Thursday 22 September 2011

Fanfic TK: Finally Found You Ch. 13

Posted by Ty SakuMoto at 19:03
warning: kissu kissu, mature relationship
rating: 20+


Finally Found You
(Chapter 13) 





Masumi membuka catatan medis tersebut dan membacanya. Mata pria itu melebar.
“Ini...” desisnya, terkejut.

“Benar Tuan, saya rasa Hino memanfaatkan hal ini untuk memeras uang dari Soichiro,” jelas Hijiri dengan tenang.

“Kalau begitu...” Masumi terlihat tidak percaya. “Shiori, bukanlah puteri keluarga Takamiya?” desis Masumi.
“Benar, Tuan. Tepatnya, bukan puteri Tuan Soichiro,” kata Hijiri.
“Benarkah?” Masumi masih tercengang.
“Kenapa Hino bisa tahu dan darimana dia mendapatkan surat-surat ini? Lalu apakah Shiori mengetahui mengenai hal ini?” tanya Masumi.
“Saya tidak tahu Tuan, namun saya pernah mengikuti Hino sampai ke sebuah Desa di Karuizawa di propinsi Kanagawa, tempat asal Nyonya Shizuka Takamiya, ibu nyonya Shiori. Di sana saya mendapatkan sebuah informasi yang dicari Hino. Awalnya saya tidak mengerti kenapa Hino mencarinya sampai ke sana, namun saat saya mendapatkan surat-surat ini, saya akhirnya mengerti,” tutur Hijiri. “Sepertinya Hino menyelidiki siapa ayah Shiori sebenarnya.”
Masumi mendengarkan dengan seksama.
“Saat nyonya Shizuka masih muda, dia bekerja di kedai dango di Karuizawa. Saat bekerja itu dia menjalin kasih dengan pemilik kedai dango tersebut yang bernama Tetsuji. Keluarga Tetsuji adalah salah satu yang kaya dan terpandang di sana, namun hartanya habis dikarenakan Tetsuji mengidap sakit yang memerlukan pengobatan yang mahal. Suatu hari ketika Tuan Soichiro datang ke desa itu, Tuan Soichiro merasa tertarik dengan Shizuka dan ingin menikahinya. Orang tua Shizuka akhirnya menikahkannya dengan Soichiro dan dia terpaksa berpisah dengan Tetsuji. Berbulan-bulan kemudian Tetsuji pergi ke Tokyo, dan kedai dangonya kemudian dikelola oleh adiknya, wanita yang memberikan informasi ini kepada saya. Pihak keluarga Tetsuji tidak pernah lagi mendengar kabarnya sampai ada yang memberi tahu Tetsuji meninggal dalam kecelakaan kerja, dia tewas karena pendarahan yang tak kunjung henti. Nyonya pemilik kedai memberi tahu bahwa kakaknya itu memang mengidap sakit hemofili ringan*. Tapi, dia juga mendengar selentingan kabar bahwa kakaknya bukan kecelakaan, melainkan dibunuh dengan cara didorong dari sebuah gedung. Tapi pihak keluarga tidak ingin membesar-besarkan isu tersebut,” terang Hijiri. “Saya awalnya tidak mengerti kenapa Hino membutuhkan informasi tersebut sampai saya memperoleh catatan kesehatan ini.”
Masumi kembali membaca catatan kesehatan tersebut. Di sana disebutkan bahwa Soichiro tidak mampu memiliki anak. Hino memang punya jaringan yang luas. Mungkin dia pernah mendengar isu dari suatu tempat mengenai kemandulan Soichiro dan memutuskan untuk menyelidikinya. Golongan darah Shiori sama dengan Soichiro, A. Tapi di sana juga ada keterangan tes darah laboratorium, bahwa Shiori adalah seorang carrier hemofili, sedangkan Soichiro tidak mengidap hemofili, demikian juga Shizuka, ibunya, bukanlah seorang carrier hemofili. Jadi bisa disimpulkan Shiori mendapatkan gen hemofili dari Ayahnya.
*)hemofili adalah penyakit kelainan pada darah yang menyebabkan darah sulit membeku, sehingga menyebabkan darah terus mengalir ketika terluka. Hemofili diturunkan melalui kromosom X pada manusia. Tingkatan hemofili adalah berat, sedang, ringan.
Masumi sudah bisa mengerti. Hino menyelidiki keluarga Shiori, dan saat mengetahui hal ini dia menghubungi Soichiro dan memerasnya, meminta pria itu mentransfer pada rekening yang dibuatnya dengan identitas palsu. Kemudian uang-uang tersebut dialirkan ke beberapa rekening di luar negeri  sebelum kemudian rekening itu ditutup. Hino punya banyak kenalan dekat di Amerika, tentu tidak sulit untuknya mengatur semua itu.


Pengacara itu mengenal baik para penegak hukum, juga sebaliknya, para pelanggar hukum. Bukan hal yang mengherankan jika Hino bisa menjalankan kedua perannya bersamaan.
Masumi mengeratkan rahangnya, geram.
“Dan mengenai hubungan Hino dan Shiori, saya tidak tahu apa hubungan mereka di masa lalu, namun sekarang mereka adalah sepasang kekasih,” terang Hijiri.
Sudah kuduga...
Pikir Masumi.
Dia sudah menduga saat melihat ada yang berbeda dari cara keduanya berinteraksi.
“Ai sempat berbicara dengan Adrian, teman sekamar Hino saat di Harvard. Darinya Ai tahu bahwa Hino memang pernah mengatakan, dia punya seorang wanita yang sangat dia cintai di Jepang yang pernah ditemuinya saat dia SMA, tapi Hino tidak menyebutkan namanya. Mungkin maksudnya memang Shiori,” terang Masumi. “Lalu apa yang kau temukan dari Hino dan Shiori?”
“Mereka biasanya mengatur pertemuan di sebuah hotel. Keduanya memesan kamar di lantai yang berbeda, pulang dan pergi pada saat yang berbeda. Namun, biasanya hanya satu kamar yang mereka pakai, kamar yang disewa Hino, sementara kamar yang disewa Shiori tidak digunakan,” Hijiri berhenti sebentar. “Dan terakhir, saya melihat Shiori pergi ke dokter pribadinya, lalu ke dokter kandungan, dokter Masamune. Shiori sudah menjadwalkan untuk operasi aborsi,” terang Hino.
“Aborsi?” Masumi tertegun, “jadi dia hamil?”
“Benar, Tuan,” kata Hijiri.
Masumi terdiam.
“Baiklah Hijiri, terima kasih. Kerjamu sangat bagus. Aku tidak tahu apa yang Hino rencanakan dalam kepalanya dengan semua ini. Aku juga tidak tahu kenapa dia memeras uang Soichiro. Dia sudah sangat mapan sebagai seorang pengacara dan karirnya terus menanjak.” Masumi bergumam.
Sayang aku terpaksa menjegalmu, Hino, batin Masumi.
“Yang paling penting bagiku, aku bisa membuat Shiori dan Hino tidak bisa macam-macam dengan pementasan Bidadari Merah dan Maya. Juga membuat mereka berdua mendapatkan balasannya,” sejenak Masumi tertegun.
Dia sudah pasti akan menghancurkan karir Hino sebagai pengacara dengan segala perbuatannya menyalahgunakan wewenang.
Namun Shiori...
Masumi ragu. Mungkin benar dia sangat menderita sehingga melakukan semua ini kepadanya dan Maya. Apa lagi dia sekarang hamil. Tapi terutama karena kata-kata Maya kepadanya yang tidak menginginkan dendam terus berlarut-larut.
Tapi, aku tidak bisa mengampuni siapapun yang sudah membuat Mayaku menderita.
Pikir Masumi, resah.
“Hijiri, Ai mengatakan bahwa stempel yang digunakan dalam surat kuasa palsu yang Hino buat adalah stempel asli milik Maya,” kata Masumi kemudian.
“Asli?” Hijiri tampak terkejut.
“Benar, asli. Tapi Maya masih sempat menggunakannya baru-baru ini saat menandatangani beberapa kontrak. Jadi kupikir, mungkin Hino atau siapa pun pernah menyusup ke apartemen Maya dan menggunakannya untuk surat kuasa palsu tersebut. Maya pernah kehilangan kunci apartemennya bersama tasnya saat diculik, jadi kurasa saat itulah ada yang mengambil kuncinya dan menyusup ke apartemennya. Aku tahu tidak ada cctv di lorong apartemen, tapi seingatku mereka menggunakan cctv di lobi dan lantai dasar. Jadi, tolong kau selidiki dari cctv lobi gedung apartemen Maya apakah Hino pernah datang ke sana. Dia selama ini, bekerja sendiri, bukan?” Masumi meyakinkan.
“Benar Pak, Hino sangat hati-hati dan saya tidak pernah melihat Hino bersama siapa pun, dia lebih sering terlihat sendiri atau dengan kliennya,” Hijiri membenarkan.
“Karena itu, aku berasumsi bahwa dia sendiri yang datang ke apartemen Maya. Coba nanti kau cek CCTV tersebut,” instruksi Masumi.
“Baik Tuan.”
“Dan juga tas Maya. Kita tidak mendapatkannya dari anak buah Nakahara, mungkin Hino memegangnya, atau sudah dia buang. Tapi jika dia masih memegangnya, akan sangat bagus,” kata Masumi.
“Apa Anda berniat menjadikan tas itu sebagai barang bukti kepada polisi?” tanya Hijiri.
“Tidak, aku tidak ingin melibatkan polisi. Prosesnya akan panjang dan berbelit-belit. Aku hanya ingin handphone Maya kembali,” ujar Masumi. “Dia sangat sedih saat kehilangan handphonenya,” tatapan Masumi terlihat suram.
“Pak Masumi, saya dengar Nona Maya pergi?” tanya Hijiri.
“Benar,” jawab Masumi perlahan.
Setelah itu tidak ada kata apa-apa lagi dari Masumi.
“Apakah, Anda ingin saya mencarinya?” tanya Hijiri.
“Akan sulit mencarinya sekarang karena handphone gadis itu sudah tidak dipasangi gps,” Masumi berusaha menyembunyikan keresahannya. “Tapi, kuharap kau bisa membantuku.”
“Baik, Tuan, saya akan berusaha mencari Nona Maya,” Hijiri menenangkan.
“Tapi, jika kau sudah menemukannya, cukup pastikan bahwa dia baik-baik saja dan berada di tempat yang aman. Jangan mengganggunya,” Masumi terlihat khawatir.
“Anda tidak akan memintanya pulang?” Hijiri terheran.
“Saat ini, biarkan saja. Dia sudah berjanji kepada Kuronuma bahwa dia akan pulang sebelum pementasan. Lagipula,” Masumi terlihat getir, “aku tahu aku sudah menyakiti perasaannya terlalu dalam. Entah aku berhak memintanya kembali atau tidak. Sebaiknya, saat ini, biarkan saja Maya menenangkan dulu pikiran dan perasaannya.” Masumi menelan ludahnya, “Saat ini, itu yang terbaik bagi Maya.”
Pak Masumi...
Hijiri terdiam.
=//=
“Shiori?” Suara Shizuka Takamiya terdengar menggema memanggil putrinya.
Shiori bergeming di atas tempat tidurnya.
“Shiori? Kau belum bersiap-siap? Hari ini kau harus sudah tes kesehatan dan diam di rumah sakit, Sayang,” Shizuka menghampiri Shiori.
“Ibu...” gadis itu terlihat sendu.
“Ada apa?” tanya Shizuka.
“Ibu, aku... tidak ingin menggugurkannya...” isak Shiori.
Shizuka terkejut.
“Kau...”
“Tidak mau bu...” Shiori menggeleng. “Aku mencintai anak ini, aku menginginkan anak ini...”
“Shiori! Kau jangan keras kepala! Kau harus ingat bahwa ini bisa membahayakan nyawamu! Rahimmu lemah! Dan jika kau sampai keguguran saat janin ini semakin membesar, kau....! Itu... bisa membahayakan nyawamu!”  Suara Shizuka terdengar sangat khawatir. “Dan andai kau sampai melahirkannya, kau bisa mengalami pendarahan hebat, Sayang. Anemia dan hipotensimu juga bisa sangat berbahaya,” Shizuka berusaha keras meyakinkan.
“Aku akan hati-hati bu!” Seru Shiori. “Aku akan menjaga diriku dan anak ini baik-baik. Dan saat melahirkan, aku... aku yakin, ilmu kedokteran saat ini sudah sangat maju. Pasti ada jalan keluarnya agar aku bisa melahirkannya dengan selamat,” tekad Shiori.
“Shiori...” mata Shizuka berkaca-kaca. “Kau tahu ibu juga menyayangi bayi ini, dia cucu ibu,” suara wanita paruh baya itu gemetar. “Tapi ibu sangat mengkhawatirkanmu. Ibu tidak ingin ada apa-apa denganmu. Hanya kau putri ibu satu-satunya,” Shizuka menangis.
“Ibu...!” Shiori memeluk ibunya. “Tapi, tapi, ini... bayi dari pria yang sangat kucintai Bu... dan aku sangat menginginkannya,” kata Shiori. “Ibu, kumohon, biarkan aku mempertahankan bayi ini. Aku yakin semua pasti akan baik-baik saja. Aku akan mengikuti anjuran dokter, apa pun itu. Tapi aku tidak ingin menggugurkannya,” Shiori tersedu.
“Putriku...” desah Shizuka.
=//=
Sudah satu setengah jam Maya berjalan sejak terakhir dia turun dari sebuah bus. Dengan tas di tangannya, Maya masih menapaki jalanan tanpa arah. Dia sudah cukup lelah, tanpa tujuan. Ingin lari dari Masumi, tapi sampai detik ini bayangan pria itu masih saja menguasai pikirannya dengan congkak. Maya tidak bisa menyingkirkannya.
“Kakak!!” sebuah suara terdengar, “kakak!!” panggil suara itu lagi.
Perlu beberapa saat bagi Maya yang masih melamun untuk tersadar bahwa panggilan itu untuknya.
Maya menoleh ke sumber suara.
Ada beberapa anak kecil di sana. Wajah mereka tampak polos dan pipinya kemerahan dengan keringat yang ditimbulkan sengatan matahari siang itu.
Maya memandangi mereka, masih terbengong.
“Kakak, mau kemana?” tanya seorang anak.
“Eh? A, aku...” Maya tidak punya tujuan, karena itu dia tidak punya jawabannya.
“Kakak mau kemana? Kakak dari mana? Kami tidak pernah melihat kakak sebelumnya,” kata anak yang lainnya, seorang gadis cilik.
Maya menghampiri anak-anak tersebut. Ada 5 orang anak di sana sedang berkumpul.
“Kalian sedang apa?” tanya Maya.
“Kami sedang main gasing,” terang seorang anak laki-laki yang rambutnya dikuncir di atas kepala.
“Wah, sepertinya seru! Kakak boleh ikutan?” tanya Maya.
“Boleeehh!!!” Seru mereka.
“Wah asyiikk!!” Maya terlihat riang.
“Kakak, kakak habis menangis ya? Kenapa wajahnya sembab begitu?” tanya seorang bocah perempuan lainnya.
“Kakak habis bertemu orang yang menyebalkan!” keluh Maya.
“Menyebalkan itu apa?” tanya si bocah botak.
“Momo menyebalkan!!” seru si anak perempuan yang dikepang dua walau dia tidak tahu artinya, sambil menunjuk anak perempuan lainnya.
Maya tertegun lalu tertawa.
“Tidak boleh bilang menyebalkan sama temanmu,” nasihat Maya. “Menyebalkan itu...” Maya terdiam, berpikir. Bibirnya sedikit mengerucut. “Jahat! Bikin kesal! Keras kepala! Mau menang sendiri! Dasar kecoa!!” seru Maya, emosi.
Anak-anak itu terdiam dengan mata terbuka dan bibir melongo, saling memandang pada satu sama lain
“Jadi menyebalkan itu kecoa ya...?” gumam anak yang disebut Momo.
Eh?!
Maya tertegun.
“Begitulah...” dia cekikikan.
Anak-anak itu juga ikut cekikikan.


=//=


Mizuki diam termangu memperhatikan penjelasan Masumi. Dia masih tidak percaya pada apa yang Masumi katakan mengenai Hino. Namun Masumi tidak mengatakan apa pun mengenai kecurigaan bahwa Shiori bukan putri Takamiya.


“Be, benarkah?!!” tanya Mizuki, gelisah. “Hino... sanggup melakukan itu semua?” Entah kenapa tubuh Mizuki terasa sangat lemas mendengarnya.

Tidak seperti dengan kebanyakan orang yang ditemuinya, Mizuki merasa Hino adalah teman yang sangat baik dan menyenangkan. Dia sangat pandai dan suka menghibur.

Mizuki menelan ludahnya. Pahit. Bukan karena dia sudah merasa dipermainkan, karena Hino tidak pernah berbuat kurang ajar kepadanya. Tapi karena dia sangat menyayangkan.

“Aku tidak mengerti. Kenapa dia sampai melakukan itu semua demi Shiori?” desis Mizuki.

“Karena dia sangat mencintainya. Menurut orang yang sempat menjadi teman sekamarnya dulu, dia sudah menyukainya sejak lama, sejak dia SMA dulu. Aku tidak tahu kenapa mereka tidak pernah bersama. Namun jelas bagiku sepertinya Hino melakukan itu semua adalah demi Shiori,” Masumi menelan ludahnya.

“Apa yang hendak Anda lakukan sekarang?” tanya Mizuki.

“Entahlah,” Masumi mengaitkan jari jemarinya pada satu sama lain di atas meja. “Aku, sudah mempunyai semua yang kubutuhkan untuk menghancurkan keduanya. Karir Hino,” Masumi mengeratkan rahangnya, “dan kehidupan Shiori,” katanya dingin. “Aku bisa saja menyerahkan bukti-bukti mengenai Shiori ini ke media, mengirimkannya tanpa nama dan membiarkan media menghancurkan hidupnya,” ujar Masumi. “Tapi...”

Mizuki memperhatikan. Mizuki tahu itulah yang pasti dilakukan atasannya tersebut. Menghabisi lawannya sampai tidak berkutik lagi. Tapi kenapa sekarang, dia terlihat ragu?

“Maya mengatakan, bukan itu yang diinginkannya. Dia hanya ingin semua dendam ini diakhiri,” ujar Masumi perlahan. Ada perasaan getir mengingat kekasihnya yang sekarang entah berada di mana. “Lagipula, semua ini, aku yang memulainya,” Masumi mempererat kaitan jemarinya. “Jika bukan karena aku yang telah menyakiti hati Shiori, tentulah...”

“Tidak begitu, Pak Masumi,” potong Mizuki perlahan. “Anda mungkin telah menyakitinya. Tapi itu bukan alasan siapa pun jadi berhak melakukan kejahatan. Setiap orang punya pilihan. Ingin meraih kebahagiaan, atau memuaskan dendam, itu pilihan yang ada di tangan masing-masing. Seperti halnya Maya yang sudah melupakan kebenciannya kepada Anda, ataupun Anda yang sudah tidak lagi mendendam kepada Ayah Anda, sehingga kalian berdua bisa merasa lega dan bahagia. Seharusnya, Nyonya Shiori pun, bisa mengambil keputusan untuk mendapatkan kebahagiaannya, tidak mengikuti keinginan hatinya untuk membalas dendam.”

“Mungkin kau benar, tapi, andai dulu, aku punya keberanian sedikit saja, untuk mengungkapkan perasaanku kepada Maya, untuk menentang Ayahku, dan menolak Shiori, mungkin, semua ini tidak akan menjadi seperti ini,” sesal Masumi.

Mizuki tertegun, lalu tersenyujm tipis.

“Seperti bukan Direktur Daito,” ujarnya. “Setahu saya Pak Masumi tidak pernah berandai-andai mengenai masa lalu. Masumi Hayami adalah seseorang yang mempunyai visi ke depan dan rencana matang untuk mendapatkan keinginannya.”

Masumi tertegun. Dia tersenyum simpul dan menghempaskan nafasnya.

“Terima kasih, Mizuki,” katanya. “Kau boleh keluar. Aku ingin memikirkan beberapa hal terlebih dahulu. Tolong sementara tahan semua telepon untukku.” Instruksinya.

“Baik Pak,” wanita itu lalu berpamitan keluar.

Masumi terdiam, memikirkan banyak hal mengenai apa sebaiknya yang harus dilakukannya. Saat ini, tujuannya hanya ingin Hak Pementasan Bidadari Merah dan Mayanya tidak diganggu.

Maya...

Debaran di dada Masumi mulai terasa menyakitkan.

Kau dimana sekarang? Aku sangat mengkhawatirkanmu...

Masumi menyandarkan dirinya dan menutupi wajahnya dengan tangannya. Menghempaskan nafasnya berusaha agar dapat tetap tenang.

Aku sangat merindukanmu...

Batinnya. Kerinduan itu terasa menyesakkan dadanya.

Kembali terbayang wajah Maya yang menangis di planetarium.

Setelah semua yang sudah kulakukan kepadanya, apakah dia masih bisa memaafkan aku?

Masumi sangat ingin mencari gadis itu, tapi dia juga tidak ingin pikiran dan perasaan Maya jadi berantakan lagi gara-gara dia.

Aku tidak akan mengganggunya lagi. Dia harus sukses menjadi Bidadari Merah. Aku tidak ingin aktingnya kacau gara-gara aku...

Pikir Masumi.

Maya...

Desahnya. Rindu.

=//=

“Kak Sakurakoji, benar, aku... tidak apa-apa datang ke sini?” tanya Mai ragu-ragu.

Dipandanginya sekeliling studio latihan Bidadari Merah.

“Tidak apa-apa,” Sakurakoji tersenyum. “Kan aku yang mengajakmu. Tunggulah sebentar lagi latihanku selesai,” ujarnya.

Mai mengangguk senang.

“Wah Sakurakoji, cantik sekali gadis ini,” puji salah satu kru.

Mai yang mendapat pujian tampak tersenyum senang.

“Eh? Bukankah kau Mai? Dulu kau kekasihnya Sakurakoji kan?” tanyanya lagi.

“Heh! Sudah, sudah jangan diganggu!” hardik Sakurakoji.

“Pantas saja Sakurakoji semangat sekali latihan hari ini. Padahal kemarin dia terlihat lesu karena tidak dapat bento dari Akoyanya,” kata kru tersebut iseng.

Deg!

Mai terdiam.

Maya...

Pikirnya.

“Sudah kau! Jangan berisik!! Pergi sana!” Seru Sakurakoji.

Kru itu tertawa-tawa sambil berlalu.

“Mai, aku latihan dulu sekarang ya...!” ujar Sakurakoji, kembali pada Mai.

Eh?!

Dilihatnya wajah Mai yang memucat.

“Mai?”

Mai hanya diam saja.

Sakurakoji menelan ludahnya. Dia kembali teringat kata-kata temannya tadi.

“Mai,” Sakurakoji memegang bahu Mai.

Gadis itu tertegun, memandang pria yang dicintainya.

“Aku suka sekali sushi roll dan ebi maki buatanmu. Kau mau, membuatkannya untukku besok?” tanya Sakurakoji.

Mai terdiam, gadis itu lalu tersenyum.

“Tidak apa-apa aku besok datang lagi?” tanyanya.

“Tentu. Aku akan senang sekali kalau kau mau datang,” ujar Sakurakoji sambil mengeratkan pegangannya di bahu Mai.

Kak Sakurakoji...

Dada gadis itu berdebar-debar senang.

“Baiklah. Besok Mai buatkan,” kata gadis itu sambil tersenyum lebar.

Sakurakoji mengangguk sambil tersenyum.

“Aku latihan dulu, tunggu sebentar lagi ya, nanti kita pergi nonton...”

Mai kembali mengangguk. Dia merasa sangat bahagia.

Sakurakoji lalu pergi menuju tempat latihan.

Maya...

Pikirnya gelisah.

Semoga kau baik-baik saja, dan cepatlah kembali dengan selamat.

=//=

“Selamat sore,” sapa Hino dengan senyum yang lebar di wajahnya.

“Selamat sore, ayo masuklah,” sambut kakaknya.

“Kak Erika, maaf ya, kau jadi harus menunggui kedatanganku,” ujar Hino, sedikit menyesal saat membuka sepatunya.

“Memangnya kunci yang kuberikan kemana? “ tanya kakaknya.

“Hilang. Aku tidak tahu, entah aku menjatuhkannya atau lupa menyimpannya dimana. Tapi sepertinya bukan yang kedua. Aku tidak pernah lupa letak barang-barangku,” keluh Hino. “Mana Kenta?”

“Masih di sekolahnya, sekarang aku mau menjemputnya. Kau akan tinggal untuk makan malam?” tanya Erika.

“Tidak Kak, terima kasih. Aku tunggu sampai kakak kembali saja, lalu pulang,” ujar Hino. “Sekarang aku ambil dulu barang-barangku,” imbuhnya.

Hino segera pergi ke kamar belakang, kamar tamu. Biasa digunakannya kalau sedang menginap di tempat kakaknya. Mereka hanya tinggal dua bersaudara. Jadi, jika ada acara keluarga atau hari spesial, Hino selalu merayakannya dengan keluarga kakaknya.

Hino menyingkapkan seprai tempat tidurnya yang menjuntai. Ia lalu menarik sebuah koper yang sangat besar dari bawah ranjangnya. Ada banyak berkas-berkas di sana. Di situ juga dia menyimpan surat kuasa asli dan pembatalan kuasa milik Maya. Serta dokumen catatan medis yang susah payah didapatkannya dari kamar orang tua Shiori.

Dia memang meyakinkan Shiori bahwa surat-surat itu adalah sesuatu yang dapat menghancurkan Masumi. Tapi dia berbohong, itu adalah surat-surat untuk membuktikan kecurigaannya. Sekaligus kunci kebahagiaannya bersama Shiori. Dia akan membawa wanita itu pergi dengannya. Meninggalkan keluarganya.

Tapi sekarang dia tidak dapat menemukannya.

Kemana..??!!!

Hino sedikit panik saat berkali-kali dia membolak balik bahkan dokumen-dokumen itu sekarang bertebaran di lantai kamar.

Dia tetap tidak dapat menemukannya.

Jantung pria itu berdebar-debar keras.

Kemana?!! Kenapa bisa sampai hilang?!!

Hino terlihat resah.

=//=

“Daito, selamat sore,” sapa Mizuki saat mengangkat telepon sore itu.

Sejenak tidak ada suara.

Mizuki tertegun.

“Daito, selamat sore,” ulangnya.

“Selamat sore Nona,” jawab suara di seberang sana.

Seorang pria. Suaranya terdengar tenang.

“Ada yang bisa dibantu?” tanya Mizuki, berhenti melakukan pekerjaannya.

“Bisa saya bicara dengan Tuan Masumi Hayami? Saya tidak dapat menghubunginya,” pinta pria itu.

“Maaf Tuan, Pak Masumi sedang sibuk saat ini. Apakah ada pesan?” tanya Mizuki, mulai meraih pena-nya.

Kembali pria itu terdiam.

“Tuan?” panggil Mizuki sekali lagi.

“Ini sangat penting, tolong disambungkan,” pinta pria itu sekali lagi.

“Maaf Tuan, saya tidak bisa,” tolak Mizuki. “Silahkan Anda tinggalkan nama dan no telepon Anda serta pesannya, nanti saya sampaikan kepada Pak Masumi. Pak Masumi akan menghubungi kembali nanti,” tutur Mizuki.

“Ini dengan Nona Mizuki?” pria itu memastikan.

“Benar,” Mizuki tertegun sebentar. “Saya Mizuki, asisten pribadi Pak Masumi,” terangnya.

“Baiklah, tolong sampaikan pesan saya,” ujar Hijiri.

“Silahkan Tuan,” Mizuki bersiap menulis.

“Jangan ditulis, Nona, tolong disampaikan saja,” imbuh Hijiri.

Mizuki kembali tertegun.

“Baiklah, akan saya sampaikan secara lisan,” Mizuki meyakinkan bahwa dia adalah asisten yang kompeten.

“Hotel Skycrapper, Tengoku Suite Nomor 3666, jam setengah 8 malam ini.” Kata Hijiri. “Bisa diulang?”

“Hotel Skycrapper, Tengoku Suite Nomor 3666, jam setengah 8 malam ini,” ulang Mizuki, mengingat.

“3606.” Hijiri mengoreksi.

“3606 atau 3666?” tanya Mizuki, memastikan.

“3606.”

“Saya yakin tadi Anda mengatakan 3666,” Sekretaris itu mengingat, sedikit kesal terkena koreksi.

“Tidak. Saya mengatakan 3606,” ujar Hijiri.

“3666,” Mizuki berkeras. “Kalau Anda merekam percakapan ini, Anda pasti tahu bahwa saya benar.”

“Apakah Anda selalu menerima telepon dengan sikap seperti ini?” tanya Hijiri tenang.

Mizuki tertegun.

“Maaf, siapa nama Anda?” tanya Mizuki, mengalihkan pembicaraan.

“Tolong sampaikan saja pesan saya, Pak Masumi pasti tahu,” terang Hijiri.

“Mungkin Pak Masumi tahu, tapi saya tidak,” kata Mizuki, terdengar tidak sabar.

Kembali tidak terdengar apa pun dari seberang telepon.

“Tuan? Tolong sebutkan nama Anda. Ini peraturan. Saya tidak bisa menyampaikan pesan kaleng,” tekan Mizuki.

Hijiri menahan senyumnya mendengar Mizuki mengatakan dia menyampaikan pesan kaleng.

“Hijiri,” kata Hijiri singkat.

“Hijiri?” Mizuki mengharapkan lebih dari itu.

“Karato,” imbuh Hijiri.

“Tuan Hijiri Karato,” ulang Mizuki.

“Benar. Baiklah, terima kasih Nona Mizuki.” Pamit Hijiri lantas menutup sambungannya.

Hijiri memutar ulang rekaman percakapannya dan Mizuki. Dia mendengar dirinya menyebut ‘3666’.

Pria itu tersenyuman tipis.

“Hijiri Karato...” gumam Mizuki.

Pesannya tidak biasa dan dia juga baru mendengar suara pria itu.

Mizuki tertegun. Mungkinkah, dia yang selama ini bekerja di balik bayangan untuk Masumi?

Hijiri Karato... apa benar itu namanya?

Mizuki tidak tahu kenapa dia sangat memikirkannya.

=//=

Terdengar ketukan di pintu kantor Masumi.

Masumi mengangkat wajahnya dan Mizuki masuk membawa beberapa dokumen serta pesan untuknya.

“Dan ada satu lagi,” imbuh Mizuki setelah meletakkan dokumen-dokumen itu.

“Seseorang bernama Hijiri Karato menyampaikan pesan, ‘Hotel Skycrapper, Tengoku Suite nomor 3606 jam setengah delapan malam ini’,” ungkap Mizuki.

Masumi terdiam.

“Apa kau mencatat pesannya?” tanya Masumi.

“Tidak, Pak, dia meminta saya mengingatnya,” terang Mizuki.

“Baiklah,” Masumi puas. “Mizuki, mengenai telepon barusan dan juga peneleponnya, tolong jangan kau bicarakan dengan siapa pun,” kata Masumi.

Mizuki tertegun.

“Baik, Pak,” Mizuki menurut.

“Dan hubungi Ai, katakan aku akan mengajaknya keluar jam setengah 7,” instruksi Masumi.

Sekali lagi sekretaris efektif itu menyanggupi.

“Baiklah, kau boleh pergi,”  Masumi mulai meraih beberapa dokumen.

Mizuki kemudian keluar.

Masumi menghela nafasnya perlahan.

Masumi mengerti apa yang Hijiri sampaikan. Itu adalah waktu pertemuan Hino dan Shiori selanjutnya.

=//=

Hino tampak gelisah terduduk di atas sebuah sofa.

Bagaimana ini... kenapa dokumen-dokumen itu bisa hilang? 

Kakak dan keluarganya tidak ada yang menyentuh kamar itu.

Hino meremas gelasnya.

Siapa??! Apakah mungkin orang suruhan Takamiya? Apa Soichiro sudah tahu bahwa akulah yang telah memerasnya beberapa hari yang lalu?

Dada pria itu berdebar kuat.

Dia tahu keluarga Takamiya adalah keluarga yang sangat berkuasa. Mereka bisa membungkam skandal apa pun. Yakuza yang berada di bawah mereka juga mengerikan dan tidak kenal ampun.

Pikiran Hino kalut. Dia mulai meyakini bahwa keluarga Takamiya sudah mengetahui semuanya. Entah bagaimana caranya, mereka berhasil mengetahui bahwa Hino lah yang telah memeras Soichiro dan memegang dokumen mengenai catatan medis keluarga Soichiro. Dia dibuntuti dan mereka mengambil dokumen-dokumen itu kembali.

Jika benar demikian, maka bisa jadi nyawanya sekarang terancam.

Aku harus pergi...

Pikir Hino.

Aku harus pergi dari sini sebelum keluarga Takamiya menemukan aku.

Shiori....!!

Aku akan membawanya lari bersamaku!

Suara ketukan di pintu kamarnya terdengar. Dengan cepat Hino beranjak dan membuka pintunya.

Bruk!

“Ryoma!!” Shiori segera memeluk Hino begitu dia melihatnya.

Hino menariknya ke dalam dan segera menutup pintunya.

“Shiori...!!” Hino memeluknya dengan erat.

“A, ada yang harus kukatakan,” terang Shiori.

Hino menariknya ke tempat duduk.

“Kau kenapa, Sayang?” tanya Shiori. “Kau terlihat gelisah, apakah ada sesuatu?”

Hino biasanya terlihat begitu ceria dan tenang di hadapannya, tapi sekarang wajahnya terlihat pucat.

“Aku juga,” ujar Hino, “ada sesuatu yang akan kusampaikan nanti kepadamu Shiori,” Hino menangkup wajah wanita itu. “Berjanjilah apapun yang akan kukatakan nanti, kau akan menurutiku!” pintanya.

“Ryoma...?! Ada apa?” tanya Shiori. Risau.

Hino terdiam, mengamati wanita di hadapannya. Dia lalu menarik wanita itu ke dalam pelukannya.

“Kau saja dulu,” katanya, lebih lembut. Menyadari bahwa ucapannya sebelumnya sudah membuat kekasihnya resah.

“Ryoma... aku...” wanita itu mengangkat wajahnya. “Tidak jadi menggugurkan bayi ini,” katanya, sambil tersenyum.

Pengacara muda itu terkejut.

“Kau... tidak...” ulangnya, terbata.

