Tuesday 26 April 2011

Fanfic TK: The Hardest Day

Posted by Ty SakuMoto at 12:24

Cerita Orisinil
Saat Masumi harus memutuskan antara Maya dan Shiori
Genre : Angst


The Hardest Day(of my life)
(By Dina KD)


 the Corrs - The hardest day .mp3
Found at bee mp3 search engine


One more day, one last look
Before I leave it all behind
And play the role that's meant for us
That said we'd say goodbye
If I promise to believe will you believe
That there's nowhere that we'd rather be
Nowhere describes where we are
Ive no choice, I love you
Leave, love you wave goodbye
And all I ever wanted was to stay (all I ever wanted was to stay)
And nothing in this worlds gonna change,
Never wanna wake up from this night
Never (never) wanna leave this moment
Waiting for you only, only you
Never gonna forget every single thing you do
When loving you  is my finest hour
Leaving you, the hardest day of my life
The hardest day of my life
I still breathe (I still breathe), I still eat (I still eat)
And the sun it shines the same as it did yesterday
But there's no warmth, no light
I feel empty inside
(The Hardest Day by The Corrs) 

*********************************

          Ia keluar mobil dengan sedikit tergesa. Ia melihat ada dua mobil terparkir di vila yang tidak terlalu besar. Sedikit berkerut Ia mendekati pintu dan akan mulai mengetuk ketika Ia mendengar suara “Shiori… apa yang Anda lakukan, itu berbahaya. Kumohon tenanglah dan kembali masuk“ penasaran akan apa yang dia dengar, Maya masuk dengan pelan. Ia berada di lorong, dengan perlahan Ia melangkah menuju ke ruang tengah. Hampir saja Ia berteriak. Dengan cepat Ia mendekap mulutnya dengan kedua tangannya. Ia melihat wanita yang dipanggil Shiori duduk di pagar balkon yang menghadap tebing. Ia mengancam akan melompat, lelaki yang membujuknya turun, berusaha tenang dan tetap membujuknya walau Ia tampak gugup ‘Shiori aku mohon ayo masuklah... kita bicarakan baik-baik…..” Shiori memandang lelaki di depannya dengan berurai air mata. 
“Aku akan melompat… bila kamu mendekat Masumi….  ohhh aku bersumpah aku akan melompat bila kamu mendekat lagi.“

Lelaki yang dipanggil Masumi memucat “Shiori…” ada banyak kata yang ingin Ia ucapkan namun tak ada satu kata pun yang terucap.

”Apa yang kamu lakukan Shiori? “

Wanita itu terisak, “seharusnya kamu tanyakan apa yang kamu lakukan Masumi. Kamu setuju menjadi tunanganku lalu kamu mempermainkan aku dengan membatalkan pertunangan. SEHARUSNYA AKU YANG BERTANYA PADAMU!!! Kamu membuatku jatuh cinta dan sekarang kamu mencampakkan aku seakan-akan aku sampah.“

Laki-laki itu menggelengkan kepala, “bukan… bukan seperti itu. Maafkan aku.”

Shiori tertawa pahit lalu menatap Masumi dengan terluka, “apa yang kamu maksud bukan seperti itu…?”

Masumi membujuk Shiori, “aku mohon Shiori turunlah… kita bicarakan baik-baik.”

Shiori diam beberapa saat, yang terdengar hanya isakannya.

“Shiori aku mohon... kita bicarakan baik-baik”

Shiori seakan-akan berpikir, ”aku akan turun, asal kamu janjikan padaku satu hal“, Shiori berkata pelan, kemdian Ia mengambil nafas panjang. “tidak ada pembatalan pertunangan dan kita akan menikah… secepatnya.”

