Sunday 21 August 2011

Fanfic TK: Love Story Ch. 2

Posted by Ty SakuMoto at 12:10
Rating: 18+


Love Story Ch. 2
(by. Riema)


 

            Felix menyingkirkan anak rambut dari kening Mizuki. Tersenyum sendiri
            ‘Tidak berubah. Dari dulu senang sekali berponi. Syukurlah, karena poni ini aku langsung mengenalimu di kantor Masumi’ Ditatapnya wajah tidur Mizuki. Masih ada sisa-sisa air mata di sana.
            ‘Ternyata aku telah membuatmu sesedih itu. Ternyata aku sendirilah yang membuat senyuman itu hilang dari wajahmu Mizu. Benar-benar kesal.....’ Felix mengeratkan pelukannya lagi. Rasa lelahnya akibat perjalanan jauh sudah tak dirasanya. Ingin dimanfaatkan waktu singkatnya untuk melepas rindunya selama bertahun-tahun pada wanita dalam pelukannya itu.
            ‘Aku rindu Mizu cengeng yang suka menangis sambil tertawa. Aku sungguh merindukanmu Mizu.....’ diciumnya bibir Mizuki selembut mungkin. Lama. Pria itu enggan melepaskan ciumannya. Dalam waktu sekejap itu, malah terbayang kenangan masa kanak-kanak mereka.
            ‘Ahh... Mizu. Selamanya aku ini adalah manusia optimis. Dan aku meyakini tangan takdir telah mengatur pertemuan kita kembali. Maka aku akan meyakinkanmu juga. Bahwa kita, memang seharusnya bersama.’


Saat Mizuki terbangun. Dia mendapati dirinya di tempat tidurnya sendiri. Dan terdengar suara berisik dari arah dapur.
            ’Ukh’ Mizuki turun dari tempat tidur
            ’Fe?’ Ditatapnya Felix yang tengah memunggunginya
            ’Hai! Morning! Aku membangunkanmu ya?’ Felix menoleh sekilas, meresapi panggilan kecilnya keluar dari mulut Mizuki
            ’Tidak. Sedang apa?’ Mizuki masih terpaku di ambang pintu
            ’Aku sedang membuat sup krim. Maaf ya aku membongkar dapurmu semauku’ Mizuki nyaris tertawa melihat Felix menggunakan apron dan memegang sendok kayu.
            ’tidak apa-apa. Maaf. Tadi malam aku, tertidur......’Kata-katanya mengambang di udara. Ragu karena malu
            ’Maaf? Seperti kau sudah berbuat salah saja.’ Felix melirik oven
            ’Bisa tolong aku? Sepertinya rotinya sudah kering’ Mizuki menghampiri
            ’Bagiku itu jelas suatu kesalahan. Memperlihatkan kelemahanku seperti itu’ Mizuki mengeluarkan roti dari dalam oven, aromanya menyeruak ke seantero dapur
            ’Yah. Sering-sering saja berbuat salah. Aku akan sangat menikmatinya’ Felix tersenyum miring, melirik Mizuki.
            ’Maumu....’
            ’Ya. Mauku’ Felix mengaduk krim bawang putih
            ’Kekanak-kanakan!’ Ujar Mizuki seketus mungkin
            ’Seandainya kita tetap menjadi anak-anak’
            ’Huh!’ Mizuki cemberut lalu menggerutu tidak jelas
            ’Hmm’ Felix mengabaikan gerutuan Mizuki sambil Menyenandungkan irama twinkle twinkle little star ’Tolong’ Felix menyorongkan mangkuk krim ke depan MIzuki dan beralih ke panci sup
            ’Masih suka lagu itu rupanya’ Mizuki mengolesi roti
            ’Satu-satunya lagu kenangan kita. Kau kan hanya bisa menyanyi lagu itu. Maksudku, suaramu tidak cukup bagus untuk menyanyikan lagu lain kan?’ Mizuki mendelik
            ’Tapi biar seaneh apapun. Aku tetap suka suaramu’ Felix mengangkat bahu
TRAK
Mizuki membanting pisau roti
            ’Lakukan saja sendiri. Aku mau mandi’ Mizuki berbalik. Felix terkekeh
            ’Sebaiknya begitu. Aromamu yang kurang sedap merusak masakanku’ Felix masih menekuri supnya
            ’Bodoh!’ Mizuki melempar serbet yang masih dipegangnya, tepat mengenai kepala pria itu dan tersangkut di sana
            ’Ups. Sorry! Accident’ Mizuki terkikik
            ’Ha ha. Seharusnya kau tahu aku selalu meng-creambath rambutku’ Felix menarik serbet dari rambutnya
            ’What? Menggelikan’ Mizuki yang tengah melangkah keluar tertahan
            ’Aku kan pria idaman wanita. Tidak mungkin aku membuat diriku tampak berantakan di depan para wanita’
            ’Yakh! Rasanya aku mau muntah!’
            ’Hm. Mungkin kau masuk angin’ Felix mematikan kompor dan menyisir rambutnya dengan jari
            ’Kau ini. Benar-benar ya.... mengesalkan’ Mizuki berjalan cepat meninggalkan dapur
            ’Ngh. That`s my Mizu! Rasa kesal itu hal yang bagus. Positif’ Felix mengangguk sendiri
‘Hemm. Smell`s good!’ dengan telaten, pria tampan itu menyiapkan hidangan di meja makan kecil di dapur mini tersebut. Sambil tetap bersenandung.


