To Make You Love Me
(Chapter 10)
Seruan dari pintu membuat Maya segera menghapus air
matanya dan beranjak menuruni tangga.
“Ada kiriman bunga untukmu! Pengantarnya berkeras
harus kau sendiri yang menerimanya!” kata induk semangnya.
Maya mengangguk dan beranjak ke pintu.
“Pak Hijiri!” Maya mengelukan nama pria itu.
“Maya,” Hijiri tersenyum, masih sempat mengamati
wajah Maya yang kuyu. Gadis itu… habis menangis?
Maya mengamati mawar ungu di tangan Hijiri yang
segera berpindah ke tangannya. Maya memeluk bunga itu erat-erat. Ia ingin
sekali bertemu dengan mawar ungunya dan menceritakan kegundahan hatinya.
“Pak Hijiri, Anda sampai mengantarkannya ke sini…”
kata Maya terharu. “Terima kasih…”
“Pak, uhm, Mawar Ungu ingin memberimu semangat untuk
persiapan pentasmu. Bagaimana latihanmu?” tanya Hijiri.
Maya menunduk, menggeleng perlahan. Maya belum
sempat memikirkan lagi mengenai Jean, pikirannya sedang dipenuhi oleh Masumi
yang sudah bukan tunangannya lagi dan kenapa pria itu tidak kunjung menemuinya.
Bukannya Maya ingin Masumi membujuknya—atau dia ingin Masumi membujuknya?
Memang Maya sudah mengambil keputusan sepihak, dan ternyata… Masumi sama sekali
tidak keberatan.
Setelah perbincangan yang diinterupsi kehadiran
Sakurakoji, setelah Masumi menciumnya, tiba-tiba pria itu malah muncul dengan
Shiori dan Madoka Enjoji. Masumi tak pernah lagi mendatangi atau menghubungi
Maya dengan macam-macam alasan tak masuk akal seperti harus sering bertemu agar
bisa menyukainya, atau… pura-pura kakinya sakit hingga Maya terpaksa
menemaninya ke sana kemari seharian.
Sekarang Masumi sudah benar-benar tak mengacuhkannya
dan itu semakin mengusik perasaan Maya. Walaupun dulu dia sangat membenci pria
yang pernah disebutnya sebagai si makhluk endapan lumpur, namun ternyata,
sekarang, hanya sekadar melupakannya saja, atau mengembalikan perasaannya
seperti dahulu, ternyata sangat sulit.
Ya, hati kan memang bukan telapak tangan yang bisa
dengan mudah dibolak-balik sekehendak hati.
Mungkin, pikiran pria itu yang penuh perhitungan
untung rugi akhirnya memutuskan memang lebih menguntungkan melepas Maya dan
menerima Shiori, seperti melepas perusahaan yang sahamnya terjun bebas dan
ditawari perusahaan yang sahamnya terus meroket. Masumi tidak perlu berpikir
banyak.
“Maya?” tegur Hijiri kepada Maya yang tampak tenggelam
dalam renungannya. “Ada yang ingin kau katakan?”
“Pak Hijiri,” Maya menengadah. “Aku ingin bertemu
Mawar Ungu. Aku ingin membicarakan banyak hal dengannya. Sekarang, aku… sedang
bingung…” gadis itu menatap resah kepada si pengantar bunga.
“Bingung masalah apa? Apakah… mengenai pertunanganmu
yang katanya berakhir?” tanya Hijiri.
Pipi Maya memanas. Ia tak terbiasa mengungkapkan isi
hatinya kepada siapa saja. Bahkan, awalnya Maya sembunyi-sembunyi menangis di
belakang Rei dan dia bilang baik-baik saja soal putusnya pertunangannya dan
Masumi—lalu Maya akan menangis di belakang sahabatnya itu sebelum terbongkar
kemudian.
“Bu-bukan…” gumam Maya bohong. “Ini… masalah yang
hanya ingin kubicarakan dengan Mawar Ungu saja. Tolong, Pak Hijiri… aku… ingin
sekali bicara dengannya.”
Hijiri mengamati Maya simpati, “Aku akan mencoba
berbicara mengenai hal ini dengan beliau.”
“Benarkah, Pak Hijiri? Terima kasih banyak!!” Maya
membungkuk.
Benar, sepertinya, Maya harus bicara dengan pengagum
rahasianya itu. Maya sudah merasa dekat dengan mawar ungu, sehingga dia ingin
pria itu membantunya memutuskan apa yang harus dilakukannya di tengah
perasaannya yang gundah ini.
“Bagaimana… jika kau mengundangnya sendiri?” tanya
Hijiri.
“A-apa?” Maya terperanjat. “Mengundangnya sendiri?”
“Ya.” Hijiri menyerahkan recorder kepada Maya. “Kau
bisa merekam pesanmu di sana, dan mengungkapkan isi hatimu bahwa kau ingin
bertemu dengannya. Mungkin, Mawar Ungu akan mempertimbangkannya.”
“Ah, ba-ba… baiklah!” Maya mendadak gugup dan
berdebar-debar. Bahkan pesannya juga agak berbelit-belit saking gugupnya.
“Baiklah, aku permisi dulu. Kuharap latihanmu
berjalan lancar.” Ucap Hijiri saat Maya sudah selesai dengan pesannya.
Maya mengangguk. Maya hanya membalas ucapan Hijiri
dengan senyuman sendu. Ia lupa sama sekali mengenai surat yang saat itu hendak
dia titipkan untuk mawar ungu dan malah jatuh dari albumnya.
Rei masih sempat melihat Hijiri pergi dari apartemen
mereka saat ia baru pulang dari pekerjaannya. Jaraknya cukup jauh dari Hijiri,
namun masih bisa melihat sekilas wajahnya. Terutama…
Potongan rambutnya yang aneh!