Perasaan Masumi bergejolak. Sungguh Ia tidak ingin menikah dengan Shiori apalagi setelah tahu perasaan Maya padanya. Mungkin perasaan Masumi terlukis di wajahnya karena tiba-tiba saja Shiori melepaskan pegangan dan menjatuhkan dirinya ke arah tebing. Masumi berteriak terkejut. Untunglah dengan sigap Ia menarik dan memeluk Shiori. Shiori hanya menangis dan berusaha meronta sekuat tenaga.

“Lepaskan aku!! Biarkan aku mati!!!“ Sekali lagi dia meronta, “mungkin dengan begitu kamu akan puas!!!“

Masumi sadar Shiori sungguh-sungguh dengan ucapannya. Sadar Ia tidak punya pilihan, Masumi memejamkan mata, “aku turuti permintaanmu. Aku mohon tenanglah…”

Shiori langsung memalingkan wajahnya ke arah Masumi. Masumi mengucapkannya sekali lagi, “aku turuti permintaanmu, asal kamu janji tidak membahayakan nyawamu lagi.”

Shiori memeluk Masumi sambil menganggukan kepala, “Aku janji.“

            Maya memandang semua dengan pikiran kosong. Air mata membasahi pipinya. Ia bahkan tidak tahu sejak kapan Ia menangis. Dia membalikan badan, dengan perasaan kacau Maya keluar dari villa dan tanpa suara Ia menjauh dari sana. Sampai seseorang memanggilnya dan mengguncangkan bahunya. Seakan-akan baru sadar, Maya memfokuskan pandangannya pada orang yang menyapanya. Dengan sekuat tenaga dan menahan isaknya, Maya menjawab “Pak Hijiri…“

Hijiri menatap tajam, Ia bisa melihat kalau Maya sedang shock. “Maya, apa yang terjadi…?” Ia melihat ke arah villa dan beranjak ke sana, tapi Maya menahannya “Pak Hijiri... tolong bantu aku... aku ingin pulang.” Tanpa terasa air mata mengalir di pipi Maya, Hijiri bimbang dia melihat ke arah villa “Jangan khawatir… Pak Masumi baik-baik saja. Bisakah Anda mengantarku pulang?“

“Tentu saja,” jawab Hijiri. Dibantunya Maya berjalan menuju mobil. Dia juga membantu Maya duduk. Setelah yakin Maya duduk dengan nyaman, Ia menutup pintu belakang mobil. Sekali lagi ia melihat ke arah villa lalu dia masuk ke mobil dan mengantar Maya pulang .

            Di dalam villa Masumi masih memeluk Shiori yang walaupun tidak lagi kalut tapi suara isak tangisnya masih belum berhenti. Wajah Masumi pucat dan matanya tidak lagi memancarkan cahaya. Ia memandang kosong, sedangkan Shiori yang tetap memeluk Masumi dan menyandarkan kepalanya di bahu Masumi tiba-tiba tersenyum penuh kemenangan.

“Akhirnya… Masumi milikku,“ katanya dalam hati.


**************************Sebulan kemudian.


Pernikahan yang akan dilangsungkan disambut dengan pemberitaan yang luar biasa. Hampir setelah pengumuman pernikahaan akan dilaksanakan, langsung menjadi berita hangat. Terutama alasan mengenai kenapa keduanya memutuskan untuk menikah dengan terburu buru. Isu yang beredar menyebutkan bahwa Shiori sedang hamil karenanya keduanya mempercepat pernikahan. Tidak ada keterangan dari kedua belah pihak kecuali bahwa persiapan pernikahan memang sudah dilaksanakan dari jauh jauh hari namun isu itu tetap berkembang di masyarakat.

            Maya sedang sarapan. Entah bagaimana dia bisa melewati hari-hari setelah kejadian itu. Ia tetap makan, tetap menjalani hari-harinya seperti biasanya. Bahkan matahari bersinar seperti biasanya, tidak ada yang berubah. Hanya Maya merasa, entah kenapa semuanya terasa kosong dan hampa. Matahari tidak lagi terasa hangat dan menyenangkan. Beberapa hari lagi Ia dan Ayumi akan memperebutkan Bidadari Merah. Rei sudah berangkat pagi tadi ke studio bawah tanah untuk latihan bersama yang lain. Tiba-tiba HP Maya berbunyi. Ia mengerutkan dahi ketika melihat nama yang tercantum di HP-nya.

