Wednesday 14 September 2011

Fanfic TK: The Love Story

Posted by Ty SakuMoto at 10:40


The Love Story Ch. 4
(By. Riema)



Hijiri membaringkan badannya lagi. Rasa pening dan mual masih melingkupi tubuhnya. Sambil menatap langit-langit, ditelusuri lagi ingatannya tentang malam itu.
            Malam itu. Hijiri mengikuti Iketani,  Direktur PT TORI yang dicurigai sedang mengincar Masumi. Rupanya dia menuju sebuah cafe yang lumayan ramai. Hingga tidak mencolok jika ada sekelompok orang yang berkerumun.
Hijiri melihat Iketani menghampiri sebuah meja, sudah ada empat orang di sana. Hijiri terkesiap melihat seorang yang bersama Iketani. Dia mengenali salah satunya, seorang yang cukup dikenalnya dan pernah menjadi lawannya di masa lalu.
            Hijiri baru saja akan mencari tempat duduk untuk mengamati buruannya, saat tiba-tiba salah satu dari mereka menatapnya. Rupanya Iketani sudah menyadari bahwa dia di buntuti. Secepat kilat, Hijiri berbalik dan keluar. Secepat itu juga empat orang tersebut mengejarnya. Untuk menghindari keramaian, Hijiri masuk ke gang dan memilih meninggalkan mobilnya di sana. Tapi para pengejar tersebut dengan cekatan memburunya.
Hijiri bersembunyi selama beberapa saat, dan dia mengira keadaan sudah aman saat memutuskan untuk keluar dari persembunyiannya.
            ’he he he he. Keluar juga kau!’ Hijiri bersikap tenang, saat empat orang menghadang jalannya
            ‘Masih ingat aku?’ Seorang pria berperawakan sedang, tak jauh beda dengannya. Tersenyum ramah. Wajah tampannya terhalang bekas luka sayat yang menggores pipi kirinya sampai ke dagu
            ’Hmm’ Hijiri menyeringai ’Kyo’
            ’Apa kabar? Rupanya kau masih bekerja sebagai penjaga. Anjing penjaga yang setia. Itukah kau?’
            ’Aku memilih jalan hidupku sendiri Kyo’
            ’Ya. Sungguh sayang. Sekali lagi, jalanmu harus bersinggungan denganku Karato. Aku harap, kau bisa belajar dari pengalaman. Jangan seperti keledai’
            ’Hm. Keledai? Kalaupun ada yang pantas disebut keledai, orang itu adalah kau!’ Tatapan mata Hijiri dingin menghujam pria di hadapannya ’Rupanya masih kurang pelajaran yang pernah kuberikan?’
            ’KURANG AJAR!’ Salah seorang pria tinggi besar di samping Kyo bereaksi
            ’Tenangkan dirimu. Dia bukan lawanmu’ Kyo melintangkan tangan di depan temannya
            ’Rupanya kau sengaja melibatkan diri dalam urusan ini, Kyo?’
            ’Apa mau dikata? Aku sangat merindukanmu. Aku tahu kau akan begerak jika tuanmu terancam. Aku benar bukan?’ Kyo terkekeh
            ’Kenapa selalu ingin mengusik orang –orang yang kulindungi? Aku tak ingin berurusan lagi denganmu’ Jari-jari tangannya menegang, bersiap meraih senjata yang terselip di pinggang di balik punggungnya.
            ’Sebaliknya. Aku tidak akan melepaskanmu. Sekian lama aku mencarimu Karato. Takkan aku biarkan kau menghilang lagi’ Wajah Kyo tampak mengeras

DORR
            Hijiri terlambat merasakan datangnya bahaya. Bahunya koyak tertembus timah panas
            ’SIAPA !!’ Kyo yang berteriak sambil menoleh ke belakang. Hijiri memanfaatkan kelengahannya untuk berbalik dan berlari. Keadaan sama sekali tidak memihak padanya saat ini.
            ’Kejar dia! Jangan biarkan dia lolos!’ Kyo memberi perintah. Hijiri merasakan desing peluru lewat beberapa inci dari telinganya
            ’Ukh! Nyaris.....’ Hijiri terus berlari menghindari para pengejarnya. Saat hampir berbelok di tikungan, sebuah peluru menyerempet lengan kirinya
            ’Sial!’


            ’Ukhh......’ Hijiri menekan pinggiran luka di balik verband yang berdenyut nyeri. Teringat lagi pada Kyo yang ditemuinya malam itu. Sungguh hal yang diluar dugaan. Mengesalkan sekali bahwa dia kembali harus berhadapan dengannya. Dia tidak gentar. Tapi jika melihatnya, lukanya dimasa lalu seolah terkoyak lagi. Kembali berdarah dan bernanah. Padahal sedapat mungkin dia berusaha melupakan dendamnya.
Dihembuskannya nafas berat dan panjang. Dua kali.

***

20 September

Mizu, kau kemana saja?
Apa kau sangat sibuk sampai tidak bisa membalas emailku? Kau juga tidak pernah muncul di chat room? Nomormu bahkan tidak dapat dihubungi.  Ada apa?

Apa ada sesuatu?
Atau kau sedang mengerjai aku?

Answer me!

22 September

Mizu!
Aku mulai kesal padamu

24 September

Mizu-Chan !
Kau mau buat aku marah ya?!

24 September

Aku tidak jadi marah
Aku sangat merindukanmu....
Jangan buat aku gila. Please?

25 September

Fe,

Sorry
Aku memang sedang sangat sibuk belakangan ini. Menjelang natal, kami mempersiapkan banyak sekali acara dan kegiatan.
Aku benar-benar tidak sempat menghubungimu. Maafkan aku

Ps. Aku kira kau memang sudah gila tanpa aku. Kan?


25 September

Mizu sayang......

Aku mengerti. Tapi setidaknya telpon aku
Aku kangen

26 September

Fe,

Maaf, aku belum bisa mengatakan hal yang sama tentang kamu
Jika sempat aku akan menelponmu
Promise.


