Monday 20 June 2011

Fanfic TK: Missing You

Posted by Ty SakuMoto at 10:40
Cerita orisinil
Setting: Maya dan Masumi sudah bertunangan dan Maya sudah mendapatkan peran Bidadari Merah
Rating: 20+ (kissu, skinship, soft bed scene)


Missing You



Ceklek!
Eh?
Kuncinya… terbuka… jangan-jangan…
Maya memasuki apartemennya dengan berdebar.
Dilihatnya di ruang tamu, sesosok tubuh gagah sedang menunggunya di sana. Pria itu membalikkan wajahnya saat mendengar suara pintu yang terbuka.
“Pak Masumi!!!” seru Maya, terperangah gembira.
Dengan setengah berlari Maya menghampiri pria tersebut.
“Kenapa tidak bilang kalau mau datang?” Tanyanya saat sudah berada di dekat Masumi.
Namun lelaki itu tidak bersuara sedikit pun. Hanya menatap Maya dengan tatapan sedingin es.
Pak Masumi...?
Maya duduk di sampingnya.
"Pak Masumi, kenapa diam saja? Aku baru kembali dari Wedding Organizer membicarakan menu apa saja yang akan dipilih untuk resepsi pernikahan kita," Maya menyentuh lembut lengan lelaki itu.
Tiba-tiba Masumi menyingkirkannya dengan kasar dan membuat gadis itu tersentak. Maya terkejut. Dipandanginya wajah letih tunangannya dengan perasaan kalut. Gadis itu tidak mengerti apa yang menyebabkan Masumi berbuat demikian.
Praak!!!
Masumi menghempaskan sesuatu di atas meja. Beberapa lembar foto berserakan di atas meja tak bertaplak itu.
Maya sangat terkejut dengan apa yang dilihatnya. Jantungnya serasa mau berhenti.
"Apa ini?" tanya Masumi tajam.
"I... Ini..." Maya mengamati foto-foto tersebut.
Itu adalah foto-fotonya saat bersama Sakurakoji kemarin malam.
"Dari mana kau mendapatkan ini?" tanya Maya, beralih menatap pria itu.
"Itu tidak penting! Yang ingin kutahu, APA YANG KAU LAKUKAN BERSAMA SAKURAKOJI??!!"
Maya tertegun.
"Dari mana KAU mendapatkannya?!" ulang Maya, mendesis.
"Sudah kubilang itu tidak penting!" Masumi menekankan.
"Penting!!" seru Maya.
Keduanya bertatapan tajam.
"Kau... Masih meminta Pak Hijiri mengawasiku?" Maya merasa kecewa.
"Sudah kukatakan itu tidak penting! Aku ingin kau menjelaskan, apa yang dilakukan wanita yang sudah menjadi tunanganku—“
"Aku tidak percaya!” Potong Maya, emosi. “Kau bilang kau akan berhenti meminta Pak Hijiri mengawasiku!”
“Masih untung Hijiri yang memfotonya! Bagaimana kalau wartawan yang menemukannya. Hah? Perselingkuhanmu pasti sudah menjadi headlines!”
“Aku tidak berselingkuh!” sanggah Maya, keras.
“Lalu ini apa namanya??” desis Masumi dengan jarak wajah yang sangat dekat pada Maya, mengacung-acungkan beberapa foto tersebut pada gadis itu.
“Ini… kami hanya bicara!” tegas Maya.
“Sambil berpegangan tangan? Hanya berduaan? Cara bicara yang lucu!”
Maya mendelik tajam pada Masumi.
“Pak Masumi... Apa kau tidak percaya kepadaku?” alis gadis itu bertaut kalut. Maya memicingkan matanya. “Kau jelas tidak menaruh kepercayaan kepadaku dengan tetap meminta Pak Hijiri mengikutiku.”
“Percaya?? Mempercayaimu? Dan apa yang kudapatkan? Hah? ini? Yang seperti ini? Dan kau memintaku mempercayaimu??!” Suara Masumi meninggi.
“Kau tahu sendiri aku dan Sakurakoji adalah teman baik! Dia hanya sedang menenangkan perasaanku!”
“Apa kau akan melakukannya setiap kali kau ingin menenangkan perasaan? Berkencan dengannya? Berpegangan tangan dengannya? HAH?!!” bentak Masumi.
“Kami tidak berkencan!! Ya Tuhan Masumi! Dia hanya Sakurakoji, kau tahu kami bersa—“
“Justru karena dia Sakurakoji!!! Aku benci melihatmu bersamanya! Kenapa harus dia? Kenapa harus dengannya?!!”
“Karena kau tidak pernah Ada! Karena saat aku membutuhkanmu, kau tidak ada!!! Saat aku bingung dengan masalah aktingku, masalah pernikahan kita. Aku pusing memikirkan semua hal itu. Aku lelah! Letih! Dan KAU TIDAK ADA!! Setiap hari hanya semakin sibuk dan semakin sulit ditemui!!!” Seru Maya frustasi. Air mata mulai menggenang di kedua pelupuknya
Keduanya saling bertatapan tegang.
“Tapi bukan berarti kau lantas berlari ke dalam pelukan orang lain di saat aku tidak ada ‘kan?” Masumi menyinggung.
Kata-katanya menusuk ke hati Maya.
“Kau mengatakannya seolah-olah aku mengkhianatimu,”
“Aku tidak bisa mengartikannya lain…” desis Masumi.
              “Pak Masumi…!”
“Kau tahu aku seperti ini. Kau tahu aku tidak punya banyak waktu. Jika kau memang tidak bisa menerimaku yang seperti ini…”
“Bukan aku tidak bisa menerimamu. Hanya saja... Hanya saja, semua hal mengenai persiapan pernikahan kita, baju pengantin, acara, undangan, makanan, semua... Semua kuurus sendiri. Saat aku butuh pendapatmu, kau hanya mengatakan terserah padaku. Kau sama sekali tidak peduli. Kadang aku bertanya apakah kau benar-benar ingin menikah…”
“Bukankah kau sendiri yang bilang tidak keberatan memutuskan semuanya sendiri? Dan kau tahu aku sedang tidak punya waktu saat ini.”
“Tapi kau selalu tidak punya waktu!!” Seru Maya.
Masumi tertegun.
“Benar. Tidak hanya sekarang, nanti setelah kita tinggal bersama pun akan seperti ini...” pria itu tidak membantah. Masumi lantas menatap tajam pada Maya,
“Jadi? Kau berubah pikiran? Belum terlambat, Maya, jika kau ingin membatalkan rencana pernikahan kita.”
Ucapan Masumi bagaikan petir di siang bolong. Maya tidak mengira pertengkaran mereka akan membawa keduanya pada pembicaraan itu.
“Ke... Kenapa... Kau dengan mudahnya mengatakan hal seperti itu? A, apakah bagimu, semua ini memang tidak ada artinya? Menikah denganku, sama sekali bukan hal yang berarti bagimu?”
“Kau sendiri? Apakah menurutmu pernikahan ini berarti? Sedangkan kau masih saja berkencan dengan…”
“Pak Masumi!!!”
“Jika kau begitu mudah berpaling hanya karena aku tidak ada, maka nanti pun akan seperti itu ‘kan?”
“Pak Masumi!!!” Maya mulai merasa terhina, “tega sekali kau mengatakan itu semua…” gadis itu gemetar.
Masumi meraih kedua lengan Maya dan menggenggamnya erat.
“Kau, Maya Kitajima, adalah milikku. Hanya boleh menjadi milikku. Putuskan sekarang antara aku dan bocah itu mana yang kau pilih. Aku sudah lama mengalah dan tidak ingin mengalah lagi. Jika kau tidak mau memilih antara aku dan Sakurakoji, tidak ada gunanya kita meneruskan semua ini…” desis Masumi tajam.
Maya mengamati kekasihnya. Kecewa.
“Kau selalu saja bersikap sangat egois! Selalu saja memaksakan kehendak dan tidak mau mendengarkan. Sudah cukup atas semua ketidakpercayaanmu,”
“Bagaimana aku bisa mempercayaimu? Jika kau—“
“Berhentilah mengaturku! Sudah cukup! Aku tidak mau kau atur-atur lagi. Aku bukan milikmu! Aku bukan barang, Pak Masumi!!! Aku—”
“Kau... Adalah milikku, Maya. Hanya milikku...!!” Pegangan Masumi semakin erat sampai-sampai Maya merasakan lengannya begitu kesakitan.
“Bukan! Lepaskan aku! Aku benci kau!!! Lepaskaaaaan!” Berontak Maya
“Tidak akan! Kau adalah milikku!!!”
“Pak Masumi! Lepaskan aku! SakiiĆ­it! Kau benar! Aku lebih memilih Sakurakoji! Aku benci kau! Aku menyesal sudah menerima lamaranmu!! Sekarang lepaskan aku!!!” Jerit Maya putus asa.
Pria itu mengeratkan rahangnya dengan keras mendengar ucapan Maya.
“Pak, Masumi, apa yang kau lakukan? Turunkan aku!!”
Tapi Masumi tidak mendengarkan. Pria itu mengangkat Maya di bahunya. Tidak menghiraukan Maya yang memukuli punggungnya dan terus memberontak minta diturunkan.
Tiba di kamar Maya, Masumi menghempaskan Maya di atas tempat tidur.
