Saturday 20 August 2011

Fanfic TK: Finally Found You Ch. 11

Posted by Ty SakuMoto at 01:44
Rating : 18+ (Mature Relationship)



Finally Found You
(Chapter 11)



Masumi menekan nomor handphone Hijiri dengan cepat. Dengan cepat juga anak buah kepercayaannya itu mengangkatnya.


“Iya Tuan?”


“Hijiri, aku perlu bantuanmu,” ujar Masumi. “Besok tolong ambilkan cincin yang sudah kupesan di Cartier dan temui aku di tempat biasa seperti biasa jam 1 siang.”


“Baik Tuan,” jawab Hijiri tanpa banyak bertanya.


=//=


Jam 1 kurang 2 menit Masumi memasuki sebuah lift, di dalamnya sudah ada Hijiri.


“Ini Tuan, cincin Anda,” Hijiri menyerahkan sebuah tas kotak berwarna merah dengan tulisan Cartier kepada Masumi.


“Terima kasih,” Masumi menerimanya.


“Dan ini daftar telepon masuk ke rumah Nakahara dalam satu bulan terakhir. Yang paling mencurigakan hanya beberapa telpon dari telepon umum, sepertinya itu adalah telpon dari dalang semua ini,” terang Hijiri sementara Masumi membaca daftar tersebut.


Masumi mengangguk.


“Ini,” Masumi menyerahkan sesuatu, coklat yang dia terima. “Aku menerimanya tadi malam.”


Mata Hijiri melebar.


“Tepat sama dengan yang dikirimkan kepada Maya, beserta Mawar Ungu-nya,” terang Masumi.


“A, apa maksudnya ini?” desis Hijiri.


“Pertanyaan yang sama, Hijiri. Apa maksudnya?” Masumi terlihat gusar. “Pelakunya pasti tahu bahwa akulah yang membawa Maya ke rumah sakit beserta coklatnya. Dia tidak akan berpikir aku begitu bodoh dan memakannya, kan? Terlebih dia memakai nama Maya. Aku yakin gadis itu sangat trauma dengan keracunan yang menimpanya, dia bahkan tidak akan sanggup melihat coklat ini lagi,” desis Masumi.


“Aku sempat berpikir siapapun yang menggunakan Mawar Ungu saat mengirim coklat tersebut, itu hanya bertujuan menipu Maya. Hampir semua orang tahu dia punya penggemar setia si Mawar Ungu. Tapi saat aku menerima ini tadi malam, aku tahu, bahwa dia sudah tahu aku lah si Mawar Ungu,” Masumi mengeratkan rahangnya. “Dan karena itulah dia menyakiti Maya. Sasaran sebenarnya memang aku,” Masumi terlihat geram.


Pak Masumi…


“Tolong, bawa coklat ini dan teliti apa yang ada di dalamnya. Kau masih punya hasil laboratorium dari coklat yang meracuni Maya?” tanya Masumi.


“Masih Tuan,” jawab Hijiri, yang juga terlihat tegang.


“Tolong kau cari tahu informasi apa pun yang berguna berkaitan dengan coklat itu. Aku merasa, apa pun maksud darinya mengirimiku coklat ini, dia bermaksud menyampaikan sesuatu kepadaku,” desis Masumi.


“Maksud Anda seperti… tantangan?”


“Ya, dia menantangku menemukannya. Atau undangan,” ujar Masumi. “Agar aku menghampirinya.” Masumi mengeratkan kepalan tangannya.


“Dan lamaran Anda, Tuan Masumi? Apakah tetap sesuai rencana?” tanya Hijiri lagi.


Masumi menyandarkan punggungnya ke dinding lift. Memandangi lantai lift.


Hijiri sedikit terkejut melihatnya. Masumi terlihat lelah dengan semua yang dihadapinya.


“Aku tidak tahu, Hijiri…” Masumi mengangkat pandangannya dari lantai. “Menurutmu, bagaimana sebaiknya? Aku sungguh tidak tahu lagi…” Masumi terlihat sangat galau.


=//=


Masumi berhenti di tempat Maya latihan. Dia hendak menjemput gadis itu.


Tampaknya sesuatu sedang terjadi di tempat latihan.


“Sedang apa?” tanya Masumi kepada Sawajiri namun matanya menatap Maya yang sedang berlatih.


“Maya sedang berlatih tari dengan seorang koreografer,” terang Sawajiri.


“Oh, ini termasuk dalam adegan tambahan?” Masumi tidak melepaskan pandangannya dari sosok yang sangat dicintainya itu.


“Benar Pak,” kata Sawajiri.


“Sawajiri, surat penarikan kuasa itu, apa sudah kau serahkan kepada Hino?” tanya Masumi.


“Mengenai pengurusan pemindahtanganan Hak Pementasan Bidadari Merah?” Sawajiri meyakinkan. “Sudah Pak.”


Masumi mengangguk puas.


“Sawajiri, kenapa kau mengabari wartawan saat aku dan Maya berkencan? Juga saat Maya akan keluar dari rumah sakit?” tanya Masumi, mulai menolehkan wajahnya kepada Sawajiri. Pandangannya sangat dingin.


Mata Sawajiri melebar, walau hanya sepersekian detik, wajahnya sempat terlihat gelisah dan terkejut.


“Saya…”


“Kau mengelak?” tanya Masumi tajam.


“Tidak Pak,” Sawajiri tahu tidak ada gunanya dia berbohong. “Maafkan saya, saya hanya berpikir hal itu—“


“Bagus untuk mempromosikan Maya.” Potong Masumi. “Tapi aku, ti-dak-su-ka!!” ucap Masumi tajam.


Sawajiri terdiam, merasa resah.


“Aku kenal orang sepertimu Sawajiri, karena aku pun sepertimu. Aku melakukan apa pun untuk mensukseskan pekerjaanku. Tapi sedari awal aku sudah bilang, Maya itu BERBEDA.” Masumi menekankan.


“Baik Pak,” jawab Sawajiri lemah.


“Kau sudah tahu bahwa aku adalah si Mawar Ungu, bukan?”


“Benar Pak,” jawab Sawajiri singkat.


“Kau sudah memberitahukannya kepada orang lain?” selidik Masumi, “kepada wartawan?”


“Tidak, sampai saat ini saya tidak pernah membicarakan hal tersebut dengan siapa pun,” kata Sawajiri.


“Lalu apa yang dimaksud oleh salah satu wartawan Clueless ‘Maya Kitajima mengungkapkan kehidupan pribadinya lebih banyak termasuk hubungannya dengan pengagum rahasianya’? Aku tahu wartawan itu tidak akan berani memasukkan usulan itu ke dalam rapat redaksi jika dia tidak punya jaminan akan mendapatkan ceritanya,” Masumi menginterogasi dan kembali mengalihkan pandangannya kepada Maya yang sekuat tenaga menghapal gerakannya dan terlihat berpeluh.


Suaranya memang perlahan, karena dia tidak mau orang-orang di sekitar mereka mendengar. Namun Masumi yakin Sawajiri mendengar dan mengerti setiap perkataannya. Kata per kata.


Sawajiri menelan ludahnya tidak kentara.


“Saya…” Sawajiri terdengar ragu.


“Katakan semuanya dengan terus terang Sawajiri, taruhannya adalah pekerjaanmu.” Ujar Masumi dingin.


Sawajiri kembali menelan ludahnya, tidak pernah dia setegang ini sebelumnya. Bahkan lebih menegangkan dari wawancara kerjanya dulu dengan Minako Minami dari bagian personalia yang sangat galak.


“Saya sempat berbincang dengan wartawan itu setelah suara Maya kembali. Kami berpikir akan jadi kerja sama yang sangat bagus jika Maya bisa tampil di majalahnya dan menceritakan mengenai si Mawar Ungu. Oplah majalah itu kan naik dan ini bisa menjadi promosi yang sangat bagus sebelum Bidadari Merah dipentaskan.” Terang Sawajiri. “Dan juga, maafkan kelancangan saya. Saya pernah melihat Anda membawa buket Mawar Ungu ke apartemen Maya, sehingga saya pikir bukan hal besar jika orang tahu bahwa Andalah Si Mawar Ungu.”


“Sekarang memang bukan masalah,” ujar Masumi. “Tapi itu bukan berarti aku ingin menjual cerita mengenai hubunganku dan Maya pada sebuah majalah,” imbuhnya, dingin.


“Saya mengerti, maafkan saya.” Kata Sawajiri sungguh-sungguh.


Masumi menghela nafasnya.


“Sawajiri, aku sangat menghargai kau sebagai karyawan Daito juga cara kerjamu. Aku bisa katakan kau sangat tajam dan handal dalam menjalankan pekerjaanmu dengan aktris-aktris lainnya. Tapi ada batasan mengenai apa yang harus dan tidak kau lakukan dalam menjalankan pekerjaanmu sebagai manajer aktris Daito. Dan kau harus tahu, jika berkaitan dengan Maya Kitajima, batasannya lebih banyak daripada dengan yang lainnya. Karena bagaimana pun, yang kau tangani itu kekasihku,” desis Masumi.


“Baik,” jawab Sawajiri singkat.


Masumi tiba-tiba tersenyum ramah. Maya melihatnya dan tersenyum kepadanya. Beberapa orang juga mengalihkan pandangannya kepada arah pandangan mata Maya dan dilihatnya Masumi di sana.


“Tunggu…” Maya menggerakkan bibirnya.


Masumi mengangguk dan melambaikan tangannya.


“Saya permisi Pak,” kata Sawajiri, dia harus membantu Maya.


Masumi mengangguk.


Diamatinya punggung Sawajiri.


Dia sempat meminta Hijiri menyelidiki dari mana para wartawan itu mengetahui gerak-gerik Maya dan ternyata beberapa petunjuk mengarah kepada Sawajiri. Masumi tahu karyawannya itu memang punya hubungan yang sangat baik dengan para wartawan.


Namun, saat dicari apakah Sawajiri ada hubungan dengan pemberitaan yang hampir dimuat Friday—namun akhirnya berhasil Masumi gagalkan—mengenai Maya, ternyata Hijiri tidak menemukan bahwa Sawajiri pernah berhubungan apa pun dengan Friday. Dia hanya menghubungi beberapa wartawan kenalannya.


Tapi tahu sendiri wartawan. Mereka seperti kucing. Jika kau memberi makan pada salah satunya, bisa dipastikan kawan-kawannya juga akan datang meminta makan.


Masumi mengamati latihan Maya sementara memikirkan banyak hal.


Masumi sudah memikirkan baik-baik siapa sebenarnya yang punya niat jahat kepadanya dan Maya. Jika dia mencari musuhnya, sulit. Karena mereka terlalu banyak. Yang pasti, petunjuknya adalah dia seorang laki-laki dan dia tahu bahwa Masumi adalah Mawar Ungu.


Mizuki, Maya, Shiori dan Rei sudah pasti tidak masuk hitungan. Kecuali salah satu dari mereka sebenarnya laki-laki.


Yang lainnya ada Hijiri dan Eisuke. Bisa dipastikan Paman Asa juga tahu bahwa dia adalah Mawar Ungu. Hijiri adalah pengecualian, jika Hijiri mau melakukan sesuatu kepadanya, dia tidak perlu memakan waktu lama dengan melakukan ancaman dan sebagainya. Dia punya kesempatan dulu di Izu saat Masumi keracunan kalau memang Hijiri ingin melenyapkan dirinya. Begitu juga dengan Maya. Hijiri punya kesempatan lebih banyak ketimbang siapa pun untuk menghancurkan hubungannya dengan Maya jika dia memang berniat melakukannya. Tapi dia tahu Hijiri tidak akan melakukannya. Kesetiaan yang dimiliki pria itu sangat mengagumkan.


Lalu ada Eisuke. Ayahnya itu sudah banyak berubah di matanya. Masumi tidak ragu bahwa Eisuke adalah orang paling licik yang pernah dikenalnya. Dia sangat mungkin melakukan semua ini kalau dia mau. Kemauan. Itu motif yang tidak Masumi temukan dalam kasus sekarang dari Eisuke. Masumi tidak melihat alasan kenapa Eisuke akan melakukannya. Dia dan Eisuke sudah jelas-jelas pernah berperang dingin. Eisuke tidak perlu sembunyi-sembunyi jika dia memang menghendaki Masumi menderita. Dia tahu benar apa yang harus dilakukannya. Tidak perlu melakukan banyak intrik seperti sekarang.


Paman Asa juga kemungkinannya sangat kecil. Dia pengikut setia Ayahnya. Kecuali ayahnya yang menghendaki, tidak mungkin pria tua itu macam-macam. Dan karena dugaan kepada Eisuke terpatahkan, maka otomatis dugaan kepada Asa juga terpatahkan.


Lalu siapa? Masumi lantas teringat Sawajiri pernah bertemu dengannya saat dia membawa Mawar Ungu bagi Maya—dan begitu juga orang-orang yang berpapasan dengannya di apartemen Maya.


Lalu dia memikirkan Hino. Hino dekat dengan Mizuki, bekerja dengan Maya dan berhubungan dengan Hijiri. Dia, berkaitan dengan tiga orang yang tahu identitas mengenai Mawar Ungu—empat, jika Sawajiri juga dimasukkan ke dalam daftar. Tapi justru ketiganya adalah orang-orang terdekat Masumi. Baik Mizuki, Hijiri atau Maya, Masumi yakin tidak akan bercerita mengenai dirinya adalah Mawar Ungu. Terlebih lagi dari ketiganya tidak pernah ada yang mengatakan Hino mengusik sesuatu mengenai Mawar Ungu. Bahkan Hijiri, yang sangat waspada tidak pernah menganggap Hino mencurigakan dan mengatakan sesuatu mengenai Hino mencari tahu siapa Mawar Ungu sebenarnya.


Lainnya, dia punya Yosuke. Sepupu ‘tersayang’ yang tidak pernah berhenti mengusiknya. Shiori tahu siapa Mawar Ungu jadi dia punya kemungkinan juga mengetahui bahwa Masumi adalah Mawar Ungu. Dan juga, sekarang Yosuke bekerja di industry media, dia pasti tahu mengenai bentrokan antara Daito dan Doremi. Tapi yang membuat Masumi ragu, pertama karena Yosuke itu pengecut, dan kedua, jika dia memang mau memanfaatkan Mawar Ungu, pasti dia akan memuatnya di tabloidnya dan mempergunakannya untuk menaikkan oplah penjualannya.


Atau ada orang lain lagi? Siapa yang menjamin bahwa musuhnya yang lain tidak ada yang tahu bahwa dialah Mawar Ungu. Jika dia punya Hijiri, siapa yang menjamin bahwa musuh-musuhnya itu juga tidak punya Hijiri-Hijiri mereka sendiri untuk membongkar rahasia darinya.
Masumi menghempaskan nafasnya dengan berat.


Tiba-tiba dilihatnya Maya berlari ke arahnya. Wajahnya sangat ceria, sepertinya dia senang dengan latihannya.


Masumi tersenyum lebar menyambutnya.


Bruk!


Gadis itu memeluknya dan membuat Masumi menumbuk dinding di belakangnya.


“Sudah latihannya?” tanya Masumi.


Maya mengangguk. Gadis itu mengangkat kepalanya, lalu menarik leher Masumi mendekat.


Masumi membungkukkan badannya. Maya membisikkan sesuatu kepadanya.


“Ada yang sedang Anda pikirkan?” Bisiknya.


Dia tadi melihat Masumi yang sepertinya tengah tenggelam dalam lamunannya memikirkan sesuatu.


“Aku memikirkanmu,” kata Masumi, juga berbisik.


Maya mengerucutkan bibirnya.


“Bohong!” desisnya di telinga Masumi.


Masumi menegakkan kembali badannya.


“Tidak kok, bukan apa-apa,” dia tersenyum.


“Maya! Ganti dulu bajumu! Keringatmu mengotori pakaian Pak Masumi,” tegur Sawajiri yang melihatnya.


Maya dengan cepat menjauhkan badannya dari Masumi.


“Dia galak ya…” bisik Masumi kepada Maya.


Maya terkikik lalu mengangguk.


“Sudah sana, ganti bajumu. Aku tunggu di sini,” kata Masumi.


Maya mengangguk dan menghampiri Sawajiri yang membawakan tas perlengkapannya.


=//=


“Aku tidak turun,” kata Masumi, setibanya mereka di apartemen Maya sepulang dari makan malam.


Maya menatap Masumi dengan pandangan memelas, kecewa.


“Ada banyak hal yang harus kukerjakan,” kata Masumi, beralasan. “Melihatmu makan dengan lahap tadi, aku sudah lega,” Masumi tersenyum.


Maya kemudian tersenyum dan mengangguk. Dia melepas sabuk pengamannya dan melandaikan badannya kepada Masumi lantas mengecup pipi pria itu.


Terima kasih. Aku mencintaimu, Pak Masumi,” dia berbisik.


Maya…


Masumi lantas melepas sabuk pengamannya dan memeluk pinggang gadis itu. Diraihnya bibir Maya, dengan bibirnya. Masumi menciuminya dan Maya membalasnya.


“Anda yakin tidak turun dulu?” bisik Maya, bertanya.


Masumi menggelengkan kepalanya.


“Sebaiknya tidak,” Masumi kembali ikut berbisik, “lain kali saja.”


“Baiklah,” ujar Maya.


Wajah keduanya masih sangat dekat.


“Maya,” panggil Masumi, “kau seksi sekali berbisik-bisik begini,” goda Masumi.


Wajah Maya merona.


“Aduh!” Masumi mengusap pipinya karena Maya mencubitnya.


Gadis itu lalu tersenyum riang.


Masumi dengan cepat mengecup kembali bibir Maya.


“Sudah turunlah, tidur yang nyenyak dan mimpi indah,” ujar Masumi.


Maya sekali lagi mengangguk dan segera turun sebelum ada interupsi lainnya.


Gadis itu melambaikan tangan untuk terakhir kalinya sebelum masuk ke dalam gedung apartemen. Wajahnya terlihat riang dan suasana hatinya sangat bagus.


Masumi balas melambai dan dengan tangannya menyuruh Maya masuk. Gadis itu lalu masuk dan Masumi masih mengamatinya.


Masumi mengusap wajahnya dengan kedua tangannya dan menghela nafasnya perlahan. Diraihnya laci dashboard dan dikeluarkannya kantong yang tadi diberikan Hijiri kepadanya. Kantong merah dengan tulisan Cartier, di dalamnya terdapat sebuah bon pembelian, serifikat keasliannya dan juga sebuah kotak.


Kotak berbentuk persegi delapan berwarna merah dengan motif khas berwarna kuning emas menghiasi pinggirannya. Lagi-lagi ada tulisan Cartier di atasnya. Permukaan kotak itu terbuat dari kulit berkualitas tinggi.


Masumi menekan sebuah tombol kecil berwarna keemasan yang membuat kunci dan kotak itu terbuka. Memperlihatkan sebuah dalaman hitam dan sebuah cincin platinum yang terdiam anggun di dalamnya bertahtakan batu permata ametist berkualitas sempurna dengan potongan hati. Diambilnya cincin itu. Cincinnya sendiri berbentuk orbit, seperti dua buah cincin yang saling berpotongan dengan batu ametist berbentuk hati itu sebagai titik pertemuannya. Taburan berlian menghiasi cincin orbit tersebut di setiap sisi atasnya.


Masumi mengamati cincin itu, cincin yang sengaja dipesannya untuk melamar Maya. Lusa. Saat jadwal latihan Maya kosong. Dia sendiri akan meluangkan waktu apa pun yang terjadi.


Masumi akan memberikan cincinnya, sedikit gugup mengucapkan beberapa kata yang manis untuk melamarnya. Gadis itu akan terkejut, bahagia, mungkin menangis karena terharu, tapi yang pasti dia akan mengatakan ‘iya’ karena gadis itu sudah berjanji kepadanya di Izu. Dia akan memasangkan cincinnya di jari manis Maya, ukurannya pas, terlihat sangat cocok di jari kekasihnya itu. Sempurna.


Awalnya rencananya seperti itu. Tapi sekarang dia tidak yakin lagi.


=//=


Masumi mewakili Eisuke baru saja menandatangani perjanjian. Sekarang Doremi sudah resmi menjadi anak perusahaan Daito.


“Terima kasih Pak Nakahara, saya harap dengan bergabungnya Doremi ke dalam Daito bisa memberikan keuntungan bagi satu sama lain.” Kata Masumi, seraya menyalami tangan Nakahara.


Nakahara membungkuk berterima kasih. Dia tidak mengira Masumi dan Daito pada akhirnya bersedia menolong perusahaannya. Masumi juga menekankan bahwa Doremi harus meningkatkan kualitasnya sebagai anak perusahaan Daito yang berfokus memproduksi drama televisi bagi Daito.


“Pak Masumi,” panggil Nakahara dengan sungkan.


Masumi membalikkan badannya.


“Ada yang ingin kusampaikan,” katanya. “Masalah… pribadi,” caranya berbicara mengesankan bahwa itu hal penting dan rahasia.


Masumi terdiam sejenak.


“Ikut ke kantorku,” katanya kemudian.


=//=


“Ada apa Pak Nakahara?” tanya Masumi.


Keduanya sudah tiba di kantor Masumi dan hanya berdua saja.


“Mengenai, masalah penculikan Maya Kitajima…” Nakahara memulai, sedikit ragu.


Alis Masumi sedikit berkerut, sekejap saja.


“Ada apa mengenai hal itu?” tanyanya tenang.


“Aku berbohong,” ungkap Nakahara.


“Berbohong?” tanya Masumi, tajam.


“Aku berbohong saat kukatakan bahwa aku tidak pernah bertemu orangnya,” tutur pria tambun tersebut.


“Apa?” Masumi terkejut. “Maksudmu…”


“Aku memang tidak melihat orangnya secara langsung, tapi kami sempat berbicara. Saat itu, dia menelponku dan memintaku bertemu. Kami bertemu di sebuah restoran keluarga. Dia duduk di belakangku. Dia melarangku untuk membalikkan badanku dan hanya boleh mendengarkannya saja. Selama berbicara dia memegang koran. Dia memakai masker yang biasa digunakan orang yang sedang sakit atau menghindari debu. Tapi dari suaranya, aku bisa katakan dia seorang pria yang masih muda. Cara bicaranya sangat tenang dan cerdas.” Terang Nakahara.


Masumi bergeming dengan keterangan dari Nakahara.


“Apa kau sama sekali tidak melihat wajah atau sosoknya?” tanya Masumi.


“Tidak, dia menjanjikan uang kepadaku dan aku dilarang mencari tahu mengenai dirinya. Aku tentu saja menurutinya daripada mempunyai resiko kehilangan uangku. Tapi, aku ingat sempat melihat bayangannya melalui sosok di kaca. Dia tinggi, tegap dan ramping, mengenakan masker dan setelan jas. Dia juga membawa tas, semacam tas laptop atau berkas-berkas, aku tidak tahu pasti. Kurasa dia bekerja di kantoran.” Papar Nakahara.


“Tasnya… seperti apa?” Tanya Masumi.


Nakahara terdiam.


“Merah marun atau semacamnya. Aku ingat sempat memperhatikannya sekilas karena warnanya mencolok, berbeda dengan setelannya yang berwarna krem, dan tidak banyak tas seperti itu yang kulihat,” Nakahara mengingat.


“Merah marun…” Masumi berusaha mengingat, sepertinya dia pernah melihat tas seperti itu. Tas eksekutif berwarna merah marun.


Nakahara benar, itu bukan warna yang umum dipilih, dan Masumi merasa, dia pun pernah melihat seseorang dengan tas berwarna merah marun. Atau mungkin dia salah. Bisa jadi sudah ribuan orang yang ditemuinya dengan membawa tas eksekutif, tidak ada alasan baginya mengingat sebuah tas. 


Tapi entah kenapa, tas merah marun itu terasa mengusik ingatan Masumi.


=//=


Masumi membaca email dari kekasihnya dengan senyuman terurai di bibirnya. Maya mengatakan dia sangat senang karena latihan hari ini berjalan lancar dan tidak sabar menunggu acara kencannya dengan Masumi besok malam. Tidak lupa Maya mengatakan betapa dia merindukannya.


Pada jam istirahat Mizuki masuk dan mengetuk pintu kantor Masumi, membawakan minuman favorite atasannya tersebut, segelas kopi blue mountain.


“Terima kasih, Mizuki,” ujar Masumi, meletakkan dokumen yang sedang dibaca dan meraih gelas kopinya.


“Bagaimana Pak? Jadi kapan rencana Anda melamar Maya akan direalisasikan? Bukankah Anda bilang akan melakukannya secepatnya?” tanya Mizuki penuh ketertarikan.


Masumi tertegun sebentar, tersenyum tidak kentara.


“Bagaimana denganmu dan Hino?” Masumi balik bertanya.


Masumi berpikir sepertinya ada sesuatu diantara mereka, karena Mizuki sudah mulai tertarik dengan hubungannya dan Maya lagi.


“Begitulah,” ujar Mizuki. “Begitu saja,” tambahnya.


Alis Masumi berkerut sedikit bingung.


“Apa maksudmu dengan begitulah, begitu saja?” tanya Masumi.


“Kami sepakat hanya berteman baik,” jawab Mizuki singkat.


“Kupikir kau menyukainya?” Masumi kembali meminum kopinya.


“Sangat,” Mizuki tidak mengelak. “Aku sangat menyukainya.’


“Hanya saja…?” Masumi ingin tahu lebih dalam.


“Hanya saja, terlalu banyak perbedaan diantara kami yang membatasi rasa sukaku berubah menjadi rasa cinta,” jawab Mizuki. “Sifatnya, pribadinya, seleranya. Aku memang konvensional, dan dia… modern, atau nyentrik bisa kukatakan. Kami pernah makan malam dan dia memakai lensa kontak berwarna biru. Aku sangat terkejut!” Cerita Mizuki. “Dan tas kerjanya, hijau lumut, ungu kehitaman, merah marun, orange kehitaman… Aku bahkan tidak pernah tahu ada yang semacam itu,” Mizuki menggeleng kecil.


Deg!


Masumi menghentikan gerakan tangannya.


Merah marun… tas kerja merah marun…


Masumi merasakan dadanya berdebar semakin keras dan tubuhnya menegang. 


Tiba-tiba dia ingat siapa yang pernah dilihatnya memakai tas kerja merah marun tersebut. Hino.


Saat dia mendampingi Maya sebelumnya dalam penandatanganan kontrak di Daito. Masumi sangat cemburu kepadanya sampai sempat mengamatinya dengan detail. Dan ketika Maya dan Hino berbicara, dengan sangat dekat, berbisik-bisik, sementara Masumi sangat cemburu. Masumi ingat melihat tas merah marun itu di atas meja, di hadapan Hino.


Hino??!!


Masumi menurunkan gelas kopinya.


“Tapi menyenangkan bisa bertemu seseorang sepertinya. Sangat berjiwa muda dan menyegarkan. Kami masih suka mengobrol di telpon.” Mizuki masih bercerita sementara merapikan beberapa dokumen di meja Masumi.


Tidak mungkin… Hanya karena dia memiliki tas merah marun, bukan berarti…


Masumi sedikit bimbang.


“Pak Masumi? Ada lagi? Apa masih ada yang membuat Anda tertarik mengenai saya dan Hino?” tanya Mizuki.


Sedikit di luar kesadarannya Masumi menggeleng.


“Baiklah kalau begitu, saya permisi Pak Masumi. Saya akan turut berbahagia kapan pun Anda berencana melamar Maya.” Ujar sekretarisnya tersebut.


Masumi mengangguk-angguk pelan.


“Mizuki!” panggilnya.


“Iya Pak?” dengan sigap Mizuki kembali berbalik.


“Kau… yakin tidak jatuh cinta kepada Hino?” tanya Masumi.


“Saya rasa tidak. Bukan cinta,” Mizuki berujar.


Masumi lega mendengarnya. Dia menganggukkan kepala mempersilahkan Mizuki keluar.


=//=

“Pak Masumi, ada teman Anda, Nona Sakamoto ingin bertemu,” suara Mizuki terdengar di telepon.


“Ya, minta dia masuk saja, dan bawakan minuman cokelat dingin untuknya,” kata Masumi.


Dia segera menutup dokumennya dan sebuah ketukan terdengar di pintunya sebelum sahabat lamanya itu muncul dari balik pintu tersebut muncul dari sana.


“Aichan!” sambut Masumi.


“Halo Hansamu-san,” sapa Ai dengan ramah.


*Hansamu: kata serapan bahasa jepang dari “handsome” (tampan)


“Maaf aku tiba-tiba saja menghubungimu,” Masumi segera memutari mejanya mendekati Aichan.


“Tidak masalah, aku punya banyak waktu luang,” katanya.


Tidak lama kemudian Mizuki masuk membawa minuman cokelat dingin untuk Ai.


“Wow! Terima kasih, kau tahu saja kesukaanku...” kata Ai dengan riang.


“Terima kasih, Mizuki.” Ujar Masumi kepada Mizuki, “tolong matikan AC nya dan buka sedikit pintunya,” pinta Masumi.


Mizuki mengangguk dan melakukan apa yang Masumi minta lantas permisi pergi.


Ai meminum cokelatnya. “Ah, segar! Enak sekali!”

Masumi hanya tersenyum melihatnya.


So, ada sesuatu?” tanya Ai kepada Masumi. “Kenapa kau ingin bertemu? Pada saat jam kerja seperti ini.” Ai memandang jam di tangannya.


“Begitulah,” kata Masumi sambil menyalakan rokoknya.


Ai juga mengeluarkan sebatang rokok miliknya dan Masumi menyalakannya.


“Ada yang ingin kuketahui mengenai Hino. Ryoma Hino.” Ungkap Masumi kemudian.


“Ryoma Hino? Adik kelasku?” Ekspresi terkejut terpasang di wajahnya.


“Iya. Apakah kau dan dia dekat saat di Harvard?” tanya Masumi.


Well, tidak juga. Meski kukatakan dia adik kelasku, sebenarnya aku sedang bekerja sebagai asisten dosen saat itu. Kami sama-sama terlibat dalam ikatan mahasiswa jepang di sana. Kenapa? Kau tiba-tiba tertarik dengannya? Oya, aku sempat melihatnya bersama sekretarismu waktu itu di pesta Ayumi,” Ai menyesap rokoknya dulu sebentar. “Kalau soal dekat… Hmm… aku tidak mengatakan kami dekat. Jika akrab, ya, kami akrab. Beberapa kali bertemu dan bisa bercerita mengenai banyak hal. Begitulah, Kenapa Masumi? Kau tiba tiba banyak bertanya mengenai dia.”


“Hmm, bukan apa-apa. Hanya saja, dia bekerja untuk Maya. Aku hanya ingin memastikan dia sudah memilih orang yang tepat,” Masumi tersenyum tipis.


“Ya, bisa kulihat sepertinya kau sedang memikirkannya dengan sangat serius,” kata Ai kemudian. “Kau jangan khawatir. Dia sangat brilian. Dia pernah magang di beberapa biro hukum terkenal, menangani berbagai macam kasus mulai kriminal, perdata, property, perpajakan dan lainnya. Mereka semua puas dengannya, bahkan memintanya bekerja di tempat mereka. Tapi ditolaknya. Dia lebih memilih kembali ke Jepang. Katanya lebih puas mengabdi di negeri sendiri.”


Dia sangat brilian…


Batin Masumi. Khawatir.


Apakah ada sesuatu yang kulewatkan?


“Nah, nah, nah, kau memasang wajah itu lagi. Ayolah Masumi, apa benar hanya itu masalahnya?”


Masumi tertegun sebentar, tertawa kecil, berpura-pura.


“Maaf, kau tahu dia sangat tampan. Kadang melihat Maya berurusan dengan orang tampan membuatku gelisah,” ujar Masumi.


Ai bengong lalu tertawa.


“Ya, ya, aku bisa melihat kau sangat mencintainya. Dan bahasa tubuhmu, Dear, kau sangat posesif! Aku akan berpikir hanya orang bodoh yang berani coba-coba mendekati gadis itu,” goda Ai.


“Ya, dan orang bodoh itu ada banyak,” keluh Masumi.


Sekali lagi Ai tertawa.


“Mungkin nanti aku akan menghubungimu lagi jika perlu bantuanmu,” kata Masumi. “Apa kau masih lama di sini?”


“Ya beberapa minggu lagi mungkin, aku ingin menghabiskan musim panasku di sini sebelum kembali ke New York dan menghadapi tuntutan dari para pewaris yang mengamuk, karena klien-ku memutuskan mewariskan semua hartanya kepada seekor kucing dan Emma Watson yang sudah dianggap seperti cucunya sendiri, walaupun mereka belum pernah bertemu,” Ai mendesah, lalu menggeleng frustasi.


Masumi tergelak.


“Semoga liburanmu menyenangkan!” kata Masumi.


“Pasti, pasti!” Kata Ai dengan yakin dan mematikan rokoknya.


Tiba-tiba pintu kantor Masumi ada yang mengetuk dan kemudian terbuka lebih lebar.


“Maya??” Masumi terkejut melihat siapa yang datang.


Wajah Maya juga berubah sedikit terkejut melihat Ai di sana. Dia tadi sempat mendengar Masumi tertawa.


Maya mengangguk dan tersenyum canggung. Dia merasa seperti sudah mengganggu keduanya.


“Hey, halo Cantik, senang bertemu denganmu lagi,” Ai berdiri dari duduknya. “Kurasa sudah saatnya aku pergi,” Ai mengedipkan sebelah matanya kepada Masumi.


“Maaf tidak kuantar,” Masumi hanya tersenyum simpul sambil mematikan rokoknya.


“Ah, sudahlah... kenapa harus repot-repot mengantar segala. Kau tahu aku wanita mandiri,” ujarnya.


“Ok, see you again, Hansamu-san,” ujar Ai dan mulai beranjak. “Kau juga Cantik,” katanya saat melewati Maya sambil tersenyum.


Maya sedikit membungkuk kepada Ai dan memperhatikannya keluar pintu. Wanita itu lantas menutup pintunya seraya keluar.


Hansamu… san?


Perasaan cemburunya kembali datang tanpa diundang.


“Ada apa?” tanya Masumi kepada Maya. ”Kenapa tidak bilang kalau kau mau ke sini Sayang?” tanya Masumi.


Perhatian Maya kembali kepada Masumi. Maya menenangkan perasaannya. Dia tidak mau bertengkar karena masalah yang sama. Dia tahu Masumi hanya mencintainya. Dia kembali teringat dengan tujuannya datang ke Daito. Maya tersenyum.


“Ada apa?” Tanya Masumi kepada Maya.


Pria itu menjulurkan tangannya dan Maya menghampiri, meraih tangan Masumi.


“Kau tidak bilang mau datang ke sini…” tangan Masumi melingkar di pinggang Maya yang kini berdiri di hadapannya.


Maya hanya senyum dikulum, semakin lama senyumnya semakin mengembang.


“Hei, ada apa?” tanya Masumi sekali lagi pada gadis mungil yang hanya tersenyum sambil menatapnya penuh arti tersebut.


Maya mencondongkan badannya, mendekatkan bibirnya kepada telinga pria itu.


