Saturday 24 September 2011

Fnfic TK: Love Story (Chapter 5)

Posted by Ty SakuMoto at 10:25
Rating : Mature
Warning: Kissu, Mature Relationship


Love Story Ch. 5
(By. Riema)
 


            Felix memutar kursinya ke arah jendela seraya mengetuk-ngetuk jarinya ke pegangan kursi, pandangannya menerawang. Jauh menembus jendela kantornya yang lebar, melewati rentangan jarak membentang yang memisahkannya dengan wanita yang kerap mengisi mimpinya, menempati seluruh ruang hati dan fikirannya.
            ‘What should i do?’ bola matanya bergerak-gerak, dahinya berkerut ‘Hmm’ bibirnya menyunggingkan senyuman. Lalu berbalik ke mejanya dan meraih gagang telepon kemudian   menekan serangkaian nomor. Jarinya kembali mengetuk-ngetuk meja dengan tidak sabar sementara menunggu telepon tersambung
            ‘Hallo....’ Suara laki-laki menyambut tenang
            ’Hello. Masumi?’ Tanya Felix memastikan
            ’Ya, ini aku Felix. Ada apa?’
            ‘Aku butuh bantuanmu!’
            ‘Mizuki lagi?’
            ‘Haha.... apa lagi memangnya? Untuk yang satu ini sepertinya aku membutuhkan campur tanganmu...’ Felix tak mempedulikan nada sinis pada suara lawan bicaranya
            ‘Baik. Tapi bisakah kau tahu diri sedikit?’ Kata Masumi ketus
            ’Kenapa?’
            ’Huh. Kau tahu jam berapa ini? Aku sedang sibuk sekarang. Nanti aku telepon lagi, ok?’
            ’Sibuk? Sudah malam disana kan? Memangnya kau masih bekerja?’ Felix mengeryit
            ’Aku sibuk urusan yang lain Felix?’
            ’Begitu pentingnya sampai tidak bisa mendengarkanku sebentar?’
            ’Tidak bisa. Kami harus bekerja sekarang, pertnerku sudah melotot’
’Bekerja di malam seperti ini?’
’Ya. Aku harus. Emm. Membuat anak’ Terdengar suara tawa Masumi, Felix mendengus ’Aww! Partnerku. Dia bahkan mencubitku!’
            ’Hah! Kau pasti sedang bersama Maya kan?’
            ’Tentu saja. Kami harus bekerja keras demi menciptakan Hayami kecil. Aww Maya! Dia mencubitku lagi, katanya aku harus segera menyudahi pembicaraan kita!’
            ’Masumi bodoh!’ Terdengar pekik suara perempuan di sebrang sana, juga suara tawa renyah Masumi.
            ’Ugh... menyebalkan!’ gerutu Felix menutup wajahnya dengan sebelah tangan
            ’Ha..ha.. Sorry Felix. Kau harus merasakannya sendiri supaya tidak berfikir hal itu menyebalkan?’
            ’Sudah. Tidak usah memanasiku. Aku mengerti! Telepon aku kalau kau tidak sedang sibuk dengan proyek Hayami kecilmu. Bye!’ Masih terdengar tawa Masumi saat Felix menutup teleponnya. Lalu tertawa sendiri

            ’Masumi dan Maya kecil............? Mmm... Felix dan Mizuki kecil......? Hahaha........ Sialan masumi! Kenapa juga dia harus memasukkan ide itu ke kepalaku?! Sekarang pasti aku tidak akan bisa menghapusnya dari ingatanku!’ Felix meremas rambut coklatnya dengan dua tangan, masih tertawa sendiri. Membuat sekretarisnya tertahan memasuki ruangan.

***
Kediaman Hayami:

            Ketiga orang itu berbincang serius di ruang kerja Masumi. Hijiri membeberkan hasil penyelidikannya tentang para Yakuza yang menyerang Maya dan Kaori tempo hari
            ‘Jadi ternyata itu hanya kadal kecil?’ Kaori mendengus kesal ‘Kenapa tidak kita segera tangkap saja buayanya?’
            ‘Aku senang. Kau benar-benar bisa diandalkan Kaori. Rupanya kau sudah sangat terlatih’ Masumi menyilangkan kaki
            ‘Terima kasih Pak. Tidak usah meragukan aku tentang hal itu’ Kaori mengangguk
            ‘Hijiri sudah mendapat bukti yang cukup. Aku akan menangani Iketani’ Kata Masumi santai, seraya menyilangkan kakinya ‘Yang lainnya boleh kalian bereskan’ lanjutnya. Kaori tersenyum senang
            ‘Aku ingin mengurus yang satu ini sendirian’ Hijiri menunjuk sebuah foto ‘Kyoshiro, dia bagianku’
            ‘Siapa dia? Kau punya dendam pribadi padanya?’ Kaori yang bertanya, Masumi mendengarkan dengan seksama, Hijiri hanya terdiam
‘Terserah kau saja! Kau atur saja semaumu. Hanya pastikan Maya aman’ Masumi memandang dua orang di hadapannya
            ‘Baik Pak’ Keduanya menyahut bersamaan

***

            ‘Biar aku antar’ Tawar Hijiri begitu mereka tiba di tempat parkir
‘Tidak perlu, aku bisa naik taksi’ Tolak Kaori halus
‘Sudah  malam. Masuklah’ Hijiri membukakan pintu mobilnya untuk Kaori
            ‘Terima kasih’ Kaori masuk ke mobil. Kemudian Hijiri masuk dan menyalakan mobilnya, meninggalkan rumah kediaman Hayami. Kaori memperhatikan Hijiri yang diam dengan mimik tak terbaca

