Wednesday 15 June 2011

Fanfic TK : 'Cos I Love You Ch. 5

Posted by Ty SakuMoto at 09:19
Fanfic TK: ‘Cos I Love You
(By. Riema)


Chapter 5 : This is goodbye


            Masumi berlari sambil menggendong Maya yang tak sadarkan diri. Tanpa menghiraukan nafasnya yang terengah-engah, Masumi terus berlari menembus kabut subuh yang dingin mencucuk. Pria itu begitu khawatir karena Maya yang dikiranya tertidur mengigau tak jelas. Lalu kemudian tubuhnya demam tinggi dan berkeringat dingin.
            Maya tak juga terbangun betapapun Masumi mencoba membangunkan. Masumi mencoba mencari informasi untuk mendapatkan bantuan. Tapi ternyata air meluap menenggelamkan jembatan menuju tempat mereka berada, sehingga mobil tidak dapat menjangkau mereka.
            ‘Ada jalan setapak jika anda bersedia berjalan melewatinya. Kami akan memandu anda’ Masumi masih mendengar suara itu dengan jelas, seseorang dari Rumah Sakit daerah . Dengan tegas Masumi menyanggupi, tak mungkin dibiarkannya Maya seperti itu. Siapa yang dapat memastikan bahwa keadaan Maya tidak akan lebih parah jika dibiarkan begitu saja.
            Masumi bertanya-tanya, sudah berapa jauhkah dia berlari. Kenapa jalan setapak ini belum juga tampak ujungnya. Mereka akan dijemput di ujung jalan itu. Di punggungnya, Maya mengigau gelisah.
            ’Terlihat...... Terlihat......’ Masumi akhirnya melihat akhir jalan setapak itu. Seperti yang sudah di janjikan, sebuah mobil ambulance menanti. Beberapa orang perawat bersiap menyambut mereka.

***
Masumi duduk terpekur disamping tempat tidur Maya. Kedua tangannya menggenggam tangan gadis itu. Hari sudah siang, tapi Maya belum juga siuman. Maya terus terpejam, gelisah seperti orang bermimpi buruk.
’Maya, sebenarnya kau ini kenapa?’ Masumi menyeka peluh di dahi Maya
’Pak Masumi.........’ Tiba-tiba Mizuki sudah ada di belakang Masumi
’Maaf, tadi saya mengetuk. Tapi anda tidak mendengar.’
’Tidak apa-apa Mizuki’
’Saya membawa baju ganti anda. Sebaiknya anda membersihkan diri dulu, anda tampak berantakan’
‘Hemm.....’ Masumi tidak mengalihkan pandangannya dari Maya
’Saya juga sudah mengambil mobil anda, ada di tempat parkir jika anda memerlukannya’. Imbuh Mizuki
’Terima kasih Mizuki......’
’Perlukah Saya memberitahu teman-temannya tentang keadaan Maya?’
’Tidak. Jangan dulu. Dokter bilang seharusnya Maya tidak apa-apa. Ini mungkin efek dari kecelakaan itu. Dia seperti sedang tertidur, entahlah. Selain demam ini, tidak ada gejala yang aneh. Demamnya akan reda 2-3 hari lagi. Biarkan aku mengurusnya. Lagi pula aku sudah meminta dokter Kazuaki Tsuchiya untuk datang  memeriksa Maya. Bila 2 hari ini Maya tidak membaik, kau boleh memberitahu mereka.’
’Baiklah...... Anda pergilah dulu. Biar saya yang menjaga Maya’ Kata Mizuki setangah memaksa. Akhirnya Masumi pergi meninggalkan kamar itu.
’Maya......’ Mizuki duduk
’Kau ini. Sungguh membuat bosku yang tidak berperasaan itu menjadi aneh, dia terlihat begitu normal. Apa yang sebenarnya sudah kau lakukan padanya? Bangunlah. Jangan lakukan ini lagi padanya. Kau sudah cukup menyiksanya, kau tau? Sudah cukup....... Hanya dengan terbangun saja, kau akan memberinya banyak kebahagiaan.....’
***

            Maya menangis dalam gelap, tak yakin apakah matanya terbuka atau tertutup.
            ‘Ibu...... ibu dimana? Kenapa begitu gelap? Tolong aku ! Pak Masumi...... tolong aku’ Maya terisak makin keras. Betapa kegelapan yang sangat pekat ini begitu menghimpitnya. Dia bahkan tidak ingat dimana dirinya.
            ’Apa yang sebenarnya terjadi? Ini ....... dimana?’ Maya bertanya pada dirinya sendiri. Mencoba mengingat. Tapi tak satupun ingatan singgah di kepalanya. Seakan tembok maha tebal dan kokoh menghadang ingatannya, sedikitpun tak bisa ditembus.
Maya berjalan lagi menyusuri tembok panjang dan pekat itu. Tak ada apa-apa disitu. Tangisnya sudah berhenti, tapi rasa takut menyerangnya bertubi-tubi. Menyakiti tubuhnya dari segala penjuru.
Tiba-tiba dilihatnya spotlight menyoroti sesuatu, Maya terseok seok menghampiri.
            ’Siapa itu? Itukan, aku?’ Maya melihat dirinya memeluk sebuah kotak, kotak abu ibunya tepatnya.
            ’Ibu.........’ Gelombang kesedihan yang dahsyat melandanya
            ’Ibu yang sedang sakit, yang tak bisa melihat, yang sangat ingin bertemu aku. Dikurung dengan tanpa perasaan demi promosi, demi aku. Oleh Masumi Hayami, orang tak berperasaan itu...... Maafkan aku ibu, semuanya karena aku. Ibu meninggal karena aku’ Maya kembali tersedu.
Lalu diarah berlawanan, dilihatnya spotlight lain. Maya menegaskan pandangannya. Dilihatnya dirinya bersama Masumi Hayami. Mereka tertawa, berpelukan, dan tampak sangat bahagia.
            ’Pak Masumi........’ Serangkaian ingatan menyerbu masuk ke kepalanya. Ingatan bahagia dengan Masumi yang mengalirkan kehangatan ke seluruh rongga tubuhnya.
            ’Aku mencintai anda..... aku sangat mencintai anda......’ Maya sekilas tersenyum bahagia, lalu kemudian terisak lagi saat bayangan dirinya memeluk kotak abu terpantul di matanya.
            ’Ibuuuuuuu..... ’
Dua ingatan itu saling tarik menarik, menyakiti Maya tanpa ampun.
            ’Ibu, aku tau aku berdosa padamu. Sungguh tak layak menerima maafmu....... tapi ibu, aku mencintai Pak Masumi, mencintai orang ini dengan segenap hatiku. Ampuni aku ibu. Aku ini anak durhaka........ durhaka.........’Lalu tiba-tiba kegelapan menyelimutinya lagi. Membuta totalkan matanya. Menyeretnya lagi pada rentetan ingatan. Sambung menyambung, berputar putar. Maya melihat film dirinya, semua ingatan Masa kecilnya, Kenangan indah bersama ibu tercintanya. Kemarahan ibunya, kematiannya yang membawa duka mendalam padanya.
Lalu pertemuannya dengan teman-temannya, dengan Koji. Gambaran hubungan singkatnya dengan Satomi memercik laksana kembang api, sekilas, tapi berwarna.
Film itu terus berputar memperlihatkan dirinya yang sedang berakting, semua peran yang pernah dilakoninya tergambar jelas. Hatinya bergelora, dia ingat betapa dia sangat mencintai akting. Betapa untuk aktinglah seluruh hidupnya dipertaruhkan.
Lalu putaran itu berhenti, sebuah wajah Close up memandangnya dengan hangat.
’Aku mencintaimu, belahan jiwaku’ Wajah itu berkata, menentramkan
’Belahan jiwaku......’Sambut Maya...... Airmatanya berurai, teringat rasa sakit yang terbawa oleh rasa bahagia itu.
’Kenapa cinta ini terasa menyakitkan..... Perih...... Haruskah rasa bahagia selalu disertai kepedihan seperti ini.......Pak Masumi.......’ Maya terjatuh lagi dalam kegelapan.
***