"A, apa..." Maya terbata, takut.
Dengan wajah penuh kemarahan Masumi naik ke atas tempat tidur. Tanpa menghiraukan ketakutan gadis itu, Masumi menghampirinya. Maya berusaha membangunkan tubuhnya, namun Masumi menahan kedua bahu Maya sangat erat.
Belum sadar benar dengan apa yang terjadi, gadis itu bisa merasakan bibir Masumi merapat ke bibirnya dan mulai menciuminya dengan kasar. Maya terkejut. Dia membencinya dan berusaha menolak. Namun sebelah tangan lebar dan kuat milik Masumi menahan wajahnya hingga tidak bisa berpaling. Dorongan Masumi membuat gadis itu terbenam ke tempat tidur. Terbaring. Maya terjegil.
“Kau milikku Maya...” Desis pria itu saat bibir mereka terpisah.
Suaranya berat, serak dan dingin. Maya hampir yakin bulu kuduknya berdiri.
Tangan lelaki itu mulaĆ­ ikut bergerak, menyentuh wajahnya, lehernya serta tubuhnya dengan kasar dan tidak sabar. Tidak ada kasih sayang di sana, hanya nafsu. Terasa seperti hukuman.
“Pak Masumi, kumohon hentikan... Hentikan. Kau membuatku takut...” Isak Maya saat tenaganya sudah mulai habis untuk berontak dan bibir pria itu sudah meninggalkan bibirnya dan merayapi lehernya.
Masumi mengikat kedua pergelangan gadis itu dengan cara menggenggamnya erat. Bisa dirasakannya tubuh gadis itu yang gemetar di bawahnya. Ketakutan dan murka. Masumi lantas berusaha membuka pakaian yang dikenakan Maya.
“Pak Masumi kau menyakitiku…” isak Maya, saat pria itu meloloskan blouse yang dikenakannya. “Aku bersumpah, akan membencimu, seumur hidupku,” gadis itu kehabisan nafas. Maya mengeratkan rahangnya dan menatap tajam pada Masumi dengan air mata yang berderaian.
Masumi tertegun sejenak menatap gadis itu.
“Aku sudah terbiasa dibenci olehmu…” desisnya kemudian.
Masumi kembali membenamkan bibirnya di bibir Maya. Tiba-tiba terdengar erangan darinya. Maya menggigit bibirnya kuat-kuat. Masumi terkejut. Ia mengangkat wajahnya dan bisa merasakan bibirnya berdarah. Bau amis darah mulai tercium.
Dia menggigitnya dengan sangat kuat…
Saat itu dengan tenaga yang tersisa Maya berusaha menyingkirkan Masumi darinya. Gadis itu menendang perut Masumi. Maya berhasil meloloskan diri. Dia turun dari tempat tidur dan menggunakan bantal untuk menutupi tubuh bagian atasnya yang hampir telanjang.
"Pergi kau! Pergi!!! Aku benci kau! Aku tidak ingin melihatmu lagi!!!" serunya pada Masumi yang mengamatinya dari atas tempat tidur. “Jika kau mendekat aku bersumpah akan berteriak sekeras-kerasnya!” ancam gadis itu. "Enyahlah dari hadapanku. Pergiiiii!!!" Teriak Maya. Melengking nyaring.
Nafas Masumi masih terengah, begitu juga Maya.  Tubuh gadis itu gemetar menahan amarah atas penghinaan yang baru saja didapatkannya. Keduanya bertatapan tajam. Sama-sama emosi.
Pria itu turun dari tempat tidur, perlahan menghampiri tubuh mungil yang gemetar di hadapannya. Maya bisa melihatnya sekarang. Dasi dan kemeja pria itu berantakan. Jasnya sudah terlepas entah kapan. Bibirnya masih berdarah, sepertinya lukanya cukup dalam. Masumi semakin mendekat. Maya menunggu waspada.
Maya mengangkat wajahnya. Mengancam. Ia lalu menatap wajah Masumi. Wajah itu datar saja. Suram dan tidak terbaca.
Tiba-tiba Masumi kembali mencium bibir gadis itu. Matanya terpejam. Hanya sekali namun sangat dalam.
Maya terhenyak.
"Selamat tinggal..." gumam Masumi di bibir gadis itu.
Pandangan mereka bertemu tidak lebih dari sedetik. Setelah itu Maya hanya dapat melihat punggungnya. Dan yang terakhir didengarnya hanyalah pintu apartemen yang berdebam. Masumi telah pergi.
=//=
                Maya terbangun di atas tempat tidurnya. Matanya perih karena menangis semalaman. Dia tidak mengira akan bertengkar sehebat itu dengan Masumi. Sebelumnya mereka memang beberapa kali bertengkar, namun tidak pernah sampai seperti malam tadi.
Maya menghirup nafasnya perlahan, mencoba meyakinkan dirinya bahwa semuanya akan baik-baik saja. Pada waktunya nanti. Maya mandi dan mempersiapkan diri. Hari ini dia akan pergi ke butik tempat gaun pengantinnya dijahit. Terakhir ke sana, desain gaunnya sudah selesai dan kemarin Maya diberi tahu bahwa dasar gaunnya sudah selesai. Maya diminta datang untuk mencoba dan dicek lagi kalau-kalau ada perubahan ukuran sebelum diberikan sentuhan akhir pada gaunnya.
Maya kembali teringat ucapan Masumi semalam.
[“Selamat tinggal”]
Apakah aku dan Pak Masumi… apakah kami benar-benar berpisah?
Maya menghela nafas. Dia berpikir untuk menghubungi butik tersebut dan mengatakan tidak akan datang hari ini. Dia masih kesal dengan Masumi, dan mereka sedang bertengkar sekarang. Semua hal mengenai pernikahan ini sedang tidak ingin dipikirkannya. Dia tidak ingin mengingat Masumi. Menyakitkan. Semua ucapannya dan ketidakpercayaannya benar-benar menyakitkan bagi Maya.
Sambil melahap sarapannya—roti tawar dengan isi selai kacang—Maya menyalakan televisi. Sebenarnya Ia kurang berselera pagi ini. Namun banyak kegiatan yang sudah dijadwalkan untuknya termasuk latihan Bidadari Merah. Alangkah terkejutnya  gadis itu saat melihat kabar mengenai dirinya dan Masumi di televisi.
“Berdasarkan informasi yang kami terima dari XX Wedding Organizer, pernikahan Maya Kitajima dan Masumi Hayami sudah resmi dibatalkan. Manajer WO tersebut mendapatkan kabar pembatalan mendadak tadi malam langsung dari Masumi Hayami sendiri. Belum ada pernyataan resmi kepada media dari keduanya. Baik dari Masumi Hayami maupun Maya Kitajima. Seperti bisa Anda lihat, saat ini rekan-rekan wartawan tengah berkumpul menunggu di halaman apartemen M yang merupakan tempat tinggal Maya Kitajima. Begitu juga di depan Kids Studio dan di depan gedung Daito.”
Maya tercengang mendengar berita tersebut, dan juga melihat video pada berita yang memperlihatkan kerumunan wartawan di depan gedung apartemennya, di depan Daito dan di depan Kids Studio. Pak Kuronuma, yang memang  tinggal di Kids Studio tampak kesal dan sedang marah-marah kepada wartawan.
“Kalau sampai para pemainku terganggu konsentrasinya karena kehadiran wartawan, aku akan kirim kalian semua ke penjara!! Lihat saja!” Ancam Kuronuma sebelum lantas membanting pintu di hadapan para wartawan tersebut.
“Ini bukan kali pertama Masumi Hayami berencana menikah dan berakhir kandas di tengah jalan. Sebelumnya, Direktur Muda Daito tersebut sudah pernah bertunangan dan hampir menikah dengan cucu milyuner Takamiya, Shiori Takamiya. Setelah menjalin hubungan lebih dari dua tahun, rencana pernikahan keduanya akhirnya gagal terlaksana dengan alasan yang tidak jelas. Begitu juga kali ini. Setelah sebelumnya mengumumkan pertunangan dengan Maya Kitajima yang baru dipacarinya beberapa minggu, ternyata niat Masumi Hayami mempersunting mantan kekasih Shigeru Satomi ini pun tidak jadi kenyataan…”
Pip!
Maya segera mematikan televisi di hadapannya. Air mata kembali mengaliri pipinya.
Dia sudah membatalkannya… Batal… pernikahanku dan Pak Masumi… batal… Benar-benar batal…
Maya menangis dengan sangat keras pagi itu. Akhirnya amarah itu kembali mengisi kalbunya.
Jika ini yang diinginkannya, ya sudah! Aku tidak akan memohon padanya untuk tidak membatalkan pernikahan kami.
Maya menghapus air mata di pipinya dengan kasar.
Sudahlah! Aku benci Masumi Hayami! Benci!!!
