Thursday 14 April 2011

Fanfic TK: Hujan di Yokohama

Posted by Ty SakuMoto at 07:53



HUJAN DI YOKOHAMA
(by : meta)



Hujan mengguyur deras di Yokohama, Maya tetap meneruskan langkahnya tanpa mempedulikan seluruh tubuhnya yang telah basah kuyup. “Ibu, aku ingin bertemu denganmu”, batin Maya. Maya terus berjalan menuju tempat pemakaman ibunya. Hujan deras tidak menggoyahkan niat Maya untuk mengunjungi makam ibunya. Tubuh yang kedinginan, wajah yang pucat dan bibir yang sudah membiru itu terus berjalan menuju di pusara ibunya.



Sementara itu, sebuah mobil menderu melaju kencang melewati perbatasan menuju Yokohama. “Maya, dimana kau? Kenapa kau pergi seperti ini? mudah-mudahan kau memang ada di kota ini. Huufff…" Laki-laki itu menghela nafasnya, dalam hati dia berkata “Kenapa aku begitu mengkhawatirkanmu, aku tidak bisa terus begini, aku harus menyampaikan perasaanku padamu, walaupun aku harus menghadapi penolakanmu”. 

Di tengah kekhawatirannya dia teringat kejadian setelah pengumuman pemegang Hak Pementasan Bidadari Merah, yang diumumkan langsung oleh Bu Mayuko jatuh ke tangan Maya, namun pada saat itu dia sedang berada di kediaman Takamiya untuk menyampaikan perihal pembatalan pernikahannya dengan Shiori, hanya buket mawar ungu yang sampai kepada Maya. Pagi hari setelah itu, dia mengunjungi Maya untuk menyampaikan selamat, namun sampai di apartemennya Rei menyambutnya dengan wajah khawatir,”Pak Masumi, apa anda kesini untuk menemui Maya? Sayang sekali Pak, Maya pergi dan saya tidak tahu kemana dia pergi, sebelum tidur tadi malam setelah malam pengumuman itu dia sempat bilang ke saya kalau dia rindu ibunya sambil memeluk buket mawar ungu dari penggemarnya  dan pagi ini dia sudah tidak ada Pak, handphonenya juga tidak aktif. Saya akan coba mencarinya ke……” Sebelum Rei menyelesaikan kalimatnya Masumi telah masuk kembali ke mobilnya dan melaju pergi. “Ah, bapak itu memang tidak tahu sopan santun, pantas saja kalau Maya membencinya”, gumam Rei sambil berlalu pergi hendak coba mencari Maya ke tempat latihan.



Hujan masih turun saat Masumi Hayami menghentikan mobilnya, di depan sebuah pemakaman umum di Yokohama, sebuah tempat yang selalu membuatnya tidak bisa berhenti merasa bersalah,”semoga dugaanku benar”, gumamnya. Walaupun dengan hati yang berat karena kesalahan masa lalunya, dia tetap melangkah masuk ke tempat itu.



“Ibu, bagaimana keadaanmu?apakah ibu baik-baik saja di sana?” kata Maya sambil memegang pusara ibunya. ”Ibu, aku sudah berhasil mendapatkan impianku bu…, aku terpilih mendapatkan hak pementasan bidadari Merah yang luar biasa itu bu”, air mata Maya mulai mengalir di pipinya. ”Aku ingin ibu mengetahuinya, aku ingin ibu bangga padaku,” air mata itu terus mengalir bersama hujan yang  belum juga reda. 

“Ibu tahu? keberhasilanku ini karena ada seseorang yang terus membantuku bu… seseorang yang ternyata adalah orang yang membuat ibu meninggalkan aku selama-lamanya… dan…, Maya berhenti sejenak, lalu berkata pelan,..”dan dia juga orang yang aku cintai bu….”Ibu, apakah aku boleh terus mencintainya bu?apakah ibu mengijinkan aku mencintainya bu?..... Maafkan aku ibu, maafkan aku karena mencintainya…. Maya terisak…” tapi mungkin perasaanku ini hanya bertepuk sebelah tangan bu, karena dia akan segera menikah….”, “Ibuuuu….. aku berharap saat ini ibu bisa memelukku, aku mencintainya bu…. aku benar-benar mencintainya bu…. aku mencintai Masumi Hayami bu……" Maya terus terisak tanpa menyadari kehadiran Masumi telah berada di dekatnya sejak tadi dan mendengar semua yang diucapkannya.