Rei ingat mereka berdua sempat bersitegang dahulu
saat Rei menangkap basah pria itu membuntutinya.
Ada apa dia ke sini!? Sebenarnya dia siapa? Pikir
Rei dengan waswas.
=//=
Saat Rei masuk ke apartemen mereka, Maya tampak
sedang diam di depan televisi sambil memeluk mawar ungunya. Sepertinya, sedang
melamunkan sesuatu. Tetapi yang menarik perhatiannya, adalah pria berrambut
aneh yang tadi beranjak dari gedung apartemen mereka. Apakah pria itu
membuntuti Maya lagi?
“Maya,” Rei duduk di samping Maya.
“Ah, Rei,” jelas terlihat Maya baru menyadari
kedatangan Rei.
Jadi, gadis itu melamun lagi? Pikir Rei. “Uhm…
apakah… tadi, kau lihat, uhm… ada seseorang… tamu atau…”
“Tamu?” Maya mengerucutkan bibirnya, berpikir.
“Tidak ada… Hanya ada yang mengantarkan bunga ini saja kepadaku,” Maya
tersenyum sendu. “Mawar ungu.”
Rei mengamati mawar ungu dengan terkejut. Mawar
ungu? Apakah pria berpotongan rambut aneh itu yang mengantarkan mawar ungu?
Perlahan-lahan kelopak mata Rei terbuka semakin
lebar saat ia mendapatkan pencerahan. Jadi… itulah sebabnya pria itu mengikuti
Maya saat itu? Apakah… pria tadi ada hubungannya dengan Mawar Ungu yang selalu mengetahui
semua hal tentang Maya? Mungkin, pria itu memang diutus Mawar Ungu untuk
mengawasi—menjaga Maya?
“Maya, kau sudah mendapatkan mawar ungu, kenapa kau
masih tampak lesu?” tanya Rei perhatian. “Apakah, kau masih bingung mengenai
peranmu, ataukah mengenai Pak Masumi?” tanyanya.
“Rei… aku sedang berpikir,” Maya tersenyum sendu.
“Walaupun aku tidak mengenal Mawar Ungu, tetapi… aku merasa begitu dekat dan
mungkin, bisa dikatakan, aku menyayanginya dengan suatu alasan yang aku tidak
tahu. Aku sangat berterima kasih dan berutang jasa kepadanya. Sehingga,
rasanya, aku berani mengatakan, bahwa aku juga… sangat menyayanginya.”
Rei mengamati Maya heran, tak paham ke mana arah
pembicaraan Maya.
“Mungkin, jika dia sakit, aku akan dengan senang
hati menjaganya sampai sehat. Jika ada apa saja yang bisa kulakukan untuknya,
aku akan dengan senang hati melakukan apa saja untuknya, karena dia sudah
melakukan banyak hal untukku…” Maya kembali berkata.
“Tapi, kemudian aku berpikir. Bagaimana… bagaimana
jika Mawar Ungu yang sangat berjasa untukku ini, orang yang kukasihi sepenuh
hati ini…. Ternyata… tidak sebaik dugaanku. Apakah… perasaanku akan berubah
kepadanya? Apakah… aku akan membencinya?”
“Ma-Maya… kenapa kau jadi berkata begitu? Apa kau
sudah tahu siapa yang mengirimimu Mawar Ungu?” tanya Rei.
Maya tersenyum sendu dan menggeleng.
“Dulu, Pak Masumi pernah bertanya kepadaku,
bagaimana jika seandainya Mawar Ungu adalah orang jahat? Orang yang kubenci?
Dan kukatakan kepadanya, siapa pun mawar ungu, aku pasti menyukainya,” Maya
tersenyum konyol. “Dan sekarang, aku memikirkannya lagi, jika orangnya mawar
ungu, walaupun mungkin dia seseorang yang kubenci, jika dia Mawar Ungu, aku
pasti menyukainya!” tandas Maya. “Lalu, aku memikirkan Pak Masumi…” Maya
menunduk lesu. “Dulu… jika aku melihat Pak Masumi, apa pun yang orang bilang
mengenai kehebatannya, bagiku dia tidak lebih dari makhluk endapan lumpur yang
menjijikkan, kecoa yang menyebalkan… Aku benci, benciiiiii sekali kepadanya!”
Wajah Maya tampak gusar.
“Tetapi sekarang, tak peduli bagaimana pun aku
berusaha membencinya, mengingat semua hal buruk tentangnya, dan walaupun aku
tahu dia pria menyebalkan yang seenaknya sendiri. Aku tidak mengerti Rei,” Mata
Maya berkaca-kaca. “Kenapa dalam hatiku, aku selalu mencintainya. Aneh sekali…”
Maya mulai terisak putus asa. “Padahal, tanpa mengenal Mawar Ungu, membayangkan
kebaikannya saja hatiku sudah menyukainya. Tetapi, kenapa mengingat semua
tindakan menyebalkan Pak Masumi, sekarang… aku tidak bisa membencinya? Padahal,
orangnya ada di depan mata! Dan tingkahnya benar-benar menyebalkan! Tapi… ta-tapi…”
Maya kembali terisak-isak. “Aku lelah sekali, Rei. Aku ingin seperti dulu,
ingin kesal saat melihatnya, ingin sebal dengan tingkah lakunya. Tetapi… aku
tidak bisa. Aku tidak bisa membuat hatiku membencinya padalah aku tahu dia
orang yang menyebalkan!”
Rei tersenyum simpati mengamati Maya yang memeluk
mawar ungunya.
“Kurasa, itu karena kau memang gadis yang baik,
Maya. Kau punya hati yang baik, karena itu kau bisa mudah tersentuh oleh mawar
ungu yang bahkan belum pernah kau temui. Itu pasti karena kau selalu memikirkan
hal-hal yang baik mengenai mawar ungu kan? Begitu juga, karena kau sudah
merasakan kebaikan Pak Masumi, jadi… sekarang kau tidak bisa membencinya lagi.”