“Hallo Pak Hijiri, ada apa…? Oke, aku akan datang. Jam berapa Anda menjemput…? Baiklah aku akan bersiap.“ Setelah memutuskan hubungan, Maya memutar serangkaian nomor. Dia harus memberitahu Rei dan untunglah tiga hari ke depan latihan libur karena Pak Korunuma sedang menemani anaknya yang sakit.

        Terdengar suara ombak yang berkejaran, angin mempermainkan rambutnya. Ia tampak kosong memandang ke arah lautan sambil membatin kenapa pantai ini tidak lagi membuatnya tenang dan damai. Dihisapnya rokok dengn hisapan panjang yang tiba-tiba malah menyesakkan dadanya. Masumi terbatuk ketika seseorang menyapanya dari belakang, Masumi tersenyum, dan baru disadarinya baru hari ini dia tersenyum dengan tulus. Hampir sebulan ini Masumi bagaikan robot. Ia tidak merasa hidup dan bagi karyawannya Masumi semakin dingin dan kaku. Ia nampak agak kurus membuat Maya sedikit terkejut. Maya dan Masumi hanya saling berpandangan tanpa kata, hanya diiringi debur ombak dan suara burung camar. Di ujung jalan Hijiri memandang keduanya. Ia menghela nafas, sadar bahwa hari ini hari terakhir mereka bisa bersama.
      Mereka berjalan bersama. Tidak seorang pun yang mengeluarkan suara. Mereka hanya diam membisu, berjalan sepanjang pantai. Tampak seekor kepiting kecil bewarna merah berjalan dengan cepat. Maya tersenyum, “Anda benar, di sini banyak kepiting…” katanya sambil melihat ke arah Masumi. Masumi merasa tidak dapat menahan diri dan memeluk Maya, “Mungil… aku… maafkan aku…“ sambil mempererat pelukannya pada Maya. Maya membalas memeluk Masumi dan menjawab. “tidak… Anda tidak salah...” Maya menjauhkan badannya walau tidak melepaskan pelukannya. “Hari ini… hanya hari ini… bisakah… tidak ada Masumi Hayami atau Maya Kitajima… yang ada hanya Mawar ungu…“ Maya menekankan kata ‘Mawar Ungu’ dan dengan senyum sedikit pasrah Ia melanjutkan, “…dan Mungil.“

Masumi tersenyum dan memeluk Maya, “Jadi kamu sudah tahu…“

Maya mengangguk dan membenamkan wajahnya di dada Masumi. Sambil tersenyum dia menjawab, “Tentu saja.“ kata Maya tegas dan kembali Masumi tersenyum dan mempererat pelukannya.

‘Ya Tuhan…’ katanya dalam hati, ‘bagaimana bisa aku melepaskan orang yang aku  cintai’ dengan sekuat tenaga Masumi mengendalikan dirinya. ‘Hari ini… hanya hari ini… aku akan bersamanya.’

            Sepanjang hari mereka bercakap-cakap, bahkan mengingat-ingat kenangan mereka yang membuat Maya sedikit merajuk dan bertengkar tapi juga tertawa bahagia. Sekali lagi Masumi membawa Maya berjalan-jalan ketika matahari mulai beranjak ke peraduan. Kecapaian, mereka berdua tertidur di kursi malas dengan Maya di pelukannya. Untuk pertama kali dalam sebulan ini Masumi dapat tidur dengan nyenyak.