            ‘Terima kasih. Kau sudah menjalankan tugasmu dengan baik. Maaf, aku tidak datang waktu itu’ Hijiri menatap jalan lurus-lurus
            ‘Tidak apa-apa. Aku dengar kau terluka. Apa tidak apa-apa?’
            ‘Tidak, lukaku ditangani dengan baik’ Tiba-tiba wajah Rei melintas di kepalanya ‘Aku tidak apa-apa’ Hijiri menoleh sekilas
            ‘Syukurlah. Ada yang bisa aku bantu?’
            ’Tidak. Aku sudah pernah bilang, aku bekerja sendiri kan?’
            ’Ya. Tapi nyatanya Pak Masumi menyuruh kita bekerjasama ’
            ’Ya. Bekerjasama melindungi atasan kita. Kau jalankan saja tugasmu melindungi Maya. Yang lain-lain, biar aku yang urus’
            ’Hijiri. Kau kan tidak harus selalu keras kepala seperti itu?’ Kata Kaori sengit
            ’Hm. Tolong. Lakukan saja tugasmu, dan hati-hatilah. Bagaimanapun, mereka mengenalmu sekarang. Kau tidak boleh lengah’ Hijiri tetap tenang
            ’Aku tahu resiko pekerjaanku. Aku hanya berharap, kita bisa berteman’ Kaori memalingkan muka, memandang keluar jendela
            ’Maaf. Lebih baik tidak. Aku orang yang tidak pandai berteman’
            ’Ya. Mungkin aku tidak cukup pantas menjadi temanmu’ Nada suaranya masih ketus, Hijiri menepikan mobilnya
            ’Kaori?’ Panggil Hijiri pelan ’Kau kenapa sih?’
            ’Aku...’ Kaori menghembuskan nafas, >Aku kenapa sih, kenapa segalau itu hanya karena dia mengabaikanku?<
’Aku tidak apa-apa, aku hanya sedang kesal’ katanya kemudian
            ’Padaku?’
            ’Sejujurnya. Iya’ Hijiri menatap tak mengerti
            ’Kenapa?’ Sebelah alisnya terangkat
            ’Karena kau selalu cuek seperti itu. Aku tidak suka diabaikan!’Teriak Kaori setengah merengek
           ’Kamu. Sangat blak-blakan ya’ Hijiri tersenyum ’Maaf, aku tidak bermaksud begitu. Aku kan memang begini’
            ’Iya. Maka dari itu aku kesal. Karena kau begitu’ Kaori bersungut
            ’Tak ada yang bisa kulakukan soal itu. Maaf’ Hijiri menjalankan lagi mobilnya. Membiarkan keheningan meliputi mereka hingga tiba di depan apartemen gadis itu

***

Kantor Masumi, Daito:

            ’Pak Masumi? Masa begitu?’ Mizuki mematung di hadapan Masumi yang duduk dengan santai di sofanya yang nyaman. Membaca surat kabar sore.
            ’Apa maumu?’
            ’Tidak harus aku kan yang pergi?’
            ’Memang kalau kau kenapa? Sejak kapan kau jadi pembantah?’ Hardik Masumi tanpa memandang sekretarisnya
            ’Tidak apa-apa’ Jawab Mizuki lesu
            ’Baik. Kalau begitu tidak ada masalah kan? Profesional saja Mizuki!’ dalam hati Mizuki menggerutu dan mempertanyakan keprofesionalan Masumi saat mengambil keputusan ini
            ’Kau akan pergi dengan 3 orang lainnya, kau tidak perlu khawatir’
            ’Aku sama sekali tidak khawatir. Hanya saja, apakah aku benar-benar harus pergi? Bukankah Pak Takashima sebagai wakil anda sudah cukup?’
            ’Tidak. Justru karena hanya wakilku yang pergi, aku mengutusmu untuk mengawasi Takashima. Aku sangat mempercayai penilaianmu, apa itu tidak cukup jelas?’ Masumi mengangkat wajahnya, menatap tajam ke arah Mizuki
            ’Baiklah’
            ’Ok. Kalau begitu tidak perlu ada bantahan lagi. Awal bulan ini kau pergi ke Jerman!’ putus Masumi tanpa bisa digugat. Mizuki membungkuk, lalu keluar ruangan. Diam-diam mengutuki Felix yang sudah pasti terlibat dalam hal ini.

***
Dusseldorf, Jerman

            Pada waktu yang sudah di tetapkan, di awal bulan Desember yang dingin meski salju belum lagi turun. Akhirnya Mizuki terbang ke Jerman. Bersama Takashima sebagai wakil Masumi, dan 2 orang staff lain.

            Mobil jemputan sudah siap saat mereka tiba di bandara. Mizuki melengos melewati Felix yang keluar dari Audi hitamnya dan berkeras ikut rombongan. Felix hanya bersidekap, menghembuskan nafasnya yang beruap putih melihat tingkah Mizuki. Lalu masuk kembali ke mobilnya dan dengan sabar mengikuti mobil jemputan yang disiapkan Ursula untuk para tamunya
            Padahal pria itu sengaja terbang dari Stuttgart, tempatnya menetap untuk menyambut Mizuki. Perjalanan dari bandara ke Duisburg yang biasanya ditempuhnya sekejap mata dengan mobil kesayangannya, harus rela dilakoninya lambat-lambat.

            Setelah waktu yang terasa sangat lama bagi Felix, akhirnya mereka tiba di Hotel Regent, Akomodasi yang disediakan Ursula bagi mereka. Hotel bintang tiga yang nyaman dan terkesan kekeluargaan. Hanya memiliki 62 kamar yang indah dengan fasilitas lengkap
            Setibanya di lobby Hotel, Felix kembali harus menghela nafas dan menjaga kesabarannya saat Mizuki menolaknya dengan dalih kelelahan. Tapi bukan Felix namanya kalau menyerah begitu saja.

            ’Selamat beristirahat!’ Senyum Felix ramah pada tiga pria Jepang di hadapannya. Di balik mantelnya yang lebar, diam-diam dia menahan tangan Mizuki saat tiga orang pria yang jauh lebih kecil darinya itu memasuki lift
            ’A  Aku menyusul nanti. Ada pesan Pak Masumi yang harus aku sampaikan pada Pak Felix’ Mizuki mengangguk, beralasan
            ’Fe? Lepaskan aku!’ Mizuki berusaha menarik tangannya
            ’Felix?’ Mizuki mendelik melihat Felix  pura-pura tidak mendengar dan malah memanggil seorang pelayan berseragam biru laut
            ’Tolong bawakan tas nona ini. Kamar 51’ Katanya dalam bahasa Jerman yang terdengar merdu di telinga Mizuki, namun tak dimengertinya
            ’Ayo!’ Tanpa mempedulikan protes Mizuki, pria tegap itu menarik Mizuki bersamanya, menuju lift. Dan meninggalkan barang-barang Mizuki bersama pelayan
            ’Selamat datang di negeriku! Aku senang akhirnya kau datang juga ke sini’ Felix mengaitkan jemarinya ke jemari Mizuki dan menariknya lebih dekat dalam lift yang hanya berisi mereka berdua, jantung Mizuki berdegup lebih cepat
            ’Terima kasih’ Jawab Mizuki formal, Felix menggeleng

