Wednesday 10 September 2014

Fan Fiksi : To Make You Love Me Ch. 11

Posted by Ty SakuMoto at 22:12

To Make You Love Me

(Chapter 11)





Keduanya turun dari kincir raksasa sambil bergandengan tangan. Beberapa orang tampak heran dengan pakaian mereka yang belepotan es krim. Keduanya segera mencari toilet untuk membersihkan diri.
Masumi mengamati kemeja mahalnya yang belepotan es krim cokelat, dan ingat lagi saat mereka berada di dalam kincir raksasa. Wajahnya langsung menghangat. Bahagia sekali.
Dia tak mengira akan berakhir seperti ini. Padahal awalnya Masumi hanya ingin mengembalikan semangat Maya. Tapi ternyata, malah berakhir dengan saling menyatakan perasaan. Sepertinya, mulai sekarang es krim cokelat akan menjadi makanan favoritnya.
Masumi baru menyadari sudah berperilaku seperti orang bodoh yang senyam senyum sendiri di depan cermin saat tatapannya beradu dengan pengunjung lain yang mengamatinya terheran-heran.
Buru-buru Masumi merapikan dirinya dan keluar dari toilet pria, menunggu Maya selesai dari toilet wanita.
Gadis itu tampak keluar dengan kondisi tak jauh berbeda. Wajahnya merah padam dan terlihat gugup. Dia juga tadi senyum-senyum sendiri di depan cermin toilet umum.
Masumi mengulurkan tangannya dan Maya menyambut uluran tangan hangat itu. Keduanya kembali mengulum senyum malu-malu mereka. Ternyata rasanya bahagia sekali bersama dengan orang yang dicintai dan mencintai kita walau hanya berjalan bersama.
"Kurasa, sudah saatnya kita pulang. Sudah malam," ajak Masumi, sambil menarik Maya semakin dekat kepadanya.
"Iya," jawab Maya dengan suara perlahan. Masih malu-malu, dan gugup. Perhatiannya lalu tertuju pada penjual balon.
"Pak-Masumi, aku mau itu!" tunjuknya.
"Balon?" Alis Masumi berkerut.
Maya mengangguk riang.
"Tentu, ayo. Kau mau yang mana?"
"Yang mana ya... warnanya bagus-bagus semua..." Maya tampak bingung.
"Kalau begitu, semuanya saja."
"Hah? Tapi..."
Dan Masumi membeli semua balon yang ada.
Balon-balon itu memenuhi bagian belakang mobil Masumi. Sedikit sulit mengeluarkannya saat mereka tiba di apartemen Maya.
"Terima kasih ya, untuk hari ini..." ucap Maya sambil tersipu-sipu malu. Badannya bergerak-gerak gelisah.
"Ya, sama-sama..." jawab Masumi dengan senyuman tak kalah berseri.
"Juga buat balonnya."
"Tentu. Kau jadi lebih menyukaiku tidak setelah kubelikan balon?"
Maya tertawa geli sambil mengangguk-angguk malu. "Begitulah."
Dan senyum Masumi jadi semakin lebar.
"Aku masuk dulu, ya," pamit Maya, meminta tangannya yang terus menerus digenggam oleh Masumi.
Masumi enggan sekali melepaskan Maya, rasanya kebersamaan mereka masih terlalu singkat.
"Jangan lupa membersihkan dirimu dulu," anjur Masumi.
Tidak seperti sebelum-sebelumnya yang marah-marah jika diberi saran, kali ini Maya mengangguk-angguk sambil nyengir lebar.
"Besok latihan yang giat ya," pesan Masumi lagi.
"Iya..." Maya mengangguk lagi dengan mata berbinar.
"Jangan lupa jaga kesehatanmu juga."
Maya tergelak dan mengangguk.
"Dan jangan lupa mandi."
"Hahaha... Pak Masumi..." Maya merajuk manja.
Masumi menghela napasnya. Sepertinya, memang harus berpisah juga.
"Jangan lupa tidur," imbuh Masumi lagi.
"Pak Masumi juga," Maya mendongak, tersenyum kepada pria terkasihnya. "Mimpi yang indah..."
Masumi mengulum senyumnya. Apakah ada yang lebih indah dari ini? Mengetahui bahwa Maya mencintainya, sudah melampaui mimpi indah manapun.
"Selamat malam," Masumi melepaskan tangan Maya.
"Selamat malam," Maya melambaikan tangannya dan berbalik.
"Eh, Maya," Masumi kembali meraih tangan gadis itu.
Maya menoleh kembali dan menatap penuh tanya.
"Satu lagi. Jangan lupa..."
Kedua alis Maya terangkat, mengamati Masumi yang melangkah semakin dekat.
"Jangan lupa apa, Pak Masumi?"
"Jangan lupa kalau aku mencintaimu."
Mendengar pengakuan Masumi, Maya hanya mampu tersipu-sipu saja. Mungkin sangking bahagianya, Maya tak bisa menggambarkannya dengan kata-kata. Gadis itu mendekat dan memeluk Masumi erat. Dia juga sangat mencintai pria itu.
Masumi balas memeluknya. Ah, andai saja bisa setiap saat seperti ini, pikir Masumi.
"Uhmm.. Pak Masumi, apakah... apakah... kita sekarang sudah jadi... uhm... pasangan?" tanya Maya dengan wajah merah panas di dada Masumi.
"Pasangan? maksudmu... kekasih?" Masumi balik bertanya, mengamati ubun-ubun Maya.
Maya mengangguk canggung.
"Aku... tidak bisa mengatakan begitu, ujar Masumi.
"Eh? A-apa...?" Maya menatap Masumi kaget, cemas. "Jadi, bagaimana... maksudnya?" Maya berusaha melepaskan pelukannya dari Masumi.
Masumi malah memeluknya semakin erat.
"Maksudku, dari yang aku ingat... kita sudah lebih dari itu, bukan? Kau kan... tunanganku. Calon istriku."
Maya terpana mendengar penjelasan Masumi. Jantungnya yang sempat terasa berhenti, sekarang berdetak lebih cepat.
"Apa kau sudah lupa?" tanya Masumi lagi, saat Maya masih tak berkata apa-apa.
gadis itu menggeleng. "Tentu tidak, tunanganku..." jawabnya bahagia.
Masumi lantas menggamit dagu Maya dan mengangkatnya perlahan, ia membungkuk, menyentuhkan bibirnya ke bibir Maya, menciumnya mesra. Ciuman yang lembut dan membuat Maya lemas seketika.
Tiba-tiba balon di tangan Maya terlepas. "Ah, tidak! Balonnya!" seru Maya spontan.

Sontak Masumi menggapaikan tangannya dan sedikit melompat mengejar ikatan balon berjumlah pululahan itu. Untunglah, tinggi badan Masumi ada gunanya. Dia bisa mendapatkannya lagi.
"Dapat!"

"Waa..." Maya senang sekali, matanya berbinar. "Pak Masumi hebat!" kagumnya seraya bertepuk tangan.
Masumi senang sekali mendapatkan pujian itu, dadanya membusung karena bangga.
"Coba bilang sekali lagi," pinta Masumi.
"PAK MASUMI HEBAT!!!" seru Maya.
"Kau mendapatkan lagi balonmu," Sambil menyeringai lebar Masumi menyerahkan balonnya kepada Maya yang menerimanya dengan senang. Masumi teringat lagi akan sesuatu saat melihat jari manis Maya yang telanjang.

Pria itu tiba-tiba berlutut di hadapan Maya.
"Eh, Pak Masumi! Apa yang kau lakukan??" Maya panik karena Masumi tiba-tiba berlutut di jalanan seperti ini.
"Aku lupa," pria itu merogoh ke dalam jasnya dan mengeluarkan tempat cincin yang sudah maya hapal. Mata gadis itu membulat.
"Pak... Masumi..." segera saja mata Maya berkaca-kaca.
"Kali ini aku melakukannya dengan serius," ucap Masumi, dengan tatapan yang membuat tubuh Maya bergeming tapi jantungnya semakin kencang berdebar.
Masumi menggenggam tangan Maya yang terasa gemetar, sama gugup seperti dirinya.
"Maya, aku ingin memintamu menjadi calon istriku, untuk saling mendampingi dan melalui kehidupan ini bersama. Aku ingin kau menjadi satu-satunya wanita tempatku berbagi kasih, berbagi rindu dan pilu. Dan aku ingin menjadi satu-satunya pria yang bisa membahagiakanmu, menjagamu, menopangmu saat kau jatuh dan membangun keluarga bersamamu. Aku ingin menjadi pria beruntung itu, yang bisa melihat senyuman di wajahmu setiap waktu. Maya Kitajima... Menikahlah denganku."
Air mata Maya tak bisa bertahan lagi. Bulir-bulir kebahagiaan itu mengaliri pipinya. Maya terisak, tak sanggup menjawab.
Dia sempat berpikir akan kehilangan pria di hadapannya ini. Tetapi, sekarang dia kembali, mengucapkan kata-kata terindah yang pernah didengarnya, melakukan sesuatu paling berarti yang pernah didapatkannya.
Maya mengangguk. Sekali, dua kali, berkali-kali. Senyuman lebar menghias wajahnya. "A-aku... aku..." Maya tergagap. "Aku..."
Masumi hanya mendongak menatapnya, bergeming dengan senyuman di bibirnya. Dengan sabar dia menunggu Maya mengucapkan kata-kata itu. Dihayatinya wajah Maya yang tak kuasa menahan bahagia.
"A-aku bersedia... menikah denganmu, Masumi Hayami," jawab Maya akhirnya.
Masumi merasa sangaat lega. Tiba-tiba dadanya terasa begitu kosong dan ringan. Hanya ada rasa bahagia karena Maya menerimanya.
Dia lantas memasangkan cincin dengan permata merah jambu yang keterlaluan besarnya itu. Lantas dikecupnya punggung tangan Maya.
"Terima kasih..." ucap Masumi dengan perasaan berbunga-bunga.
Pak Masumi...  calon suamiku... Maya memeluk pria itu erat-erat. Masumi balas memeluk Maya dan mengangkat gadis itu saat dia berdiri.
"Kya!" Maya terpekik senang. Di tengah air matanya, tawa Maya terdengar riang saat calon suaminya berputar-putar membawa Maya dalam gendongannya.
Saat putarannya berhenti, keduanya masih tertawa. Tawa mereka perlahan-lahan terhapus dari bibir keduanya, namun binar kebahagiaan itu masih ada di wajah dan tatapan mereka. Maya menundukkan wajahnya, menyentuhkan hidungnya kepada hidung mancung Masumi.
Gadis itu tertawa lagi tanpa suara, dan Masumi juga tersenyum lebar. Keduanya kembali bertatapan penuh arti.
"Kapan kau akan menciumku?" tanya Masumi.
Maya tergelak kecil, lantas membenamkan bibirnya di bibir Masumi yang menyambutnya hangat. Keduanya kembali terlibat dalam ciuman yang panjang dan lama, hingga Maya tanpa sadar melepaskan genggamannya di ikatan tali balon-balon di tangannya.
"Ah, balonnya!"
Tetapi baik Maya atau Masumi sudah tak bisa menangkapnya.
"Yaah..." Maya tampak kecewa.
"Sudah, tidak apa-apa, nanti aku belikan lagi," bujuk Masumi kepada gadis dalam gendongannya itu.
Maya menunduk lagi, membingkai wajah Masumi dengan kedua telapaknya. "Benar yaa..."
Masumi mengangguk-angguk.
Maya kembali menundukkan wajahnya hendak mencium Masum.
Namun tiba-tiba terdengar suara letusan yang mengejutkan. "DAR!!"
Keduanya terlonjak, menoleh ke arah suara. Letusan pertama disusul letusan-letusan lainnya. Ternyata balon-balon itu menyangkut di sebuah pohon dan meletus satu per satu.
"DAR!! DOR!! DOR!!! DOR!! DORR!!"
Malam itu jadi sangat bising, dan Maya jadi panik.
"Ah, Pak Masumi! Ba-balonnya..."
Satu per satu jendela di sekitar mereka terbuka dan kepala-kepala melongiok keluar, mencari tahu sumber keributan.
"Ada apa sih ini?"
"Kenapa ribut sekali??"
"Itu balon siapa!!?"
"Berisiiikkk!!"
"Hei! Kenapa ada yang meledakkan balon malam-malam!!?"
Hardik orang-orang itu, termasuk Rei dan induk semang Maya yang juga melongok dari jendela mereka.
"Maya! Apa yang terjadi? Itu balon-balon apa?" seru Rei dari arah jendela.
Masumi menurunkan Maya dari gendongannya, dan keduanya tampak salah tingkah. Wajah Maya sendiri merah padam.
Sekarang saat letusan balonnya terhenti, semua perhatian orang-orang yang keluar dari pintu rumahnya dan melongok melalui jendela itu tertuju pada mereka berdua.
"Pak Masumi..." desis Maya salah tingkah.
Masumi meraih tangan Maya dan mengangkatnya tinggi-tinggi, memperlihatkan cincin tunangannya.
"Kami sudah bertunangan lagi!" Masumi mengumumkan.
Cincin yang tersorot lampu jalan itu berkilau dan bersinar sangat terang.
"UWOOOOHHHHH~!!!" seru orang-orang itu takjub.
=//=
"Maya, apa kau tahu kenapa aku memanggilmu?" tanya Kuronuma.
"Tidak tahu, Pak!" jawab Maya dengan sumringah. "Uhm... Apakah ini karena aku belum bisa menjadi Jean yang baik?"
"Itu kau tahu!!" sembur Kuronuma. "Sebetulnya ada apa dengan dirimu! Kemarin-kemarin murung terus! Sekarang cengengesan terus! Sumringah terus! Apa kau tidak juga mengerti bahwa Jean tidak punya emosi dan hanya bisa menggambarkan perasaannya hanya melalui lolongannya saja?"
"Aaauuu...Auuuu...!!EH!" Maya membekap mulutnya. "Me, mengerti pak!"
"Tidak! Kau tidak mengerti! Jika kau tidak bisa mengendalikan perasaanmu dan tidak mampu menjadi Jean. Bilang saja! Aku akan-"
"Tidak pak, bukan begitu! Maafkan saya! Saya ingin menjadi Jean. Saya akan berusaha menjadi Jean!"
"Baik. Aku hargai semangatmu, akan kupegang ucapanmu itu. Jika dalam minggu ini aku tak melihat perkembanganmu, aku akan membatalkan pentas ini!"
"ja-jangan Pak! Aku akan berusaha!"
"Dimarahi lagi ya?" tegur Sakurakoji.
Maya tertegun sejenak dan tersenyum pasrah lantas mengangguk.
"Ada hal baik terjadi kepadamu?" tanya Sakurakoji.
Tiba-tiba wajah Maya merona marah. Dia lalu menggeleng-geleng. Sepertinya hati Maya seperti buku yang terbuka. Semua bisa membacanya. Hhh... tapi kenapa Masumi baru menyadari belakangan kalau Maya sudah jatuh cinta kepadanya ya?
Ah, sudahlah... Setidaknya, sekarang mereka sudah saling mengakui perasaan masing-masing. Walaupun begitu, Maya tidak mengenakan cincin tunangannya yang superwow itu. Dia takut rusak karena latihannya berat. Lagipula, dia tidak tahu pasti apakah mereka harus mengumumkan lagi pertunangan mereka atau bagaimana. Masumi tak mengatakan apa pun mengenai hal itu.
Tiba-tiba Maya jadi ingin menelepon Masumi. Dia rindu sekali kepada tunangannya. Semalam saja, walau sudah diberi pesan jangan lupa tidur, Maya jadi lupa caranya tidur. Dia terbangun hampir sepanjang malam mengenang hari yang dihabiskan dengan Masumi, dan lamaran pria itu kepadanya. Aaahhhh.... ternyata hidup ini sangat indah!
=//=
"Bagus sekali Matsuo, aku suka idemu!" sahut Masumi dengan wajah berbinar saat seorang manajer mengemukakan ide promosinya.
Rapat selesai dengan memuaskan.
Sepertinya, suasana hati Direktur Daito itu sedang bagus. Dia sama sekali tidak marah-marah, tidak berwajah masam atau dingin, tidak membentak dan wajahnya tampak berbinar-binar seperti 10 tahun lebih muda!
"Anda habis facial?" tanya Mazuki saat keduanya berjalan menuju kantor Masumi.
"Facial?" Masumi mengangkat alisnya, lantas menahan senyumnya. "Tidak. Kenapa memang?"