“Pak Masumi…” panggilnya.


“Hmm?” Masumi menjawab.


Eh?!


Masumi tertegun, dengan cepat dia menghadapkan wajahnya kepada Maya.


Gadis itu masih tersenyum sangat bahagia.


“Suaramu…” gumam Masumi, tidak percaya.


Maya mengangguk beberapa kali dengan cepat dan antusias.


“Suaramu…” Masumi masih tidak percaya.


“Suaraku sudah mulai kembali Pak Masumi!” kata Maya dengan suara yang bersih dan bening.


“Maya!!” Raut wajah Masumi terlihat sangat gembira. “Benar, suaramu sudah kembali! Syukurlah!” Dipeluknya Maya dengan sangat erat.


Maya juga tidak bisa berhenti tersenyum lebar.


“Aku sangat senang… Aku ingin Anda orang pertama yang mengetahuinya. Aku bahkan diam saja tadi di mobil dengan Kak Sawajiri,” terang Maya.


Masih membenamkan wajahnya di pundak Maya, Masumi tersenyum kecil.


“Pak Masumi,” Maya kembali mendekatkan bibirnya ke telinga Masumi. “Aku mencintaimu, mencintaimu, mencintaimu!!!” ujarnya.


Maya…


Masumi melingkarkan kedua lengannya semakin erat di pinggang Maya.


“Apa itu, seperti anak kecil yang merayu ayahnya buat dibelikan mainan…” gumam Masumi.


Maya tertawa.


“Aku kan dulu sudah berjanji, kalau suaraku sudah kembali, aku akan lebih sering mengatakan bahwa aku mencintaimu, Pak Masumi…” semburat merah menghiasi wajah Maya saat mengatakannya.


Sejenak tidak ada suara dari keduanya.


“Pak Masumi, ada apa?” tanya Maya, ada kekhawatiran di dalam suaranya.


Masumi menggelengkan kepalanya.


“Tidak apa-apa,” Masumi kembali bergumam. “Aku hanya sangat lega, suaramu sudah kembali.”


“Iya…” Maya juga tersenyum lega.


Masumi mengangkat kepalanya. Keduanya berpandangan.


“Dokter Fujiwara sudah tahu?” tanya Masumi.


Maya menggeleng.


“Sebaiknya kau segera ke rumah sakit untuk memberitahukan perkembanganmu,” anjur Masumi.


Maya mengangguk.


“Aku akan meminta Oshima mengantarmu,” kata Masumi, menyelipkan untaian rambut Maya di telinga kirinya.


“Besok saja... aku ada jadwal latihan sekarang, Kak Sawajiri sudah terlebih dahulu pergi ke sana,” terang Maya.


“Baiklah,” Masumi mengangguk. “Latihan sampai malam sekarang?”


“Tidak, sore aku sudah selesai. Tapi biasanya Kak Sawajiri sudah menyiapkan jadwal untukku,” Maya mendesah.


Masumi tersenyum simpul. Tanpa sadar Masumi kembali memikirkan Hino dan semua yang sudah terjadi kepada Maya.


“Pak Masumi…” panggil Maya, menangkup wajah pria itu.


Masumi tertegun. Matanya kembali berpandangan dengan Maya.


“Ada apa?” tanya Maya sekali lagi.


“Tidak, aku…”


“Anda jangan bilang tidak ada apa-apa,” potong Maya. “Belakangan ini aku beberapa kali mendapati Pak Masumi sedang melamun seperti memikirkan sesuatu,” ucap Maya sendu.


“Maya, bukan, ini hanya masalah pekerjaan…” elak Masumi.


“Apakah tidak ada yang bisa kubantu?” tanya Maya. “Apa aku sama sekali tidak bisa melakukan apa-apa untukmu, makanya Pak Masumi tidak mau cerita?” Maya terdengar kecewa pada dirinya.


“Bukan…” sanggah Masumi cepat.


Keduanya berpandangan beberapa saat.


“Anda sudah berjanji akan membagi masalah Anda denganku, ‘kan?” tuntut Maya.


Masumi menghirup nafasnya perlahan dan menelan ludahnya. Ditariknya pinggang Maya hingga gadis itu duduk di paha kirinya.


Maya melingkarkan tangannya di bahu Masumi.


“Aku mengkhawatirkanmu,” aku Masumi.


Maya tertegun mendengarnya. Gadis itu hanya mengamati Masumi dan tidak bicara apa-apa lagi.


“Kami belum bisa menemukan siapa yang sudah mengirimkan coklat itu untukmu, aku, aku jadi sedikit resah memikirkannya,” Masumi menatap kekasihnya sedikit resah. “Aku takut terjadi sesuatu kepadamu,” tutur Masumi.


Maya mengamati wajah kekasihnya. Gadis itu lantas tersenyum tipis.


“Aku tidak peduli lagi,” ujarnya.


Masumi terlihat sedikit terkejut mendengarnya.


“Maya…”


“Sekarang suaraku sudah kembali. Aku akan bisa berakting lagi,” kata Maya dengan perasaan bersemangat. “Dan ada Pak Masumi di sisiku,” wajah gadis itu merona. “Aku tidak mau tahu siapa yang berniat menyakitiku, aku sungguh tidak peduli.”


Maya melingkarkan kedua lengannya ke leher Masumi.


“Mereka boleh mencoba menyakitiku lagi,” Maya lalu mengecup pipi Masumi perlahan. “Tapi jika bersamamu, menderita seperti apapun aku pasti bisa bertahan,” ucap Maya.


Maya…!


Masumi merasakan dadanya berdebar dan nafasnya sesak. Dia sangat gelisah sekaligus terharu mendengar ucapan kekasihnya. Kembali dipeluknya Maya.


“Tidak Maya, aku tidak akan membiarkannya. Aku tidak akan membiarkan siapa pun menyakitimu. Dengan kedua tanganku ini, aku akan selalu melindungimu,” tekad Masumi.


Maya tersenyum dengan damai.


“Aku percaya, Pak Masumi.” Gadis itu memejamkan matanya dan mengeratkan pelukannya. “Aku sangat mempercayaimu.”


Maya menegakkan badannya berdiri.


“Aku harus kembali ke tempat latihan, dan tidak mau mengganggu lebih lama lagi,” gumam Maya.


Masumi tersenyum, masih belum melepaskan tangannya dari pinggang Maya.


“Bisa cium aku dulu, Sayang?” pinta Masumi.


Maya tertegun. Dengan wajah merona dikecupnya bibir Masumi dengan cepat.
Keduanya kembali berpandangan. Masumi pura-pura berpikir lalu menggeleng tidak puas.


Maya mengerucutkan bibirnya, merajuk.


“Sekali lagi,” pinta Masumi.


Maya kembali mengecup bibir Masumi.


“Lagi,” kata pria itu.


Dan Maya mengecupnya lagi.


“Lagi,” ulang Masumi.


Mereka melakukannya berkali-kali dan semakin lama semakin cepat. Akhirnya Maya tergelak dan Masumi juga.


Dipandanginya gadis yang sangat dicintainya itu. Wajahnya begitu riang dan berbinar-binar. Tawanya sangat ceria dan dia terlihat begitu segar. Dia mencintai gadis itu. Hanya menginginkan gadis itu.


Maya, menikahlah denganku…


Kata-kata itu terbersit begitu saja di benak Masumi. Hampir saja dia mengatakannya, tapi menelannya kembali saat tersadar.


“Melamun lagi…” gumam Maya sambil tersenyum, menyentuh rahang Masumi.


“Tidak,” elak Masumi, walau percuma.


Maya menyentuh bibir Masumi dengan bibirnya. Kali ini lebih dari sekedar kecupan.


“Pak Masumi, aku mencintaimu,” bisik Maya saat bibir keduanya terpisah.


Masumi memandangi bibir gadis itu lalu matanya.


“Dan aku, menyukai lipbalm barumu,” ujar Masumi.


“Eh?” Maya tertegun.


“Strawberry?” tanya Masumi, sambil merasai bibirnya sendiri.


Maya mengangguk sambil tersenyum malu-malu.


Masumi tertawa kecil. Dilepaskannya pinggang Maya.


“Aku akan meminta Oshima mengantarmu ke tempat latihan,” ujar Masumi.


Maya kembali mengangguk masih sambil tersenyum.


=//=


Masumi menutup telepon dari Hijiri dengan tegang. Hijiri mengatakan bahwa dia sudah mendapatkan hasil tes laboratorium dari cokelat yang dikirimkan kepada Masumi. Dan pria itu benar, memang ada racun biosintesis lainnya dalam cokelat tersebut. Dan racun yang digunakan berbeda dengan yang terkandung di dalam cokelat yang diterima Maya.


Masumi juga meminta Hijiri menyelidiki Hino lebih lanjut kalau-kalau ada informasi mengenai Hino yang entah bagaimana terkait dengan dirinya atau Maya yang tidak diketahui sebelumnya.


Masumi lantas membuka email dari Hijiri. Disana dilampirkan scan hasil analisa laboratorium dan juga beberapa hal mengenai racun biosintesis tersebut. Masumi lantas membaca keterangan yang terlampir di sana.


Masumi memang menyukai tanaman. Tapi tidak jika tanaman itu sudah mengancam kekasihnya.


Arum Maculatum, salah satu tanaman yang racunnya digunakan dalam cokelat Maya. Nama lainnya adalah Lord and Ladies (Tuan dan Nyonya), Adam and Eve (Adam dan Hawa), Angel and Devil (Malaikat dan Iblis), King and Queen (Raja dan Ratu) serta lainnya. Kebanyakan nama umum dari tanaman ini semuanya menggunakan nama-nama yang berpasangan. Walaupun ada bagian tanamannya yang dapat dimakan, yakni akarnya, namun getahnya dan juga tanaman berry yang dihasilkan pada musim gugur mengandung racun.


Lalu Dieffenbachia, tanaman ini umum dipakai sebagai tanaman hias. Tanaman ini juga mengandung racun yang merusak jaringan mulut dan tenggorokan pada daunnya. Sejarahnya, dulu racun tanaman ini sering digunakan untuk menghukum para budak yang melakukan kesalahan.


Racun dari kedua tanaman itulah yang digunakan dalam cokelat Maya, yang menyebabkan kekasihnya itu kehilangan suaranya dan hampir kehilangan nyawanya juga.


Sedangkan racun yang berada di dalam cokelat milik Masumi, berasal dari tanaman Atropa Belladonna. Racun dari tanaman ini mengakibatkan kematian. Nama 'bella-donna' diambil dari bahasa Italia yang artinya adalah “wanita cantik”.


Masumi tertegun.


Wanita... cantik?


Dibacanya kembali beberapa artikel yang ada di hadapannya itu.


“Pasangan”, “hukuman”, “wanita cantik”.


Dada Masumi berdebar keras. Dia merasa mendapatkan sesuatu.


Mungkinkah??


Pasangan, dia dan Maya.


Hukuman... Dendam? Kesalahan?


Racun yang diterima Maya bisa diartikan sebagai peringatan, hukuman kepada sepasang kekasih, Masumi dan Maya. Dan racun pada coklat Masumi berhubungan dengan seseorang. Wanita cantik.


Dan wanita cantik... Wanita cantik?


Wanita cantik yang berkaitan dengan dirinya dan Maya. Yang mungkin memiliki dendam atas kesalahan di masa lalu. Masumi mengepalkan tangannya erat-erat.


[“Selain itu, mungkin hanya kebetulan, tapi juga terlihat beberapa saat setelah Nona Maya masuk ke kamar mandi, Nona Shiori juga masuk ke sana. Dan beberapa menit setelah Nona Maya keluar dari kamar mandi, Nona Shiori juga keluar dari sana,”]


Shiori??!!!


Mungkinkah? Tapi... kenapa?? Apakah cokelat ini memang berkaitan dengannya? Dan penculikan itu, apakah juga berhubungan dengannya?


Masumi mengetatkan kepalan tangannya dan juga rahangnya. Raut wajahnya terlihat menakutkan.


=//=


Selesai dari rapat rutin dengan stafnya untuk mengevaluasi film terbaru Daito, Masumi segera kembali ke kantornya. Ia meraih kembali handphonenya. Mulanya dia berniat menelepon Hijiri, memintanya mencari tahu hubungan Shiori dengan Hino, jika ada. Namun tangannya berhenti menekan nomor saat teringat hal lain. Jika apa yang dia simpulkan mengenai racun itu benar, bahwa itu adalah pesan yang ditinggalkan pelaku untuknya. Berarti pelakunya minta ditemukan? Kenapa?


Masumi tidak menyukai segala ketidakpastian yang meliputinya saat ini. Dia tidak mau menunggu lebih lama. Dia tidak ingin pelakunya kembali bergerak, melakukan sesuatu kepada Mayanya.


Masumi menekan nomor kediaman Yosuke dan Shiori.


“Selamat siang, dengan kediaman Takamiya di sini,” seorang pelayan menyapanya.


“Selamat siang, bisa aku bicara dengan Shiori?” tanya Masumi tanpa basa basi.


“Nyonya sedang tidak di tempat. Apakah ada pesan?”


“Aku perlu menghubunginya dengan cepat. Ada masalah mendesak. Bisa kau beritahu kemana aku bisa menghubunginya?” tanya Masumi.


“Ini dengan...”


“Ini dengan Masumi Hayami. Aku ada keperluan mendesak dengan nyonyamu. Dan jika kau tidak segera memberitahuku, aku yakin nyonyamu akan marah besar kepadamu.” Masumi menekan.


Pelayan itu jelas sangat khawatir mendengar kata-kata Masumi.


“Baik, Tuan, saya rasa nyonya membawa handphonenya. Anda bisa menghubunginya. Sebentar saya berikan nomor handphonenya kepada Anda,” terang pelayan tersebut.


“Baiklah, tolong lebih cepat!” Perintah Masumi.


“Baik Tuan.” Kata pelayan tersebut.


Tidak berapa lama kemudian pelayan tersebut memberikan nomor Nyonyanya kepada Masumi.


=//=


“Halo,” dengan segelas teh di tangannya Shiori mengangkat handphonenya.


“Shiori?” suara Masumi terdengar datar di seberang telepon.


“A, Masumi?” ujar Shiori, kedua alisnya terangkat, terdengar nada terkejut dari nadanya bicara. “Darimana kau tahu nomorku?” tanyanya. sebuah senyuman yang aneh mengembang di bibirnya.


“Tidak penting. Aku perlu bicara denganmu. Kapan kau ada waktu?” tanya Masumi dingin.


“Bicara? Denganku? Hmm...” Shiori terdiam beberapa saat, mempermainkan. “Kapan saja,” katanya kemudian.


“Kedengarannya penting. Ada apa?” Shiori pura-pura khawatir.


“Kau akan tahu setelah kita bicara,” kata Masumi.


“Baiklah, katakan saja dimana kita harus bertemu,” kata Shiori.


Masumi mengatakan dimana tempat dan waktu keduanya bisa bertemu lalu menutup teleponnya.


“Masumi Hayami?” pria itu menoleh ke arah Shiori saat wanita itu menutup teleponnya.


“Iya,” kata Shiori, tersenyum.


“Lalu? Dia dapat pesannya?” tanya si pria.


“Ya, kurasa,” Shiori tersenyum sedikit gundah.


Pria itu terbahak.


“Hebat! Hebat!” pujinya, “sudah bisa diduga dari seorang Masumi Hayami,” imbuhnya. “Tidak heran kau dulu jatuh cinta sangat dalam kepadanya,”


“Aku sudah tidak mencintainya lagi!” wanita itu menekankan. “Sudah, jangan bicarakan hal itu lagi, aku muak!” tatapan benci terlihat di matanya.


“Sekarang?” tanya pria itu lagi, menatap mata Shiori dalam-dalam. “Apa kau sedang jatuh cinta sekarang?”


Shiori membuang mukanya.


“Tidak!” jawabnya singkat.


Pria itu tersenyum simpul.


“Sampai kapan kau akan berbohong, Shiori?” pria itu memutar dagu Shiori dengan jemarinya.


Keduanya berpandangan.


Yang lelaki mendekatkan wajah dan menciumnya. Yang wanita hanya terdiam sebentar dan kemudian membalasnya.


“Ukh...” Shiori memegangi kepalanya tiba-tiba.


“Kau tidak apa-apa?” tanya pria itu, khawatir.


Shiori menggeleng.


Pria itu menarik pinggangnya dan memeluknya.


Kepala Shiori tersandar di bahunya.


“Dimana obatmu?” tanyanya.


Shiori kembali menggeleng.


“Biarkan... saja...” katanya lemah. “Begini saja... sebentar lagi,” pintanya.


Shiori...


Pria itu sangat senang mendengarnya.


“Selamanya pun aku tidak keberatan,” ujar pria itu.


Shiori tertegun lantas membisikkan namanya perlahan.


Shiori menyadari dia memang mulai jatuh cinta pada pria ini. Padahal sejak Masumi meninggalkannya, dia sudah menutup hati dan perasaannya rapat-rapat. Dia tidak ingin siapa pun memanfaatkannya lagi. Tidak ingin hatinya tersakiti lebih banyak lagi.


Tapi ternyata sekarang dia malah mulai jatuh cinta dengan pria ini, dan semakin lama semakin dalam. Bahkan saat sedang bersama suaminya, dia hanya teringat pada laki-laki yang sekarang sedang memeluknya. Dia tahu dia berdosa. Tapi dia sungguh sudah terjerat. Lagi pula sudah banyak kesalahan yang dilakukannya. Shiori sungguh sudah tidak peduli lagi.


Shiori segera melepaskan dirinya dari pelukan pria itu setelah merasa lebih baik.


“Bisakah kau menginap di tempatku malam ini? Setelah bertemu Masumi, kita pergi ke apartemenku,” tawar si pria.


Shiori terdiam sejenak. Lalu menggeleng.


“Suamiku akan curiga jika aku...”


“Persetan dengan suamimu!!” serunya, murka.


Shiori mengerutkan alisnya.


“Jaga ucapanmu!!”


“Shiori! Bagaimana bisa kau bertahan dengannya? Kau tidak bahagia dengannya! Ceraikan dia. Kau tahu dia hanya parasit tidak berguna. Aku juga tahu dia tidak bisa menjalankan kewajibannya sebagai suami dengan baik! Laki-laki sampah!” Seru pria itu.


Wajah Shiori merah padam, dia malu dan marah.


“Itu bukan urusanmu!!” teriak Shiori histeris. “Apa yang terjadi antara aku dan suamiku bukan urusanmu!” Harga diri Shiori sebagai wanita ningrat terasa terusik dengan kata-kata kekasih gelapnya itu. “Kau sendiri, kenapa memaksaku? Menginginkan aku bercerai? Darimana aku tahu bahwa kau juga bukan mengincar nama dan hartaku? Hah? Darimana aku tahu??!!!” teriak Shiori histeris.


Tiba-tiba sakit kepalanya kembali menyerang. Shiori memegangi kepalanya dengan erat. Wajahnya pucat dan badannya lemas.


Dengan cepat pria itu memegangi pundak wanita yang dicintainya itu. Shiori berusaha melepaskannya tapi tidak bisa.


“Maaf, maafkan aku...” gumam pria itu dengan khawatir. “Aku tidak akan membicarakan masalah ini lagi.” Imbuhnya.


Shiori hanya terdiam. Lalu dipeluknya pria itu dan dia mulai menangis tergugu.


“Shiori... aku sungguh-sungguh mencintaimu. Aku tidak menginginkan apa-apa selain dirimu,” kata pria itu. “Kita pergi saja, tinggalkan semuanya....”


“Tidak!!” Wanita itu berkeras, menggelengkan kepalanya. “Hidupku sekarang sudah seperti di neraka. Dicemoohkan saudara-saudaraku, mempunyai suami tidak berguna yang sama sekali tidak bisa memberiku kebahagiaan. Dia bahkan mempunyai kekasih gelap seorang wanita murahan,” Shiori geram, pelukannya semakin erat di pundak pria itu. “Badanku lemah dan dokter melarangku untuk hamil. Aku tidak punya apa-apa. Hidupku sudah hancur!! Hancur!!” Wanita itu kembali tergugu.


“Aku harus berpura-pura semuanya berjalan sempurna dalam hidupku, hanya demi harga diri dan nama baik rumah tanggaku, tapi setiap saat aku hanya merasa seperti berada di neraka. Aku jijik pada suamiku! Aku benci tubuhku, aku benci hidupku! Benci!!!” teriaknya. “Dan semua ini karena Masumi Hayami. Aku benci kepadanya. Sangat membencinya!!!” Serunya dengan air mata berderaian.


Setiap kali teringat Masumi, Shiori akan kembali menjadi histeris.


“Aku ingin melihatnya menderita,” ujar wanita itu dengan mata penuh dendam. “Baru aku akan bisa mati dengan tenang!”


Pria itu sangat terkejut mendengarnya.


Shiori...?!!


=//=


Bukankah itu...??


Pikir Rei saat melihat seorang tamu yang baru saja masuk ke kafenya.


“Selamat sore,” sapa Rei sambil menyerahkan menu.


“Selamat sore,” kata Sawajiri, meletakkan tasnya di atas sebuah meja. “Aku pesan segelas cappucino dan fettucini salsa,” tambahnya dengan cepat tanpa menerima menu yang disodorkan Rei.


“Baik, mohon tunggu sebentar,” kata Rei sebelum pergi.


Tidak berapa lama Rei kembali dengan pesanan Sawajiri.


“Terima kasih sudah menunggu. Silahkan, ada yang lainnya?” Tanya Rei.


“Aoki, kapan kau selesai?” tanya Sawajiri kepada Rei yang mengantarkan pesanannya.


“Eh? Mhh... hari ini sampai jam 7,” kata Rei.


“Oh, baiklah, aku akan menunggumu. Aku juga nanti ingin bertemu Maya,” kata Sawajiri.


Eh?


Rei tertegun, tidak tahu harus berkata apa.


“Keberatan?” Tanya Sawajiri dingin.


“Eh? Mmh… ti, tidak,” jawab Rei.


“Bagus kalau begitu,” kata Sawajiri sebelum kembali kepada laptopnya dan tidak menoleh kepada Rei lagi.


Rei mengaitkan kedua alisnya, terheran. Lantas berlalu pergi.


=//=


“Aku sudah selesai,” kata Rei setelah bersiap pulang, kepada Sawajiri yang masih menunggunya.


Tanpa berkata-kata Sawajiri mematikan laptopnya.


“Ayo,” katanya kemudian sambil beranjak berdiri.


Sawajiri membukakan pintu mobilnya untuk Rei.


“Apakah ada sesuatu?” Tanya Rei kepada Sawajiri saat mobilnya mulai melaju menuju apartemen Maya.


“Tidak juga,” jawab Sawajiri singkat. “Apakah harus ada sesuatu?” Tanya Sawajiri.


Rei tertegun lantas terdiam.


“Lalu?” Tanya Rei. “Kenapa kau menungguku?” tanya Rei. “kupikir ada hal penting yang perlu dibicarakan,” ujar Rei, menyuarakan pikirannya.


“Mengenai Maya,” kata Sawajiri kemudian. “Ada beberapa hal yang ingin kutanyakan,” ujarnya.


“Maya?”


“Ya. Pak Masumi sempat mengatakan agar aku lebih mengenal Maya, karena aku manajernya. Jadi aku harus mengetahui masalah pribadinya lebih banyak dan hal-hal apa saja yang sensitif untuknya. Kupikir kau akan bisa membantuku,” ungkap Sawajiri.


“Oh, mmh…” Rei terlihat berpikir. “Bukankah lebih baik jika kau menanyakannya sendiri kepada Maya?”


“Mungkin,” kata Sawajiri. “Tapi saat ini sedikit sulit berkomunikasi dengannya. Jadi kurasa lebih baik aku bicara denganmu bukan?”


Rei kembali terdiam. Apa yang dikatakan Sawajiri memang bisa diterima akalnya.


“Baiklah, apa yang ingin Anda ketahui?” Tanya Rei.


=//=


Bel apartemen Maya berbunyi. Maya yang baru saja selesai mandi membuka pintunya.


“Halo Maya,” sapa Rei. “Kau sudah pulang rupanya,” kata Rei seraya memasukkan kembali kunci apartemen Maya ke dalam tasnya.


“Halo Rei,” sapa Maya dengan wajah berseri-seri.


Eh?!!


Rei terkejut mendengar suara Maya.


“Maya!! Suaramu!!” Seru Rei antusias.


“Iya!” Seru Maya, juga antusias.


“Kyaaa~!! Syukurlah!” Rei segera memeluk Maya dengan erat.


Keduanya tertawa gembira.


“Eh, Kak Sawajiri…” Maya baru menyadari ada Sawajiri di sana yang mengantar Rei.


“Halo,” kata pria itu dengan datar.


Maya lalu menggeser dirinya mempersilahkan kedua orang itu masuk.


“Bagaimana tadi latihanmu? Ada kesulitan?” Tanya Sawajiri saat terduduk di atas sofa.


“Tidak,” Maya menggelengkan kepalanya. ”Semuanya lancar,” katanya dengan riang.


“Eh?” Rei menoleh kepada Sawajiri. “Kau sudah tahu kalau suara Maya sudah kembali?” tanya Rei.


“Sudah,” jawab Sawajiri singkat.


“Ja, jadi...?!” Rei memandangi Sawajiri.


Apa tadi maksudnya dengan ‘saat ini sulit berkomunikasi dengan Maya’.


Pikir Rei, memandangi Sawajiri dengan heran.


Pria itu balas menatapnya tanpa ekspresi.


“Apakah ada sesuatu?” tanya Maya, menyajikan teh untuk Sawajiri. “Tadi Kak Sawajiri tidak menemaniku latihan katanya ada urusan penting. Dan kenapa jadi datang bersama Rei?”


“Tadi aku menghubungi beberapa pihak yang sempat ditunda kontraknya kemarin karena masalah suaramu. Sekarang saat suaramu sudah kembali, aku menghubungi beberapa orang untuk bernegosiasi,” terang Sawajiri.


Rei dengan cepat menoleh pada pria itu.


“Kau,” katanya terbata. “Apakah tidak bisa memikirkan Maya sebentar saja?” tanya Rei. “Suaranya baru saja kembali. Dan kau sudah berpikir untuk membuatnya bekerja keras? Bukankah...”


“Itu pekerjaanku, Aoki. Untuk memastikan Maya tetap punya pekerjaan,” jawabnya.


“Kau...!”


“Sudahlah Rei,” kata Maya, menengahi.


Sejak dia di rumah sakit dulu keduanya memang selalu berselisih.


“Aku tidak keberatan. Bukankah pekerjaanku harus mendapatkan persetujuan dari Pak Masumi?” tanya Maya.


Sawajiri mengangguk, “tentu saja.”


“Kalau begitu tidak apa-apa. Kalau Pak Masumi mengijinkan, aku akan menjalankan pekerjaannya,” kata Maya, tersenyum.


“Kau besok ke rumah sakit ‘kan? Aku sudah mengosongkan jadwal untukmu sampai jam 10. Karena kau juga ada kencan dengan Pak Masumi, aku hanya mengisi jadwalmu sampai sore. Untuk kegiatan dan kontrakmu yang lain, aku akan membicarakannya dengan Pak Masumi setelah mendapatkan kepastian mengenai kondisimu dari dokter Fujiwara besok,” terang Sawajiri.


Maya kembali mengangguk.


“Ya sudah itu saja, aku harus pergi sekarang,” kata Sawajiri. “Kau tidak perlu mengantarku,” lanjutnya, kepada Maya.


Maya tidak beranjak dari duduknya.


“Apa kau bisa mengantarku, Aoki?” imbuhnya, kepada Rei.


“Eh?” Rei tertegun. “A, aku?” dia memastikan.


“Iya, antarkan aku,” pinta Sawajiri.


Maya dan Rei saling berpandangan.


“Baiklah,” ujar Rei, masih terheran.


=//=


“Aoki, apa kau tahu Doremi sekarang sudah bergabung dengan Daito?” tanya Sawajiri sementara keduanya menyusuri lorong menuju lift.


“Ya, kurasa aku sempat melihatnya di televisi,” kata Rei.


“Apa kau pernah main drama televisi?” tanya Sawajiri lagi.


“Belum pernah,” kata Rei.


“Apa kau tidak tertarik?”


“Tertarik?”


“Ya, apakah saat ini sedang ada sandiwara yang kau mainkan?” pria itu menatap Rei.


Rei terdiam sebentar.


“Tidak,” jawabnya perlahan.


Mengingat perbincangan keduanya saat itu di cafe, Rei merasa pertanyaan Sawajiri barusan seperti menyindirnya.


“Sekarang semua produksi dorama* Doremi dibawah pengawasan Daito. Daito mengharapkan ada peningkatan kualitas dari dorama karya Doremi. Salah satu hal yang akan dilakukan adalah dengan menggunakan pemain yang lebih baik. Kudengar beberapa hari ke depan manajemen Doremi akan mengadakan casting besar-besaran untuk beberapa dorama mereka. Apa kau tertarik untuk mencoba?” tanya Sawajiri.


*)Dorama = drama TV Jepang.


“Eh? Aku... main drama TV?” Rei bertanya setengah tidak percaya.


“Ya, kau bisa coba. Aku tahu aktris Mayuko punya kemampuan di atas rata-rata. Mayuko didirikan untuk mencari pemain Bidadari Merah bukan? Jadi pastinya Bu Mayuko dulu merekrutmu dan teman-temanmu dengan pertimbangan yang tidak main-main. Karena itulah sebenarnya Daito sejak dulu sangat memperhatikan aktris-aktris teater Mayuko,” terang sawajiri.


Keduanya sudah tiba di depan lift. Sawajiri menekan tombolnya.


“Aku...” Rei terlihat ragu-ragu.


“Sepertinya dari dulu karir keaktrisanmu sama sekali tidak ada peningkatan,” tambah Sawajiri, tajam.


Rei menoleh dengan cepat dan menatap Sawajiri dengan tidak kalah tajam.


“Aku pernah melihatmu di pentas Midsummer Night’s Dream dari Shakespeare. Saat itu, kupikir kau seorang pria,” kata Sawajiri tiba-tiba.


Eh?!


Rei tertegun mendengar ucapan Sawajiri.


“Saat aku bertemu denganmu di rumah sakit saat Maya dirawat, aku masih sempat berpikir kau laki-laki. Perlu waktu beberapa lama untukku menyadari kalau kau itu ternyata perempuan,” Sawajiri kembali berkata dengan intonasinya yang datar.


Rei tidak tahu harus menanggapinya bagaimana.


“Kau bukan yang pertama,” Rei tersenyum canggung, menatap pintu lift yang mulai terbuka.


“Rei,” panggil Sawajiri sebelum masuk ke dalam lift.


Rei menoleh pada pria yang 5 cm lebih tinggi darinya itu.


Cup!


Eh?!!


Mata Rei terbuka lebar merasakan bibir Sawajiri di bibirnya.


“Rei, aku...” sejenak hanya ada keheningan diantara keduanya saat bibir mereka terpisah. “Kadang lupa kalau kau itu memang perempuan,” tambahnya sebelum melangkah masuk ke dalam lift.


Eh? Hah? Apa??!!!


Rei masih tidak bisa berpikir dengan jernih mengenai apa yang baru saja dialaminya. Apa yang baru saja didengarnya. Rei menatap wajah Sawajiri—yang masih saja sedatar tembok—tanpa berkedip dengan perasaan tidak menentu sebelum kemudian menghilang dibalik pintu lift.


=//=


“Kau sudah makan Rei?” tanya Maya kepada Rei saat sahabatnya itu kembali masuk ke dalam apartemen.


Rei tidak menjawab dan hanya terlihat linglung. Maya terkejut melihatnya. Dia tidak pernah melihat sahabatnya seperti itu sebelumnya.


“Rei? Kau kenapa?” tanya Maya khawatir.


Masih terlihat kebingungan. Rei duduk di atas sofa di sebelah Maya.
“Rei?!” Maya mengguncangkan lengan sahabatnya itu.


Rei akhirnya menoleh.


“Ada apa?” tanya Maya sekali lagi, masih khawatir.


“Maya, Kak Sawajiri...” ucapannya terputus.


Menciumku...


Lanjutnya dalam benaknya.


“Kak Sawajiri?” Maya terlihat bingung.


“Maya, orang itu, tadi...” Rei terlihat ragu-ragu. “Mengecup bibirku,” gumamnya kemudian dengan perlahan.


Dengan cepat wajah Rei mulai terlihat merah padam. Tidak mengira mengatakannya dengan bibirnya benar-benar membuatnya merasa malu.


“Hah?!!” Seru Maya, sedikit terlambat karena dia berusaha meyakinkan bahwa dia tidak salah dengar. “A, apa kau bilang? Kak Sawajiri...” Maya juga tidak bisa percaya.


Tidak bisa dibayangkan Sawajiri yang seperti sebuah robot bisa melakukan semua itu.


Rei mengangguk menjawab pertanyaan Maya yang tidak sanggup dilontarkan gadis mungil itu.


“Ta, tapi, kenapa? Eh?! Apa kalian berkencan?” tanya Maya, antusias.


“Tidak!” sanggah Rei cepat sambil menggelengkan kepalanya.


Kedua gadis itu terdiam.


“Sepertinya dia menyukaimu Rei,” gumam Maya, berkesimpulan.


“Eh?!!” Rei menoleh dengan cepat kepada Maya. Ucapan gadis itu tiba-tiba terdengar menakutkan. “Kau jangan bicara yang tidak-tidak, Maya,” ujarnya, ketakutan.


Maya memperhatikan Rei. Dia lalu menutup mulutnya dengan kedua tangannya dan mulai terkikik.


“Maya...?” Rei memperhatikan dengan heran.


“Kau lucu sekali, aku tidak pernah melihatmu seperti ini,” kata Maya.


Rei tertegun. Dengan wajah masih memerah dia lalu ikut tertawa dengan temannya itu.


“Dia membuatku sangat terkejut,” aku Rei kemudian.


“Apakah dia bilang sejak kapan dia menyukaimu Rei?” tanya Maya, tertarik.


Rei mengambil salah satu bantal sofa dan memeluknya. Dia lalu menggelengkan kepalanya.


“Dia tidak pernah membicarakan hal seperti itu. Tadi pun, dia datang ke cafe, lalu mengatakan ingin mengantarku pulang. Katanya ada sesuatu mengenai dirimu yang ingin dia bicarakan denganku,” Rei bergumam.


“Aku?” tanya Maya dengan wajah heran.


“Iya.” Rei membenarkan. “Tapi sekarang setelah kuingat-ingat kembali, dia memang menanyakan beberapa hal mengenai dirimu, tapi dia lebih banyak bertanya mengenai diriku,” Rei mengingat.


“Awalnya dia bertanya mengenai kau dan keluargamu, lalu dia akan bertanya bagaimana denganku. Dan akhirnya kami jadi membicarakan diriku. Begitu juga mengenai hal lainnya, seperti apakah aku tahu siapa saja yang pernah dekat denganmu, dan kemudian dia bertanya mengenai apakah ada seseorang yang sedang dekat denganku...” papar Rei, cara bicaranya seperti dia baru saja menemukan sesuatu yang tadi sempat tidak disadarinya.


