Sunday 27 February 2011

Fanfic TK: Finally Found You Ch. 2

Posted by Ty SakuMoto at 21:31


Finally Found You
(chapter 2)



Masumi mengerjap-kerjapkan mata lalu menegakkan badannya. Mengingat rencananya hari ini, sebuah senyuman tak bisa ditahannya.

Maya…

Masumi segera turun dari tempat tidur dan meraih mantel mandinya. Belum pernah dia merasa sesemangat hari ini dalam menyambut pagi walaupun malam sebelumnya Masumi sempat tidak dapat tertidur karena pesan singkat dari Maya yang tidak lepas dipandanginya, seakan-akan takut pesan singkat itu bisa menghilang tiba-tiba jika dia memejamkan matanya. Dengan wajah berseri dipandanginya lagi handphone dan pesan singkat dari Maya sebelum Masumi beranjak menuju kamar mandi.

Tidak perlu waktu lama bagi Masumi membersihkan tubuhnya sebelum lantas menuju wastafel dan meraih peralatan bercukurnya. Membasahi wajahnya sebentar dengan air hangat dan mengoleskan krim cukur, Masumi lantas meraih alat pencukur elektrik dan memasangnya untuk wet-shave sebelum alat tersebut menyusuri wajah Masumi untuk menyingkirkan rambut-rambut halus tak kentara di wajahnya. 

Setelah yakin wajahnya bersih dan licin, Masumi membersihkan sisa-sisa krim cukur dan menatap wajahnya di cermin. Meyakinkan dirinya kalau dia cukup tampan hari ini untuk membuat gadis pujaannya terpesona. Masumi lalu meraih aftershave, menumpahkan isinya di telapak sebelum mengusapkan ke wajah dan lehernya. Masumi tertegun sebentar, memikirkan apakah Maya akan menyukai aroma aftershave yang dia kenakan. Masumi menciumnya sekali lagi sebelum mulai merasa konyol.

Ya ampun Masumi, belum tentu dia akan mencium aromanya… lagipula, kami bukannya hendak berdekat-dekatan atau ber..ci..um..an…

Sekonyong-konyong bayangan dirinya mencium Maya tergambar jelas di kepalanya dan membuat wajahnya merona. Segera Masumi menghapus gambaran tersebut tak berbekas dari benaknya. Masumi menghela nafas, merasa sangat konyol mengkhawatirkan hal-hal kecil seperti aroma aftershave-nya padahal belum tentu Maya berpendapat bahwa apa yang akan mereka lakukan adalah sebuah kencan. Masumi tersenyum kecut pada dirinya sendiri. Tidak berapa lama Masumi mendengar teriakan Maya.

=//=

Maya berendam di dalam bathtub yang besar, sambil memainkan busa sabun yang menyelubungi seluruh permukaan air dalam bathtub tersebut. Airnya terasa hangat dan membuatnya rileks. Maya memutuskan berendam walaupun masih pagi untuk menyingkirkan rasa tidak nyaman di badannya karena hanya tidur beberapa jam saja. Sambil memijati tangannya, kembali Maya teringat pada Masumi yang menyanggupi permintaannya tadi malam.

’'Baiklah. Dengan senang hati…’ katanya. Hihihi...” Maya kembali memejamkan mata menahan kegembiraan sambil menggigit bibir bawahnya dan tersenyum lebar. 

Tiba-tiba senyumnya berubah menjadi senyum malu-malu saat membayangkan kencannya dengan Masumi. Spontan Maya menutup wajahnya dengan kedua tangannya dan berakhir dengan rasa perih di matanya karena air sabun.

“Aduh! mataku!!! Aaaa!!!” Sambil mengerjap-ngerjapkan matanya Maya memutar keran air dan menyalakannya.

“Aaarggghh panas! Panas!! PANAS!!!” Teriaknya saat air panas mengenai tangannya dan segera mematikan keran air tersebut. 

Maya bangkit menuju wastafel, air dingin segera mengaliri wajahnya. Maya mencuci matanya dengan segera. Saat itulah Maya mendengar handphonenya berbunyi. 

Pak Masumi...?

Maya meraih mantel mandinya dan berlari menuju handphonenya. Sempat terpeleset sesaat sebelum meraih handphonenya, Maya kembali mengaduh dengan keras.

“Halo…”  Maya sedikit meringis.

“Mungil? Apakah barusan kau yang berteriak? Apa kau tidak apa-apa?!” Tanya Masumi terdengar sangat khawatir.

“A… aku tidak apa-apa.” Jawab Maya gugup.

“Kau yakin tidak apa-apa?”  Tanya Masumi sekali lagi.

“I…iya… Hanya mataku kemasukan air sabun.” jelasnya, masih sambil mengusap-usap matanya.

Maya bisa mendengar Masumi bernafas lega.

“Baiklah kalau begitu. Jam berapa kita akan berangkat?” Masumi memastikan kembali janji mereka berdua.

“Terserah Anda saja, Pak Masumi. Tapi sekarang aku masih belum selesai mandi dan belum berpakaian.” Terang Maya.

Masumi bisa merasakan wajahnya kembali merona karena kepolosan Maya.

Kenapa kau harus memberitahuku semua itu Maya… Sesal Masumi.

“Baiklah… aku akan menelponmu lagi nanti. Aku akan mengajakmu sarapan terlebih dahulu kalau kau tidak keberatan,” ajak Masumi.

“Tentu,” Jawab Maya.


=//=

Masumi lalu mengakhiri teleponnya dan berbalik menuju ruang berpakaian yang disediakan di dalam kamar hotel. Membongkar tas pakaian yang selalu berada di dalam mobilnya untuk hal-hal darurat.

Kemeja, kemeja, polo, jas, jas, dasi,…

Akhirnya Masumi memutuskan mengenakan sebuah kaos polo Ralph Lauren berwarna light blue ditutup jaket bergaya kasual klasik Baracuta warna navy blue serta sebuah celana panjang Dockers dan sepatu kasual keluaran dr Marten berwarna senada.

Beberapa saat mematut diri di depan cermin, Masumi tidak ingat kapan terakhir kali dia merasa segugup ini dalam mempersiapkan diri. Bahkan menghadapi rapat tahunan pun tidak pernah membuatnya begini khawatir. Sekali lagi Masumi menghela nafas, merasa betapa konyol dirinya pagi itu.

=//=

Jam menunjukan pukul 8 AM saat Masumi keluar dari kamarnya dan menuju kamar Maya. Mempersiapkan dirinya sebentar, lalu Masumi mengetuk pintu kamar Maya.

Maya yang menunggunya sambil menikmati pemandangan pagi di depan jendela kamarnya, segera bangkit dari tempat duduknya. Namun kekurang-awasan membuat lututnya membentur ujung meja saat Maya berdiri.

“Aww!! Adduhh!!!” Rintihnya saat lututnya terantuk meja.

“Mungil, kau tidak apa-apa??!” Seru Masumi dari luar pintu saat mendengar suara-suara dari dalam kamar Maya.

“Ti… tidak apa-apa!!” Maya menyahuti sambil memegangi lututnya yang berdenyut.

“Uuuhh kenapa hari ini aku ceroboh sekali…!” Sesalnya memarahi diri sendiri.

Ia lantas segera berlari menuju pintu tanpa menghiraukan rasa nyeri di lututnya. Berhenti di depan pintu, Maya mengambil nafas beberapa kali, Ia lalu membuka pintu kamarnya.

Di hadapannya Masumi sudah berdiri dan terlihat sangat tampan dan rapi. Walaupun memang selalu demikian, setidaknya mengetahui bahwa pagi ini Masumi berdandan untuk menemuinya sudah membuat Maya senang.

Maya terlihat sangat segar pagi itu, Masumi tersenyum ramah sambil mengamati wajah Maya yang berseri.

“Selamat pagi.” Sapa Masumi.

“Selamat pagi.” Maya terlihat malu-malu.

“Kau barusan kenapa?” Tanya Masumi tentang teriakan Maya yang didengarnya sebelum Maya membuka pintu.

“Kakiku terbentur…” Maya memperlihatkan lututnya yang tampak sedikit memar.

Masumi terlihat khawatir. Dan semakin khawatir saat melihat punggung tangan Maya yang melepuh.

“Ini kenapa?” Tanya Masumi, spontan meraih tangan Maya.

“Te… terkena air panas..” jawab Maya dengan suara pelan saat jantungnya memacu lebih cepat merasakan genggaman tangan Masumi di tangannya.

Beberapa saat Masumi mengusap punggung telapak tangan Maya yang melepuh dengan ibu jarinya, memastikan semua baik-baik saja sementara Maya merasa jantungnya akan segera meledak.

“Apa kita perlu ke klinik mungil? Ada sebuah klinik di lantai 7. Kalau kau mau aku bisa mengantarmu.” Anjur Masumi.

“Ti… tidak perlu. Aku sudah biasa memar-memar seperti ini, tidak akan lama kok…” Kata Maya sambil perlahan menarik tangannya dari Masumi karena dia takut terkena serangan jantung kalau tangannya terus digenggam oleh Masumi.

“Kau ini memang luar biasa, selalu saja terjadi hal yang tidak terduga kalau bersamamu.” Masumi terlihat sedikit lega saat mengatakannya.

“Ah iya,” Masumi mengelurkan sesuatu dari sakunya.

Sebuah tetes mata.
 
“Sini kupakaikan.” Masumi membuka tutup obat tetes mata tersebut.

Maya memperhatikannya. Hatinya tersentuh karena tahu Masumi membawakan obat mata setelah dia memberitahu soal air sabun yang memasuki matanya.

Maya mengangkat wajahnya saat Masumi menahan dagunya dengan tangan kirinya. Sejenak mereka berpandangan, saling mengagumi satu sama lain. Masumi menghirup udara perlahan dan meneteskan tetes mata tersebut dengan tangan kanannya.

Maya mengerjap-ngerjapkan matanya dan Masumi mengamatinya seperti melihat sesuatu yang sangat menarik.

“Tunggu sebentar,” Kata Maya, kembali berlari masuk ke dalam untuk mengambil tisu dan tasnya.

Masumi tertawa, “Mungil, bisakah kau lebih berhati-hati dan jangan berlari-lari seperti itu?”

Tidak berapa lama Maya kembali sambil tersenyum riang.

“Aku sangat tidak sabar ingin berjalan-jalan di Yokohama,“ Katanya sambil melangkah keluar kamar dan menutup pintunya.

“Tapi sekarang kita harus sarapan dulu, Mungil,” Kata Masumi saat Maya mengunci kamarnya.

Lalu keduanya berjalan menyusuri lorong menuju lift.

“Tapi aku tidak lapar…” Kata Maya.

“Tapi kau harus sarapan, kau harus menjaga kondisi tubuhmu.” Nasihat Masumi pada Maya, padahal dia sendiripun sama tidak berselera karena rasa gugup lebih menguasai dirinya.

Keduanya lantas mengantri di depan lift bersama beberapa orang lainnya. Masumi memanfaatkan kesempatan itu untuk mengamati Maya.

Maya mengurai rambutnya seperti biasa, tapi kilau di rambutnya menjelaskan bahwa gadis itu baru saja mencuci rambutnya. Maya mengenakan kaos polos berwarna abu muda dan cardigan abu tua serta rok selutut berwarna hitam dengan pola bunga samar berwarna abu muda. Sangat sederhana, tapi Maya terlihat sangat menarik. Tubuhnya yang tegap dan wajahnya yang masih berseri-seri juga membuatnya semakin tak tertolakkan oleh Masumi. Masumi teringat sebelumnya ketika dia hendak memberikan obat tetes mata, Masumi bisa melihat riasan tipis pada wajah gadis itu yang sempat membuat jantungnya terasa berhenti.

Masumi berharap andai dia bisa mengatakan betapa cantiknya Maya hari ini.

Saat Masumi mengangkat wajahnya, dia menangkap basah seorang pria, masih muda, yang juga sedang mengamati Maya. Rasa tidak suka segera merasuki hatinya. Masumi memandang tajam ke arah anak muda tersebut yang tidak lama kemudian menyadari tatapan Masumi. Beberapa detik keduanya bertatapan. Saat Masumi memicingkan matanya mengancam, segera, anak muda tersebut mengalihkan pandangannya.

Tidak berapa lama kemudian pintu lift terbuka. Keduanya lantas masuk ke dalam lift. Masumi, sebisa mungkin menghalangi Maya dari pandangan anak muda tadi yang berdiri di belakang mereka. Padahal Anak muda itu pun sudah merasa kapok dan tidak berani memandangi Maya lagi.

=//=


Hanya beberapa detik di dalam lift, Masumi dan Maya turun di lantai 65, menuju sebuah lounge khusus yang hanya dipersilahkan bagi mereka penghuni lantai eksekutif dan berhak memperoleh perlakuan istimewa. Masumi mengeluarkan kartu yang menunjukan dia berhak atas keistimewaan tersebut.

“Pakai milikku saja Mungil,” kata Masumi, mengingat fasilitas tersebut dapat digunakan oleh dua orang.

Maya hanya mengangguk pelan, mengikuti Masumi dengan tidak percaya diri. Entah kenapa dia merasa semua orang memandangnya dengan aneh dan rasa gugup menyerangnya setiap kali berada di tempat mewah komersial seperti saat ini. Masumi menyadarinya, Ia lalu memperlambat langkah demi menyejajarkan dirinya dengan Maya sebelum sedikit mencondongkan badan ke arah Maya.

“Mungil, kau tahu, karena kita akan menggunakan kartu yang sama, dengan sangat disayangkan kau harus mengaitkan lenganmu padaku saat kita check-in.” Masumi menyodorkan lengannya pada Maya.

Maya menengadahkan kepalanya heran.

“Benarkah? Kenapa begitu?” Tanya Maya curiga.

“Aku tidak tahu Mungil, bukan aku yang membuat peraturan.” Ujar Masumi mengangkat bahunya tidak acuh.

“Peraturan yang aneh...” Gumam Maya, masih menatap Masumi penuh curiga.

Tapi pada akhirnya Maya mengaitkan lengannya di lengan Masumi. Maya bisa merasakan beberapa orang masih memandangi mereka saat keduanya berjalan untuk melakukan check-in di lantai eksklusif tersebut. 

Malu-malu, Maya menundukkan wajahnya. Masalah yang sama kembali menghantuinya, inferioritas. Maya merasa dia tidak seharusnya berada di tempat semewah itu, bersama orang seperti Masumi. Ia merasa ingin segera menghilang dari sana.

Mereka pasti berpikir kenapa ada orang sepertiku di sini dan kenapa Pak Masumi mau berjalan berdampingan denganku…

“Dia bersamaku.” Kata Masumi, sambil menyerahkan kartunya kepada seorang Concierge* bernama Yamazaki.

Sekilas Maya melirik Masumi. Entah kenapa dia merasa lega Masumi mengatakannya seakan-akan menenangkan perasaannya.

Lain dengan Maya, Concierge tersebut tidak tahu kenapa Masumi harus menegaskan kalau gadis tersebut bersamanya sementara dengan melihat kedua tangan mereka bertautan saja dia sudah bisa mengetahuinya. Tapi sebagai seorang pegawai yang baik, Yamazaki hanya tersenyum dan menyerahkan kartu tersebut untuk diproses

“Silahkan hubungi saya kalau ada hal lainnya yang Anda perlukan, Pak Hayami.” Kata Yamazaki.

Masumi hanya tersenyum formal dan mengangguk. Yamazaki lalu meminta seorang pegawai mengantar mereka ke ruang makan.

*petugas hotel yang juga melayani keperluan pribadi tamunya/sifatnya lebih privat di luar fasilitas hotel.

=//=

“Pak Masumi,” Maya menggoyang-goyangkan tangan Masumi yang dipegangnya.

“Hmm?” Masumi mencondongkan lagi badannya ke arah Maya.

“Sa…sampai kapan kita berpegangan begini?" Tanya Maya ragu-ragu sambil berbisik dan mengamati sekeliling yang terasa semakin memusuhinya.

“Sampai kita mengambil makanan.” Kata Masumi, juga ikut berbisik.

Maya mengamati beberapa orang yang dilaluinya dan mereka tidak berpegangan tangan.

“Tapi orang-orang itu tidak ada yang berpegangan tangan.” Bisik Maya lagi semakin ragu dengan perkataan Masumi sebelumnya.

“Karena mereka sudah makan.” Jawab Masumi asal saja.

Maya mengerutkan wajahnya tidak percaya. Dia mulai merasa Masumi hanya mengerjainya.

“Anda bohong ya??!” tuduh Maya sambil menengadahkan kepalanya kesal.

Masumi tidak sempat menjawab karena mereka akhirnya mencapai ruang makan.

“Silahkan Tuan, Nona, selamat menikmati sarapan Anda.” Kata petugas tersebut sesampainya di ruang makan.

Maya menelan ludahnya. Ada begitu banyak makanan di sana dijejerkan di meja-meja yang panjang di dalam ruangan yang juga sangat besar baik dari segi keluasan ataupun ketinggian. Maya mengeratkan pegangannya pada lengan Masumi.

“Kau mau makan apa Mungil?” Tanya Masumi.

“A… aku… terserah Anda saja, asal aku bisa cepat-cepat melepaskan peganganku!” jawab Maya memalingkan wajahnya kesal karena dia akhirnya tahu kalau Masumi hanya membohonginya.

Masumi tertawa kecil.

“Kau mau apa Mungil? Yang manis? Asin? Roti? Telur dadar? Telur orak arik? Telur mata sapi? Kentang? Bubur? Miso? Pancake? Kimchi? Puding? Nasi goreng? Natto? Danish?” berondong Masumi.

Maya menghempaskan nafasnya.

“Terserah…” Katanya pada Masumi.

“Aku hanya ingin cepat-cepat pergi dari sini…” Bisiknya pelan.

Masumi tersenyum mengerti. Dia akhirnya membawa Maya ke meja yang menyediakan santapan sarapan ala Jepang. Seorang pelayan tersenyum dan memberikan sebuah baki pada mereka. Maya melepaskan tangannya dari Masumi dan meraih baki tersebut. Ia lalu mengambil semangkuk sup miso dan nasi yang diberi nori serta acar sayuran dan tidak mengambil apa-apa lagi. Setelah selesai mengambil menu sarapan mereka, Maya lalu mengikuti Masumi menuju sebuah meja. Keduanya duduk berhadapan.

=//=
 
“Eh, Gunung Fuji!!” Seru Maya saat melihat pemandangan di luar jendela tempatnya duduk. 

Matanya segera terpaku pada pemandangan yang terhampar di jendela ruang makan tersebut. cuaca yang cerah pada hari itu memungkinkan Maya dan Masumi menikmati indahnya pemandangan gunung Fuji pada pagi hari itu yang tampak sangat megah menjulang melatari deretan gedung-gedung yang berjejeran mini di kakinya. Gunung Fuji terlihat seperti sebuah lukisan di langit karena warnanya yang berbaur dengan warna langit di belakangnya.

“Indah sekali…” Kata Maya terpesona.

Masumi tersenyum senang melihat Maya yang sudah mulai nyaman berada di sana.

“Dimakan, Mungil.” Kata Masumi mengingatkan Maya untuk menyantap sarapannya.

Maya mengangguk lalu mulai mengucapkan ‘Itadakimasu’ dan menyantap sarapannya.

“Apa Anda sering ke sini?” Tanya Maya.

“Beberapa kali. Kalau ada urusan di dekat sini.” Terang Masumi.

Maya mengangguk-angguk sambil memakan sarapannya.

“Makanannya enak dan pemandangannya sangat bagus. Apa Anda pernah mengajak Nona Shiori ke sini?” Tanya Maya spontan. 

Masumi tertegun, begitu juga Maya.

“Pa… Masumi…” Maya mengangkat wajahnya, menyadari bahwa dia sudah membuat kesalahan.

Masumi meminum kopinya.

Ia lalu menatap Maya dan tersenyum, “Tidak.”Jawabnya.

Maya merasa tidak enak hati karena sudah menyebut-nyebut nama Shiori. Sekali dua kali Maya mencuri pandang pada Masumi yang kembali menikmati sarapannya.

“Kau suka sarapanmu, Mungil?” Tanya Masumi seperti tidak ada yang mengganggu perasaannya.

“Iya…” Jawab Maya lemah.

“Mungil, apa kau tidak suka berada di tempat seperti ini?” Tanya Masumi lagi.

“Bu… bukan tidak suka… tentu saja aku suka. Hanya… aku terkadang merasa tidak nyaman. Aku merasa tidak percaya diri…” Kata Maya, mulai meminum jus tomat yang berada di hadapannya.

Masumi menghentikan makannya.

“Mungil, kau itu pemegang hak pementasan dan satu-satunya aktris yang berhak memerankan Bidadari Merah. Apa kau tahu apa artinya?” Masumi menatap Maya di matanya.

Maya menggelengkan kepalanya tidak mengerti.

“Bidadari Merah adalah pementasan yang sangat prestisius. Haknya bernilai sangat tinggi dan nama pemerannya akan selalu abadi sepanjang masa, seperti gurumu, Mayuko Chigusa. Nanti begitu kau sukses mementaskan kembali Bidadari Merah, kau akan langsung berada di urutan tertinggi daftar nama Aktris papan atas di Jepang. Lingkunganmu akan berubah, gaya hidupmu akan berubah. Kau harus menyesuaikan diri, Mungil. Mau tidak mau, kau harus menyesuaikan diri. Mulai mengenali bagaimana orang-orang dari golongan papan atas bergaul, bagaimana membuat jaringan agar kau bisa terlindungi. Bagaimana bersikap dan bertahan. Bagaimana menjaga citra dan nama baikmu. Menjadi aktris, bukan hanya bermain drama, tapi juga bagaimana mempertahankan dan melindungi dirimu.” Papar Masumi.

Maya gemetar. Apa yang Masumi katakan tiba-tiba terasa menakutkan.

“Ta… tapi aku hanya ingin bermain drama.” Maya memperlihatkan kekhawatiran di wajahnya.

“Aku tahu…” Masumi tersenyum lembut, Ia lalu kembali pada sarapannya.

Tapi sebenarnya rasa khawatir masih menggayuti kepalanya.

Ternyata gadis ini masih belum bisa ditinggalkan seorang diri…

Setelah berpikir kembali, sekarang Maya mengerti kenapa Masumi membawanya ke hotel ini. Masumi ingin agar dirinya mempersiapkan diri dan mulai terbiasa dengan hal-hal seperti ini. Tapi nyatanya tidak. Mungkin saat ini dia masih baik-baik saja karena ada Masumi menemani dan mengijinkannya memegang lengannya saat dia khawatir. Tapi mungkin nanti tidak. Maya menatap Masumi lekat-lekat.

Karena sekarang masih ada Pak Masumi… Tapi nanti…

“Ada apa Mungil?” Tanya Masumi setelah menyudahi sarapannya.

Tidak mau… Aku tidak mau ditinggalkan olehnya…

Maya menggelengkan kepalanya pelan. Mata Maya tanpa disadari mulai berkaca-kaca. Cepat-cepat Maya menghabiskan sarapan dan menutupnya dengan meminum air putih.

=//=

Beberapa lama keduanya menikmati pemandangan Gunung Fuji di pagi hari. Maya menanyakan mengenai kegiatan yang sedang ditangani Masumi dan Masumi menjelaskannya. Lalu Masumi menanyakan mengenai sejauh mana persiapan Maya memerankan kembali Bidadari Merah. 

Masumi kembali terkenang pada pertunjukan yang hanya dilihatnya satu kali dua tahun yang lalu namun masih membekas di kepalanya seakan-akan baru terjadi kemarin.

“Saat aku melihat Bidadari Merahmu, kau membuatku tersihir. Seakan-akan aku benar-benar sedang melihat seorang bidadari. Aku sungguh terpesona. Saat tirai ditutup aku bahkan masih bisa merasakan keberadaan Dunia Bidadari Merah, dan membuatku sangat rindu ingin melihatnya lagi…” tutur Masumi bernostalgia. 

“Cinta Akoya dan Ishin pun sangat membara dan menggetarkan jiwa. Aku benar-benar tersentuh. Saat Akoya dan Ishin terpisah, kalian bisa menggambarkan dengan sangat sempurna bagaimana pedihnya belahan jiwa yang harus berpisah. Aku… bahkan rasanya bisa turut merasakan penderitaan saat dua belahan jiwa itu terpisah…” Ada nada getir dalam ucapan Masumi.

Maya berdebar mendengar pujian Masumi dan tidak dapat berkata apa-apa.

“Aku sangat ingin melihat lagi pentas Bidadari Merahmu…” Masumi mengunci tatapannya pada Maya.

Pak Masumi… Mawar Ungu…

“Aku… aku akan mempersembahkan yang terbaik, Pak Masumi, tunggulah. Anda pasti akan kubuat jauh lebih terpesona dari sebelumnya,” ucap Maya penuh tekad.

Masumi tertegun dengan ucapan Maya lalu tersenyum.

“Aku akan menunggu kau membuktikan ucapanmu.” Jawab Masumi lalu kembali meminum kopinya.

“Tentu. Anda tidak hanya akan terpesona. Anda juga akan masuk klub penggemarku.” Tantang Maya sambil tersenyum bangga.

Masumi tertawa. Maya juga.


=//=

Setelah bercengkrama beberapa saat Maya dan Masumi memutuskan untuk memulai perjalanan. Keduanya lalu beranjak dari tempat duduk mereka.

“Jangan berdiri terlalu jauh dariku, Mungil, nanti aku yang repot kalau ada yang menculikmu.” goda Masumi.

Maya cemberut tapi mulai berjalan di sebelah Masumi. Masumi hanya menahan tawanya. Keduanya kembali memasuki lift dan Masumi menekan angka 1 menuju lobby untuk menyerahkan kunci kamar mereka berdua.
 
=//=

“Kita pakai eskalator saja ya Mungil. Lagipula hanya satu lantai lagi ke tempat mobilku berada.” saran Masumi setelah menyerahkan kunci dan melihat ada begitu banyak orang hari itu termasuk yang mengantri di lift.

Maya mengangguk.

Keluar dari lobby Royal Park Hotel, Maya bisa melihat ada suasana meriah di sekelilingnya. Rupanya ada resepsi pernikahan yang diselenggarakan di salah satu ruangan di gedung itu.

“Wah Pak Masumi… Ada yang menikah…” Kata Maya saat keduanya melalui ruang resepsi tersebut. 

Pintu ruang pesta yang terbuka memungkinkan Maya dan Masumi dapat melihat keadaan di dalam saat keduanya melewati ruangan tersebut untuk menuju eskalator.

“Meriah sekali….” Kata Maya berbinar-binar.

Masumi tersenyum.

“Sepertinya wanita itu sangat menyukai pernikahan ya…” kata Masumi.

“Tentu saja. Bukankah semua orang seperti itu?” Ujar Maya heran saat mereka mulai menuruni eskalator.

“Tadi kedua pengantinnya terlihat sangat bahagia, juga orang-orang yang ada di sekelilingnya, saudara-saudaranya, undangannya. Bahkan aku yang tidak kenal saja jadi ikut bahagia melihatnya.” Tutur Maya dengan wajah berseri-seri.

Masumi hanya tersenyum sambil mengeluarkan kunci mobilnya.

Keduanya berjalan menyusuri basement tempat mobil Masumi terparkir. Maya melihat Masumi yang terlihat murung dan mengingatkannya pada batalnya pernikahan Masumi.

Apakah aku sudah menyinggungnya…?

Maya mulai merasa tidak enak hati lagi.

Seharusnya aku tidak perlu menyebut-nyebut soal pernikahan ataupun Nona Shiori… Tapi…

Mobilnya berbunyi, menandakan pintu sudah tidak terkunci. Masumi lalu membukakan pintu depan untuk Maya.

“Naiklah.” Katanya.

Maya menurut dan naik ke dalam mobil Masumi. Masumi berputar dan naik ke tempat kemudi, mulai menstarter mobilnya dan menunggu mesinnya sedikit panas. Masumi membuka jaket Baracuta G4-nya yang mengungkapkan gambar polo kecil di dada kirinya, Masumi lalu  memutar badannya untuk meletakkan jaket tersebut di jok belakang.