"Wajah Anda cerah sekali," jujur Mizuki.
"Oh, ini..." Masumi mengetuk-ngetuk pipinya dengan telunjuk. "ini hasil es krim cokelat."
"Ha? Es Krim cokelat?"
Masumi terbahak-bahak masuk ke dalam kantornya.
Mizuki mengerutkan alisnya curiga. Pasti ada apa-apanya dengan Maya!
"Aku baru saja memikirkanmu," ucap Masumi saat Maya menghubunginya dari tempat latihan.
"Benar? Bohong ah," Maya tersenyum lebar.
"Benar. Malahan, aku selalu memikirkanmu. Aku..."
"Rindu padamu," ucap keduanya bersamaan.
Lantas keduanya terkekeh dengan wajah memanas di tempatnya masing-masing.
"Maya, apa ada wartawan datang ke tempat latihanmu?" tanya Masumi.
"Uhm... hanya ada 1-2... tapi sudah diusir oleh Pak Kuronuma. Aduh... aku bingung sekali, sepertinya aku masih payah dalam memerankan Jean,” sesal Maya.
"Kau pasti bisa," Masumi memberikan dukungan. "Aku sudah melihatmu sejak kau pertama kali naik panggung, jadi aku yakin dengan kemampuanmu. Kau pasti bisa."
Maya terharu sekali mendengarnya. "Apa benar kau berpikir seperti itu?"
"Tentu saja! Kapan kau gagal berperan? Jadi Aldis yang sangat cantik saja kau bisa, berarti kau bisa jadi apa saja..." Masumi meyakinkan.
"Apa kau yakin, Pak Masumi?"
"Tentu. Walaupun yang lain meragukanmu, aku akan selalu yakin kepadamu."
Pak masumi... aku tak mengira kau sangat percaya kepada kemampuanku.
"Terima kasih," ucap Maya dengan haru.
"Hei, kau terharu ya? Sepertinya akan menangis..."
"Pak masumi...!! Jangan menggodaku terus..." rajuk Maya.
"Lalu siapa yang harus kugoda? Mizuki?"
"JANGAN!!" hardik Maya.
Masumi lalu tertawa.
"Uhm Maya... mengenai pertunangan kita," Masumi kembali bicara sedikit serius."Sebaiknya, jika ada yang bertanya mengenai hubungan kita, kau jawab saja tidak ada komentar, atau pergi saja, jangan memberikan komentar apa-apa..."
"Oh, begitu?" Maya bertanya-tanya dengan heran. "Memang kenapa? Uhm, aku hanya ingin tahu alasannya."
"Karena saat ini pentasmu lebih penting. Jika kita mengatakan bahwa kita sudah bertunangan lagi, aku khawatir beritanya akan lebih menarik perhatian dari pementasanmu atau festival seni. Kurasa itu bukan hal yang menguntungkan untuk kita, akan sangat melelahkan dikejar-kejar wartawan untuk hal yang sama."
"Uh, ya, kau benar," Maya mengangguk. "Saat ini hanya Rei yang tahu, ya... karena kejadian semalam."
"Baguslah, nanti sudah saatnya, kita bisa mengumumkannya. Mungkin setelah kau selesai dengan pementasanmu?"
"Ya. Terima kasih Pak Masumi, aku akan berusaha sebaik-baiknya."
"Ya, aku akan selalu mendukungm," ucap Masumi. "Sekarang, aku ingin memelukmu."
Maya tertawa kecil. "Aku juga..." ucapnya pelan.
"Kalau begitu, tutup matamu."
"Tutup... mata?"
"Ya, ayo, aku juga sedang melakukan hal yang sama. Aku sedang membayangkan kau ada di depanku."
"Oh, ba-baiklah..." Maya memejamkan matanya.
"Nah, sekarang bayangkan aku ada di hadapanmu. Apa kau bisa melihatku."
Maya memejamkan matanya dan mulai membayangkan Masumi. Gadis itu tersenyum. "Ya, aku bisa melihat Pak Masumi."
"Nah, sekarang aku akan memelukmu. Apa kau bisa merasakan tanganku yang memelukmu?"
Maya yang biasa mengandalkan imajinasinya untuk berakting mersakan jantungnya berdebar sangat keras. Karena, entah bagaimana, dia bisa dengan kelas merasakan lengan kukuh kekasihnya melingkar di pinggang dan punggungnya. Maya ingat sekali rasanya dipeluk seorang Masumi Hayami.
Hangat, nyaman, tenteram. Dada bidangnya di pipi Maya, desahan napasnya di ubun-ubun Maya, debaran jantungnya, kehangatannya.
Pak Masumi... genggaman tangan Maya mengerat di telepon. Dia benar-benar bisa merasakan dipeluk Masumi!
"Rambutmu wangi sekali," puji Masumi di telepon.
Maya mengulum senyumnya, membayangkan pria itu benar-benar mengatakannya. "Aku suka aroma parfummu," aku Maya.
Masumi juga tersenyum mendengar pujian tunangannya. Ia snagat bahagia dan tak sabar bertemu dengannya lagi.
"Aku mencintaimu..." ucap Masumi.
"Aku juga... mencintaimu..." timpal Maya malu-malu.
"Sampai jumpa, calon isteriku..."
"Sa-sampai jumpa."
Maya membuka matanya dan menutup teleponnya. Wajahnya mengahangat. Dia ingin dipeluk Masumi dengan sebenarnya. Kapan dia bisa bertemu lagi dengan pria itu?
"Jadi... ceritanya Anda sedang memeluk Maya?" tembak Mizuki kepada Masumi yang melingkarkan tangan seperti memeluk seseorang sambil memejamkan mata.
Masumi terlonjak dan membuka matanya. Ia buru-buru menutup telepon dan menurunkan tangannya. "Siapa yang menyuruhmu masuk!" bentaknya kepada Mizuki.
"Wah..."Mata Mizuki membulat dari balik kaca matanya. Baru kali ini Masumi marah lagi hari ini. "Apa sekarang saya sebaiknya membelikan es krim cokelat, Pak Masumi?"
Masumi hanya mendelik menahan marah—sekaligus malu. Mizuki membawakannya kopi beserta dokumen-dokumen yang dia butuhkan.
Masumi masih tak bicara. Mungkin ngambek.
“Ada lagi yang Anda butuhkan?” pertanyaan rutin Mizuki.
“Tidak. Keluarlah,” perintah Masumi gusar.
Dan Mizuki keluar dengan menahan senyum.
“HAduuuuhhh…” Masumi menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Tak pernah dia semalu ini kepada siapa pun. Sepertinya mulai sekarang, apa dia harus mengunci pintu kantornya?
=//=
Pak Masumi sedang apa ya… Maya berpikir sambil menggoyang-goyangkan ayunannya. Sepanjang hari dia mengingat kekasihnya itu. walaupun sempat dimarahi oleh Pak Kuronuma, tetapi Maya tidak terlalu sedih.
Andai saja aku bisa bertemu lagi dengan Pak Masumi… senangnya… Kapan ya kira-kira aku bisa bertemu dengannya lagi?
Tiba-tiba sebuah tangan muncul di hadapan Maya.
“Kya!” spontan Maya terpekik.
“Untukmu, Nona…” sebuah suara menentramkan yang Maya kenal terdengar.
Maya menatap tangan maskulin yang menggenggam tali di hadapannya. Ia mendongak, mendapati ada banyak balon yang dibawa tangan itu. Wajah Maya langsung berseri, dan menoleh cepat.
“Pak Masumi!” sambutnya.
“Hei, Nona, sendirian saja.” goda Direktur Daito itu.
Maya tergelak kecil dan menerima ikatan balon-balon dari Masumi. “Banyak sekali…” ia menengadah dan melihat warna-warni balon yang menghias angkasa, lantas kembali menatap Masumi. “Terima kasih, ya…” ucapnya dengan pipi merona.
Masumi berputar dan duduk di sampingnya.
“Sedang memikirkan aku?” tanyanya.
Maya tertawa lagi. “Bukaaaaannn aku memikirkan sandiwaraku,” pungkirnya.
“Oh, ya? Tapi wajahmu merah begitu. Kau kan tidak bisa bohong,” Masumi mencubit pipi calon istrinya dengan gemas.
Maya hanya tertawa lagi karena tak bisa berkilah. Yang pasti Masumi bisa melihat suasana hati gadis itu sedang bagus karena dia tertawa terus sedari tadi. Memang. Semua itu berkat kedatangan Masumi.
“Jadi, bagaimana perkembangan pentasmu?” tanya Masumi.
“Masih ada satu sisi Jean yang aku tidak mengerti,” ujar Maya, kali ini sedikit sendu. “Padahal hanya tinggal beberapa minggu lagi saja.”
“Kau masih punya waktu.” Masumi meraih kepala gadis itu dan sedikit mengacak poninya. “Biasanya kau selalu menemukan jalan untuk melakukan yang terbaik pada akhirnya,” Masumi tersenyum.
Maya bisa merasakan hatinya lebih tenteram dan bahagia. Perkataan Masumi begitu berdampak untuk kepercayaan dirinya. Mungkin, sama seperti dukungan yang diberikan Mawar Ungu, bahkan lebih.
“Terima kasih ya…” ucap Maya sambil tersenyum hangat. “Aku akan melakukan yang terbaik,” tekadnya.
“Aku tahu,” Masumi mengimbuh lembut. “Aku yakin kau akan memerankannya dengan luar biasa dan nanti, bersaing dengan Ayumi untuk peran Bidadari Merah. Lalu…”
“Lalu?” Maya mengamati wajah yakin tunangannya.
“Lalu, kau akan mendapatkan peran itu. Kau harus mendapatkannya!” tegas Masumi penuh tekad.
Maya mengamati Masumi dengan tatapan terkejut. Ia tak mengira Masumi begitu mendukungnya mendapatkan peran itu.
“Kau sungguh-sungguh yakin aku bisa mendapatkannya?”
Masumi mengangguk pasti. “Ya. Kau harus mendapatkannya Maya. Karena aku ingin sekali melihatmu memerankannya.” Pria itu mengusap wajah Maya dengan telapaknya yang kukuh.
Mata Maya langsung berkaca-kaca diberikan keyakinan seperti itu. Ia menangkup telapak Masumi di pipinya. “Te-terima kasih,” ucapnya tercekat. “Kau membuatku terharu saja…” keluhnya pelan.
Masumi tertawa. “Senangnya bisa membuatmu terharu.” Ibu jari pria itu mengusap-usap pelan pipi Maya.
Tatapan keduanya kembali saling memasung. Seakan-akan ada magnet, Maya dan Masumi mencondongkan tubuh mereka kepada satu sama lain. Debaran jantung keduanya semakin kerap saat jarak diantara satu samalain kian berkurang.
“Aku akan menciummu,” Masumi berkata tenang.
Maya melirih. “Jangan…”
Tapi toh Masumi tak menghiraukan. Ia tetap melaksanakan niatnya. Dan akhirnya bibir mereka bertemu. Menyatu.
Wajah Maya terasa panas dan semerah tomat. Mereka saling bertatapan malu-malu. Rasanya selalu indah setiap kali mereka berciuman. Padahal, sudah bukan ciuman pertama lagi. Tetap saja debaran-debaran yang sama selalu menghampiri mereka. Malahan, semakin lama semakin mendebarkan.
Masumi menarik tangannya dari wajah Maya yang sama-sama canggung sepertinya.
“Aku besok sudah mulai sibuk lagi,” terang Masumi sedikit murung.
“Sibuk ke mana? Nyari yang baru?” interogasi Maya.
Masumi tertegun lantas terbahak. Speertinya Maya akan jadi istri yang posesif. “Ya… kau tahu saja.”
“Pak Masumi!” merajuk, Maya memukul lengan pejal Masumi.
“Hahaha… mencari talenta baru,” terang masumi. “Sambil melihat latihan beberapa teater yang sudah terdaftar di festival seni nanti. Mungkin aku akan berkeliling ke sana kemari beberapa hari ini hingga festival seni dimulai. Apalagi jika nanti sudah mulai pentas perdana,” paparnya.
“Pak Masumi nanti datang ya ke pentas perdanaku,” Maya meminta dengan matanya.
“Ya, aku pasti datang. Kau kan sudah janji mengundangku…”
“Tentu saja! Akan kuberikan kursi terbaik!” tandas Maya.
“Maka aku akan datang.”
“Janji ya!!?”
“Iya!”
“Walaupun hujan!?”
“Walaupun badai menghadang, aku akan datang!” Masumi mendekatkan wajahnya kepada Maya.
Maya tergelak puas. Tidak yakin. Tetapi perkataan Masumi sudah cukup membuatnya senang.
Tiba-tiba dia teringat sesuatu. Maya pernah berjanji akan mengundang Masumi, juga Shiori.
Shiori…
Nama itu tak diungkit-ungkit keduanya. Tetapi, sebetulnya bagaimana posisi Shiori diantara Maya dan Masumi?
“Ada apa?” tegur Masumi yang sudah hapal kalau Maya sedang gelisah memikirkan sesuatu. “Dan jangan bilang tidak ada apa-apa…”
Maya yang tadinya hendak mengatakan tidak ada apa-apa, akhirnya diam lagi sejenak. Lantas dengan terbata-bata melirih, “Uhm… No-nona Shiori…”
Alis Masumi spontan berkedut. Dia memang enggan membicarakan gadis itu.
“Ada apa dengannya?”
“Uhm…” Maya menoleh ragu kepada Masumi. “Kalian… kemarin…”
“Tidak ada apa-apa,” Masumi menukas. “Sama sekali tidak ada apa-apa,” terangnya. “Kami memang sempat membicarakan, masalah amanat orang tua kita. Tetapi, yang kucintai itu kau. Kalau denganmu, aku tidak merasa terpaksa sama sekali. Baik ada amanat itu atau tidak, aku ingin sekali kau menjadi istriku.”
Dia bahkan menyusun berbagai rencana licik untuk meyakinkan Maya bahwa mereka ‘berjodoh’.
“Pak Masumi…” Maya terdengar hendak menangis. “Pintar sekali sih bicaranya…”
Masumi tersenyum lebar. Pria itu lantas berdiri, dan menarik tangan Maya.
“Sekarang, bisa kabulkan yang sudah kuinginkan sepanjang hari?”
“A-pa?”
Masumi menarik Maya dan memeluknya erat. “Ini.”
Maya terenyak sesaat dan balas memeluk Masumi. Akhirnya, bukan hanya khayalan mereka semata. Ia bisa merasakan kenyamanan pelukan Masumi yang hangat dan melenakan itu. Rasanya Maya bisa terus berada dalam pelukan pria itu selamanya.
Selamanya…
=//=
Shiori mengamati salah satu kolom gosip di sebuah tabloid hiburan. Hanya isu selewat tetapi cukup membuatnya kesal bukan main.
Kabar burung mengatakan ada beberapa orang yang melihat pasangan yang mirip dengan sepasang (mantan) kekasih yang sempat menghebohkan dunia hiburan dengan pertunangan mendadak mereka yang juga kandas secara mendadak di tengah jalan. Sepertinya pasangan berinisial MH, seorang pengusaha kaya, dan MK, seorang aktris muda diam-diam terjalin kembali. Saksi mata mengatakan keduanya berjalan sambil bergandengan tangan. “Mereka terlihat mesra, dan pakaian mereka kotor berlumuran sesuatu, seperti es krim cokelat,” seorang saksi berkata. Yang lainnya sempat melihat MK membawa balon yang sangat banyak yang dibelikan MH untuknya. Walaupun demikian, masih banyak yang tidak yakin bahwa yang mereka lihat memang MH dan MK, mengingat lokasi kencan yang tidak sesuai imej seorang MH, juga melihat MH belepotan es krim cokelat dan membeli balon terasa seperti hanya mimpi saja. “Mungkin hanya mirip saja, aku tidak yakin MH mau melakukan semua itu,” imbuh saksi mata lainnya yang menyangsikan.
Shiori membacanya dengan geram. Mungkin, orang-orang meragukan apakah yang mereka lihat itu memang Masumi dan Maya. Tetapi, Shiori yakin itu memang mereka. Karena, dia punya foto keduanya saat kemarin berkencan.
Shiori menatap foto di tangannya erat, penuh rasa kesal. Foto itu ia dapatkan dari seseorang yang dia utus untuk menguntit Masumi.
Ponselnya berbunyi. Ia membaca sebuah pesan.
“Buka emailmu.”
