Wednesday 14 September 2011
Fanfic TK: The Love Story
The Love Story Ch. 4
(By. Riema)
Hijiri membaringkan badannya lagi. Rasa pening dan mual masih melingkupi
tubuhnya. Sambil menatap langit-langit, ditelusuri lagi ingatannya tentang
malam itu.
Malam itu. Hijiri mengikuti Iketani, Direktur PT TORI yang dicurigai sedang
mengincar Masumi. Rupanya dia menuju sebuah cafe yang lumayan ramai. Hingga
tidak mencolok jika ada sekelompok orang yang berkerumun.
Hijiri melihat
Iketani menghampiri sebuah meja, sudah ada empat orang di sana. Hijiri terkesiap
melihat seorang yang bersama Iketani. Dia mengenali salah satunya, seorang yang
cukup dikenalnya dan pernah menjadi lawannya di masa lalu.
Hijiri baru saja akan mencari tempat
duduk untuk mengamati buruannya, saat tiba-tiba salah satu dari mereka
menatapnya. Rupanya Iketani sudah menyadari bahwa dia di buntuti. Secepat
kilat, Hijiri berbalik dan keluar. Secepat itu juga empat orang tersebut
mengejarnya. Untuk menghindari keramaian, Hijiri masuk ke gang dan memilih
meninggalkan mobilnya di sana. Tapi para pengejar tersebut dengan cekatan
memburunya.
Hijiri
bersembunyi selama beberapa saat, dan dia mengira keadaan sudah aman saat
memutuskan untuk keluar dari persembunyiannya.
’he he he
he. Keluar juga kau!’ Hijiri bersikap tenang, saat empat orang menghadang
jalannya
‘Masih ingat aku?’ Seorang pria
berperawakan sedang, tak jauh beda dengannya. Tersenyum ramah. Wajah tampannya
terhalang bekas luka sayat yang menggores pipi kirinya sampai ke dagu
’Hmm’ Hijiri menyeringai ’Kyo’
’Apa kabar? Rupanya kau masih
bekerja sebagai penjaga. Anjing penjaga yang setia. Itukah kau?’
’Aku memilih jalan hidupku sendiri Kyo’
’Ya. Sungguh sayang. Sekali lagi,
jalanmu harus bersinggungan denganku Karato. Aku harap, kau bisa belajar dari
pengalaman. Jangan seperti keledai’
’Hm. Keledai? Kalaupun ada yang
pantas disebut keledai, orang itu adalah kau!’ Tatapan mata Hijiri dingin
menghujam pria di hadapannya ’Rupanya masih kurang pelajaran yang pernah
kuberikan?’
’KURANG AJAR!’ Salah seorang pria
tinggi besar di samping Kyo bereaksi
’Tenangkan dirimu. Dia bukan
lawanmu’ Kyo melintangkan tangan
di depan temannya
’Rupanya kau sengaja melibatkan diri
dalam urusan ini, Kyo?’
’Apa mau dikata? Aku sangat
merindukanmu. Aku tahu kau akan begerak jika tuanmu terancam. Aku benar bukan?’
Kyo terkekeh
’Kenapa selalu ingin mengusik orang
–orang yang kulindungi? Aku tak ingin berurusan lagi denganmu’ Jari-jari
tangannya menegang, bersiap meraih senjata yang terselip di pinggang di balik
punggungnya.
’Sebaliknya. Aku tidak akan
melepaskanmu. Sekian lama aku
mencarimu Karato. Takkan aku biarkan kau menghilang lagi’ Wajah Kyo tampak
mengeras
DORR
Hijiri terlambat merasakan datangnya bahaya. Bahunya
koyak tertembus timah panas
’SIAPA !!’ Kyo yang berteriak sambil menoleh ke
belakang. Hijiri memanfaatkan kelengahannya untuk berbalik dan berlari. Keadaan
sama sekali tidak memihak padanya saat ini.
’Kejar dia! Jangan biarkan dia
lolos!’ Kyo memberi perintah. Hijiri merasakan desing peluru lewat beberapa
inci dari telinganya
’Ukh! Nyaris.....’ Hijiri terus berlari
menghindari para pengejarnya. Saat hampir berbelok di tikungan, sebuah peluru
menyerempet lengan kirinya
’Sial!’
’Ukhh......’ Hijiri menekan
pinggiran luka di balik verband yang berdenyut nyeri. Teringat lagi pada Kyo
yang ditemuinya malam itu. Sungguh hal yang diluar dugaan. Mengesalkan sekali
bahwa dia kembali harus berhadapan dengannya. Dia tidak gentar. Tapi jika
melihatnya, lukanya dimasa lalu seolah terkoyak lagi. Kembali berdarah dan
bernanah. Padahal sedapat mungkin dia berusaha melupakan dendamnya.
Dihembuskannya
nafas berat dan panjang. Dua kali.
***
20 September
Mizu, kau kemana
saja?
Apa kau sangat
sibuk sampai tidak bisa membalas emailku? Kau juga tidak pernah muncul di chat room? Nomormu bahkan tidak dapat dihubungi. Ada apa?
Apa ada sesuatu?
Atau kau sedang
mengerjai aku?
Answer me!
22 September
Mizu!
Aku mulai kesal
padamu
24 September
Mizu-Chan !
Kau mau buat aku
marah ya?!
24 September
Aku tidak jadi
marah
Aku sangat
merindukanmu....
Jangan buat aku
gila. Please?
25 September
Fe,
Sorry
Aku memang sedang
sangat sibuk belakangan ini. Menjelang natal, kami mempersiapkan banyak sekali
acara dan kegiatan.
Aku benar-benar
tidak sempat menghubungimu. Maafkan aku
Ps. Aku kira kau
memang sudah gila tanpa aku. Kan?
25 September
Mizu sayang......
Aku mengerti.
Tapi setidaknya telpon aku
Aku kangen
26 September
Fe,
Maaf, aku belum
bisa mengatakan hal yang sama tentang kamu
Jika sempat aku
akan menelponmu
Promise.
Mizuki mengklik
kotak send. Tak lama kemudian pesawat telpon disampingnya berdering nyaring
’Dari Felix Oschin. Kau mau menerimanya?’ Airi yang bicara
‘Ok’ Jawabnya setelah berfikir
sejenak
‘Mizu?’
‘Ini aku’
‘Senangnya, akhirnya aku bisa
mendengar suaramu’ Kata Felix setengah teriak
‘Masa sih sampai begitu?’
’Kenapa tidak?’
’Tidak apa-apa’ Jawab Mizuki lesu
’Kau terdengar tidak bersemangat?