Maya menoleh ke arah Masumi, samar-samar Maya dapat mencium aroma yang menyenangkan dari Masumi. Tanpa sadar, Maya sedikit mendekatkan wajahnya lagi untuk menangkap aroma tersebut lebih banyak. Tiba-tiba Masumi menoleh ke arahnya, menangkap basah Maya yang sedang mengendus daerah dagu dan lehernya. Terkejut, alis Maya terangkat sedikit saat matanya bertemu Masumi. Masumi hanya terdiam dengan tatapan bertanya, Maya mulai gugup dan merasa dia harus memberikan penjelasan.

“A... Anda wangi sekali…” puji Maya jujur dengan wajah yang sedikit merona.

Sekarang rasa gugup berpindah ke Masumi. Dia tidak tahu harus menjawab apa. Selain rekan bisnisnya, Masumi tidak ingat siapa yang pernah memujinya dan tentu saja mereka tidak memuji aroma tubuhnya. Reaksi yang dikehendaki olehnya tersendat, dia tidak tahu harus bagaimana, tapi jantungnya berdebar spontan dan lebih keras. Sedikit kasar, Masumi segera memutar badannya lagi menghadap kemudi.

“Terima kasih.” Jawabnya singkat, tidak tahu harus berkata apa lagi.

Masumi benar-benar tidak mengira Maya akan mengatakannya dengan terus terang seperti itu dan terlebih lagi Masumi tidak mengerti kenapa hal itu membuatnya semakin gugup, padahal itu hanya sebuah keterusterangan yang sederhana. Akhirnya Masumi berkesimpulan, mungkin karena dia sangat senang mendengarnya hingga malah membuatnya jadi salah tingkah.

Maya… aku benar-benar sudah kalah olehmu…

Pikir Masumi, sebelum lantas menjalankan mobilnya keluar basement tanpa memandang Maya untuk beberapa lama sampai jantungnya kembali tenang.

=//=

Seperti yang Maya inginkan, Masumi mengantar Maya ke Manpukuken, sebuah restoran China tempat Maya dan Ibunya dulu pernah tinggal dan bekerja di sana. Hanya makan waktu beberapa menit dari Minato Mirai menuju Manpukuken yang terletak di area Chinatown Yokohama. 

Suasana di sana masih sepi. sepertinya masih belum buka. Masumi memarkirkan mobilnya kurang lebih 9 meter di seberang pintu masuk restoran tersebut karena tidak ada parkiran di sana.

“Jam berapa biasanya restoran ini mulai buka?” Tanya Masumi sambil membuka sabuk pengamannya dan sedikit menundukkan kepala mengamati bangunan restoran tersebut dan keadaan di sekelilingnya.

“Jam 10.” Jawab Maya dengan pasti.

Ia tidak akan pernah lupa karena sudah menghabiskan masa kecilnya cukup lama di sana.

“Kuharap tidak akan ada war…”

Belum selesai Masumi bicara, tiba-tiba ada beberapa orang yang keluar dari Manpukuken dengan kamera menggantung di dada serta beberapa tampak memegang recorder atau pun buku catatan kecil dan pena. 

Wartawan…!!! Pikir Maya dan Masumi bersamaan. Panik.

Ketika seorang diantaranya hendak menoleh ke arah mobil Masumi, Masumi yang tadinya bermaksud membuka pintu keluar, spontan memutar badannya ke arah Maya. 

“Akh!” Maya tersentak saat Masumi menarik tangan kanan gadis itu ke arahnya.

Semuanya sangat tiba-tiba bagi Maya. Tiba-tiba jantung Maya berdebar sangat cepat, tiba-tiba wajahnya terasa sangat panas karena tiba-tiba wajah Masumi hampir tidak berjarak dengan wajahnya.

“Peluk aku, Mungil.” Kata Masumi, lebih seperti memerintah.

Maya mencoba menyadari keadaannya saat ini. Tangan kanannya berada di jok Masumi saat spontan menahan tubuhnya dan tangan kiri Masumi menggenggam pergelangannya. Sedangkan tangan Masumi yang satunya memegang bahu kiri Maya. Sesuai permintaan Masumi, Maya mengangkat tangan kirinya dan melingkarkannya di punggung Masumi.

“Kita begini sebentar…” bisik Masumi.

“Jangan sampai mereka melihat wa… jah… mu…” Tiba-tiba Masumi tertegun, melihat wajah Maya yang merah padam tidak jauh dari wajahnya.

Masumi bahkan bisa merasakan panas yang ditimbulkan wajah Maya yang mulai menular ke wajahnya. Perlahan tapi pasti badannya membeku dan jantungnya kembali memacu dengan sangat keras terasa berdentam-dentam sampai ke kepalanya. Masumi sedikit menyesali keputusan bodohnya.

Maya dan Masumi bisa merasakan hembusan nafas satu sama lain yang mengenai kulit mereka. Keduanya bahkan tidak berani saling menatap. Maya menurunkan pandangannya. Tapi yang dilihatnya adalah bibir Masumi, dan itu sama sekali tidak membantu menenangkannya.

Sekali lagi Maya mencium aroma yang sama yang dihirupnya di parkiran. Maya menyukainya dan kembali tanpa sadar Maya sedikit memiringkan wajahnya lagi untuk mencium aroma tersebut. Masumi yang menyadari gerakan Maya, tidak sanggup berbuat apa-apa. Itu adalah momen pendek terpanjang dalam hidupnya. Sebisa mungkin Masumi menahan diri untuk tidak benar-benar mencium gadis tanpa pertahanan di hadapannya tersebut.

Wartawan tadi yang hampir menangkap basah Maya, melihat keadaan tersebut lalu menyenggol rekan di dekatnya dengan sebelah sikutnya. Saat melihat dua orang yang dipikirnya—dan pastinya juga dipikirkan oleh semua orang yang melihat posisi keduanya pada saat itu—sedang bermesraan, rekannya tersebut tersenyum jahil.

“Apa tidak kurang pagi, Pak??” Serunya ke arah mobil Masumi.

Rekannya yang lain ikut melihat dan memukul kepala wartawan iseng tersebut, tapi tertawa juga bersamanya.

Masumi sangat kesal mendengarnya. Wartawan-wartawan itu benar-benar tidak tahu penderitaan yang sedang dirasakannya. Maya yang mendengar teriakan tersebut merasa semakin malu dan tanpa sadar mempererat pegangannya pada kaos Masumi.

=//=

“Apa mereka sudah pergi?” Tanya Masumi setelah beberapa saat tawa para wartawan tersebut tidak terdengar lagi. 

Hati-hati Maya menggerakkan wajahnya mengintip ke balik badan Masumi.

“Tidak ada…” bisik Maya.

Perlahan Masumi menjauhkan badannya dari Maya.

“Maaf Mungil… sudah membuatmu tidak nyaman.” Kata Masumi pelan.

“Ti… tidak. Terima kasih Pak Masumi. ” Maya dengan gugup mencoba memasang kaca mata hitamnya.

Masumi keluar dari mobilnya dan membukakan pintu bagi Maya. Keduanya masih sama-sama saling menghindari tatapan satu sama lain. Maya berdiri dan dengan cepat berjalan ke arah Manpukuken dan disusul Masumi di belakangnya.


=//=

Maya berjalan dengan terburu-buru, namun sempat menengadah untuk menatap gapura area Chinatown yang hendak dimasukinya. Sudah lama sekali Maya tidak melihatnya. Tiba-tiba semua kenangan kembali dengan cepat di dalam benaknya secepat kakinya yang kini sudah membawanya ke pintu Manpukuken.

“Permisi…~” Seru Maya sambil membuka pintu restoran tersebut.

Ada seorang wanita di sana yang sedang mengelapi meja.

“Ah… Maaf Nona, kami masih belum buka…” Katanya, namun saat menengadahkan kepalanya Ibu-ibu tua itu terkejut. Ia merasa mengenali gadis itu.

“Eh? Kau kan…” Bu Eiko terhenyak setelah mengamati lebih teliti.

Maya lantas membuka kaca mata hitamnya.

“Selamat pagi Bu…” Katanya sambil tersenyum.

“Maya!!! Ya ampuunn benar kau ternyata…” Serunya dengan takjub.

“Permisi…” Masumi yang baru saja datang terdengar memberi salam bersamaan dengan suara pintu yang dibuka.

“Ah, maaf Tuan kami masih…” Sekali lagi Bu Eiko berkata hal yang sama sebelum dipotong perkataan tamu tersebut selanjutnya.

“Saya bersamanya.” Terang Masumi sambil menunjuk ke arah punggung Maya yang berdiri beberapa meter di depannya.

“Ahh… bersama Maya? Masuklah… masuklah…” Katanya dengan ramah.

Baik Maya ataupun Masumi masih belum bisa menetralisir perasaan gugup diantara mereka walaupun Masumi terlihat lebih tenang daripada Maya. Maya bisa merasakan di punggungnya yang terasa semakin membeku seiring langkah Masumi yang semakin mendekat ke arahnya dan berhenti beberapa puluh senti di belakangnya.

“Apakah di luar sangat terik?” Tanya Ibu Eiko tiba-tiba sambil memandang Maya dan Masumi bergiliran dan membuat wajah keduanya memperlihatkan kebingungan.

“Kenapa wajah kalian merah seperti itu?” Lanjutnya.

Maya menundukkan kepalanya dan tersenyum gugup.

“Sedikit…” Jawab Masumi kemudian.

Bu Eiko hanya mengangguk-angguk bingung.

“Duduklah… duduklah Maya… Tuan…”

“Hayami.” Masumi tersenyum ramah.

Maya duduk di sebuah bangku. Masumi sempat bingung apakah dia hendak duduk di samping atau di depannya. Karena dia masih merasa tak sanggup untuk berhadapan dengan Maya, maka Masumi memilih duduk di sebelahnya. Sampai kemudian lengannya menyentuh pundak Maya, saat itulah dia kembali menyadari telah mengambil keputusan yang salah. Jantungnya kembali berdetak dan rasa gugup tidak berhenti menyerangnya. Lehernya bahkan terasa sangat kaku dan tidak sanggup menoleh ke arah Maya dan demikian juga sebaliknya.

Bu Eiko duduk di hadapan mereka sambil menyajikan teh untuk keduanya.

“Maya… aku sangat pangling melihatmu… kau sudah banyak berubah sekarang.” Katanya sambil menggenggam pergelangan tangan Maya.

Maya tersenyum malu-malu.

“Bagaimana Bu tempat ini sekarang? Sudah lama sekali aku tidak kesini. Ternyata tidak banyak yang berubah.” Kata Maya sambil mengitari tempat tersebut dengan matanya.

Bu Eiko lalu menceritakan tentang semakin ketatnya persaingan serta bagaimana dia dan suaminya sudah semakin tua, sedangkan Sugiko sendiri sudah mulai bekerja di Tokyo dan jarang pulang. Lalu Bu Eiko teringat pada para wartawan yang tadi sempat datang ke tempatnya.

“Mereka bertanya tentang dirimu dan apakah kau berada di sini, atau pernah ke sini, atau akan ke sini, ya ampuun aku sampai pusing. Tapi aku tidak mengira kalau kau ternyata benar-benar berkunjung ke sini…” katanya terharu.

“Iya Bu, aku ingin berterima kasih karena dulu Ibu sudah mengijinkan aku dan ibuku untuk tinggal di sini. Sedangkan akupun hanya bisa menyusahkan.” Kata Maya, juga sambil menahan haru.

“Bu, saya harap mengenai Maya, Ibu tidak menceritakan apa-apa pada para wartawan, dan juga mengenai kedatangannya ke sini…” Kata Masumi.

“Anda tidak perlu khawatir Tuan… saya tidak akan berkata apa-apa mengenai kedatangan kalian.” Kata bu Eiko penuh pengertian.

Masumi tersenyum berterima kasih.

“Ah Maya, aku sungguh tidak menyangka kau benar-benar berhasil menjadi seorang aktris, dan bisa memerankan Bidadari Merah yang katanya sangat legendaris. Aku tidak begitu mengenal sandiwara… tapi kalau boleh… saat kau pentas, aku ingin sekali…” Pinta Bu Eiko.

“Tentu Bu. Aku akan mengundang Ibu dan Bapak juga Sugiko pada pertunjukanku. Setidaknya hanya itu yang bisa kulakukan untuk menunjukkan rasa terima kasihku.” Maya menyentuh tangan Bu Eiko.

“Ahh,.. kau benar-benar sudah banyak berubah. Sudah jadi aktris besar…” Puji Bu Eiko.

“Tidak bu… saya masih belum…” Maya terdengar merendah.

“...dan sudah punya kekasih yang begini tampan…” Lanjut Bu Eiko memandang ke arah Masumi.

“Tidak… saya… eh?..” Maya tertegun.

Kekasih?

Maya dan Masumi sangat terkejut karena baru kali ini ada yang mengatakan mereka terlihat seperti sepasang kekasih.  

“A.. anu… bu…” Maya terlihat salah tingkah.

“Saya bukan kekasihnya bu…” koreksi Masumi setenang mungkin.
 
Sekarang Bu Eiko yang bingung.

“Bukan? Maksudnya kalian tidak pacaran? Sudah menikah?” Tanya Bu Eiko terkejut.

“Bu… bukan…” Maya mengelengkan kepalanya cepat dengan gugup.

“Saya bukan Suaminya juga…” Masumi berusaha tertawa.

“Iya, kami hanya… hanya….” Maya tergugup, bingung menjelaskan hubungannya dengan Masumi.

Kami hanya…??

Maya benar-benar bingung memberi nama pada jenis hubungannya dan Masumi. Dia tidak bisa menemukan sebutan yang sesuai. Dia tidak bisa hanya menyebut Masumi sebagai kenalannya. Tapi juga tidak bisa mengatakan Masumi temannya atau musuhnya. Maya berusaha memutar otaknya mencari solusi.

“Maya pernah bekerja pada saya dulu,” Terang Masumi yang juga bingung memberi sebutan apa pada hubungannya dan Maya.

“Pernah? Maksud Anda? Sudah tidak lagi?” Bu Eiko mengklarifikasi setelah berpikir sejenak.

“Iya. Dulu saat di Tokyo aku pernah bekerja pada Pak Masumi, tapi sekarang sudah tidak.” Maya menambahkan.

Bu Eiko semakin bingung. Ia bepikir, kalau semua atasan sebaik Masumi yang akan mengantarkan mantan pegawainya ke sana sini, tentulah para atasan itu jadwalnya akan sangat padat hanya untuk mengantar para mantan pegawainya ke sana kemari. Benar-benar hubungan yang tidak masuk akal Bu Eiko.

Saat Ibu Eiko juga sedang sama bingungnya dengan Maya dan Masumi, seorang lelaki tua datang.

“Maya??” serunya saat melihat Maya.

“Pak Hanayama!” Seru Maya.

Pak Hanayama menghampirinya.

“Aku hampir tidak mengenalimu.” Katanya sambil meletakkan beberapa bahan dan bumbu di atas meja memasaknya.

Maya dan Masumi bangkit membungkuk memberi salam dan Pak Hanayama membalasnya.

“Saya Hayami… Saya...”

“Mantan atasannya Maya.” Terang Bu Eiko.

Pak Hanayama mengerutkan keningnya sebentar lantas mengangguk-angguk.

“Sudah berapa lama kita tidak bertemu, Maya?” Pak Hanayama berusaha mengingat-ingat.

“Sekitar 10 tahun Pak…” kata Maya.

“Wah… 10 tahun ya… pantas kau sudah banyak berubah. Aku sangat ingat kau dulu suka sekali menonton TV sampai lupa waktu. Dimarahi pun tidak akan mempan kalau ada TV karena tidak akan didengarkan.” Nostalgia Pak Hanayama yang disambut tawa yang lainnya.

“Baiklah, aku tidak bisa ikut duduk karena mau menyiapkan bahan-bahan sebelum para pelanggan datang.” Kata Pak Hanayama sambil melangkah ke balik konter memasaknya.

“Apakah itu fotomu Mungil?” Tanya Masumi menunjuk sebuah foto yang dipajang di salah satu dinding.

“Ah iya!” Seru Bu Eiko, “sejak tahu kau menjadi aktris kami memasang fotomu saat bersama-sama kami. Tidak apa-apa kan Maya?” Tanya bu Eiko malu-malu.

Maya mengatakan dia tidak keberatan. Bu Eiko lalu menerangkan mengenai ruangan tempat Maya dan ibunya dulu tinggal sekarang disewakan pada siapa saja yang mencari penginapan, karena Maya mengatakan dia ingin melihatnya nanti.

“Aku tidak mengira Bu Haru meninggal dengan cara demikian…” Sebuah nada sedih terdengar dari suara Bu Eiko.

DEG!!

Jantung Masumi tersentak mendengarnya. Kembali rasa bersalah dan rasa sakit yang berusaha dikuburnya dalam-dalam terasa membengkak kembali. Masumi meraih gelas teh dihadapannya dan memegangnya erat dengan kedua tangannya.

Maya menahan matanya yang berkaca-kaca.

“Apa kau sempat bertemu dengannya, Maya?” Tanya Pak Hanayama.

“Tidak pak…” Maya menggeleng sedih.

“A… aku… selalu berpikir andaikan aku dulu tidak pernah meninggalkan Ibu…” Maya menggenggam kedua tangannya sedikit gemetar.

Bu Eiko melihat dan menggenggam tangan Maya.

“Sudahlah Maya, hal itu telah lama berlalu. Aku tidak mengerti apa yang kau rasakan terhadap akting. Tapi dari yang kudengar, kau sangat hebat saat berakting. Bahkan orang-orang di sekitar sini, sangat bangga padamu, apa kau tahu?” kata Bu Eiko.

Maya menggelengkan kepalanya pelan-pelan.

“Kami tahu kau sekarang sudah menjadi salah satu aktris penting di dunia sandiwara. Kami bangga sekali padamu, dan aku yakin, Ibumu pasti jauh lebih bangga padamu Maya.” Bu Eiko meremas tangan Maya dengan lembut.

“Benarkah?” Tanya Maya pelan.

“Pasti. Jadi kau jangan bersedih terus. Ibumu pasti mengerti dan beliau tidak akan menyesal karena sudah mempunyai seorang putri sepertimu. Kau harus terus berusaha membuat ibumu bangga. Hanya itu yang harus kau pikirkan saat ini Maya.” Tutur Bu Eiko dengan nada keibuan.

“Maya, kamipun harus mengakui kesalahan kami. Saat itu Ibumu yang sakit-sakitan tidak bisa kami pertahankan di sini, karena kami berbisnis makanan dan khawatir sakitnya ibumu akan mempengaruhi usaha kami. Apa kau juga menyalahkan kami dan tidak mau memaafkan kami?” Tanya Bu Eiko.

Pak Hanayama yang mendengar perkataan istrinya berhenti sejenak melakukan kegiatannya dan tampak sedih mengingat hal yang dulu mereka lakukan.

Maya terdiam beberapa saat.

“Tidak bu… Aku mengerti, aku tidak menyalahkan kalian,” Kata Maya memaafkan.

“Syukurlah, kami selalu sedih jika mengingat hal tersebut. Seperti ada beban berat yang menghimpit setiap kali teringat kesalahan kami pada Bu Haru. Tapi jika kau sungguh memaafkan kami, alangkah leganya hati kami Maya…” Bu Eiko terharu.

Maya mengangguk sambil tersenyum.

Bu Eiko lalu menanyakan mengenai Perancis pada Maya, lalu bercerita mengenai menu-menu baru di Manpukuken dan mengenai para pegawai part time yang pemalas dan tidak segiat dulu.

Saat itulah Maya menyadari Masumi yang sejak tadi tidak bersuara. Saat melirik ke arahnya, Maya sangat terkejut melihat wajah Masumi yang tertunduk suram dan pucat.

Pak Masumi…?

Maya sedikit khawatir melihatnya.

Apakah dia sakit…?

Pikir Maya.

Maya melihat tangan Masumi yang sedikit gemetar menangkup gelasnya. Maya berusaha berpikir sedikit keras sebelum menyadari bahwa Masumi sepertinya terpengaruh pembicaraan sebelumnya mengenai ibunya. Maya akhirnya mengerti. Masumi pastilah sedang merasa bersalah terhadap apa yang menimpa Ibunya. Tiba-tiba kesedihan merasuk ke hatinya. Sekelebat kejadian di masa lalu kembali berputar di hadapan Maya. Saat dia melihat mayat Ibunya, saat Ia marah dan menyebut pembunuh pada Masumi, saat Masumi menyerah di hadapannya dan mengatakan pada Maya untuk memukuli dia sesukanya. Maya terhenyak, getir. Ada keperihan yang tiba-tiba menyerang Maya saat melihat Masumi tenggelam dalam rasa bersalahnya.

Perlahan Maya mengulurkan tangannya dan menggenggam pergelangan Masumi.

“Hei… Pak Masumi…” kata Maya sambil menggoyang-goyangkan pergelangan Masumi.

“Pak Masumi…” panggilnya lirih sekali lagi sambil menggoyangkan tangannya lebih keras.

Masumi terhenyak, perlahan menolehkan wajahnya ke arah Maya. Entah kenapa tatapannya terlihat sangat sedih di mata Maya.

Maya tersenyum lembut padanya.

“Apa Anda tahu? Ramen dengan irisan bebek Peking di sini paling enak…” ujar Maya.

“Bukan begitu, Pak Hanayama?” seru Maya pada Pak Hanayama.

“Benar sekali. Kau ingat saja Maya…” Pak Hanayama tertawa di tempatnya.

“Kapan-kapan Anda harus mencobanya Pak Masumi,” Maya tersenyum lebar pada Masumi lalu kembali bicara pada Bu Eiko bahwa dia dulu sangat suka ramen dengan irisan bebek Peking tersebut.

Masumi merasa bahwa Maya sepertinya mengerti apa yang dia pikirkan dan mencoba menghiburnya. Masumi memandang pergelangan tangannya yang tidak dilepaskan Maya.

Maya… Apakah kau mengkhawatirkanku? Apakah kau sudah tidak membenciku?

Harap Masumi.

“Kenapa harus nanti? Akan kubuatkan sekarang kalau kau mau.” Kata Pak Hanayama.

“Terima kasih Pak, tapi kami tadi sudah sarapan.” Jawab Masumi sambil tersenyum sopan.

Maya lega melihat senyuman Masumi. Selanjutnya mereka bernostalgia mengenai Maya yang selalu memakan waktu sangat lama jika mengantar pesananan ke gedung teater.

=//= 

Sebelum pulang, Maya dan Masumi diantar ke lantai dua, tempat Maya dulu tinggal.

“Waahh masih banyak yang tidak berubah.” Kata Maya, terkenang kembali saat-saat dia dan Ibunya saat masih tinggal di sana.

Bu Eiko pamit hendak meneruskan kembali pekerjaannya membersihkan meja karena toko sudah mau buka. Maya mengangguk berterima kasih.

Maya melihat sekeliling ruangan dengan penuh nostalgia. Terdiam memandangi satu persatu barang yang ada di sana. Maya masih bisa ingat semua dengan jelas, kenangan dia dan ibunya dalam rumah tersebut.

Maya lalu melangkah ke dalam, ke ruang tidur. Masumi mengikutinya.

Maya membuka tirai jendela kamarnya, matahari masuk dengan hangat ke dalam. Maya memandang ke luar dan kembali membandingkannya dengan pemandangan yang pernah dilihatnya dulu. Maya masih mengenalinya.

“Dulu saat pertama kali aku mendapatkan peran di sekolah, aku membaca naskah sampai pagi hanya ditemani lampu dari luar untuk bisa mengerti peran itu.” Pandangan Maya menerawang.

Masumi mengamati tempat itu. Maya pernah tinggal di sini, dulu, sebelum dia mengenalnya. Bersama Ibunya.

Saat itu gadis ini hanya punya Ibunya dan Ibunya hanya punya gadis ini. Apa yang telah kulakukan…?

Rasa mual menghampirinya. Muak pada dirinya dan perbuatannya, serta rasa bersalah yang terus menghantui Masumi terasa semakin kentara setelah Masumi memasuki ruang tidur tersebut. Dia hanya terpaku, membeku. Tidak pernah dan tidak akan pernah bisa membuang rasa menyakitkan tersebut dari hatinya.

Maya menoleh pada Masumi yang sejak tadi tak bersuara.

Wajahnya gelap, sedih, pucat. Maya sangat khawatir melihatnya. Masumi tidak pernah terlihat seperti ini di hadapannya. Wajahnya selalu tenang atau malah menyebalkan.

Maya menghampirinya.

“Pak Masumi? Apakah Anda baik-baik saja?” Tanya Maya, mendekatinya dan menengadahkan kepalanya.

Masumi menunduk memandangi gadis itu. Kembali tidak dapat berkata apa-apa. Dia tidak pernah tahu cara meminta maaf sebelumnya dan tidak juga hari ini.

Lalu dirasakannya kedua tangan Maya memegangi lengannya. Kembali Maya bertanya mengenai keadaannya dan Masumi hanya membisu. Rasa sesal yang sangat menguasainya, tubuh Masumi merosot, berlutut dihadapan Maya.

“Pak Masumi??!” Maya terhenyak melihatnya.

Masumi mengangkat kedua tangannya dan melingkarkannya di pinggang Maya. Menarik gadis itu ke arahnya dan memeluknya dengan erat. Masumi menyandarkan kepalanya di dada gadis itu, memohon pengampunan.

“Mungil…” Bisiknya lirih, serak, berat.

Maya tertegun. Tak pernah Masumi begini lemah di hadapannya. Masumi tidak berkata apa-apa lagi, dia tidak mampu.

Maya mengerti apa maksud Masumi. Maya mengangkat kedua tangannya dan melingkarkannya di bahu dan kepala Masumi. Beberapa saat Maya terdiam dan hanya memeluk Masumi.

“Iya… Pak Masumi…” setetes air mata jatuh di pipi Maya.

Dia tahu Masumi merasa sangat berdosa, juga tahu Masumi sedang meminta maaf darinya. Entah mengapa Maya bisa merasakan beban berat yang menghimpit dada Masumi.

Masumi memeluknya lebih erat lagi, badannya gemetar, tanpa sepatah kata keluar dari mulutnya.

Maya balik memeluknya dengan erat. Ia tidak mau melihat Masumi menderita, Ia ingin membebaskan Masumi dari belenggu rasa bersalahnya.

Ibu… maafkanlah aku… maafkanlah anakmu yang tidak berbakti ini… tapi aku sangat mencintai pria ini. Aku tidak mau melihatnya menderita begini. Ibu, maafkanlah kami…

Masumi tidak mengerti apa alasannya, tapi perasaannya mulai menjadi ringan, menyandarkan dirinya pada Maya seperti itu terasa sangat mendamaikan. Masumi menutup matanya, mencoba menenangkan dirinya sambil terus memeluk Maya.

=//=

Pintu ruang depan terdengar dibuka. Maya dan Masumi terperanjat, keduanya lantas memisahkan diri dan Masumi kembali berdiri.

“Maya… eh...” Bu Eiko sedikit terkejut saat membuka pintu kamar.

Dia melihatnya lagi, wajah kedua orang itu sangat merah. Dan Bu Eiko yakin sinar matahari pasti bukan penyebabnya.

“Ap... apakah aku mengganggu?” Tanya Bu Eiko merasa bersalah.

“Ti... tidak bu…” jawab Maya dengan gugup.

Bu Eiko mengamati kembali kedua orang itu sebentar lalu menghampirinya.

“Sudah banyak pelanggan yang datang. Kalau kau mau pulang lebih baik lewat pintu belakang saja.” Terang Bu Eiko.

Maya mengangguk.

“Ah… dan ini untuk kalian.” Bu Eiko memberikan bungkusan.

“Eh? Untuk kami?” Tanya Maya bingung.

“Iya, itu ramen dengan irisan bebek Peking. Terserah siapa saja yang makan, karena kalian bilang baru sarapan, jadi aku hanya membuatkannya satu saja. Lain kali datanglah lagi ke sini, kalian tidak perlu bayar. Berkat memasang foto Maya, jadi aku masih bisa bertahan bersaing dengan restoran lainnya.” Kata Bu Eiko tampak senang.

Maya tersenyum riang.

“Baiklah, terima kasih Bu. Nanti kapan-kapan kami mampir lagi.” Kata Maya, tidak sadar menyebut kami pada dia dan Masumi.

Tapi Bu Eiko menyadarinya.

“Oh ya, karena orang-orang di sekitar sini cukup mengenal wajahmu, kuharap tidak akan ada yang menangkap basah kau ya Maya.” Kata Bu Eiko sambil mengantar keduanya menuruni tangga.

