anda tenanglah,” Mizuki tidak melepaskan pandangannya dari Masumi, “saya yakin Maya hanya terbawa emosi sesaat saja, nanti begitu situasinya sudah lebih baik, tidak ada lagi yang perlu Anda khawatirkan. Lagipula, gadis itu tidak akan bisa kemana-mana. Bukankah Anda punya informan kesayangan Anda yang selalu mengawasinya?” ujar Mizuki, sedikit cemburu saat menyebut ‘informan kesayangan’.
“Mizuki…” desis Masumi sedikit terkejut.
“Saya benar, kan?” tanya sang sekretaris.
Masumi menghela nafasnya. Berpikir sebentar.
“Aku akan membaca dokumen-dokumen ini sekarang,” katanya kemudian. Sepertinya perasaannya sudah lebih baik.
“Jangan lupa jam 4 konferensi pers,” Mizuki menjalankan tugasnya sebagai sekretaris.
“Aku ingat,” jawab Masumi, mulai mengambil salah satu dokumen dari tumpukan dan membukanya.
“Kalau begitu saya akan mengambilkan kopi Anda,” Mizuki lalu melangkah pergi.
=//=
“Kudengar kau besok sudah akan pulang?” tanya Sakurakoji.
Maya mengangguk.
Dipandanginya gadis itu yang terlihat lebih kurus. Wajahnya lebih pucat, tidak berseri-seri seperti yang dia ingat. Sakurakoji merasa miris melihat keadaannya. Namun tidak ada yang bisa dilakukannya.
“Aku merindukanmu Maya…” gumamnya.
Maya tertegun, lantas menatap pemuda tersebut.
“Maksudku, aku merindukan berlatih lagi denganmu,” terang Sakurakoji cepat.
Maya tersenyum samar.
[a-ku-ju-ga-.] gadis itu menggunakan papan komunikasinya.
“Walaupun Daito sudah menghentikan rencana pementasan Bidadari Merah untuk sekarang, namun kami masih diijinkan berlatih. Minggu depan latihannya sudah mulai lagi. Nanti kau datanglah melihat-lihat kalau kau sudah sembuh. Aku yakin, tidak lama lagi kau bisa bergabung kembali dengan kami,” Sakurakoji menyemangati.
Sakurakoji…
[te-ri-ma-ka-si-h-.]
“Maya…” spontan Sakurakoji meraih tangan Maya, meremasnya.
Mata gadis itu melebar.
Sakurakoji…!
“A, aku…” pemuda itu terbata. Dorongan dalam hatinya untuk mencintai Maya belum juga hilang sepenuhnya. “Jika ada sesuatu, yang bisa kubantu, apa pun itu…”
Maya merasakan wajahnya memanas. Ditariknya tangannya dari genggaman Sakurakoji.
Sakurakoji tertegun.
“Maaf…” gumamnya spontan.
[A-ku-me-nger-ti-.-te-ri-ma-ka-sih-.] gadis itu lantas mengangkat pandangannya dan tersenyum simpul pada Sakurakoji.
“Baiklah, aku permisi dulu…” Sakurakoji beranjak dari duduknya. “Semoga kau cepat sembuh, dan juga suaramu segera kembali,” Sakurakoji tersenyum simpati.
Maya mengangguk pada pemuda itu yang kemudian keluar kamarnya.
=//=
“Terima kasih kepada rekan-rekan wartawan yang sudah hadir di sini,” Masumi memulai. “Maaf saya baru bisa memberikan keterangan resmi mengenai Bidadari Merah sekarang. Saya juga berniat meluruskan simpang siur yang beredar selama ini.” Masumi menoleh kepada Kuronuma yang duduk di sebelahnya.
Sutradara tersebut mengangguk, meminta Masumi melanjutkan keterangannya.
“Daito sudah memutuskan, pagelaran Bidadari Merah dibatalkan.”
Terdengar bisik-bisik dari para wartawan.
“Pementasan Bidadari Merah ditunda untuk sementara waktu. Hal ini terkait dengan kondisi Nona Maya Kitajima yang tidak memungkinkan untuk memerankan Bidadari Merah, setidaknya sampai saat ini. Pihak-pihak yang berkepentingan sudah berdiskusi, termasuk Pak Kuronuma, bahwa pentas ini sebaiknya ditunda. Kami memohon maaf yang sebesarnya kepada berbagai pihak yang telah mengantisipasi pagelaran agung ini. Namun kami berjanji, Bidadari Merah pasti akan kami pentaskan kembali.” Terang Masumi.
“Silahkan pertanyaan,” moderator mempersilahkan wartawan untuk bertanya.
Beberapa mengacungkan tangannya. Moderator lantas menunjuk wartawan yang diperbolehkan bertanya.
“Pak Masumi, benarkah ini semua karena Maya kehilangan suaranya?”
“Benar,” jawab Masumi singkat.
“Bisakah Anda jelaskan keadaan medis dari Maya? Apa penyebab Maya sampai kehilangan suaranya?”
Masumi menimbang. Mengatakan seseorang meracuni Maya bukanlah sesuatu untuk diungkapkan kepada wartawan. Terlebih lagi selama ini dia paling enggan melibatkan kepolisian. Karena itulah kasus mengenai coklat beracun itu dibungkam, hanya beberapa pihak yang tahu kejadian pastinya.
“Saya bukan dokter, saya tidak bisa menjelaskan kondisi medis Maya dengan baik. Yang pasti, tenggorokannya terkena iritasi akut. Namun keadaannya sudah lebih baik sekarang.” Terang Masumi.
“Apakah ada kemungkinan Maya sembuh dan kapan perkiraan suaranya akan kembali?”
“Tidak pasti, bisa cepat atau lambat, namun Maya akan mendapatkan kembali suaranya. Kita doakan saja tidak lama lagi,” jawab Masumi.
“Pak Masumi, benarkah Anda dan Maya adalah sepasang kekasih?” seorang wartawan menyerobot bertanya.
Alis Masumi bertaut tidak kentara.
“Benar.” Jawab Masumi mantap.
“Apakah karena hubungan Anda berdua, Anda dan Daito bersikeras menunggu kesembuhan Maya ketimbang mencari pemeran Akoya lainnya? Bukankah masih ada Ayumi Himekawa yang bisa menggantikan Maya?”
Masumi menoleh kepada Kuronuma sebentar, lantas menjawab.
“Hubunganku dan Maya tidak ada kaitannya dengan ini semua. Kami memberikan penilaian secara professional. Saya sudah berbicara dengan berbagai pihak. Semua kemungkinan sudah kami pertimbangkan, dan saat ini keputusannya sudah bulat. Pementasan Bidadari Merah dibatalkan untuk waktu yang tidak ditentukan sampai ada kemungkinan lain yang lebih baik yang bisa kami jalankan.”
“Apakah Anda serius menjalin hubungan dengan Maya?” tanya seorang wartawan tiba-tiba.
“Sangat serius.” Jawab Masumi.
Beberapa wartawan kembali berkasak-kusuk.
“Anda berniat menikahinya? Walaupun suaranya tidak kembali?”
Masumi menoleh kepada si pewawancara.
“Aku berniat menikahinya,” jawab Masumi dingin, “dan aku tidak melihat apa hubungannya suara Maya dengan niatku menikahinya,” Ia menekankan.
Kuronuma tersenyum simpul.
Masumi memutar kepalanya kembali, lurus.
“Dan aku juga tidak melihat apa hubungannya mengenai kisah cintaku dan Maya dengan pementasan Bidadari Merah,” ujarnya. “Jika tidak ada lagi pertanyaan mengenai pementasan, aku ingin menyudahinya sampai di sini,” imbuh Masumi.
“Pak Kuronuma, apakah selama Bidadari Merah vakum, Anda akan menangani drama lain?”
“Tidak. Selain Maya, latihan yang lainnya sebenarnya tetap akan berjalan. Minggu depan kami sudah kembali berkumpul. Saya sebenarnya senang, bisa memikirkan lebih banyak hal dan mengeksplorasi semakin dalam kemampuan saya sebagai sutradara. Sama sekali tidak ada masalah mengenai penundaan ini. Dan seperti yang Pak Masumi jelaskan, jika dalam beberapa bulan tidak ada kemajuan dari Maya, atau muncul alternatif lain yang lebih baik, kita bisa menjalankan itu.”
Dan wawancara berlanjut sampai satu jam ke depan.
=//=
Wanita itu duduk dengan anggun, meminum lemontea-nya. Lantas dimatikannya televisi di hadapannya.
Masih saja pandai menyembunyikan perasaanmu, Masumi.
Batinnya, memutar-mutar cangkir yang dipegangnya.
Tapi sudah tidak sepandai dulu. Aku bisa melihat kekalutan dalam hatimu.
Salah satu sudut bibir merah jambu itu membentuk senyum picik.
Menikah, katamu?
Wanita itu tergelak.
“Apa yang membuatmu senang?” tanya seseorang, pria itu menghampiri wanita tersebut dan duduk di sebelahnya.
“Tidak, hanya baru melihat cuplikan wawancara yang menarik.”
“Masumi Hayami?” pria itu bertanya, nadanya cemburu.
“Iya, begitulah…” jawab si wanita dengan enggan.
“Kadang aku berpikir, kau sebenarnya masih sangat mencintainya,” pria itu terdengar tidak suka.
Shiori meilriknya.
“Aku tidak tahu lagi apa yang kurasakan,” desisnya pelan. “Dia sudah membuatku mati rasa.” Rahang si cantik mengerat.
“Hhhh… pantas kau menikahi suamimu yang bodoh itu,” si pria menumpukan satu kakinya di atas lutut yang lainnya dan menyandarkan badannya pada sofa. “Aku tidak tahu apa yang kau lihat darinya, aku masih lebih baik.”
Wanita itu juga menghembuskan nafasnya kasar.
“Kupikir dia akan berguna bagiku, ternyata aku salah. Dia hanya sampah,” tangannya mengerat. “Hanya penjilat bodoh!” Shiori mengernyit kesal. Lantas wanita itu mengalihkan pandangannya pada pria di sampingnya, menyentuh rahangnya. “Tapi kau berbeda. Sangat pintar. Aku suka apa yang kau perbuat pada gadis itu,” pujinya, tersenyum culas.
Si pria tersenyum puas.