‘Kau pergi kerja hari ini?’ Felix menatap Mizuki yang telah memakai stelan pakaian kerja
’Tentu saja. Inikan hari Senin’
’Bisa tidak kau absen dulu hari ini?’ Felix menarik kursi untuk Mizuki
’Untuk apa?’ Mizuki meletakan beberapa potong garlic bread ke piringnya
’Kau kan sedang ada tamu. Enak tidak?’ Mizuki mengangguk
’Tamu?’ Felix menunjuk hidungnya
’Kau tidak menganggap aku ada?’
’Aku harap, saat aku pulang kau sudah tidak ada’ Mizuki menunduk, mengaduk supnya
’Hm. Tak ada ampun ya....’
’Felix..... jangan memaksaku’
‘Tidak. Aku pasti akan pergi. Aku hanya ingin menghabiskan waktu bersamamu sebelumnya. Apa itu berlebihan?’
‘Ng. Tapi aku banyak kerjaan Fe’
‘Aku akan menelpon Masumi kalau begitu’
’Jangan coba-coba kau’
’Why not?’
‘Jangan melibatkan Pak Masumi bisa tidak sih?’
’Tidak’
’Felix?’
’Mizu?’
’Aku tidak akan memaafkanmu kalau kau sampai menelpon bosku’
’Ok. Ok. Tidak usah merengut begitu. Aku tidak akan menelponnya. Makanlah yang banyak. Kau sangat kurus’
’Aku tidak kurus.’ Mizuki memandang tubuhnya sendiri
’Ya kau kurus!’
’Felix? Kenapa kau selalu mengurusi hal-hal yang tidak penting sih?’
’Memang kenapa? Apa ada hal penting yang ingin kau bicarakan denganku?’ Mata birunya menatap Mizuki lekat-lekat
’Tidak’ Mizuki melengos
’Ya sudah kalu begitu. Tak usah mengurusi apa yang aku urusi. Karena bagiku, segala sesuatu tentangmu, itu hal yang penting’
’Rayuan lagi?’
’Yeah’ Felix mendengus
’Marah?’ Felix mengangkat bahu
’Itu kenyataan kan? Sebelum kau tiba disini waktu itu. Datamu sudah sampai di meja Pak Masumi lebih dulu. Lumayan lengkap’
’Hm. Dan kau menilai kepribadianku dari situ?’
’Apa itu tidak benar? Apa kau tidak gemar gonta-ganti pacar?’ Ujar Mizuki sinis. Felix hanya tersenyum, mengangguk-anggukan kepala sambil tetap menatap wanita di hadapannya.
’Begitulah aku’ Felix memalingkan wajah. Meminum jus jeruknya.
’Dan kau katakan kau terus mencariku? Huh!’ Mizuki minum sedikit lalu menggeser kursinya dengan suara keras
’Memang begitu’
’Jangan bicara omong kosong lagi Fe. Aku pergi!’
’Baik. Hati-hati’ Felix mengiringi Mizuki ke depan pintu
’Aku tidak ingin melihatmu saat pulang nanti!’
’Tidak akan. Daah ’ Felix memandangi Mizuki sampai masuk ke lift. Dan masih sempat melambaikan tangan sebelum pintunya tertutup.
Didalam lift, Mizuki menghembuskan nafas berat
’Si brengsek itu! Enak saja bilang merindukanku sementara bermain dengan banyak wanita. Sedang aku menyiksa diri seperti orang gila merindukannya. Kesia-siaan. Mengesalkan!’

***

Kediaman Hayami:

Maya, Masumi dan Eisuke tengah menikmati sarapan pagi sambil ngobrol ringan. Eisuke baru saja mengungkapkan keberatannya tentang keinginan Masumi untuk keluar dari rumah besar Hayami
’Apa kau tega meninggalkan aku sendiri Maya?’ Eisuke menatap menantu mungilnya
’Tentu tidak ayah. Hanya saja, aku khawatir ayah terganggu dengan kehadiranku’
’Mana mungkin begitu? Justru aku senang sekali ada kau. Kau kan tidak selalu keluar rumah. Paling tidak, saat si dingin itu tidak ada. Ada kau yang menemaniku ngobrol’
’Yah, sebenarnya aku sudah mengatakannya pada Masumi. Tapi.....’ Maya melirik suaminya
’Appa? Kapan kau.........ah’ Masumi menggeleng
’Baiklah ayah. Berhentilah merengek. Kami akan tetap tinggal di sini.  Setidaknya sampai ayah bersedia ditinggal’ Maya dan Eisuke tersenyum
’Terima kasih sayang’ Maya mengusap punggung tangan Masumi. Dia memang tidak suka membayangkan ayah mertuanya tinggal sendiri. Karena selama ini, sedikitpun dia tidak pernah merasakan kekejaman Eisuke. Hanya cerita dari para pembantu, dan sedikit sekali dari suaminya.
’Bagaimana manajer barumu Maya. Kau cocok dengannya?’ Masumi mengalihkan pembicaraan
’Sejauh ini, kurasa dia cukup bagus. Aku senang bekeja dengannya. Dia pintar memilah pekerjaan. Aku senang dengan pilihannya’
’Baguslah. Aku senang mendengarnya’
’Manajer baru? Kenapa kau tidak biarkan Mizuki tetap menjadi manajer Maya Masumi? Kan akan lebih baik’ kata Eisuke setengah menghardik
’Tidak bisa ayah. Aku butuh Mizuki. Lagipula, Maya sudah menjadi istriku. Dengan menyandang namaku saja, itu sudah menjaganya kan?’ Maya menjulurkan lidah, Masumi tertawa
’Dasar sombong. Bukannya justru orang yang menyandang nama Hayami itu selalu diincar bahaya?’
’Tenanglah ayah. Aku percaya, Masumi akan selalu menjagaku’ Maya menoleh, tersenyum
’Tentu saja. Lagipula, manajer yang aku pilihkan bukanlah sembarangan. Dia memang masih muda, hanya beberapa tahun lebih tua dari Maya. Tapi dia sudah terbukti kompeten.’
’Betul ayah. Dia itu sangat hebat. Menyenangkan bergaul dengan dia’ Imbuh Maya.
’Baiklah. Kalau memang menurut kalian begitu. Aku hanya tidak mau karirmu terhambat hanya karena manajer yang tidak becus. Sementara suamimu terlalu pelit untuk menempatkan orang terbaiknya di sisimu’ Eisuke mendelik
’Oh. Ayah terlalu berlebihan’ Masumi memutar bola matanya, Maya tertawa. Senang rasanya memiliki keluarga yang sesungguhnya.