“Benar,” Shiori mengangguk, matanya tampak berkaca-kaca tapi dia tersenyum. “Aku sudah memutuskan, aku akan mempertahankan anak ini. Anak kita. Aku sudah bicara kepada dokter. Apapun yang terjadi, pokoknya aku ingin anak ini lahir.” Tekad Shiori.

Mata Hino melebar.

“Shiori...” Hino terlihat tidak percaya. “Lantas? Kau akan membesarkannya sebagai anakmu dan Yosuke?!” Hino terdengar keberatan.

“Tidak!” Shiori menggeleng cepat. “Aku akan bercerai dengannya!”

“Bercerai?”

“Benar! Aku sudah memikirkannya,” Shiori menegakkan badannya. “Aku ingin bersamamu, Ryoma.”

Tapi Takamiya sudah tahu bahwa aku mengetahui mengenai rahasia mereka. Aku tidak mungkin selamat...

Pikir Hino.

“Kapan, kau akan bercerai dengannya?” tanya Hino.

“Tidak sekarang. Kita tunggu dulu sampai anak ini lahir. Lalu aku akan bercerai dengan Hino dan kita bisa menikah...” Shiori tersenyum bahagia.

Menunggu sampai anak ini lahir?!

“Tidak, tidak, itu terlalu lama!” ujar Hino.

“Sayang, sabarlah sebentar,” Shiori meyakinkan. “Sabar sebentar lagi. Sekarang semua orang tahu aku menikah pada Yosuke, kita tidak boleh membuat orang curiga. Aku bisa mati karena malu kalau hal ini tersebar keluar. Jadi tunggu—“

“Aku tidak bisa menunggu lagi!” Seru Hino, memegang lengan atas Shiori dengan erat.

“Mereka sudah tahu bahwa aku tahu rahasia mereka!! Kita harus pergi secepatnya Shiori. Kau dan aku! Pergi dari sini,” kata Hino dengan mata membara.

“Mereka? Rahasia? Apa yang kau bicarakan? Dan apa maksudmu kita harus pergi dari sini?” Shiori terlihat kalut dan sedikit takut dengan sikap kekasihnya.

“Shiori, percayalah padaku. Kau ikutlah denganku. Kau siapkan paspor dan barang-barangmu yang berharga. Kita pergi ke Amerika besok pagi. Kita menikah dan hidup tenang di sana. Lupakan saja Masumi! Lupakan suamimu! Lupakan Takamiya! Ikut denganku, Shiori!!” ajak Hino dengan panik.

“Ryoma! Kau kenapa?!! Apa kau sudah gila?!”

“Aku tidak bisa menjelaskannya sekarang! Tapi percayalah kepadaku. Aku akan membahagiakanmu Shiori. Aku juga punya cukup uang untuk menopang kebutuhanmu! Kau tidak akan kehilangan apa pun. Kita akan bahagia di Amerika,” Hino memaparkan obsesinya.

“Ryoma! Sudah kukatakan, aku akan menikah denganmu. Tenanglah!” Shiori berusaha menenangkan kekasihnya yang terlihat panik. “Tapi tunggu sebentar sampai semuanya memungkinkan. Dan aku... aku... tidak mungkin meninggalkan keluargaku! Kau sudah tahu itu!”

“Mereka bukan keluargamu, Shiori!” Seru Hino.

Shiori terhenyak.

“A, apa?! Apa maksudmu?!!”

“Mereka bukan keluargamu! Takamiya bukan keluargamu! Darah mereka tidak mengalir dalam tubuhmu!” Pegangan Hino semakin erat di lengan Shiori sampai wanita itu kesakitan.

“Kau gila!!” Seru Shiori.

“Aku punya buktinya!” Desis Hino tajam. “Aku punya buktinya! Tapi mereka sudah mengambilnya kembali. Kau ingat saat aku memintamu menyusupkan aku ke kamar orang tuamu? Aku menemukannya saat itu—“

“Kau bilang kau mengambil sesuatu untuk menghancurkan Masumi...” Shiori semakin galau. Dia tidak tahu harus memikirkan apa.

Hino terlihat panik dan kacau dan omongannya tidak dapat dimengerti.

“Aku bohong! Aku perlu dokumen itu. Dokumen untuk meyakinkan bahwa isu yang kudengar itu benar...” Hino melepaskan pegangannya. Dia kembali bicara seperti meracau. “Kau tahu Pak Urakami? Pengacara keluargamu? Aku kenal keponakannya, Urakami Shingo, yang juga seorang pengacara. Beberapa kali kami bertemu di konferensi, seminar dan acara lainnya untuk para advokat. Aku, kapan pun ada kesempatan, selalu mencari tahu mengenai kau Shiori, walaupun kubuat tidak kentara, seakan-akan aku tidak tertarik, hanya sekedar ingin tahu,” Sebentar Hino mengusap wajahnya, menenangkan dirinya.

Sementara Shiori masih mendengarkan dengan galau.

“Saat itu aku dan Shingo sedang minum bersama, dan dia mabuk. Dia lalu menceritakan kasus keluargamu puluhan tahun yang lalu. Ayahmu, yang baru setahun menikah dengan ibumu, pernah meminta Pak Urakami untuk mengurus perceraian ayah dan ibumu,”

“Bercerai?! Kau ini bicara apa?!” tanya Shiori tidak percaya.

Hino tidak menghiraukan Shiori dan terus bercerita.

“Alasan yang diajukan Ayahmu, adalah ibumu berselingkuh. Buktinya adalah kehamilan ibumu. Soichiro yakin itu bukan anaknya, karena dia mandul.”

“Hino!! Hentikan! Apa kau mabuk?” Shiori tidak ingin mendengar ucapan Hino yang tidak masuk akal.

“Tapi perceraian itu dihentikan, karena kakekmu meminta mereka untuk berdamai. Ibumu diminta melahirkan dan membesarkan anak itu dan ayahmu diminta menerimanya. Apalagi Soichiro tidak mampu punya anak, terlebih lagi hal ini dapat digunakan untuk menjaga nama baik ayahmu yang tidak bisa punya keturunan. Karena itu mereka akhirnya berdamai, selama ibumu tidak kembali pada kekasih lamanya. Beberapa hari setelah itu, seorang pria, meninggal dalam kecelakaan kerja. Tapi isunya, dia dibunuh.” Hino menatap tajam kepada Shiori. “Yang ada dalam kandungan ibumu saat itu adalah kau, Shiori! Dan yang mati itu adalah Ayahmu!!”

“Hentikan!!” Seru Shiori.

“Mereka bukan keluargamu! Takamiya adalah orang-orang yang sudah merenggut nyawa ayahmu!”

Shiori gemetar. Pikirannya sangat kalut.

“Kau... kau mengada-ngada...” gumamnya, menggelengkan kepalanya. “Apa maksud semua ini, Hino?”

“Tidak, Aku punya buktinya...”

“Maka buktikan!” Tuntut Shiori.

“Tidak ada...” Hino menggeleng putus asa. “Sepertinya Ayahmu sudah tahu bahwa aku mencuri berkas itu dan dia sudah meminta orang mengambilnya lagi. Karena itu, kurasa nyawaku sekarang sedang terancam.”

Hino kembali memegang lengan atas Shiori erat-erat.

“Karena itu Shiori,” dipandanginya mata wanita itu bergantian. “Kau harus ikut denganku. Pergi dari sini secepatnya! Aku sudah mempersiapkan semuanya. Di sana kau juga bisa hidup mewah. Aku sudah punya uangnya untukmu!”

Ayah? Membunuh?

Pikir Shiori. Mengamati Hino dengan Gelisah.

Dia kembali teringat ayahnya. Ayah yang sangat disayangi dan menyayanginya. Dia begitu lembut dan penuh kasih.

Tidak mungkin...

Shiori tidak henti mengamati Hino.

Dia kenapa?? Apakah Hino mengatakan ini semua agar aku lari dengannya?

“Hino... A, aku...”

Bel yang tiba-tiba berbunyi mengejutkan keduanya.

“Siapa?” Shiori memberikan tatapan bertanya kepada Hino. “Apa kau mengundang orang lain atau pelayan?”

“Tidak,” Hino beranjak. “Biar aku lihat dulu.”

Deg!!

Tiba-tiba jantung Hino berdebar keras.

Mungkinkah itu orang suruhan Takamiya??

Pikir Hino.

Dengan perasaan was-was Hino mengintip ke lubang pintu.

Eh? Sakamoto senpai? Sedang apa dia di sini? Dan bagaimana dia bisa sampai di sini?!

“Hino, tolong buka pintunya, ini Sakamoto. Ada hal penting yang harus kusampaikan,” ujar Ai.

Hino sedikit gelisah menoleh kepada Shiori.

Shiori mengerutkan alisnya, bingung.

Semua situasi ini membuatnya bingung. Kata-kata dan sikap Hino. Shiori merasa gundah. Tapi dia tidak percaya sedikitpun kata-kata Hino. Shiori masih berpikir Hino hanya sedang panik karena takut mereka berpisah dan mengarang cerita untuk membuatnya mau ikut dengannya.

Hino membuka pintunya, sedikit.

“Sakamoto sempai?” tanyanya terheran.

“Hino, ada yang ingin kubicarakan, tolong buka pintunya,” pinta Ai, suaranya terdengar mendesak.

“A, ada apa? Bagaimana kau tahu aku ada di sini? Dan—“

“Sudahlah, nanti kuberitahu. Ini penting, berkaitan dengan Shiori Takamiya,” terang Ai.

“Shi, Shiori?” Hino terlihat kalut.

“Cepatlah Hino!” Pinta Ai lagi.

“Ba, baiklah, tunggu sebentar,” Hino menutup pintunya lagi, melepaskan rantainya dan membuka pintu tersebut sekali lagi.

Namun saat pintu belum terbuka seluruhnya...

Bug!!

Sebuah tinju melayang ke arah Hino.

Hino langsung sempoyongan.

“Hino!!!” Seru Shiori, yang melihat Hino terhenyak ke belakang.

Dia masih tidak mengerti apa yang terjadi. Shiori berdiri dari sofa.

“Selamat malam,” sebuah suara yang tidak mereka harapkan ada di situ, terdengar. “Apakah aku mengganggu acara kalian?” tanya Masumi dengan tenang.

“Masumi Hayami!!” Seru Hino dan Shiori bersamaan. Sama-sama terkejut.

“Apa yang sedang kau lakukan di sini?!!” kecam Shiori.

“Aku akan mengajukan pertanyaan yang sama kepadamu, Nyonya Takamiya,” desis Masumi.

Masumi masuk bersama Ai.

“Se, sempai?” desis Hino. Tidak mengira bahwa dia diperdaya.

Bruk!!

Masumi mengambil tempat di sebuah sofa.

“Tidak ada tawaran minum untuk tamu?” tanya Masumi dengan lagak.

Hino dan Shiori saling memandang.

Wanita itu mengeratkan rahangnya. Kesal dan gelisah.

“Apa maksud kedatanganmu?” desis Hino, yang merasakan sakit di wajahnya dan ujung bibir sebelah kanannya berdarah.

Masumi tersenyum.

“Setelah semua hal yang telah kalian lakukan kepada Maya, dan aku. Pasti kalian tahu pasti apa maksud kedatanganku. Aku ingin kalian,” Masumi menatap tajam keduanya. “Jangan pernah lagi mengganggu kami.”

Masumi menghempaskan sebuah berkas ke atas meja.

Mata Hino melebar, dia tahu berkas apa itu. Surat kuasa dan pembatalan kuasa asli dari Maya.

Kenapa bisa sampai ada di dia?!!!

Pikir Hino.

Shiori mendekati meja, menatap tidak suka kepada Masumi sekilas lantas mengambilnya, membacanya. Wajahnya segera memucat.

“Ini...” desahnya, tidak percaya.

“Benar,” kata Masumi, dia memandang Hino. “Sepertinya kau sudah langsung menyadari saat melihatnya. Tentu saja, aku mendapatkannya darimu.”

“Kau masih menyimpannya?!!” Hardik Shiori, ketus, kepada Hino. “Kenapa?!! Kau bilang kau sudah membakarnya!!” Shiori terdengar putus asa. “kau bodoh!!”

“Dia bukan bodoh Shiori,” ujar Ai. “Dia hanya jatuh cinta.”

Deg!!

Shiori mendelik kepada Ai.

“Yang dia katakan itu benar kan, Hino?” tanya Masumi. “Kau sangat mencintai Shiori sampai-sampai kau mau melakukan apa pun untuknya, termasuk melakukan kejahatan? Kau tidak hanya mencintai, kau terobsesi kepadanya. Kau takut dia meninggalkanmu. Karena itu kau tidak membuang surat-surat aslinya. Kau menyimpannya, sebagai jaminan. Jika Shiori sampai meninggalkanmu, kau akan mengancam untuk membongkar mengenai surat kuasa palsu tersebut,” dakwa Masumi.

“Benarkah begitu?!” tanya Shiori tidak percaya. “Kenapa?!!” Shiori menuntut penjelasan.

Hino tidak menjawab dan hanya menatap geram kepada Masumi.

Akhirnya senyum di wajahmu itu hilang juga, Hino...


Pikir Masumi.

Hino memandangi Shiori.

“Karena aku tidak ingin kehilanganmu,” ujar Hino. “Seperti yang kukatakan, aku tidak menuntut apa pun darimu, asal kita bisa bersama-sama,” Hino menghampiri Shiori, memegang lengannya. “Tapi aku takut, suatu saat kau berubah pikiran dan menginginkan untuk memutuskan hubunganmu denganku,” mata Hino yang baru kali ini terlihat sendu memandangi Shiori.

Hino...

Entah kenapa Shiori merasakan sakit di hatinya.

“Tapi sekarang kau juga mencintaiku, karena itulah... aku ingin kau bersamaku,” Hino menekankan.

“Jujur saja,” potong Masumi. “Aku sungguh tidak tertarik dengan kisah cinta kalian, andai kalian juga tidak begitu tertarik kepada aku dan Maya,” ujarnya dingin. “Karena itulah, aku akan memberikan jalan keluar yang paling mudah bagi kita semua.” Masumi berdiri.

“Aku tidak akan mengusik kehidupanmu, Shiori. Asal KAU berhenti mengusik hidupku dan Maya,” tegasnya. “juga Bidadari Merah! Suka tidak suka, hak pementasan Bidadari Merah tidak akan kemana-mana,” desisnya.

Shiori mengeratkan kepalan tangannya pada sapu tangan yang digenggamnya.

“Aku hanya ingin kau, meminta maaf kepada Maya atas semua yang telah kau lakukan. Hanya itu saja, Shiori yang aku inginkan,” ujar Masumi.

Shiori mengernyitkan dahinya, tidak suka.

“Dan kau, Hino, maaf,” kata Ai, ”tapi perbuatanmu sudah melanggar hukum dan kode etik pengacara. Kau tidak akan bisa lagi bekerja sebagai pengacara. Sehingga kau harus mulai memikirkan pekerjaan lain yang sesuai untukmu, itu pun setelah kau selesai menjalani hukumanmu.”

“Omong kosong!!” Seru Hino.

“Kita sama-sama tahu ini bukan hanya sekedar omong kosong!!” Desis Ai, tajam. “Kau sudah menyalahgunakan wewenangmu, Hino! Dan kau melakukannya dengan sadar dan terencana. Lalu memberikan racun? Merencanakan penculikan?! Maaf mengecewakanmu, tapi kami punya buktinya. Masumi sudah mendapatkan semuanya,” terang Ai. “Kau tidak akan bisa lari kemana-mana lagi!”

Hino beralih menatap Masumi.

“Bagaimana kau bisa mendapatkan barang-barangku?” tanya Hino.

“Aku punya caraku sendiri,” kata Masumi. “Hino. Kau bisa segera menyerah dan menjalani persidangan. Mengenai kau mau melibatkan Shiori atau tidak, semua terserah kau saja,” Masumi tersenyum tidak peduli. “Lagipula semua bermula dari permintaannya bukan? Aku tahu kau tidak menaruh dendam dan tidak punya urusan apa pun denganku dan Maya.”

Hino menatap Shiori, kekasihnya yang sedang hamil. Sebentar dia terdiam, memandangi wajahnya. Memikirkan apa yang terbaik untuknya. Hino sudah memutuskan untuk menanggung semua kesalahannya sendirian.

“Maaf,” gumam Hino lirih, mengusap wajah Shiori. “Aku sudah tidak bisa melakukan apa-apa lagi untukmu...”

Shiori terhenyak, wajahnya kalut.

“A... apa maksudmu?” dia gemetar. “Kita kalah?? Oleh Masumi...??” tolaknya.

“Shiori, dengarkan aku—“

“Tidak!!!” Teriak Shiori.

Matanya yang berkilat karena dendam menatap tajam kepada Masumi.

“Kau!!” Air matanya mulai berderai. Bukan kesedihan, tapi sakit hati.

“Kau!! Seumur hidupku aku tidak pernah membenci siapapun seperti aku membencimu!!!” Teriak Shiori. “Meminta maaf, kau bilang?! Pada gadis itu?! CIH!!! Tidak akan pernah!! Aku tidak sudi!! Kalian yang sudah menghancurkan hidupku! Membuatku menderita!” Dengan gemetar Shiori berjalan mendekati Masumi.

“Shiori...” tahan Hino.

“Lepaskan!!” Shiori menghempaskan tangan Hino.

Dipandanginya wajah Masumi penuh kebencian.

Dia sungguh benci laki-laki ini. Berkali-kali dia menghancurkan kebahagiaannya, impiannya.

Sekali adalah saat dia bermimpi menjadi isterinya. Dan sekarang, ini. Saat dia sudah merencanakan semuanya. Akan punya anak, akan menikah dengan kekasihnya, Hino dan hidup bahagia bersamanya. Kembali dia datang dan merobek-robek lukisan masa depannya menjadi serpihan.

Meminta maaf, katanya?? Memenjarakan Ryoma? Ayah dari anakku?!!

Kebencian itu menggeliat semakin besar dalam dada Shiori.

Aku... benci... kau... Masumi Hayami....!” Desisnya, gemetar, seakan mengucapkan mantra kutukan. “Selama aku masih bernafas, selama itu pula aku tidak akan melepaskanmu. Aku akan melakukan apa pun. Apa pun!! Kau dengar?! Untuk melihat kau dan anak itu hancur!!!”

Shiori...!!!

Mata Masumi melebar. Dia tidak mengira Shiori akan bereaksi seperti ini.

“Kau salah jika kau pikir adalah keinginanku untuk membiarkan kau bebas begitu saja,” ucap Masumi, dingin.

“Aku punya semua yang kubutuhkan untuk menghancurkanmu, Shiori.” Ancamnya. “Tapi bukan itu yang diinginkan Maya. Dia tidak menghendakinya. Dan aku, hanya tidak ingin wanita yang kucintai jadi membenciku, hanya karena aku harus menghancurkan hidup seorang wanita yang sudah menghancurkan dirinya sendiri dengan dendam dan rasa benci. Terlebih lagi, kau sedang hamil.” Masumi mengingatkan. “Kasihanilah dirimu dan bayimu, Shiori. Berhentilah sekarang,” Direktur Daito itu memperingatkan.

Deg!!

Shiori terkejut. Masumi tahu dia sedang hamil?!!

“Aku tahu semuanya. SE-MU-A-NYA!” Pria itu menekankan, membenarkan apa yang ada dalam pikiran Shiori. “Karena itu kukatakan, berhentilah sekarang! Atau semua sudah terlambat saat kau menyadarinya,” ucap Masumi dingin.

Pikiran Shiori sangat kalut. Dia tidak bisa menerima kekalahannya dari Masumi. Tidak! Dia tidak mau seumur hidup menanggung penghinaan ini. Harus takluk di tangan Masumi.

Shiori tersenyum culas, lalu tertawa.

“Ancam aku sesukamu, Masumi!” bibir Shiori masih tersungging culas. “Apapun yang kau punya, jangan harap bisa berguna untukmu.” Desisnya. “Kau lupa siapa aku? Aku Shiori TAKAMIYA!! Kau dengar?!!” matanya melebar, mengancam. “Aku tidak ingin perdamaian. Aku ingin berperang! Denganmu! Secara terang-terangan!” Shiori menunjuk kepada Masumi.

“Camkan ini baik-baik!! Kau, Masumi, mulai saat ini, jangan harap hidupmu akan tenang! Kau boleh menghancurkan bisnis suamiku, toh dia sampah bagiku!” Shiori memutar punggungnya mendekati Hino.

Dipandanginya kekasihnya dengan pilu.

“Kau juga boleh memenjarakan Ayah dari anakku,” dia kembali menoleh kepada Masumi. “Tapi kau harus ingat! Aku akan membuat keinginanmu untuk bersatu dengan Maya hanya sebuah mimpi,” senyuman yang menakutkan terlihat di bibir wanita itu. “Mimpi buruk!!”

Dug!!

Masumi merasakan jantungnya berdetak menyakitkan.

“Sebagaimana kau sudah membuat hidupku menjadi mimpi buruk,” imbuh Shiori, berdesis.

Tatapan Masumi kembali berubah menakutkan.

“Kau tidak memberiku pilihan, Shiori...” katanya kemudian, masih terlihat tenang. “Apa kau juga ingin keluarga besar Takamiya terlibat dalam peperangan kita?” ancam Masumi.

Kedua alis Shiori bertaut mendengar ucapan Masumi.

“Jika kau menantangku, maka harus kukatakan, kau akan kalah, bahkan sebelum berperang,” ujar Masumi. “Karena aku, mempunyai sesuatu yang aku yakin, Takamiya akan melakukan apa pun agar hal ini tidak tersebar keluar,” ungkap Masumi.

“Jangan menggertak!” seru Shiori.

“Menggertak?” Masumi terdengar meremehkan. “Aku tidak menggertak. Tanya kekasihmu, Shiori. Bahkan Soichiro bersedia mengirimkan uang 1 Miliyar untuk membungkam hal ini. Benar kan, Hino?” Pria itu menatap tajam Hino.

Shiori beralih memandang Hino. Wajah Hino jelas tidak dapat menyembunyikan keterkejutannya.

“Ja, jadi...” Hino tergagap.

Ternyata memang Masumi lah yang telah mengambil semua barang-barangnya. Surat kuasa asli dan catatan medis keluarga Soichiro.

“Apa maksudnya...? Hino...?” Shiori meminta penjelasan.

Shiori tidak mengira apa yang Masumi maksud adalah apa yang tadi sudah diceritakan Hino. Dia masih mengira Hino hanya mengarang cerita untuk meyakinkannya.

“Jadi Hino belum menceritakannya? Bahwa dia mengambil catatan medis keluargamu dan mempergunakannya untuk memeras Ayahmu?” tanya Masumi, tersenyum.

“Apa?!” Shiori terhenyak. “Tu, tunggu dulu... kau...!” Dipandanginya Masumi, sangsi.

Pandangan wanita itu beralih kepada Hino.

“Jadi yang kau katakan, bahwa yang kau ambil adalah catatan medis dan bukannya sesuatu untuk menghancurkan Masumi adalah... benar?” Shiori memandang gusar. “Kau tidak mengarangnya?” Shiori mulai merasakan kepalanya pusing

“Sudah kukatakan,” Hino meyakinkan. “Aku tidak membohongimu!!”

Jantung Shiori berdebar kencang.

“Ba, bagaimana mungkin.... kau... kau...” Air matanya kembali berderaian. “Kenapa kau mengatakan kebohongan yang menyakitkan seperti ini...”

“Tidak, Shiori! Aku tidak ingin menyakitimu! Aku ingin membahagiakanmu! Keluarga Takamiya itu memuakkan! Memainkan bisnisnya dengan kotor. Aku benci keluarga Takamiya!! Karena itulah kau harus tahu kebenarannya! Agar kau bisa ikut denganku!” Hino meyakinkan.

“Dengan uang Soichiro?!” tanya Masumi tajam.

Keduanya berpaling kepada Masumi.

Hino menelan ludahnya.

“Uang Ayahku??” Shiori terlihat semakin pucat dan galau.

“Kenapa, Hino? Kau belum menceritakannya kepada Shiori?” tanya Masumi.

Mata pria itu terliat penuh kebencian saat bertemu pandang dengan Masumi.

Masumi meminta Ai memberikan dokumen yang ada di dalam tasnya. Masumi membukanya.

“Catatan medis ini mengungkapkan rahasia keluargamu puluhan tahun yang lalu,” tutur Masumi dengan tenang. “Hino mengetahuinya, dan memeras Ayahmu untuk mentransfer sejumlah uang yang sangat banyak ke dalam rekening yang dia buka dengan identitas palsu,” Masumi memperlihatkan sebuah buku tabungan. “Sekarang semua sudah masuk akal,” Masumi tersenyum tipis, mencela. “Kau membenci keluarganya, tapi ingin membawa pergi puterinya. Begitu kan, Hino?”

“Tidak...” Shiori menggeleng resah.

“Sekarang kau mengerti, Shiori? Betapa keluargamu sangat tidak menginginkan rahasia ini terbongkar?” Masumi membungkuk, menahan tubuhnya dengan kedua tangannya menopang di atas meja. “Menyingkirlah, Shiori! Hanya itu yang bisa kau lakukan sekarang,” desisnya.

Masumi kembali menegakkan tubuhnya dan tatapannya semakin dingin.

Shiori menelan ludahnya, dadanya berdebar keras menahan kemarahan dan kekalutannya. Kembali ditatapnya Hino.

“Rahasia yang kau katakan tadi,” tenggorokannya tercekat, suaranya gemetar dan air mata tak bisa ditahannya lagi. “Itu bukan karangan? Benarkah?” tanyanya tidak percaya.

“Benar, Shiori, itu—“

“Dan kau, memeras uang Ayahku? Kau membenci keluargaku?” suaranya terdengar semakin serak. “Kau memanfaatkanku??” Shiori tersedu.

Ai memandangi wanita itu, simpati. Sementara Masumi terkejut, bahwa Hino sudah menceritakan rahasia itu kepada Shiori. Dia bergeming.

“Aku tidak memanfaatkanmu!” Tentang Hino. “Uang itu adalah untukmu, Shiori! Agar kau bisa bahagia bersamaku di Amerika!! Dan mereka bukan keluargamu! Mereka—“

“Diam!!!” Seru Shiori, histeris.

“Aku memang membenci keluarga Takamiya. Mereka pernah menghinaku. Tapi aku mencintaimu. Sangat mencintaimu...” Hino berusaha menghampiri Shiori dan meyakinkannya.

Shiori mengelak, menjauh. Dengan cepat dia mengambil sebuah pisau buah dan mengacungkannya.

“Jangan mendekat!!” Ancamnya.

“Shiori!!” Seru Hino dan Ai bersamaan.

“Diaam!!!” Serunya, air mata berderaian. “Kau...” Shiori menatap nanar kepada Hino. Kecewa. “Kupikir kau berbeda... Kupikir kau benar-benar mencintaiku.”

“Bukan begitu Sayang...” Hino menatapnya risau, menggeleng, meminta Shiori percaya kepadanya. “Aku benar-benar—“

“Jangan!!” Shiori melarangnya mendekat.

Kemudian dengan cepat pandangannya beralih kepada Masumi yang masih mengamatinya dengan tenang. Tiba-tiba wajah Shiori terlihat semakin gelisah. Sebuah pikiran mengisi kepalanya.

“Apa kalian bersekongkol??!” tuding Shiori, menatap Masumi dan Hino bergantian. “Kalian sengaja,” dia tersedu, “menipuku, mengarang cerita ini, untuk membohongiku kan..?!!” air matanya semakin deras. “Untuk menyakiti hatiku...” ceracaunya.

Shiori merasa sangat terpukul. Dia tidak ingin mempercayai semua yang didengarnya hari ini. Dia tidak tahu lagi siapa yang harus dipercayainya.

Keluarganya yang sangat ia cintai, ternyata bukan keluarganya? Mereka membunuh Ayah kandungnya? Dan Hino, kekasihnya, memeras uang Ayahnya?
Shiori tidak tahu lagi mana yang benar dan tidak, mana yang harus dia percayai dan tidak, mana yang kenyataan dan bukan.

“Aku benci kalian!!! Benci!! Benci!! Bencii!!!” Teriaknya histeris.

Tiba-tiba dia berlari menuju pintu, keluar.

“Shiori!!” Hino yang melihatnya, segera menyusul.

“Masumi!!” Ai memegang lengan Masumi. “Apa yang harus kita lakukan?”

Masumi terlihat resah.

“Tidak ada, saat ini tidak ada,” ucap Masumi, gundah. Dia masih berpikir. “Keduanya tidak akan bisa lari lagi,” ujarnya.

Masumi tidak mengira Shiori akan bersikap histeris seperti itu.

“Sebaiknya kita pergi dulu dari sini,” anjur Ai.

Masumi menyetujui dan keduanya segera keluar dari Suite tersebut.

=//=

Shiori, masih memegang pisau, masuk ke dalam lift. Dia ingin pergi, secepatnya.

Hino tidak sempat masuk ke dalam lift Shiori dan mencari lift yang lain.

Air mata Shiori berderaian dan dia tidak tahu lagi apa yang harus dia pikirkan. Hatinya hancur.

“Akhh!!” Kepalanya kembali terasa sakit.

Trang!!

Pisau buah itu terjatuh.

“Ibuu…. Ayah…” rintihnya, kesakitan.

[“Mereka bukan keluargamu! Darah Takamiya tidak mengalir dalam tubuhmu..!!!”]

“Tidak….” Tolaknya, memegang telinganya. Tidak ingin mendengar kata-kata Hino lagi. “Tidaak!! Bohong!!!”

Ting!

Pintu lift terbuka, Shiori segera berlari keluar. Mencuri perhatian. Beberapa orang memperhatikannya.

“Nyonya Shiori, Anda kenapa?” Tanya beberapa pegawai yang mengenalinya.

Shiori tidak menghiraukannya dan berlari keluar, ke kegelapan malam. Lampu-lampu malah menyilaukan pandangannya yang dipenuhi air mata. Shiori terus berlari.

“Shoriii awaaaaaaaaaaaaaassss~!!!!!”

CKIIIIIIIIIIIIIIIIIIITTT~~!!!!

Sopir mobil tersebut mengerem mobilnya dengan dalam saat melihat ada seseorang yang tiba-tiba melesat ke jalurnya.

Namun terlambat.

BRAAAAAAAAAAKKK~!!!!

Terdengar suara tabrakan.

BRUG!!!

Badan Shiori terjatuh.

Keadaan sekitar segera riuh.

Shiori merasakan kesakitan yang sangat ketika tubuhnya membentur jalan. Dia masih belum bisa melihat sekitarnya. Shiori berusaha bangkit, pandangannya berkunang-kunang berusaha melihat sekelilingnya. Dia mengangkat wajahnya.

Seseorang terbaring, memandangnya dengan darah bercucuran.

Hino.

Pria itu mendorongnya ke tepi saat Shiori hampir tertabrak, namun dia jadi penggantinya. Tubuhnya terhantam mobil dan langsung rubuh.

Dengan helaan nafas yang tersisa, mata yang akan memandang terakhir kali, Hino berusaha menatap Shiori, begitu sendu dan lemah.

Shiori…

Batinnya.

Maafkan aku yang tidak pernah bisa membahagiakanmu…

Dewiku… Kau begitu cantik, seperti malaikat…

Aku sungguh beruntung…

Lalu senyuman itu berkembang sekali lagi. Senyuman untuk Shiorinya. Senyuman yang mengantarkannya memutus benang kehidupan.

“Ryo… Ryoma…” suara Shiori tidak keluar.

Badannya gemetar hebat, lemas, dia tidak bisa bangun.

“Kekasih… ku…” gumamnya tidak percaya melihat Hino menghela nafas terakhirnya. “Ryoma….!!”

Kyaaaaaaaaaaaaaaaaaa!!!!!!!

Shiori berteriak histeris sekeras-kerasnya.

Darah mengucur deras mengaliri kaki wanita itu, dan dia kehilangan kesadaran.

=//=

“Shiori!!” Seru Masumi, saat dia melihat kejadian itu kemudian.

Masumi baru saja hendak menghampirinya, namun Ai menahan lengannya.

“Kau mau kemana?!” Tanya Ai.

“Menolongnya!!”

“Jangan!” Cegah Ai. “Biar aku!! Kau pergilah!”

Masumi tertegun.

“Dengar Masumi! Kau tidak boleh terlibat semua ini. Anggap kau tidak di sini, kau tidak melihat semuanya! Kau mengerti! Sebaiknya kau tidak terlibat lagi dengan mereka! Biar aku yang menolongnya. Kau cepat, pergilah!!” Kata Ai.

Masumi sesaat diam saja, memandang Ai dengan khawatir.

“Kau jangan khawatir! Semua pasti baik-baik saja. Cepat pergilah!!” Ai mendorong tubuh Masumi.

Pria itu mengangguk lalu pergi dari hotel itu.

=//=

Berita mengenai kecelakaan itu muncul di koran keesokan harinya. Masumi membacanya di kantornya.

Di sana disebutkan sebuah kecelakaan terjadi di depan Hotel Skycrapper. Korbannya adalah Ryoma Hino seorang pengacara muda lulusan Harvard Amerika. Korban bermaksud menyelamatkan Shiori Takamiya, cucu perempuan satu-satunya Direktur utama Takatsu.

Dalam surat kabar tersebut, ada Ai disebutkan, sebagai AS (34) yang merupakan kenalan Hino. Ai tidak mengatakan bahwa dia mengenal Shiori secara pribadi, dia hanya tahu. Dan dia hanya kebetulan sedang berada di sana dan dia mengenali Hino saat kecelakaan itu terjadi.

Sedangkan dari pihak keluarga Takamiya mengatakan turut berbela sungkawa atas meninggalnya Hino. Pihak keluarga Takamiya mengatakan mereka tidak mengenal Hino namun sangat berterima kasih karena sudah menyelamatkan Shiori. Keluarga Takamiya juga akan menyerahkan uang belasungkawa bagi kakak Hino, Erika Katsuragi atas meninggalnya Hino.

Shiori sendiri baru diketahui bahwa dia sedang mengandung dan mengalami keguguran. Shiori masih pingsan di rumah sakit dan belum siuman. Spekulasi yang beredar adalah Shiori kambuh penyakitnya yang menyebabkan dia tidak awas saat berjalan dan akibatnya terjadi kecelakaan tersebut. Yang tidak diberitahukan adalah bahwa akibat hal ini, Shiori tidak dapat hamil lagi.

Mizuki masuk ke dalam kantor Masumi, membawakan segelas kopi untuknya.

“Anda melihat kejadiannya Pak?” Tanya Mizuki, saat melihat koran yang diletakkan Masumi saat menyambut kopinya.

Mizuki ingat dia menerima pesan dari Hijiri. Dan waktu kejadian tidak berbeda jauh dari waktu yang disebutkan Hijiri. Namun Mizuki tidak menemukan nama atasannya tersebut di dalam berita.