=//=
“Maya, tunggu sebentar, aku akan mengurus masalah administrasimu dulu,” terang Rei.
Maya tersenyum dan mengangguk sambil mengenakan cardigannya.
“Karena keadaanmu yang sekarang, aku akan tinggal bersamamu untuk sementara,” terang Rei.
Maya kembali mengangguk sambil membereskan barang-barangnya yang tersisa.
“Baiklah, tunggu aku sebentar ya, kau bersiap-siaplah.”
Maya melirik sahabatnya itu sebentar. Tangannya berhenti bekerja saat Rei meninggalkan kamarnya.
Maya menghembuskan nafasnya berat. Dia sudah melihatnya tadi malam, konferensi pers yang diselenggarakan Masumi. Gadis itu sangat terkejut dengan pengakuan Masumi yang mengatakan berniat menikahinya.
Maya merasa sangat tersentuh, namun itu membuatnya merasa semakin tidak layak berada di sisi Masumi. Pria itu seharusnya bersama seseorang yang lebih baik darinya. Gadis itu juga merasa sangat bersalah karena sudah menyebabkan pementasan Bidadari  Merah terhenti.
Di apartemennya nanti, akan sulit baginya untuk menghindari Masumi. Maya menghela nafasnya kembali. Masih berat. Dia ingin memutuskan hubungannya dengan Masumi, tapi tidak tahu caranya.
Gadis itu termangu, memikirkan sesuatu.
Aku harus pergi, pergi meninggalkan Tokyo.
Maya mengeratkan kepalan tangannya.
Tapi kemana? Aku tidak punya siapa-siapa. Aku tidak tahu harus kemana. Tanpa suaraku aku sudah tidak bisa apa-apa lagi. Tapi tetap tinggalpun…
Air mata membasahi wajah gadis itu lagi.
Aku hanya akan menjadi beban Pak Masumi…
Tidak lama Rei kembali. Maya cepat-cepat menghapus air matanya. Ada Sawajiri bersamanya.
“Ayo, Maya,” Rei mengangkat barang-barang Maya.
Keduanya berjalan menyusuri ruangan-ruangan di rumah sakit tersebut. Beberapa perawat yang mengenal Maya menyapanya dan mendoakan agar dia cepat pulih seperti sedia kala. Maya tersenyum berterima kasih.
“Maya, kalian lewat pintu belakang, ada mobil menunggu di parkiran belakang, aku akan keluar dari depan untuk mengalihkan perhatian beberapa wartawan yang sudah menunggu,” terang Sawajiri.
Maya tertegun. Bahkan wartawan tahu bahwa dia keluar dari rumah sakit hari ini?
Maya mengangguk mendengar instruksi Sawajiri. Dia akhirnya bersama Rei menuju parkiran di belakang rumah sakit.
Ketika sudah semakin dekat pada pintu keluar, Maya melihat sosok pria yang sangat dikenalnya. Dia berjalan menghampiri dirinya dan Rei.
Pak Masumi…?!!
Maya sangat terkejut Masumi menunggu mereka. Langkahnya terhenti dan dia tidak bisa menyembunyikan rasa paniknya. Masumi terus melangkah mendekat.
“Selamat siang Mungil,” sapanya, lalu tersenyum.
Maya diam saja, dia lantas mengalihkan pandangannya kepada Rei.
“Maaf Maya,” jawab Rei sungkan dengan suara pelan, “kurasa sudah waktunya kau berbicara baik-baik dengan Pak Masumi…” Rei berpendapat.
Masumi datang untuk membereskan administrasi Maya namun dia meminta Rei untuk tidak mengatakan apa pun kepada Maya. Karena dia tahu gadis itu pasti menolaknya.
Maya kesal, merasa tertipu. Juga sedih, senang, rindu. Dia tidak tahu apa yang dirasakan hatinya. Gadis itu hanya bisa mematung tanpa memandang wajah pria itu.
Masumi mengambil tas yang berada di tangan Rei, dia lalu memegang erat pergelangan tangan Maya.
“Ayo Maya, kuantar pulang,” katanya tegas, tidak ingin ditolak.
Maya kembali menoleh pada Rei dengan mimik keberatan.
“Aku bersama Pak Sawajiri saja, dia akan mengantarku ke kafe. Nanti malam aku akan datang ke apartemenmu,” terang Rei.
Maya mengerucutkan bibirnya, ingin protes, namun akhirnya hanya dapat mengangguk lemah.
Masumi menggandeng tangan Maya masuk ke dalam mobilnya. Gadis itu hanya menurut, diam saja.
Sampai di dalam mobil, Maya tidak mengalihkan pandangannya dari jendela. Gadis itu hanya membisu, bergeming. Dan juga tidak memandang Masumi.
“Ke apartemen Maya,” kata Masumi pada Oshima, sopirnya.
Mobil segera melaju ke tempat yang dituju. Masumi sempat melihat beberapa wartawan yang mengerubungi Sawajiri di depan pintu utama ketika mobil mereka hendak keluar dari halaman rumah sakit.
“Kau marah kepadaku?” tanya Masumi setelah sekian lama tidak ada suara di antara mereka.
Maya menelan ludahnya perlahan. Gadis itu menggeleng.
“Maya…” panggil Masumi lembut, meremas telapak tangan gadis itu.
Deg!
Debaran yang sudah lama tidak dirasakannya kembali muncul. Spontan ditariknya tangannya dari Masumi.
“Maya…?”
Maya menggerakkan matanya ke arah Oshima. Masumi mengerti bahwa gadis itu merasa canggung dengan keberadaan Oshima. Akhirnya Masumi hanya mengamati gadis mungil di sampingnya yang figurnya terlihat semakin kurus saja. Dia merasa miris melihatnya. Dia tahu Maya memiliki banyak sekali beban pikiran sekarang ini. Seterusnya perjalanan berlangsung dalam keheningan.
Bagaimana ini…
Pikiran gadis itu bekerja sementara matanya mengamati pepohonan yang dilaluinya.
Aku tahu Pak Masumi akan menolak untuk mengakhiri hubungan kami.
Diam-diam gadis itu mengeratkan pegangannya pada papan komunikasi yang berada di pangkuannya, dan menggigit bibir bawahnya.
Tapi aku tidak bisa bersamanya. Aku hanya akan menyusahkannya. Hanya akan mempermalukan Pak Masumi, jika dia bersama gadis sepertiku.
Sampai tiba di gedung apartemennya gadis itu tidak memandang Masumi sama sekali.
Masumi menggenggam tangannya, menuntunnya, saat keduanya berjalan menuju lift. Maya bisa merasakan orang-orang meliriknya, membicarakannya. Maya merasa semakin rendah diri. Dilihatnya bibir-bibir yang bergerak itu, seakan mencibirnya. Mencibir dia yang tak lagi bisa bersuara.
“Kita sudah sampai, Mungil,” kata Masumi, dipaksakan terdengar riang.
Maya mengangguk perlahan lalu masuk ke dalam apartemennya. Masumi menyusulnya.
Masumi segera masuk ke kamar Maya dan meletakkan barang bawaannya sementara Maya duduk di ruang tamu.
Maya…
Dipandanginya gadis itu saat Masumi melangkah mendekatinya.
Maya bisa merasakan jantungnya berdebar keras. Tegang. Dia sungguh berharap pria itu segera pergi sebelum hatinya luluh lagi. Maya belum siap menghadapi Masumi saat ini.
Namun harapannya tidak terkabul. Masumi menghampirinya dan duduk di hadapannya.
“Mungil, kau sudah merasa lebih baik?” tanya Masumi lembut.
Maya mengangguk pelan.
Masumi memandanginya sekian lama, membuat gadis itu salah tingkah. Maya tidak juga menatapnya.
“Mengapa kau menghindariku?” tanya Masumi.
Tidak ada tanggapan dari Maya, dia hanya terdiam saja.
“Jawab aku, Maya…” pinta Masumi, terdengar seperti memohon.
Maya menggerakkan tangannya pada papan komunikasi.
[a-ku-le-lah-.-i-ngin-is-ti-ra-hat-.]
Masumi tertegun.
Maya mengangkat wajahnya dan untuk pertama kali memandang Masumi. Dengan sungguh-sungguh.
Masumi mengerti gadis itu masih tidak ingin berbicara kepadanya dan dia tidak bisa memaksa.
“Aku mengerti,” gumam Masumi kemudian. “Beristirahatlah.”
Maya mengangguk lantas berdiri menuju kamarnya.
Maya naik ke atas tempat tidurnya. Sebenarnya badannya tidak begitu lelah, matanya juga tidak mengantuk. Maya tidak ingin tidur siang. Perasaannya lebih tidak tenang, karena ada Masumi di sana.
Masumi berjalan ke balkon, menyalakan rokoknya. Diliriknya jam di tangannya yang menunjukkan bahwa waktu istirahatnya sudah habis. Namun Masumi enggan kembali ke Daito. Bagaimanapun Masumi sudah bertekad akan menyelesaikan masalahnya dengan Maya hari ini.
Masumi mematikan rokoknya dan kembali masuk ke dalam apartemen, ke kamar Maya. Sekian lama hanya mengamati gadis itu yang sedang terbaring dari pintu kamarnya. Akhirnya Masumi memutuskan untuk masuk.
Didekatinya Maya yang sedang memejamkan matanya. Diamatinya wajahnya. Sudah sangat lama rasanya dia tidak memandang wajah Maya sejelas ini.
Ahh… Maya… aku merindukanmu…
Gumamnya dalam hati entah untuk keberapa kalinya.
Dibelainya pipi Maya, terasa lebih tirus. Lantas dibelainya bibir gadis itu dengan ibu jarinya. Masumi merindukan suara Maya yang memanggilnya dan menyebut namanya. Tapi dia jauh lebih rindu dengan senyumannya.
Masumi tersadar dari lamunannya. Ditariknya tangannya dari wajah gadis itu.
Kalau dia tahu pasti dia menganggapku sangat kurang ajar melakukan ini semua saat dia tertidur.
Pikirnya.
Masumi baru menyadari bahwa tubuhnya sama lelahnya. Akhirnya pria itu tertidur di samping tempat tidur Maya sambil menggenggam tangan gadis itu.
=//=
Maya membuka matanya perlahan. Dengan segera dia menyadari Masumi yang tertidur di samping tempat tidurnya.
Pak Masumi…
Maya mengamatinya.
Ternyata Anda tidak kembali ke Daito.
Maya melepaskan genggaman tangannya dari tangan Masumi.
Terima kasih sudah mencintaiku sedalam ini.
Gadis itu mulai membelai kepala kekasihnya yang wajahnya terbenam di kasurnya. Gadis itu semakin yakin bahwa Masumi layak mendapatkan pendamping yang lebih baik dari dirinya. Dia terus berpikir bagaimana cara terbaik meninggalkan pria itu.