=//=
Semuanya terasa sangat berat bagi Maya. Semua impiannya kandas begitu saja. Awal batalnya pernikahan serasa bagai di neraka baginya. Para wartawan itu seperti tidak mau mengerti keadaannya. Kemana pun dia pergi mereka selalu menanyakan pertanyaan yang sama. Tidak tahu bahwa Maya berusaha sangat keras mengubur kenangannya dengan Masumi. Para jurnalis infotainment itu tak henti-hentinya mengorek luka lebih dalam pada dirinya.
Untunglah ada sahabat-sahabatnya di teater Mayuko dan Ikkakuju yang senantiasa menghibur hati Maya. Juga Sakurakoji. Pria itu selalu sangat baik. Dan juga Pak Kuronuma dan lawan mainnya di Bidadari Merah, semuanya sangat suportif dengan keadaannya. Tidak jarang mereka berusaha menghalangi wartawan untuknya atau memindahkan jadwal latihan saat Maya tidak bisa datang karena wartawan yang menghadang gedung apartemen ataupun tempat latihannya. Sudah hampir dua minggu sejak putusnya pertunangan Maya dan Masumi. Akhirnya kabar baru, gosip baru, para pemburu gosip itu mulai meninggalkannya.
Masumi sendiri sejak malam itu sama sekali tidak melakukan kontak dengannya. Mawar ungupun tidak pernah Maya dapatkan lagi. Bahkan hanya sekedar email, pria itu tidak mengirimkannya.
Malam ini Maya terdiam di balkon apartemen. Memandangi lampu kota yang menyilaukan di bawahnya, namun hatinya lebih tertarik untuk mencari bintang walaupun hanya satu atau dua saja. Maya berharap dapat melihatnya. Bintang selalu mengingatkannya kepada Masumi dan malam ini dia merindukannya.
Dia pernah sangat marah dan muak pada pria itu. Dia juga tidak menyesal sebelumnya atas pembatalan pernikahan mereka. Dia malah sangat benci, karena Masumi membatalkan pernikahan secara sepihak dan Maya bersumpah akan melupakannya. Namun jejak-jejak kehadiran Masumi serasa menghantuinya. Semua hal mengingatkannya pada Masumi dan kerinduan yang sangat menyerangnya secara bertubi-tubi. Biasanya pria itu mengirim email atau menelponnya saat senggang. Mungkin mereka jarang benar-benar bertemu, tapi juga tidak pernah benar-benar berpisah.
Masumi akan mengajaknya makan malam atau pergi ke tempat yang menyenangkan berdua, dimana mereka bisa tertawa lepas bersama-sama. Jika ada premier film baru, Masumi juga selalu mengajaknya. Tidak ragu-ragu memperkenalkannya sebagai tunangan dan tidak sekali pun mengabaikan Maya.
Pak Masumi…
Panggilnya sendu. Air mata yang sempat mengering kini kembali mengaliri wajahnya.
Teringat pertengkaran malam itu, hati Maya sangat sakit. Dia sudah menyalahkan Masumi karena masih memerintahkan Hijiri mengawasinya. Tapi malam ini, Maya sungguh berharap Hijiri sedang mengawasinya dan menyampaikan pada Masumi keadaannya yang menyedihkan ini.
Dia tidak pernah merasa begini tidak dihiraukan oleh Masumi. Semuanya tiba-tiba terputus. Tidak ada komunikasi, tidak bisa bermanja-manja lagi pada pria itu. Tidak ada pernikahan. Tidak ada apa pun. Maya bukan siapa-siapa bagi Masumi. Memikirkan hal itu, Maya merasa sangat sedih. Merasa terbuang. Maya menangis tergugu.
=//=
“Berhenti!!!” seru Kuronuma sambil menepukkan tangannya. Kuronuma menatap tajam kepada  Maya. “Kau cepat keluar dari sini dan jangan kembali sampai kau siap menjadi aktris lagi! Aku tidak butuh Maya Kitajima di sini, aku ingin AKOYA!! Kau mengerti??? Sekarang pergi! Akting burukmu mengganggu konsentrasi yang lain!” Seru Kuronuma tajam.
Maya terhenyak, dia lalu membungkuk kaku.
“Maafkan saya, saya akan berlatih sendiri dulu—“
“Tidak perlu, kau pulang saja. Aku sedang tidak butuh gangguan darimu hari ini…” Kuronuma beranjak mengabaikan Maya yang baru saja hendak berbicara.
Mata gadis itu berkaca-kaca, dia lantas pergi ke ruang ganti.
“Maya!” Seru Sakurakoji yang mengikutinya.
Gadis itu tidak menoleh.
“Maya…” Sakurakoji menahan bahu gadis itu.
“Lepaskan!” Serunya sambil menghempaskan tangan Sakurakoji.
Sakurakoji terhenyak, begitu juga Maya.
“Ma… maaf… aku…” gadis itu tergagap.
“Apa kau masih memikirkan mengenai masalahmu dan Pak Masumi?”
Gadis itu tidak menjawab.
Sakurakoji tahu, karena tidak ada orang lain yang bisa begitu mengganggu pikiran Maya selain Masumi.
“Seharusnya aku tahu,” kata Sakurakoji. Pemuda itu menyandarkan tubuhnya ke tembok. “Kau masih sangat mencintainya ya?”
Maya tidak menjawab. Air mata kembali mengalir di pipinya.
Sakurakoji sudah lama menyerah, namun dia tetap tidak sanggup melihat wajah gadis itu berlinangan air mata.
“Apakah karena aku? Karena pertemuan kita malam itu? Aku sudah lama memikirkannya dan tidak berani menanyakannya kepadamu. Tapi sekarang aku harus tahu. Apakah karena itu kau dan Pak Masumi memutuskan pertunangan?” tanya Sakurakoji.
Maya menggeleng.
“Hanya saja… hanya saja… kami selalu bertengkar karena hal yang sama. Karena dia tidak percaya kepadaku. Selalu mengekangku. Dan aku… aku… karena aku kurang pengertian. Tidak dewasa…” gadis itu terisak. “Bukan seluruhnya salahmu. Memang mungkin, kami sebenarnya tidak ditakdirkan untuk bersama. Dunia kami terlalu berbeda. Bersamanya kadang membuatku sangat lelah…”
“Tapi dia tidak ada pun, kau sangat merindukannya kan?”
Maya terdiam, tidak lama kemudian mengangguk.
“Sangat merindukannya,” gumam gadis itu. “Sampai-sampai tidak bisa bernafas, tidak bisa tidur, tidak ingin makan, tidak bisa berpikir. Entah apa yang terjadi denganku, tapi kalau Pak Masumi tidak ada, sepertinya ada kekosongan yang sangat dalam hatiku…” papar Maya terus terang.
“Itu karena kau sangat mencintainya Maya…” gumam Sakurakoji.
“Sakurakoji…”
“Aku mohon maaf… seharusnya aku juga lebih mengerti. Kau sudah tidak sendiri lagi. Tidak seharusnya aku memperlakukanmu seperti dulu lagi. Kalau aku jadi Pak Masumi, mungkin aku akan merasakan hal yang sama,” Sakurakoji menepuk pundak Maya. “Semuanya akan baik-baik saja, Maya. Andaikan kau dan Pak Masumi pada akhirnya memang tidak ditakdirkan bersama, kau pasti bisa melalui semua ini dan menemukan kebahagiaanmu,” Pemuda itu menguatkan.
Mereka berpandangan.
“Terima kasih, Sakurakoji. Maafkan aku selalu merepotkan. Aku berjanji, besok saat aku kembali akan lebih berkonsentrasi lagi,” kata Maya sambil berusaha tersenyum.
=//=
Maya berjalan menyusuri trotoar yang ramai. Dilihatnya beberapa tabloid yang terpajang di sisi jalan. Headlinenya menampilkan rencana pertunangan Ayumi dan Mr. Hamill. Maya sudah mendapatkan undangannya. Begitu juga Sakurakoji dan Pak Kuronuma. Rencananya nanti mereka akan pergi ke sana bersama.
Kemudian mata Maya terpaku pada sebuah gedung teater di seberang jalan. Bukan poster filmnya yang membuatnya tertegun, namun sosok yang baru saja keluar dari sana. Masumi.
Maya ingat, hari ini adalah premiere penayangan salah satu film produksi Daito. Masumi tampak keluar dari gedung bersama beberapa produser dan aktris pemeran utamanya, Mina Hasegawa. Masumi tersenyum kepadanya, berbincang-bincang dengannya, ramah. Maya merasakan hatinya terbakar cemburu. Sudah lama Maya tidak melihat senyuman Masumi ataupun suaranya. Beberapa kali mereka berada dalam gedung yang sama, Masumi tidak pernah menemuinya. Pernah pandangan keduanya tidak sengaja saling bertemu dari kejauhan, namun Masumi tidak mendekatinya dan malah memalingkan wajahnya.