Maya mengintip ke arah restoran, dia bisa melihat Pak Hanayama. Pak Hanayama menyadarinya lalu membungkuk memberi salam. Maya dan Masumi membungkuk dan melambaikan tangannya.

“Te-ri-ma-ka-sih.” Ucap Maya tanpa suara sambil memperlihatkan bungkusan ramennya.

Pak Hanayama kembali mengangguk.

Bu Eiko mengantar sampai ke pintu belakang. Dia menatap Maya beberapa saat dengan matanya yang penuh haru. Keduanya lalu berpamitan.

=//= 

Bu Eiko kembali ke restoran. Dia terus berpikir, sepertinya dia pernah melihat Masumi tapi entah di mana.

Hayami… Hayami…

Pikir Bu Eiko.

“Mereka sudah pulang?” Tanya Pak Hanayama.

“Iya… Eh, Pak, apa kau merasa pernah melihat Tuan Hayami itu?” Bu Eiko masih penasaran.

“Setiap hari melihat wajah banyak orang. Tidak heran kalau kau merasa semua orang pernah kau lihat.” Kata Pak Hanayama tidak acuh.

“Tapi orang seperti Pak Hayami itu, kalau aku lihat pasti tidak lupa,” Bu Eiko yakin.

“Dan juga, kurasa mereka berdua itu saling jatuh cinta. Bagaimana menurutmu Pak?” Bu Eiko meminta pendapat suaminya yang sedang sibuk memasak ramen untuk diantarkan.

“Pak?!!” Paksa Bu Eiko saat Pak Hanayama diam saja.

“Iya… iya… kalau masalah itu orang butapun bisa melihatnya Bu…” Pak Hanayama mengakui.

“Ck! Bapak ini bagaimana sih, makanya dibilang buta ya karena tidak bisa melihat.” Bu Eiko tidak puas dengan jawaban suaminya.

“Terserah kau saja lah...” Kata Pak Hanayama menyerah.

Bu Eiko masih terus memikirkan mengenai Masumi.

“Ah!!” Seru Bu Eiko tiba-tiba.

“Kau kenapa??” Pak Hanayama sangat terkejut dibuatnya.

“Aku ingat! Dia itu konglomerat yang pernah batal pernikahannya. Dulu heboh sekali beritanya… Iya pasti dia…” Kata Bu Eiko dengan sangat puas dapat menjawab rasa penasarannya.

Pak Hanayama kembali tidak mempedulikannya.

“Kalau wartawan sampai tahu, pasti ramai.” Gumam Bu Eiko.

Pak Hanayama mengangkat mukanya galak.

“Ya ampuuun… tentu aku tidak akan berkata apa-apa pak, bagaimanapun Maya pernah jadi keluarga kita.” Bu Eiko kembali menatap foto Maya yang dipasang di sebuah dinding.

Maya… kau hebat sekali bisa mendapatkan seorang konglomerat. Tidak seperti si Sugiko yang tidak berguna itu. Kuharap kau tidak akan melupakan kami setelah kau semakin sukses nanti…

Harap Bu Eiko. Ia lalu mulai membantu Pak Hanayama mempersiapkan ramen untuk diantar.

=//=

Masumi dan Maya keluar dari pintu belakang, melalui sebuah gang kecil diantara restoran Manpukuken dan restoran di sebelahnya. Saat akan keluar ke jalan utama, Masumi mengamati keadaan sebentar. Sudah ada banyak orang yang mulai berlalu lalang di sana memenuhi area Chinatown Yokohama yang merupakan area Chinatown terbesar di Jepang tersebut.

“Kurasa tidak masalah, mereka tidak akan terlalu memperhatikanmu.” Ujar Masumi sambil mengamati orang-orang yang berjalan bergegas tersebut.

Sementara tangan kirinya memegang bungkusan ramen yang sebelumnya dipegang Maya, Masumi mengulurkan tangan satunya pada Maya yang berdiri di belakangnya.

“Tapi kurasa akan lebih baik kalau kau berjalan merapat padaku… kalau kau tidak keberatan…” anjur Masumi tanpa menatap Maya.

Maya mengangguk pelan, lalu menggenggam tangan Masumi. Wajahnya kembali sedikit merona saat merasakan kehangatan genggaman tangan Masumi, selain itu, juga karena sisa-sisa kehangatan masih dapat Maya rasakan saat mereka sebelumnya saling berpelukan. 

Keduanya keluar ke jalan utama. Maya berjalan di samping Masumi sambil sedikit menunduk sementara tangan mereka bergandengan. Maya lalu merapatkan badannya ke badan Masumi dan melingkarkan genggaman tangan satunya ke siku Masumi. Genggaman tangan Maya di lengannya yang telanjang, segera menyalurkan listrik-listrik kegugupan yang mulai terasa tidak asing bagi Masumi. Walaupun rasa gugup yang menyerang tetap tidak tergambar di wajahnya, namun secara tidak sadar Masumi mengeratkan pegangannya pada Maya. 

Maya…

Masumi tahu bahwa dia dan Maya sampai saat ini masih saling menghindari pandangan satu sama lain. Itu tidak terelakkan, karena keduanya baru saja melalui peristiwa emosional yang tidak terduga.

Orang-orang yang melalui mereka tidak mengenali Maya. Mereka hanya berpikir keduanya adalah sepasang kekasih pada umumnya yang sedang berjalan-jalan di sana. Kalaupun ada yang menarik perhatian, itu adalah Masumi yang terlihat mencolok diantara orang-orang yang berada di sekitarnya dan membuat gadis yang bersamanya terlihat begitu kecil. 

Tidak berapa lama keduanya mencapai mobil Masumi.

=//=

Masumi menyalakan mobilnya.

“Aku permisi sebentar.” Kata Masumi singkat saat Maya mengenakan sabuk pengamannya.

Ia lalu keluar dan berdiri bersandar pada mobilnya, mengeluarkan rokok dan pemantik. Membakar rokok tersebut lalu menghisapnya.

Hanya beberapa hisapan… aku hanya butuh beberapa hisapan…

Masumi masih berusaha menenangkan dirinya, berusaha menetralisir perasaannya yang sempat tidak bisa Ia kendalikan. Masumi tidak yakin apakah yang terjadi sebelumnya di Manpukuken adalah hal yang baik atau tidak. Namun Masumi dapat menyimpulkan Maya sudah tidak semarah dulu dan Masumi dapat merasakan, sedikitnya, Maya sudah membuka hati padanya. Setidaknya demikian harap Masumi.

Mungkin dia seharusnya merasa lega, namun Masumi tidak suka bila sesuatu berada di luar kendalinya, termasuk apa yang tadi terjadi di bekas tempat tinggal Maya. Hal itu sangat mengusik ketenangannya.

Maya, melalui spion mengamati Masumi yang masih menyesap rokoknya di luar. Ada rasa khawatir tergambar di wajahnya.

Tidak berapa lama Masumi kembali masuk, menarik asbak mobil dari dashboard dan mematikan rokoknya yang belum habis setengahnya di sana.

Maya lalu menatapnya.

“Anda baik-baik saja, Pak Masumi?” Tanya Maya lembut.

Masumi memasang sabuk pengamannya, lalu menoleh pada Maya dan tersenyum.

“Kita mau kemana lagi, Mungil?” tanya Masumi.

Keduanya berpandangan beberapa saat.

“Pak Masumi, ka… kalau Anda ingin…” Maya menunduk ragu.

“Aku ingin menemanimu.” Masumi menatap kuat ke arah Maya yang menengadah sedikit terkejut mendengar ucapannya.

“…Jadi katakan saja kau mau kemana, dengan senang hati aku akan mengantarmu.” Sambung Masumi dengan nada lebih lembut.

Ada jeda yang tidak lama sebelum akhirnya Maya mengangguk.

“Baiklah, ada satu tempat yang ingin kukunjungi.” Putus Maya kemudian.

=//=

Beberapa lama keduanya hanya terdiam sejak mobil Masumi meninggalkan Chinatown. Maya mengamati jalanan Yokohama yang mereka lalui. Pepohonan ditumbuhi bunga-bunga yang bermekaran, sisa-sisa embun sudah tidak nampak seiring matahari yang beranjak meninggi.

“Ternyata kau memang menyukai drama sejak kecil ya Mungil?” Tanya Masumi membuka percakapan.

“Benar… Kami tidak punya TV, tapi aku sangat suka nonton TV…” Maya kembali mengenang masa lalunya dengan penuh nostalgia.

Masumi meliriknya dalam diam.

“Kalau aku tidak dapat mengintip Sugiko yang sedang menonton TV, aku akan keluar melalui tempat jemuran dan menaiki genteng untuk mengintip acara TV di apartemen sebelah.” Kata Maya tersipu.

Masumi tersenyum kagum. Mengagumi tekad Maya yang begitu mencintai drama.

Tidak perlu waktu yang lama sebelum tempat yang dituju akhirnya dicapai. Masumi menyisikan mobilnya di seberang sebuah gerbang.

“Jadi dulu kau sekolah di sini?” Tanya Masumi, mulai membuka sabuk pengamannya.

“Iya,” Senyum lebar terlihat di wajah Maya.

=//=

Keduanya melangkah memasuki gerbang sekolah SMP Aoba Yokohama yang terlihat sepi. Pada hari libur biasanya ada murid-murid yang melakukan kegiatan ekstrakurikuler, namun sampai saat ini belum ada yang terlihat. Maya dan Masumi berjalan menyusuri sekolah tersebut lalu memasuki sebuah gedung berisi ruang-ruang kelas.

“Aku tidak lama berada di sini, hanya satu tahun. Tapi di sekolah inilah aku memainkan sandiwara pertamaku.” Terang Maya pada Masumi yang berjalan di sebelahnya menyusuri lorong-lorong kelas.

“Ahh… sebagai Vivi??” tebak Masumi.

Maya tertegun.

“Bagaimana Anda tahu?” Maya tidak dapat menyembunyikan keterkejutannya.

“Saat seseorang memutuskan untuk bekerja pada Daito, maka bagiku tidak ada yang misterius tentang orang itu.” Masumi tersenyum penuh arti pada Maya.

Maya mengerutkan alisnya.

“Mengerikan!” Ujarnya kemudian.

Masumi hanya tertawa.

“Ah! Di sini!!” Seru Maya saat melalui kelas 1-B.

Maya membuka pintu kelasnya.

“Aaaaahhh rindunyaaa~” Maya berlari ke dalam.

Masumi mengikutinya. Mengamati ruang kelas tersebut. Ada perasaan senang mengisi hatinya karena tahu Maya mengajaknya ke tempat kenangan gadis itu.

Maya lalu berlari pada sebuah bangku.

“Dulu rasanya tidak begini kecil,” gumam Maya, mengamati meja dan bangkunya.

“Pasti karena aku sudah tumbuh dewasa sekarang,” kata Maya bangga.

“Kurasa tidak demikian,” goda Masumi.

Maya mendelik ke arahnya dan Masumi hanya tertawa.

Maya lalu duduk di bangku tersebut dan Masumi duduk di sebelahnya. Maya tertawa melihat Masumi yang kesulitan menekuk kakinya karena meja yang terlalu pendek untuknya.

“Pak Masumi, ramennya dimakan sekarang saja sebelum menjadi dingin,” Maya membongkar isi bungkusan dari Bu Eiko.

Ada sekotak Ramen dan satu kemasan cup berisi sup dan sebuah sumpit.

“Kau saja yang makan Mungil, itu kan ramen kesukaanmu.” Ujar Masumi setelah melirik sebentar ke arah Maya.

“Tapi aku belum terlalu lapar. Masih belum waktuku makan. Tadi juga waktu sarapan aku sudah memaksakan.” Maya menyandarkan tubuh dengan enggan pada bangkunya.

“Tapi Pak Hanayama membuatkannya khusus untukmu yang suka Ramen dengan irisan bebek Peking.” Kata Masumi sambil menumpahkan supnya ke dalam ramen.

Maya terdiam.

“Baiklah.” Maya akhirnya meraih sumpitnya dan mendekatkan kotak ramen tersebut ke arahnya sementara Masumi tampak kesulitan menyamankan badannya.

“Meja ini benar-benar pendek.” Ujar Masumi sambil menjulurkan kakinya ke depan.

“Hanya bisa menyalahkan bangku! Jelas-jelas badan Anda yang terlalu besar.” Maya meledeknya kemudian tertawa.

Maya lantas mengangkat wadah ramen, lalu menyumpit ramen yang terdapat di dalamnya dan mengarahkannya pada Masumi.

“Eh?” Masumi terkejut.

“Dia membuatkannya agar Anda bisa mencobanya. Aku sudah makan ratusan mangkuk sebelumnya.” Kata Maya.

Masumi terdiam sebentar.

“Aku tidak akan makan kalau kau tidak makan,” kata Masumi akhirnya.

“Ta.. tapi…” Maya terlihat ragu.

“Aku tidak akan makan kalau kau tidak makan,” ulang Masumi sekali lagi.

Maya terdiam, berpikir. Hanya ada satu ramen dan hanya ada satu sumpit. Sedangkan Masumi bilang dia tidak akan makan kalau Maya tidak makan. Tapi dia butuh alasan lebih kuat untuk menghabiskan seporsi ramen berdua dengan Masumi. 

Bukannya aku keberatan... hanya saja... Pak Masumi...

Maya kembali mengangkat wajahnya memandang Masumi yang masih memperhatikannya.

“Aku tidak biasa makan sendiri sementara ada wanita bersamaku hanya memandangi. Aku tidak keberatan memakannya bersamamu kalau kau tidak keberatan. Tapi aku tidak akan memakannya sendirian.” Masumi menerangkan alasannya.

“Baiklah.” Kata Maya akhirnya setelah berkali-kali meyakinkan dirinya kalau hal itu bukan masalah besar.

“Nanti aku akan mencobanya.” Maya menyetujui dengan wajah merona.

Masumi dapat melihat wajah Maya yang berubah merah jambu. Masumi memutar posisi badannya menghadap Maya, mengamati. Ia lantas menggenggam tangan Maya yang memegang sumpit dan mengarahkan ke mulutnya sendiri. Maya terkejut.

"Itadakimasu." ucap Masumi.

Maya memegang sumpitnya erat-erat takut rasa gugup membuatnya menjatuhkan sumpit tersebut.

“Enak.” Kata Masumi sambil tidak lepas memandangi Maya dan masih menggenggam tangan Maya.

Maya merasakan panas di wajahnya, perlahan Masumi melepaskan tangannya.

Maya lalu menunduk dan mulai memakan ramen tersebut. Maya bisa merasakan dadanya berdebar, dia tahu Masumi sedang memandanginya. Membuatnya kembali merasakan kegugupan melebihi kegugupan yang dialaminya dalam pentas manapun.

“Enak.” Kata Maya kemudian dengan pelan.

“Mmhh… ternyata rasanya tidak berubah. Pak Hanayama memang hebat.” Gumam Maya kemudian sambil mengunyah ramennya.

Masumi tersenyum mendengarnya. Cara bicaranya yang apa adanya, rona di wajahnya, reaksinya yang kadang tidak terduga, pikirannya yang meloncat-loncat dan sangat mudah dialihkan, Masumi merasa Maya sangat menggemaskan hingga tidak tahan ingin menggodanya.

Maya menyodorkan kemasan Ramen tersebut pada Masumi. Tapi Masumi tidak menerimanya. Maya tertegun sebentar, bingung.

“Mungil aku mau dagingnya.” Pinta Masumi.

Akhirnya Maya tahu Masumi tidak mau makan dengan tangannya sendiri. Maya mengambil sebuah irisan daging.

“Bukan yang itu, yang sebelah sana.” Tolak Masumi, sambil menunjuk dengan alisnya.

“Yang mana? Yang ini?” Tanya Maya bingung.

“Bukan, yang sebelah sana,” Kata Masumi, mulai menikmati mengerjai Maya lagi.

“Yang mana? Coba Anda tunjuk.” Maya menengadahkan kepalanya dan bertanya tanpa prasangka.

“Tidak mau.” Jawab Masumi singkat.

Maya mengerucutkan bibirnya.

“Anda menyebalkan!” katanya kesal.

“Aku tahu,” timpal Masumi.

“Yang ini?!” Tanya Maya ketus menunjuk seiris daging.

“Bukan.”

“Yang ini?” Maya menunjuk potongan daging lainnya.

“Bukan.”

“Yang ini?” Maya menunjuk potongan terakhir.

“Tentu saja yang itu, yang mana lagi,” jawab Masumi.

Maya mendelik pada pria itu tapi sekali lagi mengarahkan sumpitnya pada Masumi. Tiba-tiba Maya merasa keadaannya dan Masumi benar-benar tidak masuk akal. Dia di sini, di dalam kelas yang pernah ditempatinya saat dia SMP dulu, bersama Direktur Daito Masumi Hayami dan sekarang dia sedang menyuapinya.

Tapi dia tidak sendirian. Masumi pun merasakan hal yang sama dan dia menikmatinya.

“Ah kau benar, irisan daging bebek pekingnya memang sangat enak.” Puji Masumi.

“Benar ‘kan?” Kata Maya berseri-seri, lupa Masumi baru saja berbuat iseng padanya.

“Pak Masumi, seperti apa Anda saat SMP?” Tanya Maya kemudian saat memakan ramennya.

Masumi tampak berpikir.

“Yang pasti… saat aku SMP…” Masumi mengingat-ingat.

“Aku lebih tinggi darimu.” Katanya kemudian sambil tersenyum menggoda Maya yang dibalas tatapan kesal.

“Menyebalkan!!” Sembur Maya.

Masumi tertawa.

“Saat aku SMP… yang kulakukan di sekolah hanya belajar. Aku bahkan tidak mengambil ekstrakurikuler ataupun bersosialisasi. Sepulang sekolah aku langsung menuju Daito dan ikut bekerja dengan Ayah. Jika ada rapat, aku akan ikut serta dalam rapat walaupun hanya mengamati saja. Lalu ayah akan melakukan tanya jawab mengenai pendapatku setelah rapat selesai. Pulang ke rumah bersama Ayah sambil mempelajari beberapa dokumen mengenal Daito. Mengikuti kursus privat bahasa, komputer, tata karma dan lainnya yang dipersiapkan untukku sebagai penerus Daito. Tidak pernah menghabiskan liburan musim panas dengan teman sekolah ataupun mengikuti jalan-jalan sekolah jika tidak diharuskan. Aku tidak bersikap ramah jika tidak diperlukan, tidak tertarik pada apapun dan siapapun, tidak suka bergerombol saat sedang berisitirahat. Apapun yang tidak berguna sebagai penerus Daito, aku tidak melakukannya.” Pandangan Masumi menerawang.

Ia lalu kembali menatap Maya.

“Begitulah masa-masa SMP-ku.” Masumi menutupnya dengan tersenyum datar.

Maya memandang Masumi dengan terkejut, lalu berubah simpati.

Tidakkah Pak Masumi… merasa kesepian?

“Mungil aku mau rumput lautnya,” Pinta Masumi lagi dengan tiba-tiba.

Spontan Maya mengambilkannya.

“Tidak mau yang itu.” Kata Masumi.

“Tapi tidak ada lagi yang lainnya...” Alis Maya berkerut bingung karena hanya ada selembar rumput laut dalam ramennya.

“Oh… Baiklah, yang itu saja,” Masumi tersenyum lebar.

Maya berdecak kesal.

“Menyuapi Anda ternyata sangat merepotkan.” Gerutu Maya.

“Memang siapa lagi yang pernah kau suapi?” Selidik Masumi.

“Kalau seseorang, selain Anda… tidak ada. Tapi aku pernah menyuapi kucing, burung dan anak anjing. Tidak ada yang banyak maunya seperti Anda.” Jawab Maya.

Masumi tertawa.

“Keterlaluan, menyamakan aku dengan kucing, burung dan anak anjing.” Masumi tergelak.

“Anda mau telurnya pak Masumi?” Tanya Maya saat menyumpit sepotong telur.

“Tidak perlu.” Tolak Masumi.

“Terserah. Anda yang akan rugi.” Ujar Maya sambil melahapnya.

Masumi tersenyum terhibur melihat tingkah laku Maya.

Setelah selesai makan, Masumi membuka sebotol air mineral dan menyerahkan sebotol lagi pada Maya.

“Kita jadi piknik di kelasmu, Mungil…” Masumi tertawa.

Maya melihat sekelilingnya dan kemudian ikut tertawa.

Setelah selesai, keduanya membereskan sisa makan mereka dan melangkah keluar dari kelas Maya.

=//=

Selanjutnya Maya mengajak Masumi ke aula sekolahnya, tempat dia pertama kali main drama.

“Sepertinya sedang digunakan…” tebak Masumi saat melihat pintu aula yang terbuka dari kejauhan. Namun saat didekati, tidak ada siapapun di sana.

"Apa kita boleh masuk ya?” Tanya Maya ragu-ragu.

“Mungkin tidak masalah.” Masumi juga terdengar tidak yakin.

“Apa yang kalian cari?” Tanya sebuah suara di belakang Maya dan Masumi.

Keduanya berbalik.

“Eh?? Kak Maya Kitajima??!” seru salah seorang anak perempuan itu saat melihat wajah Maya dan mengamatinya.

Ada 3 orang anak perempuan di sana, tampaknya murid-murid sekolah tersebut, ketiganya sedang membawa sebuah kardus. 

Maya tersenyum canggung dan malu-malu.

“Benar kak Maya kan??” tanya salah satu anak perempuan tersebut yang rambutnya dikepang sambil mengamati Maya.

“I… iya..” Jawab Maya sambil tersenyum gugup.

Ketiganya segera terpekik, meletakkan kardus yang mereka bawa dan menyerbu ke arah Maya sambil rebutan meminta bersalaman dan membuat Masumi agak terdorong menjauh. Masumi benar-benar takjub dengan antusiame anak-anak tersebut.

“Aku Yoshimura, dulu aku pernah melihat kakak bermain sebagai Pack dan aku sangat menyukai kak Maya sejak saat itu.” Anak dengan rambut dikepang tersebut memperkenalkan diri dengan berseri-seri.

Temannya yang lain memperkenalkan diri sebagai Tabuchi—berambut pendek model bob dengan kacamata menghias wajahnya—dan Shirakawa, anak perempuan berambut panjang dan memakai bando yang terlihat feminin.

Tabuchi mengatakan bahwa orang tuanya adalah penggemar Maya dan dia jadi ikut menyukai Maya setelah menonton koleksi DVD Kemilau Langit dan Hutan Putih begitu juga Shirakawa. Maya menyalami ketiganya satu persatu.

Yoshimura dan Tabuchi segera memberondongi Maya dengan berbagai pertanyaan yang membuat Maya bingung bagaimana menjawabnya, karena dua telinganya tidak dapat menyaingi dua mulut yang begitu antusias melemparkan pertanyaan.

Masumi yang sempat terdorong ke samping dan tidak dihiraukan beberapa saat, akhirnya menengahi. Ia berdiri diantara Maya dan siswi-siswi tersebut.

“Anak-anak, coba bertanya satu-satu jadi Mungil tidak akan bingung,” kata Masumi sambil meraih pundak Maya dan menjarakinya dengan gadis-gadis tersebut.

“Anak-anak?!!” Tabuchi mendelik galak ke arah Masumi.

“Kami ini sudah 13 tahun. Kami sudah dewasa.” Lanjut Tabuchi.

Masumi tersenyum. De Javu. Dia sering mendengarnya.

“Kau sendiri siapa, PAMAN??!!” Yoshimura balik bertanya dengan kesal.

PAMAN??!

Masumi terpukul mendengar panggilan tersebut yang tergambar jelas di wajahnya.

Paman ini kemari menemaniku.” Terang Maya sambil menahan tawanya.

“Temannya kak Maya ya?” Tanya Shirakawa malu-malu.

“Masa temannya kak Maya setua ini?” Sindir Tabuchi ke arah Masumi.

Anak ini…

Masumi bisa merasakan kesal yang semakin menggunung di dadanya, tapi dia memaksakan untuk tersenyum.

“Bukan. Aku manajernya… Aku adalah orang…”

“Kami tahu apa itu manajer. Artis idolaku Rika Matsuura juga punya manajer.” Potong Yoshimura tidak tertarik.

Maya tertawa mendengarnya sambil melirik puas ke arah Masumi yang mati kutu dibuat oleh adik kelasnya tersebut.

“Tapi kenapa tadi Paman memanggil kak Maya dengan sebutan ‘Mungil’?” Tanya Shirakawa bingung.

“Entahlah, Aku juga tidak mengerti kenapa dia selalu memanggilku Mungil!” Keluh Maya kesal dengan tiba-tiba.

“Ya… karena sejak pertama bertemu, dia selalu terlihat sangat mungil.” Terang Masumi.

“Tapi aku sudah lebih tinggi dan sudah tumbuh dewasa!!” protes Maya.

Memang benar, setidaknya Maya terlihat paling tinggi diantara adik-adik kelasnya walaupun hanya sedikit.

“Tetap saja, kau masih mungil.” Kata Masumi yang disambut tatapan kesal Maya.

“Bukannya Paman yang terlalu tinggi??!” Yoshimura berusaha membela kakak kelas idolanya tersebut.

“Ah, benar! Setelah kupikir-pikir, sangat jarang sekali aku melihat orang yang lebih tinggi dari Anda, Pak Masumi. Jadi sebenarnya Anda yang melebihi standar!” Maya menarik kesimpulannya.

“Paman raksasa!!!” ledek Tabuchi.

PAMAN RAKSASA??!!

Masumi benar-benar tidak percaya dengan apa yang didengarnya.

Dia meletakkan kedua tangannya di pinggang.

“Baiklah…! Kalau begitu kalian akan aku panggil Liliput!! Liliput 1… Liliput 2… Liliput 3…” Masumi menunjuk pada Yoshimura, Tabuchi dan Shirakawa.

“Dan kau… karena sedikiiit lebih tinggi, adalah Ratu Liliput.” Katanya dengan tenang pada Maya.

Tidak perlu waktu lama sebelum protes keras memberondong ke arah Masumi dan keputusannya yang semena-mena dari keempat gadis itu yang hanya ditanggapi Masumi dengan tertawa puas.

“Menyebalkan!!” Seru mereka bersamaan.

“Kak Maya, apa kakak tidak sebaiknya mengganti manajer? Kok kakak bisa tahan berhadapan dengan orang seperti paman ini setiap hari?” Kata Yoshimura tidak percaya.

“Mmhh… aku juga tidak tahan… tapi mau bagaimana lagi…” ujar Maya yang ditanggapi dengan pandangan simpati dari adik-adik kelasnya.

“Hei Liliput… itu kardus apa yang tadi kalian bawa?” Tanya Masumi sambil menunjuk pada kardus yang ditelantarkan di lantai.

“Kami bukan liliput!!” Seru Tabuchi semakin kesal, tapi dia tetap menerangkan, “Itu beberapa peralatan pentas yang akan kami pakai latihan hari ini.”

Mereka kemudian berjalan menghampiri kardus tersebut.

“Kalian akan pentas?” Tanya Maya antusias.

“Iya kak, untuk festival sekolah bulan depan. Kami ikut bermain dalam sandiwara ‘Senyum Sang Batu.’” Terang Shirakawa sambil berusaha mengangkat lagi kardus tersebut.

“Senyum Sang Batu?” Mata Maya berbinar, “Aku pernah memainkan drama itu dulu.” Terang Maya.

Antusiasme terlihat jelas pada ketiga mata adik kelasnya.

”Benarkah?!!” Yoshimura membelalakkan matanya.

Maya mengangguk sambil tersenyum.

Masumi, melihat Shirakawa dan teman-temannya sedikit kesulitan mengangkut kardus tersebut segera mengambil dan membawanya. Ketiga liliput itu terkejut.

“Biar aku bantu membawakannya. Apa kalian akan membawanya ke dalam sana?” Tanya Masumi, mengarahkan pandangannya ke dalam aula.

Shirakawa mengangguk sambil tersenyum malu-malu.

“Sekarang kalian tahu ‘kan kenapa aku mempertahankannya menjadi manajerku?” Kata Maya sambil berusaha menepuk pundak Masumi yang sebatas kepalanya.

Ketiganya lantas tertawa cekikikan. Masumi hanya memutar matanya menyerah.

“Saya harap Anda bisa segera menaikkan gaji saya, Yang Mulia Ratu Liliput.” Ujar Si Paman Raksasa sambil melangkah ke arah aula diikuti keempat liliput di belakangnya yang masih tertawa cekikikan.