Shiori lantas membuka emailnya. Terdapat sebuah email baru dengan beberapa file foto. Mata Shiori membuka lebar. Itu adalah foto-foto yang terbaru. Masumi dan Maya di sebuah taman, di ayunan.
Berpelukan.
Berciuman.
Sebelah tangan gadis mungil itu menggenggam tali balon gas yang sangat banyak.
Menyebalkaaan!! Rutuk Shiori di depan komputernya.
Padahal, dia sudah hampir mendapatkan Masumi. Pria itu harus menjelaskannya!!
Jadi, itu kenapa Masumi meminta waktu sebulan sebelum menjawab? Dia masih mendekati Maya Kitajima.
“Aku tidak bisa kau singkirkan begitu saja, Masumi Hayami. Kalau kau pikir aku menyerah begitu saja, berarti kau tidak mengenalku,” ucap Shiori kepada foto di hadapannya.
Dengan gusar Shiori mematikan komputernya dan beranjak dari kantornya. Saat dia keluar, di ruangan para staf tengah menghias ruangan berita dengan pita dan balon.
“Ada apa?” tanya Shiori kepada salah satu staf.
“Itu, Nona, Ayame ulang tahun, kami sedang menyiapkan pesta ulang tahun untuknya.”
Shiori memperhatikan balon-balon itu dengan kesal. Ia beranjak mengambil gunting dan mendekati balon=balon tersebut yang mengingatkannya kepada Maya dan Masumi.
Sejurus kemudian Shiori sudah meledakkan balon-balon itu dengan emosi. Mengejutkan para staf kantor berita. Mereka bertanya-tanya, ada masalah apa dengan wanita super cantik itu.
Shiori terengah sedikit saat dia sudah selesai meledakkan balon-balon itu.
Dengan tenang ia meletakkan kembali gunting di tempatnya.
“Jangan salah sangka, aku menghargai kesetiakawanan kalian. Tetapi, aku tidak suka balon. Aku membencinya!” terang Shiori. “Sampaikan ucapan selamat ulang tahunku untuk Ayame,” imbuhnya seraya melangkah pergi, meninggalkan anak buahnya penuh tanda tanya.
=//=
Masumi mendengarkan pesan di telepon dari Maya saat dia sedang rapat tadi.
“Pak Masumi, maaf mengganggu kau yang sedang sibuk. Aku hanya ingin mengatakan.. bahwa aku akan pergi… beberaoa hari. Kau jangan khawatir, aku hanya perlu waktu untuk mendalami peranku sebagai Jean gadis Serigala. Aku merasa, hanya dengan menyingkir sejenak dari kehidupan kota ini, aku bisa menemukan jawabannya. Kau jangan mengkhawatirkan aku, jaga dirimu baik-baik. Aku berjanji, Jean-ku tidak akan mengecewakanmu. Sampai jumpa Pak Masumi. Aku mencintaimu… tunanganku…”
Masumi mengeratkan rahangnya dengan tegang. Maya memang mengatakan jangan khawatir. Tetapi, tetap saja Masumi sangat khawatir.
“Dia itu… kenapa…” decaknya gusar, tak bisa perpikir. Masumi berusaha menangkan diri, berusaha tidak resah.
Dia tidak tahu Maya pergi ke mana, dan mungkin saja gadis itu juga tak tahu pasti kemana dia akan pergi. Tetapi, bagaimana pun, Maya sangat mencintai akting, dan itu adalah salah satu hal paling penting baginya. Masumi sangat mengerti itu. Mungkin memang inilah yang Maya butuhkan agar dia bisa mengerti perannya. Saat ini, mau tidak mau Masumi hanya bisa mengharapkan yang terbaik bagi gadis itu.
Jika dalam tiga hari dia belum kembali, aku akan mencarinya!! Putus Masumi.
“Pak, mobil untuk ke teater Hikari sudah siap,” terang Mizuki, menyebutkan tujuan lokasi latihan teater peserta festival seni yang akan ditinjaunya.
“Baik, terima kasih Mizuki,” Masumi berusaha tidak resah.
Maya… segeralah kembali. Kuharap kau akan baik-baik saja. Tidak, aku tahu… kau akan baik-baik saja!
Alangkah terkejutnya Masumi, saat dia masuk ke dalam mobil dan menutup pintu, sudah ada seseorang di dalam mobilnya.
“Kau—“
“Pak Masumi,” Shiori tersenyum hangat dibuat-buat. “Ke teater Hikari kan? Aku juga akan ikut ke sana. Sebagai perwakilan media patner.”
Masumi merasa risih tetapi tak begitu menampakkannya. “Tidakkah kau membawa mobil sendiri?”
“Ya. tetapi saya juga ingin ada teman mengobrol. Kau tidak keberatan kan? Orang tua kita dulu bersahabat, setidaknya, kau bisa bersikap hangat kepadaku, putri sahabat ibumu?”
Masumi menghela napas malas. “Jalan,” perintahnya kepada sopirnya.
Mobil melaju.
“Teater ini sepertinya menampilkan judul yang menarik,” ujar Shiori membuka pembicaraan.
“Ya, kupikir juga begitu. Tetapi aktrisnya… kulihat tidak ada yang menonjol. Yah, kita lihat saja latihannya hari ini.”
“Oh… tidak ada yang menonjol ya?” sindir Shiori. “Memangnya siapa yang menonjol menurutmu, Pak Masumi? Maya Kitajima?”
Masumi terdiam. Tak mengira arah pembicaraan berbelok ke sana.
“Maya aktris luar biasa,” puji Masumi, menatap Shiori tanpa kedip.
Shiori sedikit terkejut dengan tatapan tajam Masumi kepadanya. “Ya… mungkin, sebagai aktris, harus kuakui. Tetapi… sebagai calon istri?”
Masumi tak melepaskan tatapannya dari Shiori. Ia berusaha mencari tahu ke mana Shiori akan membawa pembicaraan ini.
“Katanya, Maya tak bisa menjahit, tak bisa memasak, tak bisa berdandan.”
“Aku tak menilai seseorang adalah calon istri yang pas untukku hanya karena dia tak bisa menjahit, memasak atau berdandan.”
“Dia juga tidak kuliah, tidak bisa bahasa Inggris dan tidak mengerti bisnis!”
“Apa orang menikah menggunakan ijazah? Apa kami mengobrol dengan bahasa Inggris? Apa rumah tangga itu ladang bisnis?” Masumi balik bertanya.
“Dia tidak cocok untukmu! Dia… dia yatim piatu dan tinggal di apartemen!”
“Aku juga sebenarnya yatim piatu, dan aku bisa memberinya apartemen-ku!”
Shiori terkesiap dengan jawaban Masumi.
“Kau… kau bilang, kau meminta waktu sebulan untuk memutuskan masalah kita! Ternyata kau memanfaatkannya untuk mendekati Maya!?”
Masumi menelan ludahnya. “Aku tidak akan bohong kepadamu. Kau layak mendapatkan kejujurannya. Sesungguhnya… aku memang mencintai Maya, hanya gadis itu.”
Sopir Masumi pura-pura tak mendengarnya walaupun dia sangat terkejut dengan pengakuan terang-terangan Masumi.
“Aku tak bisa memberimu harapan palsu. Saat aku meminta waktu sebulan, kupikir akan berusaha mendekatinya, atau melupakannya sama sekali. Aku hanya ingin melihat perkembangan pentas Maya, memastikan pentasnya berjalan lancar dan pada saat itu, jika aku masih tak bisa melihat masa depan dari hubungan kami setelah satu bulan ini, aku akan menyerah dan menerima perjodohan denganmu.”
Shiori bergeming, kemarahan tampak di wajahnya namun dia tak berkata apa-apa.
“Tetapi, aku tak mengira. Ternyata Maya juga… memiliki perasaan yang sama denganku dan kami sepakat akan kembali bertunangan,” terang Masumi.
Shiori menatap Masumi dengan geram, sakit hati.
“Jadi… maafkan aku, Shiori. Aku tak bisa menerima perjodohan kita. Aku akan tetap bersama Maya, sampai kapan pun…”
Shiori tersenyum dengki. “Tidak usah terburu-buru,” tukasnya. “Kau meminta waktu sebulan kan? Sekarang belum sebulan. Baru beberapa hari. Jadi…”
“Keputusanku tidak akan berubah! Maya lah yang aku pilih dan—“
“Kau yang meminta waktu sebulan, maka kuberikan waktu sebulan!” Seru Shiori tiba-tiba. “Aku tak mau dengar jawabanmu sekarang! Siapa yang tahu apa yang akan terjadi dalam sebulan itu? Mungkin kau berubah pikiran? Atau Maya?” tatapan wanita itu menantang.
Masumi memicingkan matanya.
“Terserah,” suara maskulin Masumi terdengar tenang. “Mau sekarang, atau sebulan, jawabannya sama saja. Pilihanku hanya Maya Kitajima seorang. Dulu, sekarang, dan yang akan datang.”
Shiori menyandarkan punggungnya ke jok mobil empuk Masumi.
Kita lihat saja, Masumi Hayami…
=//=
Maya membaringkan tubuhnya yang lelah di tengah dinginnya malam di hutan ini. Rasanya perjalanannya untuk melihat serigala sangat panjang dan jauh. Dia bahkan sampai mendaki gunung tanpa persiapan apa pun.
Maya terpaku, mengamati langit bertaburan bintang malam ini. Tiba-tiba dia teringat saat Masumi mengajaknya ke planetarium. Segera saja wajah pria itu membayang di langit malam. Haa… rasanya Maya jadi sangat rindu kepada calon suaminya itu.
Wajah Maya mendadak memerah. Sebenarnya, apa yang Maya inginkan adalah selalu bersama Masumi. Setidaknya, bertemu sekali setiap hari dengannya. Tetapi mendalami perannya juga sangat penting. Pasti Masumi juga bisa mengerti. Apalagi dia katanya mulai sibuk juga.
Kapan ya… mereka bisa bertemu lagi? Mungkin, bertemu setiap hari… pasti menyenangkan sekali. Karena setiap bertemu, Masumi selalu saja bisa menghibur dan menyemangatinya. Maya baru menyadari itu semua. Ternyata bersama Masumi selalu menyenangkan. Dan dia sangat merindukannya malam ini.
Aduuh… Pak Masumi kenapa wajahmu tak mau pergi… rajuk Maya, merindu.
“PAK MASUMI HAYAMIII!!!” serunya di tengah hutan itu. “AKU MERINDUKANMUUU!!!” pekik Maya.
Suara burung-burung dan hewan malam yang terkejut dengan seru kerinduan Maya itu terdengar di beberapa pelosok hutan.
“Hhh…” Maya menghela napasnya.
Dia akan segera menguasai Jean dan kembali ke Tokyo bertemu kekasihnya.
=//=
Ketua Dewan Seni memotong pita yang menandakan bahwa festival seni sudah dibuka. Para hadirin bertepuk tangan, termasuk teater dan penyelenggara Isadora. Tidak ada Maya atau para kru dan pemain Padang Liar yang Terlupakan. Masumi merasa sedikit sedih karena hal itu. Karena kondisi pementasannya, sandiwara Maya sudah diputuskan untuk tidak diikutsertakan dalam festival secara resmi.
Oleh karena itu, diperlukan sesuatu yang luar biasa agar pentas gadis itu dapat menarik perhatian umum dan terutama, juri festival seni. Masumi memikirkan beberapa hal yang bisa dilakukannya untuk membantu pentas itu mendapatkan perhatian. Bagaimana pun, ini kesempatan terakhir bagi Maya mendapatkan penghargaan agar dapat bersaing dengan Ayumi untuk mendapatkan peran Bidadari Merah.
Masumi mengangkat ponselnya.
“Ada apa?” Masumi bertanya pelan.
“Maya sudah kembali.” Suara Hijiri.
Masumi sangat lega. Kekhawatiran yang tiga hari ini mengusik ketenangan hatinya mulai meringan. “Bagaimana keadaannya?”
“Uhm… saya tidak bisa bilang dia kembali dengan utuh…”
“Hah!? Apa maksudmu…?” Masumi mengeratkan kepalan tangannya resah.
“Yah… pakaiannya compang camping dan badannya kotor sekali. Tetapi wajahnya tampak berseri-seri. Sepertinya, Maya sudah menemukan apa yang dicarinya.”
“Hhh…” Masumi menghela napas lega. “Tolong kirimkan yang biasa kepadanya,” pinta Masumi, mengatakan agar Hijiri mengirimkan mawar ungu untuk gadis itu.
“Bisik-bisik begitu… sedang menggombali anak gadis orang?” tegur Shiori saat Masumi menyudahi teleponnya.
Masumi segera berbalik dan memasang wajah kecut kepada gadis yang suka ikut campur itu.
“Ada berita baik apa?” tanya Shiori lagi.
Sekeliling mereka mulai diam-diam bergosip melihat kedekatan Masumi dan Shiori.
“Kau punya wartawan sendiri kan? Kenapa tidak mencari tahu?” tanggap Masumi sinis.
Shiori mengangkat sebelah bahunya dan tersenyum tanpa makna. Tetapi, ada yang aneh dari wanita itu. Bukan banyaknya makanan yang ada di tangannya, tetapi tatapannya yang tampak mengambang. Apalagi, saat Shiori berjalan mendekat ke Masumi, wanita itu tampak agak sempoyongan.
“Pak Masumi Hayami…” senyuman itu masih belum hilang dari bibir Shiori. “Lagunya enak ya… dansa, yuk?” tawar Shiori, lantas ia sedikit tersandung sempoyongan ke arah Masumi.
Masumi menahan lengan wanita itu yang sekarang sangat dekat dengannya. Tatapan pria jangkung itu memasung. “Kau mabuk,” dakwanya.
Shiori tertegun, mengedipkan matanya beberap saat seaakn berusaha mengusir rasa berat di san. “Tidaaaak….” Caranya bicara jelas semakin terlihat mabuk. Shiori tambah merapat kepada Masumi. “Dansa yuk…” ajaknya lagi.
Kali ini tubuhnya sudah merapat kepada Masumi.
Masumi sangat terkejut dan rikuh dengan keadaannya. Dengan cepat Masumi menjauhkan Shiori satu lengan darinya. “Kau sebaiknya pulang.” Putusnya, menoleh ke sana kemari mencari asisten Shiori atau siapa pun yang bisa membawa Shiori pergi dari sana.
Tetapi tak ada yang benar-benar Shiori kenal selain Masumi. Pria itu berdecak gusar. Dan sejurus kemudian, Shiori sudah menumbuknya lagi.
“Hei, Nona Shiori!” Masumi menahan pekikannya.
Shiori yang memejamkan matanya, dengan berat membuka kelopaknya lagi, sedikit mendongak menatap Masumi masih dengan tatapan mengambang. “Kau… tampan sekali… sungguh…” bisiknya, memuji.
Masumi hanya manusia biasa yang cukup tersanjung jika ada sanjungan tulus seperti itu. menghempaskan satu helaan napas, Masumi berusaha menopang tubuh Shiori dan menuntunnya keluar.
“Biar kuletakkan ini dulu,” Masumi meraih gelas dan piring makanan di kedua tangan Shiori dan meletakkannya di atas nampan pelayan-pelayan yang berseliweran di pesta pembukaan festival seni itu.
Masumi membawa Shiori ke mobil wanita itu agar diantar pulang sebelum dia kembali bergabung dengan undangan pesta lainnya.
=//=
“I-iya, aku sudah kembali… Aku baik-baik saja, dan sekarang aku sudah lebih mengerti mengenai Jean,” terang Maya saat Masumi menghubunginya ke apartemen.
“Syukurlah, aku lega sekali mendengarnya. Omong-omong, bisakah kau keluar sebentar?”
“Eh? Keluar sebentar?” Alis Maya berkerut. “Kenapa?”
“Karena aku ada di luar sekarang.”
“Ha?” Maya tertegun. “Di luar apartemenku?” tanya Maya tak percaya. Jantungnya berdebar-debar.
“Ya.”
“Aaaaaa!!!” pekiknya riang.
“Maya! Ada apa!!!?” tanya si induk semang saat gadis itu tiba-tiba berteriak.
“A-akh, t-tidak bu! Maafkan saya!” Maya membungkuk. “Terima kasih sudah meminjamkan teleponnya ya!”
Maya cepat-cepat menutup teleponnya dan beranjak keluar apartemennya.
Ternyata benar saja, pria tinggi itu menjulang dengan gagahnya di pintu masuk apartemen Maya.
“Pak Masumi!” pekiknya lagi, senang.