Maya terkesiap dan tangannya yang membelai rambut Masumi berhenti bergerak, karena tangan Masumi menggenggamnya dengan tiba-tiba.
Pak Masumi…!
Masumi mengangkat wajahnya.
“Sudah bangun?” sapa Masumi lembut lantas tersenyum pada gadis itu.
Maya menggigit bibir bawahnya ragu, lantas tersenyum tipis dan semakin melebar. Dia lalu mengangguk.
Masumi sangat senang melihat senyuman Maya.
“Perasaanmu sudah lebih baik?” tanya Masumi.
Maya kembali mengangguk. Dia lantas mengambil papan komunikasinya.
[An-da-ti-dak-kem-ba-li-ke-da-i-to-?]
Masumi memandang Maya.
“Tidak… pekerjaanku bisa menunggu. Aku ingin bersamamu lebih lama…” kata Masumi. “boleh kan?” imbuhnya.
Maya mengangguk lagi.
Pria itu sangat bahagia dan perasaannya tergambar dari binar di wajahnya.
Maya bangkit dan duduk bersandar di kepala tempat tidurnya.
Masumi lantas duduk di sisi ranjangnya.
“Apakah masih ada yang sakit? Tenggorokanmu? Perutmu?” tanya Masumi lembut.
Maya menggeleng.
[An-da-ti-dak-per-lu-kha-wa-tir-a-ku-su-dah-le-bih-ba-ik.]
“Syukurlah,” Masumi menghela nafas lega. “Tapi kau tetap harus menjaga kondisimu, jangan terlalu lelah dan tidak boleh terlambat makan,” terang Masumi sambil membelai rambut gadis itu.
Anggukan kembali diberikan Maya.
[Te-ri-ma-ka-sih.] Maya tersenyum.
Masumi lantas menarik gadis itu ke dalam pelukannya. Sedikit tiba-tiba, sehingga Maya terkejut dan saat tersadar pria itu sudah mengurungnya dengan kedua lengannya.
Masumi tidak mengatakan apa-apa, dia hanya ingin melepaskan semua ketakutannya selama ini. Bahwa Maya akan meninggalkannya.
Pak Masumi…
Mata gadis itu berkaca-kaca.
Maya balas memeluknya.
Maafkan aku… Maafkan aku Pak Masumi…
Masumi melonggarkan pelukannya dan memandangi wajah Maya. Semakin lama semakin mendekat. Masumi tahu gadis itu masih lelah, tapi dia hanya mengikuti dorongan hatinya.
Maya tidak bereaksi apapun, hanya menunggu. Tidak lama kemudian dirasakannya bibir Masumi menyentuh bibirnya. Sangat dalam dan lembut. Maya memejamkan matanya, tanpa sadar mulai membalas ciuman Masumi. Tubuhnya terasa sangat lemas dan jantungnya berdebar kencang.
Saat ciuman mereka terpisah, wajah keduanya merona merah. Maya dengan cepat menundukkan wajahnya.
“Mau kubuatkan sesuatu? Teh?” tanya Masumi.
Maya mengangguk.
Masumi lantas keluar dari kamar Maya menuju dapur. Maya juga keluar dari kamarnya, duduk di atas sebuah sofa dan mulai menyalakan televisi. Perhatiannya sama sekali tidak terpusat pada acara dalam TV tersebut. Beberapa kali Maya menatap Masumi.
Maya mengalihkan pandangannya saat Masumi menoleh dan mulai berjalan ke arahnya.
“Ada acara apa?” tanya Masumi.
Pria itu meletakkan dua cangkir teh untuk mereka dan mulai duduk di samping Maya.
Sekali lagi jantung gadis itu berdebar. Bahkan hanya dengan duduk di sebelahnya, Masumi sudah menyebarkan kehangatan pada tubuh gadis itu, membuat Maya merasa nyaman. Ingin semakin mendekat pada sumber kehangatan tersebut.
Seperti tahu yang dipikirkan Maya, Masumi menarik pundak gadis itu mendekat kepadanya, merangkulnya. Maya menyandarkan wajahnya di dada Masumi. Nyaman, sekaligus menyakitkan. Dia akan sangat merindukan kehangatan pria itu.
“Oh, Ayumi sudah mau menikah beberapa minggu lagi,” kata Masumi, sambil memperhatikan TV di hadapan mereka.
Maya baru tersadar dan mulai memperhatikan acara televisi di hadapannya.
Ayumi terlihat cantik dan berseri-seri saat diwawancarai di lokasi syuting episode terakhir drama serinya. Di sana juga terlihat Hamill yang setia menungguinya.
“Padahal kita lebih dulu bertemu ketimbang mereka,” kata Masumi tiba-tiba.
Pak Masumi…
“Kuharap tidak lama lagi kita bisa segera seperti mereka, Maya…” gumam Masumi, mengalihkan pandangannya kepada Maya.
Maya tertegun. Dengan cepat diangkatnya badannya yang menyandar pada Masumi dan diraihnya cangkir berisi teh di atas meja.
“Awas, panas!” Seru Masumi, saat melihat Maya segera meminum teh tersebut.
Namun terlambat, air itu sudah menyentuh lidah Maya. Maya menjauhkan cangkirnya dan menjulurkan lidahnya kepanasan.
“Kau itu, masih saja ceroboh,” Masumi mengambil cangkir itu dari tangan Maya dan meletakkannya kembali di meja.
Wajah Maya terlihat kesakitan dan menyesal. Masumi tertawa kecil melihatnya.
“Coba kulihat,” kata Masumi, menangkup rahang gadis itu.
Maya menjulurkan lidahnya, memperlihatkan bagian tubuhnya yang melepuh itu. Berwarna sedikit lebih merah.
“Tidak apa-apa,” Masumi mengangguk lega. “Tapi lain kali kau harus lebih hati-hati.” Kata Masumi, memandang Maya.
Tatapan keduanya mulai saling mengunci satu sama lain. Maya mengangkat tangannya dan mengegenggam telapak Masumi yang terasa semakin ketat di pipinya.
Masumi menelan ludahnya tidak kentara. Seakan terhipnotis, Masumi mengurangi jarak wajahnya dan wajah Maya. Mulai mencium gadis itu lagi.
Kali ini bukan ciuman yang ringan seperti sebelumnya. Ada sesuatu dari cara gadis itu membalas ciumannya. Semakin lama Masumi semakin terjerat.
“Maya…” gumam Masumi, lirih. Mencoba menyadarkan dirinya dan juga gadis yang disebut namanya.
Tapi dia tidak kuasa menghentikannya. Kerinduannya sudah terlalu dalam dan kini dicurahkannya sepenuh hati dengan menciumi bibir kekasih yang dirinduinya selama ini.
Ciuman keduanya semakin kerap dan tidak menentu. Masumi sekuat tenaga mempertahankan kesadarannya.
“Maya, sudah…” pinta Masumi, terengah.
Namun entah siapa yang coba dibohonginya, karena dia sendiri tidak berhenti merasai bibir kekasihnya itu. Ditariknya pinggang Maya, merapatkan tubuh keduanya. Tangan yang satunya mulai bergerak naik turun di punggung gadis itu. Sementara Maya mendekap bahu Masumi semakin erat dan membenamkan kelima jemarinya pada rambut di bagian belakang kepala pria tersebut.
Masumi tidak tahu lagi akan kemana perbuatan mereka akan bermuara, sampai sebuah tetesan air mata menyentuh pipinya.
Maya…?
Masumi membuka matanya, dilihatnya Maya sedang menangis.
Kenapa…? Maya…?
Sesuatu menyadarkannya. Pria itu berhenti mencium sedangkan kekasihnya tidak.
“Ma, Maya…” Masumi berusaha menjauhkan wajahnya dari Maya. “Hentikan…” pintanya.
Maya tidak berhenti, dan air matanya semakin deras.
“Hentikan…” Kali ini Masumi memerintah, ditariknya tangan Maya lepas dari dirinya.
Maya membuka matanya. Air mata masih berderaian.
Bukan begini rencananya. Air mata itu turun di luar keinginannya.
Keduanya berpandangan.
“Kita berhenti di sini…” kata Masumi, membaca mata Maya.
Gadis itu menggeleng. Menolak.
Maya…?!
Masumi terperangah.
Maya menarik lepas dasi Masumi. Pria itu menggenggam tangan Maya, mencoba menghentikannya dan dia berhasil. Dia bisa melihat gadis itu putus asa.
Benar, Maya putus asa. Dia menyadari Masumi sudah mengetahui rencananya. Dia tahu dia tidak akan dapat meminta pria itu untuk setuju berpisah dengannya. Maya berpikir untuk meninggalkannya di saat Masumi lengah.
“Apakah kau bermaksud menyerahkan dirimu padaku lantas meninggalkanku?” Tanya Masumi, sedikit keras. Merasa tertipu.
Gadis itu diam saja. Lalu perlahan meluncurkan tangannya dari dasi Masumi yang sudah tidak rapi lagi.
“Jawab aku, Maya!” tuntut Masumi.
Gadis itu masih dengan diamnya dan hanya menangis.
Masumi menghela nafasnya tidak sabar. Lalu mencoba menenangkan dirinya. Disandarkannya punggungnya kembali ke sandaran sofa. Ditatapnya langit-langit apartemen Maya sebelum pandangannya beralih pada gadis mungil itu.
“Jadi kau memang benar ingin berpisah denganku?” tanyanya, getir.
Gadis itu mengangguk.
“Kenapa?” tanya Masumi, tidak terima.
Maya hanya terdiam dan menunduk.
Masumi juga terdiam. Berusaha mengendalikan emosinya. Saat ini berteriak-teriak kepada gadis ini tidak akan ada gunanya.
“Aku tahu apa yang kau pikirkan,” kata Masumi kemudian.
Masumi lalu menghela nafasnya dan kembali mengangkat tubuhnya, memutar dirinya menghadap Maya. Ditangkupnya kedua telapak tangan gadis itu dan digenggamnya erat.
“Maya… kumohon, jangan tinggalkan aku…” suara pria itu bergetar. “Aku sungguh tidak peduli apa pun keadaanmu, aku tetap mencintaimu,” Pria itu menciumi tangan Maya, “aku sama sekali tidak merasa direpotkan olehmu, kau sama sekali tidak menyusahkanku. Aku ingin kau tetap bersamaku bagaimana pun keadaanmu.”
“Pak Masumi…” Maya menggerakkan bibirnya.
“Aku mencintaimu Maya…” kata Masumi sungguh-sungguh, menatap mata Maya dengan sangat dalam.
Air mata gadis itu belum juga berhenti.
Maya lalu mengangguk, melepaskan tangan Masumi yang menggenggamnya dan memeluk pria itu.
“Maya…” Masumi balas memeluknya. “Kau akan tetap bersamaku kan?” Masumi meminta kepastian.
Lama terdiam gadis itu lalu menganggukkan kepalanya setuju. Tapi hatinya tidak.
=//=