=//=

“Dimana aku harus meletakkan ini?” Tanya Masumi sambil mengamati aula SMP Aoba yang sepi.

“Di sana saja.” Yoshimura menunjuk ke arah panggung.

Masumi meletakkan kardus yang dibawanya di pinggiran panggung.

“Terima kasih Paman…” Kata Shirakawa.

Masumi menanggapinya dengan tersenyum yang menyebabkan rona merah muncul di wajah gadis itu.

Ketiga adik kelas Maya segera membongkar isi kardus tersebut. Ada beberapa rambut palsu, sebuah boneka, bola Kristal dan lainnya.

“Kalian hanya berlatih bertiga?” Tanya Maya sambil mengamati ketiganya membongkar-bongkar isi kardus.

“Iya… sebenarnya jadwal latihan masih dua jam lagi. Tapi kami ingin latihan sendiri sebelum Pak guru dan pemain lainnya datang agar bisa mengejar ketinggalan.” Jelas Yoshimura sambil mencoba sebuah rambut palsu.

“Ah, kak Maya, dulu kakak memerankan siapa?” Tanya Tabuchi penasaran.

“Oh, aku berperan sebagai Dia. Elizabeth.” Maya menunjuk pada boneka yang ada di sana.

Adik kelasnya berhenti bergerak dan bersamaan menoleh pada boneka tersebut.

“Kak… Maya jadi boneka???” Shirakawa terdengar takjub.

“Iya.” Maya mengangguk dengan senyum berseri-seri.

“Waktu itu guruku, Bu Mayuko, ingin mengajarkan padaku bahwa peran sekecil apapun sangat penting di atas panggung, dan kita sebagai pemain tidaklah main sendirian, melainkan harus bisa bekerja sama dengan pemain lainnya. Saat itulah aku pertama kalinya mulai memahami untuk berakting seirama dengan para pemain lainnya.” Kata Maya dengan bijaksana.

Taguchi mengangkat tangan Maya dan mendekapnya dengan haru di dadanya.

“Aku tidak akan melupakan pelajaran ini, kak Maya.” Katanya penuh kekaguman.

Maya hanya tersenyum canggung dan malu-malu.

“Waaa… pasti latihannya sulit…!” Seru Yoshimura yang selalu terdengar bersemangat .

Maya mengangguk.

“Ahh…” Tiba-tiba Masumi bersuara.

“Apakah itu saat kau memakai bambu di sekujur badanmu?” Masumi mengingat.

“Kakak memakai bambu? Untuk menjadi boneka??” Tabuchi memastikan.

“Iya… untuk memahami gerak boneka yang terbatas, Bu Guru memasangkan bambu di badanku.” Terang Maya.

“Aku sangat terkejut saat…” Masumi tidak melanjutkan.

Ia teringat bagaimana kecerobohannya telah membuat tangan Maya sampai terluka. Perasaannya saat itu kembali menghantuinya. Ia ingat bagaimana dia dulu merasa terkejut, bersalah dan sangat cemas.

Wajah Maya berubah menjadi sangat merah karena Ia teringat hal lainnya : saat Masumi memaksa untuk membuka pakaiannya walaupun dia sudah menolak. 

Maya masih ingat rasa canggung dan malu yang menyergapnya saat itu. Tapi sepertinya Masumi sama sekali tidak menyadari. Padahal saat itu Maya sudah berusia 15 tahun, namun Masumi hanya menganggapnya seorang anak-anak. Maya merasakan wajahnya semakin panas mengingat peristiwa itu lagi.

“Kau kenapa? Ada yang kau pikirkan?” Tanya Masumi saat melihat mimik Maya yang berubah.

Maya melirik sedikit kesal pada Masumi.

Dia bahkan tidak menyadarinya… Apa dia memang tidak pernah berpikir kalau aku ini perempuan?

Maya mendelik ke arah Masumi namun tidak berkata apa-apa.

Masumi yang mengira Maya marah karena dia pernah melukai tangannya, mulai merasa tak enak hati.

“Apakah kau masih marah mengenai hal yang terjadi saat kau berlatih menjadi boneka?” Tanya Masumi pelan.

Tiba-tiba wajah Maya merah bukan kepalang, dia tidak mengira Masumi akan dengan terbuka berbicara mengenai masalah itu. Masumi dan ketiga adik kelasnya bingung melihat reaksi Maya.

“Paman raksasa! Apa yang pernah kau lakukan pada Kak Maya?” tuduh Tabuchi.

“A… aku…” Masumi juga terlihat sedikit bingung.

“Su… sudahlah… aku tidak mau membicarakannya...” sergah Maya menahan perasaan malunya.

“Pasti Paman Raksasa sudah berbuat yang tidak-tidak.” Tambah Yoshimura.

“Benar, wajahnya mirip orang-orang di kereta yang suka mencari-cari kesempatan dengan gadis-gadis muda…” Tabuchi menambahkan tuduhannya.

“Ka… kalian…” Masumi mulai kesal mendapat tudingan yang tidak-tidak, dia mengatupkan rahangnya gemas.

“Aku pernah tidak sengaja melukai tangannya saat dia berlatih menjadi boneka.” Jelas Masumi.

Penjelasan Masumi malah membuat murka para liliput yang mulai memarahi kecerobohannya. Sedangkan Maya sedikit lega menyadari Masumi tampaknya memang sudah tidak menghiraukan perihal kejadian saat dia memaksa membuka pakaiannya dulu. 

Sampai kemudian Masumi memandangi Maya yang masih tertunduk malu dan pria itu kembali teringat wajah malu Maya saat dia dengan paksa meminta gadis itu memperlihatkan lukanya.

Sekarang Masumi menyadari apa yang sudah membuat wajah gadis itu memerah.

“Mungil… aku…” Ucapan Masumi terpotong saat Maya menengadah padanya, Ia tidak dapat melanjutkan kata-katanya karena ada tiga pasang mata tengah mengawasi mereka.

Tiba-tiba wajah Masumi juga terlihat sedikit merona. Maya pun sadar Masumi sudah ingat dengan kejadian tersebut. Keduanya ragu-ragu berpandangan dengan rikuh.

Adik-adik kelas Maya hanya menyaksikan keduanya. Bingung.

“Kak Maya, memang dulu bagaimana kakak berlatih menjadi boneka?” Tanya Shirakawa yang lebih sensitif ketimbang temannya, memecahkan kecanggungan diantara keduanya.

Maya dengan senang hati menceritakan saat-saat latihannya bersama bu Mayuko yang mengundang decak kagum adik-adik kelasnya.

“Kak Maya! Pak guru sering sekali memuji akting Kakak saat bermain drama dulu. Dia bilang Kakak benar-benar serius memainkannya dan akting kakak benar-benar luar biasa.” Kata Yoshimura dengan kagum.

“Benarkah? Hahaha… Aku ingat saat itu drama hampir gagal karena aku malah membuat adegannya menjadi adegan yang menyedihkan padahal harusnya aku membuat penonton tertawa. Seingatku pak guru marah besar saat itu…” Maya mengingat dengan sedikit kecewa.

“Tapi sepertinya pak guru malah sangat bangga jika bercerita mengenai kakak. Sepertinya dia sekarang sudah menjadi peggemar kakak.” Tebak Tabuchi.

Mereka tertawa.

“Ah, kak Maya, maukah kakak memainkan peran Vivi itu lagi? Kami ingin melihatnya.” Pinta Yoshimura.

“Apa kau masih mengingat dialognya Mungil?” Tanya Masumi.

“Kurasa...” Maya terdengar sedikit ragu-ragu.

Tidak lama terdengar rengekan dari ketiga adik kelasnya yang ingin melihat Maya berakting sebagai Vivi.

“Ayolah Ratu Liliput… aku juga ingin melihat seperti apa peran perdanamu itu.” Bujuk Masumi.

“Baiklah...” Maya akhirnya menyerah, “kita mainkan adegan klimaksnya saja ya. Satu orang memainkan Vivi, seorang memainkan algojo, seorang memerankan penjaga, seorang menjadi Marianne dan seorang menjadi pangerannya.”

“Berarti kita perlu lima orang.” Tabuchi menghitung dengan jarinya saat Maya menyebutkan peran yang akan dimainkan.

“Satu... “ Katanya sambil menunjuk Maya.

“Dua... “ Tabuchi menunjuk dirinya sendiri.

“Tiga...” Pada Yoshimura

“Empat...” Pada Shirakawa.

“Li...” Dia mengarahkan telunjuknya pada Masumi, “ma!”

“Ha?!” Masumi mengangkat alisnya.

“Wah Pak Masumi, Anda juga termasuk…” kata Maya dengan riang.

“A… aku?” Masumi menunjuk pada dirinya.

“Paman ‘kan dengar kalau kita butuh lima orang,” kata Yoshimura.

“Jadi Paman harus bergabung bersama kami.” Sambung Shirakawa.

“Ta... Tapi aku tidak pernah...” tolak Masumi.

“Ayolah Pamaan... hanya mengucapkan beberapa kalimat saja.” Bujuk Tabuchi.

"Bukannya Paman juga tadi bilang ingin melihat peran Vivi milik Kak Maya?" desak Yoshimura.
 
Maya hanya menahan tawanya.

“Aku mau jadi apa?” Tanya Masumi bingung.

“Kak Maya memerankan Vivi. Karena Tabuchi galak, dia bisa menjadi Algojo,” Yoshimura mulai membagi perannya.

“Ah! Karena rambutmu bagus, kau bisa menjadi Marianne, Shirakawa. Berarti tinggal Pangeran dan Penjaga. Ya sudah Paman Raksasa jadi Pangeran saja dan aku yang menjadi penjaganya.” Kata Yoshimura.

Semua setuju, kecuali Masumi tentunya. Tapi Paman Raksasa tidak dapat berbuat apa-apa saat para liliput tidak hentinya merengek dan memaksa. Akhirnya Masumi hanya bisa mengiyakan.

“Tapi kalian harus berhenti memanggilku 'Paman Raksasa' dan mulai memanggilku 'Pangeran'.” Kata Masumi dengan angkuh.

“Tergantung bagus tidaknya kau bermain,” jawab Tabuchi dengan gaya bossy.

Kembali Maya hanya menahan tawanya.

"Ayo kita lakukan di atas panggung!” Ajak Yoshimura.

Kelimanya lantas menaiki tangga dan naik ke atas panggung di dalam aula tersebut. Kali ini Paman Raksasa yang mengikuti keempat liliput tersebut. 

Maya mulai mengajarkan dialognya pada mereka.

“Ini adalah adegan klimaks, dialognya tidak banyak. Saat itu Marianne sudah lulus semua ujian dari Pangeran, sampai akhirnya ada adegan dimana Pangeran menyamar menjadi terpidana yang akan dihukum mati. Adegan dimulai dengan seorang Algojo yang mengumumkan : ‘Dengan kuasa Raja, jika ada yang bersedia menikahi napi yang akan dieksekusi ini, maka Raja akan membebaskannya. Adakah yang bersedia menikahi Napi tersebut?’ lalu Vivi berkata : ‘kalau aku bagaimana? Aku jelek dan bodoh lagipula belum pernah menikah,' Lalu seorang penjaga berseru : ‘Kau mau menikahi Napi itu? Wanita terbodoh dan terjelek sedang bercanda. Kalian pasti cocok sekali!!’ Lalu Pangeran menjawab, 'Huh! Daripada menikah dengan wanita bodoh itu, lebih baik aku mati saja.’ Lantas penjaga itu kembali berseru,’iya kau benar, lebih baik mati saja!’ dan Vivi lalu berkata, ‘Aku sedih sekali, memalukan, aku bodoh dan jelek tapi itu bukan salahku… Kau memilih mati daripada menikah denganku? Aku lebih baik mati saja…’ Lantas Marianne maju dan berkata, ‘aku sudah mengambil keputusan, aku akan mengundurkan diri dari sayembara ini dan akan menikahi napi tersebut.’ Sudah sampai di sana saja, “ Maya menceritakan adegan yang akan mereka mainkan.

Dia baru menyadari keempat orang di hadapannya terkagum menyaksikan Maya yang seakan-akan memerankan kelima tokoh tersebut saat mengisahkannya. Belum lagi kenyataan Maya masih menghapal dialog dari perannya yang sudah sangat lama tersebut.

“Kau memang luar biasa, Ratu Liliput…” Puji Masumi spontan yang mengundang semu-semu merah di wajah Maya.

Adik-adik kelasnya pun memuji Maya.

“Nah… kalian sudah melihatnya 'kan barusan, berarti kita tidak perlu memain…” Ucapan Masumi terpotong tatapan tajam dari para liliput dan Maya hanya tertawa kecil.

Akhirnya, tanpa mempedulikan Masumi yang masih keberatan bergabung, mereka melakukan adegan tersebut setelah masing-masing menghapal dialog beberapa saat.

"Baiklah ayo kita mulaaaiii~!!" Yoshimura yang berperan sebagai penjaga juga berperan sebagai sutradara, terdengar antusias.

[Sutradara (Yoshimura) : Action!!!

Algojo (Tabuchi): (Dengan suara lantang) “Dengan kuasa Raja, jika ada yang bersedia menikahi napi yang akan dieksekusi ini (menunjuk pada Pangeran), maka Raja akan membebaskannya. Adakah yang bersedia menikahi Napi tersebut?”

Vivi (Maya): (Memasang wajah konyol) “Kalau aku bagaimana? Aku jelek dan bodoh lagipula belum pernah menikah…” (menunjuk wajahnya sendiri)

Penjaga (Yoshimura) : “Kau mau menikahi Napi itu? Wanita terbodoh dan terjelek sedang bercanda! Kalian pasti cocok sekali!” (tertawa meledek).

Pangeran (Masumi) : (Hanya terdiam).

(Algojo, Vivi, Penjaga dan Marianne mulai terlihat bingung)

Apa Paman Raksasa lupa dialognya? Pikir Tabuchi.

Kenapa Pangeran diam saja? Pikir Sutradara Yoshimura, tidak yakin pemainnya itu lupa dialog atau memang diamnya itu adalah bagian dari aktingnya.

“ehm!” Pangeran berdehem, membuyarkan pemeran lain dari lamunannya.

Pangeran : (Memandang lekat pada Vivi dan berkata dengan tenang dan dalam) “Baiklah, menikahlah denganku… Vivi…”

Sutradara (Yoshimura) bernafas lega, namun tidak lama, dia kembali mengangkat kepalanya. APA??!

"EH??!!" Vivi, Algojo dan Marianne terperangah bersamaan.

CUUUT!!!” teriak Sutradara Yoshimura dengan putus asa.]

“Pak… Pak Masumi…?” Dengan cepat Vivi kembali menjadi Maya, wajahnya merona karena Masumi masih memandangnya dengan pandangan yang sama. Sangat serius dan dalam.

“Aduuuuhhh Paman Raksasa!! Dialognya ‘kan bukan itu!!” Algojo pun kembali menjadi Tabuchi.

“Apakah Paman tidak ingat dialognya?” dan Marianne pun menjadi Shirakawa lagi.

“Paman ini kenapa mengganti dialognya?” Yoshimura sang sutradara menggelengkan kepalanya frustasi.

Masumi hanya diam saja tidak acuh.

“Paman!!” Ketiga liliput itu mendekatinya meminta penjelasan mengenai yang baru saja terjadi.

“Apa salahku?” Tanyanya.

“Itu kan bukan dialognya… seharusnya Pangeran berkata, ‘Huh! Daripada menikah dengan wanita bodoh itu, lebih baik aku mati saja.’” Terang Yoshimura yang sangat serius melakukan perannya sebagai sutradara.

Masumi merasa para liliput itu sangat lucu saat marah-marah dan sekuat mungkin menahan untuk tidak tertawa.

“Kalau aku pangerannya, dialognya bukan seperti itu…” Masumi bersikeras.

“Ya ampuuunn…” Tabuchi memukul dahinya sendiri, “Masa dialog drama diubah-ubah berdasarkan pemainnya…” Tabuchi ikut-ikutan merasa frustasi menghadapi aktor dadakan tersebut.

“Yaaa… mau bagaimana lagi, aku sudah mau mati, lalu ada yang dengan rela menikahiku agar aku tidak jadi digantung… Tentu saja aku harus merasa berterima kasih dan menerimanya. Lagipula…” Masumi mengangkat pandangannya menatap Maya, “Walaupun Vivi itu dibilang jelek dan bodoh, dia begitu periang dan membuat orang-orang di sekitarnya merasa terhibur, sangat polos dan juga tulus. Ia bahkan mau menyelamatkan nyawaku. Kurasa bukan hal yang sulit untuk Pangeran belajar mencintainya.”

Maya bisa merasakan wajahnya memerah.

Masumi lalu memandang Shirakawa.

“Aku malah tidak suka Pangeran yang dengan mudahnya menghina seperti itu, kalau aku jadi Marianne, lebih baik aku tidak usah menikahinya…” Katanya pada Shirakawa.

“Aduuuhh Paman Raksasa… ini 'kan hanya drama, kenapa Paman serius sekali. Pokoknya Paman harus mengucapkan dialognya seperti itu,” Tabuchi bersikeras.

“Tidak mauu~” Masumi berkata dengan nada mengejek yang membuat Tabuchi semakin kesal.

“Ck! Kalau Paman ini bola, pasti sudah kutendang keras-keras dari tadi!” Kata Tabuchi geram.

“Kau tidak akan mampu, kaki liliputmu terlalu kecil untuk bisa menendangku.” Ledek Masumi yang membuat Tabuchi semakin geram.

Maya hanya mengamati ketiga liliput tersebut berselisih dengan Masumi dan melihatnya seperti sebuah tontonan yang menghibur, Maya tidak tahan melihatnya dan mulai tertawa cekikikan.

Maya tahu, walaupun Masumi bertingkah menyebalkan, Masumi tampak menikmati pertengkaran kecilnya dengan adik-adik kelas Maya. Maya tertegun, dia sering merasa kesal kalau Masumi menggodanya, tapi melihat Masumi dan adik kelasnya saat ini, Maya tahu itu bukan karena Masumi membenci mereka. Begitu juga padanya, walaupun Masumi sering mengganggunya, seharusnya Maya menyadari sejak dari dulu kalau itu bukanlah karena Masumi membencinya.

Pak Masumi…

Maya lalu mendekati keempatnya.

“Yoshimura, bagaimana kalau kita potong saja bagian Marianne? Jadi biar Shirakawa yang menjadi Pangeran dan Paman Raksasa tidak perlu ikut mengambil bagian?” usul Maya.

Ketiganya terdiam sebentar.

“Aku tidak keberatan,” jawab Shirakawa.

“Baiklah, aku juga setuju dengan usul kak Maya.” Dukung Yoshimura.

Tabuchi juga akhirnya mengangguk setuju walaupun sambil melemparkan lirikan tajam pada Masumi yang dibalas dengan seringai.

“Keputusan yang sangat bijak, Ratu Liliput…” Akhirnya Masumi dengan senang hati turun dari panggung sementara Maya cemberut mendengar kata-kata terakhirnya.

Masumi tertawa terbahak.

Yoshikawa kembali pada perannya sebagai Sutradara.

“Baiklah, ayo kita mulai lagi.” Katanya dengan bersemangat.

[Sutradara (Yoshimura) : Action!!!

Algojo (Tabuchi): (Dengan suara lantang) “Dengan kuasa Raja, jika ada yang bersedia menikahi napi yang akan dieksekusi ini (menunjuk pada Pangeran), maka Raja akan membebaskannya. Adakah yang bersedia menikahi Napi tersebut?”

Vivi (Maya): (Memasang wajah konyol) “Kalau aku bagaimana? Aku jelek dan bodoh lagipula belum pernah menikah…” (menunjuk wajahnya sendiri)

Penjaga (Yoshimura) : “Kau mau menikahi Napi itu? Wanita terbodoh dan terjelek sedang bercanda! Kalian pasti cocok sekali!” (tertawa meledek).

Pangeran (Shirakawa) : ”Huh! Daripada menikah dengan wanita bodoh itu, lebih baik aku mati saja." 

Penjaga (Yoshimura) : “iya kau benar, lebih baik mati saja!”

Vivi (Maya) : “Aku sedih sekali, memalukan, aku bodoh dan jelek tapi itu bukan salahku…” (menjatuhkan dirinya lalu menggaruk-garuk tanah dan terdengar merajuk) Kau memilih mati daripada menikah denganku? (mengangkat wajahnya) Aku lebih baik mati saja…” (menjulingkan matanya dan menjulurkan lidahnya keluar)

Sutradara (Yoshimura) : Cut!!]

Masumi tertawa terbahak-bahak sambil bertepuk tangan. Para pemainpun ikut bertepuk tangan dan tertawa, Maya tersenyum malu-malu.

“Kak Maya, aku senang sekali bisa bertemu kakak hari ini... Bolehkah kami berfoto bersama Kakak?” tanya Shirakawa.

Maya mengangguk menyetujui. Mereka lalu meminta tolong Paman Raksasa mengambil fotonya dan Paman pun dengan senang hati melakukannya untuk mereka.

Setelah beberapa kali berfoto bersama, Maya berpamitan pada ketiga adik kelasnya yang terlihat berkaca-kaca saat Ia mengatakan harus segera pergi.

“Kakak… kapan-kapan datanglah lagi ke sini…” Pinta Shirakawa sambil menggenggam tangan Maya.

“Paman juga…” Katanya kepada Masumi.

Keduanya hanya tersenyum.

“Berjuanglah untuk pertunjukan kalian, kalian sangat berbakat. Aku yakin kalau kalian terus berlatih maka kalian bisa menjadi aktris profesional,” puji Masumi.

“Benarkah? Itu bukan basa-basi ‘kan Paman Raksasa?” Ancam Tabuchi.

“Apa kalian tidak tahu? Kalau aku ini sangat pandai menilai bakat seseorang? Memangnya kalian pikir kenapa Ratu Liliput ini mau menjadikan aku manajernya?” Masumi tersenyum bangga.

“Bukannya itu karena Paman Raksasa jago mengangkat kardus?” ledek Yoshimura.

“Ahh… iya benar…” canda Masumi yang disusul tawa yang lainnya.

“Paman, ka… kalau aku bisa menjadi aktris, apa aku bisa bertemu lagi dengan Paman?” Tanya Shirakawa malu-malu.

“Waaa~ Shirakawa!” Seru Tabuchi terkejut.

Lantas keluar godaan dari mulut teman-temannya pada gadis muda itu.

“Bu… bukan begitu… bukan…” elak Shirakawa dengan wajah merona merah.

“Tentu saja…” Masumi tersenyum, “kalau diantara kalian ada yang menjadi aktris, pasti kita akan bertemu lagi.”

“Ka… kalau begitu aku akan berusaha…” jawab Shirakawa yang kembali disusul godaan oleh teman-temannya.

Teriakan penyemangat dari ketiganya masih mengiringi saat Maya dan Masumi menuju pintu aula.

“Paman, jaga kak Maya baik-baik ya…” pesan Yoshimura saat keduanya mencapai pintu.

“Tentu saja!” Seru Masumi sambil tersenyum dan melambaikan tangan.

=//=

“Aku tidak mengira Anda bisa berlaku ramah seperti tadi…” Ujar Maya saat keduanya berjalan di koridor gedung sekolah.

“Oya? Kukira kau paling mengenalku…” Masumi tersenyum senang.

“Pak Masumi… te... terima kasih sudah sangat baik pada adik-adik kelasku. Kupikir Anda akan dibuat kesal oleh celaan mereka.” Kata Maya sambil tersenyum kecil.

“Hm? Para liliput itu memang menguji kesabaranku, tapi aku menyukai mereka… Hahaha…” Masumi tertawa gembira.

“Lagipula… aku sudah biasa menghadapimu, Ratu Liliput, jadi liliput-liliput junior itu tidak ada apa-apanya jika dibandingkan denganmu.” Ujar Masumi.

Maya cemberut mendengar Masumi masih memanggilnya Ratu Liliput dan mulai memperlambat langkahnya, namun Ia kembali tersenyum nakal saat teringat sesuatu. 

“Oya, sepertinya Shirakawa menyukaimu PAMAN RAKSASA…” Goda Maya.

Masumi berhenti melangkah dan berbalik menghadap Maya yang berada 2-3 langkah di belakangnya. Ia lalu tersenyum dikulum.

“Apa Anda cemburu, Ratu Liliput? Jangan Khawatir, Anda tetap liliput favoritku.” Masumi balik menggoda Maya.

“Ce.. cemburu?!” Maya mengangkat kepalanya kesal.

“Aku tidak cemburu!!” Maya melewati Masumi.

Tidak berapa lama Maya berbalik, “dan aku bukan lilipuuut!!!” Seru Maya dengan geram lantas melangkah meninggalkan Masumi.

“Hei Ratu Liliput!!!” Seru Masumi.

Maya tidak menghiraukannya sampai Masumi melanjutkan kata-katanya.

“bukankah jalan keluarnya ke arah sini?!”

Eh?!

Maya berhenti melangkah, dia baru menyadari bahwa dia sudah berbelok ke arah yang salah, dia menuju ke kamar mandi bukannya ke arah luar gedung.

Maya segera berbalik, dia sangat malu, dia bisa melihat Masumi yang berdiri di hadapannya sambil menahan tawa.

“Huh!” Maya memalingkan wajahnya saat melewati Masumi.

Masumi terkikik geli melihat tingkah Maya.

“Hei Ratu Liliput!” Susul Masumi.

Maya kembali berbalik kesal.

“Jangan panggil aku Ratu Lilipuuut!!” serunya.

Masumi hanya berjarak satu lengan di hadapannya, Maya harus menengadahkan kepalanya untuk memandang Masumi. Sebelumnya dia tidak menyadari kalau jarak mereka sangat dekat.

“Aku ingin berterima kasih karena kau sudah mengajakku ke tempat yang berharga untukmu.” Masumi tersenyum lembut.

Mata keduanya bertemu. Seketika amarah Maya mereda, pipinya kembali merona merah. Maya memalingkan wajahnya perlahan.

“A… aku juga berterima kasih Anda sudah mengantarku.” Katanya.

Masumi tersenyum simpul.

Keduanya lalu berjalan berdampingan menuju keluar gedung sekolah.

"Ta.. tapi kenapa tadi Anda tidak mau ikut bermain drama bersama kami. Mereka pasti lebih gembira kalau tadi Anda ikut serta..." ujar Maya.

Masumi diam sesaat.

"Aku tidak suka peran pangeran itu..." Jawab Masumi sekenanya yang membuat Maya menahan tawanya.

"Lagipula, aku tidak mungkin bisa mengatakan kata-kata seperti itu pada Bidadari Merah..." Masumi menoleh ke arah Maya, "benar kan, Akoya?"

Maya menengadahkan kepalanya terkejut.

Pak Masumi...

Ia merasa sangat tersanjung.

“Nah Ratu Liliput, sekarang kau sudah kembali resmi menjadi 'Si Mungil’ lagi…” ujar Masumi saat mereka mencapai gerbang sekolah.

Maya tidak tahu apakah harus merasa senang atau tidak saat mendengar kalimat terakhir Masumi.

=//=

“Setelah dari sini kau mau kemana?” Tanya Masumi saat keduanya kembali masuk ke dalam mobil Masumi.

Maya tampak berpikir.

“Tidak tahu. Tidak ada lagi tempat yang ingin kukunjungi.” Jawab Maya.

“Tidak ada?” Masumi terheran.

“Bukankah kau bilang ada banyak tempat yang ingin kau kunjungi, sedangkan kita baru mendatangi dua tempat saja.” Mesin mobil mulai terdengar kembali menyala.

“Menurutku, lebih dari satu itu sudah banyak, Pak Masumi.” Maya beralasan.

“Mungil, kurang dari tiga itu tidak bisa dibilang banyak.” Masumi memberikan pendapatnya.

“Itu kan menurut Anda… menurutku lebih dari satu itu sudah banyak.” Maya tidak mau kalah.

Masumi menahan tawanya dan memutuskan mengakhiri debatnya.

“Jadi? Tidak ada tempat lain yang ingin kau kunjungi?” Tanya Masumi memastikan.

Maya menggeleng.

“Pak Masumi, kita pergi ke tempat yang Anda inginkan saja.” Usul Maya.

“Yang kuinginkan?” Masumi berpikir tidak yakin.

“Iya. Apakah ada tempat yang ingin Anda kunjungi?” Tanya Maya.