Beberapa hari ini tak bertemu pria itu membuat rasa rindunya tak tertahankan.
“Kau tidak bekerja?” tanya Maya.
“Sedang istirahat,” Masumi memperlihatkan jam tangan mewah tag heuer-nya.
Masumi sendiri tahu Maya sedang tidak ada latihan apa-apa hari ini.
“Apa aku boleh masuk?” Masumi memiringkan kepalanya sedikit seperti memohon dengan main-main.
Maya tertawa kecil. Senang. Entahlah, hatinya terlalu bahagia hingga dia bisa selalu tersenyum dan tertawa kapan saja tanpa alasan.
“Masuklah,” Maya menarik tangan Masumi masuk ke dalam gedung apartemennya.
“WALAH…” Mata Masumi melebar melihat apartemen Maya sekarang penuh dengan balon. “Banyak sekali balonnya…”
“Kau pikir ini karena siapa?” Maya menoleh dan memasang senyum lucu yang menggemaskan.
Ahh… Masumi rindu sekali melihat wajah ceria tunangannya itu.
“Bukannya sudah berhari-hari? Seharusnya kan sudah kempes…” Masumi duduk di sebuah zabuton.
“Iyah… kemarin baru saja aku beri gas lagi, Rei juga sudah marah-marah karena apartemen kami jadi penuh balon begini,” aku Maya, meraih sekaleng kopi dingin dari kulkas kecil di apartemen itu. “Ini saja ya? Aku takut kau tidak suka kopi buatanku,” Maya memeletkan lidahnya sambil meletakkan kopi itu di hadapan Masumi.
Masumi tersenyum lagi. “Terima kasih,” ucapnya, dengan suara maskulin yang getarannya selalu terasa nyaman saat sampai di telinga Maya.
“Uhm… Pak Masumi bawa apa?” tatapan Maya beralih kepada kantong plastik yang Masumi bawa.
“Aku membawakan makan siang, karena aku belum makan siang. Kau juga kan?”
“Oh, iya, terima kasih. Boleh kubuka?” Maya meraih plastik itu.
“Tentu.”
“Waaah… Apa ini? Chicken cordon bleu!! Sepertinya enak!” seru Maya dengan semamangat.
“Itu saaaangaaat enaak!” terang Masumi, membuat binar di mata Maya semakin terang.
“Sebentar kuambilkan dulu piringnya,” Maya beranjak lagi menuju rak piring sementara Masumi mengematinya tanpa bisa menahan senyumnya.
Tiba-tiba sesuatu menarik perhatian Masumi. Maya memang mengenakan cardigan di musim gugur ini sehingga Masumi tak bisa meliha kulitnya. Tetapi, karena gadis itu memakai rok pendek, Masumi bisa melihat sesuatu yang baru saja diperhatikannya.
“Ini kenapa?” tanya Masumi serius, menunjuk baretan di betis Maya.
“Oh, ini…” wajah Maya agak malu. “Ini waktu di hutan kemarin, tergores karang dan batang pohon,” terangnya.
“Mana lagi? Coba berbalik!” Masumi dengan cepat memutar pinggang Maya, membuat gadis itu agak terkesiap dengan sikap Masumi yang agak kasar.
“E-e… eh, uhm… Pak Masumi….” Suara Maya bergetar saat ia merasakan Masumi mengusap-usap luka di kakinya itu. Maya jadi merasa rikuh, dengan canggung dia kembali berbalik menghadap Masumi. “Pak Masumi… aku tidak apa-apa kok, tidak apa-apa! Sudah tidak sakit…”Maya berusaha melepaskan kakinya dari cengkeraman masumi.
Tetapi tindakan Masumi selanjutnya malah membuat Maya semakin terkejut. Pria itu mengangkat rok Maya lebih tinggi.
“Apa di sini juga terluka?” tanya Masumi.
“Ikh!! Pak Masumi!!!” spontan Maya menahan roknya dengan kedua tangannya agar tidak terangkat lebih tinggi.
Mata Masumi melebar melihat ada guratan di paha tunangannya itu. “Ya ampun, lukanya panjang begini! Kau ini bagaimana… Kau itu kan artis! Tubuh adalah modal dasarmu! Kau haru menjaga diri lebih baik… Bagaimana bisa kau sampai membiarkan tubuhmu luka-luka begini, mana ada memarnya lagi!” Masumi mengusap sebuah lebam di paha dekat lutut bagian dalam.
“Pak... Pak Masumi…!!” sergah Maya dengan suara tertahan. Wajahnya sudah membara karena malu.
Masumi tertegun, dia mendongak dan mendapati wajah Maya yang merah padam. Gadis itu menggigit sebelah tangannya dan membuang wajah saat mereka bertemu pandang.
Masumi baru menyadari bahwa dia sudah membuat gadis itu malu. Dan sekarang, dirinya juga. Cepat-cepat Masumi melepaskan tangannya dari Maya. keduanya jadi kikuk.
Maya berusaha menenangkan jantungnya yang dag dig dug tak keruan.
“Maaf ya, maaf, a-aku… hanya khawatir dengan luka-lukamu…” ucap Masumi, melirik lagi ke arah kaki Maya.
Maya menelan ludahnya, tak bicara apa-apa dan meletakkan piring di atas meja sambil duduk lagi di samping Masumi.
“Lukanya sudah mau sembuh kok,” Maya berkata lirih, Kekuatannya masih belum kembali.
“Apa luka itu juga ada di tanganmu?” Masumi mengamati cardigan Maya seakan-akan dia bisa melihat tembus pandang.
“Lagipula nanti aku kan memakai baju warna kulit,” Maya tak menjawab pertanyaan Masumi yang terakhir.
Tahulah pria itu, bahwa luka itu tidak hanya ada di kaki Maya.
“Kau harus lebih menjaga dirimu,” Masumi berkata lembut penuh perhatian. “Aku sangat khawatir saat tak tahu apa yang kau lakukan. Dan kembali dalam lebam-lebam seperti ini…” Masumi menghela napas sedih. “Aku tak ingin sering-sering melihatmu begini. Semoga saja, ini yang terakhir kali kau sampai luka-luka begini.”
Maya menunduk. Entah kenapa, walaupun dirinya yang terluka, Maya malah merasa bersalah kepada Masumi karena sudah membuat pria itu khawatir. Rasanya dia ingin menangis karena rasa bersalahnya. Ia tak tahu Masumi demikian memperhatikannya.
“Lagipula… kalau baret-baret begini… Bidadari Merah bisa ganti judul jadi bidadari obat merah.” Kali ini Masumi berujar geli.
Maya mendongak, menatap Masumi yang memasang wajah jenaka. Gadis itu tak bisa menahan senyumnya dan tertawa kecil. Keduanya lalu terkekeh.
Gerakan tangan Masumi selanjutnya yang membuat senyum keduanya hilang. Pria itu menggenggam tangan Maya dengan hangat dan erat. Maya tertegun, terjerat tatapan Masumi yang lekat.
“Aku tidak ingin sesuatu terjadi kepadamu.” Ucap pria itu lirih, mendekatkan dirinya kepada Maya sementara jantung Maya semakin tak terkendali. “Saat kau tidak ada, aku tak bisa berhenti mengkhawatirkan dan memikirkanmu. Aku sangat merindukanmu…”
Maya menggigit bibirnya tipis, berusaha mengatur napasnya yang mendadak agak sesak. “Pak Masumi… Aku… Aku juga… sangat merindukanmu…” Diamatinya wajah tampan Masumi yang perlahan dan pasti semakin dekat dengan wajahnya.
Lantas embusan napas pria itu di bibirnya, membuat Maya tanpa sadar menahan napasnya sendiri. Dan gadis itu memejamkan mata, saat kehangatan bibir Masumi, mulai terasa dan menular di bibirnya.
=//=
“Jaga dirimu baik-baik ya,” pesan Masumi saat dia hendak pergi.
Maya mengangguk-angguk sambil mengulum senyum malu-malu.
Masumi seidikit membungkukkan tubuhnya, menepuk pipi dengan telunjuknya. Maya terkikik malu-malu dan mengecup ringan pipi pria itu. Lalu dengan cepat Masumi balas mengecup pipi Maya dengan keras.
“Hihihihi…” Maya tergelak geli.
Ia melambaikan tangannya dan melepaskan Masumi dengan tatapan penuh cinta. Ia akan merindukannya.
“Haaaa…” Maya menjatuhkan kepalanya ke sisi pintu dan tatapannya penuh rindu.
Wajah Rei yang muncul tiba-tiba di hadapannya membuat Maya terperanjat dan terpekik, “Kyaaaa!!!”
Rei ikut terpekik, “KYAAA!!!”
Maya mengusap dadanya, “Rei, kau membuatku kaget!!”
“Kau juga!” timpal Rei. “Sedang apa kau di ambang pintu seperti ini?”
Maya gelagapan, berusaha menenangkan jantungnya yang masih berdebar-debar.
Rei mengamati ekor mobil Masumi yang berlalu.
“OH… melamunkan tunanganmu si makhluk endapan lumpur?”
“Dia bukan makhluk endapan lumpur!” tampik Maya dengan wajah merah padam.
“Ya… aku hanya pernah mendengarnya dari seseorang,” Rei terkekeh, melalui Maya naik anak tangga. Ia lantas menoleh lagi ke bawah,melihat Maya sudah melamun lagi di ambang pintu. Ya ampun… gadis itu! “ Maya! Ayo cepat naik! Mau sampai kapan kau diam saja di sana?”
“Ah. Oh. Eh. Yaa… ya…” Maya beranjak keluar.
Rei menunggu dengan kedua alis terangkat, sebelum tak berapa lama Maya kembali dengan wajah dengan lebih merah lagi.
“Ah, oh, eh… sa-salah ya… harusnya… ke dalam,…” ia tampak kikuk sambil menutup pintu.
Rei hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya. Setelah apartemen mereka sempat dipenuhi boneka hewan berukuran raksasa, balon warna warni yang tidak ada habisnya, cincin dengan batu permata yang superbesar dan membuat semua orang jadi berniat jahat, sekarang Maya mulai kehilangan akalnya. Hhh… belum menikah saja pasangan itu sudah membuat begitu banyak kehebohan.
=//=
Masumi menerima telepon dari Hijiri.
“Saya sudah mengamankan semuanya. Saya pastikan tidak ada media yang akan menurunkan berita seperti itu,” Hijiri meyakinkan.
“Terima kasih,” Masumi menutup teleponnya. Ia bisa bernapas lega. Keberadaan wartawan di pembukaan festival semalam sedikit mengkhawatirkannya akan beredar berita-berita mengenai pertunangannya dengan Shiori sekali lagi.
Walaupun Masumi belum mengumumkan kembali masalah pertunangannya dan Maya, karena hanya akan menjadi sensasi dan menenggelamkan kabar mengenai festival seni dan tidak akan membuat orang mengakui kemampuan akting Maya, tetapi membuat orang-orang berpikir dia memutuskan memilih Shiori juga bukan keinginannya. Ia hanya ingin semua masalah pertunangan ini tidak perlu diungkit-ungkit dahulu dalam waktu dekat.
Sampai Maya memiliki kesempatannya memperoleh penghargaan.
=//=
“Jadi… sudah ada pihak yang membungkam media agar tak mengeluarkan foto-foto kami?” tanya Shiori pada seseorang di telepon.
“Ya. Ada yang membelinya dengan harga mahal atau menghapuskannya dengan paksa.”
Shiori cemberut sebal. “Lalu,bagaimana denganmu?”
“Tentu saja, aku masih memilikinya… Dengan angle yang bagus.”
Bibir merah satin Shiori berkembang. “Aku memang selalu bisa mengandalkanmu. Kirimkan padaku.”
“Email terkirim.”
Mata Shiori berbinar.
=//=
Maya mengusap peluh di dahinya dengan handuk. Tubuhnya lelah sekali, tetapi dia sangat puas. Maya sudah bisa semakin mengerti Jean dan belakangan, walau tak banyak bicara, Maya tahu Kuronuma sudah cukup puas dengan penampilannya.
“Jeanmu hebat,” Koji memuji.
“Stewart, kau juga hebat…” Maya menyunggingkan senyum lebarnya.
“Uhm… Maya, apa kau mau pergi menonton akhir pekan nanti?” ajak Sakurakoji. “Yaa… sedikit santai setelah latihan yang keras belakangan ini.”
“EH? Nonton?” Maya termangu sejenak memikirkan apakah dia harus mengonfirmasi hal seperti ini kepada Masumi? Selain itu… “Kenapa kau tidak mengajak Mai saja?”
Sakurakoji tampak kikuk sejenak. Mai sedang marah karena melihat kedekatan Maya dan dirinya saat sedang berlatih. “Mai mungkin tidak akan mau,” Sakurakoji berkata.
“Kenapa dia tidak mau?” Maya menatap polos.
Sakurakoji tampak berpikir bingung. “Ya… dia sedang agak marah.”
“Wahh…” maya mendesah prihatin. “Kuharap kalian akan kembali baik-baik saja.” gadis itu tersenyum menyemangati.
Sakurakoji menelan ludahnya. Sepertinya Maya sama sekali tidak memikirkan perasaannya. Walaupun belakangan hubungan mereka semakin baik, dan jelas Maya hanya memikirkan Sakurakoji sebagai teman. Tetapi rasa sedih itu tidak juga hilang jika teringat Maya tak kunjung memberi harapan kalau seandainya ada kemungkinan lain dari hubungan mereka.
Tetapi, setidaknya sekarang Maya tampak lebih bersemangat dalam berarkting dan tidak selalu murung dan pendiam seperti sebelumnya.
“Hei, kalian…” salah satu kru menghampiri maya dan Sakurakoji. “Ini, ada undangan untuk premiere Isadora. Wah, beruntung sekali kalian diundang ke pentas perdananya ya,” Kru itu nyengir iri.
Maya dan Sakurakoji saling berpandangan. Benar, mereka hampir saja lupa dengan acara premier itu.
“Biar kuberikan kepada Pak Kuronuma,” Maya menjulurkan tangannya.
“Ah, Maya, Nona itu menunggumu di luar, dia ingin bicara denganmu. Tiket ini…” pria itu menatap Sakurakoji. “Apakah bisa kau yang memberikannya?”
Sakurakoji mengamatinya dan mengangguk. “Ya, tentu.” Ia meraih tiketnya dan berbalik masuk kembali menemui Kuronuma.
“Nona… itu?” Maya bergumam memikirkan siapa kira-kira yang hendak menemuinya.
“Ya, wanita cantik yang… katanya dekat dengan Pak Masumi,” gumamnya tak enak hati.
Maya langsung ingat Shiori. Benarkah wanita itu yang datang? Ada apa gerangan dia datang ke tempat latihannya. Sedikit waswas maya melangkah menemui tamunya.
“Ada yang bisa kubantu?” tanya Maya saat ia melihat Shiori. Ternyata benar wanita itu yang datang.
“Halo, Maya… aku ingin bicara denganmu. Hal yang penting. Bisa ikut denganku?”
Maya menatap ragu. “Aku tidak bisa menolak kan?”
Shiori tergelak. “Tentu saja tidak. Kalau kau tidak mendengarkanku, kau akan benar-benar terluka nanti. Maksudku… hatimu,” Shiori tersenyum dibuat-buat.
=//=
Keduanya bicara di sebuah restoran Jepang, di ruangan private berdua saja.
“Ada apa?” tanya Maya lagi, agak tajam karena sejak tadi dia sudah merasa resah dengan kedatangan Shiori.
“Maya, langsung saja ya. Dan tolong jangan anggap perkataanku karena aku membencimu, tetapi… karena aku peduli kepadamu, aku tidak ingin kau terluka.” Shiori simpati dibuat-buat.
“Sebetulnya ada apa?” Maya waswas, jantungnya berdebar keras.
“Aku hanya ingin mengatakan, Masumi sudah berjanji, sebulan lagi kami bertunangan,” Shiori meyakinkan dan tersenyum penuh muslihat.
Maya membeku. Sejenak ia bahkan lupa bernapas. Lantas alis Maya berkedut, emosional. Maya berusaha mengatur napasnya.
“Sepertinya kau sangat terkejut. Tidak mengira dengan apa yang kukatakan?”