=//=
Maya masih menyandarkan dirinya pada Masumi dan melingkarkan lengannya di pinggang Masumi sementara Masumi mendekap pundaknya dan menghapus air matanya dengan sapu tangannya.
“Kau semakin kurus saja. Jadi semakin mungil…” gumam Masumi, tersenyum simpul.
Maya hanya diam saja lalu mendekap Masumi lebih erat.
“Maya,” Masumi mengangkat dagu Maya, keduanya bertatapan, “yang kau lakukan tadi, tolong jangan pernah berpikir untuk melakukannya lagi.” Pria itu menyusuri dagu Maya dengan ibu jarinya.
“Jika kita akan melakukannya, suatu saat nanti.  Maka itu haruslah menjadi awal dari sesuatu yang baru, dan bukannya akhir dari segalanya,” ucap Masumi.
Maya memandangi pria itu penuh penyesalan.
“Ma… af…” gumamnya tanpa suara.
“Apa kau sudah merasa lebih sehat?” tanya Masumi, mengalihkan kecanggungannya.
Maya mengangguk. Pria itu kembali memeluk Maya.
“Kalau kau mau, besok aku akan menghadiri peresmian sebuah kompetisi klub drama antar SMA se-Jepang yang diadakan Daito. Maukah kau ikut denganku?” ajak Masumi.
Maya tidak menunjukkan reaksi apapun. Gadis itu mengerti bahwa Masumi berniat muncul dengannya di hadapan publik sebagai pasangan kekasih.
“Tapi kalau kau masih butuh istirahat—“
Maya menggeleng dengan cepat.
“Kau mau ikut denganku?” pria itu tersenyum.
Maya juga tersenyum dan mengangguk.
“Aku sangat senang,” didekapnya tubuh gadis itu.
Pak Masumi… Maya mengamati wajah kekasihnya.
Kenapa kita harus terlambat berjumpa? Kenapa aku tidak menyadari perasaanku lebih awal, sehingga kita bisa bersama lebih lama lagi?
Pikir Maya, sendu.
Masumi yang menyadari Maya memandanginya, balas menatapnya.
“Ada apa? Ada sesuatu yang ingin kau sampaikan?” tanya Masumi.
Belum sempat Maya menggeleng, bel pintu berbunyi. Pandangan keduanya beralih pada pintu apartemen Maya.
“Biar kubukakan,” kata Masumi sambil beranjak dari tempat duduknya.
“Pak Masumi…” Sawajiri sedikit terkejut, “Anda masih di sini?” dengan cepat Sawajiri kembali menjadi sosok yang tenang.
“Benar,” jawab Masumi, tidak kalah tenangnya. “Masuklah.”
“Aku pikir tidak ada siapa pun di sini. Karena aku tahu Aoki masih bekerja, aku bermaksud menemanimu, kalau-kalau ada sesuatu yang kau butuhkan,” terang Sawajiri sambil berjalan melangkah mendekati Maya.
“Kebetulan,” potong Masumi. “aku sudah akan kembali ke Daito sekarang,” terangnya.
Pasti Mizuki sudah menyumpahiku.
Pikir Masumi saat teringat handphonenya yang dia matikan agar tidak ada siapa pun yang mengganggu.
“Maya, aku pergi dulu,” Masumi tersenyum pada kekasihnya.
Maya mengangguk.
“Besok siang aku akan meminta Oshima menjemputmu ke Daito, kita berangkat bersama dari sana,” terang Masumi.
Sekali lagi Maya mengangguk.
Masumi mengalihkan pandangannya kepada Sawajiri.
“Besok aku dan Maya akan menghadiri pembukaan kompetisi drama antar SMA se-Jepang. Tolong kau bantu Maya dengan persiapannya, Sawajiri.”
“Siap, Pak,” jawab Sawajiri sigap.
“Baiklah, aku pergi dulu,” Masumi berbicara kepada Maya, “tolong jaga dia baik-baik,” Masumi mengalihkan pandangannya kepada Sawajiri.
Maya cepat-cepat beranjak dari tempat duduknya, mengantar Masumi.
Masumi sangat senang dengan niatan gadis itu.
“Sudah sampai di sini saja,” kata Masumi lembut, saat keduanya berada di ambang pintu apartemen Maya.
“Sampai jumpa, Maya,” Masumi tersenyum sambil membelai wajah kekasihnya.
Maya mengamati punggung Masumi yang menjauh.
Pak Masumi…
Panggilnya dalam hati.
Maaf… Aku sudah banyak membohongimu hari ini.
Bruk!!
Masumi sangat terkejut saat tiba-tiba seseorang menabrak punggungnya ketika dia berdiri menunggu lift. Sepasang tangan yang Mungil melingkar di pinggangnya.
Maya…?!!
Masumi menolehkan kepalanya.
Gadis itu membenamkan wajahnya di punggung Masumi, memeluknya dengan sangat erat.
“Maya…” Masumi melonggarkan pelukan gadis itu dan berputar menghadap ke arahnya.
Gadis itu kembali memeluknya, kali ini berhadapan.
“Ada apa?” tanya Masumi, khawatir.
Maya menggelengkan kepalanya. Gadis itu kembali menengadahkan kepalanya.
“Te-ri-ma-ka-sih,” Maya berucap tanpa suara.
Masumi tersenyum.
Membelai rambut gadis itu penuh kasih sayang.
“Aku akan merindukanmu,” gumam Masumi.
“A-ku-ju-ga.”
Masumi mengecup dahi Maya dan gadis itu memejamkan matanya.
Dia tahu Masumi sangat mencintainya, begitu juga dirinya. Karena itulah dia harus pergi. Masumi harus mendapatkan yang lebih baik, bukan bahan olokan seperti dirinya. Setidaknya itulah yang dirasakan Maya.
Pintu lift terbuka dan Masumi masuk ke dalamnya. Keduanya saling melambaikan tangan sambil tersenyum. Saat pintu lift bergerak menutup, Masumi yakin, memang tidak kentara, tapi gadis itu kembali meneteskan air matanya.
=//=
“Habis mengantar Pak Masumi?” tanya Sawajiri tanpa menoleh sedikit pun dari laptopnya, saat Maya kembali masuk ke apartemennya.
Maya mengangguk, walaupun Sawajiri tidak melihatnya.
“Ini, aku membuatkan jadwal untukmu minum obat, kau jangan lupa, dan aku juga akan menghubungi butik dan salon untuk kau datangi besok sebelum pergi dengan Pak Masumi.” Terang Sawajiri, masih tidak memandangnya.
Saat Maya kembali duduk di sofa, Sawajiri baru memandangnya, mengamati wajahnya yang sembab.
“Sepertinya kau juga butuh facial,” katanya, lalu kembali menunduk, mencatat sesuatu.
Maya menyentuh lengan Sawajiri, pria itu kembali menoleh. Maya lalu mengambil papan komunikasinya.
[A-ku-su-dah-pu-nya-ba-nyak-ga-un]
Sawajiri memandang papan itu lalu menatap Maya.
“Maya, saat ini, semua orang memperhatikanmu. Belum lagi, besok kau akan pergi dengan Pak Masumi Hayami, Direktur Daito. Kau tahu, aktris sepertimu, yang sedang menjadi pusat perhatian, harus mengikuti mode dan jangan pernah, ingat, jangan pernah muncul dengan gaun yang sama dua kali di hadapan wartawan atau kau akan menjadi bahan olok-olokan mereka!”
Tapi sekarang, aku bahkan sudah bukan aktris lagi…
Pikir Maya dengan sedih.
“Kau mengerti Maya? Kalau kau tampil memalukan, bukan hanya dirimu sendiri, kau juga akan mempermalukan Pak Masumi,” Sawajiri menekankan.
Maya mengangguk lemah dan Sawajiri mengangguk puas.
[Kak-Sa-wa-ji-ri-a-ku-i-ngin-me-min-ta-to-long-se-su-a-tu] Maya lantas menatap Sawajiri.
“Sesuatu?” alis Sawajiri berkerut.
Maya mengangguk. Lantas menggerakkan telapak tangannya ke depan, meminta menunggu. Gadis itu beranjak ke kamarnya, mengambil sesuatu. Inkan* miliknya.
)* Inkan adalah stempel pribadi yang berfungsi seperti tanda tangan.
[To-long-ban-tu-a-ku-i-ngin-me-nye-rah-kan-hak-bi-da-da-ri-me-rah-ke-pa-da-pak-ma-su-mi]
“Maya?!” Sawajiri berseru. Sangat terkejut.
=//=
Masumi mengangkat handphonenya saat berada di parkiran Daito, dari Hijiri.
“Bicaralah,” perintahnya.
“Sudah keluar Pak, rencana cetak untuk tabloid Friday minggu depan,” terang Hijiri.
Masumi tertegun.
“Apakah seburuk yang kita kira?” tanya Masumi.
“Lebih buruk.” Jawab Hijiri.
Masumi mengeratkan rahangnya dan genggamannya di handphonenya.
“Segera emailkan kepadaku.”
“Baik Pak.”
“Apa kau sudah mendapatkan sesuatu mengenai Yosuke?”
“Sudah.”
“Bagus. Dan Hijiri, tolong lakukan sesuatu untukku hari ini.”
“Siap, Pak.”
Masumi lalu menginstruksikan sesuatu kepada Hijiri.
=//=
Shiori mengetuk pintu sebuah kamar hotel. Seseorang membuka pintunya.
“Aku senang kau datang!” Sapanya.
“Sebaiknya ini sesuatu yang penting, dan aku tidak bisa berlama-lama, sebentar lagi suamiku pulang,” ucapnya sambil membuka kaca mata hitamnya dan duduk di sebuah kursi.
“Aku pastikan ini sesuatu yang sangat bagus dan sangat penting,” pria itu menuangkan segelas anggur dan menyerahkannya kepada Shiori lantas duduk di sebelahnya.
“Lihat apa yang kudapatkan hari ini,” dia mengeluarkan secarik kertas.
Shiori membacanya.
Surat kuasa dari Maya Kitajima untuk diserahkan kepada pengacara pribadinya.
“Saya yang bertanda tangan di bawah ini, nama Maya Kitajima, usia, alamat, pekerjaan… Dalam hal ini diwakili oleh, nama Shin Sawajiri, usia, alamat, pekerjaan, meminta pengacara pribadi saya Ryoma Hino untuk mengurus segala keperluan mengenai pemindahtanganan hak pementasan bidadari merah dari, nama Maya Kitajima, usia, alamat, pekerjaan… kepada…” sampai sini mata wanita itu melebar. “MASUMI HAYAMI…!!” dengan cepat Shiori menoleh kepada pria di sampingnya.
Pria itu tersenyum culas.
“Ka, kapan anak itu…?”
“Sore ini,” terang si pria, meminum anggurnya.
“Apakah Masumi sudah tahu?”
“Tidak, dia belum tahu apa-apa mengenai hal ini, anak itu minta hal ini dirahasiakan.” Pria itu meraih rokoknya.
Shiori menarik rokok itu dari tangannya. Dan menatapnya.
Dia tahu wanita itu tidak suka melihatnya merokok.
“Lalu? Apa gunanya kertas ini untukku?” wanita itu tidak mengerti.
“Kertas itu, tidak berguna untukmu. Tapi kita bisa membuatnya berguna. Kertas itu memberiku ide,” pria itu kembali tersenyum. Penuh siasat.
“Apa jadinya, jika nama Masumi Hayami, kita ganti dengan namamu, Nyonya Takamiya??” Desis pria itu.
Mata Shiori berkilat, wanita itu kini mengerti. Dengan cepat disimpannya gelas anggur miliknya.
“Kau! Kau!” dia menggenggam wajah pemujanya itu. “Kau hebat! Aku… sungguh bahagia!” Shiori berbinar.
“Kau tahu aku akan melakukan apa pun untuk melihat wajahmu yang bahagia,” pria itu menggenggam telapak Shiori, mendekati bibirnya, hendak menciumnya.
Shiori memalingkan wajahnya.
“Jangan lupa bahwa aku masih wanita bersuami,” ucapnya.
Laki-laki itu mengeratkan rahangnya, pancaran matanya berubah sangat dingin.
“Ceraikan dia! Hanya aku, AKU! Yang akan membahagiakanmu!” serunya.
Shiori mendengus, menjauhkan dirinya dari lelaki itu.
“Bercerai? Kau gila ya? Apa jadinya dengan nama keluargaku kalau aku sampai bercerai. Sudah cukup arang yang kutorehkan di wajah keluargaku saat Masumi… Masumi…” wanita itu gemetar, tidak sanggup mengucapkannya.
“Belum lagi istri-istri sepupuku yang mulai mempertanyakan kenapa aku tidak kunjung hamil. Mereka tidak mau tahu bahwa dokter mencegah kehamilanku karena itu akan membahayakan jiwaku. Aku tahu mereka memperolokku dan tertawa di belakangku, aku tahu mereka senang dengan kondisiku…” wanita itu mulai menangis. “Dan aku tidak mau menambah beban kakek dan orang tuaku dengan berita mengenai perceraian…” Shiori mengusap air matanya kasar dengan sebuah sapu tangan. Wajahnya kembali keras.
“Aku mencintaimu, Shiori…” ucap pria itu.
Shiori kembali menoleh kepadanya.
“Andai aku bisa mengucapkan kata-kata yang sama,” jawab Shiori.
Pria itu hanya menatapnya. Menyesal. Andai saja, dia menemuinya lebih cepat. Saat pintu hati wanita itu belum tertutup. Saat dia masih penuh kasih seperti yang dikenalnya.
Tiba-tiba pria itu teringat Masumi. Kepalan tangannya mengetat erat.
Pria itu akan mendapatkan balasannya. Dia, dan juga kekasihnya. Keduanya tidak hanya akan menderita dan kehilangan cinta, tapi juga Hak Pementasan Bidadari Merah.
Tekadnya.
=//=
Rei menekan pintu ruangan apertemen Maya.
“Maya…” panggilnya saat tidak ada yang menyahut. “Pak Sawajiri!!”
Tidak ada jawaban, Rei mendorong pintu apartemen tersebut yang ternyata tidak dikunci.
“Maya…!” panggilnya sekali lagi.
Tetap tidak ada jawaban.
Rei menuju kamarnya, tidak ada. Rei lantas menuju kamar mandi, juga tidak ada. Gadis itu menemukan secarik kertas di atas meja makan. Rei membacanya.
Kepada Rei Aoki,
Rei, maafkan aku pergi tanpa berpamitan. Terima kasih untuk semua kebaikanmu selama ini. Aku menyayangimu. Kau sudah seperti keluargaku yang sudah lama tidak kumiliki. Berat sekali meninggalkan semua ini tapi aku harus melakukannya. Nanti, saat semuanya sudah membaik dan aku sudah bisa membangun hidupku lagi, aku berjanji akan menemuimu. Saat ini, aku ingin mandiri, belajar untuk tidak menyusahkan orang lain dengan keadaanku.
Dan aku ingin meminta tolong kepadamu, tolong berikan surat perpisahan dariku untuk Pak Masumi. Katakan padanya aku berharap dia selalu bahagia.
Salam untuk teman-teman semua,
Maya Kitajima.