Tengah malam, Masumi tersentak dari tidurnya yang tak nyenyak karena teriakan Maya. Maya mengigau lagi, mengucap kata berulang ulang. Masumi meraba dahi Maya.
            >Tidak panas, mungkin hanya mengigau lagi seperti tadi siang< digenggamnya tangan Maya lagi, lalu menempelkan ke pipinya.
            ’Pak Masumi.......’ Masumi terlonjak. Tapi dilihatnya Maya masih terpejam
            ‘Rupanya mengigau...... Kau memimpikan aku Maya?’ Masumi tersenyum.  Maya meracau lagi, kali ini lebih jelas dibanding siang tadi. Masumi mendengarkan dengan seksama. Memperhatikan mimik Maya yang terkadang tampak kesakitan.
            Semakin lama Masumi mendengarkan, semakin timbul kesadaran baru pada dirinya. Lambat laun, Masumi terhenyak di kursinya.
            ’Begitukah? Ternyata seperti itu. Ternyata selama ini aku hanya menyakitimu. Cintaku menyakitimu. Kematian ibumu membebanimu seberat itu...... Seharusnya aku tau. Kau jatuh cinta pada pembunuh ibumu? Batapa menyiksanya, seharusnya aku tau.’ Masumi mengusap pipi Maya
Saat kau kehilangan ingatanmu tentang aku, seharusnya aku sudah sadar. Pikiran bawah sadarmu memilih melupakan cintamu padaku, dan memilih membenciku. Kau melindungi dirimu dari rasa sakit . Ugh.....Membenci sekaligus mencintaiku....... pasti membingungkan bagimu ya Maya.
Maafkan aku. Sementara kau menderita begini, aku dengan egoisnya berharap kau mencintaiku. Malah dengan tak tahu diri berharap memilikimu. Ukh... egois benar aku ini. Maaf..... Maafkan aku....... Seharusnya aku menyadarinya sejak awal.
            Kau tak boleh mencintai aku lagi Maya, tak boleh. Kau menyakiti dirimu sendiri. Betapapun kau menyangkalnya, hatimu tahu. Ooooh  kenapa jadi begini...... Baru saja kupikir, kebahagiaan akhirnya akan menyapaku, akhirnya dia melewatiku lagi. Hanya mempermainkan aku saja rupanya......’ Masumi tersenyum getir. Di hatinya, Masumi sudah mengambil keputusan penting.


Esok siangnya, Maya siuman. Seakan baru terbangun dari mimpi panjang, Maya terbangun dengan membawa seluruh ingatannya. Betapa bahagianya Maya, saat didapatinya Masumi berada di sampingnya. Terlebih saat perawat memberitahunya, apa yang telah dilakukan Masumi untuknya. Pipinya menghangat memandang Masumi yang berdiri agak jauh untuk memberikan keleluasaan dalam pemeriksaan Maya. Masumi tersenyum hangat, bahagia melihat Maya tersadar. Begitu ceria, tanpa suatu kekurangan. Hanya harus tinggal sampai besok untuk memulihkan kondisinya.