Apa kau sedang tidak enak badan?’ Nada Felix penuh kekhawatiran
’Tidak apa-apa Fe’
’Jangan bekerja terlalu keras Mizu,
kau bisa sakit nanti’
’Tidak. Aku justru akan sakit kalau
banyak berdiam diri’ Mizuki tertawa
’Huh !’ Felix menangkap nada hambar
pada tawa Mizuki
’Oya Fe. Apa kau merasa kehilangan sesuatu?’
’Kehilangan? Apa?’
’Tebak dong....’
’Clue?’
’Payah. Jam tanganmu. Ada padaku’
Kata Mizuki datar
’Ah ya! Apa maksudmu jam tangan platina ku? Aku
sudah mencarinya kemana-mana. Itu hadiah ulang tahun dari Ursula, dia marah
sekali waktu tahu aku menghilangkannya. Bagaimana bisa ada padamu?’ Mizuki terdiam. Apa Felix benar-benar tidak ingat pada Nami
’Seharusnya ada pada siapa?’ Tanya Mizuki gusar
‘Aku. Tidak tahu. Itu sudah lama hilang, aku tidak ingat dimana aku
meninggalkannya. Apa aku meninggalkannya di kantor Masumi?’
‘Ufh....’ Mizuki menghela nafas ‘Seorang gadis mengantarkannya kemari. Katanya
kau meninggalkannya di rumahnya’
’Gadis?’ Bagaimanapun Mizuki berusaha menilai reaksi ganjil dari suara
Felix,
Dia tak dapat
menemukan nada palsu dalam suaranya
’Namanya Nami. Tamaki Nami. Masa kau
tidak ingat dia?’
’Mizu.......’ Felix baru menyadari kejadian
yang melatari keanehan sikap Mizuki beberapa minggu ini
’Aku tidak ingat dia. Aku juga tidak tahu
bagaimana jam tanganku bisa ada padanya’
’Biar aku beritahu kalau begitu. Dia bekerja di salah satu pub di Tokyo. Menurut
perkiraanku, berdasarkan ceritanya. Kau datang kesana pada saat kunjungan
pertamamu ke Daito.
Aku tidak tahu
bagaimana cerita detilnya. Tapi kau mengantar gadis itu pulang dan meninggalkan
jam tanganmu di sana. Sudah ingat?’ Mizuki bercerita dengan tidak sabar. Kesal
karena Felix bisa dengan mudah melupakan seorang gadis yang telah dia buat
jatuh cinta.
’I see. Aku ingat sekarang. Ternyata gadis
itu.....’ Felix terdengar riang
’Ya. Dia. Gadis cantik yang
sepertinya tergila-gila padamu, yang pipinya merona hanya karena menyebut namamu’
ujar Mizuki ketus
’Tergila-gila? No way! Aku baru
bertemu dia sekali Mizu. Tak
mungkin seperti itu’ sanggah Felix
’Tapi dia terlihat seperti itu Fe.
Aku tak mungkin salah lihat’ Hardik Mizuki
’Mizu? Apa kau, sedang cemburu?’
’Appa?’ Mizuki mendelik
’Yes?’
’No!’ Felix tergelak
’Fe?’ Tawa Felix semakin keras
’That’s okay Mizu. Kalaupun itu
benar, kan tidak apa-apa’
’Tapi itu tidak benar!’
’Ok. Aku salah dengar kalau begitu’ tawa
renyahnya mereda
’So?’
’So? What?’
’Apa kau tidak akan menceritakan
yang terjadi antara kau dan Nami?’ desak Mizuki penasaran
’Tidak.’ Felix menjawab kalem
’Kau tidak mau menceritakannya?’
’Bukan itu Mizu sayang.... dengar
aku. Tidak terjadi apa-apa antara aku dan gadis itu. Aku bahkan tidak mengingat
wajahnya dengan jelas. Aku
menyesal kalau dia sampai punya perasaan sedalam itu padaku. Tapi sungguh tidak terjadi apa-apa. Kau
tidak perlu uring-uringan begitu’
’Siapa yang? Uring uringan?’
’You! Babe’
’Tidak!’
’Absolutely, yes!’
’Tidak. Tidak! Tidak!’ tegas Mizuki
’Bagus. Sangkal saja terus’ Tukas Felix keras.’
Kapan kau akan menyadari bahwa kau mencintai aku!?’ Mizuki terdiam
’Aku..... Maaf Fe. Pak Masumi sudah
selesai meeting. Aku tutup telponnya ya! See you!’
’Mizu?’
’Ya?’
’Mimpikan aku ya?’ pinta Felix
lembut ’ Aku selalu memimpikanmu. Paling tidak kita bertemu di sana.’
’Hemm. Nggak janji ya. Dadah’
KLIK
Mizuki menutup
telponnya, menatap pintu ruang meeting yang masih tertutup rapat. Dia belum
siap dengan pertanyaan itu.
Kemudian
terlambat menyadari, masih ada hal yang harus disampaikannya pada Felix. Dia
bahkan tidak mendapatkan kepastian cerita jam tangan itu.
***
Saat akhirnya Masumi keluar dari
ruang meeting, Mizuki sudah siap dengan agendanya dan bergegas mengikuti Masumi
ke kantornya.
’Ini. Aku sudah menuliskan instruksi-instruksiku.
Catat dan baca ulang!’ Masumi menyerahkan selembar kertas, dengan sigap Mizuki
menyambutnya
KRIIING.....
KRIING.... KRIING....
Mizuki segera
mengangkat telpon direct line di meja Masumi
’Kantor Masumi Hayami?’ sambut
Mizuki
’Jaga baik-baik atasanmu!’ klik.
Sambungan telpon terputus
’HALLO !! HALLO!!’ Mizuki berteriak
’Ada apa Mizuki?’ Masumi menghampiri
’Ancaman lagi’ Mizuki meletakkan
gagang telpon
’Huuuf’ Masumi menghembuskan nafas
panjang ’Apa kali ini? Bom
lagi? dia benar-benar ingin membuat aku cepat bosan’
’Bukan bom. Dia hanya bilang. Jaga
baik-baik atasanmu’ Mizuki menatap Masumi
’Aku? Ayah?’ Masumi berfikir sejenak
’Maya........ kau hubungi Kaori, cari
tahu dimana mereka. Suruh dia waspada’ Masumi berjalan ke dekat jendela,
mengambil ponsel dari sakunya dan menekan sebuah nomor speed dial
’Dimana kau Hijiri?’ Masumi mencoba
beberapa kali. Tapi tetap tak tersambung. Sungguh diluar kebiasaan ponsel orang
kepercayaannya itu tidak siaga.