Rei tersenyum menguatkan. “Itu bukan hal yang harus kau sesali, malahan, hal
yang harus kau banggakan. Karena tidak semua orang bisa lebih melihat kebaikan
hati seseorang ketimbang keburukannya.” Rei menepuk-nepuk pundak Maya.
“Ya…” Maya mendesah, mengusap air matanya. “Tetapi,
lelah sekali, jika teringat Pak Masumi aku hanya ingin menangis saja.
Padahal,kalau bisa aku ingin marah-marah saja seperti dahulu.”
Rei tertawa. “Tenanglah, itu hanya patah hati. Kau
akan menemukan cara menyembuhkannya dengan jalanmu sendiri.”
“Semoga saja,” lirih Maya putus asa.
“Oh, ya, itu… balon hadiah dari Pak Masumi sudah
tidak ada gasnya lagi. Dibuang saja ya?” kata Rei, seraya beranjak ke kamar
mereka.
“Ah, jangan!!” Larang Maya, bangkit menyusul Rei ke
kamar dan memungut balon-balon yang berceceran di lantai. “Nanti saja, aku beri
gas lagi…”
“Maya… bagaimana kau bisa melupakan Pak Masumi
kalau—“
“Ta-tapi… ini kan hadiah dari Pak Masumi. Saat
membelinya dia bilang dia sampai berebut dengan anak-anak,” terang Maya.
Dan dia bilang… Dia bilang semuanya demi aku… Maya
mengamati karet-karet balon berwarna-warni di tangannya.
Rei hanya mendengus dan menggelengkan kepalanya
melihat Maya. Tak mengira gadis itu benar-benar mabuk kepayang.
=//=
“Nah, Maya… kau sudah mengerti di mana kekurangan
dari Jean mu?” tanya Kuronuma sesaat setelah dia mematikan video yang memperlihatkan
kehidupan serigala.
Maya tampak seperti terpukul dengan apa yang
dilihatnya.
“Keliaran. Itulah yang tidak ada dalam aktingmu.
Melihatmu terasa hambar. Kau lebih terlihat seperti seekor anjing yang
berkeliaran di kota dan bukannya serigala yang hidup di hutan.”
Perkataan Pak Kuronuma membuat Maya semakin galau
memikirkan perannya. Padahal, dia sudah memikirkan banyak hal agar dapat
mendalami peran Jean, tetapi sepertinya masih kurang.
Haaa… belum lagi masalah Masumi yang menyita ruang
di hatinya. Aneh sekali dia tidak bisa mengembalikan perasaannya seperti dulu.
Padahal, saat dia membenci Masumi dulu, sepertinya lebih mudah menghayati
sebuah peran.
“Hei!” Sebuah sapaan membuat langkah kaki Maya
terhenti.
Dia bisa merasakan sejenak rasanya jantungnya
berhenti berdetak. Maya menelan ludahnya was-was, dan menoleh ke arah sebuah
mobil yang tidak dia sadari sudah mengikutinya dari tadi.
“Pak Masumi!” Rasanya seperti tersengat saat dia
melihat siapa yang berada di belakang setir.
Masumi menepikan mobilnya, mencondongkan tubuhnya ke
arah jendela.
“Masuklah,” ajaknya kepada Maya.
“Ha? Ha-ha-HAH!!?” Maya membulatkan matanya bingung.
Masumi dengan gemas turun dari mobilnya dan
menghampiri Maya, membuat jantung gadis itu berdebar semakin kuat.
“Aku tahu kau pasti tidak akan dengan mudah
mengikuti perkataanku.” Masumi menggenggam pergelangan Maya dan menyeret gadis
itu.
“Ah! Eh, Pak Masumi! Ma-mau ke-mana?” Maya
terbata-bata karena bingung.
Masumi mendudukkan Maya di jok depan. “Sudah. Diam
di situ! Kalau kabur aku akan mengejarmu sampai dapat!” tandas Masumi sambil
menutup pintu dan berputar ke belakang setir.
Maya yang masih bingung sama sekali tak bisa
bergerak—dan memang tak ada niat untuk beranjak. Dia hanya mengamati Masumi
penuh tanya.
“Pakai sabuk pengamanmu,” perintah Masumi saat mulai
menjalankan mobilnya.
Maya menurut dan memasang sabuk pengamannya. Jujur
saja, itu sedikit mengejutkan Masumi. Ia pikir Maya akan jauh lebih menyulitkan
dari ini.
“Pak, Pak Masumi… kita mau ke mana?” tanya Maya yang
masih belum melepaskan tatapan herannya dari Masumi.
Masumi menoleh kepada Maya dan mengamati gadis itu
yang tampak lelah dari latihannya.
“Kenapa? Kau ada kesibukan? Mau bertemu kaisar?”
tanya Masumi.
Maya mengerucutkan bibirnya. “Tidak bertemu kaisar!
Tapi aku juga punya kesibukanku sendiri!” tukas Maya kesal dengan ejekan Masumi
seakan-akan dia pengangguran.
“Ya sudah, kalau tidak akan bertemu Kaisar kurasa
hal lainnya bisa ditunda untuk yang satu ini.”
“Pak Masumi! Sebetulnya kau mau membawaku ke mana
sih?” desak Maya kepada mantan tunangannya yang tiba-tiba muncul dan menyeretnya
itu.
Sebelumnya, Masumi semalam baru saja mendengarkan
rekaman yang Maya berikan untuk Mawar Ungu yang mengungkapkan rasa terima
kasihnya karena sudah memperbaiki gedung Ugetsu.
“Mawar
Ungu… aku ingin sekali bertemu denganmu…”
terdengar Maya menutup pesannya bagi Masumi melalui alat perekam. Gadis itu
terdengar sangat berterima kasih karena Mawar Ungu sudah membenahi gedung Ugetsu
dan sangat berharap dapat bertemu dengannya.