***
            Koji tergesa keluar dari ruangan pertemuan hingga tak sempat mengetahui, dari sebalah kanan lorong seseorang juga tengah berjalan terburu. Hingga mereka bertabrakan
            ’ADUH !!’ Keduanya teriak bersamaan
            ’Ups.. Maaf’ Koji berjongkok memunguti kertas bawaan orang yang di tabraknya yang berjatuhan
            ’Yah. Aku juga salah. Tidak melihat jalan’ gadis berambut pendek itu berlutut, meraih kertasnya yang tercecer agak jauh
            ’Sudah semua?’ Koji berdiri, melihat sekitar
            ’Sepertinya begitu. Terima kasih’ Gadis itu menepuk lututnya sebelum berdiri
            ’Hai! Kenalkan. Aku Kaori. Shinohara Kaori’ Kaori mengulurkan tangan, tersenyum lebar
            ’Eh? Koji. Yuu SakuraKoji. Panggil saja aku Koji’
            ’Baiklah Koji. Sampai nanti’ Gadis itu melambai, sambil tetap menyunggingkan senyum lebarnya. Lalu berjalan meninggalkan Koji. Cara jalannya yang melompat-lompat membuat Koji tertawa
            ’Ada-ada saja’ Pemuda itu menggeleng. Lalu berjalan ke arah lift.
            ‘Eh. Hai Maya’ Koji tersenyum melihat Maya sudah ada di dalam lift
            ‘Halo Koji. Mau kemana?’ Maya bersikap seramah mungkin. Meski setiap bertemu dengan pemuda itu, masih selalu ada sedikit rasa bersalah di hatinya. Terlebih sampai saat ini, Koji masih saja sendiri. Tak digubrisnya perhatian dari artis-artis muda yang dengan terang-terangan menaruh hati padanya.
            ’Ke ruangan Pak Masumi?’
            ’Oya? Kita pergi bersama kalau begitu. Bagaimana kabarmu?’
            ’Baik. Beginilah. Masih sibuk mengejar ketinggalanku’
            ’Ketinggalan?’
            ’Yah. Aku tetap masih berharap aktingku bisa menyamaimu. Tapi sepertinya masih jauh ya’ Koji terkekeh
            ’Ah. Aku tidak seperti itu. Kau sudah sangat hebat. Siapa yang tidak mengakui kemampuan aktingmu?’
            ’Entahlah. Aku belum merasa puas’
            ’Memang sebaiknya kita tidak pernah puas akan kemampuan kita bukan. Tapi kita juga sebaiknya tidak merendahkan diri sendiri’
            ’Hmm. Begitulah’
            ’Itukah sebabnya kau tidak menjalin hubungan dengan siapapun? Karena terlalu fokus berakting?’ Maya menatap Koji. Pemuda itu terdiam beberapa saat
            ’Mungkin saja. Atau mungkin tidak. Aku hanya belum menemukannya’ Koji menjawab pelan
            ’Aku sungguh berharap kau segera menemukannya. Itu akan sangat membuatku bahagia’ Maya tertunduk
           ’Tentu saja Maya. Jangan terlalu dipikirkan. Aku senang kok menjalani hidupku sekarang ini.’ Koji tersenyum. Lalu lift berdenting dan pintunya terbuka. Mereka berjalan beriringan

            ’Selamat siang Mizuki’
            ’Siang Maya. Koji’ Mizuki sedikit tersentak melihat Maya masuk bersama Koji
            ’Pak Masumi sudah menunggu di dalam Koji. Silakan masuk’
            ’Baiklah. Terima kasih. Aku masuk dulu Maya’ Koji masuk ke ruangan Masumi, Maya bersandar ke meja Mizuki.
            ’Janji makan siang Maya?’
            ’Hm. Ya. Ikutlah bersama kami Mizuki’
            ’Ah tidak. Aku masih banyak pekerjaan’
            ’Jangan terlalu banyak bekerja Mizuki’
            ’Ah. Kau seperti tidak tahu saja tabiat bosku’ Mizuki tersenyum
            ’Yah. Dia memang senang sekali menyiksa pegawai. Harus kuapakan orang itu?’ Maya berkacak pinggang, lalu tertawa
            ’Kau sudah cukup melakukan perubahan ekstrim kok. Lihatlah Pak Masumi seperti apa sekarang. Karena sudah mengenal kebahagiaan, sekarang dia sangat jauh lebih baik’
            ’Yah. Aku harap kaupun bisa seperti suamiku’
            ’Maksudmu?’
            ’Menemukan seseorang, lalu bahagia’ Maya menatap Mizuki
            ’Aneh. sepertinya kau dan suamimu bekerjasama untuk terus mendesak aku mencari pasangan. Kalian ingin segera mengusirku rupanya’
            ’Mizuki? Masa begitu?’
            ’Yah. Hanya melihat gelagat saja. Tapi sepertinya aku tahu siapa yang mungkin terlibat di balik semua urusan ini’ Maya tertawa
            ’Siapa yang memintamu melakukan ini?’
            ’Siapa?’
            ’Maya?’ Mizuki melotot. Maya masih tersenyum
            ’Sudahlah kalau tidak mau bicara. Tapi sebaiknya tidak usah terlalu mendengarkan omongan orang itu. Dan tidak usah repot-repot menjadi comblang segala. Kalian kan sangat sibuk. Jika ada waktu senggang, sebaiknya kalian pergi berbulan madu saja’ Kata Mizuki datar. Dalam hati bertanya-tanya. Apa saja yang dikatakan Felix pada Maya dan Masumi.
            ’Yah. Kami tentu akan pergi bulan madu dengan tenang seandainya aku meninggalkanmu dalam keadaan bahagia’
            ’Maya? Ada apa denganmu? Memangnya selama ini aku kelihatan sedih? Aku jadi tak habis fikir, apa sih yang sudah kau dengar tentang aku?’
            ’Kau memang tidak terlihat sedih Mizuki. Tapisejujurnya,  aku tidak pernah melihatmu bahagia’
            ’Terima kasih sudah memikirkan aku. Tapi aku cukup bahagia seperti ini’
            ’Ng. Seandainya saja aku bisa melihatmu sangat bahagia. Pasti menyenangkan. Aku masuk dulu ya!’ Melihat Koji keluar ruangan, Maya berbalik meninggalkan Mizuki yang masih terpaku di tempatnya.
***
             