“Bo-bohong,” Maya kalah, suaranya gemetar. “Nona Shiori, kenapa kau mengatakan kebohongan bahwa—“
“Bohong? Aku?” Shiori menepuk dadanya sendiri. “Tidak, tidak…” ia menggeleng dramatis. “Kau salah! Aku ke sini dengan niat baik. Kudengar ada desas desus kau dan masumi pergi ke taman bermain bersama. Yaaa aku hanya ingin mengingatkan, kau jangan…. Terlena. Jangan terlalu banyak berharap dengan apa yang Masumi lakukan.”
“Ta-tapi!” Maya tercekat. Tapi, Masumi sudah melamarnya lagi.
“Masumi bilang, dia sekarang sedang sibuk masalah festival seni. Ya… aku juga. Nah, nanti, barulah kami bertunangan setelah semua masalah festival ini selesai. Memangnya… dia belum bilang?”
Maya merasakan matanya memanas dan sepertinya sebentar lagi lara itu akan mengalir dari dari sana. Maya menggeleng.
“Oh… sayang sekali. Tetapi, kupikir kau juga tidak berharap banyak dengan hubungan kalian kan? Terakhir kali kau yang meminta pertunangan diputuskan?”
Benar. Itu sebelum dia tahu Masumi menyukainya juga. Atau… mengaku menyukainya.
Maya menelan ludahnya pahit. “Nona Shiori, aku tidak tahu harus berkata apa. Yang pasti…”
“Baiklah, baiklah, berputar-putar malah akan membuatmu bingung ya? aku hanya akan bertanya. Bagaimana tanggapanmu tentang perkataanku bahwa aku dan Masumi akan bertunangan?”
Maya masih tampak kalut. Dia membuka mulutny dan bertanya ragu. “Apa… Pak Masumi benar-benar mengatakannya? Dan… alasan dia ingin bertunangan denganmu—“
“Tentu saja karena kami cocok, bukan? Selama ini kami selalu bersama meninjau beberapa teater, membicarakan banyak hal. Yaa… pendekatan sebelum mengumumkan kedekatan kami ini. Tetapi, aku malah mendapat kabar mengganggu kalau kau dan Pak Masumi katanya berduaan di taman bermain. Cis, konyol sekali…” bibirnya tersenyum sinis.
Sekali lagi Maya menelan ludahnya dengan getir. Itu sama sekali bukan kebohongan. Mereka memang berkencan ke taman bermain dan… dan saling menyatakan cinta. Maya tak bisa menahan perasaannya yang terluka lagi jika teringat Masumi sudah membohonginya telak. Pantas saja Masumi tak ingin pertunangan mereka segera diumumkan, ternyata itu alasannya sebenarnya? Bukan karena Masumi memikirkan masalah pentasnya ataupun masalah kemampuan Maya yang khawatir tidak diakui.
Tapi… Tapi….
Maya ingat bagaimana pria itu memandangnya, memeluknya, menciumnya, tersenyum kepadanya. Sentuhan lembutnya, perhatiannya…
Apakah semua itu juga bohong? Tetapi, buat apa? Untuk apa Masumi berbohong pura-pura mencintainya? Dia bukan gadis kaya, atau superstar saat ini. Tidak ada keuntungan yang Masumi dapatkan dari pura-pura mencintainya dan mengajak bertunangan lagi.
Maya menatap nanar kepada Shiori.
Atau…. Wanita ini yang bohong?
Benar. Tidak ada bukti bahwa Masumi sudah menipunya.
“Pak Masumi… dia… dia…” suaranya masih bergetar. Maya berusaha tampak yakin. “Pak Masumi mengatakan, dia ingin kembali bertunangan denganku.”
Rahang Shiori menegang. Ternyata, benar. Masumi sudah meminta Maya jadi tunangannya lagi. Wanita itu merutuk dalam hatinya.
“Hahahahaha….” Shiori tertawa keras, membuat Maya bengong karena terkejut. “Maya… Maya… kau memang benar-benar polos.” Shiori menggeleng-gelengkan kepalanya, pura-pura merasa lucu.
Tentu dia tak datang jauh-jauh di tengah kesibukannya tanpa rencana.
“Baiklah. Karena itu kukatakan kepadamu, aku datang dengan niat baik, untuk membantumu agar kau tidak terpedaya. Aku berharap kau mau mundur teratur dan tak membuat hal-hal yang dramatis dan mempermalukan diri sendiri.”
“Nona Shiori, apa sih… maksudmu?” Maya mengerutkan alisnya kecewa.
“Bisakah kau jawab, jika Masumi benar-benar mencintaimu. Apa yang dia cintai darimu?” Shiori mendelik dari sudut matanya.
Maya membisu. Tak bisa segera menjawab.
Apa yang Masumi cintai darinya?
Apa?
Apa?
Maya benar-benar tidak tahu. Dan, Masumi tak pernah mengatakannya. Dia hanya bilang… mencintai Maya.
Tetapi… apakah karena kecantikannya? Kepintarannya? Kekayaannya? Kepribadiannya? Bahkan kutu saja tahu bukan itu jawabannya.
Jadi apa?
“Kau tidak bisa menjawabnya kan? Apalagi, kau dulu juga selalu berbuat kasar kepadanya. Apa kau yakin? Benar-benar yakin, Masumi mencintai dan memilihmu tanpa maksud?”
Maya menatap penuh kecam “Maksud?”
“Ya. Tentu. Aku tahu kau gadis yang jujur. Kau pasti tidak mengarang saat mengatakan Masumi mengajakmu kembali bertunangan. Tetapi, kita sepakat bahwa kau tidak punya sesuatu yang bisa membuat Masumi tergila-gila dan mau menikahimu kan?”
Maya tak menjawab, hanya sanggup merasa sakit.
“Tetapi, aku tahu alasan apa Masumi mau berdusta mengatakan apa yang dikatakannya kepadamu. Karena, kau memiliki apa yang dia inginkan.”
“A-aku… memiliki apa yang dia inginkan?” desis Maya.
“Ya. Bidadari Merah.”
“Bida…” Maya tertegun lantas menggelengkan kepalanya. “Tidak-tidak! Aku tidak memiliki Bidadari Merah!”
“Mungkin belum?” alis Shiori terangkat. “Tetapi, kau sepertinya tidak tahu dengan obsesi Masumi terhadap Bidadari Merah?”
Maya tercenung. Dia jelas tahu. DIa ingat suatu hari Masumi pernah memaksa bu Mayuko menyerahkan Bidadari Merah kepadanya. Hati Maya mencelos karena itu.
“Bisa dikatakan, Masumi… terobsesi kepada Bidadari Merah. Saat ini, kandidatnya adalah Ayumi, bukan? Tetapi… kau juga masih memiliki kesempatan untuk menjadi calon Bidadari Merah, jika kau berhasil memanfaatkan peluang untuk mendapatkan penghargaan, kemungkinan kau menjadi calon Bidadari Merah juga tetap ada, bukan?”
“Apa kaitannya itu semua dengan masalah pertunanganku dan Pak Masumi!?”
“Kau lupa. Masumi akan melakukan apa saja untuk mendapatkan tujuannya? Ya. Apa saja, termasuk pura-pura mencintaimu jika itu bisa membuatnya mendapatkan Bidadari Merah.”
“A-apa?”
“Kau tahu, Ayumi adalah aktris Daito. Jika dia terpilih, dia jelas tanpa banyak masalah menunjuk Daito sebagai penyelenggara Bidadari Merah. Tetapi kau? Kau sama sekali tidak menguntungkan jika mendapatkan Bidadari Merah. Bisa-bisa Masumi sama sekali tak punya kesempatan mementaskannya. Kecuali…” Shiori tersenyum licik. “Kecuali, kalau dia bisa meluluhkan hatimu dan meyakinkanmu untuk menyerahkan Bidadari merah karena… dia tunanganmu…”
Maya terasa disambar petir mendengar itu semua. Jadi… jadi itu alasannya Masumi bersikap manis? Masumi, melakukan banyak hal kepdanya? Merayunya? Menyatakan cintanya? Tangan Maya gemetar, dan kali ini air mata mulai mengalir.
“Ah… Maya… jangan menangis! Kau tahu maksudku baik. Aku tak ingin kau dibohongi lebih jauh dan terluka lebih dalam…” Shiori pura-pura simpati.
“Tapi… tapi… aku bahkan belum memiliki Bidadari Merah. Bahkan, mungkin saja aku tidak akan pernah mendapatkan kesempatannya sama sekali…”
“Karena itu kukatakan, Masumi meminta waktu sebulan dariku. Mungkin, dia mengatakan hal yang sama? Kurasa… dia mempertimbangkan. Jika seandainya kau tidak ada harapan menjadi Bidadari Merah.. yah..” shiori mengangkat bahunya. “Dia memilihku. Dan jika kau ternyata memikat juri festival seni dan punya kesempatan mendapat penghargaan, yang membawamu pada kemungkinan mendapatkan Bidadari merah. Bisa jadi, Masumi benar-benar akan bertunangan denganmu. Yah… Maya, kita ini hanya dua wanita yang sedang dia permainkan, dijadikan ajang taruhan.”
Kesedihan maya bercampur rasa geram dan marah. Ia tidak mengira Masumi serendah itu. Tidak! Dia yang bodoh! Jelas Masumi akan melakukan apa saja agar keinginannya tercapai. Tentu! Maya sudah lama mengenalnya. Maya tahu siapa itu Masumi Hayami dari Daito!
“Maya… jujur kukatakan, aku tak pernah jatuh cinta kepada siapa pun, hanya kepada Masumi. Dan… aku yakin, dia juga sebetulnya, lebih memilihku, karena itu yang dia katakan. Dia akan menjadi tunanganku dalam sebulan! Hanya saja, aku baru sadar, dia sedang berdiri di dua perahu. Jika… kau punya peluang mendapatkan Bidadari Merah, kurasa dia akan meninggalkanku untukmu, dan aku… aku… Srooott Sroott!!!” Shiori mengeluarkan sapu tangan dan pura-pura terluka.
 “Tetapi… apa pun alasannya, walaupun sekarang dia menggantung perasaanku seperti ini. AKu tak akan bisa menolak kehadirannya di sisiku. Aku sangat mencintainya dan tak berdaya jika dia mempermainkan pererasaanku seperti ini. Aku akan tetap menunggunya. Tetapi… kau, Maya… Apa kau, juga mau menjadi bahan taruhan Masumi? Bahwa dia, hanya mengejarmu untuk mendapatkan kesempatan mengambil Bidadari Merah?”
Tangan dan kaki Maya terasa semakin lemas. Hatinya sudah terluka begitu dalam.
Masumi Hayami.
Tega sekali kau melakukan semua ini kepadaku!!
“Tidak…” Maya menggeleng, gemetar hebat dan mulai meneteskan airmata. “Aku…” Dia mengangkat wajahnya menatap Shiori. “Aku… Tidak…” Maya tak sanggup bicara untuk beberapa lama. “Aku tidak akan mengganggu kalian!” tandasnya.
Maya berdiri, membungkuk dan keluar dari sana tanpa berkata apa-apa karena airmatanya sudah menguras semua kata-kata Maya.
Shiori mengusap air matanya dengan gaya dibuat-buat.
“Haa… kurasa aku juga harus mulai terjun ke dunia sandiwara,” cetusnya sambil memasukkan sapu tangan ke dalam tasnya.
=//=
=//=
“MASUMI HAYAMI!!!” Maya melabrak pintu kantor Masumi.
Direktur Daito yang tengah menekuri dokumennya itu terperanjat. Ia tak mengira Maya datang ke kantornya. Lebih tak mengira lagi melihat dada gadis itu naik turun penuh amarah dengan mata menatapnya nanar.
Masumi beranjak berdiri. “Maya?”
Gadis itu berhambur mendekat, lantas melemparkan sesuatu kepada Masumi. “Ambil itu!! Aku benci kau!!”
Masumi merasakan sesuatu membentur dadanya. Ia menangkapnya dan mendapati cincin tunangan Maya dalam genggamannya sekarang.
“Apa ini?” desisnya kalut.
Maya mendegus sebal. “Jangan temui aku lagi!!” serunya dengan marah dan berbalik hendak pergi lagi.
“Maya! Maya! tunggu!!” Masumi dengan langkahnya yang panjang menghampiri Maya. “BRAK!!” dia berhasil menutup pintu keluar.
Maya terlonjak, mendongak. “BUKA!!”
“TIDAK!!”
“BUKA!!!”
“TIDAK!!” suara Masumi semakin menggelegar.
“BUKAAAAAAA!!!!” teriak Maya sambil menjinjitkan kakinya.
“TIDAAAAAAAAKKK!!!” balas Masumi, memelototkan matanya. “Kau pikir kau bisa datang begitu saja, melemparku dengan cincin dan pergi dari sini!?”
Maya membuang mukanya. Muak.
Masumi menggenggam bahu gadis itu erat, “Jelaskan padaku, apa maksudmu tiba-tiba melemparkan cincin tunangan ini dan hendak pergi begitu saja!?”
“Semuanya sudah sangat jelas! Pertunangan kita putus!”
Masumi bagaikan dihantam petir mendengarnya. Ia mengeratkan genggaman tangannya di bahu Maya hingga gadis itu kesakitan.
“Le-lepaaass…” Maya berusaha membebaskan diri dari cengkeraman masumi yang sangat kuat. “Sakiiitt… lepasss!!”
“Dan kau pikir aku tidak merasa sakit mendengar ucapanmu??” suara Masumi bergetar getir.
Maya mengeratkan rahangnya, juga gemetar. Ia menatap Masumi nyalang. “Tidak usah pura-pura, Masumi Hayami…” mata gadis itu berkaca-kaca.
Alis Masumi bertaut kalut. “Berpura-pura? Berpura-pura apa?” desisnya, mendekatkan wajahnya kepada Maya. “Bisakah kau bicara dengan jelas dan jangan memutar-mutar membuatku bingung!!?”
“Aku sudah bicara sangat jelas! Aku ingin pertunangan kita diakhiri! Sudah! Selesai! Menjauh dari hidupku dan biarkan aku pergi!!”
“Tidak bisa! TIDAK-BI-SA!! Apa alasan dari permintaanmu yang tiba-tiba itu!!?”
“Alasan?? Bukankah semua sudah jelas? Aku sudah tahu maksud tersembunyi darimu! Pantas saja kau memaksa ingin bertunangan, ternyata kau punya niat jahat!! Dasar busuk!”
Hidung Masumi mengembang menahan amarahnya. Dan juga sakit hati.
“Niat busuk? Maksud tersembunyi? Apa maksudmu?”
“Kau tahu apa maksudku!” Mata Maya berkaca-kaca, air matanya sudah tak terbendung.
“Tidak. Aku tidak tahu! Kau yang katakan, apa maksud tersembunyi dan niat busukku yang membuatmu ingin memutuskan pertunangan kita?” cengkeraman tangan Masumi melonggar namun tatapan tajamnya masih ketat menyandera pandangan Maya.
“Ka-kau… mempermainkanku… Kau punya niat busuk dengan pura-pura mengajakku bertunangan. Kau sebenarnya, hanya ingin mengamankan peluang untuk mendapatkan Bidadari Merah kan?”
Masumi terenyak. “Bida… dari… merah…”
“Ya! Hanya itu yang mungkin kau inginkan dariku. Sekarang, semuanya jadi masuk akal bagiku. Pantas saja, kau… begitu mudah melakukan semua kebaikan itu untukku, pura-pura bermulut manis dan memperlakukanku seakan-akan aku ini istimewa. Ternyata… kau hanya memanfaatkanku. Hanya ingin kesempatan merebut Bidadari Merah. Pasti… jika aku akhirnya tidak memiliki kesempatan bersaing menjadi Bidadari MErah dengan Ayumi, kau akan mencampakkanku kan?” tuduh Maya.
“Kau ini bicara apa…” desisan Masumi mengandung amarah dan rasa sakit. “Bagaimana bisa kau berpikir aku akan menjadikan amanat orang tua kita dan mempermainkan perasaanmu hanya untuk Bidadari Merah…”
“Tapi iya kan? Benar kan!!? Aku tahu benar bagaimana kau sangat menginginkan Bidadari Merah dan akan melakukan apa saja untuk mendapatkannya! Aku pernah mendengarmu mengatakan hal itu!”
“Apa kaitan ini semua dengan Bidadari Merah? Aku ingin menikah denganmu tidak ada hubungannya dengan Bidadari merah!!”
“Bohong!!!!” ketus Maya. “sudah… jangan bicara lagi! Semua yang kau katakan pasti bohong! Aku yang bodoh karena baru menyadarinya sekarang!”