            Mizuki menyerah untuk berontak dan membiarkan saja Felix menyeretnya keluar lift, berjalan menyusuri koridor hotel yang dilapisi karpet biru
            ’Silahkan!’ Sang pelayan telah siap di depan pintu sebuah kamar. Felix membuka pintunya dengan kunci berbentuk kartu dan membiarkan dia memasukkan barang-barang. Tepat saat pria berseragam biru tersebut keluar, Felix mengangkat tangan Mizuki yang masih digenggamnya. Mengecup punggung tangannya lembut. Mizuki mengangguk kikuk pada pelayan yang tersenyum maklum padanya
            ’Terima kasih!’ Felix memberikan uang tip dan menyeret Mizuki masuk

            ’Sialan Felix. Sengaja membuat aku malu ya?!’ Mizuki menghentakkan tangannya, kali ini pria itu membiarkannya
            ’he..he..he... ’ Matanya yang biru cemerlang berbinar saat dia tertawa ’Segitu seriusnya Mizu....’ Felix memiringkan kepalanya, menatap Mizuki lekat-lekat. Lalu dengan cepat tangannya bergerak melepaskan kacamata Mizuki
            ’Felix?!’ protes Mizuki
            ’Aku tidak suka. Aku jadi tidak bisa melihat matamu!’ Felix menatap tajam mata hitam Mizuki ’Padahal aku sangat merindukannya’
            ’Apa pedulimu?’ Mizuki melengos, melepaskan mantelnya lalu berbalik menuju barang-barangnya yang terserak di samping sofa. Felix memasukkan kacamata Mizuki ke saku mantelnya, melepas dan menggantungnya di gantungan

            ’Bagaimana kamarnya?’ Felix menghempaskan tubuhnya ke sofa
            ’Indah’ Mizuki memandang dekorasi kamarnya yang berwarna coklat pucat yang nyaman ’Terlalu mewah untukku ”Mizuki memindahkan sebuah tas ke tempat tidur single yang menempel di salah satu dinding kamar, di sebelahnya sebuah meja tulis hitam menghadap ke sebuah jendela lebar yang tingginya hampir menyentuh langit-langit.
            ’Kau tidak suka?’
            ’Suka... Kenapa kau tidak pulang saja? Aku lelah’ Mizuki bersungut
            ’Istirahatlah’ Felix mengangkat kaki panjangnya dan menumpukan tumitnya ke meja, kaki kanan bertopang di atas kaki kiri
            ’Pasti. Tapi tidak dengan kau masih di sini’ Mizuki menoleh sekilas
            ’Kalau begitu tidak usah istirahat, karena aku tidak akan pergi’ Felix bersandar ke sofa dengan dua tangan terlipat di belakang leher
            ’Menyebalkan!’
            ’Memang. Sudah tahu kan?’
            ’Ya. Hanya saja aku tidak tahu ternyata sudah separah itu’ Felix hanya bergumam, memperhatikan Mizuki yang tengah berbenah

            ’Mizu?’
            ’Hm...’ Mizuki menyahut cuek
            ’Jawaban waktu itu. Kau belum memberitahuku’
            ‘Yang mana?’
            ‘Kapan kau akan sadar, bahwa kau mencintai aku?’ Tangan Mizuki yang sedang bergerak terhenti di udara, Felix menatapnya lekat-lekat
            ’Maaf. Aku belum memikirkannya’ Mizuki mengibaskan rambut panjangnya, melanjutkan kegiatannya
            ’Tak perlu dipikirkan. Jawab saja!’ Mizuki terdiam, berfikir.
            ’Maaf!’ Katanya akhirnya
            ’Ahhh......’ Felix mendesah panjang. Menengadahkan kepalanya, menatap langit-langit kamar yang di ukir indah, Mizuki manatapnya dalam diam

            ‘Fe?’ Tiba-tiba Mizuki sudah berdiri di belakang Felix, menatap wajahnya yang menghadap ke atas
            ‘Hm.. ‘ Wajah mereka sejajar sekarang, rambut Mizuki yang panjang menjuntai, menyentuh wajah Felix ‘Harum sekali’ Felix meraih sejumput rambut Mizuki dan menciumnya
            ‘Kau ini!, aku mau mengembalikan ini’ sebuah jam tangan terkait di telunjuk Mizuki, tapi Felix tidak melihatnya. Kedua tangannya terjulur, menyentuh samping kepala Mizuki dan menariknya mendekat
            ‘Fe? Jam tanganmu!’ Mizuki mencoba bersikap tenang, menyembunyikan detak jantungnya yang berdebar tak menentu saat wajah mereka kian merapat
            ‘Kau tahu apa warna kesukaanku?’ Tanya Felix saat jarak mereka tinggal beberapa inci, Mizuki menggeleng
            ’Hitam. Kau tahu kenapa? Karena itu mengingatkanku padamu. Rambutmu, matamu. Aku selalu suka warna hitam’ Felix menjawab sendiri pertanyaannya, meniupkan nafas hangat ke wajah Mizuki
            ’Terima kasih sudah memberi tahu. Kau bisa melepaskan aku sekarang’ Bagaimanapun disembunyikan, Felix menangkap dengan jelas kegugupan dalam suara wanita itu
            ’Emm. Baiklah’ Felix tersenyum, kemudian melepaskan pegangannya ’Duduklah di sampingku’ lanjutnya. Mizuki menegakkan tubuhnya dan memutari sofa, duduk di samping kiri pria tampan itu
            ’Ini, jam tanganmu’ Mizuki menyodorkan tangannya
            ’Terima kasih. Darimana kau mendapatkannya?’ Felix mengambil jam tangan tersebut
            ’Felix, aku kan sudah pernah bilang. Dari seorang gadis bernama Nami!’ Kata Mizuki kesal, teringat lagi pada gadis itu
            ’Oh, aku lupa. Aku tidak terlalu menganggap penting perempuan lain selain kamu’ jawabnya santai, Mizuki meragukan pernyataan itu
            ’Yang benar saja’ Mizuki memutar bola matanya, lalu apa yang kau lakukan di rumahnya malam itu?’
            ’Masih memikirkan itu?’ Felix mentap Mizuki setengah tersenyum
            ’Tidak. Aku hanya, ingin tahu’ Mizuki melengos
            ’Begitukah?’ Felix membolak-balik jam tangannya ’Aku akan memberi tahumu kalau kau begitu ingin tahu, apa saja yang kami lakukan malam itu’ Mizuki kambali menatap Felix, menegang
            ’Malam itu, aku mengantar gadis itu pulang. Nami mabuk berat. Dia bahkan tidak bisa turun dari mobil, sampai-sampai aku harus membopongnya ke dalam apartemennya’ Felix terdiam sejenak, menatap keryitan kecil di dahi Mizuki ’ Aku membawanya ke kamarnya, lalu dia...’
            ’Stop stop! Tidak usah diteruskan!’ potong Mizuki cepat, memalingkan wajahnya
            ’Mizu! Aku baru saja mulai’
            ’Tidak usah saja. Aku menyesal telah bertanya. Aku tidak mau tahu lagi sekarang’
            ’Oya? Tapi aku berkeras ingin memberitahumu. Aku belum menceritakan bagian menariknya!’ Rajuk Felix sambil tersenyum
            ’Aku tidak tertarik’ Mizuki merengut kesal
            ’Aku tidak peduli, kau harus mendengarkan aku!’ Felix meraih wajah Mizuki dan menghadapkannya ke arahnya ’Dengar aku Mizu. Ok? Atau aku akan berfikir kau sedang cemburu?’ tantang Felix jail
            ’Tidak!’ Tukas Mizuki cepat ’Siapa bilang’
            ’Kalau begitu kau harus mendengarkan aku’ Mizuki mengangguk pasrah
            ’Oke. Dengarkan aku baik-baik. Sampai mana tadi?’ Mizuki membuka mulutnya hendak bicara ’Ah ya, aku tahu. Kamar!’ Mizuki mendelik
            ’Aku mengantarkannya sampai ke kamar dan meletakkan dia di tempat tidurnya. Saat aku akan meninggalkannya. Dia menahan tanganku, dan menyebut namaku dengan lirih’ Mizuki menggigit bibirnya, betapa inginnya dia menutup telinga ’Dan kau tahu apa yang terjadi?’ Tanpa mempedulikan reaksi lawan bicaranya, Felix bercerita dengan antusias. Mizuki menggeleng lemah
           ’Gadis itu. Mengangkat kepalanya, lalu dia....’ ditatapnya mata Mizuki lekat-lekat ’Dia Muntah!’ Teriak Felix, Mizuki membeku ’Kau dengar itu Mizu?! Dia memuntahkan cairan yang menjijikan itu ke arahku! Mengenai baju dan tanganku. Ukh! Benar-benar tidak menyenangkan!’ Felix tertawa keras, tanpa sadar Mizuki menghela nafas lega, lalu ikut tertawa