“Ah! Kak Sawajiri rupanya benar menyukaimu Rei!” Seru Maya, juga tidak percaya.


“Aku? Masa sih...”


“Apa kau menyukainya?” tanya Maya, tertarik.


“Eh?” Rei tertegun. Dia sangat terkejut dengan kejadian tadi dan tidak sempat memikirkannya. “Entahlah...” Rei berpikir. “Kurasa... tidak...” katanya kemudian, ragu-ragu.


Maya masih menunggu dengan sabar tapi sepertinya Rei tidak punya hal lain untuk disampaikan.


“Apa dia bilang dia menyukaimu?” tanya Maya lagi.


Rei terdiam lalu menggelengkan kepalanya.


“Kau tahu apa yang dikatakannya setelah dia menciumku?” ujar Rei.


Maya hanya menunggu sahabatnya itu meneruskan ucapannya.


’Rei, aku kadang lupa kalau kau itu memang perempuan’” ulang Rei.
Maya dan Rei saling menatap, sama-sama bingung. Keduanya lalu tergelak.


=//=


Masumi melihat jam tangannya beberapa kali. Wanita itu belum muncul


Shiori, apa memang kau yang berada di balik semuanya...


Pikir Masumi. Tangannya terkepal kuat dengan tegang. Dia sudah bertekad untuk segera mengungkapkan semuanya. Saat ini semua petunjuk mengarah kepada Shiori. Mungkin benar, mungkin juga salah. Masumi ingin segera memastikannya.


Tapi laki-laki itu, yang bertemu dengan Nakahara, dan yang katanya menitipkan cokelat kepada anak kecil dulu, juga seorang laki-laki. Masumi masih tidak punya petunjuk apakah laki-laki itu berkaitan langsung dengan Shiori atau Shiori malah tidak tahu menahu mengenai semua ini.


“Maaf menunggu lama,” sebuah suara yang anggun terdengar dan membuyarkan lamunan Masumi.


“Shiori...” gumam Masumi.


Wanita itu kemudian duduk di hadapan Masumi.


“Maaf tiba-tiba memintamu untuk bertemu,” kata Masumi.


“Tidak apa-apa,” Shiori tersenyum tipis. “Walaupun harus kuakui aku agak sedikit terkejut kau tiba-tiba mengundangku. Kupikir kau sudah cukup kesal dan benci kepadaku untuk tidak bertemu lagi denganku,” kata Shiori dengan hambar.


Masumi tertegun.


“Seingatku, aku tidak pernah berkata bahwa aku membencimu,” ujar Masumi.


Shiori menatap Masumi. Lalu tersenyum sendu.


“Setidaknya kau sempat membuatku berpikir demikian,” ujar Shiori.


“Shiori, aku mengajakmu bertemu, bukan untuk membicarakan masa lalu,” ucap Masumi datar. “Semuanya sudah tidak penting lagi sekarang,” imbuhnya.


Iya Masumi, aku memang selalu tidak penting di matamu...


Batin Shiori.


“Ada hal lain yang ingin kubicarakan dan kuharap kau mau mengatakan semuanya dengan jujur,” nada suara Masumi terdengar dingin.


“Tentu,” jawab Shiori. “Tentu saja,” wanita itu tersenyum misterius.


=//=


Keduanya terdiam saat seorang pelayan menyajikan minuman untuk keduanya.


“Jadi?” tanya Shiori.”Apa yang ingin kaubicarakan, Masumi?” tanya Shiori.


Masumi terdiam sejenak, memandang wanita itu.


Masumi mengeluarkan sesuatu, sebuah cokelat dan menyodorkannya kepada Shiori.


“Untukmu,” katanya.


Masumi bisa melihat mata wanita itu yang melebar.


Dia mengamatinya lalu menatap Masumi.


“U, untukku?” tanya Shiori. Ragu dan gelisah.


“Iya, aku menerimanya beberapa hari yang lalu, dengan setangkai mawar ungu. Tidak banyak yang tahu bahwa aku adalah mawar ungu. Dan kau salah satunya. Setelah kejadian di resepsi Ayumi, aku yakin kau yang mengirimkan ini kepadaku. Benar kan, Shiori?” tuding Masumi.


Shiori sedikit gelisah dan meminum tehnya dengan terburu-buru.


“Kejadian di resepsi Ayumi apa?” Shiori pura-pura tidak tahu.


“Apakah kau tahu bahwa suara Maya sudah kembali?” tanya Masumi.


“Apa?!” Shiori tidak dapat menyembunyikan keterkejutannya. Pegangannya di kuping cangkir terlihat mengerat.


Melihat reaksinya Masumi tahu, itu bukan hal yang diharapkan oleh wanita itu. Masumi semakin yakin bahwa Shiori memang berkaitan dengan semua ini.


“Kau bilang...”


“Ya, suara Maya sudah kembali, dan dia sudah menceritakan apa yang terjadi saat itu di kamar mandi. Yang menyebabkan dia keluar dari gedung.” ujar Masumi. “Ternyata berdusta dan berpura-pura menjadi korban memang keahlianmu, Shiori.” Ucap Masumi, tajam.


Shiori tidak mengelak. Dia hanya terdiam geram.


“Ternyata gadis itu memang seorang pengadu ya,” Shiori tersenyum culas dan meletakkan cangkirnya di hadapannya.


Dia tidak tahu bahwa Masumi berbohong. Masumi sama sekali tidak tahu apa yang terjadi di kamar mandi. Tapi dia bisa melihat dari cctv bahwa Maya sepertinya sangat sedih saat keluar dari kamar mandi dan meninggalkan gedung.


“Jaga ucapanmu!” hardik Masumi.


Shiori menegakkan badannya dan menatap Masumi lurus-lurus dan tersenyum tidak peduli.


“Apa kau, yang mengirimkan cokelat ini?” tanya Masumi.


Keduanya berpandangan.


“Bukan aku,” jawab Shiori datar. “Tapi temanku,” imbuhnya.


Teman?!!


Pintu ruang pribadi itu terbuka, dan seseorang masuk ke dalam.


“Selamat malam Pak Masumi,” sapa sebuah suara dengan ramah dan wajah yang berbinar-binar.


Masumi menatapnya dingin dengan geram.


“Hino...” desisnya tajam.

[ 12 Tahun yang lalu


“Dasar orang miskin!! Mau berlagak kaya ya?!!” Seru salah satu siswa itu memukuli Hino yang dipegangi kedua tangannya oleh teman-temannya.


Mereka membiarkan Hino tersungkur di lantai setelah puas menganiayanya lantas pergi meninggalkannya.


Hino berusaha bangkit dengan susah payah. Dia bisa merasakan rasa perih di sudut bibirnya yang berdarah. Badannya juga memar-memar. Hino segera mengeluarkan jaket dari tasnya. Dia tidak mau Ibu dan kakak perempuannya khawatir melihat luka-luka di badannya. Tapi sepertinya lebam di tulang pipinya tidak akan bisa disembunyikan.


“Ah! Sialan!!” umpatnya.


Sejak masuk di SMA Ichinomiya khusus putra sebagai satu-satunya murid beasiswa di sekolah elit tersebut, Hino yang hanya berasal dari keluarga biasa saja memang selalu menjadi bulan-bulanan dari siswa lain yang berasal dari keluarga kaya.


Begitu juga hari ini. Sekali lagi dia mendapat panggilan di lokernya untuk menuju kebun belakang sekolahnya dan mereka memukulinya. Jika hari ini mereka tidak memukulinya, maka besok mereka akan memberikan ‘jatahnya’ dua kali lipat.


Aku benci sekolah ini, benci!!


Rutuknya dalam hati. Jika saja dia tidak ingat ibu dan kakaknya yang begitu bangga mendengar dia diterima di sekolah ini, sudah sejak lama dia pergi dari sini.


Hino mengayuh sepedanya yang sudah penyok dengan cepat dan perasaan kesal. Tiba-tiba matanya terpaku pada sesosok gadis yang sangat cantik, dia berada di gerbang sebuah sekolah khusus putri. Hanya sendirian saja, sepertinya sedang merawat beberapa bunga yang ada di sana. Tanpa sadar Hino mengerem sepedanya dan hanya berdiri terpaku memperhatikan.


Perlu waktu beberapa saat sampai gadis itu juga sadar dengan kehadiran Hino. Gadis itu mengangkat pandangannya dan keduanya bertatapan.


Hino masih memandanginya tidak berkedip. Gadis itu di matanya sangat cantik. Rambutnya yang hitam terlihat menjuntai indah dan berkilauan melewati bahunya dan bergelombang dengan menawan di bawahnya. Matanya sedikit sayu, menatapnya dengan polos dan sedikit takut serta terkejut. Kulit putih pucatnya terlihat memikat di bawah sinar matahari.


“Ma, maaf,” kata Hino gugup. “A, aku tidak bermaksud mengganggu.”


Gadis itu, Shiori, hanya menatapnya tanpa berkata apa-apa.


Hino turun dari sepedanya dan menghampiri gadis itu.


“Na, namaku Hino!” pemuda itu membungkuk, memperkenalkan diri.


Saat dia kembali mengangkat badannya, gadis itu memandangnya sambil tersenyum hangat. Hino bisa merasakan dadanya berdebar keras, semua rasa sakit di badannya tiba-tiba tidak terasa.


“Kau kenapa?” tanya gadis itu lembut.


“Eh?!” Hino tertegun.


Gadis itu menunjuk pada wajahnya yang lebam.


“Oh, ini...” Hino tersenyum meringis.


Shiori mengeluarkan sapu tangannya dan mengusap sudut bibir pemuda itu dengan hati-hati sementara Hino sangat terpesona dengan sosok gadis cantik yang bagaikan malaikat di hadapannya ini.


“Sebaiknya lukamu dibersihkan,” kata gadis itu dengan perlahan. “Kau bisa membersihkan diri di kamar mandi sekolah kami,” imbuhnya.


“Eh, a, apa tidak apa-apa?” tanya Hino ragu-ragu.


“Tidak apa-apa,” gadis itu tersenyum. “Sekarang semuanya sudah pulang, kurasa tidak masalah jika kau menggunakan kamar mandi.”


Hino mengangguk, lalu keduanya beranjak ke tempat murid-murid biasa mencuci baju setelah ekstrakurikuler.


“Kau sekolah di sini?” tanya Hino sambil membersihkan luka-lukanya.


Shiori sempat sangat terkejut melihat banyaknya luka lebam di tubuh Hino.


“Iya, aku murid kelas tiga,” jawab gadis itu.


Shiori memang lebih tinggi beberapa senti dari dirinya.


“Kenapa sendirian saja?” tanya Hino kemudian.


Shiori hanya terdiam dan tidak menjawab. Hino bisa melihat gadis itu tidak nyaman dengan pertanyaannya.


“Maaf, aku tidak bermaksud menyinggungmu,” kata Hino.


“Tidak apa-apa,” Shiori tersenyum lembut. “Aku memang terbiasa sendiri,” terang Shiori singkat.


Hino mengamatinya. Gadis ini sangat cantik. Dari penampilannya dan juga sekolahnya, sekolah putri Aozora adalah sekolah khusus putri-putri milyuner. Dia pasti salah satunya. Tapi kenapa dia hanya sendirian saja di sekolah yang sudah kosong, seperti terasing?


“Kenapa kau sampai lebam-lebam begini? Tidak baik jika terus menerus berkelahi. Lebih baik kau gunakan waktumu untuk hal-hal yang lebih positif,” nasihat Shiori.


“Ini bukan kemauanku,” keluh Hino. “aku hanya ingin sekolah di sana. Tapi anak-anak orang kaya brengsek itu selalu saja mengusikku!!” Api kemarahan terlihat menggebu di mata Hino.


“Anak orang kaya?” Shiori mengamati seragam Hino.


Dia tahu sekolah itu.


“Aku murid kelas satu di Ichinomiya. Aku tahu aku bukan siapa-siapa jika dibandingkan mereka. Keluargaku hidup sangat sederhana dan aku hanyalah murid beasiswa. Sedangkan mereka sudah bergelimangan harta sejak lahir, bahkan sudah dijamin memiliki jabatan walaupun hidup sebagai berandalan!” Hino terlihat geram.


Shiori hanya mengamatinya lalu tertawa kecil.


Hino tertegun, lalu menoleh pada gadis itu.


“Kenapa kau harus memikirkan mereka? Di mataku, kau yang hebat. Bisa masuk sekolah bergengsi itu karena kepandaianmu. Bukankah mereka menerimamu karena sekolah itu lebih membutuhkan orang sepertimu daripada anak-anak orang kaya itu? Jadi sebenarnya kau lebih istimewa dari murid-murid lainnya,” ujar Shiori.


Hino memandangi gadis itu.


[“Di mataku, kau yang hebat. Kau lebih istimewa dari murid-murid lainnya. Sekolah itu lebih membutuhkan orang sepertimu,”]


Hino sangat senang mendengarnya. Hatinya berdebar-debar bahagia dengan ucapan gadis itu.


“Te, terima kasih!” Hino menundukkan kepalanya dan membuat Shiori terkejut. “Kata-kata kakak barusan sangat berarti bagiku.”


“Aku senang jika kau bisa kembali bersemangat,” gadis itu tersenyum lembut.


Deg!


Jantung Hino berdebar lebih cepat lagi.


“Aku harus kembali, kurasa jemputanku akan segera datang atau Bibi akan khawatir jika tidak melihatku,” gumam Shiori.


Gadis itu berusaha berdiri namun kemudian kembali terduduk sambil memegangi dahinya.


Bruk!


Tasnya terjatuh.


“Kakak! Kakak tidak apa-apa?!” Hino dengan cepat memegangi bahu gadis itu.


“Obatku...” kata Shiori menunjuk tasnya.


Dengan cepat Hino membuka tas gadis itu, mencari sebuah obat.


“Yang ini?” tanyanya.


Shiori mengangguk. Hino juga mengeluarkan sebuah gelas yang dibawa gadis itu dan mengambilkan air untuknya.


Shiori lantas meminum obatnya dan terdiam beberapa saat sambil mengatur nafasnya.


“Sudah lebih baik?” tanya Hino, khawatir.


Shiori mengangguk pelan dan menggumamkan terima kasih.


“Ayo,” Hino meraih pundak Shiori. “Aku bantu ke gerbang,” ujarnya.


Wajah gadis itu merona malu. Dia tidak pernah sedekat ini dengan laki-laki mana pun. Walaupun pemuda ini lebih muda darinya, tetap saja Shiori merasa gugup jika mereka berdekatan seperti ini.


Hino memapah Shiori kembali ke gerbang.


“Tadi kakak sedang apa? Merawat bunga?” tanya Hino.


Shiori mengangguk.


“Jemputanku terlambat datang, karena ada masalah dengan mobilnya tadi. Jadi aku menunggu sambil membersihkan beberapa bunga di sana. Aku senang merawat bunga. Kasihan jika mereka ditelantarkan,” kata Shiori.


“Apakah tidak ada yang menemanimu menunggu? Atau kenapa kakak tidak meminta teman kakak mengantarkan ke rumah?” tanya Hino.


Shiori terdiam, bibirnya menggaris sedih.


“Aku tidak punya teman,” gumamnya. “Dari dulu badanku lemah. Mungkin teman-teman berpikir tidak menyenangkan bersamaku, karena aku tidak bisa diajak bermain setelah pulang sekolah. Aku juga sering tidak masuk karena sakit dan tidak bisa mengikuti pelajaran olah raga,” ucap Shiori sendu. “Jadi aku terbiasa sendiri saja,” tambahnya, berusah tersenyum.


Hino tertegun. Gadis yang tadi menyemangatinya ternyata juga mempunyai masalahnya sendiri.


“Nona Shiori!” Sebuah suara menyambutnya.


“Bibi!” seru Shiori, riang.


“Nona, maaf terlambat, ada masalah tadi di jalan. Nona tidak apa-apa?” tanya si Bibi khawatir.


Shiori menggeleng lemah.


Bibi itu lantas menoleh dan menatap galak kepada Hino.


Spontan Hino segera meleaskan pegangannya dari Shiori.


Bibi segera membawa Shiori masuk ke dalam mobil.


“Semoga lekas sembuh kak!” seru Hino.


Shiori menoleh kepadanya dan tersenyum.


“Anak muda, siapa namamu?” tanya si Bibi.


“Hi, Hino. Ryoma Hino,” jawab Hino.


Tanpa berkata-kata si Bibi masuk kembali ke dalam mobil dan pergi meninggalkan Hino.


Hino kembali pada sepeda penyoknya. Dia sangat senang dengan apa yang terjadi hari ini.


“Shiori...” gumam Hino.


Jadi namanya Shiori...


Pikir Hino sambil tersenyum.


=//=


“Hino! Ada yang mencarimu!!” seru kakak perempuan Hino di hari Minggu pagi itu.


Dengan malas Hino mengenakan sweaternya untuk menyembunyikan luka-luka di badannya.


Hino mengatakan bahwa kemarin dia jatuh dari sepeda dan menyebabkan pipinya lebam serta bibirnya terluka. Hino sangat sering terluka sejak masuk ke sekolah itu sampai-sampai sudah tidak terasa lagi. Prestasinya pun perlahan-lahan menurun, karena Hino mengalami tekanan mental dari teman-temannya. Hino benar-benar muak dengan sekolahnya.


Namun sejak bertemu Shiori kemarin, dan mendengarkan perkataannya, Hino kembali menemukan tujuannya. Dia memang beruntung bisa sekolah di Ichinomiya yang bergengsi tinggi dan memiliki banyak jaringan dengan perguruan-perguruan tinggi ternama. Dia harus memanfaatkan keberuntungannya. Tidak ada waktu baginya menyia-nyiakan masa sekolahnya karena sekumpulan anak orang kaya tak berotak. Dia harus berhasil dan berbalik mempecundangi mereka.


Hino sangat terkejut saat melihat siapa yang datang ke rumahnya. Bibi yang kemarin menjemput Shiori. Hino tidak mengira Bibi itu bisa menemukan rumahnya dan menemuinya.


“Tuan Hino,” sapanya.


“Bibi... ada apa?” tanya Hino.


“Saya mewakili keluarga Takamiya, ingin meminta sesuatu kepadamu,” katanya.


Takamiya?


Hino baru menyadari bahwa Takamiya adalah nama keluarga Shiori.


“A, ada yang bisa kubantu Bi?” tanya Hino dengan sungkan.


“Ya, tolong jangan dekati Nona Shiori lagi,” kata si Bibi, keras. “Nona Shiori adalah cucu kesayangan Tuan Takamiya, direktur utama dari grup Takaatsu. Dia tidak bisa bergaul dengan orang sembarangan, apa lagi yang tidak jelas asal usulnya.” Kaya si Bibi tajam.


Dug!


Hino sangat sakit mendengarnya, merasa seakan sebilah pisau menusuk dadanya.


“Ini...” Si Bibi menyerahkan sesuatu kepada Hino. Sebuah cek. “Tuan dan Nyonya berharap ini bisa membantu keadaan keluargamu.”


Hino benar-benar merasa terhina dengan perlakuan yang diterimanya.


“Bawa kembali!” serunya. ”Aku tidak ingin menerimanya. Kalian orang kaya memang hanya bisa menghina,” ujar Hino geram. “Kalian pikir uang bisa membeli segalanya? Kalau hanya uang, aku juga akan bisa mendapatkannya!” Hino mengepalkan tangannya erat-erat.


“Silahkan pergi sekarang juga,” usir Hino. “Tapi jangan khawatir, aku tidak akan mendekati Shiori. Kami baru bertemu kemarin dan aku sama sekalibukan temannya,” desis Hino tajam.


Si bibi memandangnya sebentar lalu tersenyum puas.


“Kalau begitu saya permisi,” katanya sopan dan segera pergi.


Hino sangat kesal dan terhina.


Ternyata orang kaya di manapun sama saja! Hanya bisa menghina kami. Dasar brengsek! Takamiya brengsek!! Lihat saja, suatu hari aku pasti berhasil!!


Hino terlihat terengah karena marah.


Shiori...


Tapi Hino tidak bisa memungkiri. Walaupun dia membenci keluarga Takamiya, tapi dia sudah jatuh cinta pada gadis itu, Shiori Takamiya.


Apakah dia tahu mengenai apa yang baru saja terjadi?


Tidak... dia pasti tidak tahu, dia bukan gadis seperti itu.


Kembali terbayang di matanya wajah cantik Shiori dan senyumannya.


=//=


“Miura, apa kau tidak membawa lagi tugasmu?” tanya guru akuntansi itu dengan tatapan galak.


Hino tahu, bocah-bocah kaya itu selalu melupakan tugas hari sabtunya karena akan sibuk ugal-ugalan.


“Maaf Pak, saya sudah mengerjakannya tapi bukunya tertinggal,” kata Miura, beralasan sambil cengengesan.


“Ketinggalan! Ketinggalan! Selalu saja beralasan!” Hardik guru tersebut. “Kali ini sudah cukup, aku akan memberikan hukuman yang lebih berat dari biasanya!”


Kelas terdengar berdengung ribut.


“Pak!” Hino mengangkat jarinya.


Pak guru dan seisi kelas menoleh ke arahnya.


“Ada apa Hino?” tanya guru tersebut.


“Tugasnya memang tertinggal,” kata Hino.


“Eh?” guru itu tertegun, demikian juga Miura.


“Kemarin kami mengerjakan tugasnya bersama di rumahku. Karena Miura pulangnya terburu-buru saya rasa tugasnya masih ada di rumah saya. Tapi dia memang sudah mengerjakannya,” terang Hino.


Guru itu terdiam memperhatikan Hino. Nilai Hino selama ini selalu memuaskan, dan dia tidak melihat alasan muridnya itu berbohong.


“Benar begitu, Miura?” tanya Pak guru.


“I, iya Pak!” Jawab Miura cepat.


“Kalau begitu Bapak beri waktu sampai besok untuk mengumpulkan tugasmu, berikan langsung ke kantor sebelum bel masuk berbunyi,” kata pengajar akuntansi tersebut.


“Baik Pak,” Miura tersenyum puas.


=//=


“Apa maksudmu tadi hah?!! Kau pikir aku akan berterima kasih padamu atas apa yang sudah kau lakukan?” Miura meremas kerah Hino dan memepetnya ke loker.


Hino hanya terdiam dan memandangnya.


“Tidak, aku tidak berpikir begitu. Aku tidak melihat apa gunanya untukku kalau kau dapat hukuman atau tidak, aku hanya ingin pelajaran dimulai lebih cepat,” jawab Hino.


Keduanya berpandangan.


Miura melepaskan remasannya. Dikeluarkan buku tulisnya dan dilemparkannya ke wajah Hino.


“Murid teladan pasti tidak suka berbohong. Karena itu, kau harus menjadikan kebohonganmu jadi kejujuran. Kerjakan tugas akuntansiku dan bawakan besok pagi untuk kuserahkan kepada Pak guru!” Perintahnya.


Hino tidak mengatakan apa-apa dan memungut buku tulis itu. Tapi kali ini, dia lolos dari penganiayaan dan juga hari-hari berikutnya. Miura selalu memintanya mengerjakan tugas-tugasnya. Hino mengerjakannya. Bukan hal sulit untuknya mengerjakan tugas mereka. Dia semakin pandai dan biar saja otak mereka tetap tumpul. Lagi pula, setiap dia mengerjakan tugasnya, dipastikan nilai mereka tidak akan melebihinya.


Lama kelamaan anak-anak orang kaya itu mulai menerimanya. Mengajaknya ke pesta dan bermain dengannya. Hino melakukannya walaupun membencinya. Dia punya cita-citanya sendiri dan caranya berhasil adalah dengan beradaptasi. Dia punya kelebihan mengetahui apa yang diharapkan orang lain dari sebuah hubungan. Dan itu membuatnya mudah diterima orang lain kemana pun dia pergi.


Dia dekat dengan beberapa orang tua siswa kaya itu, yang merasa tenang saat tahu anaknya bergaul dengannya, seorang murid teladan. Mereka akan berkata pergi belajar dengan Hino, padahal mereka yang mengajak Hino ke pesta. Tapi orang-orang kaya itu memang cepat puas. Melihat prestasi anaknya yang meningkat sedikit sejak bergaul dengan Hino, sudah merasa seakan anaknya adalah manusia paling pandai di muka bumi.


Sedangkan Hino mempunyai keuntungan yang diharapkannya. Dia punya banyak jaringan. Guru-guru yang menyukainya dan teman-temannya tidak sedikit. Prestasinya sangat luar biasa di sekolahnya.


Malam ini Hino kembali diajak Miura ke sebuah pesta agar orang tuanya mengijinkannya pergi.


“Halo sayang,” sambut seorang gadis yang tanpa malu-malu menghadiahi Miura dengan kecupan di bibirnya.


“Hino, perkenalkan ini pacarku Haruka, dia sekolah di Aozora,” kata Miura, memperkenalkan gadis yang berulang tahun itu.


“Selamat ulang tahun,” kata Hino tersenyum. “Kau sekolah di Aozora?” tanya Hino.


“Iya, benar. Kenapa? Ada seseorang yang kau kenal?” tanya Haruka.


“Tidak juga,” Hino menggeleng. “Aku hanya pernah bertemu salah satu murid Aozora namanya Shiori. Shiori Takamiya,” kata Hino. “Kau kenal?”


“Oh.. Shiori, ya tentu saja. Dia murid kelas tiga,” Jawab Haruka.


Hino sangat senang mendengarnya. Dia berharap bisa bertemu dengan Shiori malam ini.


“Apakah dia datang?” tanya Hino.


“Shiori?” gadis itu tertawa meledek. “Tentu saja tidak. Dia payah,” terang gadis itu. “Tidak ada yang menemaninya. Habis sakit-sakitan terus. Repot kalau berteman dengannya. Dan dia juga sepertinya lebih senang menyendiri. Padahal orang tuanya paling kaya di sekolahku, tapi dia sudah seperti anak kurang gizi. Kami jadi malas kenal sama dia,” ledek Haruka.


Hino bisa menangkap nada iri dari cara gadis itu berbicara.


“Iya, kudengar dia sakit-sakitan,” kata Hino. “Tapi dia masih di sekolahmu?”


“Entahlah, tidak ada yang tahu dan tidak ada yang mau tahu. Kemarin-kemarin dia sempat sakit, LAGI! Dan kudengar dia pergi berobat ke luar negeri entah sakit apa. Sudah sebulan aku tidak melihatnya. Katanya sih dia memanggil guru ke rumah untuk mengejar ketinggalan. Ah, entahlah, tidak ada yang peduli,” terang Haruka sinis.


“Kau bertemu di mana dengannya? Jangan-jangan di rumah sakit?” Haruka tertawa meledek.


Hino ikut tertawa dengannya, tapi hatinya sangat kesal mendengar semua ucapan Haruka.


Tidak berapa lama Hino pamit kepada Miura mengatakan dia harus mengerjakan sesuatu. Setelah meninggalkan rumah itu, Hino menelepon polisi melaporkan ada pesta anak di bawah umur yang melibatkan rokok dan minuman keras. Razia itu sempat menghebohkan dan masuk koran karena Haruka adalah putri salah satu anggota dewan.


=//=


[Beberapa tahun kemudian]


“Ryoma!!” panggil sebuah suara di bandara siang itu.
Hino melihat ke arah suara. Ada kakaknya di sana melambaikan tangan ke arahnya.


“Kak!” Serunya mendekati.


“Apa ini keponakanku?” tanya Hino pada seorang anak laki-laki berpipi bundar kemerahan.


Hino sudah lulus dari Harvard dan ujian profesi pengacara. Dia sudah resmi menjadi pengacara sekarang dan bahkan sudah diterima di biro hukum Serizawa, salah satu biro hukum terbaik yang ada di Jepang. Ibunya sudah meninggal menyusul ayahnya dan kakaknya pun sudah menikah sekarang. Hino juga sudah meminta kakaknya mencarikan apartemen untuknya. Klien-klien yang sempat ditanganinya kebanyakan dari kalangan atas yang saling berebut uang. Dari mereka Hino mendapatkan bayaran yang tidak sedikit dan sudah bisa hidup lebih dari layak.


Saat itu Hino sedang berjalan kaki menikmati suasana Tokyo setelah hujan saat melihat berita di koran tersebut. Masumi Hayami, bertunangan dengan cucu perempuan satu-satunya dari keluarga Takamiya. Hino sangat terkejut, jantungnya berdebar-debar melihat kabar itu. Shiori, Shiorinya, wanita yang sempat membuatnya jatuh cinta saat dia remaja dulu. Tidak dikira dia akan mendengar kabarnya lagi setelah sekian lama.


Hino juga sempat melihat wanita itu. Dia semakin cantik. Berbeda dengan yang diingatnya, wanita itu terlihat lebih berseri dan rona bahagia terlihat menghias wajahnya. Entah dari mana datangnya, tapi Hino sangat cemburu melihatnya. Tapi Hino sama sekali tidak berniat mengusiknya karena sepertinya wanita itu benar sangat bahagia.


Sampai kemudian Hino mendapat kesempatan menjadi dosen tamu di Harvard, membagi pengalamannya di dunia kerja dan sebagai salah satu lulusan termuda dan terbaik yang pernah dihasilkan Harvard.


Saat dia kembali, dia sangat terkejut mengetahui Shiori tidak jadi menikah dengan Masumi Hayami dan malahan menikah dengan Yosuke Hayami, sepupu Masumi. Dari beberapa temannya, Hino mendengar desas desus mengenai pertunangan mereka yang dibatalkan karena Shiori berubah pikiran dan lain sebagainya.


“Nyonya Takamiya,” sapa Hino kepada Shiori di suatu sore di sebuah pameran lukisan. Shiori terlihat terkejut. Diamatinya pria yang menyapanya. Shiori merasa tidak kenal.


“Kau sudah lupa kepadaku? Ah, pasti kau sudah lupa, kita hanya sempat bertemu sebentar dulu,” kata Hino.


“Maafkan aku, aku... tidak begitu mengingatmu,” kata Shiori sungkan.


“Aku Hino, Ryoma Hino. Kita bertemu beberapa tahun yang lalu. Saat itu kau masih sekolah di Aozora. Kita tidak sengaja bertemu di gerbang sekolahmu dan kau membantuku membersihkan luka-luka lebam,” terang Hino, mengingatkan.


Shiori terdiam sebentar.


“Ah, iya, benar. Aku ingat sekarang,” katanya, tersenyum tipis.


Dia tidak banyak mengenal anak pria dan pertemuannya dengan Hino dulu memang cukup membekas.


“Apakah ada waktu? Aku ingin mengundangmu minum teh. Ada sebuah cafe yang baru buka, kudengar mereka menyediakan teh bunga matahari yang bagus untuk kesehatan,” kata Hino.


Shiori terlihat ragu-ragu.


“Kumohon, berikanlah aku kesempatan untuk membalas kebaikanmu dahulu,” kata Hino.


“Maaf, aku tidak ada waktu,” Shiori menolak. “Aku sudah harus pulang, sampai jumpa, Tuan Hino,” pamit Shiori.


“Tunggu!” Hino menahan pergelangan tangan Shiori.


Shiori sangat terkejut. Dipandanginya pergelangan tangannya dan mencoba melepaskannya tetapi tidak bisa.


“Lepaskan Tuan, apa maksud Anda dengan ini semua? Tolong lepaskan, aku tidak mau ada yang melihat dan salah paham kepada kita,” Shiori masih berusaha melepaskan genggaman tangan Hino.


“Shiori, aku menyukaimu, aku mencintaimu dari dulu. Aku tidak pernah ada kesempatan mengatakannya. Aku...”


“Kau gila!” Desis Shiori, sangat terkejut dengan pernyataan Hino yang tiba-tiba. “Aku tidak mengenalmu. Dan asal kau tahu, aku wanita yang sudah menikah!”


“Aku tidak peduli!” Hino merendahkan suaranya. “Aku sudah menunggu saat-saat bertemu denganmu lagi. Dan aku tahu kau tidak bahagia dengan suamimu, kau...”


“Jaga mulutmu Tuan!” Shiori memelototinya. “Lepaskan aku, atau aku akan berteriak!” Ancam Shiori.


Hino tahu Shiori tidak main-main. Hino melepaskan tangannya. Dia lalu mengeluarkan kartu namanya.


“Ini, kartu namaku. Kalau ada sesuatu yang bisa kubantu, katakan saja. Aku akan membantumu, apa pun itu,” kata Hino, memaksa Shiori menerima kartu namanya.


Selanjutnya Hino dan Shiori beberapa kali bertemu di pesta. Hino yang punya banyak kenalan dari kalangan atas, tidak jarang menghadiri pesta-pesta mewah tersebut. Di sana dia beberapa kali bertemu Shiori, bersama suaminya. Keduanya tidak pernah saling menyapa namun terkadang Hino tidak menyembunyikan ketertarikannya kepada Shiori.


Beberapa kali dia memandanginya, namun wanita itu selalu membuang mukanya dari Hino. Hino juga tidak ingin bersikap lancang. Dia tidak pernah memaksa mendekati. Tapi dia tidak memungkiri, perasaannya kepada wanita itu sangat menggebu-gebu. Diam-diam dia mencari tahu dari kenalannya atau rekan-rekannya sesama pengacara mengenai Shiori. Dia melakukannya dengan tenang dan santai seperti membahas gosip-gosip lainnya, sehingga tidak seorang pun yang curiga bahwa Hino memang memiliki ketertarikan kepada Shiori.


=//=


“Pak Hino, Pak Serizawa ingin bertemu dengan Anda,” kata sekretaris Serizawa pagi itu saat dia datang ke kantor.


“Baik,” Hino bergegas masuk ke kantor atasannya tersebut.


“Pak, katanya Anda memanggil saya?” tanya Hino seraya masuk ke dalam kantor.


“Ya, ya, duduklah. Apakah kau membawa resume milikmu?” tanya Serizawa.


“Tidak, tapi aku bisa mem-print-nya jika memang dibutuhkan. Apakah ada sesuatu?”


“Ya, ada yang mencari pengacara, untuk aktris Maya Kitajima. Dia meminta orang terbaik kita. Saat ini Tanaka dan kau adalah yang terbaik yang aku punya. Apakah kau tertarik? Aku akan menawarkan kalian berdua kepadanya.” Terang Serizawa.


“Tentu Pak, saya akan segera memprint resume milik saya,” Hino tersenyum.


“Ya, nanti berikan kepadaku. Kalau dia setuju denganmu, aku akan mengabarimu.”


“Baik, Pak,” kata Hino.


Beberapa hari kemudian Hino mendapat kabar bahwa orang itu memilih dirinya. Hino diberikan alamat sebuah hotel ternama untuk bertemu pria itu dan klien barunya, Maya.


Tempat pertemuannya di pinggiran kota Tokyo, di sebuah suite yang megah. Hino menunggu beberapa lama, kemudian muncul dua orang yang ditunggunya.