’Mizuki, tidak keluar makan siang?’
’Iya Chie, sebentar lagi’
‘Keluar yuk. Bukankah Pak Masumi sudah keluar sejak tadi? Apalagi bersama isterinya, pasti lama’
‘Maaf. Sebenarnya aku sedang enggan makan Chie’
’Kau ini. Kalau begitu aku duluan ya?’
‘Hm- em’ Mizuki mengangguk, masih terdiam di tempatnya
‘Apa kau sudah pergi Fe?’ Mizuki melirik jam tangannya, menduga-duga.
‘Harusnya aku tidak perlu sekejam itu ya. Paling tidak aku kan bisa mengantarnya ke bandara. Menempuh perjalanan sejauh itu..........’ Mizuki melipat dua tangannya di meja dan menumpukan dagunya di situ
‘Apa mungkin dia masih di rumah? Bukankah dia masih sakit?’ Matanya melirik pesawat telepon, terbersit niat untuk menelepon ke rumahnya.
’Ngh.... Pusing’ Wajahnya tertekuk ke di meja
’Seharusnya. Aku masih bisa menerimanya walau hanya sebatas teman’ Mizuki merenung, masih bicara pada dirinya sendiri.
’Ugh.....kalau memang aku membencinya, seharusnya aku tidak merasa bingung kan? Lantas kenapa aku masih saja memikirkan orang gila itu? Menyebalkan!’ Mizuki menegakkan badannya, saat itulah dilihatnya sebuah map di sudut mejanya. ’Apa ini?’ Diraihnya map hijau tersebut.
’Apa? Kok masih ada di sini?’ Mizuki menghembuskan nafas berat, menatap kertas di tangannya. Sebuah proposal dari bagian produksi yang seharusnya sudah di teruskan ke bagian finance, agar dananya dapat segera dicairkan.
’Mizuki! Apa yang sudah kamu lakukan? Bisa-bisanya ceroboh begini’ Mizuki menatap kolom tanda tangan Masumi Hayami yang masih kosong. Sementara tepat setelah makan siang  ini bagian produksi akan mengambil uangnya. Dan tepat seperti yang dikatakan rekannya tadi, Masumi kemungkinan akan terlambat kembali ke kantor. Mizuki meraih ponselnya dan menghubungi nomor Masumi
’Maaf Pak. Ada dokumen urgent yang harus Bapak tanda tangani.’ - ’Maaf Pak, saya lupa’ – ’Tentu saja saya bisa lupa, saya kan hanya manusia’ - ’Tidak bisa Pak. Ini sangat mendesak, harus sekarang’ - ’Baik, saya antar ke tempat Bapak. Bapak ada di mana?’ – ’Baik, saya ke sana sekarang. Terima kasih’ Mizuki menutup telepon dan meraih dokumen, lalu bergegas meninggalkan meja kerjanya