Maya termangu, sepertinya Masumi menyadari kehadirannya dan mereka bertatapan.
Pak Masumi…
Gadis itu memandangnya penuh kerinduan. Entah pria itu menyadarinya atau tidak, karena hari sudah malam dan keduanya dijaraki jalan raya yang tidak sempit. Pria itu lantas memalingkan wajahnya tidak kentara, kembali tersenyum pada Mina Hasegawa yang tampak sangat cantik malam itu. Masumi berbincang dengannya, sebelum lantas keduanya masuk ke dalam mobil Masumi.
Maya merasakan perasaannya tercabik-cabik. Masumi masih tidak menghiraukannya. Tidak akan menghiraukannya lagi. Gadis itu kembali menangis. Sepanjang jalan dia menangis, tidak dipedulikannya tatapan heran orang-orang di jalan ataupun mereka yang melihatnya di gedung apartemen.
Maya kembali ke dalam apartemennya dengan perasaan hancur. Masumi sama sekali tidak mengingatnya. Dia tersenyum sangat ramah pada aktris cantik itu dan memalingkan wajah darinya. Rasa sakit hati meremas-remas jantungnya. Maya tidak tahu sampai kapan dia akan merasa terus seperti ini. Menderita begini.
=//=
                Ayumi tampak cantik sekali malam ini. Cincin yang dihadiahkan untuknya adalah sebuah batu permata cantik berwarna kuning Kristal. Terlihat sangat elegan dan menawan melingkar di jari manisnya. Gadis yang kecantikannya senantiasa membuat siapapun yang melihatnya menahan nafas, kini sudah mengikatkan diri dengan Mr. Hamill, seorang fotografer berkebangsaan Perancis. Keduanya bertunangan malam ini dan berencana menikah 6 bulan lagi. Acara ini dibuat tertutup dari wartawan. Ayumi dan tunangannya sudah memberi pernyataan pada wartawan sebelumnya dan mengatakan akan mengundang mereka pada acara pernikahan, tapi pertunangan hanya khusus bagi kerabat dekat saja.
                Maya datang malam itu, ke acara pesta pertunangan yang diadakan dengan tema pesta taman bersama Sakurakoji dan Kuronuma. Meja-meja dipenuhi hidangan yang terlihat lezat. Tenda dan kursi-kursi cantik juga turut menyulap halaman belakang kediaman Himekawa seperti taman surga. Ada kolam renang di sana, dan sebuah panggung dimana seorang penyanyi yang sedang naik daun—Misora Aki—sedang melantunkan lagu-lagu romantis. Membuat suasana pesta malam itu terasa lebih syahdu.
                Maya juga sempat melihat ada Masumi di sana. Tiap kali dia memandangnya, perasaan sesak itu langsung menyerangnya. Dan air mata kembali mendesak keluar. Dia berusaha sekuat tenaga untuk tidak menangis, sampai-sampai tenggorokannya terasa sangat sakit mencekik. Kenapa dia tidak bisa juga melupakannya? Sudah lebih dari sebulan mereka berpisah dan bahkan tidak pernah bicara lagi sejak kejadian malam itu. Tapi jangankan melupakan, yang ada Maya hanya semakin hari semakin merindukannya.
                Belakangan Maya mulai mencari-cari kabar mengenai Masumi. Bahkan halaman bisnis pada surat kabar yang tidak pernah disentuhnya pun dia baca. Maya juga sangat bersyukur karena tidak ada kabar mengenai Masumi dengan wanita lain sejauh ini. Tiba-tiba tubuh Maya menegang, dari ekor matanya dia bisa melihat Masumi mendekat ke arahnya.
                “Selamat malam Pak Kuronuma,” pria itu menyapa, “Maya…”
Maya mengangkat matanya memandang Masumi. Pria itu sedang melihat kepada Kuronuma. Maya merasa sangat sedih.
“Pak Kuronuma, bagaimana sejauh ini? Apakah ada masalah?” tanya Masumi.
“Tidak ada yang berarti. Hanya ada satu masalah yang ternyata cukup mengganggu. Bidadari Merah kami sering kehilangan konsentrasinya. Untunglah belakangan ini sepertinya sudah membaik. Semoga saja semuanya akan kembali normal seperti dulu lagi,” sindir Kuronuma.
Maya bisa merasakan wajahnya memanas.
“Benarkah?” Masumi  menoleh kepada Maya, “kuharap semua masalahmu bisa segera selesai, Maya. Daito sangat berharap Bidadari Merah bisa kembali pada kejayaannya dulu,” ucapnya datar.
Maya menggigit bibir bawahnya tidak kentara.
“Apakah aku harus meninggalkan kalian berdua?” tanya Kuronuma.
“Tidak perlu, Pak Kuronuma,” sergah Masumi cepat. “Saya sudah harus permisi. Saya kemari bersama Mina Hasegawa. Saya tidak enak meninggalkannya lebih lama lagi,” terang Masumi.
“Ah, ya, aku dengar film debutannya, ‘Menghapus Jejakmu’ sangat sukses. Sudah bisa diduga dari Daito. Selamat, Pak Masumi,” ucap Kuronuma.
“Terima kasih, Pak Kuronuma. Jika kau dan para pemainmu ingin menyaksikannya, hubungi saja aku. Aku bisa menyediakan undangan khusus untuk kalian,” kata Masumi ramah, lantas permisi pergi.
“Pak Masumi!” Seru Maya, memanggil.
Masumi menghentikan langkahnya. Beberapa orang di dekat mereka juga ikut menoleh pada Maya. Keduanya bisa mendengar bisik-bisik yang mulai berdengung.
“A… aku akan membuat Bidadari merah sukses! LIhat saja! Kau jangan khawatir!“ Seru Maya.
Masumi menoleh kembali kepada gadis itu.
“Aku sangat menantikannya,” katanya tersenyum tipis, lalu kembali berbalik dan pergi.
“Dia benar-benar pria dingin,” gumam Kuronuma.
Maya mengeratkan rahangnya.
Benar. Dingin, tidak berperasaan, membingungkan, menyebalkan, egois, gila kerja…
Maya bisa merasakan dadanya mulai kembali sesak.
Tapi aku mencintainya… sangat mencintainya…
Gadis itu tidak lepas memandangi Masumi yang berjalan mendekat pada Mina Hasegawa.
“Apakah tidak sebaiknya kau bicara dengannya, Maya?” suara Sakurakoji yang baru kembali dari mengambil minuman menyadarkan Maya.
“Kau sudah kembali?” tanya Kuronuma.
“Kau lihat sendiri, dia yang tidak ingin bicara denganku,” kata Maya.
“Biasanya kau tidak begini, kau akan berkeras saat menginginkan sesuatu,” kata pemuda itu.
Maya terdiam.
“A… aku ingin berjalan-jalan. Sendirian. Menenangkan perasaanku. Maaf, aku…”
“Ya, tidak apa-apa, Maya…” potong Kuronuma pengertian.
Maya mengangguk berterima kasih. Lantas meninggalkan kedua pria itu.
Sekali-dua kali Maya disapa oleh beberapa orang yang mengenalnya. Bu Utako, Ayumi dan Hamill serta beberapa aktris yang sempat bekerja sama dengannya. Namun dia lebih sering sendiri, mengamati bunga-bunga yang ada di sana. Juga beraneka hiasan yang ada di taman itu. Berkeliling menenangkan pikirannya. Tapi sulit, terlalu sulit. Matanya selalu mencari Masumi walaupun dia tidak mau. Berkali-kali tanpa sadar dia memandangi pria itu. Tak sekalipun pria itu memandangnya.
Sebuah musik yang lembut mengalun, beberapa pasangan berdansa di depan panggung, di pinggir kolam berbentuk oval tersebut. Malam itu sangat cerah. Ada beberapa bintang dan bulan ikut berpesta pora untuk Ayumi. Tapi hati Maya mendung.
Saat kemudian matanya menangkap sosok Masumi yang sedang berdansa dengan pasangannya malam ini, Maya sudah tidak tahan lagi. Diambilnya sebuah minuman beralkohol dan ditenggaknya habis satu gelas. Ia kembali meraih satu gelas lainnya dan meminumnya. Terbatuk-batuk. Lantas menghabiskannya. Maya bisa merasakan kepalanya mulai pusing. Maya mengerjap-ngerjapkan matanya.
Matanya kembali mencari Masumi. Pria itu masih berdansa dengan aktris debutan Daito yang saat ini sedang naik daun tersebut. Tersenyum kepadanya.
“Pak Masumi…” gumamnya lirih.
Maya berpikir untuk menghampirinya. Ingin memeluknya, bicara kepadanya. Maya berjalan tidak seimbang di sekitar kolam. Tiba-tiba tubuh mungilnya terdorong oleh seseorang di tengah keramaian itu.