Yang seorang adalah pria, tinggi, tegap dengan potongan rambut yang khas dan berkaca mata kecokelatan, membuat matanya sedikit tersembunyi. Bersamanya seorang gadis yang terlihat mungil, dan sedikit malu-malu. Hino segera tahu bahwa itu adalah klien nya kali ini.


Hino berdiri dari duduknya.


“Selamat siang,” sapanya.


Hijiri mengangguk sopan dan menyalami Hino. Begitu juga Maya.


“Ini Nona Maya Kitajima, dan saya adalah perwakilan dari wali Nona Maya. 
Nama saya Hijiri,” tutur Hijiri.


Hino mengangguk ramah dan kemudian ketiganya mulai duduk dan membicarakan mengenai apa-apa yang harus ditangani Hino. Hijiri menekankan bahwa kontrak Hino adalah dengan Maya, namun semua jasanya akan dibayar oleh walinya. Hino diminta merahasiakan semua mengenai wali Maya dan juga Hijiri. Hino menyanggupinya.


=//=


“Hei Hino, kudengar kau sekarang menangani aktris Maya Kitajima?” tanya salah satu tamu pesta malam itu.


“Iya, benar,” kata Hino, tersenyum kepada orang yang menyapanya tadi. 


“Maya Kitajima sekarang adalah klienku. Aku akan mengurus beberapa kontraknya dengan Daito mulai minggu depan,” terangnya.


Sekilas pandangannya dan Shiori bertemu beberapa saat. Hino tidak tahu apa yang ada di benak wanita itu mendengar percakapannya barusan. Hino tahu Shiori punya masa lalu dengan direkturnya, Masumi Hayami.


=//=


Hino baru saja selesai dengan rutinitasnya di hari Minggu, fitness, saat teleponnya berdering. Sebuah nomor yang tidak dikenal.


“Halo,” sapa Hino sambil mengusap lehernya dengan handuk.


Sebentar tidak ada suara apa pun.


“Halo,” jawab suara di seberang telpon kemudian, terdengar ragu.


“Siapa ini?” tanya Hino, tidak begitu kenal dengan suara wanita itu yang terdengar perlahan.


“Ini aku, Shiori. Shiori Takamiya.”


“Shiori?” Tangan Hino berhenti bekerja. “Aku sangat senang kau menghubungiku,” kata Hino dengan gembira.


“Bukankah kau bilang aku bisa menghubungimu jika aku memerlukan bantuanmu?” tanya Shiori.


Hino terdiam.


“Tentu, tentu. Apa saja, Shiori,” kata Hino.


“Aku ingin membalas dendam, kepada Masumi Hayami. Aku ingin melihatnya menderita,” kata Shiori.


Hino sedikit terperanjat. Dia sangat terkejut mendengar ucapan Shiori. ]


=//=


“Apa maksud semua ini?” tanya Masumi saat melihat Hino muncul di ruang pertemuannya dan Shiori.


“Bukankah kau ingin tahu siapa yang mengrimkan cokelat itu? Dialah yang sudah mengirimkannya,” kata Shiori. “Atas permintaanku.”


“Kau...?” Mata Masumi melebar. “Tapi kenapa? Shiori? Apa maksud semua ini? Kau ingin mencelakai Maya dan aku?” tanya Masumi.


“Kau bisa mengatakannya begitu, terserah saja,” kata Shiori tidak acuh. “Kau pikir, setelah semua yang kau lakukan kepadaku, kau bisa pergi begitu saja?” Suara Shiori terdengar gemetar. “Meninggalkan aku yang menderita dan kau lalu hidup bahagia selamanya dengan Maya? Huh, mimpi!!” kata Shiori, sinis.


Masumi mengetatkan kepalan tangannya.


“Bukankah masalah kita sudah selesai? Kau sudah menikah dengan Yosuke. Sudah menjalani kehidupanmu sendiri!” Masumi menekankan.


“Menikah? Kehidupan? Kau tidak tahu apa yang kau bicarakan! Yang kujalani bukan penikahan, itu penderitaan dan semuanya adalah kesalahanmu!” Kata Shiori, mulai histeris.


“Aku tidak tahu menahu lagi mengenai apa yang terjadi dalam hidupmu. Kau bilang kau menderita, lalu kau berniat menimpakan semua kesalahanmu kepadaku dan Maya? Kau sudah gila, Shiori,” kecam Masumi


“Mungkin kau benar. AKU SUDAH GILA. Dan ini semua tanggung jawabmu. Setiap saat, sejak kau melangkah pergi dari rumahku saat itu, meninggalkan aku yang menangis dan menderita, aku bersumpah pada diriku sendiri. Aku akan melakukan apa pun. APA PUN!! Untuk melihatmu dan gadis itu menderita,” Shiori menerawang, nada suaranya getir dan penuh dendam. “Aku tahu kau sangat mencintainya. Karena itulah aku bersumpah bahwa kau dan gadis itu tidak akan pernah bersama,” Shiori menatap Masumi tajam.


“Shiori...” desis Masumi tidak percaya.


“Apakah kau tahu bahwa yang kau lakukan adalah tindakan kriminal?!” tuntut Masumi. “Tidakkah kau berpikir—“


“Jangan menyuruhku untuk berpikir!!” Seru Shiori, “Kau tidak berhak memerintahku, Masumi! Kau sudah bersalah kepadaku, kau berdosa kepadaku. Kau menghancurkan hidupku dan aku akan menghancurkan hidupmu!” Shiori terlihat histeris.


Masumi tidak berkata apa-apa. Dipandanginya Shiori. Dia tidak pernah melihat wanita itu seperti ini sebelumnya. Dia tidak tahu bahwa Shiori memendam api dendam yang sangat membara bagi dirinya.


Masumi memandang Shiori, lalu Hino. Pria itu terlihat tenang. Wajahnya masih saja hangat dan ramah seperti biasa, seakan-akan ini adalah acara jamuan makan malam untuk beramah tamah.


“Apa hubungan kalian? Kenapa kau tega melakukan itu semua kepada Maya?” tanya Masumi kepada Hino.


Hino tersenyum. Senyumnya ramah, tapi tatapannya dingin. Membuat orang yang melihatnya merinding.


“Aku kenalan lama Nyonya Shiori,” kata Hino. “Jujur saja aku tidak punya urusan apa-apa dengan Maya. Tapi aku tahu banyak mengenai masalah Anda dan Nyonya Shiori. Dan di mataku, Anda bersalah. Setiap orang yang bersalah tentu layak mendapat hukuman, bukan?” senyum Hino semakin lebar dan misterius.


Masumi mengeratkan rahangnya erat-erat.


“Yang bertemu Nakahara, apa itu juga kau Hino? Kalian sengaja memancing Maya agar keluar gedung dan membuatnya diculik anak buah Nakahara yang sudah kau provokasi. Benar begitu?” Masumi bertanya dengan geram.


Hino kembali tersenyum. Dia suka kepada Masumi. Dia bertemu banyak orang kaya dengan otak tumpul. Tapi Masumi lain, otaknya tajam dan dia menyukainya.


“Benar,” Hino mengakui. Sebagai penghargaan atas kerja keras Masumi memecahkan masalah ini, Hino tidak menutupi kebenarannya. “Apa yang kau katakan tepat sekali.”


Masumi tertegun. Tidak mengira dia mengaku semudah ini.


Masumi menelan ludahnya. Kembali dipandanginya pasangan memuakkan di hadapannya tersebut. Kemarahan muncul dan tidak bisa terbendung lagi. Dua orang yang telah menyakiti Mayanya, membuat kekasihnya itu menderita kini berada di hadapannya.


Tatapan Masumi berubah sangat dingin dan mengerikan.


“Aku bisa mengerti, jika kau menyakitiku.” Ucap Masumi, gemetar. “Tapi aku tidak akan pernah memaafkan siapa pun, yang menyakiti Maya. Aku—“


“Jangan mengancam, Masumi,” potong Shiori dingin.


“Aku tahu anak itu hanya tidak beruntung, karena dicintai olehmu,” ujar Shiori.


Mata Masumi melebar.


“Jika kau tidak mencintainya, mungkin dia tidak perlu mengalami semua itu,” kata Shiori.


“Apa maksudmu?” desis Masumi.


“Tenanglah Masumi, permainannya baru akan dimulai,” kata Shiori, lantas menoleh kepada Hino.


Hino membuka tasnya dan mengeluarkan sebuah map. Dia membukanya, ada beberapa lembar kertas di sana. Hino menyerahkannya kepada Masumi. Lagi-lagi sambil tersenyum.


Masumi meraih dan membacanya. Tidak berapa lama raut wajahnya berubah gelisah dan terkejut.


“A, apa ini?!!” Masumi sangat terkejut melihat surat keterangan pemindahtanganan hak kepemilikan bidadari merah dari Maya kepada Shiori.


Di sana juga disertakan surat kuasa mutlak yang diberikan dari Maya kepada 
Hino. Ada stempel milik Maya di sana.


Stempel Maya??


Masumi mengamatinya.


“Kau boleh merobeknya,” ujar Shiori. “Kami masih punya yang aslinya.”


“Apa maksud semua ini?!” tanya Masumi tajam. “Bukankah kau sudah diminta membatalkan pemindahtanganan ini?” Masumi beralih kepada Hino.


Dia tidak mengerti bagaimana bisa hak pementasan itu beralih kepada Shiori, sedangkan Maya mengatakan bahwa dia saat itu menghendaki hak itu dialihkan kepadanya.


“Ini rekayasa...” Masumi mendesis.


Mata pria itu menyipit geram.


“Jangan memfitnah, Masumi!” seloroh Shiori. “Kekasihmu yang menginginkannya. Apa kau tidak lihat surat kuasa yang dibuatnya?” Shiori tersenyum penuh kemenangan.


Masumi kembali mengeratkan rahangnya. Dia tidak bisa berkutik. Dia tahua da sesuatu yang salah dengan surat ini. Sudah pasti salah.


“Maya sudah menceritakan semuanya kepadaku,” ujar Masumi. “Kami bisa menuntutmu Shiori, dan kau, Hino karena sudah menyalahgunakan surat kuasa yang Maya berikan, serta—“


“Maksudmu kau mau melibatkan polisi? Menyeret nama Maya ke dalam skandal? Membuat gadis itu terlihat bodoh karena sudah menyerahkan hak pementasan Bidadari Merah begitu saja kepada orang lain dan kemudian dia pura-pura lupa?” tanya Hino.


“Kau!!” Mata Masumi melebar.


“Aku tahu,” lanjut Hino. “Ada beberapa adegan pada naskah Bidadari Merah yang digubah dikarenakan kondisi Maya dan memerlukan persetujuan dari pemegang hak pementasan untuk melakukannya bukan?” tanya Hino dengan tenang. “Coba bayangkan apa yang akan terjadi jika Nyonya Shiori menggugat apa yang telah kalian lakukan kepada naskah Bidadari Merah. Mungkin Anda berpikir akan bisa menang dengan menuntut kami melakukan pemalsuan dan sebagainya. Tapi pikirkanlah, Pak Masumi. Kehebohan kasusnya, yang akan terjadi, dan berapa lama lagi pementasan ini akan tertunda?” Hino masih tersenyum. “Dan perasaan bersalah yang akan dirasakan oleh Nona Maya saat dia tahu kesalahannya yang sudah menjadi sumber bencana ini, dia pasti sangat kecewa pada dirinya sendiri,” imbuh Hino.


Masumi memandangi Hino dengan tajam. Dia tidak menyukainya namun semua perkataan pria itu benar. Ini sama sekali bukan hal yang bagus bagi pihak mana pun. Jika sampai diributkan, hanya akan menjadi skandal dan masalah yang panjang. Pers akan memakan mereka hidup-hidup dan Maya pasti akan merasa sangat bersalah dengan hal ini. Walaupun ini jelas-jelas bukan kesalahannya. Masumi meremas pinggiran kertas menahan amarahnya. Tidak, dia tidak menginginkannya. Saat ini yang terbaik adalah mengikuti keinginan keduanya.


“Hentikan Shiori, jangan mengusik Bidadari Merah. pementasan itu tidak penting bagimu!” tekan Masumi.


“Ya, tapi itu penting bagimu, bukan? Dan juga bagi anak itu...” ujar Shiori.


“Lalu apa yang kau inginkan?” tanya Masumi dingin tanpa memandang keduanya.


Shiori tersenyum culas.


“Aku ingin kau, merasakan apa yang pernah kurasakan, Masumi,” katanya.


Masumi mengangkat pandangannya menatap wanita di hadapannya.


“Merasakan sakitnya berpisah dengan orang yang kau cintai, mengubur dalam-dalam harapanmu untuk bisa hidup bersama dengannya. Melupakan semua impianmu dan merasakan bagaimana menderitanya dan betapa kesepiannya saat kau harus merelakan orang yang kau cintai pergi,” gumam Shiori,  bergetar, teringat kembali rasa sakit hatinya sempat dirasakannya.


“Apa...?” desis Masumi.


“Aku ingin kau meninggalkan anak itu,” tuntut Shiori, “Selama kalian tidak bersama, aku tidak akan mengusik apa pun mengenai Bidadari Merah. Tapi jika kau dan anak itu tidak berpisah,” kata Shiori. “Aku akan bersikeras, melakukan apa pun untuk menuntut kalian. Kalah atau menang aku tidak peduli. Kau pasti tahu tujuanku,” imbuhnya.


Ya, Masumi tahu. Wanita ini hanya ingin mengganggu pementasan Bidadari Merah. Karena dia tahu pementasan itu penting baginya dan bagi Maya. Sudah terbayang di kepala Masumi, judul-judul headlines yang akan menghiasi surat kabar-surat kabar jika masalah ini terungkap ke media. Pertarungan panjang antara mereka, dan taruhannya adalah pementasan Bidadari Merah dan karir serta nama baik Maya. Dia tidak bisa melakukannya.


Masumi mengeratkan rahangnya dan kepalan tangannya. Ditatapnya tajam kedua orang itu.


“Aku mengerti,” ujar Masumi, dingin. “Aku akan berpisah dari Maya,” Masumi menelan ludahnya. Hanya mengatakannya saja sudah sangat berat bagi Masumi.


Shiori tersenyum puas.


“Kau memang sangat bijak, Masumi,” ejek Shiori.


Masumi masih menatap Shiori dengan dingin.


“Shiori, sekarang kau sudah berhasil, membuatku benar-benar membencimu,” desis Masumi tajam.


Masumi terlihat sangat menyeramkan.


Shiori tertegun dan menelan ludahnya. Sejenak tidak ada kata-kata darinya.


“Aku tidak peduli,” katanya. “Dan Masumi, aku yang akan memutuskan kapan dan di mana kau harus memutuskan gadis itu,” imbuhnya.
Masumi hanya menatap wanita itu dengan muak.


“Baiklah, hanya itu saja yang ingin kusampaikan, terima kasih sudah mengundangku, Masumi,” kata Shiori.


Wanita itu lantas beranjak berdiri dari kursinya. Namun tiba-tiba rasa pusing itu kembali terasa olehnya. Shiori memejamkan matanya dan menahan tubuhnya dengan kedua tangannya menopang ke meja.


“Kau tidak apa-apa?” tanya Hino, dengan cepat menahan tubuh Shiori.
Shiori menggelengkan kepalanya perlahan.


“Tidak apa-apa,” gumam wanita itu.


Masumi memandangi keduanya. Dia menangkap sesuatu dari cara keduanya berinteraksi.


“Shiori,” panggil Masumi.


Wanita itu mengangkat kepalanya menatap Masumi.


“Apakah kau tahu bahwa racun yang terdapat dalam cokelat tersebut bisa mengakibatkan kematian? Apa kau benar-benar sadar dengan apa yang telah kalian berdua coba lakukan dan apa resikonya?” tanya Masumi dingin.


Shiori kembali menatap Masumi.


“Aku tidak menghendaki hal semacam itu terjadi. Aku juga tahu kau cukup pintar untuk tidak memakan cokelat itu.”ujar Shiori. “Sejujurnya, Masumi. Aku sungguh tidak peduli. Apapun, apapun akan kulakukan untuk membuatmu menderita,” kata Shiori.


Dia lalu pergi dengan Hino.


Masumi menyingkirkan kertas yang tadi diberikan Shiori. Mengaitkan jemarinya pada satu sama lain. Dia telah menyeret Maya ke dalam pusaran dendam Shiro yang terlalu dalam.


Maya...


Desahnya dalam hati. Terluka.


=//=


Masumi terdiam di beranda vilanya, di Izu. Kemarahan dan rasa bersalahnya sudah membawanya ke sini. Dia berusaha menenangkan dirinya namun sia-sia. Ruangan itu sudah hancur berantakan diterjang kemurkaannya. Masumi benar-benar lelah dan merindukan kekasihnya. Pertemuannya dengan Shiori dan Hino benar-benar membuatnya marah.


Dipandanginya langit berbintang malam ini. Langit yang sama di mana dia pernah memandangnya bersama Maya, namun sekarang semuanya terasa sangat jauh berbeda. Teringat Maya menyesakkan jiwanya. Masumi merindukannya. Teramat.


Masumi menekan nomor telepon apartemen Maya. Beberapa saat terdengar sebuah suara mengangkatnya. Maya. Namun Masumi tidak mengatakan apa pun saat kekasihnya mengangkat telponnya.


“Halo?” sapa Maya sekali lagi.


Masumi hanya membiarkan keheningan di antara mereka.




“Halo?” panggil Maya sekali lagi sebelum kemudian dia mendengar suara teleponnya dimatikan.


Maya...


Tidak lama kemudian telepon Masumi yang berbunyi. Maya berbalik menelepon Masumi.


“Pak masumi?”


Maya....


“Pak Masumi?” sapa Maya sekali lagi.


“Ya, Maya?” jawab Masumi akhirnya, berusaha membuat suaranya lebih tenang.


“Anda tadi meneleponku?” tanya gadis itu.


“O ya? Benarkah?” Masumi berpura-pura.


“Ada yang meneleponku, tapi tidak bersuara. Jadi bukan Pak Masumi ya...” gumam Maya.


Masumi tersenyum simpul.


“Mungkin, tidak sengaja...” Masumi balik bergumam.


“Apakah... mhhh... tidak apa-apa jika aku menelepon?” tanya Maya.


“Tentu saja tidak, kenapa sampai apa-apa segala?” Tanya Masumi.


Maya terkikik.


“Pak Masumi, sedang apa?” tanya Maya.


“Tidak sedang apa-apa...” jawab Masumi singkat.


“Tidak sedang apa-apa? Rasanya aneh mendengar Pak Masumi sedang tidak melakukan apa-apa,” kata Maya.


Masumi kembali tersenyum simpul.


“Kebetulan kau menelepon, Maya, ada yang ingin kukatakan kepadamu,” Masumi terdengar sedikit ragu.


“Oya? Apa itu Pak Masumi?” tanya Maya, penasaran.


“Mengenai kencan kita besok, kurasa... mmh... aku terpaksa harus membatalkannya,” kata Masumi, suaranya terdengar sedikit lemah.


Maya hanya terdiam. Masumi tahu gadis itu kecewa.


“Aku ada pekerjaan yang sedikit mendesak. Kupikir aku bisa meluangkan waktuku tapi sepertinya tidak bisa. Maafkan aku...” gumam Masumi.


“Aku mengerti, Pak Masumi,” kata Maya, menyembunyikan kekecewaannya. 


“Aku juga masih ada banyak hal yang harus kupelajari. Tidak apa-apa, nanti lain waktu, kita bisa menggantinya kan?” Maya berusaha terdengar riang.


“Benar...” Masumi masih bergumam.


“Iya, benar. Tapi Anda harus menggantinya dengan rencana kencan yang lebih baik lagi ya. Awas saja kalau tidak,” ancam Maya.


Masumi hanya menelan ludahnya.


“Bagaimana luka-lukamu? Dan lebammu?” tanya Masumi.


“Sudah lebih baik. Aku kan sudah bilang kalau aku sudah terbiasa dengan lebam-lebam. Lagipula...” Maya terdengar malu-malu, “Sepertinya kecupan Anda berhasil membuat lukanya sembuh lebih cepat.”


Maya...


Panggilnya rindu. Sangat rindu.


“Oya? Aku senang mendengarnya...” kata Masumi. “Kau sendiri apa yang sedang kau lakukan?” tanyanya kemudian.


Maya lalu bercerita mengenai dirinya yang sedang membaca naskah dan badannya yang pegal-pegal karena berlatih sangiat berat belakangan. Gadis itu juga menceritakan macam-macam kepada Masumi. Masumi hanya mendengarkan dengan baik. Sudah lama tidak didengarnya Maya yang bercerita sepanjang lebar ini.


Maya....


Perasaan perih itu kembali datang menusuk-nusuk hatinya. Dia sungguh tidak rela berpisah dengan gadis ini.


=//=


“Pak Masumi, ada Sawajiri,” terang Mizuki.


“Iya, minta dia masuk,” perintah Masumi.


Tidak berapa lama kemudian terdengar ketukan di pintu dan Sawajiri masuk ke dalam kantor Masumi.


“Selamat siang Pak,” kata Sawajiri.


“Siang,” jawab Masumi, menutup map salah satu dokumen yang dibacanya dan mengangkat kepalanya.


“Saya baru kembali dari rumah sakit bersama Maya. Ini adalah laporan dari rumah sakit. Dan juga ada beberapa tawaran kerja sama dengan Maya,” Sawajiri menerangkan.


Masumi diam beberapa saat.


“Maya...” Masumi memberi jeda. “Kemana sekarang?”


“Maya langsung ke tempat latihan Pak, nanti sore dia sudah selesai dan saya akan membawanya ke butik dan salon kecantikan untuk mempersiapkan kencannya dengan Anda.”


Masumi berhenti membaca, melihat Sawajiri sebentar lalu kembali pada bacaannya.


“Maya tidak bilang kami membatalkan acaranya?” tanya Masumi.


Sawajiri tertegun.


“Tidak Pak,” jawab Sawajiri.


“Acaranya dibatalkan. Sawajiri, tolong kau awasi Maya di mana pun dia berada. Aku tidak mau yang terjadi dengan cokelat itu terjadi lagi kepada Maya. Periksa setiap makanan dan kiriman yang ditujukan kepadanya dan juga semua perlengkapan yang akan dia kenakan. Jangan menerima makanan dari siapapun. Tapi rahasiakan ini semua dari Maya. Aku tidak mau dia sampai ketakutan,” instruksi Masumi.


“Baik, Pak,” Sawajiri menyanggupi.


“Selain itu, ada banyak hal yang harus kuselesaikan, demikian juga Maya. Mungkin beberapa saat akan sulit baginya untuk bertemu denganku. Jadi kau tidak perlu memikirkan mengenai waktu pribadi kami lagi.” Ujar Masumi  “Dan ini, kau bisa ambil tawaran Mitsubishi dan Nikon, abaikan tawaran iklan lainnya. Ambil wawancara Vivi, Gekidan dan tolak yang lainnya. Hubungi Nihon terebi, minta maaf karena Maya tidak bisa muncul di acara amal tersebut, waktunya terlalu panjang, dia bisa kelelahan. Tapi kau bisa meminta mereka memunculkan Maya di acara lainnya yang lebih ringan. Katakan Daito hanya akan memberikan Maya hanya jika mereka juga mau memakai Himawari Sudo, atau mereka bisa mencari aktris lain saja. Permintaan muncul sebagai bintang tamu di dorama dan sandiwara apa pun, tolak saja.”


“Baik Pak,” Sawajiri yang sejak tadi mengangguk-angguk dan tidak berhenti mencatat kembali memberi isyarat dia menangkap semua instruksinya.


“Sudah itu saja, tolong sesuaikan semua jadwalnya dengan baik. Aku tidak mau Maya terlalu lelah, terutama, aku tidak mau latihan Bidadari Merahnya terganggu. Jika ada kegiatan yang menghalangi latihannya, segera batalkan saja, kau tidak perlu meminta persetujuanku.”


“Baik Pak.” Ulang Sawajiri.


“Sudah, itu saja,” Masumi menyerahkan kembali dokumen yang tadi Sawajiri serahkan kepadanya.


“Ada yang lainnya?” tanya Masumi.


“Tadi dokter Fujiwara mengingatkan bahwa Maya sebaiknya tidak naik panggung dulu. Beliau mengkhawatirkan pita suara Maya yang baru pulih, keadaannya masih rentan dan suaranya bisa menghilang kembali, walaupun beliau bilang Maya tidak akan membisu seperti sebelumnya, tapi dia akan lebih mudah mengalami infeksi pada pita suaranya jika terus menerus diforsir seperti sebelumnya,” tutur Sawajiri.


Masumi terdiam lalu mengangguk.


“Baik, terima kasih Sawajiri. Ada lainnya?”


“Tidak Pak, sudah semuanya,” jawab Sawajiri, sungkan.


“Sawajiri, apa kau ingat surat kuasa yang kau terima dari Maya dan kau serahkan kepada Hino?” tanya Masumi dengan tenang.


“Iya Pak,” kata Sawajiri.


“Kau punya salinannya?”


“Tentu, saya rasa masih ada filenya. Saya bisa mencetaknya untuk Anda.”


“Iya, aku membutuhkannya.”


“Tentu Pak,” Sawajiri kembali menyanggupi.


“Itu saja,” Masumi menyudahi.


Sawajiri lantas permisi pergi.


Masumi sudah memikirkan berbagai macam hal yang bisa dilakukannya untuk menghadapi Shiori dan Hino saat dia berada di Izu. Begitu kemarahannya mereda, Masumi mulai mengetahui apa yang sebaiknya dia lakukan dalam situasi seperti ini.


“Hijiri,” sapa Masumi pada Hijiri di telepon.


“Iya Pak?”


“Minta Serizawa mengganti Hino dengan pengacara lainnya. Lalu aku ingin kau mencarikan sesuatu yang mungkin masih dimiliki Hino.” Perintah Masumi.
Masumi lalu memerintahkan beberapa hal lainnya saat tiba-tiba pintu kantornya diketuk dan Mizuki masuk.


“Pak Masumi, ada undangan untuk Anda,” Mizuki membawa sesuatu di tangannya.


Masumi sedikit tertegun, lalu dengan tangannya memberi tanda agar Mizuki menunggu tapi tidak memintanya keluar.


Mizuki terdiam sebentar sementara Masumi berbicara dengan Hijiri.


“Aku rasa itu saja, terima kasih banyak,” kata Masumi dan hubungan itu segera terputus


“Ada apa, Mizuki?” tanya Masumi, beralih kepada sekretarisnya tersebut.


Mizuki melangkah mendekat ke meja Masumi dan menyerahkan undangannya.


“Ada undangan untuk Anda dan Maya,” kata Mizuki. “Dari Takamiya.”


Deg!!


“Undangan apa?” tanya Masumi.


“Acara gala dinner serta lelang amal yang diadakan Takaatsu grup. Saya dengar akan ada banyak pengusaha dan orang terkenal yang hadir di sana.” Kata Mizuki.


Masumi membuka undangannya. Tiba-tiba dia teringat Shiori. Dia merasakan sesuatu yang mengusik hatinya. Masumi menyadari, ini adalah apa yang Shiori katakan sebagai ‘kapan dan dimana’ Masumi harus berpisah dengan Maya.


Masumi mengeratkan kepalan tangannya dan tatapannya kembali terlihat sangat dingin.


Mizuki sangat terkejut melihatnya.


“Pak Masumi? Ada apa?” tanya Mizuki.


Masumi tidak menjawab.


=//=










“Maya,” panggil Kuronuma.

Dengan peluh masih memenuhi tubuhnya, Maya menghampiri.

“Perkenalkan ini adalah Keita Tachibana, seorang pengarah suara. Beberapa hari ke depan kau akan bekerja dengannya,” kata Kuronuma.

“Salam kenal, saya Maya Kitajima,” Maya membungkukkan badannya.

“Senang berkenalan denganmu, Maya,” kata Keita.

“Dia yang akan mengambil suaramu. Beberapa adegan akan menggunakan sulih suara untukmu. Jadi kau harus bisa berakting dengan suaramu sebagai Bidadari Merah. Naskah resmiyang sudah diubah sudah selesai, apa Sawajiri sudah menyerahkannya kepadamu?” tanya Kuronuma.

“Iya, aku sudah menerimanya. Apa Pak Masumi sudah tahu?” tanya Maya.

“Ya, tentu saja, setelah persetujuan darimu sebagai pemilik hak, persetujuan Pak Masumi sebagai produser adalah yang paling penting.” Kata Kuronuma.

Maya mengangguk.

=//=

Sudah berhari-hari Maya tidak bertemu Masumi. Yang dia dengar, dan dia selalu tahu, bahwa kekasihnya itu sedang sangat sibuk. Ya, tentu saja, kapan Masumi tidak sibuk? Maya juga mengerti. Tapi hati dan pikirannya tidak mau mengerti. Dia merindukannya. Masumi tidak meneleponnya, juga tidak datang ke tempat latihannya. Maya sudah membeli handphone barunya dan sudah memberikan nomornya kepada Masumi tetapi dia tidak mendapatkan tanggapan apa pun dari Masumi.

Sawajiri memberitahunya bahwa dia dan Masumi akan menghadiri gala dinner dan malam lelang amal yang diadakan Takamiya. Mengenai hal itu pun, Maya tidak mendengar apa-apa dari Masumi.

“Ada apa, Maya?” tanya Sakurakoji yang mendekatinya saat istirahat dari latihannya.

Maya menggeleng lemah.

“Ayolah, kau jangan menutup-nutupi dariku. Apa kau lupa kalau aku ini Isshin-mu di atas panggung? Aku bisa merasakan jika ada sesuatu yang berbeda darimu, Akoya,” ujar Sakurakoji.

Maya menoleh kepada Sakurakoji, mengamati wajah pemuda itu.

Isshinku...

Batinnya.

“Maaf, apa aku meyusahkanmu?” tanya Maya.

Sakurakoji tertawa kecil.

“Tidak, Akoyamu masih sangat luar biasa, aku hanya merasa kau sepertinya sedang memikirkan sesuatu saat sedang berakting tadi,” terang Sakurakoji.

Maya tersenyum simpul, tidak mengelak.

“Pak Masumi?” tebak Sakurakoji.

Maya tercenung sejenak, lantas mengangguk.

“Kalian bertengkar?” tanya Sakurakoji. “Sudah lama aku tidak melihatnya datang ke tempat latihan kita.”

“Tidak,” sanggah Maya cepat. “Sepertinya dia sedang sangat sibuk.”

“Ah, aku tahu sekarang. Kau merindukannya?” tanya Sakurakoji, menyembunyikan rasa tidak relanya.

Wajah Maya merona malu, gadis itu tidak menjawab.

“Maya,” gumam Sakurakoji. “Jika seandainya... Pak Masumi tidak pernah hadir dalam hidupmu, atau, misalkan kau dan Pak Masumi tidak bisa bersama, apa kau akan memilihku?” tanya Sakurakoji tiba-tiba.

Eh? Sakurakoji?!

Maya menoleh dengan cepat, wajah pemuda itu juga merona sebagaimana dirinya.

“A, aku...” Maya terbata.

Sakurakoji akhirnya memandang gadis yang dicintainya tersebut. Dengan dalam.

Maya bisa merasakan dadanya bergetar.

“Aku tidak tahu,” jawab Maya. “Andaikan Pak Masumi tidak hadir dalam hidupku, mungkin... mungkin aku akan jatuh cinta padamu, mungkin tidak,” kata Maya.

“Aku sangat menyukaimu Sakurakoji. Sejak kita pertama bertemu kau selalu baik hati kepadaku. Kau salah satu orang yang berarti dalam hidupku. Aku selalu menyukaimu. Tapi kalau cinta... jatuh cinta...” nada suaranya terdengar gamang. “Saat ini aku hanya bisa mencintai Pak Masumi. Setelah aku mengenal cinta, merasakan apa yang aku rasakan kepada Pak Masumi saat ini, rasanya aku tidak pernah dan tidak akan pernah mencintai orang lain seperti aku mencintainya. Dia kekasihku, Sakurakoji. Belahan jiwaku...”

Sakurakoji tertegun mendengar kata-kata Maya.

“Kau percaya dengan keberadaan belahan jiwa?” tanya Sakurakoji.

“Kau?” Maya balik bertanya.

“Sebagai Isshin?” Sakurakoji termangu sebentar. “Iya.”

“Sebagai Sakurakoji?” tanya Maya.

Sakurakoji tersenyum, tidak jelas maknanya. Dia menoleh dan menatap lekat wajah Maya.

“Tidak,” jawabnya. Sakurakoji memalingkan tatapannya dari wajah Maya. “Aku tidak yakin, memang ada jiwa lain yang merupakan sebagian dari jiwaku.”

“Aku juga tidak pernah mempercayainya,” ujar Maya. “Sampai aku bertemu dengan Pak Masumi dan jatuh cinta kepadanya,” imbuhnya, lirih, dengan suara yang lembut. “Dia membuatku berpikir, jika bukan dengannya, aku tidak mau. Apa yang kurasakan kepada Pak Masumi, tidak pernah kurasakan kepada siapa pun. Dan aku tahu aku tidak akan bisa mencintai orang lain seperti aku mencintainya." Gadis itu berkata penuh keyakinan.

Sakurakoji hanya termangu beberapa waktu.

“Maya, semoga kau bahagia,” ucap Sakurakoji.

“Terima kasih,” gadis itu tersenyum. “Kau juga.”

“Iya, aku sudah memutuskan tidak akan menunggumu lagi. Aku akan mencari kebahagiaanku sendiri,” ungkap Sakurakoji.

Sakurakoji...

Maya menatap lawan mainnya dan tersenyum. Dia baru saja hendak meminta maaf, tapi Maya menyadari tidak ada yang perlu dimaafkan. Berpura-pura mencintai seseorang dan bersamanya bukanlah hal yang seharusnya dilakukan. Penolakan memang menyakitkan, tapi Maya yakin hal itu akan lebih baik bagi Sakurakoji, dan pria itu akan bisa menemukan kebahagiaannya sendiri nanti.

“Aku yakin ada seseorang yang pasti bisa membuatmu bahagia, dan siapa pun orangnya, dia sangat beruntung, dicintai pria sepertimu Sakurakoji,” ujar Maya.

Sakurakoji tersenyum. Sejenak pikirannya melayang memikirkan Mai.

Sedang apa dia?

Pikirnya.

“Kalau kau memang merindukan Pak Masumi, kenapa kau tidak datang saja kepadanya?” tanya Sakurakoji, mengalihkan pembicaraan.

Maya menggeleng.

“Aku takut mengganggunya. Sepertinya sedang ada masalah yang sedang diurusnya karena dia sangat sibuk belakangan. Yah, pekerjaanku juga sudah semakin banyak sekarang.” Gumam Maya. “Ah, maaf, aku jadi bercerita padamu,” Maya terkekeh.

Sakurakoji tersenyum.

“Tidak apa-apa, aku senang kau mau cerita kepadaku. Lagipula kita akan menghabiskan waktu bersama lebih banyak 1-2 bulan ini. Kuharap kita bisa saling membantu satu sama lain, termasuk membuat masing-masing dari kita tetap merasa nyaman saat sedang bersama,” tutur Sakurakoji.

Maya yang mendengarnya tersenyum.