Masumi menggerakkan kepala dan mengangkat sebelah alisnya seakan berkata, ’siapa yang tahu’, sebelum meminum kopinya.

Mizuki tersenyum tipis.

Mizuki sebenarnya masih berduka dengan kematian Hino. Sungguh tidak disangka, pria yang begitu hangat dan menyenangkan bisa tewas secara mengenaskan hanya dalam waktu beberapa bulan kemudian setelah dia mengenalnya. Rasanya dia masih tidak rela.

“Lantas, apa rencana Anda selanjutnya?” Tanya Mizuki. “Mencari Maya?”

Masumi menelan ludanya dengan gelisah.

Sejenak dia berusaha menenangkan dirinya.

“Tidak,” katanya, suaranya serak tertahan, seperti menahan beban yang berat. Kerinduannya. Rasa khawatirnya.

Mizuki mengerutkan alisnya.

“Dia sudah berjanji akan kembali sebelum pementasannya. Dan aku percaya kepadanya. Dia pasti kembali,” ujar Masumi, sudah lebih tenang, “Lagipula banyak yang harus kukerjakan. Pementasannya sebentar lagi, dan sudah tugasku memastikan semuanya akan berjalan lancar.”

“Anda tidak merindukannya?” tembak Mizuki.

Masumi tertegun.

“Kerinduan tidak akan membunuhku,” Masumi berkata tidak acuh.

“Tapi akan membuat pekerjaan Anda tidak efektif, suasana hati Anda kacau, jam tidur Anda terganggu, juga mempengaruhi tekanan darah dan konsentrasi. Itu membahayakan, Pak Masumi. Apalagi jika Anda menyetir sambil merindukan Maya, ckckck…” Mizuki menggeleng-gelengkan kepalanya.

Masumi terdiam, tersenyum tipis.

Maya…

Nama itu kembali terngiang di kepalanya. Entah apa yang istimewa dari nama itu. Tapi telinga Masumi selalu sangat menikmati mendengar nama itu disebut.

=//=


“Halo, Maya, mau ke kuil lagi?” Tanya Ibu Ozawa, pemilik penginapan tempat Maya tinggal sekarang.

“Iya, benar,” Maya tersenyum.

“Kau rajin sekali,” puji wanita setengah baya yang senantiasa berpakaian tradisional tersebut. “Anak-anak juga sepertinya senang bermain denganmu.

“Ya, saya juga senang bermain dengan mereka. Saya jadi merasa terhibur,” kata Maya.

“Baiklah, semoga harimu menyenangkan, Maya,” ucap Bu Ozawa dengan bahasa yang sangat sopan.

Maya menjadi gugup dan menunduk kaku sebelum keluar komplek penginapannya.

Sudah berhari-hari ini dia tinggal di penginapan tersebut. Sebuah penginapan tradisional Jepang yang menyediakan pemandian air panas. Suasananya sangat menyenangkan dan udaranya juga menyegarkan. Keadaan sekitar juga mempengaruhi hati Maya. Dia bisa menjadi lebih tenang dan semakin dekat dengan kehidupan Akoya.

Setiap hari Maya ke kuil, mempelajari sesuatu, membantu membersihkan kuil dan menyapu halamannya. Para penduduk desa sudah mulai mengenalnya. Dia juga sering bermain-main dengan anak-anak Desa tersebut. Membacakan mereka dongeng-dongeng yang sangat digemari anak-anak.

Tiba-tiba Maya terhenyak saat melihat sebuah berita pada koran yang sedang dibaca oleh seorang penduduk. Ada foto Hino di sana, dan Shiori.

Shiori? Pak Hino?

“Ma, maaf Pak, bolehkah saya meminjam korannya sebentar?” pinta Maya.
Pria tua itu memandangi Maya, terkejut.

“Ma, maaf, itu, ada berita mengenai orang yang saya kenal,” kata Maya, sedikit risau.

“Oh, ya, ya, silahkan...” pria tua itu tersenyum.

Maya membacanya, dan dia sangat terkejut.

Pak Hino meninggal... menyelamatkan Shiori...

Bibir gadis itu terbuka, kalut.

Kenapa bisa sampai seperti ini?

Pak Hino...

Maya merasa sangat sedih.

Dia mengenalnya sebagai orang yang sangat baik dan sudah banyak membantunya. Dia tidak mengira nasib Hino akan berakhir seperti itu.

Eh?

Maya tertegun. Tiba-tiba dia teringat kata-kata Masumi yang pernah memintanya memberi tahu jika Hino mengontaknya dan sebagainya.

Apakah ada sesuatu?

Pikir Maya.

Apakah ada sesuatu yang Pak Masumi sembunyikan dariku? Dan... Shiori? Apakah hanya kebetulan? Ada Shiori dan Pak Hino bersamaan di satu tempat?

Maya tidak melihat ada nama Masumi di sana, namun entah kenapa Maya jadi memikirkan Masumi.

Bahkan selama dia berada di kuil, berdoa dan membantu bekerja membersihkan kuil, dia masih saja teringat Masumi.

Kenapa aku belum bisa melupakannya...

Batin Maya sambil menyapu dedaunan di halaman belakang kuil dengan sebuah sapu lidi berbatang panjang.

Srek! Srek!

Hanya suara sapu lidi dan hembusan angin kencang yang menandakan musim gugur akan segera datang yang terdengar siang itu.

Hanya satu Minggu lagi, pementasan Bidadari Merah akan dimulai.

Dan aku masih saja tidak bisa melupakan Pak Masumi...

Maya sudah memutuskan akan pulang beberapa hari lagi. Dan akan kembali 
sebagai Maya yang baru. Dia yakin bisa, dia pasti bisa.

Trek!

Maya berhenti bergerak. Hanya memegangi sapunya dan kemudian memandangi langit yang cerah hari itu.

Pak Masumi... Aku merindukanmu...

Jerit hatinya, pilu.

Aku sangat merindukanmu...

Dia bahkan bisa melihat wajah Masumi begitu jelas di pelupuk matanya. Mengejek tekadnya yang ingin melupakan lelaki itu, bayangannya malah terasa semakin nyata.

Ah... Pak Masumi... Apa kau tidak merindukanku?

Wajah Maya terlihat sendu.

=//=

Rei cukup gugup saat dia duduk di sebuah kursi untuk konferensi pers dorama yang akan ditayangkan musim semi tahun depan. Semuanya ada 12 episode. Rei akan berperan sebagai gadis yang putus sekolah dan bekerja di sebuah salon kecantikan, namun dia bercita-cita ingin menjadi seorang dokter ahli bedah jantung, karena Ayahnya meninggal disebabkan sebuah penyakit jantung yang langka dan tidak bisa disembuhkan.

“Aoki, ini adalah peran pertamamu di dorama, bagaimana perasaanmu?” tanya seorang wartawan.

“Aku sangat senang, dan bersemangat. Aku tidak sabar ingin segera memainkannya. Ini pengalaman pertamaku untuk main dorama, aku mengharapkan bimbingannya dari semua pihak yang sudah lebih berpengalaman dariku,” Rei tersenyum.

Saat ini dia mengenakan salah satu kostum perannya yang terlihat feminin. Bisa terdengar beberapa suara yang terkagum-kagum dan terpesona dengan kecantikan Rei.

Begitu juga seorang pria, yang berdiri di sisi pintu ruang konferensi tersebut. Matanya yang tajam tidak lepas mengamati Rei. Sawajiri.

“Menjadi Kiritani Maeko adalah tantangan tersendiri untukku. Ada beberapa persamaan dan perbedaan yang cukup mencolok di antara kami. Untuk mengejar cita-citanya, dia menghadapi berbagai rintangan dan juga pihak-pihak yang menentang keinginannya, termasuk dari kekasihnya sendiri yang lebih menginginkan dia menikah ketimbang mengejar cita-citanya yang dianggap tidak mungkin itu. Dapat kukatakan, saat aku mengejar cita-citaku menjadi seorang aktris, aku juga mengalami beberapa rintangan, jadi aku bisa mengerti perasaannya. Tapi di sisi lain, Kiritani sangat lembut dan feminin, dia tidak ingin mengecewakan siapa pun dan karena itu dia begitu sulit mengambil keputusan. Kami sedikit berbeda mengenai hal ini, dan ini tantangan untukku,” Rei kembali tesenyum dan decak kagum itu kembali terdengar.

“Apa kau sudah punya kekasih, Aoki?”

Rei tertegun, sekilas pandangannya jatuh kepada Sawajiri dan dia terlihat sedikit gugup.

“Aku... mmh... saat ini, ada seseorang yang istimewa bagiku,” terang Rei.

“Waaa..” ruangan terdengar agak riuh.

“Bisa kami tahu orangnya? Apa dia teman teatermu?”

Rei tersenyum malu-malu.

“Bukan,” elaknya, “kurasa nanti kalian tahu sendiri,” Rei memperlihatkan gigi-giginya yang rapi saat tersenyum.

=//=

[Aku menunggu di pintu belakang]

Adalah isi pesan Sawajiri kepada Rei. Sawajiri sudah bilang bahwa dia berencana mengajaknya makan siang. Wajah Rei terlihat berbinar membaca pesan itu.

“Maaf menunggu lama,” ujar Rei tidak enak.

“Tidak apa-apa,” jawab Sawajiri datar.

Pria itu lalu menggenggam tangan Rei dan membawanya ke arah mobilnya. Saat ini pekerjaan Sawajiri tidak sepadat biasanya karena Maya sedang tidak ada. Jadi setidaknya dia ingin memanfaatkannya dengan menghabiskan waktu bersama Rei.

“Masih belum ada kabar berita dari Maya?” tanya Rei, “dia juga tidak menghubungiku,” katanya dengan khawatir saat keduanya sudah mau mencapai mobil Sawajiri.

“Jangan khawatir,” Sawajiri masuk ke dalam mobil. “Pak Masumi dan Pak Kuronuma sepertinya yakin kalau Maya akan baik-baik saja.”

“Begitu ya,” nada khawatir masih terdengar saat Rei memasang sabuk pengamannya. “Aku tahu dia memang suka menghilang, tapi, kyaa~!” Rei terperanjat saat dia kembali mengangkat wajahnya dan wajah Sawajiri tidak jauh darinya. “Kau mengejutkanku...” katanya, sedikit gugup.

“Kau cantik sekali Rei,” puji Sawajiri, mengamati wajahnya.

“Eh, a,” Rei merasa semakin gugup, semburat merah menghias wajah gadis itu yang terlihat semakin cantik di mata Sawajiri.

Sawajiri semakin mendekatkan wajahnya.

“Shin, nanti ada yang lihat,” ujar Rei, saat tahu maksud Sawajiri.

“Maaf Rei,” Sawajiri membuka kembali sabuk pengaman Rei. “tapi untuk beberapa hal, aku tidak pandai menahan diri,” pria itu menarik tubuh Rei mendekat dan mulai menciuminya.

Nafas keduanya terasa menghangat, memburu dan mendesak.

“Rei,” panggil Sawajiri dengan sedikit serak. “Bisa ke apartemenmu sekarang”

“Kenapa?” bisik Rei, setengah mendesah karena masih terlena dengan ciuman yang dirasakannya tadi.

“Karena apartemenmu lebih dekat dari apartemenku.”

“Bukan,” Rei menggeleng, sudah mulai tersadar lagi. “Kenapa mau ke apartemenku? Satu jam lagi aku harus kembali ke studio untuk fitting pakaian,” Rei mengingatkan.

“Ada sesuatu yang kuinginkan darimu,” Sawajiri menatapnya penuh arti.

“Shin!” wajah Rei memerah kembali, mendorong pipi Sawajiri dengan keempat jemarinya. “Nanti aku terlambat!” Rei beralasan.

“Tidak akan,” bujuk Sawajiri, memainkan punggung jari telunjuknya naik turun di pipi Rei. “Kau kan tahu, aku sangat pandai memanajemen waktu.”

Rei tertawa kecil, melirik kepada kekasihnya.

“Lagipula, kau kan mau jadi dokter bedah, jadi kau harus lebih sering mempelajari organ tubuh manusia,” kata Sawajiri dengan datar.

“Bodoh!” Rei tertawa kecil. “Aku ingin jadi ahli bedah jantung! Bukan yang lain-lain,” kata gadis itu.

Sawajiri tersenyum lebar.

Rei memandanginya. Sebenarnya, jika pria itu tersenyum, atau tertawa kecil, gadis tomboy itu yang akan berbalik merasa tergila-gila kepadanya.

Rei melingkarkan tangannya di leher Sawajiri.

“Ya sudah,” katanya, mengecup pipi Sawajiri, “terserah kau saja, tapi cepatlah, sekarang waktu kita kurang dari satu jam,” Rei kembali ke tempatnya dan memakai sabuk pengamannya.

“Iya, kau tenang saja, kau tidak akan terlambat,” Sawajiri memasukkan persneling mobilnya. “Andaikan kau terlambat pun, biar aku, yang memberikan ukuranmu kepada bagian kostum.”

“Shin!” Rei menoleh dengan cepat, “dasar bodoh!!” hardiknya lagi dengan wajah yang memanas.

=//=

“Kau senang Mai?” tanya Sakurakoji, pada Mai yang duduk di sampingnya di atas sebuah bianglala.

“Senang sekali,” wajah Mai terlihat berseri-seri. “Terima kasih sudah mengajakku ke sini,” kata Mai.

Sakurakoji sangat senang melihat wajah Mai yang gembira.

“Kau sudah beberapa kali membawakan makan siang untukku, hanya ini yang bisa kulakukan untukmu. Kuharap kau bisa bersenang-senang hari ini,” kata Sakurakoji.

“Mai senang sekali!” serunya lagi, terlihat antusias. “Kak Sakurakoji, apa Maya belum kembali?” tiba-tiba gadis itu teringat.

Sekilas terlihat wajah Sakurakoji yang terlihat cemas.

“Belum,” jawab pemuda tampan tersebut. Rasa gelisah tidak bisa disembunyikan di sana.

Mai sedikit menunduk, juga khawatir.

“Kuharap dia bisa segera kembali,” gumam Mai.

“Mai...?!” Sakurakoji terkejut mendengarnya.

Dulu Mai sangat memusuhi Maya dan pencemburu buta. Yah, walaupun memang kecemburuannya beralasan. Tapi sekarang gadis mungil itu memang sudah jauh berbeda.

Mai menoleh kepada Sakurakoji dan tersenyum tipis.

“Mai juga, ingin Maya segera kembali. Mai sangat suka Bidadari Merahnya. Mai ingin melihatnya lagi,” ujarnya. “Apalagi Mai sangat suka melihat Kak Sakurakoji saat sedang berakting dengan Maya,” dia tersenyum.

“Mai... benarkah?” tanya pemuda itu, perlahan, saat mendengar ucapan adik kelasnya tersebut.

Sakurakoji bisa merasakan dadanya mulai berdebar-debar.

“Benar!” Gadis itu mengangguk pasti. “Mai,” wajahnya sedikit memerah. “Sangat suka pada Kak Sakurakoji,” ujarnya. “eh, sa, saat... sedang berakting!” imbuhnya cepat. “Dan saat sedang berakting dengan Maya, Kak Sakurakoji sepertinya benar-benar mendalami peran dan aktingmu sangat menyentuh perasaan Mai.”

Mai...

Diamatinya wajah gadis itu dan ketulusan yang terpancar di sana.

“Benarkah? Aku sangat senang mendengarnya, Mai...” ujar Sakurakoji, tersenyum.

Mai mengangguk.

“Apalagi akting Ishin-mu. Mai sangat menyukainya! Mai sudah menunggu-nunggu pementasan ini. Sejak pementasan percobaan Bidadari Merah 2 tahun yang lalu, Mai sudah jadi penggemarnya Ishin.” Gadis itu tertawa kecil.

Sakurakoji tersenyum. Diamatinya gadis di sampingnya itu. Dia memang selalu terlihat cantik dari sejak awal dia mengenalnya. Tapi belakangan kebaikan hatinya sepertinya sudah menyentuh Sakurakoji lebih dalam. Diamatinya gadis itu yang sedang mengamati pemandangan di bawah bianglala mereka sementara wahana itu membawa mereka mendaki semakin tinggi ke puncak.

Eh?!

Mai sedikit terperanjat saat Sakurakoji tiba-tiba menggenggam tangannya. Mai menoleh dengan cepat dan sedikit menengadah memandang wajah laki-laki yang dicintainya itu.

“Kak... Sakurakoji?” gumamnya, dengan wajah terkejut.

“Mai...” Sakurakoji menggenggam tangan gadis itu dan membuat jantung Mai berdebar lebih kuat. Oleh genggamannya dan juga tatapannya.

“Kau mau menjadi pacarku?” tanya Sakurakoji lembut. “Lagi?”

Mata gadis itu sedikit melebar, tidak percaya. Rasanya seperti mimpi yang menjadi kenyataan. Mai bisa merasakan dia ingin menangis saat mendengarnya.

“Kenapa?” tanya Mai, sedikit tertahan. “Kak Sakurakoji ingin, Mai, menjadi pacarmu?”

Sakurakoji tersenyum tipis.

“Karena aku menyukaimu Mai,” katanya, mantap. “Dan aku sangat menyayangimu.”

“Sebagai seorang adik?” tanya Mai ragu, matanya terlihat sedikit memelas.

“Bukan,” Sakurakoji menggeleng dan sedikit menundukkan wajahnya mendekati wajah Mai. “Seorang kakak tidak boleh punya perasaan seperti ini kepada adiknya,” gumamnya.

Sakurakoji melingkarkan tangannya pada Mai dan mengecup bibir gadis itu yang memejamkan matanya.

Untuk pertama kali pemuda yang sudah dewasa itu merasakan kehangatan dan ketenangan dalam hatinya yang belum pernah dia rasakan sebelumnya.

Saat itu keduanya sedang berada di puncak kincir raksasa.

=//=

“Tuan! Nyonya! Nona Shiori sudah bangun!” seru si Bibi pengasuh saat melihat Nona muda kesayangannya terbangun.

“Cepat panggil Dokter!” Seru kakek Takamiya.

Sementara Shizuka, Soichiro dan Yosuke segera masuk ke dalam kamar Shiori. Kakeknya menyusul kemudian.

“Shiori, puteriku...” Shizuka segera menghampiri dan menggenggam tangan  puterinya.

Shiori masih terlihat mengerjap-ngerjapkan matanya lemah. Benturan yang dialaminya pada saat kejadian sebenarnya tidak berdampak sangat parah secara fisik. Shiori tidak mengalami cedera berat pada tubuhnya. Namun keadaan mental dan psikologisnya yang terkena dampak sangat berat akibat kejadian hari itu.

Mata wanita itu akhirnya bisa mulai melihat dengan mantap. Diamatinya sekelilingnya. Merasa asing.

“Nak, kau tidak apa-apa?” tanya Soichiro.

Shiori memandangi wajah yang ada di sana satu persatu.

“Nyonya Shiori, bagaimana keadaanmu? Apa yang kau rasakan?” tanya dokter yang menanganinya.

Shiori mengamati dokter itu.

Tidak ada.

Wajah yang ingin dilihatnya tidak ada.

“Ryoma...” gumamnya.

Mata Shiori kembali mencari.

“Ryoma mana...? Aku ingin melihat Ryoma... aku ingin bertemu dengannya...” pintanya.

“Ryoma?” kakek Shiori tertegun.

Keluarga Shiori saling melihat satu sama lain.

“Ryoma siapa, Sayang?” tanya Soichiro.

“Ryoma...!” Shiori terus mencari, matanya bergerak ke sana sini. Gundah.

“Shiori, kau kenapa nak? Ryoma siapa?” tanya ibunya, gelisah.

Selain Yosuke dan Bibi pengasuhnya, tidak ada yang menyadari bahwa Ryoma yang Shiori cari adalah Ryoma Hino, kekasihnya.

“Nyonya Shiori, tenanglah,” kata si Dokter. “Apa kau tahu dimana kau sekarang?” tanyanya. “Apa kau ingat siapa kami?”

“Ryoma...?” kata Shiori, saat memandang dokter tersebut, seakan bertanya dimana kekasihnya tersebut.

“Shiori, kau ingat kakek kan? Ini kakekmu. Kakek yang sangat menyayangimu,” kata Takamiya, getir.

Shiori mengamati wajah kakeknya.

Kakek...?

“Aku ayahmu,” kata Soichiro. “Kau ingat kami kan?” nada suara pria itu terdengar pilu.

Shiori beralih kepada Soichiro.

Ayah...?

[“yang mati itu adalah ayahmu!! Keluarga Takamiya bukan keluargamu! Darahnya tidak mengalir dalam tubuhmu!!”]

Kata-kata itu terngiang dalam kepala Shiori.

“Tidak!!” berontaknya kemudian. “Siapa kalian?! Aku tidak kenal kalian!! Pergi! Pergiii!!!” Usirnya. “Aku tidak kenal kalian!!” Serunya.

“Dokter! Dokter! Bagaimana ini?!!!” Shizuka terlihat sangat panik.

Seluruh anggota keluarga benar-benar risau melihat keadaan Shiori.

“Siapkan obat penenang!!” instruksi dokter tersebut kepada perawatnya.

“Ryoma...! Ryoma...!” panggil Shiori sekali lagi.

Kemudian sebuah bayangan berkelebat di benaknya.

Seorang pria, yang tampan, terbujur kaku beberapa meter di hadapannya dengan darah bercucuran. Menatapnya. Perlahan matanya terpejam namun bibirnya tersenyum.

Ryoma...??!!

“Tidaaaaaaaaakkkk~!!!! Ryomaaaa!!! Jangan pergiiii!!! Jangan tinggalkan akuu!!! Ryomaaaa~!!! Aaa~annngggg!!!” Shiori terisak dan memberontak. Ingin mencari Ryoma-nya.

Dia baru tenang kembali saat dokter menyuntikkan obat penenang ke dalam aliran darahnya.

Tapi, dengan mata yang sayu, mata yang tidak ada kehidupan terpancar di sana, bibir wanita itu hanya bisa memanggil Hino, walaupun tanpa suara.

Wajah tersenyum kekasihnya yang berlumuran darah adalah apa yang selalu membayang di matanya. Air mata itu tidak kunjung berhenti mengalir dari matanya.

“Dokter, kenapa dia jadi seperti ini?” kakek tua itu terisak.

“Sepertinya, Nyonya Shiori mengalami kejadian yang membuatnya terpukul dan berdampak kuat kepada keadaan mentalnya,” kata si Dokter.

“Lalu kenapa dia tidak mengenali kami? Dokter, tolong... Kumohon, sembuhkan dia. Kau tidak perlu mengkhawatirkan biayanya. Berapa saja!! Asal Shiori kami bisa sehat kembali,” Shizuka terisak.

Bibi pengasuhnya memandangi Shiori dengan pilu. Dia meneteskan air mata.

Ryoma Hino.

Satu nama itu, yang pernah didengarnya belasan tahun yang lalu. Tidak dikiranya akan membuat gadis cilik kesayangannya menjadi seperti sekarang ini.

Selanjutnya, seperti tidak ingin menghadapi realita. Shiori semakin tenggelam dalam pikirannya sendiri.

Dia akan membicarakan mengenai Hino, entah kepada siapa. Mengatakan dia sangat mencintainya, tidak sabar untuk menunggu bertemu lagi dengannya.

Atau mengusap perutnya dan berbicara kepada anaknya yang tidak lagi ada. Menceritakan macam-macam. Dia membentuk sendiri kehidupan yang sempurna di dalam benaknya, dan terus hidup di dalamnya. Sudah tidak bisa lagi melihat apa pun yang ada di hadapannya.

Sekalinya bayangan kenyataan muncul di kepalanya. Kematian Hino, darah yang mengalir di kakinya saat keguguran. Shiori akan kembali berteriak-teriak histeris.

=//=

Masumi tahu dia sudah bilang tidak akan mencari Maya. Dia juga sudah bilang dia mempercayai gadis itu. Tapi bukan masalah kepercayaannya. Tapi rasa khawatirnya. Entah kenapa rasa khawatir Masumi, karena tidak mendengar dan melihat gadis itu-terlebih dia sama sekali tidak tahu kemana dia pergi-serta sejak kepergiannya Maya belum mengabari siapapun, membuat hidup Masumi tidak tenang,

Dia pada akhirnya meminta tolong Hijiri untuk mencari tahu, tapi belum juga ada kabarnya. Hijiri masih belum bisa menemukannya.

Dan terlebih lagi, kerinduannya. Dia sepertinya harus menarik lagi kata-katanya bahwa kerinduan tidak akan membunuhnya. Nyatanya, sudah berhari-hari selera makannya menurun drastis dan konsumsi rokoknya meningkat. Setiap malam, dia sulit tidur, dan sekalinya tidur, Maya yang dilihatnya. Membuat suasana hatinya sangat sangat tidak bagus saat terbangun. Dia sudah tidak tahan lagi, tidak bisa menahan diri untuk mencari dan menemui Maya. Melihat gadis itu dengan mata kepalanya sendiri. Kerinduannya terasa semakin menyayat-nyayat perasaannya. Semakin lama semakin dalam.

Pementasan Bidadari Merah pun sudah tinggal seminggu lagi dan Maya belum juga muncul.

“Pulang Pak?” tanya Mizuki.

“Iya, Mizuki. Mana dokumen yang harus segera kuselesaikan? Aku akan membawanya ke rumah,” kata Masumi datar.

Mizuki menyerahkan beberapa dokumen kepadanya.

“Dokumen-dokumen ini harus sudah bisa diproses besok, Pak,” katanya.

“Baiklah, terima kasih Mizuki,” Masumi menerima dokumennya sebelum kemudian berlalu dari meja Mizuki.

Saat dia kembali pada komputernya, alis Mizuki berkerut. Matanya menangkap sebuah bayangan dokumen yang sudah ditandainya dan dipisahkan dari tumpukan dokumen lain, karena itu sangat penting dan mendesak. Dan dia malah lupa menyerahkannya.

Ya ampuun.. kenapa dokumen ini bisa tertinggal?

Wanita itu berdecak, sangat kesal kepada dirinya sendiri.

Mizuki dengan cepat membereskan komputernya dan mengunci kantornya, mengejar Masumi. Terburu-buru dia memasuki lift dan segera menuju tempat parkir direktur.

Mobil Masumi baru saja melaju saat dia melihatnya, Mizuki tidak sempat memanggilnya. Mizuki segera menuju mobilnya sambil terus berusaha menghubungi handphone Masumi.

Kenapa Pak Masumi tidak mengangkat teleponnya? Apa handphonenya sedang tidak disuarakan?

Batin Mizuki.

Dia mengetahui semua jadwal Masumi. Tidak ada pertemuan dengan siapa pun untuk hari ini, jadi Mizuki berkesimpulan Masumi akan kembali ke rumahnya. Mizuki mengikutinya. Masumi beberapa belas meter di depannya.

Tapi mobil Masumi kemudian berbelok, mengambil jalur yang bukan menuju rumahnya.

“Loh? Pak Masumi mau kemana?”

Batinnya.

Masumi kemudian berbelok memasuki sebuah lahan parkir sebuah apartemen milik Daito. Dia lalu keluar setelah memarkirkan mobilnya dan berjalan menuju blok parkiran tertentu.

Mizuki memarkirkan mobilnya, sempat kehilangan Masumi, dia mencari-cari bosnya itu. Akhirnya Mizuki menemukannya.

“Eh?” Mizuki tertegun.

Masumi sedang berdiri, tampak berbicara dengan seseorang. Wajahnya  Mizuki merasa kenal. Atasannya itu membelakanginya, tapi dia melihat wajah pria itu cukup jelas.

“Loh, dia kan...? yang waktu itu mengawasi apartemenku...?” desis Mizuki.

Tiba-tiba Mizuki bertemu pandang dengan pria itu. Entah kenapa dia merasa seharusnya tidak berada di sana, dan otomatis menyembunyikan dirinya. Dia sendiri tidak tahu kenapa dia harus sembunyi.

“Nona Mizuki?!” Seru Hijiri tiba-tiba.

Masumi tertegun, dia segera menolehkan wajahnya.

Mizuki yang merasa namanya disebut, segera keluar dari balik pilar.

Mizuki....?!

Pikir Masumi, tidak mengira dia sudah lengah sampai diikuti oleh Mizuki. Ternyata kerinduan memang berdampak buruk. Bahkan bagi seorang Direktur Daito sepertinya.

“Maaf Pak,” Mizuki menenangkan perasaannya sambil berjalan mendekati keduanya. “Ini, ada dokumen yang tertinggal. Saya berusaha memberi tahu dan menghubungi handphone Anda, tapi tidak bisa.” Jelasnya.

Sejurus kemudian tatapan Mizuki beralih dari Masumi kepada Hijiri.

“Terima kasih, Mizuki,” kata Masumi sambil mengambil dokumen itu untuk dibacanya.

Mizuki lalu memberikan dokumen tersebut. Setelahnya, pandangannya beralih lagi kepada Hijiri, mengamatinya.

Bukankah dia tadi, menyebut namaku?

Pikir Mizuki.

Hijiri memandangi Masumi. Dia tahu Mizuki mengamatinya, dia lalu menatap wanita itu dengan tenang.

Eh?

Jantung Mizuki berdebar-debar dan dia merasa sedikit gelisah. Tatapan pria itu membuatnya rikuh.

“Baiklah, ini memang sangat mendesak, terima kasih Mizuki,” kata Masumi, mengangkat pandangannya dari dokumen itu.

Mizuki dan Hijiri bersamaan segera mengalihkan kembali pandangannya kepada Masumi, seperti takut ketahuan mereka saling mengamati.

“Iya, Pak. Maaf, saya benar-benar tidak bermaksud membuntuti Anda,” kata Mizuki, sungkan.

“Mizuki, aku selalu percaya kepadamu,” kata Masumi. “Tolong kau rahasiakan apa yang kau lihat hari ini. Ini demi Daito, dan juga demi masa depanmu,” ujar Masumi, mengancam.

Walaupun Masumi mengucapkannya dengan tenang, Mizuki tahu dia tidak sedang bercanda.

“Baik Pak,” Mizuki membungkuk, “saya mengerti,” kata Mizuki. “Saya berjanji akan menganggap kejadian hari ini tidak pernah terjadi.”

“Bagus,” Masumi tersenyum.

Eh?

Masumi melihat, dari ekor matanya, Hijiri sepertinya memperhatikan Mizuki. Dengan cara yang berbeda. Pria itu mengamatinya hampir tidak berkedip.

Pandangan Hijiri kembali beralih kepada Masumi saat atasannya itu menoleh kepadanya.

“Kau sudah menemukan Maya?” tanya Masumi.

Eh?

Hijiri tertegun. Ada Mizuki di sana, tidak biasanya Masumi membicarakan sesuatu di saat ada orang lain.

“Mengenai hal itu...” Hijiri sedikit ragu.

“Tidak apa-apa, Mizuki sudah mengatakan dia akan menganggap kejadian hari ini tidak terjadi,” Masumi menenangkan.

Tadi Hijiri sudah sempat memberikan beberapa dokumen rahasia dari para pesaingnya. Jadi Masumi merasa informasi mengenai Maya bukan hal yang perlu dirahasiakan dari Mizuki.

“Apa, Nona Mizuki tidak sebaiknya kembali saja?” usul Hijiri dengan sungkan kepada Masumi. “Apakah kau masih ada hal lainnya yang ingin disampaikan, Nona?” tanya Hijiri kepada Mzuki.

Alis Mizuki bertaut sedikit tidak suka.

“Pak Masumi sudah mengatakan saya boleh tinggal,” katanya dengan bangga.

“Tapi kau tidak harus tinggal, Nona,” kata Hijiri. “Kau bisa pulang kalau kau mau. Senang mencampuri urusan orang lain ya?” tanyanya kemudian.

“Heh? Apa?!” Mizuki tersinggung.

Masumi menahan tawanya.

“Maaf,” Mizuki mengangkat dagunya. “Saya bukannya senang ikut campur, tapi saya harus mengetahui segala sesuatu yang dapat mempengaruhi kinerja Pak Masumi, itu salah satu tugas saya sebagai asistennya,” ujar Mizuki.

“Tidak, memang benar, dia memang begitu. Kau hebat, Hijiri!” puji Masumi.

“Terima kasih, Tuan,” kata Hijiri, tersenyum dan melirik bangga kepada Mizuki.

Hijiri?!

Ternyata benar, dia adalah orang yang waktu itu di telepon.

Mizuki menggertakkan giginya. Dia sudah bertemu dengan penghubung Mawar Ungu yang selama ini ingin diketahuinya. Dan seperti yang sudah dirasakannya. Dia benar-benar tidak mau kalah dengan orang ini yang sepertinya sudah memperoleh kepercayaan penuh dari Masumi.

“Setidaknya,” kata Mizuki sedikit ketus karena kesal. “Aku tidak pernah salah menyampaikan informasi,” Mizuki menatap tajam kepada Hijiri. “Aku yakin saat itu kau mengatakan ‘nomor 3666’!” ujarnya, sudah tidak lagi menggunakan bahasa formal kepada Hijiri.

Hijiri bergeming.

“Benar, waktu itu aku salah mengatakannya, tapi sudah langsung kukoreksi kan? Jadi itu tidak bisa dikatakan salah informasi,” ujar pria dengan pandangan yang sangat tenang itu. “Tapi selama aku bekerja, tidak pernah sekalipun aku lupa memberikan sebuah dokumen yang sangat penting,” senyum tipis yang terasa seperti mengejek bagi Mizuki berkembang di wajah pria itu.

Ukh!

Mizuki bisa merasakan rasa kesal semakin menjadi di dalam dadanya.

“Tapi, hanya sebagai masukan saja, caramu mengintai sangat payah! Aku bahkan bisa tahu bahwa kau mengintai apartemenku dan juga saat kau kabur dari cafe itu,” Mizuki tidak mau kalah.

“Saat itu aku tidak mengintaimu, aku mengintai Hino,” koreksi Hijiri, entah kenapa pegawai rahasia yang biasa selalu tenang itu, sekarang jadi mulai terpancing. “Dan seingatku, aku yang sudah memperdayamu saat di cafe. Dan, oh, asal tahu saja, setidaknya sampai saat ini aku tidak pernah berkencan dengan orang yang hendak berniat jahat kepada atasanku.”

“Eh?! Mana aku tahu—“

“Jadi rupanya kalian sudah saling mengenal satu sama lain,” potong Masumi.

Tidak pernah sebelumnya dia tidak dihiraukan seperti ini oleh keduanya.

“Maaf, Tuan,” kata Hijiri cepat, kembali terlihat tenang saat tersadar lagi dengan situasinya.