’Sudah kau hubungi Kaori?’ Masumi
kembali menghampiri Mizuki
’Sudah Pak. Mereka sedang ada di
plaza. Toko perlengkapan olah raga. Hanya berdua’ Mizuki memperhatikan bosnya
yang masih berkutat dengan ponselnya. ’Apa. Orang anda masih belum
menemukannya? Sampai kapan dia meresahkan anda begini?’
’Tadi malam, seharusnya dia
memberikan kepastiannya. Seharusnya dia sudah menghubungiku saat ini. Tidak
biasanya dia begini’ Masumi mulai cemas, sangat aneh kalau Hijiri membiarkannya
menunggu seperti ini. Sungguh diluar kebiasaannya
’Aku akan ke tempat Maya’ Siapa tahu
Hijiri ada di sekitar situ. Fikir Masumi ragu. Lalu menekan angka 1 di
ponselnya
’Maya? Sedang dimana? Boleh aku ke sana’ Masumi bicara cepat
’Tentu saja. Tapi untuk apa kau ke sini? Aku hanya sedang
melihat-lihat perlengkapan naik gunung. Ada beberapa yang harus aku cari
sendiri untuk keperluan syuting. Ada apa?’ Maya mendengar Masumi menghela nafas
’Tidak apa-apa. Kau sudah makan siang?’
’Sudah. kami baru saja selesai makan. Dan kau pasti belum makan?’
’Aku baru mau makan. Mizuki sedang memesankan makanan untukku’ dusta
Masumi. Jika memang dia sasarannya kali
ini, lebih baik jika dia tidak ada di sekitar Maya. Tapi dia ada di gedung Daito saat ini, posisinya
relatif lebih aman dari pada Maya. >Mungkinkah, ayah?<
’Kalau begitu biar aku yang kesana. Fitting kostumnya sudah selesai kok’
Kata-kata Maya menyadarkan lamunannya
’Ya, lebih baik kau ke sini
sekarang. Oya Maya. Apa kau melihat Hijiri di sekitarmu?’
’Tidak? Apa ada sesuatu yang terjadi?’
’Tidak. Tidak ada apa-apa. Aku tunggu ya! Sampai
nanti!’ Masumi menutup telponnya
’Mizuki, kau sudah memberitahu Kaori
kan?’
’Bukankah aku tadi sudah bilang
sudah?’
’Dia bilang apa?’
’Katanya dia bosan. Mudah-mudahan
kali ini bukan hanya ancaman’ Mizuki yang tadinya berniat diam saja, akhirnya
mengatakannya juga
’Sembrono!........ tapi itu benar. Aku juga sudah mulai bosan dengan
permainan ini. Sudah berjalan terlalu lama’ Masumi duduk di sofa
’Bukankah sejak dulupun begitu?
Tindak-tanduk anda memang seringkali menimbulkan ancaman kan? Bukan hal baru’
’Waktu itu yang terancam hanyalah
aku Mizuki. Dan aku tidak terlalu peduli akan diriku. Tapi sekarang, ada Maya
di sampingku. Musuhku, musuh Daito. Pasti akan menilai Maya adalah kelemahanku’ kelemahan, sekaligus kekuatanku.
Imbuh hatinya
***
Kaori memasang indranya siaga. Sambil
memperhatikan Maya yang masih memilih barang-barang
>Apa kali ini sungguhan? Di keramaian seperti
ini, tak mungkin ada yang berani bertindak gegabah< Sambil pura-pura melihat
sekeliling seperti orang bosan menunggu, gadis itu mencari tanda-tanda yang
mencurigakan.
Pandangannya
sekilas tertumbuk pada dua orang berbadan tegap yang tengah duduk di sebuah
bangku panjang, di sebrang toko souvenir. Kaori berjalan ke balik patung
manekin dan memperhatikan mereka lebih seksama.
Keduanya hanya
diam. Tapi setiap beberapa detik, matanya menatap toko tempatnya berada. Mereka
tampak bekomunikasi sebentar, lalu diam lagi
’Kaori! Sedang apa?’ Tepukan Maya di
bahunya membuat Kaori terlonjak
’Tidak. Sudah selesai?’
’Sudah. Kita ke Daito ya? Hari ini sudah selesai kan?’
’ok!’ keduanya keluar dari toko.
Kedua orang itu masih disana
Saat tiba di tempat parkir yang
sepi, Kaori bersikap lebih waspada. Kaori membanting kakinya
’Uh. Tali sepatuku lepas. Jalan
duluan saja’ Kaori berjongkok, mengikat tali sepatu ketsnya yang terlepas.
>Hmm. Bertambah jadi 3 orang< Kaori
berjalan cepat menjejeri Maya dan menarik tangannya
’Kaori? Sakit? Kenapa sih?’ 10 meter di depan. Seorang sopir
keluar dari mobil sedan hitam. Bersiap menyambut nyonya mudanya.
Belum sempat
Kaori menjelaskan, 3 orang pria berkelebat di depan mereka. Dua orang
menghadang, yang seorang lagi berlari ke arah sopir yang mematung, shock.
’Kaori?’ Maya berbisik
’Siapa kalian?’ Kaori maju selangkah,
memposisikan diri di depan Maya
’Minggir! Kami hanya mau wanita di
belakangmu. Sebaiknya kau tidak ikut campur, kami jamin kau akan aman’ Kata
pria di sebalah kiri, suaranya berat
’Hm begitu? Sayang sekali aku tidak
bisa melakukan itu. Kalau aku biarkan kalian menyentuhnya, aku bisa dipecat
tanpa pesangon’ Kaori menyeringai. Di balik punggungnya, Maya menggoyang-goyang
lengan Kaori cemas
’Kalau begitu. Aku harus memaksamu
menyingkir. Sayang sekali’ katanya lagi. Lalu tangannya bergerak menyentuh bahu
Kaori berniat menyingkirkannya. Tapi sebelum niatnya kesampaian. Dengan sigap
Kaori menepisnya dan dengan cepat mencekal pergelangan tangannya dengan dua
tangan. Menghentakkannya hingga tubuh tegap pria itu terlambung ke depan. Kaori
melangkahkan kaki kanannya ke depan dan menghantamkan sikutnya
DUAKK
Tepat menghantam
bawah dagunya. Pria yang tidak menduga datangnya serangan itu terjengkang dan
jatuh ke lantai.
’Jun!’ Karena kaget, pria yang
sebelah kanan terlambat bereaksi. Dia melirik temannya
’Tidak apa-apa Bara’ Pria yang dipanggil Jun Bangun. Meludakhan cairan
merah dari mulutnya, dua buah gigi tanggal dari gusinya ’Kurang ajar!’ Jun
berjalan mendekati Kaori
’Maya, mundur!’ Maya berlari mudur
lima meter ke belakang, wajahnya pucat.