***

’Jadi kau benar-benar tidak tahu Mizuki itu seperti apa ya?’
’Ng. Aku mengenalnya sudah seperti itu. Aku tidak pernah membayangkan Mizuki sebagai sosok yang lain.’ Masumi menghirup kopinya
’Memangnya Mizuki itu dulunya seperti apa?’ Mata Maya membesar, penasaran
’Hm.  Seperti apa ya?’ Felix menerawang ’Pemberani, lucu, selalu tertawa. Tapi kalau sudah menyangkut ibunya dia jadi anak cengeng. Dan jadi pemarah kalau menyangkut ayahnya. Pokoknya dia tipe cewek yang sangat menyenangkan deh’
’Hah?’ Reaksi Maya dan Masumi  bersamaan ’Yang benar?’ Mata Maya berbinar, membayangkan Mizuki dalam gambaran Felix
’Kau bercanda kan?’ Masumi mengeryitkan alis
’Bercanda? Hhh...Aku tidak yakin bagaimana Mizuki sekarang, tapi itulah Mizu yang aku kenal. Aku benar-benar shock waktu bertemu Mizu versi baru ini. Ugh. Benar-benar menakutkan. Membuatku hipotermia dekat-dekat dia’ Felix menggeleng sambil tersenyum. Maya tertawa
’Kau dengar itu Masumi? Kau yakin bukan karenamu Mizuki berubah?’ Maya menoleh ke arah suaminya
’Aku?’
’Ya. Karena tertular sikap dinginmu?’
’Kau ini. Mizuki sudah menjadi sekretaris ayahku sejak masih remaja. Sejak masih kuliah aku rasa, aku tidak begitu memperhatikan. Hanya saja aku tahu, dia bisa dipercaya dan pekerja keras. Tipe yang sangat disukai ayahku’
’Yah. Sepertimu! Tak heran kalian cocok bekerjasama’ Felix memutar bola mata ’Kau tahu latar belakangnya? Dari mana dia berasal?’
’Mizuki itu orang yang diberikan ayahku. Aku tidak memilihnya sendiri. Maka aku tidak terlalu ambil pusing, aku yakin ayahku sudah melakukan bagian itu. Tapi setahuku dia berasal dari keluarga normal yang baik-baik saja. Kan?’ Masumi menatap Felix lurus-lurus
‘Aku tidak tahu keluarga mana yang kau maksud. Tapi ayahnya yang punya istri lain dan pemabuk jelas bukan tipe ayah dambaan anak-anak, lagipula dia meninggal beberapa tahun kemudian, sedang Ibunya sudah sakit-sakitan sejak aku datang ke Yamagata. Dan beliau meninggal tidak lama setelah aku meninggalkan Jepang. Saat itu umur kami tigabelas tahun. Aku tidak tahu apa yang terjadi pada Mizu kecil setelah itu. Setahuku, ayah dan ibunya tidak mempunyai saudara lagi.’ Pandangan mata Felix tampak keruh
’13 tahun? Lebih kecil dari pada aku dulu......’ Kata-kata Maya mengambang, Masumi meremas tangannya. Meski tak pernah lagi terluka, Masumi masih merasakan sedikit perih jika teringat kematian ibu mertuanya itu.’Tak kusangka seperti itu. Tapi Mizuki sama sekali tidak pernah terlihat menderita ya? Selalu tampak tegar’ Masumi menangguk menyetujui
’Tegar itu memang sudah sifatnya, tapi dia dulu tidak dingin seperti sekarang. Aku hanya ingin tahu, apa yang terjadi padanya setelah itu. Apa yang terjadi pada Mizu yang dulu?’
‘Sudah ada informasi?’ tanya Masumi sambil memainkan jemari Maya
‘Aku sudah menyuruh seseorang menyelidikinya. Yah aku tahu sedikit cerita tentang dia. Tapi aku ingin dengar dari mulutnya sendiri. Aku ingin dia yang bercerita padaku’
’Sudah coba menanyakan padanya?’ Maya tampak sangat tertarik
’Tentu. Tapi kau pikir dia mau menceritakannya padaku?’Felix mernyandarkan punggungnya
’Memang berapa lama kau tinggal di Yamagata?’ Dengan ibu jarinya, tanpa sadar Masumi menggosok punggung tangan Maya ’Kau pernah bilang tidak lama bukan?’
’5 tahun. Hanya lima tahun. Tapi 5 tahun yang sebentar itu, entah kenapa bisa begitu berkesan. Aku tidak bisa lupa. Padahal itu hanya masa kecil. Ya kan?’ Felix mengangkat sebelah alisnya, tersenyum. Menyindir dirinya sendiri.
’Lalu apa yang akan kau lakukan sekarang? Mau pulang ke Jerman hari ini juga?’
’Hm, entahlah’ Felix berpikir sejenak ’Bisakah aku meminjam Mizuki sebentar?’
’Sebentar?’
’yah. Hanya sepanjang sisa hari ini’
’Ini hari Senin Felix. Dia masih benyak kerjaan. Aku masih butuh dia’
’Masumi!?’ Maya mendelik ’Masa kau tidak bisa membiarkan Mizuki keluar selama setengah hari saja? Kau tidak kasihan pada Felix. Dia kan akan pulang hari ini?’
’Maya.....’
’Masumi........’ Maya melotot, menarik tangannya. Tapi pria itu menahannya.
‘Baik sayang....... demi kamu. Bukan untuk laki-laki ini. Seharusnya dia bisa berusaha sendiri, bukan dengan mengganggu schedule orang seenaknya’ Masumi melirik Felix yang terkekeh riang
‘Terima kasih Nyonya Hayami. Anda memang yang terbaik. Beruntunglah pria ini memiliki anda. Jika tidak, apa yang dia bisa?’ Felix tersenyum manis
‘Sama-sama. Saya akan senang sekali seandainya anda bisa membuat Mizuki bahagia’ Maya mengangguk, tersenyum.
‘Betapa ininnya aku membahagiakan dia. Tapi sepertinya, Mizu ini benar-benar keras kepala. Senang mempersulit keadaan. Ups, dia datang.’ Felix melipat tangannya di atas meja memperhatikan Mizuki berjalan memasuki restoran sambil celingukan mencari bosnya
’Mizuki!’ Maya melambai
’Pak Masumi.....’ Kata-kata Mizuki menggantung di udara, matanya membeliak jengkel melihat Felix disana
’Hai !’ Felix melambai sambil tersenyum lebar
’Ini berkasnya Pak. Tolong di tandatangani’ Diabaikannya tatapan Felix yang jenaka
’Makan sama-sama yuk?’ Felix yang bertanya
’Tidak usah, terima kasih. Saya masih harus kembali ke kantor’ Jawab Mizuki tanpa menoleh
’Ngh... Sayang sekali. Padahal aku sangat ingin menghabiskan waktu bersamamu sebelum pulang’
’Maaf sekali. Saya tidak bisa’
’Sudah?’ Masumi meletakkan penanya
’Sudah Pak, terima kasih. Saya permisi. Mari Maya, Pak Felix?’ Mizuki mengangguk
’O ya Mizuki?
‘Ya Pak? Ada yang lain?’
‘Agendaku hari ini, ada yang penting?’
’Tidak terlalu. Hanya meeting mingguan bersama para staff pukul tiga nanti’
’Sudah kau siapkan meeting notesnya?’
’Semua sudah saya siapkan. Tinggal di cek. Akan saya tambahkan kemudian jika masih ada kekurangan’
’Hmm. Bagus kalau begitu kau tidak perlu ke kantor lagi’
’Ha?’ kening Mizuki mengeryit bingung ’Maksud anda?’
’Ada orang yang sudah memintakan ijin pulang untukmu. Kau boleh pulang setengah hari’
’Tidak. Tidak. Saya tidak.......’ Mizuki melirik Felix yang tersenyum penuh kemenangan
’Masih banyak yang harus saya kerjakan Pak. Saya tidak bisa pulang sekarang’ Mizuki menahan jengkel
’Sudahlah Mizuki. Kau pulang saja. Aku tidak mau dia terus merongrongku. Suruh saja Kurihara menggantikanmu sementara, siapa tahu aku membutuhkan sesuatu’
’Maaf ya Mizuki, tapi sepertinya kau harus pergi dengan Felix hari ini. Memang kau tidak mau mengucapkan selamat tinggal padanya?’
’Maya..... sampai kaupun......’
’Sudahlah. Ayo, ku antar kau ke kantor!’ Felix bangkit dan memutari meja, lalu meraih pergelangan tangan Mizuki
’Felix? Apa-apaan sih?’
’Ayo pergi! Dah Masumi.... Dah Maya.....!’ Felix melambai sambil menyeret Mizuki bersamanya
‘Felix. Lepaskan aku!’ Mizuki meronta
’Atau?’ Felix mengerling ’ Sini kunci mobilmu!’
’Tidak.’ Mizuki bergeming
’Sini!’ tangan Felix bergerak cepat ke saku blazer Mizuki ’He...he..he... dapat’ di dorongnya Mizuki ke arah kursi penumpang
’Dasar rampok!’ wanita itu cemberut ’Setidaknya biarkan aku mengemudi sendiri’
’Tidak sadar ya! Kau itulah rampok! Semua isi hati dan kepalaku habis kau rampok. Tidak kau sisakan sedikitpun agar aku bisa berfikir jernih. Jangan salahkan aku atas apapun yang akan kulakukan padamu. Semua kan salahmu!’ Felix duduk di balik kemudi dan memasang safety belt ‘Perlu aku yang pasang?’ Dicondongkannya tubuhnya ke arah Mizuki
’Tidak!’ Sambil merengut Mizuki memasang safety beltnya
’Kau kan janji tidak akan menghubungi Masumi’
’Memang tidak. aku menghubungi Maya kok’ Jawaban Felix semakin membuat Mizuki kesal.