Mizuki mengklik kotak send. Tak lama kemudian pesawat telpon disampingnya berdering nyaring
            ’Dari Felix Oschin. Kau mau menerimanya?’ Airi yang bicara
            ‘Ok’ Jawabnya setelah berfikir sejenak

            ‘Mizu?’
            ‘Ini aku’
            ‘Senangnya, akhirnya aku bisa mendengar suaramu’ Kata Felix setengah teriak
            ‘Masa sih sampai begitu?’
            ’Kenapa tidak?’
            ’Tidak apa-apa’ Jawab Mizuki lesu
            ’Kau terdengar tidak bersemangat? Apa kau sedang tidak enak badan?’ Nada Felix penuh kekhawatiran
            ’Tidak apa-apa Fe’
            ’Jangan bekerja terlalu keras Mizu, kau bisa sakit nanti’
            ’Tidak. Aku justru akan sakit kalau banyak berdiam diri’ Mizuki tertawa
            ’Huh !’ Felix menangkap nada hambar pada tawa Mizuki
            ’Oya Fe. Apa kau merasa kehilangan sesuatu?’
            ’Kehilangan? Apa?’
            ’Tebak dong....’
            ’Clue?’
            ’Payah. Jam tanganmu. Ada padaku’ Kata Mizuki datar
            ’Ah ya! Apa maksudmu jam tangan platina ku? Aku sudah mencarinya kemana-mana. Itu hadiah ulang tahun dari Ursula, dia marah sekali waktu tahu aku menghilangkannya. Bagaimana  bisa ada padamu?’ Mizuki terdiam. Apa Felix benar-benar tidak ingat pada Nami
            ’Seharusnya ada pada siapa?’ Tanya Mizuki gusar
‘Aku. Tidak tahu. Itu sudah lama hilang, aku tidak ingat dimana aku meninggalkannya. Apa aku meninggalkannya di kantor Masumi?’
‘Ufh....’ Mizuki menghela nafas ‘Seorang gadis mengantarkannya kemari. Katanya kau meninggalkannya di rumahnya’
’Gadis?’ Bagaimanapun Mizuki berusaha menilai reaksi ganjil dari suara Felix,
Dia tak dapat menemukan nada palsu dalam suaranya
            ’Namanya Nami. Tamaki Nami. Masa kau tidak ingat dia?’
            ’Mizu.......’ Felix baru menyadari kejadian yang melatari keanehan sikap Mizuki beberapa minggu ini
            ’Aku tidak ingat dia. Aku juga tidak tahu bagaimana jam tanganku bisa ada padanya’
            ’Biar aku beritahu kalau begitu. Dia bekerja di salah satu pub di Tokyo. Menurut perkiraanku, berdasarkan ceritanya. Kau datang kesana pada saat kunjungan pertamamu ke Daito.
Aku tidak tahu bagaimana cerita detilnya. Tapi kau mengantar gadis itu pulang dan meninggalkan jam tanganmu di sana. Sudah ingat?’ Mizuki bercerita dengan tidak sabar. Kesal karena Felix bisa dengan mudah melupakan seorang gadis yang telah dia buat jatuh cinta.
            ’I see. Aku ingat sekarang. Ternyata gadis itu.....’ Felix terdengar riang
            ’Ya. Dia. Gadis cantik yang sepertinya tergila-gila padamu, yang pipinya merona hanya karena menyebut namamu’ ujar Mizuki ketus
            ’Tergila-gila? No way! Aku baru bertemu dia sekali Mizu. Tak mungkin seperti itu’ sanggah Felix
            ’Tapi dia terlihat seperti itu Fe. Aku tak mungkin salah lihat’ Hardik Mizuki
            ’Mizu? Apa kau, sedang cemburu?’
            ’Appa?’ Mizuki mendelik
            ’Yes?’
            ’No!’ Felix tergelak
            ’Fe?’ Tawa Felix semakin keras
            ’That’s okay Mizu. Kalaupun itu benar, kan tidak apa-apa’
            ’Tapi itu tidak benar!’
            ’Ok. Aku salah dengar kalau begitu’ tawa renyahnya mereda
            ’So?’
            ’So? What?’
            ’Apa kau tidak akan menceritakan yang terjadi antara kau dan Nami?’ desak Mizuki penasaran
            ’Tidak.’ Felix menjawab kalem
            ’Kau tidak mau menceritakannya?’
            ’Bukan itu Mizu sayang.... dengar aku. Tidak terjadi apa-apa antara aku dan gadis itu. Aku bahkan tidak mengingat wajahnya dengan jelas. Aku menyesal kalau dia sampai punya perasaan sedalam itu padaku. Tapi sungguh tidak terjadi apa-apa. Kau tidak perlu uring-uringan begitu’
            ’Siapa yang? Uring uringan?’
            ’You! Babe’
            ’Tidak!’
            ’Absolutely, yes!’
            ’Tidak. Tidak! Tidak!’ tegas Mizuki
            ’Bagus. Sangkal saja terus’ Tukas Felix keras.’ Kapan kau akan menyadari bahwa kau mencintai aku!?’ Mizuki terdiam
            ’Aku..... Maaf Fe. Pak Masumi sudah selesai meeting. Aku tutup telponnya ya! See you!’
            ’Mizu?’
            ’Ya?’
            ’Mimpikan aku ya?’ pinta Felix lembut ’ Aku selalu memimpikanmu. Paling tidak kita bertemu di sana.’
            ’Hemm. Nggak janji ya. Dadah’
KLIK
Mizuki menutup telponnya, menatap pintu ruang meeting yang masih tertutup rapat. Dia belum siap dengan pertanyaan itu.
Kemudian terlambat menyadari, masih ada hal yang harus disampaikannya pada Felix. Dia bahkan tidak mendapatkan kepastian cerita jam tangan itu.

***
            Saat akhirnya Masumi keluar dari ruang meeting, Mizuki sudah siap dengan agendanya dan bergegas mengikuti Masumi ke kantornya.
            ’Ini. Aku sudah menuliskan instruksi-instruksiku. Catat dan baca ulang!’ Masumi menyerahkan selembar kertas, dengan sigap Mizuki menyambutnya

