Wednesday 13 April 2011

Fanfic TK : The Time Alone With You

Posted by Ty SakuMoto at 05:08


{Cerita ini dibuat dengan latar cerita beberapa hari setelah Koji dirawat di Rumah Sakit.}



THE TIME ALONE WITH YOU
(By Winda)



Maya meninggalkan Rumah sakit tempat Koji dirawat dengan langkah lunglai. Apa yang harus dia lakukan selama 2 bulan tanpa Koji? Bersama Koji seharusnya dia latihan, latihan, dan latihan dengan keras supaya bisa menampilkan yang terbaik demi Bidadari Merah.



Tapi tanpa Koji…Maya tak tahu harus melakukan apa …



Ah, Koji…kenapa mesti kau mengalami hal ini…???

Kenapa aku tidak ikut bersamamu saja sepulang dari Astoria?

Kenapa aku membiarkanmu seperti ini, Koji?

Kenapa aku begitu egois dengan perasaanku, Koji?

Koji…Koji…maafkan aku!!



Maya menangis tanpa suara. Berkali-kali diusapnya mata yang berair dengan tangannya, hingga matanya terlihat merah dan sembab. Tak dihiraukannya tatapan aneh orang-orang yang bersalipan dengannya.



Tak dihiraukannya juga suara klakson mobil maju perlahan mengikuti langkahnya di  trotoar yang ramai.



“Maya!” sebuah suara yang dikenalnya dengan sangat baik terdengar dari kaca mobil yang diturunkan setengah. Maya sontak berhenti melangkah, menajamkan matanya yang pedih karena terlalu banyak menangis untuk melihat siapa orang yang memanggilnya tadi. Sama sekali tak menyadari bahwa mobil yang menyusuri langkahnya tadi adalah mobil yang sangat ia kenal.



Sesaat kemudian Maya seakan baru terbangun dari tidur panjangnya.



“P---Pak….Masumi?”

“Mau kemana kau, Maya? Kenapa berjalan sendirian dengan mata merah seperti itu?”



Mobil itu benar-benar berhenti sekarang. Maya bingung mau menjawab apa. Yang ia tahu saat ini pintu mobil itu terbuka untuknya, dan lelaki di dalam mobil itu menyuruhnya masuk ke dalam mobil.



“Masuklah, Maya, biar aku mengantarmu.” Tegas Masumi. Maya mengangguk. Tak berapa lama kemudian ia sudah duduk di samping Masumi.



“Nah, sekarang katakan padaku, mau diantar kemana dirimu, Mungil?”



Maya terdiam. Ia sungguh tak tahu akan kemana. Untuk pulang ke kontrakan sewaannya bersama Rei, malas. Kembali ke Rumah Sakit untuk menunggui Koji, Maya tak tega. Dan ia malah merasa sedikit senang karena bisa bertemu lagi dengan Masumi…



“Terserah anda saja, Pak Masumi…”Jawab Maya datar.



“Terserah aku? Wah…sungguh jawaban yang riskan kalau kau mengatakan hal itu di depan orang yang jahat…hehehe...!” Masumi terkekeh kecil. Maya sedikit terhibur. Sejenak ia lupa pada kesedihannya tadi.



“Eh, tapi aku bukan orang yang jahat kan?” Masumi menyambung kalimatnya tadi dengan wajah sedikit konyol. Maya kali ini benar-benar tertawa melihatnya.



“Naaahhh…..begitu lebih baik…daripada kau berjalan sendirian seperti tadi sambil menangis…ya ‘kan?”



Maya sedikit tertegun. Apakah….Masumi berusaha menghiburnya tadi? Tapi memang, hatinya terasa lebih tenang sekarang. Apakah….Masumi yang membuatnya seperti ini? Perasaan ini mengingatkannya pada saat-saat di atas Astoria…ketika mereka berpelukan meski hanya sesaat….



Tululuuuuuttttttt!

Ponsel Masumi berbunyi. Maya bersyukur sekali karena ponsel tadi mengalihkan rasa malunya sedikit. Ia tak harus menjawab pertanyaan tadi dengan segera.