“Maya…” gumam Rei, gemetar. “Anak itu, selalu saja keras kepala dan memikirkan semuanya sendirian,” Rei sangat khawatir, memikirkan Maya yang kehilangan suaranya berkeliaran sendiri.
Gadis itu lantas mencari di atas meja, surat yang dia maksud untuk diberikan kepada Masumi. Namun Rei tidak menemukannya.

[<Sebelumnya di apartemen Maya>
“Apa kau yakin?” tanya Sawajiri lagi.
Gadis itu mengangguk.
Sawajiri menimbang sebentar.
“Baiklah,” kata Sawajiri, “aku akan membantumu.”
[Pak-sa-wa-ji-ri-a-ku-per-ca-ya-pa-da-mu-to-long-ra-ha-si-a-kan-hal-i-ni-da-ri-si-a-pa-pun]
Keduanya berpandangan. Sawajiri mengangguk.
Maya lantas menulis sesuatu di atas kertas. Sawajiri memperhatikan.
Pak Sawajiri, tolong bantu aku menyampaikan kepada Pak Hino agar memindahkan kepemilikan hak pementasan bidadari merah dariku kepada Pak Masumi. Berikan surat itu kepada Pak Hino. Aku tidak bisa mengurusnya sendiri karena Pak Masumi akan mencurigaiku. Sementara itu tolong rahasiakan ini semua dari siapapun.
Sawajiri mengikuti kemauan Maya. Dia kemudian membantu Maya membuat surat kuasa tersebut yang ditujukan kepada Hino. Maya lantas menempelkan stempelnya. Setelah itu Sawajiri pergi.
Hanya sendirian, Maya segera menuju kamarnya mengepak beberapa barang miliknya. Lantas menuliskan dua buah surat. Satu untuk Rei dan satu lagi untuk Masumi. Maya mengecup suratnya untuk Masumi. Lantas meletakkan keduanya di atas meja makan.
Selamat tinggal, Kekasihku... ]
=//=
Rei segera menghubungi Masumi dengan terburu-buru. Terdengar sibuk. Rei mencoba berkali-kali namun masih sibuk. Cepat-cepat Rei mencari no telpon kantor Direktur tersebut dan tidak ada jawaban, sepertinya sudah pulang. Sekarang memang sudah malam, sudah bukan jam kantor. Sekali lagi Rei menghubungi Masumi. Setelah sekian kali akhirnya membuahkan hasil.
“Pak Masumi!” Serunya lega, saat akhirnya telponnya tersambung dan Masumi berhasil dihubungi. “Ini aku, Rei.”
“Iya, ada apa Rei?” tanya Masumi, sepertinya sedang di jalan atau suatu tempat karena latar suaranya sedikit ramai.
“Maaf jika aku mengganggu. Tapi ada sesuatu yang penting yang harus kusampaikan, Maya menghilang, dari apartemennya…!” terangnya panik.
Sementara tidak ada suara apapun dari Masumi.
“Pak Masumi…?”
“Iya, Rei. Aku sudah tahu,” jawabnya.
=//=

=//=
<<< Finally Found You ch. 6 ... Bersambung >>>

116 comments:

Mawar Jingga on 7 July 2011 at 23:58 said...

nambaaahhhh lg ty..........^_^

AnDr@ on 8 July 2011 at 07:52 said...

Ty...makasih ya...biar dah nunggu lama lanjutannya...penasaran ini yg buat Maya tak bersuara apa si nenek sihir alias roro jambul dan kaki tangannya ya???...

Anonymous said...

yah, seperti yang dokter fujimura bilang, maya masih punya kesempatan untuk sembuh, iyakan ty??? harus iya! sekarang saatnya bagi MM belajar menghadapi masalah bersama-sama. ditunggu lanjutannya ty, makasih dah update
-nadine-

Anonymous said...

whoaaaaaaaaaaaaa....kurangggggggg...kayaknya manajer maya ya pelakunya....mmmmh..alur cerita jadi misterius..
KATARA HAYAMI

Anonymous said...

Iya Ty... benar menghadapi masalah berdua lebih baik kan dari pada sendirian...?
bagus banget... lanjutin ya Ty...
(Nadia)

Anonymous said...

Ty... aku percaya ketulusan dan kepolosan Maya pasti akan dapat menyelesaikan masalahnya dengan orang2 yang sebelumnya membenci dan menganggapnya saingan... seperti sebelumnya di komik TK kan...? orang2 yang sebelumnya memusuhi jadi berbalik menjadi pendukungnya...
Makasih ya Ty... aku dapat memetik pelajaran dari FFmu ini
-Fefe-

Anonymous said...

Kalo aku kok tetap curiga sama Shiomay ya... kalo manager Maya pasti nggak menyangka karena sebelumnya coklatnya dikirim bersama mawar ungu... kan manager maya pernah liat Masumi bawa mawar ungu waktu di apartement Maya?
Ah penasaran... mending Ty lanjutin aja dah...
Thanks Ty dah menghibur
-Vanda-

Anonymous said...

wowwww kerenn ty.... i love u pull again... >__<

--chuuby--

Anonymous said...

...Bagaimana dialog maya dan masumi dalam keadaan maya bisu..pake bahasa kalbukah atau pake telepati??..
...Bagaimana pementasan bidadari merah dengan akoya bisu?..(secara ada akoya buta, isshin ngesot apa sekarang mo bikin pentas akoya bisu..wkwwk)
...Apakah mawar unggu tidak akan layu hanya selama Maya di dunia akting saja?..>> berarti klo ga bsa akting mawarnya layu<<..
....Kapankah mindernya Maya sembuh??? wkwwkwkk
..hanya Tuhan dan Ty Sakumoto yang tau kelanjutannya...hehehe..-Katara hayami-

Anonymous said...

haaaaiiiiiiyyyy....sedikit amattt....
bagus ty...lanjut ya...
perasaan gw jadi curiga deh sama manajernya si maya itu...tapi masa iya sih? gak mungkin kan? tapi kalo ternyata dia gak suka hubungan maya ama masumi?? ato dia dibayar sama si shiori???
haaaiiissshhhh...gak tahan dah,,,
gak sabar pengen tau penyelesaian masalahnya...
penasaraaaannn....!!!

Muri said...

Aaaah...kuraaaanggg..Semoga maya nggak kabur karena minder yaaa...kapan sih dia bisa percaya ma masumi.

Anonymous said...

Please jgn bwt maya bertindak tuk meninggalkan masumi Ty.....huahuaahuaaa
Ty sakumoto yg baik hati...sudikah kiranya drimu memberikan update yg tdk terlalu lama...krn dri-q sdh berdebar tuk menanti klanjutannya....jangan ada masalah diantara MM...:)

lyohana on 8 July 2011 at 09:47 said...

please jangan pisah kn MM lagi ... hiks hiks

Ratna on 8 July 2011 at 09:54 said...

...Dan akhirnya kisah inipun dilanjutkan, tetap membuat penasaran, bagaimana lika-liku perjuangan cinta Maya-Masumi...Tapi yakinlah sodara2, kejadian ini tidak akan membuat Mawar Ungu menjadi layu, apapun keadaan Maya, pasti Masumi akan tetap mendukungnya....... (iya kan Tyyyy??????) Yang perlu dikhawatirkan justru Maya sepertinya, sanggupkah dia bertahan berada disamping Masumi dalam keadaan demikian???? Semoga Maya tidak lari.... Hayuk lanjut Tyyyy... *Tx 4 the great story, cipika cipiki untuk Ty,hehehe :)*

Anonymous said...

Aaaarrgghh...! tyyy...kurang panjaaang....! masa cuma segitu??

curiga nih maya jangan2 mau kabur ya karena ngga mau ngerepotin masumi? jangaaann dooongg....! kan masumi sendiri udah bilang maya gadis yang kuat dan akan menghadapi masalah ini bersama-sama. jangan kabur ya maya, jangan ya...

lagian pentas bidadari merah bisa lipsync kan? (ahaha...ide gila...!)

-aseani-

ivoneyolanda on 8 July 2011 at 11:03 said...

Untung masih bisa sembuh tapi pasti take time bgt kan...kenapa ya...aku curiga sama si Sawajiri. Soalnya diakan udah tau klo ternyata MH itu mawar ungu...apalagi dia sebagai Manajer kan harusnya tau Maya dapet hadiah2 dari siapa aja....tapi mudah2an MH sabar nemenin maya ya... Aku gak sabar mau tau gimana carta Masumi ngumumin hubungan mereka berdua, reaksi org2 gmn ya....

orchid on 8 July 2011 at 11:08 said...

setuju ama katara, smakin penuh misteri ini ujungnya dimana, tapi klo menurutku selama maya bisu bisa jadi lebih romantic, lebih epic (bingung sendiri), bidadari merahnya jadi unic (yg ini maksa), btw, good luck ya ty dg ffy-nya, klo perlu bantuan buat ngetik ngutak ngatik, sy dgn sukarela menawarkan diri, demi stabilitas dunia per-ff-an, hehehehe

Fagustina on 8 July 2011 at 13:26 said...

ah akhirnya bisa bacaaa makasih TY SAKUMOTO tp T__________T makin sedih nih ceritanya mdh2an Maya ga minder dan kabuurrr...klo sampe kejadian alamat makin lama dah mereka bersatu

suka kata2 masumi :[“Lagipula, aku ini, kekasihnya…”] kereeeennnnnnn

btw nih cerita tampaknya masih panjang....

S7 dg Riri ane jg sukarela jd juru ketik klo perlu bantuan hidup dunia ff per TK an.....XDD

Anonymous said...

hadeeeuuuh kayaknya masa-masa suram sudah dimulai niii T__T kayaknya harus mempersiapkan tisue n emberrrrr deh
semogaaa maya cepet pulih deeh. g kok curiga jangan2 si siapa tuh yg perusahaannya dihancurkan masumi tuh yg doremi yaaa? selaen shomay tentu ajeee ;p
anita f4evermania

Anonymous said...

kuranggg banget tyyy, ayo sekarang saatna bagi maya menjadi dewasa dan berani menghadapi hidup, tidak lari terus, kasian kalo dipisahin ama masumi.siapapun yang melakukan ini pstikan mendapat balasan yg kejam dari masimi ya tyyyy

Anonymous said...

di ffy 7 yang hepi hepi ya ty :)
thanks apdetannya

mia

orchid on 9 July 2011 at 20:17 said...

hadehhhh, ada lomba lari n petak umpet, siap2 hidung mampet, baca cerita yg bikin semapet (maksudnya semaput), yg penting hepi endingnya dapet. selamat berjuang ya ty, smoga update slalu sempet, khukhukhu

ivoneyolanda on 10 July 2011 at 02:25 said...