“Hmm… “ Masumi terlihat bingung.

“Aku sering mengunjungi banyak tempat untuk keperluan bisnis, tapi kalau liburan…”

“Pak Masumi, apakah Anda tidak pernah pergi berlibur?” Tanya Maya tidak percaya.

Mobil Masumi mulai melaju kembali walaupun keduanya belum tahu hendak menuju kemana.

“Tidak pernah. Paling aku diam di rumah, juga memikirkan pekerjaan.” Jawab Masumi.

“Apa Anda… tidak pernah berkencan ke suatu tempat yang menyenangkan sebelumnya? Dengan kekasih Anda… misalnya?” tanya Maya berhati-hati.

“Tidak… paling aku pergi ke restoran atau ke museum, ke pameran… aku tidak bisa mengatakan itu adalah tujuan yang tepat untuk kita saat ini Mungil...” Masumi mengingat-ingat dan menjawab dengan datar.

“Dan itu sudah sangat lama…” Imbuhnya.

Maya kembali teringat pada Shiori. Dia menimbang-nimbang untuk menanyakan perihal dua tahun yang lalu atau tidak.

“Pak Masumi…” Maya mulai memain-mainkan jemarinya.

“Hm?” Masumi melirik sebentar pada Maya.

“Anu… aku… mau meminta maaf… aku baru tahu kemarin mengenai… Anda… dan Nona… Shiori.” Maya merasakan perasaan segan menghampirinya.

“Aku tidak bermaksud mengingatkan Anda pada hal yang menyedihkan… jadi… aku…”

“Maksudmu mengenai pernikahanku yang tidak jadi dilaksanakan?” Potong Masumi.

Maya tidak menjawab.

“Tidak perlu khawatir Mungil, aku tidak apa-apa. Hal itu sudah lama berlalu. Lagipula…” Masumi sempat terlihat ragu-ragu meneruskan ucapannya.

Lagipula?

Maya mengalihkan pandangannya pada Masumi.

“Lagipula, sejak awal, pertunangan kami hanya sebuah kesalahan.” Tutur Masumi akhirnya.

“Kesalahan…?” Maya terkejut mendengarnya.

“Bu… bukankah Anda dan Nona Shiori saling mencintai?” Tanya Maya spontan.

“Ah… maaf…! Aku tidak bermaksud…” ucap Maya saat merasa bahwa dia telah melewati batas.

Dia tidak pernah berani menanyakan masalah pribadi pada Masumi sebelumnya, begitu juga sebaliknya, tapi hari ini Maya tidak dapat menahan diri. Mungkin karena Maya merasakan ada kedekatan yang tidak biasa dengan Masumi dalam kebersamaan mereka hari ini.

“Tidak apa-apa Mungil. Itu sudah lama berlalu dan itu sama sekali tidak menyinggungku,” Masumi tersenyum simpul namun tidak menjawab pertanyaan Maya.

Sudah terlanjur, Maya akhirnya memutuskan untuk kembali bertanya lebih jauh.

“Lalu kenapa Anda tidak menikah dengan Nona Shiori…?” Maya menatap Masumi, menunggu jawabannya.

Masumi terkejut, tidak mengira Maya akan bertanya mengenai hal tersebut. Pikirannya bergerak maju mundur menimbang apakah akan menjawab pertanyaan Maya atau tidak.

Sebuah melodi mengalun diantara keheningan. Maya mengenal melodi itu. Handphonenya menyala dan ada nama Sakurakoji muncul di layarnya.

“Halo…” Sapa Maya

“Halo Maya… Kau dimana?”

“A… aku masih di Yokohama. Apakah ada sesuatu, Sakurakoji?”

“Tidak apa-apa. Aku hanya ingin berbicara denganmu. Apa aku mengganggu?”

“Ti… tidak! Sama sekali tidak mengganggu. Ah, maafkan aku tidak bisa ikut denganmu ke tempat Kak Yoko.” Sesal Maya.

Masumi mendengarkan Maya berbicara pada Sakurakoji dengan rasa cemburu membakar dadanya. Ia mengeratkan pegangannya di setir. Maya terdengar riang. Sekali-kali gadis itu tertawa. Masumi sangat ingin menutup telinganya, atau mungkin melakukan hal lainnya agar Maya kembali memperhatikannya. Masumi mencoba mengendalikan emosinya dengan mengatur nafasnya.

“Iya baiklah… Terima kasih banyak Sakurakoji.” Ucap Maya, menutup sambungannya dengan Sakurakoji setelah beberapa menit.

Maya menatap ke arah Masumi sekilas, dan pria itu hanya membisu. Entah kenapa maya kembali merasa sungkan, tidak dapat mengatakan apapun.

“Sakurakoji?” Tanya Masumi kemudian, dengan setenang mungkin.

“Iya..” Jawab Maya.

Setelah itu Masumi seperti membentengi diri darinya, pria itu sama sekali tidak bertanya apapun pada Maya.

Sekian lama keduanya terdiam.

“Pak Masumi…” panggil Maya perlahan.

“Hm…” Masumi hanya menjawab dengan gumaman.

“Bolehkah aku menyalakan radionya?” Tanya Maya kemudian.

Sebenarnya Maya hanya mencari-cari alasan untuk bisa berbicara lagi dengan Masumi, hanya saja dia tidak tahu harus memulai dari mana. Dia tidak suka dengan keheningan di antara mereka.

“Silahkan…” jawab Masumi dengan singkat.

Maya mulanya berniat menyalakan radionya, tapi dia ragu-ragu harus menekan tombol yang mana.

“Pak Masumi… ” panggilnya pelan sekali lagi, hendak meminta tolong pada Masumi.

Masumi tiba-tiba menggenggam tangan Maya. Semakin lama semakin erat. Maya bisa merasakan jantungnya memacu dengan cepat, sangat cepat, saat Masumi menarik tangannya.

Masumi mengarahkannya pada radio mobil tersebut.

“Ini… untuk menyalakannya…” terangnya sambil menunjuk sebuah tombol.

“Ini… untuk mengatur suaranya…” Masumi mengarahkan telunjuk Maya pada tombol lainnya.

“…untuk mencari salurannya… dan ini… untuk memutar CD…” Masumi menjelaskan satu persatu pada Maya.

Pak Masumi… lepaskanlah tanganku…

Mohon Maya dalam hatinya. Dia tidak kuasa merasakan debaran-debaran liar dari jantung yang tidak dapat dikendalikannya lagi.

Tapi Masumi masih saja menggenggam tangannya, semakin erat.

“A… aku sudah mengerti… Pak.. Masumi…” Maya terdengar sangat gugup.

Dengan tidak rela, Masumi akhirnya melepaskan tangan Maya.

Sedikit gemetar, Maya berusaha menyalakan radio tersebut. Ia lalu berkutat mencari-cari siaran radio yang diminatinya. Sangat sulit, karena dia tidak bisa berkonsentrasi. Dia sama sekali tidak yakin dengan apa yang didengarnya. Maya memindah-mindahkan gelombang dengan kacau, sekacau perasaannya saat ini.

Masumi hanya terdiam memperhatikan.

Reaksi Maya sering membuat Masumi tidak yakin. Apakah gadis itu memang sangat polos hingga sangat mudah terlihat merona di hadapannya dan sangat mudah dibuat salah tingkah seperti ini. Namun selain di hadapannya, Maya juga sering terlihat malu-malu dan salah tingkah sehingga Masumi tidak berani berpikir bahwa tingkah gadis itu yang tidak biasa adalah dikarenakan Maya memiliki perasaan khusus padanya. Walaupun jauh di lubuk hatinya, Masumi berharap Maya memiliki perasaan itu.

Maya akhirnya berhenti pada gelombang radio yang sedang memutar sebuah lagu.

“I… ini saja tidak apa-apa kan?” tanya Maya gugup.

Masumi mengangguk. Perasaan cemburunya masih belum surut.

“Kau suka lagu ini?” tanya Masumi sambil terus berusaha menetralisir perasaannya.

“Mmmhh… tidak juga… aku bahkan tidak tahu ini lagu apa…” jawab Maya ragu-ragu.

Mimik heran terpasang di wajah Masumi.

“Hanya saja aku sudah lama tidak mendengarkan lagu berbahasa Jepang.” jelas Maya.

Masumi tertawa kecil.

“Ah! Di Perancis, ada temanku yang menyukai anime* Jepang,” Maya menerangkan.

(*kartun)

“Oya?”

“Iya… dia bilang dia punya banyak sekali koleksi anime dan soundtracknya. Dia juga sering mendatangiku untuk berlatih bahasa Jepang. Orangnya baik sekali dan sangat lucu…” Maya bercerita dengan gembira.

Masumi merasa lega karena tahu Maya mengalami saat-saat yang menyenangkan di Perancis.

“Karena dia tahu aku sangat suka menonton film, dia sering mengajakku ke bioskop. Katanya agar aku semakin terbiasa dengan Bahasa Perancis. Dia paling senang mengajakku menonton film horor. Aku sering berteriak keras-keras. Awalnya aku sangat malu, ternyata dia memang sengaja mengajakku karena ingin melihatku berteriak-teriak saat terlalu menghayati film tersebut…” Maya terdengar kesal.

Masumi tertawa.

“Ya... walaupun hantu Perancis tidak ada apa-apanya dibandingkan hantu Jepang.”

Lanjut Maya.

Masumi kembali tertawa menyetujui.

“Perempuan?” Tanya Masumi kemudian.

“Laki-laki… namanya Louis, hahaha… dia lucu sekali kalau berbahasa Jepang, tapi tarian baletnya sangat luar biasa!” Puji Maya.

Tiba-tiba semuanya tidak terasa lucu lagi bagi Masumi.

Louis…? Aku tidak pernah mendengar apapun mengenainya...

Masumi menghembuskan nafasnya. Berpikir betapa culasnya bocah itu, sengaja mengajak Maya menonton film horor. Terbayang di benak Masumi adegan stereotip dimana si perempuan berteriak-teriak sambil memeluk kekasihnya saat menonton film horor.

Masumi kesal sekali.

“Kau sudah lapar lagi?” Tanya Masumi berusaha mengalihkan pikirannya sendiri.

“Belum…” Maya menggelengkan kepalanya.

Masumi sudah berusaha, tapi pikiran Masumi masih belum lepas dari Louis.

“Apa kau…” Masumi terdengar ragu sebentar namun memutuskan untuk melanjutkan, “berkencan dengannya…? Louis…?” Tanya Masumi akhirnya.

Maya menoleh pada Masumi.

“Aku… dan Louis?” Maya menatap Masumi.

Masumi melirik sebentar pada Maya, menunggu jawabannya.

Maya terkikik kecil, “tidak mungkin…”

Maya sedikit mencondongkan badannya ke arah Masumi.

“Dia mungkin lebih memilih Anda daripada aku.”

“Eh??” Masumi terlihat sedikit terkejut.

“Dia… Anda tahu ‘kan… gay..?” Kata Maya bisik-bisik sambil menempatkan telapak di samping bibirnya.

Masumi terkejut, lalu tertawa. Juga lega.

Maya ikut tertawa dengannya. Dia lalu bercerita mengenai Louis yang akan menghabiskan 2 kilogram es krim sekaligus jika sedang patah hati lalu bercerita bahwa Louis pernah memendam cinta pada Sakurakoji, dan sangat sedih saat pria itu kembali ke Jepang.

Masumi tertegun, dia pun tidak pernah tahu bahwa Sakurakoji pernah mengunjungi Maya di Perancis.

“Sakurakoji pernah… menemuimu?” Tanya Masumi.

“Pernah. Dia mengunjungiku dua kali saat sedang tidak ada kegiatan.” Terang Maya.

“Kau pasti sangat senang dia menemuimu.” Masumi berusaha terdengar setenang mungkin.

“Tentu saja. Aku sangat senang setiap ada yang mengunjungiku dari Jepang.” Maya berseri-seri.

Maya tidak bisa mengatakan bahwa dia juga kadang merasa kesepian, dia tidak ingin membuat Masumi khawatir.

Masumi menimbang-nimbang sebelum kemudian berkata, “Aku tahu Sakurakoji mencintaimu…”

Mata Maya terbelalak sedikit, tidak mengira Masumi akan berkata demikian. Semburat merah tak diundang menghias wajahnya.

Masumi sendiri merasa sangat terkejut dengan ucapannya tersebut, tapi dia tidak dapat menahan diri. Ia tidak yakin apakah Maya ingin membicarakannya atau tidak, tapi dia tetap meneruskan.

“Yang aku tidak tahu… apakah kau mencintainya, Mungil?” tanya Masumi.
Masumi sempat berfikir Maya akan berteriak ke arahnya sambil berkata ‘bukan urusanmu!’ tapi bukan itu yang didapatkannya. Maya hanya terdiam sebelum membuka mulutnya,

“Aku… pada Sakurakoji...” Maya terdengar ragu-ragu.

Rasa takut menyusup pada hati Masumi, khawatir dengan jawaban Maya.

“…suka…” ucap Maya terbata-bata.

Masumi tahu dia tidak seharusnya bertanya, seperti ada sebuah tangan yang meremas jantungnya kuat-kuat, seperti itulah rasa sakit yang dirasakannya.

“Kalian pasangan yang serasi…” Masumi berusaha terdengar tulus.

“Benarkah begitu… Pak Masumi…?” Tanya Maya, lemah, tanpa mengharapkan jawaban.

Maya tidak tahu, apakah Masumi baik sebagai Direktur Daito ataupun sebagai Mawar Ungu sudah mengetahui mengenai apa yang terjadi antara dirinya dan Sakurakoji. Bahwa Sakurakoji pernah menyatakan perasaannya setelah pementasan uji coba Bidadari Merah dan juga saat mengunjunginya di Perancis.

“Bukan hanya aku yang berpikir demikian, kurasa penggemar kalian yang menamakan dirinya Pecinta Saku–Kita akan sangat senang mendengar kalian benar-benar menjalin cinta…” kata Masumi sambil tertawa senang namun perasaannya hambar.

“…semua orang setuju. Banyak yang berharap bahwa cinta Bidadari Merah di atas panggung harus diwujudkan juga di luar panggung…” Tambahnya.

Mendengar orang yang dicintainya mengatakan dia tampak serasi dengan pria lain, membuat Maya benar-benar sedih. Maya memindahkan tatapannya keluar jendela mobil, dia takut air matanya jatuh.

Maya terdiam, memikirkan apakah Masumi benar-benar berpikir dia sebaiknya bersama Sakurakoji? Karena kalau memang demikian, maka Maya semakin yakin bahwa dari dulu sampai sekarang sama sekali tidak ada yang berubah, Masumi hanya menyukainya sebagai aktris.

Kalau memang itu yang dikehendaki Mawar Ungu…

“Sakurakoji… sangat baik, dan karena itu aku sangat menyukainya…” tutur Maya.

“Tapi sudah sejak lama aku menyadari… rasa sukaku padanya, tidak lebih… dari rasa suka kepada seorang teman… yang sangat baik hati… selain itu, selama ini kepalaku hanya dipenuhi Bidadari Merah dan bagaimana meningkatkan kemampuanku.” Maya terdiam sebentar, sementara Masumi hanya mendengarkan dengan rasa sakit yang semakin kentara.

“…walaupun mungkin… sebenarnya akan sangat mudah jatuh cinta padanya, jika aku mau memberinya kesempatan...”

Dan jika aku tidak mencintaimu sedalam ini, Pak Masumi… Batin Maya.

Masumi hanya terdiam dan hanya membiarkan Maya meneruskan ucapannya.

“Dia pernah berkata, dia akan menungguku, entah sampai kapan. Mungkin… memang ada baiknya jika aku memberinya kesempatan. Benar begitu, Pak Masumi?” Ucapan Maya terdengar lirih, tapi seakan sekeras petir bagi Masumi.

Masumi terdiam sedikit lama sebelum menjawab, “mungkin sebaiknya begitu… Mungil…”

Kembali keheningan hadir diantara keduanya. Maya tidak tahu kenapa dia harus mengatakan semua ini pada Masumi, mungkin dia ingin tahu bagaimana perasaan Masumi yang sesungguhnya, dan Maya kecewa dengan hasilnya. Dia akhirnya menyadari, dari dulu sampai kapanpun dinding di antara mereka tidak akan bisa dirobohkan.

“Sakurakoji tadi mengatakan bahwa dia akan menjemputku besok malam, dan mengajakku ke tempat kak Yoko. Aku belum memberikan keputusan tapi kurasa aku akan ikut dengannya.” Terang Maya tiba-tiba tanpa diminta.

“Bagus kalau begitu…” ujar Masumi pelan.

Pembahasan mengenai cinta ini benar-benar membuat kedua orang yang saling membohongi perasaannya masing-masing tersebut merasa jengah.

Maya masih memandang ke luar jendela saat Ia akhirnya mengambil keputusan untuk benar-benar melupakan Masumi.

“Pak Masumi…” Panggil Maya tanpa mengalihkan pandangannya.

“Iya?”

“Anda bilang Anda tidak pernah benar-benar berlibur sebelumnya ‘kan?” tanya Maya.

“Begitulah…”

“Kalau begitu… sekali ini, kita lupakan bahwa Anda adalah Masumi Hayami yang Direktur Daito dan aku adalah Maya Kitajima yang seorang aktris, dan hanya menjadi dua orang yang sedang bersenang-senang menghabiskan akhir pekannya. Anda setuju?” tawar Maya.

Masumi masih bingung dengan ucapan Maya.

“Apa maksudmu, Mungil?”

Maya memutar wajahnya pada Masumi.

“Kita pergi ke tempat yang Anda inginkan, aku akan dengan senang hati menemani Anda melakukan apapun hari ini asal Anda bisa benar-benar merasa gembira.”

Masumi terdiam sejenak, berpikir. Dia bingung kenapa Maya tiba-tiba berkata seperti itu.

“Ini… balasan karena Anda sudah mau mengantarku. Aku merasa sangat senang jadi kurasa Anda juga harus bersenang-senang. Kurasa sekali-kali bersantai dan melupakan sejenak diri kita yang biasanya, tidak ada salahnya ‘kan?” Maya berusaha tersenyum riang.

Masumi tertawa tanpa mengalihkan pandangannya dari jalan, “tapi aku sudah merasa senang bisa menemanimu. Aku benar-benar merasa terhibur hari ini...”

“Tapi baiklah, ada sebuah tempat yang sejak lama ingin kudatangi namun aku belum sempat mengunjunginya. Kurasa kita bisa pergi ke sana sekarang, lagipula rutenya sudah sesuai dengan arah yang kita tempuh saat ini,” tutur Masumi.

“Bagus. Kita pergi ke sana saja hari ini.” jawab Maya, terdengar riang.

“Baiklah kalau kau setuju. Tapi dengan syarat, Mungil…” Masumi menoleh kepada Maya sebentar, “kau juga harus merasa gembira saat bersamaku.”

Maya menghias bibirnya dengan senyuman lalu mengangguk,

“Iya...”

Maya lalu kembali menoleh ke arah jendela.

Pak Masumi… sehari ini biarkanlah aku berada di sisimu dan melakukan semampuku untuk membuatmu bahagia. Hanya sehari ini saja… besok, aku akan kembali ke Tokyo dan meninggalkan semua perasaanku padamu di sini…

Maya menggigit bibir bawahnya getir.

=//=

Lama terdiam ternyata Maya jatuh tertidur. Saat menyadarinya Masumi menyisikan mobilnya sebentar. Diraihnya jaket yang sedari tadi masih tergeletak di jok belakang dan menggunakannya untuk menutupi badan Maya yang terterpa sinar matahari siang itu.

Gadis ini pasti kelelahan… Apa tadi malam dia tidur dengan cukup?

Masumi mengamati Maya sejenak. Tidurnya terlihat sangat tenang.

Mungil…

Tidak bosannya Masumi memandangi wajah Maya. Ia mengamati rambutnya yang menjuntai ke bahu. Ingin sekali Masumi membelainya tapi dia tidak berani. Lalu matanya yang tertutup dengan damai, serta bibirnya. Bibir yang selalu membuat Masumi cemburu saat Ia menyebutkan nama-nama laki-laki lain dengan akrab. Bibir yang tertawa riang dan berbicara dengan gembira di telepon pada laki-laki lain saat dia berada di sampingnya. Bibir yang dengan terbata-bata mengeluarkan kata suka… pada Sakurakoji. Bibir yang sama yang pernah berkata sangat membencinya dan berkali-kali mengusir serta memintanya agar menjauh. Bibir yang selalu mengingatkan Masumi bahwa gadis itu senantiasa berada di luar jangkauannya.

Dia sebelas tahun di bawahku… begitu bersemangat, polos, dan hanya bisa memandangku sebagai lelaki menyebalkan yang berkali-kali mengganggu hidupnya…

Masumi tersenyum masam, dia kembali memandang ke depan dan menjalankan mobilnya.

Apa yang akan dikatakannya jika aku mengatakan sangat mencintainya? Selalu… mencintainya?

Terbayang wajah penolakan Maya di benak Masumi. Terkejut, takut, jijik… Masumi merasa pasti itulah yang akan dirasakan Maya.

Masumi menelan ludah dengan susah payah, lidahnya terasa pahit, begitu juga hatinya.

=//=

Maya membuka matanya perlahan dan menggerakkan tubuhnya. Ia merasakan sesuatu meluncur ke pangkuannya. Dilihatnya jaket Masumi yang tadi menutupi tubuhnya. Maya menolehkan wajahnya pada Masumi.

“Kau sudah bangun, Mungil?” sapa Masumi.

“Ah… maaf… rupanya aku ketiduran.”

“Kau sepertinya lelah sekali… Apa tadi malam kau kurang tidur?”

“ya… pola tidurku memang belum kembali normal. Tapi barusan aku tertidur sangat nyenyak walaupun hanya sebentar, jadi badanku terasa lebih baik.”
Masumi merasa lega mendengarnya.

Tiba-tiba perut Maya berbunyi. Keduanya tertegun. Masumi tertawa sementara Maya terlihat sangat malu.

“Kau sudah lapar? Sebentar lagi kita akan sampai,” terang Masumi.

Maya melihat ke sekelilingnya.

“Eh… ini kan?” Maya mengamati sekitarnya.

Mobil Masumi langsung masuk ke area parkir.

“Apa kau sudah pernah ke sini sebelumnya?” Tanya Masumi sambil mengenakan jaketnya.

Dia bisa mencium aroma gadis itu di sana. Tanpa disadari, perlahan Masumi menghirup nafas dalam.

“Belum pernah… aku juga sudah lama ingin sekali bermain ke sini.” Kata Maya saat keduanya melangkah keluar area parkir.

Saat ini keduanya sedang berada di Hekkeijima Sea Paradise, tempat rekreasi dengan tema laut di ujung semenanjung Yokohama. Ada banyak atraksi dan tempat yang bisa dikunjungi, mulai dari Museum Aquarium, atraksi hewan, taman bermain, restoran, pemandangan laut dan lain sebagainya.

Karena mobil tidak diperbolehkan memasuki area tersebut, Maya dan Masumi serta para pengunjung yang tampak ramai pada hari itu, harus berjalan menyebrangi sebuah jembatan untuk menuju Pulau Hakkeijima yang terpisah dengan pulau utama. Ramai sekali tampaknya hari itu. 

Keduanya menikmati pemandangan yang terhampar di hadapan mereka. Laut Yokohama terlihat sangat tenang siang itu. Matahari yang cukup terang seakan mengingatkan bahwa musim panas akan segera datang namun masih cukup redup untuk dinikmati keduanya tanpa merasakan sengatan di kulit. Angin berhembus cukup kencang hingga mampu membuat rambut dan rok Maya berkibaran.

Sekali dua kali Masumi mendapati pria yang berpapasan dengan mereka mengamati Maya. Dari cara mereka memandangnya, Masumi yakin bukan karena mereka mengenali Maya sebagai seorang aktris, namun memandangnya sebagai seorang gadis manis yang tidak sengaja mereka temui. 

Setiap hal itu terjadi, Masumi memastikan pandangan mengancamnya seperti yang Ia tujukan pada pemuda di depan lift sebelumnya juga sampai pada pemuda-pemuda tersebut dan misinya tidak pernah gagal. Sekali mereka bertemu mata dengan Masumi, mereka tidak berani lagi menolehkan pandangannya pada Maya.

Sedangkan Maya, sebaliknya. Dia tahu para wanita yang melihat Masumi akan terpesona dan terpekik dalam hatinya. Ada juga yang terang-terangan memandangi Masumi dengan tidak berkedip. Maya tidak tahu apakah hanya perasaannya saja atau memang para wanita itu mengerutkan alisnya terheran atau sedikit menahan tawanya saat berpandangan mata dengan Maya. 

Saat itu Maya hanya akan tertunduk lemah, kepercayaan dirinya benar-benar hilang. Sosok Masumi terlalu jauh jika harus disandingkan dengannya. Fisiknya sangat mempesona dan wajahnya rupawan. Belum lagi pembawaannya yang terlihat sangat percaya diri dan seakan-akan memang tercipta untuk menjadi pusat perhatian. Maya menghela nafasnya lemah.

“Kau kenapa? Apa kau bosan bersamaku?” Tanya Masumi tiba-tiba.

“Ti… tidak!” Maya menengadah dan menggelengkan kepalanya cepat.

“Kyaa..~!” Tiba-tiba seorang anak menyenggol tubuh Maya dan membuat tubuhnya oleng ke arah Masumi. Masumi menangkapnya.

“Ah maaf… apa kau tidak apa-apa?” Tanya seorang wanita.

“Ti… tidak apa-apa...”Maya tersenyum.

“Tolong maafkan anak saya.” Ujar si Ibu sebelum menyusul anaknya yang tadi menabrak Maya.

“Saburooo~!! Tunggu sebentar!!!” teriaknya kemudian.

Maya hanya tersenyum mengamati.

“Kau tidak apa-apa?” Tanya Masumi.

“Ah!! Maaf!!” Maya segera menegakkan badannya dan melepaskan pegangannya di pinggang Masumi.

Sejak kapan aku…

Maya merasakan pipinya merona.

Masumi lantas berpindah posisi, Ia kini berada di sebelah kanan Maya, dimana orang-orang berlalu lalang, agar kejadian barusan tidak terulang lagi. Masumi lalu menggenggam tangan Maya yang membuat nafas gadis itu terhenti sesaat.

“Kita berjalan seperti ini saja, tidak apa-apa kan?” Tanya Masumi masih menatap lurus ke depan.

“I… iya.” Jawab Maya pelan.

Dia juga bersikap separti pria sejati…

Maya menghela nafasnya perlahan.

Dan tangannya sangat hangat…

Pikir Maya, sambil kembali menghela nafasnya. 

Maya teringat Masumi juga pernah menggenggam tangannya di lembah plum, setelah keduanya melihat langit berbintang juga saat di lembah plum setelah mereka terjebak semalaman di sebuah kuil. Tapi tangan Masumi yang saat ini menggenggam tangannya, terasa lebih hangat lagi dari yang sebelumnya pernah dirasakannya.

Hhh… bagaimana ini… kalau Pak Masumi masih saja sebaik ini... bisa-bisa aku tidak akan sanggup melupakannya… aku…

Dan sekali lagi Maya menghembuskan nafasnya putus asa.

“Mungil…” Panggil Masumi.

“I… iya?!” Maya sedikit terperanjat karena sedang tenggelam dengan pikirannya sendiri.

“Kau kenapa? Ada yang kau pikirkan?” Tanya Masumi.

Maya hanya menggeleng.

“Berkali-kali kau menghela nafas seperti itu… apa berjalan denganku benar-benar cobaan yang berat untukmu?” Goda Masumi.

Maya hanya terdiam, lalu kembali menggelengkan kepalanya.

“Bukan begitu…” ujar Maya pelan, “maaf, aku hanya merasa lapar.” Lanjutnya.

Masumi tersenyum simpul. Gadis itu memang sangat pandai berakting, tapi tidak setelah turun dari panggung. Masumi tahu ada yang mengusik ketenangan pikiran gadis itu, namun Masumi berpikir mungkin Maya sedang merindukan Sakurakoji.

“Apa waktu di Perancis, kau pernah pergi bertamasya ke suatu tempat?” Masumi berusaha membuat Maya merasa nyaman.

“Pernah,” jawab Maya.

Ia lalu dengan riang menceritakan perjalanannya ke Menara Eiffel dan Dinseyland Paris bersama teman-temannya dan Masumi mendengarkan sambil sesekali menanggapi.