“Kyaa!!!’
BYUURR!!!!
Maya bisa merasakan dengan cepat tubuhnya kuyup, tertarik ke dalam kolam. Semakin dalam, semakin dalam. Maya tidak tahu apakah dia menggerakkan tubuhnya atau tidak. Yang pasti air itu masuk ke dalam hidungnya, matanya, telinganya dan mulutnya. Dengan cepat memenuhi paru-parunya.
Maya meronta sekuat tenaga. Sesak yang sangat dirasakannya.
Masumi…!! Masumi…!!! Tolong aku… Masumii…!!! Tolong aku Masumii….
Teriak benaknya, sebelum gadis itu kehilangan kesadarannya.
Masumi yang melihat Maya terjatuh ke sisi kolam, segera melepaskan tangannya dari Mina. Dilemparkannya jasnya sebelum dia terjun ke dalam kolam unuk menolong Maya.
Masumi berhasil meraih gadis itu dan mengangkatnya ke permukaan. Air mengalir dari mulutnya dan gadis itu memejamkan matanya.
Maya…!!
Seru benaknya, panik.
Sekuat tenaga Masumi menarik Maya ke pinggir kolam. Ditidurkannya gadis itu di bawah lantai dan Masumi mulai menekan dadanya beberapa kali.
“Bangunlah Maya… bangun…” kata Masumi sambil menekan-nekankan tangannya.
Nafas gadis itu masih berhenti.
Orang-orang masih terkejut dengan peristiwa yang terjadi dan berkumpul memandangi keduanya.
Masumi menempelkan mulutnya ke mulut Maya yang terbuka. Meniupkan udara beberapa kali lantas memompa lagi dadanya. Berkali-kali sambil memanggil-manggil nama gadis itu putus asa.
“Kumohon Maya… bangunlah, kau jangan seperti ini. Kau tidak boleh seperti ini…”
Masumi melakukan hal itu tanpa henti. Memompa dadanya dan meniupkan udara ke mulutnya. Dia berpacu dengan waktu. Jika gadis itu tidak segera bernafas…
Tiba-tiba buih keluar dari pinggiran mulut Maya disusul luapan air kolam disertai batuk-batuk yang keras. Maya akhirnya tersadar. Dengan susah payah dia berusaha bernafas. Masumi sangat lega melihatnya. Demikian juga  para tamu yang bersamaan menghela nafas lega.
“Pak… Masumi…” gumam Maya sambil menatap lemah pada pria yang begitu dirindukannya selama ini.
“Maya… ya Tuhan… Maya, kupikir aku akan kehilanganmu…” kata pria itu, kini dia gemetar.
Diangkat dan dipeluknya tubuh Maya.
“Kenapa kau selalu berbuat ceroboh…” ujarnya sambil memeluk Maya lebih erat.
“Maaf…” gumam gadis itu. Lemah.
Masumi memandangi gadis itu lantas menciumnya. Tidak dihiraukannya para tamu yang kembali menahan nafas secara serentak. Masumi bisa merasakan bibir Maya yang dingin. Tubuhnya yang gemetaran.
Pak Masumi…
Masumi melepaskan bibirnya dari bibir Maya dan membelai rambutnya.
“Sudah bisa berdiri?” tanyanya.
Maya mengangguk.
Masumi lantas membantunya berdiri sambil mendekap bahunya. Gadis itu masih sangat lemah.
“Jas Anda, Tuan.” Salah seorang pelayan menyerahkan jas Masumi.
Masumi meraihnya dan memasangkannya di tubuh Maya.
“Kalian tidak apa-apa?” tanya Ayumi khawatir.
“Ayumi… maaf… aku…” ucap Maya terbata.
“Tidak apa-apa Maya, yang penting kau selamat,” kata gadis itu.
“Ayumi, maaf, tapi sepertinya kami harus meninggalkan pestamu lebih cepat,” Masumi berpamitan.
“Iya, tidak apa-apa Pak Masumi,” kata Ayumi.
Masumi lantas menggiring Maya keluar bersamanya.
“Aku akan mengantar Maya. Tolong kau antarkan Mina Hasegawa, dan sampaikan permintaan maafku kepadanya,” pesan Masumi kepada Mizuki sebelum meninggalkan pesta tersebut.
Mina Hasegawa…
“Tuan, Anda tidak apa-apa?” sopirnya bergegas menghampiri melihat Masumi dan Maya basah kuyup malam itu.
“Tidak apa-apa. Tolong bawa kami ke apartemen Maya dan keluarkan handuk dari bagasi.” Perintahnya.
“Baik, Tuan,”
Maya dan Masumi masuk ke dalam mobil. Sopirnya lantas mengeluarkan sebuah handuk dari perlengkapan darurat Masumi.
Masumi mengeringkan Maya dengan handuknya.
“Dingin?” tanya Masumi, sambil melingkarkan handuk itu di tubuh Maya.
“Sedikit,” jawabnya.
Namun bibirnya terlihat gemetar.
Masumi lantas memeluk tubuh gadis itu.
“Aku juga tidak bisa berbuat banyak, tubuhku sendiri basah kuyup,” kata Masumi.
“Tidak apa-apa… seperti ini rasanya sudah lebih hangat…” ujar Maya, sambil mengeratkan pelukannya pada Masumi.
Maya…
“Kenapa kau sampai jatuh ke dalam kolam? Walaupun ada kolam di sana, semua tahu ini bukan waktunya berenang Maya…” canda Masumi, berusaha menenangkan Maya.
“A… aku agak mabuk tadi. Sepertinya ada yang tidak sengaja menyenggolku jadi aku… aku…”
“Ya sudahlah,” Masumi mengusap-usap lengan Maya yang terbungkus handuk. “Nanti lagi saja bicaranya.”
Sekian lama keduanya hanya terdiam. Maya berusaha menenangkan dirinya dalam pelukan Masumi. Gadis itu sungguh merindukannya, tidak terasa air mata mengalir kembali di wajahnya. Maya yakin pria itu juga menyadari, namun Masumi tidak menanyakan apapun kepadanya.
Masumi menurunkan Maya di apartemennya.
“Anda tidak… masuk dulu?” tanya Maya.
Maya bisa melihat pria itu tertegun. Lalu menggeleng.
“Aku juga harus segera pulang dan berganti pakaian,” ujar Masumi singkat.
Keduanya berpandangan.
“Masuklah Maya, nanti kau sakit.” Kata Masumi.
Gadis itu mengangguk. Maya lalu melangkah meninggalkan Masumi. Namun hatinya gundah.
Apakah Pak Masumi…
Maya berbalik. Laki-laki itu belum masuk lagi ke dalam mobilnya. Masih berdiri di sana memandanginya.
Spontan Maya berlari kembali ke arahnya. Lantas menarik dasi di leher Masumi. Membuat pria itu terpaksa merendahkan badannya.
Ukh!!
Masumi terhenyak kaget.
Maya mengecup bibir pria itu.
“Terima kasih!” katanya, sebelum kembali berbalik dan berlari meninggalkan Masumi. Maya bisa merasakan jantungnya memacu dengan cepat dan wajahnya yang memanas.
A, aku menciumnya… apakah dia marah? Aku tidak mau menoleh lagi, tidak mau…!!
Seru benaknya, sangat malu.
=//=
                Maya menatap cermin di hadapannya. Jemarinya menyentuh bibirnya.
Aku mencium Pak Masumi…
Kata-kata yang sama yang terngiang di benaknya semalaman.
Marah tidak ya dia… tapi… tapi… bukankah kemarin dia juga menciumku saat di pinggir kolam?
Semu-semu bahagia tampak di wajah gadis itu. Pikiran bahwa mungkin Masumi masih mencintainya membuat gadis itu sangat bahagia.
Tapi dia belum menghubungiku lagi…
Maya menghela nafasnya.
Mungkin kemarin hanya tindakan spontan karena dia merasa lega aku baik-baik saja…
Maya kembali terlihat kecewa.
Sudahlah Maya, jangan terlalu banyak berkhayal. Pria itu sudah menyadari kesalahannya. Iya benar. Kemarin itu hanya sebuah kesalahan. Antara aku dan Pak Masumi… semuanya hanyalah sebuah kesalahan…
Rasa sakit itu kembali menyapanya. Maya menutupi wajahnya dengan kedua tangannya.
Pak Masumi…
Bunyi telepon mengejutkannya, Maya sedikit terlonjak.
Mungkinkah itu Pak Masumi?
Dengan cepat Maya berlari menghampiri telepon yang terpasang di apartemennya.
“Halo…” sapa Maya.
“Halo…” jawab yang di seberang sana. Wanita.
Bukan Pak Masumi.
Pikir Maya kecewa.
“Ini aku, Mizuki,” si penelpon menyebutkan namanya. “Apa kau ada di apartemenmu?” tanya wanita itu.
“Iya, apakah ada yang bisa kubantu?” Maya mengerutkan keningnya bingung.
“Ya, aku bermaksud ke tempat Pak Masumi sekarang. Pak Masumi memintaku untuk mengambil jas dan handuknya  yang ada padamu mumpung sekalian lewat…” kata Mizuki.
Maya tertegun.
Kenapa Pak Masumi tidak mengambilnya sendiri…
“Maya?”
“Ah, i, iya baiklah...”
“Oke, kita bertemu di CafĆ© Bluebell saja ya, di lantai dasar. Aku sebentar lagi sampai.”