KRIIING..... KRIING.... KRIING....
Mizuki segera mengangkat telpon direct line di meja Masumi
            ’Kantor Masumi Hayami?’ sambut Mizuki
            ’Jaga baik-baik atasanmu!’ klik. Sambungan telpon terputus
            ’HALLO !! HALLO!!’ Mizuki berteriak
            ’Ada apa Mizuki?’ Masumi menghampiri
            ’Ancaman lagi’ Mizuki meletakkan gagang telpon
            ’Huuuf’ Masumi menghembuskan nafas panjang ’Apa kali ini? Bom lagi? dia benar-benar ingin membuat aku cepat bosan’
            ’Bukan bom. Dia hanya bilang. Jaga baik-baik atasanmu’ Mizuki menatap Masumi
            ’Aku? Ayah?’ Masumi berfikir sejenak ’Maya........  kau hubungi Kaori, cari tahu dimana mereka. Suruh dia waspada’ Masumi berjalan ke dekat jendela, mengambil ponsel dari sakunya dan menekan sebuah nomor speed dial
            ’Dimana kau Hijiri?’ Masumi mencoba beberapa kali. Tapi tetap tak tersambung. Sungguh diluar kebiasaan ponsel orang kepercayaannya itu tidak siaga.
            ’Sudah kau hubungi Kaori?’ Masumi kembali menghampiri Mizuki
            ’Sudah Pak. Mereka sedang ada di plaza. Toko perlengkapan olah raga. Hanya berdua’ Mizuki memperhatikan bosnya yang masih berkutat dengan ponselnya. ’Apa. Orang anda masih belum menemukannya? Sampai kapan dia meresahkan anda begini?’
            ’Tadi malam, seharusnya dia memberikan kepastiannya. Seharusnya dia sudah menghubungiku saat ini. Tidak biasanya dia begini’ Masumi mulai cemas, sangat aneh kalau Hijiri membiarkannya menunggu seperti ini. Sungguh diluar kebiasaannya
            ’Aku akan ke tempat Maya’ Siapa tahu Hijiri ada di sekitar situ. Fikir Masumi ragu. Lalu menekan angka 1 di ponselnya
            ’Maya? Sedang dimana? Boleh aku ke sana’ Masumi bicara cepat
            ’Tentu saja. Tapi untuk apa kau ke sini? Aku hanya sedang melihat-lihat perlengkapan naik gunung. Ada beberapa yang harus aku cari sendiri untuk keperluan syuting. Ada apa?’ Maya mendengar Masumi menghela nafas
’Tidak apa-apa. Kau sudah makan siang?’
’Sudah. kami baru saja selesai makan. Dan kau pasti belum makan?’
’Aku baru mau makan. Mizuki sedang memesankan makanan untukku’ dusta Masumi.  Jika memang dia sasarannya kali ini, lebih baik jika dia tidak ada di sekitar Maya. Tapi dia ada di gedung Daito saat ini, posisinya relatif lebih aman dari pada Maya. >Mungkinkah, ayah?<
            ’Kalau begitu biar aku yang kesana. Fitting kostumnya sudah selesai kok’ Kata-kata Maya menyadarkan lamunannya
            ’Ya, lebih baik kau ke sini sekarang. Oya Maya. Apa kau melihat Hijiri di sekitarmu?’
            ’Tidak? Apa ada sesuatu yang terjadi?’
            ’Tidak. Tidak ada apa-apa. Aku tunggu ya! Sampai nanti!’ Masumi menutup telponnya
            ’Mizuki, kau sudah memberitahu Kaori kan?’
            ’Bukankah aku tadi sudah bilang sudah?’
            ’Dia bilang apa?’
            ’Katanya dia bosan. Mudah-mudahan kali ini bukan hanya ancaman’ Mizuki yang tadinya berniat diam saja, akhirnya mengatakannya juga
            ’Sembrono!........ tapi itu benar. Aku juga sudah mulai bosan dengan permainan ini. Sudah berjalan terlalu lama’ Masumi duduk di sofa
            ’Bukankah sejak dulupun begitu? Tindak-tanduk anda memang seringkali menimbulkan ancaman kan? Bukan hal baru’
            ’Waktu itu yang terancam hanyalah aku Mizuki. Dan aku tidak terlalu peduli akan diriku. Tapi sekarang, ada Maya di sampingku. Musuhku, musuh Daito. Pasti akan menilai Maya adalah kelemahanku’ kelemahan, sekaligus kekuatanku. Imbuh hatinya

***
            Kaori memasang indranya siaga. Sambil memperhatikan Maya yang masih memilih barang-barang
            >Apa kali ini sungguhan? Di keramaian seperti ini, tak mungkin ada yang berani bertindak gegabah< Sambil pura-pura melihat sekeliling seperti orang bosan menunggu, gadis itu mencari tanda-tanda yang mencurigakan.
Pandangannya sekilas tertumbuk pada dua orang berbadan tegap yang tengah duduk di sebuah bangku panjang, di sebrang toko souvenir. Kaori berjalan ke balik patung manekin dan memperhatikan mereka lebih seksama.
Keduanya hanya diam. Tapi setiap beberapa detik, matanya menatap toko tempatnya berada. Mereka tampak bekomunikasi sebentar, lalu diam lagi
            ’Kaori! Sedang apa?’ Tepukan Maya di bahunya membuat Kaori terlonjak
            ’Tidak. Sudah selesai?’
            ’Sudah. Kita ke Daito ya? Hari ini sudah selesai kan?’
            ’ok!’ keduanya keluar dari toko. Kedua orang itu masih disana


            Saat tiba di tempat parkir yang sepi, Kaori bersikap lebih waspada. Kaori membanting kakinya
            ’Uh. Tali sepatuku lepas. Jalan duluan saja’ Kaori berjongkok, mengikat tali sepatu ketsnya yang terlepas.
            >Hmm. Bertambah jadi 3 orang< Kaori berjalan cepat menjejeri Maya dan menarik tangannya
            ’Kaori? Sakit? Kenapa sih?’ 10 meter di depan. Seorang sopir keluar dari mobil sedan hitam. Bersiap menyambut nyonya mudanya.
Belum sempat Kaori menjelaskan, 3 orang pria berkelebat di depan mereka. Dua orang menghadang, yang seorang lagi berlari ke arah sopir yang mematung, shock.
            ’Kaori?’ Maya berbisik
            ’Siapa kalian?’ Kaori maju selangkah, memposisikan diri di depan Maya
            ’Minggir! Kami hanya mau wanita di belakangmu. Sebaiknya kau tidak ikut campur, kami jamin kau akan aman’ Kata pria di sebalah kiri, suaranya berat
            ’Hm begitu? Sayang sekali aku tidak bisa melakukan itu. Kalau aku biarkan kalian menyentuhnya, aku bisa dipecat tanpa pesangon’ Kaori menyeringai. Di balik punggungnya, Maya menggoyang-goyang lengan Kaori cemas
            ’Kalau begitu. Aku harus memaksamu menyingkir. Sayang sekali’ katanya lagi. Lalu tangannya bergerak menyentuh bahu Kaori berniat menyingkirkannya. Tapi sebelum niatnya kesampaian. Dengan sigap Kaori menepisnya dan dengan cepat mencekal pergelangan tangannya dengan dua tangan. Menghentakkannya hingga tubuh tegap pria itu terlambung ke depan. Kaori melangkahkan kaki kanannya ke depan dan menghantamkan sikutnya
           
