To Make You Love Me
(Chapter 13)
“Maya! Aku melihat Nona Shiori dan Pak Eisuke Hayami
di deretan penonton!” terang seorang pemain.
Maya menelan ludahnya. Saingannya, dan pria yang
meremehkannya ada di sana?
“Bukan hanya itu, ada Ayumi, juga orang-orang
terkenal lainnya. Juri festival seni juga datang!”
“Aduuh… bagaimana ini… Aku tidak mengira akan ada
banyak orang terkenal… aku jadi sangat gugup…”
Para pemain itu tampak khawatir dan ketakutan.
“Sudahlah, tidak apa-apa,” tukas Sakurakoji. “Kita lakukan
saja yang terbaik. Seperti yang kita lakukan kemarin. Ingat apa yang Pak Masumi
katakan, kemarin kita sudah melakukannya dengan baik. Hari ini kita lakukan
seperti kemarin saja lagi.”
Pak
Masumi… Maya menenangkan hatinya saat nama kekasihnya
disebut. Benar, demi pria itu, dia harus melakukan yang terbaik. Demi Masumi,
demi… mawar ungu!
“Benar! Teman-teman, jangan takut! Kita lakukan yang
terbaik, kita pikirkan saja sandiwara kita dan tidak perlu menghiraukan
orang-orang penting itu. Bagaimana pun, mereka hanya penonton. Baik aktris,
para juri, wartawan, atau siapa pun. Mereka adalah penonton. Kita tunjukkan
yang terbaik bagi mereka.”
Perkataan Maya berhasil menyemangati yang lainnya.
“Benar, ayo kita lakukan!! Padang Liar yang
Terlupakan!!”
Pementasan akhirnya berlangsung sukses. Para pemain
melakukan perannya dengan baik. Apalagi inovasi dari Kuronuma berhasil membuat
para penonton menjadi bagian dari pementasan.
Masumi…. Jadi
inikah gadis pilihanmu? Shiori harus mengakui, ia
terpana dengan akting Maya. Gadis itu benar-benar luar biasa. Aktingnya
menggetarkan jiwa Shiori. Sebelumnya, dia sempat mendengar mengenai kehebatan
Maya, tetapi belum pernah melihat akting Maya di panggung, apalagi sedekat ini.
Walaupun dia tahu semua kisah hidup Maya, termasuk skandalnya, namun baru kali
ini, Shiori mengerti bakat yang Masumi sebut-sebut selama ini.
Shiori merasakan tubuhnya gemetar, jantungnya
berdegup keras. Bukan hanya karena si gadis serigala yang begitu dekat
dengannya dan terasa begitu nyata dunianya di sekeliling Shiori. Namun baru
kali ini, Shiori merasakan pengalaman luar biasa saat dia melihat sebuah
pementasan sandiwara.
Maya Kitajima… Aku… benar-benar telah kalah olehmu…
Begitu juga dengan Eisuke. Pria tua itu berkali-kali
memegangi dadanya karena kejutan-kejutan dalampementasan itu. Tetapi, akting
Maya… bahkan mata tuanya masih bisa mengenali bakat luar biasa dari gadis
mungil itu. Masumi tak berlebihan saat dia mengatakan bahwa Maya memiliki bakat
hebat. Bahkan, anak angkatnya itu bertaruh demi gadis mungil yatim piatu itu.
Dan sekarang, dia tahu, Masumi juga jatuh cinta
kepada si gadis mungil. Eisuke tahu Maya Kitajima telah lama menarik perhatian
Masumi Hayami. Karena aktingnya. Tetapi, sepertinya Shiori benar, Masumi telah
jatuh cinta kepada gadis itu. Dan karena satu dan lain hal, Eisuke merasa, dia
bisa memahami kenapa putra angkatnya itu bisa jatuh cinta kepada seseorang
seperti Maya Kitajima.
Masumi…. Jadi ini, gadis yang sudah berhasil
membuatmu tertarik, tidak hanya sebagai seorang aktris, namun juga sebagai
seorang gadis? Sudut bibir Eisuke tertarik, pria itu menggeleng tak percaya.