Karena mendengar perkataan Maya itulah, Masumi
memutuskan untuk menemui Maya saat ini.
“Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat,” terang
Masumi. “Tenang saja, kau akan menyukainya, karena kau sendiri yang pernah
memintaku untuk mengajakmu ke sana.”
“Ha?” Maya mengedipkan matanya dengan kerap.
Pernah meminta Masumi mengajaknya ke sana? Ke mana?
Maya sama sekali tidak ingat.
Tetapi, melihat Masumi di hadapannya, begitu dekat
dengannya, Maya sudah merasa senang. Bahkan, hatinya juga sepertinya sedang
bernyanyi riang.
Masumi menoleh lagi kepada Maya, heran dengan gadis
itu yang tidak berisik seperti biasanya.
“Kau kenapa? Sakit perut?” tembak Masumi. Biasanya
itu yang Maya tanyakan jika Masumi tak banyak bicara. “Kenapa jadi pendiam
begitu? Salah makan ya?”
Maya mengerucutkan bibirnya dan menggeleng.
Ah, mana mengerti pria di sampingnya itu… perasaan
gugup dan senang karena berdekatan dengan orang yang dicintai dan dirindui
siang dan malam.
Maya membuang pandangannya ke arah jendela, dan
diam-diam tidak bisa menahan senyumnya.
“Hei, Mungil, kau benar-benar berbeda. Kenapa diam
saja? Kalau aku menculikmu dan mengirimmu ke kutub utara bagaimana?” tanya
Masumi, melirik Maya yang wajahnya tak tampak.
Maya tersenyum lebar. “Terserahlah…” tukas Maya
perlahan.
=//=
=//=
Maya tak mengira bahwa Masumi mengajaknya ke taman
bermain.
“Taman bermain!!” seru Maya sumringah.
“Ya, aku sudah pernah berjanji mengajakmu ke sini,
dan… les tari hula-hula. Tetapi karena aku belum menemukan tempat les tari hula
hula, kupikir membawamu ke sini saja dulu, setidaknya utang janjiku berkurang
satu.”
Maya mengamati Masumi agak terharu. Walaupun sudah
putus tunangan, pria itu masih menjaga janjinya?
“Kenapa? Matamu jadi berkaca-kaca begitu… bisa jadi
kau terharu dengan perkataanku.”
“Huh!” Maya manyun, dan memukul bahu Masumi dengan
tinjunya, membuat pria itu terkejut. Maya lantas tertawa lebar. “Kau bisa
saja!” ujarnya.
Maya lalu berbalik dan berlari. “Kyaaaa!! Taman
bermaiiiiinnn!!!” pekiknya senang.
Masumi masih bingung dengan kelakuan Maya, tapi dia
kemudian mendengus dan tersenyum, menggelengkan kepalanya karena merasa konyol
dan mengejar Maya.
Dasar… memang anak kecil… batinnya.
Yah, Gadis mungil yang belum genap 20 tahun, yang
sudah membuat hatinya mati kutu.
Setidaknya Masumi sudah senang karena reaksi Maya di
luar dugaannya. Masumi pikir Maya akan marah-marah, dan mendiamkannya terus.
Ternyata Maya tampak sangat senang. Masumi sudah salah memikirkan bahwa Maya
akan memperlihatkan kebenciannya setelah pertemuan terakhir mereka.
Masumi baru menyadari bahwa dia sudah salah
mengenakan kostum. Dia tidak berganti pakaian kantornya, dan tampaknya itu
sedikit menarik perhatian orang-orang di sekeliling mereka yang lebih banyak
berpakaian tidak formal. Apalagi, jika disandingkan dengan Maya, mereka jadi
tampak benar-benar berbeda…
Masumi menghela napas, ingat lagi saat Maya
mengatakan hal-hal mengenai ketidak
serasian dan sebagainya. Masumi menunduk, mengamati dasinya dan melepasnya. Dia
juga melepaskan kancing jasnya.
“Kyah! Pak Masumi!!” Wajah Maya merona merah, menghambur
ke arah Masumi. “apa yang kau lakukan!!? Kenapa kau mau buka baju!?” hardik
Maya.
“Hah!? Siapa yang mau buka baju? Hanya membuka dasi
dan jasku saja,” ungkap Masumi.
Pria itu lantas memasukkan dasi sutranya ke dalam
saku jas Armaninya. Ia kemudian membuka kancing kerahnya dan bernapas lebih
lega, lalu membuka jasnya itu.
“Nah, sekarang rasanya lebih nyaman,” ujar Masumi.
Dan lebih tampan.
Maya tak menyadari dia sedari tadi hanya mengamati
wajah pria itu dengan lekat. Maya benar-benar merindukannya. Kalau saja boleh,
Maya ingin sekali memeluk pria itu.
“Eh? Kya!!” Maya tertegun, saat menyadari dia
tiba-tiba sudah berada dalam pelukan Masumi.
Eh? A-apa
yang terjadi? Apakah Masumi bisa membaca pikirannya? Kenapa pria itu tiba-tiba
memeluknya?
Maya masih belum lepas dari pelukan Masumi saat ada
seruan maaf yang dia dengar. Maya menoleh ke pada suara itu, dan mendapati
seorang badut yang menaki sepeda beroda satu melaluinya.
“Hhh…” Masumi menghela napasnya terkejut. “Untung
aku masih sempat menarikmu, kalau tidak mungkin kau sudah terseret badut itu,”
ujar Masumi.
Maya menelan ludahnya, baru menyadari bahwa dia hampir
saja tertabrak baduk yang hendak beratraksi.
“Maya, apa kau baik-baik saja?” tanya Masumi saat
kembali ingat kepada gadis dalam pelukannya itu.