DUAKK
Tepat menghantam bawah dagunya. Pria yang tidak menduga datangnya serangan itu terjengkang dan jatuh ke lantai.
            ’Jun!’ Karena kaget, pria yang sebelah kanan terlambat bereaksi. Dia melirik temannya
’Tidak apa-apa Bara’ Pria yang dipanggil Jun Bangun. Meludakhan cairan merah dari mulutnya, dua buah gigi tanggal dari gusinya ’Kurang ajar!’ Jun berjalan mendekati Kaori
            ’Maya, mundur!’ Maya berlari mudur lima meter ke belakang, wajahnya pucat.
            ’Kau!’ Telunjuknya menunjuk Kaori lurus-lurus ’Akan mati !’
            ’Aku tahu. Tapi aku tidak sudi mati di tanganmu! Cuih!’ Kaori meludah ke lantai, menoleh ke arah Maya sekilas ’Mungkin sekarang saatnya kau menelepon seseorang Maya’ Kaori menyadarkan Maya yang sepertinya sangat terkejut
            ’Iya.... iya....’ Dengan gugup Maya mencari ponselnya
            ‘Tidak akan kubiarkan’ Pria kedua berlari cepat ke arah Maya. Secepat kilat Kaori melompat, menabrakkan tubuhnya ke arah Bara. Lalu tangan kanannya melakukan gerakan seperti memotong, tepat mengenai saraf tidurnya
            ‘Selamat tidur!’ Kata kaori begitu melihat lawannya terkulai
            ‘Kaori! di belakangmuuu!’ Teriak Maya melihat Jun menghunuskan belati ke arah Kaori. Kaori menekuk pinggangnya 90 derajat, belati itu lewat di atas tubuhnya. Masih dalam posisi itu, Kaori mengangkat kaki kanannya. Tendangan miringnya tepat mengenai selangkangan Jun
            ‘Awww!!’ Pria itu membungkuk, menutup salangkangannya
            ‘Ouch ! sorry’ Celetuk Kaori sambil meluruskan tubuhnya. Sekali lagi mengangkat kaki kanan dan menghujamkan tumitnya ke punggung Jun. Pria itu roboh. Kaori menoleh ke arah pria ketiga. Sadar akan situasi yang tidak berpihak padanya
            ’Lepaskan dia! Hadapi aku kalau kau masih punya nyali. Atau kau pergi sekarang’ Kaori menatap pria itu, yang sepertinya sedang menimbang-nimbang. Kemudia dia melepaskan si sopir yang segera lari menyingkir
            ’Tidak ada yang boleh pergi, setelah menyakiti istriku’  Tiba-tiba Masumi muncul dari sudut gelap, menodongkan sepucuk pistol ke kepala lawan Kaori
            ’Masumi !’ Teriak Maya, tidak berani mendekat. Lalu beberapa orang berpakaian hitam berdatangan. Membawa Jun dan Bara yang masih tidak sadar. Dan menyeret pria ketiga yang mematung, menatap Kaori penuh dendam.
            ’Masumi!’ Maya menghambur ke pelukan Masumi
            ’Kau tidak apa-apa?’ Masumi mengusap kepala Maya lembut
            ‘Tidak. Kaori. Kaori melindungiku’
            ‘Ya. Terima kasih. Kerja bagus Kaori!’
           ’Terima kasih Pak’ Kaori membungkuk ’Lumayankan untuk masa percobaan?’ sambungnya sambil tersenyum, Masumi mengangguk
            ’Mari kita pulang!’ Masumi menggandeng  Maya masuk ke Mobil. Sang sopir berlari mendekat dan duduk di balik kemudi. Kaori duduk di sampingnya
            >Ah. Hijiri tidak datang< gadis itu menatap keluar jendela.

***

            Rei bergegas menyusuri jalanan yang mulai gelap. Melilitkan syalnya lebih rapat, melindungi leher jenjangnya dari angin musim gugur.

            ’Aku pulang! ’ Rei masuk ke apartemennya yang tampak lengang setelah Maya pindah. Setelah mengedarkan pandangannya ke seantero ruangan, kakinya langsung mengarah ke dapur, menyimpan kantong kertas yang dibawanya.
            ’Huf’ Rei kembali ke ruang tengah, melepaskan jaket dan syalnya lalu kembali ke dapur saat didengarnya suara-suara.
            ’Sudah pulang? Selamat datang!’ Pria itu tersenyum manis, menurunkan handuk dari wajahnya.
            ’Anda. Sudah bangun?’ Rei mengalihkan pandangannya, jengah menatap dada bidang telanjang yang tiba-tiba muncul di hadapannya
            ’Ya. Aku sudah tidak apa-apa’ Hijiri menyampirkan handuk di pundaknya ’Maaf, aku memakai perlengkapanmu seenaknya’ sambungnya
            ’Tidak apa. Memang sengaja aku siapkan untuk anda kok’ Rei menyibukkan diri dengan barang bawaannya
            ’Anda pasti lapar. Aku buatkan ramen ya? Akan makan waktu lama jika harus memasak’
            ’Hm. Apa saja. Terima kasih.’
            ’Anda istirahat saja di dalam’ Rei mengibaskan tangannya melihat Hijiri mematung di belakangnya. Pria itu mengangguk kikuk, lalu keluar dari dapur

            Dalam waktu singkat, gadis itu sudah menyiapkan dua mangkuk ramen. Segera dibawanya ke ruang tengah yang merangkap ruang tamu apartemennya

            ’Oya. Ini untuk anda’ Rei menyerahkan sebuah bungkusan. Hijiri membukanya dan menemukan sebuah kemeja tangan panjang warna krem
            ’Untukku?’
            ’Ya. Baju anda, rusak. Sementara pakai itu saja dulu’ Sementara Rei menyiapkan makan malam mereka, Hijiri mengenakan bajunya
            ’Pas sekali’ Hijiri menggulung lengan bajunya
            ’tentu saja. Aku kan mengukurnya menggunakan baju anda’ Rei tersenyum
            ’Ah. Ya’
            ’Selamat makan!’

Mereka menikmati makanan tanpa banyak bicara. Rei pernah mendengar cerita tentang pria misterius ini dari mulut Maya. Bahkan Maya hanya tahu sedikit sekali tentang dia. Reipun tak ingin banyak bertanya