            Maya terbangun, Ia melihat sinar matahari terakhir akan digantikan sang malam, juga menyadari waktu yang dimilikinya telah habis. Mimpi telah usai dan sekarang Ia harus kembali terjaga, walau Ia tidak ingin terbangun, dengan hati-hati Maya melepaskan pelukan Masumi. Maya terdiam ketika Masumi bergerak, tapi Masumi tetap tertidur dengan nyenyak. Tanpa disadari Maya air mata kembali menetes, “selamat tinggal… Pak Masumi… selamat tinggal… Mawar Unguku.“ Dengan enggan Maya menjauh dan sebelum berubah pikiran untuk memeluk Masumi lagi, Maya berlari meninggalkan pantai. Ia berlari sampai ke ujung jalan. Tampak sebuah mobil mendekatinya.

Hijiri turun dari mobil tersebut, “Maya... saya akan mengantar Anda pulang.“ Katanya pelan. Maya hanya mengangguk. Dibantu Hijiri, Maya meninggalkan Izu.

            Masumi hanya diam mendengar Maya mengucapkan selamat tinggal. Ia mengepalkan tangan, berusaha menguasai keinginannya untuk mengejar Maya. Dibukanya mata, dilihatnya sinar matahari terakhir. Suasana pantai tampak sunyi, hanya debur ombak dan sang malam yang menemaninya. Masumi tetap tidak bergerak, hanya menatap sang malam.

            Maya menangis tanpa suara. Ia dari tadi memandang ke luar jendela, tapi tatapannya kosong. Maya meraba saku jaket mencari saputangan untuk mengusap air mata yang keluar, ketika menyadari ada sebuah kotak di sakunya, dikeluarkannya kotak tersebut. Kotak itu kecil, berwarna merah. Maya membukanya perlahan, ada sebuah surat di dalamnya serta sebuah kalung emas dan liontin berbentuk hati dengan ukiran mawar ungu di tengahnya. Kalung itu sangat cantik, tanpa sadar Maya merabanya, kemudian beranjak ke surat yang menyertainya


Mungil…
Bila kau menerima ini, aku tidak bisa lagi menemanimu
maafkan aku… aku ingin berada disampingmu
melindungimu, menyayangimu dan mencintaimu
dan itu tak kan berubah sampai kapanpun
Mungil…
hadiah ini aku siapkan ketika aku mengungkapkan jati diriku
aku ingin kamu mengetahuinya
akulah Mawar Ungu-mu, pengagummu, pelindungmu
dan yang terpenting…
pria yang mencintaimu  dan percayalah…
sampai kapanpun aku takkan berubah…
Mungil…
kupersembahkan kalung ini…
seperti kalung ini hatiku ada di genggamanmu
aku tak kan mengucapkan selamat tinggal
karena aku percaya… kamu adalah belahan jiwaku
selalu dan selamanya
(dari Mawar Ungu –mu)

           

            Maya membaca surat itu sekali lagi sebelum Ia menyimpannya di saku jaketnya. Hingga dia sampai di Tokyo, Maya diam membisu sambil menggenggam kalung tersebut.

******************



            Suasana Hotel tampak ramai, beberapa aktris terkenal turut hadir dalam pernikahan Direktur Daito. Suasana pesta tampak mewah, pengantin wanita nampak cantik. Bak dongeng, seorang putri Shiori menggunakan baju pengantin putih dan tiara berlian. Semua memuji kecantikannya. Para wartawan pun turut sibuk mengabadikan pasangan yang baru menikah. Mizuki memperhatikan keduanya dari jauh. Sekali lagi, seperti biasanya di kantor, hari ini dia juga menjadi seksi sibuk mengurus banyak hal. Ia melihat atasannya dan sekali lagi dia menghela nafas panjang. Masumi nampak tersenyum dan senyum itu tidak terlepas dari Masumi. Bagi orang yang tidak mengenalnya, keduanya tampak bahagia tapi jelas bagi Mizuki kalau atasannya hanya berpura-pura. Ia menghela nafas, teringat sesuatu.