Maya dan Masumi kembali ke Tokyo keesokan harinya. Berdua berkendara sambil menikmati pemandangan. Maya tampak sangat bahagia, Masumi pun tampak sangat menikmati moment kebersamaan mereka.
            ’Mizuki tadi mengabari. Ibu Mayuko akan mengumumkan hasilnya besok. Besok kita akan tahu, siapa yang mendapatkan hak pementasan Bidadari Merah. Bagaimana perasaanmu?’
            ’Aku tidak tahu. Yang pasti aku sudah melakukan yang terbaik. Jadi kurasa aku tidak akan terlalu kecewa walaupun Bu Guru memilih Ayumi. Akting Ayumi sangat sempurna’
            ’Akting ayumi mungkin sempurna. Tapi kau, menjelma dengan sempurna. Kurasa Bu Mayuko pasti melihat itu.’
            ’Begitukah? Aku tidak yakin. Aku tidak pernah bermimpi bisa menang dari Ayumi’
            ’Kenapa kau begitu tidak percaya diri? Bidadari merahmu sempurna, kau tahu’ Masumi tersenyum, membelai wajah disampingnya.
            ’Terima kasih.....’ Maya tersipu
            ’Tapi. Bagaimana jika Hak pementasan itu benar-benar jatuh ke tanganku?’
            ’Kenapa memangnya?’
            ’Bukankah anda akan kesulitan, aku mungkin tidak akan menyerahkannya pada anda’ Maya melirik.
            ’Hahaha...... aku tak  pernah memikirkan itu. Yang pasti, cepat atau lambat aku pasti akan mendapatkan apa yang aku inginkan. Percaya tidak?’
           ’Aku tahu. Kau memang senang memaksa orang kan? Tapi sepertinya aku akan mati-matian mempertahankan’ Maya balas tertawa
            ’Tidak aneh. Selamanya kau akan menjadi lawanku yang paling tangguh’
            ’Begitu ya? Jadi sebaiknya anda menyerah saja. Bagaimana? ’
            ’Menyerah? Pada anak kecil sepertimu? Tidak ya.....’
            ’Huuu..... anda memang menyebalkan. Tahu tidak.....’
            ’Aku tahu...... Aku yakin begitu. Dan kau saaaaaaaaaangat menggemaskan. Tahu tidak......?’ Masumi tergelak
            ’Huh...... apakah anda sedang mencoba merayuku? Maaf ya, tidak mempan!’ Maya cemberut, membuat tawa Masumi makin keras.
            ’Jangan merengut begitu.......... Berbahagialah. Ingatanmu sudah utuh bukan?’
            ’Ya. Hampir semua. Hanya ada sedikit celah-celah kosong. Tapi sepertinya tidak begitu bermasalah. Aku yakin semua akan kembali normal lagi. Iya kan?’ Maya nenoleh dengan mata berbinar.
            ’Tentu saja...... tentu saja begitu’ Tapi ada yang tidak akan pernah sama lagi Maya. Masumi menambahkan dalam hati.
            ’aku ingin ke Taman Ria Pak Masumi.........’
            ’Ng? Taman Ria ?’
            ’Ya. Mau kan anda menemaniku?’
            ’Hemmm. Baiklah. Tapi tidak harus hari ini kan? Kau harus pulang, teman-temanmu pasti khawatir. Mereka hanya tahu kau pergi, tapi tidak tahu kalau beberapa hari ini kau sakit. Dan kau harus istirahat dulu ok?’
            ’Baiklah. Walaupun aku sangat bosan tidur terus. Badanku sakit semua karena terlalu lama berbaring. Kaku sekali.........’ Maya mengeluh, menggeliatkan badan.
            ’Tenang saja. Besok pasti akan baikan. Tapi sekarang semua temanmu tahu kau bersamaku? Apakah itu jadi masalah?’
            ’Sama sekali tidak. Apa itu jadi masalah untuk anda?’ Masumi menggeleng
            ’Lalu wartawan?’ Selidik Maya lagi
            ’Tenang saja. Wartawan bisa kukendalikan kalau soal ini. Paling mereka berpikir aku mendekatimu demi Bidadari Merah. Apa lagi? Tak mungkin kan kalau mereka berpikir aku mendekatimu ”seperti itu”?’ Jari Masumi membentuk tanda kutip
            ’Kenapa memangnya? Apa aku terlihat seaneh itu ya?’ Maya mendelik
            ’Bukan kau Maya..... Mereka akan berpikir akulah yang aneh. Mereka akan mencibirku kalau mereka tahu aku menyukai gadis yang jauh lebih muda’
            ’Kalau begitu tidak usah mendengarkan mereka. Tak usah anda pedulikan omongan yang tidak baik tentang anda’ Maya duduk menyamping menghadap Masumi. Wajahnya tampak khawatir.
            ’Jangan khawatir seperti itu gadis bodoh. Aku tidak akan kenapa-napa. Kaulah yang aku khawatirkan. Kau kan terkena imbasnya nanti, kau belum siap untuk itu. Kariermu baru saja akan membaik, jangan kau rusak imej-mu dengan berhubungan denganku’
            ’Maksud anda, anda tidak ingin berhubungan lagi denganku?’ Maya membelalak
            ’Bukan begitu?’ Masumi tergelak, mengacak rambut Maya.
            ’Simpan saja dulu masalah ini. Biarkan hanya teman-temanmu yang tahu. Ok?’ Kata Masumi menenangkan, Maya tersenyum mendengarnya.


            Mengetahui ingatan Maya sudah kembali, teman-temannya menyambut gembira. Selain itu, mereka juga memberondong Maya dengan pertanyaan tentang Masumi. Mereka meledek Maya habis-habisan.
 Tapi pada satu titik mereka berhenti bercanda, saat tak sengaja kata-kata penyebab kematian ibu Haru terlontar. Maya mengejang, tersadar lagi akan kenyataan yang mati-matian ingin dilupakannya. Tapi bagaimanapun dia mencoba melupakan, kenyataan itu selalu membayanginya. Menyelubungi perasaan cintanya pada Masumi.
***
            Siang ini, Masumi menerima undangan makan siang dari tuan Takamiya. Sebenarnya, Masumi enggan memenuhi undangan tersebut. Tapi demi sopan santun, Masumi akhirnya menerimanya. Masumi berniat membatalkan acara makan siang itu saat dilihatnya hanya Shiori yang ada disana, kakeknya sama sekali tidak terlihat.
            ’Masumi. Tolong jangan pergi. Aku mohon...... Kakek akan datang sebentar lagi. Aku hanya minta waktu sebentar untuk bicara. Tolonglah......’Melihat wajah Shiori yang memelas, akhirnya Masumi duduk.
            ’Ada apa Shiori? Aku harap aku tidak mendengar omong kosong lagi darimu’ Masumi berkata ketus
            ’ Jika kata maafku adalah omong kosong, maka maaf kau akan mendengarnya. Aku tahu maafku sama sekali tidak berguna, tidak akan mengembalikan keadaan seperti semula. Tapi bagaimanapun, biarkanlah aku meminta maaf padamu. Dan tolong sampaikan maafku pada Maya. Mulai saat ini, aku tidak akan pernah mengganggu kalian lagi. aku sungguh-sungguh.’ Shiori mencoba meyakinkan Masumi
            ’Aku tidak perlu janjimu. Hanya jagalah kesungguhanmu itu sekuat hati. Aku sungguh mengharapkannya.’
            ’Tentu saja Masumi. Aku sungguh-sungguh. Aku akan meninggalkan Jepang besok, dan aku ingin mendengar kau memaafkan aku sebelum pergi’
            ’Pergi? Kemana?’ Masumi sedikit kaget
            ’Aku akan pergi ke Italy’
            ’Italy? Jangan-jangan...’
            ’Ya. Aku akan pergi ke Capri, tempat seharusnya kita berbulan madu (thanks to Sist Fitria yang sudah share liputan Betsu 22   ^ ^) . Semuanya sudah terlanjur dipersiapkan Masumi. Dan aku akan tetap menikmatinya, sendirian.’Shiori tersenyum
            ‘Kau tidak harus melakukan itu Shiori. Untuk apa?’
            ’Tidak apa-apa. Sepertinya aku akan menetap disana, aku menyukai Italy kau tau?’ Shiori tak dapat menyembunyikan kesedihannya.
            ’Aku harap kau bahagia. Aku yakin kau akan menemukan orang lain yang akan kau cintai dan mencintaimu sepenuh hati’ Kata Masumi tulus
            ’Terima kasih’ Tapi tak akan ada cinta lain sepertimu Masumi, hatinya berbisik lirih.
Tak lama kemudian, Tuan Takamiya datang menghampiri mereka. Takamiya pun mengutarakan maksudnya untuk menjalin kerjasama dengan Daito. Meskipun orang tua itu mengakui kemampuan Masumi, tapi Masumi  berpikir niat baik Takamiya itu hanyalah untuk menebus kesalahan cucunya. Maka dengan sopan Masumi menampik tawaran yang menggiurkan itu.
            ’Pikirkan lah tawaran kakekku Masumi. Meski tidak dapat menebus kesalahanku, itu sungguh akan mengurangi rasa bersalahku padamu’ Shiori memohon
            ’Tapi diluar permohonan cucuku. Sebagai orang bisnis, aku sungguh menghargaimu dan berharap banyak padamu’
            ’Terima kasih Tuan Takamiya, aku akan memikirkannya’
***