            ’Aku selesai’ Hijiri menyimpan sumpitnya, Rei menyusul kemudian
            ’Biar aku!’ Hijri membawa mangkuk-mangkuk bekas makan ke dapur
            ’Biar aku’ Rei mengambil alih begitu Hijiri meletakkannya di bak cuci
            ’Tidak apa. Aku bisa kok’
            ’Tidak usah sok! Tangan anda tidak boleh banyak bergerak dulu!’ Bentak Rei sambil melotot
            ’Baiklah’ Kata Hijiri akhirnya, tanpa beranjak dari dapur
            ’Sana! Berbaring saja! Apa yang anda lakukan di sini?!’
            ’Aku bosan! Seharian aku berbaring terus. Sepertinya aku sudah sehat sekarang’
            ’Hm. Paling tidak anda harus istirahat sehari lagi. begitu pesan dokter’ Rei membasuh mangkuk yang penuh dengan sabun
            ’dokter itu. Apa dia bisa dipercaya. Maksudku.....’ Hijiri mengambil mangkuk yang sudah bersih dan mengeringkannya. Tak peduli delikan Rei melarangnya
            ’Aku tidak mengatakan apa-apa pada siapapun. Dokter itu juga tidak akan’
            ’Baguslah. Pada Maya?’
            ’Sebenarnya aku ingin bilang padanya. Tapi, aku ragu’ Rei menyerahkan cucian terakhirnya pada Hijiri dan melap tangannya
            ’Ya. Sebaiknya mereka tidak usah tahu. Aku tidak mau. Dicemaskan’ Hijiri memandang gadis tomboy di depannya. Hanya sekepala lebih pendek darinya
            ’Tapi jika tidak ada kabar, tentu mereka akan lebih khawatir’ Rei keluar dari dapur, Hijiri mengikuti. Tidak ada yang pernah mengkhawatirkan aku, bisik Hijiri dalam hati
            ’Barang-barangku?’ Hijiri duduk bersandar di bawah jendela
            ’Aku menyimpannya’ Rei mengingat sepucuk senjata yang tersimpan di lemarinya, tengkuknya merinding
            ’Aku tidak menggunakannya sering-sering kok’ Hijiri menjawab reaksi Rei
            ’Sebaiknya begitu. Itu bukan barang yang bagus untuk dikoleksi’ Hijiri tersenyum
            ’Lalu ponselku? Apa kau melihatnya?’
            ’Tidak’ Rei merogoh sakunya ’Tapi aku menemukan ini’ Rei meletakkan kepingan ponsel di atas meja
            ’Ini punyaku. Sepertinya terjatuh saat mereka mengejarku. Dimana.....’ Hijiri mendekat
            ’Di salah satu gang. Tadi pagi aku menelusuri jalan kecil di sekitar sini’ Rei menilik reaksi Hijiri ’Rupanya ada orang yang mendengar suara tembakan tadi malam. Ada dua oarng polisi yang memeriksa daerah itu’ Lanjutnya kemudian
            ’Maaf. Aku tidak bermaksud menyelidiki’ Sambung Rei melihat Hijiri masih terdiam
            ’Tidak apa-apa. Sudah sepatutnya kau tahu, apa yang terlibat dengan orang yang kau bantu’ Hijiri mengeluarkan dua keping kartu dari sisa-sisa ponselnya
            ’Aku. Tidak ingin tahu’ Seperti teringat sesuatu, Rei bangkit. Mengambil kotak P3K dari sudut ruangan lalu duduk di belakang Hijiri
            ’Aku akan mengganti verbandnya. Maaf, bisa tolong lepaskan bajunya?’ Hijiri menoleh sekilas, lalu mengikuti perintah Rei
            ’Maaf merepotkan’ Seraya menyimpan kemejanya di atas meja. Rei menyingkirkan rasa kikuknya. Betapapun tomboynya, Rei tetaplah seorang gadis. Dan dia tidak terbiasa menghadapi pria dewasa dalam kondisi seperti sekarang. Kemarin malampun dialah yang membalut luka Hijiri. Dia sudah tahu, ada beberapa bekas luka lain di tubuh pria ini. Hal itu membuatnya bertanya-tanya, sebenarnya apa yang dilakukan pria pendiam ini.
            ’Bukan pemandangan bagus ya?’ Hijiri menyadari kediaman Rei
            ‘Apanya?’ Rei berlagak tidak mengerti
            ‘Terlalu banyak luka’ Hijiri bicara pelan
            ‘Ah, tidak. Sedikit bekas luka. Keren juga’ Hijiri menoleh cepat, Rei tertawa ‘Tidak usah heran begitu dong!’ Dipukulnya bahu Hijiri yang tidak luka. Keduanya tergelak
            ‘Kau tidak ingin bertanya apa-apa?’ Hijiri tertunduk, sudah lama sekali. Dia tidak pernah membiarkan siapapun menyentuhnya
            ‘Apa yang anda ingin aku tanyakan?’ Rei mengusap pinggiran luka tembak itu dengan alkohol lalu bergeser ke samping, membuka verband di lengan
            ’Entah...’
            ’Sebetulnya aku sangat penasaran. Tapi kalau terlalau banyak bertanya, aku khawatir anda tidak nyaman. Jadi aku akan diam saja. Ok?’ Rei memiringkan kepalanya, mengerling
            ’Ok!’
            ’Kecuali kalau anda ingin menceritakannya padaku. Aku akan dengan senang hati mendengarnya’
            ’Hmmm. Kalau aku tidak ingin?’
            ’Tidak masalah. Aku tidak akan memaksa’ Kata Rei dengan nada kecewa
            ’Tidak kecewa, tapi suaramu begitu ’
            ’Ha  ha ... Sungguh tidak apa-apa. Aku memang terbiasa mengungkapkan apa yang kurasakan. Senang, sedih, kecewa, marah. Aku tidak biasa diam. Hanya saja sejak tidak ada Maya, tidak ada yang kumarahi. Aku jadi bosan’ Rei nyengir
            ’Oh begitu. Jadi memarahi Maya adalah pekerjaan lainmu selain bermain drama dan menjadi waitress ?’
            ’Begitulah....’ Rei tertawa lagi. Dia sangat merindukan sahabatnya Maya.
            ’Kau. Pasti merindukannya ya?’ Rei mengangkat bahu
            ’Aku tidak tahu bahwa anda seorang pembaca pikiran?’ Dengan telaten, Rei memasang verband baru di kedua luka Hijiri
            ’Tidak begitu.....’
            ’Selasai.....’ Dengan ujung telunjuknya, Rei menyusuri bekas luka kecoklatan yang memanjang di punggung Hijiri
            ’Terima kasih’ Hijiri mengedikkan tubuhnya, Rei tersentak
            ’Maaf!’ katanya malu
            ’Tidak apa’ Hijiri mengenakan pakaiannya lagi. sementara Rei membereskan perlengkapan P3K-nya.
            ’Aku akan pergi malam ini’
            ’Anda yakin? Sudah merasa sehat?’
            ’Ya, aku baik-baik saja. Terima kasih atas semuanya’ Hijiri mengaitkan kancing terakhirnya
            ‘Sebaiknya anda membersihkan lukanya dan mengganti verband setiap hari, supaya tidak infeksi’ Intruksi Rei dengan gaya khasnya. Hijiri berfikir, pasti begitulah sikapnya terhadap Maya. Penuh nasehat.
            ‘Baik Ma`am’ diam-diam Hijiri tersenyum
            ‘Dan jangan lupa diminum obatnya, hanya jika terasa sakit’
            ’Baik. Tenanglah Rei, aku sudah terbiasa mengurus diriku sendiri’ Pria itu menyadari, betapa kesendirian telah begitu melekat pada dirinya. Aneh rasanya dia menghabiskan waktu berlama-lama dengan orang lain. Perempuan pula.
            ’Sendiri. Rupanya anda sudah terbiasa begitu’ Hijiri tersenyum mendengar pernyataan Rei
            ’Ah. Senyum doang. Pak Hijiri ini memang tidak suka bicara ’ Rei memutar bola matanya
            ’Dan rupanya. Bicara adalah hobimu ya Rei?’
            ’Hm. Hobi, pekerjaan, kebutuhan. Itulah arti bicara bagiku. Tapi semenjak Maya pindah, aku jadi kesepian. Benar-benar sepi tanpa dia’ Rei menghembuskan nafas berat. ’Walaupun aku sangat senang pada akhirnya dia bisa bahagia bersama Pak Masumi. Benar-benar melegakan’ lanjutnya
            ’Ya. Aku juga. Sangat senang’
            ’Jadi, jam berapa anda berencana pergi?’ tanya Rei kemudian
            ’Tengah malam saja. Kau tidurlah, nanti aku tutup pintunya’
            ’Tidak. Aku belum mengantuk. Sebaiknya anda saja yang tidur, nanti aku bangunkan kalau sudah saatnya pergi’ Hijiri menggeleng
            ’Ya sudah kalau begitu. Tidak usah ada yang tidur. Kita ngobrol saja. Ya?’ Hijiri mengangkat bahu
            ’Tidak juga? Kalau begitu, aku yang bicara. Anda mendengarkan saja!’ Rei mencebik. Hijiri tertawa
           