Maya… kata mizuki dalam hati. Terdorong rasa kuatir, Ia tadi menelpon apartemen tempat Maya tinggal. Rei yang menerima dan mengatakan Maya sedang latihan terakhir dan tidak berada di Tokyo sampai pentas percobaan Bidadari Merah.

********************



            Maya tidur terlentang memandang bintang. Ia teringat ketika di kampung halaman Bidadari Merah, Ia dan Masumi bertengkar. Tanpa sadar Ia menoleh ke tempat Masumi berbaring dulu. Maya menangis lagi.

Pak Masumi… panggil Maya dalam hati. Dirabanya kalung pemberian Masumi dan digenggamnya. Belahan jiwaku… 

****************************************** 


Wanita itu tampak gugup, ia mengenakan lingerie yang cukup seksi bewarna pink sewarna dengan rona yang muncul di pipinya. Dengan gemetar Ia meraih parfum dan menyemprotkan ke tubuhnya. Warna di pipinya semakin merah membayangkan suaminya melepaskan gaunnya itu. Ia menghela nafas, mematut dirinya di depan cermin yang ada di kamar mandi hotel yang mewah. Wanita itu seakan mengacuhkan ruangan yang mewah itu dan merapikan rambutnya. Rambut yang biasa tersanggul rapi kini terurai. Diraihnya lagi sisir untuk merapikan rambutnya, "ahh aku tidak ingin semua pria. Aku hanya ingin satu pria dan pria itu menungguku."  Seakan-akan teringat sang suami, wanita itu meletakkan sisir tersebut. Sekali lagi Ia mematut pada cermin, Gaunnya yang tipis dan menerawang tidak dapat menyembunyikan lekuk tubuhnya. Rona merah kembali muncul di pipinya. 

Dengan gemetar Ia membuka pintu. Wanita itu tidak berani mengangkat kepala karena malu. Ia menundukkan mata. Hening yang menyambutnya. Hanya lampu tidur yang menyala. “ehm... aku... ehm… aku sudah siap,” katanya pelan hampir berbisik tapi hanya kesunyian yang menjawab. Membuatnya mendongakkan kepala, sedikit berkerut melihat tak ada siapa-siapa di sana. Dilihatnya tempat tidurnya kosong. Pintu kamar yang berhubungan dengan ruang tamu sedikit terbuka. Dalam hati Ia bertanya, apa suaminya ada di ruang tamu? Dilihatnya gaun yang dipakainya. Ia ragu apakah dia berani melangkah dengan gaun seperti ini. Lalu dengan menghela nafas panjang wanita itu berjalan dan membuka pintu kamar.


“Masumi... apakah kamu di sana?” tanyanya pelan. Sekali lagi hanya kesunyian yang menjawab. Dilihatnya sekeliling ruangan, ternyata tidak seorangpun yang ada. Shiori terkejut dan bertanya kenapa pria yang  baru dinikahinya tidak berada di honeymoon suite tersebut dan malah meninggalkan istrinya sendirian. Shiori meraih telpon hendak menanyakan suaminya ke meja resepsionis di bawah tapi diurungkan. Itu bisa jadi skandal. Dilihatnya sekali lagi sekeliling ruangan, bahkan ke tempat penyimpanan jaket dekat pintu keluar kamar.

“Tidak ada, Masumi tidak ada…” kata Shiori pelan, Perlahan Ia duduk di sofa. Tanpa Ia sadari air mata menetes di pipinya. Masumi meninggalkannya di malam pertama mereka menikah.

Masumi berhasil keluar tanpa diketahui siapapun, jam menunjukkan angka 12. Sudah tak banyak lagi orang yang berlalu lalang di hotel ini. Ia menuju atap hotel sambil membawa sebotol anggur dan gelas. Ia melarikan diri dari istrinya. Sepanjang hari ini Ia berusaha menikmati tapi bayangan Maya yang berkelebat di matanya membuatnya hampa. Ia berjuang agar tak seorangpun curiga kalau hari ini dia menderita.