Maya kok tega sih bilang gak mau Masumi masuk ke kamar itu lagi, padahal kan MH sedih banget lagian masa MH gak curiga sih setiap dia dtg Maya pasti lg tidur....Jangan sampe si Sawajiri nungguin Maya sendiri tuh nanti malah tambah diapa2in lagi, ....

Anonymous said...

hiks

kenapa gak mau kaLo Masumi masuk Lagi? :(
Y.Y Y.Y Y.Y Y.Y Y.Y Y.Y Y.Y Y.Y Y.Y Y.Y Y.Y Y.Y
Maya,, kenapa gak percaya sama Masumi sih :(
dia kan mau semua ini bisa dihadepin bareng2..
jangan takut kirain ngerepotin Masumi..
Masumi seLaLu mau dan dengan senang hati mau direpotin kaLo itu sama kamu,, tahuu :((


hiks.. aku juga merindukanmu Masumi :D
sini sini sayaaang~ *peLuk peLuk* *kiss kiss* :D

_paZZa_

Anonymous said...

aduuuuuhhhhhhh yg g takutkan kejadian kaaan pasti mayanya jadi minder n mau ninggalin masumi T__T aduh tyyy jangan dibikin penderitaan lagiiii kasian 2 sejoli ini hiks
anita f4evermania

dina ( I ♥ Topeng kaca ) on 10 July 2011 at 10:58 said...

Ty jangan kejam kejam yaaaaa ,ni aja dah miris liatnya .......ingat ......ingat harus Happy Endinggggggggggggggggggggggggggggggggggg

syl said...

kok gw curiga yaa sama manajernya maya? jangan2 kaki tangannya si mak lampir shiori niih.. Ty sayaang tolong di buat happy ending yaa.. jangan lupa ty.. HAPPY ENDING !!

Fagustina on 10 July 2011 at 14:35 said...

hadeeeeeeeeeeehhhh kenape begini....yaelah Maya bener2 dah klo dah ga mau ama Masumi bilang apah...

makin panjang ajah dah ni cerita heuuuuuuu

Anonymous said...

hiks...hiks kasian Maya....hiks...hiks kasian juga Masumi,hiks..hiks...kasian mereka, baru aja mengumumkan kebersamaannya dah ada masalah...tapi aku penasaran siapa sih yg bikin ulah?

Resi said...

hadeeeh, kdg kesel jg sih sm maya. suka ngambil keputusan sendiri tanpa kompromi. apa gunanya masumi selama ini.
Tyyyyy, jgn sad ending yak hiks...hiks...

ivoneyolanda on 10 July 2011 at 23:41 said...

Kalo Maya masih punya pikiran gak mau ketemu Masumi itu tandanya dia gak percaya sam MH, apa kurang bukti ya rasa Cinta n sayangnya MH ke Maya????

Tapi bener deh makin curiga saya si Sawajiri......pasti dia ada urusan dibalik sakitnya maya....

Hijiri musti cari tau tuh soal anak kecil yg nganter coklat.....Ayo dong Masumi biasanya instingnya kan kuat, masa dia ngediemin rasa gak suka sama sawajiri, coba selidikin lagi lebih detail soal si orang2an sawah itu :)

the lady vintage on 11 July 2011 at 05:07 said...

jadi ngebayangin aja...
seandainya, pementasan Bidadari Merah tetap dilaksanakan dengan kondisi apa adanya, pasti jadinya lebih keren

dengan Isshin yang kakinya belum bisa berjalan normal, secara Koji baru kecelakaan dan Maya yang kehilangan suara, pasti kisah Bidadari Merah akan terasa lebih magis...

toh, sosok bidadari tidak harus bersuara kan? lagipula, klo misalnya naskahnya diadaptasi dengan menampilkan sosok Akoya yang bisu juga tidak apa-apa, tinggal menggali kepandaian Koji berakting saat harus 'berdialog' dengan Maya.

kan Maya juga pernah melakukannya saat festival drama nasional, dia berperan sendiri tapi mampu menghidupkan suasana panggung seolah-olah dia berdialog dengan banyak orang.

keren Ty!!! b^^d

di otakku banyak kemungkinan alur cerita yang bakal kamu tuangkan untuk kelanjutan FFY ini, aku tinggal menunggu, kira-kira prediksiku yang mana yang sesuai dengan imajinasimu ^^

as usual, ditunggu yaaaaaaaaaaaaaaaa..... ^^

Ratna on 11 July 2011 at 09:20 said...

Setuju sama Farida, aku juga berpikir begitu, tidak ada yang tidak mungkin.... Bagi Maya 1% kemungkinanpun akan dia tempuh bukan???, Go Maya Go! Masumi juga, menurutku pasti dia tidak akan pernah menyerah mendampingi Maya.

Heri Pujiyastuti on 11 July 2011 at 10:29 said...

Sambil nunggu apdetan...baca-baca dari awal lagi ah FFYnya...Jangan lama2 y ty...Daku menunggu....Jangan bikin sedih daku yach ceritanya. Yang hepi2 ajah....

Anonymous said...

Hiks...hiks...sedih

-Mia-

ivoneyolanda on 11 July 2011 at 10:51 said...

iya yah betul juga tuh sista Farida...seorang bisadari kan bisa ungkapin semua hanya dengan gerakan, gak perlu ngomong....Malah reputasi Maya bisa makin naik kan...secaraMaya punya talent yg besar banget....apalagi dasar utk bisa meranin BM kan api,air,tanah dan udara kan...alam aja bisa bicara tanpa kata ya gak.......

Keren......

Anonymous said...

Ty......kenapa sediiiiiih...dan akan bertambah sedih lg :(( ...ga rela-rela klo ga mau ktemu lg ma masumi..ty *so toy deh aq :P*

Please ty yg baik hati...kuingin melihat update yg happy lg....dtunggu ya

_Eka_

Anonymous said...

ty, hepi2 ya di chapter selanjutnya
di tunggu apdetannya

-mia-

Anonymous said...

Duuuhhh....lama tak jumpa mereka knp jadi begini siih....
Ty, jgn pisahin mrk lagilah, mau sampai kpn mrk nggantung....
kapan TK Lovers diundang ke pernikahan mrk kalo gini huks....huks...

*Theresia*

Anonymous said...

Hadooohhhh...!!! Maya masih aja impulsif & gak confidence. Dia pikir keputusannya pergi dari masumi adlh keputusan yg terbaik...tp kenyataannya kan malah akan nambah masalah buat masumi secara pribadi maupun bisnisnya. Haiyaahhh...ty, kalo sampai maya kabur, itu bakal bikin masalah buat banyak orang lho, bukan buat masumi doank. Jadiiiii...tolong dipertimbangkan yach buat kelanjutannya ( hihihihi....mana ada pembaca maksa penulis ... hihihihi...peace! ) * rini *

Anonymous said...

Kok jd gini. Ini mah 180 derajat berubah dr sebelumnya. Dr romantik komedi sekrg jd melodramatik.
Maya yg ky gini rada nyebelin. Childish buanget.
Katanya pengen di anggap dewasa. Sekrg maju 1 langkah mundur 3 langkah.
Heroine yg ky gini nih yg biasanya aku avoid as much as possible. Kerjanya nangis mulu and feeling sorry for herself. Bikin gregetan. Kalo ky gini kasian Masuminya. Apa perlu kasih di kasih pendamping baru? ;)
Hopefully, Mayanya bakal cepet sadar kalo what she is doing now is going to hurt Masumi more (not to mention herself).
OK deh di tunggu lanjutannya.
Jangan2 semua ini cuma mimpi - hahahaah... that will be good.
-serendipity

Anonymous said...

hmmm hmmm hmmmmm...aku sabar menunggu kok Ty...ini pasti happy ending kok, ya kan?ya kan yakan?heheheheee....maya pasti keluar lagi suaranya dan jangan biarin dia kabur ya Ty...wkwkwkkwkwkk...Masumi Maya destined poreper dah! ayooooo...semoga cepet sembuh ya Ty....*hugs
-reita

Anonymous said...

kalo menurut aq, pstna Maya bakal ninggalin masumi dech, tapi pada akirna mereka akn bersatu, kan judul FFna Finally Found U.
tapi Ty, kl boleh usul mending Maya belajar dewasa dech, sekarang saatna mereka bersama untuk solving problem.
siapapun yg jaatin maya pst akn ketauan, feeling ku mengatakan yg bwt msl ini semua pst Shiori, uda nika koq msh jahat sich, jgn2 suamina adlh pemilik tabloid Friday.....
duch jadi deg2an nunggu kisah selanjutna...

salam

wienna

Anonymous said...

ayo ty, udah 40 comments nih, apdetannya ya say :)
emang lg sakit ya ty, get well soon yah

-mia-

orchid on 12 July 2011 at 22:41 said...

ohhhh, baru ngeh habis bc komennya wiena, finally find you, berarti memang ada musim petak umpetnya barangkali ya, tdk sabar menungguuuuuuuuu, momen2 perpisahan, ty, asah yg tajam ya, spy lbh menyayat, diiris tipis2, trus dipanggang spy lembut terasa dilidah dan mengenyangkan (jd teringat bebek panggang) huaaaaaaaa, peace ya ty

Anonymous said...

Thanks updetannya, Ty.. Masih sedih.. Tapi suka pas Masumi bilang ke wartawan kalo dia pacaran ma Maya.. Btw, aku kok malah ngebayangin kalo Sawajiri ini meskipun dingin, tapi sebenarnya diam-diam care ma Maya.. Trus diam2 nyelidikin kasus ini n dia yang akhirnya bs bongkar, soalnya dia di luar prediksi si Siomay... mirip-mirip peran Hijiri gituu, jadi kan MM punya 2 agen 007 tuh, he..he..*ngayal*
- Happy-

Nana said...

Pelan-pelan makin tragis gis gis gissss....
Makanya kalo udah ketemu belahan jiwa jgn pake kelamaan gak diresmikan. Jadi gini kan?

But as usual, nobody deserves happiness more than Masumi and Maya.
Secara udah jatuh bangun air mata darah gitu mereka berdua.

Thanks ty, keren.. :)

Anonymous said...

Ty,ceritanya tambah seru walaupun masih sedih.akhirnya si jahat shiori muncul juga. Tapi siapa yah laki2 itu?sawajiri-kah atau si pengacara?PIL-nya shiori?trus siapa suaminya shiori?aduh,jadi tambah penasaran?btw,tks updatenya.jaga kesehatan juga,yah.lifang77

AnDr@ on 13 July 2011 at 06:56 said...

Si nenek sihir Shiori ga pernah jadi baik....cinta yg kandas pada masumi membuat dia lebih jahat....seharusnya kan dia senang melihat masumi yg dicintainya bahagia...ya kan Ty...makasih ya Ty updatenya....