Takjub kepada bakat akting Maya yang disajikan di hadapannya, juga kepada
sebuah kenyataan, bagaimana dia dan Masumi, sama-sama terobsesi kepada seorang
aktris yang berkaitan dengan Bidadari Merah.
Bidadari Merah…. Mungkinkah Maya akan bisa
memerankannya?
Tetapi, gadis itu dipilih sendiri oleh Mayuko
Chigusa. Dan, melihat aktingnya saat ini, yang begitu luar biasa dan
menghipnotisnya, Eisuke juga bertaruh, Maya akan bisa memerankannya.
Tidak
buruk untuk calon menantu… pikirnya.
Setidaknya, jika Maya memang berakhir dengan Masumi,
Daito memiliki kemungkinan 100 persen untuk mementaskan pagelaran tersebut.
Tepuk tangan riuh rendah yang begitu meriah
terdengar di seluruh penjuru teater. Pementasan hari itu sukses besar. Maya dan
teman-temannya begitu lega dan bangga saat mereka mendapatkan tepuk tangan
sambil berdiri dari para penonton.
“Maya, ada yang mencarimu,” terang seorang kru.
“Siapa?”
“Nona Shiori.”
“Nona…” Maya merasakan kegugupan menyerangnya. APa
lagi yang ingin wanita itu katakan? Setiap kali dia bertemu Shiori, pasti…
hubungannya terancam.
Tetapi kali ini, Maya tak akan mendengarkan atau
mempedulikan apa yang Shiori katakan. Dia percaya kepada Masumi dan tidak akan
meninggalkannya lagi.
“Kau… mencariku?” tanya Maya, saat dilihatnya gadis
cantik itu tengah menunggunya.
“Ah, Maya Kitajima,” seperti biasa, gadis memesona
itu tersenyum dengan memesona juga. “Bagaimana keadaanmu?’
“A-aku baik.”
“Pentasmu sangat bagus,” pujinya.
“Te-terima kasih,” Maya tersanjung juga. “Terima
kasih sudah mau datang menyaksikannya.”
“Masumi kemarin datang bukan? Wah… sampai menembus
badai demi pentas itu—“
“Nona Shiori,” potong Maya. “Sebetulnya, apa yang
ingin Anda katakan? Langsung saja katakan. Tetapi, sebelumnya, aku ingin kau
mendengarkanku.” Maya mengepalkan tangannya dan membulatkan tekad. “Aku
mencintai Pak Masumi Hayami!”
Kedua alis Shiori terlonjak dan matanya agak
membulat.
“Dan, Pak Masumi juga mencintaiku! Aku tahu, aku
sudah berbuat bodoh karena terus berpikiran buruk dan curiga kepadanya. Bahkan,
aku memintanya memilihmu. Tetapi… Pak Masumi sudah mengatakan kepadaku, bahwa…
dia bahagia hanya jika bersamaku. Hanya, jika, bersamaku. Karena itu… Aku,
tidak akan melepaskan Pak Masumi untukmu. Awalnya, kupikir jika dia bersamamu,
dia pasti lebih baahagia, dan itu lebih baik untuknya. Tetapi, ternyata aku
salah. Seharusnya, aku mempertahankan hubungan kami. Seharusnya aku lebih
mempercayainya. Dan, ya, sekarang aku percaya kepadanya. Dia hanya mencintaiku,
dan aku hanya mencintainya. Jadi, apa pun yang akan kau katakan, tidak akan
mempengaruhi perasaanku kepadanya.” Maya memasang wajah sangat serius dan
tegas. “Jadi, Nona Shiori Takamiya, apa yang ingin kau katakan?”
Shiori tampaknya terkejut melihat Maya yang mengatakan
semua itu dengan tegas kepadanya. Shiori bahkan menahan napas selama gadis itu
bicara.
Shiori melangkah mendekat kepada Maya yang waspada
melihatnya. Maya mendongak setiap kali Shiori mendekat.
Shiori meraih tangan Maya dan menggenggamnya,
menggoyangkannya dengan antusias. “Maya Kitajima!! Kau benar-benar luar biasa!
Mulai saat ini, aku menjadi penggemarmu!!”
Maya tertegun. “Ha… ha? HA?”