Semua orang sudah berkumpul. Ketua Persatuan Drama dan beberapa orang staff nya, Masumi Hayami dan Mizuki, Kelompok Kuronuma, Kelompok Onodera dan yang terpenting saat ini, Ibu Mayuko yang ditemani Genzo. Sementara kerumunan wartawan, menanti dengan tak sabar di luar ruangan.
 Hari ini Bu Mayuko akan memberikan keputusan final, kepada siapa beliau akan memberikan Hak pementasan Bidadari Merah.

            ’Baiklah. Semua sudah berkumpul, sayapun tidak akan berpanjang lebar. Belakangan ini kesehatan saya makin memburuk saja, maka saya ingin mengambil keputusan ini secepat mungkin.
Untuk kedua kelompok yang sudah bersusah payah mempertunjukkan Bidadari Merah, saya mengucapakan banyak terima kasih. Kalian semua sudah berusaha dan menampilkan yang terbaik.
Untuk kedua Bidadari Merah, Kalian adalah murid-muridku yang sangat membanggakan. Sangat tidak mengecewakan, aku sangat puas kerena telah membimbing kalian dengan tanganku sendiri. Bidadari merah kalian sangat mengagumkan. Maya, ayumi’ Bu Mayuko mengangguk ke arah Maya dan Ayumi
’Tapi bagaimanapun, aku harus memilih. Keputusan yang sangat berat bagiku. Tapi, hanya akan ada satu Bidadari Merah di negeri ini. Dan aku telah memutuskan, untuk memberikan peran Bidadari Merah Kepada Maya Kitajima’ Semua orang bertepuk tangan. Maya sesaat berhenti bernafas, sementara Ayumi menghembuskan nafasnya, menggigit bibir. Gadis itu berusaha tersenyum, entah kenapa dalam hatinya seolah telah mengetahui hal itu, walaupun tak bisa menepis rasa sedih di hatinya.
            ’Dengan ini, sayapun mewariskan hak pementasan Bidadari Merah kepada Maya Kitajima. Saya harap,  Ketua Drama bisa membantu Maya dalam hal ini. Selamat Maya’ Bu Mayuko tersenyum
            ’Ayumi...... Ibu harap kau tidak kecewa. Kaupun sangat luar biasa. Kau akan tetap mampu terbang tinggi tanpa harus menjadi Bidadari Merah. ’ Ayumi mengangguk.
            ’Kalian berdua adalah bintang, pada orbitnya masing-masing. Tanpa kalian harus bersinggungan, berdua kalian akan bersinar’ Bu Mayuko memandang kedua gadis itu.
            ’Selamat Maya !’ Ayumi menyalami Maya
            ‘Terima kasih’
            ‘Meskipun aku bukan Bidadari Merah, marilah kita tetap bersaing’
            ‘Berteman.......’ Maya mengoreksi
            ‘Berteman..... Terima kasih....’
            ‘Terima kasih Ayumi. Karena selalu menunggu dan percaya padaku selama ini. Bagiku, kau adalah semangat terbesarku’ Maya berkaca-kaca. Lalu merangkul Ayumi yang terkaget, lalu balas memeluk.


            Esoknya, berita itu menjadi topik utama di hampir semua media. Berbagai pro kontra menjadi bahasan para pengamat seni di seluruh Jepang. Walau bagaimanapun, Bidadari Merah baru telah lahir. Dan pastinya bukan tanpa pertimbangan Maya mampu menyisihkan Ayumi yang notabene adalah Bintang  sejak Lahir.  Masyarakat menantikan dengan antusias gebrakan Bidadari Merah baru ini.
***