            ’Jadilah aku harus membersihkan diri di rumahnya, jika tidak mau pulang dalam keadaan bau’ Mizuki mengangguk-angguk ’Itulah sebabnya aku melepas jam tanganku Mizu sayang’ Katanya seolah menjelaskan sesuatu pada anak kecil ’ Selain itu, sama sekali tidak ada yang terjadi. Swear!’ Felix mengacungkan dua jarinya
            ’Kalau gadis itu tidak muntah, mungkin lain cerita kan?’
            ’Hm... masih penasaran rupanya’ Felix tersenyum mendengar kata-kata wanita di sampingnya


            ’Dengar aku Mizu!’ Kata Felix lambat-lambat ’Kau, mungkin belum tahu? Aku ini, termasuk dalam deretan sepuluh besar, pria yang paling diincar di Jerman’ Mizuki mencibir tidak percaya ’Kau tahu apa artinya itu bagiku?’ Mizuki mengangkat bahu
            ’Artinya. Akan banyak wanita yang menghalalkan berbagai cara demi menjeratku. Seperti yang pernah aku ceritakan, mengaku hamil misalnya? Dan itu, sama sekali tidak menyenangkan’ Felix menggelengkan kepala penuh sesal
            ’Mungkin kedengarannya bodoh. Tapi, kalau tidak mau terjebak. Aku harus menjaga diriku. Extra ketat’
            ’Menjaga diri? Dengan bergonta ganti wanita? Itu terdengar sangat masuk akal!’ sindir Mizuki sinis
            ’Oh Mizu....’ Felix tertawa ’ Kau pikir aku meniduri setiap wanita yang kukencani?’
            ’Siapa yang tahu’ masih dalam nada sinis
            ’Kau sudah gila kalau berfikir seperti itu’ Felix tertawa lagi, membuat Mizuki semakin kesal ’Justru aku menjaga diriku dengan tidak melakukan itu. Dengan wanita manapun!’ Felix bicara lambat-lambat, Mizuki kembali menatap tak percaya ’Percaya atau tidak, itu urusanmu’ Felix mengangkat bahu ’Tapi dengan posisiku sekarang ini. Baik sebagai Managing Director Multinational Corporation, terlebih sebagai pewaris tahta Kippemberg. Aku benar-benar harus hati-hati dalam bertindak. Diam-diam, banyak orang yang menantikan kejatuhanku. Dan urusan dengan wanita, paling sering menjerat orang –orang seperti aku’ Matanya menyorotkan keseriusan yang mustahil diragukan
            ‘Aku tak mau tiba-tiba ada seorang wanita datang meminta pertanggung jawaban. Atau mengancamku dengan foto dan video yang tidak senonoh. Hhh.... ‘ Felix menggeleng, teringat seorang  temannya  yang pernah mengalami hal itu ‘Ternyata. Wanita itu, bisa menjadi sangat licik dan jahat ya?’
            ‘Ya, semakin cantik wanita, semakin jahat ia’ Mizuki menimpali
            ’Tapi aku yakin kau tidak termasuk pada wanita cantik yang jahat itu. Kan? Felix tersenyum ceria lagi
            ’Tentu saja. Aku tidak cukup cantik untuk menjadi jahat. Dan aku juga tidak termasuk salah satu dari perempuan yang mengincar Felix Oschin’ Mizuki mengangkat alis
            ’Aku yakin itu Mizu. Makanya, aku bisa melakukan apapun denganmu, tanpa takut kau akan menjebakku. Tapi. Andaipun kau menuntut pertanggung jawaban dariku? Aku akan dengan senang hati mengabulkannya’ Tiba-tiba Felix memeluk Mizuki yang terlonjak kaget
            ’Felix! Lepaskan aku’ Mizuki memberontak, menonjok perut Felix yang rata dan keras
            ’Tidak! Dari tadi kau selalu menyuruhku melepaskanmu. Kali ini tidak lagi! tidak sampai aku mendapatkanmu!’ Pelukannya semaki erat
            ’Felix!’ Felix tertawa mendengar teriakan  wanita itu. Dan semakin bergairah karenanya.