“Terima kasih,” ucap Maya. “Kau juga boleh menceritakan masalahmu kepadaku, mungkin aku tidak akan bisa banyak membantu, setidaknya itu lebih baik kan daripada dipendam sendirian,” Maya berujar.

Sakurakoji mengangguk setuju dan keduanya tersenyum kepada satu sama lain.

=//=

Bel pintu apartemen Maya berbunyi. Sawajiri membukakan pintu bagi Masumi.
Pria itu terlihat sangat tampan dengan setelan tuksedo nya yang terlihat sangat resmi.

“Maya?” tanya Masumi.

“Masih di kamarnya,” terang Sawajiri. “Sepertinya dia sedikit gugup karena tidak pernah pergi ke acara seperti ini sebelumnya,” terang Sawajiri.

Masumi termangu sebentar.

“Kau pergilah,” kata Masumi. “Biar aku yang menenangkannya.”

“Baik Pak,” kata Sawajiri.

“Sawajiri, nanti aku akan menghubungimu untuk menjemput Maya. Sepertinya aku tidak akan bisa pulang bersamanya,” terang Masumi.

Sawajiri tertegun.

“Apa kau ada acara?” tanya Direktur Daito tersebut.

“Hanya... menonton, bersama teman. Tidak akan lama saya rasa, saya bisa menjemput Maya,” kata Sawajiri.

“Terima kasih,” ucap Masumi.

Sawajiri lalu pamit. Dia sebenarnya sedikit heran, karena Masumi tidak terlihat seperti biasanya. Seperti ada sesuatu yang mengganggu pikirannya.

=//=

“Maya, boleh aku masuk?” tanya Masumi di pintu kamar Maya.

Tidak lama pintu kamar itu terbuka.

Bruk!

“Pak Masumi!!” sambut Maya, memeluknya.

Masumi bisa merasakan dadanya berdebar-debar keras. Merindukan kekasihnya ini.

“Maya...” Masumi mendorong kedua bahu Maya menjauh.

Gadis itu menengadahkan kepalanya, lalu tersenyum. Dia sangat bahagia bisa memandang wajah Masumi lagi.

Maya terlihat sangat cantik malam ini. Ia mengenakan gaun malam panjang berwarna kopi dengan model one-shoulder. Gaun itu terlihat berkilauan dari satu bahu ke dadanya karena manik-manik yang menghiasi gaun tersebut. Maya dilengkapi sarung tangannya yang berwarna putih sampai di bawah sikunya. Rambutnya diangkat dan dibuat bergelombang. Tata riasnya sangat sempurna. Penampilan gadis itu berhasil membuat Masumi menahan nafasnya.

“Kau sudah siap,” ujar Masumi melihat tampilan Maya. Nada bicaranya tidak bisa menyembunyikan rasa takjubnya.

“A, aku gugup...” intonasi Maya memperkuat apa yang dikatakannya.

Masumi tersenyum.

“Tidak apa-apa, kau jangan terlalu khawatir Maya. Aku tahu hampir seluruh undangannya kau tidak kenal, tapi tidak usah khawatir, kau kan bersamaku,” Masumi menenangkan.

Maya mengangguk.

Masumi mengangkat dagunya.

“Kau harus lebih percaya diri,” Masumi tersenyum. “Kita hanya akan minum-minum sebentar, berbasa-basi, makan malam, kembali berbasa-basi, mendengarkan sambutan, acara lelang, hiburan dan berdansa. Jujur saja kukatakan acaranya membosankan untukku. Tapi kuharap kita bisa bersenang-senang nanti di sana,” kata Masumi, berbohong.

Maya juga tersenyum, masih gugup.

“Belum apa-apa aku sudah ingin kabur,” ujarnya.

“Tidak apa-apa,” Masumi meraih telapak Maya yang terbungkus sarung tangan. “Kau cantik sekali. Mereka akan terpesona olehmu,” pria itu berkata jujur.

Maya termangu dan mengangguk. Dia tidak terbiasa dengan tampilan semacam ini. Tapi Sawajiri mengatakan bahwa ini bukan acara makan malam biasa. Ini acara yang sangat bergengsi karena klan Takamiya adalah salah satu klan pengusaha terkuat. Gadis itu diseret ke sana kemari untuk didandani seperti malam ini. Begitu seriusnya Sawajiri mempersiapkan penampilan Maya untuk acara tersebut malah semakin membuat gadis mungil itu ketakutan.

Tidak apa-apa Maya, kau kan bersama Pak Masumi...

Maya berusaha menenangkan perasaannya.

Maya melingkarkan tangannya di lengan Masumi.

“Pak Masumi, Anda sangat tampan sekali malam ini,” puji Maya saat keduanya menyusuri lorong apartemen Maya.

Masumi tersenyum.

“Tentu saja, aku tidak mau mempermalukan gadis yang berdiri di sampingku,” kata Masumi. “Aku ingin terlihat pantas bersamamu.” Puji Masumi.

Maya terkekeh.

“Mulai lagi, Direktur Daito yang pandai bicara,” sindir Maya saat keduanya memasuki lift.

Masumi tidak mengatakan apa-apa dan hanya tersenyum.

“Pak Masumi, nanti kalau... kalau aku melakukan kesalahan, maafkan aku ya, dan tolong ingatkan aku,” Maya menoleh kepada Masumi.

“Tenanglah...” Masumi mengusap punggung telapak gadis itu yang melingkar di lengannya.

Diam-diam Masumi menelan ludahnya. Dia tidak suka dengan apa yang akan terjadi malam ini. Dia sangat tidak suka dengan apa yang harus dilakukannya malam ini.

Keduanya naik ke dalam mobil yang dikemudikan Oshima.

“Pak Masumi...” panggil Maya.

“Iya?” Masumi menoleh.

“Anda dari tadi diam saja. Kenapa?” tanya gadis itu, memandang kekasihnya penuh perhatian dengan tatapan polos.

“Tidak apa-apa,” gumam Masumi pendek.

Maya merasa, sepertinya Masumi tidak ingin ditanya lebih jauh lagi. Sikap Masumi juga malam ini tidak semesra biasanya. Diam-diam Maya melirik, mengamati kekasihnya tersebut.

“Pak Masumi...” panggil Maya lagi, lebih perlahan dari sebelumnya.

“Iya?” Masumi kembali menoleh kepada Maya.

Gadis itu meraih tas tangannya dan mengeluarkan sesuatu dari sana. Digenggamannya. Lalu dia meminta Masumi membuka telapak tangannya dan gadis itu menjatuhkan benda tersebut di atas telapak Masumi.

Sebuah kunci. Masumi mengenalinya sebagai kunci apartemen Maya.

Pria itu tertegun sejenak sebelum kemudian memandangi Maya.

“Ini...”

“Itu kunci apartemenku,” kata gadis itu, kemalu-maluan. “Aku tahu Pak Masumi sibuk belakangan. Jadi.. Uhm... kupikir... Anda bisa menggunakan apartemenku jika memerlukannya. Apartemenku kan lebih dekat dari Daito daripada rumahmu Pak Masumi...” Maya terlihat kembali gugup sementara Masumi hanya memperhatikannya.

“Rei?” tanya Masumi.

“Rei sudah tidak bersamaku. Dia mengembalikan kuncinya kepadaku. Kunciku sendiri hilang saat penculikan, tapi aku sudah membuat cadangannya. Jadi kunci ini, Anda pegang saja.” Terang Maya.

Masumi mengamati kunci yang ada di tangannya, lalu gadis di sampingnya yang menunduk malu.

“Kau baik sekali, memikirkanku seperti itu,” kata Masumi. “Terima kasih.”

Maya menatap kekasihnya, kembali tersenyum malu-malu.

“Tapi aku tidak bisa menerimanya,” Masumi berbalik meraih tangan Maya dan menyerahkan kunci yang baru saja diterimanya. “Maaf...” sesal pria itu.

Maya tertegun. Beberapa lama gadis itu hanya terdiam.

“Aku mengerti maksudmu Maya,” kata Masumi. “kau pasti memikirkan kepentinganku, tapi aku tidak mungkin berkeliaran di apartemenmu. Aku tidak mau membuatmu merasa tidak nyaman.”

“Tidak, Pak Masumi. Aku tidak keberatan. Lagipula...”

“Bukan hanya itu, aku tidak mau mencemarkan nama baikmu. Bagaimana jika ada yang melihat dan mereka berpikir kita tinggal bersama? Di sini ada banyak artis Daito. Mereka tahu siapa aku, mereka juga tahu siapa kau. Aku tidak mau mereka berpikir yang tidak-tidak terhadapmu,” Masumi menyentuh wajah gadis itu.

Maya tertegun. Dia tidak berpikir sejauh itu. Dia hanya berpikir dengan memberikan kunci apartemennya kepada Masumi, pria itu bisa mempergunakan apartemen untuk kepentingannya.

“A, aku tidak berpikir sampai ke situ,” gumam Maya, menyesal.

“Terima kasih,” Masumi mengepalkan tangan Maya yang memegang kunci yang tadi diberikannya. “Aku sangat senang, kau memikirkanku sejauh itu. Tapi Maya, mulai sekarang, kau tidak usah terlalu memikirkanku. Aku tahu kau sangat sibuk dengan pementasan Bidadari Merahmu. Kau cukup pikirkan itu saja,” ujarnya. “Tidak ada yang lebih membuatku bahagia selain kau sukses memerankan Bidadari Merahmu yang baru. Aku sungguh tidak sabar, menunggumu kembali membuatku terpesona seperti dulu,” imbuh Masumi.

Maya mengamati wajah kekasihnya yang sedari tadi terlihat seperti menarik diri darinya. Gadis itu lalu mengangguk.

“Iya, Pak Masumi...”

=//=

Keduanya sampai jam 6:30 PM, ada beberapa wartawan di sana. Acara ini termasuk salah satu acara bergengsi yang  rutin diselenggarakan humas Takaatsu Grup. Sebagian besar keluarga Takamiya, khususnya yang menduduki kursi eksekutif hadir di sana. Para pengusaha dan aktris-aktris ternama juga diundang untuk memeriahkan suasana.

Masumi dan Maya memasuki sebuah ruangan tempat diadakannya cocktail sebelum makan malam. Beberapa orang menyambut kedatangan Masumi. Mengucapkan beberapa pujian atas keberhasilan Daito dan Masumi berbalik memuji keberhasilan perusahaan yang digawangi orang-orang tersebut.

Masumi mengenalkan Maya yang datang sebagai pasangannya malam ini. Orang-orang itu memuji kecantikan Maya, dan sambil bercanda bertanya kepada Masumi kapan dia akan mengakhiri masa lajangnya. Masumi hanya menanggapi dengan senyuman.

“Selamat malam Masumi, Maya,” sambut Shiori malam itu yang juga terlihat sangat cantik dan glamour, melingkarkan tangannya di lengan suaminya.

“Selamat malam,” kata Masumi, datar.

Maya tertegun sejenak, dan tersenyum segan.

Sejak kejadian di pesta pernikahan Ayumi, Maya sebenarnya enggan bertemu dengan Shiori. Kata-katanya selalu kembali terngiang-ngiang. Ucapannya mengenai apa yang terjadi antara dia dan kekasihnya, juga kata-katanya mengenai Masumi.

“Kau cantik sekali Maya,” puji Shiori. “Kudengar suaramu sudah kembali? Selamat ya, aku ikut senang...”  Shiori berpura-pura.

Maya mengangguk.

Masumi tidak suka mendengarnya. Dia tahu wanita itu berdusta.

“Kami permisi, masih banyak orang yang lebih penting lainnya yang harus kami sapa,” kata Masumi tanpa basa-basi sebelum mengajak Maya—yang sangat terkejut dengan ucapan Masumi—untuk berbalik pergi.

“Lancang!” desis Yosuke. “Dasar bar-bar. Anak pembantu! Apa kau tidak bisa menjaga sikapmu? Kami tuan rumah di sini!” cemoohnya.

Masumi kembali berbalik. Masumi dan Yosuke saling melihat dengan tatapan saling membenci.

“Aku sangat menghargai keluarga Takamiya,” katanya, melirik muak pada Shiori. “Karena dedikasi mereka dalam menjalankan perusahaan dan kesuksesannya.” Masumi meminum sampanyenya. “Tapi aku sempat sangat terkejut saat mereka mengambilmu sebagai menantu, Yosuke. Kupikir mereka akan menyerahkan Takaatsu kepadamu. Ternyata Tuan Takamiya cukup  cerdas dan tahu bahwa kau memang tidak pantas disandingkan dengan jajaran keluarga Takamiya lainnya. Kau hanya pantas diberikan sebuah perusahaan tabloid gosip murahan yang oleng dan bisa dibeli dengan harga murah karena sahamnya terus jatuh. Kudengar setelah kau ambil alih pun sama sekali tidak ada kenaikan dan malah terus jatuh. Ckckck.... Yosuke, apa kau tidak malu? Seharusnya kau malu. Kau tidak pantas menyandang nama Hayami, apalagi Takamiya.” Masumi mengalihkan pandangannya kepada Shiori. 

“Friday dan Shiori. Hanya itu yang terbaik yang bisa kau dapatkan?” sindirnya. “Memalukan.” Desisnya tajam, kembali kepada Yosuke. “Kau memang terlahir hanya untuk menjadi seorang pecundang!”

Shiori sangat terkejut mendengar ucapan Masumi. Pria itu tidak menyembunyikan ketidaksukaannya kepada dirinya. Shiori sangat kesal mendengarnya.

“Jaga mulutmu!” Desis Yosuke.

Masumi tidak menghiraukannya dan membawa Maya berlalu dari hadapan mereka.

Shiori menatap suaminya tidak puas. Suaminya ini memang bodoh, pengecut. Hanya bisa mencemooh tapi sama sekali tidak bisa mendebat ucapan Masumi. Bersamanya hanya membuat Shiori semakin kesal. Saat wanita itu menghempaskan nafasnya, bayangan Hino masuk ke dalam pikirannya. Dia merindukan pria itu.

Dipandanginya punggung Masumi dan Maya yang menjauh darinya.

Kau boleh berlagak, Masumi, kita berdua tahu siapa yang akan tertawa malam ini...

Pikir Shiori.

=//=

Maya sangat terkejut dengan yang baru saja terjadi. Masumi tidak penah bersikap sekasar dan seterus terang itu sebelumnya.

“Pak Masumi...” panggil Maya, gelisah. “Apakah tidak apa-apa bersikap seperti itu?” tanyanya.

Tidak lama kemudian ballroom tempat akan diadakannya gala dinner dibuka dan hadirin dipersilahkan menuju ke mejanya masing-masing.

“Jangan khawatir,” ujar Masumi saat keduanya bergerak masuk ke ballroom. “Mereka memang layak diperlakukan seperti itu.” Desis Masumi.

Maya terdiam. Dia berpikir Masumi memang sedang tidak dalam suasana hati yang bagus. Dari tadi wajahnya terlihat suram. Dia memang bersikap sangat baik kepada Maya, tapi kehangatannya berkurang. Masumi tidak semesra biasanya. Dia juga lebih banyak diam dan seakan menjawab setiap pertanyaan Maya dengan enggan. Dan kejadian barusan, dimana Masumi bersikap kasar kepada pasangan Shiori dan Yosuke. Maya merasa ada yang salah dengan kekasihnya.

Acara malam itu berlangsung meriah. Maya dan Masumi satu meja dengan enam orang lainnya. Ternyata malam itu juga hadir Utako Himekawa dan suaminya. Mejanya tidak jauh dari Maya dan Masumi. Maya juga bisa melihat Shiori dan suaminya dari mejanya. Sedangkan yang satu meja dengan Masumi dan Maya adalah direktur dari perusahaan Hayami lainnya beserta pasangannya. Mereka juga sempat bertanya kepada Masumi kapan akan menikah. Masumi hanya tersenyum datar saja dan mengatakan saat ini mereka berdua sangat sibuk. Hanya waktu yang akan menjawab pertanyaan itu.

Setelah pembukaan acara, sambutan-sambutan, acara makan malam dengan diiringi penampilan salah satu penyanyi yang sedang naik daun saat ini dan beberapa penampil lainnya, acara lelangpun dimulai dan berlangsung meriah.

Maya sangat terkejut, dengan uang yang dikeluarkan para hadirin untuk mendapatkan benda-benda yang dilelang malam itu.

“Kau lelah?” tanya Masumi kepada Maya saat acara lelang berakhir dan mulai memasuki acara hiburan seiring malam yang beranjak semakin larut.

Maya menggeleng dan tersenyum.

Maya menarik tangan Masumi dari atas meja. Gadis itu mulai menulis sesuatu di telapak tangan Masumi seperti yang biasa dilakukannya dulu saat kehilangan suaranya.

“Pak-Ma-su-mi-a-pa-kah-a-da-yang-an-da-pi-kir-kan-a-ku-ta-hu-an-da-me-nyem-bu-nyi-kan-se-su-a-tu-da-ri-ku.Bi-ca-ra-lah-pa-da-ku-pak-ma-su-mi,” tulis Maya.

Masumi tertegun. Dipandanginya gadis itu yang terlihat sangat cantik. Gadis kecintaannya.

“Berdansalah denganku,” pinta Masumi.

Maya memandangi pria itu dan mengangguk.

Masumi mengajak Maya ke lantai dansa. Bersama beberapa pasangan lainnya mereka berdansa.

“Pak Masumi, bicaralah. Apa yang Anda pikirkan?” tanya Maya lembut saat pria itu membimbingnya mengiringi musik.

Masumi kembali memandangi gadis di hadapannya. Perlahan-lahan menghirup nafasnya. Sudah waktunya untuk melakukan bagian terberat dari perannya.

“Kau benar. Memang ada sesuatu yang mengganjal pikiranku selama ini dan mengganggu perasaanku,” Masumi memulai.

Maya memperhatikan. Mendengarkan dengan seksama.

Masumi menelan ludahnya, mempersiapkan diri.

“Maya, aku memikirkan banyak hal mengenai hubungan kita. Setelah kupikirkan masak-masak, kurasa sebaiknya kita berpisah,” kata Masumi, berat.

Sejenak Maya tertegun. Dia tidak yakin dengan apa yang baru saja didengarnya.

“A, apa Pak Masumi? Anda mengatakan bahwa kita sebaiknya...” Maya tidak sanggup meneruskan.

“Benar,” Masumi mengangguk.”Kita sebaiknya berpisah.”

Maya mematung sesaat setelah mendengar perkataan Masumi. Dipandangnya Masumi dengan tatapan tidak percaya.

“Berpisah...?” gumamnya.

Maya terhenyak, bagai petir di siang bolong, dia sama sekali tidak membayangkan sebelumnya Masumi mengucapkan kata-kata perpisahan sekarang. Di sini. Dari berbagai hal yang mungkin akan Masumi sampaikan kepadanya, sama sekali tidak terbersit di benaknya Masumi akan mengatakan hal itu.

“Ja, jangan bercanda Pak Masumi...” Maya terlihat resah, tidak dapat memandang pria itu. Kedua tangannya yang berpegangan kepada lengan Masumi terlihat gemetar.

“Maaf. Tapi ini yang terbaik bagi kita, Maya.”

“Tidak!” Desis Maya, memandang Masumi dengan matanya yang nanar. “Aku tidak mengerti apa yang Anda katakan!” tolaknya. “Kita saling mencintai kan” tanyanya,lirih.

“Tidak,” Masumi berbohong, luka di hatinya perlahan semakin menganga. “Aku tidak mencintaimu.”

Mata Maya melebar, menahan tangisnya. Dia memohon dalam hati bahwa Masumi hanya bermaksud menggodanya.

“Anda bercanda kan?” tenggorokan Maya tercekik. “Pak Masumi... katakan bahwa Anda hanya sedang bercanda,” mohonnya.

Masumi menarik Maya semakin mendekat. Dia sudah merasa mereka berdua mulai menarik perhatian tamu lainnya.

“Aku, sepertinya, sudah salah mengartikan perasaanku kepadamu,” Masumi melanjutkan kebohongannya.

Maya sekuat tenaga menahan air matanya. Dia tahu kekasihnya ini bukan sedang menggodanya.

”Aku menyukaimu Maya. Sangat menyukaimu. Kau luar biasa. Aku sangat mengagumimu. Aktingmu selalu membuatku terpesona. Kau pasti sudah tahu itu.” kata Masumi dengan getir. “Aku sempat berpikir aku jatuh cinta kepadamu. Aku mengejarmu, ingin memilikimu. Seperti penggemar yang tergila-gila kepada idolanya, aku berangan-angan memilikimu, hidup denganmu,” kata pria itu, bergelora. Pelukannya di pinggang Maya semakin erat. “Namun aku salah. Aku salah mengartikan kekagumanku kepadamu sebagai perasaan cinta. Aku akhirnya menyadari bahwa yang kusukai adalah kau yang di atas panggung.” Masumi berusaha sekuat tenaga agar topeng kacanya tidak pecah. Agar gadis di hadapannya bisa percaya dengan kata-katanya.


Seketika tubuh Maya hanya membeku mendengar ucapan Masumi. Keduanya saling berpelukan tapi tidak berdansa. Matanya terpasung pada mata pria itu. Berkaca-kaca, tapi Maya tidak sanggup menangis. Semuanya terlalu mengejutkan sampai-sampai gadis itu tidak tahu harus bereaksi seperti apa.

“A, aku...” ucap Maya, parau. “Tidak mungkin...” tenggorokan gadis itu semakin tercekik. “Kenapa Anda, mengatakannya sekarang, di sini... saat ini...” Maya hampir terisak. “Semua yang sudah terjadi, diantara kita... semuanya... itu... Apa?” Maya menutup bibirnya dengan sebelah tangannya, berharap dapat meredam isakannya. Tapi air matanya sudah tidak bisa ditahan, membulir menyusuri pipinya yang kemerahan.

Maya...

Masumi terluka melihat air mata yang mengalir di wajah Maya. Dia sudah melakukannya lagi, membuat kekasihnya menangis.

“Pulanglah Maya,” pinta Masumi, terdengar memohon. Dia sudah tidak sanggup lagi mengatakan apa pun yang dia tahu akan melukai hati Maya. “Pulanglah sekarang...”

Orang-orang di sekitar mereka semakin banyak yang memperhatikan. Walaupun keduanya berbicara secara perlahan, namun bahasa tubuhnya tidak bisa menyembunyikan bahwa ada yang tidak beres dengan keduanya.

“Apakah gadis itu menangis?” bisik seorang wanita kepada suaminya.

“Kenapa mereka? Bertengkar?” Bisik yang lainnya.

Maya baru menyadari bahwa mereka sedang menjadi pusat perhatian. Maya memperhatikan sekelilingnya, sangat malu. Tatapannya kembali kepada Masumi. Wajahnya tanpa ekspresi, namun tatapannya terlihat sedih. Pegangannya di pinggang gadis itu masih terasa ketat. Maya tidak mengerti dengan maksud semua ini, dengan perlakuan Masumi kepadanya.

“Apa Anda membenciku?” tanya Maya dengan bibir yang gemetar.

“Tidak,” gumam Masumi, menggelengkan kepalanya. “Aku hanya tidak mencintaimu seperti yang kukira. Tidak bisa mencintaimu sebagai seorang wanita.”

Tidak mencintaimu... sebagai seorang wanita.

Batin Maya.

Lalu apa yang harus dilakukannya jika Masumi tidak mencintainya? Tidak ada. Dia tidak mungkin memaksakan Masumi untuk mencintainya. Maya tahu perasaan cinta tidak bisa dipaksakan.

“Jadi selama ini, kau salah mengartikan perasaanmu kepadaku? Begitu?” Maya menggigit bibir bawahnya yang masih gemetar. “Yang kau sukai adalah aku yang di atas panggung? Aku yang seorang aktris?” Maya terisak. “Lalu aku yang sekarang berdiri di hadapanmu ini kau anggap apa Pak Masumi?” Maya berusaha menahan suaranya.

“Bukan apa-apa,” jawab Masumi, berat. “Kau adalah Maya Kitajima yang tidak bisa kucintai. Maafkan aku, Maya...” Masumi menyusuri wajah sedih Maya dengan matanya.”Pulanglah...” bisiknya.

Maya sudah tidak kuasa lagi. Didorongnya dada Masumi menjauh darinya. Maya memutar tubuhnya dan berlari. Ingin sekali Maya berteriak ‘Aku membencimu’ pada Masumi tapi tidak dilakukannya. Maya menutupi bibirnya dengan sebelah tangannya untuk meredam isakannya, Maya menjauh dari Masumi. Pulang.

"Waa... waa... Ada apa ini?”

Maya sempat merasakan ruangan menjadi riuh melihatnya menyusuri keramaian dan berlari pergi. Tapi dia tidak peduli. Dia hanya ingin pergi jauh meninggalkan tempat itu yang terasa sangat menyesakkan baginya. Hanya ingin meninggalkan Masumi yang sudah melukainya.

Selepas Maya pergi, berpasang-pasang mata memandang Masumi. Berspekulasi mengenai apa yang baru saja terjadi pada pasangan yang sedang populer tersebut. Wajah Masumi terlihat dingin. Berjalan perlahan meninggalkan lantai dansa. Tatapannya bertemu Shiori. Dipandanginya wanita itu sangat tajam, penuh kebencian. Masumi melangkah pergi meninggalkan acara itu.

Shiori tersenyum culas. Dia menyaksikannya dari tadi. Masumi memang hebat. Selalu bisa menunaikan tugasnya dengan baik.

“Apakah wartawanmu mendapatkannya?” tanya Shiori pada suaminya.

“Ya, mereka memotret setiap adegannya,” jawab Yosuke, puas.

Shiori tersenyum puas.

“Bagaimana kau tahu bahwa malam ini akan terjadi sesuatu antara Masumi dan Maya Kitajima?” tanya Yosuke, menyelidik.

“Anggaplah sumber informasiku lebih berguna daripada sumber informasi yang kau miliki, Suamiku,” ujar Shiori, tersenyum.

=//=

“Maya!!” Panggil sebuah suara.

Maya menoleh kepada sumber suara. Sawajiri.

“Kau kenapa?” tanyanya sambil menghampiri Maya yang berlari keluar gedung dengan berlinangan air mata.

Kak... Sawajiri?

“A, aku...”

“Maya,” seseorang menghampirinya.

“Rei...!” Maya menatap sahabatnya yang tidak diduga ada di sana.

“Ayo Maya, cepat masuk ke mobil. Jangan sampai wartawan melihatmu seperti ini,” ajak Sawajiri.

Maya hanya menuruti dan masuk ke dalam mobil.

“Maya kau baik-baik saja?” tanya Rei kepada sahabatnya saat mereka sudah berada di dalam mobil Sawajiri.

Maya hanya menggeleng.

“Aku diminta Pak Masumi menjemputmu. Tapi sebenarnya ada apa? Aku sangat terkejut melihatmu menangis seperti itu.” ujar Sawajiri, melirik dari spion.

Maya terhenyak.

Pak Masumi yang meminta? Berarti dia memang sudah merencanakan untuk memutuskan hubungan kami di sini?

Pak Masumi...

Maya tidak menjawab dan hanya terisak. Tenggorokannya masih saja tercekik. Gadis ini sebenarnya sangat ingin menangis meraung-raung meluapkan kesedihannya yang mendalam, tapi luka itu terlalu dalam dan Maya hanya bisa terisak dengan rasa sakit yang bertubi-tubi dirasakannya di dadanya.

Rei memeluk sahabatnya erat-erat. Sepertinya gadis ini sangat terpukul hingga tidak sanggup lagi bersuara.

=//=

“Yakin kau tidak ingin kutemani, Maya?” tanya Rei sekali lagi.

Gadis itu mengangguk.

“Terima kasih sudah mengantarku,” katanya, lirih. “Tapi aku ingin sendiri dulu malam ini,” pinta Maya.

Rei menatap sahabatnya dengan khawatir. Dipegangnya pundak Maya.

“Jaga dirimu baik-baik. Kalau kau membutuhkanku, hubungi saja aku,” kata Rei.

Maya mengangguk. Tanpa suara gadis itu masuk ke dalam apartemennya. Maya melangkah gontai menuju kamarnya. Dipandanginya cermin di hadapannya. Wajahnya terlihat lusuh.

Pandangan Maya beralih kepada sebuah foto yang terpajang di meja rias itu. Foto dirinya dan Masumi saat di Hakkeijima. Keduanya terlihat bahagia, dua ekor lumba lumba mencium masing-masing pipi mereka. Maya menyusuri foto itu dengan telunjuknya yang masih terbungkus sarung tangan yang basah oleh air mata.

Pak Masumi...

Tiba-tiba kesedihan yang dari tadi berusaha dipendamnya mendesak keluar dengan kuat. Tubuh gadis itu melemas, luruh ke lantai. Air mata Maya segera membanjir dan dia menangis tergugu. Maya membaringkan dirinya di lantai.

“Pak Masumi...” panggilnya, sambil menatap foto tersebut, sebelum kemudian menangis meraung-raung dengan keras di tengah kesepian malam.

=//=

Masumi mengendarai mobilnya. Dia sudah menyuruh Oshima pulang tadi, kini dia menyetir sendirian dengan keadaan kalut. Ada sesuatu mengganjal hatinya dengan sangat. Apakah ini kesedihan? Masumi tidak yakin dengan yang dia rasakan. Kenapa kesedihannya begitu menyakitkan lebih dari yang dia pernah rasakan. Dia ingin menangis.

Maya...

Masumi tidak berhenti menyebut nama gadis yang sangat dicintainya itu. Ingin sekali dia memeluk dan menghapus air matanya. Tapi tidak bisa.
Masumi tidak sanggup lagi menahan kemarahan dan kesedihan dalam hatinya. Masumi membanting mobilnya keluar jalan, ke pinggiran sungai. Diraihnya sebatang rokok dan dinyalakannya dengan gelisah.

Masumi duduk di atas rerumputan dengan raut menyeramkan masih terpasang di wajahnya. Tanpa suara Masumi menghisap rokoknya beberapa kali dengan tidak sabar. Sebelum menghempaskan asap dari bibirnya dengan kasar sekaligus berusahan mengusir kegundahan hatinya.

Maya...

Hanya satu kata itu yang tetap terngiang tanpa henti di benaknya.

Masumi berusaha menenangkan dirinya.

Ini yang terbaik untuk Maya saat ini...

Masumi berusaha meyakinkan dirinya bahwa yang telah dilakukannya sudah benar.

Masumi sudah memikirkan banyak hal dan berbagai kemungkinan sebelum memutuskan untuk melakukan keinginan Shiori. Berpisah dengan Maya. Dan hal ini adalah hal terbaik yang bisa dilakukannya setelah memikirkannya dengan dalam. Memang berat, Masumi tahu. Dan setelah dilakukannya malah jauh lebih berat dari yang bisa ditanggungnya.

Maafkan aku Sayang... Maya, Kekasihku...

Sesalnya.

Masumi teringat kembali yang terjadi tadi. Masumi bisa melihat Maya naik ke dalam mobil Sawajiri. Setidaknya dia tahu Maya akan aman sampai ke apartemennya. Bagaimanapun, keamanan Maya adalah yang utama saat ini.

Setelah bertemu Shiori dan Hino, Masumi mengerti kedua orang itu tidak berpikir panjang melukai siapa saja untuk mencapai tujuannya menyakiti Masumi. Karena itu, memisahkan Maya darinya saat ini adalah yang terbaik. Mungkin, setelah Masumi mengerti apa yang tengah terjadi, tanpa Shiori menuntutnya berpisah dengan Maya pun, Masumi akan tetap melakukannya.

Masumi berjalan menghampiri arus sungai. Diraihnya beberapa bebatuan dan dilemparkannya ke sungai. Menyalurkan kemarahannya. Memikirkan banyak hal dalam benaknya.

Aku akan menghancurkanmu...! Membuatmu merasakan penderitaan yang tidak pernah kau rasakan sebelumnya.

Paras pria tampan itu kembali terlihat bengis dan menakutkan.

=//=

Masumi masuk ke apartemen Maya yang pintunya tidak dikunci. Dengan perlahan. Masumi segera tahu gadis itu berada di kamarnya.

“Maya...” panggilnya.

Maya sedang terbaring di lantai. Telungkup. Pakaiannya belum diganti.

“Maya,” Masumi menghampiri. Memutar tubuh gadis itu menghadap kepadanya dan merengkuh tubuh gadis itu dalam pelukannya. “Bangun, Sayang,” katanya.

Perlahan Maya membuka matanya yang perih karena terlalu banyak menangis.

“Pak... Masumi...” gumam Maya. Mata gadis itu semakin membulat.

“Maya, maafkan aku,” ujar Masumi, berat.

“Pak Masumi!” Seru Maya dengan suaranya yang parau.

Segera Maya balik memeluk Masumi erat. Menyurukkan wajahnya di dada Masumi.

Masumi membelai kepala Maya, merasakan dahinya.

“Dingin...”gumam pria itu, khawatir.

“Pak Masumi...” Maya menatap kekasihnya nanar. “Aku mencintaimu.”

Masumi tertegun. Keduanya bertatapan.

“Aku juga sangat mencintaimu Maya...” ucap Masumi. “Sangat mencintaimu,” pria itu mendekatkan wajahnya kepada wajah Maya dan mengecup bibir gadis itu perlahan.

Maya mengusap rahang pria itu dan keduanya berciuman.

Masumi menatapnya lembut saat bibir keduanya terpisah.

“Pak Masumi, jangan tinggalkan aku,” pinta Maya. “Aku tidak mau berpisah denganmu. Kau mencintaiku kan?” gadis itu menatap Masumi, memelas.

Masumi meremas tangan Maya yang mengusap wajahnya.

“Tidak akan,” janjinya. “Aku tidak akan meninggalkanmu Sayang, aku mencintaimu.”

Gadis itu tersenyum, sangat bahagia.

“Sekarang bangunlah Maya, kau harus jaga dirimu baik-baik. Kau akan memerankan Bidadari Merah, jaga kesehatanmu Sayang. Ayo bangunlah...” kata Masumi.

Bangunlah Maya...! Bangun...!

Maya mendengar panggilan untuknya.

Perlahan-lahan kesadarannya kembali. Maya mengerjap-ngerjapkan matanya. Samar-samar dilihatnya wajah sahabatnya, Rei.

“Maya, bangun Maya,” Rei mengguncangkan tubuh Maya.

“Rei...” gumam Maya dengan suara paraunya yang timbul tenggelam.

“Maya, kenapa kau tidur di lantai?” ujar Rei khawatir.

Sawajiri dan Rei kembali datang ke apartemen Maya pagi itu. Maya tidak mengunci pintu apartemennya dan Rei lebih terkejut melihat Maya yang jatuh tertidur di lantai kamarnya, memeluk foto dia dan Masumi. Mata dan wajahnya terlihat membengkak dari menangis semalaman.

Maya merasakan kepalanya pusing dan badannya agak pegal. Maya kembali mengerjapkan matanya sementara Rei membantunya berdiri dan mendudukkannya di pinggir tempat tidur.

Maya baru menyadari ada Sawajiri di sana, di pintu kamarnya mengamati.