“Kami tidak bisa dikatakan saling mengenal,” ujar Mizuki, lalu kembali mendelik kepada Hijiri sebelum membuang pandangannya.

Tapi Masumi bisa merasakan keduanya saling tertarik kepada satu sama lain. Setidaknya dia ingat kata-kata Maya saat di rumahnya ketika mengatakan bahwa Hino bercerita, Mizuki sering bertanya mengenai penghubung Maya dan Mawar Ungu.

Dan cara Hijiri menatap Mizuki sebelumnya, saat wanita itu tidak melihat. Masumi yakin anak buah kepercayaannya itu setidaknya punya ketertarikan, entah seberapa banyak, kepada asisten pribadinya tersebut.

“Bisa kita kembali pada persoalannya dulu sebentar, Hijiri?” pinta Masumi. “Setelah itu kalian bisa melanjutkan berduel mengenai kompetensi dan kredibilitas kalian,” imbuhnya sambil menoleh kepada Mizuki.

Tidak kentara Hijiri menelan ludahnya dan Mizuki bisa merasakan wajahnya sedikit menghangat karena malu atas sikapnya.

“Nona Maya belum ditemukan. Baru kudapatkan cctv di sebuah stasiun, ada Maya di sana. Tapi entah kemudian dia ke mana. Yang pasti Nona Maya menuju ke propinsi Nara. Saya sudah mencari ke kampung halaman Bidadari Merah tapi tidak ditemukan, juga sebelumnya ke Yokohama, juga tidak ada,” kata Hijiri.

Masumi terdiam sebentar.

“Kurasa aku akan mencarinya sendiri,” putusnya kemudian.

“Hah? Anda akan mencarinya sendiri? Bukankah sekarang sedang persiapan pementasan Bidadari Merah?!” tanya Mizuki. “Pak Masumi...!”

“Tentu saja, Mizuki, aku tidak mungkin lupa...” kata Masumi. “Tapi tidak akan ada pementasan jika pemeran Bidadari Merahnya tidak ada kan?” ujarnya. “Aku tahu dia pasti akan datang pada hari pementasan, tapi aku ingin melihatnya, ingin memastikan sendiri bahwa dia baik-baik saja,” pria itu terlihat sendu. “Setdaknya aku tahu dia menuju propinsi Nara. Aku akan mencarinya,” kata Masumi.

“Pak Masumi...” Hijiri terlihat khawatir.

Tapi Masumi lebih khawatir. Di sana ada banyak gunung, hutan dan lembah. Semoga saja Maya tidak lupa diri lagi dan menantang bahaya.

“Oya, Pak Masumi,” Hijiri mengeluarkan sesuatu. “Ini handphone Nona Maya. Sinyal gpsnya menyala beberapa waktu lalu. Handphone ini ditemukan seorang pemulung bersama tas Nona Maya.”

Masumi senang melihatnya.

Diambilnya handphone tersebut, gantungan Sirotan yang dipasang Maya masih ada di sana. Pria itu tersenyum tipis.

Dibuka dan dinyalakannya. Sebuah gambar menyambutnya. Rumah pasir yang dia bangunkan untuk Maya di pantai Izu.

“Terima kasih Hijiri,” kata Masumi. “Kau memang selalu bisa kuandalkan.”

“Tidak masalah, Tuan,” Hijiri tersenyum tipis.

Mizuki memperhatikannya, tidak berapa lama pandangan keduanya kembali bertemu. Spontan Mizuki melemparkan pandangannya ke arah lain.

“Mizuki, aku akan menyelesaikan berkas-berkas ini malam ini, besok kau datanglah ke rumahku pagi-pagi. Aku akan memberimu beberapa instruksi sebelum aku pergi mencari Maya,” kata Masumi.

“Baik, Pak,” Mizuki menyanggupi.

“Baiklah, aku sudah mau pulang, terima kasih, Hijiri, Mizuki,” Masumi menatap keduanya bergantian. “Kalian memang pegawaiku yang terbaik,” puji Masumi. “Selamat sore.”

“Selamat sore Tuan, selamat jalan,” antar keduanya bersamaan.

Hijiri dan Mizuki menoleh kepada satu sama lain.

Masumi menahan tawanya.

“Kalian tahu,” katanya, menoleh lagi kepada keduanya. “Kurasa kalian harus pulang bersama,” ujarnya.

“Eh, apa?” lagi-lagi keduanya menanggapi bersamaan.

“Eh, tidak, tidak,” Masumi mengoreksi, “atau mungkin kalian bisa mulai berkencan dengan satu sama lain,” godanya lalu tertawa lebar meninggalkan keduanya.

Hijiri dan Mizuki saling melirik dan salah tingkah pada satu sama lain.

“Maaf saya sudah bersikap kasar,” kata Hijiri kemudian, dengan agak membungkuk. “Saya belum memperkenalkan diri. Saya Hijiri Karato,” katanya dengan sopan dan formal.

“Eh, tidak, tidak, tidak, saya yang sudah bersikap tidak sopan,” kata Mizuki cepat. “Saya Mizuki Saeko,” dia memperkenalkan diri.

Keduanya lalu terdiam.

“Maaf, saya tidak ingin Anda salah sangka,” kata Mizuki, “saya tidak biasanya bersikap seperti tadi, maaf, hanya saja...”

“Tidak apa-apa,” Hijiri tersenyum lembut dan membuat perasaan Mizuki semakin tidak menentu. “Saya juga tidak seharusnya bersikap seperti tadi,” kata Hijiri. “Dan tolong, Anda tidak perlu berbicara dengan bahasa formal seperti itu,” pinta Hijiri.

“Anda juga, kalau begitu,” jawab Mizuki. “Tidak perlu berbicara dengan bahasa formal,” katanya.

“Baiklah,” kata Hijiri dengan tenang. “Kalau begitu aku permisi dulu Nona Mizuki,” pamitnya.

“Iya Pak Hijiri, sampai jumpa lagi,” Mizuki juga berpamitan.

“Aku rasa sebaiknya tidak,” ujar Hijiri,

Eh?

Mizuki tertegun, entah kenapa dia merasa sedikit kecewa mendengarnya.

“Jika kau sampai menangkap basah aku lagi, kurasa kompetensi dan kredibilitasku memang harus mulai dipertanyakan,” ujar Hijiri.

Mizuki tertawa kecil.

“Sayang sekali,” ujarnya sambil tersenyum tipis.

Keduanya kemudian berjalan menuju arah berlawanan.

“Uhm, Nona Mizuki!” Panggil Hijiri, sebelum keduanya jauh terpisah.

Mizuki membalikkan lagi badannya.

“Aku punya nomormu,” terang Hijiri. “Apakah tidak apa-apa jika aku menghubungimu?” tanyanya.

“Eh?!” Mizuki tidak menyembunyikan keterkejutannya. “Maksudmu, mengajakku berkencan?!” tanyanya gugup.

Hijiri tertegun.

“Bukan!” sahutnya. "Seandainya aku tidak bisa menghubungi Pak Masumi dan ada hal penting yang harus kusampaikan, bisakah aku menelepon ke nomor pribadimu?” tanya Hijiri.

Saat itu Mizuki merasa sangat malu. Dikiranya Hijiri benar-benar akan mengajaknya berkencan seperti yang dikatakan Masumi.

“O, oh... tentu,” jawabnya gugup dengan wajah yang pias.

Hijiri menahan senyumannya. Diamatinya Mizuki yang salah tingkah. Sejak dulu dia sudah sering melihat Mizuki. Namun wanita itu tidak menyadarinya. Tapi tidak sekalipun Hijiri melihat Mizuki seperti sekarang yang sedang berdiri depannya.

“Nona Mizuki,” panggilnya lagi.

“Iya?” jawab Mizuki masih dengan wajah yang pias.

“Dan kalau aku menghubungi untuk mengajakmu berkencan?” tanya Hijiri. “Aku tidak tahu kapan, hanya seandainya saja, apakah boleh?” tanyanya.

Eh?

Mizuki tertegun.

Sesaat tidak ada jawaban darinya.

“Kalau hanya seandainya,” kata Mizuki, “kenapa tidak boleh?” wanita itu tersenyum.

Hijiri juga tersenyum, keduanya lalu kembali berpamitan.

Jantung Mizuki masih sangat berdebar saat dia mencapai mobilnya. Akhirnya dia bisa bertemu Hijiri. Entah kenapa dia merasa sangat senang. Aneh memang. Dia memang sering merasa iri dengan kepercayaan yang Masumi berikan kepadanya. Tapi selain itu, walaupun dia tidak pernah bertemu orangnya, namun Mizuki sangat kagum dengan cara kerja dan loyalitasnya kepada Masumi. Karena itu dia sudah lama merasa tertarik dan ingin bertemu.

Hijiri Karato...

Batinnya.

Apakah suatu saat aku bisa bertemu lagi denganmu?

Pikirnya. Diamatinya handphonenya. Berpikir, akankah ada saatnya handphonenya itu berdering menerima panggilan dari pria itu.

Hijiri sendiri sudah langsung melesat meninggalkan tempat pertemuannya dan Masumi, juga secara tidak direncanakan, dengan Mizuki.

Tapi pikirannya masih belum meninggalkan tempat itu. Masih teringat Mizuki.

Mizuki Saeko...

Batinnya.

Hijiri tidak bercanda saat dia bertanya apakah dia bisa mengajaknya kencan, dan dia sangat senang dengan jawabannya. Hanya saja, ada hal lain yang mengisi kepalanya, sehingga dia hanya bisa berkata ‘seandainya’. Karena posisinya sebagai karyawan rahasia Daito, dia tidak boleh berhubungan dengan apa pun atau siapa pun yang ada kaitannya dengan Daito.

Termasuk masalah berkencan.

Mungkin akan lain soal jika dia tertarik dengan wanita biasa. Dia bisa menggunakan identitas rahasia, misalkan berprofesi sebagai salesman, atau arsitek, atau pialang saham. Dia bahkan bisa menikah.

Tapi lain halnya jika yang dia kencani pegawai Daito. Dia tidak akan bisa terus bekerja seperti sekarang. Pihak-pihak pesaing Daito akan curiga jika mereka melihatnya bersama seseorang seperti Mizuki.

Mizuki Saeko...

Nama itu kembali terngiang. Terasa sendu.

=//=

Hari tampak mendung, sepertinya akan mulai hujan. Suara petir di kejauhan mulai terdengar.

Masumi masih mengendarai mobilnya. Masih dalam pencariannya menemukan Maya. Dia mengikuti petunjuk Hijiri di mana Maya terakhir terlihat. Masumi sudah memasuki provinsi yang merupakan kampung halaman Bidadari Merah berada. Tapi Maya tidak menuju ke kampung halaman Bidadari Merah.

Masumi sudah mencari ke sebagian besar wilayah propinsi itu dengan cara tercepat yang dia tahu. Sudah 8 jam sejak dia meninggalkan Tokyo dan sekarang hari sudah semakin sore.

Maya kau dimana? Aku ingin bertemu...!

Batinnya.

Duar!!

Tiba-tiba terdengar suara ledakan dan mobilnya oleng.

Ckiitt~!!

Masumi meminggirkan dan mengeremnya.

Dia masih bisa merasakan dadanya berdebar karena terkejut. Untung dia memasang sabuk pengaman dan kondisi jalanan juga aman.

Masumi menghempaskan nafasnya, lalu turun, memeriksa bannya.

Bagus!

Keluhnya.

Hari sudah semakin sore dan sepertinya akan ada badai...

Masumi mengamati langit yang semakin gelap.

Dan aku di sini, entah harus kemana.

Diamatinya sekeliling Masumi. Tidak ada bangunan apa pun.

Masumi kembali menghempaskan nafasnya kesal.

Maya...

Panggilnya.

Dadanya kembali merasa sangat sesak jika teringat kekasihnya itu.

Tiba-tiba sebuah klakson mengejutkannya.

Mobil itu menepi di dekat Masumi.

“Ada yang bisa dibantu, Pak?” tanya seorang pria si atas sebuah motor.

“Ban saya pecah,” kata Masumi. “Apakah Anda tahu bengkel yang paling dekat dari sini?” tanyanya.

“Bengkel? Saya rasa 2-3 KM dari sini,” pria itu menunjuk ke arah di belakang mobil Masumi. “Anda mau kemana?” tanyanya. Hujan akan turun dan hujan di sini sering kali sangat deras.” Terangnya.

“Saya, sedang mencari seseorang. Tapi saya rasa, saya akan menginap dulu di penginapan yang paling dekat,” kata Masumi. “Maaf saya merepotkan.”

“Ikutlah dengan saya Pak, akan saya antarkan ke penginapan terdekat di sini. Masih lumayan jauh jika Anda berjalan kaki dan sudah tidak ada bus beroperasi untuk hari ini. Jika tidak ada penginapan kosong, Anda bisa tinggal di tempat saya dulu,” kata pria itu menawarkan bantuannya dengan ramah. “Anda tidak perlu mengkhawatirkan kendaraan Anda, di sini sangat aman,” imbuhnya.

Masumi sebenarnya sungkan, tapi dia tidak punya pilihan. Akhirnya Masumi mengeluarkan tas daruratnya dan mengunci mobilnya lantas naik ke atas  motor pria tersebut.

Pria itu membawanya ke sebuah penginapan yang terbaik di desa itu. Sebuah penginapan tradisional Jepang yang paling mewah yang ada di sana. Pelayannya sangat ramah begitu juga pemiliknya.

Masumi diberikan sebuah kamar yang terbaik. Masumi mengangguk berterima kasih saat diantarkan ke kamarnya. Pelayan yang mengantarkannya memberitahukan beberapa fasilitas yang mereka miliki. Juga tempat-tempat wisata yang bisa dikunjungi dari desa mereka.

“Tamaki,” panggil Masumi. “Apakah di sekitar sini masih ada penginapan lainnya?” tanya Masumi.

Pelayan itu terlihat sedikit terkejut.

“Apakah ada yang tidak Anda sukai dari pelayanan kami, Tuan?” tanya Tamaki, sedikit terkejut.

“Tidak, bukan,” kata Masumi, cepat. Baru menyadari dia sudah membuat pelayan tersebut tidak enak hati. “Aku sedang mencari seseorang,” terang Masumi. “Dia dari Tokyo. Aku tidak tahu tepatnya dia berada di mana, hanya saja kupikir kalau dia juga ada di sini, mungkin aku bisa mencarinya ke penginapan-penginapan yang ada di sini,” terang Masumi.

Dia tahu akan sangat sulit menemukan gadis itu. Entah dia sedang berada di tempat yang tepat atau tidak, di waktu yang tepat atau tidak.

Tamaki tersenyum.

“Ada 2 penginapan lagi di desa ini,” Tamaki lalu menerangkan dua penginapan yang tersisa.

“Memangnya, orang yang Anda cari seperti apa, Tuan?” tanya Tamaki. “Desa ini tidak terlalu besar dan kami biasanya senang mengamati pendatang,” Tamaki tertawa kecil, “karena kami terbiasa harus saling mengenal satu sama lain, jadi biasanya kami hapal saat melihat orang yang baru. Terlebih lagi jika orang itu sudah menetap beberapa hari,” terang Tamaki.

Dan dia datang dari Tokyo, pastilah pakaiannya sangat mencolok, pikir Tamaki.

Masumi tidak begitu yakin, tapi dikatakannya juga.

“Aku mencari seorang gadis, rambutnya hitam dan berponi,” Masumi mengingat kekasihnya. “Tingginya sekitar 156 cm, sedikit di bawahmu, namanya—“

“Maya?” tanya Tamaki, terkejut.

“Eh?!” Masumi tidak kalah terkejut. “Kau mengenalnya?!” Mata pria itu berbinar-binar.

“Tentu saja, semua orang di desa ini mengenalnya!” Tamaki tersenyum lebar.

“Eh?!!” Masumi tidak bisa mempercayainya. Dia pikir semuanya akan sangat sulit, ternyata takdir, melalui ban mobilnya yang pecah sudah membawanya semakin dekat kepada Maya.

“Dimana dia sekarang?” tanya Masumi.

“Dia tinggal di penginapan Shukumei, tapi jika Anda ingin menemuinya, besok Anda bisa mencarinya di kuil, dia setiap hari ke sana, belajar atau membantu di sana. Karena itulah penduduk desa mengenalnya. Selain itu, anak-anak sering bermain dengannya. Dia sangat pintar mendongeng,” puji Tamaki. “Pak guru Hiraga pernah melihat Maya, dan dia meminta Maya datang ke sekolah untuk mendongeng selama setengah jam. Pak guru Hiraga sangat menyukai Maya,” papar Tamaki.

Deg!!

Jantung Masumi kembali berdebar menyakitkan. Dia kenal betul dengan perasaan itu. Cemburu.

“Pak guru Hiraga?” desis Masumi.

“Iya, yang tadi mengantarkan Anda ke sini,” terang Tamaki sambil tersenyum.

Keduanya tidak sempat berkenalan tadi karena keadaan yang membuat pikirannya tidak berada di tempatnya.

Masumi menelan ludahnya, sekaligus meredam kekesalannya.

“Bisa beri tahu aku jalan ke kuil?” tanya Masumi.

“Eh? Ya, lumayan dekat kalau dari sini, berjalan 10 menit,” terang Tamaki.

“Baiklah, terima kasih Tamaki,” Masumi lantas beranjak meraih mantelnya.

“Eh? Anda mau pergi sekarang? tapi sebentar lagi sepertinya akan ada hujan, dan hujan di sini biasanya sangat deras. Cuaca di sini sedang aneh, sebentar sangat panas sebentar hujan sangat deras,” terang Tamaki.

“Tidak apa-apa,” Masumi bersikeras. “Tolong beri tahu jalannya.”

“Tuan...” Tamaki terlihat khawatir, “tapi...”

“Tolonglah, Tamaki, ini sangat berarti bagiku,” kata Masumi.

Eh?

Tamaki sangat terkejut, gadis 18 tahun itu akhirnya tidak bisa berkata-kata.

“Baiklah, tapi Tuan jangan lupa membawa payung dan senter,” katanya, beranjak ke laci di kamar itu mengeluarkan kedua peralatan yang disebutkannya.

Hari sudah semakin gelap, padahal kalau di Tokyo biasanya matahari masih terlihat menyinari kota. Masumi akhirnya menemukan kuil yang dimaksud, setelah sedikit memasuki kawasan hutan dengan mengikuti rambu di sisi jalan masuk, melalui jalan berundak dari bebatuan dengan dedaunan yang berjatuhan menutupinya, Masumi akhirnya bisa melihatnya, kuil tersebut.

Masumi tidak menemukannya, dia tidak ada. Gadis itu, kekasihnya.

Masumi ragu-ragu untuk menghampiri dan masuk ke dalam, jadi dia hanya mengamati dari kejauhan di balik semak dan pohon yang menyembunyikan dirinya. Masih mencari dengan matanya.

Masumi berputar untuk mengamati bagian belakang kuil.

Akhirnya dia melihatnya.

Dadanya berdebar-debar sangat bahagia. Dan senyuman lebar tanpa sadar berkembang di wajah Masumi.

Ada Mayanya di sana, sedang duduk di teras belakang kuil tersebut. Dia membaca sesuatu, wajahnya sangat serius, dan ada sapu lidi di sampingnya.

Lalu hujan mulai turun, Maya menengadahkan wajahnya. Sepertinya dia larut dalam bacaannya dan tidak menyadari hari akan hujan.

Tetesannya keras dan kasar, terasa oleh Masumi mulai menyentuh kepalanya.

Maya....!!

Jerit hatinya, sangat merindukan Maya. Tapi dia tidak ingin gadis itu tahu dia ada di sana.

Maya beranjak dari duduknya, masuk ke dalam kuil, berdiri di pintunya, mengamati langit yang sudah sangat gelap.

Eh?!

Masumi sangat terkejut, dia menyembunyikan tubuh besarnya dibalik pohon.

Dadanya berdebar sangat keras.

Apakah Maya melihatku?

Maya terdiam memandangi sebuah titik. Tadi dia sempat merasa ada sebuah figur, mirip Masumi di sana.

Rupanya hanya bayanganku saja...

Batin Maya.

Aduuh Maya!! Kenapa kau masih saja mengingat dan memikirkannya! Sampai mengkhayalkan keberadaannya!

Gadis itu terlihat sangat sedih.

Mana mungkin Pak Masumi ada di sini. Dia sudah tidak akan mencarimu lagi. Lagi pula bukankah kau ingin agar dia tidak bisa menemukanmu dan melupakannya secepatnya?!

Maya memarahi dirinya sendiri.

“Maya!!” Panggil sebuah suara.

Maya mengangkat wajahnya ke sumber suara.

“Pak guru Hiraga...” Maya tersenyum sungkan kepada pria itu.

“Aku membawakan payung, bu Ozawa bilang kau tidak bawa payung,” kata Hiraga diantara hujan yang sudah menetes semakin deras dari sebelumnya.

“Ah, i, iya, terima kasih,” Maya menerima payung itu. “Tadi pagi masih sangat cerah, aku tidak mengira kalau akan hujan.”

“Kau sebaiknya segera pulang, hujan akan semakin keras dan mungkin akan ada badai nanti malam, Hiraga mengingatkan. “Ayo aku antar,” ajaknya.

“Baiklah, tunggu sebentar,” Maya masuk ke dalam kuil, berpamitan dengan pendeta di sana dan mengambil barangnya,

Maya kembali tidak lama kemudian, dan mulai berjalan pulang dengan Hiraga. Keduanya bercerita sesuatu dan tampaknya menyenangkan karena Maya tersenyum lebar.

Dan Masumi menyaksikan semuanya. Dia tidak tahu apa yang dirasakannya. Dia mencari Maya, menemukannya. Dia sangat bahagia melihat gadis itu baik-baik saja dan rasa khawatirnya sudah menghilang.

Tapi dia juga tidak ingin melihat Maya bersama pria itu.

Yang benar saja!!!

Rutuknya.

Dia datang jauh-jauh dari Tokyo bukan untuk hal itu.

Maya...

Wajah Masumi terlihat sangat dingin dan tangannya yang bersandar ke batang pohon mengepal erat.

Dia tidak mempedulikan hujan yang mengguyur semakin deras ke atas tubuhnya. Juga tidak berniat membuka payung yang diberikan Tamaki tadi. Tidak akan ada artinya. Karena badai yang paling besar adalah yang berkecamuk dalam hatinya. Baik mantel atau payung tidak akan bisa menghindarkannya dari rasa sakitnya.

Jadi Maya, sudah benar-benar melupakanku...?

=//=

Masumi kembali ke penginapannya dalam keadaan kuyup. Orang-orang di penginapan sangat terkejut melihatnya,tapi Masumi tidak mempedulikannya.

“Makan malam Tuan?” tawar Tamaki.

“Tidak perlu,” jawab Masumi. “Aku ingin sake saja, tolong antarkan 3 botol ke kamarku,” pintanya.

“Baik, Tuan, ada lagi?” dipandanginya wajah tamunya yang kuyup dengan khawatir.

“Ya, aku meninggalkan mobilku di jalan utama, bannya pecah. Bisa bantu aku menghubungi bengkel untuk memperbaikinya besok?” tanya Masumi.

“Iya, bisa diusahakan Tuan,” Tamaki meyakinkan.

“Itu saja. Tolong kedatanganku, untuk mencari Maya, jangan dikatakan kepada siapa-siapa,” pesan Masumi.

Tamaki tertegun.

“Iya, baik Tuan...” gumamnya. “Apa Anda bertemu dengannya tadi?”

Masumi terdiam lalu menggeleng.

“Aku mau mandi sekarang,” katanya.

“Baik, Tuan, saya permisi kalau begitu. Nanti saya antarkan sakenya ke sini,” kata Tamaki. “Oya Tuan, apa Anda butuh kotatsu*? Atau ingin menggunakan pemanas ruangan biasa?” tawar Tamaki.

Gadis itu masih muda tapi kerjanya sangat gesit dan profesional.

*) Kotatsu adalah meja dengan penghangat di bawahnya, kotatsu ditutupi futon atau selimut tebal dan digunakan untuk menghangatkan badan.

“Kotatsu, tidak apa-apa,” Masumi menerima tawarannya.

Sebelum keluar, Tamaki masih sempat mengamati payung dan senter yang diberikannya tadi. Payung itu sama sekali tidak digunakan oleh Masumi. Tamaki sedikit heran dengan tamunya itu.

=//=

Maya membersihkan dirinya lalu berkaca sambil menyisir rambutnya. Tiba-tiba gerakan tangannya terdiam. Dia ingat Masumi. Tadi rasanya ada bayangan yang sangat jelas.

Tidak mungkin Pak Masumi...

Pikir Maya.

Maya meletakkan sisirnya, kembali melamun. Memikirkan apa yang sedang dilakukan kekasihnya sekarang.

Mungkin dia sedang berkencan dengan Nona Sakamoto...

Gadis itu kesal, membayangkan kekasihnya sedang tertawa-tawa di sebuah restoran, meminum anggur yang mahal, atau mungkin berdansa di sebuah pesta yang meriah. Membicarakan hal-hal yang tidak bisa dimengerti oleh gadis seperti dirinya.

Maya mengerucutkan bibirnya, gusar, kesal, dan sedih.

Maya menghempaskan nafasnya. Berusaha mengusir bayangan kekasihnya itu tapi sama sekali tidak pernah berhasil. Saat malam datang, dan kesendirian mulai menyapanya lagi, walaupun dia sudah berusaha lari, Maya tidak pernah bisa lepas dari bayang-bayang Masumi.

Laki-laki menyebalkan!! Apa dia memantraiku!!

Gerutu Maya dalam hatinya.

Gadis itu menopang dagunya dengan kedua tangannya. Dipandanginya nasi dan lauk untuk makan malamnya, tapi semua benda itu jadi terlihat seperti Masumi di matanya. Pikiran Maya sudah tidak berada di tempatnya lagi.

Pak Masumi aku merindukanmu... sangat merindukanmu...

Maya tidak mengerti kenapa rasa rindunya begitu menggebu-gebu saat ini. Dia pikir mungkin karena sudah lama tidak melihat Masumi. Maya segera tersadar saat dia hendak menangis.

Tidak boleh menangis Maya, tidak boleh menangis!

Dipandanginya kalender yang dia tandai setiap berhasil melalui satu hari tanpa menangisi Masumi. Dia ingat janjinya pada dirinya sendiri, juga Masumi yang memarahinya karena selalu menangis.

Ayo Maya bersemangatlah!!!

Gadis mungil itu berusaha membangkitkan dirinya sendiri.

Yosh!!

Maya mengepalkan tangannya dan mengangguk bertekad.

Aku harus sehat, demi Bidadari Merah.

Gadis itu meraih mangkuk nasinya dan sumpit. Dia lalu menyumpit lauknya dan segera melahapnya. Tapi belum masuk ikan itu ke dalam mulutnya, Maya sudah kembali teringat Masumi. Gerakannya langsung berhenti. Tangannya yang lemas seketika menurunkan lagi mangkuk dan sumpitnya.

Pak Masumi...

Gadis itu kembali melamun.

=//=

Masumi meminum sakenya dengan geram.

Trak!!

Dia meletakkan gelas sakenya yang kosong dengan kasar ke atas kotatsu yang juga disediakan penginapan.

Pria yang mengenakan yukata*) bermotif garis-garis biru malam itu terlihat gelisah.

*)Yukata adalah pakaian/mantel tradisional Jepang yang hanya terdiri dari satu lapis kain.

Rahang Masumi terkatup sangat erat. Masih teringat bagaimana Maya terlihat tersenyum dengan berseri-seri kepada Hiraga.

Kapan, aku terakhir kali membuatnya tersenyum seperti itu?

Pikir Masumi pahit.

Pulang saja!

Putusnya kemudian.

Aku sudah mendapatkan tujuanku. Aku sudah melihat Maya.

Masumi menelan ludahnya. Tenggorokannya terasa menyakitkan, demikian juga hatinya.

Dia baik-baik saja. Dia sudah tidak lagi memerlukan aku.

Terbayang di kepalanya wajah sedih Maya.

Pasti, aku hanya akan membuatnya menangis.

Pikir Masumi, rasa pedih itu terus merangsek naik ke hatinya.

Aku tidak boleh egois. Tidak boleh lagi mengganggu ketenangan hati dan pikirannya. Biarlah, ini yang terbaik...

Pikirnya.

Besok sore setelah mobilku baik kembali, aku pulang saja...

Masumi kembali meneguk sakenya.

Aku tunggu Bidadari Merahmu, Maya...

Sudah habis satu botol sake diminumnya.

Maya...

Diganjalnya kepalanya yang tertunduk pada meja dengan menggunakan lengannya.

Pikirannya masih saja kalut. Masih saja rindu. Menempuh ratusan kilo meter demi menemukannya. Tinggal sedikit lagi, dia tidak bisa menghampirinya.

Dia pikir awalnya tidak apa-apa asal bisa melhatnya saja. Tapi dia salah. Masumi tahu dia salah. Karena setelah melihat kekasihnya itu, bukannya terobati, kerinduannya malah seperti bara api yang disiram bensin. Semakin berkobar-kobar dan menyiksanya.

Maya...

Desahnya, pilu.

Kenapa kau tidak menungguku, sebentar lagi saja?

Seharusnya kau tahu, walaupun aku memintamu pergi, sesungguhnya aku sangat ingin kau menungguku, sebentar lagi saja...

Sesalnya.

Masumi berusaha menenangkan pikirannya, menghena nafasnya.

Tidak!

Pria itu mengepalkan tangannya erat. Dia yakin Maya masih mencintainya. Dia tahu gadis itu mencintainya sedalam rasa cinta yang dia miliki untuk gadis itu. Maya sendiri yang mengatakannya.

Aku tidak mau kehilangan Maya... Tidak akan!

Tekadnya.

Saat ini aku yang harus menunggu, sebentar lagi, sampai pementasan Bidadari Merah selesai, baru aku akan memintanya kembali.

Pria itu mengeratkan rahangnya.

Setelah itu aku akan melakukan apa pun untuk membuatnya menjadi milikku. Aku tidak akan pernah menyerahkan Maya Kitajima kepada siapa pun. Maya hanya boleh jadi milikku!!

=//=

Maya menggeliatkan badannya.

“Ayo Maya, semangat!!!” dia menyemangati dirinya.

Maya segera bangun dari tempat tidurnya. Mengambil spidol dan menandai kalender tanggal kemarin dengan lambang ^_^ karena sudah berhasil menahan tangisnya semalam.

Dilhatnya jajaran tanda itu yang mengisi kalendernya beberapa hari ini.

Bagus! Ayo Maya! Kau pasti bisa!

Maya memasang senyumannya dan segera memulai harinya.

Kalau siang, perasaannya biasanya lebih baik, karena ada banyak hal yang bisa dikerjakannya. Pagi ini dia berjalan-jalan menikmati pemandangan desa, melihat sawah-sawah, bermain dengan alam sebelum pergi ke kuil. Berdoa, belajar, membersihkan kuil, melayani pengunjung kuil.

Menjelang tengah hari, Hiraga akan menjemputnya untuk pergi ke sekolah, bercerita kepada anak-anak SD. Mengenai Momotaro, Putri kaguya, Putri Salju, dan lain sebagainya.

Anak-anak selalu sangat menyukai cara dia mendongeng. Karena bakat aktingnya yang luar biasa, anak-anak itu bisa melihat Maya menjelma menjadi tokoh-tokoh tersebut. Mereka jatuh cinta pada kecantikan putri salju, kebaikan hati Cinderella, dan takut sekali saat dia menjelma menjadi nenek sihir.

Setelah itu dia akan mendapatkan banyak makanan dari anak-anak itu untuk dibawanya pulang. Maya akan menerimanya dengan senyuman lebar menghias wajahnya. Kadang ada juga anak-anak yang mengajaknya bermain. Lalu Hiraga akan mengantarkannya kembali ke kuil dan Maya melanjutkan kegiatannya di kuil.

Jika pengunjung banyak, dia cukup sibuk. Tapi jika pengunjung sedikit, dia hanya akan berdoa, menikmati suasana kuil. Atau menanyakan banyak hal kepada pendeta di sana.

“Terima kasih Hiraga-sense,” kata Maya sambil tersenyum.

“Sama-sama Maya. Terima kasih juga kau sudah mau mendongeng untuk anak-anak,” ujar Hiraga.

“Tidak apa-apa. Aku sangat suka mendongeng,” katanya dengan wajah ceria dan berbinar-binar.

“Bagaimana selama ini? Apa kau sudah bisa mendalami karaktermu?” tanya Hiraga.

Maya sudah bercerita bahwa dia sedang berusaha memperdalam aktingnya sebagai Akoya.

“Iya,” gadis itu kembali tersenyum. “Aku sangat berterima kasih pada semua orang yang sudah membantuku, aku jadi semakin mengerti bagaimana suasana sebuah desa, ikatan perasaan Akoya dan lingkungannya, orang-orang di sekitarnya, dengan para dewa. Dulu, pengetahuanku belum sampai ke sana,” Maya tersenyum.

“Baguslah kalau memang usahamu membuahkan hasil,” Hiraga balas tersenyum.

“Baiklah, aku harus kembali ke sekolah. Oya Maya, nanti kalau anak-anak main ke sini, jangan lupa ingatkan mereka untuk mengerjakan PR. Sepertinya mereka lebih mendengarkan ucapanmu daripada aku,” Hiraga tertawa.

Begitu juga Maya.

“Tentu, nanti aku ingatkan,” serunya dengan ceria.

Hiraga lalu pergi. Maya mengantarkannya dengan matanya. Dia memandangi Hiraga sampai guru itu berbelok dari halaman kuil. Hiraga sekitar tiga tahun lebih tua dari Maya, seumur Rei. Saat Maya datang pertama kali, dia disambut murid-murid Hiraga tersebut, jadi dia kemudian mengenalnya dan Hiraga sangat membantunya selama berada di sana.

Kenapa dia memandanginya lama sekali...!

Gerutu Masumi, kesal.

Hari ini, entah apa yang terjadi dengannya. Begitu bangun pagi hari dan membersihkan diri serta sarapan, Masumi segera mencari Maya. Memata-matainya, tepatnya.

Memperhatikan apa yang dilakukan gadis itu dari kejauhan. Dia ingin tahu apa yang dilakukannya dan bagaimana keadaannya. Semuanya tampaknya baik-baik saja, tidak ada yang perlu dirisaukan.

Dia pasti bisa, menjadi Bidadari Merah yang sempurna...

Pikir Masumi.