=//=

Setibanya di Pulau Hakkeijima, Masumi segera mengajak Maya menuju Restaurant Plaza tempat dimana terdapat beberapa restoran dengan berbagai macam menu. Keduanya segera memesan dua set menu makan siang.

Masumi bercerita bahwa dia sudah lama ingin mengunjungi tempat tersebut namun tidak pernah ada waktu dan juga bercerita dia menyukai hal-hal yang berkaitan dengan alam termasuk melihat hewan-hewan perairan. Maya hanya mendengarkan dan merasa gembira karena Masumi terlihat senang sekali berada di sana.

“Maaf menunggu lama… silahkan Tuan, Nona…” Kata si Pelayan.

“Apa ini?” Tanya Maya saat Pelayan tersebut juga memberikan sepasang gantungan handphone berbentuk karakter boneka anjing laut kutub.

“Itu souvenir gratis yang kami bagikan khusus untuk hari ini, konsumen mendapatkan gantungan handphone Sirotan.” Kata pelayan tersebut menjelaskan.

“Waa… lucu sekaliiii~ terima kasih…” Maya terlihat gembira.

“Ayo kita makan, Mungil.” Ajak Masumi setelah pelayan tersebut pergi.

Maya mengiyakan lalu keduanya memulai makan siang mereka.

“Ah, lucu sekali Sirotan ini,”

Tiba-tiba Maya terperanjat karena ketika dipijit, boneka Sirotan yang sebesar telur puyuh itu mengeluarkan bunyi. Masumi menahan tawanya melihat ekspresi Maya.

“Mood-mu tiba-tiba jadi begini tinggi hanya karena gantungan handphone Sirotan…?” Masumi tersenyum lebar.

“Tidak salah kan… Sirotan sangat lucu…” rajuk Maya.

“Ah!” Maya lantas teringat handphonenya dan memasang gantungan HP Sirotan di sana.

“Anda pasang juga punya Anda dong Pak Masumi.” Pinta Maya.

Namun Masumi menyerahkan Sirotan miliknya pada Maya.

“Ini untukmu, ambilah.” Kata Masumi.

Maya mengamati, “itu kan punya Anda Pak Masumi…”

“Hahaha… untukmu saja, aku tidak mungkin memasangnya di handphoneku dan aku juga tidak tahu harus memberikannya pada siapa.” Masumi beralasan.

Maya meraihnya, mengamati Sirotan tersebut lalu menyerahkannya kembali pada Masumi.

“Tidak mau, itu punya Anda, setidaknya kalau memang tidak mau memasangnya di handphone, Anda kan bisa menyimpannya saja,” Kata Maya sedikit murung.

Maya pikir akan menyenangkan memiliki sesuatu yang sama dengan Masumi tapi ternyata pria itu tidak menyukainya.

“Kau saja yang simpan mungil, kau 'kan bisa memberikannya pada teman-temanmu.” Anjur Masumi.

“Hhh… tadinya kupikir akan menyenangkan jika Anda juga memakainya di handphone Anda. Kalau Anda tidak mau kita memakainya bersamaan, aku bisa mencopot punyaku.” Kata Maya hendak mencopot Sirotan miliknya.

Masumi sedikit terkejut mendengar ucapan Maya.

“Eh… tidak perlu,” sergah Masumi.

Maya mengangkat pandangannya memelas.

“Baiklah, akan kupakai, tapi hari ini saja.” Masumi akhirnya mengalah.

Maya tersenyum lebar melihat Masumi yang kemudian memasangkan gantungan handphone Sirotan di handphonenya.

Mizuki pasti menertawakanku jika melihatnya… Pikir Masumi saat mengamati Sirotan itu dan mendesah lemah.

Jangankan Mizuki, aku yakin Hijiri juga pasti tertawa… Masumi semakin resah.

“Anda kenapa Pak Masumi? LIhat!” Maya mendekatkan handphonenya pada handphone Masumi, “Lucu kan…?” Katanya dengan riang.

Masumi memandang Maya yang tersenyum riang dan mulai berpikir dia benar-benar tidak akan keberatan kedua pegawainya itu menertawakannya jika dia bisa melihat Maya tersenyum dengan berseri-seri seperti itu.

“Iya benar… manis sekali…” Katanya sambil memandangi Maya, suasana hatinya terasa hangat melihat senyuman Maya.

Keduanya lalu kembali pada makan siang mereka.

=//=

Setelah selesai makan siang yang terlambat, Masumi berencana mengajak Maya menuju Aqua Museum tempat dimana terdapat aquarium dan tank-tank berisi hewan air.

Aqua Museum adalah bangunan lima lantai dengan atap berbentuk piramida. Hari itu sangat banyak orang yang datang ke sana. Masumi mengantri pada salah satu mesin pembelian tiket sementara Maya menunggu.

Beberapa menit mengantri akhirnya keduanya masuk ke dalam gedung tersebut.

“Mungil, sebentar lagi ada jadwal pertunjukan hewan laut mamalia di lantai empat, jadi kurasa lebih baik kita melihatnya dulu sebelum berkeliling, bagaimana?” tanya Masumi.

Maya menyetujui dan keduanya segera menuju lantai empat.

Pertunjukan baru saja hendak dimulai, Maya dan Masumi segera menempati salah satu bangku penonton di barisan depan. Keduanya sempat mendengar bisik-bisik mengenai apakah gadis yang mereka lihat itu Maya Kitajima atau hanya seseorang yang mirip Maya Kitajima. Maya dan Masumi hanya saling melirik. Akhirnya Maya merasa sedikit lega karena orang tersebut berkata dia bukanlah Maya yang dilihatnya di televisi.

Pertunjukan dimulai dengan atraksi anjing laut yang bermain bola dan tangkap holahop, setelah itu ada singa laut yang membantu mengepel lantai, berdansa, menghormat dan lain sebagainya. Pertunjukan berikutnya adalah pertunjukan dari dua ekor Paus Beluga.

“Aaahh besar sekali!!” seru Maya. “Itu namanya lumba lumba apa Pak Masumi?” Tanya Maya.

“Itu termasuk ikan paus, Mungil, namanya Paus Beluga, banyak juga yang menyebutnya sebagai Paus Putih.” Terang Masumi.

“Ah, Anda pintar sekali…” Ucap Maya kagum.

Mendengar pujian dari Maya hati Masumi jadi berdebar karena senang.

Tiba-tiba sebagian penonton berteriak karena kedua Paus Beluga yang terkenal jahil dan lincah menyemprotkan air ke arah penonton, walaupun tidak sampai membasahi penonton karena ada jarak yang memisahkan antara kolam berdinding akrilik yang dijadikan tempat Paus Beluga ber-atraksi dan tribun penonton yang juga dibatasi dinding akrilik. Setelah itu Paus Beluga tersebut menari diiringi musik Hawaii dan beradegan pura-pura mati lantas memasang mimik menakut-nakuti saat pelatihnya mendekati. 

Ada juga atraksi lumba-lumba yang menari dan melakukan berbagai acrobat. Maya tertawa terbahak-bahak karena sangat merasa terhibur begitu juga Masumi. Pertunjukan tersebut berakhir dalam waktu 45 menit. 

=//=

Dari Aqua Stadium, Maya dan masumi kembali ke lantai 1 gedung Aqua Museum karena sebelumnya belum sempat melihat koleksi hewan laut yang berada di sana.

“Kurasa kita akan pulang sedikit malam, apa kau tidak keberatan?” tanya Masumi.

Maya menggelengkan kepalanya cepat.

Di lantai satu mereka melihat beberapa hewan mamalia seperti penguin dan beruang kutub. Dengan keadaan Museum yang cukup ramai saat itu, Maya benar-benar beruntung ditemani Masumi yang bisa dengan mudah memberinya jalan untuk menyusup diantara orang-orang untuk dapat mendekati tanki tempat hewan-hewan tersebut berada. Maya memfoto beberapa di antaranya dengan kamera handphonenya.

Selanjutnya di lantai dua, mereka melihat tanki hewan laut dengan aquarium yang sangat besar. Keadaan sudah lebih sepi dari lantai satu Saat itu lampu-lampu akuarium sudah mulai dinyalakan, memberikan efek iluminasi yang dramatis dan sangat cantik pada tumbuhan-tumbuhan laut yang berada di sana, juga pada beberapa jenis ikan yang sisik tubuhnya berwarna-warni memantulkan cahaya lampu dengan mempesona.

Aquarium besar yang membentengi ruangan itu adalah daya tarik utama area tersebut. Maya dan Masumi mendekati aquarium tersebut, dan Maya mengamati ikan-ikant tersebut dengan takjub saat Masumi menerangkan beberapa jenis ikan yang ada di sana.

“Indah sekali… pasti di laut yang sebenarnya jauh lebih indah…” ujar Maya.

“Ah! Sini kuberitahu sesuatu yang menakjubkan.” Kata Masumi.

Ia lalu berdiri di belakang Maya dan meminta gadis itu merapatkan tubuhnya pada kaca aquarium, Maya menurutinya. Masumi juga meminta Maya menempelkan wajahnya pada kaca tersebut, lalu Masumi menutupi kedua sisi wajah Maya dengan tangannya.

Mata Maya terbelalak, dia merasa seakan-akan tengah berada di dalam aquarium dan menyelam bersama ikan-ikan tersebut.

“Waaa… Pak Masumi… ini…” Maya terkesima dengan perasaan yang dialaminya.

“Terasa sangat mendebarkan 'kan? Seakan-akan kau juga berada di dalamnya…” ujar Masumi.

Maya mengangguk.

"Aku dulu sering melakukannya dengan aquarium di rumahku saat aku kecil." Papar Masumi sambil tertawa.

Maya menahan nafasnya saat seekor Ikan Hiu melintas di depan matanya. Seperti tidak ada penghalang di antara mereka, Maya bisa dengan jelas melihat kulit Ikan Hiu tersebut.

“Kya!” Maya menarik kepalanya yang lantas menumbuk dada Masumi, saat seekor ikan Pari menghampiri dan menempel pada kaca akrilik di hadapan wajah Maya.

“Aku sangat terkejut!” Seru Maya sambil menengadahkan wajahnya pada Masumi.

“Sepertinya dia ingin memberikan kecupan padamu.” Ujar Masumi sambil tertawa kecil, “atau dia pikir kau temannya yang sudah lama Ia cari-cari,” tambah Masumi.

Maya merengut kesal saat wajahnya disamakan dengan Ikan Pari.

“Hahaha… maaf Mungil, anggap saja aku salah… sudah jangan marah lagi…” bujuk Masumi.

Anggap saja Anda salah? Anda sudah pasti salah!” Maya masih saja merengut.

“Ah! Sini kuambilkan fotomu.” Masumi dengan pintar memberikan tawaran agar Maya tidak marah lagi.

Akhirnya Maya luluh juga, dia memberikan handphonenya pada Masumi.

Masumi lalu mengambil jarak dari Maya dan membuka mode kamera pada handphonenya. Beberapa saat Masumi hanya bermain-main. Ditekannya tombol zoom-in meng-close-up wajah Maya. Masumi tersenyum kecil memandanginya.

“Sudah belum Pak Masumi?” Tanya Maya.

“Belum… sebentar… aku masih agak bingung.” Masumi mencari alasan.

“Kan tadi sudah pernah… coba sini…” Maya melangkah mendekati Masumi.

“Ah! Sudah! Sudah bisa!” Seru Masumi sambil menurunkan handphone Maya dan menaikkan tangannya memberi tanda agar Maya tidak mendekat.

Tidak lama kemudian Masumi mengambil foto Maya yang berpose di depan aquarium raksasa.

“Aku terlihat sangat kecil disini…” ujar Maya sambil mengamati hasil fotonya dan tersenyum.

“Ah, jadi si Mungil akhirnya menyadari bahwa dia memang mungil…” ujar Masumi.

“Menyebalkan!” Desis Maya.

“Apakah kalian mau saya ambilkan foto?” Tanya seorang petugas wanita yang berinisiatif dan terlihat ramah, saat Ia mengira keduanya sedang kebingungan meminta seseorang memotret mereka berdua.

Maya dan Masumi bertukar pandang karena keduanya sama sekali tidak berencana berfoto bersama.

“Baiklah,” jawab Masumi akhirnya saat melihat Maya pun tidak tampak hendak menolak.

Ia lalu menyerahkan handphone milik Maya.

“Ah, Tuan, sepertinya baterainya kosong…” terang si pegawai wanita.

Masumi mengeceknya sebentar yang ternyata benar, baterai handphone Maya tersebut sudah hampir kosong sehingga tidak mau masuk pada mode kamera dan meredup.

“Gunakan punyaku saja,” Masumi mengeluarkan handphonenya.

Ia melihat sekilas ada beberapa notifikasi pesan dan miscall yang Ia abaikan dengan menekan tombol tolak. Awalnya Ia tidak menyadari ada yang aneh sampai petugas wanita itu terlihat mengulum senyum saat melihat gantungan Sirotan pada handphone miliknya yang kembar dengan handphone milik Maya. Ada sedikit rasa malu dirasakannya, namun Masumi tetap menyerahkan handphonenya se-elegan mungkin seakan-akan memakai gantungan Sirotan bukan masalah baginya.
Masumi dan Maya lantas berdiri bersebelahan dengan sedikit gugup.

“Tolong lebih dekat lagi…” kata si petugas wanita sambil menggerakkan telapak tangan kirinya memberi aba-aba.

Mulanya Maya dan Masumi sedikit bingung dengan permintaan petugas tersebut. Saat Maya kemudian bergeser mendekat, Masumi yang juga secara bersamaan bergeser ke arah Maya dan membuat gadis itu kembali terdorong ke arah berlawanan dengan tidak seimbang sebelum Masumi kemudian menangkap bahunya bersamaan dengan kata maaf yang terlontar sopan dari bibir pria itu. Setelah itu Maya bisa merasakan telapak Masumi menempel dengan ketat di bahunya, lengan pria itu memberikan rasa hangat menembus cardigan yang dikenakannya.

Maya tak kuasa bereaksi sampai petugas wanita tersebut mulai menghitung sampai tiga dan memberi aba-aba agar tersenyum sebelum mengambil foto.

“Terima kasih,” kata Masumi saat menerima handphonenya kembali.

Masumi lalu mengamati hasil foto tersebut beberapa saat dengan ekspresi tidak terbaca.

“Bagus tidak? Boleh aku lihat?” Tanya Maya.

“Tidak boleh,” jawab Masumi kemudian menutup handphonenya dengan cepat.

“Ke... kenapa tidak boleh?? Aku mau lihat!”

“Tidak mau. “ jawab Masumi.

“Aku mau lihat! Itu ‘kan fotoku juga.” Paksa Maya.

“Tapi ada aku di dalamnya dan ini adalah handphoneku,”

“Aku kan hanya ingin lihaaat…” rajuk Maya.

Masumi lalu menyelipkan handphone tersebut ke dalam saku celananya.

“Ambil sendiri kalau kau mau.” Katanya sambil menyeringai.

Maya yang melihatnya langsung tidak berkutik dan tidak bisa berkata apa-apa sementara Masumi memasang wajah kemenangan. Maya mendengus memalingkan wajahnya kesal. 

Tiba-tiba dirasakannya telapak Masumi melingkar di pergelangannya, menarik gadis itu menuju eskalator yang terletak di bawah terowongan akuarium yang mengantarkan mereka ke lantai tiga. 

Maya sangat terpesona saat melalui terowongan tersebut dan kembali melihat aneka ragam makhluk laut melewati kepalanya. Sampai beberapa puluh menit ke depan keduanya menghabiskan waktu melihat berbagai binatang air. 

Tertawa bersama kemudian bertengkar dan tertawa lagi, yang pasti baik saat tertawa ataupun bertengkar, keduanya sangat menikmati saat-saat kebersamaan mereka.

Keluar dari Aqua Museum keduanya menuju Dolphin Fantasy, tempat dimana mereka bisa melalui terowongan di bawah akuarium dan melihat para lumba-lumba berinteraksi satu sama lain serta beratraksi dengan holahop. Maya sempat menempelkan kembali wajahnya pada dinding akuarium seperti yang dilakukannya di akuarium raksasa Aqua Museum dan kembali berseru kegirangan sementara Masumi hanya tersenyum mengamati tingkah gadis itu.

Saat keluar dari area Dolphin Fantasy hanya ada satu tempat lagi yang akan mereka kunjungi dan ditempuh dengan menyusuri dermaga di pinggir pulau tersebut selama sepuluh menit.

=//=

Area tersebut bernama “Fureai Lagoon” dimana pengunjung dapat berinteraksi dan melihat langsung beberapa hewan yang ditampung di masing-masing kolam.

Masumi membawa Maya pada sebuah kolam berisi Paus Beluga karena saat melihatnya di Aqua Stadium, Maya sepertinya sangat menyukai hewan tersebut. Dengan membayar ekstra, pengunjung juga dapat berfoto saat berinteraksi dengan mereka. Kolam Ikan Paus Beluga lebih besar dari yang lain, disesuaikan dengan ukuran tubuhnya yang mencapai lima meter. Agar Maya bisa berfoto dengan Paus Beluga tersebut, Masumi membayar uang ekstra yang dibutuhkan.

“Popo!!” panggil pelatih Paus Beluga tersebut sambil menepukkan tangannya.

Popo menghampiri dan menyembulkan kepalanya ke atas air. Pelatih itu mengelus-elus jambul kepalanya. Popo terlihat senang dan mengeluarkan suara suara seruan.

Pelatih Popo mempersilahkan Maya menyentuh Popo. Sedikit takut-takut, Maya memegang kepala Popo. Kembali Popo bersuara kali ini sambil mengibas-ngibaskan ekornya sedikit.

“Sepertinya dia menyukaimu Nona…” kata pelatihnya.

“Benarkah?” jawab Maya girang sambil menyentuh wajah Popo dengan kedua tangannya.

Setelah itu pelatih itu menyentuhkan ujung hidung Popo dengan pipi Maya, Popo mengangkat tubuhnya dan mengecup pipi Maya yang kemudian diambil fotonya oleh seorang petugas.

“Anda Tuan?” tawar pelatih Popo pada Masumi.

Masumi lalu menghampiri dan kembali Popo mengibas-ngibaskan ekornya serta bersuara membuka mulutnya lebar-lebar.

“Tampaknya dia sangat menyukai Anda, Pak Masumi,” terka Maya.

Masumi tertawa.

“Benarkah begitu, Popo?” Tanya Masumi sambil mengelus-ngelus kepala Popo dengan sebelah tangannya.

“Iya, sepertinya Popo sangat menyukai Tuan.” Pelatih itu membenarkan.

“Ah, begitu ya Popo?” Masumi menyentuh kedua pipi Popo dan seorang petugas mengambil fotonya.

Ketika keduanya melangkah pergi, Popo melambaikan ekornya mengucapkan selamat tinggal.

“Anda membuatku terkejut, ternyata Anda benar-benar menyukai binatang,” ujar Maya.

“Hahaha iya tentu saja,” jawab Masumi singkat.

“Ahh… hari ini sepertinya hari keberuntungan Anda dalam hal cinta, Pak Masumi. Sudah ada dua wanita yang Anda buat jatuh cinta.” Puji Maya.

“Ya… ya… yang satu gadis SMP berusia 13 tahun dan yang satu lagi Ikan Paus Beluga. Aku sangat tersanjung,” ujar Masumi sebelum tergelak.

Maya ikut tertawa dengannya.

“Aku harap gadis berikutnya yang jatuh cinta padaku adalah jenis yang bisa kunikahi.” Tambah Masumi.

“Amin!!” Seru Maya, dan keduanya kembali tertawa.

Maya dan Masumi menuju beberapa kolam hewan lainnya sebelum mencapai kolam ikan lumba-lumba. Sekali lagi Maya merasakan keistimewaan karena berkencan dengan seorang direktur yang tidak keberatan mengeluarkan beberapa ribu yen agar gadis itu bisa turun ke dalam kolam lumba lumba dan menyentuh mamalia pandai tersebut lebih dekat. 

Maya akhirnya berhasil membujuk Masumi ikut turun dengannya walaupun awalnya pria itu tidak mau. Maya mulai menyadari kalau Masumi sepertinya akan jadi sangat mudah mengalah kalau dirinya memberikan tatapan memelas pada pria tersebut, seperti saat Ia meminta Masumi memakai Sirotan di handphonenya.

Begitu juga saat ini, hanya memberikan pandangan memelas, Masumi sudah menggulung celana panjangnya dan masuk ke dalam kolam menemaninya. Hanya saja Maya tidak menyadari bahwa aturan ‘takluk oleh pandangan memelas’ tersebut hanya berlaku untuk dirinya saja. 

Keduanya lalu berfoto bersama saat dua ekor ikan Lumba lumba mencium masing-masing pipi mereka. Beberapa puluh menit di arena Fureai Lagoon keduanya lalu melangkah keluar setelah mengambil beberapa foto mereka yang diambil petugas arena saat berada di sana.

=//=

Hari sudah berada pada keadaan malam yang sempurna. Semua area di pulau Hakkeijima sudah diterangi lampu dan langit terlihat gelap gulita, berlawanan dengan keadaan pulau yang semarak dengan lampu-lampu cantik mempesona.

Seharusnya tujuan mereka selanjutnya adalah kembali pulang ke apartemen. Itu sebelum Maya tiba-tiba berkata dia ingin mencoba beberapa atraksi yang berada di taman bermain yang bernama Pleasure Land. Karena Sea Paradise mempunyai area tersendiri untuk tempat bermain anak-anak maka kebanyakan atraksi yang berada di Pleasure Land lebih bisa dinikmati untuk orang dewasa.

Masumi awalnya tidak keberatan, sampai Maya kemudian juga memaksanya ikut menemani. Tidak peduli kata penolakan seperti apa yang keluar dari mulut Masumi, Maya akan memaksanya sampai setuju. Dan jika tidak berhasil, kembali gadis itu akan memberikan tatapan memelas andalannya hingga Masumi tidak mampu berkata tidak.

Hasilnya, Masumi ikut berputar-putar di dalam sebuah drum yang memutar-mutar mereka dengan kecepatan tinggi bernama Drunk Barrel, terpontang-panting naik turun ke segala arah dalam sebuah atraksi bernama Octopus dan merasakan kedahsyatan Surf Coaster, sebuah roller coaster berdurasi empat menit yang memacu adrenalin dan memiliki lintasan di atas permukaan laut. 

Masumi masih bisa menangani semuanya dengan baik sampai Maya mengajaknya pada atraksi terakhir yang ingin dinaikinya.

“Pak Masumi naik juga ya…” Pinta Maya.

“Mungil, aku tidak akan mungkin menaikinya, aku tidak sanggup.” Tolak Masumi.

“Ayolah Pak Masumi, sekali ini saja sebelum kita pulang…” bujuk Maya sekali lagi.

“Kumohon Mungil, kau pasti bercanda…”

“Tidak. Anda harus naik!” tegas Maya.

“Mungil, aku Ini Masumi Hayami, pria berusia 34 tahun, seorang Direktur Daito. Apapun yang terjadi aku tidak mungkin menaiki carousel*…” mohon Masumi.
*komidi putar

“Bukankah Anda sudah berjanji, sehari ini saja Anda akan melupakan diri Anda yang biasanya dan hanya bersenang-senang.” Bujuk Maya.

“Iya kau benar, tapi tetap saja aku ini PRIA BERUSIA 34 TAHUN. Itu fakta yang tidak bisa kulupakan begitu saja. Lagipula yang kulihat tampaknya KAU jauh lebih menikmatinya daripada AKU.” Papar Masumi.

Maya tertawa kecil.

“Kan Anda sendiri yang berkata kalau aku juga harus merasa senang saat bersama Anda…” Maya mulai merajuk.

“Iya… kau benar. Tapi… ini carousel, Mungil. Carousel. Aku bahkan tidak sanggup mendekati pintu masuknya.” Kali ini Masumi benar-benar meminta belas kasih Maya.

“Yaaa…h kapan Anda terakhir kali naik carousel?” Tanya Maya.
Masumi terdiam berpikir.

“Entahlah…” jawabnya perlahan.

“Tuh kaaan… jangan khawatir Pak Masumi, lebih banyak orang dewasa yang menaikinya ‘kan, coba lihat…” Bujuk Maya tidak putus asa.

“Aku tidak mau.” Tegas Masumi.

“Pak Masumi…” bujuk Maya.

“Aku tidak mau.” Tegas Masumi sekali lagi.

“Pak Masumi…” Maya sekali lagi menggunakan senjata ampuhnya, dengan memasang wajah polos Ia kembali memberikan pandangan memelas.

=//=

“Tidakkah mereka punya kuda yang lebih besar?” Gerutu Masumi saat menaiki kudanya.

“Yang salah bukan kudanya, tapi badan Anda yang terlalu besar.” Kata Maya sambil tertawa.

“Aku tidak mengerti, apa yang menarik dari permainan seperti ini,” Masumi masih menggerutu.

Bahkan Maya berpikir Masumi sangat kekanak-kanakan saat itu.

“Seru sekali Pak Masumi, nanti saat mulai berputar dan lampu-lampunya menyala, lagunya diputar, akan terasa seperti sedang berada di Panggung Opera Kabaret yang penuh warna…” terang Maya.

Maya bermaksud menenangkan, tapi saat benak Masumi segera membayangkan lampu warni warni di sekelilingnya menyala berkerlap-kerlip dengan diiringi lagu yang ceria di saat dia menaiki seekor kuda, membuatnya benar-benar tidak ingin berada di sana.

“Aku berubah pikiran,” kata Masumi hendak turun.

“Pak Masumi…!” Maya menahan lengannya, dan memohon pria itu tetap tinggal dengan tatapannya.

Masumi mendesah lemah. Akhirnya carousel itu mulai berputar. 

Maya terlihat sangat senang saat permainan carousel mulai berjalan sedangkan Masumi berdoa dengan sangat pada dewa-dewi di langit dan di bumi, pada penguasa angin, api, air dan tanah agar tidak seorang pun yang akan mengenalinya.

“Menyenangkan ‘kan?” tanya Maya.

“Tidak juga…” jawab Masumi sejujurnya dengan lemah.

“Hahaha… ayolah Pak Masumi, jangan seperti itu, apa Anda tahu, kalau dalam opera, mungkin peran Anda saat ini adalah Pangeran Berkuda Putih yang datang menyelamatkan Sang Putri,” tutur Maya.

“Hahaha… benarkah…” untuk pertama kalinya Masumi tertawa sejak menaiki carousel.

“Hm!” Maya mengangguk pasti sambil tersenyum lebar.

Perasaan senang merasuki hatinya mendengar perkataan Maya yang sebenarnya tidak penting. Maya kembali mengalihkan perhatiannya ke sekeliling sementara Masumi masih mengamatinya selama beberapa waktu.
 
Ya Tuhan… apakah ini cinta atau kutukan… kenapa aku begini tidak berdaya…

Batin Masumi pasrah dengan nasibnya yang takluk pada seorang gadis berusia 11 tahun lebih muda darinya.

Setelah permainan carousel yang berlangsung sebanyak tujuh putaran namun terasa bagai selamanya bagi Masumi berakhir sudah, keduanya lalu berjalan menuju gerbang jembatan Marina untuk kembali ke pulau utama. 

Masumi sangat lega dan bersumpah dalam hatinya tidak akan pernah menaiki carousel lagi kecuali untuk mengasuh anaknya. Itu pun kalau ibu dari anaknya adalah Maya.

=//=

Masumi membukakan pintu mobil bagi Maya. Ia lalu berputar ke arah yang satunya lagi.

“Apa kita mau mencari makan sekarang atau nanti saja setelah tiba di hotel?” tanya Masumi.

“Aku masih bisa menahan sampai hotel,” jawab Maya.

Akhirnya keduanya sepakat untuk menunda makan malam mereka sampai tiba di hotel. Masumi lantas meminta Maya mengeluarkan handphonenya dan mencharge dengan mobile charger miliknya karena handphone mereka berdua memang keluaran dari vendor yang sama.

Masumi lantas menjalankan mobilnya keluar area parkir kembali menuju Minato Mirai. Ia ingat, ada banyak pekerjaan menunggunya di hotel, tapi entah kenapa dia merasa tidak keberatan berlama-lama untuk sampai di sana. 

Maya menatap dengan perasaan hampa saat pulau Hakkeijima yang terlihat mempesona semakin lama semakin jauh.