***
            Keduanya menghabiskan waktu bersama hingga larut. Tidak bisa dibilang ngobrol, karena pada kenyataannya. Hijiri lebih banyak mendengarkan dan sedikit mengomentari. Lalu tertawa melihat gaya bicara Rei yang sering kali meledak-ledak.

Hijiri keluar dari apartemen diiringi tatapan Rei        
’Terima kasih. Senang bisa mengenalmu Rei’ Hijiri merapatkan mantelnya yang berlubang
            ’Apa kita bisa ketemu lagi?’
            ’Aku tidak tahu. Maaf’
            ’Mengapa harus minta maaf segala?’ Rei mencebik  ’Sampai nanti. Hati-hati’ ucapnya pelan. Pria tampan itu mengangguk, lalu berlalu.

Menyusuri jalanan sepi, kembali ke mobilnya.
Begitu sampai, Hijiri segera mengaktifkan ponsel cadangannya dan menghubungi Masumi
            ’Maaf, saya mengganggu Pak’
            ’Hijiri? Kemana saja kau?’ Masumi terdengar kaget
            ’Maaf’
            ’Apa ada sesuatu? Maya hampir saja celaka hari ini. Dan aku tidak bisa menghubungimu?’
            ’Nyonya? Ada apa?’ Hijiri tersentak, Rasa bersalah menjalari punggungnya
            ’Kita bertemu besok, di tempat biasa’
            ’Pak? Apa nyonya tidak apa-apa?’
            ’Untungnya tidak. Orang yang kau pilih untuk menjaganya, menjalankan tugasnya dengan baik.’
            ’Sekali lagi saya minta maaf. Saya.....’
            ’Ceritakan besok saja. Aku tahu kau tidak akan mengabaikan panggilanku tanpa alasan jelas. Kau bukan orang seperti itu.... kan?’ Kata Masumi tanpa amarah, membuat Hijiri semakin merasa bersalah
            ’Baik Pak. Terima kasih. Selamat malam’
            ’Malam Hijiri’ Klik

            ’Kaori? Untunglah. Mungkin sebaiknya aku berterima kasih secara langsung padanya’ Hijiri menatap gelap di hadapannya

***
            Insiden tempat parkir tersebut, menjadi pembuktian akan kemampuan Kaori dalam menjaga Maya. Bagi Kaori, hal itu justru membuatnya harus semakin waspada. Tak boleh lengah sama sekali.  Kewaspadaan itu tentu saja berimbas pada kehidupan pribadinya. Semakin sedikit waktu yang dia punya untuk dirinya sendiri. Semakin percaya Masumi padanya, semakin ketat jadwal pengawalan yang harus dipatuhinya.
            Kaori memang tidak terlalu ambil pusing dengan hal itu. Tapi rupanya ada seseorang yang menantikan saat dia terpisah dari Maya
            Kaori berjalan melompat-lompat sepanjang lorong apartemennya. Hari ini lagi-lagi pulang malam.
            ’Ah....’ Langkahnya terhenti. Seseorang menunggunya di depan pintu
            ’Hai. Kaori......’ Sapanya ramah
            ’Koji..... sedang apa?’
            ’Menunggumu’ Koji menyerahkan rangkaian bunga
            ’Trims. Ayo masuk’ Kaori membuka pintu dan menyalakan lampunya ’Silakan duduk’ Kaori melemparkan tasnya ke kursi, lalu melepas jaket dan menyimpannya di tempat yang sama. Kemudian melangkah ke dapur, menyiapkan vas untuk bunganya
            ’Kau pasti lelah. Maaf ya aku mengganggu waktu istirahatmu’
            ’Tidak apa-apa. Ada perlu apa mencariku?’ kaori duduk di hadapan Koji
            ’Tidak ada. Aku hanya ingin ketemu. Sulit sekali menemuimu tanpa orang lain’
            ’Memangnya kenapa kalau di lihat orang?’ Kaori tersenyum
            ’Ah kau, seperti tidak tahu saja’ Koji mendengus. Kaori tertawa
            ’Maaf ya. Belakangan ini aku sibuk. Jadwal Maya ketat sekali. Benar-benar mencekik’ Kaori menggeleng
            ’Tidak apa. Aku Cuma ingin ngobrol. Tapi sepertinya kau terlalu lelah untuk itu’ Koji menatap mata Kaori yang terlihat mengantuk
            ’Hah. Untunglah besok libur. Kalau Cuma ngobrol aku masih sanggup kok. Tapi aku sangat haus’ Kaori menguap
            ’Biar aku yang ambil’ Koji menawarkan diri dan bergegas ke dapur.
            ’Terima kasih. Tolong ambilkan yang dingin ya.....’ teriak Kaori lagi, sepertinya sambil menguap. Koji tersenyum. Mengambil sebuah gelas dan air dari dalam lemari es
            ’Kaori....ini....’ Koji menghentikan kata-katanya. Dilihatnya Kaori sudah meringkuk di kursi, matanya terpejam
            ’Dasar!’ Koji menaruh minuman di atas meja dan duduk di tempatnya semula sambil memandangi gadis yang tertidur di hadapannya. Setelah yakin Kaori tidur nyenyak, Koji mengangkat tubuhnya dan memindahkannya ke tempat tidur
            ’Selamat malam!’ bisik Koji, mengecup kening Kaori. Pelan-pelan melangkah keluar kamar dan menutup pintunya