“Ya, Mizuki? Hm…baiklah…bisa kau atasi kan? Jangan ganggu aku sampai besok pagi ya! Ya, aku serius. Ada yang perlu kubereskan…Yaaa, aku percayakan padamu, OK? Hm. Ya. OK.”



Percakapan singkat dengan ---- sepertinya dengan Mizuki--- itu agak membuat heran Maya. Apa yang perlu dibereskan Pak Masumi? Apakah … ada hubungannya dengan…Shiori?



Pikiran itu mengubah raut wajah maya seketika. Masumi menyadari segera setelah ia menyimpan ponselnya kembali ke atas dashboard mobil.



Ada apa, Mungil? Ada hal yang mengganggumu lagikah?”



Maya menggelengkan wajahnya. Dengan sangat terpaksa Maya memalingkan wajahnya ke luar jendela, memunggungi Masumi yang masih terheran-heran. Ia tak mau masumi meilhatnya mulai cengeng lagi. Karena pikiran tadi malah mengundang air matanya untuk kembali turun.



“Kalau ku ajak kau ke Villa ku di Izu, bisakah kau ikut bersamaku sekarang, Mungil?”



Spontan Maya kembali menoleh pada Masumi.



“Izu? Sekarang?”

“Ya, sekarang. Aku tiba-tiba ingat……” Masumi berhenti bicara sejenak, mengingat sesuatu dengan wajah sedikit merona malu, “…akan janjiku untuk mengajakmu ke Villa di Izu….”



Maya terdiam. Jantungnya sibuk bertalu-talu. Ingin rasanya melompat ke pelukan lelaki ini dan menciumnya tak henti-henti! Berarti Masumi tidak lupa akan apa yang dia katakan ketika mereka menghabiskan malam di Astoria….eh…..apa yang dipikirkannya???



Maya tersipu sendiri. Masumi tiba-tiba terbahak melihatnya.



“Hahahaha…! Kau ini lucu sekali, Mungil! Sebentar murung, sebentar ceria…hahaha….!”



Maya semakin malu. Tapi dalam hati ia senang melihat Masumi yang ini. Masumi yang terlihat sangat manusiawi menertawakan hal yang remeh temeh seperti ini. Dan Maya sangat menikmatinya…



Dalam perjalanan menuju Izu, mereka tak berhenti meski untuk sebentar. Masumi menjalankan mobil dengan kecepatan sedang. Rei sempat menelepon, menanyakan keberadaan Maya. Dengan hati-hati Maya menjawab Rei supaya tidak menimbulkan kecurigaan.



Kecurigaan? Ya, Rei masih beranggapan kalau Maya membenci Masumi. Maya tidak mau Rei berpikiran yang tidak-tidak….



Hari makin gelap. Semakin gelap karena sepertinya akan turun hujan. Maya mengetatkan tangannya untuk memeluk badannya sendiri. AC di mobil ini memang cukup dingin.



“Kau kedinginan? Kumatikan saja AC-nya ya…”Masumi menoleh pada maya sebentar, mematikan AC, dan kembali konsentrasi ke jalan.



“Pakai saja jas-ku, ambillah di kursi belakang,” kata Masumi lagi.



“Apakah….Pak Masumi ada keperluan lain ke Izu? Atau memang sengaja akan ke Villa?” Tanya Maya sedikit khawatir, takut kalau pertanyaannya salah.



“Haruskah kujawab pertanyaanmu itu, Mungil? Atau kau tak ingin ikut bersamaku sekarang?”



Maya terdiam sejenak. Mencoba memilih jawaban yang pas.



“Saya..sebenarnya justru sedang bingung mau kemana dan mau melakukan apa. Kebetulan sekali anda lewat dan mengajak saya bepergian. Padahal saya tidak bersiap-siap sama sekali.” Jawab Maya berusaha tenang.



Masumi tersenyum tipis.                



“Tak apa, Mungil. Anggap saja ini kejutan kecil….lagipula, aku butuh menenangkan diri sejenak…”



Dan kau mengajakku serta, Masumi? Apakah itu artinya kau menganggap aku istimewa? Ah…andai saja memang begitu…betapa senang  hatiku…’ batin Maya. Matanya terpejam sejenak, mengingat apa yang dirasakannya ketika Masumi tiba-tiba memeluknya erat di atas Astoria.