“Benar, Maya!! Aku akan jadi penggemar beratmu mulai
saat ini! Bahkan, aku mulai berpikir untuk membuatkan klub penggemar!
Bagaimana? Bagaimana!?? Ahh Maya Kitajima!! Aku doakan pentasmu sukses ya!!
Semangat terus Maya Kitajima!!” Shiori menepuk-nepuk pundak Maya penuh
semangat.
Maya menyeringai bingung dan hanya bisa
mengangguk-angguk. “Te-terima kasih. Terima kasih…” ujar Maya dengan bingung.
=//=
Masumi duduk diam. Lima belas detik berlalu tanpa
ada suara lain selain detik jam.
“Ayah, sebetulnya, apa yang ingin kau katakan?” tanya
Masumi yang mulai gelisah karena ayahnya yang memanggilnya itu tak kunjung
mengatakan apa-apa.
“Aku sudah melihat pentas Maya.”
“Lalu?” tanya Masumi penuh harap.
“Kuakui dia luar biasa.”
“Memang, Ayah…” Masumi tersenyum puas.
Eisuke mengamati Masumi lekat. “Masumi, kau jatuh
cinta kepada anak itu?”
Masumi tertegun, matanya mengerjap beberapa kali,
agak terkejut dengan pertanyaan ayahnya yang tiba-tiba.
“Benar atau tidak!?” desak Eisuke.
“Benar.”
“Jadi, walaupun kau punya kemungkinan menikah dengan
Shiori, kau tetap akan memilih Maya Kitajima?”
Masumi mulai gusar. “Aku tidak ingin bicara mengenai
Shiori lagi. Aku hanya akan menikah dengan Maya Kitajima.”
“Tetapi bagi Daito—“
“Ayah,” Masumi menegaskan. “Mungkin ayah pikir, ini
semua hanya masalah janji ibuku dan ibu Maya di masa lalu. Tetapi, sekarang itu
sudah tidak menjadi persoalan lagi. Aku akan menikahi Maya apa pun yang
terjadi, Ayah. Aku mencintainya.”
“Kalau aku memintamu memilih antara Maya dan Daito?”
Mata Masumi membulat. “A-yah…”
“Aku tidak main-main! Kalau aku memintamu memilih
anta—“
“Maya Kitajima! Maya Kitajima!! Maya Kitajima!!!”
seru Masumi dengan mata membara.
Keduanya bertatapan, tegang. Tak ada yang berkedip
terlebih dahulu. Eisuke mengamati Masumi. Baru kali ini. Baru sekali ini Masumi
mengatakan apa yang diinginkannya. Sebelumnya, Masumi hanya melakukan apa yang
harus dia kerjakan dan bukan apa yang dia inginkan.
Eisuke menyandarkan punggungnya ke kursi roda.
“Kembalilah ke kamarmu,” perintahnya.
Masumi tampak bingung. Itu saja? Ayahnya tak hendak
berkata apa-apa lagi soal kekasihnya?
“Kembali…” ulang Eisuke. “Kau boleh pergi sekarang…
ke kamarmu.”
“Ayah… tidak akan melarangku bersama Maya?” desis
Masumi tak percaya.
“Aku hanya ingin mengatakan… Aku juga bertaruh
kepadanya… Untuk Bidadari Merah. Menurutmu, Maya akan mendapatkannya?”
“Tentu saja!” tegas Masumi tanpa sangsi.
“Baiklah. Sejauh ini penilaianmu mengenai seorang
aktris tidak pernah salah. Aku akan mencoba mempercayaimu sekali lagi.”
Masumi tak bisa menggambarkan rasa lega dan
bahagianya mendengar perkataan ayahnya. Dia memang memiliki dendam pribadi
kepada lelaki tua ayah angkatnya itu. Tetapi, saat ini Masumi akan menyisihkan
sejenak mengenai Bidadari Merah sejenak demi Maya. Hanya itu yang penting untuk
saat ini.
Selanjutnya, Masumi hanya harus membantu dan
mendukung Maya mendapatkan Bidadari Merah, baru memikirkan mengenai dendamnya
kepada Eisuke.
“Terima kasih, Ayah,” ucap Masumi.
Pria itu keluar dengan perasaan lega.