’Kau!’ Telunjuknya menunjuk Kaori
lurus-lurus ’Akan mati !’
’Aku tahu. Tapi aku tidak sudi mati
di tanganmu! Cuih!’ Kaori meludah ke lantai, menoleh ke arah Maya sekilas
’Mungkin sekarang saatnya kau menelepon seseorang Maya’ Kaori menyadarkan Maya
yang sepertinya sangat terkejut
’Iya.... iya....’ Dengan gugup Maya mencari
ponselnya
‘Tidak akan kubiarkan’ Pria kedua
berlari cepat ke arah Maya. Secepat kilat Kaori melompat, menabrakkan tubuhnya
ke arah Bara. Lalu tangan kanannya melakukan gerakan seperti memotong, tepat mengenai
saraf tidurnya
‘Selamat tidur!’ Kata kaori begitu
melihat lawannya terkulai
‘Kaori! di belakangmuuu!’ Teriak
Maya melihat Jun menghunuskan belati ke arah Kaori. Kaori menekuk pinggangnya
90 derajat, belati itu lewat di atas tubuhnya. Masih dalam posisi itu, Kaori
mengangkat kaki kanannya. Tendangan miringnya tepat mengenai selangkangan Jun
‘Awww!!’ Pria itu membungkuk, menutup
salangkangannya
‘Ouch ! sorry’ Celetuk Kaori sambil meluruskan
tubuhnya. Sekali lagi mengangkat kaki kanan dan menghujamkan tumitnya ke
punggung Jun. Pria itu roboh. Kaori menoleh ke arah pria ketiga. Sadar akan
situasi yang tidak berpihak padanya
’Lepaskan dia! Hadapi aku kalau kau
masih punya nyali. Atau kau pergi sekarang’ Kaori menatap pria itu, yang
sepertinya sedang menimbang-nimbang. Kemudia dia melepaskan si sopir yang
segera lari menyingkir
’Tidak ada yang boleh pergi, setelah
menyakiti istriku’ Tiba-tiba Masumi
muncul dari sudut gelap, menodongkan sepucuk pistol ke kepala lawan Kaori
’Masumi !’ Teriak Maya, tidak berani
mendekat. Lalu beberapa orang berpakaian hitam berdatangan. Membawa Jun dan
Bara yang masih tidak sadar. Dan menyeret pria ketiga yang mematung, menatap
Kaori penuh dendam.
’Masumi!’ Maya menghambur ke pelukan
Masumi
’Kau tidak apa-apa?’ Masumi mengusap kepala Maya
lembut
‘Tidak. Kaori. Kaori melindungiku’
‘Ya. Terima kasih. Kerja bagus Kaori!’
’Terima kasih Pak’ Kaori membungkuk
’Lumayankan untuk masa percobaan?’ sambungnya sambil tersenyum, Masumi
mengangguk
’Mari kita pulang!’ Masumi menggandeng Maya masuk ke Mobil. Sang sopir berlari
mendekat dan duduk di balik kemudi. Kaori duduk di sampingnya
>Ah. Hijiri tidak datang< gadis itu
menatap keluar jendela.
***
Rei bergegas menyusuri jalanan yang
mulai gelap. Melilitkan syalnya lebih rapat, melindungi leher jenjangnya dari
angin musim gugur.
’Aku pulang! ’ Rei masuk ke
apartemennya yang tampak lengang setelah Maya pindah. Setelah mengedarkan
pandangannya ke seantero ruangan, kakinya langsung mengarah ke dapur, menyimpan
kantong kertas yang dibawanya.
’Huf’ Rei kembali ke ruang tengah,
melepaskan jaket dan syalnya lalu kembali ke dapur saat didengarnya
suara-suara.
’Sudah pulang? Selamat datang!’ Pria
itu tersenyum manis, menurunkan handuk dari wajahnya.
’Anda. Sudah bangun?’ Rei mengalihkan
pandangannya, jengah menatap dada bidang telanjang yang tiba-tiba muncul di
hadapannya
’Ya. Aku sudah tidak apa-apa’ Hijiri
menyampirkan handuk di pundaknya ’Maaf, aku memakai perlengkapanmu seenaknya’
sambungnya
’Tidak apa. Memang sengaja aku siapkan
untuk anda kok’ Rei menyibukkan diri dengan barang bawaannya
’Anda pasti lapar. Aku buatkan ramen
ya? Akan makan waktu lama
jika harus memasak’
’Hm. Apa saja. Terima kasih.’
’Anda istirahat saja di dalam’ Rei
mengibaskan tangannya melihat Hijiri mematung di belakangnya. Pria itu
mengangguk kikuk, lalu keluar dari dapur
Dalam waktu singkat, gadis itu sudah
menyiapkan dua mangkuk ramen. Segera dibawanya ke ruang tengah yang merangkap
ruang tamu apartemennya
’Oya. Ini untuk anda’ Rei
menyerahkan sebuah bungkusan. Hijiri membukanya dan menemukan sebuah kemeja
tangan panjang warna krem
’Untukku?’
’Ya. Baju anda, rusak. Sementara pakai itu saja dulu’ Sementara
Rei menyiapkan makan malam mereka, Hijiri mengenakan bajunya
’Pas sekali’ Hijiri menggulung
lengan bajunya
’tentu saja. Aku kan mengukurnya
menggunakan baju anda’ Rei tersenyum
’Ah. Ya’
’Selamat makan!’
Mereka menikmati
makanan tanpa banyak bicara. Rei pernah mendengar cerita tentang pria misterius
ini dari mulut Maya. Bahkan Maya hanya tahu sedikit sekali tentang dia. Reipun
tak ingin banyak bertanya
’Aku selesai’ Hijiri menyimpan
sumpitnya, Rei menyusul kemudian
’Biar aku!’ Hijri membawa
mangkuk-mangkuk bekas makan ke dapur
’Biar aku’ Rei mengambil alih begitu
Hijiri meletakkannya di bak cuci
’Tidak apa. Aku bisa kok’
’Tidak usah sok! Tangan anda tidak
boleh banyak bergerak dulu!’ Bentak Rei sambil melotot
’Baiklah’ Kata Hijiri akhirnya,
tanpa beranjak dari dapur
’Sana! Berbaring saja! Apa yang anda
lakukan di sini?!’
’Aku bosan! Seharian aku berbaring
terus. Sepertinya aku sudah sehat sekarang’
’Hm. Paling tidak anda harus
istirahat sehari lagi. begitu pesan dokter’ Rei membasuh mangkuk yang penuh
dengan sabun
’dokter itu. Apa dia bisa dipercaya.