Maya menyanggupi sebelum menutup teleponnya.
=//=
“Maya!” Panggil Mizuki saat dilihatnya Maya memasuki cafĆ©.
Maya duduk di hadapan Mizuki.
“Apa kabarmu Maya? Setelah  kejadian semalam…”
“Aku baik-baik saja. Untung Pak Masumi menyelamatkanku…” mengucapkan nama Masumi raut wajah Maya berubah sendu.
Mizuki mengamatinya.
“Mau memesan sesuatu?” tawarnya.
Maya menggeleng.
“Kudengar kau belakangan sempat kesulitan berlatih Bidadari Merah lagi. Apakah ada yang kau pikirkan? Tapi sekarang semua sudah baik-baik saja kan?” tanya Mizuki.
Maya mengangkat wajahnya. Menatap heran.
“Dari mana Anda mendengarnya?” tanya Maya.
Mizuki memutar-mutar cangkir kopinya di atas tatakannya. Tampak berpikir.
“Tentu saja dari Pak Masumi, Maya. Dari siapa lagi?” wanita itu menatap Maya.
Maya tertegun.
“Dari… Pak… Masumi?” gumamnya tidak percaya.
“Iya. Memangnya menurutmu, apa yang dilakukannya selama ini selain mengawasi perkembangan Bidadari Merah dan keadaanmu?”
Bidadari Merah…
 “Tentu saja… demi Bidadari Merah. Karena Pak Masumi sangat peduli dengan keadaan Bidadari Merah. Begitu kan, Nona Mizuki?” Maya tersenyum kecut.
“Bukan,” sanggah Mizuki. “Karena dia mencintaimu.”
Maya termangu dengan ucapan Mizuki. Gadis itu menatap Mizuki bingung.
“Apakah itu yang dikatakan Pak Masumi?”
“Dia tidak perlu mengatakannya agar aku bisa mengetahuinya,” Mizuki menghela nafas. “Atasanku itu orang yang sangat cerdas, namun entah kenapa jika sudah menyangkut dirimu pemikirannya jadi konyol dan tidak masuk akal. Diberi masukan apapun dia tetap dengan pendiriannya. Sangat keras kepala,” kata  Mizuki.
Maya mengamati Mizuki semakin bingung. Tidak tahu ke arah mana pembicaraan ini dibawanya.
“Nona Mizuki, aku tidak mengerti maksudmu. Apakah menurutmu Pak Masumi masih mencintaiku?” tanya Maya tidak percaya.
Mizuki tertawa kecil.
“Tentu saja Maya, apa kau berpikir sebaliknya?”
“Ta, tapi, bukankah Pak Masumi membenciku?”
“Membencimu?”
“Iya. Dia mengabaikanku. Tidak pernah menghiraukanku lagi. Sejak dia memutuskan pertunangan kami, tak sekalipun dia berbicara padaku. Hanya tadi malam, dia baru mulai menyapaku. Itu  pun hanya sekedar basa basi…” gadis itu menahan tangisnya.
“Maya…” Mizuki menatap Maya, “kau memang sangat lugu…” gumamnya.
Eh?
Maya tertegun.
“Kau pikir Pak Masumi membatalkan pertunangan karena dia sudah tidak mencintaimu dan membencimu, begitu?”
Maya mengangguk.
“Bukankah memang begitu?”
“Tentu saja bukan,” sanggah Mizuki. “Dia membatalkan pertunangan kalian karena dia merasa sekarang bukan waktu yang tepat untuk mengurus masalah ini. Dia tidak mau masalah ini membebanimu. Pikiranmu sudah tersita untuk pementasan Bidadari Merah dan lain sebagainya. Pak Masumi berpikir jalan terbaik untuk saat ini adalah menghentikan pertunangan kalian dan memutuskan hubunganmu dengannya,” beber Mizuki.
“Tapi Pak Masumi selalu bersikap tidak acuh kepadaku. Kupikir dia sudah dengan mudah melupakanku dan berpaling pada Mina Hasegawa…” kata Maya dengan polos, gadis itu mulai terisak.
“Maya, kau tahu sendiri Pak Masumi sangat pandai berpura-pura dan memendam perasaannya. Tapi kau seharusnya tahu, Pak Masumi selalu memikirkan yang terbaik untukmu," terang Mizuki. "Mungkin benar saat itu dia marah. Kau tahu sendiri dia sangat pencemburu buta. Dan kalau dia sedang cemburu atau bertengkar denganmu, tidak hanya aku, satu Daito akan diterornya. Sudah sebulan ini kami merasa seperti sedang berada di medan perang. Dia selalu saja berteriak-teriak dan membentak. Marah pada setiap orang yang ada di dekatnya. Bahkan dia memarahi pelayan restoran yang menyajikan saus teriyaki sedangkan dia ingin saus barbeque. Padahal aku dengar sendiri dia yang memesan saus teriyaki,” terang Mizuki.
Mau tidak mau Maya tertawa mendengar hal itu. Maya lalu menghela nafasnya lega.
“Kupikir dia benar-benar tidak peduli dengan masalah pernikahan kami dan akhirnya menyadari kesalahannya telah melamarku…”
“Maya, Kau pikir kenapa dia sangat sibuk belakangan ini? Itu karena dia ingin segera menyelesaikan semua masalah pekerjaan yang menyita waktu dan perhatiannya sebelum pernikahan kalian. Sehingga pada waktunya nanti, dia bisa meluangkan waktu sedikit lebih banyak untuk bulan madu kalian. Ya, harusnya aku tidak menceritakan ini semua kepadamu. Tapi sudah cukup rasanya teror yang Pak Masumi tebarkan di Daito. Kuharap kalian bisa segera berbaikan, karena hanya kau yang bisa membuat Pak Masumi menjadi sedikit lebih manusiawi…” terang Mizuki.
“Tapi aku tidak tahu bagaimana cara berbaikan dengannya. Pak Masumi masih menghindariku. Buktinya saja, dia meminta Nona Mizuki mengambilkan jas dan handuknya, ‘kan?” Maya mengerucutkan bibirnya. “Nona Mizuki, apakah Anda tahu sampai kapan Pak Masumi berencana mendiamkanku?” selidik Maya.
“Aku tidak tahu, Maya. Yang kutahu, dia sempat mengatakan tidak ingin mengungkit masalah ini sampai Bidadari  Merah dipentaskan,” terang Mizuki.
“Sampai Bidadari Merah dipentaskan?”  Seru Maya, “itu masih sebulan lagi…!” imbuhnya, tidak percaya. “Apa sih yang orang itu pikirkan, benar-benar egois! Apa dia bermaksud mendiamkanku selama itu?” gumamnya.
“Itulah yang kumaksud dengan cara berpikirnya kadang konyol dan tidak masuk akal.” Mizuki meminum kopinya.
Maya termangu, berpikir.
“Nona Mizuki, aku tidak bisa memberikan jas dan handuk ini kepadamu,” ujar Maya. “Katakan padanya agar datang sendiri dan mengambilnya dariku. Dan kalau dia tidak mau…” Maya terdiam sebentar, “minta dia berhenti menjadi Mawar Ungu-ku.”
=//=
                Bel pintu apartemen Maya terdengar nyaring malam itu.
                Maya berkaca untuk yang terakhir kalinya sebelum membuka pintu. Setelah dirasanya cukup cantik, Maya menuju pintu dan membukakannya bagi Masumi, pria yang sudah ditunggunya.
                “Selamat malam…” sapa pria itu. Datar saja.
                “Se,selamat malam,” jawab Maya. Entah apa yang terjadi padanya, namun rasa gugup tiba-tiba saja menyergapnya. Padahal Maya sudah mempersiapkan diri untuk bertemu Masumi. “Masuklah.”
                “Aku tidak akan lama, hanya ingin mengambil jas dan handukku yang masih ada padamu,” kata Masumi cepat, begitu dia duduk di ruang tamu.
Pak Masumi…
“Oh, ini untukmu,” Masumi menyerahkan mawar ungu yang dibawanya.
“Terima kasih,” ucap Maya pelan saat menerimanya.
“Aku tidak tahu oleh-oleh apa yang harus kubawa, dan karena kau sangat menyukai bunga itu, jadi aku membawakan itu saja,” terang Masumi.
“Bukan bunganya yang kusukai,” Maya menatap Masumi, “tapi dukungan darimu yang kau berikan melalui bunga ini yang membuatku menyukainya,” katanya.
Pria itu memalingkan pandangannya dari Maya.
“Pak Masumi, ada yang ingin kubicarakan,” kata Maya.
“Bicaralah,” jawab Masumi dingin.
“Kenapa kau memutuskan pertunangan kita secara sebelah pihak?” tanya Maya, tanpa bisa ditahan suaranya terdengar gemetar. Rasa sakit yang sempat menghilang kini kembali datang.
Masumi kembali menatap Maya.
“Jadi itu yang ingin kau bicarakan?”
“Benar. Kau tiba-tiba memutuskan pertunangan dan mengabaikanku sama sekali. Hatiku sangat sakit, apa kau tahu?” Maya menautkan kedua alisnya. Sakit.
“Bukankah itu yang kau inginkan?” tanya Masumi tajam.
“Aku…!”