Kak Sawajiri...

Sawajiri melihat keadaan Maya. Dia sepertinya tidak memungkinkan untuk bekerja. Gadis itu terlihat begitu menyedihkan. Bahkan suaranya kembali timbul tenggelam, pastinya akibat gadis ini menangis semalaman. Sawajiri yakin terjadi sesuatu antara Maya dan Masumi.

“Kau ganti baju dulu dan bersihkan dirimu. Aku sudah menyiapkan sarapan untukmu,” kata Rei.

Maya mengangguk.

Sawajiri dan Rei saling bertukar pandang. Rei tahu Sawajiri ingin bicara dengannya. Setelah Rei membantu Maya membuka resletingnya, Rei permisi keluar dari kamar Maya. Sawajiri duduk di sofa ruang tamu, Rei menghampirinya.

“Maya sedang apa?” tanya Sawajiri.

“Berganti pakaian,” terang Rei, duduk di sampingnya. “Sepertinya Maya sekarang lebih baik tidak kemana-mana. Dan suaranya kembali menghilang. Sepertinya dia menangis semalaman.”

Sawajiri terdiam.

“Aku bisa mengatur ulang beberapa jadwalnya. Tapi dia juga ada jadwal pengambilan suara hari ini.” Sawajiri terdiam. “Kurasa aku akan menemui Pak Masumi.”

“Aku akan menjaga Maya,” ujar Rei.

Sawajiri menoleh.

“Audisimu?” tanya Sawajiri.

Rei tertegun. Ragu.

“Kurasa...” gadis itu terlihat bingung.

“Nanti sudah tiba waktunya, pergilah audisi...” Sawajiri memutuskan untuknya.

“Tapi Maya...” Rei keberatan.

“Maya kenapa?” Sawajiri balik bertanya walaupun dia tahu alasannya.

“Aku tidak bisa membiarkannya seperti ini. Dia memerlukanku—“

“Dia gadis dewasa, Rei,” kata Sawajiri.

Pria itu menatap lekat Rei.

“Aku bisa melihat Maya sedang terpuruk sekarang. Tapi terus-terusan memanjakannya bukan hal yang bagus untuknya. Dia harus belajar berdiri di atas kakinya sendiri bukan? Apa kau pikir dia mau, kau meninggalkan audisimu gara-gara dia? Aku yakin bukan itu yang diinginkannya. Dan aku juga yakin kau tahu apa yang terbaik untukmu. Pergilah audisi. Kau berada terus di sini juga tidak akan bisa membantu apa-apa untuknya,” saran Sawajiri.

Rei masih terdiam.

“Tapi...” Dia ingin sekali mengikuti audisi yang diadakan Doremi yang pernah diberitahukan Sawajiri kepadanya, namun sekarang sahabatnya sedang membutuhkannya. Rei bingung mana yang harus dipilihnya.

Rei sudah tahu apa yang terjadi antara Maya dan Masumi. Sudah menjadi headlines, hot news di Friday. Sepertinya tabloid itu akan laris manis. Rei sangat terkejut dengan apa yang dibacanya. Kebetulan Sawajiri meneleponnya mengatakan akan pergi ke apartemen Maya dan gadis itu memutuskan akan ikut dengannya.

“Aku tahu Pak Masumi tidak akan bertindak gegabah,” terang Sawajiri. “Pasti ada alasannya sampai hal itu terjadi tadi malam. Aku akan menemui Pak Masumi dan memberitahukan mengenai keadaan Maya. Aku tidak tahu apakah ini memang yang diharapkan Pak Masumi atau bukan, tapi yang pasti, aku yakin Pak Masumi sudah memikirkan tindakannya baik-baik,” pria itu meraih lengan atas Rei, menggenggamnya untuk menenangkan.

“Nanti temani Maya ke rumah sakit, cek kondisi pita suara Maya. Aku akan ke Daito sekarang. Dan kau, Rei, jika sudah tiba waktunya, pergilah audisi. Maya tidak akan mau kau mengorbankan audisimu hanya untuknya.” Tutur Sawajiri.

Rei menghirup nafasnya. Lalu mengangguk.

“Aku mengerti,” kata Rei.

Sawajiri melandaikan tubuhnya, mencium bibir Rei. Gadis itu hanya diam saja dan menundukkan pandangannya saat bibir mereka terpisah.

“Aku pergi dulu,” pamit Sawajiri.

Rei kembali mengangguk. Dia bisa merasakan tidak hanya bibirnya, wajahnya juga menghangat.

Setelah Sawajiri keluar dari apartemen Maya, Rei kembali masuk ke dalam kamar Maya.

“Maya...” Rei mengetuk pintu kamarnya dan masuk ke dalam.

Gadis itu hanya termangu di sisi tempat tidurnya, memandangi fotonya dan Masumi.

Rei menghampiri dan duduk di sampingnya.

“Maya, bagaimana keadaanmu?” tanya Rei.

Maya menoleh, matanya terlihat sembab.

“Baik,” jawabnya singkat, dengan suara yang sangat parau.

“Ayo kita sarapan, aku akan mengantarmu ke rumah sakit,” ajak Rei.

Maya menggeleng lemah.

“Maya...? kau jangan seperti ini... Saat ini kau sedang mempersiapkan pementasan Bidadari Merah kan? Kau tidak boleh seperti ini...” Rei mengingatkan.

“Pak Masumi...” desah Maya.

Nama yang Rei dengar beberapa kali disebut Maya saat sedang tertidur.

“Dia tidak mencintaiku...” Maya memaksakan suaranya yang sudah hampir habis, “dia tidak menginginkanku... Aku tidak menginginkan apa-apa lagi,” isaknya.

Maya...?

Rei sangat terkejut. Sejenak dia tidak bisa mengatakan apapun, melihat Maya yang terisak tanpa air mata.

“Maya, apa yang akan dikatakan Pak Masumi jika dia melihat keadaanmu seperti ini? Apa kau yakin ini yang dia inginkan? Coba bayangkan perasaannya jika dia melihatmu begini. Dia pasti khawatir...” ujar Rei.

Pak Masumi...

Maya tiba-tiba kembali teringat pada mimpinya dan kata-kata yang diucapkan Masumi kepadanya.

=//=

Masumi mengangkat kepalanya dari atas meja, sedikit pusing. Semalaman dia minum-minum di kamarnya. Dilihatnya bekas botol minuman yang pecah di atas karpet.

Maya...

Pria itu kembali teringat kekasihnya. Sedikit risau karena semalam dia memimpikannya. Masumi bermimpi menemui Maya di apartemennya. Gadis itu terlihat mengkhawatirkan. Mimpi itu terasa sangat nyata sampai-sampai Masumi benar-benar merasa gelisah saat membuka matanya.

Masumi memijat keningnya perlahan. Hanya nama Maya yang terus terngiang di kepalanya. Dilihatnya jam di atas meja. Sudah hampir terlambat pergi ke Daito. Masumi segera beranjak dari kursi lalu meregangkan tubuhnya sebelum meraih mantel mandinya.

=//=

“Pak Masumi, ada Sawajiri,” terang Mizuki saat membawa masuk beberapa dokumen.

Mizuki bisa melihat Masumi sedang dalam suasana hati yang tidak bagus. Sudah berhari-hari atasannya itu memasang wajah suram di kantornya. Banyak tindakannya yang mengejutkan Mizuki. Hino sudah tidak lagi menjadi pengacara pribadi Maya.

Dan hari ini, kabar mengenai Masumi yang memutuskan Maya di gala dinner yang diadakan klan Takamiya menjadi berita hangat di mana-mana. Beberapa hari sebelumnya, sudah cukup lama, Masumi pernah dikabari Takatsu bahwa dia akan diberikan penghargaan sebagai salah satu pengusaha muda pada acara tersebut. Masumi menolaknya. Mizuki tidak tahu kenapa Masumi tampak memusuhi Takamiya belakangan ini, padahal sejak Shiori menikah dengan Yosuke, hubungan Hayami dan Takamiya berangsur baik dan Masumi tidak pernah terlihat bersikap memusuhi seperti ini.

“Suruh dia masuk,” kata Masumi dingin, tanpa tambahan.

Mizuki mengerti dan segera keluar dari kantornya. Tidak berapa lama Sawajiri mengetuk pintu kantor Masumi dan masuk ke dalamnya.

“Pak Masumi,” Sawajiri menyapa.

Masumi berdiri dari kursinya, mempersilahkan Sawajiri duduk di sofa tamu.

“Ada apa? Apakah ada sesuatu?” tanya Masumi.

Sawajiri bisa melihat atasannya itu mengkhawatirkan Maya.

“Mengenai Maya,” ujar Sawajiri.

“Bagaimana keadaannya?” tanya Masumi.

“Tidak baik,” kata Sawajiri apa adanya. “Maya sepertinya menangis semalaman, wajah dan matanya sembab dan suaranya kembali menghilang. Maya tidak memungkinkan untuk bekerja hari ini, jadi saya berpikir untuk mengistirahatkannya saja. Saya sudah meminta Rei mengantar Maya ke rumah sakit.” Terang Sawajiri.

Masumi tertegun, dia merasa sangat sedih mendengarnya.

“Jangan,” kata Masumi. “Kau jangan membuatnya absen dari latihan. Setelah dia kembali dari rumah sakit, minta dia ke tempat latihan. Kau boleh menjadwal ulang pekerjaannya yang lain, tapi tidak Bidadari Merah,” imbuhnya.

Sawajiri sedikit terkejut mendengarnya.

“Pak Masumi, saya kira Maya tidak akan bisa berlatih dengan baik, lagipula sekarang perasaannya—“

“Tidak ada!” Tekan Masumi, “yang memintanya menangis seperti itu! Sekarang karena ulahnya, dia mengganggu latihan yang lain. Bawa dia ke tempat latihan! Biarkan Pak Kuronuma yang menentukan apa yang harus dilakukan. Aku tidak mau Maya, atau siapapun absen latihan karena hal-hal yang cengeng,” perintahnya.

Sawajiri tahu dia tidak akan bisa membantah.

“Baik, Pak...” katanya.

“Kau sudah boleh pergi,” Masumi berdiri, hendak kembali ke kursinya.

“Pak Masumi, sebentar,” pinta Sawajiri.

“Ada apa?”

“Maaf jika saya lancang. Saya tahu saya tidak berhak bertanya mengenai masalah pribadi Anda. Namun sebagai manajer Maya, saya harus mengetahuinya,” Sawajiri memberi jeda, segan. “Apakah hubungan Anda dan Maya memang benar putus?” tanyanya kemudian.

“Benar,” Masumi mengkonfirmasi. “Semalam kami putus. Kau bisa benarkan kabar itu. Jika ada yang mau bertanya alasannya, minta mereka bertanya langsung kepadaku. Aku tidak ingin kau atau Maya membuat pernyataan apa pun terkait masalah ini,” instruksinya.

“Baik Pak, saya mengerti,” Sawajiri mematuhi.

Akhirnya manajer Maya tersebut keluar dari kantor, meninggalkan Masumi yang merisaukan kekasihnya.

Maya...

Pikirnya sendu.

Aku tahu kau gadis yang kuat. Kau pasti tegar menghadapi ini semua...

=//=

Kuronuma memandangi Maya yang tertunduk di hadapannya. Gadis itu sudah kembali kehilangan suaranya dan dia tahu kenapa.

 “Maya! Kau harus ingat, bahwa kau tidak sendirian dalam melakukan sandiwara ini. Kalau kau seperti ini terus, kau hanya akan menghambat!! Kau harus menyelesaikan masalahmu sendiri! Jangan membawa-bawa masalahmu ke sini. Apa kau mengerti?!!” Hardik Kuronuma.

“Maaf,” kata Maya dengan lirih, menahan air matanya.

Kuronuma menghempaskan nafasnya kesal.

“Aku tidak ada waktu mengasihanimu. Hari ini, kau latihan fisik saja dan koreografi,” kata Kuronuma dingin sebelum melangkah pergi meninggalkan Maya yang ditemani Sawajiri.

Sakurakoji mengamati Kuronuma yang berlalu pergi dan perlahan mendekati Maya yang masih diam saja, tidak bisa dibujuk oleh Sawajiri.

“Akoya...” panggilnya.

Akoya...

Kata itu terngiang di benaknya. Maya mengangkat wajahnya.

Sakurakoji... Isshin...

Sakurakoji duduk di samping Maya.

“Maya, aku tahu kau sedang ada masalah. Tapi aku yakin kau akan bisa mengatasinya.” Sakurakoji menepuk bahu Maya. “Aku akan menunggumu, Akoya,” katanya.

Isshin...

Maya tertegun.

“Sakurakoji! Cepat kemari! Lakukan adeganmu dan Tonbe sekarang!!” Teriak Kuronuma. “Sudah biarkan saja aktris yang tidak bisa berakting itu!!” Serunya.

“I, iya Pak Kuronuma!!!” Sakurakoji terperanjat.

“Aku latihan dulu. Cepatlah kembali, Akoya,” katanya kepada Maya, lalu berlalu pergi untuk bergabung dengan yang lainnya.

Maya hanya diam saja, mengamati latihan yang dipimpin Kuronuma. Tiba-tiba Sawajiri menarik pergelangan tangannya dengan paksa.

“Berdiri!” Perintahnya. “Apa kau tidak mendengar apa yang dikatakan Pak Kuronuma? Kau harus latihan fisik dan koreografi!” Tegas Sawajiri.

Dia lalu menyeret gadis itu untuk berlatih.

Diam-diam Kuronuma mengamati. Gadis itu terlihat kepayahan. Tariannya juga berkali-kali melakukan kesalahan dan dimarahi oleh koreografernya.

Masumi Hayami... Kenapa kau melakukan semuanya pada saat seperti ini...

Batin Kuronuma.

=//=

“Selamat malam Pak Kuronuma,” kata Masumi saat dia duduk di sebuah kedai di samping Kuronuma tempat mereka biasa bertemu.

“Selamat malam,” jawab Kuronuma.

“Apakah ada masalah sejauh ini dengan persiapan pementasan Bidadari Merah?” tanya Masumi.

Kuronuma tersenyum dan sedikit menggelengkan kepalanya.

“Anda tidak tahu atau pura-pura tidak tahu Pak Masumi?” pria itu balik bertanya.

Masumi meneguk minumannya.

“Maya?” tanya pria jangkung itu.

“Benar. Gadis itu...” Kuronuma sedikit mendesah. “Dia payah sekali. Tidak bisa berakting, tidak bisa berkonsentrasi, koordinasi tubuhnya mulai tidak bagus lagi. Dan suaranya, kembali rusak.” Terang Kuronuma.

Tidak bisa berakting...

Pikir Masumi.

“Kenapa Anda melakukannya Pak Masumi?” tanya Kuronuma.

Masumi tertegun sejenak.

“Anda pasti tahu gadis itu tidak akan bisa menerimanya, tidak akan bisa mengatasi perasaannya dengan baik. Hal ini pernah terjadi dulu, dan sekarang jauh lebih parah,” kata Kuronuma. “Bagaimana perasaan Anda kepadanya, sungguh bukan urusanku. Apa yang terjadi pada hubungan Anda dan Maya, juga bukan urusanku. Tapi Maya adalah aktris dalam drama yang sedang kutangani. Jika dia sampai tidak bisa berakting, itu menjadi urusanku,” ujarnya.

Kuronuma pernah melihat bagaimana Masumi sangat khawatir saat Maya masuk rumah sakit. Dia juga melihat bagaimana keduanya begitu mesra saat berada di resepsi pernikahan Ayumi. Dan Kuronuma cukup mengenal Masumi untuk tahu bahwa bagi pria itu pementasan Bidadari Merah sangat penting dan dia pasti sudah mengetahui resiko apa yang mungkin timbul dari perbuatannya.

Masumi terdiam beberapa saat, memainkan minuman dalam genggamannya.

“Pak Kuronuma, sebagai seorang aktris, apa kelemahan Maya?” tanya Masumi, datar.

“Sebagai seorang aktris...” sutradara itu menggaruk-garuk kepalanya, berpikir. “Dia bisa mendalami dan mengenal karakter dari peran yang dimainkannya dengan sangat baik, dia jenius. Dia seakan-akan mewujud menjadi tokoh tersebut,” Kuronuma bergumam.

“Tapi dulu Maya memang lemah dalam hal teknik dan mengekspresikan perasaannya dengan tubuhnya. Tapi sejak dia kembali dari Perancis, teknik aktingnya sudah jauh lebih baik, sikap tubuhnya mendekati sempurna. Dia sekarang bisa menguasai gerak tubuhnya dengan baik. Dan sejak dia kehilangan suaranya, pengekspresian perasaannya melalui gerak tubuh dan mimik sudah berkembang pesat,” tutur Kuronuma.

“Hanya saja, Maya, tidak bisa memisahkan perasaannya sebagai individu dan sebagai aktris. Dia, sering terbawa perasaan dan...” Kuronuma tertegun, dengan cepat sutradara itu menoleh kepada Direktur Muda di sampingnya.

“Anda sudah mendapatkan jawabannya,” kata Masumi dengan tenang.

Mata sutradara itu melebar.

“Sebagai seorang aktris, Maya bekerja dengan banyak orang. Tapi Maya terlalu polos, sering kali dia terbawa perasaannya. Hal itu bisa menguntungkan, bisa merugikan.” Masumi kembali meneguk minuman dari gelasnya. “Dia jadi sangat berani karena terbawa kecintaannya kepada akting. Aku masih mengingat bagaimana dia naik panggung dengan panas 40 derajat. Bagaimana dia memerankan Gina sendirian di kompetisi nasional. Bagaimana gadis itu memikat ribuan penonton di panggung terbuka, atau saat kutahu dia menghilang untuk mendalami Jean tanpa perbekalan apa pun. Itu semua karena kecintaan dan hasratnya yang kuat terhadap akting. Dulu Maya pernah bermasalah, dia tidak bergerak seirama dengan pemain lain. Dia terlalu menonjol dan membuat keberadaan pemain lainnya tidak dihiraukan. Namun lambat laun, dengan didikan Ibu Mayuko, gadis itu mulai bisa berakting selaras dengan pemain lain." Sejenak Masumi terdiam.

"Tapi saat dia melihat saingannya dan merasa tidak percaya diri, dia tidak bisa berakting. Saat dia merasa bersalah, dia tidak bisa berakting. Aku punya catatan saat Maya bermain menjadi boneka, dia sukses melakukannya sampai hari terakhir, dia sempat menangis. Kudengar karena Maya sempat melihat ibunya dan perasaan khawatir serta bersalahnya membuat topengnya pecah. Saat dia jatuh cinta, dia tidak bisa berakting. Saat itu dia memainkan Satoko dan jatuh cinta kepada lawan mainnya, Shigeru Satomi,” sampai sini dengan cepat Masumi meneguk kembali minumannya, berharap dapat meredam api cemburu yang tiba-tiba menyala dalam hatinya.

“Aktingnya langsung kacau karena perasaannya kepada pemuda itu. Dan saat bersedih, dia tidak bisa berakting. Bersamaan dengan meninggalnya ibu Maya,” Masumi mengeratkan rahangnya, “karir gadis itu juga hancur,” pria itu menelan ludahnya.

“Kita sama-sama tahu, Pak Kuronuma, Maya masih tidak bisa bersikap sebagai seorang aktris profesional.” Masumi mengarahkan gelasnya, minta diisi lagi.

Kuronuma terperangah mendengar penjelasan Masumi. Dia tidak tahu apa yang harus dipikirkannya mengenai pria di sebelahnya.

“Jadi kau memutuskan Maya untuk membuat Maya menjadi aktris profesional” gumamnya.

“Hahahaha....” Kuronuma terbahak. “Aku tidak tahu apakah harus kagum dengan cara pikir dan tindakanmu, atau malah harus kesal, karena kau adalah orang yang sangat dingin, Pak Masumi...”

Kuronuma meneguk minumnya setelah berhenti tertawa.

“Apa kau yakin caramu akan berhasil? Kau kan punya banyak cara lain untuk membimbing gadis itu menjadi aktris profesional tanpa harus melukai perasaannya sedalam itu,” keluh Kuronuma.

“Ada banyak hal lainnya, yang membuatku harus mengambil keputusan itu. Tapi kau jangan khawatir Pak Kuronuma, apa pun tindakan yang kuambil, aku pastikan pementasan Bidadari Merah akan berjalan lancar. Lagipula,” Masumi menggenggam gelasnya dengan kedua tangannya erat-erat. “Gadis itu selalu memenangkan taruhannya denganku,” Masumi tersenyum tipis, puas.

“Pak Masumi Hayami, apakah semua orang gila kerja sepertimu memang senang mempertaruhkan perasaan cintanya demi pekerjaan? Aku jadi kasihan pada Maya,” gumam Kuronuma.

“Anda sendiri Pak Kuronuma? Kudengar istri Anda hendak mengganti kunci rumah jika Anda tidak pulang akhir Minggu ini?” canda Masumi.

“Hahaha... kau tahu saja! Memang tidak ada yang bisa disembunyikan darimu rupanya.” Wajah sutradara jenius itu memerah, lalu tertawa terbahak sambil menggaruk belakang kepalanya.

Masumi tersenyum tipis. Dipandanginya gelasnya.

Sejujurnya dia juga tidak mengharapkan untuk menyakiti hati Maya. Melukai hati gadis itu selalu menjadi pilihan terakhir untuk diambilnya. Tapi dia terpaksa melakukan ini semua. Di samping itu, mengetahui Maya mencintainya sudah lebih dari cukup bagi Masumi. Masumi tidak pernah berharap gadis itu mencintainya melebihi cintanya kepada akting. Biar dirinya saja, yang mencintai Maya mati-matian.

Sebuah senyum tersungging di bibir Masumi. Sedikit perih. Pria itu kembali teringat kekasihnya dan merasa sangat kesepian.

=//=

Masumi berjalan dengan tegap menyusuri lorong, menuju sebuah ruangan dimana Maya dan para pemain Bidadari Merah lainnya sedang berlatih.

“Lebih tinggi Maya! Lebih tinggi!!” Kata seorang koreografer.

Maya mencoba melakukannya lagi.

“Salah! Salah! Apa kau sudah lupa lagi gerakannya? Minggu kemarin kau sudah lancar. Kenapa sekarang malah lupa lagi?!!”

“Ma, maaf...” kata Maya lemah, menunduk.

Tiba-tiba matanya menangkap bayangan Masumi. Dengan cepat matanya menyesuaikan, lebih fokus. Benar, itu memang Masumi.

Pak Masumi...

Maya mematung, menatapnya.

Masumi yang tadi mengamatinya, berjalan mendekati Maya. Beberapa pemain yang ada di sana berkasak-kusuk, berspekulasi apa yang akan dilakukan Masumi.

Masumi meraih pergelangan tangan Maya, menariknya.

“Ikut aku!” perintahnya, dingin.

“Akh!” Maya bisa merasakan Masumi menarik tangannya kasar.

“Apa yang Anda lakukan?! Maya sedang latihan!” Sakurakoji menghalanginya.

“Latihan? Aku tidak melihat gadis ini sedang latihan. Aku melihat dia sedang mengacaukan latihan!” desis Masumi.

“Dan itu semua karena Anda!” Seru Sakurakoji.

Sakurakoji...

Maya terkejut dengan tindakan Sakurakoji. Begitu juga para pemain lain. Beberapa mulai berpikir, tindakan Sakurakoji membela Maya pasti karena kebenaran kabar bahwa Sakurakoji masih sangat mencintai Maya.

“Anda yang sudah menyakiti perasaannya! Dan apa yang Anda harapkan? Dia akan melupakannya begitu saja dan berakting dengan tenang? Anda memang tidak punya perasaan!”

Masumi menatap pemuda itu tajam.

“Aku adalah penanggung jawab pementasan ini. Aku bisa melakukan apa pun agar pentas ini bisa berjalan baik. Sudah, kau kembalilah ke tempatmu, ISSHIN!” sindir Masumi. “Kau jangan khawatir, Akoya-mu akan aku kembalikan secepatnya.”

“Kau..!”

“Sudahlah,” Kuronuma bersuara. “Biarkan dia, Sakurakoji. Pak Masumi berhak melakukan apa pun di sini,” katanya. Kuronuma lalu menatap Masumi. “Tolong jangan lama-lama Pak Masumi, jadwal kami padat dan sudah cukup terganggu dengan absennya konsentrasi Akoya selama berapa hari ini.”

Masumi menatap Sakurakoji yang terlihat kesal sebelum kemudian membuang pandangannya dan menarik Maya keluar dari sana.

=//=

Masumi membawa Maya ke sebuah ruangan. Didorongnya Maya terduduk di atas sofa.

Pak Masumi...

Maya menatap pria itu nanar.

Masumi duduk di sampingnya, menatap gadis itu. Maya memang terlihat mengkhawatirkan. Wajahnya banyak bekas air mata.

Apakah dia masih terus-menerus menangis?

“Bagaimana suaramu?” tanya Masumi tanpa emosi.

“Baik,” jawab Maya, tanpa mengalihkan pandangannya dari Masumi.

Suara Maya terdengar, tapi lebih seperti orang yang sakit.

“Apa kau tahu apa yang sudah kau lakukan?” tanya Masumi, dengan nada lebih tinggi.

Maya hanya memandanginya, terkejut.

“Apa kau berniat mengacaukan pementasan ini?” tanya Masumi. “Kau mau pementasannya gagal karena kau?” lanjutnya, tajam.

Mata Maya melebar.

Mengacaukan pementasan? Gagal?

Gadis itu terhenyak di tempatnya. Maya menggeleng.

“Lalu kau pikir apa yang sedang kau lakukan?” tanya Masumi. “Pementasan kurang dari sebulan lagi. Dan lihat dirimu. Menangisi sesuatu yang tidak penting!”

Maya mengangkat wajahnya memandang Masumi.

“Tidak penting...” lirihnya. “Tidak penting? Anda bilang perasaanku tidak penting? Apa yang sudah terjadi di antara kita—“

“Tidak penting!” sambung Masumi.

Maya menatap Masumi tidak percaya.

“Untuk pementasan Bidadari Merah, perasaanmu tidak penting, Maya,” tegas Masumi.

Gadis itu kembali hendak menangis.

“Hanya bisa menangisi masalah, dari dulu kau selalu saja seperti itu,” sindir Masumi.

Deg!

Maya terkejut mendengarnya, dia mulai merasa marah.

“Apa kau tidak mendengar apa yang Pak Kuronuma katakan? Kau sudah mengganggu jadwal latihan yang lainnya. Kau sudah mengacaukan latihan yang lainnya. Apa kau tidak memikirkan bahwa pemain yang lain juga punya masalahnya sendiri? Tapi mereka tetap berakting! Apakah ada pemain lain yang menyusahkan seperti dirimu? Tidak ada! Kau selalu saja menjadi sumber masalah!” Seru Masumi. “Keberadaanmu hanya mengganggu untuk yang lainnya. Tidakkah kau memikirkan hal itu?!!”

Maya sangat terpukul mendengarnya.

Tapi Masumi belum selesai.

“Kau sudah menandatangani kontrak dengan Daito. Saat ini kau bekerja untuk Daito. Untukku!” Masumi menekankan. “Aku tidak ingin uangku habis untuk sesuatu yang sia-sia. Aktris yang tidak bisa berakting dan mengingat gerakan tarinya dengan baik. Apa kau bermaksud sekali lagi untuk lari dari panggung?!!” Kecam Masumi. Dingin.

Tubuh Maya terlihat gemetar.

Lari dari panggung?! Aku?! Lari dari panggung...

Ucapan Masumi terdengar menakutkan untuknya. Maya gemetar dan menggelengkan kepalanya tanpa bisa berkata apa-apa.

“Kalau begitu, lakukan pekerjaanmu dengan baik. Kau seorang aktris, tugasmu adalah memainkan peranmu dengan sebaik-baiknya, menyukseskan pertunjukan! Kau mencintai akting bukan?” tanya Masumi, lebih lembut.
Maya menatap pria itu.

Pak Masumi...

Memandang wajah pria itu membuat jantung Maya berdebar menyakitkan.

“Dengarkan aku, Maya. Baik 1 yen, 2 yen, atau 1 miliar yen, saat kau menerima bayaran untuk apa yang kau lakukan, kau harus bekerja sebagai seorang profesional!! Lakukan pekerjaanmu dengan sebaik-baiknya. Aku membayarmu, para penonton yang datang ke pertunjukan juga membayar tiket untuk menontonmu. Tapi apa yang kau lakukan? Kau bahkan tidak berakting dengan serius. Di saat yang lain berusaha keras melakukan yang terbaik yang dapat mereka lakukan untuk Bidadari Merah, kau hanya menangis. Kau sudah melecehkan pekerjaanmu sebagai aktris, Maya. Kau sudah melecehkan akting!” seru Masumi.

Didorongnya bahu Maya menjauh. Gadis itu terlihat sangat sedih dan terpukul mendengar kata-kata Masumi.

“Tidak...” gadis itu menggeleng. “Aku tidak bermaksud seperti itu...” suaranya gemetar dan dia mulai menangis.

Masumi berdiri dari sofa. Dipandanginya Maya yang masih terlihat shok.

“Aku sudah bukan kekasihmu lagi. Apa kau juga, ingin aku berhenti menjadi Mawar Ungu-mu, Maya?” tanya Masumi, lirih.

Gadis itu terjegil. Dengan cepat Maya mengangkat wajahnya, menatap Masumi dan wajah dinginnya. Namun Maya bisa merasakan tatapan Masumi yang terasa pilu. Wajah itu, wajah yang sangat dirindukannya. Yang selalu mengganggu Maya siang dan malam, kapanpun, di manapun, dan apa pun yang dilakukannya, hanya wajah Masumi yang mengisi kepala Maya. Hanya bayangannya yang terlihat oleh Maya. Gadis itu akhirnya hanya terus menangisi kerinduannya kepada Masumi yang membentuk kekosongan yang sangat dalam hatinya.

Masumi berbalik dan melangkah pergi.

“Kembalilah ke tempat latihan. Aku masih menunggu Bidadari Merahmu, Maya...” kata Masumi sambil berlalu.

Beberapa saat Maya terpaku di tempatnya. Ucapan Masumi menohoknya, namun juga menyadarkannya.

Aku selalu saja menyusahkan, menyusahkan!!

Sesalnya.

Aku sudah tahu, tapi terus menerus hanya bisa menyusahkan! Mengganggu yang lain dan hanya bisa merepotkan... Apa yang sudah kulakukan?! Pak Masumi benar, pemain lain juga pasti punya masalah, tapi tidak ada yang bersikap sepertiku. Bodoh! Manja!!

Maya mulai memarahi diri sendiri.

Tidak, aku tidak ingin lari dari panggung...!

Gadis itu menggeleng.

Aku tidak ingin Pak Masumi berhenti menjadi Mawar Ungu-ku...

Air mata Maya kembali berderai.

Pak Masumi!!

Maya segera berdiri dari sofanya, mengejar Masumi. Berlari.

Maya tidak tahu kemana Masumi pergi, Maya langsung menuju tempat parkir. Akhirnya dia dapat menemukannya. Pria itu baru saja hendak masuk ke dalam mobilnya.

“Pak Masumi...!” Panggilnya, namun tidak cukup keras untuk terdengar pria itu.

Semakin dekat pada Masumi, pria itu akhirnya menoleh karena mendengar suara sepatu Maya.

“Maya...!” Masumi terkejut.

Gadis itu terengah-engah. Menatap Masumi dengan sendu.

Maya...

“Pak Masumi... kenapa Anda meninggalkanku?” tanyanya diantara nafasnya yang terengah. “Kenapa Anda berhenti mencintaiku? Apakah aku berbuat salah kepadamu yang tidak bisa kuperbaiki? Bicaralah, Pak Masumi...” pintanya.

Masumi hanya memandangi gadis di hadapannya tersebut.

“Aku sudah mengatakan alasannya malam itu, bukan?” jawab Masumi sambil meredam emosinya.

“Aku tidak percaya...” ucap Maya, lirih, sambil menggelengkan kepalanya.

“Besok setelah latihanmu selesai, datanglah ke planetarium. Aku akan menunggumu,” ujar Masumi. “Sekarang kembalilah. Kau harus latihan,” ujar Masumi.

Maya hanya tertegun.

Besok, sepulang latihan...

“Aku akan datang!” Maya berseru semampunya.

“Ku tunggu,” ujar Masumi pendek.

Pria itu lalu masuk ke dalam mobil dan menyalakan mesinnya.

“Pak Masumi,” kata Maya, menghampiri.

Pria itu menoleh keluar jendela, kepada Maya.

“Hati-hati,” ucap Maya, penuh perhatian.

Masumi merasakan dadanya berdebar. Tidak kentara dia menelan ludahnya.

“Terima kasih,” kata Masumi.

Lantas Masumi berlalu meninggalkan Maya.

Pak Masumi...

Maya mengamati mobil Masumi yang berlalu menjauh. Dia sangat bahagia, bisa melihat wajah Masumi dan mendengar suaranya.

Aku mencintaimu...

Gumamnya dalam hati.

Maya terdiam. Dia teringat teman-temannya di tempat latihan. Secepatnya Maya berlari kembali ke tempat latihannya.

=//=

“Itu Maya, dia sudah kembali!” Kata salah satu pemain.

Maya segera mendekati mereka dan menunduk.

“Maafkan aku! Aku sudah menyusahkan kalian! Aku tidak akan melakukannya lagi!” kata Maya dengan suara yang masih parau.

Kuronuma menghampiri Maya, ditepuk-tepuknya kepala Maya.

“Bagus, jadi aktrisku rupanya sudah kembali,” katanya senang. “Maya, kami tahu kau sedang bersedih sekarang. Tapi saat kau di sini, lupakanlah kesedihanmu, dan jadilah Akoya yang ceria dan penuh cinta. Kau mengerti?”

“Mengerti,” Maya mengangguk.

“Ya sudah, suaramu masih belum sehat. Sekarang kau latihan fisik dan koreo saja. Nanti setelah semuanya kembali membaik, kita mulai latihan aktingmu bersama yang lain,” kata Kuronuma.

“Baik, Pak.” Wajah Maya terlihat berbinar-binar.

Kuronuma tersenyum puas.

Dasar Masumi Hayami. Kenapa dia baru muncul hari ini, menyusahkan saja...

=//=

Rei meraih handphonenya dengan cepat dan menekan sederet nomor. Terdengar nada panggil beberapa kali sebelum panggilannya diangkat.

“Halo,” terdengar suara di seberang telepon.

“Kak Sawajiri,” sapa Rei. “Aku mendapatkan perannya!” Seru Rei.

“Oya?” Sawajiri terdengar sedikit terkejut. “Selamat ya,” kata pria itu tulus.

“Iya,” kata Rei senang. “Terima kasih..” gadis itu tersenyum.

“Aku ikut senang mendengarnya,” kata Sawajiri.

“Apa kau bersama Maya?” Tanya Rei, mulai melangkah keluar gedung Doremi.

“Iya, dia masih latihan. Kau sudah memberi tahu Maya mengenai hal ini?” tanya Sawajiri.