=//=
Maya melangkah ke dalam sebuah restoran dengan agak
kikuk. Manajer restoran itu membawa Maya ke sebuah ruang private. Di dalamnya,
sudah ada Masumi menunggu. Pria itu tampak sangat tampan, dengan setelan yang
dikenakannya. Rambutnya tersisir rapi dan wajahnya begitu bercahaya. Mungkin,
karena sedang jatuh cinta, seperti dirinya.
“Nona Maya sudah tiba,” terang si manajer.
Masumi menyambutnya dengan senyuman mesra, mengamati
wajah merona calon istrinya. Maya sudah mengenakan kembali cincin bermata
berlian merah muda di jari manisnya.
“Kami masih menunggu satu orang lainnya,” terang
Masumi.
“Baik, Tuan,” manajer itu keluar ruangan dan menutup
ruangan privat itu.
Masumi mengulurkan tangannya, dan Maya dengan cepat
melangkah mendekat. Pria itu menariknya, dan memeluk Maya erat.
Maya duduk di kursinya. Dia dan Masumi lalu bertatapan,
saliang memandang dan mengamati wajah satu sama lain, memuaskan kerinduan
mereka. Keduanya tersenyum, merona malu-malu. Membuang tatapan mereka sebentar
ke tempat lain sebelum kembali saling menatap mesra penuh cinta.
“Bunga mawar ungunya, indah sekali,” Maya akhirnya
memuji bunga mawar ungu yang berada di tengah meja.
Masumi mengamati Maya. “Matamu juga,” pujinya.
Maya bersemu dan salah tingkah. Apakah Masumi
sungguh-sungguh? Tetapi pria itu terdengar sangat tulus dan Maya hanya bisa
menanggapinya dengan senyuman malu-malunya.
“Pak Miyake… belum juga datang ya…”
“Kenapa? Kau bosan berduaan denganku?” tanya Masumi,
mulai berani menggenggam tangan Maya.
Jantung gadis itu berdebar teramat cepat. “Te-tentu…
saja tidak…”
“Aku sengaja memintamu datang setengah jam lebih
cepat,” aku Masumi. “agar kita bisa menghabiskan waktu sedikit lebih lama
berdua.”
Maya tampak terkejut, tetapi dia lantas tersenyum
manja, “Kau memang curang…” Tidak terdengar keberatan.
Masumi tersenyum lebar. “Ayah sudah setuju dengan
pernikahan kita. Shiori juga sudah tak mengusikku lagi. Dan pentasmu sudah
selesai. Jadi… waktumu untuk menikah, sudah luang kan?”
Maya tertawa kecil. “Pak Masumi… menikah kan tidak
semudah itu.”
“Tapi—“
“Katanya,kita akan membicarakannya dengan Pak
Miyake. Kita tunggu saja dia, bagaimana?” usul Maya.
Masumi menghela napas tidak puas. Ia menopang
dagunya, mengamati Maya. “Aku mulai khawatir, kau berpikir mundur lagi dari
pernikahan ini.”
“Tidak! Tidak!!” Maya menggeleng cepat-cepat. “Tetapi,
maksudku… Pak Miyake yang pertama bicara mengenai perjodohan kita. Jadi, lebih
baik jika mendengar pendapatnya juga kan? Lagipula… aku berpikir, dia itu
mewakili ibuku,” terang Maya.
“Ah… maaf ya, jika aku mendesakmu,” sesal Masumi.
“Tapi kali ini… aku tidak akan keberatan kok, kapan
pun kau mengajakku menikah,” Maya menyeringai, membesarkan hati tunangannya.
Sepertinya berhasil, karena Masumi tampak gembira.
“Pak Masumi, aku juga mau berterima kasih, karena
pementasanku sukses, dan… berhasil menarik perhatian juri festival seni. Pentas
kami penuh sampai hari terakhir, bahkan sampai mengadakan pentas tambahan.”
Maya mengatakan apa yang sudah Masumi baca di koran-koran. “Itu semua berkat kau,
kan? Terima kasih…”
“Itu sama sekali bukan karena aku, tetapi kau. Kau
yang sudah menunjukkan aktingmu yang berhasil memikat para juri festival seni.