Kediaman Hayami:
            ’Jadi akhirnya, Bidadari 1% mu yang menang heh?’ Eisuke memanggil Masumi malam itu
            ’Ya ayah.’
            ’Dan. Apakah kau sudah punya rencana?’
            ‘Tidak ayah. Kenapa ayah harus tergesa-gesa?’
            ’Tergesa-gesa katamu? Kau pikir sudah berapa lama aku menunggu? Dan sekarang kau mengatakan aku tergesa-gesa?’ Eisuke naik pitam
            ’Maaf ayah’
            ’Bukankah kau bersamanya sekarang? Rasanya tidak akan sulit mendapatkan hak pementasan Bidadari Merah dari tangan gadis itu bukan?’
            ’Hem..... Sepertinya ayah salah. Bagiku, itu justru akan jauh lebih sulit. Dan Maya sama sekali tidak berniat memberikan hak itu padaku’
            ’Itu tugasmu Masumi. Kau tahu itu kan?’
            ’Ya ayah, aku tahu. Tapi ayah...... ’ Masumi terdiam sesaat
            ’Seandainya aku mampu membuat Daito lebih besar dari sekarang. Maukah ayah melupakan tentang Bidadari Merah? Bisakah ayah tidak mengganggu Maya Kitajima?’ Perkataan Masumi membuat Eisuke terbelalak
            ’ Melupakan bidadari merah? Melupakan mimpiku? Apa kau sudah gila?’ hardik Eisuke
            ’Ayah..... Obsesi itu akan membunuh ayah suatu hari nanti. Percayalah padaku. Lupakan bidadari merah, dan aku akan membuat Daito 2 kali lebih besar dari ini’Masumi berusaha meyakinkan.
            ’Dan bagaimana caramu melakukannya?’ Masumi tersenyum mendengar nada ketertarikan dalam suara Eisuke
            ’Itu urusanku ayah. Ayah tinggal mempercayakan semua padaku. Dan kalaupun Hak pementasan itu tidak menjadi milik ayah. Yakinlah, mereka tidak akan punya pilihan lain selain mementaskannya dengan dukungan penuh dari Daito. Bidadari Merah hanya akan dipentaskan di gedung Milik Daito. Ayah dengar itu?’ Tegas Masumi
            ’aku tidak tahu Masumi. Aku menginginkan hak pementasan Bidadari Merah. Aku tak yakin bisa melepaskannya’
            ’Kalau begitu aku minta maaf. Karena kalaupun aku bisa mendapatkan hak itu, aku tidak akan menyerahkannya pada ayah’Masumi berkata tegas
            ’Apa maksudmu Masumi?’ Eisuke keget mendengar pernyataan putra tirinya .
            ’Ya ayah. Sejak semula aku menginginkan hak itu untukku sendiri. Demi membayar kematian ibuku, maka aku akan mendapatkannya untukku sendiri. Ayah berhutang itu padaku, maka inilah bayaran yang aku inginkan.’
            ’Apa yang kau katakan anak bodoh.’Eisuke menahan amarah
            ’Maaf, ayah. Terima kasih sudah mendidikku begitu baik selama ini. Tapi itulah yang aku rasakan. Aku tanyakan sekali lagi ayah. Ayah terima kompromiku, tentang melupakan Bidadari Merah? Atau aku akan pergi. Dari sisi ayah, dan dari Daito’ Masumi menatap Eisuke dingin, membuat kuduk orang tua itu berdiri.
Eisuke terpaku, kehilangan kata-kata. Masumi memojokkannya pada pilihan sulit. Kehilangan Bidadari Merah tapi mendapatkan kejayaan Daito. Atau kehilangan Masumi, dan kemungkinan besar akan tetap kehilangan Bidadari Merah, dan tidak yakin bagaimana nasib Daito tanpa tangan dingin Masumi.
            ’Pergilah Masumi’ Kata Eisuke akhirnya, memutar kursi rodanya.
            ’Aku permisi ayah......’ Masumi keluar kamar, dalam hatinya yakin, dia sudah menang.
            >Maaf ayah, aku harus meyakinkan keselamatan Maya sebelum melepasnya. Tak akan kubiarkan ayah menyentuhnya lagi.
Oh   Maya, akan seperti inilah nanti jadinya jika kita tetap bersama. Mencintaiku, tapi tetap memendam dendam atas kematian ibumu. Aku tidak ingin kau seperti aku. Aku tidak ingin berada di posisi ayah tadi, suatu hari nanti. Tidak ingin.< Masumi menghembuskan nafas berat
***

Kantor Masumi Hayami:

            Pagi ini, Ayahnya baru saja memberikan keputusan. Akhirnya, dengan berat hati ayah tirinya itu merelakan Bidadari Merah lepas dari tangannya. Masumi menyambut gembira berita itu. Dia bahkan berhasil membuat ayahnya berjanji untuk tidak  mengganggu Maya .
            Dan sekarang, setelah keputusan itu diterima. Masumi mengambil beberapa keputusan yang sebenarnya sudah direncanakannya jika ayahnya menyetujui kompromi mereka. Masumi memeriksa beberapa dokumen sampai 2 kali, untuk menghindari kesalahan. Lalu melakukan beberapa sambungan telepon lokal dan luar negeri. Keputusannya sudah bulat, cepat atau lambat dia harus melepaskan Maya.

Masumi lalu duduk menghadap jendela, seperti kebiasaannya belakangan ini jika sedang melamun. Pikirannya menerawang, menembus gedung-gedung pencakar langit, melewati jalan jalan besar, menuju sebuah apartemen kecil dimana kekasihnya tinggal. Betapa inginnya dia melewati hari-hari ini bersama gadis itu. Lelaki tampan itu merindu. Dalam sekejap, wajah dinginnya hilang berganti wajah sendu sang pecinta
            ’Maya.......... aku rindu...... bagaimana ini, selalu mengkhawatirkanmu seperti ini. Membuat hatiku sakit. Entah bagaimana aku bertahan dengan rasa sakit itu selama ini? Aku begitu mencintaimu. Mencintaimu seperti orang gila......’ Masumi masih menerawang. Berkali kali keraguan menghampiri kalbunya, tapi keyakinannya selalu datang lebih kuat. Dia tahu apa yang sesungguhnya harus dia lakukan.


            ’Maya...........’ Masumi menghampiri Maya yang duduk di sudut Taman Ria, menyembunyikan diri. Mereka sengaja datang secara terpisah untuk menghindari wartawan. Belakangan ini para wartawan gencar sekali memburu Bidadari Merah baru tersebut.
            ’Pak Masumi ........?’ Maya terpana manatap Masumi dengan stelan santainya.
            ’Kenapa? Apa aku tampak aneh? Aku hanya ingin sedikit mengelabui wartawan’ Masumi memandang dirinya sendiri.
            ’Ti....tidak. Anda terlihat, berbeda. Aku sudah terlalu terbiasa melihat anda satu paket dengan jas dan dasi. Tak pernah terbayangkan anda akan pernah tampil seperti ini’ Jawab Maya polos
            ’Hem...... begitukah? Melihat reaksimu, aku anggap itu sebagai pujian’ Masumi tersenyum bangga
           ’Kenapa anda begitu yakin? Aku kan tidak mengatakan apapun’Maya mendengus, membuat Masumi tertawa.
            ’Sudahlah Maya. Ayo pergi !’ Masumi menarik tangan Maya.