“Mungil…” ketika bayangan Maya muncul di benaknya, diraihnya botol dan menuangkan anggur itu penuh ke gelasnya dengan sekali teguk Masumi menghabiskan anggur tersebut. Angin seakan membelai wajahnya. Seperti biasanya, malam hari di Tokyo tak ada bintang yang kelihatan, membuat hati Masumi semakin mendung.

                                               

                                                ***************************************

            Masumi berjalan pelan saat angka menunjukkan jam 4 pagi ketika Ia melangkah kembali ke kamarnya. Sebentar lagi banyak pegawai dan tamu akan bangun. Jadi dia kembali ke kamarnya dan berharap semoga Shiori sudah tidur.

“Sofa hmm... aku bisa tidur di sofa,” kata Masumi dalam hati. Dengan kartu yang dibawanya, dibukanya pintu kamar honeymoon dengan perlahan. Ia masuk pelan-pelan dan menghembuskan nafas lega ketika melihat ruang tamu kamar itu kosong. Dilepaskan jas dan sepatu yang dipakainya. Ia mengatur bantalan sofa dan mulai membaringkan badannya yang lelah. Tanpa sadar Masumi tertidur.

            Shiori mendengar suara pintu tertutup dengan pelan. Air matanya masih belum kering. Semalam Ia tidak bisa tidur. Ia menunggu Masumi kembali. Di lantai tampak lingerie yang dipakainya teronggok di sana. Shiori hampir saja merobek-robek gaun itu karena kesal dan tak berdaya. Ia berhasil menikahi Masumi tapi jelas Masumi tidak mencintainya dan tidak melupakan gadis itu. Shiori benar-benar merasa terhina. Bagaimanapun Ia adalah cucu perempuan satu satunya dari perusahaan Takamiya. Bagaimana mungkin Masumi memperlakukannya seperti ini. Ia mengangkat kepala, menunggu Masumi memasuki kamar. Setelah ditunggunya beberapa saat dan Masumi tidak muncul juga, diraihnya mantel kamar dan menuju pintu kamar. Ia melihat Masumi terlelap di sofa. Shiori benar-benar merasa marah karena dia bahkan tidak mau masuk ke kamar. Shiori menutup pintu dan kali ini dia menguncinya dan berhamburan ke tempat tidur. Sekali lagi dia menangis (kataku: kapok, kapok,kapok)

            Masumi terbangun karena mendengar suara mengalir dari kamar mandi. Dilihatnya arloji menunjuk angka 8. Direnggangkan badannya. Sebentar lagi Ia harus menghadapi Shiori. Diangkatnya telepon untuk memesan sarapan dan kopi. Diraihnya jas dan mengambil Hp nya. Diputarnya serangkaian nomor. “Hijiri…” katanya, setelah membalas salam dari orang yang diajaknya bicara, “pastikan Maya tidak apa-apa. Aku mohon jaga dia… terima kasih Hijiri.” ketika Masumi mendengar jawaban dari Hijiri.

            Shiori mendengar ucapan Masumi, hatinya seperti tertusuk jarum. Ternyata Masumi belum bisa melupakannya. Ditenangkan dirinya dan dengan perlahan Ia membuka pintu kamar. Sesaat mereka saling berpandangan tapi Masumi mengalihkan pandangannya dan berkata, “sarapan sebentar lagi datang, aku ke kamar mandi dulu,” katanya sambil masuk kamar dan mengunci dari dalam.