Kau dan kawan-kawanmu juga sudah memainkan sandiwara dengan luar biasa, karena
itu pentasmu semakin populer.”
Maya tersentuh mendengar ucapan Masumi. “Kenapa
selama ini aku tidak melihat bahwa kau ternyata begitu baik, Mawar Unguku…”
suara Maya tercekat. “Aku malah sering menyakitimu dengan kata-kata dan
perilakuku.”
Masumi meletakkan telunjuknya di jari Maya. “Aku
sudah banyak melakukan hal yang sama kepadamu,” Masumi tersenyum pahit. “aku
pun harus meminta maaf kepadamu. Karena aku telah—“ Kali ini Maya yang
meletakkan telunjuknya di jari Masumi hingga pria itu berhenti bicara.
“Kalau begitu, kita jangan membicarakannya lagi,”
ujar Maya dengan mata berkaca-kaca. “Kita berdua sudah melakukan banyak
kesalahan yang menyakiti hati satu sama lain, tapi kita sudah saling memafkan,
bukan?”
Masumi mengamati Maya dengan takjub dan tersentuh. “Kau
benar.”
“Kalau begitu, mulai sekarang kita jangan
membicarakan mengenai masa lalu.”
“Hanya masa depan?” Masumi tersenyum.
“Ya. Hanya masa depan…”
“Seperti… Bidadari merah?”
Maya mengangguk. “Ya! Bidadari Merah!”
“Atau… bahwa kau akan mendapatkan penghargaan dari
juri festival seni?”
Maya tertawa. “Semoga saja.”
“Atau… tentang pernikahan kita?”
“Salah satunya,” Maya setuju.
“Rumah kita… anak-anak…?”
Wajah Maya memerah. “Itu terlalu jauh…”
Masumi menyentuh wajah Maya lembut, “Bahwa aku akan
mencintaimu sampai kapan pun?”
Maya tersenyum hangat,balas mengusap telapak Masumi
di pipinya. “Aku juga, akan mencintaimu sampai kapan pun?”
“Dan… bahwa tidak lama lagi,” Masumi mencondongkan
wajahnya kepada Maya. “Aku akan menciummu…?”
Maya mengamati Masumi dengan jantung yang
melompat-lompat liar. Matanya menatap penuh antisipasi. Mata yang sama
terpejam, saat bibir pria itu menyentuh lembut bibirnya.
Ciuman keduanya diinterupsi oleh ketukan di pintu
yang mengabarkan kedatangan Miyake. Dengan wajah memerah, keduanya menyambut
kadatangan pria tua itu.
“Selamat malam,” sapanya dengan senang. “Sepertinya
kalian sehat… Jadi, bagaimana perkembangannya? Kudengar dari Shiori, kalian
berdua sudah rukun sekarang.”
“Ya, begitulah,” aku Masumi, berusaha bersikap
wajar. “Pak Miyake, mengenai Shiori… aku benar-benar minta maaf. Walaupun dia
putrimu tetapi—“
“Sudahlah, Masumi… aku hanya punya kepentingan
mewujudkan janji kami, tiga orang sahabat di masa lalu. Kau dan Maya akhirnya
saling jatuh cinta, apalagi yang lebih baik dari itu?” Miyake tersenyum riang. “Lagipula,
hmm… harus kukatakan ini sekarang. Shiori Takamiya, dia… bukan putriku.”
Masumi dan Maya tertegun, keduanya bertukar pandang
sebelum kembali kepada Pak Miyake.
Masumi bersuara. “Tetapi katanya…”
“Ya. Aku tahu Shiori telah mengaku kepada kalian
bahwa dia putriku, tetapi bukan. Kami pernah melakukan tes DNA. Ah… hal yang
seharusnya tidak kuumbar, ini… masa lalu yang tidak begitu bagus.”
“Kami tidak akan mengatakannya kepada siapa pun,” Masumi
berkata, mewakili dirinya dan Maya yang pasti sepakat dengannya.
“Shiori bukanlah putriku, hasil DNA-nya mengatakan
begitu. Shiori sangat kecewa, karena sepertinya dia sangat menyukaimu, Masumi.