=//=

Minato Mirai sebentar lagi akan dicapai, ditandai dengan bianglala raksasa di Cosmo World yang terlihat semakin dekat.

“Pak Masumi, bisakah berhenti dulu di sini?” pinta Maya ketika mobil Masumi melintasi Taman Yamashita.

Masumi mengerutkan keningnya sedikit heran namun tanpa berkata-kata Ia menyisikan mobilnya.

Maya mengajak Masumi ke satu sisi Taman Yamashita yang berbatasan dengan laut. Keduanya terdiam beberapa saat sambil memandangi laut di hadapan mereka dan merasakan dinginnya angin malam itu yang berhembus cukup kencang. Maya hanya terdiam memandangi bianglala cosmo world dengan lampu-lampunya yang gemerlapan dan warna warni.

“Mungil…” panggil Masumi.

Maya tertegun.

“Ah, maaf…” Maya terlihat merona.

“Bianglalanya indah sekali. Aku jadi ingat Sugiko sering bercerita kalau dia sangat senang kalau pacarnya mengajak dia melihat Bianglala sambil berkencan di Taman Yamashita. Teman-temanku juga banyak yang bercerita, memandangi Bianglala dengan orang yang disukai sangat menyenangkan,” Maya lantas tersenyum kecil.

“Aku tidak pernah mengalaminya, jadi aku sangat senang bisa melihatnya bersama Anda…” kata Maya perlahan.

Masumi tertegun dengan ucapan Maya.

Maya… kenapa kau mengatakan semua ini?

Masumi masih tidak mengerti dengan maksud ucapan Maya. Ia tidak melepaskan pandangannya dari gadis yang sekarang terlihat sedang gugup itu.

“Pak Masumi… tempat ini… sangat berarti bagiku. Dulu saat tahun baru aku pernah bertaruh dengan Sugiko. Jika aku mampu mengantarkan semua pesanan pada malam tahun baru sendirian, dia akan memberikan tiket menonton pertunjukan drama untukku. Aku sangat mencintai drama tapi aku belum pernah menonton sandiwara sebelumnya karena tiketnya terlalu mahal bagiku. Saat itu, entah kenapa ada perasaan meluap-luap dalam diriku, perasaan membara untuk berjuang sampai akhir hanya demi selembar tiket.” Maya terlihat menerawang mengenang masa lalunya.

“Saat Sugiko melemparkannya ke sana…” Maya menunjuk air laut di hadapannya, “tanpa pikir panjang aku melompat untuk mendapatkan tiket tersebut.” Lanjutanya.

Maya…?

Masumi tercengang mendengarnya. Takjub dengan kisah gadis tersebut.

“Aku akhirnya berhasil mendapakan tiket tersebut dan pergi ke Tokyo. Itu… mungkin adalah salah satu hari terbaik yang pernah kualami. Untuk pertama kalinya pergi ke gedung sandiwara yang begitu megah, pertama kalinya melihat pementasan drama yang dimainkan Bu Utako Himekawa yang sangat kukagumi. Pertama kalinya aku bertemu dengan Ayumi yang kemudian menjadi sainganku dan sekarang menjadi salah satu teman terdekatku. Dan saat itu juga pertama kalinya aku bertemu Anda…” Maya menatap Masumi.

“Ah, apakah pada pertunjukan La Traviata di Gedung Kesenian Tokyo?” Tanya Masumi.

“Anda ingat?” Mata Maya melebar.

“Tentu,” Masumi tersenyum lembut.

Aku tidak mungkin melupakannya… pikir Masumi.

“Iya benar, sudah sepuluh tahun berlalu sejak itu. Saat itu, aku tidak tahu kenapa aku begitu habis-habisan hanya demi selembar tiket. Namun mungkin, karena itu adalah tiket yang membuka pintu nasibku. Yang membuatku tersadar bahwa aku begitu mencintai drama, bahkan semakin lama, melihatnya saja tidak cukup bagiku, aku ingin berada di dalamnya, aku ingin memerankannya.” Maya mengangkat kedua tangannya dan memandanginya dengan perasaan membara.

“Sudah banyak hal terjadi sejak hari itu. Sudah banyak peran yang kumainkan dan cita-citaku memerankan Bidadari Merah pun sudah tercapai. Namun, ingatan bahwa aku pernah meninggalkan Ibu selalu membuatku merasa bersalah,” tangan Maya mulai terlihat gemetar.

Maya kembali mengalihkan pandangannya ke lautan yang terlihat gelap.

“Tapi apa yang dikatakan Bu Eiko benar, sekarang sudah banyak yang berubah dan aku tidak bisa terus menerus merasa menyesal. Aku harus berusaha keras membuat Ibu bangga. Aku tahu apa yang kulakukan dulu tidak dapat dibenarkan…" Maya menggigit bibir bawahnya getir, "tapi aku tahu Ibu pasti akan memaafkan. Ibu… memang sering berkata kasar, tapi sebenarnya hatinya sangat baik. Jadi aku tahu bahwa Ibu akan memaafkan perbuatanku.” Maya menahan rasa haru yang dirasakannya
 
Ia lalu melangkah mendekati Masumi yang memandangnya dengan raut yang tidak terbaca.

“Pak Masumi…” Maya menengadahkan kepalanya, “aku… tidak seharusnya mengatakan hal yang kasar pada Anda dulu... Sama seperti kesalahan yang kulakukan, perbuatan Anda pun tidak dapat dibenarkan,” Maya menelan ludahnya, “tapi… bisa dimaafkan…” katanya lembut.

“Aku yakin Ibu memaafkan Anda, dan karenanya Anda juga harus tahu, bahwa aku… memaafkan Anda,” Mata bening Maya terkunci pada mata Masumi yang tampak terenyuh.

Maya…

Masumi merasa sangat tersentuh mendengarnya.

Keduanya hanya terdiam saling memandang. Angin malam yang dingin membuat rambut Maya berkibar dengan bebasnya menutupi separuh wajah gadis itu. Kemudian Maya bisa merasakan telapak Masumi yang hangat menyapu sisi wajahnya, menyingkirkan rambut Maya yang menghalanginya.

“Mungil… “ kata Masumi lirih, “terima kasih…” Masumi lalu tersenyum dengan damai.

Ibu jarinya menyusuri bagian bawah mata Maya menghapus air mata yang mulai menetes di pipi gadis itu.

“Mm!” Maya mengangguk.

Masumi menurunkan tangannya dan menjulurkan jari kelingking kanannya pada Maya.

“Bisakah kita berdamai mulai sekarang?” tawarnya.

Maya mengangkat jari kelingking kanannya dan mengaitkannya dengan milik Masumi. Sekali lagi gadis itu mengangguk.

Masumi menggandeng tangan Maya meninggalkan taman tersebut. Ia merasa sangat lega dan damai. Ia bersyukur gadis itu telah memaafkannya dan bersyukur bahwa dirinya telah menunggu sampai hari ini datang.

=//=

"Mungil, kau naik saja langsung ke atas, aku tidak bisa mengantarmu, tidak apa-apa kan? Aku harus mengambil beberapa dokumen dulu," jelas Masumi ketika berada di dalam lift.

Maya mengangguk saat menerima sebuah kunci dari Masumi.

Pintu lift terbuka di lantai 65.

"Nanti aku menjemputmu untuk makan malam, oke?"

Maya kembali mengangguk.

Masumi melangkah keluar sedangkan Maya melanjutkan ke lantai 66.

Masumi menuju meja concierge, ada Yamazaki di sana.

“Selamat malam Tuan Hayami.”

“Selamat malam. Apa ada titipan untukku?”

“Iya Tuan. Mohon tunggu sebentar.”

Yamazaki melihat catatannya sebentar lantas menghilang di balik meja dan kembali dengan membawa beberapa dokumen dan sebuah laptop.

“Ini Tuan, laptop Anda, dan beberapa dokumen dari Tuan Tanaka dan Nona Mizuki.” Jelas Yamazaki.

Masumi mengangguk. Tanaka adalah seorang pelayannya, Mizuki tentu adalah sekretarisnya tercinta.

“Ada lagi Tuan?”

“Tidak, terima kasih. Sudah semuanya. Ah, Yamazaki, aku perlu printer, apakah ada yang bisa kugunakan?” Tanya Masumi

Yamazaki lantas berkata dia bisa mengantar Masumi ke bagian business centre.

“Terima kasih Yamazaki. Selanjutnya aku bisa melakukannya sendiri.” Kata Masumi setelah keduanya mencapai business centre.

Dengan sopan Yamazaki berpamitan.

Saat Masumi mengeluarkan handphonenya untuk menghubungi Mizuki, Ia baru menyadari ada mail yang masuk. Memang sejak memasuki Hakkeijima, Masumi mengatur handphonenya tanpa suara.

Masumi melihat nama yang muncul di layarnya.

Maya??

Cepat-cepat Masumi membuka pesan masuk.

[Pak Masumi. Kuncinya tertukar]

Kening Masumi sedikit berkerut. Ia melihat kunci yang berada di dalam saku jaketnya dan ternyata memang benar, yang dipegangnya adalah kunci kamar Maya. Segera Ia menekan sederet nomor yang menghubungkannya dengan Maya.

“Halo…”

“Mungil, maaf aku baru membaca pesanmu. Kau dimana sekarang?”

“Aku masih menunggu di depan kamarku. Apakah Anda masih lama? Atau aku harus menghampiri Anda?” Tanya Maya kemudian.

“Mungil, kau masuk saja dulu ke kamarku, oke? Tunggu aku di sana. Tidak lama lagi urusanku selesai. Tunggulah aku di dalam jangan berdiam diri di luar.” Perintah Masumi.

“Baiklah…” Maya mengerti.

Terakhir Masumi mengatakan agar Maya menggunakan apa saja jika ada yang Ia butuhkan di dalam kamarnya.

Dia tidak percaya Maya sedari tadi hanya terdiam di luar kamar. Masumi memutuskan bahwa dia harus cepat-cepat menyelesaikan urusannya dan menyusul Maya.

=//=

"Permisi~" bisik Maya sambil memasuki ruangan Masumi.

Matanya terbelalak melihat ruangan luas di hadapannya. Maya membuka sepatu dan meraih sebuah sandal hotel yang masih terbungkus rapi. 

Di sebelah kiri pintu masuk ada ruang berganti pakaian dan di sebelah kanannya terdapat sebuah toilet dan wastafel. Masuk ke dalam, Maya menemui sebuah ruang tamu dengan sofa yang nyaman, di depannya terdapat TV sebesar 72 inci di sana juga terdapat sebuah meja kerja dan kursi dengan pemandangan Indah melatari dari jendela besar di belakangnya. Maya menikmati pemandangan dari sana sejenak. Bernostalgia mengingat-ingat acara jalan-jalannya hari ini.

Maya kemudian beranjak menuju ruang berikutnya yang tidak dibatasi pintu. Ruang tidur dengan dua buah twin bed berukuran besar di sana. Ruangan tersebut sepertinya memang terlalu besar untuk ditinggali satu orang. Kembali Maya mendapati sebuah televisi 72 inci di ruang tidur tersebut. Sebuah sofa single untuk bersantai dan menjulurkan kaki di samping jendela besar terdapat di ruang tidur tersebut. 

Tidak diragukan lagi, kamar Masumi merupakan kamar dengan view terindah dan terluas.

Maya menerka-nerka di kasur yang mana Masumi tertidur tadi malam, namun ia tidak dapat menebaknya. Membayangkan Masumi terbaring di salah satu tempat tidur tersebut membuat rona malu-malu muncul tanpa diundang pada wajahnya.

Maya lantas masuk ke sebuah ruangan yang tidak lain adalah kamar mandi utama suite itu. Kamar mandinya sangat luas dan besar, dilengkapi dengan dua buah wastafel dengan beberapa ameniti hotel diletakkan di sana. Ada dua set perlengkapan mandi bermerk L’Occitane yang juga terdapat di kamar yang dihuni Maya. Selanjutnya ada sebuah bathtub dan ruang shower serta toilet yang letaknya terpisah satu sama lain.

Kamar mandinya saja sudah lebih besar dari ruang tamu apartemenku… pikir Maya.

Maya lalu mendapati sebuah aftershave yang sepertinya milik Masumi pribadi. Maya mencium aromanya yang mulai terasa familiar di hidungnya dan tersenyum. Ia lalu meletakkannya kembali ke atas wastafel.

Maya lantas menuju ke ruang tamu lagi. Saat terduduk di atas sofa dan menyalakan televisi, Maya baru menyadari badannya yang terasa sangat lelah. Tentu saja setelah 12 jam perjalanan Paris-Tokyo tanpa tidur lalu menuju Yokohama dan tidur hanya beberapa jam, dilanjutkan dengan mengelilingi Yokohama bersama Masumi, tidak terelakkan lagi rasa letih yang sangat menyergap tubuhnya. Hanya beberapa menit sejak Maya menyalakan televisi, dia jatuh tertidur di sofa.

=//=

Dalam tidurnya, di antara sadar dan tidak sadar gadis itu merasakan tubuhnya terangkat melawan gravitasi. Maya rasanya ingin membuka matanya namun terlalu berat. Tidak lama kemudian Ia bisa merasakan sesuatu yang lembut dan hangat menyentuh bibirnya, dan membuat kepalanya terdorong searah daya tarik bumi untuk beberapa lama. Saat Maya akhirnya dapat menggerakkan kepalanya, dia merasakan sebuah debaran kuat bergerak di dekat wajahnya.

=//=

Maya terbangun saat hari sudah kembali pagi. Dia terkejut, menyadari masih berada di kamar Masumi.

“Selamat pagi…” sapa Masumi dari balik meja kerjanya.

Laki-laki itu terlihat sudah rapi kembali dengan setelan jasnya.

“Pak... Pak Masumi?? A… aku…??” Maya tergagap bingung.

“Kau tidur pulas sekali Mungil,“ kata Masumi sambil memilih-milih beberapa dokumen yang akan dibawanya bekerja.

“Aku sudah meminta mereka mengantarkan sarapan pagi kita ke sini, mungkin sebentar lagi akan datang.” Lanjutnya.

“Eh??” Maya cepat-cepat bangun dari tempat tidurnya, seperti takut seseorang akan menangkap basah dirinya.

Maya lalu memandang jam yang menunjukan pukul setengah 8 pagi.

“Kau sepertinya letih sekali Mungil. Beristirahatlah, bukankah besok kau ada jadwal melakukan konferensi pers?” Masumi mengingatkan.

“I… Iya…” Maya lalu cepat-cepat menuju ke kamar mandi sebelum sarapan mereka datang.

Begitu Maya menghilang di balik pintu kamar mandi, Masumi menghela nafasnya lega. Keberadaan Maya benar-benar mempengaruhinya dan membuatnya gugup. Apalagi dengan semua yang dikatakan gadis itu padanya dan setelah mereka menghabiskan waktu seharian kemarin.

Juga… saat Ia mencium bibir gadis itu semalam. Ia bisa dengan jelas mendengar Maya menggumamkan namanya. Masumi ingat betapa terkejutnya Ia dan bagaimana rasa khawatir yang menyerangnya saat Ia pikir ciumannya—yang memang harus Ia akui, terlalu berlebihan—telah membangunkan Maya. Tapi syukurlah, gadis itu ternyata tidak terjaga dan kembali terlelap.

Di dalam kamar mandi, Maya menggosok gigi dan mencuci mukanya. Ia lalu menyentuh bibirnya sambil menatap cermin. Wajahnya merona merah. Ia ingat kembali dengan sensasi yang dirasakannya semalam. Ia bertanya-tanya kenapa mimpi itu terasa sangat nyata dan ada perasaan malu menghampirinya.

Semalam dalam tidurnya yang nyenyak, Maya teringat bahwa Ia bermimpi dan di dalamnya ada Masumi. Ia tidak ingat pasti mimpi seperti apa, namun Ia ingat perasaannya saat itu sangat bahagia. Mereka terbaring di lembah plum memandangi bintang dengan jemari saling bertautan satu sama lain. Masumi menatapnya penuh kelembutan dan mengatakan bahwa dia mencintainya.


Maya kembali menatap wajahnya yang semerah kepiting rebus terpantul di cermin.

Aduhh bagaimana ini….

Pikirnya panik melihat wajahnya dan juga jantungnya yang masih saja berdegup dengan kecepatan tinggi. Mimpi itu terus terbayang-bayang di kepalanya.

Setelah berhasil menenangkan dirinya Maya melangkah keluar dari kamar mandi.

“Ayo sarapan Mungil,” ajak Masumi.

Maya menghampiri Masumi yang tampak sedang melipat kembali korannya.

Masumi memandangi Maya yang sedari tadi menghindari matanya.

“Kau baik-baik saja, Mungil?” Tanya Masumi.

Maya mengangguk sambil mulai memakan telur orak arik miliknya.

“Mungil, kau membuatku khawatir…” kata Masumi.

Maya mengangkat kepala, berpandangan dengan Masumi yang tatapannya membuat jantung Maya berdebar keras. Maya dengan cepat kembali menundukan kepalanya.

“Maaf… aku… hanya lelah,” jawab Maya.

Masumi mengamatinya sebentar.

“Apa aku membuatmu marah?”

Maya kembali menggeleng.

Masumi menyadari bahwa Maya tidak ingin bercerita dan dia tidak ingin memaksanya.

“Tadi malam kau tidak sempat makan malam, jadi makanlah yang banyak agar kau tidak sakit.” Anjur Masumi.

Maya mengangguk.

“Ah, maaf, kau jadi terpaksa tidur di tempatku. Aku tidak ingin seseorang melihatku menggendongmu dari kamarku ke kamarmu. Aku takut orang lain akan salah paham. Kunci kamarmu ada di atas meja kerja.” Terang Masumi.

“Tidak apa-apa…” Maya tersenyum simpul masih tanpa melihatnya.

Tiba-tiba Masumi menyentuh salah satu sudut bibir Maya dengan sebuah tisu yang membuat Maya terperanjat.

“Itu… mentega…” terang Masumi.

Keduanya kembali bertatapan. Maya teringat kembali mimpinya. Cara Masumi memandangnya, mengatakan dengan lembut bahwa dia mencintainya. Jantung Maya berdegup semakin cepat dan wajahnya terasa sangat panas. Tanpa sadar Maya mengangkat tangannya menyentuh tangan Masumi.

“Pak Masumi…” gumam Maya tanpa sadar.

Masumi tercengang dengan ekspresi Maya yang menatapnya dengan pandangan yang tidak pernah dilihatnya sebelumnya.

Anak ini…

“Maya…?”

Maya tiba-tiba tersadar. Dengan cepat Maya menepiskan tangan Masumi dan membuat pria itu terkejut.

“Ma… maaf! A… aku harus kembali ke kamarku. Te.. terima kasih untuk sarapannya…” ucap Maya dengan gugup dan terbata-bata.

Ia lalu membungkuk dengan cepat dan berlalu meninggalkan Masumi. Mangambil tas dan kunci kamarnya.

“Maya tunggu sebentar!” Panggil Masumi.

Masumi beranjak dari tempat duduknya, mengambil tas kerjanya dan mengejar Maya. Tapi gadis itu sudah tidak terlihat.

Maya dengan cepat masuk ke kamarnya.

Apa yang kulakukan…? Pak Masumi pasti tahu… dia pasti menyadari perasaanku…

Maya merasa sangat malu. Air mata menetes di pipinya. Maya menjatuhkan diri di atas tempat tidur dan mulai menangis.

Tidak lama Maya mendengar suara bel pintu kamarnya, disusul ketukan lalu suara Masumi yang memanggilnya.

Maya bergeming di tempatnya.

Dia tidak mau melihat wajah Masumi. Dia merasa sangat malu sampai merasa ingin mati saja.

Masumi yang memaksa Maya membuka pintu kembali terdengar.

“Mungil, kumohon buka pintunya. Kau membuatku sangat khawatir…” Seru Masumi di balik pintu.

Tiba-tiba handphone Maya berbunyi. Masumi menghubunginya terus menerus.

Maya tahu Masumi mengkhawatirkannya. Setelah cukup lama Ia lalu mengangkat handphonenya.

“Mungil!” Panggil Masumi saat Maya mengangkat handphonenya.

Tidak ada jawaban dari Maya.

“Mungil, bicaralah, kau membuatku khawatir …” bujuk Masumi.

“Mungil…” panggil Masumi sekali lagi, kali ini lebih lembut.

“Pak Masumi…” jawab Maya akhirnya setelah sekian lama.

“Maaf… maaf… aku juga tidak tahu… aku…” Maya terdengar menahan tangis.

Anak ini menangis…? kenapa...?

“Mungil, buka pintunya sebentar… aku ingin bicara denganmu. Aku tidak akan kemana-mana sebelum kau membukakan pintunya.” Pinta Masumi di telepon.

"Aku hanya ingin melihatmu, memastikan kau baik-baik saja..." Masumi beberapa kali membujuk Maya di telepon dan sekali lagi Masumi dengan sabar menunggu cukup lama sampai Maya akhirnya membukakan pintunya.

Kunci pintu kamar Maya terbuka dan Masumi menutup sambungan teleponnya.

Masumi mendorong pintunya sedikit sampai bisa melihat Maya di balik pintu. Berdiri dengan gugup sambil tertunduk. Masumi melangkah mendekatinya.

“Kau baik-baik saja?” Tanya Masumi.

Maya mengangguk.

“A… aku… aku…” Maya terbata-bata dan terlihat kembali menahan tangisnya.

“Sudahlah…” potong Masumi dengan lembut, “kita tidak perlu membicarakannya kalau kau tidak mau. Aku hanya ingin melihat keadaanmu…” katanya penuh pengertian.

Maya mengangkat pandangannya. Masumi bisa melihat bekas air matanya di sana.

“Aku baik-baik saja… maaf telah membuat Anda merasa khawatir…” jawab Maya perlahan lalu kembali memalingkan wajahnya.

Ia tidak kuasa menatap Masumi lama-lama.

Mungkinkah anak ini... memiliki perasaan yang sama denganku...?

Masumi mengamati Maya beberapa saat dengan perasaan tak percaya.

"Mungil... kemarin... aku merasa sangat senang bisa menghabiskan waktu berjalan-jalan di Yokohama denganmu..." kata Masumi, mulai merasa gugup.

Pak Masumi... Maya kembali menatap pria tersebut.

“Dan juga... ada sesuatu yang ingin kukatakan padamu. Tapi sekarang aku harus menghadiri pertemuan penting dan sudah hampir terlambat...” terang Masumi, “jadi… maukah kau pergi makan malam denganku nanti?” Tanya Masumi.

Maya tertegun sejenak.

“Kau boleh menolaknya jika...”

“Baiklah…” potong Maya cepat, “de… dengan senang hati.” Lanjutnya tergugup.

Masumi tersenyum lega.

“Terima kasih, aku sangat senang mendengarnya. Sekarang beristirahatlah Mungil, agar perasaanmu cepat pulih kembali.” Masumi membungkukkan badannya untuk melihat wajah Maya sambil menepuk kepalanya perlahan dan tersenyum ramah.

Maya mengangguk sambil tersenyum berseri-seri.

Setelah itu Masumi berpamitan pada Maya.

Sebuah senyum mengembang di wajahnya saat meninggalkan kamar Maya.

Malam ini… kau akan bertemu dengan pengagummu, Nona Maya Kitajima…

=//=

Maya menutup pintu kamarnya dengan hati berdebar namun perasaannya sudah tenang kembali.

Pipi Maya merona. Dia merasa bahagia karena Masumi bersikap sangat lembut padanya.

Apakah yang barusan itu ajakan berkencan?

Tiba-tiba Maya merasa panik. Dia segera membongkar tas pakaian yang dibawanya. Dia tidak tahu harus mengenakan yang mana. Dia tidak membawa gaun.

“Haaaa bagaimana ini….” Pikirnya panik.

Beruntung Rei menelponnya dan mengatakan dia ingin mengunjungi Maya. Maya segera meminta Rei membawakan salah satu gaunnya.

Saat ini perasaan Maya sangat berbunga-bunga.

Mungkinkah Pak Masumi mempunyai perasaan yang sama denganku?

Pikir Maya. Pipinya kembali merona. Ia kembali memeluk gulingnya, bahkan tayangan drama Korea yang kini sedang menjamur di televisi sempat tidak dihiraukan olehnya. Pikiran Maya melayang kesana-kemari sebelum akhirnya berhasil berkonsentrasi pada layar kaca di hadapannya.


=//=

<<<Finally Found You Ch. 2 bersambung ke chapter 3>>> 
  

219 comments:

«Oldest   ‹Older   1 – 200 of 219   Newer›   Newest»
Anonymous said...

huaaaaaa.....
seru.....

lanjutkan ya ty

Anonymous said...

akhirnya apdetan.. tengkyu!!
makin seru nih,
so, lanjutannya jgn lama2 ya ty..
nadine

Anonymous said...

wkwkwkwkwk..kocak..kocak.....kok cuma sedikit.....kuraaaaaaaaaaaaaaaaaaannnggggggggg
_KATARA HAYAMI_

Anonymous said...

Hehehe bagus Ty...ditunggu kelanjutannya ya...semangat!

Wid Dya

Theresia on 28 February 2011 at 00:13 said...

baguuuuusssss........kocak banget....
kok dikit ty??? di tgg updatenya y,yang banyak ^^

Anonymous said...

Kereeeen Ty. Jadi ketawa sendiri bacanya! Bangun tidur, sholat langsung deh buka blognya TY. ternyata......! Seneng banget. Lagi ya Ty!!!

D-Cee

Anonymous said...

Tyyyyyyy...... kyaaaaa, mantaappppp banget sihhhhh. mau donk lanjutannya.. jangan kelamaan. plisssss
-Lina-

Anonymous said...

mantabbbb..Ty...seru n keren...TOP deh Ty.
mau...mau..mau...mau lg lnjutannya ;D

~eka~

Anonymous said...

jantungku ikutan mau meledak.....

-wincheu-

Mrs.J (Muria Hasni) on 28 February 2011 at 15:44 said...

xixixixixi romantisnya,,, padhal cuma ngsh tetes mata,, tapi kok MM lovers ikut deg-degkan ya'....

fad said...

kurang Tyyyyyy.....

puspitasari on 28 February 2011 at 17:54 said...

keren...bikin deg-degan.

Anonymous said...

bagooooooooooooooooooooooooooos....hihihi, kok aneh yg mrk yg mo kencan qt2 yg gugup...

Anonymous said...

tak sanggup berkata-kata *dgn mulut menganga* serasa waktu berhenti, jantung tdk berdetak, nafas terhenti, ^________^ (riri)

Anonymous said...

Sukaaaaaaaaaaaaaaaaa mau lagi ya Ty...hemm...jd semangat deh pagi2 udah baca dongengnya Ty hihihi
Lebih Semngat !

Wid Dya

Anonymous said...

sampe bingung mo komentar apaan nih ty, semuanya udah kesebut sih... keren banget dah! maya yg kencan, tp aku yg dag dig dug dan cengar-cengir sendiri..maluuuuu..
nadine

Anonymous said...

aduh MM yg kencan tp hatiku yg dagdigdugdagdigdug.....ughhhhhhhhh mantabssssssss

Tina ^^

dina ( I ♥ Topeng kaca ) on 1 March 2011 at 11:42 said...

Teruskan TY.........( hope this is HE )

Anonymous said...

Ty,sukaaaaaaaa...btw, aftershave apa yg dipake masumi? *mo suruh masumi 3D ku pake aaah* :D -dian-

Anonymous said...

hufffpppphhh.....nahan nafas bacanya...xixixi
kereeeennnn....pengen lagi Ty...please... ^.^ *dengan wajah memelas*
~eka~

Dee Na said...

kok jadi ser...ser-an ya bacanya....hehe

Anonymous said...

ty.....lanjut updatenya ya say sukasukasuka...banget deh

Anonymous said...

wah updatenya kurannngggggg hehehehe banyakin dunkkksss ^O^

Yusri Cambrichindo on 2 March 2011 at 17:25 said...

Ty updet mending kek dulu
sekali updet tamat
no penasarannnnnnnn

Demel on 2 March 2011 at 19:30 said...

UPDATE donkkkkkkkkkkkkkk neng TY..

Mawar Jingga on 3 March 2011 at 10:34 said...

ty.................penasaran nih ayo lanjuuutttkan.........*_^

Anonymous said...