Hari itu mereka tak beda dengan pasangan kekasih lain menikmati sore di taman ria. Masumi selalu tersenyum, membuat wajah tampannya semakin rupawan. Menarik mata gadis-gadis ke arahnya.
            ’Anda banyak tersenyum hari ini’ Maya mencuil arum manisnya san memasukkannya ke mulut.
            ’Kenapa, apakah tidak bagus’
            ’Tidak. Sama sekali tidak’ Maya merengut
            ’Kenapa? Apa aku jelek kalau tersenyum?’ Masumi menatap Maya heran
            ’Sungguh. Pak Masumi jelek !’ Maya mencibir
            ’Kau ini kenapa sih? Aku senang bersama denganmu. Makanya aku selalu tersenyum. Bukannya kau tidak suka wajahku yang dulu? Seperti melihat kecoa katamu kan?’
            ’Aku tahu. Wajah anda yang dulu memang seperti kecoa. Tapi kalau anda tersenyum terus aku juga tidak suka !’
            ’Bisa bilang kenapa?’ Ditanya seperti itu, Maya malah terdiam
            ’Maya........’
            ’Anda jadi terlihat terlalu tampan, aku tidak suka. Semua wanita itu selalu melihat anda. Aku pasti terlihat jelek sekali jalan di samping anda. ’ Maya cemberut, Masumi tertawa terbahak.
            ’Tak ada yang kelihatan jelek disamping Masumi Hayami nona Kitajima Maya.’
           ’Dan tak ada wanita manapun yang akan berani mengusikku, karena mereka hanya akan melihatmu dimataku’ Masumi tersenyum, meraih tangan Maya. Maya tersipu diperlakukan seperti itu. Senja itu mereka lewatkan berkeliling taman sambil berpegangan tangan. Membaur diantara orang-orang tanpa khawatir akan hari esok. Kegiatan biasa yang sama sekali tidak pernah dilakukan oleh Masumi Hayami.
Dari kejauhan, Hijiri mengawasi gerak-gerik dua insan itu. Tugas-tugas yang diberikan bosnya akhir-akhir ini membuatnya khawatir. Seakan bosnya itu sedang mempersiapkan sesuatu yang bahkan dia tidak mengatakannya pada Hijiri. Pegawai bayangan itu hanya sudah merasakan sesuatu.

Masumi memutuskan mengajak Maya ke Izu lagi malam ini. Tanpa ragu, Maya menerima. Maya membayangkan, mungkinkah Masumi akan membicarakan tentang lamaran lagi. Malam itu di bawah sinar bulan kampung halaman Bidadari Merah, Maya yakin bahwa Masumi melamarnya. Tapi kenapa lelaki itu sama sekali tidak pernah membahas hal itu lagi. Maya mengingat ngingat, hal apa yang mungkin membuat Masumi tidak menginginkannya lagi. tapi pikirannya buntu.
            >Ahhh. Mungkin malam itu aku berkhayal<Pikir Maya akhirnya