***

            Felix keluar dari hotel setelah cukup larut. Masih tersisa senyum di wajah tampannya. Tak terjadi apa-apa antara mereka, tapi lelaki itu begitu bahagia. Dia menikmati setiap moment kebersamaan mereka. Menikmati memandang wajah Mizuki yang memerah saat digodanya, tawa tertahan wanita itu saat mendengar gurauannya. Meski dia harus merelakan bahu dan perutnya tersakiti, karena Mizuki akan memukulnya tiap kali dia merasa kesal dan gemas.
            ’Terima kasih’ Felix menerima kunci mobilnya dan bergegas masuk ke dalamnya, membiarkan kaca mobilnya terbuka dan menghirup udara malam yang dingin dan menyegarkan. Sesekali senyuman tersungging di bibirnya, seperti remaja jatuh cinta yang tak bisa berhenti membayangkan wajah kekasihnya.

            Malam itu juga, dia kembali ke Neckarsulm, Stuttgart. Dan memutuskan membiarkan Mizuki bekerja dengan tenang.

***     

            Meski waktu istirahatnya terinterupsi Felix, Mizuki bangun dengan bugar pagi harinya. Setelah bersusah payah mencari kacamata yang tak jua ditemukannya, Mizuki akhirnya menyerah dan turun ke Restoran untuk sarapan. Mizuki tersenyum dalam hati, tepat sebelum dia turun tadi, Felix meneleponnya hanya untuk sekedar mengucapkan selamat pagi dan memberitahu kalau dia sudah kembali ke Neckarsulm
            ’Bekerjalah dengan rajin babe, aku akan datang lagi nanti. Tunggu aku oke?’ meskipun Mizuki menjawab dengan ketus, gadis itu yakin. Felix tahu hatinya yang sebenarnya, percuma saja menutupinya

            Ketiga pria Jepang yang datang bersamanya telah tiba lebih dulu di restoran italia yang nyaman dan terlihat seperti ruang makan keluarga. Kursi dan meja kayu coklat tanpa kesan mewah disusun dengan apik.
            Mereka makan dengan cepat, dan ketika mobil yang akan mengantar mereka ke lokasi pabrik baja Kippemberg tiba, mereka sudah siap.
            Mizuki menatap Ursula dengan kagum, terpesona pada kecantikan wanita itu. Mata hijau zamrudnya tampak begitu bercahaya, juga rambutnya yang sangat pirang. Andai dia bukan adiknya, tentu Felix sudah jatuh cinta pada wanita ini, pikir Mizuki yakin

            Ursula menyambut mereka dengan ramah. Sekejap saja, Mizuki merasa sudah akrab dengan wanita cantik tersebut. Meski kadang, rasanya diam-diam Ursula memandangnya dengan tatapan yang tidak dia mengerti. Dari Ursula, Mizuki mengetahui sedikit cerita tentang Felix

            ’Sedikitpun kakakku tak pernah melupakanmu’ Katanya di sela-sela pekerjaan mereka ’Meskipun ayah dan ibuku kesal karena Felix tak juga mempunyai hubungan yang serius, Felix tak pernah peduli. Tapi aku selalu mendukungnya untuk menemukanmu, aku tidak suka melihat dia menderita. Aku ingin dia bahagia, hanya dengan menemukanmu dia bisa bahagia’ Ursula tersenyum tulus
            ’Dia pasti bahagia mempunyai adik yang begitu mencintainya’ Mizuki memandang kagum wanita di depannya
            ’Ya. Aku sangat mencintainya. Dialah yang selalu menjagaku selama ini’ Katanya lagi dengan senyum bahagia menghiasi bibir merahnya
Dalam hati, Mizuki bersyukur, lelaki yang diam-diam selalu dirinduinya itu memiliki perasaan yang sama. Dia meyakininya kini.

            Waktu seakan berlari tanpa terasa, 3 minggu waktu waktu kunjungan meraka hampir berakhir. Dalam kurun waktu itu, tak sekejappun Felix memperlihatkan dirinya. Membuat Mizuki bertanya-tanya dan kesal sendiri, padahal 3 hari lagi dia harus segera kembali ke Jepang.

            ‘Aku sudah menyiapkan pemandu, tiga hari yang tersisa ini silahkan nikmati pemandangan kota kami’ Ursula tersenyum manis
            ‘Terima kasih’ Takashima menyambut gembira tawaran Direktur cantik itu, meski Mizuki sama sekali tak nampak tertarik

            ‘Nona Mizuki, kakakku bilang, dia akan datang sore ini. Mungkin dia akan langsung menemuimu’
            ’Eh? Tidak usah. Toh aku akan segera pulang’
            ’Nona pasti lebih tahu kakakku seperti apa? Tak ada yang bisa melarangnya memperoleh apa yang diinginkannya’ Ursula mengangkat bahu
            ’Mengerikan’ Kata Mizuki datar, Ursula tertawa mendengarnya

***
           
            Mizuki melewatkan acara melancong yang diikuti atasan dan rekannya. Dia memilih duduk di selonjor di sofa kamarnya yang hangat dan tenang. Bersweater dan celana panjang yang nyaman untuk di rumah. Meskipun salju tidak turun seharian ini, tapi Mizuki sama sekali tidak tertarik untuk keluar

Tok tok tok
            ’Room service!’ Mizuki menggeliat, dia bahkan enggan bergerak membuka pintu

            ’Hello!’ Felix tersenyum ceria di depan pintu ’Rindu aku?’ pria itu nyegir lebar, memperlihatkan giginya yang putih berderet rapi. Mizuki baru sadar, betapa dia merindukan wajah cerah itu.
            ’Ugh, pengganggu!’ Mizuki berbalik dan kembali bergelung di sofa, Felix melepas mantelnya dan mengikuti dari belakang

            ’Mizu! Kau tidak ingin keluar? Ada pagelaran di gedung opera hari ini. Kita pergi yuk?’ Felix menatap Mizuki dengan jenaka
            ’Pergilah. Aku terlalu malas untuk keluar’ Mizuki mengibaskan tangannya
            ’Jangan begitu. Kalau begitu kita ke museum? Hm?’
            ’Tidak’ Mizuki menahan diri untuk tidak tertawa melihat ekspresi pria di hadapannya
            ’Aku tidak tertarik’ jawab Mizuki masam
            ’Baiklah kalau begitu. Kita habiskan waktu di kamar saja. Apa yang harus kita lakukan supaya tidak bosan?’ Felix menatap mata hitam Mizuki lekat-lekat
            ’Ng.’ Mizuki berfikir sebentar ’Entahlah!’
            ’Emm. Apa ya, yang bisa dilakukan sepasang orang dewasa dalam kamar supaya tidak bosan?’ Felix mengusap dagunya, menatap Mizuki penuh arti. Mengedipkan sebelah matanya
            ’Ukh. Dasar genit!’ Mizuki turun dari sofa
’Bagaimana kalau kita keluar untuk makan malam? Aku agak lapar’ sahut Mizuki cepat, Felix tertawa girang
            ’Oke!’