“Aku tetap akan mengatakannya!!” Masumi bersikukuh. “Aku mencintaimu! Sangat mencintaimu! Aku ingin menikah denganmu! Menghabiskan hidupku denganmu! Terbangun di sisimu… membentuk keluarga bersamamu… Sebesar itu keinginanku menikah denganmu. Dan itu, semata-mata karena aku mencintaimu! Bukan lainnya!!” tegas pria itu, menatap Maya tanpa goyah.
Maya mengamati kedua mata Masumi yang memasungnya. Pria itu mengatakan semuanya tanpa ragu. Tetapi…. Tidak! Tidak! Lebih baik dia yang pergi dan terluka sekarang ketimbang Masumi menyakitinya belakangan nanti.
“Kau… tidak mungkin mencintaiku,” Maya gemetar. “Gadis seperti aku…”
“Tapi nyatanya aku mencintaimu… Aku sangat mencintaimu Maya…” Masumi memohon dengan suaranya. “Bagaimana bisa kau tiba-tiba memikirkan semua itu… beberapa hari yang lalu kita masih baik-baik saja kan?” Masumi mengusap wajah Maya yang memanas dan beruraian air mata. “Percayalah kepadaku…”
Maya terisak-isak beberapa tanpa bersuara. Ia ingin sekali percaya pada kata-kata Masumi. Tetapi dia takut. Takut dikecewakan. Takut harapannya terlalu tinggi dan Masumi menjatuhkannya nanti. Maya yakin perkataan Shiori benar. Pasti Masumi menginginkan Bidadari merah. Maya ingat, Masumi pernah mengatakan maya harus mendapatkan Bidadari Merah. Itu pasti… karena dia juga mengincarnya.
“Tidak…” Maya menggeleng. Melepaskan diri dari kungkungan Masumi. “Sulit sekali, aku percaya kepadamu… setelah semua hal yang pernah kau lakukan. Aku tahu, jika aku gagal dengan pentasku… kau pasti… pasti akan memilih Nona Shiori.”
“Shiori!?” Masumi mengerutkan alisnya.
“Ya! Bukankah saat kita putus pertama kali, kau juga sempat berniat tunangan dengannya? Siapa yang tahu kau sebenarnya mungkin memang lebih memilihnya.”
“Saat itu kau menolakku! Apa yang bisa kulakukan!? Andai aku mempertimbangkan Shiori, semata-mata karena amanat orang tua kita! Kau pasti tahu itu!!”
“Dan sekarang aku menolakmu lagi!!” seru Maya. “Jangan mengungkit-ungkit soal pertunangan lagi! Jangan katakan apa pun lagi… Aku sudah tak percaya kepadamu Pak Masumi. Aku benci kau!!” Maya mendorong Masumi sekuat tenaga, membuka pintu menjulang di hadapannya dan keluar dari kantor pria itu.
Masumi mengepalkan tangannya erat. “BUG!!” dia memukul pintu kantornya keras-keras.
Kenapa semuanya jadi seperti ini?? Kenapa Maya tiba-tiba datang dengan semua tuduhan itu?
Benar. Bukannya Masumi tidak memikirkan bahwa dia akan sangat beruntung jika bisa sekaligus mendapatkan Maya dan Bidadari merah. Tetapi, jelas bukan itu alasannya begitu antusias bertunangan dengan Maya. Bukan.
Dia sangat mencintai Maya. Sangat mencintai gadis itu.
Diamatinya cincin dengan berlian merah muda di telapaknya.
Apa benar begini akhirnya? Keputusan Maya sudah final?
=//=
“Srooott!! Srooott!!!” maya membuang ingusnya pada tisu dan kembali menangis tergugu.
“Maya… sudahlah… kau yang memutuskan pertunangan kenapa kau juga yang menangis habis-habisan begini!?” Rei hanya bisa mengamatinya dengan heran.
“Ta-tapi… tapi…. Ukh!! Si Makhluk endapan lumpur ituuu!!!”
“Kau bilang dia bukan makhluk endapan lumpur…”
“Iya!! Dia makhluk endapan lumpur!! Menyebalkan!! Jahaaatt!! Iiiiiiiiiiikkkkhhhh!!!” Maya mengeluarkan semua tisu dari kotaknya dan mencabik-cabik tisu-tisu tersebut dengan geram.
Tatapannya lasntas beralih kepada sebuah gunting yang terletak di atas meja dan Maya beranjak meraihnya. Gadis itu mengepalkannya erat-erat dan mengacungkannya.
“KYAAAA!! Maya!! Jangaaann!! Apa yang hendak kau lakukan!?” wajah Rei pucat pasi, waswas. “Mayaa, jangan bodoh!! Jangan lakukan itu!!”
Air mata Maya mengalir lebih deras. “Ta-tapi… a-aku… sakit hati Rei… Padahal… Padahal aku benar-benar… benar-benar…” Maya tak kuasa merasakan nyeri di dada dan tenggorokannya yang menggumpal. “A-aku… aku benci cara dia memperlakukanku!! Aku benci semua kebohongannya!!”
“Maya, tenanglah!!” Rei semakin panik melihat genggaman Maya yang semakin erat di gunting itu hingga gemetar.
“Ta-tapi… tapi…” Maya terisak lagi. Ia tak mengira Masumi benar-benar brengsek. Padahal, Maya sudah sangat mencintainya, sudah memikirkan banyak hal indah yang ingin dilakukan dengannya. “Aku… aku tak bisa… terus hidup dengan kenangannya…” sesal Maya dengan pilu.
“Tapi Maya… akh, Maya!!” pekik Rei, saat Maya mengangkat guntingnya tinggi-tinggi. “TIdaaakk!!” Rei memejamkan matanya erat dengan ngeri sembari menutup wajahnya.
“DOR!! DOR!! DOR!! DOR!!!” suara balon-balon yang meledak terdengar.
“Maya!! Hentikan!! Cukup!! Jangan lakukan lagi!!” Rei berhambur dan memeluk Maya erat-erat. Maya masih menangis tergugu.
“Tapi aku kesal sekali Rei… melihat balonnya saja aku sebal…” isak Maya dengan sakit hati.
“Ya, ya… aku mengerti Maya, tetapi kalau kau meledakkan balonnya di sini, ribut sekali, bisa-bisa kita diusir induk semang…” Rei mencoba memberi pengertian.
“Kau benar Rei…” isak Maya, menyetujui sahabatnya yang bijak itu. “uuukhh!! Ingin sekali aku meledakkan balon-balon ini di telinganya!!” geram Maya.
Lalu gadis itu menunduk sedih. Ia tak tahu apakah rasa sakit kehilangan masumi atau kenyataan dia telah dibodohi yang lebih menyayatnya. Yang pasti, ia ingin sekali semua ini hanya mimpi buruk dan semua kembali seperti dulu saja… Hanya ada rasa benci, tanpa rasa cinta. Karena rasa cintanya itulah yang telah membuat maya menderita.
=//=
“Kau mengatakan sesuatu kepada Maya ‘kan?” desis Masumi penuh intimidasi kepada Shiori.
Shiori mengangkat kedua alisnya. Seharusnya dia bisa mengira apa yang mengantarkan direktur Daito itu mampir ke kantornya bahkan mengabaikan kasak-kusuk yang sedang dilakukan pegawai Shiori sekarang.
“Kami bicara dengan bahasa yang sama, apa anehnya aku bicara dengan maya?” shiori berusaha tenang.
Masumi memberikan tatapan mengecam. “Jangan main-main denganku, Shiori…”
“Aku? Main-main?” kedua alis Shiori terangkat. “Bukannya kau yang suka main-main? Bilang minta waktu sebulan, belum sebulan sudah membuat keputusan sendiri. Nah, Direktur Masumi Hayami, kalau kau bisa tenang sedikit, tolong jelaskan kenapa kau tiba-tiba menyebut-nyebut nama Maya di kantorku? Bertengkar lagi ya?”
Wajah Masumi merah karena marah dan dia menegakkan badannya hingga terasa semakin mengintimidasi Shiori yang sedang duduk di  kursi kerjanya.
“Aku tidak ada waktu berbasa-basi. Aku hanya ingin mengingatkan. Apapun yang sudah kau katakan kepada Maya, tarik kembali ucapanmu, atau—“
“Atau apa?” Shiori mengangkat dagunya. “Kau mau menamparku? Aku tidak yakin kau akan melakukan hal itu kepada perempuan.”
“Itu karena kau belum mengenalku…” desis Masumi.
“Kau salah. Aku jauh lebih mengenalmu dari yang kau kira. Yaaa sebagian kudapatkan dari profilmu di majalah-majalah bisnis, lainnya kudapatkan dari obrolan Papa—angkatku, Takamiya, lainnya? Aku mengamatimu, dan kuyakinkan aku salah satu penganalisa yang baik. Penelitianku mendapatkan nilai sempurna, kau tahu?”
Apa Shiori baru saja menyamakan Masumi dengan tikus percobaan?
“Tidak perlu berputar-putar! Kau mau melakukannya, atau tidak?”
“Tidak!!”
“Kau!!”
“Itu bukan masalahku kan?” Tatapan Shiori sejenak beredar ke luar ruang kantornya saat para pegawainya serentak berhenti bekerja dan menoleh kepadanya ketika Masumi berteriak.
Tatapannya berhasil membuat para pegawainya kembali pada kesibukan mereka masing-masing.
“Jadi kau mengakui kau yang sudah menyebabkan Maya kehilangan kepercayaan terhadapku?”
“Pak Masumi, kau tidak menangkap ya? Sudah kuduga kalau soal perempuan kau itu memang bukan ahlinya,” Shiori tertawa kecil. “Sekali lihat saja aku tahu kau bukan tipe yang mudah jatuh cinta dan sangat setia.”
“Cukup bicara mengenai aku.”
“Nah, tapi Maya tidak mengenalmu sebaik aku kan? Kepercayaannya kepadamu, tidak sebesar aku kan?”
“Maksudmu—”
“Maksudku, kalian ini, sebentar bertengkar, sebentar baikan, sebentar bertengkar, sebentar baikan. Oh, jangan memasang wajah heran seperti itu Pak Masumi, kau tahu aku bekerja di media dan akan mengetahui apa pun yang ingin kuketahui. Yang kutangkap, kalian berdua memang tidak pernah belajar. Terutama Maya, mudah sekali membuatnya marah dan meninggalkanmu. Sepertinya, kabar buruk apa pun mengenai dirimu dia pasti menyetujuinya. Aku sih…”
“Jangan menjelek-jelekkan Maya!” sergah Masumi. “Kau tidak tahu apa-apa, Shiori. Aku dan Maya, kami memiliki masa lalu yang—“ Masumi tertegun. Haruskah ia mengungkapkan semua kepahitan dan kesalahannya kepada Maya yang menyakitkan itu?
Benar. Masumi tahu dia manusia kotor. Karena itu Masumi benar-benar tak keberatan jika Maya memarahi atau menghinanya. Ia akan menerima itu semua karena Maya berhak melakukannya. Asalkan, Maya berada di sisinya, di dalam dekapannya. Ia tak akan peduli jika Maya menginjak kakinya, menendang tulang keringnya atau meludahinya. Asal gadis itu diam di sisinya…
“Masa lalu kalian, itu urusan kalian. Aku hanya berurusan dengan masa depanmu, Pak Masumi, masa depan kita,” shiori tersenyum optimis. “Putusnya hubungan kalian sama sekali tidak ada kaitannya denganku. Itu kesalahanmu, karena kau tidak bisa mendapatkan dan meyakinkannya dengan cinta dan ketulusanmu, bukan? Juga salah Maya, karena dia tidak pernah benar-benar percaya kepadamu. Apa jika ada murid yang tidak lulus ujian, yang salah pengujinya? Tentu yang salah muridnya kan, karena tidak belajar dan tidak melakukan persiapan yang matang…” Shiori memasang wajah tidak bersalah.
Bicara apa wanita ini mengenai hubungannya dan Maya yang baru seumur jagung? Yang baru saja benar-benar berusaha saling mengenal? Tetapi membuat keributan di sini juga tidak ada gunanya. Dan walaupun Masumi mau memutuskan hubungan bisnisnya dengan Shiori, pasti ayah angkatnya dan Takamiya akan geram, mungkin Masumi malah akan menghancurkan hubungan dua keluarga baik yang sudah terbangun puluhan tahun.
Tetapi, Masumi akui. Perkataan Shiori ada benarnya. Dia, dan Maya, cinta mereka belumlah sebesar dan sekuat yang Masumi kira. Mencintai gadis itu begitu dalam tidaklah cukup, jika Masumi masih sering merasa cemburu kepada Sakurakoji, atau Maya yang selalu merasa Masumi memiliki motif tersembunyi terhadapnya.
“Kau tahu, Pak Masumi, kalau kau segera memilihku, semuanya akan jauh lebih mudah. Keluarga kita sederajat, banyak hal bisa kita bicarakan, orang tua kita, dulu bersahabat. Kita sama-sama pandai dan terpelajar. Aku sangat mengerti profesimu. Dan, kalau kita menikah, walaupun aku yakin kau tidak akan melakukannya, kau boleh menyegarkan pikiranmu merayu 1-2 wanita lainnya agar pernikahan kita tetap utuh dan tidak membosankan. Sungguh…” Shiori menyentuh punggung telapak Masumi yang terletak di atas mejanya. Masumi tertegun, mengamati tangan Shiori. “Aku akan melakukan apa saja agar kau bahagia bersamaku…”
=//=
“Kemarin kau sudah hampir sempurna! Sekarang kemana lagi semangatmu itu, Maya!!? Minggu depan kita sudah mulai pentas! Jangan menyusahkan semua orang dan kerja keras teman-temanmu yang lain!!! Jika sampai pentas ini gagal karena kau, aku tidak akan pernah memaafkanmu!!” bentak Kuronuma.
Maya diam, menelan ludahnya getir, menahan tangis.
Ia termenung sambil menghapus keringatnya.
“Maya! Ada kiriman bunga!!” seru seseorang.
Kiriman… bunga? Mawar ungu-kah? Harapnya.
Maya dengan terburu-buru beranjak ke pintu dan mendapati Hijiri membawa buket bunga yang sangat besar.
“Pak Hijiri,” Maya terharu. Ia sangat membutuhkan melihat buket bunga itu saat ini. Maya segera memeluk dan menyurukkan wajahnya di antara kelopak bunga mawar ungu saat menerimanya.
Ia ingin, ingin sekali bertemu Mawar Ungu dan mencurahkan isi hatinya saat ini. Ia patah hati dan terluka. Sepertinya, jika ada mawar ungu, pria itu akan mau mendengarkan dan menghibur Maya.
Hijiri mengamati Maya dengan rasa sendu yang tersamar. Ia sudah tahu masalahnya. Bosnya yang tengah galau seperti ABG itu sudah bercerita. Akhirnya Masumi memutuskan untuk tidak mengusik Maya dulu, apalagi sebentar pentas Maya akan digelarm dan dia tidak ingin mengalihkan perhatian publik dari sandiwara Maya yang sangat penting itu. Masumi kembali memilih sosoknya dalam bayangan Mawar Ungu yang akan berperan menenangkan Maya kali ini.
“Pak Hijiri, a-apakah… Apakah Mawar Ungu akan datang ke pementasanku?” tanya Maya dengan mata berkaca penuh harap.
“Ya, Maya, beliau akan datang,” Hijiri tersenyum lembut. Setidaknya perkataannya membuat binar di wajah Maya lebih cerah.
“Be-benarkah Pak Hijiri!? K-kapan? Kapan dia akan datang ke pementasanku?”
“Pada pentas perdana. Dia tak sabar menunggu penampilanmu,” terang Hijiri.
“Ahh… b-benarkah…” Maya melipat bibirnya penuh haru. ‘Sampaikan kepadanya aku sangat berterima kasih! Dan aku akan menunggunya. Hanya dia yang paling aku tunggu pada pementasanku.”
“Tentu. Dan, dia berpesan, apa pun yang terjadi, dia akan datang melihatmu. Karena itu, kau harus melakukan yang terbaik dari yang terbaik kali ini, karena dia ingin melihat aktingmu sebagai Jean, dia tidak ingin dikecewakan,” tandas Hijiri.
Mawar Ungu…. Maya mengeratkan rahang, mengumpulkan tekad dan memeluk buket bunganya lebih erat.
Dia sudah kehilangan Masumi, tetapi dia masih memiliki Mawar Ungu, penggemarnya yang setia. Untuk dialah Maya harus kuat, melakukan yang terbaik untuk pementasannya nanti.