“Ah, yaa… te-tentu saja…” Maya buru-buru melepaskan
dirinya dari pelukan Maya. Beberapa pengunjung nampak mengamati mereka dan ada
yang menunjuk dan tampak berkasak-kusuk.
Apakah orang-orang itu menyadari siapa mereka dan
sedang membicarakan keduanya? Wajah maya merona. Aduh, apa yang akan mereka
bicarakan mengenai keduanya?
“Maya, kenapa jadi diam saja?” Tanya Masumi. “Tadi
sepertinya senang sekali. Apa kau sudah lelah? Kan belum naik apa pun?”
“Oh, eh, ehm… tidak kok, tidak apa-apa. Maya
mengamati Masumi yang sepertinya tidak terpengaruh adegan berpelukan mereka
tadi.
Ah, Masumi Hayami kan memang dingin! Ukh,
menyebalkan sekali jika menyukai pria dingin seperti itu, hatinya jadi
kebat-kebit dan salah tingkah sendiri, sementara Masumi malah tampak
tenang-tenang saja. Kesal!!
Tapi Maya tidak tahu saja, kalau sekarang pun
jantung Masumi berdebar-debar tidak karuan. Walaupun dia sebenarnya bisa
menghindarkan Maya ditabrak badut bersepeda roda satu, tetapi Masumi yang suka
memanfaatkan keadaan malah menggunakannya untuk memeluk Maya erat-erat. Rindu
sekali tangannya memeluk tubuh mungil gadis itu, dan sebenarnya dia sangat
enggan melepaskan jika saja dia tidak ingat mereka tengah berada di tempat
terbuka.
Dan, Masumi juga menyadari, mantan tunangannya itu lebih
kurus.
“Sepertinya aku salah jadwal ya? Seharusnya aku
mengajakmu ke sini jangan saat baru selesai latihan… pasti kau sedang kelelahan
ya sekarang?”
“Ah, Eh! Tidak apa-apa… tidak apa-apa,” sanggah Maya
seraya menggerak-gerakkan telapak tangannya.”A-aku malah senang sekali. Uhm…
setelah penat berlatih, rasanya jadi terhibur diajak ke sini,” terang Maya
sambil tersenyum senang. Masumi tak mengira, Maya bisa menyambut baik
ajakannya. Dia sempat khawatir Maya marah-marah dan pergi meninggalkannya
begitu saja.
Sepertinya benar kata-kata Hijiri. Mungkin Maya
sedang merasakan tekanan saat ini. Mungkin latihannya tidak berjalan lancar
atau… karena semua masalah pementasannya.
“Maya…” Masumi menegur dengan lembut. “Apa kau ada
masalah dengan—“
“Eh, Pak Masumi! Ayo, ayo, kita naik itu yuk!” ajak
Maya saat melihat sebuah roller coaster.
“Ha? Eh? Kau… mau naik itu?” tanya Masumi, juga tak
mengira Maya memang begitu semangat.
“Iya, iya, ayo… Kau juga mau naik kan? Tapi kalau
kau takut permainannya membahayakan bagi pria 60 tahun, tidak apa-apa kalau
tidak ikut juga,” goda Maya.
Masumi tertegun. “AKU BELUM 60 TAHUN!!” serunya
gemas.
Maya memeletkan lidahnya dan pergi meninggalkan
Masumi ke bagian loket. Masumi mendengus dan mengejarnya.
“KYAAAAAAAAA!!!” Maya, yang tenggorokannya sebagai
aktris panggung sudah terlatih, berteriak sangat keras di samping Masumi yang
sekali dua kali saja berteriak.
Walaupun sempat turun dalam keadaan sempoyongan,
sepertinya Maya masih tidak kapok—malahan, Masumi yang mulai kapok, dan
kewalahan mengikuti kemauan Maya menaiki beberapa wahana ekstrim.
Memang benar, untuk tubuh semungil itu, Maya
menyimpan keberanian dan semangat yang luar biasa. Untunglah Masumi mengajak
Maya saat hampir sore, jadi mereka baru menaiki beberapa wahana saja saat malam
mulai menjelang.
“Rumah hantu yaa…” Maya mengamati wahana
selanjutnya, yang dari pintu masuknya saja sudah menyeramkan.
“Kenapa? Takut ya?” ejek Masumi.
“Ti-tidak! Tentu saja tidak…” Maya mengangkat
dagunya sombong.
Tapi keangkuhan Maya tidak bisa bertahan lama.
Setelah masuk ke dalam dan melihat berbagai macam makhluk yang aneh dan
menyeramkan.
“Kyaaa!!” Maya merapat kepad Masumi dan memeluk
tangannya erat-erat saat sebuah peti tiba-tiba terbuka dan mumi dengan wajah
seram muncul. “Kyaaaa!! Jangaaann!! Pergiii!!!” pekik Maya yang terlalu
menghayati perannya.
Masumi sendiri lebih banyak terkejut dengan pekikan
Maya ketimbang hantu-hantu di sekitarnya. Tetapi, Masumi sangat senang sekali,
karena Maya selalu memeluknya di sepanjang perjalanan mereka menyusuri ruangan
dan lorong-lorong seram di rumah hantu itu.
“Kyaaa… jangaann….!! Tidaaakk!!” pekik Maya, sambil
memeluk Masumi kuat-kuat dan menyurukkan dadanya. “Pak Masumi! Cepat! Cepat
pergi dari siniiii!!!” pinta Maya saat monster menyeramkan berwajah hancur
dengan mata pecah dan sebagainya menghampirinya.
“Kyaaa!! Kya! Kya! Kyaa!!!” Maya menggeleng-geleng
sambil memeluk Masumi lebih erat.
Masumi tertegun, lantas dia menahan tawanya. Pria
itu menatap salah satu monster yang mengejar Maya dan mengacungkan jempol
sambil mengedipkan salah satu matanya kepada monster tersebut.