            ’Kau tidak boleh pulang dulu’ kata Felix setelah mereka selesai makan
            ’Tidak bisa, aku harus pulang bersama yang lainnya’ Mizuki menyesap anggur merahnya yang terasa hangat
            ’Orang tuaku akan pulang lusa, kami akan mengadakan pesta natal besar. Seperti biasanya’
            ’Selalu?’
           ’Hm. Selalu. Ajang temu kangen orang tuaku dengan teman dan keluarga. Tepat setahun mereka tidak pulang’
            ’Orang tua yang menyenangkan’ Mizuki tersenyum tulus
            ’hah? Yang benar saja’ cibir Felix ’Jadi, kau akan hadir kan?’
            ’Apa?’ Tanya Mizuki bingung
            ’Di pesta natal keluarga kami. Aku akan mengenalkanmu pada orang tuaku’
            ’Tidak. Untuk apa?’
            ’Untuk apa? Mizu? Kau wanita yang penting dalam hidupku, tentu saja aku ingin orang tuku mengenalmu. Kau sudah kenal ibuku tentu saja, maksudku secara resmi’
            ’Fe? Memang kapan resminya aku menerima tawaranmu sebagai wanita pentingmu? Aku belum pernah mengatakan iya, kan?’
            ’Kalau begitu katakan sekarang! I Love you Mizu. Would you be my number one women?’ Felix mencondongkan tubuhnya, mendekatkan wajahnya ke wajah Mizuki yang memerah ’Ayo! Jawab sekarang!’ desak Felix
            ’Tidak’
            ’Kau tidak mau?’
            ’Tidak sekarang’ Ralat Mizuki, tersipu

            ’Baiklah. Tidak sekarang’ Felix menegakkan tubuhnya lagi ’Aku sudah menunggumu lebih dari separuh hidupku, apa salahnya menunggumu beberapa puluh tahun lagi?’ Sindir Felix tajam, memalingkan wajahnya
            ’Fe?’ Mizuki merasa tak enak hati ’Jangan merajuk’ Felix masih terdiam ’Fe?’ panggil Mizuki lagi. melihat Felix tak bereaksi, Mizuki mengulurkan tangannya dan menyentuh tangan Felix yang besar, Felix menoleh
            ’Sorry...’ Felix membalikkan tangannya dan menggenggam tangan Mizuki dan meremasnya pelan
            ’Baiklah, aku mau menjadi wanita pentingmu’ Mata Biru Felix berbinar terang
            ’Sungguh?’ Mizuki mengangguk pasti ’Terima kasih sayang’ Felix menarik tangan Mizuki dan mengecupnya lembut, dan lama.

            ’Kalau boleh tahu, ada berapa tepatnya wanita pentingmu itu?’ Felix tertawa
            ’kau pikir aku mengatakan itu pada sembarang wanita? Dalam posisimu, hanya kamu. Dan dalam posisi lainnya, ibu dan adikku dengan sendirinya menjadi wanita penting dalam hidupku. That`s it. Aku tak butuh yang lainnya’ Wajah Felix sumringah
            ’Aku mengerti. Terima kasih sudah sabar menghadapiku selama ini’ Mizuki memberikan senyuman termanisnya, membuat Felix tak tahan untuk membelai wajahnya. Dan dia melakukannya.

            ’Felix!?’ pekikan seorang wanita mengagetkan mereka berdua
            ’Eh, hai Celia’ Felix menyapa ramah, seorang wanita cantik berdiri di sana. Dengan gaun malam yang sepertinya terlalu terbuka untuk malam sedingin itu. Memamerkan lekuk tubuhnya yang tanpa cela. Rambut keritingnya yang pirang gelap terurai di bahunya yang terbuka.
            ’Kenapa kau tidak memberitahuku kalau kau datang? Aku sangat merindukanmu!’ Mizuki melengos, dia bicara bahasa Jerman yang tak dimengertinya. Wanita cantik lain lagi, sepertinya hal ini tak akan pernah berakhir. Pikir Mizuki murung.
            ’Maaf. Aku sangat sibuk’ Jawab Felix dalam bahasa Inggris, agar Mizuki tak salah faham ’Kenalkan, ini kekasihku. Mizuki’ Sesaat Mizuki tercengang. Dia merasa tak cukup menarik sebagai kekasih Felix, dibandingkan dengan wanita di hadapannya ini ’Mizuki, ini Celia. Temannya Ursula’ Raut kaget dan kecewa jelas tergambar di wajah gadis itu
            ’Hallo. Saeko Mizuki’ Mizuki mengulurkan tangannya, bersikap selayaknya wanita dewasa yang matang, menyembunyikan rasa tak percaya dirinya. Dan dia memang sudah terlatih untuk itu
            ’Cecilia Schult’ sambut gadis itu ramah
            ’Bergabunglah dengan kami’ Tawar Mizuki sopan, Felix mendelik tak suka
            ’Tidak. Terima kasih. Aku bersama beberapa teman. Ng.  We`ll meet at the party, won`t we?’ Mata abu-abunya mengerling
            ‘Tentu saja’ Mizuki mengangguk, tidak kehilangan senyumnya
            ‘Baiklah. See you then. Bye Felix!’ Felix balas melambai ringan
            ’Dia tidak pernah absen menghadiri pesta kami’ Terang Felix, Mizuki mengangguk-angguk
            ’Pasti karena dia mengharapkanmu’
            ’Kenapa reaksimu selalu seperti itu pada wanita kenalanku?’
            ’Kau tidak suka?’
            ’Sebaliknya. Aku suka sekali kalau kau cemburu begitu. Seksi ’ Felix tersenyum miring,
’What?’ Mizuki berusaha mengalihkan pandangannya, tapi tidak berhasil. Pria di depannya seperti magnet yang selalu menariknya mendekat