“ya! Aku akan melakukan yang terbaik. Dia tidak akan kecewa, dia akan bangga kepadaku, pak Hijiri!” tekad Maya.
Hijiri mengamati binar penuh semangat di mata Maya. pasti. Itulah yang Masumi inginkan.
=//=
Pementasan Isadora malam itu berlangsung meriah. Tarian dan nyanyian yang memukau, sosok Madoka Enjoji yang sangat cantik dan menjulang, begitu mencolok dan menonjol di atas panggung.
Maya tak bisa melepaskan tatapannya barang sedetik dari pentas itu. Bahkan mulutnya sibuk berkomat-kamit mengikuti dialognya. Maya sekali lagi menikmati petualangan paling nikmat dalam hidupnya, saat menonton sandiwara, terlepas dari kesadaran atas sekelilingnya, dan sibuk sendiri dengan dunia dalam pandangan mata dan alam pikirannya sendiri.
Orang-orang tampak sedang mendiskusikan keistimewaan pementasan Isadora saat Maya, Sakurakoji dan Kuronuma muncul di ruang perayaan itu.
Maya langsung memasang wajah gahar saat—entah kenapa—dari ratusan orang yang ada di sana, harus Masumi yang menyadari kedatangan mereka dan menyambut mereka.
“Wah, undangan dari Padang Liar yang terlupakan. Terima kasih sudah datang Pak Kuronuma, Sakurakoji, dan… Maya Kitajima…”
Tatapan keduanya bertemu, Masumi sekilas saja memperhatikan tunangannya itu, agar tidak kentara bahwa Masumi menyimpan perhatian khusus kepadanya.
Sementara Maya yang sedang muak kepada mantan tunangannya itu tampak seperti menggeram hendak menerkam dan mencabik-cabiknya kapan saja. Maya kesal. Entah kenapa jika masumi bicara, ia selalu begitu menarik perhatian orang dan Maya otomatis dalam sikap waspada, karena ia merasa Masumi pastilah mempunyai maksud tertentu—khususnya kepadanya.
Tatapan Maya sempat bergeser kepada wanita yang berada tak jauh dari Masumi. Cantik, anggun, percaya diri dalam gaun hitamnya yang memukau dan tatanan rambutnya yang berkilau sempurna. Shiori Takamiya.
Maya menunduk, berusaha menutupi luka hatinya.
“Pak Kuronuma, bagaimana pendapat Anda mengenai pementasan tadi?” tanya Masumi kepada sutradara yang terkenal blak-blakan itu.
“Yaah… kalau saja akting Madoka sebagus nyanyian dan tariannya, pasti pentas ini menjadi lebih baik.”
Komentar pedas, yang sudah bisa diduga mengundang decak kesal dari penyelenggara dan desas desus di sekeliling mereka.
“J-jadi… menurutmu aktingku tidak sempurna?” Madoka terenyak, tak mampu menyembunyikan rasa tersinggungnya.
Padahal, di akhir pentas tadi, tepuk tangan untuknya rasanya tidak berhenti-berhenti.
“Maaf kukatakan di hari pertama, tapi aku tidak bohong…” tukas Kuronuma.
“Apa-apaan si Kuronuma itu, pentasnya saja tidak diakui juri festival seni!!” terdengar bisik-bisik orang di sekitar mereka.
Masumi beralih kepada Sakurakoji. “Kalau menurutmu, bagaimana, Sakurakoji?”
“Aku…? Hmm… tarian dan nyanyian Madoka membuatku sangat kagum.”
“Lalu menurutmu, bagaimana, Nona Maya Kitajima?” Masumi mengalihkan tatapan dinginnya kepada Maya. Ia menyusun sebuah rencana dalam kepalanya. Akan lebih mudah jika gadis ini mau bekerja sama.
“M-menurutku… pentasnya, bagus sekali. Tariannya sangat bersemangat, indah sekali. Dan makna setiap dialognya sangat terasa.”
Masumi menyesap rokoknya. “Oh, ya? Dialog yang mana, misalnya?”
Masumi mendelik, kenapa Masumi tak membiarkannya saja? ketimbang memperpanjang percakapan yang ingin dia hindari. Bukan topiknya, tapi orang yang mengajaknya bicara. Akan Tetapi marah-marah juga tidak akan menolongnya. Orang-orang akan heran jika Maya marah-marah tanpa sebab di sini. Apalagi, ada Ayumi juga yang datang dan orang-orang penting. Maya harus menjaga sikap, demi pementasannya.
“Yang itu, di babak pertama adegan 3, di kedai minum. ‘bagiku, hidup adalah menari dan menari adalah hidup. Inilah yang menentukan seluruh hidupku. Ya! Walaupun aku tak ingin menari, tapi musik itu telah menyatu dengan jantungku. Dan setiap pembuluh darahku telah menghantarkan musik ke seluruh tubuhku dan menggerakkannya. Ketika sadar, aku sudah menari.’ Aku suka sekali dialog itu!”
Madoka tergemap. “K-kau… kau hapal semua dialog itu?”
Maya menoleh kepadanya dan tersenyum riang. “Ya! semuanya!”
“HUAPAAAHH!!?” Para hadirin terenyak bersamaan mendengar pernyataan Maya.
“Eh?” Maya menoleh ke sana kemari dengan kikuk. Apakah dirinya seaneh itu?
“Coba, dialog yang lain yang kau hapal yang mana?” tanya Masumi lagi.
Maya menatap Masumi dengan curiga, tetapi menjawab juga. “Adegan terakhir, itu yang paling kusuka.”
“Dialognya bagaimana? Kau bisa memerankannya?” tantang Masumi.
Maya mengerutkan dahinya. Apa maksud pria ini? Kenapa dia menantangnya di tengah orang ramai seperti ini?
“Kenapa? Sebetulnya kau tidak bisa kan?” Masumi tersenyum menyebalkan. Ayo Maya, tunjukkan kepada orang-orang apa yang sesungguhnya kau miliki….
“A-aku… bisa…” Maya menelan ludahnya.
“Kalau begitu, ayo! Coba tunjukkan!” Masumi mengangkat dagunya menantang.
Maya merasa kikuk, tetapi disebut pembohong oleh Masumi di hadapan orang-orang ini juga bukan pilihan.
Maya menghela napasnya, memejamkan matanya. Mengingat detail Isadora yang ditangkap dan coba diekspresikannya.
Isadora…
Maya membuka matanya. Dan dia sudah bukan gadis yang sebelumnya.
Maya mulai berakting, membacakan dialognya sebagai seorang Isadora yang sangat mencintai tarian, yang setiap gerak tubuh dan tarikan napasnya adalah tarian. Namun, gadis itu sekarat.
Sekarat….
Isadora memeluk sepatunya erat. Bahkan sebuah kematian hanya menyisakan sebuah tanya yang memukul jiwanya.
“Bagaimanakah caraku menari nanti?”
Para hadirin terkesima dengan akting singkat Maya, termasuk ketua persatuan drama nasional.
Maya memakai sepatunya lagi dan membungkuk di hadapan para hadirin yang masih terpana. “Terima kasih, sudah selesai.”
Pak Yamagishi bertanya, “Di adegan terkahir, aktingmu berbeda dengan Madoka. Kenapa begitu?”
“Entahlah, aku hanya ingin melakukannya seperti itu. Aku ini Madoka, pikirku,” aku Maya malu-malu.
“Ckckck… tanpa latihan bisa sebagus itu,” puji Pak Yamagishi.
Beberapa di antara mereka juga malah ada yang berceloteh. “Menurutku malah lebih bagus akting anak itu.”
“Ssst!! Nanti terdengar Madoka!” sikut rekannya.
Salah satu staf Isadora menyempatkan diri memeriksa naskahnya dan menemukan, “Semua dialognya benar! Tidak ada yang salah!!”
Sekali lagi Maya menjadi pusat perhatian—sekarang—seluruh pengunjung pesta.
Seperti biasa, Maya mulai jengah jika semua mata telah memandang ke arahnya. Sementara Shiori, ia mengamati Masumi tajam.
Jadi, itukah niat Masumi? Membuat Maya menjadi pusat perhatian dan memperlihatkan bahwa gadis itu istimewa?
Lalu, apalagi sekarang, Masumi? Shiori menanti, tertarik.
“plok Plok plok plok plok!!” Masumi bertepuk tangan keras, kembali mencuri perhatian gadis mungil itu.
“Ternyata tak sia-sia kau pernah menjadi aktris terbaik dalam festval seni dulu,” Masumi menarik sudut bibirnya, tersenyum misterius.
Suasana di sekitar mereka menjadi riuh.
Maya Kitajima? Calon Bidadari Merah?
Iya, dia kan pernah menjadi aktris terbaik untuk Helen Keller…
Dia saingan Ayumi Himekawa itu?
Para pewarta dengan cepat menjepretkan kamera mereka ke arah Maya. Ruangan itu dalam sekejap menjadi milik Maya.
Shiori bersedekap. Bagus sekali caramu bekerja, Pak Masumi.
Namun rupanya Masumi belum selesai. Bukan hanya Maya yang ia ingin agar diperhatikan. Namun juga pementasannya.
“Wah… sayang sekali ya, pementasan Nona Maya yang sekarang… tidak layak mengikuti festival seni. Apakah benar tidak apa-apa, pentas Padang Liar yang Terlupakan, dipentaskan pada saat festival seni seperti ini? Ada banyak sandiwara yang juga sedang dipentaskan, bukan?”
Maya mengamati Masumi penuh tanya. Apa maksud mantan tunangannya itu?
“Bagaimana, Nona Maya? Kalau kau bisa memerankan peran orang lain, bagaimana dengan peranmu sendiri? Apa yang menarik dari peranmu?”
Ayo, Maya, gigit umpannya, batin Masumi.
Maya mengerutkan alisnya, menatap Masumi penuh kecam. Apa maksudnya mengungkit-ungkit soal sandiwaranya di sini? Apa Masumi benar-benar hendak mempermalukannya?
Maya memalingkan wajahnya. Ia tak tertarik menanggapi Masumi lagi.
“Loh, mau ke mana? Kenapa, kau tidak percaya diri dengan pentasmu?” ejek Masumi, yang masih berusaha agar Maya menjadi pusat perhatian. Dia harap, Maya bisa memanfaatkan momentum ini tanpa Masumi harus berbuat jahat. Tapi sepertinya percuma, gadis itu sudah terlihat muak kepadanya.
Masumi, harus melakukan langkah terakhirnya.
 “Madoka, bagaimana menurutmu? Setelah melihatnya memerankan Isadora, bukankah kita juga ingin melihat dia memainkan peran yang lebih sesuai untuknya, jadi gadis serigala?” tukas Masumi.
Maya berhenti melangkah. Terpukul. Pak Masumi… ia merasakan kemarahan yang lebih besar mulai mengisi hatinya, mengalahkan rasa sakit dan sedihnya.
Madoka tertawa keras. “Ya, benar. Aku ingin dia melakukannya, karena dia lebih pantas menjadi gadis serigala.”
Maya mengeratkan rahangnya, menatap Masumi nyalang.
“Loh, kenapa, MUNGIL? Kau ingin penghargaan tertinggi dari Persatuan Drama Nasional kan? Lantai ini memudahkan gerak langkah 4 kakimu. Mumpung di sini sedang banyak juri yang hadir. Ini kesempatanmu memperlihatkan kepada mereka. Siapa tahu mereka tidak akan sempat melihatnya. Ayolah, Jean gadis serigala…” Masumi menggerakkan tangannya menantang.
Sakurakoji mendelik ke arah Masumi, dan menarik bahu Maya. “Jangan dihiraukan. Ayo kita pergi, Maya.”
“Mau kabur!!!?” Seru Masumi yang suaranya membahana di ruangan itu. Musik bahkan sudah berhenti akibat keriuhan yang dibuatnya. “Jangan-jangan, kau hanya bisa memerankan peran orang lain sedangkan peranmu sendiri tak bisa,” sindirnya. “Kalau kau lari dari sini, tak seorang pun akan melihat pentasmu. Atau kau tak yakin bisa memerankannya, JEAN, Gadis serigala?”
“Grrrrr….” Maya benar-benar marah dengan sindiran pria itu. Jadi, pria itu hendak mengatakan Maya memang hanya gadis liar seperti Jean? Kalau begitu pria itu memang harus berhadapan dengan Jean.
Maya berdiri dengan tangan dan kakinya. Merangkak.
“Waaaa…!” suasana semakin riuh.
“Hmm…” Shiori mengamatinya dengan seksama. Jadi itu yang Masumi inginkan? Dia hendak mempromosikan pentas Maya karena banyak orang penting dan juri festival di sini? Hingga berbuat sejauh ini?
“Maya, Kau tidak usah melakukannya! Hentikan!” hadang Sakurakoji.
Masumi mendorong bahu pemuda itu menyingkir—seperti yang ingin sekali dilakukannya selama ini.
“Kau mundur sana! Aku yang akan mendampingi Jean!!” tandas Masumi.
Sakurakoji tak berkutik, karena sekarang Pak Kuronuma juga menahannya menghentikan semua kehirukpikukan ini.
Masih sebagai setengah dirinya, Maya menggeram, mengamati mantan tunangannya yang memuakkan itu.
“Hmm… kau memang lebih cocok sebagai serigala,” komentar Masumi yang disusul gelak tawa beberapa orang. “Oh, sebentar, kau akan kuberi makan…” Masumi beranjak, mengambil sepotong paha ayam dan menunjukkannya di hadapan Maya. “Nih!!”
Pak Masumi….!!
Namun penghinaan Masumi belum selesai. Ia melemparkan paha ayam itu ke lantai.
“Kau lebih cocok menjadi gadis serigala daripada menjadi Isadora,” nadanya merendahkan. “Ayo, ambil makanan itu! Tuh! Ambil makananmu!” ia menunjuk pada potongan daging itu.
Aksi itu membuat Maya semakin geram. Walaupun ragu, Maya akhirnya mengeratkan kepalan tangannya. Ia tak bisa membiarkan.
“Kenapa diam saja? Kau tak suka ayam yang ada rasanya?” ejek Masumi yang sekali lagi ditimpali tawa sekelilingnya.
Cukup sudah! Tubuh Maya gemetar menahan amarah. Ia tak bisa membiarkan lagi aksi Masumi. Laki-laki ini… membuatku menjadi bahan tertawaan di depan orang banyak.
“Ggrrrrr….. Grrrrr….” Maya menggeram semakin menyeramkan. Demikian juga dengan raut wajahnya. Ia sudah tidak akan menahan diri lagi. Ia akan menjadi Jean.
Orang-orang di sekelilingnya terkejut dan merasa ngeri dengan mimik Maya yang tampak liar dan ganas. Yang jelas, gadis serigala itu marah.
“Akhirnya… wajahmu semakin menarik,” Masumi puas. Ia tahu Jean yang sesungguhnya telah muncul di hadapannya.
“Hei lihat… i-ini… apa ini akting?” bisik orang-orang di sekitarnya.
Masumi melepas jasnya dan mulai memancing Jean seperti seorang matador memancing banteng. “Sini Jean!!”
Suasana di ruang perayaan itu semakin riuh dan menegangkan. Para wartawan mulai sibuk dengan kameranya. Sepertinya mereka mendapatkan berita yang lebih menarik dari pementasan perdana Isadora.
“Wah… Pak Masumi dan mantan tunangannya seperti ini, benar-benar berita yang tidak bisa dilewatkan!”
“Direktur Daito melawan gadis serigala… ini baru berita!!”
Sementara para hadirin lainnya mulai membicarakan dan penasaran mengenai pentas Padang Liar yang Terlupakan.
“apa judulnya tadi?”
“Jadi ini pentas Pak Kuronuma selanjutnya? Di mana pentasnya?”
“Apa gedung Ugetsu?”
“Kapan dipentaskannya?”
Ketertarikan orang-orang di sekitarnya semakin jelas. Sepertinya misi Masumi tak Cuma-Cuma.
“Ayo! Kemari Jean!!!” pancing Masumi.
Jean menggeram marah. Ia lantas mulai melangkah dengan keempat kakinya. Jean berusaha meraih potongan paha ayam di belakang Masumi. Namun tentu pria yang berlari dengan kedua kakinya itu bergerak lebih cepat.
Masumi menendang paha ayam itu menjauh. Maya mengejarnya, lantas Masumi dengan tangannya menghalau gadis itu.
“Buk!” Maya merasakan tangan Masumi menghantam pipinya.