“Kau lelah, Mungil? Apa kau mau istirahat dulu sebelum kita menyeberang ke Izu?”



Maya menggeleng. Lagi-lagi debaran itu terasa hangat dan mengencang di dadanya. Ah…ia suka sekali nada bicara lelaki ini barusan. Penuh perhatian…Beda jauh dengan saat-saat dimana Masumi menjadi monster dingin tak berperasaan ketika harus berhadapan dengan pekerjaannya. Dunia yang keras, dunia yang juga dicintai Maya. Dunia akting.



10 menit kemudian mereka tiba di sebuah pengisian bahan bakar. Maya turun dari mobil untuk pergi ke toilet sementara Masumi mengisi bahan bakar mobil. Disadari Maya kalau ia sedikit tersipu ketika berkaca di cermin toilet, mematut diri sejenak, ingin terlihat pantas di depan Masumi. Karena ia tahu, terlihat sangat cantik tidaklah mungkin…Ia hanyalah seorang Maya Kitajima…gadis biasa…



‘Aku tak bisa berakting menjadi Aldis sekarang…tapi aku ingin, dia melihatku sebagai Maya yang cantik di matanya…’



“Ada yang ingin kau beli untuk bekal di jalan?” Masumi mengarahkan pandangan pada mini market di sebelah pengisian bahan bakar.



“Tidak, terima kasih.” Jawab Maya pendek. Dengan jas besar Masumi masih tergantung di pundak, Maya duduk dengan percaya diri di dalam mobil. Rasanya seperti menjadi….pasangan Masumi….



Khayalan ini menyenangkan sekali…andai kau tahu, Masumi…’



“Lagi-lagi kamu senyum sendiri…membuatku penasaran saja….apa yang ada dalam pikiranmu, Mungil?”



“Ah…eh….tidak….emhh….saya hanya….emmmm….”



“Nah…gugup begitu biasanya memang berarti memikirkan sesuatu, Mungil! Jangan-jangan kau sedang lapar ya? Memikirkan makanan yang enak ya?” goda masumi. Maya makin tersipu.



Tentu saja tidak! Aku memikirkanmu…memelukku…..’ Tapi kalimat itu tak keluar dari mulut Maya. Ia hanya diam sambil melihat ke luar jendela. Maya malah mengetatkan jas Masumi hingga menutup penuh tubuhnya.



Cittttttttttttttttttt!!!



Tiba-tiba mobil berhenti mendadak. Untung jalanan tak terlalu ramai. Maya melihat Masumi dengan tatapan bingung.



“Ada apa, Pak Masumi? Mobilnya baik-baik saja kan?”

Masumi diam. Dipinggirkannya mobil ke tepi jalan, lalu menghentikannya di depan sebuah toko tanpa pagar yang kebetulan sudah tutup. Beberapa kendaraan melewati mereka tanpa peduli.



Masumi keluar dari mobil. Tak dihiraukannya gerimis yang mulai turun membasahi rambutnya. Lalu membukakan pintu mobil bagi Maya. Dengan wajah bingung Maya pun keluar dari mobil.



“Ada apa, Pak Masumi? Ada masalahkah?” tanya Maya lagi. Tapi Masumi masih diam. Dibenahinya jasnya yang kebesaran dan terlihat raksasa di badan Maya. Kemudian duduk di teras pinggiran toko yang memang masih setengah kaki tingginya dari pinggiran jalan.



“Duduklah, Mungil….duduk sebentar…” katanya pelan. Maya menurut. Tanpa banyak tanya ia duduk disamping lelaki itu.



Hari semakin gelap. Pertanda sore mulai melangkah menuju malam. Angin bertiup tak terlalu kencang, dan gerimis tak berubah menjadi hujan besar ataupun mengecil. Sebenarnya mereka bisa saja tetap melaju meski hari hujan. Maya tak mengerti maksud Masumi. Bukankah mereka akan ke Izu? Jika tak berhenti lama seperti sekarang, mereka pasti bisa lebih cepat tiba ke tujuan.