’Mobilmu lumayan......’ Felix mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi di antara kepadatan lalu lintas, punggungnya bersandar nyaman di jok.
’Daito itu dekat Felix. Kau tidak akan kehilangan banyak waktu hanya karena berkendara dengan kecepatan normal’
’Aku tahu. Aku hanya ingin secepatnya pergi bersamamu’
’Ah. Aku tidak tahu bagaimana caramu memengaruhi Maya dan Pak Masumi. Bisa-bisanya mereka berada di pihakmu’
’Pesonaku, tentu saja.’ Felix terkekeh, Mizuki mengerucutkan bibir. Tak urung diliriknya Felix, setelan jeans belel dan kemeja hitam yang di gulung di bawah sikunya tampak sangat pas di tubuh atletisnya. Siapapun pasti akan mengakui bahwa pria di sampingnya ini sangat memesona.
’Ugh...’ Mizuki menatap keluar jendela.


’Sudah sampai. Cepat selesaikan urusanmu. Dan tolong jangan mencari-cari alasan untuk mengulur waktu. Atau aku akan masuk dan menyeretmu keluar. Ok Babe?’
’Jangan panggil aku seperti itu! Menyebalkan !’ Mizuki keluar dan membanting pintu. Lalu segera masuk. Diselesaikan urusannya yang mendesak secepat mungkin, khawatir Felix menyusulnya. Setelah memberi beberapa penjelasan pada Chie Kurihara yang akan menggantikannya, Mizuki mengambil tasnya dan segera keluar.
Felix masih menunggu di mobilnya. Pintu pengemudi terbuka, kakinya yang panjang menjulur keluar.
’Sudah selesai? Ayo pergi’ Felix bergegas membuka pintu untuk Mizuki dan kembali ke kursinya
’Mau kemana memangnya?’
’Entahlah. Aku tidak tahu masih sempat atau tidak. Kencangkan saja sabuk pengamanmu’ Dengan segera mobil itu melesat, meninggalkan gedung Daito dengan kecepatan tinggi
’Kau tidak takut ngebut kan? Karena seingatku tidak’
’Fe. Berhentilah mengingat-ingat masa lalu. Bisa kan?’
’Tidak bisa. Kau pikir aku tidak mencobanya?’ Felix menatap jalanan lurus
’Mungkin kau kurang keras berusaha’
’Mizu? Kenapa sih kau ingin sekali menjauhkan aku? Sementara aku ingin selalu ada di dekatmu’ Matanya menatap Mizuki sedih
’Aku...... lihat jalanan Fe!’ Mizuki menolehkan pipi Felix
’ha.. ha.. ha.. Tenanglah Mizu. Aku tidak mungkin mencelakaimu’
‘Dengan cara mengemudimu yang seperti ini. Rasanya jaminan itu tidak berlaku’
‘Ngebut itu keahlianku. Kau tak perlu meragukan aku. Duduk manis saja di situ’
‘Bagaimana bisa, sementara aku tidak tahu kemana kau akan membawaku. Paling tidak beritahu aku, kemana kita akan pergi’
‘Hm. Aku ingin membawamu ke tempat kenangan. Sebenarnya aku hanya ingin bicara. Bicara panjang’
’Tempat. Kenangan? Jangan bilang kita akan ke Yamagata?’
’Memangnya kenapa?’
’Aku tidak mau ke sana! Tidak mau! Kita putar balik sekarang!’ Mizuki membalikkan badannya ke arah Felix
’Tidak. Kita tidak akan kesana. Walaupun aku sangat ingin pergi ke sana. Tapi tanpa ada kau, tempat itu tidak ada artinya bagiku. Hanya tempat yang menyedihkan’ Mizuki tertunduk di kursinya, teringat wajah Felix saat pertama kali mereka bertemu. Pertama kali anak itu datang ke desanya. Wajahnya yang sedih, matanya yang sembab.
’Arrgh...’ Mizuki menggelengkan kepala, menyingkirkan bayangan itu dari benaknya
’Aku hanya ingin melarikan diri sebentar Mizu. Temani aku sebentar saja’
’Melarikan diri? Apa kita akan ke Sendai? Ups’ Mizuki menutup mulutnya, kelepasan
’Ternyata kau masih ingat tempat itu’ Felix menoleh dan tersenyum
’Ah, singkirkan cengiranmu itu. Membuatku sakit kepala!’
’Masa? Bukan karena kau takut terpesona padaku?’ Felix tertawa puas
’Apa masih sempat Fe? Ini sudah lewat tengah hari?’
’Tenang saja. Pasti sempat. Seandainya aku mengendarai mobilku, pasti bisa sampai lebih cepat’
’Jangan menghina mobilku Fe’
’Tidak. aku kan sudah bilang mobilmu lumayan. Masih bisa lari secepat ini, kau merawatnya dengan baik ya?’
’Aku selalu menjaga dengan baik semua milikku’
’Oya? Senang sekali jika bisa menjadi milikmu.......’
’Fe?’ Mizuki baru saja hendak menghardik pria di sampingnya, tapi tertahan saat melihat keseriusan di wajahnya. Mizuki melepaskan kacamata, dan menyimpannya di tempatnya
’Kita akan sampai dalam dua jam. Kau mau tidur dulu?’
’Aku tidak mengantuk. Bukankah kau yang sangat suka tidur?’ Mizuki tertawa, lalu sadar dia sudah membuka satu lagi fakta tentang Felix, yang seharusnya sudah dia lupakan.
’Aku tidak sepenidur itu lagi sekarang. Paling tidak aku tahan untuk melewati beberapa jam meeting tanpa terlelap. Meskipun itu jelas sangat menyiksa’ Felix tersenyum dalam hati, sadar bahwa Mizuki masih mengingat kebiasaannya dengan jelas