“Hiiyy!! Pak Masumi!! Ayo cepaat kita pergi!” pinta
Maya sangat takut.
Tiba-tiba sesuatu terasa merayap dan menyentuh
kakinya.
“Kyaaa!!” Maya menjerit menyadari salah satu monster
menyentuh kakinya. Spontan Maya melompat, memeluk Masumi dan melingkarkan
kakinya ke pinggang pria itu. “Pak Masumiiii!!!!” dia meminta tolong.
=//=
Maya cemberut habis-habisan saat keluar dari sana
setelah tadi dia sempat merasa sangat lemas.
“Hei, kau baik-baik saja?” Masumi memastikan.
Maya mendelik sebal kepada Masumi.
“Kau sengaja mengerjaiku ya?” tudingnya
“Tidak…” Masumi memasang wajah tidak bersalah.
Memangnya, hanya Maya Kitajima saja yang bisa berakting?
“Tapi kenapa mengajakku ke tempat yang menyeramkan
seperti itu?”
“Kupikir kau akan menyukainya. Kau tahu, dari segi
produksi, setting dan make up yang mereka gunakan benar-benar bagus. Terlihat
realistis, jadi kupikir kau akan mengaguminya seperti aku.”
“Seram begitu! Mana ada waktu buat mengagumi,”
gerutu Maya lagi yang disambut tawa dari Masumi.
“Baiklah sekarang giliranku! Ayo!!” Maya menarik Masumi
ke tempat bumper car. Keduanya lalu beradu, Maya berkali-kali mengejar Masumi
dan menabrakkan mobilnya kepada mobil pria itu. Sepertinya Maya masih dendam
kesumat.
Tidak hanya itu, Maya sekali lagi mengajak Masumi
menaiki wahana yang ekstrim dimana mereka diputar-putar, dibolak-balik,
diterjunkan, dibanting dan sebagainya, sampai Masumi benar-benar lelah.
“Capek ya, Kek?” tanya Maya setengah mengejek saat
keduanya beristirahat di dalam kincir raksasa, gadis itu menjilati es krim di
tangannya yang tampak belepotan di bibirnya.
Masumi tertegun dan memasang wajah tidak terima.
Biasanya dia hanya disebut paman jika bersama Maya, kenapa gadis ini malah
menggodanya dengan menyebut kakek-kakek!!?
“Hah!? Enak saja, jaga mulutmu ya, bocah, makan es
krim saja masih seperti anak TK!” kritik Masumi sambil menunjuk bibir Maya yang
belepotan es krim.
Maya memanyunkan bibirnya dan menunduk lalu
terkekeh-kekeh malu. Dia memang kekanakan. Pantas saja banyak yang mengatakan
dia tidak cocok dengan Masumi. Ahh… ingat itu lagi, Maya jadi sedih.
“He!” Masumi menjentik bibir Maya dengan telunjuk. “Kenapa
jadi murung?”
Maya tertegun, menutupi bibirnya dengan terkejut
karena perilaku Masumi. Jantungnya berdebar semakin tak keruan saat telunjuk
pria itu tiba-tiba menyentuh bibirnya dengan santai.
“Tidak!” tampik Maya cepat, membuang wajahnya. “Ini permasalahan
yang tidak akan bisa dimengerti kakek-kakek!!”
“Kau!!” Masumi benar-benar geram. Dia yang awalnya
duduk di hadapan Maya beralih ke samping gadis itu, meraih bahunya dan
mengacak-acak rambutnya.
“Kyaaa!!” Maya berusaha memberontak, lalu tergelak.
Saat itulah es krim di tangan Maya mengenai pakaian Masumi.
“Ah!” Masumi terperanjat.
Maya tertegun, mengamati kemeja pria itu. “Ma-maaf…!!
Aduh, maaf!!” Maya cepat-cepat berusaha mengusap-usap es krim cokelat yang
mengotori kemeja pria itu. Tapi bukannya bersih, tentu saja malah semakin
meluber ke mana-mana dan semakin mengotori kemeja Masumi.
“Sudah, sudah, tidak apa-apa,” Masumi berusaha
mencari sapu tangannya, tetapi dia baru ingat sapu tangannya berada di dalam
jas yang dia tinggalkan di penitipan barang.
“Tu-tunggu, a-aku punya sapu tangan! Aduh… bodohnya,
aku jadi mengotori kemeja mahalmu…” sesal Maya, merogoh-rogoh saku roknya.
Namun tiba-tiba Masumi menarik pinggang Maya, dan
melingkarkan tangannya di punggung Maya, memeluk gadis itu, sangat erat. Maya
terpekik pelan, sangat terkejut Masumi memeluknya—lagi. Jantung Maya berdetak
teramat cepat. Mungkin masumi juga mersakannya.
Segera saja Maya kehilangan semua kata-kata karena
perbuatan lelaki itu. Maya tak mengerti benar apa yang ia rasakan. Kenapa
dipeluk Masumi seperti ini, tiba-tiba membuat Maya membisu, dan ingin menangis.
Masumi melepaskan pelukan mereka lagi, “Nah, kalau
begini, bajuku tidak kotor sendirian,” Masumi mengelak.
Maya tertegun. Ia mengamati bajunya yang sekarang
juga bernoda es krim cokelat.
“Maya?” Masumi memiringkan kepalanya, berusaha
mengintip wajah Maya yang tertunduk di hadapannya. “Kau kenapa?” tanya Masumi.
Maya segera membuang wajahnya ke arah jendela.
Wahana yang dinaikinya sedang berhenti di puncak kincir raksasa. Jantungnya
masih saja berdebar-debar. Apalagi, saat Masumi menyentuh wajahnya dan menarik
wajah gadis itu menghadap kepadanya.
“Maya, kau kenapa?” tanya Masumi.