Tapi justru keadaan hatinya yang tidak baik-baik saja. Tersiksa dengan kerinduannya yang tidak terobati hanya dengan memandanginya. Matanya tidak bisa berpaling tapi kakinya berat sekali untuk melangkah, mendekati karena Masumi tahu apa yang akan diakibatkan oleh kehadirannya bagi gadis itu.

Masumi mengamati gadis itu beberapa lama dari balik semak-semak awalnya, tapi semakin lama semakin dekat.

Setelah sekian lama dan tengah hari sudah lewat, Masumi sudah merasa sudah waktunya dia kembali ke penginapan menyiapkan barang-barangnya. Kembali ke Tokyo.

Sampai jumpa Maya...

Dia menatap gadis itu yang sekarang terlihat sedang menyapu halaman belakang setelah membantu seorang pendeta memisah-misahkan beberapa jenis tumbuhan obat.

“Paman!! Kau siapa?!!” Tanya seorang anak, melipat tangannya di dada dan merentangkan tangannya.

Masumi sedikit terperanjat, saat dia berbalik dan dihadang beberapa anak-anak.

Masumi tersenyum.

“Paman kenapa mengendap-endap? Mau mencuri ya?” kata anak-anak SD tersebut.

“Eh? Aku? Tidak...” Masumi menggeleng-gelengkan kepalanya.

“Tangkap diaaa!!!” seru yang satu sambil menunjuk kepada Masumi.

“Serbuuuu~~!!” seru keempat anak lainnya.

Keempatnya segera menghampiri Masumi. Terdengar begitu ribut.

“Kau pegang kakinya!! Kau juga!! Momo dan Yuka pegang tangannya!!!” perintah ketua geng tersebut.

“Yaaayyy~!!! Yaayy!! Yaaayyy~~!!!” keempat anak itu begitu seru ‘menangkap’ Masumi padahal pria yang sangat jauh lebih tinggi tersebut hanya diam saja.

Dua orang anak memegangi kakinya dan dua orang lainnya memegangi tangannya.

“Kak Maya!!” Si ketua geng berlari melalui Masumi saat melihat Maya yang mendekat karena mendengar ribut-ribut.

“Ikki!” Maya berbinar-binar melihat bocah botak yang kepalanya memantulkan sinar matahari tersebut.

“Ada apa? Kenapa ribut-ribut?” tanya Maya.

Deg!!

Maya sangat terkejut melihat pria yang sekarang membelakanginya, yang kedua tangan dan kakinya sedang dipegangi anak-anak itu.

Dada Maya berdebar-debar sangat keras.

Mungkinkah??!

Pandangannya mengamati seksama punggung pria itu. Lalu mengamati dari atas ke bawah.

Tidak mungkin...

Maya belum melihat wajahnya tapi tubuhnya sudah lemas, langsung terasa panas dingin.

Masumi demikian juga. Tubuhnya segera mematung mendengar suara Maya. Dadanya juga berdebar sangat keras. Dia tahu gadis itu sedang memandanginya sekarang, mengamatinya.

“Kami menemukan paman ini sedang mengendap-endap. Dia sepertinya mau mencuri!!!” terang anak yang bernama Ikki itu dengan semangat.

“Benar! Untung kami menangkapnya sebelum dia kabur!” kata Momo dengan suaranya yang kecil, terdengar bangga.

“Balikkan dia!!” perintah Ikki.

Keempat bocah itu berusaha membuat badan Masumi berbalik, menghadap Maya.

Aku sudah tahu... Apa yang akan terjadi.

Pikir Masumi.

Dia akan terkejut melihatku.

Maya sangat terkejut melihat Masumi. Dia sampai menjatuhkan sapunya. Dia tidak mengira pria itu benar-benar berada di hadapannya. Entah kapan datangnya, entah dari mana. Yang pasti pria itu kini berdiri dengan gagahnya, seenaknya membuat semua usahanya untuk melupakannya menjadi sia-sia.

Wajahnya akan menjadi pucat...

Pikir Masumi lagi.

Wajah Maya memucat, air mata mulai mendesak lagi ke matanya.

Dia akan mulai berkaca-kaca dan menahan isakannya dengan tangannya.

Mata Maya terlihat berkaca-kaca. Maya berusaha menahan isakannya dengan menutupi bibirnya dengan kedua tangannya.

Dan aku akan membuatnya menangis lagi...

Batin Masumi dengan pilu.

Akhirnya air mata Maya kembali menetes.

“Pak Masumi...” gumam Maya, lirih.

Aku sudah melakukannya lagi...

Pikir Masumi, menatap sendu wajah Maya.

Tapi Masumi tidak bisa membohongi perasaannya sendiri. Dadanya berdebar-debar bahagia. Bisa melihat Maya dengan begini dekat, hanya beberapa meter di hadapannya. Gadis itu menengadah, Masumi bisa melihat wajahnya dengan jelas. Dan mata beningnya, menatapnya.

Perasaannya tidak bisa digambarkan, saat gadis itu hanya memandangnya, memperhatikannya.

Mungkin jika di dalam komik, ini saatnya panel dengan gambar bunga-bunga bermekaran menjadi latarnya. Atau saatnya musik pengiring yang terdengar menyentuh dan membahagiakan dimainkan dalam sebuah adegan film, atau saatnya frame dengan efek visual blur dan berembun yang dramatis dalam sebuah film kartun. Apa pun itu, Maya yang menangis di hadapannya dengan sapu lidi yang tergeletak di bawahnya, dan bocah botak yang kepalanya memantulkan sinar matahari di sebelahnya, terlihat sangat indah di mata Direktur Daito tersebut.

“Halo, Maya...” sapa Masumi pelan. “Apa kabarmu?”

“Kak Maya kenapa menangis?!” tanya salah satu bocah yang masih memegangi Masumi.

Eh?!

Maya tertegun. Dia tidak sadar sudah menangis.

“Jangan-jangan ini Si Orang Menyebalkan itu ya?!!” Momo teringat.

“Eh?! Benarkah?!” Bocah yang rambutnya dikuncir di atas berseru, suaranya sangat keras dan kuat.

Kelima pasang mata bocah cilik itu langsung beralih memandang Masumi, melotot.

Eh?!

Masumi terlihat heran.

“Dasar kecoa!!” Kata anak perempuan yang satunya.

“Hah?!” Masumi sangat terkejut.

Maya cepat-cepat menghapus air matanya dan menahan tawanya.

“Bukan! Bukan! Aku tidak menangis! Mataku kelilipan,” ujar Maya sambil berusaha tersenyum lebar.

“Apa kabar Pak Masumi?” Maya tersenyum, menghampiri Masumi.

Debaran jantung keduanya terus meningkat seiring semakin dekatnya langkah kaki Maya kepada Masumi.

Bocah-bocah itu hanya memperhatikan.

“Kak Maya ini siapa?” tanya Yuka yang memegangi salah satu tangan Masumi.

“Kenapa kau tadi mengendap-endap?” tanya bocah laki-laki bernama Toma yang rambutnya seperti landak dan suaranya serak.

“Sudah, sudah,” kata Maya, “ini temanku dari Tokyo, Pak Masumi. Aku yakin dia ke sini bukan mau mencuri,” Maya terkikik kecil.

Masumi sangat senang mendengarnya. Sepertinya Maya memang sudah semakin pandai menguasai perasaannya.

“Benar kau ke sini bukan mau mencuri?!” interogasi Ikki.

“Benar. Aku bersumpah aku bukan mau mencuri. Hanya ingin melihat-lihat saja,” kata Masumi, mengikuti permainan mereka.

Ikki memandangnya tajam.

“Sudah kawan-kawan!! Kita ikuti perintah Kak Maya. Lepaskan dia!!” perintah Ikki.

“Hoooooo!!!!!” seru anak-anak lainnya sambil mengepalkan tinju ke udara dan mulai melepaskan pegangannya dari Masumi.

Masumi terlihat tersenyum lebar melihat tingkah mereka.

“Kak Maya!!! Ayo bercerita dan bermain lagi!” pinta Kou, anak yang rambutnya dikuncir itu.

“Iya, kak Maya ayo! Ayo!!” Pinta yang lainnya sambil mulai menarik-narik pakaian Maya.

“Ah, itu...” Maya terlihat sedikit bingung, lantas memandangi Masumi yang hanya mengamatinya.

“Kalian main duluan ya, kakak mau bicara dulu sebentar sama Pak Masumi,” terang Maya.

“Yaaaaahhh~~!!!” seru anak-anak itu kecewa.

Maya membujuknya sekali lagi dan akhirnya anak-anak itu setuju untuk bermain terlebih dahulu.

Maya dan Masumi sebentar saling memandang, kemudian saling tidak memandang, kemudian saling memandang lagi.

“Aku tidak mengira, bisa bertemu Anda di sini...” kata Maya akhirnya setelah meraih sapu yang sempat dijatuhkannya tadi,

Berkat anak-anak itu, Maya jadi bisa lebih menguasai perasaannya.

“Aku juga, tidak mengira bisa menemukanmu di sini,” kata Masumi, lembut.

Maya merasakan dadanya berdebar-debar. Dia sungguh tidak percaya. Ingin rasanya mengamati wajah Masumi lebih lama dan lebih cermat, meraba kulitnya untuk meyakinkan dirinya bahwa itu memang Masumi yang masih selalu dirindukannya.

“Ini, kuil apa?” tanya Masumi, mengalihkan pandangannya ke kuil di belakang Maya.

Maya membalikkan badannya.

“Mau berdoa, Pak Masumi?”

=//=

Maya menemani Masumi berdoa sambil menerangkan.

“Ini adalah kuil untuk menyembah dewi kesuburan. Masyarakat di sini kebanyakan bertani, karena itu mereka meminta dilimpahkan panen yang banyak,” terang Maya saat Masumi mencuci tangannya dan mulai masuk ke dalam kuil.

“Oh begitu...” Masumi mendengarkan sambil mengamati isi kuil.

Sebelumnya dia sibuk mengamati Maya jadi tidak pernah benar-benar memperhatikan kuil tersebut.

“Selain itu, mereka yang datang kemari juga mengharapkan perkawinannya bisa langgeng. Pasangan yang belum memiliki keturunan minta segera dikaruniai anak, dan mereka yang berbisnis minta diberikan kemakmuran,” terang Maya saat keduanya sudah sampai di hadapan sebuah patung.

Seorang pendeta membakar dupa, melakukan ritual penyucian pada Maya dan Masumi dengan menyelubungkan asap dupa kepada keduanya. Dupa itu ditancapkan.

Maya dan Masumi menepuk tangannya beberapa kali dan mulai berdoa dengan tangan tertangkup di depan dada dan menutup matanya serta menundukkan kepalanya.

Setelah selesai berdoa keduanya saling memandang kepada satu sama lain.

Maya...

Pak Masumi...

“Ayo, kutemani berkeliling, Pak Masumi,” ajak Maya.

Masumi mengangguk.

Maya mengajak Masumi berkeliling sebentar, dia menerangkan beberapa bangunan yang ada di sana. Ada ruang perpustakaan, gudang, rumah tinggal dan istirahat para pendeta.

Maya melambaikan tangannya kepada anak-anak yang sedang bermain dan memanggilnya.

Maya lalu duduk di atas sebuah kursi dari batu.

“Kau terlihat senang di sini,” kata Masumi.

“Senang sekali,” kata Maya.

Masumi mengambil tempat di sebelahnya.

Saat Masumi duduk, tidak sengaja tangannya menumpuk di atas telapak tangan Maya, menggenggamnya.

Keduanya terkejut, Maya malah sampai terperanjat, bahunya bergerak naik dengan spontan. Badan keduanya menjadi kaku.

Dan Masumi tidak kunjung melepaskan tangannya.

Maya merasa genggaman tangan tak sengaja itu malah semakin erat.

Masih tidak ada yang bicara dari keduanya.

Maya tahu dia tidak akan bisa menahan emosinya jika keadaan terus seperti ini lebih lama lagi. Akhirnya gadis itu menarik paksa tangannya.

Maya...

Masumi merasa sendu.

“Kenapa Anda bisa ada di sini, Pak Masumi?” tanya Maya tanpa menoleh kepada pria itu. “Apa kau... mencariku?” tanya Maya, tidak yakin.

“Benar,” jawab Masumi, suaranya terdengar tenang.

Maya merasakan jantungnya berdebar semakin kuat.

“Kenapa Anda mencariku?” Maya akhirnya menoleh kepada Masumi.

“Itu, karena aku...” Masumi menghela nafasnya. “Aku mengkhawatirkanmu,” terangnya. “Pementasan Bidadari Merah sebentar lagi dan belum ada yang mendengar kabarmu, karena itulah aku mencarimu.”

Pementasan Bidadari Merah...

Maya menunduk, tersenyum masam.

Seharusnya aku sudah tahu, dia datang demi pementasan itu...

Batin Maya.

“Pementasan itu... pasti sangat berarti bagimu, ya, Pak Masumi...” gumam Maya. “Sampai Anda jauh-jauh datang ke sini mencariku,” kata Maya, terdengar sendu.

Eh?!

Masumi tertegun. Entah kenapa kata-kata gadis itu terdengar seperti sangat sedih.

Masumi baru saja hendak mengatakan bahwa bukan hanya itu alasannya sebelum Maya memotong dan kembali bertanya.

“Bagaimana Anda bisa tahu aku ada di sini?” tanyanya, penasaran.

“Eh? Aku tidak tahu,” jawab Masumi jujur.

Alis Maya bertaut.

“Lalu bagaimana Anda bisa sampai di sini?” tanyanya kemudian.

“Hanya kebetulan. Aku tahu jurusan kereta api yang kau naiki, dan aku tahu kau pasti naik sampai stasiun terakhir,” tutur Masumi.

Maya bisa merasakan wajahnya menghangat.

“Untung baru satu daerah yang kukunjungi sebelum daerah ini. Kebetulan ban mobilku pecah di jalan utama sana sebelum masuk ke desa ini, dan kebetulan saat itu,” Masumi terdiam sebentar. Ah, perasaan cemburu itu kenapa selalu bisa menggodanya. “Saat itu Pak Hiraga lewat dan mengantarkanku ke penginapan Lotus,” terang Masumi. “Dan aku tidak mengira kalau kau ternyata sangat terkenal. Saat aku menyebutkan ciri-cirimu kepada Tamaki, seorang nakai* di penginapanku, dan ternyata dia mengenalimu,” Masumi tersenyum. “Aku sungguh tidak mengira. Semuanya kebetulan yang sangat menyenangkan.” Masumi tertawa kecil.

*) nakai adalah pelayan wanita di sebuah ryokan (penginapan tradisional jepang.

Maya tersenyum.

“Di dunia ini tidak ada yang namanya kebetulan, Pak Masumi, yang ada adalah takdir. Semua berjalan sesuai takdirnya. Pohon yang tumbuh ke atas bukanlah kebetulan, dua orang bisa bertemu dalam satu tempat juga bukan kebetulan, semuanya saling berkaitan, sudah ditentukan. Ban mobil Anda pecah di tempat itu, bertemu Pak Hiraga, pergi ke penginapan Lotus lalu bertemu Tamaki dan orang-orang di sana—“

“Menemukanmu,” kata Masumi. “Itu takdir?” tanyanya.

Maya tertegun, terdiam, lalu mengangguk.

“Saat tanganku menggenggam tanganmu tadi, itu kebetulan atau takdir?” tanya Masumi.

Maya bisa merasakan dia semakin gugup, entah kenapa. Dari tadi dia tidak sanggup memandang Masumi.

“Tergantung. Mungkin takdir, mungkin Anda sengaja,” canda Maya.

Masumi tersenyum tipis.

Dia lebih senang menganggapnya pertanda. Mungkin, tangannya dan Maya bisa saling menggenggam satu sama lain sekali lagi. Mungkin.

Masumi sungguh berharap mereka memang ditakdirkan untuk bersama.

“Pak Masumi,” panggil Maya, gadis itu mulai memberanikan diri memandangi wajah tampan di sampingnya.

“Iya?” Masumi menoleh, sedikit menunduk.

“A, aku...” Maya mencoba mengatasi perasaan gugupnya. “Selama ini sudah merepotkanmu. Selalu, dan selalu merepotkanmu.”

“Tidak Maya, aku sudah bilang, kau tidak pernah merepotkanku,” bantah Masumi.

Maya tersenyum.

Pria ini memang selalu baik hati kepadanya.

“Tapi aku tahu aku sudah merepotkanmu. Karena itu, selama aku di sini, aku mencoba belajar menjadi lebih dewasa, lebih kuat seperti yang pernah kukatakan,” terang Maya.

“Aku bisa melihatnya, sudah banyak perubahan darimu,” kata Masumi.

Maya jelas terlihat mulai dewasa. Cara berbicara dengan tenang, caranya mengendalikan perasaannya yang tidak lagi terlihat meledak-ledak. Perlahan-lahan, gadis itu sudah belajar menjadi seorang wanita. Dan dia semakin pandai, Masumi merasakannya.

“Aku senang,” gadis itu tersenyum riang. “Selain itu, aku juga sudah bertekad, akan menjadi aktris yang lebih profesional, yang bisa memisahkan antara perasaanku dan pekerjaanku. Yang bisa memisahkan antara masalahku dan tugasku sebagai seorang aktris,” terang Maya.

“Kau pasti bisa,” dukung Masumi.

Maya mengangguk.

“Aku melakukannya karena Anda, karena Anda yang menyadarkanku bahwa sebagai seorang aktris aku sudah banyak menyusahkan orang lain,” Maya lalu tertawa kecil. “Aku tidak sadar bahwa aku sudah bertindak egois,” imbuhnya.

“Pak Masumi, Anda... tidak perlu mengkhawatirkanku lagi. Aku akan memenuhi janjiku kepadamu. Aku akan menjadi Bidadari Merah yang luar biasa dan membuatmu terpesona. Aku akan memberikan keuntungan berkali lipat untukmu dan kau akan mengirimiku banyak sekali mawar ungu,” katanya dengan yakin.

Maya...

tasumi tidak lepas memandangi gadis mungil di sampingnya. Jika saja mereka tidak sedang berada di kuil, tidak ada anak-anak yang bermain di sana, mungkin Masumi sudah memeluk dan mencium gadis itu.

“Iya, berjuanglah yang terbaik untuk Bidadari Merah, Maya. Rekan-rekanmu sangat mempercayaimu. Aku juga sangat percaya kepadamu,” kata Masumi.
Maya menggigit bibir bawahnya tidak kentara, tersentuh.

“Kapan kau akan kembali ke Tokyo, Maya?” tanya Masumi.

“Eh? Uhm... lusa,” jawab Maya.

“Mau kuantar pulang?” tanya Masumi.

Maya memandanginya. Gadis itu tersenyum tipis lalu menggeleng.

“Kenapa?” tanya Masumi lemah, walaupun dia sudah tahu jawabannya.

“Aku, sedang ingin sendirian sekarang,” jawab Maya.

Walaupun dia sangat ingin bisa bersama Masumi, dengan keadaan mereka sekarang, Maya benar-benar berpikir yang terbaik adalah jika mereka tetap seperti sekarang atau perasaannya akan jadi kacau lagi.

Masumi bisa merasakan rasa kecewa yang melukai hatinya.

“Aku mengerti,” kata pria itu. “Maaf Maya, aku sungguh tidak bermaksud mengganggumu. Aku, hanya khawatir dan aku tidak berniat menampakkan diriku di hadapanmu, awalnya.” Masumi mengaku.

Eh?

Maya tertegun.

“Kapan Anda sampai di sini?” tanya Maya.

“Kemarin,” jawab Masumi. “Mobilku sedang di bengkel tapi sepertinya sudah selesai dan sore ini aku kembali ke Tokyo,” terangnya. “Aku sudah berhasil menemukanmu dan kurasa sudah saatnya aku kembali ke Tokyo,” cara bicara Masumi tiba-tiba terdengar mengambang, sedikit tidak rela memikirkan untuk meninggalkan Maya.

“Aku tidak percaya,” Maya terdengar mendengus kesal. “Anda jauh-jauh datang dari Tokyo, mencariku tanpa petunjuk, dan setelah berhasil menemukanku Anda berpikir untuk pergi lagi tanpa menemuiku?” tanya Maya, gadis itu mulai gusar. Kesal, tepatnya.

Masumi tertegun.

“Tujuanku untuk melihat keadaanmu, dan aku sudah melihatnya. Aku lega kau baik-baik saja,” terang Masumi. “Aku tahu kau sedang berusaha menenangkan perasaan dan pikiranmu. Aku mengerti. Karena itu aku tidak mau mengganggumu. Asal aku sudah tahu kau baik-baik saja, sudah cukup bagiku.”

Maya mendelik ke arahnya, terlihat kesal dan sepertinya menahan kemarahannya.

Masumi mengamatinya, sedikit terkejut.

“Maya, apa ada yang salah?” tanya Masumi.

“Kau yang salah!” sambar Maya kemudian.

Masumi tercengang.

“Sebentar datang! Sebentar pergi! Sebentar memintaku mencintaimu sebentar memintaku menjauhimu!” Mata gadis itu berkaca-kaca.

Maya sungguh tidak mengerti dengan apa yang ada di kepala Masumi. Kenapa pria itu harus membuat segalanya menjadi rumit.

“A, aku...”

Maya beranjak dari duduknya, berjalan dengan cepat menjauhi Masumi.

“Maya tunggu!!” Kejar Masumi.

Keduanya menuruni tangga menjauh dari kuil.

“Maya, tunggu!!” Masumi menahan pergelangannya.

“Kau mau kemana?” tanya Masumi lagi saat Maya menoleh kepadanya.

“Aku tidak mau bertengkar di kuil. Aku juga tidak mau anak-anak itu atau pengunjung mendengar kita bertengkar,” terang Maya.

“Kita mau bertengkar?” Masumi terkejut.

“Kita bukannya mau bertengkar!” Maya menarik tangannya. “Kita sudah bertengkar!!!” gadis itu kembali berbalik dan berjalan dengan cepat.

“Maya!!” Kejar Masumi.

Maya masuk ke sebuah taman desa dan Masumi masih menyusulnya.

“Kenapa kau begitu marah?” pria itu terlihat tidak mengerti.

Maya menghembuskan nafasnya kasar mendengar pertanyaan Masumi.

“Kau tidak tahu ya, apa yang sudah kau lakukan kepadaku?!” hardik Maya. “Kau bilang kau tidak mau menemuiku, dan kau tidak mau menggangguku!” gadis itu memasung tatapannya kepada Masumi.

“Lantas APA yang sedang kau lakukan DI SINI?!!” Serunya, emosional.

“Aku mengkhawatirkanmu!! Bukankah sudah kukatakan?” Masumi meninggikan nada suaranya.

 “Lantas kenapa kau tidak ingin menemuiku?” tanya Maya, tajam.

“Karena aku tahu akan seperti ini!” tekan Masumi. “Karena aku tahu, kau pasti menangis lagi jika bertemu denganku. Aku tahu aku sudah sangat menyakiti hatimu. Aku tidak ingin, keberadaanku mengganggumu. Aku sungguh tidak bermaksud membuatmu menjadi seperti...” Masumi mengamati Maya dengan kalut, “Ini!!” serunya, merujuk pada keadaan Maya yang mulai kembali terlihat kacau.

“Tapi kau seharusnya tidak perlu memikirkan hal itu!! Kalau mau menemuiku, temui saja! Mengganggu atau tidak mengganggu biar aku yang memutuskan!” Seru Maya. “Kalau aku mau menangis atau tidak menangis, itu juga urusanku!!”

Masumi tercengang.

“Maya, kau kenapa?!” Masumi tidak mengira Maya tiba-tiba terlihat begitu emosional.

Buk!!

Maya memukul dada Masumi dengan telapaknya, mendorong.

“Kau ada atau tidak ada juga sudah membuat perasaanku terombang-ambing!! Bayanganmu selalu saja terngiang-ngiang di kepalaku!! Sangat mengganggu!! Aku kesal sekali!” Maya mulai menangis. “Kau itu memang menyebalkan!! Penggangu! Apa kau memang hidup untuk menggangguku ya?!!”

Masumi menatapnya dengan risau.

“Maaf, Maya, maaf...” ujar pria itu. “Aku tidak bermaksud membuatmu gusar seperti ini,” Masumi mendekat.

“Jangan sentuh, Ah!!” tolak Maya saat Masumi memegangi tangannya.

Masumi bergeming. Dia tidak ingin membuat Maya semakin marah. Dia berusaha memahaminya.

“Aku mengerti, Maya. Aku tidak akan mengganggumu lagi,” kata Masumi kemudian.

Maya mengangkat pandangannya, menatap.

“Sampai kapan?” tanya Maya.

“Eh?” Masumi tertegun.

“Sampai kapan Anda berencana tidak menggangguku?” Mata yang berlinangan air mata itu menatap Masumi.

“Aku...” Masumi tidak tahu apa yang harus dikatakannya.

“Aku selalu berusaha menjadi lebih dewasa, menjadi wanita dewasa. Tapi Anda yang selalu menganggapku seperti anak kecil! Selalu memutuskan segalanya sendiri. Membuatku kebingungan. Mencintai atau tidak mencintaiku? Menginginkan atau tidak menginginkanku? Sebenarnya apa yang ada dalam kepalamu Pak Masumi? Kalau tidak ingin menemuiku, jangan ke sini! Aku baru saja hendak melupakanmu! Dan kau tiba-tiba saja muncul! Lalu berkata, ‘aku tidak berencana menemuimu’, Uughh!!! Menyebalkan! Pergi sana!!” Seru Maya.

“Maya,” Masumi terlihat kalut. “Sebenarnya kau kenapa? Apa masalahmu?”

“Kau!” Maya menunjuk dada pria itu berkali-kali dengan telunjuknya. “Kau masalahnya!!” Serunya sambil menatap nanar.

“Aku?” Masumi terlihat bingung.

“Iya, kau! Kau selalu saja membuatku bingung Pak Masumi. Apa yang kau inginkan, kau pikirkan, aku tidak mengerti! Berhentilah mengikutiku dan mengawasiku kalau kau tidak peduli kepadaku. Berhentilah menampakkan dirimu di hadapanku lalu mengatakan kau tidak ingin menemuiku! Berhentilah berbuat baik padaku lalu kau memintaku melupakanmu!”

“Aku khawatir kepadamu, apa aku salah?!” Seru Masumi kemudian.

“Salah!! Salah!! Sangat salah!!” bentak Maya. “Kau tahu, Pak Masumi?!! Aku sudah dewasa sekarang! Sudah tidak perlu lagi kau awasi dan khawatirkan,” desis Maya. “Pulanglah!!”

Masumi menelan ludahnya, berat.

“Begitu,” katanya pahit. “Kau sudah tidak membutuhkanku,” kata pria itu dingin. “Aku mengerti.”

Maya tertegun. Bukan itu maksud perkataannya, tapi Maya enggan mengoreksi.

“Pulanglah,” ulang Maya, lebih perlahan. “Bukankah kau juga tidak bermaksud menemuiku?” tanyanya lebih perlahan.

“Aku memang sudah mau pulang,” ujar Masumi. “Maaf jika keberadaanku mengganggumu,” desisnya.

Maya mengeratkan rahangnya.

Kenapa jadi begini...

Batinnya. Bukan ini maksudnya.

Pak Masumi...

“Oya, sebelum aku lupa,” ujar Masumi dingin.”Ini handphonemu. Hijiri berhasil menemukannya.” Masumi mengeluarkan sesuatu dari saku celana panjangnya dan mengulurkannya kepada Maya yang tertunduk di hadapannya.

Maya meraihnya. Handphone lamanya.

“Sebaiknya kau nyalakan handphone-mu, teman-temanmu mengkhawatirkanmu,” terang Masumi, masih dengan wajah kakunya.

Maya hanya menunduk di hadapan pria itu sambil menahan isakannya.

Masumi lalu pergi, melewati Maya.

“Egois!!” ujar Maya kemudian, tajam.

Masumi tertegun, langkahnya berhenti. Pria itu memutar kembali badannya. Demikian juga Maya, membalikkan badannya menghadap Masumi.

“Laki-laki egois!!” Ulang Maya. “Datang dan pergi sesuka hati. Sama sekali tidak memikirkan perasaanku.”

“Gadis cengeng!!” Kata Masumi kemudian.

“Dasar Orang tua!!”

“Anak kecil!”

“Kecoa!!”

“Keras kepala!!”

“Aku benci kau yang selalu menyembunyikan masalah dariku!”

“Oya? Dan aku benci kau yang selalu merasa risau dan tidak percaya diri!”

“Aku benci kau yang selalu mengkhawatirkanku dan tidak pernah membagi masalahmu denganku!”

“Itu karena kau selalu merasa risau dan selalu merasa sudah menyusahkanku! Bagaimana bisa aku bercerita kalau aku tahu kau akan merasa bersalah untuk sesuatu yang tidak kau lakukan?”

“Dan bagaimana aku bisa dewasa kalau kau selalu menyembunyikan masalah dan mengatasi semuanya untukku?”

“Diamlah, Maya Kitajima!!”

“Tutup mulutmu, Masumi Hayami!”

“Jangan kurang ajar! Aku jauh lebih tua darimu!”

“Oh! Tapi kenapa perilakumu lebih kekanakan dariku?!”

“Karena aku menghadapi anak kecil!!”

“Aku, bukan, anak, kecil!!!”

“Kau, anak, kecil!!”

“Ugh!!” Maya membuang wajahnya, dia lalu mendelik kepada Masumi. “Lantas siapa yang bukan anak kecil? Nona Sakamoto? Oh, salah, Aichan?!”

“Dan siapa yang bukan orang tua? Sakurakoji?? Oh, salah, Ish-shin? Atau Hiraga?”

“Melantur!!”

“Wajahmu yang terlihat gembira saat bersama mereka tidak mengatakan aku melantur!”

“Dasar mau menang sendiri!!”

“Kau suka seenaknya saja!”

“Menyebalkan!!!” Maya mengeratkan kepalan tangannya, menyesal tidak membawa sapu lidinya.

“Aku memang menyebalkan!! Dari dulu kau sudah tahu aku menyebalkan!” kata Masumi.

“Untung aku segera menyadarinya.”

“Iya,” ujar Masumi, dingin. “Kau beruntung!” Pria itu kembali berbalik dan pergi dengan kesal.

“Uukkhhh~” Maya terlihat tidak kalah kesal. “Bagus sekali! Datang jauh-jauh dari Tokyo untuk membuatku kesal!”

“Kau jangan khawatir!” Seru Masumi, “aku tidak akan mengganggumu lagi selama yang kau mau!!”

Menyebalkaaannn!!!

Pikir Maya. Tapi tatapannya tidak lama kemudian terlihat sedih, menatap punggung Masumi.

=//=

Masumi dengan kesal kembali ke penginapannya, membereskan barangnya.

Kenapa aku jadi bertengkar dengannya?!

Pikir Masumi.

Gadis itu jelas sudah tidak membutuhkanku dan melupakanku!

Pikirnya kesal.

Masumi berjalan menyusuri jalanan desa saat menuju halte bus. Dia sempat melihat atap kuil tempat Maya berada. Dipandanginya dengan sendu.

Perasaannya gelisah.

Bukan seperti ini dia ingin meninggalkan Maya-nya. Dia tidak bermaksud membuatnya menangis, apalagi bertengkar dengannya.

Sekarang perasaannya jadi gelisah dan tidak tenang.

Hujan mulai turun dan semakin deras saat Masumi sudah berada di dalam bus. Dipandanginya langit yang kelam, sekelam hatinya kini.

Ah.... Maya...

Desahnya dalam hati.

Bagaimana keadaan gadis itu sekarang?

Kalau saja Maya sampai kacau lagi gara-gara hal tadi. Itu salahnya. Sudah pasti.

=//=

Masumi membanting tasnya ke jok belakang mobil, lalu duduk di depan kemudi dan menyalakannya.

Bimbang.

Haruskah dia kembali ke Tokyo dengan perasaan seperti ini? Bukan maksudnya berteriak dan bertengkar dengan Maya seperti tadi.

Maya...

Masumi mengemudikan mobilnya. Kembali ke desa tadi, sementara hujan sudah turun semakin deras disertai angin kencang dan guntur.

Akan ada badai...

Pikir Masumi sementara memandangi tetesan hujan yang menumbuk kasar kaca mobilnya.

Saat Masumi tiba kembali di desa itu, keadaan gelap gulita karena mati lampu. Hanya beberapa tempat yang menyala dengan menggunakan generator dan badai sudah mulai menyerang.

“Permisiii~!!!” seru Masumi di pintu penginapan Maya. Suaranya bersaing dengan suara badai di luar dan angin yang berhembus teramat kencang.

“Selamat sore Tuan,” sambut seorang nakai. “Silahkan masuk, Tuan, di luar cuaca sedang sangat buruk.”

“Dimana kamar Maya Kitajima?” tanya Masumi kepada gadis muda yang rambutnya disanggul itu saat dia sudah berada di dalam.

“Maya? Anda saudaranya?” tanya Nakai itu sambil menutup pintu penginapan.

“Benar, aku ingin menemuinya,” terang Masumi.

“Maya belum kembali dari kuil. Biasanya dia pulang cepat. Mungkin terjebak di kuil,” terangnya.

Maya....?!

Rasa khawatir menghinggapi perasaan Masumi semakin kuat.

“Baiklah, aku permisi,” kata Masumi, hendak kembali keluar.

“Tuan, tunggulah di sini, di luar sedang hujan sangat deras dan mungkin akan ada angin topan.” Nakai itu terlihat khawatir.

“Tidak, aku harus mencarinya,” Masumi dengan cepat keluar dari penginapan Maya dan tidak menghiraukan peringatan nakai tersebut.

=//=

Masumi menembus badai menuju kuil tempat Maya berada. Kuil itu sudah tutup. Kosong. Tidak ada siapa pun di sana.

Masumi mengitari kuil sementara merapatkan mantel dengan kedua tangannya. Dia mengetuk tempat para penjaga kuil yang sudah Maya tunjukan sebelumnya. Seorang Miko* keluar, terkejut melihat Masumi yang terlihat basah kuyup.

*) Miko adalah penjaga kuil Shinto wanita yang membantu pendeta. Kalau yang suka Sailormoon, miko itu kaya Rei Hino (sailor mars)

“Ada apa Tuan? Apa Anda perlu bantuan?” tanyanya penuh perhatian dan terlihat khawatir.

“Saya mencari Maya Kitajima. Apakah dia masih berada di sini?” tanya Masumi.

“Maya?” Miko tersebut tertegun. “Maya sudah pamit sebelum kuil ditutup, sekitar satu jam yang lalu,” terangnya. “Anda bisa mencari di penginapannya. Sekarang masuklah dulu, Tuan. Tunggulah cuaca lebih baik,” saran Miko tersebut.