Maksudku.....’ Hijiri mengambil mangkuk yang sudah bersih dan mengeringkannya.
Tak peduli delikan Rei melarangnya
’Aku tidak mengatakan apa-apa pada
siapapun. Dokter itu juga tidak akan’
’Baguslah. Pada Maya?’
’Sebenarnya aku ingin bilang
padanya. Tapi, aku ragu’ Rei menyerahkan cucian terakhirnya pada Hijiri dan
melap tangannya
’Ya. Sebaiknya mereka tidak usah
tahu. Aku tidak mau. Dicemaskan’ Hijiri memandang gadis tomboy di depannya.
Hanya sekepala lebih pendek darinya
’Tapi jika tidak ada kabar, tentu
mereka akan lebih khawatir’ Rei keluar dari dapur, Hijiri mengikuti. Tidak ada
yang pernah mengkhawatirkan aku, bisik Hijiri dalam hati
’Barang-barangku?’ Hijiri duduk
bersandar di bawah jendela
’Aku menyimpannya’ Rei mengingat
sepucuk senjata yang tersimpan di lemarinya, tengkuknya merinding
’Aku tidak menggunakannya
sering-sering kok’ Hijiri menjawab reaksi Rei
’Sebaiknya begitu. Itu bukan barang
yang bagus untuk dikoleksi’ Hijiri tersenyum
’Lalu ponselku? Apa kau melihatnya?’
’Tidak’ Rei merogoh sakunya ’Tapi
aku menemukan ini’ Rei meletakkan kepingan ponsel di atas meja
’Ini punyaku. Sepertinya terjatuh
saat mereka mengejarku. Dimana.....’ Hijiri mendekat
’Di salah satu gang. Tadi pagi aku
menelusuri jalan kecil di sekitar sini’ Rei menilik reaksi Hijiri ’Rupanya ada
orang yang mendengar suara tembakan tadi malam. Ada dua oarng polisi yang
memeriksa daerah itu’ Lanjutnya kemudian
’Maaf. Aku tidak bermaksud
menyelidiki’ Sambung Rei melihat Hijiri masih terdiam
’Tidak apa-apa. Sudah sepatutnya kau
tahu, apa yang terlibat dengan orang yang kau bantu’ Hijiri mengeluarkan dua
keping kartu dari sisa-sisa ponselnya
’Aku. Tidak ingin tahu’ Seperti
teringat sesuatu, Rei bangkit. Mengambil kotak P3K dari sudut ruangan lalu
duduk di belakang Hijiri
’Aku akan mengganti verbandnya. Maaf, bisa tolong
lepaskan bajunya?’ Hijiri menoleh sekilas, lalu mengikuti perintah Rei
’Maaf merepotkan’ Seraya menyimpan
kemejanya di atas meja. Rei menyingkirkan rasa kikuknya. Betapapun tomboynya,
Rei tetaplah seorang gadis. Dan dia tidak terbiasa menghadapi pria dewasa dalam
kondisi seperti sekarang. Kemarin malampun dialah yang membalut luka Hijiri. Dia
sudah tahu, ada beberapa bekas luka lain di tubuh pria ini. Hal itu membuatnya
bertanya-tanya, sebenarnya apa yang dilakukan pria pendiam ini.
’Bukan pemandangan bagus ya?’ Hijiri
menyadari kediaman Rei
‘Apanya?’ Rei berlagak tidak
mengerti
‘Terlalu banyak luka’ Hijiri bicara
pelan
‘Ah, tidak. Sedikit bekas luka.
Keren juga’ Hijiri menoleh cepat, Rei tertawa ‘Tidak usah heran begitu dong!’
Dipukulnya bahu Hijiri yang tidak luka. Keduanya tergelak
‘Kau tidak ingin bertanya apa-apa?’ Hijiri tertunduk, sudah lama sekali. Dia
tidak pernah membiarkan siapapun menyentuhnya
‘Apa yang anda ingin aku tanyakan?’
Rei mengusap pinggiran luka tembak itu dengan alkohol lalu bergeser ke samping,
membuka verband di lengan
’Entah...’
’Sebetulnya aku sangat penasaran.
Tapi kalau terlalau banyak bertanya, aku khawatir anda tidak nyaman. Jadi aku
akan diam saja. Ok?’ Rei memiringkan kepalanya, mengerling
’Ok!’
’Kecuali kalau anda ingin
menceritakannya padaku. Aku
akan dengan senang hati mendengarnya’
’Hmmm. Kalau aku tidak ingin?’
’Tidak masalah. Aku tidak akan
memaksa’ Kata Rei dengan nada kecewa
’Tidak kecewa, tapi suaramu begitu ’
’Ha
ha ... Sungguh tidak apa-apa. Aku memang terbiasa mengungkapkan apa yang
kurasakan. Senang, sedih, kecewa, marah. Aku tidak biasa diam. Hanya saja sejak
tidak ada Maya, tidak ada yang kumarahi. Aku jadi bosan’ Rei nyengir
’Oh begitu. Jadi memarahi Maya
adalah pekerjaan lainmu selain bermain drama dan menjadi waitress ?’
’Begitulah....’ Rei tertawa lagi. Dia sangat merindukan sahabatnya Maya.
’Kau. Pasti merindukannya ya?’ Rei
mengangkat bahu
’Aku tidak tahu bahwa anda seorang
pembaca pikiran?’ Dengan telaten, Rei memasang verband baru di kedua luka
Hijiri
’Tidak begitu.....’
’Selasai.....’ Dengan ujung
telunjuknya, Rei menyusuri bekas luka kecoklatan yang memanjang di punggung
Hijiri
’Terima kasih’ Hijiri mengedikkan
tubuhnya, Rei tersentak
’Maaf!’ katanya malu
’Tidak apa’ Hijiri mengenakan
pakaiannya lagi. sementara Rei membereskan perlengkapan P3K-nya.
’Aku akan pergi malam ini’
’Anda yakin? Sudah merasa sehat?’
’Ya, aku baik-baik saja. Terima
kasih atas semuanya’ Hijiri mengaitkan kancing terakhirnya
‘Sebaiknya anda membersihkan lukanya
dan mengganti verband setiap hari, supaya tidak infeksi’ Intruksi Rei dengan
gaya khasnya. Hijiri berfikir, pasti begitulah sikapnya terhadap Maya. Penuh
nasehat.
‘Baik Ma`am’ diam-diam Hijiri
tersenyum
‘Dan jangan lupa diminum obatnya, hanya jika terasa
sakit’
’Baik. Tenanglah Rei, aku sudah
terbiasa mengurus diriku sendiri’ Pria itu menyadari, betapa kesendirian telah
begitu melekat pada dirinya. Aneh rasanya dia menghabiskan waktu berlama-lama
dengan orang lain. Perempuan
pula.