Pria itu terkejut melihat tatapan Maya yang
berlari-lari menghindarinya dan wajah gadis itu merah padam. Maya tak bicara
apa-apa.
Dan Masumi mulai bertanya-tanya.
Apakah Maya itu sakit perut?
Apakah Maya marah karena tadi dia memeluknya?
Apakah Maya terkejut? Atau saat mereka berpelukan…
apakah sudah terjadi sesuatu? Masumi mematikan salah satu saraf bicaranya,
barangkali?
Atau…
Maya salah tingkah karena alasan yang absurd? Salah
tingkah karena tadi mereka berpelukan? Apakah karena Maya…
Masumi mengamati Maya yang menunduk lagi di hadapan
Masumi, dan tangannya bergerak-gerak gelisah.
Aduh! Masumi tak mengerti! Dia tak bisa paham apa
yang Maya pikirkan.
“Maya, jangan menunduk terus, ada apa?” tanya
Masumi, yang mulai merasa suasana penuh keisengan di antara mereka telah berubah
canggung.
Tapi Maya masih tidak bisa menjawab. Maya menyadari
dia sangat mencintai Masumi, sangat merindukannya. Dia terlalu senang berada di
dekat pria itu, apalagi dalam pelukannya. Tetapi teringat dia dan Masumi sudah
tak bisa bersama…
“Kenapa kau jadi menangis?” tanya Masumi, saat
melihat mata Maya jadi berkaca-kaca.
Maya menggenggam es krimnya erat-erat. Sepertinya
dia tidak bisa lagi menahan perasaannya kepada Masumi. Maya menatap Masumi
lekat.
“A-aku…” suaranya serak, tercekat. Jantungnya sudah
pindah ke kepalanya yang terasa tegang. “Pak… Masumi… a-aku…” Maya ingin sekali
mengatakan kalimat itu, tetapi entah kenapa dia takut sekali.
Kata-kata Shiori dan orang-orang di koran kembali
terngiang di kepalanya.
Mereka tidak cocok.
Mereka terlalu jauh berbeda.
Maya hanya bisa membuat Masumi malu.
Mereka berbeda kelas.
Sama sekali tidak serasi.
Maya bungkam lagi, dan sepertinya air mata semakin
tak tertahankan.
Masumi mengamati Maya dengan penuh tanya, alisnya
berkerut melihat Maya yang jauh dari biasa di hadapannya. Sesuatu terpikirkan
oleh Masumi, tetapi dia tidak tahu apakah perkiraannya benar atau tidak.
Apakah, Maya menyukainya? Apa gadis mungil itu,
mulai menyukainya?
Maya pernah bilang mengajaknya ke taman bermain bisa
menaikkan kadar sukanya. Apakah kali ini bisa benar-benar membuat kadar suka
gadis itu menanjak??
Bagaimana jika Masumi bertanya mengenai hal ini,
atau… menyatakan perasaannya? Tetapi… jika Maya menolak bagaimana? Jika Maya
berbalik semakin benci?
Tetapi… apalagi resikonya?
Mereka pernah bertunangan, dan, sepertinya Masumi
berhasil membuat Maya bahagia walaupun Hijiri bilang sebelumnya Maya sedang
dalam keadaan sendu.
“Uhm… es krimnya enak?” tanya Masumi, mulai
mencari-cari kesempatan saat melihat es krim Maya yang mencair semakin banyak
di tangan gadis itu.
Maya tertegun. Pertanyaan tidak nyambung! Maya
mengangguk.
“I-iya…”
“Aku boleh minta kan?” Masumi menggenggam tangan
Maya yang menggenggam es krim.
“Ta-tapi, ini bekas aku,” Maya sungkan.
Tetapi Masumi tak menghiraukannya. Dia menjilati es
krim di tangan Maya. Bahkan, lidah pria itu mulai menyentuh jari gadis itu.
Maya mengejat, terkejut, merasakan Masumi mulai menjilati, dan mengecup
jari-jari Maya.
“Pak-Pak- Masumi…” Maya agak terkesiap.
Masumi mengangkat kepalanya, menatap Maya yang
tersudut. Lantas, Masumi mendekatkan wajahnya kepada Maya. Gadis itu mengedip
beberapa kali dan menelan ludahnya, bertanya-tanya, apalagi tingkah yang akan
dilakukan direktur Daito itu?
Sepertinya, Masumi akan menciumnya… pikir Maya.
Sepertinya, begitu… batin Maya.
Dan, memang begitu.
Bibir pria itu menyentuh bibir Maya, dengan cara
yang hangat, lembut dan menghanyutkan. Maya sama sekali tidak menolaknya, Gadis
itu memejamkan matanya. Perasaannya meluap-luap. Setiap debaran hatinya,
menambah rasa bahagia yang tak terkira.
Maya membuka matanya lagi saat Masumi sudah tak
menciuminya—mereka sudah tak berciuman.
Pria itu mengamatinya sangat lekat, sebuah senyuman
terukir di bibirnya yang lembap dan tatapannya memenjarakan Maya dalam perasaan
penuh harap.
“Sekarang bibirmu sudah tidak begitu belepotan es
krim,” Masumi tersenyum kecil dengan jahil.
Maya tertegun, diamatinya es krim di tangannya, dan
dioleskannya lagi es krim itu ke bibirnya.
Alis Masumi terlonjak, dan senyuman merekah lagi di
wajah pria itu sementara Maya menatapnya dengan pura-pura polos.
Masumi kembali menciumnya, dan mereka berciuman
kembali.
Ciuman yang hangat, dan dalam. Sangat romantis dan
penuh cinta. Ciuman itu membuat Maya rasanya meleleh dan sangat bahagia.
Masumi menyentuh pipi Maya perlahan saat ia
melepaskan ciuman mereka.