Masumi tertegun.

Sudah kembali, sejak satu jam yang lalu?! Tapi dia tidak berada di penginapannya...

Masumi mulai merasa semakin panik.

“Baiklah, terima kasih, saya permisi,” pamit Masumi.

“Tuan! Apa tidak sebaiknya Anda berteduh dulu?” tawar Miko yang sepertinya mempertanyakan logika Masumi karena berkeliaran di tengah badai seperti ini.

“Tidak perlu, terima kasih, saya berteduh sebentar di luar kuil saja, saya membawa kendaraan di luar,” terang Masumi.

Dia tidak memberi tahu mengenai kekhawatirannya mengenai Maya, karena dia takut membuat kehebohan yang tidak diperlukan di tengah keadaan cuaca yang tidak bagus ini. Belum lagi lampu yang mati membuat desa itu terlihat gulita.

“Dimana dia...” gumam Masumi penuh kecemasan sambil mengitari wilayah sekeliling kuil dengan matanya.

Apakah dia pergi ke suatu tempat? Tapi kemana? Yang kutahu Maya hanya tinggal di kuil dan penginapan. Lagipula cuaca begini buruk...

Hyuuuuuung~~!!!

Angin yang sangat kencang kembali berhembus.

Maya kau dimana...

Masumi mengeluarkan handphonenya, menghubungi nomor Maya. Handphonenya masih tidak menyala.

Dia kemudian teringat, bahwa dia sudah memberikan handphone Maya yang lama. Dicoba dihubunginya handphone itu, tidak tersambung. Masumi mencoba berkali-kali sampai kemudian terhubung.

Maya...!!

Harapnya. Memohon dalam hati Maya menjawab panggilannya. Tapi tetap tidak ada yang mengangkat. Perasaan Masumi sama sekali tidak tenang.

Dia kemudian mulai melacak gps handphone Maya. Setidaknya dia tahu handphonenya menyala sehingga bisa dicalak keberadaannya.

Setelah beberapa saat, muncul tampilan dua dimensi bergambar peta satelit lokasi setempat dan dua buah titik. Handphonenya, dan handphone Maya.

Maya...?

Masumi sangat terkejut. Maya ada di dalam hutan, di suatu tempat. Dan titik itu tidak bergerak. Ada keterangan handphone Maya tidak bisa dilacak dalam waktu aktual. Gps itu menunjukkan keberadaan Maya 10 menit yang lalu.

Maya..??!!!

Pria itu terjegil. Matanya membulat gusar. Masumi dengan cepat berlari ke arah hutan, masuk ke dalam.

Hawanya terasa sangat dingin. Air hujan yang sangat deras dan angin kencang serasa menampar-nampar wajahnya. Tapi Masumi tidak peduli. Dia terus masuk ke dalam hutan berlari secepat yang dia mampu.

=//=

Maya merasakan seluruh tubuhnya mulai mati rasa.

Maya tidak tahu lagi dia ada di mana dan kenapa dia ada di sini. Tidak tahu lagi kemana kakinya melangkah. Semuanya mulai terasa berat baginya dan begitu melelahkan.

[Setelah bertengkar dengan Masumi, masih memasang wajah kesal Maya kembali ke kuil. Dia tidak mengira pertemuannya dengan Masumi yang terjadi tiba-tiba dan di luar dugaan malah berakhir dengan pertikaian.

Untunglah masih ada anak-anak itu yang menghiburnya. Maya kemudian bermain petak umpet dengan mereka sampai hari terlihat mulai gelap dan anak-anak itu satu persatu pulang dan dijemput.

Melihat cuaca yang semakin gelap, Maya lantas berniat untuk pulang dan berpamitan kepada Miko.

Setelah mengenakan kembali sepatunya, Maya yang berniat mengeluarkan jaketnya, terkejut saat angin menerbangkan sesuatu dari tasnya saat dia menarik jaketnya.

Fotoku dan Pak Masumi!!!

Angin yang berhembus sangat kencang, membuat foto Maya dan Masumi saat bersama lumba-lumba di Hakkeijima terbawa terbang. Terburu-buru Maya mengejarnya tanpa pikir panjang.

Foto itu sangat berarti baginya. Pengobat hatinya kapanpun dia merindukan kekasihnya tersebut.

Angin kencang membuat foto itu terbang ke dalam hutan dan Maya terus mengejarnya. Bahkan dia tidak menghiraukan hujan yang langsung turun sangat deras.

Saat Maya akhirnya mendapatkan foto itu kembali, dia baru menyadari. Dia tidak tahu pasti berada di mana. Sudah sejauh apa dia masuk ke hutan dan bagaimana caranya kembali ke luar. Matanya juga tidak mampu melihat dengan baik karena cuaca tersebut, akibatnya Maya semakin tidak berarah.

Hujan terus mengguyur dengan deras dan mulai disertai angin ribut yang sangat kencang.

Kilat menyambar dan guntur terdengar sangat memekakkan telinga. Maya berusaha berlindung dari hujan tapi percuma. Badannya segera menggigil kedinginan. Belakangan dia tidak makan dengan baik, hal itu menyebabkan suhu tubuhnya turun dengan cepat dengan keadaannya sekarang. Lama-kelamaan tubuhnya gemetar semakin hebat dan dia semakin bingung dengan keadaan sekitarnya.

Sekali-kali Maya terdiam mengistirahatkan tubuhnya yang menggigil. Tapi Maya malah merasa semakin dingin, akhirnya dia tetap memaksakan diri berjalan.

Pak Masumi...!!

Panggilnya. Hati dan kepalanya tidak henti memikirkan sosoknya.

Sekarang seluruh tubuhnya mulai terasa mati rasa dan gemetar hebat. Dia tidak bisa lagi menapak dengan seimbang. Beberapa kali dia tersandung dan sangat sulit untuk bangun.

Kemudian perasaannya semakin lelah dan letih.

Pak Masumi!!!

Tiba-tiba mata gadis itu menangkap sosok pria pujaannya itu.

Tersenyum lebar sambil merentangkan tangannya, hendak memeluknya.

Maya berusaha keras mendekatinya, tapi jarak di antara mereka tidak juga berkurang.

Maya berusaha memanggil tapi suaranya sangat lemah.

Maya tidak sadar bahwa itu hanyalah halusinasi dari kesadarannya yang mulai berkurang akibat hipotermia. Dia terus-menerus mencoba mengejar bayangan kekasihnya tersebut tanpa menghiraukan tubuhnya yang sudah di ambang ketahanannya.

=//=

Nafas Masumi memburu dengan dada yang terlihat bergerak cepat memompa keluar masuk udara. Celananya sobek di bagian tulang kering, tersangkut sesuatu dia tidak tahu apa.

Matanya mengitari sekeliling dengan panik. Dia tidak tahu harus kemana.
Banyak sekali ketidaktahuan menyelubunginya.

Sebelumnya dia mengikuti gps, tapi semakin lama sinyalnya semakin menghilang dan dia benar-benar hilang arah sekarang.

“MAYAAAAAAAA!!!!” Panggilnya, menggelegar, berusaha bersaing dengan suara alam. “MAYAAAAAA!!!!” Masumi berkali-kali menyeru.

Jantungnya berdebar sangat cepat, benar-benar panik dan serasa akan kehilangan akalnya. Dia tidak dapat membayangkan jika gadis itu sungguh berada di hutan ini, entah bagaimana keadaannya.

Dia sudah berada di tempat gps memperlihatkan sinyal handphone Maya tertangkap terakhir kali. Tapi keberadaan gadis itu sama sekali tidak terlihat di sana.

CTAAAAAAAAARR!!!!

Sekali-kali petir menerangi keadaan sekelilingnya sebelum kemudian keadaan gelap kembali.

“MAYAAAAAAAAAAAAA!!!!” Pria perokok berat itu sekali lagi mengerahkan kemampuan paru-parunya semaksimal mungkin untuk memanggil kekasihnya.

Aku harus kemana...

Pepohonan berayun kencang, suara daunnya bergesekan mengkhawatirkan, membuat rasa gusar semakin meningkat di benak Masumi.

Kecemasan melukis wajah pria itu semakin kentara. Kalut, bingung. Tapi bukan putus asa.

Aku akan menemukannya. Aku pasti menemukannya. Selama ini aku selalu berhasil menemukannya kemana pun dia pergi. Begitu juga sekarang!!!

Pria itu bertekad, berusaha keras memotivasi dirinya dan membuang jauh-jauh frustrasinya. Masumi kembali berlari menerobos hutan, dibiarkannya kakinya melangkah menuju jalan yang diyakininya.

Aku akan menemukanmu, Maya. Kau tidak akan pernah bisa lari dariku...!

=//=

Nafas Maya terasa semakin berat.

Pak Masumi...

Keluhnya dalam hati pada bayangan yang tidak bisa juga digapainya itu. Caranya berjalan semakin lambat dengan dua tangan bersilang di dadanya. Rambut Maya berantakan, pasrah pada angin yang meniupnya kesana kemari.

Lelah...

Batinnya.

Duk!!

Kaki gadis itu tersandung sesuatu.

Maya tidak kuasa mempertahankan keseimbangan tubuhnya yang sudah kehilangan koordinasinya dengan baik.

Aku lelah... Pak Masumi... Sampai di sini... saja...

Pikirnya, saat tubuhnya oleng ke depan hendak terjerembab. Perlahan matanya mulai terpejam.

Bruk!!

“Maya!!!” Seru Masumi. Dia menahan pinggang gadis itu dan mencegahnya terjatuh.

Masumi sangat terkejut dengan keadaan gadis mungil itu.

Dingin sekali!!!

“Maya!!” Panggilnya.

Sulit sekali gadis itu merespon, dan matanya setengah terbuka.

Masumi memeluknya, lalu menggendongnya.

“Maya kau tidak apa-apa?!” tanyanya.

Gadis itu masih tidak merespons.

Tidak...!!

Pikir Masumi.

Dia tahu keadaan gadis itu parah.

Masumi pernah melakukan olah raga ski. Dia tahu benar apa yang terjadi pada gadis itu, karena dia pernah belajar mengenai keadaan darurat pada cuaca dingin.

Mayanya terkena hipotermia* dan sudah memasuki keadaan yang berbahaya.

*) Hipotermia: keadaan dimana suhu bagian tubuh inti di bawah normal, menyebabkan organ semakin lama bekerja semakin lamban dan tidak lagi bisa berfungsi, pada akhirnya menyebabkan kematian.

“Lelah... aku... ingin... tidur...” lirih Maya lambat-lambat.

“Tidak, tidak!! Kau tidak boleh tidur Maya!! Kau jangan tidur!! Maya, kau mendengarku?!!” Masumi terlihat panik. “Apa pun yang terjadi kau tidak boleh tidur, Maya!! Kau harus tetap sadar.”

Mata nanar Masumi bergegas mencari tempat berlindung. Tidak ada apa-apa hanya sebuah batu yang cukup besar untuk berlindung dan sebuah pohon di sampingnya.

Berusaha melindungi tubuh Maya sebisanya dari angin dan air, Masumi beranjak ke sana. Sebentar dia merasa tubuhnya oleng oleh angin.

Masumi segera menuju ke balik batu besar tersebut yang berhasil melindunginya sedikit dari angin, tapi tidak begitu berhasil dari air hujannya.

Dia duduk di atas akar pohon, memangku Maya dan bersandar di balik batu besar itu. Tetesan hujan masih mengenai keduanya.

“Maya~” panggil Masumi lagi.

Hatinya sangat sakit melihat keadaan Maya, dan ada bayangan yang sangat menghantuinya. Dia takut kehilangan gadis ini.

“Pak Masumi...” lirih gadis itu. Tapi matanya tidak menatap pada Masumi.

Dia tidak sadar...!

Pikir Masumi, panik.

Dia tidak pernah merasa begini tidak berdaya.

Ya Tuhan apa yang harus kulakukan?!!

Dia tidak bisa berbuat banyak. Tidak ada selimut untuk menghangatkan juga tidak ada tempat berlindung bagi mereka.

Rambut Masumi kuyup, demikian juga kakinya yang tidak terlindung mantel. Tapi mantel beratnya setidaknya cukup melindungi dia dan pakaiannya yang terasa lembab.

“Maya, Maya! Ini aku, Sayang! Kau mendengarku kan?!” Masumi bicara di hadapan wajah pucat Maya yang masih didekapnya.

Dirabanya pipi gadis itu yang terasa sangat dingin. Lalu dadanya. Masumi beryukur masih bisa merasakan debaran jantung gadis itu dan juga helaan nafasnya walaupun lemah.

Masumi lantas membuka ikat pinggang mantelnya sekaligus dengan jaket model jas yang dikenakannya, meninggalkan kemeja panjangnya saja melekat di tubuh atasnya. Masumi bisa merasakan dingin mulai mendekapnya lebih kuat.

Dingin sekali... sudah berapa lama Maya berada dalam keadaan seperti ini...

Batinnya.

Masumi segera menumpukkan mantel dan jaketnya menutupi tubuh Maya dari tetesan hujan yang masih bisa menghampiri kulit mereka.

Perlahan-lahan dibukanya pakaian Maya yang basah kuyup, lantas ditutupinya dengan jas, sedemikian rupa agar tubuhnya tertutup semua dan terlindung dari angin dan hujan. Dia menekan-nekan jas itu dengan lembut ke permukaan tubuh Maya untuk meniriskannya dari air hujan yang masih tersisa di tubuh Maya. Mantelnya sendiri di selubungkan sampai kepala gadis itu. Dia ingat bahwa menghangatkan kepala adalah hal yang penting untuk menghindari panas tubuh lebih cepat terbuang.

Perlahan-lahan Masumi mendekatkan tubuh Maya yang gemetar sangat hebat ke tubuhnya sendiri. Dia mendekatkan bibirnya ke telinga gadis itu.

“Maya...” bisik pria itu. “Aku tahu kau bisa mendengarku. Dengarkan aku, Maya...” mohonnya. “Bertahanlah Maya, kau harus kuat, aku akan mengeluarkan kita dari sini. Kau mendengarku, Maya?!” Suara Masumi terdengar getir, bergetar.

Sejenak tidak ada respons apapun dari Maya.

“Apa... itu... mati...” desah Maya yang masih gemetar hebat. “Kita hanya... kehilangan badan...” Maya mulai meracau “Cinta sejati... adalah ikatan jiwa...” Maya mengucapkan dialog Ishin.

Dug! Dug! Dug!

Jantung Masumi berdebam keras mendengar ucapan Maya.

“Maya...!” Desisnya di telinga Maya.

“Apapun... wujud Akoya... aku akan tetap mencintainya...” wajah Gadis itu terlihat damai. “Kematian... tidak akan... membuat cinta... berakhir...”

“Tidak...” desis Masumi, menyakitkan.

Masumi mengamati sesuatu yang digenggam oleh Maya dengan erat di dadanya di dalam jaketnya. Diambilnya perlahan dan dibukanya, coba dikenalinya apa itu, sedikit sulit dengan kegelapan di sekeliling mereka.

Fotonya dan Maya saat di Hakkeijima.

“Maya..!” pria itu tertunduk dalam dan matanya terpejam kuat sementara dia meremas foto itu. Getir. Dia merasakan bulir-bulir hangat menyusuri pipinya di antara rasa dingin yang mencekam keduanya.

Masumi mengeratkan rahangnya. Tidak. Dia tidak ingin menyerah. Belum cukup kebahagiaan yang direguknya bersama Maya. Walau hanya sebentar lagi saja, sebentar saja, dia ingin lebih lama bersama kekasihnya itu.

“Maya... Dengarkan aku, Sayang...” panggilnya lagi di telinga gadis itu. “Kita akan keluar dari sini, menuju tempat yang hangat dan nyaman,” Masumi menahan isakannya. “Aku hanya perlu kau tetap di sini, bersamaku. Bertahanlah Maya. Percayalah kepadaku sekali lagi. Dengarkan aku, Maya... tataplah aku...” pintanya.

“Maya... Aku sangat mencintaimu. Bertahanlah demi aku Sayang...” tenggorokan laki-laki itu tercekat. “Aku ingin melihat Bidadari merahmu,” mohonnya. “Ingin bisa terbangun dengan kau di sampingku,” pandangan Masumi semakin buram. “Ingin membagi kehidupanku denganmu,” Masumi membelai rambut kekasihnya perlahan, menciumi pipinya dengan sangat lembut. “Ingin ada kau dalam masa depanku... Maya... Kekasihku...” mohonnya.

Sejenak hanya suara alam yang sedang berkecamuk yang terdengar. Dan debaran jantung Masumi yang penuh rasa khawatir.

“Pak... Masumi...” panggil Maya, terdengar sangat lirih.

Masumi mengangkat wajahnya, keduanya bertatapan.

Ini benar... Pak Masumi...

Pikir Maya.

“Pak... Masumi...” hanya itu yang bisa dikatakannya.

“Maya!!” Seru Masumi, menyadari Maya sudah bisa mengenali dirinya. “Percayalah kepadaku, aku akan membawa kita keluar dari sini!” Janji Masumi.

Perlahan Maya tersenyum tipis dan mengedipkan matanya.

Masumi merogoh handphonenya. Masih tidak cukup sinyal untuk menangkap gambar satelit gps. Dia setidaknya harus sedikit ke pinggiran hutan, hingga cukup untuk memperoleh sinyalnya.

Disingsingkannya tangan kemejanya untuk melihat kompas di jam tangannya. Diingat-ingatnya posisi mobilnya, kuilnya dan hutan itu dari peta gps yang diingatnya.

Ke selatan...

Pikirnya.

Dia tidak tahu ada apa di selatan, yang pasti dia bisa mencapai pinggiran hutan dengan berjalan ke arah selatan sesuai kompas di jam tangannya. Itu yang diyakininya.

Yang pasti mereka harus segera keluar dari sini. Dia akan membawa Mayanya keluar dari sini. Dia tidak akan kehilangannya. Hati Masumi memohon.

“Aku akan membawamu keluar dari sini,” terang Masumi, suaranya bergetar karena perasaan emosional di dadanya dan karena dingin. “Yang harus kau lakukan adalah tetap tersadar. Mengerti Sayang? Jangan tertidur. Bertahanlah, percayalah kepadaku semuanya akan baik-baik saja...” Masumi menundukkan wajahnya, menekan secara perlahan bibirnya kepada bibir gadis itu.

“Iya... Pak... Masumi...” gumam Maya.

Perlahan-lahan dia mendekap gadis itu, dan dengan perlahan Masumi bangkit dari duduknya. Sangat hati-hati. Dia tidak ingin membahayakan kekasihnya.

Angin masih bertiup sangat kencang. Kadang hujan terhalang oleh pepohonan yang lebat, walaupun tidak begitu sukses menghalangi jatuhan airnya yang menetes berat dan kencang menghantam tubuh dua kekasih itu.

Masumi bisa merasakan gemetar Maya tidak sekeras sebelumnya. Dia tidak tahu apakah karena mantelnya berhasil memberinya sedikit kehangatan, yang berarti bagus. Atau otot-otot gadis mungil itu mulai putus asa berusaha menghangatkan tubuhnya, yang berarti keadaan Maya semakin parah.

“Maya...” Panggil Masumi, berusaha tetap membuat Maya tersadar.

“Hmm...” jawab Maya.

Masumi sangat lega gadis itu masih menyahutinya.

“Kenapa kau bisa berada di hutan?” tanya Masumi, masih dengan matanya mencari jalan keluar dan berusaha agar tidak terjerembab akar pohon atau apapun selama berada dalam kegelapan itu.

Masumi bisa merasakan dirinya sendiri mulai kedinginan dan kesulitan melihat. Air hujan yang menghantam wajahnya dan mengganggu penglihatannya tidak bisa dia singkirkan karena kedua tangannya memangku Maya.

Sejenak tidak ada jawaban dari Maya.

“Aku... tidak... tahu...” jawab Maya lemah. “Pak... Ma... sumi...” panggil Maya.

“Ya, Sayang?” sahut Masumi.

“Aku... lelah...” desah Maya. “Ingin tidur...”

“Jangan Maya, tunggu dulu...” sergah Masumi cepat.

Dia bisa merasakan tenggorokannya tercekik.

“Bertahan sebentar lagi. Kita akan segera keluar,” Masumi meyakinkan walaupun dia sungguh tidak tahu dimana dan kemana dia melangkah. “Jangan tidur di sini. Nanti di penginapan, di tempat yang hangat dan nyaman...” pinta Masumi, mengeratkan rahangnya

Bahkan dalam keadaan sadar tidak sadar dan tubuhnya tidak bisa merasa, Maya masih bisa merasakan dekapan kekasihnya itu begitu nyaman.

“Di sini... saja...” tawar Maya. “Dalam pelukanmu... nyaman...”

Maya....!

“Nanti, sebentar lagi,” Masumi memohon. “Jika kau bertahan sebentar lagi, aku berjanji akan lebih sering mendekapmu seperti ini, Sayang,” bujuk Masumi.

“Hmm... janji...?” Maya mengedipkan matanya dengan berat.

“Janji!! Aku bersumpah... Aku sangat mencintaimu, Maya...” Masumi berusaha membuat suaranya terdengar tenang tapi tidak berhasil. Begitu emosional. Dia sendiri bisa merasakannya.

Sebentar lagi... aku yakin sebentar lagi kami akan keluar...

Tekadnya.

Nafas pria itu semakin berat. Kedinginan, juga menahan perasaan di dadanya yang penuh rasa khawatir dan ketakutan.

“Maya...” panggilnya lagi.

Maya merespons semakin lama.

“Maya...!” Panggil Masumi, lebih keras.

Dia sulit melihat wajah Maya di kegelapan itu.

“Pak... Ma.. sumi...” jawab Maya semakin lemah, berusaha mempertahankan kesadarannya.

“Apa peran yang kau inginkan selain Bidadari Merah?!” Suara pria itu bersaing dengan nafasnya dan juga suara angin dan hujan. “Nanti Daito akan mengadakannya untukmu!!” Seru Masumi. “Aku akan memproduksinya dengan staf terbaik,” Masumi tersenyum lebar kepada Maya, "menggunakan efek panggung yang terbaik. Kau setuju, Sayang?” rayu Masumi agar Maya tetap tersadar.

Maya bergumam, Masumi tidak dapat mendengarnya. Dia membungkukkan kepalanya, mendekatkan pada wajah Maya yang setengahnya ditutupi kerah mantel Masumi.

“Is... trimu... menjadi... istri... Masumi... Hayami...” Maya mengulangi perkataannya dengan terengah.

Deg!

Masumi merasakan jantungnya berdenyut menyakitkan.

Masumi merasa tubuhnya gemetar. Dia kembali mencari pohon atau batu yang cukup besar untuk berlindung dan berhenti berjalan. Terduduk. Beristirahat.

Kilat tampak kembali membelah langit. Sekejap Masumi bisa melihat wajah kekasihnya yang pucat.

“Kau ingin menjadi istriku?” tanya Masumi. Dirapatkannya jas dan mantel yang membungkus Maya.

“Hmm...” Maya bergumam. “Ingin...”

Masumi menggigit bibir bawahnya yang gemetar.

“Kau akan mendapatkannya,” ucapnya, getir. “Peran itu hanya untukmu. Hanya kau yang akan bisa memainkannya. Aku hanya ingin kau yang menjadi istriku,” ditatapnya kekasihnya nanar.

“Se... nangnya...” gumam Maya, menutup matanya lebih lama.

“Maya!! Jangan tidur Sayang. Lihatlah aku...”

Maya berusaha keras membuka matanya.

Masumi kembali meraih handphonenya. Berusaha memperoleh gambar GPS lagi. Sedikit lambat tapi dia berhasil mendapatkannya.

Bisa!!

Masumi sangat lega. Harapannya terjawab.

“Sebentar lagi Sayang, sebentar lagi. Jangan tidur dulu,” bujuk Masumi.

Pria itu menghela nafasnya dengan dalam dan kembali berdiri. Dipegangnya handphone itu dengan satu tangannya yang menopang bahu Maya.

“Maya, kau pernah bilang...” Masumi mengatur nafasnya. “Kau sudah memikirkan nama anak kita bukan?” tanyanya. “Maukah kau memberitahuku siapa mereka? Maya!!”

Maya terdiam sesaat. Semua berlangsung sangat lambat baginya.

“Ma... koto,” gumam Maya setelah ingat. “Mamoru...” gadis itu mulai tersenyum. “Mayu...”

Masumi menelan ludahnya. Menyakitkan. Dia berusaha keras menahan isakannya.

“Bagus sekali. Nama mereka,” puji Masumi. “Kau pandai sekali memilih nama.”

Masumi kembali mengamati gps-nya.

“Sudah mau sampai, Maya. Sebentar lagi kita keluar dari hutan!” Seru Masumi.
Dia melangkah lebih cepat.

Harus segera keluar dari sini.... secepatnya...!

Tekad pria itu.

“Se... nangnya...” Desah Maya, begitu lirih dan lemah.

Masumi akhirnya bisa melihatnya, perbatasan hutan dan jalan menurun menuju jalanan aspal.

“Kita berhasil Maya, kita keluar,” pria itu benar-benar tidak sabar.

Akhirnya dia berhasil membawa kekasihnya keluar dari hutan itu. Dia bisa melihat angin menyapu kencang jalanan di hadapannya. Dicarinya mobilnya. Beberapa belas meter dari tempatnya berdiri sekarang.

“Maya, kau akan baik-baik saja! Kita sudah berhasil keluar!” Wajah pria itu terlihat lega.

“Maya,” Masumi mencoba mengamati wajah Maya.

Sebuah kilat kembali menerangi selama beberapa detik. Cukup bagi Masumi untuk dapat melihat wajah kekasihnya.

“Tidak...” Wajah pria itu terlihat kalut, melihat Maya yang memejamkan matanya.

“Maya...!” panggil Masumi. “Maya!!!”

Gadis itu bergeming. Tidak ada jawaban.


“Maya!!!” Serunya sekali lagi.

Tetap tidak ada perubahan.

Dia tidak merespons....!!

Masumi gusar. Dengan terburu-buru dia berjalan menuju mobilnya. Menjaga agar kekasihnya tidak terguncang keras.

Perjalanan beberapa belas meter itu terasa sangat lama bagi Masumi. Dadanya berdebar sangat keras dan matanya sangat panas.

Masumi terus berusaha mengalahkan kepanikannya dan mendorong logikanya bekerja lebih cepat.

Aku harus tetap tenang.... Tenang...

Pikir Masumi.

Sekilas raut panik dan hendak menangis itu tergambar di wajahnya, tapi pria itu segera mengeraskan kembali hatinya. Tangisan tidak pernah berguna. Itu yang selalu diyakininya.

Masumi masuk ke dalam jok belakang mobil. Hati hati dibaringkannya Maya sambil diturunkannya tas pakaiannya.

Syukurlah ada pakaian kering....

Masumi menyalakan lampu mobilnya. Akhirnya dia bisa melihat wajah kekasihnya.

Berusaha keras menekan emosinya saat melihat wajah pucat kekasihnya, Masumi dengan cepat membongkar tas pakaiannya, mencari handuk. Dihamburkannya dengan cepat pakaian-pakaiannya dari tas itu.

Perlahan Masumi membuka ikat pinggang mantelnya yang membungkus kekasihnya, juga jasnya yang lembab.

Masumi meraba dada gadis itu, merasakan detakan jantungnya dan juga nafasnya.

Masih ada... Masih terasa...

Dia sangat lega. Tapi dia tahu dia berpacu dengan waktu.

Perlahan Masumi meniriskan tubuh Maya dengan handuknya, dimulai dari leher dan tubuhnya, lalu tangan dan kakinya. Masumi menyingkirkan kedua jas dan mantelnya yang lembab dan basah. Dia lalu meraih sweater rajutannya, memakaikan kepada Maya hanya melalui kepalanya dan membiarkan tangannya tetap terbungkus di dalam.

Sweater itu menutupi tubuh Maya sampai pahanya. Masumi mulanya hendak memasangkan celana panjangnya kepada Maya, sulit, karena dia harus hati-hati dan tubuh Maya terasa kaku. Dia tahu hal itu bisa membahayakan Maya jika dia memaksakan tubuh Maya bergerak. Maka Masumi kemudian hanya menumpukkan sisa pakaiannya di atas tubuh gadis itu dan membungkusnya dengan berlapis. Juga Membungkus kakinya dengan cara melilitkan secara perlahan beberapa celananya di kaki gadis itu.

Masumi lantas meraih handphonenya dan menelepon penginapan Lotus sementara membuka kancing bajunya.

“Penginapan Lotus selamat malam,” sapa Okami penginapan itu.

“Selamat malam, ini saya, Masumi Hayami. Bisakah segera menyiapkan kamar untuk saya? Saya akan tiba beberapa menit lagi,” kata Masumi buru-buru seraya membuka kemejanya sendiri dan mengeringkan tubuhnya.

“Tentu Tuan, kamar yang Anda gunakan masih kosong. Apakah perlu tambahan?” tanya Okami tersebut.

“Tidak, kamar itu saja. Tolong sediakan penghangat ruangan dan juga dua buah selimut. Lalu futonnya, tolong dihangatkan sebelum ditempati. Saya membawa seorang wanita bersama saya. Dia sakit. Bisa minta seseorang menunggu kami dengan payung? Saya akan sampai sebentar lagi.” Pintanya.

Okami tersebut menyanggupi. Selain itu Masumi meminta dibuatkan beberapa kompres menggunakan botol berisi air hangat. Serta meminta menyediakan tambahan beberapa handuk.

“Tunggulah sebentar, Maya,” Masumi menoleh kepada Maya sebelum menjalankan mobilnya.

Pria itu hanya menggunakan  handuk pada bagian atas tubuhnya karena pakaiannya digunakan menutupi tubuh Maya. Dia menjalankan mobilnya perlahan dan hati-hati, takut mengguncang tubuh Maya yang terbaring di jok belakang.

Beberapa menit kemudian Masumi sudah sampai di Lotus. Sesuai permintaannya seorang nakai menghampiri mobilnya membawa sebuah payung. Hujan masih deras, terutama anginnya.

“Sudah sampai, Sayang,” Seru Masumi, mematikan mesinnya dan segera beralih ke jok belakang. Dengan cepat Masumi menyingkirkan tumpukan pakaiannya dan meraih tubuh gadis itu yang mengenakan sweaternya yang kebesaran setelah memakai salah satu baju menggantikan handuknya.

“Sudah disiapkan kamar yang kupesan?” tanya Masumi sambil memboyong Maya ke dalam penginapan.

“Sudah Tuan, semuanya sudah disiapkan,” terang nakai tersebut. “Kami mohon maaf karena sedang mati lampu, kamar hanya diterangi lentera. Tapi pemanas ruangan masih menyala menggunakan generator dan sudah kami nyalakan di kamar yang disiapkan untuk Tuan.”

Masumi membawa Maya masuk dengan cepat ke kamarnya yang terlihat temaram, tapi jauh lebih terang daripada beberapa tempat yang dilewati Masumi tadi.

Dia lalu membaringkan Maya di atas futon yang bertumpuk dua. Pelayan lainnya membawakan kompres yang dipesankan Masumi dan juga segelas kopi.

“Ada lagi yang bisa saya bantu, Tuan?” tanya Tamaki, wajahnya sedikit panik, dan terkejut melihat Maya.

Masumi menempatkan kompres tersebut di kedua lipatan ketiak Maya, di luar sweaternya. lalu membungkus tubuhnya dengan selimut.

“Apakah di sini ada klinik kesehatan?” Tanya Masumi, saat membungkus tubuh Maya dengan selimut. Wajahnya masih menatap khawatir pada gadis itu.

“Ada klinik sederhana, Tuan, sedikit jauh dari sini. Tapi jalanan sedikit gelap menuju ke sana,” Tamaki terdengar khawatir.

Masumi menelan ludahnya. Bukan waktu yang tepat untuk memobilisasi Maya, terlebih lagi jika gadis itu sampai terguncang-guncang akan membahayakannya.

“Tolong aku, Tamaki?” Masumi memberikan sebuah handuk kepada gadis itu. “Tolong bungkus kepala dan lehernya. Jangan terlalu longgar dan jangan sampai mencekiknya. Lakukan dengan sangat hati-hati, dan jangan membuat tubuhnya bergerak terlalu banyak,” pinta Masumi.

“Ba, baik, Tuan…” Tamaki sedikit gugup menerima permintaan tolong dari Masumi.

“Dan tolong minta seseorang membawakan gunting yang besar untuk memotong kain,” pinta pria itu.

Masumi segera meraih handuk dan yukatanya, pergi ke kamar mandi pribadi yang disediakan di dalam kamarnya.

Dengan cepat Masumi menghangatkan tubuhnya sendiri dan mengeringkannya.

“Bagaimana keadaannya?” Tanya Masumi setelah tidak lama kemudian kembali dengan memakai yukata dan tanzen*.

*) tanzen adalah luaanr yukata yang dipakai apabila dingin.

“Nona Maya tidak bereaksi apa pun,” terang Tamaki dengan cemas.

Masumi mengeratkan rahangnya dan alisnya bertaut khawatir.

“Terima kasih Tamaki, aku akan memanggilmu jika ada yang kubutuhkan,” kata Masumi, datar.

“Makan malam, Tuan?” Tanya Tamaki.

“Tidak,” tolaknya. “Pemanas ruangan ini,” Masumi menunjuk kepada sebuah pemanas ruangan. “akan bekerja semalaman?” Tanya Masumi.

“Iya Tuan. Semoga listrik bisa menyala tidak lama lagi,” terang Tamaki.

Masumi mengangguk.

“Terima kasih, kau boleh keluar,” ujar Masumi.

Tamaki berpamitan.

Masumi menghampiri Maya. Dirabanya pipinya.

“Maya…” panggil Masumi lembut, mendekatkan wajahnya kepada wajah gadis itu.

Diletakannya telunjuk Masumi di bawah hidung Maya, merasakan nafasnya. Sangat perlahan dan dingin. Masumi kembali meraba dada gadis itu, denyutannya pun masih sangat perlahan.

Masumi menghela nafas panjang dan menenangkan pikirannya.

Diraihnya segelas kopi yang disediakan untuknya dan segera meminumnya habis, menghangatkan tubuhnya. Masumi lantas meraih gunting yang tadi sudah dimintanya untuk disediakan serta sebuah handuk kecil.

Pria itu membuka tanzen dan yukatanya dengan cepat dan masuk ke dalam selimut setelah yakin tubuhnya cukup hangat untuk membagi kehangatannya dengan Maya.

Setelah menyingkirkan kompres di kedua ketiak Maya, Masumi meraih bagian bawah sweaternya yang dipakaikan kepada Maya dan mengguntingnya vertikal secara hati-hati sampai ke lehernya. Tubuh Maya yang semenjak tadi berusaha dihangatkan mulai terungkap.