“Belum, aku belum memberitahunya. Aku baru memberitahukan hal ini kepadamu saja,” terang Rei.

“Jadi aku orang pertama yang kau beri tahu mengenai hal ini?” tanya Sawajiri memastikan.

Eh?

Rei tertegun.

“I, iya,” jawab Rei.

“Aku senang mendengarnya,” ujar Sawajiri lembut.

Rei tidak bisa membayangkan dengan mimik seperti apa pria itu mengatakannya.

“Kau kerja sekarang?” tanya Sawajiri.

“Iya, aku kerja dari sore sampai jam sebelas,” terang Rei.

“Nanti aku menjemputmu,” kata Sawajiri.

“Eh? Mmh... tidak perlu, aku...”

“Tidak apa-apa. Maya selesai sore ini,” terang Sawajiri. “Aku nanti menjemputmu,” pria itu terdengar kalau dia tidak mau dibantah.

“Baiklah,” Rei akhirnya menyerah. “Terima kasih,” ucapnya, tersenyum.

=//=

“Di sini?” tanya Sawajiri saat mengantar Maya.

“Iya. Terima kasih Kak Sawajiri, sampaikan salamku buat Rei ya...” kata Maya, dengan cepat turun dari mobil Sawajiri dan berlari masuk ke dalam.

“Eh, eh, Maya...! Maya!!” Seru Sawajiri, namun gadis itu tidak menghiraukan.

Sawajiri menghempaskan nafasnya dan menggelengkan kepalanya.

=//=

Maya segera menuju ruang proyeksi. Dia sudah terlambat. Pertunjukan terakhir sore itu sudah dimulai. Maya terdiam di pintu masuk, berdiri. Ruangan itu gelap gulita. Matanya masih harus menyesuaikan dengan keadaan sekitarnya.

Selama satu jam Maya menikmati pertunjukan mengenai benda langit di sana. Perasaannya menjadi jauh lebih ringan.

Pak Masumi...

Gadis itu teringat.

Lampu mulai dinyalakan kembali. Ruangan itu terlihat riuh. Maya terdiam, matanya mencari Masumi.

Akhirnya Maya menemukannya. Pria itu di salah satu kursi. Duduk memandangnya. Maya menunggu ruangan itu sepi sebentar lalu menghampirinya.

“Halo Maya,” sapa Masumi.

“Pak Masumi,” Maya tersenyum, wajahnya kemerahan.

“Duduklah,” Masumi menunjuk kursi di sebelahnya dengan matanya.

Maya duduk di sebelahnya.

“Maaf aku terlambat,” kata Maya.

“Tidak apa-apa,” jawab Masumi.

Dia lega suara Maya sudah lebih baik dari kemarin.

“Bagaimana latihanmu?” tanya Masumi.

“Baik,” Maya tersenyum, gugup.

Masumi mengamati gadis itu yang terlihat gelisah.

“Pak Masumi, tidak apa-apa kita di sini?” Tanya Maya.

“Tidak apa-apa, aku sudah meminta ijin,” terangnya.

Masumi memilih tempat ini karena dia tidak mau ada wartawan yang menemukan mereka.

“Oh...” gumam Maya. Lalu terdiam.

Maya sangat senang akan bertemu Masumi hari ini. Maya sudah memikirkan beberapa hal untuk dibicarakan dan ditanyakannya.

Tapi sekarang dia hanya mampu terdiam. Menunggu dengan gugup.

“Maaf,” kata Masumi. “Atas apa yang sudah kulakukan malam itu,” ujarnya.

Maya terdiam, rasa sakit hatinya kembali.

“Kenapa Anda melakukannya?” tanya Maya, getir.

Masumi memandangi gadis itu.

“Saat itu, kupikir sudah waktunya mengatakan kebenarannya kepadamu—“

“Bahwa Anda tidak mencintaiku?” tanya Maya, membaca mata Masumi. “Bahwa Anda,” Maya menahan isakannya, “hanya menyukaiku sebagai seorang aktris?” dia meyakinkan.

Masumi menelan ludahnya, lantas mengangguk.

“Benar,” ditatapnya gadis itu, sendu.

“Benar seperti itu?” Maya meminta kepastian.

“Aku tidak tahu lagi apa yang harus kukatakan, Maya. Aku sudah mengatakan semuanya kepadamu,” kata Masumi, miris.

“Anda tidak mencintaiku? Lalu... kenapa... Anda memperlakukanku dengan begitu hangat. Semua kata-katamu kepadaku, cara Anda memelukku, menciumku, aku, tidak akan bisa melupakan semua itu begitu saja,” Maya mulai terisak.

“Pak Masumi...” Maya memegang lengan pria itu.”Anda sangat berarti bagiku,” isaknya.

Masumi mulai merasakan paru-parunya menyempit, menyesakkan.

Pria itu menjulurkan tangannya, mengelus lembut kepala Maya.

Maya terhenyak, pandangannya tidak lepas dari wajah pria yang amat dicintainya itu.

“Berhentilah menangis,” ucapnya. “Aku tidak suka melihat kau menangis seperti ini. Jadilah gadis yang kuat, Maya,” pintanya.

“Aku tidak bisa,” Maya menggeleng. “Kalau Anda tidak ada—“

“Dulu pun aku tidak ada,” potong Masumi. “Dulu, kau juga sendirian.”

“Itu berbeda!” sambar Maya. “Lain...!” gadis itu protes. “Dulu aku belum mengenal cintamu. Kau kekuatanku Pak Masumi. Apa yang harus kulakukan kalau kau tidak ada? Aku kesepian, tidak punya siapa-siapa. Dan itu menyakitkan!” Maya tidak bermaksud mengeluh, namun dia sudah tidak bisa berdiam lagi.

Masumi menelan ludahnya. Sungguh bukan keinginannya melihat kekasihnya seperti ini.

“Apa Anda membenciku?” rajuk Maya.

Masumi terdiam sesaat.

“Aku tidak mungkin membencimu. Kecuali kau menyerah dalam aktingmu,” tegas Masumi.

Maya mengeratkan giginya. Pria ini benar hanya memikirkannya sebagai seorang aktris.

“Lalu aku harus bagaimana? Kalau aku tidak bisa melupakanmu bagaimana Pak Masumi?” air matanya tidak juga habis padahal Maya terus menerus menghapusnya hingga lengannya basah.

“Aku tidak mengira...” kata Maya, lirih. Menundukkan wajahnya begitu dalam. “Apa yang dikatakan Shiori benar...” Maya kecewa.

Mata Masumi melebar.

Shiori...?!

“Dia, kupikir...” Maya mengeratkan tangannya. “Hanya mengada-ada saat mengatakan, bahwa Anda,” Maya terisak. “Bahwa Anda, begitu pandai berkata-kata dan memperlakukan wanita, sementara Anda tidak merasakan apa-apa kepadanya.” Maya mulai geram. “Kenapa Anda melakukan itu semua? Menyakitkan!! Menyebalkan!!” Maya berdiri dari kursinya, menatap marah kepada Masumi. “Apakah kau tahu?! Lebih mudah bagiku jika aku tidak pernah merasa dicintai seperti itu! Sekarang apa yang harus kulakukan? Aku sudah sangat mencintaimu,” Maya terisak.

“Kau akan bisa melupakanku. Kita ini hanyalah sepasang kekasih yang putus hubungan. Itu saja,” kata Masumi, dingin. “Ada jutaan pasangan yang pernah putus cinta Maya. Mereka bisa melaluinya, kita juga bisa melaluinya. Kau pasti bisa menghapus perasaanmu kepadaku. Bukankah ini pernah terjadi sebelumnya? Dengan Satomi?” wajah Masumi datar saja. Cara bicaranya seperti seseorang yang mengucapkan hasil hapalannya.

Maya terkesiap dengan ucapan Masumi.

“I, itu berbeda...” Maya gemetar.

“Benarkah? Bagaimana jika saat itu semuanya berjalan baik? Karirmu melejit. Kau dan Satomi, tidak ada yang menghalangi hubungan kalian. Aku sangat yakin, tidak ada sedikitpun bagian hatimu yang tersisa untuk kutempati,” kata Masumi, perih.

Ucapan itu sangat menyakitkan, baik bagi yang mengatakannya, juga bagi yang mendengarnya.

“Tidak!!” protes Maya, menggelengkan kepalanya cepat. “Kau adalah belahan jiwaku!! Aku, aku, tidak akan bisa ada di sini sekarang jika bukan karena kau,” Maya menyentuh wajahnya dengan kedua tangannya yang gemetar. “Aku tidak akan bisa kuat jika bukan karena kau yang menyemangatiku. Kau adalah Mawar Ungu-ku. Kekasihku...” Maya menyembunyikan wajahnya di balik kedua telapaknya.

“Dan jika aku berbohong?” tanya Masumi. “Jika aku bukan Mawar Ungu?”

Berbohong...?!

Mata gadis itu melebar.

“Jika aku bukanlah Mawar Ungu, bagaimana Maya? Jika ada orang lain yang datang kepadamu mengatakan bahwa dialah Mawar Ungu yang selama ini sudah membantumu?” tanya Masumi, getir.

Maya hanya terpaku, pikirannya kalut dengan pertanyaan Masumi.

“Bukan aku yang sudah membuatmu jatuh cinta. Tapi Mawar Ungu. Benar bukan?” Masumi menelan ludahnya, pahit. Kemudian mengucapkan kata-kata yang paling ditakutkannya. “Kau hanya tidak menyadarinya, Maya. Tapi kau pun tidak pernah benar-benar mencintaiku. Kau hanya terbawa perasaan berterima kasihmu kepada Mawar Ungu, merasa berhutang budi kepadanya.” Kata pria itu lemah. "Dan menyalah-artikannya dengan perasaan cinta."

Maya mengangkat wajahnya, memandangi Masumi dengan sendu.

Kenapa... Kenapa Pak Masumi membicararakan Mawar Ungu seakan-akan dia adalah orang lain...?

Pikir Maya, tidak terima.

“Dan aku,” lanjut Masumi, ”hanya terbawa kekagumanku terhadap aktingmu. Terhadap kau yang seorang aktris,” Masumi menekankan.

“Bohong...” gumam Maya, lirih.

“Maaf,” pria sukses itu menatap aktris kesayangannya sendu. “Aku tidak mau menyakitimu lebih dalam lagi. Sebaiknya kau pulang sekarang,” imbuhnya.

Masumi bangkit dari tempat duduknya.

“Anda mengatakan bahwa Anda mencintaiku, Anda menginginkanku...” Maya masih tidak percaya. “Anda akan melamarku, dan membangunkan sebuah rumah untukku,” Maya menatap Masumi dengan tatapan terluka. “Kita, akan membangun sebuah keluarga.” 

Dihampirinya Masumi. 

“Bagaimana bisa Anda mengatakan itu semua jika Anda tidak merasakan apa-apa kepadaku? Jika Anda tidak...” Maya tidak sanggup mengatakannya. “Jika Anda tidak mencintaiku.” Maya memohon dalam hatinya agar semua ini hanya mimpi, dan dia akan terbangun di saat yang tepat.

“Apa kau lupa, Maya?” ujar Masumi, dingin. “Aku bahkan pernah mempersiapkan pernikahan dengan wanita yang tidak kucintai. Sama sekali,” pria itu mengeratkan rahangnya.

Maya terkesiap, sekali lagi harapannya padam dan meninggalkan luka yang lebih dalam. Pria ini, yang kini berdiri di hadapannya, ternyata memang tidak mencintainya.

Bruk!

Maya memeluk Masumi, erat dengan sekuat tenaga. Gadis itu menangis sangat keras dalam pelukannya. Meraung-raung dan sesenggukan dengan keras. Terdengar begitu menyayat.

Masumi tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Dia sangat terkejut Maya memeluknya. Dia mengira Maya akan berteriak membencinya dan pergi meninggalkannya. Perlahan dia mengangkat tangannya, memeluk gadis itu.

“Maafkan aku,” sesalnya.

Maya kembali hanya menangis keras-keras.

Lama kelamaan tangis Maya semakin perlahan walaupun air matanya tidak berkurang.

“Aku, tidak akan memaksamu, Pak Masumi...” kata Maya kemudian, di antara isakannya.

“Aku, ingin sekali marah, dan membenci semua perbuatanmu kepadaku,” Maya mengangkat wajahnya yang merah padam karena emosional. “Tapi tidak bisa...” isaknya. “Aku tidak sanggup membencimu lagi.” Lirihnya. “Aku akan mencoba merelakanmu...” Maya memutuskan.

Masumi sangat terkejut mendengar ucapan Maya. Kesedihan mendalam mulai merayap di hatinya. Tidak rela. Pria itu sekuat tenaga menahan diri agar tidak memeluk Maya erat dan mengatakan perasaannya yang sebenarnya.

Maya memisahkan dirinya dari Masumi, masih berusaha mengusap air matanya.

Tiba-tiba Masumi mengangkat dagu Maya, mengusap air mata gadis itu dengan sapu tangannya.

Pak Masumi...

Dipandanginya wajah pria yang sangat dicintainya itu. Tapi pria itu tidak memandangnya. Hanya menghapusi air matanya, membisu.

Selepas memasukkan kembali sapu tangannya, Masumi menatap Maya yang masih memandangnya lekat.

“Aku akan mengantarmu,” kata Masumi.

Maya terdiam, lalu perlahan mengangguk.

=//=




<<< Finally Found You Ch. 11 ... Bersambung  ke FFY 12 >>>


171 comments:

deni said...

Owhh,, emmm,, jiii!! Jadi selama ini oknumnya itu HIno tho bukan SAwajiri??? KAlau memang iya,ketemu dmn lagi tuch sama Si Omay! Jahat banget!! Mengingat dy alumnus hukum Harvard g gampang bikin dy skak mat niey TYyy.. Ayo ty, lanjutkan!

Anonymous said...

PERTAMAAAAAAX :D

hiks
jangan gak jadi ngeLamar Maya dong Masumi sayang
:(((


Makasi apdetannya dear Ty :* :* :* <3

pz

mommia kitajima on 20 August 2011 at 05:15 said...

hadeh... lagi asik eh, abiz huhuhu...
untung cuma suka, ga tega juga kali ye mh memisahkan mizu+hino, kl mizu cinta sm hino

huhu...jangan smp ga jadi lamarannya ya Ty...
kasian cincinnya di anggurin

mulai deg deg nih bacanya Ty
bakalan ada pertempuran nih ^^

-mia-

orchid on 20 August 2011 at 05:25 said...

yup, hijiri jg manusia, tp omonk2, jgn2 sawajiri jatuh cinta sm rei, akakak, hm, klo memank hino orgnya, kapan kenalnya dg shiori? sdh bab 11 ya, benar2 spektakuler,

Anonymous said...

Akhirnya si biang kerok ketauan jg..gebukin rame2 yuk!!!! Hahahaha si Hino suka ama shiomey,apa ga ada cewe lain apa yg lebih baik??? Emang dasarnya sama2 jahat makanya cintanya ama shiomey..
Ty buat pembalasan yg paling menyakitkan utk shiomey dan hino ya,buat mereka b2 paling menderita..misalnya shiomey hamil trus jatuh ke jurang pas di Izu НËë:pнËë:pнëë:p:p
Btw ty thxxxxxxx yaaaaa!!!!!! Asik bentar lg tamat kan,,so sweet nunggu maya dilamar masumi kaya apa ya???

Resi said...

makin penasaraaaan, apa bener hino pelakunya? padahal kukira sawajiri. wuiiih, serasa jd detektif conan nih hehe.

Tp yg aku takutin Masumi memutuskan utk mengindari Maya dulu n ntar Mayana salah paham. Pokoknya jgn yaaa, bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh. Lebih baik menyelesaikan permasalahan sama2.

Lanjuuuut......

Anonymous said...

Upssss kelupaan tulis nama,ntar ga diitung lg utk penuhi kuota hahahaha
-mn-

Anonymous said...

wuiihh deg2an nih, masumi sdh mulai nanya2 para tersangka, kayanya emang hino ya, kalo ngeliat omongannya mizuki, hino tuh nyentrik cocok kalo dia suka shiori kayanya dia suka petualangan seneng nyrempet bahaya....lamarannya dipercepat aja yah biar shiori keluar kan kepanasan...he..he, trims ffy 11nya dan ditunggu apdetannya.- khalida -

Anonymous said...

Pstt.Psst..Masumi nganalisis kasusnya jadi kayak detektif Conan edogawa....hiihihiihi...oooo..Hino rupanya mencurigakan..tapi masumi kok belum tau klo siomay biang keroknya....
.."kamu seksi sekali berbisik-bisik begini"...

-Katara Hayami NamGil-

Anonymous said...

sejak awal aku sdh menduga kalo hino itu mencurigakan....ternyata ceritanya mengarah kesana..

-Mia Hayami-

indrayulis on 20 August 2011 at 08:06 said...

wah ternyata hino yakkkk padahal aku curiga si sawajiri abis tindak tanduknya mencurigakan bener bener deh neng tyaaaa.......ketipu aku tapi good job....

risa on 20 August 2011 at 09:49 said...

what's...hino pelaku nya...benar2 gak nyangka...
emang TY keren bgt...crt nya tdk mudah d tebak...

Ty jgn bikin masumi mundur utk melamar maya...
biarkan mrk bersama utk mengatasi halangan n rintangan yg ada biar tmbh solid lg...

makasih up date nya and d tunggu up datean nya lg...ASAP ya..^_^

Fera Handayani said...

Jadi benar Hino,sebenarnya kecurigaan besar memang Hino,dia pernah bilang ke mizuki kl hatinya sakit,mungkin dia cemburu liat siomay dansa dengan yosuke.dan utk masumi..ayo jangan menyerah utk melamar maya,krn cobaan ini suatu saat pasti akan terjadi lagi,menginggat musuh masumi banyak.terakhir utk Ty..makasih updateannya..

Anonymous said...

Masumi....jangan ditundaaa ngelamarnyaaaa...memang itu maksuddnnya si emak jambullll....aduuuhhhh....ditantang balik tantang lagi duooonkkkkk....Anastasia

Anonymous said...

WOOOWWW...ngebayangin cincinnya ak ngiler Ty, kayaknya bgs banget...duh, coba kl ada gambarnya ya...
akhirnya ada titik terang soal PILnya Shiori....
untung Mizuki gak jatuh cinta ya ama Hino...emang Mizuki cocoknya ama Hijiri.....
Come on Ty...update lagi ya....

*TLiana*

Anonymous said...

waduuuhh ternyata hino toh yang bantuin si jambul. ckckck... untung mizuki gag suka ama hino, emg mizuki cocoknya ama hijiri

udah masumi, langsung lamar aja maya nya kalo perlu d siarkan d tv biar si jambul kayak cacing kepanasan nontonnya. hehehe

gooooddd jooobbb tyyy... segera update lagi ya ty, aq bantu dengan doa aje biar dirimu selalu sehat n bisa terus update. amiiinnn

-bella-

Anonymous said...

Satu lagi Masumi jangan kalah taktik sama musuhhh...semoga Eisuke turun tangan membantu dan menyadarkan Masumi....tq utk udatenya Ty...

Anonymous said...

berapa karat ya berlian di cincin ituuu????? penasaran dech, tapi pasti bisa diduga hargana pastilah mahaaaalllll, iya kan Ty?
kira2 apa semua misteri ini akan terjawab di chapter 11 ini ya? semoga saja yaaa
kami tunggu aodate selanjutna yang pastilah super duper teganggg...
terima kasih Ty..

wienna

Heri Pujiyastuti on 20 August 2011 at 16:57 said...

Ternyata Hino biang keroknya....walaupun belum pasti tapi kayaknya dia dech dalangnya...*soktahu.com. Moga2 Masumi tetep ngelamar Maya, n tempatnya harus yang romantis abis ya Ty....*maksalagi...hehehehe...gak sabar nunggu endingnya...semangat ya Ty...Ternyata Hino biang keroknya....walaupun belum pasti tapi kayaknya dia dech dalangnya...*soktahu.com. Moga2 Masumi tetep ngelamar Maya, n tempatnya harus yang romantis abis ya Ty....*maksalagi...hehehehe...gak sabar nunggu endingnya...semangat ya Ty...

ivoneyolanda on 20 August 2011 at 20:48 said...

Oooow ternyata hino toh...waduh klo gtu gawat(>_<)" nih hak pementasan BM lom aman dong...mana Masumi ragu lagi buat ngelamart maya kacau nih...

Anonymous said...

Mending nikah aja deh mm biar ga ribet jagain nya.. Si hino di buntutin detektif aja.. Smua nya yang tau identitas nya masumi suruh di awasin 24jam aja.1kwkwkwk
Hebat2 salut sama crita nya ..*rebecca sitorus

Anonymous said...

wow!!! mataku sampe mengerjap2 bacanya
jadi ada unsur cerita detektifnya nih! salut...

makin seru, top, mendebarkan
100 jempol buat sis Ty!!

Ratna on 21 August 2011 at 17:26 said...

Akhirnyaaa...keteganganpun dimulai.... Tas merah marun sebagai pertanda.... *Kenapa pula itu si Hino pake tas ngejreng gitu ya? bikin ketauan aja, he....*

regina on 21 August 2011 at 21:03 said...

masih menunggu uodate-an yg satu ini.. ^^

Anonymous said...

benerkan hino yah yah yah ty....mizuki ma hijiri ajaaa....ty dibikin donk adegan maya nyeritain ttg percakapan shiori ma maya di toilet ke masumi..pengen tau masumi bakal gimana yah ngasih penjelasan ke maya..^_^

#dira#

Anonymous said...

Ahh...mulai jelas nih suspect2nya, gak blur lagi :) ternyata hino. Kok hijiri bisa kecolongan?! Umm.. *rini*

Anonymous said...

Masih belum ketebak nih, antar Hino dan Sawajiri..
Tapi koq masih yakin itu ulah Sawajiri ya..??
Secara dia bilang akan ada kejutan pas acara resepsi pernikahan Ayumi..
Wah, jadi makin penasaran Ty...
Ditunggu kelanjutannya ya...

-Dina-

purple on 22 August 2011 at 09:38 said...

mulai bermunculan titik terang siapa pelakunya...ckckckck
sepertinya masumi tidak akan segan -segan bila pelakunya Hino tuh karena sudah dipastikan Mizuki tidak mencintainya
mantaaabs

Nalani Karamy on 22 August 2011 at 09:52 said...

i know this guy....hino....hino....tampang yg kalem n penampilan baik sedari awal, emang untuk mengecoh kita semua, bener kan Ty? but...apapun itu lanjot say....

Anonymous said...

Di chp 10 Hino dan Shiori sama2 ditanya pasangannya (yosuke dan Mizuki) 'Ada yang membuatmu senang'setelah Maya diculik... Hino juga bilang dia habis bertemu wanita cantik (yang menurutku shiori) padahal dia baru saja bilang ma Mizuki kalo dia habis patah hati... trus Ty menulis juga orangnya lebih muda dari shiori.. tentu saja Hino nggak bertanya2 soal mawar ungu pada hijiri kan dia dah tau dari shiori.. ya kan? tapi yang sampai saat ini aku bingung kenapa Hijiri bisa kecolongan...? Moga2 Hijiri bukan salah satu komplotan ya Ty... please aku sangat suka Hijiri sangan sampai dia jadi antagonis... pokoknya Hijiri dan eisuke kudu jadi pahlawan ya...
-Fefe-

Anonymous said...

sepertinya telunjuk skrg mengarah ke hino, tp blm tentu si hino pelakunya...
(nadine)

dewjaz on 22 August 2011 at 14:49 said...

Tyyyy pleaseeeeeeeeeeeee jangan pisahkan maya dan masumi... plisss semoga THR lebarannya bagusan yah yah huhuhuhuhuhu

Anonymous said...

tyyyyyy...mantaaapssssssss...
tapi ty, kok aku ngerasanya tetep sawajiri ya? kalo terlalu keliatan ke satu pihak biasanya malah bukan ni kalo di buku2 detektif hehhehehe.....
hino ma mizuki ajaaaahhh wkwkkekekkke.... ;P

ditunggu lanjutannya ty!!mantabbsss
-reita

Anonymous said...

Kalo suspect-nya Hino..berarti yg dia bilang ke Shiori kalo dia baru ketemu org yg tepat utk hancurin maya-masumi itu pas dia ketemu Nakahara itu? Yg kebetulan momentnya dibuat Ty tepat saat sawajiri ketemu & bicara sama Rei. Gitu?! Hmm...tp knp dia kaget wkt shiori bilang liat org suruhan masumi di toko perhiasan? Bukannya harusnya dia udh tau krn hijiri kan yg contact dia atas nama mawar ungu utk jd pengacara maya? Hmm...*think seriously*

Rany Yuliawati said...

setelah marathon 2 hari 2 malam..*lebay*..
akhirnya nympe jg dsini.. :D
lanjuuuutt ttttyyyyyyyyy.... >.<

mommia kitajima on 25 August 2011 at 09:32 said...

walau masih dikit, tp teteup seneng Ty
thank you dear
di tunggu smp jumat ya, yg agak banyaknyah ^^

mg tercapai cita2 dirimu utk namatin ffy b4 lbaran amin..

ayo donk maya crita sm masumi
ttg kejadian di toilet sm shiori..

-mia-

Fera Handayani said...

masumi bisa2nya ciuman sambil merasai lipblam maya..he..he...
Ayo masumi...selidiki dan curigai terus siomay,udah nggak tahan pingin liat siomay dapat balasannya.
thanx Ty....semoga jumat tambah banyak updateannya..he..he..

Anonymous said...

ty makasih ya!
kedikitan sih... pas lagi seru2nya eh, bersambung... tapi sepertinya sudah mulai klimaks ya, sedikit demi sedikit dah mulai terungkap. tp aku yakin selicik apapun duo mr. x dan shiori, duo masumi dan hijiri lebih pintar (baca:licik), apalagi skrg ada ai-chan. apa dia disetel untuk membantu menangani hino seandainya dia itu ternyata si mr.x ya??? hanya ty yg tau jawabannya... tambah sis, yang buanyaaakk...
(nadine)

orchid on 25 August 2011 at 10:10 said...

wah, jadi penasaran siapa yg kirim coklat ke maya dan masumi? apakah shiori ato hino?

deni said...

semakin kuat dugaan klo oknum bukan sawajiri melainkan hino komplotan ma siomay... kapan ketemu pasangan jahar ini yah? mengingat hino lulusan harvard,, gaul juga siomay! hancurkan dy ty! *erosi_jiwa*

regina on 25 August 2011 at 10:18 said...

GILE TY!!!!!
canggih bener!!!
brasa baca komik detektip gue!!!
keep movin dear ^0^

purple on 25 August 2011 at 10:22 said...

briliant ya masumi...
bisa merangkai semuanya dengan jelas.
Mantabss Masumi mmmmuah

Anonymous said...

Gez!Intelegensi & insting-nya masumi mulai kembali ke jalan yg bener nih. Dari kemarin2 kek kyk gini. Hayooo...geplak shiori...!!!! *erosi jiwa gua!* -rini-

Heri Pujiyastuti on 25 August 2011 at 11:31 said...

Ty....penggambarannya menakjubkan. Surveynya ga pake nyobain kan ???? Tambah bikin penasaran. Jangan lama2 ya ...

Anonymous said...

Serasa baca serial detektif..makin penasaran!!! Hebat bgt sih ampe tau jenis2 tanaman gitu,,perasaan wkt SMP ga dijelasin,hehehehe
Ty, shiomey/hino jd jahat bgt yah disini,,ampe nekat mau ngehabisin MM,emang yah kalo cinta itu buta..
Btw mizuki ga diceritain nih ama Hijiri?? Nasib mereka b2 gimana? Rei ama Sawajiri??
Ayoooo Ty lanjutan apdetannya dipercepat yah spy cpt HE-nya
-mn-

Beatrix on 25 August 2011 at 12:30 said...

Wow amazing .... terharu bacanya apalagi waktu suara maya sudah pulih dan mengatakan cinta ke masumi .... ah manisnnya....oya bagus mengenai keterangan racunnya wah sampai segitu taunya... btw Tq Ty Sakumoto u/ updatenya... mulai terbongkar kan kalau shiory biang kerok...dalang dibalik semuanya ... huh....dan teman selingkuhnya of course....

Fagustina on 25 August 2011 at 12:51 said...

Wah TY makasih apdetnya

mantab deh punya cita2 jadi apotekerkah ?...XDD*ga nyambung*

udah pasti tersangkanya shiomay dg dibantu hino ayo dunks masumi wake up....bukti2 hampir mengarah kesana tunggu apa lagi....

Anonymous said...

ty, udah kayak conan aja nih masuminya, keren abis ty. hehehe
ayo ty lanjutkan lagi yg banyak

Nalani Karamy on 25 August 2011 at 14:16 said...

ty....suka apalagi ada kalimat bisakah cium aku sayang? dan jawabannya adalah bisa banget....wk...wk....great sista luv it

Anonymous said...

Ayo Masumi Holmes dan Hijiri Watson ungkapkan siapa dalang semua tindak kriminal itu (`o´)/ he he he :)))

Anonymous said...

Oh Gomen lupa ngasih nama yg di atas ^IinMM^

Anonymous said...

wuah tambah seru nih Masumi sudah nebak2 shiori yg jd tersangka...penasaran Masumi mau ngelakuin apa ya kalo dah tau shiori pelakunya....bener serasa baca cerita detektif aja bikin penasaran, bisa2 tiap jam nih buka blognya Ty, siapa tau ada apdetan...-khalida-

indrayulis on 25 August 2011 at 21:18 said...

aaaaaaaargh.....ty keren abis deh bisa bisanya masumi sayang mengkait-kaitkan nama racun dgn shiori emang hebat masumi...ada ngak ya yg kaya doi...lanjut ty sayangggg

ivoneyolanda on 26 August 2011 at 01:11 said...

Nah gitu dong Masumi think think think.....akhirnya dia mulai nyerempet juga..... top... Mudah2an hasil penyelidikan Hijiri soal Hino membuahkan hasil....

Senangnya suara Maya sudah kembali....

Anonymous said...

Ty,makasih updatenya.akhirnya mulai sedikit2 kebongkar pasangan mak lampir.karena cinta bisa membuat org yg tdk ada dendam jadi ikut2an dendam.benar kata org,love is blind.tapi aku suka Maya sdh mulai kembali suaranya.benar2 ngak sabar nih tunggu lanjutannya.Moga2 urusannya cepat selesai dan sukses,agar cepat update lagi.he..he..LiFang

Anonymous said...

Aku bersedia jadi sukarelawan, nih! buat jadi tim penyerbu pemberantasan Shiomay dan Hino... ^^

Happy

Anonymous said...

waaah...ternyata nggak perlu CSI Tokyo ya... Hijiri aja udah bs mewakili deh hahaha...
ternyata...Hino kemungkinan besar adl PIL Shiori itu ya...
pertanyaannya...dimana, bgm & kapan Shiori kenal ama Hino???? ckckck.....makin penasaran...
ditunggu next update Ty...


*TLiana*

ephie lazuardy on 26 August 2011 at 13:42 said...

i love it....
really love it...

kalo menurutku si Sawajiri msh pnya kemungkinan yg sama kyak si Hino, aq msh curiga ma si Sawajiri itu, tp kalo emang bnr2 pelakunya itu si Hino...hadduuch..., kyaknya bakalan berat masalah yg dihadapi masumi, secara..si Hino itu pengacara handal, apalagi dia pnya senjata utk mengalihkan Hak Pementasan Bidadari Merah, OMG....!!! konfliknya bikin jantungku naik turun, apapun konfliknya pliiisss buat Maya-Masumi tetep bersatu ya...

Ephie

Anonymous said...

Kerennnnnnnn...bagus bgt Ty...smp aku tak bisa berkata-kata...ga sabar pgn baca lanjutannya

Wid Dya

fad said...

Ty..ini kan libur panjang diterusin up datenya yah..biar banyak bacaan nihhhh....bisa juga Shiori itu dicintai orang terpelajar seperti Hino ya..tapi mereka sama-sama kejam!

ivoneyolanda on 28 August 2011 at 21:01 said...

Memang masih dikit banget tapi senang ada pemuas dahaga duiillleee apa sih......

Ternyata bener loh dugaan MH,shiori emang pengen MH tau maksud dari pesen si coklat2 itu....wah hati2 Masumi....

Jangan2 sawajiri emang beneran suka lagi sama Rei hemmmmm lucu juga ya.....

Si roro jambul itu sering sekali sakit kepala, jgn2 diotaaknya emang ada yg konslet tuh, lagian klo emang dia dah mulai jatuh cinta sama Hino ya udahlah jangan suka gangguin kebahagiaan orang lain, iseng amat sih...dari pada rusuh sama orang mendingan nikmatin aja tuh rasa jatuh cinta ke duanya sama si Hino dasar shiori dodolllllll

mommia kitajima on 28 August 2011 at 21:55 said...

Ty, moga teteup semangat yah ngetik apdetan, di tunggu nih ^^

mommia kitajima on 28 August 2011 at 22:27 said...

ow Sawajiri, tak kusangaka tak kuduga

orchid on 28 August 2011 at 22:40 said...

kayaknya ty baek banget, ngasih pasangan utk semuanya, hm, andai hino orangnya n beneran dia bakal bw lari shiori, alangkah baiknya, aman dunia, tp si hino perlu dipanas2i buat bw jauh2 shiori,

ivoneyolanda on 28 August 2011 at 23:26 said...

waaaaaaa bener....ternyata sawajiri suka reiiiiii waaaaaa seru juga nih...tapi setuju deh sawajiri ama reiiiii ...ciayo sawajiri :P

Anonymous said...

jadi kasihan liat shiori kayak gitu, mudah2an dya gag meninggal n hidup bahagia ama hino jadi gag ganggu MM lagi.
ty, ceritain juga dong hijiri ama mizuki, pasti seru deh. hehehe
d tunggu ya ty apdetan selanjutnya, jgn lama2 ya. hehe

-bella-

Anonymous said...

Sawajiri sama Rei....?!?!?! Ahahahahahahaha....!!! Really really great idea, Ty ...!!!! Makin menarik, nih ... apalagi ntar ditambah story Mizuki - Hijiri XD XD XD Hohoho...keren! Shiori dibasmi aja secepatnya, pake pestisida kek atau apa gitu...bener2 hama pengganggu tuh orang! *udah kesel sejak baca betsu 24, sekarang tambah kesel lagi...grrtttt...!* -rini-

Fera Handayani said...

aduh...masumi, kenapa nemuin siomay? pasti dia nggak ngaku. mending kumpulin dulu bukti yg kuat.
dan nggak sangka sawajiri suka sama rei...pasangan yg unik.

Anonymous said...

Wakakakak XD nasibnya rei gak beda sama maya...ketemu pasangan yg sama2 dingin, muka tembok tanpa ekspresi XD Maaf yeee om sawajiri..jadi sempat salah paham ane sebelumnya :( Apa gak terlalu gegabah ya masumi secepat itu nemuin shiori? Sptnya 2 mahluk jahat itu sdh bisa prediksi langkah2 yg akan diambil masumi... Yakin gua kalo shiori sdh pny rencana selanjutnya, makanya dia bisa tenang2 setuju ketemu masumi. Kalopun shiori jujur jawab pertanyaan masumi...gua yakin ada buntutnya & itu pasti amat sangat tidak baik sekali.