’Sendiri. Rupanya anda sudah
terbiasa begitu’ Hijiri tersenyum mendengar pernyataan Rei
’Ah. Senyum doang. Pak Hijiri ini
memang tidak suka bicara ’ Rei memutar bola matanya
’Dan rupanya. Bicara adalah hobimu
ya Rei?’
’Hm. Hobi, pekerjaan, kebutuhan.
Itulah arti bicara bagiku. Tapi
semenjak Maya pindah, aku jadi kesepian. Benar-benar sepi tanpa dia’ Rei
menghembuskan nafas berat. ’Walaupun aku sangat senang pada akhirnya dia bisa
bahagia bersama Pak Masumi. Benar-benar melegakan’ lanjutnya
’Ya. Aku juga. Sangat senang’
’Jadi, jam berapa anda berencana
pergi?’ tanya Rei kemudian
’Tengah malam saja. Kau tidurlah,
nanti aku tutup pintunya’
’Tidak. Aku belum mengantuk.
Sebaiknya anda saja yang tidur, nanti aku bangunkan kalau sudah saatnya pergi’
Hijiri menggeleng
’Ya sudah kalau begitu. Tidak usah
ada yang tidur. Kita ngobrol
saja. Ya?’ Hijiri mengangkat bahu
’Tidak juga? Kalau begitu, aku yang bicara. Anda mendengarkan saja!’ Rei
mencebik. Hijiri tertawa
***
Keduanya menghabiskan waktu bersama hingga larut. Tidak
bisa dibilang ngobrol, karena pada kenyataannya. Hijiri lebih banyak
mendengarkan dan sedikit mengomentari. Lalu tertawa melihat gaya bicara Rei
yang sering kali meledak-ledak.
Hijiri keluar
dari apartemen diiringi tatapan Rei
’Terima kasih. Senang bisa mengenalmu Rei’ Hijiri merapatkan mantelnya yang
berlubang
’Apa kita bisa ketemu lagi?’
’Aku tidak tahu. Maaf’
’Mengapa harus minta maaf segala?’
Rei mencebik ’Sampai nanti. Hati-hati’
ucapnya pelan. Pria tampan itu mengangguk, lalu berlalu.
Menyusuri jalanan
sepi, kembali ke mobilnya.
Begitu sampai,
Hijiri segera mengaktifkan ponsel cadangannya dan menghubungi Masumi
’Maaf, saya mengganggu Pak’
’Hijiri? Kemana saja kau?’ Masumi
terdengar kaget
’Maaf’
’Apa ada sesuatu? Maya hampir saja celaka hari
ini. Dan aku tidak bisa menghubungimu?’
’Nyonya? Ada apa?’ Hijiri tersentak,
Rasa bersalah menjalari punggungnya
’Kita bertemu besok, di tempat
biasa’
’Pak? Apa nyonya tidak apa-apa?’
’Untungnya tidak. Orang yang kau
pilih untuk menjaganya, menjalankan tugasnya dengan baik.’
’Sekali lagi saya minta maaf. Saya.....’
’Ceritakan besok saja. Aku tahu kau tidak akan
mengabaikan panggilanku tanpa alasan jelas. Kau bukan orang seperti itu....
kan?’ Kata Masumi tanpa amarah, membuat Hijiri semakin merasa bersalah
’Baik Pak. Terima kasih. Selamat
malam’
’Malam Hijiri’ Klik
’Kaori? Untunglah. Mungkin sebaiknya
aku berterima kasih secara langsung padanya’ Hijiri menatap gelap di hadapannya
***
Insiden tempat parkir tersebut,
menjadi pembuktian akan kemampuan Kaori dalam menjaga Maya. Bagi Kaori, hal itu
justru membuatnya harus
semakin waspada. Tak boleh lengah sama sekali.
Kewaspadaan itu tentu saja berimbas pada kehidupan pribadinya. Semakin
sedikit waktu yang dia punya untuk dirinya sendiri. Semakin percaya Masumi
padanya, semakin ketat jadwal pengawalan yang harus dipatuhinya.
Kaori memang tidak terlalu ambil
pusing dengan hal itu. Tapi rupanya ada seseorang yang menantikan saat dia
terpisah dari Maya
Kaori berjalan melompat-lompat sepanjang
lorong apartemennya. Hari ini lagi-lagi pulang malam.
’Ah....’ Langkahnya terhenti.
Seseorang menunggunya di depan pintu
’Hai. Kaori......’ Sapanya ramah
’Koji..... sedang apa?’
’Menunggumu’ Koji menyerahkan
rangkaian bunga
’Trims. Ayo masuk’ Kaori membuka
pintu dan menyalakan lampunya ’Silakan duduk’ Kaori melemparkan tasnya ke
kursi, lalu melepas jaket dan menyimpannya di tempat yang sama. Kemudian
melangkah ke dapur, menyiapkan vas untuk bunganya
’Kau pasti lelah. Maaf ya aku
mengganggu waktu istirahatmu’
’Tidak apa-apa. Ada perlu apa
mencariku?’ kaori duduk di hadapan Koji
’Tidak ada. Aku hanya ingin ketemu. Sulit sekali menemuimu tanpa orang lain’
’Memangnya kenapa kalau di lihat
orang?’ Kaori tersenyum
’Ah kau, seperti tidak tahu saja’
Koji mendengus. Kaori tertawa
’Maaf ya. Belakangan ini aku sibuk.
Jadwal Maya ketat sekali. Benar-benar mencekik’ Kaori menggeleng
’Tidak apa. Aku Cuma ingin ngobrol.
Tapi sepertinya kau terlalu lelah untuk itu’ Koji menatap mata Kaori yang
terlihat mengantuk
’Hah. Untunglah besok libur. Kalau
Cuma ngobrol aku masih sanggup kok. Tapi aku sangat haus’ Kaori menguap
’Biar aku yang ambil’ Koji
menawarkan diri dan bergegas ke dapur.
’Terima kasih. Tolong ambilkan yang dingin
ya.....’ teriak Kaori lagi, sepertinya sambil menguap. Koji tersenyum.
Mengambil sebuah gelas dan air dari dalam lemari es
’Kaori....ini....’ Koji menghentikan kata-katanya.