            ’Aku tidak tahu. Apa aku akan selalu tahan. Akan selalu ada wanita lain yang menatapmu penuh cinta. Itu..... entahlah.. aku...’ Mizuki mengurungkan kata-katanya
            ’Mizu. Aku tidak punya kuasa untuk membuat hal itu tidak terjadi. Tapi aku menjanjikan satu hal padamu. Tak peduli berapa banyak mata yang menatapku penuh cinta. Mataku, hanya akan melihatmu. Dan hanya cintamu yang akan aku lihat dan rasakan’ Ketulusan terpancar jelas dari matanya.’Mizu, Aku ingin kau mengatakan apapun yang kau rasakan. Sedihmu, tidak sukamu, beritahu aku. Karena aku bukan pembaca pikiran, dan aku tidak ingin salah mengartikan isyaratmu’
            ’Tapi. Aku.... sudah terlalu terbiasa memendam perasaanku sendirian’
            ‘Tapi kau punya aku sekarang. Berbagilah denganku Mizu. Aku ingin kau memperlihatkan sifat burukmu padaku, aku ingin kau menangis di depanku. Aku ingin menjadi orang yang paling mengenalmu. Hanya aku!’ Felix masih menggenggam tangan Mizuki
            ’Selama inipun, kaulah yang paling mengenalku. Bahkan aku merasa kau bisa menebak jalan pikiranku dengan tepat’ Mizuki menumpukan sikunya ke meja dan mencondongkan badannya
            ’Hm. Aku juga merasa begitu. Tapi aku tidak bisa selalu begitu, kau kan tidak seekspresif itu’ Felix ikut mencondongkan tubuh, sehingga jarak mereka semakin dekat
            ’Akan aku usahakan’ Mizuki menikmati wajah tampan maskulin di hadapannya
            ’tidak boleh hanya berusaha! Kau harus berjanji’
            ’Mm. Tidak ah’
            ’Mizu? Paling tidak, berjanjilah. Suatu hari nanti, entah kapan itu. Jika aku menyakiti hatimu tanpa sengaja. Karena aku tidak akan mungkin melakukannya dengan sengaja’ Felix menekankan kata tidak sengajanya dengan jelas ’Katakanlah padaku. Tak peduli saat sedih atau senang, kau harus mengatakannya padaku. Paling tidak, beri aku isyarat’ Tatapan matanya penuh permohonan
            ’Kenapa begitu, Fe?’ Felix tertunduk
            ’Agar, aku bisa segera minta maaf padamu sayang. Aku tidak ingin kau menyimpan sedikit saja rasa sakit karena aku. Tidak karena aku. Promise me, please?’ Ditatapnya wajah Mizuki lagi
            ’Mm-hm’ Mizuki mengangguk mantap ’Terima kasih sudah memikirkan aku sejauh itu’ Mizuki tersenyum hingga pipi di bawah matanya berlesung. Felix mengusapnya dengan ibu jarinya
            ’Aku suka sekali lesung pipimu, sayang kau tidak banyak memperlihatkannya’
            ’Aku... Akan memperlihatkannya hanya padamu’
            ’Sungguh?’ Felix mendorong bahunya lebih jauh ’Senangnya. Andai bukan di tempat umum seperti ini, aku pasti sudah menciummu’ Mizuki memutar bola matanya, Felix menjilat bibirnya. ’Perfect dessert. Mmm yummi...’ Keduanya tergelak, menarik perhatian orang-orang di sekitar meraka. Dengan ekor matanya, Mizuki melihat Celia yang menatap tajam ke arah mereka. Dengan matanya, Mizuki memberitahukan hal itu. Felix hanya mengangkat bahu
            ’Ursula pernah berusaha menjodohkan aku dengan Celia. Dan beberapa gadis lain.’
            ’Sungguh?’ Alis mata Mizuki terangkat, tidak heran sikapnya seperti itu
            ’Begitulah. Hanya menguji perasaanku padamu’ Dalam hati Mizuki bertanya-tanya, kenapa Ursula melakukan hal itu
            ’Tidak ada maksud buruk’ seolah menjawab pertanyaan Mizuki ’Aku tidak pernah mempermasalahkannya, toh itu juga alasanku bergonta-ganti wanita’ Mizuki manatap tak mengerti ’Aku hanya ingin tahu. Apakah aku bisa merasakan perasaan yang sama, seperti yang aku rasakan padamu. Dan ternyata tidak. Itu ujian keyakinan, dan aku selalu lulus dengan baik’ katanya dengan nada bangga yang tak ditutup-tutupi. Mizuki merasa tersanjung karenanya. Ternyata Felix benar-benar tidak melupakannya.

***
           
            Entah bagaimana cara Felix meyakinkan Masumi untuk membiarkan Mizuki tetap bersamanya hingga tahun baru. Yang pasti, Mizuki tak bisa lagi memakai Masumi sebagai alasan kepulangannya ke Jepang.

            Malam itu, Mizuki mengenakan gaun silver hadiah dari Felix. Gaun bertali tipis yang membungkus tubuh tinggi semampainya dengan sempurna. Seperti air terjun yang jatuh hingga ke mata kakinya. Rambut legamnya dibiarkan tergerai kontras melingkari wajah putihnya, hanya sedikit ditata di bagian poni. Hingga anak-anak rambut itu berpadan indah dengan rambut panjangnya.

            Wanita yang tak pernah gugup menghadapi apapun itu, akhirnya harus menarik nafas panjang berulang kali menunggu Felix menjemputnya.

            Saat akhirnya pintunya di ketuk, dia sudah siap menerima kedatangan kekasih tampannya dengan anggun

            Felix terkesiap memandang Mizuki di hadapannya    ’Selamat malam Nona’ katanya kemudian, meraih tangan Mizuki dan menciumnya lembut
            ’Selamat malam’ Mizuki menatap Felix yang selalu tampil tanpa cela. Pria itu tampak gagah dengan setelan tuksedo abu-abunya yang serasi dengan gaun yang dikenakannya
            ’Siap berangkat babe?’ Felix menyikukan tangannya. Mizuki mengambil mantelnya dan melingkarkan tangannya di lekuk tangan Felix

            Mizuki agak heran melihat sopir berseragam di belakang kemudi mobil Felix, tapi menelan pertanyaan untuk dirinya sendiri

            ’Malam ini, aku akan selalu melekat padamu’ Bisik Felix saat Audi R8 itu membawa mereka meninggalkan hotel. Mereka duduk rapat di jok belakang. Di luar, salju turun cukup deras mengetuk-ngetuk jendela mobil.

***

            Mizuki mengagumi rumah Felix yang seperti istana. Dan menikmati pesta besar yang secara rutin diselenggarakan keluarga tersebut.