Sesaat kemudian Maya menyeka air matanya, dan berkata, ”Ibu, maafkan aku bu, aku kesini malah membuat ibu sedih…," kemudian dia tersenyum, “Tapi Ibu tidak usah khawatir padaku ya bu…aku akan berusaha lebih kuat…aku akan terus membuat ibu bangga…. aku permisi pulang dulu ya bu, nanti teman-temanku bisa khawatir…", Maya beranjak dari duduknya.



“Mungil…..", panggil Masumi, Maya tersentak kaget dan menoleh, Masumi Hayami telah berada di hadapannya. “Mungil…. apa benar yang kau katakan tadi pada ibumu? apa benar kau mencintaiku?"

”Pak Masumi, sejak kapan anda disini…” ucap Maya mengalihkan pembicaraan namun terlihat wajahnya yang merona merah karena malu,….”Benarkah itu mungil?", lanjut Masumi

”Saya….", belum sempat Maya melanjutkan kata-katanya, Masumi langsung memeluknya, “Apakah kau tidak membenciku?”

"Tidak Pak…" ucap Maya yang tidak bisa melepaskan dirinya dari pelukan Masumi, ”Aku mencintaimu, Maya..." 

Maya terkejut mendengar ucapan Masumi, ”Pak Masumi, apa yang anda katakan…”. “Aku sangat mencintaimu, mungilku…apakah aku boleh menyebutmu mungilku?...”Pak Masumi….." Maya tidak bisa berkata apa-apa lagi karena tiba-tiba saja ciuman mendarat di bibirnya… Jantung keduanya berdetak sangat cepat, kerinduan dua insan yang saling mencintai terobati saat itu…. ”Pak Masumi, sudah…" sambil melepaskan diri dari pelukan Masumi, ”…nanti ada yang melihat..”. 

Masumi pun melepaskan pelukannya. “Maya, bolehkah aku mengucapkan sesuatu pada ibumu…”, Maya mengangguk, Masumi berjongkok di makam ibu Maya, “Bu Haru, aku tidak mengharapkan dirimu bisa memaafkanku… kesalahanku tidak pernah dapat dimaafkan, tapi aku mohon padamu Bu, ijinkan saya menjaga putrimu seumur hidupku…” pinta Masumi di depan pusara Ibu Maya, “Ijinkan saya agar bisa membahagiakannya bu,…. .ijinkan saya menjadi laki-laki yang mendampinginya selamanya… Tolong bu, Ijinkan saya…..” Ungkap Masumi dengan sungguh-sungguh. Maya membeku mendengar ucapan Masumi, dia mencubit lengannya memastikan dia tidak sedang bermimpi. ”Auhhh…”, Masumi menoleh, “Apa kau tidak apa-apa?, “Saya baik-baik saja Pak” sahut Maya. Tapi tiba-tiba kepalanya terasa pening dan berputar-putar dan… Buukkk… Maya terjatuh pingsan di lengan Masumi.



Perlahan-lahan Maya membuka matanya, terlihat agak sedikit kabur, dia melihat ada selang infus di sampingnya. “Mungil, kau sudah sadar…” sapa Masumi, “Kau tadi pingsan dan aku membawamu ke sini” Syukurlah kata dokter kau hanya kelelahan dan masuk angin,…" lanjut Masumi…. "Kau ini,… kenapa kau memaksakan dirimu pergi di tengah hujan seperti tadi,…apakah kebiasaanmu membuat orang khawatir..”. 

“Maaf,…….tadi aku merasa seperti bermimpi?”, ungkap Maya dengan memegang kepalanya yang masih terasa pusing. “Kau tidak bermimpi mungilku,….mmm", Masumi sedikit berpikir, dan kemudian… ”mungkin ini saat yang tidak terlalu tepat… Mungil, apakah kau mau membantuku?"  

“Apa yang bisa kubantu Pak Masumi? Jawab Maya, “Maukah kau membantuku memenuhi janjiku pada ibumu tadi? Apakah kau mau menerimaku menjadi pendampingmu seumur hidupmu?" ucap Masumi dengan sedikit grogi. ”Tapi Pak…”, jawab Maya. “Tapi apa? Apa kau ingin menanyakan hubunganku dengan Shiori?" Tanya Masumi, dan Maya mengangguk. “Kau tidak perlu mengkhawatirkan itu, semuanya sudah berlalu... pernikahan ini sudah dibatalkan, aku tidak bisa meneruskannya, karena semuanya sangat menyiksaku…" Masumi menundukkan kepalanya. “hmmmm…sudahlah kita tidak usah membicarakan itu lagi…. Bagaimana dengan permintaanku tadi, apa kau mau menjadi istriku?" 