Masumi sedang berbaring di sofa saat Maya turun dan duduk di permadani, kepalanya bersandar di sofa
            ’Kau senang tidak hari ini, Bidadari Merah?’ Masumi memejamkan mata
            ’Jangan memanggilku begitu. Anda membuat aku malu saja’ Maya tersipu
            ’Begitulah kenyataannya. Kau harus lebih dewasa menyikapinya Maya. Berapa umurmu sekarang?’
’Tahun ini 21’
’Hmm. Ternyata memang masih belum cukup dewasa’
’Pak Masumi?’ Maya nerengek kesal, Masumi tertawa.
’Ok. Ok. Kau sudah dewasa. Dengar Maya, setiap pemeran Bidadari Merah, akan diakui aktris nomor satu di Jepang. Kau harus mulai menyadari itu. Jangan lagi bersikap serampangan, jangan salah memilih peran, memilih teman. Banyak sekali yang harus kau pelajari’
            ’Aku tahu, aku hanya masih bingung. Anda sendiri bagaimana menyikapinya? Bukankah anda sejak dulu ingin mendapatkan hak pementasannya?’
            ’Ya. Sebenarnya, persis seperti yang pernah kau katakan. Dengan kau menjadi Bidadari Merah. Itu agak menyulitkan posisiku’ Masumi memainkan rambut Maya
            ’Begitukah? Kenapa?’
            ’Huh..... Aku tidak mungkin meminta itu darimu, sedangkan itu adalah impianku sejak lama. Kau ingin aku berbuat apa?’
            ’Jika itu memang penting untuk anda, bagaimana jika aku memberikannya pada anda?’ Maya menoleh
            ’Eh, pikiran bodoh macam apa itu. Dan apa yang akan dikatakan Ibu gurumu jika kau melakukan itu?’ Masumi mendelik
            ’Jadi. Alangkah baiknya seandainya hubungan kita tidak seperti ini bukan?’ Maya terkejut dengan pemikirannya sendiri, tenguknya mendadak dingin.
            ’Sudahlah, jangan dipikirkan.’ Kata Masumi akhirnya, setelah jeda panjang
            ’Hari ini aku senang sekali. Bukan, lebih dari sekedar senang. Aku bahagia sekali Maya. Terima kasih karena selalu membuatku bahagia’ Masumi membelai kepala Maya yang menempel ke dadanya
           ’Siapa bilang. Aku sering sekali membuat anda menderita. Sering sekali........’ Maya menyandarkan kepalanya, menikmati sentuhan tangan Masumi
            ’Tidak terasa. Penderitaanku sama sekali tidak terasa jika bersamamu. Aku bisa melupakan semua lukaku saat bersamamu Maya’ Masumi masih memejamkan matanya
            ’Sungguh. Aku harap itu benar.’
            ’Tentu saja itu benar, aku tidak pernah berbohong padamu kan?’
            ’Ya aku tahu. Aku senang bisa membuat anda bahagia’ Maya menghembuskan nafas. Tiba-tiba Masumi bangkit dan duduk tepat di belakang Maya.
            ’Lalu, apa kau sungguh bahagia bersamaku Maya’    ’Jawablah dengan jujur Maya. Apakah aku membawa kebahagiaan, atau kesedihan bagimu?’ Maya menoleh hendak menjawab, tapi Masumi menahannya. Dua tangannya menutup mata Maya. Maya terkejut dengan kelakuan Masumi
            ’Aku... aku senang bersama anda. Aku sungguh bahagia? Apa maksud anda, anda membawa kesedihan?’
            ’Aku yang menyebabkan kematian ibumu, apa kau lupa?’ Maya tersentak, tak pernah disangkanya, saat harus membicarakan tentang itu tiba juga. Selama ini, topik itu hampir sama sekali tidak pernah mereka ungkit
            ’Aku...... Aku sudah memaafkan anda’ Kata Maya terbata
            ’Apa itu sungguh dari hatimu Maya? Jujurkah itu?’ Tanya Masumi sedih, tanpa sadar air matanya mengalir
            ’Pak Masumi.  Tatap mataku, dan lihat apakah aku berbohong’ Maya bermaksud melepas tangan Masumi dari matanya.
            ’Biarkan begini saja Maya. Aku tidak ingin kau melihatku yang seperti ini.’ Maya terdiam membiarkan sunyi mengisi jeda
            ’Pak Masumi......’ Sahut Maya serak, menahan tangis
            ’Rasa bersalah itu akan terus menghantui kita Maya. Menyakitimu.......Menyakitiku’
            ’Tidak ! bagaimana anda tahu itu?’ Elak Maya
            ’Percayalah, aku tahu’
            ’Tidak ! anda tidak tahu itu! Aku sudah memaafkan anda, aku mencintai anda’ Maya mulai menangis
            ’Maya.......Jangan menangis’ Masumi menurunkan tangannya dan memeluk Maya dari belakang. Kepalanya menyusup ke sela-sela rambut Maya yang beraroma stoberi. Meletakkan dagunya di bahu Maya.
            >Pak Masumi<
            ’Maya, kau percaya kan kalau aku mencintaimu?’ Masumi berbisik di sela rambut Maya, gadis itu mengangguk
            ’Kau percaya, apapun yang kulakukan, semuanya demi kebaikanmu? Kulakukan karena aku mencintaimu?’ Maya mengangguk lagi, tanpa mengerti arah pembicaraan Masumi
            ’Sebenarnya apa yang ingin anda katakan Pak Masumi?’Maya bertanya ragu, terisak.
            ’Tidak apa-apa’ Masumi mengecup pipi basah Maya, lalu bangkit. Menghampiri cd player dan menyalakan musik instrumental bernada romantis.
            ’Maukah Nona berdansa denganku?’ Masumi membungkuk, mengulurkan tangannya ke arah Maya yang masih terduduk.
            ’Eh, anu aku...... tidak bisa berdansa’
            ’Ayolah Maya. Kita ulang lagi memori astoria kita, mumpung kau masih ingat’ Masumi menarik Maya
            ’Apa maksud anda? Memangnya aku mau amnesia lagi?’ Bertahan pada tangan Masumi, Maya menarik tubuhnya.
            ‘Tidak apa-apa, siapa tahu kau berniat melupakan aku lagi.’ Masumi tersenyum, merapatkan tubuh Maya ke tubuhnya.
            ‘Aku tidak suka lelucon anda.’ Maya menengadah, menatap mata Masumi.
            ‘Maaf. Aku tidak pandai membuat lelucon’ Masumi merangkul pinggang Maya. Mereka bergerak bersama mengikuti irama sendu itu. Mereka tidak benar-benar berdansa, hanya  berpelukan sambil melangkah ke kanan dan ke kiri perlahan.
Tanpa sadar, mereka berpelukan semakin erat. Bahkan terlalu enggan untuk bicara, khawatir suasana nyaman itu berakhir.
            >Betapa nyamannya berada dalam pelukan Pak Masumi. Dadanya begitu hangat dan bidang. Terdengar suara detak jantungnya dari jarak begini dekat< Maya merebahkan kepalanya di dada Masumi. Masumi tersenyum, seraya mencium kepala Maya.
            >Akan selalu ku ingat saat saat seperti ini Maya. Ingatan tentangmu akan mampu menguatkanku, meski dalam kondisi terburuk sekalipun. Ugh...... Seandainya saja aku ini berhak atas dirimu.......... < Masumi menghela nafas berat.
            ’Anda kenapa Pak Masumi?’ Maya mendongak
            ‘Tidak apa-apa.’ Masumi mengecup kening Maya
            ’Musiknya sudah habis. Tidurlah sekarang Maya. Ku antar kau ke atas’ Masumi melonggarkan pelukannya.
            ’Bolehkan aku tidur disini?’ Masumi menatap Maya lama
            ’Ng. Tidurlah di sofa, aku akan menemanimu’ Masumi menggandeng Maya ke sofa. Menunggunya berbaring dan menyelimutinya. Masumi duduk di permadani, membelai kepalanya.
            ’Apa anda akan ada disini saat aku bangun?’ Maya merasakan suasana yang aneh. Masumi tersenyum, mengangguk.
            ’Janji ya? Anda tidak akan meninggalkan aku’
            ’Tentu saja Maya’ Masumi tersenyum lagi. Tangannya menyentuh dagu Maya, memisahkan bibir gadis itu dan menciumnya. Perlahan dan hati-hati. Lalu tiba-tiba membuas. Maya merasakan sedikit keanehan. Membandingkan dengan ciuman Masumi sebelumnya. Entah kenapa, ciumannya kali ini lebih terasa seperti saat di bioskop hari itu. Diwarnai kesedihan. Maya merasakan penderitaan masumi yang kental.Tapi Maya tak bisa berpikir lebih jauh lagi, karena Masumi telah membawanya tinggi melayang.
            >Pak Masumi<
           