“Lagipula, aku sudah memikirkannya, kita mungkin memang lebih baik seperti ini. Kita terlalu jauh berbeda.” Masumi beralasan.
“Bukankah sedikit terlambat untuk menyadari hal itu?” Maya menatap mata Masumi dalam.
“Dan bukankah sedikit terlambat untuk kita membicarakan hal ini?” Masumi balas menatapnya.
Keduanya berpandangan, sedikit tegang.
“Kau lihat? Bahkan sekarang kita sudah mau bertengkar lagi, sudahlah Maya…”
“Apa kau sudah tidak mencintaiku, Pak Masumi?”
Pria itu tertegun.
                “Kalau benar, kenapa kau datang malam ini? Aku yakin bukan hanya karena kau ingin mengambil jas dan handukmu kan?” Maya menatap lekat lelaki itu yang masih terdiam tanpa ekspresi. “Mungkin karena kau memang ingin berbicara kepadaku, atau mungkin kau masih ingin menjadi Mawar Ungu-ku? Atau hanya ingin melihat keadaanku?” Maya menunggu pria itu menjawab namun tidak sepatah katapun keluar dari bibirnya. “Namun apa pun alasannya, itu semua karena kau masih peduli padaku. Iya ‘kan, Pak Masumi?”
                “Maya, aku tidak ingin membicarakan masalah ini. Sudah cukup, aku tidak ada waktu lagi. Aku harus kembali sekarang,” elak Masumi.
                “Lalu kapan? Kau ingin membicarakannya setelah Bidadari Merah?” tekan Maya.
                Pria itu tidak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya, matanya membuka sedikit lebih lebar dan kembali menoleh pada Maya. Masumi tahu, Mizuki sudah menceritakan semuanya.
                “Kau sangat percaya diri, Pak Masumi. Apakah kau pikir saat itu aku masih akan menerimamu kembali?” Mata bening gadis itu tidak sekalipun melepaskan pandangannya dari Masumi.
                “Aku tidak pernah berpikir kau akan menerimaku lagi, Maya. Setelah semua hal yang terjadi, setelah semua yang kulakukan kepadamu. Aku mengerti kalau kau membenciku,” kata Masumi.
                “Aku memang membencimu,” kata Maya, mulai menundukkan kepalanya. “Benci karena kau selalu mengambil keputusan sendiri. Benci karena kau selalu berpura-pura dan tidak pernah mengatakan apa yang ada di dalam pikiranmu. Benci karena kau selalu membiarkanku salah paham. Aku benci, karena kau sangat egois. Juga benci karena kau selalu mengisi pikiranku, benci karena kau selalu membuatku merindukanmu, benci karena kau sudah membuatku jatuh cinta dan tidak bisa berpaling pada laki-laki lain!” Maya menoleh pada Masumi yang tampak tercengang. “Aku membencimu untuk semua itu.”
                “Maya…”
Gadis itu berpindah dan duduk di sebelah Masumi.
“Aku sudah mengatakan apa yang ada dalam benakku. Bisakah kau juga melakukannya?”
Masumi terdiam sedikit lama.
“Aku ingin mengambil jas dan handukku lalu segera pergi,” kata Masumi. “Jika tidak, aku akan mencarinya sendiri.” Pria itu menoleh pada Maya.
Maya mengeratkan rahangnya, air mata itu kembali mendesak. Dari tadi dia sudah berusaha terlihat kuat, tapi Masumi tidak bisa diajak berkompromi. Gadis itu meneteskan air matanya juga.
“Kalau kau pergi sekarang, aku sungguh-sungguh tidak akan menerimamu lagi,” kata Maya, gemetar.
Masumi tidak mengatakan apapun.
Akhirnya Maya beranjak mengambil jas dan handuk Masumi yang sudah rapi kembali seperti baru.
“Terima kasih untuk pertolongannya tadi malam,” Maya menyerahkan kedua benda tersebut.
Masumi menerimanya tanpa berkata apa-apa.
“Pak Masumi, tolong kabulkan permintaan terakhirku…” pinta Maya.
Masumi tertegun.
“Apa yang kau inginkan?” tanya pria itu.
“Bisakah kau menciumku untuk yang terakhir kalinya?” Maya menatapnya dengan mata yang memelas. Bekas air matanya masih terlihat di sana.
Masumi melandaikan badannya dan mendekatkan wajahnya pada wajah Maya. Keduanya bertatapan. Maya lalu menutup Matanya dan bisa dirasakannya bibir Masumi menyentuhnya dengan lembut. Maya membalasnya dan Masumi memberikan respon. Keduanya berciuman cukup lama. Tidak pernah mereka berciuman selama ini sebelumnya. Maya melingkarkan lengannya di leher Masumi dan tubuh keduanya semakin mendekat.
Tangan Masumi pun tidak menuruti perintah otaknya. Bukannya melepaskan, kedua tangannya menarik Maya semakin mendekat kepadanya. Tubuh keduanya merapat dan nafasnya mulai terengah.
“Pak Masumi jangan pergi…” pinta Maya, lirih. Tangannya menyentuh rahang pria itu.
“Maya…” Masumi kehilangan kata-kata.
Gadis yang selama ini sangat dirindukannya, kini berada dalam dekapannya.
“Maya, maafkan aku…” bisik pria itu, “aku sudah memperlakukanmu dengan sangat buruk.”
Maya menggelengkan kepalanya.
Keduanya kembali berciuman. Maya dan Masumi menyadari bahwa ciuman mereka kali ini akan membawa mereka pada sesuatu yang lebih intim.
“Maya… kita… bisa berhenti di sini…” ucap Masumi, terpatah-patah, berusaha mengendalikan dirinya. “Aku tidak ingin menyakitimu.”
Maya menatap mata Masumi yang sangat dekat dengan matanya, Bibir keduanya hampir tidak berjarak.
“Kau tidak mungkin menyakitiku Pak Masumi,” kata Maya.
Nafas gadis itu yang hangat, terasa seperti meraba bibir Masumi. Pria itu menelan ludahnya.
“Maafkan aku untuk perbuatanku sebelumnya, aku, sangat cemburu,” bisiknya.
“Aku juga,” Maya menyentuh bibir pria itu dengan ibu jarinya, ”apakah lukanya dalam?”
“Aku mendapatkan jahitan,” terang Masumi, tanpa mengurangi jarak wajah keduanya.
“Maaf,” sesal Maya.
“Tidak apa-apa, aku layak mendapatkannya." pria itu tersenyum tipis. "Kau harus lihat wajah dokternya. Dia tahu benar seorang perempuan menggigitku dan aku lebih tidak tahan dengan rasa malunya ketimbang rasa sakitnya,” tutur Masumi.
Maya tertawa kecil.
Masumi lalu menciumnya lagi. Ciuman keduanya semakin kerap dan bergairah. Keduanya saling menyebut nama masing-masing setiap kali bibir keduanya terpisah.
Masumi lantas menggendong Maya ke kamarnya. Dada gadis itu berdebar keras, dan dia bisa merasakan, demikian juga dengan Masumi.
Masumi membaringkan Maya dengan perlahan dan keduanya kembali berciuman.
“Maya… apa kau yakin?” tanya Masumi.
Gadis itu mengangguk. Keduanya kembali berciuman entah untuk yang keberapa kali.
“Pak… Masumi…” Gadis itu membelai wajah Masumi.
“Bukankah ini waktunya kau berhenti memanggilku ‘Pak’ Maya?” pria itu membelai rambut yang berada di sekitar wajah Maya.
Gadis itu tersenyum malu-malu.
“Masumi…” panggilnya lembut dan pria yang disebut namanya tersenyum penuh cinta kepadanya.
Maya lantas memejamkan matanya, hanya merasakan setiap sentuhan Masumi pada dirinya.
“Ma, Masumi…” panggil Maya saat Masumi membenamkan wajahnya di lehernya.
“Hmm…” Masumi tidak mengangkat wajahnya.
“Lampunya, matikan lam… punya…” kata Maya.
“Hm…” Masumi tidak begitu jelas mendengar ucapan gadis itu.
“Ma…sumi…” panggil Maya sekali lagi.
“Hm…”
“Lampunya…” pinta gadis itu.
“Biarkan saja,” gumamnya.
Maya tertegun.
“A, aku malu, matikan lampunya, Masumi…” kata Maya.
“Nanti… saja…” jawab Masumi.
Orang ini…
”Masumiii! Lampunyaa~” rajuk Maya kemudian, dan Masumi masih tidak menghiraukannya hingga Maya dibuat kesal jadinya.
“Masumi!! Cepat matikan lampunya, atau aku akan menghantam dengan lututku apapun ini yang berada di dekatnya!!” Ancam Maya kemudian.
Masumi mengangkat wajahnya, tertegun.
“Apakah kau berencana untuk mengirimku ke dokter setiap kali aku masuk ke kamarmu, Maya?” tanya Masumi, khawatir.