Anonymous said...

pengennya sih kekompakan shiori dan mr x-nya dihadapi MM dgn kekompakan pula. lebih seru kalo maya-nya galak, tegar dan pantang menyerah (spt wkt melawan masumi) daripada berlinangan airmata. maya kan dah pengalaman jatuh bangun harusnya dia jd lebih kuat dr sebelumnya, apalagi skrg ada masumi disampingnya. kalo soal licik, masumi kan ga kalah licik dr shiori.
makasih updatenya ty, bagus dan bikin penasaran.
-nadine-

Anonymous said...

sudah lama ndak baca, sekarang FFY jadi panjang ya :)

Anonymous said...

bener kan si Shaori yang jahat....trus laki2 itu selingkuhan si nenek sihir ya?siapa?Sawajiri?kalo iya...Masumi kok bisa kecolongan? gimana nih Neng Ty, kok aku makin penasaran... -khalida-

ivoneyolanda on 13 July 2011 at 08:51 said...

Kok Jadi gini ya....ternyata SHiori emang dalangnya ya....tapi dia itu nikah sama siapa??? susah ya sekali jahat tetep aja jahat.....

Ngerti sih sama perasaannya Maya yg minder dan gak PD tapi mudah2an Maya bisa sadar n langsung bangkit dia musti bisa fight utk semua kemiungkinan emang dia rela klo peran BM nanti diambil orang???
Apalagi MH yg dah berani terang2an umumin di Konferensi Pers soal hubungan mereka......Kak Hijiri tunukkan kemampuanmu sebagai Secret Agen heheheheh

Anonymous said...

Akhirnya shiomay muncul juga ya Ty...
penasaran banget, tapi please... jadikan happy end ya
-Nita-

Anonymous said...

Ty... aku tetep percaya ketulusan Maya bisa mengatasi semua orang yang ingin berbuat jahat ma dia

Ratna on 13 July 2011 at 09:29 said...

Jadi ikut merasakan kepedihan Masumi *perih menyayat hati, waduhhhh*, Penasaran siapakah gerangan PIL shiori yang membuat Maya kehilangan suaranya??? Seseorang yang berada dekat disekitar Maya-Masumi??? Semua kecurigaan koq mengarah ke Sawajiri ya? Benarkah???

Anonymous said...

Haduh Ty.....makin penasaran...kayak lagunya armada..."mau dbwa kmn kisah FFY ini"...Berbagai prediksi oleh FFYlovers sdh dikeluarkan...tapi tetap menunggu si empunya ide cerita....oke Ty cayooo....q tetap menunggu episode terungkapnya si pria misterius itu..semoga updet slanjutnya dah nongol ya identitas belio :)
_Eka_

Anonymous said...

siapa laki2 yang bersama shiori itu.. ... penasaran bgd,,lanjuddd plisss..

--chhuby--

Fagustina on 13 July 2011 at 13:06 said...

heuheuheu kasian Masumi pedih bgt hatinya T__T ckckcck Maya tega bener dikau...

weleh2 ternyata ini emang balas dendamnya Shiory yak kerjasama dg Si Sinchan ntu...

Klo ditilik dari judulnya, siapa yg akan mencari siapa gitu ? rasanya klo Maya yg ngilang bakalan mudah ditemuin ama Masumi scr py informan nah klo kebalikannya......

Thanks TYyyyyyyyyyyyyyyyy

Muri said...

Hayyyahhh!!Makin penasaran ajah! Aku sih yakin dari awal sawajiri jahat and kasih racun ke maya. Cuma gak nyangka aja klo dia kekasih gelapnya shiori (nebak dengan pede hehe..). Thanks for apdetnya ya ty..Please..jangan buat maya lari dari masumi.

Anonymous said...

Akhirnyaaaaa....shiori on-stage!!! Selama ini jadi aktor intelektual behind the scene..naga-naganya nih sekarang dia bakal mampu ngelakuin hal2 yang jauh lebih buruk dibandingkan kejadian dulu waktu foto pentas maya dirobek2. Kemarahan & sakit hati itu trigger/motivator yg lebih kuat dibanding kesedihan ( sotoooyyyyy.... ) *rini*

Anonymous said...

Masih tetep curiga sama yang namanya : sawajiri.....!!! *rini*

Resi said...

makin penasaraaaaaan.
Curiga yg bareng shiori itu sawajiri deh. Dasar wanita pendendam. Makin sebel deh sm shiori.

vie on 13 July 2011 at 15:44 said...

Nenek sihir satu itu harus disingkirin pake cr apa yach enaknya...kalau nanti cuma gak bs bicara kaya maya sekarang kok rasanya masih kurang bgtttttt. Ty, hukuman buat nenek sihir itu nanti lakukan seberat2nya.. Uh, geram abis sm si nenek satu itu

Anonymous said...

huaaa sulit ditebak alur ceritanya..
kombinasi cerita romantisme dan ditektif...
penasaran dibuatnya...
ditunggu lanjutannya

Anonymous said...

wahhh semakin seru saja tyy.
makin bnyk aj tersangka kaki tgnna si Shiori, selain sawajiri, masih ada si Pengacara juga, ato yang paling aku takutkan malah yg berbuat ini semua adalah Hijiri, soalna rada aneh waktu Hijiri cerita mengenai Shiori saat dia jemput Maya dr hotel di yokohama.
gimana ya pembalasan dari Masumi bwt Shiori???? harus kejam sekejam kejamna, yakin dech fans Tk yg laen pada setuju, ya kannnn?????
apdate lagi ya Ty, kami selalu setia menunggu walau nga sabar, he he he....

-Wienna-

Anonymous said...

ga tahan untuk ga baca lagiiii...
ini saatnya hijiri beraksi ala hercule poirot-nya agatha christie hahahhhhahahaaa
*imajinasi sendiri*

Maya Masumi ga pake kejar2an lagi kan ya ty...capee booo lari muluuuu hihihiii
-reita

Anonymous said...

dhe
Ty emang fenomenal,dr 'mencembungkan dan mencekungkan' sampe bikin orang menebak2 siapakan laki2 yg bersama shiori. Hehehehe
Setuju sama yg lain tuh,sekarang kesempatan maya tuk buktiin klu dia sdh menjadi wanita dewasa dan percaya diri. Kan kasian masuminya hiks...hiks...
Jd ngebayangin klu MM udah ketemu lg,pasti romantis kyaaak,ty jgn lama2 tuk pertemuan mereka y.
Dua jempol tuk ty q(^o^)p

orchid on 14 July 2011 at 09:00 said...

apa memang pria yang licik itu punya daya tarik sendiri, dulunya kan masumi itu licik ya? *kabur*

Anonymous said...

maya jangan menyerah dwonk,
seperti kata pak kuronuma
lebih baik aktrisnya bisu tp bisa akting
banding punya suara tp ga bisa akting

-mia-

Anonymous said...

wahhh Ty, entah kenapa tetep aja merasa kurang banyk apdatenna....
jgn lama2 ya Ty untuk kasi kesembuhan bagi Maya, Maya yg kita kenal tidak akn mudah menyerah.
MM kan bisa saling menyemangati, berdua melalui masalah dan akhirna happy ending dech..... ngarep banget.....

-wienna-

-sinta- said...

Ty darliiing......kereen deeewh ceritanyuaaah.....Maya jangan rendah diri gituu doongs.....kacian Macumi udh nunggu bertahun2...buruan kawiiin keburu ------- tar Macuminya.....udh berapa th jadinya disini 34?lebih toku dari laki gw....XD

sinta said...

lanjuutkaan Tyyyyy....ku selalu setia menungguh.....

sinta said...

Tyyyyyy.....tambaaaaaahhhh dooongs.....ketagihan FFY....baca lagi ah....

Anonymous said...

ty yang baik, thanks apdetannya
hepi ending ya ty
kasian udah ampir 8 tahun kok ga merit2 hehhee..

-mia-

Anonymous said...

Gosh!!! Keras kepala & minder-nya maya kapan ilangnya sichhhhhh?!?! Seneng banget ya nyiksa diri sendiri :( Udah tau gak bakal bisa hidup tanpa masumi, masih aja keras kepala buat kabur. Hadooohhhhh.....!!! Kali ini masumi harus lebih pinter cari cara supaya maya gak bisa kabur. Harus pokoknya! ( maksaaaaaaaaa....!!! ) *rini*

Anonymous said...

Huuuaaaaaaaaa knapa blakangnyaaa maya msh mikir gt di hatinyaaaa???

(-̩̩̩-͡ ̗--̩̩̩͡ )

Ga boleh pergi yaaaa mayanya ty.. Happy ending Hĭќ§..:(:'(.. hĭќ§..:(:'(.. hĭќ§..:(:'(..

-reita

ivoneyolanda on 14 July 2011 at 19:35 said...

Hemmmm pertanyaanku TY, kalo Maya sama MH sampe "kejadian" bukannya malah Maya gak bisa lepas dari MH ya...kok malah mau nyerahin diri terus minta putus??? dasar Maya..... Keras Kepala banget sih......apa dia gak bisa liat gimana tulusnya Mh, dah bilang Maya eh klo dia gak mau, MH suruh ke rumah ku aja aku tampung dengan tangan terbuka kok :)

Masih belom ketauan juga siapa cowok yg sama shiori ya....Semakin penasaran....

Anonymous said...

Maya begok.

Anonymous said...

kok g gkbs bukaaaa ni tyy ke\napa lageee ni blog lo sentimen bangeet si ama g
anita f4evermania

Anonymous said...

Another idea...!!! Lebih baik maya jangan dibawa pulang ke apartemennya deh! Apalagi ditinggal sendiri disana. Mendingan masumi bawa maya ke rumahnya aja deh...tinggal di kediaman Hayami seperti dulu itu..waktu maya lagi down setelah ibunya meninggal. Kalo di rumah masumi, kemungkinan maya kabur kan pasti lebih kecil. Iya gak ?!? Hayyooo donkkkk masumiiiiiiii....mikiiirrrr...!!! ( kok gua yang semangat 45 yach?! )

Fagustina on 14 July 2011 at 21:18 said...

Makasih ya Tyyyy,

Loh ko Maya merasa sangat bersalah dan jadi penyebab pentas BM terhenti....lha jelas2 kan dia keracunan, emangnya ga dikasih tau dokternya yak...bingung.com

btw hampir "kejadian" tuh ckckcck Maya segitu niatnyakah mo ninggalin Masumi....*geplak Maya*

Resi said...

aaaaaaaargh makin penasaraaaaan.
sebeeel sm maya, tu minder ga ilang2 sih neng. hadeeeeeeeh......
Tyyyyyyyy, apdetnya jgn lama2 yaaaa......

Ty SakuMoto on 15 July 2011 at 02:25 said...

@FLORENCE : U read my mind girl XD
iyya benar, jadi ditunggu sajah ya selanjutnya :)

@ALL:
wiiiyy darlings semua... makasih ya sudah pada semangat memberi komen, udah aku bacain semua dari yang pendeeek ampe yang panjaaaangg ada yang tebakan2 ceritanya jauuuuh melenceng ada yang mendekati XDD
hahaha kalo menurut kalian ceritanya seru, menurut aku mah komen2 kalian yg seru XDD

Tapi jangan kuatir ya, seperti udah pernah (dan berkali2) kubilang. FFY ini ceritanya udah fix dari awal sampe akhir, jadi ngga usah kuatir ini akan menjadi kisah yg tak berujung :)

emang sih penceritaan aku alurnya rada lambat, aku jg nyadar, tapi buat ffy ini, emang gaya berceritanya aku kaya begini, ngga bisa dipaksain takut makin berantakan >.< jadi bersabar ya Darlings semua, terima kasih udah baca sampai sejauh ini, dan selanjutnya, seperti yg udah diteriakin si Avril berkali-kali di backsound, keep holding on, alias bertahanlah sampe akhir ya, aku juga pengen banget ini cerita cepet tamat sebenernya XDD

Makasih Minna <3<3

AnDr@ on 15 July 2011 at 03:16 said...