*************************

            Mereka sarapan dengan diam bahkan dari tadi Shiori hanya diam seribu bahasa. Ketika sarapan usai dan Masumi mengambil kopi, barulah Shiori bertanya, “tadi malam kenapa kamu meninggalkan aku? Harusnya tadi malam adalah malam istimewa bagi kita,“ sambil menahan tangis. Masumi memandang Shiori dan menjawab, “Shiori aku berjanji menikahimu tapi aku tak pernah berjanji untuk menjadi suamimu. Maafkan aku tapi aku tak berniat tidur satu kamar denganmu. Kamu boleh memilikinya untuk dirimu sendiri,” kata Masumi tersenyum.  “Apa maksudmu? Kita sudah menikah… aku istrimu dan kamu suamiku…” kata Shiori terkejut. Masumi tersenyum sinis, “benar kita menikah di atas kertas dan di depan umum kita menikah, tapi di hatiku hanya ada satu orang dan maaf, hatiku tidak dapat menampung yang lain.” Air mata mengalir di pipi Shiori, “kau…” katanya melihat Masumi dengan perasaan sakit hati. “Kau yang memaksa aku menikahimu, Shiori, walaupun aku sudah mengatakan aku mencintai orang lain,” kata Masumi, Ia beranjak ke pintu untuk keluar, ”…dan kamu pasti tahu perasaan bukan sesuatu yang bisa dipaksakan,” kata Masumi. “Akan kuhancurkan… aku akan menghancurkan Maya,” kata Shiori yang ikut berdiri dan berpaling ke arah pintu. Masumi hanya tersenyum tapi ada yang luar biasa di mata Masumi. Mata itu menjadi begitu menakutkan, belum pernah Shiori melihat Masumi seperti ini, tanpa sadar Shiori melangkah mundur. “Coba saja Shiori, akan kupastikan kamu mendapat ganjaran dua kali lipat.“ Dan tanpa menunggu jawaban dari Shiori Ia melangkah ke luar.

             Maya terbangun dengan perasaan kacau, semalaman dia tertidur di tempat Ia dan Masumi melihat bintang. Sekarang tanpa sarapan, Ia menuju halte bis. Ia harus pulang ke Tokyo. “Maya.” seseorang menyapanya. Terkejut, Maya menoleh ke asal suara. Hijiri berdiri di depannya, Ia melihat Maya dengan perasaan khawatir. Wajah Maya benar-benar menyedihkan. Wajahnya pucat, matanya bengkak (nangis semalaman sie), belum lagi bajunya yang kusut. “Maya, anda tidak apa apa?” Tanya Hijiri. Maya mencoba tersenyum, “saya nggak apa apa kok.“ Maya menjawab. Namun melihat Hijiri yang merupakan penghubung Mawar Ungu, tanpa terasa air mata mengalir lagi, yang membuat Hijiri semakin khawatir dengan cepat bergerak ke Maya tapi karena tidak hati-hati, Hijiri malah terpeleset dan jatuh. Membuat Maya terkejut. Setelah rasa terkejut hilang, Maya mulai tertawa padahal air matanya belum kering. Hijiri melihat Maya tertawa diam-diam merasa lega, hanya saja Hijiri memandang dengan rasa sedikit jengkel ke arah Maya. Maya yang merasakan tatapan jengkel itu buru-buru membantu Hijiri bangun. “Seperti bukan Anda saja, kok pakai acara jatuh,” katanya pada Hijiri. “Saya tidak apa, hanya lebam saja,” terang Hijiri. Kemudian Maya bertanya, “kenapa Anda di sini?” Hijiri tersenyum, “tentu saja mencari Anda,” jawabnya singkat. Maya yang memandang dengan wajah kebingungan dan Hijiri lantas meneruskan, “Mawar Ungu tidak akan pernah melupakan Anda, Maya. Mungkin dia tak ada di samping Anda tapi beliau akan selalu melindungi dan menjaga Anda sampai kapanpun.“

Maya langsung menggenggam liontin pemberian Masumi, “Anda benar. Aku tak kan pernah sendirian,“ katanya sambil tersenyum, “… dan aku akan menunjukkan terima kasihku dengan berusaha menampilkan yang terbaik untuk Bidadari Merah.“ Lanjutnya.