Cepet di update dong Ty...diantara fanfic2 yang lain aq paling suka ceritamu... jangan dibuat terlalu banyak intrik ya biar gak kaya sinetron Indonesia...

puspitasari on 3 March 2011 at 19:29 said...

lanjut dong Ty.............

Anonymous said...

kok dikit tok sih ty... gak sabar aq tiap hari buka blogmu trus... kasihanilah aq hi...hi...

Anonymous said...

lagilagilagilagila ;)....aq jd tergila-gila...padamu...seruuuuuu Ty

~eka~

Anonymous said...

i like it....
makin penasaran...
jadi pingin nambah porsi apdetannya...:)

Mawar Jingga on 4 March 2011 at 20:48 said...

setelah dr restoran kemana lagi ya MM.....woowww lanjutkan ty penasaran nih.......................xixixi

Theresia on 4 March 2011 at 23:42 said...

Ikut deg deg an wkt adegan dimobil masumi...
Waaa....terus ty.... ditunggu updatenya ^^

Anonymous said...

Touching!! aku selalu pny bayangan masumi minta maaf ke maya pasti ga bs pake kata2, only hugs will do, n maya ngerti maksudnya! And they do it now!! ^^,
Thanks for making it come true Ty!! >.< <3

-ria.sugesti-

Mrs.J (Muria Hasni) on 6 March 2011 at 02:16 said...

da bolak-balik ngecek :D

Eka Maniez on 6 March 2011 at 07:42 said...

kmnkah dirimu Ty.....aq merindukan goresanmu :)
~eka~

puspitasari on 6 March 2011 at 17:30 said...

update dong ty.....aq udah bolak2 ngecek nich...he..he

Anonymous said...

ty...............kok lama update nya?????
hiks...hiks....T_T
tiap hari udah lebih dari pasien yang minum obat ngecek blog ini.......

ty..........please......

_widya_

Demel on 7 March 2011 at 13:10 said...

neng 90 .... mana nie lanjutannya :( T_T

Anonymous said...

ty... mana update-annya...gak sabar setelah ini maya masumi pada ngapain ya? kasih bocoran dikit dong...

Anonymous said...

kok gak update2 sih ty... penasaran ni aq...

Anonymous said...

ty, dimanakah dikau? baik-baik sajakah?
maya-masumi kok masih di depan warung mie pa hanayama....he...he

Anonymous said...

Ty... gue dah bolak balik baca fanficmu sampai hapal luar kepala gara2 kmu gak update2... dimanakah kau berada? Rindu aku ingin baca... *nyanyi lagunya katon*

Anonymous said...

Akhirnya update juga ya...ayo lebih semangat lagi TY ^^

Wid Dya

Anonymous said...

mana update nya??????????

kayakya masih sama dengan yang kemaren???????

-widya-

Anonymous said...

hiks...hiks...masih blm diapdet

Lina Maria on 10 March 2011 at 14:57 said...

Tyyyyyyyyy.... apdetaaannnn

Eka Maniez on 10 March 2011 at 16:10 said...

wakakakakkkkkk...seruuuu...romantis...kocak...ketawa guling-guling....enam jempol bwt Ty (yg dua minjem) :)
Tp....msh kuraaaaaaaaaaaaaaaannnnnnnnnnnnnnggggggggg
(candu...candu)

~eka~

Bunda Hanifa on 10 March 2011 at 16:15 said...

Ty..... thanks ya dah update. Jadi ketawa-ketiwi sendiri bacanya. Ditunggu lagi updatenya ya!!! Jangan lama2 lho!!!!!!

Anonymous said...

*blushing2.senyamsenyum.cekikikan.penasaraaaaaaaaannnnn* kiss kiss buat Ty...thank youuuuu...:-*
*hmmppphhh...PAMAN RAKSASA???apa ga kurang jelek tuh julukan buat Sang Pangeran?*

-dian-

fad said...

Thanks ty..setelah lama menunggu..akhirnya...bagus..bagus...emang bagusnya cerita maya masumi itu kalo lagi tengkar trus dikit2 berpandangan mesra..wkwkwk..

Mawar Jingga on 13 March 2011 at 14:31 said...

baru baca lg nih FF nya eh dah ada lagu baru,suka dech........^^
waduh lanjutin dunk ty......:))

Anonymous said...

rasanya tiada hari tanpa nengok fanficnya Ty...
ternyata mmg belum ada update-an...
hiks...hiks...

Anonymous said...

TYYYYYYYYYYYYYYYYYY, TULUNKKKKKKKKKK (RIRI)

puspitasari on 14 March 2011 at 19:55 said...

kok belum update ya....Ty aq menunggu ....he...he...

Anonymous said...

masih blm apdet ya...ga sabar nih pingin tau maya n masumi mau ngapain lagi?

Anonymous said...

Ty yang baik........
update donk hehehe......

-widya- tq

Anonymous said...

Ty ini mmg hobby bikin kita penasaran ya...

ollyjayzee on 15 March 2011 at 15:11 said...

Ty, tolong di update dong... gak sabar nih ...

Anonymous said...

tiap hari, tiap jam...pasti fanfic ini dulu yang dibuka....tapi,hiks...hiks....sampe detik ini msh blm apdet.....

Anonymous said...

ty.. jangan update tiap 10 hari dong... kelamaan...fanfic yang lain dah tak kuhiraukan.. aku cuma suka fanficmu..*maksa*

Anonymous said...

Ty... dimanakah dirimu? Baik2 sajakah? Kapan updateannya? Kangen nih ma cerita maya n masumi yg saling merona...*menghayal*

Anonymous said...

masih sama dg kemaren.....

Anonymous said...

kapan diupdate sih ty... ga sabar nih...

Bunda Hanifa on 17 March 2011 at 21:28 said...

Ty.... where are you? Kangen nih ma lanjutannya. Update dong. please!!!!

Anonymous said...

Penasaran.......!!!!!

Anonymous said...

gimana lanjutan kisah paman raksasa & ratu liliput ty? keburu meranggas nih nungguin lanjutannya...

Anonymous said...

Halooo Ty, I'm a new fan nih hehehe...ayo dilanjutin secepatnya dooonggg yang finally found you ini...very nice job loh Ty, well done!!

Cheers,

Anonymous said...

Ty... teganya dirimu membuatku sengsara nunggu updateanmu...hiks...hiks...

Anonymous said...

sensei ty apdetnya ditungguuuuuuuuuuuuuuuuuuu

Anonymous said...

ya ampun dikit amat....lagiiiiiiiiiiiii

Anonymous said...

yeeeeee updetan dikit kali....

Anonymous said...

dikit banget nunggu nya aja lamaaaaaaa,sorry Ty...he...he...

fad said...

Maya tertegun..dimatanya membayang wajah serius Masumi...menikah????....mau doooonnnnggggggg...Ty..gk ada alasan!harus ditamatin ceritanya nih!bikin yg pendek2 aja ..kalo bersambung gini gemes nunggu lanjutannya...

Anonymous said...

mau mau mau.... mau menikah ama masumi...
Ty, ayo update lagi... ampir tiap hari nih nunggu update an mu..

Anonymous said...

TYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYY.......updatenya cepet ya....jangan lama2....aku bisa mati penasaran nehhhh...
Katara hayami

Anonymous said...

Ty... liat update-anmu bahagia... begitu baca kecewa... dikit banget sih? nunggunya aja kelamaan...
Lagi dong... suka ma fanficmu banget...banget...banget

Anonymous said...

TY, DENGAN UPDATE-MU YANG SECUIL INI, HADAPILAH TAKDIRMU NAK

TAMBAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAH, KURAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAANG, XIXIXIXI

(riri)

Bunda Hanifa on 23 March 2011 at 11:36 said...

Ty... PEEEEELIIIIIITTTTTT BGT. Masak updatenya dikit banget. Ga puas bacanya!! Di FFnya Susen kan lagi sedih2nya berharap dirimu bisa menghibur kita2. Update lagi dongggggg!!!!!!

Anonymous said...

Ty yang baik hati dan tidak sombong, rajin menabung dan rendah hati... update lagi ya *merayu.com*

Anonymous said...

Nah Ty, dengarkanlah teriakan histeris para penggemarmu. Tegakah kau membuat mereka kecewa?
Ayo semangat Update lagi!!!!

-fefe-

Anonymous said...

Ty.......................
lg donk update nya........
PLEAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAASE

Ty yg baik, mamggung ne bacanya
-widya-

Anonymous said...

Tyyyyyyyy.......lanjutkan!!!!
kumohon.....menikahlah.....wkwkwkwkwkkkkk...
nikahkanlah mereka Ty.....dalam FF mu...please
^.^

~eka~

Anonymous said...

tyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyy

perasaanku juga ikut kacau balau berhamburan

xixixixixixi

riri

Anonymous said...

Ty.......namatinnya cepat2 ya!!!!!!!!!!!!! biar gk keburu penasaran!

Anonymous said...

Ty seperti biasa... Update...lagi, lagi, lagi!!!!

Anonymous said...

Bahagianya baca updatean dari Ty... tapi kok malah jadi tambah penasaran ya?

Anonymous said...

Halo Ty... aq penggemar baru fanficmu... wah bener deh kata komen2 diatas fanficmu memang paling menyenangkan.. semoga gak ada adegan2 sedihnya ya... kan untuk maya masumi harus selalu bahagia ... *ngarep.com*

rita

Anonymous said...

Ty... well done, I like it... lanjutkan!

-fefe-

Anonymous said...

LAGIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIII!!!! SUKA...SUKA...SUKA

Anonymous said...

akhirnya ada update lagi... tengkyu ty.. jangan lama2lama ya update lagi..

-shiren-

Anonymous said...

Liat kan Ty... baru update saja yang kasih komen kamu dah banyak banget tuh, ciayo...! jangan kecewakan penggemar fanficmu...

Anonymous said...

asyik dah diapdet....thanks ya Ty, mudah2an besok ada lagi......

Anonymous said...

terima kasih Ty......

Anonymous said...

Ty!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
aku SUKA SUKA SUKA SUKA SUKA SUKA BGT
Ty tetep semangat ya......

jangan lama-lama update nya ya
tq
-widya-

Anonymous said...

aiiihhhhh sebel knp g gkbs buka updetann
anita f4evermania

Anonymous said...

waaaahh... dah ada apdetan ya. thanks ty, lanjutannya jgn lama-lama..
nadine

Anonymous said...

Ty... gimana kalo habis ini mereka ke taman bermain saja, naik komedi putar berdua, trus naik bianglala duduk sebangku berdua...dulu kan maya ma koji, gimana kalo kmu buat sama masumi Ty... please...

Anonymous said...

Untuk Ty tersayang... cuma satu kata LANJUTKAN!!!!!!!

fad said...

TYyyy..pertama..makasih bnyk sdh di update..kedua..kok dikit sih?hehe...aku ikt berdebar loh nunggu Masumi bilang sesuatu pas pegang tangan Maya..eh taunya msh bersambung...makanya aku GAK SUKA cerita bersambung!ayo Tyyyy..up date lg

Anonymous said...

tyyyyyyy... besok update lagi ya...*maksa mode on*

-fefe-

Anonymous said...

Perasaanku juga kacau balau menunggu update mu ty...

Anonymous said...

TYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYY.... SUKAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA BANGET..............LANJUT DONG!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

Anonymous said...

Tyyy... hatiku ikut berdebar menunggu apa yang terjadi pada MM berikutnya...jangan kelamaan updatenya ya Ty... tiap 2 hari aja...xixixixi

nina

Anonymous said...

lho...lho.....kok akhirnya jadi membohongi perasaan masing2....huaaaaaaaaa...... Ty Sen...update lagi....jangan sedih-sedih ahhh...ga tega ama yayang Masumi...huaaaaa.. -KATARA hayami-

Anonymous said...

Setuju ma Katara... Jangan Gitu dong Ty............. Buat mereka bahagia aja... Please..............

Anonymous said...

Setuju.............. Masumi harus selalu bahagia... Hidup Ty....... Lanjutkan yang bahagia2 saja ya....

Anonymous said...

Ty... aq dah lama jadi penggemarmu lho tp sorry banget updatean hari ini aq gak suka banget.... habis masuminya sedih lagi... setelah ini biarkan masumi bahagia dong... please kabulkanlah permintaanku ini

-fefe-

Anonymous said...

kok masih saling membohongi? alamat panjang ceritanya...jangan panjang2 ya Ty,minta nambah terus nantinya

Anonymous said...

Makasih Ty dah di update, tp kok malah masumi nyaranin maya biar sama koji? jangan dong... direvisi aja habis ini...*maksa mode on*

nina

Anonymous said...

Buat Ty yang baik ini aku baru pertama kali ini kasih komen, soalnya buatku ceritamu selama ini bagus dan aku suka... boleh saran nggak? setelah ini jangan saling membohongi perasaan masing2 ya... trus cepetan dibuat biar maya tau kalo masumi tu cinta banget ma dia...

sisi

Anonymous said...

pengennya nyelip diantara mereka berdua, trus bilang,"eh elu (ke masumi)..dan elu (ke maya), jadi orang jangan gengsi2an, sok2an ngga mau ngakuin perasaan ya. Kita yg baca jadi tegang dan ngga rela nih!" hahahahahaa...

good work Ty, luv ur imagination, apdet-nya tapi jangan kelamaan ya say.. ;-)

-jewel in the palace-

Anonymous said...

yg happy happy dong tyyyyyy....hiks hiks.....
btw good jobbbbbbbbb hehe

Anonymous said...

eh dah ada updatean lagi...tq Ty^^ tapi kok malah yayang masumi (pinjam istilah katara...) jadi sedih.. update lagi ya Ty, tp yang bahagia2 aja soalnya itu ciri khas ceritamu...

yesa

Anonymous said...

Senengnya dah ada updatean dari Ty... sedihnya karena maya masumi membohongi perasaan mereka sendiri... Update lagi ya tp yang happy2 aja deh, Thx Ty... Good Job, I like it...

Anonymous said...

IDEM MA SEMUA KOMENT DI ATAS... MASUMI MAYA KUDU BAHAGIA....!!!!! UPDATE LAGI TYYYYYYYYYYY... JANGAN LAMA2 YA...

Mawar Jingga on 27 March 2011 at 20:21 said...

ty nambah lg dunk apdetannya.....:))

Anonymous said...

4 hari ndak liat fanficnya Ty, eh dah ada updatean ya... Makasih ya Ty, tp ceritanya dibuat bahagia ya Ty.. Please ini permintaan dari para penggemarmu

Anonymous said...

Ty yg baik,jgn lama2 ya updatean-nya.....tiap hari kubuka fanfic-mu dg penuh harapan...

Anonymous said...

TYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYY... ditunggu updateanmu... aq dah bolak balik buka kaya minum obat aja tiap hari.... XIXIXIXI

Anonymous said...

Ty Sen... kok masih sama kaya yang kemarin? Ditunggu ya... eh tapi ide ke taman bermain boleh juga lho kan jadi banyak kesempatan mesra2an...hihihi *otak ngeres*

Anonymous said...

HANYA SATU KATA... LANJUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUT!!!

Anonymous said...

Ty... kok belum update?

Anonymous said...

Ty^^ kapankah ada updatean lagi? kami menunggumu..

Anonymous said...

Tiap hari nyani lagunya Ridho Rhoma...'menunggu'

Anonymous said...

males kerja... baca fanficnya Ty^^ aja deh... tp kok kurang banyak ya...lagi dong...

Anonymous said...

Wah baru aja nengok fanficnya Ty dah ada lagu baru... Tq Ty.. ditunggu updatannya ^_^

Anonymous said...

kok g gkbs buka updetan terakir siii

Anonymous said...

wah belum diupdate ya...?

Anonymous said...

Ty... kapan mau diupdate? Daku menunggu...

Anonymous said...

say, kok belum ada apdetan? aku hampir tiap hari ngecek, kali aja akhirnya ada adegan pernyataan cinta...
-nadine-

Anonymous said...

Ty... dimanakah dirimu?

Anonymous said...

Kok masih sama dengan yang kemarin? ditunggu ya updateannya

-fefe-

dina ( I ♥ Topeng kaca ) on 2 April 2011 at 19:53 said...

Kyaaaa ...perut maya bunyi ......Ty lanjutkannnnnnnn

Anonymous said...

waaaa....aku juga mo kencan di Hekkeijima Sea Paradise........KATARA HAYAMI

Anonymous said...

knp gkbs liat updet yg baru yaa
anita

Anonymous said...

huwaaaa pak masumi so cuteeeee ;) demi melihat maya terasenyum mau make gantungan hp itu hehehe ;) jd kayak pasangan deh hehehhe moga2 gak dilepas terus hihi biar diketawain mizuki ama hijiri wkwkkkk ;p
ty kurang banyaaaak updetnya ni mauu lg
anita f4evermania

Anonymous said...

waaaaaa...Ty ini reita penggemar lo yg baru hehehe...ayooo update lagiiii...jadian!jadian!jadian! ;D

Anonymous said...

aish g bingung deh kenapa si tiap mau buka updetan ty susah amaat. kudu tulis komen dulu kayaknya ni
anita f4evermania

Anonymous said...

Wah senangnya Ty dah update... Lagi dong...........

Anonymous said...

TY...SUKAAAAAAAAAAAAAAAAA BANGET... LAGI YA....FOTO BARENGNYA YANG MESRA N JANGAN CUMA DI HANDPHONENYA MAYA TP DI HANDPHONENYA MASUMI JUGA.... GOOD JOB TY...

Anonymous said...

Wah asyiknya jalan2 di Hekkeijima Sea Paradise, pulang malam pasti gak papa dong, pulang pagi dari lembah plum aja gak papa kan...xixixi

Anonymous said...

Wah jadi kecanduan baca fanficnya Ty... lagi dong cepetan update jangan kelamaan ya... tiap hari update gt...

Anonymous said...

TYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYY......LANJUUUUUUUUUUUUUUUUUUTTTTTTTTTTTTTTTTTTT...!!!!!!!!!!!!!

orchid on 4 April 2011 at 18:20 said...

kyaaaaa, putu2, pan tuh hp biasanya ada modus videonya, napa nda diberdayakan toh ^^

Anonymous said...

Wah harusnya waktu makan suap2an lagi kaya waktu makan ramen itu... tapi aku suka Ty... lanjutkan updatenya ya jangan lama2...

Anonymous said...

heran deh susah amat buka blog ty kudu komen dulu baru bs dpt kebuka updetnya
anita f4evermania

Anonymous said...

Kapan ya ada pernyataan cinta dari maya atau masumi?

Anonymous said...

Yang pengen kasih kecupan ikan pari atau Masumi ya...?

Mawar Jingga on 5 April 2011 at 12:01 said...

tyyyyy...............suka dech baca MM nya happy gini.......muaaaacchhhh

Anonymous said...

Cieeee... asik banget foto bareng.. habis gitu dijadikan wallpapernya, trus masumi liat... trus tau kalo maya cinta ma dia..... Tyyyyyyyyyyyy lanjut.........

Anonymous said...

Wah... Ty dah update lagi... tp tetep KURAAAAAAAAAAAAAAANG.............

Anonymous said...

makasih......update nya...tp tetep kurang banyak..........he..he

Anonymous said...

weleeeh gk ngerti g knp harus komen dulu deh
anita

Anonymous said...

huaaaa ty lop u pull deeeeeeh ;))))
u made my day!
penasaran ni knp ya pak masumi gk kasi maya liat fotonya hihi ntar dijadiin walpaper heheheh
maya pinter jg ni pake pandangan memelas heheheh
huwaa ty ayo ntar malem yaaa janji g tungguin
anita

Anonymous said...

yah lagi ketawa ngakak ngebayangin masumi naik carousel...eh dibawahnya bersambung....
aduh nggak tahan nih pingin nambah.....

Anonymous said...

weehhh..senjata pandangan memelas..#akting memelas wkwkwkwkwk#

kenapa masumi ga mau kasih liat fotonya kecuali ambil sendiri di saku celana...kenapa maya ga mau ambil sendiri..**sok bego**

qqqqq.."ya Tuhan ini cinta atau kutukan"...wkwkwkwk ini kutukan cinta Masumi sama...
KATARA HAYAMI

Theresia on 5 April 2011 at 19:37 said...

lucu...lucu.... hahaha......duh jadi ngebayangin masumi naik carousel ....
lanjuuuutttt.....

Anonymous said...

padahal kalau naik bianglala berdua Masumi lucu tuh...romantis...hahahaha..eh, tapi udah pernah ya Maya naik bianglala, berdua Koji.

Anonymous said...

Ty lagi..............................
kok nanggung sech, ah Ty nech tau aja buat qta penasaran
tetep semangat update nya ya Ty
thanks untuk ceritanya yang menyenangkan

-widya-

dina ( I ♥ Topeng kaca ) on 5 April 2011 at 23:32 said...

hhahahha ...maya nakal nie ,masa pakai senjata andalan aiiii......

Anonymous said...

haaaa....nanggung, eh masumi nyuri kiss lagi ya.....kaya di lembah plum...hi..hi.......
ngayal.com nih...abis nanggung....
thanks so much telah memenuhi keinginan pemirsa....

Anonymous said...

aw aw awwwwwwwwwwww....lanjutin TY....lanjutin pleaaaaaaseeeeeeeeeeee..........Ty, gaya bahasa n alur cerita lo BAGUS!!jadi penulis aja heheheheee... -reita

Ty SakuMoto on 6 April 2011 at 00:27 said...

@Anonim : hehehe ngga bisa naek bianglala.. karena berdasarkan penyelidikan, di hakkeijima ngga ada bianglala.. lols. yang paling menenangkan jiwa wahananya cuma komidi putar alias corousel itu, maka dengan terpaksa Masumi aku buat menaiki komidi putar... lols.. maaf ya.. <3

yang lain makasih komennya ya darlings <3

Anonymous said...

keren..keren....jangan lama-lama updatenya...ckckckckckc....suasana hotelnya sangat detail...padahal klo ane nginep di hotel biar bintang 5 juga masuk kamar cuci muka lgs bobo ga pernah liat2 sekeliling..**soalnya msk kamarnya jam 1 malam**...wkwkwkwwkwk
-KATARA HAYAMI-

fad said...

Tyyyy..hiks..makasih up datenya..segitu banyaknya dalam 1 hari ya hehe..cepet di up date lg ya Ty..sdh bosen kan dgn bayangan yg hanya berputar2 di pikiranmu ttg kelanjutan kisah ini?makanya cepet ditamatin hehe..sekali lagi makasih

Anonymous said...

Lho kok ndak naik bianglalanya?

Anonymous said...

hiiii

Mawar Jingga on 6 April 2011 at 09:51 said...

hahaha...........MASUMI HAYAMI naik "komedi putar".......
lanjut tyyyyyyyy........muaaachhhh

Anonymous said...

hihihi suka deh dengan FF ini gak bosen2 baca berulang kali... Lgi ya Ty... bener lho jangan kelamaan... Makasih ya...

Anonymous said...

ty...........suka lanjutin terus ya kalo bisa dibuat dong biar masumi cepat mengutaran perasaanya jadi gak sabar nih

Anonymous said...

Lega juga akhirnya maya bilang kalo dia dah memaafkan masumi... Ty, kamu tau aja apa yang kuinginkan... Tapi napa ndak sekalian aja Maya bilang kalo dia cinta Masumi....

Anonymous said...

SUUUKKKKAAAAAAAA BANGEEEEEET TY... LAGI JANGAN BUAT PENASARAN YA...

Anonymous said...

Ty... apakah itu masumi lagi nyuri2 cium maya lagi kaya di lembah plum...? wah kamu ni senengnya bikin kita penasaran ya...
Awas kalo updatenya kelamaan....hehehehe

Anonymous said...

TY...napa lama bener tamatnya!!!!
Tamatin cepat Tyyyyyyyyyyyyyy!!!

Anonymous said...

Orang perfectionist kaya Masumi salah kasih kunci? Kayaknya sengaja tuh... biar maya bisa tidur di kamarnya kan...? Xixixiix tp gak papa kok aku malah suka nek Masumi sengaja... Tapi yang ptg lagi jangan lama2 updatenya ya, nanti malam tak tunggu ^-^...
-nina-

Anonymous said...

ngelanjutin comment senbul
Ty....... lama bener kawinnyaaa????? cepetan dikawinkaaannnnnnnnn... *ngarep.com*
-Lina-

lisa said...

yah penasaran banget nih mah kelanjutannya , jangan lama2 ya mbak ty klo ga ntr tidur pun tak nyenyak abiz penasaran banget mah ending nya ;P
tq ^_^

Anonymous said...

dear Ty.....malam ini aku menunggu lanjutan cerita mu....tolong diapdet ya....pliss....

Anonymous said...

Ty........keren ceritanya...tp lanjut dong..kurang nich...

orchid on 6 April 2011 at 18:07 said...

kyaaaaaaaa tyyyyy (histeria nih saya) tanggung jawab ty >,<

Anonymous said...

aaaaaaaaaaaaaaaaa

Anonymous said...

kyaaaaaaa sensei ty........sukaaaaaaa...lanjutkan yaaaaa...:)

Anonymous said...

satu kata: KYAAAAAAAAAAAAAA!!!

Anonymous said...

miawwww....!!!! miawwww...!!!miawww miaww....??
(artinya : huaaaaaa!!! huaaaaa!!! Maya, bole ga kita tukeran tempat bentar????)

-winceu-

Anonymous said...

ty, kebiasaan ya, pas lagi seru-serunya eh bersambung... keburu mupeeeng!

Anonymous said...

Ty, jadi update nanti kan...? Bener ya ditunggu.. duuuh penasaran banget... keren banget Ty...

Anonymous said...

Ty... kmu pinter banget cari lagu.. pas banget ma updateanmu skg ya... Bener2 keren.. salut ma kamu...

Anonymous said...

" Tidak lama kemudian Ia bisa merasakan sesuatu yang lembut dan hangat menyentuh bibirnya "

scene yg itu mengingatkan akan adeganku semalam diriku dengannya ^.^v

mantafff ty shayang... lanjooootttt !!!!

(Maye Ismanash Umam)

Anonymous said...

oh nooo....mana update nyaaaa?? apa sih yang hangat2 dan lembut itu? nggak ngerti.. *nyengir*

Theresia on 7 April 2011 at 21:34 said...

hoooo....kirain masumi bakal ketahuan kl lg....
hhmm.. agak kuciwa jg nih ty......
btw anyway busway : lanjuuuuuttttt.....tyyyyyyy.....

Anonymous said...

malam ini kau akan bertemu dengan penggagummu... argggghhhh.... jadi makin penasaran ty.... duh bisa tidur ga nih ntar malemm... lebay..
yuni

Anonymous said...

Jdi artinya... gk jadi pulang dengan koji kan Ty...? Hore....

Anonymous said...

aaaaaaaaaaaaaaaaaaaa...........
Masumi mau menyatakan perasaannya? Ty udah ga sabar pengen baca
tetep semangat ya Ty, aq doakan dirimu selalu sehat dan senang selalu hehehe
maksudnya sech supaya bisa cepet-cepet update FFY hehehe
Tq ya Ty
-Wiwik_

Anonymous said...

Tariiiiiiikkkkkkk maaaaanggggggggg ;D -reita

nana said...

Aku suka..as always. Makasih ya updatenya. Kami ingin cepat2 baca ttg pengakuan si Mawar Ungu, jadi plis plis lanjutannya yaaa...

Aku sedikit rindu sama Masumi yang suka sedikit angkuh, pede dan tidak malu-malu itu. Disini kan dia kayaknya baik dan manis sekali. hahahaha...

two thumbs up ty..:-)

Anonymous said...

Wah, penasarannn.... Thanks ya Ty untuk updatenya.. Jadi penasaran nunggu yang chapter 3.

Ditunggu ya kelanjutannya.. ^o^

Anonymous said...

kau hanya punya waktu kurang dari 12 jam dari sekarang Ty buat nyelesain FF ini
klo gk saaiia yg bakalan memprovokasi semua anggota grup buat menyemaki wall, inbox n memory HP mu klo dikau mangkir!
CATET!!!!!!
*EVIL SMIRK*

Anonymous said...

Tyyyyyy sukaaaaaaaaaaaaaa banget... ditunggu apdetannya segera...

Anonymous said...

lanjut.........keren abis...tapi happy ending ya ty

«Oldest ‹Older   1 – 200 of 219   Newer› Newest»

Post a Comment

Silahkan kritik, saran, sapa dan salamnya... :)

 

An Eternal Rainbow Copyright © 2011 Design by Ipietoon Blogger Template | web hosting