Tetapi, dia kemudian muncul dan mengatakan sebuah ide, bahwa dia ingin melihat
kesungguhan antara kalian. Dia bilang, jika Maya tidak bisa mencintai Masumi,
percuma saja ada pernikahan yang dipaksakan, karena bisa-bisa rumah tangganya
berubah jadi neraka. Dia yakin, Masumi akan bisa melihat siapa yang terbaik
untuknya kalau dia mengatakan bahwa dia juga punya kesempatan yang sama dengan
Maya menikah denganmu.”
Masumi mengerutkan alisnya. Cukup geram mendengar
Shiori sudah membodohinya dan Maya, bahkan membuat pertunangan mereka sempat kandas.
Tetapi…
“Syukurlah rencananya tidak berjalan lancar.
Setidaknya, sekarang aku tahu bahwa aku dan Maya, punya kesempatan,” aku
Masumi, melirik lembut kepada calon istrinya.
“Ya, ya, Itu juga pertimbanganku. Dan jujur saja,
hasilnya di luar dugaanku. Kupikir kau akan menyerah kepada Maya, dan Maya,” Myake
tersenyum kepada gadis mungil itu. “Akan kalah dengan kebenciannya. Aku sangat
bersyukur dugaanku salah.”
“Lalu Pak Miyake, apa rencana Anda selanjutnya?” tanya
Masumi.
“LOh?” Miyake terbahak-bahak. “Bukan rencanaku yang
harus kau pertanyakan, tetapi rencana kalian, bagaimana? Kurasa, kedatanganku
untuk bicara bisnis dengan Hayami bisa diwujudkan. Dan… tentu saja, aku ingin
menjadi saksi di acara pernikahan kalian. Apa kalian sudah dapat mengenai
waktunya?”
“Ya… Sepertinya… masih agak lama,” ujar Masumi.
Maya tertegun, mengamati Masumi. Biasanya calon
suaminya itu begitu terburu-buru.
Masumi tersenyum kepada Maya. “Setidaknya, kami
harus belajar saling percaya, saling mencintai dan mengerti. Selain itu, saat
ini Maya masih sangat muda,” Masumi menggenggam tangan Maya. “Masih ada impian
yang harus Maya wujudkan. Aku tidak mau pernikahan kami menghalangi itu semua.
Aku bisa menunggu…1-2 tahun lagi,” ungkap Masumi.
“PaK Masumi…” Maya terharu dengan sikap pengertian
pria itu.
“Ah, mungkin… setahun, atau enam bulan,” koreksi
Masumi.
“Pak Masumi…!”
“Baiklah, baiklah! Tidak lebih dari dua tahun,” ujar
Masumi.
Maya tersenyum lebar mendengarnya.
“Setidaknya sekarang semua orang tahu bahwa Maya ini
tunanganku,” Masumi mengarahkan tatapannya kepada cincin berlian merah jambu
yang mencolok seperti lampu merah.
“Ah… baiklah, baiklah, jadi kalian sudah sepakat?
Kuharap, aku masih hidup saat itu.”
“Pak Miyake! Anda masih sangat sehat!” tukas Maya
dengan raut cemas.
Pak Miyake tertawa, “Kau memang gadis yang baik,
Maya. Bu Haru akan sangat bangga kepadamu. Yah… aku berterima kasih kepada Haru
dan Aya.” Digenggamnya tangan Masumi dan Maya erat. “Karena mereka sudah
memberiku putra dan putri yang tidak kumiliki. Jika ada yang kalian butuhkan,
jangan sungkan kepadaku.”
“Terima kasih, Pak Miyake,” ucap keduanya bersamaan.
=//=
“Maya, mau jalan dulu sebentar?” ajak Masumi, saat
acara makan malam mereka bertiga sudah selesai.
“Jalan? Ke mana?” tanya Maya, heran.
“Kemana saja…. aku… ingin jalan-jalan berdua denganmu.”
“Tentu,” Maya tersenyum, hatinya berdebar-debar.
Udara terasa sangat dingin karena sudah masuk bulan
Desember. Tetapi tangan Masumi yang lebar dan hangat itu, meliputi semua
telapak Maya dan menghangatkannya. Maya memandangi tangan kekasihnya dan
tersenyum senang.