***
            Esok paginya, begitu terbangun, Kaori langsung menelpon Koji. Dia sungguh merasa bersalah
            ’Maafkan aku Koji. Aku benar-benar kelewatan. Sekali lagi aku minta maaf’
            ’Tidak apa-apa Kaori. Sungguh?’ Koji tertawa
            ’Lalu. Sebenarnya apa yang ingin kau bicarakan?’
            ’Ng. Sebenernya aku tidak ingin mengatakannya di telpon. Tapi, apa boleh buat. Lebih baik aku mengatakannya saja’
            ’Apa?’
            ’Aku. Aku menyukaimu’
            ’Apa?’
            ’Aku mencintaimu Kaori Shinohara. Maukah kau jadi pacarku?’
            ’Koji. Aku. Kau tahu resikonya kan? Masa kau tidak belajar dari pengalaman?’
            ’Aku tahu. Tapi aku tidak bisa menyerah begita saja pada keadaan Kaori. Toh kita bisa pacaran diam-diam kan? Kalau kau mau jadi pacarku tentu saja’
            ’Ng. Bolehkah aku memikirkannya dulu? Ini terlalu tiba-tiba’
            ’Apa. Ada seseorang yang kau sukai? Karena kalau memang ada. Sebaiknya kau tolak aku sekarang. Aku. Agak trauma dengan persaingan seperti itu. Aku ingin seseorang yang hanya untukku’ Ucap Koji lirih. Kaori terdiam
            ’Tidak. Aku hanya perlu berfikir sejenak. Bolehkan?’
            ’Tentu’
            ’Baiklah. Sampai nanti Koji!’
            ’Sampai nanti’ klik

            Kaori termenung
            ’Seseorang yang aku sukai? Apa aku menyukainya?’ Kaori membayangkan wajah seseorang yang telah membawanya kembali ke Jepang
           
           
***
Korea, 4 bulan lalu

Hijiri dan Kaori duduk berhadapan di sebuah coffee shop. Hijiri menunggu Kaori selesai membaca berkasnya
            ’Hanya ini persyaratannya?’ Kaori menatap wajah tampan  di hadapannya
            ’Ya. Dan kau akan mendapat gaji 3 kali lipat dari pendapatanmu sekarang’
            ’Tapi....’ Kaori setengah merenung ’Aku ini bukan manager artis, aku ini bodyguard. Mana bisa aku memanage?’
            ’Nona. Baca ulang persyaratannya. Disitu tidak disebutkan tentang kemampuan me-manage. Kau hanya harus seorang perempuan berumur kurang dari tigapuluh, ahli bela diri yang pandai bersosialisasi dan setia pada atasanmu. Dalam hal ini Tuan Masumi Hayami. Seperti yang tertera di situ’ Hijiri menunjuk kertas di atas meja dengan dagunya
            ’Entahlah. aku masih bingung. Kenapa tidak manajer betulan yang menanganinya?’
            ’Nyonya Hayami tidak betul-betul memerlukan manager. Yang dibutuhkannya saat ini adalah seorang yang mampu melindunginya, tanpa terlihat mencolok. Posisismu sebenarnya adalah bodyguard. Manajer hanyalah samaran’
            ’Rupanya kau terlalu mencolok sebagai penjaganya ya?’ kaori menyeringai
            ’Aku tidak bisa selalu membayanginya. Sementara masih banyak hal lain yang harus aku urus. Pak Masumi butuh seseorang yang bisa di andalkan untuk melindungi istrinya. Begitu juga aku’ Raut muka Hijiri masih datar
            ’Wow. Apa sebaiknya aku mulai merasa tersanjung sekarang?’ sindir Kaori tajam
            ’Jadi? Apa kau menerimanya?’
            ’Apa yang mungkin kuhadapi?’ jari jari tangan Kaori bertaut di atas meja
            ’Biasalah, seperti kebiasaan orang Jepang. Hanya beberapa orang yakuza saja. Bukan hal berat’ Hijiri memamerkan senyum simpulnya yang menawan, sedikit banyak membuat Kaori terpesona
            ’yah. Bukan hal aneh’ Ujar Kaori ringan ’Uang memang bukan prioritas utamaku. Tapi, jika Tuan Hayami mau memberiku lima kali lipat gajiku sekarang, aku akan menerimanya’ Mata mereka yang sejajar saling tatap selama 5 detik
            ’Deal’ Hijiri mengangguk, Kaori tersenyum puas
            ’Sebulan ini, kau akan mendapat pelatihan tentang manajemen artis. Paling tidak, kau tidak akan terlalu buta tentang itu. Sebulan lagi aku akan menjemputmu’ Kaori mengangguk. ’Dan ingat. Isi dari kontrak kerjamu adalah rahasia. Kau tidak boleh mengatakannya, termasuk kepada Nyonya Hayami. Jangan biarkan dia merasa terancam’
            ’Aku mengerti. Biarkan Nyonya muda tetap dalam dunia amannya. Begitu?’
            ’Tepat sekali. Juga tentang pertemuan kita, tentang aku. Semua ini sebaiknya kau simpan sendiri’
            ’Ha ha. Tak perlu mengatakan hal yang sudah jelas. Aku yakin kau sudah menyelidiki latar belakangku sebelumnya. Kesendirianku, pasti menjadi salah satu pertimbangan Pak Masumi memilih aku. Tak ada tempatku berbagi cerita, kau tak perlu khawatir’ Kaori mendengus
            ’Terima kasih atas pengertianmu. Itu. Sangat melegakan’ Hijiri menyibakkan rambut yang menutupi sebagian wajahnya ’Silahkan diminum, kopinya mulai dingin’ Dirapikannya dokumen yang terserak
***

            Sebulan kemudian. Tepat pukul 9 malam, Hijiri menampakkan dirinya di depan pintu apartemen Kaori.
            ’Siap berangkat?’ Tanya Hijiri begitu Kaori membukakan pintu untuknya
            ’Tidak masuk dulu?’
            ’Tidak perlu, kalau kau sudah siap’ Hijiri menilik pakaian tomboy khas Kaori
            ’Aku siap. Tunggu sebentar!’ Kaori masuk ke dalam, tak lama kemudian kembali sambil menyandang ransel dan menyeret travel bag.
            ’Biar kubantu’ Hijiri mengambil travel bag dari tangan kaori dan menentengnya
            ’Terima kasih’ Kaori berjalan di belakang Hijiri

            ’Atasan kita itu. Bagaimana orangnya? Aku pernah mendengar tentang reputasinya. Apa dia memang seperti yang di bicarakan orang-orang?’ Tanya Kaori begitu taksi yang membawa mereka bertolak menuju bandara
            ’Apa yang sudah kau dengar?’ Hijiri balik bertanya
            ’Dingin, gila kerja, kejam dalam pekerjaan dan menghalalkan segala cara?’ Kata Kaori ragu, seakan meminta persetujuan
            ’Tidak salah. Tapi juga tidak terlalu benar’
            ’Maksudmu?’
            ’Bukan kapasitasku untuk menilai atasanku. Kamu toh akan segera bertemu denganya. Biarlah kamu menilai sendiri nanti’
            ’pelit!’ Kaori bersungut, Hijiri tersenyum samar. Keduanya terdiam hingga tiba di bandara. Masih setengah jam lagi menuju waktu keberangkatan yang ditetapkan. Hijiri memilih sudut yang tidak terlalu ramai untuk menunggu.