Masumi tampak ingin mengatakan sesuatu. Maya melihat raut muka Masumi seakan sedang berpikir keras. ‘Apakah Masumi ingin mengatakan sesuatu yang buruk padaku? Atau justru mengatakan sesuatu yang membuat hatiku senang? Duuhh…kenapa wajahnya terlihat menyeramkan begitu ya?’



Tapi ternyata Masumi tidak mengatakan apapun. Dia hanya diam, seolah sedang merasakan angin yang mulai menusuk. Maya juga sibuk dengan pikirannya sendiri. Tapi tidak mengeluh. Ia hanya berusaha menikmati….



Masumi menyalakan rokoknya. Meski Maya tak suka melihat lelaki itu merokok, tapi gaya masumi yang khas saat merokok malah membuatnya semakin jatuh jauh ke dalam khayalan. Uh! Khayalan? Mengkhayal apa lagi ini? Mengapa saat ini kerjaanku malah memikirkan yang aneh-aneh terus?



Masumi menghabiskan rokoknya perlahan. ‘Oh…rupanya dia ingin merokok…makanya minta untuk duduk sebentar. Harusnya aku mengerti, mana boleh merokok dalam mobil ber-AC?’ pikir Maya polos.



Waktu seakan berjalan pelan. Tapi Maya tidak memprotes hal itu. Hanya duduk diam di samping lelaki ini sudah cukup banyak buatnya. Mengingatkannya pada malam ketika badai menjebak mereka di kuil Bidadari Merah.



‘Bagaimana…dengan Shiori?’spontan Maya menoleh pada Masumi, seakan menanyakan langsung hal itu pada masumi dan meminta jawabannya segera. Masumi memandang heran.



“Kenapa, Mungil?” Rokoknya masih menyala setengah.



“Tidak-----eh….” Maya kembali memposisikan dirinya ke tempat semula. Lalu menyalahkan pikirannya yang tak menyenangkan tentang Shiori. Sedikit menyesal juga, kenapa malah Shiori yang terlintas di benaknya. Tapi….apakah ini boleh? Berduaan dengan…kekasih orang? Tunangan Shiori tepatnya? Masihkah mereka bertunangan setelah kejadian Masumi merobek cek itu di depan Shiori?



“Tak usah khawatirkan dia….ini bukan saatnya, Mungil, “ kata Masumi, seolah tahu apa yang ada di benak Maya.



Maya tak menjawab. ‘Ah…andaikan Shiori tak pernah ada dalam kehidupan kita, aku akan berusaha sekeras mungkin untuk meraih hatimu,  Masumi…meski aku tahu, aku tak cukup baik untukmu….’



Hatinya sibuk berdebat. Sementara rokok di tangan Masumi sudah hampir habis. Berarti mereka harus segera bersiap. Maya malah berharap dalam hati, semoga rokok di tangan Masumi tetap menyala, atau rokoknya tak jadi habis, atau masumi mengambil lagi rokoknya dan terus merokok lagi….(meskipun itu tidak sehat)



“Apakah ini mimpi, pak Masumi? Saya…..berdua dengan anda…duduk disini menikmati hujan… “



Maya melirik lelaki jangkung di sampingnya yang justru malah asyik menengadahkan wajahnya memandang langit yang sendu. Gerimis seakan sengaja turun perlahan untuk memperlama waktu mereka berduaan.



“Tidak, Mungil…ini bukan mimpi...tapi rasanya aku juga ingin mencubit tanganku sendiri untuk meyakinkan diri, apakah memang waktu ini hanya milik kita berdua saat ini….” Masumi berbisik lirih. Tapi Maya bisa mendengar dengan jelas kata demi kata yang keluar dari mulut lelaki itu.



Jantungnya terasa berdebar lebih kencang dari biasanya. Pipinya panas, entah kenapa. Padahal sudah jelas saat ini udara dingin, dan titik gerimis sedikit menyentuh wajahnya karena terbawa angin.



Lelaki ini 11 tahun lebih tua darinya. Kedudukannya jauh lebih tinggi, secara sosial, secara personal, Maya bukanlah siapa-siapa. Tapi jika berada di sampingnya seperti sekarang, Maya tidak lagi merasa seperti sebutir pasir di pantai….



“Mungil, kenapa diam saja?” Maya merasakan pipinya makin panas ketika dia sadar wajah Masumi berada dekat sekali dengan wajahnya.