Ia tak mengira, hanya berada di dekat Masumi, di
sampingnya, berjalan bersama sambil bergandengan tangan, Maya bisa begitu
bahagia.
Inikah yang namanya cinta? Indah sekali.
Keduanya menepi di sebuah pembatas sungai. Ada
sebuah perahu di tengah sungai, sepertinya beberapa orang berpesta di sana.
Masumi dan Maya berdiri berdampingan, mengamati
pemandangan sungai Sumida di tengah malam.
“Pak Masumi, kenapa diam saja?” tanya Maya akhirnya,
mulai khawatir karena Masumi tak juga bicara.
Masumi tersenyum tipis, menoleh kepada gadis mungil
di sampingnya.
“Aku… tidak tahu pasti apa yang harus kukatakan,”
ungkapnya. Direktur Daito mati kutu, karena bersama seorang gadis mungil.
Maya tergelak, “Kenapa?” tanyanya, mendongak. Asap
dingin berhembus dari bibirnya saat gadis itu tertawa.
“Mungkin… karena aku sangat bahagia. Rasanya seperti
mimpi. Aku, sedang berada dalam keadaan percaya tidak percaya.”
“Pak Masumi…” Maya melirih, tersentuh. Ia
mendekatkan dirinya kepada Masumi, melingkarkan tangannya di pinggang pria jangkung
itu. “Kau terasa hangat, tentu ini bukan mimpi,” desahnya.
Masumi melingkarkan tangannya di pundak Maya. “Ya…”
ucapnya lembut. “Berdiri di sini bersamamu, terasa seperti mimpi yang menjadi
kenyataan. Ahh… bicara apa aku ini, jadi melantur.”
“Tidak! Kau tidak melantur,” Maya mendongak, memeluk
Masumi lebih erat. “Aku yang seharusnya berkata seperti itu. Kau, mawar unguku,
calon suamiku. Kau, laki-laki yang sempurna, bisa mencintai gadis sepertiku,
rasanya… mustahil.”
“Oh ya, Maya… aku sangat mencintaimu. Entah sejak
kapan, aku tidak ingat lagi. Aku bahkan tidak ingat kapan aku tidak
mencintaimu. Aku tidak ingat kapan kau tidak ada dalam kepalaku. Dan kuharap
kau akan selamanya berada dalam kepalaku, dalam hatiku, dalam hidupku,” Masumi
tersenyum hangat.
“Dan kau… mau menungguku?”
“Aku sudah menunggu cukup lama, kurasa menunggu
beberapa lama lagi tidak masalah. Asal, tidak lebih dari dua tahun!” tegas Masumi.
“Terima kasih, sudah begitu memikirkanku,” Maya
memeluk Masumi dengan kedua tanannya, dan menyurukkan wajahnya di dada bidang
pria itu.
“YA, karen itu, kau juga tidak boleh memikirkan pria
lain!”
“Tidak akan! Malahaan… siapa yang tahu, dalam dua
tahun ini, kau nanti yang memikirkan gadis lain!” Maya menyunggingkan bibirnya.
“Mustahil! Sepertinya kepalaku agak konslet, karena
sejak lama isinya hanya kau semua.”
Maya tertawa lagi. “Matamu juga ya, jangan melihat
gadis lain. Cukup aku saja!” tegasnya.
“Wah… kau juga posesif ternyata, aku jadi semakin
menyukaimu.” Masumi menyeringai.
“Tanganmu juga, tidak boleh memeluk gadis lain!”
“Sepertinya hanya kau, yang bisa kupeluk seperti
ini. Gadis lain tak ada yang semungil dirimu.”
“Pak Masumi…” rengek Maya. “Baiklah, tidak apa-apa
badanku mungil terus, selama kau tidak berniat memeluk perempuan lain.”
“Nah, apalagi?” tanya Masumi.
“Bibirmu juga,” tatapan Maya jatuh kepada bibir pria
tampan itu. “Tidak boleh untuk… me… mencium gadis lain…”
Masumi tersenyum. Senyuman yang membuat jantung Maya
seperti beralih dari tempatnya. “Tidak akan pernah,” bisiknya, mendekatkan
bibirnya kepada Maya. “Semua yang ada padaku, hanya milikmu, Maya Kitajima.”