Ty a makasih update lagi... MH,,, suruh aja Hijiri jagain tuch Maya biar dari jauh jgn ampe minggat....maya bego disayang kok ga mau...dasar kepala batu

Anonymous said...

bagus kok ty, alur sperti ini, jd kesannya tdk terburu2 untuk di selesaikan
biar tambah penasaran
stuju banget sm @florence stay di tempt MH aja for now and forever hehehe..

-mia-

Anonymous said...

meskipun judulnya FFY tapi tolonglah maya-nya jangan ngilang gitu....belum2 aku dah ga tahan ngebayangin masumi menderita kaya waktu maya ke perancis, trus maya nya jgn keras kepala, jdin maya wanita yg penuh percaya diri yg layak dampingi masumi, biar shiori si nenek sihir mati kutu krn kejahatannya ga buat MM bubar....btw makasih apdetannya Ty....FFY-mu membuat idupku ga tenang, penasaran mlulu XDD - khalida -

Muree on 15 July 2011 at 08:35 said...

Setuju deh sama florence. Kalau perlu Masumi nikahin maya,gak usah pake pesta2 dl, yang penting sah..Trus maya tuh gak mikir apa yaaaaa kalo dia kabur justru masumi malah khawatir,makin dingin sama orang lain,makin kurus,...malah lebih ngrepotin kan..

Hrrrhrrrhrrhhhhrrr gemez ma maya

Muree on 15 July 2011 at 08:44 said...

Setuju sama Florence!! Kalau perlu masumi nikahin maya cepet2. Gak usah pake pesta2 dulu deh.
Trus maya tuh yaaaaaaa....kenapa nggak mikir sih kalo dia kabur masumi malah repot mikirin maya,khawatirin maya...


Grrhgggrhhh....kesel sama maya!!!

Ratna on 15 July 2011 at 09:09 said...

.........Sebenernya mereka berdua pasangan yang bener2 serasi......sama2 keras kepala...wahahaha....kalo maya bersikeras untuk meninggalkan Masumi, Masumi pasti akan lebih keras kepala lagi untuk tidak membiarkan Maya pergi meninggalkannya....Masumi!!! Ayo keluarkan semua tipu dayamu untuk menjerat Maya agar tetap bertahan disisimu, Masa' kalah ma Maya dalam hal tipu menipu, hihihihihi.... *lebay.com*

Anonymous said...

ha,ha,ha... betul kata ty, komen-komennya ngga kalah seru dan malahan lebih lucu dari ceritanya.

Unknown on 15 July 2011 at 12:07 said...

Tyyyy.....aduuh...mudah2an si Maya n masumi bersatuuuh hayuuuh mengungkap siapa pelakunya trus bales dendaam gituuuh...seru kan...jng tinggalkan masumi...hiks...masumi buat aku ajaa

Unknown on 15 July 2011 at 12:09 said...

Mayaaa ayoo bangkit bersama Macumi mengungkap siapa pelakunya....balaskan dendammmuuuuh.....biar mampuy tuh si nenek jambul

Anonymous said...

Duuuhhh...lagi2 MM in trouble ...hiks...
And, cowok selingkuhan Shiori siapa Ty????
Jangan2 Sawajiri ya?? Trus suami Shiori kok gak dikenalin ke kita2 ??
Banyak banget tanda " ???? " diFFY 6, bikin makin penasaran...
Ayo Ty, lanjuuuuttt....


*Theresia*

Anonymous said...

ty...
bagussssss!!!!!!! makin penasaran siapa laki2 yg sekongkol ama shiomay...
maya jgn menyerah dunk.... kasian masumi kaya ngemis2 cinta maya :( kalo mau ninggalin masumi, kita2 siap menampung kog,wkwkwkwk :p

-mn-

Lina Maria on 15 July 2011 at 19:37 said...

Arghhhhhhhhhhhhhhh............ T-meooo...... tambahhhhh bukkkkk... kyaaaaaaaaaaaaaaa, pinginnya aku nyubitin si Shiomay itu... grrrrrr

Anonymous said...

waduh, gawat, jgn smp BM jatuh ke tangan shiomay
jangan bikin penasaran donk ty
kok MH dah taw maya kabur tp di biarin ajah hiks hiks..
cepetan apdet yg banyak ya sista

-mia-

Anonymous said...

tyyy... tolong dong bikin ending yang paling buruk buat shiori, ibarat udah jatoh kepentok meja, ketimpa tangga, ketiban kaleng dan kesiram cat trus keijek orang. pleaseee... ya? ya? ya???
-nadine-

Anonymous said...

Bener kan...?!?! Si sawajiri...!!!! Dari awal emang udah curiga sama orang 1 itu...!!! Heran dech, kok masumi & hijiri bisa kecolongan sich?!? *rini*

ivoneyolanda on 15 July 2011 at 20:17 said...

ternyata selingkuhan si siomay itu sawajiri.......
Berani2nya sawajiri mau ngerubah hak pementasan BM untuk si siomay, gak reeeeellllllaaaa

Untung Masumi dah sempet bilang Hijiri buat ngawasin Maya..... (Iya gak TY?) buktinya MH gak kaget tuh waktu dikabarin rei klo maya ngilang...

Mungkin nanti abis dijemput MH maya baru disuruh tinggal dirumah hayami kali ya.........:)

Mudah2an pengacaranya Maya curiga n gak main percaya aja sama surat kuasa yg nanti dikasih sawajiri ya......

TY..........kuranggggg :)

Anonymous said...

Kok pikiranku sama ya sama ivone? Reaksinya masumi tenang aja waktu dpt kabar dari Rei plus ... instruksi masumi buat hijiri ... what kind of instruction?!? Hm...hm...hm... Hanya ada 2 kategori umum instruksi masumi buat hijiri : bisnis daito & maya. Hmmm.....

Fagustina on 15 July 2011 at 20:38 said...

dikiiiiiiiiiittt amat, btw makasih Ty

*Gampar Shiomay+Shinchan*...>0< ggrrrrrrrrrrrrr

ttp yg bikin penasaran ntu sikap Masumi waktu dikasih tau Rei, klo Maya hilang....

tau ah bingung mo komen apalagi nunggu apdetan lanjutan dah

Anonymous said...

grrrrrr ini kok blognya ty sentimeeen yaaa g gkbs buka updetan melulu
anita f4evermania

Mrs.J (Muria Hasni) on 15 July 2011 at 22:38 said...

ty... yg ngeracunin maya pasti menejernya yak???????????

dina ( I ♥ Topeng kaca ) on 15 July 2011 at 22:55 said...

jadi baca nie ....Ty kalo mimpi buruk berarti gara gara dikau ....ai shiori disini lebih kejam daripada ceritaku .......TY Update lagi ya besok ....T.T

Resi said...

sudah kuduga, sawajiri itu memang mencurigakan.
tp hubungan sawajiri ma shiomay tu apaan ty? mantan pacar y, atau mantan pembantunya xixixi...
menyebalkan mereka berdua, pasangan yg serasi.

Masumiiiii, sabar y sayaaang..... kl maya pergi kan masih ada aku yg sll setia menanti.
Depresi .com greget ma maya chan hhhhhhhhhhhhh..............

Anonymous said...

holaaa gimanaaa niiii masa gkbisa bukaa updetan jugaa
somebody plis help meee T__T
anita f4evermania

Anonymous said...

Tyyyyy...wadaawwww kereeennn alur cerita lo hehhehehe...tenang ty,ga terlalu lambat kok,kalo cpt2 malah ga seru hahhahahahaaa...cuma Uϑªh penasaran aja versi nikahnya sii...wakakaa..

Anyway berarti pelakunya sawajiri ya?hajaarrrrr!!!Uϑªh maya dijemput n dikurung di rumah hayami aja,biar sembuhnya ditemenin babe eisuke pasti cpt sembuh d!kan kompak kocak tuw berdua wakakakakkaaa... -reita

Fagustina on 16 July 2011 at 09:09 said...

hmhm....baca komen mba DEsi Setyani di fftk bisa aja n ada kemungkinan yg sekongkol sm shiomay si Hino....??? secara dia pengacara jadi bisa ajah ngubah tuh surat...

baru inget si Hino ntu kan suka sm wanita yg lebih tua/dewasa....

nah loh sementara yg rekomendasiin Hino ntu Hijiri...ko bisa lengah.......

Muri said...

Oh..oh..tidak..jangan hak pementasan bidadari merah sampai jatuh ke tangan shiori. Ini sih udah pasti sawajiri jahat n selingkuhan si jambul. HUUUh!!! Ty..kau meremas-remas jantung ku deh. Kesel sebel penasaran....Tambaaaaahhhhhh!!!!

fad said...

karma shiori yg kejam.."TIDAK BISA HAMIL" rasainnn..Ayo di update trs Ty..bisa2nya Masumi percaya seutuhnya sama Sawajiri..

orchid on 16 July 2011 at 23:49 said...

Hm, pria itu barangkali hino, tapi klo bener hino, berarti dia bener2 hebat bs kelabui hijiri, ato hijiri sengaja mau menangkap basah shiori, salut ty, tajam, aktual dan terpercaya (wah kok lari keslogannya liputan 6) pokoknya renyah

Anonymous said...

wah Ty...dikau membuatku kejam...sudah dikasih jantung masih minta hati nih....tambah penasarana aja...siapa pria itu?sawajiri atau hino?sawajiri meyakinkan jadi tokoh jahatnya abis tingkahnya menyebalkan,tp kalo di cerita2 detektif biasanya kebalikannya orang yg tak terduga yg jd tokoh jahatnya...wah jd main tebak2an dech

Ratna on 18 July 2011 at 12:07 said...

Sawajiri??? Hino??? Kalo Sawajiri bad person-nya, ada kemungkinan hak pementasan bidadari merah masih bisa diselamatkan oleh Hino, tapi kalo justru Hino yang menjadi bad person.... Help!!! Help!!! Help Tyyyy....Bagaimana cara Masumi mengembalikan hak pementasan bidadari merah kepada Maya ???? Lalu apa yang akan dilakukan Masumi selanjutnya untuk mengembalikan kepercayaan diri Maya??? Dan peristiwa apakah yang dapat mengembalikan kepercayaan diri Maya sehingga dia mampu kembali menapaki dunia akting dan kembali kesisi Masumi????....Selanjutnya...setelah pesan2 berikut ini.... :)

Anonymous said...

wah Ty, sebentar lagi kayakna bakal mulai deh chapter Masumi yang dingin dan kejam dimulai. Masumi pst nga akn rela hak BM jatuh ditangan shiori, and dia pst lsg ngeh kalo Shiori dalang kejahatan pada Maya...
bersiaplah Shiori dan kekasih gelapnya( hino???? ato Sawajiri????)mendapatkan pembalasan Masumi, pst akan dibuat "mati segan hidup pun tak mau"
kami menunggu apdatetan langsung dari TeKaPe ya Tyyy....

Wienna

Theresia on 19 July 2011 at 13:03 said...

Wah...Hino muncul lg???? N kandidat selingkuhan Shiori?????
ckckckck.......semakin diluar dugaan.... (soalnya kukira kandidat selingkuhan Shiori cm Sawajiri hehehe....)
Ayo Ty, lanjuuutt..... jangan lama2 buat kita penasaran ;)

Post a Comment

Silahkan kritik, saran, sapa dan salamnya... :)

 

An Eternal Rainbow Copyright © 2011 Design by Ipietoon Blogger Template | web hosting