“Ah..eh..tidak, Pak Masumi…maaf…saya…melamun…”



“Melamun? Apa yang kau lamunkan? Apa kau takut denganku?”



“Takut?” Maya membelalakkan matanya. Masumi tersenyum geli.



“Hati-hati matamu meloncat nanti kalau kau membelalakkan mata seperti itu, Mungil.”



Maya tersipu.



“Eh…maksud saya…saya tidak takut pada anda, Pak Masumi…sama sekali tidak…”



“Lalu apa yang kau rasakan saat ini?”



Maya terdiam sejenak. Sambil tersenyum manis, semanis yang dia bisa, Maya menatap lekat lelaki itu. Untung saja mereka duduk berdampingan, bukannya sedang berdiri.



“Saya….sangat bahagia……” bisik Maya pelan. Masumi balas menatapnya lekat-lekat.



“Bahagia...karena apa, Mungil?” nada suaranya seolah mengharapkan jawaban yang ada di benaknya.



“Bahagia karena bisa menghabiskan malam ini bersama anda, Pak Masumi…” tegas Maya.



Tatapan Masumi melunak perlahan. Raut wajah tampannya yang biasa mengeras mulai menampakkan Masumi yang lain, yang tak pernah Maya lihat.



“Kau membuatku melepaskan topengku, Mungil….” Desah Masumi. Kali ini tangannya tanpa ragu mendekap bahu Maya yang sempit. Matanya tak lepas memandang Maya yang masih terkaget-kaget…



“Pak Masumi…..”



“Shhh….diamlah sebentar, Mungil….kecuali kalau kau ingin menjauh dariku….”bisik Masumi. Maya hanya bisa balas memandang. Ditemukannya sinar lembut di mata lelaki yang biasanya memandang sinis itu. Dirapatkannya tubuh mungilnya ke dada bidang Masumi. Tak ada rasa malu lagi…tanpa perlu merasa ragu lagi…



Dirasakannya Masumi mencium rambutnya perlahan, seakan takut menyakitinya. Maya menikmati saat ini. Sangat menikmati. Dipejamkannya matanya, seolah sedang melihat bintang di kegelapan. Lelaki ini begini dekat, memeluknya sebagai seorang wanita dewasa, dengan perasaan yang berbeda…



“Mungil….bolehkah …..aku…men….cintai…mu?”



Sunyi.



Angin dingin meniup anak rambut Maya yang agak basah. Bisikan itu terdengar sangat jelas di tengah kesunyian. 



“App…pa?” Maya tercekat. Sahutannya menggantung di tenggorokan.



“Bolehkah….aku..mencintaimu?” ulang lelaki itu, kali ini tanpa terbata. Maya menatap Masumi lebih dekat. Dicarinya sesuatu di mata itu. Kejujuran.



Sedetik kemudian bibir Masumi bertemu dengan bibirnya, dan melumatnya perlahan……



Maya terhipnotis. Ia lupa sedang berada dimana saat ini…..



Sekejap kemudian Masumi melepaskan bibirnya dengan lembut. Maya terkesiap dan tergugu malu.



“Aku membayar hutangku, Mungil….malam itu, di kuil…diam-diam aku menciummu….dan sulit melupakannya…aku..harus menciummu ketika kau sadar seperti sekarang ini….” Bisik masumi lirih. Wajahnya begitu dekat dengan Maya.



“Pak…Masumi….” Hanya itu yang sanggup Maya katakan. Tak tahu mesti berkata apa. Ia suka….ciuman lembut itu…



“Tampar aku kalau kau mau, Mungil…aku sudah berlaku kurang ajar padamu...”



Maya menatap nanar. Lelaki ini menyimpan perasaannya begitu dalam. Betapa lihainya dia menyembunyikan sesuatu yang bisa dengan bebas Maya ekspresikan. Yang ia sadar, detik berikutnya Maya sudah berada dalam pelukan erat lelaki itu. Pelukan yang sangat hangat….



“Aku…juga…mencintaimu…Pak Masumi…”desah Maya. Tepat di telinga lelaki itu.