Anonymous said...

Eh? Mungkin gak ya shiori itu bisa bertahan hidup lama wlpun sakit2an krn rasa benci & dendam dia ke masumi & maya? I think..hatred, jealousy & revenge..is her biggest motivation to keep alive :( wuiihhhhh...org2 yg spt ini bahaya bgt lho...*rini*

Beatrix on 29 August 2011 at 14:04 said...

Wow Ty terimakasih utk updatenya sawajiri naksir sm Rei???ampun kasihan Reinya sih to karirnya bs Maju tuh lho apa sih???Shiory apa mau jujur dia?nyesek aku liat shiomay

Anonymous said...

Arrgghhh...!! Konfrontasi langsung! Masumi dikepung shiori & hino! Feeling gua gak enak nih. Khawatir kalo 2 org itu akan bisa nekan masumi utk buat kesepakatan atau apalah yg pastinya bisa bikin masumi ninggalin maya. Haddoooohhhhh...!!! Please masumiiiii...be smart & thinkable!! Waktu awal sdh kecolongan sama Hino,sekarang jgn sampai kalah! Shiorriiiiii......Grrrtttttt....!!! Gak ada kata2 yg sanggup mendeskripsikan rasa geram gua sama perempuan satu ini. Udah numpuk sejak baca Betsu 24, ditambah lagi sekarang di FFY...tingkahnya sama aja * erosi jiwa tingkat tinggi!*

Beatrix on 29 August 2011 at 22:18 said...

Dearest Ty, I'm very nervous waiting for the continuity of this chapter secara dua2nya muncul di depan Masumi gt loh kok berani beneeer semoga Masumi ndak ceroboh n gegabah....aduh tegang banget....once again tq 4 the update...good story....

Anonymous said...

wah wah wahhhh.... benar2 kejutan neyy, mantabbbb, kayakna mereka akan buat masumi milih antara hak pementasan BM jth ke tangan shiori ato ninggalin maya, oohhhhh Masumi in trouble nich, tapi menurut feeling aq, masumi akn ditolong ama si Ai dech bwt ngelawan Hino.
ayooo masumi hancurkan mereka sampe abizzzzz, terutama si shiori jelekkkk!!!!!!! bikin kesel aja tuch cewe.
lanjut lagi ya Ty, jangan lama2....
oh ya " SELAMAT IDUL FITRI UNTUK Ty AND FANS TK"
MOHON MAAF LAHIR DAN BATHIN

WIENNA

regina on 29 August 2011 at 22:41 said...

waaahh.. Ty emg TOP MARKOTOP dweh.. kita jd ngerti dari berbagai sisi dan dimana posisi masing2 karakter bekerja di FF ini.. saluutt!!!!

Anonymous said...

Ty..makin keren aja!!
Si sawajiri itu naksir rei sebagai wanita or laki2 nih.. Jgn2 homo dia??? Abis abis nyium dia bilang kadang2 lupa kalo rei itu seorang perempuan.
Kelanjutan masumi ngobrol ama shiomey trus ada hino gimana nih?? 2 lawan 1 dalam ruangan bisa gaswat nih,jgn2 masumi dijebak trus diabisin mereka b2? Oh tidaaakkkk biisssaaaaa !!!! >.<
-mn-

mommia kitajima on 30 August 2011 at 05:17 said...

kasiyan hino, harusnya shiori nikah sm hino aja
spy ga sakit jiwa lagih

Anonymous said...

GRRRTTTTTT....!!!! Shiori & Hino....!!!! Bener kan, mereka nekan masumi utk ninggalin maya! Arrggghhhhh...!!! Tidaaaakkkkk....!!! Jangaaannnn...masumiiiiiiiiii.....!!! Jangan segampang itu nyerah sama 2 orang gila itu! Fight...fight...fight...!!!!

Nana said...

OH NOO!!! GAK TERIMAAAAA!!!!!!!

Anonymous said...

Ah, gilaaa...!!! Shiori yg bakal mutusin kapan & dimana masumi harus mutusin maya?!? Gez! Gua tau ini bakal jadi amat sangat buruk sekali buat masumi & maya :( :( :( Plz survive....!!! Ngulang kata2 masumi nih : "Shiori,sekarang kau membuatku benar2 membencimu...!!!!" *ungkapan isi hati gua yg terdalaaaaaaammmmmmm...!!!* -rini-

Fagustina on 30 August 2011 at 12:45 said...

akhirnya menunjukkan taringnya jg SH....
alamat lamaran batal... penasaran nih gmana reaksi MK nt wkt MH ninggalin dia yah...?????
apa akan ada dewa penolong utk mereka ????

Thanks Ty apdetnya SELAMAT IDUL FITRI 1432 H MOHON MAAF LAHIR DAN BATIN :D

mommia kitajima on 30 August 2011 at 17:55 said...

huhuhuhu...
pastinya shiori mau nya maya n masumi putus di pesta keramaian, supaya maya dapet malu
hiks hiks...
ayo hijri, cari taw hub shiori+hino, supaya kel takamiya dapet malu, masih jadi istri orang kok selingkuh kuh kuh...

-mia-

Anonymous said...

Waahhh...!! Ada tambahan dikiiiitttt ya, Ty?! Td kyknya blm ada tuh yg shiori pusing & masumi tny ttg resiko coklat yg dikirim shiori?! Apa ini ada hubungannya dg ilmu reaksi tubuh? Hihihi...

Hmm...berharap masumi bisa dpt clue sedalam apa hubungan shiori & hino dr bahasa tubuh mrk saat itu. Kalo masumi bisa nemuin bukti perselingkuhan shiori, itu senjata ampuh buat ngalahin shiori. Krn dia kan sangat menjunjung tinggi nama baik keluarga ningrat gak jelasnya itu *rini*

orchid on 30 August 2011 at 22:09 said...

kapan n dimana maya diputusin pasti pedis banget ini, ty, aku nda ngerti yg line terakhirnya masumi maksudnya apaan, ckckck shiori, setelah berhasil memisahkan MM, selanjutnya apa? sadarlah mba yu, akakak, hino sadarkan dia

Fera Handayani said...

nggak rela kl masumi hrs ninggalin maya,tolong jgn bikin siomay berhasil..bener2 gak rela...hiks..hiks...

Anonymous said...

Hiks..hiks..diriku udah siap2 mo nangis bombay nih :( entah knp, ada feeling kalo chapter ini bakal menguras airmata. Gak apa2 deh ... ditabah2in krn yakin endingnya nanti maya-masumi pasti get married! *cross finger! please Tyyyy...* -rini-

ephie lazuardy on 31 August 2011 at 16:48 said...

huuuwwaaaaa....!!! hiks...hiks... makin merinding dgn apa yg bakalan terjadi, makasih update-nya ya Ty..., biar dikit2 tetap dinanti lho...

*selvia*

Anonymous said...

Ho ho...great!! That's masumi! Udah mulai bisa berfikir dg jernih dia and taking some steps to face hino & shiori..!! Yuuhhhuuuuuu......!!! Gua gak kebayang gimana akhirnya nasib shiori & hino nanti. Mereka bener2 milih orang yg salah utk dikonfrontasi! * rini *

Anonymous said...

Aduh Ty... membaca chapter 11 membuat perasaanku campur aduk ndak apalagi yang terakhir Shiory sudah memberi tanda kapan harus putus dengan Maya...apalagi dengan kondisi pita suara Maya yang belum pulih benar....Well job Ty, sebagai seorg writer dapat membuat pembaca ikut terbawa dengan alunan cerita yang ada it's very good...semoga ada jalan keluarnya ya, semoga Masumi dapat membalas balik semua yang dilakukan oleh Shiory dan Hino....ayo Masumi...you can do the best cause you're a smart and intelligent man are you...jangan seperti awal FFY lg ya mabuk2an sampai keracunan...cause you hv a great responsible on your shoulder and that is the love and trust of Maya in you...
Have a great mudik and lebaran Ty Sakumoto....

* Anastasia Beatrix Kaligis*

Fagustina on 31 August 2011 at 21:44 said...

OOOOOOOOHHHHHHHHHHHH ini dia yg di tunggu2 moment perpisahan MM didepan public lagi....ckckckcck penasaraaan nih...MH n MK yg tabah yak...

akankah ada dewa penolong utk mereka ?

Thanks Ty apdetnya

resi said...

Baru aja baca betsu 24 yg tdk sesuai harapan n nyeritain shiomay, eeeeeh... ditambah lg ini nih. Makin benci ma shiomaaaaaay.

Tyyyyyy, jgn ampe Masumi mutusin Maya n ngikutin permainan shiori yaa.

Anonymous said...

AARRRGGGHHHH!!!

Nenek Sihir ituuu ><
mudah2an pusingnya dia juga itu karna hamiL :D
hwahahaa~ *ngarep kubik*

yaa ampuuun~
Hijiri yang cakep-Lugas-dan terpercaya.. secepatnya cari tahu soaL hubungan Hinosaurus sama Shiodong odong itu yaa..
biar jadi boomerang buat mereka..

jadi pas acaranya itu,, maLah mereka yang di serang baLik *my wish hiks*

makasi apdetannya Ty mwach mwach :*:*:* <3

.pazza.

Muree on 1 September 2011 at 11:30 said...

Shiori,may she be burnt in hell! Together with hino!
Tyyy bwt masumi segera dptin lg hak pementasan BM yaa. Sekalian ngebales shiomay sama hinokio itu seberat-beratnya. Dibikin cacat n miskin gt lho ty. atw dksh penyakit kulit yg njijikan dan ga ada obatnya gt.
Thx 4 the apdetShiori,may she be burnt in hell! Together with hino!
Tyyy bwt masumi segera dptin lg hak pementasan BM yaa. Sekalian ngebales shiomay sama hinokio itu seberat-beratnya. Dibikin cacat n miskin gt lho ty. atw dksh penyakit kulit yg njijikan dan ga ada obatnya gt.
Thx 4 the apdet

Anonymous said...

tyyyyy met mudiiik jangan lupa ntar oleh2nya updetan ffy yg buanyaaak hahahah! ;D buat smua TK lover n MM lover met mudik n met lebaran n met liburan n met olahraga jd inem elit yaa hehehe
anita f4evermania

Anonymous said...

Aaaaaarrgh dasar shiomay, kmren aq kshn liat dya tpi skrg gag lg, masa dya mw buat MM ptus.
Ty, jgn sampe MM ptus d dpn publik y, kn kshn mreka. Gantian permalukan shiomay d dpn publik, biar kapok mereka

-bella-

Anonymous said...

kereeennn TY!!lanjutkan! jadi inget novel2 detektif hhehehehhe
-reita

Fera Handayani said...

Ty...jangan sampai rencana siomay berhasil,semoga masumi bs membalikkan fakta.ayo MM kalian harus saling percaya,apapun yg terjadi.

mommia kitajima on 2 September 2011 at 20:27 said...

oh no, pintar sekali shiori mencari momen yang 'pas' buwat mm pisah huhuhu...
ayo hijri, temukan bukti2 shiori selingkuh sm hino

-mia-

Anonymous said...

adohhhhhhh sial bener nasib Masumi kali ini, ahhh tapi apapun yang terjadi Masumi pasti bisa nemuin "jalan tikus" bwt kasusna ama si double trouble maker tuch dengan bantuan Hijiri ato bantuan Eisuke lagi. ayo Ty bwt pembalasan yang kejam untuk Shiori ya, hancurkan saja sampai tidak bersisa.
ditunggu chapter kemenangan Masumi ya Ty.....

Wienna

Anonymous said...

aq jd berpikir kalo cerita ini akan berakhir SE ...ato akhir ceritanya ngegantung.Smoga aja ngga...>.<

FFはSEを終了するかわからない。それはちょうど、突然私の心に発生した
- Mia Hayami-

orchid on 3 September 2011 at 14:28 said...

knp masumi tdk mnunggu di ruang tamu sj, knp pake masuk kmr segala? *ketawa horor*knp masumi tdk mnunggu di ruang tamu sj, knp pake masuk kmr segala? *ketawa horor*

Anonymous said...

Michan..!!! jangan sampe SE
Ty udah janji kok bakalan HE ^^
kl ga, bisa kena timpuk sm DC hehehe...

jreng jreng...
sad scene di mulai... huhuhu...

-mia-

Anonymous said...

@Mia, iya aq harap akhirnya HE ,tp aku takut HEnya agak gimana gitu ada somethig happened, seperti cerita winter sonata, HE tp ada sesuatu yg terjadi ama pemeran prianya..>.<..semoga ngga terjadi dan berakhir bahagia dgn memuaskan...amiiinnn.

-Mia Hayami-

regina on 3 September 2011 at 17:03 said...

aku berharap kedepannya Maya inilah yg akan memperjuangkan kebahagiaan, cintanya, serta belahan jiwanya yg diam2 mau "kabur" ini, biar Shiori tau, klo emg ada manusia keras kepala , bermental baja dan berkemauan kuat dalam sesuatu macam Maya , yg akan jadi lawan tangguh seumur hidupnya. kecuali Shiori sendiri yg akhirnya mengaku klo dia bukanlah peraih gelar "pemenang" dan bisa menerimanya, jadi dia mampu menata kembali hidupnya, serta BERBAHAGIA!
*dendam mulu itu capek boooooo* XD

Anonymous said...

haduuuuuuuuhhhhhhhh....sakit kepala niiiiiii tyyyy,,,nanggung bangeeettt...jadi deg deg duer gmana gituuuu....lanjuuuttt tyyy, hehehee...yang penting HE yaa ya ya yaaaa ^______^

luph u muah muah!!
-reita

mommia kitajima on 3 September 2011 at 22:29 said...

huhuhu Ty, teganya teganya dirimuwh
cepetan apdet yang HE Ty.. T_T

-mia-

Anonymous said...

lagi..lagi..lagi..
tyyyyyyyyyy..update lg dooooooong...
jngn sedih2an kyk gini....TT_TT
yg HE yaaaaaaaaaaaaaaaaaa... :)))))


*rany yuliawati*

Anonymous said...

Masumi tegaaaaaaaaaaaa.....!!!! Sadiiissssss....!!! Apa gak ada hal lain sih yg bisa dia lakuin selain nurutin maunya shiori?!? Ugh! *rini*

orchid on 3 September 2011 at 23:40 said...

aku menyukainya, terbayang hr2 stlh putus, sampe berdarah2, btw, koji bakal deketi maya lg tdk ya ato bkl aada figuran lain? request ty, yg kayak missing you ya.

Anonymous said...

aduuuuuuuuuhhh masumi, cari cara lain dong buat lawan shiomay, masak dya mau pisah ama maya siiihh.

dasar shiomay ni halangin org mw nikah aja.

gag kebayang gimana hari2 pekerja daito setelah MM pisah, pasti bakalan ada PD 3 ni >.<

lanjuuut lagi ty, secepatnya ya ty. hehe

-Bella-

Anonymous said...

lanjuuuuuuutttt ty, d tunggu ya chapter pembalasan masumi, pokoknya masumi harus menang mutlak dari shiomay

-bella-

Nana said...

Kalok Mayanya gak tersuruk setelah bencana ini dan nunjukkin siapa dia kpd Shiori seperti dulu waktu dia pantang menyerah ingin jd aktris, itu akan sgt keren!
Krn Maya kan sebenarnya seperti itu...keras kepala dan butuh ditantang.

Ayo Masumi kamu jgn melempem.. Masa ngalahin Shiori aja gak bisa.

AnDr@ on 4 September 2011 at 11:22 said...

pasti shiomay akan kaget dan shock berat ngeliat maya abis diputusin masumi....ga nyangka maya akan setegar itu ((hehehe..sok tau))....maya kan kuat, kepala batu, pantang nyerah....ayo abisin shiomay dan hino si pengkhianat...

orchid on 4 September 2011 at 11:23 said...

hua hua hua ty, bagus banget, hbs mengasah pisau ya ty, jgn sampe suara maya kembali hilang, maka lengkap sdh penderitaannya

orchid on 4 September 2011 at 11:32 said...

gadis kecintaannya, aku suka kata2 ini

mommia kitajima on 4 September 2011 at 12:11 said...

huhuhu....masih nangis bombay

-mia-

Anonymous said...

masa Masumi kalah ngelawan Shiori???????
Ayo Masumi bangkit, hajar mereka sampai habisssss' huhhhhhhhh gregetan tingkat tinggi ney

Wienna

Anonymous said...

UWAAAAAAAA......
*ikut nangis2 di lantai bareng Maya (╥.╥) *

IinMM

Anonymous said...

Hmm...miris sih, tapi kalo dipikir2 gak setragis yg gua bayangin sebelumnya..jadi gua msh bisa sedikit bernafas krn tau akhirnya gak akan seburuk yg terlihat skrg. I think, both maya & masumi will never give up for their love & happiness. Ganbatteeeee....!!!!!

Fagustina on 4 September 2011 at 20:37 said...

Akhirnya kejadiaan jg....
apa yg akan terjadi selanjutnyaaaa ????

orchid on 4 September 2011 at 22:56 said...

sdh terbayang gimana si masumi ngasi mawar ungu lg nahan2 diri, trus ditambahi ada yg pdkt ke maya, lengkaplah deritanya si hayami muda ini, ckckck, masumi minta maya jaga diri, dianya minum2, heran kok ya sehat wal afiat ajjasdh terbayang gimana si masumi ngasi mawar ungu lg nahan2 diri, trus ditambahi ada yg pdkt ke maya, lengkaplah deritanya si hayami muda ini, ckckck, masumi minta maya jaga diri, dianya minum2, heran kok ya sehat wal afiat ajja

Anonymous said...

horeee Masumi kembali jadi dingin dan kejam, ouw ouw ouw bersiaplah shiori dan hino menghadapi balasan dari Masumi, kalian tidak akan selamat, Ty mohon dipastikan mereka membayar mahal atas kesedihan yg dialami MM ya......
bila perlu perusahaan Takamiya dibuat bangkrut saja, dan shiori ketahuan punya aib krn selingkuh, dan Hino karierna hancur, pasti seruuuuu bangggettttt......
ayo Masumi SEMANGATTTTTTTT
kami setia menjadi pendukungmu!!!!!!

wienna

regina on 5 September 2011 at 00:49 said...

nyaaaaaaaaaaa....... nangguuunggg T.T

Anonymous said...

Ty,makasih sdh update.tapi ceritanya sedih.perlu dibantai itu mak lampir sama Hino itu.gemes aku ngliatnya.jahat kok ngak tobat2.Ty,FFY-nya HE yah,please....Oh,ya, Selamat hari raya Idul Fitri,ya.Mohon maaf lahir dan batin.LiFang.

Anonymous said...

Baca sekali,kesannya gak tragis2 amat...baca 2x, ngerasa rada nyesak juga...baca 3x,rasanya rada tragis...baca 4x,makin tragis + miris + kesel + nyesek buanggeeettttttt...!!! *rini*

Anonymous said...

aiiihhhh....alih2 nglamar malah putus hiks..hiks...
btw,jd pingin tau pembalasan masumi ke shiori, hino & yosuke.....
ty, bikin yang kejaaammm bangeeettt pembalasan masumi nanti ya, cos rasanya ga puas kl pembalasannya masumi ntar kurang kejam....

*TLiana*

Ratna on 5 September 2011 at 12:03 said...

Hahhhhh, sungguh menyayat hati....

Ratna on 5 September 2011 at 12:05 said...

Btw, itu hubungan antara Rei dan Sawajiri sungguh menarik untuk diikuti, heheh...

Nalani Karamy on 5 September 2011 at 13:46 said...

kesel....ama shionaga n hino, tapi nanti pasti Masumi akan membalas kelakuan mereka yg super bejat itu (perselingkuhan mereka akan terungkap)ya kan Ty? hm...tebakanku kalo sawajiri naksir rei terbukti....Maya yg kuat ya, pasti dilubuk hatinya yg palin dalam Maya tahu, kalo Masumi hanya berbohong

Resi said...

huaaaa, sediiiih. Mudah2an Masumi bisa cepet membereskan shiori n kroni2nya hingga tak berkutik n MM kembali bersatu.
Berjuanglah Masumiiiii.......

Anonymous said...

seminggu ga buka blog ini,begitu baca lagi Masumi malah mutusin Maya ,saya bener2 kuesel sama shiori n hino...beneran ya dua orang itu sakit jiwa...-khalida-

Anonymous said...

Aku suka scene-nya Rei - Sawajiri :) sukaaaaaaaaa.....!!!! Penghibur buat hati yg nyesek & miris krn cerita tragis maya - masumi. Hiks...gilingan ya masumi, di planetarium yg notabene cuma dia berdua maya aja masiiihhhhh aja gak mau ngaku yg sebenarnya! Maunya apa sich?!? *rini*

Anonymous said...

tyyyy,,, lanjut lagi dong, kesel kalo liat MM putus

-bella-

Anonymous said...

wah beber tuch Maya mesti tegas and be profesional, ini saatna Maya harus dewasa, iya kan Ty???
kapan ney Masumi mulai melancarkan serangan balasan? masa skorna 1-0???? uda pengen banget ngeliat sisi kejam Masumi beraksi untuk menghancurkan duri2 jelek itu.
oh ya kalo boleh ditambah juga cerita perjodohan bwt Mizuki ma Hijiri, mereka pasangan yang cocok dech.
ditunggu apdetan selanjutna ya, yang pasti tambah seru...
Semangat TYYYYYYY......

wienna

Anonymous said...

aaaagggghhhhhh masumiiiii bilang ajalah ama maya kalo mreka putus gara2 shiomay.
gag tega liat maya n masumi sedih kayak gitu
emg dasar shiomay, kerjanya ganggu hidup org aja

lanjuuutttkan tyyyyy :D

-bella-

mommia kitajima on 6 September 2011 at 00:08 said...

masumi, jgn berhenti jadi mawar ungu dwonk
huhuhu... sesak sekali membaca chapter ini T_T
2 jempol buwat masumi yg pintar bermain kata2 hehehe..
di tunggu weekend ini ya Ty, udah 20 tuwh hehehe..

-mia-

Fera Handayani said...

sebel sama masumi...kenapa dia tidak mengatakan yg sebenarnya pd maya,kl dia terpaksa mutusin maya?..kan maya aktris,minta maya berakting seolah - olah masumi memang benar2 mutusin maya utk menipu siomay tp dibelakang siomay mereka tetap mesra....

Anonymous said...

hmm jadi inget newmoon saat edward ninggalin bella sediiih...berharap koji tdk jadi jacob aq ga mau dihati Maya ada koji meski sedikit ga rela....Masumi jgn lama2 membantai Shiori langsung saja habiskaaan

#dira#

ephie lazuardy on 6 September 2011 at 08:27 said...

aaaarrgghhhh.........!!! jantungku berdegup kencang, kok berhenti di titik ini sih Ty...??? tetap ditunggu lho Ty..., sampek kebawa mimipi, hiks...hiks...sediiihh

*ephie*

Anonymous said...

HUAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA~

TT.TT

Anonymous said...

tyyyy.. takut bacanyaaaaa... >.<
saking takutnya, bacanya aku longkap2, ntar kalo udah ketemu yang happy baru kubaca ulang dengan teliti.. ^O^, tapi bener2 dehh ty chapter ini bikin perasaan tersayat2 dan airmata menggenang dimana2.. :'((

plis jangan lama2 yaa sedihnya

-dita_

Anonymous said...

tyyyyyyyyyyy astaga naga ya ampun tegaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
maya bilang aja gini ke masumi :
when I love you, I get hurt. when I get hurt I hate. when I hate I try to forget. when I try to forget I start missing and when I start missing I'll eventually fall in love again with you *


dezet

Anonymous said...

bacanya sedih :( nyesek rasanya!!! masumi kenapa ga jujur aja sih alesan berpisah??? kaya sinetron aja nih smua serba bikin penasaran... Ty buruan bikin HE dunk,sebentar MM happy tp kelamaan sedihnya,hikhikhiksss :( shiomey & hino mati aja kau!!!
akhirnya rei ama sawajiri jg,,,seneng bacanya!!! semoga tidak ada mahkluk yg menggangu hubungan mereka, semoga hubungan mereka tidak serumit MM >.<
-mn-

Heri Pujiyastuti on 6 September 2011 at 11:10 said...

T__T...Masumi, koq kamu bikin Maya makin sakit hati...Kapan donk mesra2nya ... Ty, Klo bisa jangan sampe jumat donk...penasaran nie

purple on 6 September 2011 at 11:42 said...

membaca sambil membayangi komiknya....
wahh gila bener - bener mantabbbbsss.
konflik againt dah...
nenek jambul cepet mati aja dah

yuhanna said...

buat.masumi.cemburu.dg.sakurakoji.

Fagustina on 6 September 2011 at 12:38 said...

Hah masih chapter sedih...
Hmm Akankah Maya tahu kenapa Masumi mutusin hubungannya ???????????

Kira2 tau dari sapa yak ??? Hijiri kah ?,Masumi kah ?... Shiori kah ? ato ga sengaja dgr pembicaraan seseorang ?????

Siapakah dewa penolong mereka kali ini ???
mungkinkah tokoh Ai Sakamoto akan berperan disini ????

Thanks Apdetnya

Anonymous said...

Masumi ini kebiasaan menyiksa diri sendiri, ngomong aja terus terang kalo dia melakukannya karena si nenek sihir shiori gitu...trus mereka kerja sama pura2 putus...biar ga sedih gini nih hiks...hiks...Ty pintar amat dikau mengaduk aduk perasaan permirsa, udah geer aja masumi mau melamar eh malah diputuskan...kaya yang dibanting he...he...lebay ya....kalo quota terpenuhi ga usah nunggu weekend ga pa2 kok Ty... kabuurrrr.... takut dijitak -khalida-

orchid on 6 September 2011 at 14:48 said...

Ini bagian yang menyentuhku untuk update kali ini ty darlink
Pria itu kembali teringat kekasihnya dan merasa sangat kesepian.
Masumi yang tadi mengamatinya, berjalan mendekati Maya.
Kata2 koji “Anda yang sudah menyakiti perasaannya! Dan apa yang Anda harapkan? Dia akan melupakannya begitu saja dan berakting dengan tenang? Anda memang tidak punya perasaan!”
Saat ini kau bekerja untuk Daito. Untukku!” Masumi menekankan.
Gadis itu akhirnya hanya terus menangisi kerinduannya kepada Masumi yang membentuk kekosongan yang sangat dalam hatinya.
Lampu mulai dinyalakan kembali. Ruangan itu terlihat riuh. Maya terdiam, matanya mencari Masumi.

Akhirnya Maya menemukannya. Pria itu di salah satu kursi. Duduk memandangnya.

“Benar,” ditatapnya gadis itu, sendu.

Anonymous said...

setuju sama masumi, bikin hino-shiori merasakan penderitaan yang luar biasa untuk membayar kejahatan mereka dan jangan sampai ada happy ending buat mereka! bikin sebel aja...

mohon maaf lahir batin untuk semua fans TK dan MM!
(nadine)

Anonymous said...

HikkSsss sediihhh tp alur ceritanya bagiussss..yg penting ĤÊ☀=D:PĤÊ☀=D:PĤÊ☀=D:P‎​ ya ty ;)
Lanjutkaaannnn tyyyy ga sabar niii eheheeheheh...

-reita

Anonymous said...

Hoaaaaaa.....nangis.....nangis....dan nangis lagiiii.MM Putus.....akhirnya datanglah bagian yang sediiiiih ini....semoga MM bisa bersatu lagi....mungkin dengan kejadian ini Maya bisa lebih dewasa dan jadi artis yang profesiohal....tapi Masumi kejam juga cara mutusinnya....ih seballll.....

Tq u/ updatenya Ty....kelanjutan FF ini sangat ditunggu....

Anastasia

Anonymous said...

Ohhh..jadi ini hubungannya dg FFY 8 yg masumi minta maya utk lbh mencintai akting drpd masumi, tetap jd aktris wlpn mrk sdh gak sama2 lg :) Hm, I see..I see...

Tapi aku gak suka dg caranya masumi di chapter ini, ambil keputusan sendiri & nekan maya scr halus utk fight & survive dg bawa2 nama mawar ungu segala. Tau sih tujuannya baik, tapi aku gak suka dg caranya. Kalo aja dia open ke maya ttg sikon yg hrs mrk hadapi saat ini,gua rasa wlpn mrk tetep mutusin utk pisah...at least, itu adlh keputusan bersama utk kebaikan bersama ...rasa sakitnya pasti gak sesakit spt yg sekarang mrk alami...break up without any explanation at all...it just hurt each other so deep. In this case, masumi is not mature enough in relationship :(

Anonymous said...

wadowwww ngak terima nih masa masumi yg perfect dan smart bisa kalah set sih ama mak lampir, ayo masumi kerahkan otak mu yg briliant itu cari solusinya jgn ngampang nyerah dong ama mak lampir....buat ty...lanjut trus

Anonymous said...

Chp ini sama dengan chp 6 yang isinya sedih melulu... aku belum berani baca takut nangis... tapi tetep minta Ty lanjutin cepet2 soalnya penasaran ma endingnya
-Fefe-

Anonymous said...

Woow.... jadi tebakan iseng2ku benar ya Sawajiri suka ma Rei... trus PILnya Shiori si Hino... Tapi yang cari Hino kan Hijiri napa Hijiri nggak tau ya... trus yang aku bingung napa kok Sawajiri bilang ma Rei kadang aku lupa kalo kamu ini perempuan? kan itu berarti Sawajiri suka ma Rei yang laki2 ya...? Gay dong Ty....
-Vanda-

Ty SakuMoto on 9 September 2011 at 18:32 said...

@all: Maksih ya yang udah ngikutin ceritanya sampe sejauh ini.
Next updet udah masuk FFY12.. semoga aku bisa cepet namatin ya :D

Iya benar, penjahatnya Hino. Karena ini karakter baru, aku harap latar belakangnya dia cukup jelas ya >.< jadi emng si Hino ini terobsesi sama Shiori. walopun dia pengacara kalo udah nyangkut Shiori, jadi ga bisa pake akal sehat.

@vanda : Iya, karena Hino dan Shiori itu ngga pernah berhubungan sampai Hino jadi pengacaranya Maya jadi Hijiri ngga nemuin apa-apa soal mereka. Selain itu, Masumi kan ngga pernah ngurusin Takamiya, makanya dia lengah soal Shiori dan sebelumnya selalu ngediemin Yosuke yg macem2 sama dia. Karena itu jg Hijiri ngga melakukan penyelidikan apa pun terkait Takamiya karena gimanapun kan dia bekerja ngikutin intruksi masumi.

Tapi nanti ke depannya emg bakal melibatkan kel. Takamiya juga sih... ^^

yaaahhhhhh pokoknyahh segitu sajaahhh ditunggu ya ffy 12 nyah... udah pengen cepet2 aku tamatin juga ni >.< hahahaha

makasih cintah semuanya yang udah baca terkhusus spesial buat yg udah pada meninggalkan jejak dan komen2nyah <3<3

Ty SakuMoto on 9 September 2011 at 18:36 said...

oh iyaaaa.. buat yg ngikutin Rei-Sawajiri, masih ada dua cerita lagi soal ini makhluk 2. hehehe... dan nanti juga dijelaskan maksud kata-kata Sawajiri yg blg kalo suka lupa Rei itu cewek.. hahaha XD

*beneran ketawa sendiri ni aku, soalnya aku suka ni sama si sawajiri yg aneh ini... hahaha XD*

Anonymous said...

(˘̩̩̩.˘̩ƪ)

*IinMM*

mommia kitajima on 9 September 2011 at 19:55 said...

tyyyy...
perihh... T_T

ivoneyolanda on 9 September 2011 at 20:53 said...

Aduh Ty, Masih gak suka deh dengan adeegan2 berantem n putus2 hubungan bgini...Masumi hayo cepat selesaikan urusan dengan nenek sihir keparat itu... oooopsss kasar ya maapkan ya abis emosi tingkat tinggi sih....

Sedih banget ngebayanginnya aku sampe nangis n merinding, cepet TY buat mereka bersatu lagi......kasian nanti cincinnya keburu karatan hahahahaha

Anonymous said...

Hiks...hiks...hiks...hiks...Tyyyyy....!! Hiks...hiks...hiks...hiks...hiks...hiks... *rini*

Nana said...

Cincin Cartiernya dititipin sama aku dulu deh kalok blom mau dipake... dosa lho barang begitu dianggurin.. ;-p

Aku yakin cinta sejati pasti akan menang..(ciee..apa pula gue, norak gini??)

Btw, nanti kalau masalahnya Masumi sama Shinokio udah selesai, trus Masumi minta Maya kembali...Maya masih mau gak yaaa?? masih seperti dulu gak yaaa?? Percaya kalo Masumi benar2 cinta sama diaaaa? Habisnya kan sekarang Masumi sudah tidak ada kredibilitas nih ceritanya ..nanti2 gimana cara dia membuktikan bahwa 'Maya, kemaren itu waktu aku mutusin kamu aku tuh cuman akting dan boong taaauukk?? percaya dong sayang!'????

Mungkin Masumi harus mati dulu demi Maya baru percaya dia... (tidaaakkk, aku hanya bercandaaa)

Thanks Ty..sudah sangat sangat gak sabar pengen baca chpt 12!!

orchid on 9 September 2011 at 23:35 said...

updatean ini membuatku menangis pilu, berasa jd maya, hikz, bgn yg menyentuhku adalah tidak rela

orchid on 9 September 2011 at 23:40 said...

bagian yg menyentuhku adlh merelakanmu dan tidak rela, hikz, pahit tp romantis, akakakbagian yg menyentuhku adlh merelakanmu dan tidak rela, hikz, pahit tp romantis, akakak

Lina Maria on 10 September 2011 at 00:13 said...

ty meoooooo..... huuuuuu.... aku tak sanggup lagi menghadapi perasaan ini cintahhhhhh.... *gigit sapu tangan

Anonymous said...

Haiyaaahhhhh....it's hard & hurt! my imagination : maya will ask to kiss masumi for the last time as their farewell...but at the end masumi can't control himself & his true feeling anymore...just the same like the moment in Astoria when masumi finally confess his feeling to maya as he can't lie to his heart anymore. But seems that it just my imagination :( :( Huwaaaaaaa......!!!!

Resi said...

ternyataaa....., akting Masumi lebih jago dr Maya. Bravo Masumiiii.
Mambaca dengan berlinang air mata, dada sesak, pengen teriaaak.
Tyyyyy.....,knp sedih teruuuuus hiks...hiks.....

Nalani Karamy on 12 September 2011 at 10:01 said...

menangis bombay hiks...hiks....

ladangdandelion said...

Sesek nafas.....

nochan on 14 March 2012 at 17:08 said...

bagus ..tapi capeeekkkkk bacanya ...
maaf .. tp ini kyk sinetron :(

Post a Comment

Silahkan kritik, saran, sapa dan salamnya... :)

 

An Eternal Rainbow Copyright © 2011 Design by Ipietoon Blogger Template | web hosting