            Kedua orang tua Felix adalah orang-orang yang ramah dan menyenangkan. Dari perkataan mereka, jelas sekali bahwa dia bukanlah nama baru di keluarga itu. Rupanya Felix menjejali mereka cerita tentang Mizuki sampai mereka bosan

            ’Untunglah dia segera menemukanmu. Jika tidak, kamilah yang akan terkena getahnya’ Ayah Felix, Alex Bernard Kippemberg menggeleng jenaka. Tadinya Mizuki mengira akan bertemu seorang pria berambut pirang seperti Ursula. Tapi ternyata, dia sangat persis Felix. Mata birunya secemerlang mata anaknya, rambutnya hanya sedikit lebih coklat dari rambut Felix. Badannya masih tegap dan gagah, begitulah sosok Felix di masa yang akan datang.
            Ibunya, Sonoko Miwa. Masih seperti yang diingatnya. Wanita cantik mungil berambut hitam yang sangat baik. Kebahagiaan terpancar jelas di wajah ramahnya
            ’Terima kasih’ Katanya tulus, Mizuki merasakan kesungguhan dari kata sederhana itu. Perasaan bahagia memenuhi dada Mizuki. Keluarga Kippemberg menerimanya dengan sangat baik. Dan sesuai janjinya, Felix tak melepaskan dia sekejappun. Lengan kirinya terus melingkari pinggang Mizuki dan membawanya kemanapun dia melangkah. Tak peduli lirikan tajam para wanita yang terus-terusan mengawasi gerak mereka. Dengan anggun, Mizuki mengikuti, seolah mereka memang melekat

            ’Akhirnya aku bisa berdansa denganmu. Membayar hutangmu saat pernikahan Masumi dan Maya’ Felix memeluk pinggang Mizuki erat
            ’Kapan kau mulai memperhitungkannya sebagai hutang? Aku kan tidak pernah berjanji’
            ’Memang tidak. Aku hanya ingin memutuskannya begitu’ Felix nyengir ’Dan aku belum memperhitungkan bunganya’ Sebelah matanya mengedip jail
            ’Apa maksudmu? Awas saja kalau kau macam-macam!’ Mizuki merengut. Felik tertawa riang, mereka berdansa menjauhi ruang utama dan bergerak ke balkon yang sepi
            ’Di sini lebih enak, aku ingin berdansa dengan tenang denganmu’
            ’Hm. Menyenangkan sekali’ Mizuki memandang sekeliling balkon yang luas itu. Hanya ada mereka di sana. Dengan sinar temaram dari lampu-lampu kecil yang melillit beberapa tanaman hias besar yang berjejer rapi di kanan kiri balkon yang dinaungi kanopi melengkung di atasnya
            ’Aku tahu kau akan menyukainya, kau kan tidak suka pesta glamour’
            ’Dasar Tuan Sok tahu!’ Mizuki tersenyum hingga matanya menyipit
            ’Percayalah. Aku tahu’

’Kau benar-benar cantik Mizu. Kurasa aku sudah sering mengatakannya’ Felix menatap mata hitam Mizuki ’Jangan-jangan, kau memakai kacamata hanya untuk menutupi keindahan matamu?’
’Ah, ya. Aku jadi ingat. Kau kemanakan kacamataku?’ Felix terkekeh
’Ada deh’ Felix memutar tubuh Mizuki dengan luwes. Tiba-tiba Felix berhenti bergerak, kepalanya mendongak ’Mistletoe’ Bisiknya, Mizuki ikut melihat ke atas. Menatap Mistletoe di atas kepala mereka
            ’Bagaimana mungkin ada di situ? Kau yang merencanakannya ya?’
            ‘Kenapa tidak? Inikan rumahku.’ Felix tersenyum jail, Mizuki mendengus, merapatkan bibirnya
            ‘Jangan begitu. Kau tidak boleh melangkahi tradisi’ Tangan kiri Felix menegakkan dagu Mizuki, sementara tangan kanannya menarik pinggul Mizuki ke arahnya. Mizuki terkesiap, tapi tak mampu berbuat apa-apa. Tubuhnya tertahan tangan Felix yang kekar. Matanya terkunci pada wajah tampan di hadapannya. Mata biru itu lebih terang dari pada yang diingat Mizuki, memandangnya tanpa sanggup dielakkan.
            ‘Mizu.... Aku...cinta..kamu..’ Mizuki merasa panas saat kepala itu menunduk mendekati wajahnya. Bibir Mizuki masih terkatup rapat saat Bibir Felix menyentuhnya dan mendorongkan lidahnya, memaksa bibir itu terbuka. Bibir Mizuki menggeletar menerima bibir Felix yang lembut dan hangat. Mengajarinya bagaimana seharusnya dia bersikap. Tangan Felix bergerak ke leher Mizuki dan menekannya lebih rapat, tangan yang lain meremas pinggul Mizuki lembut. Mizuki melingkarkan dua tangannya ke leher Felix. Bergelayut disana, karena tiba-tiba merasa lemas tanpa daya
            ‘Ukh’ Mizuki merinding saat lidah pria itu menyusuri mulutnya, sensasi yang berbeda dari saat pertama kali Felix menciumnya. Mizuki merasa jantungnya berdebar keras hingga terasa akan meledak. Dia memeluk Felix semakin erat, tak tersisa sedikitpun ruang diantara mereka. Dadanya menempel ketat dada bidang Felix, tak peduli pria itu merasakan dadanya yang naik turun karena gairah
            ‘Fe’ Desah Mizuki pelan, tersipu saat akhirnya mereka melepaskan ciumannya sambil terengah. Tapi tanpa membiarkan Mizuki merona terlalu lama, Felix kembali menciumnya dengan rakus.

            Mereka tak menyadari. Dekat pintu kaca, di balik gordyn tebal yang menjuntai hingga ke lantai, seorang gadis mengawasi dengan geram sekaligus sedih. Tangannya gemetar meremas gordyn gading itu. Seluruh tubuhnya bergetar hebat menahan perasaan yang bercampur dalam hatinya, rambut pirangnya yang tersanggul rapi ikut bergetar. Air mata membanjiri pipi putihnya.

***

<<< Love Story Ch. 5 ... Bersambung >>>

3 comments:

mommia kitajima on 24 September 2011 at 19:13 said...

ga kuat bag akhirnya mom riem ^^
syapa yang rambut pirang tuwh..?

Anonymous said...

hua...aku suka alurnya..tapi maluk sendiri ngebaca pemilihan kata-katanya...(merasa belum cukup waktunya untukku sepertinya mom)

dewjaz on 27 September 2011 at 16:18 said...

kapaaaaan lanjut lagi hiks hiksssss

Post a Comment

Silahkan kritik, saran, sapa dan salamnya... :)

 

An Eternal Rainbow Copyright © 2011 Design by Ipietoon Blogger Template | web hosting