Dengan cekatan, Felix mengendarai mobil dengan kecepatan yang membuat Mizuki menahan nafas. Dua jam lebih 30 menit, mereka sampai di Sendai. Felix membawa mobilnya ke kawasan pantai, lalu memarkir mobilnya.
’Turunlah!’ Felix menggerakkan dagunya, melihat Mizuki masih terdiam
’Ng..... aku tidak memakai baju pantai Fe’ Felix keluar dan berputar ke pintu penumpang
’Ayo keluar. Jangan selalu mencari alasan’ Felix menarik lengan Mizuki
’Ugh’ dengan enggan Mizuki turun
’Lepaskan!’
’Apa?’
’Blazermu!’ Felix sudah bergerak sebelum wanita itu menyatakan persetujuan
’Fe?’
’Sudahlah Mizu.... Lepas juga sepatu tidak nyaman itu’ Felix melempar blazer Mizuki ke dalam mobil lalu mengambil sepatu yang telah di lepas Mizuki dan melemparnya juga
’Kita bermain hari ini, ok? Sepertinya pantainya tidak terlalu ramai meskipun musim panas’ Felix bergegas membuka sepatu kets dan menggulung celana jeansnya
’Ng, kan belum liburan’ Mizuki merasa jengah, mengingat pria itu berlutut di hadapannya
’Menurutmu, apakah tempat ini berubah?’ Felix menengadah
’Entahlah. Pasti jauh berbeda’ Felix meraih tangan Mizuki dan menarik bangun dirinya
’Ayo!’ Digenggamnya tangan Mizuki sambil berjalan ke pantai, lalu terus menyusuri ke arah utara, sampai ada sebuah bukit karang
’Tetap seperti dulu’ Felix berbisik. Masih diingatnya dengan baik tempat itu. Tempat mereka biasa melarikan diri dari Yamagata. Selalu begitu jika mereka kesal. Pada ayah Mizuki yang selalu marah-marah, pada ibu Felix yang selalu menyuruh belajar. Atau hanya karena Mizuki sedih melihat penyakit ibunya tak kunjung sembuh.
’Aku pernah kesini beberapa kali’ Mizuki berbisik, matanya menatap jauh ke arah lautan
’Melarikan diri?’ Mizuki mengangguk
’Dari apa?’ Felix menarik Mizuki duduk, di balik bayangan bukit karang
’Dari hidupku..... aku selalu menyesal, kenapa ibu tak membawa aku bersamanya waktu itu’ Felix meremas tangan Mizuki ’Aku sangat kesal. Aku benar-benar tidak suka hidupku’
’Setelah ibumu meninggal. Apa yang terjadi setelah itu?’ Mizuki menoleh sekilas, lalu kembali menatap lautan. ’aku. Hanya ingin tahu’
’Seperti yang kau tahu, aku pindah ke Tokyo. Istri ayahku dan suami barunya yang membawaku. Baik juga dia ya?’ Mizuki tersenyum sinis ‘Meskipun itu, bukannya tanpa imbalan’ Mizuki terdiam, seolah mengingat
‘Pasti berat. Hidup bersama wanita yang menghancurkan keluarga kalian. Yang membuat ibumu sakit-sakitan’ Felix menatap wajah Mizuki yang sendu
’Yang menganggapku pelayan, yang memakiku setiap saat!’ Mizuki menambahkan ’Dia juga pasti kesal. Bayangkan saja. Harus merawat anak dari wanita yang dibencinya. Pasti sangat menyebalkan. Aku tidak terlalu menyalahkan dia’ Mizuki menghembuskan nafas berat
’kenapa kau tidak pergi?’
’Pergi? Kemana? Apa aku masih punya tempat pulang? Kau kan tidak ada di sana?’ Mizuki menoleh sambil tersenyum getir
’Maaf..... Aku. Sungguh-sungguh minta maaf’
’Aku tidak apa-apa Fe. Buktinya aku hidup sekarang. Siksaan itu malah membuat aku semakin kuat, kau tahu? Toh mereka mengurusi aku. Walaupun tidak mau. Rupanya hanya itu wasiat ibuku. Mungkin wanita itu merasa bersalah, hingga mau membawaku. Padahal alangkah baiknya kalau dia meninggalkanku saja. Mungkin lama-lama aku akan mati juga, seperti ibuku’
’Mizu.... jangan bicara seperti itu. Aku tidak suka kau bilang begitu. Seharusnya aku membawamu waktu itu. Kau kan tidak harus mengalami hal buruk’
’Pergi bersamamu. Hmm. Pasti menyenangkan. Membayangkannya saja sudah membuatku bahagia. Kau pasti tidak tahu betapa seringnya aku membayangkan itu, kau datang menjemputku’ Mizuki tersenyum lagi, membuat hati Felix malah semakin pilu
’Mizu.... ’ Felix mengulurkan tangannya, merangkul Mizuki dari belakang. Mizuki membiarkan saja, menyandarkan kepala di dada bidang Felix sangat menenangkan. ’Aku tidak akan minta maaf lagi, karena aku tahu itu tidak akan cukup untuk menebus kesalahanku padamu. Tapi aku datang sekarang bukan? Tidakkah kau masih ingin bersamaku?’
’Tidak lagi. Tidak terlalu. Terlambat sepuluh tahun Fe. Masa-masa pahitku sudah lewat. Hidupku sekarang baik.  Menjadi orang kepercayaan Masumi Hayami dari Daito. Ugh. Gadis-gadis melirik iri padaku. Apalagi sebelum dia menikah.’ Mizuki tertawa geli
’Begitukah? Dan, apa kau tidak pernah tertarik padanya?’ Telunjuk Felix menelusuri lekuk wajah Mizuki
’Tidak. Sedikitpun tidak. Mungkin hatiku sudah di bawa seseorang bertahun-tahun lalu. Sekarang sudah tidak ada lagi’
’Aku turut menyesal. Aku akan berusaha mengembalikannya, siapa tahu hatimu terselip di buku agendaku di Jerman sana.’ Mizuki terkikik
’Masih ada, ternyata....’
’Apa?’ Mizuki mendongak
’Lesung di sini, kalau kau tertawa’ Felix mengusap tulang pipi Mizuki yang tiba-tiba memerah
’Ah, aku heran. Kenapa kau bisa jadi segombal ini. Dulu kan kau pendiam. Pemurung’ Ditatapnya langit yang mulai redup
’Saat pertama kita ketemu, ya. Aku memang seperti itu. Tapi kaukan selalu memarahiku setiap aku murung. Kau akan melakukan ini...’ Felix melepaskan Mizuki dan merangkup wajahnya dari depan ’Fe ! kamu itu cakep, tahu tidak? jangan murung terus dong, nanti tidak ada yang suka! Kamu harus selalu tersenyum, karena senyummu membuat orang senang. Mizu bahagia kalau Fe tertawa!’ Felix menatap Mizuki dalam-dalam ’Kau ingat? Aku tidak peduli semua orang akan senang atau tidak. tapi aku hanya ingin Mizu bahagia, maka aku selalu berusaha gembira. Menjaga senyum di wajahku. Hanya untuk kamu!’ Matanya tampak berapi-api.
’Tapi kemana tawa yang kau tularkan padaku? Kau malah menghilangkannya dari wajahmu!’ Felix mendesah kesal, melepaskan wajah Mizuki dan kembali memeluk Mizuki dari belakang
’Semua orang berproses Fe. Aku jadi seperti ini, siapa yang menduga’
’Aku tidak suka kau seperti ini’ Felix merengut
’Kenapa tidak? Memangnya kau sungguh masih peduli padaku, seperti yang selalu kau umbarkan?’
’Kenapa? Masih tidak percaya padaku?’
’Tidak. Apa itu bukannya obsesi masa kecil saja? Bisa saja aku setuju untuk bersamamu. Tapi lalu kau akan bosan padaku, karena obsesimu sudah terpenuhi.  Dan aku membiarkan diriku kau tinggalkan, kau sakiti lagi? apa itu tidak konyol namanya?’
’Aku mengerti. Pasti sulit memulihkan kepercayaan yang sudah rusak. Parah. Meski begitu, bolehkan aku tetap berusaha memulihkannya? Bolehkan aku menunggumu?’
’Ngh. Tentu saja. Tapi tidak bisa menjanjikan apapun padamu’
’Tidak perlu. Tapi aku ingin satu hal darimu. Maukah kau jujur? Jujurlah pada hatimu, tentang perasaanmu padaku. Kelak, jika aku bisa memulihkan kepercayaanmu’ Felix memainkan rambut legam Mizuki
’Akan aku usahakan’
’Terima kasih.’ Di kecupnya pipi Mizuki lembut ’Main layang-layang yuk, Mizu’ Mizuki mengangguk.
’Tungggu disini’ Felix berlari ke sebuah kios, dan kembali sambil membawa layang-layang besar berbentuk kupu-kupu