Dilihatnya Kaori sudah meringkuk di kursi, matanya terpejam
’Dasar!’ Koji menaruh minuman di
atas meja dan duduk di tempatnya semula sambil memandangi gadis yang tertidur
di hadapannya. Setelah yakin Kaori tidur nyenyak, Koji mengangkat tubuhnya dan
memindahkannya ke tempat tidur
’Selamat malam!’ bisik Koji, mengecup kening
Kaori. Pelan-pelan melangkah
keluar kamar dan menutup pintunya
***
Esok paginya, begitu terbangun,
Kaori langsung menelpon Koji. Dia sungguh merasa bersalah
’Maafkan aku Koji. Aku benar-benar kelewatan. Sekali lagi aku
minta maaf’
’Tidak apa-apa Kaori. Sungguh?’ Koji
tertawa
’Lalu. Sebenarnya apa yang ingin kau
bicarakan?’
’Ng. Sebenernya aku tidak ingin
mengatakannya di telpon. Tapi, apa boleh buat. Lebih baik aku mengatakannya
saja’
’Apa?’
’Aku. Aku menyukaimu’
’Apa?’
’Aku mencintaimu Kaori Shinohara.
Maukah kau jadi pacarku?’
’Koji. Aku. Kau tahu resikonya kan?
Masa kau tidak belajar dari pengalaman?’
’Aku tahu. Tapi aku tidak bisa
menyerah begita saja pada keadaan Kaori. Toh kita bisa pacaran diam-diam kan?
Kalau kau mau jadi pacarku tentu saja’
’Ng. Bolehkah aku memikirkannya dulu? Ini terlalu
tiba-tiba’
’Apa. Ada seseorang yang kau sukai?
Karena kalau memang ada. Sebaiknya
kau tolak aku sekarang. Aku. Agak trauma dengan persaingan seperti itu. Aku
ingin seseorang yang hanya untukku’ Ucap Koji lirih. Kaori terdiam
’Tidak. Aku hanya perlu berfikir
sejenak. Bolehkan?’
’Tentu’
’Baiklah. Sampai nanti Koji!’
’Sampai nanti’ klik
Kaori termenung
’Seseorang yang aku sukai? Apa aku menyukainya?’ Kaori
membayangkan wajah seseorang yang telah membawanya kembali ke Jepang
***
Korea, 4 bulan
lalu
Hijiri dan Kaori
duduk berhadapan di sebuah coffee shop. Hijiri menunggu Kaori selesai membaca berkasnya
’Hanya ini persyaratannya?’ Kaori menatap wajah
tampan di hadapannya
’Ya. Dan kau akan mendapat gaji 3 kali lipat dari
pendapatanmu sekarang’
’Tapi....’ Kaori setengah merenung
’Aku ini bukan manager artis, aku ini bodyguard. Mana bisa aku memanage?’
’Nona. Baca ulang persyaratannya.
Disitu tidak disebutkan tentang kemampuan me-manage. Kau hanya harus seorang
perempuan berumur kurang dari tigapuluh, ahli bela diri yang pandai
bersosialisasi dan setia pada atasanmu. Dalam hal ini Tuan Masumi Hayami.
Seperti yang tertera di situ’ Hijiri menunjuk kertas di atas meja dengan
dagunya
’Entahlah. aku masih bingung. Kenapa
tidak manajer betulan yang menanganinya?’
’Nyonya Hayami tidak betul-betul
memerlukan manager. Yang dibutuhkannya saat ini adalah seorang yang mampu
melindunginya, tanpa terlihat mencolok. Posisismu sebenarnya adalah bodyguard.
Manajer hanyalah samaran’
’Rupanya kau terlalu mencolok
sebagai penjaganya ya?’ kaori menyeringai
’Aku tidak bisa selalu
membayanginya. Sementara masih banyak hal lain yang harus aku urus. Pak Masumi
butuh seseorang yang bisa di andalkan untuk melindungi istrinya. Begitu juga
aku’ Raut muka Hijiri masih datar
’Wow. Apa sebaiknya aku mulai merasa
tersanjung sekarang?’ sindir Kaori tajam
’Jadi? Apa kau menerimanya?’
’Apa yang mungkin kuhadapi?’ jari
jari tangan Kaori bertaut di atas meja
’Biasalah, seperti kebiasaan orang
Jepang. Hanya beberapa orang yakuza saja. Bukan hal berat’ Hijiri memamerkan
senyum simpulnya yang menawan, sedikit banyak membuat Kaori terpesona
’yah. Bukan hal aneh’ Ujar Kaori
ringan ’Uang memang bukan prioritas utamaku. Tapi, jika Tuan Hayami mau
memberiku lima kali lipat gajiku sekarang, aku akan menerimanya’ Mata mereka
yang sejajar saling tatap selama 5 detik
’Deal’ Hijiri mengangguk, Kaori
tersenyum puas
’Sebulan ini, kau akan mendapat
pelatihan tentang manajemen artis. Paling tidak, kau tidak akan terlalu buta
tentang itu. Sebulan lagi aku akan menjemputmu’ Kaori mengangguk. ’Dan ingat.
Isi dari kontrak kerjamu adalah rahasia. Kau tidak boleh mengatakannya,
termasuk kepada Nyonya Hayami. Jangan biarkan dia merasa terancam’
’Aku mengerti. Biarkan Nyonya muda tetap dalam
dunia amannya. Begitu?’
’Tepat sekali. Juga tentang
pertemuan kita, tentang aku. Semua ini sebaiknya kau simpan sendiri’
’Ha ha. Tak perlu mengatakan hal
yang sudah jelas. Aku yakin kau sudah menyelidiki latar belakangku sebelumnya.
Kesendirianku, pasti menjadi salah satu pertimbangan Pak Masumi memilih aku.
Tak ada tempatku berbagi cerita, kau tak perlu khawatir’ Kaori mendengus
’Terima kasih atas pengertianmu.
Itu. Sangat melegakan’ Hijiri menyibakkan rambut yang menutupi sebagian
wajahnya ’Silahkan diminum, kopinya mulai dingin’ Dirapikannya dokumen yang
terserak
***
Sebulan kemudian. Tepat pukul 9 malam, Hijiri
menampakkan dirinya di depan pintu apartemen Kaori.
’Siap berangkat?’ Tanya Hijiri
begitu Kaori membukakan pintu untuknya
’Tidak masuk dulu?’
’Tidak perlu, kalau kau sudah siap’
Hijiri menilik pakaian tomboy khas Kaori
’Aku siap. Tunggu sebentar!’ Kaori masuk ke dalam,
tak lama kemudian kembali sambil menyandang ransel dan menyeret travel bag.