Maya menyentuh pipi Masumi, “Dan semua yang ada
padaku, hanya milikmu, Masumi Hayami,” ucapnya, dengan mata berkaca-kaca.
Keduanya bertatapan mesra, dan tersenyum penuh cinta
kepada satu sama lain.
“Ayo, kuantar kau pulang.”
“Ung.” Maya mengangguk.
Masumi menggenggam erat tangan Maya menuju mobilnya.
Maya mengamati sosok tinggi yang dulu dia benci dan takuti, sekarang dia kagumi
dan cintai. Keduanya melangkah seirama, bersama. Meresapi rasa bahagia yang
melingkupi diri mereka. Dalam setiap langkahnya, sebuah ikrar terucap dalam
hati keduanya.
“Aku mencintaimu… Selamanya hanya akan mencintaimu…”
<<<To Make You Love Me 13. END>>>
23 comments:
yaayyyy... hepi endinggg... seneng deh kalo begini dari kemaren kemaren... shiory yang menyenangkan maya masumi yang bisa jujur dan beranii.. hehehe.. tengkyuuu ty.. :)
Wow....kirain az shiory mo ngerusuh lg, syukur deh akhirnya nyadar jg. End partnya manis bgt mbak, meleleh rasanya....
Ini sdh endingkah??
Pak miyake jangan dateng dulu yah
Lg indehoyy.. ;p
Mommia
leganya.. seneng banget bacanya...
Yesss... a sweet happy ending
Alhamdulillaaah HE! Dan maya dapet 1 lg fans berat! Bisa2 skrg masumi sama shiori rebutan maya =))
Dh selesei pa blm neh?
Aishhhhh melting euyyyy bacanya
apakah ini berarti the end, sis Ty???
Asyik .... Lg happy tuh. Minikmati hari... Hahaha... ;-)
TERIMA KASIH BANYAAAAKKK
Buat semua yang sudah mengikuti cerita ini dari awal sampai akhir.
Fiuuhh akhirnya ending jugaaa... walaupun sempat tertunda dari rencana :D
Sebetulnya cerita ini emang lumayan panjang juga jadinya, tapi yang bikin lama, karena aku mengerjakannya di tengah-tengah dua naskah buku yang pengerjaannya lumayan lamaa~ malah bukunya yang satu baru mau terbit Desember ini (I am You) sementara yang satu belum ada kabar terbitnya XD walaupun proyek kedua buku ini sebetulnya dari awal en pertengahan tahun, yup, it takes months for those books. Makanya cerita ini yang sebetulnya bisa beres dalam waktu yang lebih cepat pun jadi molorr XD
Tapi akhirnya, tamat juga. Maaf yaa untuk segala kelalaian dan kekurangannya. Terima kasih sudah membaca, dan terutama yang meninggalkan komentar.
From the deep of my heart : Thank you very much for your support!! <3
Akhirnya happy ending... thx ty..:D next WOB di tunggu.....^^
Another happy ending.. :)
Hatur nuhun miss ty
Di tunggu kisah MM lainnya ya
One shoot gpp, one shoot lanjutan tumekyu keknya seru jg tuh hehehe...
Mommia
Lega.... Happy ending yeeeeaaaa
makasi sis ty... akhirnya H.E
ditunggu cerita selanjutnya...
Senengnyaaa..... Makasih Ty.... Sukses selalu utk writing project nya... N ditunggu another MM story nya ya hehehehe
syukurlah happy ending....makasi sis Ty....GAMBATE yaa
Senyum2 baca endingnya
goodluck ya sista
Always love ur story ty, nice ending ;)
Wahhhh sudah The End ya.. mantab suka bingit dengan cerita yang HE.. lop yu pul Ty.. Lanjoootttt next cerita yang lainnya.. Thank you somatttttttttt Ty :)
Lumer........ Aqu baca critanya sist....
Ikut bahagia utk MM ..... :-D ;-)
Mbak Ty,
suka.... sama fanficnya. Tapi masih gantung yang "Fallen up to The Sun". Nggak Rela... :-) Terusin donk Mbak
Post a Comment
Silahkan kritik, saran, sapa dan salamnya... :)