Msaumi menghirup dalam-dalam harum rambut Maya yang tertiup angin. Memberi ketenangan pada jiwanya yang resah. Pelukannya semakin erat. Dan jantung mereka seakan saling beradu, saling bertanding siapa yang detak dentumnya paling kencang…seolah ingin mengalahkan satu sama lain….



Hanya angin malam yang dingin yang tahu…

Gerimis hujan yang tak mau berhenti itu juga tak mau kalah ingin menjadi saksi bisu…



‘Akan selalu kuingat malam ini baik-baik, Masumi…entah kau akan menjauh dariku lagi atau tidak, tapi aku akan selalu mengingat ini semua….kuijinkan kau untuk mencintaiku….dan kuijinkan juga kau menciumku tiba-tiba…kuijinkan hatiku menjadi milikmu…meski aku tak tahu dimana ujung dari semua ini, Masumi….’



 Maya tak akan pernah tahu apa yang terjadi esok ketika ia harus kembali berhadapan dengan dunia nyata. Saat segala sesuatu mungkin saja terjadi. Saat Masumi mungkin tak lagi bisa berada di sampingnya seperti malam ini….Biarkan ingatan ini tetap cerah supaya Maya bisa merasakan kebahagiaannya untuk sejenak saja…





(#NowPlaying -> Bad english – The Time Alone With You)
Bad English - The Time Alone With You

Powered by mp3skull.com




                                                            #




Villa di Izu.



Di depan sana berdiri megah sebuah bangunan villa yang cantik. Menyambut Maya dan Masumi yang baru tiba di gerbang. Masih ada satu malam lagi yang harus mereka lewati….

  

<<< The Time Alone With You ... THE END >>>


15 comments:

Anonymous said...

Wow... Keren...
Ditunggu lagi fanfic berikutnya ya,,

-Dina-

Anonymous said...

Baguuuusssssssss, ditunggu sekuelnya...XDD

-fagustina-

eva said...

hm...so sweet..mudah2an memamg seperti kisah ini kelanjutan kisah MM berikutnya.salut untuk penulis

Anonymous said...

mantafffff...... lanjutkan !!!!:)
-maria-

Anonymous said...

Suka...Ditunggu lagi fanfic berikutnya
---ita--

fenny said...

muantapppp abis dahhh b(^_^)d

Anonymous said...

sukaaaaaaaaa...:-* -dian-

Anonymous said...

hmmm,, maap yaa kayaknya aku kurang suka,, heeee,, begitulah perasaan kuu,,,

ollyjayzee on 13 April 2011 at 12:43 said...

wowwww....wooowwwwwwww......... bagus banget!!! 2 jempol deh!!! benar-benar mencerahkan hariku yang sendu! makasih ya FF nya keren! *jingkrakjingkrakkesenengan*

Anonymous said...

berlangkah2 lebih majuuuuu.....hebaaaaaaattttt

Anonymous said...

wahhhhh,,,, jd pengen nulis jg... hik hik..terharuu bc nyaa...

Anonymous said...

belum sempat denger lagunya
tapi suka ceritanya
mo juga cerita yg laennnnn!!! ^^^

Bulat ^^

Anonymous said...

ini sih bisa dibilang bukan penulis kacangan...udah masuk profesional, uff.. lawan berat!! >.< tapi Kereeen!! ^^d

wawa c tukang berisik!!!

Ty SakuMoto on 2 June 2011 at 23:24 said...

baguuuuss gaya berceritanya baguuss pemiliha katanya baguus alurnya baguuss.. pokoknya baguuuss ceu winda mana atuh Ff yang lainnyah??
btw, di sini si maya meni sibuk ngayaal we aku jadi ketawa2 gara2 mayanya.. hahaha
loph it!!!

Ty

nochan on 12 March 2012 at 11:44 said...

bagus ceritanya ... gak bisa brenti tersenyum :)

Berharap Masumi bisa selugas itu di depan Maya, krn selama ini kan mereka saling memendam rasa tapi gak pernah diungkapkan ... bikin gemesssssssssssssss :p hihi ...

Post a Comment

Silahkan kritik, saran, sapa dan salamnya... :)

 

An Eternal Rainbow Copyright © 2011 Design by Ipietoon Blogger Template | web hosting