Maya mengangguk pelan, wajahnya tampak merona merah. Perlahan-lahan Masumi mendekatkan wajahnya, semakin dekat dan ciuman itu terulang…. debaran jantung mereka seperti bintang-bintang yang memenuhi ruang perawatan di sebuah Rumah Sakit di Yokohama, perawat yang hendak mengirim obat pun mengurungkan niatnya untuk memasuki ruangan itu.


=//=


Tepat setahun kemudian, di kota yang sama, seorang perempuan yang sedang hamil tua bersama seorang laki-laki berjalan memasuki sebuah pemakaman umum. “Uupss”, perempuan itu hampir saja terpeleset kalau saja tangan lelaki itu tidak memegangnya. “Maya, harusnya kau lebih hati-hati kau ini sedang hamil…"

”Iya maaf”, sahut Maya. "Huff…apakah memang seperti ini orang yang sedang hamil, keinginannya tidak bisa dicegah.” Masumi teringat kata dokter, kalau hari kelahiran sudah dekat dan sebaiknya sang Ibu beristirahat dengan baik untuk persiapan proses kelahiran. Maya dan Masumi menikah 3 bulan setelah pertemuan mereka di Yokohama, Maya langsung hamil dan sekarang sedang menanti kelahiran putra pertama mereka. Meskipun sudah dilarang, Maya bersikeras untuk pergi ke Yokohama, “Aku ingin minta doa restu ibu, supaya kelahirannya nanti lancar”, itu yang dikatakannya pada saat itu. Masumi pun tidak bisa berbuat apa-apa kecuali menuruti keinginan Maya.



Sesampainya di makam ibunya, Maya berkata, ”Ibu, ini aku datang, aku kesini ingin doa dari ibu, sebentar lagi cucu ibu akan lahir, doakan aku kuat ya bu...pinta Maya. Masumi pun berkata, ”Iya bu, doakan semua lancar..." Maya tersenyum melihat suaminya.



Mobil mereka tampak melaju meninggalkan tempat itu, Maya berkata, ”Terimakasih ya suamiku sayang, sudah mau meninggalkan pekerjaanmu dan menemaniku ke sini.” 

"Tidak apa-apa, asal kau senang”, sahutnya menoleh tersenyum  ke Maya sambil tetap menjalankan mobilnya. Tiba-tiba, ”Aduuhhh, perutku sakit”, Maya mengaduh sambil memegangi perutnya. Masumi mengambil jalan ke pinggir dan menghentikan mobilnya, ”Kau kenapa?” tanya Masumi khawatir, ”perutku sakit sekali”, Maya menjawab sambil tetap memegangi perutnya, ” Apa kau mau melahirkan?”, Masumi masih khawatir, "Aku tidak tahu mungkin  saja...aduuuh, sakit sekali...," Maya kesakitan. ”Kita ke rumah sakit saja,” Masumi berkata sambil menghidupkan mobilnya dan melaju kencang menuju rumah sakit. ”Oh, anakku ternyata kau ingin lahir di tempat kelahiran ibumu”, gumam Masumi.



-Hujan di Yokohama ... End-

7 comments:

Anonymous said...

Thxxxx....lanjutkan !!! hehehe....

orchid on 14 April 2011 at 08:37 said...

NYAM NYAM NYAM, KEREEEEN

Fagustina on 14 April 2011 at 08:43 said...

Thanks Meta ff nya romantis salam kenal...tp nanggung itu ampe si junior lahir dunks hihihi *minta digampar*

ollyjayzee on 14 April 2011 at 09:46 said...

Meta, 'lam kenal ya....
Tambah dong Neng, update nya... kurang nih, kok pake acara loncat peristiwa sih? Habis jadian langsung hamil, hehehe
ini stori makin bikin maruk

lisa said...

muantap habis lo ^_^

Anonymous said...

salam kenal ya... wah bagus nih.. lumayan buat ngobati FFU yang lagi sedih2nya...

Indah said...

makasiii tuk updetannya... :)

Post a Comment

Silahkan kritik, saran, sapa dan salamnya... :)

 

An Eternal Rainbow Copyright © 2011 Design by Ipietoon Blogger Template | web hosting