*****************************

             Tuuuut… tuuuut…

Terdengar nada tunggu sebelum diangkat, “halo…” belum selesai menjawab, penelpon sudah memotong pembicaraan, “bagaimana persiapannya? Pastkan jangan sampai gagal, soal uang jangan khawatir, akan kutambah bonus bila berhasil. Dan ingat, kita tidak saling mengenal,“ kata penelpon setelah mendengar jawaban Ia menutup telpon, ”kamu takkan berperan jadi Bidadari Merah, tak akan.“ Kata penelpon itu penuh kebencian.

*************************

            Dengan gemetar Maya menunggu pengumuman siapakah yang akan menjadi Bidadari merah. Maya melihat ke arah penonton. Matanya menatap Masumi yang duduk di baris paling depan bersama Shiori. Mereka bertatapan. Masumi tersenyum lembut dan entah kenapa menenangkan perasaan Maya dan gemetaran di tubuh Maya berhenti.

Bidadari Merah Ayumi begitu bagus dengan teknik yang dimilikinya Ayumi bergerak dengan begitu indah dan tak seorang yang menyadari bahwa Ayumi mengalami kebutaan. Bahkan semua mengakui bahwa Ayumi pantas menjadi Bidadari Merah itu pada saat Maya belum memainkan bidadari merahnya.

            Tapi saat Maya memainkannya, semua terpana. Bidadari Merah Maya sangat luar biasa seakan-akan Maya menjadi bidadari yang sesungguhnya. Begitu agung, cantik dan welas asih tapi juga menakutkan. Semua mata memandang ke arah panggung tanpa berkedip seakan-akan sayang untuk melewatkan adegan yang ditampilkan terutama adegan perpisahan antara Issin dan Akoya, membuat semua penonton menangis .

            Hijiri mengikuti  orang tersebut sampai di belakang panggung. Orang itu nampak gelisah. Hijiri menyembunyikan dirinya ketika orang tersebut melihat sekeliling. Merasa yakin tidak ada yang melihat Ia mulai memanjat ke tempat lampu-lampu dan mengutak atik sesuatu, Hijiri melihat itu dengan was was. Di belakang panggung memang penuh dengan para pemain dan kru tapi semua perhatian ke arah panggung sehingga tak seorangpun tahu ada orang menyelinap dan naik ke lampu diatas panggung. “Maya…“ bisik Hijiri ketika menyadari maksud orang tersebut. Ia mulai mendekati panggung, menyadari hanya dua orang di panggung. Maya dan Ayumi.


<<<The Hardest Day ... bersambung ke chapter 2>>>

11 comments:

Anonymous said...

sukaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa... lanjutkan!!!!

Silvia on 26 April 2011 at 13:16 said...

nggak relaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa...ngapain MM terpisah ...biarin aja shiori terjun kejurang.....buat MM bersatu...

orchid on 26 April 2011 at 13:58 said...

nih pasti sendu sendu, sukaaaaaaaa, lanjut dunk ah

Anonymous said...

huaaaaa, sedihnya berasa banget
lanjutkan

Unknown on 26 April 2011 at 23:37 said...

sumpah...baru ini ak baca ff ampe nangis...

mudah2an hepie ending ya...hiks..

Anonymous said...

huaaaaaaaaaaaaaaaa
lanjutkan!!!

wawa said...

for @weni:... lebay d! *padahal degdegan juga bacanya* :P

Anonymous said...

Baguuuussssssssssss banget... semoga happy ending ya...

Anonymous said...

Bagus sist Dina..
jahat bener ya si shiori witch di cerita ini..lebih sadis lagi..
jadi penasaran ama kelanjutannnya..
di tunggu..ya.. thks

Anonymous said...

greattt... luv it!!

Anonymous said...

Great sist Dina, nice story...

Post a Comment

Silahkan kritik, saran, sapa dan salamnya... :)

 

An Eternal Rainbow Copyright © 2011 Design by Ipietoon Blogger Template | web hosting