Pria itu lantas menutupi bagian paha atas gadis itu dengan handuk. Dia pastikan bagian kain yang lembut yang menyentuh Maya. Kemudian berhati-hati Masumi menempatkan tubuhnya di atas tubuh Maya. Perlahan. Memposisikan dirinya agar bisa menghangatkan tubuh Maya dengan optimal. Bahunya sejajar bahu gadis itu. Lalu menutupi tubuh keduanya dengan selimut. Rapat.

“Maya…” Masumi berusaha mengamati wajah kekasihnya di antara temaramnya lampu. “Kau mendengarku?” bisiknya perlahan.

Masumi bisa merasakan dadanya berdebar kencang. Dia berharap debaran jantungnya yang cepat ini bisa menular kepada Maya. Telapak Masumi yang hangat menyentuh pundak Maya, lehernya, lipatan ketiaknya, pinggiran tubuhnya dengan perlahan dan hati-hati. Dia mengangkat telapaknya dan menekan-nekannya perlahan di sana dan berusaha tidak menggesek kulit gadis itu.

“Maya? Kau sedang dimana sekarang?” bisik Masumi. “Apakah di sana ada aku?” tanyanya perlahan. “Tinggallah bersamaku Maya, jangan kemana-mana,” mohonnya. “Aku tidak akan menyia-nyiakan waktuku untuk bisa bersamamu lagi. Jadi kumohon maafkan aku dan tetaplah bersamaku,” ucapnya getir.

=//=

Maya tengah berjalan di suatu tempat, di suatu waktu. Semuanya terang dan menyilaukan namun terasa sangat hangat baginya. Dia mencari tempatnya. Tempat yang nyaman untuk menyingkirkan semua rasa lelahnya dan tertidur.

“Mayaaa?!!! Kau dimana?” Panggil sebuah suara dari kejauhan.

Maya tertegun. Memutar kepalanya mencari sumber suara.

Hanya khayalanku…

Pikir Maya.

Tidak menyadari bahwa yang terjadi selama ini memang hanya khayalannya.

Tapi suara itu tidak juga hilang dan tidak juga berhenti memanggilnya.

“Mayaaa…!!! Kekasihku…!!!” Serunya lagi.

Sekali lagi Maya berhenti melangkah. Tempat tanpa bayangan dan hanya berupa sinar putih menyilaukan itu tidak menampakkan apa pun.

“Mayaaaa….!!!” Suara itu kembali.

Pak Masumi…? Diakah yang memanggilku…?

“Maya…!!!!” Panggilnya lagi.

Maya kembali berhenti, memutar badannya.

Sesosok pria tampan dan gagah berjalan menghampirinya dari suatu arah di tempat tak berarah tersebut. Entah berjalan, entah melayang yang pasti dia menghampirinya.

“Pak Masumi….?” Bahkan di sini pun Maya harus menengadahkan kepalanya untuk mampu melihat wajah pria itu.

“Maya…!” Pria itu tersenyum lebar.

Bruk!!!

Ditariknya tubuh mungil itu dan didekapnya erat.

“Kau mau kemana? Jangan kemana-mana, tetaplah bersamaku,” pintanya.

Pak Masumi…

Maya bisa meraskan jantungnya berdebar semakin kencang. Dia bahkan tidak tahu apakah tadi jantungnya itu berdebar atau tidak. Yang pasti kehangatan tubuh polos kekasihnya mulai terasa menular ke tubuhnya.

“A, aku…” Maya berusaha mengingat tujuannya. “Aku mencari tempat yang hangat untuk beristirahat.”

“Jangan, jangan dulu ke sana. Aku masih belum memenuhi janjiku kepadamu. Tinggallah denganku,” pinta Masumi, pria itu menyentuh pipi Maya.

“Hanya sebentar, Pak Masumi. Aku lelah. Sebentar saja ingin tertidur di tempat yang hangat dan nyaman. Nanti aku kembali,” gadis itu tersenyum pada Masumi yang masih melingkarkan lengannya di pinggang Maya dan terasa semakin ketat mendekapnya.

“Apa pelukanku masih kurang nyaman untukmu?” Tanya Masumi sungguh-sungguh. “Apa dekapanku masih kurang hangat?”

Maya tertawa kecil.

“Kenapa Anda berkeras melarangku? Memangnya kenapa aku tidak boleh ke sana?” Tanya Maya dengan wajah polosnya.

“Kalau kau ke sana, kau tidak akan bisa memerankan Bidadari Merah,” terang Masumi.

“Bidadari Merah?” gadis itu mengingat, wajahnya pucat. “Tidak mau. Aku ingin memerankan Bidadari Merah,” tekadnya.

Masumi tersenyum.

“Dan kalau ke sana aku tidak akan bisa membangunkanmu rumah. Bukankah kau ingin punya rumah yang ada ayunan dan air mancurnya?” tawar Masumi. “Bersamaku?”

Maya menatap wajah kekasihnya yang penuh kesungguhan.

“Ingin…” gumamnya.

“Bawa aku bersamamu, Pak Masumi…” Gadis itu menyandarkan kepalanya di dada Masumi dan melingkarkan tangannya di tubuh pria itu.

=//=

Maya…

Masumi menghangatkan pipi gadis itu dengan telapaknya. Sudah beberapa jam berlalu. Masumi terus mengajak kekasihnya itu bicara. Dia bisa merasakan keadaan tubuhnya membaik perlahan-lahan. Debaran jantungnya, helaan nafasnya.

“Mmh…” gadis itu bergumam perlahan dalam tidurnya. “Pak… Masumi…”

Masumi tertegun. Dadanya berdebar-debar bahagia.

Kemudian dirasakannya kedua lengan Maya bergerak memeluknya.

Maya…

“Mayaku…” desah Masumi, sambil tersenyum haru.

Dia tahu selanjutnya Maya akan baik-baik saja. Kekasihnya itu kini sedang tertidur. Benar-benar tertidur dan bukannya berhibernasi menuju tidur abadinya.

Masumi menciumi bibir dan wajah gadis itu yang perlahan-lahan mulai merona dan senyum tipis mengembang di wajahnya.

=//=



=//=
<<< Finally Found You Ch. 13 ... Bersambung >>>

233 comments:

«Oldest   ‹Older   1 – 200 of 233   Newer›   Newest»
mommia kitajima on 22 September 2011 at 19:33 said...

berharap masih ada apdetan ronde k2 malam ini ^^

Gizuka-Chan on 22 September 2011 at 19:56 said...

ayo lanjut :P
lama-lama aku eksis jadi DC mba

-Gizuka Rizarudi-

Resi said...

aaaah, masih kuraaang. Tyyyyy, tambah doooong

orchid on 22 September 2011 at 20:11 said...

kurang menderita masuminya, akakakak, hadeh, shiori, suka2 dia, mau menderita mau bahagia terserah sajjahkurang menderita masuminya, akakakak, hadeh, shiori, suka2 dia, mau menderita mau bahagia terserah sajjah

Fagustina on 22 September 2011 at 20:21 said...

aiiiihhhhhh datar bgt sikapnya masumi......
baca sejarah keluarga Takamiya di ffy gw jd serasa bc karya Miusen Ty dikau emang writer the BEST

Anonymous said...

koq biasa2 aja sih sikap masumi, gag gregetan gitu. ckckck
sepertinya masalah mulai terpecahkan ni d ch 13
mdah2an cepet tamat.
berjuang tyyyyyyyyyyy :D

-bella-

Anonymous said...

ty, agak ga mudeng nih, seingatku dikomik BM 11 disebut bhw shiori selain cucu tenno takamiya juga cucu konglomerat matsukura, yang berarti ibunya shiori itu (mungkin) dari klan matsukura, kok kerja dikedai dango? ngga ngikut pakem dikomik kah ty?

*nadine*

Ty^^ said...

@nadine: soal matsukura itu ya, aku ngga ngerti deh nad...
tapi yg aku tangkep, yang sangat berkuasa itu klan takamiya nya, jadi soal matsukura apakah masih kel. Takamiya atau itu klan mamanya SHiori, aku ngga fokus ke situ, karena ngga pengaruh jg sama ceritanya.
Kalo ngomongin kakek Shiori, dia kan diberi julukan tirai hitam dan disebut sebagai tenno takamiya, sedangkan "tenno" itu artinya kaisar, jadi kalo nurut aku mah tenno bukan nama kakeknya SHiori, hanya sebutan saking berkuasanya dia di dunia bisnis.

Makanya ada yg berspekulasi kalau matsukura itu nama kakek Shiori. TAPI juga ada yg bilang matsukura itu bukan kakaek (ojiichan) tapi Paman (ojiisan) di manga jepangnya.

So, aku abaikan aja itu soal Matsukura itu karena masih kabar kabur. Andaikan iya emang itu klan mamanya, let say lah ini kan cerita dia puluhan tahun lalu (di sini ceritanya SHiori 30 thn, aku bedain dia ma masumi 3-4 tahun). Anggap aja Matsukura kebawa kaya sejak Mama shiori nikah ma papanya shiori XDD *maksa*

Huhuhu... maaf ya kalo salah... agak ribet urusan klan takamiya ini, apalagi kalo terjemahan.

mommia kitajima on 23 September 2011 at 00:18 said...

kita anggaplah begitu Ty ^^
yang penting mah lanjottt apdet na huhuhu...

Anonymous said...

okayyy ty...
soalnya setelah baca bm 11 aku sempet berpikir alangkah hebatnya tokoh shiori ini, punya dua orang kakek yang sama2 konglomerat dan berkuasa. so, susah ngebayangin gimana caranya masumi bs lolos dari tekanan mereka, gitu...

*nadine*

Anonymous said...

ASYIKKK akirnya g bs baca jg neh yg 13 hehehe butuh perjuangaaannn. ty ganbatte neeeeee! ;)
anita

ivoneyolanda on 23 September 2011 at 08:25 said...

Wah shiori gak mau aborsi??? Klo dipikir ibu mana yg gak kepengen pertahanin anaknya, kasian sekali....Hino juga karirnya diujung tanduk suruh siapa Masumi dilawan...Tapi Masumi emang hebat sekali tepuk semua mangsa ketangkep hebaaaaat.... Emang paman kaki panjang sejati deh :P

Anonymous said...

Ty... Shiori & Hino dibuat makin menderita aja... ga usah ada rasa kasian untuk mereka berdua... sebel bgt ama kelakukan jahatnya... >.<
Hijiri jadinya pasangan dengan siapa nih?? kog ga ada romantisme dengan Mizuki?? ditunggu yaaa :)
-mn-

Anonymous said...

Yang hebat mah bukan Masumi tapi Hijiri... hihihi aku suka ma Hijiri... HE ya Ty. Memang Masumi wajar bilang seperti itu, tapi kan bukan maunya Masumi...
-Cristin-

Anonymous said...

Nggak urusan ma silsilah keluarga Shiori yang penting Shiori dan Hini dapat balasan. Tapi suka Maya yang tulus ndak pikir bales dendam. Dari dulu memang ketulusan mengalahkan segalanya tapi... hukum mengatakan yang bersalah tetep harus dihukum. BUkankah begitu...?
-Vanda-

Nalani Karamy on 23 September 2011 at 09:14 said...

ty...kurang banyak...makin seru say lanjot

Beatrix on 23 September 2011 at 09:15 said...

Wah tadi salah post komen malah ke FFY 12...ya udah kuulang lagi deh... Salute buat Hijiri kayak detektif beneran atawa Mission Imposible deh.....sampai tau Shiory bukan anak kandung Tuan Soichiri....bahkan tau Hino n Shiory book hotel di kamar ini dan itu...pulang terpisah and so on and so on... Waduh bener2 deh informan sejati....Tq Ty u/ updatenya ditunggu kelanjutannya..Pesan u/ Masumi...jangan menyerah sama Maya oke...tarik hatinya kembali coi...Ganbate Semangat

Anonymous said...

setuju banget ma maya kalo yg namanya dendam gak perlu dipiara, bakalan gak abis2 kalo diturutin. btw Ty...kok lengkap n ngerti banget soal penyakit hemofili...?? jgn2 selain penulis kamu jg dokter ya...?? hehehehehe..., siiippp makin berbobot critanya

Lanjutkaaannn..., jangan2 lama2 tamatnya ya Ty...


*Ephie*

Anonymous said...

Aku jadi berhayal, ntar pas Masumi cari Maya ketemu juga ma anak2 kecil itu trus tau kalo orang yang 'menyebalkan' versi Maya adalah Masumi itu... trus anak2nya ikut kata2i Masumi kecoa... wakakak pake bahasanya Ty pasti lucu deh...
-Lisa-

Anonymous said...

dikit amaaattt......
well,gpplah...yg penting sesuai kukira, masumi tau soal hamilnya shiomay...kira2 apa ya pembalasan masumi ke hino?? meski aku jd lmyn kasian ama shiomay...
and hijiri nantinya gmn ty? siapa pasangannya nih?? bt sekuel jg gpp deh ty, yg penting cariin pasangan bt hijiri (kl bs mizuki aja, cocok sih hehehehe....)

*liana*

dewjaz on 23 September 2011 at 10:26 said...

Ty... jangan menyiksa masumi ataupun maya lagi T.T penderitaan tidak bisa mengakui mencintai seseorang itu luar biasa sakitnya.... apalagi kalo tau sebenernya orang yang kita inginkan itu juga mencintai kita :( hiks itu luar biasaaaa double sakitnya.... Up date yah say :(

Anonymous said...

Ty aku nggak ngerti.. Hino dapat uang 1 M yen itu sebagai balasan karena menjauhi Shiori ato karena tau tentang silsilahnya Shiori? aku pikir karena bapaknya minta Hino menjauhi Shiori makanya minta uang sebesar itu... Trus uang sebesar itu buat apa ya...?
-Fefe-

Anonymous said...

Ty aku nggak ngerti.. Hino dapat uang 1 M yen itu sebagai balasan karena menjauhi Shiori ato karena tau tentang silsilahnya Shiori? aku pikir karena bapaknya minta Hino menjauhi Shiori makanya minta uang sebesar itu... Trus uang sebesar itu buat apa ya...?
-Fefe-

Anonymous said...

Kalo dipikir bagaimana bisa Hino curiga bahwa Shiori bukan keturunan takamiya ya... maksudnya bagaimana awalnya Hino bisa tau?
-Lin-

Anonymous said...

Kalo dipikir bagaimana bisa Hino curiga bahwa Shiori bukan keturunan takamiya ya... maksudnya bagaimana awalnya Hino bisa tau?
-Lin-

Ratna on 23 September 2011 at 14:02 said...

MIzukiiii..Ganbatte neh! kejarlah itu Hijiri sampe dapattt, dijamin gak nyesel deh, :) *apaan seh aku ini???xixixixi*

Beatrix on 23 September 2011 at 14:20 said...

Wah Hino sudah tau barang2 pusakanya sudah tak ada....Mizuki kenapa lemes diceritain tentang Hino...merasa dibohongin ya Missss...mendingan sama Hijiri aja...top markotop....infoman sejati lho.....pertemuan SH selanjutnya???Ayo mari kita grebek.....lah udah kayak satpam aja...Tx Ty u/ ffnya ditunggu kelanjutannya... Ganbate

Puji Aditya on 23 September 2011 at 14:56 said...

Masumiii.... Mayaaa..... Hijiriii..... Mizukiii.... Love u all dah... ^^

dewjaz on 23 September 2011 at 15:32 said...

mizuki = hijiri
masumi = maya

nah nanti FFY tamat... maka selanjutnya ty harus membuat kisah tandingan buat mizuki dan hijiri yezzzzzz

Heri Pujiyastuti on 23 September 2011 at 15:39 said...

Ty...Masih kurang. Kissu2nya belum nongol tuh. Hehehe. Akankah ini jadi Chapter terakhir??!!! Ga sabar nunggu kelanjutan kisahnya. Semoga Mizuki dapet pengganti Hino apalagi klo itu Hijiri. N Masumi bisa ketemuan lagi sama Maya di tempat yg Romantis abis. *banyak maunya. Pokokny suka banget dah sama cerita mu Ty.

Anonymous said...

haduh... penasaran banget aku Ty...
But thanks dah kasih apdatean yang begini spektakuler..
-Lin-

Nalani Karamy on 23 September 2011 at 16:04 said...

mudah2an shiomay n hino ketangkap basah sama Masumi n Hajiri

mommia kitajima on 23 September 2011 at 17:10 said...

hijri oh hijri
tumben nelpon lewat nona mizuki
jangan2 maw pedekate neh.. ^^

ga sabar nunggu penggrebekan di hotel na

seperti kata hijri
jam 7.30 malam ini
huhuhu...

Anonymous said...

wah ga sabar ngeliat reaksi shiomay n hino waktu ketemu masumi n ai...ketangkep basah lagi selingkuh...trus apa yg dilakuin masumi, langsung mengintimidasi shiomay hino kali ya...kan kalo lewat media ga mau,masumi sdh berubah krn maya....Neng Ty krn ini ch terakhir, pementasan BM nya diceritain ga?mudah2an diceritain, aku paling suka baca (dikomik)pas adegan maya manggung bikin masumi klepek2 terpesona.... -khalida-

orchid on 23 September 2011 at 17:42 said...

masumi mulai tdk pede minta maaf ke maya, poor masumi, hebat jg hijiri ya, bgmn caranya ngambil brg2nya hino? aihhhhh, keren jg ini hijiriaaf ke maya, poor masumi, hebat jg hijiri ya, bgmn caranya ngambil brg2nya hino? aihhhhh, keren jg ini hijiri

Anonymous said...

aw aw aw... sepertinya bakal ada bencana ni k shiomay ama hino. tyyyy,, d tunggu ya jam stgah 8 nanti. kalo sampe tamat apdetannya juga gag pa2, bagus banget malah. hehhe

-bella-

Anonymous said...

Harusnya ga da ampun buat SH. Secara hampir ngebunuh Maya geto lo.. Ayo MAsumi, jangan lemah hati!!!

-Happy-

orchid on 23 September 2011 at 20:07 said...

waaaaaaaaa, krn klimaks jdnya tegang menegangkan ini, seperti nonton film horor *mulai lebay* waaaaaaaaa, krn klimaks jdnya tegang menegangkan ini, seperti nonton film horor *mulai lebay*

Anonymous said...

ty..lama-lama aku jantungan baca nya...butuh sedikit obat penenang-nih untuk menentramkan detang jantung yang penasaran huabisssssssssssssssssssssssss

mommia kitajima on 23 September 2011 at 20:17 said...

hadehhhh ty....
lagi klimaks nih
kok brenti sehhh T.T

Fagustina on 23 September 2011 at 20:28 said...

hiks...lagi seru2nya diputus
penggrebekan jadi tertunda deh...

Anonymous said...

Mizuki VS Hijiri = lawan yang tangguh ...!!! Walaupun diceritakan spt sekilas info tapi bikin senyum2 geli sendiri :) Hoho...bisa panik juga si Hino?! Rasain...!!! Siapa suruh cari masalah sama keluarga Hayami?!

Anonymous said...

akibat melawan Masumi addalah hancur, skrg hino dan shiori tinggal menghitung waktu yg tersisa.
Wah si Ai pasti diminta Masumi bwt neken si Hino spy nga bisa macem2 lagi, horeeee sebentar lagi MM menang, ayo Ty dilanjut lagi, sudah tidak sabar pengen nambah....

Wienna

Anonymous said...

Iya ndak sabar rasanya melihat apa reaksi Hino kalau yg ambil semua barang tsb adalah masumi dan bukan keluarga takamiya????hah tdnya lihat hino dan shiory begitu yakin akan dapat menghancurkan masumi tetapi shiory belum tsu kalau hino punya rencana lain bahkan memeras ayah tiri shiory....wah...wah...wah.....tq u/ storynya Ty.....ditunggu kelanjutannya.

Beatrix

Anonymous said...

wuaaaaa....lagi seru2nya nih, sampai bacanya sambil ngebayangin sosok hino yg panik,pucat dan kemeringet...kayanya spt tikus yg terperangkap he..he...bener2 dech Neng Ty ini bikin yg baca ga bosan tp bikin penasaran...makanya lanjoooot -khalida -

Anonymous said...

hadoooh lagilagiiiiii gkbisa buka apdetan T__T
bener2 sentimen neh blog ame gue
anita

Anonymous said...

Hehehe...ngebayangin shiori yg selama ini bangga abizzz + mengagung2kan gaya sok aristrokat keluarga takamiya & suka ngerendahin maya...ternyata dia sendiri hanya anak pekerja kedai dango. Nah lho?!? Apa gak dobel2 tuh malunya?! Saran gua buat shiori cuma 1 : ke laut aje, jek...!! Ajak2 hino gih! *rini*

ivoneyolanda on 24 September 2011 at 01:47 said...

Ternyata Hino gak sepinter keliatannya...akhirnya dia sendiri yg ngebongkar sTatus shiori...fiuuuh kasian bgt shiori dia pasti shock berat tuh... Duh kenapa ms.sakumoto dtg sendirian ya... Mau bilang apa dia ya ...makin penasaran... :) TY lebih cepat lebih baik :DDDTernyata Hino gak sepinter keliatannya...akhirnya dia sendiri yg ngebongkar sTatus shiori...fiuuuh kasian bgt shiori dia pasti shock berat tuh... Duh kenapa ms.sakumoto dtg sendirian ya... Mau bilang apa dia ya ...makin penasaran... :) TY lebih cepat lebih baik :DDD

Nana said...

Btw, surat asli yg maya bikin udah ditangan masumi kan? Tandanya udah aman apa blum selesai tuh urusannya ya? Soalnya kan di surat palsu yg dibikin hino, ada stempel asli maya.

*lagi bingung sendiri...kira2 apa yg akan masumi kerjakan yaaa untuk mengamankan BM nya maya...

Ty, next one please..can't wait for the HE..hihi

orchid on 24 September 2011 at 07:59 said...

mmmmm, jd mikir, apa masumi msh khawatir dg musuh2nya bakal nyakitin maya seperti shiori? makanya dia ragu meminta maya kembali? trus mau ngapain? bikin halal bi halal saja gitu sm mantan2 musuh, akakajmmmmm, jd mikir, apa masumi msh khawatir dg musuh2nya bakal nyakitin maya seperti shiori? makanya dia ragu meminta maya kembali? trus mau ngapain? bikin halal bi halal saja gitu sm mantan2 musuh, akakaj

Anonymous said...

DUUUH MAKIN PENASARAN
hino memang picik ya, kalau demi cinta seseorang akan berbuat sesuatu di luar kendalinya... cinta memang buta ....cinta hino demi shiori...
ty..
MM nya cepat bertemu ya
-degg-

Anonymous said...

yaaaaahhhh gantung terus ni ceritanya. hmmm gimana ya selanjutnya, pasti bakalan ada tsunami nih. hehehe

ty, cepetan ke adegan MM dong, truz mizuki ama hijiri

-bella-

Anonymous said...

huahhhh...tegang..tegang..tegang....
haduuuuhhh....tegang bgt baca cerita kamu ty....
pasti ada masumi jg dibelakang ai sakamoto... aaand...akhirnya ada kontak jg antara hijiri-mizuki. mudah2an membawa angin baik bt keduanya hehehe...
krn mrk jg pantas mjd bahagia ehem..ehem...

*theresia l*

Anonymous said...

seru...seru... penasaran kelanjutannya!!! Ty jgn kasian ama shiomey & hino... biarkan mereka merasakan penderitaan yg dialami MM...bahkan lebih parah lg deh SH sangat2 menderita,hehehehe
Ty gimana kelanjutan si Hijiri dan Mizuki??? ayo dunk buat mereka jadi pasangan..kasian mereka blum menemukan jodohnya.
-mn-

Anonymous said...

ty, kasian juga nih masa hino meninggal, kasian juga liat shiomay. kirain SH bakalan HE. selanjutnya cerita MM ama hijiri mizuki ya ty

-bella-

Anonymous said...

Hino mati..:(. Ah kenapa bkn Shiomay aja yg mati

-Michan-

mommia kitajima on 24 September 2011 at 21:32 said...

huhuhu...
shiori ternyata mengerikan juga yah
sayang sekali, hino tdk bs membahagiakan shiori

cepatlah ketemu MM Ty
bner2 pnasaran reaksi mereka ber2 saat bertemu

HE yah, promise..!!

Anonymous said...

Kasihan Shiori. Nasibnya malang banget ya? Kalau ntar siuman pun jadi gila beneran deh, kayaknya. Udah mah pacar meninggal, keguguran, ayahnya ternyata bukan ayah kandung.. Ukh.. mending ikut mati aja kali ya..? Dari pada seumur-umur menderita..

-Happy-

Anonymous said...

Hino-shiori kenapa gak memilih win-win solution...kalian senang-MM juga senang..dan saya yang baca juga ikut senang...huaaaaaaaaaaaaaa.....turut berduka cita atas meninggalanya lulusan harvard...ternayta cinta bisa bikin orang cerdas jadi buta juga ya...hikzzz

nisa_na said...

turut berduka atas meninggalnya Hino juga kemalangan yang diderita oleh keluarga Takamiya, terutama Nona Shiori...

*kok kayak ucapan duka cita di koran2 yahh XD

ditunggu apdet berikutnya Ty

Anonymous said...

Akhir yg tragis buat Hino...hanya krn dia jatuh cinta pd wanita yg salah...wanita yg hidupnya penuh dendam, kemarahan & kebencian ...ckckckckck... Shiori...shiori...berapa org lagi sih yg mau dia bawa tenggelam sama dia & semua rasa bencinya? Insyaf bu...insyaaffff....*rini*

Anonymous said...

tragis(ga kebayang bakal setragis ini)...hino mati, shiori koma trus jd gila (dia kehilangan semuanya harga diri, keluarga n kekasih ckckck), sblmnya sdh ga sehat kan krn dendam tdk terima laki2 pujaannya cinta mati sama gadis kecil yg ga punya apa2 (selain semangatnya pada akting) dan sekarang saya n Pak Masumi sedang menunggu gadis itu menemukan kembali semangatnya dan berakting di BM-nya versi Neng Ty....-khalida-

Nana said...

AAAHHH>>sukaaaa......

bye2 crazies... now tiba saatnya Masumi mencari maya... aaahhh

orchid on 25 September 2011 at 02:41 said...

buahaha, kata2mu mizuki, bener2 tepat sasaran tembak, btw, saat pertemuan MM lah yg kutunggu2 *gimana ty nya sajja* secara MM sdh dibuat sedemikian rupa, klo adonan ya, sdh diulen2, dibanting2, diplintir, digilas2, yak sampe dah menyatu bener tuh adonan, trus dimodel n dipanggang, nyam2, rasanya enak *kok malah laper hbs komen* huftbuahaha, kata2mu mizuki, bener2 tepat sasaran tembak, btw, saat pertemuan MM lah yg kutunggu2 *gimana ty nya sajja* secara MM sdh dibuat sedemikian rupa, klo adonan ya, sdh diulen2, dibanting2, diplintir, digilas2, yak sampe dah menyatu bener tuh adonan, trus dimodel n dipanggang, nyam2, rasanya enak *kok malah laper hbs komen* huft

Anonymous said...

Ih td udah tulis komen panjang2 ehhh malah hilang gimana sih....tragis ya akhir hubungan SH??? Malah Hino meninggal lagi krn nolong shiomay....hmmmm jadi kasihan melihat pasangan ini....tp mau gimana lagi mereka jg jahat sama MM .....oke 2 sudah selesai...semua musuh sudah ditaklukan....barang yang dicari sudah ditemukan....what next nich.....tinggal MM deh....tq u/ storynya Ty ditunggu apa yg akan terjadi dg MM

Anastasia

syl said...

Ty.. shiori ny kurang menderita aah.. bikin jd gila aja gituu.. (sadis.com)

Fagustina on 25 September 2011 at 09:24 said...

Yah kenapa harus ada yg mati...kasian Hino
cinta membuat seseorang jadi buta n menghalalkan segala cara utk bisa bersama dg orang yg dicintai.. tp pada akhirnya malah tak bisa bersatu turut berduka cita...
mantabs kata2 mizuki tepat sasaran...ckckckck
next pentas BM n scene MM can't wait
Thanks Ty apdetnya

adirha on 25 September 2011 at 10:43 said...

poor shiory...poor hino...
go MM,,get your love and make it true!!!!

Anonymous said...

tetep ga kasian sama shiori... sombongnya masih aja ga ketulungan, padahal cm anak angkat Takamiya doang... dan kayanya msh gantung nasib si shiori ini, antara mati, gila, cacat permanen atau insyaf dan berubah jd baeeekk banget utk menebus semua kejahatannya...

*nadine*

Anonymous said...

shiori ikut meninggal nga ya? pengenna tuch sblm dy mati, sempat minta maap gitu ke MM, byr dy juga bisa ktm ama hino di alam sono. poor shiori....
skrg tinggal melanjutkan perjuangan Masumi bwt ngeyakinin maya spy maw balik lagi ma dy, semangat Masumiiii

wienna

Sandy said...

waaahhhh..aku baru baca!! gila ya shiori kemasukan setan kali tuh dia yaaaa...udah geulis kayak gitu kok hidupnya penuh dendam. kalau menurut aku kurang tragis apa yg terjadi pada Shiori... tapi aku senang dia gak mati, biar aja dia hidup untuk menyaksikan Masumi berbahagia dengan sang Bidadari Merahnya yang tercinta....

ivoneyolanda on 25 September 2011 at 20:57 said...

jiaaaaah...kasian sekali Hino Meninggal siapa sangka jadi begini...biar jahatjuga tetep aja kasian klo begini akhirnya emang cinta itu buta...gara2 cinta orang rela ngelakuina apa aja bahkan ngorbanin nyawanya sendiri.... Shiori juga kasian sekali dah jatuh ketimpa tangga berapa kali tuh.... keguiguran, gak bisa punya anak selamanya...kehilangan kekasih....huaaaa kasihannya coba dia gak dendam...mungkin dia masih bisa bahagia ya... emang dendam itu biar gimana juga gak pernah berbuah manis bener kata Maya....Duh Maya mudah2an kamu cepat kembali dan jangan sampai ngelupain masumi ya....soalnya semua yang masumi lakuin kan buat dirimu Maya....ayo TY "LEBIH CEPAT LEBIH BAIK"....

regina on 25 September 2011 at 21:21 said...

sebenernya jd kasian jg ama Hino.. T.T
dia berbakat utk jadi org sempurna..
gara2 shioridodol dia jadi useless T.T
semoga kelak shiori menemukan kebahagiaannya tanpa harus mikirin balas dendam deh ^^

ivoneyolanda on 25 September 2011 at 21:27 said...

aduuuuh Hino Meninggal ...kasian sekali.....biar dia jahat tapi siapa sangka bakalan kyk gini jadinya........Cinta emang buta....bisa buat org berubah jadi jahat bahkan rela ngorbanin nyawanya sendiri...Shiori juga kasian bgt dah jatuh ketimpa tangga berapa kali tuh....dah keguguran, jadi bener2 gak bisa punya anak selamanya, kehilangan kekasih oh noooooo....klo dia gak dendam mungkin keadaannya gak begini kali ya.... dendam emang gak akan berbuah manis.... Mudah2an Maya cepet kembali dan berbaikan sama Masumi, alias dia bisa ngerti alasan Masumi berbuat bgini.... ayo TY "LEBIH CEPAT LEBIH BAIK"....

Rany Yuliawati said...

vooooootteeeee.... >.<
lanjut tyyyy...bwt menuhin kuota nih... :)
ayo apdet tyyyy... ^_^
*lempar kemplang, risol, bakwan plus sambel kacang super puedesnya..biar melek n semangat apdetnyah y tyyyyy... XD

Rany Yuliawati

Rafiony Eka Febrianty said...

tante ty..apdet lg ya..
sengaja koment bwt menuhin kuota..
*d suruh mamah Rany Yuliawati nih..hehe..

Heri Pujiyastuti on 25 September 2011 at 22:37 said...

Ty, malang nian nasib Shiori. Karma x y gara2 misahin MM. Biar kapok dia. Yg pasti aku nunggu HE nya MM.

fad said...

Emang akhir yg paling tidak ribet itu dibuat meninggal aja hehe..sekarang yg paling ditunggu selain akhir cinta MM yg penuh cobaan adalah romantisme ala HIJIRI-MIZUKI..bikin penasaran..seperti apakah kiranya 2 asisten Masumi paling setia ini kalo dibuat jatuh cinta..hhmmm..qta tunggu FFY berikutnya...(cepetan TYyyy...hehe)

Resi said...

akhirnyaaaa, bisa bacaaaa.

Gak nyangka Hino tewas mengenaskan, kasian jg shiory ya, hehe.

Lanjut tyyyyy.....

dewjaz on 26 September 2011 at 08:39 said...

Yes akhirnya bisa koment :D...
ayooo di update ty... gak pap lah hino mati... bahagia pasti dia mati menyelamatkan kekasih hatinya :D... shiomay menyusul juga aja degh kasian... mending mereka bersatu di alam sana degh... kasian klo idup mah siomay....

dan cepat satukan maya dan masumi hahahahah ayeee ayeee

Nalani Karamy on 26 September 2011 at 08:59 said...

akhir yang cukup tragis ty, gara2 dendam semua jadi seperti ini, memang memelihara dendam itu tidak baik

Anonymous said...

hiks...hiks...kasian jg Hino+Shiori, tragis bgt....
sebenernya mrk jg pantas bahagia, tp shiori terlalu mendendam, cb kl akhirnya dia menyerah n nyari kebahagiaan sendiri, pasti dia ttp ama hino..
yaaahhh....yg penting buruan MM di HE ya ty, n lanjut ama HM, duo asisten masumi yg bny berkorban hehehe...

*theresia*

Anonymous said...

hmm...semoga ending nya jgn terkesan di-rush ya, soalnya komposisi ceritanya uda bagus dari awal, jd sayang banget klo endingnya dibuat tergesa2. semoga MM bisa dpt HE.

ps: klo bisa buatin spin-off tuk rei ma sawajiri ya, hehehe...

- betty

Anonymous said...

kayaknya sih abis ini si shiori bakalan sakit jiwa yaa? udah keilangan pacar, keilangan anak, keilangan keluarga.. ya sud lah dibikin gila aja ya ty.. timbang bikin ribet aja.. *dendam kesumat*

btw, bikinin ending yang super duper romantissssss yaa buat MM.. kasianilah mereka berdua ty.. sudah sedemikian menderitanya harus dibayar dengan ending yang sedemikian bahagia dan romantisss.. ^_^

~dita

mommia kitajima on 26 September 2011 at 10:32 said...