’Biar kubantu’ Hijiri mengambil
travel bag dari tangan kaori dan menentengnya
’Terima kasih’ Kaori berjalan di
belakang Hijiri
’Atasan kita itu. Bagaimana orangnya? Aku pernah mendengar tentang reputasinya. Apa
dia memang seperti yang di bicarakan orang-orang?’ Tanya Kaori begitu taksi
yang membawa mereka bertolak menuju bandara
’Apa yang sudah kau dengar?’ Hijiri
balik bertanya
’Dingin, gila kerja, kejam dalam
pekerjaan dan menghalalkan segala cara?’ Kata Kaori ragu, seakan meminta
persetujuan
’Tidak salah. Tapi juga tidak
terlalu benar’
’Maksudmu?’
’Bukan kapasitasku untuk menilai atasanku. Kamu toh akan segera bertemu denganya.
Biarlah kamu menilai sendiri nanti’
’pelit!’ Kaori bersungut, Hijiri
tersenyum samar. Keduanya terdiam hingga tiba di bandara. Masih setengah jam
lagi menuju waktu keberangkatan yang ditetapkan. Hijiri memilih sudut yang
tidak terlalu ramai untuk menunggu.
’Hijiri. Sudah berapa lama kau bekerja pada Pak
Masumi?’ Kaori menoleh pada Hijiri yang duduk di sampingnya, terhalang ransel
besar.
’Maaf. Bisakah tidak perlu banyak
bertanya. Aku tidak terlalu suka membicarakan tentang diriku’ Tatapan matanya
lurus ke depan
’Yah, baiklah’ Kaori menghela nafas
berat ’Tapi sepertinya sudah lumayan lama. Soalnya tampangmu sudah sedingin
itu’ Hijiri mengabaikan perkataan Kaori
’Apa memang harus begitu? Aku juga bodyguard. Tapi
aku bisa bersikap normal, dan tetap waspada’
’Aku yakin itu Kaori. Itu salah satu alasan kau
terpilih. Penyamaran yang sangat sempurna’ Kaori mengangguk-angguk
’Yang perlu kau tahu. Kita
melindungi orang yang sama. Aku selalu bekerja sendiri selama ini, dan aku
tidak berniat mengubahnya’ Hijiri memandang gadis di sampingnya sekilas
’Aku mengerti’ ujar Kaori akhirnya.
Lalu keduanya terdiam lagi.
Saat panggilan
keberangkatan Asiana Airlines menuju Tokyo terdengar, mereka beranjak menuju
pintu gerbang yang dimaksud.
’Tidurlah’ Kata Hijiri begitu mereka
duduk berdampingan di pesawat
’Hemm’ Kaori mengangguk,
menghadapkan wajahnya ke jendela dan dengan segera jatuh tertidur. Sementara Hijiri tetap terjaga hingga
pesawat mendarat di bandara Narita. Membuat Kaori malu saat terbangun di
sandarannya.
Lewat tengah malam saat mereka tiba. Mobil Hijiri
sudah siap di tempat parkir bandara untuk membawa mereka ke Tokyo.
Hijiri memarkir
mobilnya di depan sebuah hotel
’Aku sudah pesan kamar atas namamu. Istirahatlah malam ini. Besok pagi kita
akan menemui Pak Masumi
’Ehm-hem’ Kaori keluar dari mobil dan berbalik.
Mobil Hijiri kembali bergerak bahkan sebelum gadis itu tiba di pintu hotel
’Uf... Pria tampan yang terlalu dingin. Sayang sekali’
Kaori meneruskan langkahnya
***
Esok paginya, Hijiri membawa Kaori ke sebuah pantai yang jauh dari
keramaian. Masumi sudah menunggu disana. Tidak banyak hal baru yang didapatnya,
kebanyakan hanya pengulangan dari apa yang sudah dikatakan Hijiri padanya.
Tidak mengenal basa-basi, itulah Masumi Hayami dalam pandangan Kaori. Fokus
utamanya hanya satu, melindungi istrinya. Sebisa mungkin mengisi kekosongan
yang tak mungkin di isi olehnya dan Hijiri.
’Dari beberapa ancaman mereka, ada yang bukan ancaman kosong. Tapi aku
tidak bisa mempertaruhkan keselamatan istriku dengan tidak menganggap
keseriusan mereka. Aku rasa mereka hanya menunggu aku lengah dan bosan dengan
ancaman mereka. Dan aku tidak akan memberikan apa yang mereka mau’ Kaori
mengangguk, paham akan situasinya
’Mereka ini. Apakah saya boleh tahu?’
’Hijiri masih menyelidiki kepastiannya. Nanti, Hijiri akan menjelaskan
banyak hal yang kau perlu tahu. Aku tidak mau kau lengah’
’Baik’
’Besok pagi, datanglah ke Daito. Temui sekretarisku Mizuki. dia akan
mengatur semua keperluanmu. Dia juga akan memberikan penjelasan tentang
pekerjaanmu. Tapi kau tidak perlu mengungkit tentang Hijiri padanya’
’Saya mengerti’ Sekali lagi Kaori mengangguk
’Selamat bergabung!’ Kaori tersenyum, akhirnya
aku pulang...........
***
<<< The Love Story Ch. 4 ... Bersambung >>>
Categories
Author: Riema,
Fanfic: One-Shot,
Hijiri,
Masumi,
Mizuki,
Rei
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
9 comments:
hayo hijri pilih syapa yah
kaori ataw rei...??? ^^
ayooooo hijiri ama rei ajaaaa, kaori ama koji. hehe... kasian ni koji kalo patah hati lagi
-bella-
makin seruuu...
ditunggu lanjutannya ya mom riema.
wahhh kerennnn...... hihihihi... lanjudd
blanjut panjang nich, mantaaap.... semua tokoh kisah hidupnya diceritain disini
Setuju...setuju...setuju....!!!! Rei sama Hijiri aja :) sebenarnya sih pingin hijiri sama mizuki tapi krn udah terlanjur ada Fe...ya sudahlah. lagian Rei yg cerewet balance kok dg hijiri yg cool abiss...!!! Mom riemmmmm....aku sukaaaaa ceritanya....!!!! *rini*
huhu...suka mbk ceritanya...hijri dng kaori aja...jadi sama-sama bisa melindungi MM..lg pula suka sifatnya kaori :D :D :D..ditunggu lanjutannya..gak pake lama ya mbk :D
"Pria tampan yang terlalu dingin"
Huaaa...masumi menyebarkan virusnya ke hijiri juga ternyata..tapi itu dia daya tariknya...haihaiahaiahai...heheheh
Kapaaaaaannnnnnnnnnnnnn di up date lagi negh :(
Paling sukaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa cerita yang membahas orang-orang penting disekeliling MM yah yah yah update ditunggu yah yah yah :((
Post a Comment
Silahkan kritik, saran, sapa dan salamnya... :)