=//=
<<< Missing You ... End >>>

16 comments:

orchid on 20 June 2011 at 12:06 said...

awalnya sedih, dan mulai berpikiran ending sedih ini barangkali, membaca sambil mengendalikan diri untuk segera ke akhir, mendekati akhir malah membuat lebih mengendalikan diri, huahahahaha, bagusssss, ty

Nana said...

Hahaha.... Kocak sekali lho iniii! Tuh kan jd lupa makan siang deh diriku.

Bagus ty, lucu2 nyebelin gt masuminya..

Anonymous said...

aduh...aduh...aduh...wkwkwwkwkwkwkkw..hihihihhii..
aku kirain Masumi lagi kesambet ampe sgitunya ke Maya...
Maya rupanya suka hubungan gelap ya..>>hubungan di tempat gelap oooooooops<<...Matikan lampunyaa!!!!!!!!!!....wkwkwwkwk..trus gigit bibir Masumi...xixixxixixi
-KATARA HAYAMI-

Bree said...

Glek.. Glek. Glek..

Muree on 20 June 2011 at 17:07 said...

Huahahaha...endingnya lucuuuuu.....!!!! Ty emang jago banget deh bikin cerita..Ditunggu one shot lainnya yaaaa...-muri-

Anonymous said...

bwaaaaahaaahaahh..........dudullllllll

Widiya on 22 June 2011 at 14:59 said...

hahaha lucu banget.................^^

hellen said...

aaww.. aawww... aaawww.. Mantap ty, bikin yang kayak gini lagi yaaa mesranya!!

Anonymous said...

hmm...hmmmm...bukan seperti masumi ah yang awalnya...jadi serem...masa cemburu jadi mo perkosa maya T___T
untung terakhirnya baikan....fiuuhhh ehehhehee... ditunggu one shot lainnya ya ty...komediiiiii wakakakkaakaaa
-reita

fad said...

Ty emang paling jago bikin orang penasaran dan deg-degan abizzzz...bikin lagi ya Ty hehe..

Anonymous said...

bagusss... sukaaa... nyebelin, bikin sedih, lucu, romantis, lengkap... trims ty!
-nadine-

Resi said...

12.08 xixixi, ketawa ngikik tengah malem.
Bikin dada sesak, keluar air mata,n ngikik tengah malem. Good job ty. I like it...

tetis said...

baguus bangeettt .. boleh req nga koji donk ma maya .. hehe .. tapi maya masumi emang paling okee

Anonymous said...

"mencium maya dengan kasar???////" hmmm,,,sisi lain masumi,,,nice ty,,

_a2n_

Anonymous said...

Lucu banget sih....matiin lampunya..wkwkwk

Anonymous said...

Bagus ceritany... Tp mnrtku karakter masumi agak menyimpang.. Mnrt ku tdk mgkn masumi mengasari maya dlm adegan skinskip... Meski dalam kecemburuan buta... Bg ny maya adalah sesuatu yg sgt fragile yg hrs diperlakukan hati hati... only comment not a critic. Btw sy suka wktu mereka berdua berbaikan...

Post a Comment

Silahkan kritik, saran, sapa dan salamnya... :)

 

An Eternal Rainbow Copyright © 2011 Design by Ipietoon Blogger Template | web hosting