            ’Hijiri. Sudah berapa lama kau bekerja pada Pak Masumi?’ Kaori menoleh pada Hijiri yang duduk di sampingnya, terhalang ransel besar.
            ’Maaf. Bisakah tidak perlu banyak bertanya. Aku tidak terlalu suka membicarakan tentang diriku’ Tatapan matanya lurus ke depan
            ’Yah, baiklah’ Kaori menghela nafas berat ’Tapi sepertinya sudah lumayan lama. Soalnya tampangmu sudah sedingin itu’ Hijiri mengabaikan perkataan Kaori
            ’Apa memang harus begitu? Aku juga bodyguard. Tapi aku bisa bersikap normal, dan tetap waspada’
            ’Aku yakin itu Kaori. Itu salah satu alasan kau terpilih. Penyamaran yang sangat sempurna’ Kaori mengangguk-angguk
            ’Yang perlu kau tahu. Kita melindungi orang yang sama. Aku selalu bekerja sendiri selama ini, dan aku tidak berniat mengubahnya’ Hijiri memandang gadis di sampingnya sekilas
            ’Aku mengerti’ ujar Kaori akhirnya. Lalu keduanya terdiam lagi.
Saat panggilan keberangkatan Asiana Airlines menuju Tokyo terdengar, mereka beranjak menuju pintu gerbang yang dimaksud.

            ’Tidurlah’ Kata Hijiri begitu mereka duduk berdampingan di pesawat
            ’Hemm’ Kaori mengangguk, menghadapkan wajahnya ke jendela dan dengan segera jatuh tertidur. Sementara Hijiri tetap terjaga hingga pesawat mendarat di bandara Narita. Membuat Kaori malu saat terbangun di sandarannya.

            Lewat tengah malam saat mereka tiba. Mobil Hijiri sudah siap di tempat parkir bandara untuk membawa mereka ke Tokyo.
Hijiri memarkir mobilnya di depan sebuah hotel
            ’Aku sudah pesan kamar atas namamu. Istirahatlah malam ini. Besok pagi kita akan menemui Pak Masumi
            ’Ehm-hem’ Kaori keluar dari mobil dan berbalik. Mobil Hijiri kembali bergerak bahkan sebelum gadis itu tiba di pintu hotel
            ’Uf... Pria tampan yang terlalu dingin. Sayang sekali’ Kaori meneruskan langkahnya
***
Esok paginya, Hijiri membawa Kaori ke sebuah pantai yang jauh dari keramaian. Masumi sudah menunggu disana. Tidak banyak hal baru yang didapatnya, kebanyakan hanya pengulangan dari apa yang sudah dikatakan Hijiri padanya.
Tidak mengenal basa-basi, itulah Masumi Hayami dalam pandangan Kaori. Fokus utamanya hanya satu, melindungi istrinya. Sebisa mungkin mengisi kekosongan yang tak mungkin di isi olehnya dan Hijiri.
’Dari beberapa ancaman mereka, ada yang bukan ancaman kosong. Tapi aku tidak bisa mempertaruhkan keselamatan istriku dengan tidak menganggap keseriusan mereka. Aku rasa mereka hanya menunggu aku lengah dan bosan dengan ancaman mereka. Dan aku tidak akan memberikan apa yang mereka mau’ Kaori mengangguk, paham akan situasinya
’Mereka ini. Apakah saya boleh tahu?’
’Hijiri masih menyelidiki kepastiannya. Nanti, Hijiri akan menjelaskan banyak hal yang kau perlu tahu. Aku tidak mau kau lengah’
’Baik’
’Besok pagi, datanglah ke Daito. Temui sekretarisku Mizuki. dia akan mengatur semua keperluanmu. Dia juga akan memberikan penjelasan tentang pekerjaanmu. Tapi kau tidak perlu mengungkit tentang Hijiri padanya’
’Saya mengerti’ Sekali lagi Kaori mengangguk
’Selamat bergabung!’ Kaori tersenyum, akhirnya aku pulang...........
***

<<< The Love Story Ch. 4 ... Bersambung >>>

9 comments:

mommia kitajima on 14 September 2011 at 14:35 said...

hayo hijri pilih syapa yah
kaori ataw rei...??? ^^

Anonymous said...

ayooooo hijiri ama rei ajaaaa, kaori ama koji. hehe... kasian ni koji kalo patah hati lagi

-bella-

Resi said...

makin seruuu...
ditunggu lanjutannya ya mom riema.

chuubyy on 14 September 2011 at 15:50 said...

wahhh kerennnn...... hihihihi... lanjudd

purple on 14 September 2011 at 16:42 said...

blanjut panjang nich, mantaaap.... semua tokoh kisah hidupnya diceritain disini

Anonymous said...

Setuju...setuju...setuju....!!!! Rei sama Hijiri aja :) sebenarnya sih pingin hijiri sama mizuki tapi krn udah terlanjur ada Fe...ya sudahlah. lagian Rei yg cerewet balance kok dg hijiri yg cool abiss...!!! Mom riemmmmm....aku sukaaaaa ceritanya....!!!! *rini*

Anonymous said...

huhu...suka mbk ceritanya...hijri dng kaori aja...jadi sama-sama bisa melindungi MM..lg pula suka sifatnya kaori :D :D :D..ditunggu lanjutannya..gak pake lama ya mbk :D

Anonymous said...

"Pria tampan yang terlalu dingin"
Huaaa...masumi menyebarkan virusnya ke hijiri juga ternyata..tapi itu dia daya tariknya...haihaiahaiahai...heheheh

dewjaz on 23 September 2011 at 10:49 said...

Kapaaaaaannnnnnnnnnnnnn di up date lagi negh :(

Paling sukaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa cerita yang membahas orang-orang penting disekeliling MM yah yah yah update ditunggu yah yah yah :((

Post a Comment

Silahkan kritik, saran, sapa dan salamnya... :)

 

An Eternal Rainbow Copyright © 2011 Design by Ipietoon Blogger Template | web hosting