Tyyy......!!!
tambah..!!!!

Anonymous said...

WWWAAAAA....mizuki ketemu hijiri!!!!!
Akhirnyaaaa...... *knp happy bgt gw yak*
and shiori beneran jd gila ya gara2 dendamnya sendiri kasian jg, gw jd hampir nangis bacanya...
update lagi ty.....penasaran tingkat tinggi niiiihhhh

*theresia*

Anonymous said...

komenku hari ini :
1. gara-gara dendam Shiori jadi gila, mati nggak hidup juga nggak, kasian....;
2. rei - sawajiri kayanya melakukan lebih jauh daripada Maya - Masumi, ngapain juga sawajiri ngomongin anatomi tubuh ...he..he...;
3. mizuki - hijiri, ketemu...wah bakalan ada cerita baru nih...;
4. sayang apdetannya sedikit....tapi trims buanget karena Neng ty rajin ngapdetnya.....
- khalida -

Beatrix on 26 September 2011 at 11:05 said...

Wah Sawajiri???!!!! Muka datar tapi ckckck hot jg ya....well Shiory...kasihan amat jadi gila....ampun....ditunggu kelanjutannya Ty...Masumi he..he..he... nggak nahan ni yeee...makanya jangan terlalu jaim deh please....makan deh tuh kerinduanmu lagi....

risa on 26 September 2011 at 11:41 said...

omo..omo...hino RIP,somay gila...sebenar nya saya pengen nya somay mati jg tp gak pa pa deh biar somay bs lht kebahagian MM biar dia tambah gila...hahahaha #ketawakunti...

seperti nya da pasangan baru lg nieh....mizuki n hijiri..klo mrk bersatu akan jd ditektif yg tak terkalah kan...^_^

kata-kata pamungkas...LANJUTKAN!!!!...^_^

Resi said...

Ayo Hijiri, km pst bisa menemukan Maya. Hijiri gitu loh hehehe, makin ga sabar pengen baca lanjutannya.
Lanjutttt Tyyyyy....

dewjaz on 26 September 2011 at 12:34 said...

tY CHAAAAAAAAAAAAnnnn ayooo dung jangan menggantung begono... nanti di carikan degh foto mourinho wkwkwkwk


hiks hiks hiks... rindu yang gak kesampean memang nyiksa hiks hiks

Nana said...

Mana adegan MMnya niiyyy?? Ternyata belum sampai ya?

Ya sudah, sabar lg deh aku. *menghembuskan nafas berat dan mengetuk2 jari diatas meja.

Ratna on 26 September 2011 at 13:44 said...

Waduh, poor Hino...poor Shiori, semua ini gara2 tas merah marun ituh. Aku sangat terharu, ikut berduka cita atas meninggalnya Hino, btw kuburannya dimana Tyyy????

Sandy said...

Romantic ending for Masumi and Maya please... I want to see them happy after all they've been through.

Ty-sen, thanks dah diupdate, thanks for making Shiori crazy... Lebih baik lagi sih dikurung di RS jiwa..supaya gak bisa kabur dan mendatangi kantor masumi sambil bawa pisau.. Wakwak.

Ih Rei kok mau ya sama Sawajiri? Heheheh... Entah kenapa aku gak suka siy sama managernya Maya itu..

Ditunggu, ditunggu, ditunggu..
Secepatnya, secepatnya, secepatnya..
Apdet, apdet, apdet...

:-)

Ratna on 26 September 2011 at 13:48 said...

Akhir yang tragis untuk pasangan Hino dan Shiori, I wish not the same for MM, curious to know the next scene, bagaimana cara Masumi menyatakan perasaannya kembali, dan bagaimana cara Maya menerimanya kembali, I wish...itulah yang terjadi nanti.. The get along again...

Anonymous said...

what a sweet surprise, kayanya pengarang pengen semua tokoh di cerita ini dapet pasangan trus HE ya? lanjut terus cerita2 cintanya yg manis! ditunggu updatenya ya!

- betty

Anonymous said...

Asikkk akhirnya Mizuki ketemu Hijiri... Apakah mereka akan seperti Rei & Sawajiri pacaran?? kira2 siapa yg akan mulai pedekate duluan ya?? kalo Mizuki yg kaku mana mungkin berani deketin cowo duluan tp kalo Hijiri yg tidak jelas hatinya jg tidak mungkin...apakah ada makcomblang??? aduh Ty kau akan membuat mereka gimana nih??? waaahhhh penasarannnn!!!!
-mn-

Anonymous said...

gyaaaa..akhirnyaaa...blokiran cyberroam utk blog dibukaaaa... jd bisa komen..*OOT* :D..
weeeww...tragis amat nasib shiori... kasihan juga ya..walau dia nenek sihir jahat...
lanjooot tyyyyy.....
-dian-

Anonymous said...

Haaa... Cemburu Masumi keluar lagii.. Heran, deh.. Cowok cakep n kaya raya macam dia posesif-nya minta ampyuuunn.. Emang udah cinta setengah mati kali, ya.. Ma Maya.. Ehem.. Ayo Masumiii.. perlihatkan rasa cemburumuu... Ambil Maya kembali!!!

-Happy_

mommia kitajima on 26 September 2011 at 17:47 said...

knapa sih masumi ga langsung nyamperin maya ajjah
kan masalah hak pementasan BM dah slese
kalo gini, kapan bisa baikannya huhuhuhu.. T.T

risa on 26 September 2011 at 18:10 said...

masumi ada saingan br nihhh...heheehe ^_^
Ty apdetan nya kurang byk....
aku pengen lihat scen romantis nya masumi n maya...#srepot2...heheeh ^_^

Ty...lanjutkannn...

Fagustina on 26 September 2011 at 18:27 said...

ckckckckck shiory kasian sekali dirimu
Rei-sawajiri dah lebih pesat dan maju dari MM...
interaksi Himizu kocak bener dah wakakakakakaka
btw Ty ko cepet bgt sih dah ketemu aja t4nya Maya
rasanya masih kurang menderita Hansamusan...XDDD

Anonymous said...

Fiuuhhh...tragis bener ya jd shiori. Kondisi yg spt itu sama aja kyk mati segan hidup tak mau. Coba aja dia gak pake acara balas dendam segala :( Ty, tolong ya...proses masumi utk balik ke maya jgn dibuat terlalu gampang ya buat masumi...biar rada menderita dikiiiiittttt ajaaaaa + perlu usaha extra keras utk dapetin jawaban " yes, I do " dari maya... Maya juga jgn mau gampangan balik ke masumi *lagi bertanduk nih gua* -rini-

orchid on 26 September 2011 at 18:44 said...

masumi nih, kerjaannya ngebatin terus, mau jd ahli kebatinan pak? kenapa dirimu yg menderita2 begitu terlihat seksi ya pak masumi? akakak, hm, mizuki+hijiri ya, seandainya di ffy ini mereka dipersatukan, aroma romantismenya pasti berbeda, iyakan ty?

Resi said...

aaah Masumiiii, knp ga nyamperin Maya siiiih, keburu diembat org ntar.

Tyyy, bikin Mizuki n Hijiri jatuh cinta yaaah, kyknya seru tuh hehehe....

Anonymous said...

aduuuuuuhhh masumiiii, maya mana tau dirimu datang kalo pake ilmu kebatinan gitu. tapi bagus juga buat masumi cemburu. hehehe
kasian liat shiory ty, dya emg berakhr menyedihkan kayak gitu ya??

-bella-

nisa_na said...

so we're back to that time again, when those two were missing and loving each other like crazy but didn't have the courage to tell their feelings?

*menyayat hati pas bagian shiori...

ditunggu update-nya Ty, you're the best!

regina on 27 September 2011 at 00:22 said...

klo maya lupa ma kamu, aku masih mengingatmu kok, MAsumi XDDD

Anonymous said...

kasian Masumi,kerinduan hampir membunuhnya...jauh2 mencari hanya untuk melihat sang pujaan hati sedang tersenyum dengan pria lain...buat pelajaran tuh lain kali terus terang kalo ada masalah menyangkut hub dg maya, kebiasaan kali ya secara dia direktur dingin si gila kerja biasa hidup sendiri....penasaran juga nih reaksi maya...dia akan jaim atau langsung nyerah nih...-khalida-

Anonymous said...

Hihihi...mizuki & hijiri (2 tokoh favorit gua di TK selain MM) akhirnya pny love story sendiri & ini cuma bisa terealisasi di FFY :) thanks a lot,Ty! Nasib-nya shiori skrg lebih tragis ya drpd kematian Hino; kyknya kematian jauh lbh baik deh drpd dia hidup dg kondisi spt skrg itu. BTW...masumi-nya masih kurang menderita tuh! Perlu dikasi pelajaran spy lain kali bisa lebih open ke maya kalo ada masalah apapun. Pokoknya dibuat sampai limit terakhir yg mampu ditanggung seorang masumi hayami! Sampai tahap desperado ya, Ty :) hehehehe...

Anonymous said...

cia...ada kojji ke dua ceritanya..hihi..jadi makin penasaran...lanjutkan ty

Anonymous said...

Hihihi...mizuki & hijiri (2 karakter pendukung favorit gw di TK) akhirnya bisa jg ketemu n ngobrol mlh hijiri mau ngajak kencan kapan2 hihihi...
masumi cerdas jg, bs tau kl Himizu saling tertarik. tp knp dia gak bs cerdas bt mengerti perasaan maya siiihhh.... *gemeees*
hrsnya masumi belajar dr hijiri, spy maya gak terombang ambing trs ky gini...
ayo lanjutkan ty...ditunggu update selanjutnya...


*theresia*

Anonymous said...

ty....
dikit lagi..dikit lagi
ketemu lagi, tapi jangan berkelahi lagi ya ty...
happy ending dong MM nya
-degg-

Ratna on 27 September 2011 at 09:45 said...

Well, Cinta kan membawamu kembali disiniiii...mbok ya kayak lagu itu toh kangmas Masumi..berjuanglahhh..jangan menyeraahhhh...

Anonymous said...

jadi ngebayangin wajahnya masumi kalo lagi memendam rasa cemburunya (dikomik)...serem dan terasa ikutan sesak...ingat waktu masumi ngelempar cangkir kopinya pas dia ngeliat foto2 maya n koji...-khalida-

Heri Pujiyastuti on 27 September 2011 at 13:43 said...

Sabar ya Masumi. Klo Maya ga mau balik lagi. Aku bersedia koq...hehehe

chuubyy on 27 September 2011 at 14:29 said...

Omg.. tolong jng bwt masumii sedih lagii...*suer aku ga rela bgd*... hik hik.*nangis bombay* :D

Anonymous said...

Biarkan MM bahagia, mereka sdh melalaui saat susah senang, jgn berakhir sedih dung.

-Mia Hayami-

Anonymous said...

Deg-deg-an menunggu endingnya...Ty pas endingnya beri kesan yang romantis ya...

Wid Dya

dewjaz on 27 September 2011 at 14:48 said...

Oh My God Ty.....
Penderitaan tidak bisa bilang apa yang di lakukan itu untuk kekasih tercinta sangat-sangat sedih loghhhhhh

Pleaseee tolonggggg jangannnn lagi jangan jangan buat mereka menderitaaaaaaaaaaaaaa


HUAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA

Lina Maria on 27 September 2011 at 14:48 said...

rasain tuhhhhh... biar cembokur si Masumi Hayami. haahahahahha, emang enak punya cewe yang laris manis? ^^
lanjutkan cintahhhhhhhhhhhh, Slepotzzzz muachhhhh

Anonymous said...

Ingin tau endingnya ffy bagaimana ya....semoga HE...secara semua halangan sudah teratasi...kedua-duanya juga masih cinta...lalu mau apa lagi....apakah karena cemburu yang belum jelas maka mereka berpisah....tq u/ updatenya Ty...ditungu kelanjutannya....

Dian

Nalani Karamy on 27 September 2011 at 14:58 said...

ada yg terbakar cemburu dan ada yg terpercik cinta, asoy geboy deh lanjut say

eva

Anonymous said...

hweehehehehhehehee....jenk Tyyyy....lanjutgan yaahh....udah tinggal dikit lagi kan?? masumi nihh cemburuan bangett kayak aku ajaah...wkwkwwk...
cepat satukan MM ya Ty....harus HE lhooo!!!

Anonymous said...

apa maumu sih masumi... maya dekat salah, jauh salah, jalan sama cowok lain jg salah... tarik ulur melulu nanti keburu tuaaa lohhh...
lanjut ty...

*nadine*

diah darma on 27 September 2011 at 20:30 said...

yyyyyaaaaaaaaaaaaa kok sedih lagi sih Ty...
padahal kemarin dah seneng2 diatas penderitaan SH hehehehehe :)
ga papa deh sedih2 tp jangan lama2 sedihnya ya Ty........ :)
thank you ..... updatenya Ty & selalu ditunggu updatetan darimu Ty..... ;)

mommia kitajima on 27 September 2011 at 22:30 said...

ahhh....senang sekali akhirnya MM bertemu
next chapter, mereka harus balikan lagi yah Ty ^^

dag dig dug daku baca apdetan kali ini
ternyata tidak sesedih perkiraanku Ty
malah senang sekali MM bisa bertemu
walo belum saling jujut

Anonymous said...

yaaahh koq udah bersambung lagi, kurang nih ty. hehehe... bagus ty, biarin masuminya cemburu dulu, lucu deh kalo dya cemburu kayak gitu

-bella-

Anonymous said...

bener bener tidak ada yang namana kebetulan, seperti Masumi yang ditakdirkan bwt Maya, iya kannnnn????? senengna lyt MM bisa romantis kaya gini, andai ada gambarna pasti dech aq pajang...
ayo Ty bwt Masumi yang nganter Maya balik ke tokyo lagi...

wienna

Anonymous said...

Ty Sakumoto, dirimu ternyata jauh lebih tega ya daripada masumi hayami yg tega mutusin maya...karena tega mutusin lanjutan cerita ini sampai di bagian yg amat sangat nanggung sekali :( :( Masumi itu sadar gak sih, dg caranya yg tiba2 menghilang tiba2 muncul di depan maya justru malah lebih menyiksa ya?! Dasar kecoa super egois *jadi kesel* -flo-

Rany Yuliawati said...

lanjut ty sakumoto anu geulis tea...*ngerayu.com
d tggu apdetan2 selanjutnya.. :)
mudah2an mlm ni udh bs apdet lg y ty.. ^_^

Anonymous said...

Xixixixi....jadi ketawa sendiri waktu baca MM ketemu....serasa gua aja nih yang pacaran.....gawat deh....Duh si Masumi badai kan sudah berlalu ya mbo bilang aja gitu lo sama Si Maya kenapa ada acara putus putusan,,,ini malah mau kabur....untung ada si kecil-kecil tuh....jadinya ketemu deh.....uuuy senangnya hatiku...tq u/ updatenya Ty....aku jadi begadang juga nih nunggu update an....love your story...chiayo...semangat...ganbate...

Anastasia

Luna Selena said...

hyaaaaaaaa masumi dah kangen berat juga tetep aja ngeles........ sepertinya masumi perlu banyak belajar dari sawajiri wkwkwkwkwkwkwk......

Anonymous said...

Kenapa lagunya harus ini sih,ty? jadi ngebayangin ada di posisinya maya saat ini...lagu ini jd kyk ungkapan suara hati deh :( :( *hati rasanya kyk diremas2 nih...bleediiinnngggg...* gua pingin tukar posisi sama maya nih skrg...pas masumi muncul gitu,bakal gua tunjuk2 pake gagang sapu kalo perlu digaplok pake sapu, suruh balik lagi ke Tokyo sambil teriak : "mau loe apa sich, masumiiii....?!Masih belum puas ya nyiksa gua?!" Untungnya maya bukan gua...bisa benjol2 tuh masumi balik ke Tokyo :) hehehehehehhe.... *rini*

nisa_na said...

masumi, for god sake, pull yourself together man!
masih aja ga pede!!
CIH

*kenapa jadi emosi jiwa begini*

nana said...

Masumi, itu takdir..pliss deeehhhh..

terlalu banyak pertimbangan nih si akang... nunggu masalah kelar lah, waktu dah kelar, nunggu pementasan lah...

Masumi, umur tidak ada yg tau.. seize the day!!

regina on 28 September 2011 at 00:28 said...

jaaah.. kecoaknya kuraaangg!!!! *loh?!?!??!?!*

Ty SakuMoto on 28 September 2011 at 00:53 said...

@nana: hahaha nana, baca komenmu, sedikit banyak aku rada, "wow! she got it!*

ha3 kata2mu itu sebenarnya udah jadi clue buat apdetan selanjutnya loh XD

Anonymous said...

Hhhuuuaaaaa.... Nanggung bangeeett, dah terlanjur deg2an nich..., Ty...jangan Kau siksa perasaan kami dgn rasa penasran kyak gini...!!! *sambil melet*

Tinggal finishing touch aja nich..., berharap endingnya dgn suasana romantis, perasaan haru Dan kebahagiaan terpancar

*ephie*

Anonymous said...

" Seharusnya kau tahu, walaupun aku memintamu pergi, sesungguhnya aku sangat ingin kau menungguku, sebentar lagi saja"...

Masumi ini emang Maya ahli nebak pikiran orang apa...Maya tuh jeniusnya di akting!!!!

Masumi Hayami emang paling hobi nyiksa diri sendiri....(sama dg karakter dikomiknya)

Neng Ty, hari ini apdet lagi kan?plisss jg lama2 ya...-khalida-

Anonymous said...

ty...
kumohoooon...
biar mereka bersatu sebelum kembali ke Tokyo ya,
maunya ada adegan antara MM yang sama ketika pementasan Bidadari Merah di lembah plum, ketika maya pakai kimono bidadari merah, dua jiwa yg saling tertarik dan saling ingin memiliki, dan mereka saling mengetahui bahwa mereka adalah belahan jiwa.. duh roamntisnya... mengkhayal.com..
ty..sebelum wekeend dah tamat ya
-degg-

diah darma on 28 September 2011 at 10:42 said...

ya...ya... masumi memang selalu seperti biasanya, mlihara penyakit yang harusnya sudah dibuang dari dulu.
owhwalah ......
sampai kapan to sum... sum.. kamu kayak gitu terus hehehehehe :)

makasih updatenya ty..... ;)

Nalani Karamy on 28 September 2011 at 10:47 said...

co...cweet, hm semakin deg2an aq menunggu lanjutannya ty, berdebar, panas dingin, pokoknya campur aduk deh

orchid on 28 September 2011 at 10:53 said...

harusnya ini sedih, kok jatuhnya lucu ya, xixixi, sangat menghibur ty, aku suka paragraf yg maya narik tangannya trus bikin masumi sendu2 gitu, semakin tidak pedelah dia, wakakak, krn sebelum2nya liat maya senyam senyum riang dgn pak guru hiraga, kyaaaa, masuminya maju mundur gitu, apalagi klo tiba2 si hiraga itu muncul di hadapan mereka berdua, masumi pingsan kali, kyaaaaaa, membayangkannya saja sudah senang sekali diriku ini

Anonymous said...

agaaaaaiiin g gkbs baca updetannnnn capeee deeh T___T
anita

Anonymous said...

aaaa

Ratna on 28 September 2011 at 11:40 said...

Aku suka sekali adegan pertemuan mereka berdua....saat Maya menjatuhkan sapunya, saat Masumi membalikkan badannya, saat bunga2 bermekaran, saat romance backsoundnya kedengeran, saat efek visual blur ditayangkan, Wowowowowo....terasa banget perasaannya, Finally Found You deh!

Anonymous said...

ini last chapter kan ty???atau ada lagi?? jangan keburu buru ya kisah MM diakhiri, slow..but HE
*rahell

Anonymous said...

ah indahnya buat masumi jaelous,serasa diri sendiri jadi maya *aih...*
ty...buat cerita yang masuminya dapat lawan seimbang dong, sama2 mapan,dewasa,hansamu of coz,yang memuja maya dengan terbuka dan terang terangan, en pastinya bikin masumi menderitaaaaa gitu,hihi..

*rahel

Fagustina on 28 September 2011 at 12:28 said...

baru sempet komen
adduh2 masumi terlalu banyak pertimbangan sm ngebatin terus deh...
hayooh tunjukkan...*tunjukkin apa yak*...XD
inget umur udh jalan terus *ga nyambung*
tp Ty rasanya msh kurang deh menderitanya tambahin lagi dunks...XD

Nana said...

@Ty: Ty...aku tau kamu penulisnya..hehehehe.tapi kok aku punya feeling kamu mau menimpakan sesuatu yang buruk kepada salah satu dari dua sejoli itu... aku tak relaaaa... (nangis).

well, terserah Ty deh..tapi toloooong banget jangan dibuat mati yaaaa?...
please please pretty pleeeeeeease... *berkedip2

Anonymous said...

Ayooo.... segera tamattt..... jgn ada tragedi lagi dah. Uda sedih bahagia cm bbrp chapter, sedihnya lama bgt....

-SL-

Resi said...

Ayoooo Masumiiiii, peluk Maya dan jangan dilepaskan lagi, karena itulah takdirmu hehehe.

Tyyyyy, inget looooh, kl SE aku datengi kosmu. Pokoknya harus Happy Endiiiing......

Lina Maria on 28 September 2011 at 16:50 said...

gyaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa..... Masumi bodooohhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh *nelangsa

Anonymous said...

waduh... Masumi dpt saingan baru??? Pak guru Hiraga...kirain setelah Shiomey sudah selesai penderitaan MM..berharap akan segera HE :) aduh makin lama aja nih cerita....hikhikhikhiksss :(
-mn-

Ratna on 29 September 2011 at 09:58 said...

"Masumi sungguh berharap mereka memang ditakdirkan untuk bersama"...Kamipun sungguh berharap kalian ditakdirkan bersama, kami rela walau tak dapat memilikimu Masumi... :) (Apa toh???) Asalkan kalian bahagia setelah berbagai penderitaan yang kalian alami, please.... *rasa tak enak hati, karena feeling sama kayak Nana*

Anonymous said...

Masumi.. Masumi... gak ketemu uring-uringan, ketemu sok jaim.. jiaah.. itu namanya menderitakan diri sendiri..!!

-Happy-

Anonymous said...

ud ampe manai ni updetannya yaa gkbs baca lagi T_T kudu komen dulu neh

orchid on 30 September 2011 at 09:42 said...

mengarang cerita buat komen resi,
pas maya berdiri, kakinya tersangkut ranting, mau jatuh, ditadah sama masumi, trus berpelukaaaaaaan,
"klo seperti ini, kebetulan ato takdir?" tanya masumi
selanjutnya terserah andaaaaaaaaaaa

Anonymous said...

Kyaaaaaa tyyyyy....lama ga online aq maaff yaaaa idolakuuuu....tp jd puas bgt pas baca Uϑªh banyak hehehehee...ty,lo mang mantep bner bikin cerita!!!cepet2 bahagia tp jgn tamat ya ty,,biar criita bahagianya banyak juga...anggeplah sambil nungguin mizuki hijiri jadian hahhahahahahahah...rei sawajiri jg nikah,pokoknya biar crita happy nya maya masumi banyak deewwww KǻKǻKǻKǻKǻ=))=))=))=))=))=))
Lanjut ty!!
-reita

mommia kitajima on 30 September 2011 at 23:01 said...

Tyyyy....
kentang...!!!
huhuhuhu....
langsung histeris dirikuwh melihat dirimuwh memutus ceritanya begitu saja
huaaaa...!!!
weekend ada lagih ya cintah

seru sekali scene pertengkaran MM, love it ^^

*berdoa Ty sehat2 saja, amin*

Gabriella on 30 September 2011 at 23:10 said...

ah,Ty,lagi seru-serunya,kok bersambung..memang hanya Ty saja yang bisa membuat orang jadi penasaran. lucu,Ty,ngliat Maya Masumi bertengkar.HE,ya,Ty,please...ah,Ty,lagi seru-serunya,kok bersambung..memang hanya Ty saja yang bisa membuat orang jadi penasaran. lucu,Ty,ngliat Maya Masumi bertengkar.HE,ya,Ty,please...

Resi said...

aiiiiih, tanggung amaaat sih tyyyyy.
Malah senang nih ada badai, semoga bisa menjadi alat pemersatu MM deh hehehe.
Suka banget MM berantem kayak gitu, jd pengen liat adegannya d anime hehe....

nana said...

Tyyy..deg2an...kyaaa...
adegan kuil+badai episode 2 kaahhh??

MM baikan ya Ty dibadai ini...jgn kecelakaan ya tyyy.. loph youuu

ivoneyolanda on 1 October 2011 at 02:17 said...

wah terjebak badai lagi utk yg kesekian kalinya....mudah2an gak terjadi apa2 ya.....aku berharap mereka mau berbaikan dan sama2 bisa saling jujur......

Anonymous said...

Berantemnya asyiik... romantis..he..he.. ^^

-Happy-

Anonymous said...

Berantemnya asyiik... romantis..^^

-Happy-

sally on 1 October 2011 at 09:50 said...

mudah-mudahan badainya membawa berkah.... kan biasanya setelah badai ada pelangi..._^_ ya kan tysen... hehehehehehehehh....

Mom Rany Yuliawati said...

lanjoooot ty darleeeng..
can't hardly wait..smoga bbrp jm lg udh apdet y..amin.. ^_^

Anonymous said...

kebalikannya ivoneyolanda, aku berharap mdh2an krn terjebak badai MM bisa akur lagi, kl perlu terjadi apa2 yg diinginkan hahaha....
update lagi ya ty....

*there*

Fagustina on 1 October 2011 at 10:14 said...

ow ow Tyyy wakakakakakakaka bertengkarnya lucu banget....
hohohohohgo scene menerjang badai dan dikuil babak 2 kyaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa can't wait >,<

Sandy said...

Ty, lg nulis adegan romantis yaaaa? Iya deeehhh... Masumi hati2 kena pneumonia ... Dari kemarin ujan2an melulu... Abis itu minum sake pula. Daripada hangatin badan pake sake, mending pake maya... :)

Beatrix on 1 October 2011 at 13:51 said...

Demi cinta badaipun diterjang....Ayo Masumi...jangan berantem lagi...udah susah susah ketemu malah runyam....tq Ty u/ updatenya...ditunggu kelanjutan cerita MM nih...

Widiya on 1 October 2011 at 14:30 said...

Ty........scene bertengkarnya lucu banget wakakakaka.........:)
berharap MM kejebak badai, sama seperti di bidadari merah (lupa nomer berapa hehehe...), trus jadi baikan lagi dech........

Anonymous said...

anak kecil VS orang tua, sapa yang menang ya????
Ty jangan ampe Masumi nemuin Maya, biarin aja dy kalang kabut nyariin Maya, abisna kesel dech lyt dy tdk berani mengungkapkan perasaan sesungguhna.
ditunggu lagi apdatena ya Ty.

Wienna

Anonymous said...

ty..
masumi dirimu khan lebih tua seharusnya lebih tau bagaimana perasaan anak kecil, nih contohnya (kalau udah mencak-mencak biasanya tuh ada yang keinginannya yang nggak terkabul)
mudah2an masumi ketemu ama maya di tengah hujan badai terdiam, terpaku dan saling menatap tiada air hujan yang membasahi diri, hanya ada engkau dan aku ...( mengkhayal lagi )
oh ty...kutunggu apdetan berikutnya... kalau bisa harus hari ini juga ( maksa .com )
-degg-

Lina Maria on 1 October 2011 at 19:43 said...

Pertengkaran paling konyol yang pernah kulihat. tapi lucu banget, dasar pasangan konyol. hahahahahahhah. mantap cintah ^^

Anonymous said...

aw aw aw aw sepertinya kejadian d lembah plum bakal terulang lagi nih, yg pasti ini harus lebih romantis + mesra ya ty, udahan dong marahannya. hehehehehe.... jadi senyum2 sendiri aq

-bella-

Anonymous said...

aw aw aw aw sepertinya kejadian d lembah plum bakal terulang lagi nih, yg pasti skrg harus lebih romantis + mesra + mayanya sadar. hehehehe

-bella-

mommia kitajima on 2 October 2011 at 00:57 said...

oh no, jangan tidur maya
kami semua mennatikan BM mu...!!!
and peran 'baru' mu
huhuhu...
apakah ada apdetan lagi besok Ty...???
*melas*

Anonymous said...

Mateng dech, alamat gak bisa tidur deh malming ini Ty. Hiks hissss to be continued-nya kentang banget. Ty, kapan update. ASAP yah, plzzzzzz (mata mengedeip2 alam pussy in boots mode on) :P

Nana said...

Aaaahhh!! Jangan mati mayaaaa, kamu sebentar lagi harus jd pengantin!
fight for your life! Ganbatte! Walaupun ketika kamu sadar dari pingsanmu, kamu harus menikahi seorang direktur bodooohhhh.... *gemas sama masumi..*

Ty, menyentuh sekali aku sampai hix hix.. Penyesalan memang dtg belakangan yaaaa

Anonymous said...

Ty...ooohhh Ty..., air mataku blm kering saat nulis komen ini, jantungku msh berdegup kencang Dan ternyata dirimu begitu tega motong adegannya pas kyak gini, sukses banget bikin aq penasaran n gak bs tidur lg. Ty...kpn lg apdetnya ?? Pokoknya hrs happy ending ya...

*ephie*

Beatrix on 2 October 2011 at 05:23 said...

Malang bener sih nasib MM waktu kisah awal Masumi hampir mati keracunan karena frustasi....sekarang Maya dlm keadaan sakit....feelingku jadi tidak enak yaaaa....terpaksa putus gara2 shiory....wah kalau aku jadi Maya mungkin sudah berteriak kaliii ....knp hidup ini tidak adiiiil ya????Tq u/ updatenya Ty.....mau SE atau HE nih ???? Ditunggu kelanjutannya

Anonymous said...

Kereeennn.. Sedih tapi aku suka... Kebayang gimana Masuminya frustasi kalo Maya sampe kenapa-kenapa... Bisa bunuh diri tuh si ganteng.. Tapi jangan sampe ya, Ty.. Kasihaan. Masa nasibnya ga sekeren wajahnya sih? HE ya say.. pliissss.... ^^

-Happy-

Anonymous said...

mau koment tapi ga bisa2 ya ? koment nya ditelan begitu saja...

Anonymous said...

yahhh koq bersambung sey???
gimana ya Maya selanjutna? dy pasti sekarat, koma, trus si masumi gebleg pasti ngerasa nyesel nga ngungkapin perasaan sebenerna, trus akhirna si Msumi ngelamar Maya saat koma, dipakein deh tu cincin berlian, baru dech si Maya sadar dari koma, ohhhh so sweet...( impian terpendam ney Ty)
jeung Ty maniezzz, He ya.. pleazeeee...

wienna

aseani said...

Tyyy....!! teganya...teganya...teganya....
sangkain udah bakal ketemu, maaf-maafan (emang lebaran), pentas BM, terus kawin deeeeh....
kok pake acara nyaris mati segala dulu siiiih...??

Anonymous said...

Tyyyyyyyyyyyyyyyyyy chaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaan hiks hiks kok tega nya dirimu mnembuat weekend ku di tutup dengan buruk

inter kalah
masumi begini (dezet)

sally on 2 October 2011 at 10:42 said...

bagus ty... moga2 dng kejadian ini bisa buat MH jujur ama MK..... si MH ko senang banget pikir maslah sendiri...*_*
tapi akhir tetep HE kan tysen...^^

diah darma on 2 October 2011 at 11:22 said...

sedih.... teganya dirimu tyyyyyy hiks... hiks... :)
but..... love it very much ty....
Krn aku memang berharap masumi mendapatkan maya dengan susah payah... *PD HE padahal???? heehhhe :)
thank you updatenya Ty....

Anonymous said...

tyyyyyy koq sedih gini ceritanya?? kirain scene selanjutnya bakal kayak d lembah plum. jadi ikut sedih nih, semoga maya gag mati ya, masak MM gag bersatu sih.

-bella-

chuubyy on 2 October 2011 at 13:45 said...

sedihhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh...... tidak tidak..mayaa wake up...hhik hikk hik... sedih bgd,,, menusuk nusuk... suka ty.. lanjudinn..*sroottttttttt....*

yenni on 2 October 2011 at 13:46 said...

Ty, segera update yah. Kasian loh besok pasar bisa kekurangan bawang bombay krn dipake nangis semua. Wakakakakakakkkk

Anonymous said...

ty...
dirimu memang pandai membuat perasaanku bercampur aduk. tapi betapa senangnya jika kekasih hati seperti masumi ya...adakah kisah seperti ini di dunia nyata ??
pertanyaan yg kadang nggak perlu jawaban ya ty...
thanks ya updetannya...
tp daku masih penasaraan lho endingnya..
cepetan dooong ty di tamatkan FFY ya... pleaseeee
-degg-

nisa_na said...

Suka banget... full of surprise ;)
Jadi terkecoh, kirain bakalan romantis ...

Masumiii... ayo semangat... tinggal sedikit lagi ke mobil... segera hangatkan Mayaa...
Uhm... Ty, untuk adegan berikutnya ga perlu pindah ke lapak khusus emak2 kan ye? hehehe... *aduh gw jd malu sendiri :")

Thanks ya, Ty... teruslah kau hibur kami, biar kami doakan supaya dirimu selalu sehat :)

Ditunggu update berikutnyaa (^_^)/

regina on 2 October 2011 at 14:25 said...

aaargghh.. nangguuunggg!!!! Tyy..... pliss update lagiihhh... XD

regina on 2 October 2011 at 14:26 said...

huwaaa... nangguungggg .. update ASAP plizzzzz XD

Anonymous said...

happy ending ...happy ending...amiiiiiiiiiinnnnnnnnnn.......
ngangetinnya peluuukkkkk deeeeeeeee wekekekekekekekkkkekekekekkekeeeeeeeeeee ;P

-reita

Anonymous said...

Keren maya! Gitu donnnkkkk...sekali2 masumi perlu diajak berantem kyk gitu & dikasi pelajaran! Biar ngeh, kalo sikapnya yg maju mundur gak jelas itu bikin masalah tambah complicated. Masumi gak sadar tuh, kalo ada org lain yg liat mereka berantem kyk gitu pasti yg dinilai childish & kurang kerjaan adlh masumi bukan maya. Secara org2 tau dia jauuuuhhhhh lebih tua dr maya :) cuma org tua yg kurang kerjaan kan yg mau ngeladeni anak kecil berantem?! kikikikikikk...*rini*

«Oldest ‹Older   1 – 200 of 233   Newer› Newest»

Post a Comment

Silahkan kritik, saran, sapa dan salamnya... :)

 

An Eternal Rainbow Copyright © 2011 Design by Ipietoon Blogger Template | web hosting