Keduanya asik bermain layang-layang dan bermain air, hingga lupa waktu. Sudah malam, saat mereka memutuskan untuk pulang. Setelah sebelumnya makan malam di sebuah kedai. Mereka kembali ke Tokyo.

Felix memacu kendaraan lebih cepat dari saat berangkat tadi. Gelapnya jalanan sama sekali tak mengurangi kemampuannya menyetir.
’Apa kau menyetir di lintasan balap juga?’
’Yah, kadang-kadang. Sangat menyenangkan. Karena kau bukan penakut, suatu hari aku akan mengajakmu. Kapan-kapan, kalau kuundang ke Jerman, mau ya?’ Mizuki menoleh, hanya mengangkat bahu
’Kau pulang malam ini?’
’Ehm-hm. Setelah mengantarmu pulang, aku akan langsung berangkat. Aku sudah booking tiket untuk tengah malam’
’Ah. Begitu?’
’Jangan bilang kau masih ingin aku temani?’ goda Felix
’Berisik!’ Mizuki mencengkramkan tangannya pelan ke wajah Felix. Lelaki itu meraihnya sebelum Mizuki sempat menarik tangannya kambali. Felix mencium telapak tangan Mizuki, dan menghirup aromanya dalam-dalam
’Fe?’
’Aku pasti akan lebih merindukanmu sekarang Mizu’ Felix menurunkan tangan Mizuki dari wajahnya, masih menggenggamnya.
’Menyetirlah yang baik Fe’ Mizuki meloloskan tangannya, berbalik menatap keluar jendela. Lalu tanpa sadar tertidur


’Fe?’ Mizuki sudah ada di tempat tidurnya saat terbangun
’Tidurlah lagi Mizu’ Felix muncul di ambang pintu
’Kau?’ Mizuki mengerjap, menghilangkan kantuk
’Aku sudah selesai membersihkan diri. Aku harus pulang sekarang.’ Dihampirinya tempat tidur Mizuki
’Barang-barangmu masih ada di mobil. Sulit membawanya sambil membopongmu. Biar kurus kau ternyata berat juga ya?’ Felix tersenyum miring, Mizuki hanya menyeringai
’Kau kenapa? Sedih ya aku tinggalkan?’
’Hmm’
’Aku pergi ya sayang. Jangan lupa, aku akan tetap menunggu kau menerima aku lagi’ Felix mendekatkan wajahnya. Mencium bibir Mizuki yang setengah terbuka karena kaget.
’Mizu.......’ Felix mendesis di sela ciumannya. Tak membiarkan reaksi kaget wanita itu, Felix terus bergerak. Mendesakkan bibirnya ke bibir Mizuki. Hingga bibir wanita itu bergerak bersamanya, mendesahkan namanya.
‘Fe.....’ Mizuki menaglungkan tangannya ke leher Felix. Menariknya lebih dekat. Merasakan kesadarannya dibawa terbang oleh lelaki tampan itu.
‘Sssttt... cukup’ Felix melepaskan bibirnya perlahan, dengan enggan ‘Aku tidak akan bisa meninggalkanmu jika diteruskan. Dan aku pasti akan lebih menderita berpisah denganmu’ Mizuki melepaskan rangkulannya dengan malu
‘Aku..... perlu aku antar ke bandara?’ Mizuki mengalihkan perhatiannya, Felix tertawa.
’Tidak usah, taksiku sudah menunggu di bawah. Aku pergi’ dikecupnya pangkal rahang Mizuki ’Ich liebe dir’ Bisiknya di telinga wanita itu. Mizuki membeku. Felix berbalik meninggalkan ruangan
’Bye babe!’ Felix berbalik di ambang pintu, mengirimkan kecupan jauh dengan jarinya

***


<<< Love Story Ch. 2 ... To Be Continue >>>

6 comments:

Anonymous said...

Sukaaaa......

Dwi AAw

regina on 21 August 2011 at 21:02 said...

so swett ^^

ivoneyolanda on 21 August 2011 at 22:28 said...

Huaaaa so sweet gak sangka mizu dan fe bisa seromantis gtu...suka dengan jalan ceritanya... Ty mom riem...ditunggu lanjutannya, setidaknya mizu dah mulai bis ngebuka hatinya dikit2 :)

Anonymous said...

huhuhu... manis sekali mom riem
moga mizu maw mbuka hatinya buwat felix yah

-mia-

chuubyy on 22 August 2011 at 09:19 said...

wow romantissssssss.... :))

dewjaz on 22 August 2011 at 14:37 said...

sukaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa buangeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeet

Post a Comment

Silahkan kritik, saran, sapa dan salamnya... :)

 

An Eternal Rainbow Copyright © 2011 Design by Ipietoon Blogger Template | web hosting