            Masumi menatap wajah tidur Maya yang damai, lalu mengecup keningnya perlahan.
            ’Maaf aku tidak bisa menepati janjiku, aku tak bisa disampingmu saat kau terbangun, bidadariku’ Masumi melangkah ke kamar mandi, mencuci mukanya dengan air dingin.
’Masumi’ Ditatapnya pantulan wajahnya di cermin.
‘Apa yang sesungguhnya kau harapkan selama ini? Kabahagiaan? Kau pikir kau pantas mendapatkan kebahagiaan?’ Masumi tersenyum sinis.
‘Betapa banyak orang yang telah kusakiti dengan tangan ini.’ Masumi menatap tangannya.
’Orang seperti aku, yang selalu menghalalkan segala cara demi mencapai tujuan, tidak sepantasnya bermimpi mendapatkan kebahagian.’
’JANGAN BERHARAP !’ M           asumi berteriak tertahan. Lalu
’PRANG !!’ Masumi melayangkan tinju kanannya ke cermin.
’Ini mungkin hukuman Tuhan, untukku yang selalu menyakiti orang’ Masumi menatap darah yang mengalir dari buku jarinya.
’Aku bahkan tidak merasakan sakitnya, jauh tersamar oleh rasa sakit hati yang merenggut seluruh energiku’ Masumi meraih handuk dan membalutkannya di tangan, lalu berjalan keluar villa setelah berhenti sejanak saat melewati ruangan dimana Maya tidur.
’Aku sudah sekali merasakan neraka saat kupikir aku sudah kehilanganmu. Sekarang aku yakin, tak ada yang tak mampu kulewati . Kaupun harus tabah Maya’
Di halaman Villa, dua mobil tampak sudah terparkir disana. Masumi menghirup udara dini hari yang segar.
>Pagi yang indah<
’Selamat pagi Hijiri?’ Masumi menyapa seseorang yang berdiri kaku disamping mobil
’Pagi Pak. Tidur anda nyenyak?’ Hijiri membungkukkan badannya
’Cukup, terima kasih.’
’ Tangan anda terluka?’ Hijiri melirik handuk yang melilit tangan Masumi
’Tidak apa-apa. Hijiri, tunggulah dia. Berikan dia waktu sebanyak yang dibutuhkannya, lalu antarkan dia pulang. Aku pergi sekarang.’ Masumi masuk ke mobilnya dan berlalu
            ’Selamat tinggal kekasih mungilku, kekasih  yang ibunya mati karenaku. Aku akan selalu menunggu, menunggu waktu menyembuhkanmu. Bahkan jika perlu selamanya.
Aku pernah sekali berjanji untuk menunggumu, tapi kenapa akhirnya aku selalu terjebak oleh janjiku sendiri, pada situasi yang sama. Seperti penantianku selama ini belum cukup saja’ Masumi menghembuskan nafas berat.
            ’Ukh..... aku harus segera menyingkirkan mobil ini.’ Keluh Masumi, menoleh kebelakang.
            ’Terlalu banyak ingatan......... ’ Masumi menggeleng, menyingkirkan bayangan Maya




            Maya terbangun oleh sinar lembut matahari yang menyelinap melalui jendela.
            ’ Ng..... ’ Maya mengucek matanya
            ’Pak Masumi ?’ Maya beranjak sambil memanggil nama Masumi. Memeriksa ruang demi ruang, tapi tak ditemukannya Masumi. Maya malah menemukan pecahan cermin dan tetesan darah di kamar mandi.
            ’PAK MASUMIIII....’ Maya berteriak panik, lalu kembali ke ruang tengah.
            ’Apa ini?’ Rupanya Maya melewatkan sesuatu. Selembar surat tergeletak di atas meja, dengan setangkai mawar ungu di atasnya.


Selamat pagi Bidadariku,
Maaf, aku pergi tanpa pamit. Tidurmu nyenyak sekali, aku tak tega membangunkan.

Ada hal yang tak mampu kukatakan didepanmu, tapi tetap harus kusampaikan.
Kemarin sangat menyenangkan, terima kasih. Tapi sepertinya, itu hari terakhir kebersamaan kita.

Maaf kalau harus berakhir begini. Tapi
Bagimanapun kita berusaha, akan selalu ada yang menjegal langkah kita.
Bagaimanapun aku meminta maaf atas kematian ibumu, dan bagaimanapun kau berusaha memaafkanku. Untuk saat ini, itu sungguh tak banyak berarti.

Sangat sulit mengucapkan kata pisah, sementara hatiku mati-matian menolaknya.
Tapi kurasa, kita butuh lebih banyak waktu sebelum bersama.
Waktu adalah obat yang paling mujarab, menyembuhkan segala luka. Dan aku sungguh berharap, suatu hari nanti waktu akan benar-benar menyembuhkan lukamu.
Dan sampai saat itu tiba, aku akan membiarkanmu. Karena kehadiranku, hanya akan membuat lukamu semakin parah.
Tapi seandainya sebelum waktu itu datang, kau menemukan seseorang yang mampu mengobati lukamu. Aku akan berbahagia untukmu.

Jadi beginilah kita berpisah Maya, tanpa kesalahpahaman dan tanpa menyisakan pertanyaan. Seperti yang sudah kau tahu, Mencintaimu, adalah kebahagiaan terbesar yang pernah kurasakan dalam hidupku.

Sayonara...........



P.S :     Jangan menangis.....
Kau kan sudah dewasa sekarang




            ’Masumi bodoh........ Bodoh........Anda sudah berjanji........’ Maya menangis sesegukan sambil memeluk surat Masumi dan mawar ungu di dadanya
            ’Tak ada lagi Masumi Hayami...... Tak ada lagi mawar ungu-ku...... Huuuuuu..... Huuuuuuu..... Huuuu.......... Pak Masumi.........’Maya menangis hingga lelah sampai jatuh tertidur. Dalam mobilnya, Hijiri menanti dengan sabar.

***

                       
<<< 'Cos I Love You Ch. 5 ... Bersambung ke Ch. 6 >>>

6 comments:

Ratna on 15 June 2011 at 12:21 said...

Hahhhh, hati saya ikut terluka... :( (Riema telah sukses mengaduk-aduk perasaan saya, TOP deh!)

Anonymous said...

keren...hik...hik....

lucie70 on 15 June 2011 at 21:04 said...

comme ce triste ,j'éspère que tout va s'arranger pour eux ,il s'aime tellement.vivement la suite.

Anonymous said...

Lanjuuuuuuutttttttttkkkkkaaaaaaaaaaannnnnnnnn....aku tak tahan dengan ending sedih T___T
keren riema, cepet2 dibikin hepi2 lagi yaaaa heheheheee

Resi said...

bagus bangeeeeeeeet. lanjuuuut

Anonymous said...

aduh Riema..
kenapa aku jd ikutan nangis kaya gini..,
hebat banget kamu, benar2.. aku jd berpikir pikiranmu mirip dengan miuchi sensei walaupun jalur cerita yg diambil beda..
huu..huu..huu..

Post a Comment

Silahkan kritik, saran, sapa dan salamnya... :)

 

An Eternal Rainbow Copyright © 2011 Design by Ipietoon Blogger Template | web hosting