Gadis itu tidak protes, tidak marah, mengamuk atau
menuntut.
Maya hanya menatap Masumi dengan tatapan seorang
gadis yang jatuh cinta, penuh kasih dan membuat Masumi seperti mengerti yang
bernama keajaiban.
“Maya, dengan mengajakmu ke taman bermain, apa aku
sudah berhasil membuatmu lebih menyukaiku?”
Maya malu-malu mengangguk.
“Berapa level?” Masumi tersenyum tipis.
Maya berpikir sejenak dan menjawab, “Ratusan…!”
“Berapa level?”
“RATUSAN!!”
43 comments:
geregetan ma Mayaaaaaa, bisa ga sih ungkapain perasannya ke Masumi, biar Masumi ngerasa ga bertepuk sebelah kaki >_<
hadeeeh...masalahanusia berdua ini selalu sama..takut mengungkapkan perasaan,yakin kalau pihak yg satunya gak mungkin suka...Aahh..kata saya.mah..hajar bleh. Gimana nanti..jangan nanti gmn.
haduhhh klo aku jadi maya bakal bilang... culik aku mas culik mas culiiiik
Hahahahaha dasar maya masumi
Lanjuuttttt
Bahagianyaaa....lanjutanny yg banyak donk mbaaa....plzzzz
Haha iya terserahlah mw d bwa kmn ma masumi mw aja^^
Maya bikin gemez aja
Ejieeee... maya pasrah nih yeee....
Nice...nice.....nice.... thx sist.
Uhuyyyyy
Taman bunga dimana2
Dunia milik berdua
Yg laen ngontrak
-mommia-
horeeeeeeeeeeeeeeee...Masumi cepetan dong yg sedikit tangkas...ntar maya amblasss lageee....lagi sis Tyyyy
hasek.. diculik masumi.. saya juga mau hehehe Bagus Ty.. lanjut yak TQ
Ke kutub gpp deh, disana kan dingin hehe
terserah deh masumi mau bawa aku kemana, aku relaaa....
asyiknya pergi berdua, lanjut doooooonx!!! XD
~ meliana ~
Dibawa kemana aja aku rela kang mas wkwkwkwk
-bella-
Aaaaa...nanggung kentaaanngggg he3...lanjut yg happy dooonnggg tyy... Cups! :) -reita
Skalian dong culik aq jg kang mas :p
-mn-
LEBBIIIIIHHHH ♥
Ada kemajuan nih ciumannya tambah lg..walau cuma ngebersihin es krim d bibir.. hihi seneng dh bcanya jd senyum2 sndri mlm2.. thx a lot ty.. bklan kangen nih mpe september.. good luck yah... :D
Komen ku ko ga bs msuk y? Cba lg.. yg pasti sukaa bgt. . Thx a lot ty..
Aaah so sweet
Jd kaya iklan tango
Berapa level....ratusann
Haaaiiihhh bahagianyaaa....
So sweet
good job Masumiiiiiiiiii
Good job Masumiiiiiiiii
Aduh bakal menanti2 sampe sept dong hiks ..... vonnyros
Ciyeehhhh...
*lap bibir pake eskrim seember*
Mommia
akuh juga sangaaat sangaaat huhuhuhu.....
bahagiaaaaaaaaaaaaaaaaaanyaaaaaaaaaaaaaaaaaaa......Maya CERDASSSSSSSSSSSSSSSS....ungkapkan dgn sikap lebih responsif ya....makasi sis Ty
bukan cuma maya yang deg2an, yang bacanya juga ikut deg2an
seruuuuuu bangeettttt........
Baca part nie bikin aq meleleh....oh mbak Ty,kau buat aq serasa jd org gila,senyum2 n jingkrak2 sndri.
Baca part nie bikin aq meleleh....mbak Ty,kau dah buat aq ky orgil,senyum2 n jingkrak2 sndri.
Baca part nie bikin aq meleleh....mbak Ty,kau dah buat aq ky orgil,senyum2 n jingkrak2 sndri.
Gyaaaaa horeeeee....akirnyaaaaa ya ampuuunnn seneng bacanya hehehehe....aq kan sabar menunggu ty....selamat mengerjakan proyeknya, semoga berhasil yaaa! :) -reita
Ahhh curang motongnya nggak enak... Gimana jadinya????
Shiomay ilangin aja........penasaraaaan
Aduuh endingnya luaaar biasa.org dua itu kebangetan klo gk bs nebak perasaan yg lain.kissing nya aja udh hot gt . he.he . annisa amalia
salam kenal ty...
Baru nemu blog ini n bacanya pertama kali yg FFY...two thumbs up...sesuai bgt ma khayalanku...hehehehe...
Pokoke, love your works...
dan makin jatuh cinta d ma TK n pasangan MM
thank you berat, ty...
keep up the good work...aku tunggu updatenya ya...
-anne my-
Pagi2 buat aku merona ni...hahahahahhaa....pintee bgt bikin org mati penasaran.....
Ty......aku doain ni kamunya sehat dn semangat trys utk sgra menyekesaikan nya....
Wusssssss....kirim hawa murni utk ty...
Hehehehehe
Tetty
Salam kenal, ty....
Baru bbrp hari yg lalu nemu bulog ini. Awal'y baca cerita yg ni trus lanjut k FFY, lgsg fall in love sma crta'y.
Story'y qo sana banget kyk imajinasiku. Lumayan menghilangkan kerinduan kelanjutan Bersatunya Dua Jiwa.
Makasih bnyk ya dh nulis ni.
U're the best, ty...
Di tunggu kelanjutan'y ya...
wuaduh...maya sdh bisa bahasa isyarat ya...
ckckck...levelnya sampe ratusan gitu!
-pio-
So sweeet..........jadi ikut meleleh bareng es krimnya......
Post a Comment
Silahkan kritik, saran, sapa dan salamnya... :)