Ruangan ribut dengan kejadian itu. Mereka tak mengira pasangan yang sempat terlihat seperti pasangan kekasih dalam dongeng cinderella sekarang malah seperti matador dan banteng.
Masumi melemparkan paha ayam itu lagi.
“Ayo, bangun! Kenapa diam saja? tuh! Makananmu di situ! Ambil!!” serunya. “Atau… kau mau lari sambil melingkarkan ekormu?” ejeknya. “Oh, aku lupa! Kau kan tidak punya ekor!” Masumi lantas tertawa penuh celaan.
Jean sudah tak bisa membendung lagi kemarahannya. Ia berlari ke arah Masumi, menggigit punggung tangannya.
“Ukh!!!” Masumi mengerang, jasnya terlepas dari tangannya.
Jean menggigit jas itu, membawanya pergi. Semua orang terenyak, melihat Jean yang bergerak dan terlihat seperti seekor serigala liar. menaiki tangga. Menjatuhkan jas lawannya dan menginjaknya, memamerkan kemenangannya.
Semua orang terenyak. Masumi memandangi mantan tunangannya dengan denyut meyakinkan tidak hanya di tangannya, tapi juga di hatinya. Ia tahu Maya sudah semakin membencinya, dan mungkin tidak akan pernah memaafkannya.
“Sudah selesai… Jean…” tandas Masumi.
Maya meraih potongan paha ayam itu dan melemparkannya ke wajah Masumi. “Dasar brengsek!!! Kau orang paling menyebalkan yang pernah kutemui. Aku benci kau!! Aku sangat membencimu!!!” amuk Maya, sudah tak peduli lagi di mana ia berada atau siapa saja yang mengamati perilakunya.
Masumi tak berkutik. Gadis itu pergi dengan tangis di wajahnya.
“Pak Masumi, selama ini aku selalu menganggapmu pria terhormat! Tetapi sekarang aku tahu, Anda ternyata bisa melakukan hal serendah ini,” tukas Sakurakoji sebelum beranjak pergi.
Masumi menyusut bekas lemparan Maya di wajahnya. Suasana di sekelilingnya mulai riuh lagi membicarakan mengenai pementasan Maya. Masumi menghela napasnya, memungut jasnya. Ia memandang keluar dan mendapati Maya yang tengah menangis sedang ditenangkan Sakurkoji. Dalam pelukan pemuda itu.
Ia mengeratkan kepalan tangannya, dan rahangnya. Menahan cemburu dan luka di hatinya.
=//=
“Rupanya kau berada di sini,” sapa Shiori, saat mendapati Masumi berdiam diri di tempat yang sepi.
Masumi tertegun, menurunkan tangan dengan luka gigitan Maya yang baru saja dijilat dan dikecupinya.
“Kalau luka, sebaiknya jangan dijilati seperti itu,” imbuh Shiori lagi, menghampiri Masumi.
“Apa yang kau lakukan di sini?” tanya Masumi, dingin.
“Seharusnya itu pertanyaanku,” timpal Shiori.
Masumi membuang wajahnya, tak menjawab. Shiori mengamati pria itu dan menyunggingkan senyum takjub.
“Tak kukira seorang Direktur Daito sepertimu sampai melakukan hal tadi, Pak Masumi…” ujar Shiori.
“Kenapa? Kau jadi melihat sisi burukku?”
“Tidak. Malah sebaliknya. Aku tak mengira, kau sangat mencintainya, Pak Masumi…”
Masumi termangu. Ia menoleh mengamati Shiori. Wanita ini menyadarinya. Kenapa, Maya tak bisa menyadarinya?
Masumi menyesap rokoknya. “Aku mencintainya…” desahnya. “Sekarang kau tahu. Kau masih tetap dengan niatmu?”
“Oh, ya,” Shiori tersenyum dengan tenang. “Tentu saja. Aku mengagumimu. Kau bisa mencintai seseorang sedalam itu.”
“Kalau kau sudah tahu, kenapa kau masih—“
“Karena menurutku, pria sepertimu layak mendapatkan gadis yang terbaik, yang bisa mencintaimu.” Shiori menyentuh lengan Masumi. Tatapan pria itu beralih ke tangannya. “Aku tak pernah berharap kau demikian mencintaiku. Aku hanya memintamu memilihku, dan aku akan  mencintaimu. Sangat mencintaimu, Pak Masumi…” Shiori mengeratkan kepalan tangannya.
Masumi tercenung beberapa saat. Ia lantas mengangkat wajahnya, menatap Shiori, mengamati wajah cantik wanita itu. Ia tahu Shiori tak main-main dengan ucapannya. Wanita ini benar-benar mencintainya dengan cara yang dia ketahui.
=//=
Maya menangis habis-habisan. Sedih, kesal, marah dan terluka. Maya tidak mengerti kenapa Masumi begitu ingin menghinannya dalam acara penting itu?
Apakah pria itu dendam karena Maya mengakhiri pertunangan mereka sekaligus kesempatan Masumi mendapatkan Bidadari Merah?
Tak pernah Maya semalu dan semarah ini! Dan sumber dari perasaan menyakitkan ini adalah Masumi Hayami!! Pria yang pernah Maya pikir ia cintai. Masihkah? Sudahkah?
Maya tidak tahu. Rasanya benci dan cinta bergantian menguasai dirinya. Namun yang pasti, Maya tahu dia marah. Dia sangat marah kepada pria itu.
“Pak Masumi…. Jika kau membenciku, tak seharusnya kau menghina peran dan dramaku!!!” Maya mengepalkan tangannya erat-erat penuh amarah. Lalu dia menangis lagi.
Tidak, dia tidak bisa seperti ini terus! Dia sudah berkali-kali mengalami hal ini. Menangis karena Masumi. Menderita karen perbuatan pria itu!
Tidak! Maya harus melupakan pria itu sepenuhnya! Sekarang saat yang penting bagi Maya. Sebentar lagi dia harus memainkan salah satu pentas terpenting bagi karirnya.
Tatapan Maya jatuh pada sekuntum mawar ungu dalam vas.
Mawar Ungu… benar, dia masih memiliki penggemar setianya itu.
Penggemarnya yang tak pernah meninggalkannya, tak pernah menyakitinya dan selalu menyemangatinya. Maya ingat, Hijiri mengatakan pengagumnya itu akan datang pada pentas perdananya. Dia akan kecewa jika melihat Maya tak bisa berakting.
Demi mawar Ungu… Demi Mawar Ungu aku harus menguasai perasaanku! Aku tidak boleh terpuruk dengan keadaanku… dengan… kisah cintaku dan Pak Masumi yang telah berakhir…
Maya bertekad, akan melakukan yang terbaik bagi pentasnya.
Maya mengumpulkan semua balon-balon yang ada di kamarnya. Balon-balon dari Masumi untuknya. Sekarang, Maya tak bisa menyimpannya lagi. Karena teringat Masumi selalu membuatnya sedih dan pilu. Maya memutuskan melupakan pria itu sepenuhnya.
Mulai saat ini, Masumi Hayami hanya akan menjadi masa lalunya.
Ia membuka jendelanya lebar-lebar, lantas melepaskan semua balon-balon di kamarnya.
Maya mendongak mengamati balon warna-warni itu pergi.
Selamat Tinggal… Pak Masumi Hayami…
Mulai saat ini, cintaku kepadamu sudah selesai. Aku… tidak akan mengingatmu lagi!!
Maya menghapusi airmata yang menganaksungai di pipinya.
=//=
=//=
Hari ini, telepon terus berbunyi di gedung Ugetsu.
“Banyak sekali yang memesan tempat!!” seru staf mereka. “Tiket untuk pertunjukan perdana sudah habis! Untuk hari selanjutnya juga antri!”
“Selain itu, tawaran untuk artikel dan majalah juga mengantri!”
Kuronuma hanya bisa bengong saja di tempatnya. Begitu juga Maya. Ia tak mengira, ia pikir setelah kejadiannya dipermalukan Masumi, orang-orang akan semakin mengejek teater mereka. Nyatanya, tidak.
“Pak Kuronuma!! Ini ada telepon dari juri festival seni!!”
Perkataan yang benar-benar mengejutkan semua penghuni teater.
Para juri festival seni akan menonton pertunjukan kami… Ini semua karena aku bertengkar dengan Pak Masumi? Apa… ini semua kebetulan?
=//=
“Nona Mizuki, tolong berikan ini kepada Pak Masumi,” Maya menyerahkan amplop di atas meja. “Undangan pertunjukan perdanaku. Aku sudah janji.”
Mizuki menerimanya, lantas mengamati Maya dengan tatapan presenter infortainment. “Kenapa tak diserahkan langsung?”
Maya membuang wajahnya yang tampak keki. “Aku tak ingin bertemu dia! Tak mau melihat wajahnya!!”
“Rupanya kau masih marah…”
“Tentu saja!! Aku tidak akan pernah melupakannya seumur hidup!!”
“Tapi coba pikirkan dampak dari peristiwa itu,” ujar Mizuki tenang. “Para juri festival seni akan menyaksikan pentasmu kan?”
Maya tertegun. “Ya… memang…”
“Syukurlah, selamat! Nah, masih ada kesempatanmu untuk mendapatkan penghargaan. Itulah artinya, kenapa para juri mau datang.” Mizuki meletakkan cangkir kopi yang baru saja diteguknya. “Pak Masumi, bukan orang yang bertindak tanpa sebab.”
“Nona Mizuki, kenapa kau berkata begitu? Apa menurutmu, Pak Masumi melakukannya karena dia tahu dampaknya akan seperti ini!? Kenapa? Kenapa!?” desak Maya, tak percaya.
Ia tak mau percaya, sama sekali!! Jika Masumi membantunya tanpa pamrih. Dia sudah sangat kenal dengan mantan tunangannya itu sekarang.
Mizuki tersenyum penuh teka-teki. “Yaa kamu pikirkan saja sendiri. Kurasa, kau juga tahu apa alasannya.”
Maya mengamati Mizuki heran. Alasannya… Apa?
“Yang aku tahu, Pak Masumi hanya selalu melakukan sesuatu yang akan menguntungkannya! Ia orang yang penuh pamrih!”
Mizuki tersenyum gemas dengan kebebalan Maya dan menggeleng. “Aku sudah harus pergi sekarang. Ini akan kuberikan kepadanya. Terima kasih.”
Maya termangu beberapa lama di tempatnya. Masa sih, Pak Masumi melakukan kebaikan kepada kami? Dia tahu akhirnya akan seperti ini? Tidak mungkin!! Pasti yang dia pikirkan, hanya cara agar mempermalukanku!! Geram Maya dengan kesal.
=//=
“Oh ya? Jadi… Pak Kuronuma sudah semakin serius? Baguslah,” cetus Masumi, saat Hijiri datang ke villa-nya dan menjelaskan mengenai perkembangan pentas terakhir Padang Liar yang Terlupakan.
“Ya, sepertinya sedang berlatih pentas yang lain dari biasanya,” terang Hijiri.
Masumi mengangguk puas. Tidak percuma pertemuannya saat itu di kedai minum dengan Kuronuma.
Shiori memasuki ruang tamu villa itu. “Apa Pak Masumi sering ke sini?” tanyanya sambil menghempaskan pantatnya di sebuah sofa.
“Kadang-kadang di akhir minggu. Tetapi saat ini beliau sedang ada tamu.”
“Oh ya, tidak apa-apa, aku tunggu di sini saja,” Shiori tersenyum ramah penuh percaya diri.
Ditinggal sendiri, Shiori jadi melunjak. Dia berdiri dan mengamati buku-buku yang ada di dalam lemari buku di sekelilingnya. Shiori membac satu per satu judul buku di balik kaca pada rak. Semuanya tertata rapi, kecuali satu bagian dimana sebuah bukunya terbalik dan beberapa buku lainnya tidak sejajar dengan yang lain. SHiori mengerutkan alisnya. Ia menggeser kacanya dan menarik buku terbalik tersebut.
Gerakan tangannya terhenti. Di balik buku, ada buku lainnya, yang tampaknya sengaja di sembunyikan di antara buku-buku tersebut. Shiori menarik beberapa buku itu, sebelum kemudian mengambil buku di baliknya. Namun buku itu jatuh, dan terbuka di hadapannya.
Mata wanita itu melebar saat buku tersembunyi itu jatuh dan terbuka di lantai.
“Ha? Ini kan…”
Ia melihat foto-foto pementasan Maya.
Album? Jadi… ini album pementasan gadis itu? SHiori sangat terkejut, mendapati album foto Maya Kitajima tersembunyi di antara buku-buku di rak buku Masumi Hayami.
“Shiori!?” tegur Masumi, mendapati Shiori berlutut dan di hadapannya album foto Maya tergeletak. “Apa yang kau lakukan di sini?” tanyanya.
Mungkin ayahnya yang memberitahu Masumi suka berada di sini. Tetapi ayahnya seharusnya tahu, Masumi tak suka diganggu saat sedang berada di villanya ini.
“Masumi,” wajah Shiori agak memucat. “Apa ini? Kau… menyimpan album gadis itu?”
Masumi mendekat dengan cepat dan merenggut album itu dari Shiori. Sejenak, Masumi mengamati foto-foto yang ada di sana sebelum menutupnya.
Shiori mengerutkan alisnya, ia bisa melihat raut yang lembut,penuh kerinduan sekaligus kesedihan saat Masumi mengamati foto Maya di sana tadi.
“Apa kau sengaja mengumpulkan foto-foto Maya? Atau… dia memberikannya kepadamu?” selidik shiori.
Masumi meletakkan kembali album itu ke tempatnya, dan buku-buku di baliknya. Ia tak berusaha mencari alasan Shiori membongkar buku-bukunya. Kenyataan gadis itu bisa menemukan album Maya, bisa terjadi karena dia yang tidak merapikannya dengan baik.
“Aku ini Direktur Daito. Apa yang kuinginkan bisa kudapatkan,” ujar Masumi. Ia lantas berbalik, menatap Shiori tajam. Melihat gadis itu sangat terkejut dan terpukul.
Jadi begitu. Masumi sama sekali tidak melupakan gadis itu.
“Kau… benar-benar sangat mencintai Maya?” desis Shiori.
Masumi merasakan hatinya sakit. Sekarang dia tidak tahu lagi bagaimana masa depan kisahnya dengan Maya. gadis itu sudah tak mempercayai cintanya lagi, dan setelah kejadian di pementasan perdana Isadora, apalagi yang bisa membuat Masumi berharap Maya masih akan mencintainya.
Tapi, “Ya. Kau sudah tahu itu.” Itulah yang Masumi katakan.
“Masih?” tanya Shiori, dengan perasaan tak kalah sakit. Setelah semua hal yang ia sebabkan, setelah teriakan kebencian Maya saat itu. Pria ini…
“Selamanya,” jawab Masumi.
Shiori mengepalkan tangannya. “Ka-kau… bodoh!” serunya, ia menggeretakkan giginya. “Aku tidak pernah bertemu pria sebodoh dirimu, Masumi Hayami!” Shiori terengah karena rasa sesak akan kekecewaan, kesedihan, kemarahan dan putus asa. “Kau… kau bisa bersamaku! Orang yang lebih sesuai denganmu, yang tahu cara menghargai perasaanmu, mencintaimu, mengabdi kepadamu! Yang akan membuatmu merasa bangga, tersanjung!” Serunya menggebu-gebu. “Dan kau… kau…” shiori gemetaran, tak pernah seumur hidupnya gadis yang penuh rasa percaya diri dan keyakinan itu gemetar seperti saat ini.
Melihat Masumi yang bersikukuh menyerah pada rasa cintanya tidak seperti sosok seorang Direktur Daito yang sesungguhnya. Seharusnya dia memilih jalan yang mudah untuk mendapatkan cintanya, seharusnya ia tak perlu berpikir panjang untuk menggadaikan cintanya. Kenapa, kenapa seorang Masumi Hayami bersikukuh dengan hal yang sia-sia… demi… Maya Kitajima?
“Dia bahkan tidak tahu cara menghormatimu, tidak tahu betapa beruntungnya dia dicintai olehmu, dia… yatim piatu, tidak memiliki apa-apa, Masumi. Dia bahkan tak memiliki koneksi, atau jenjang pendidikan yang layak, kurasa. Dia terlalu sederhana, terlalu timpang untukmu…” Shiori mulai terdengar memohon walaupun bukan itu yang dia maksudkan. “aku tidak mengerti… ke-kenapa kau… jadi ikut bodoh….”
“Aku juga tidak tahu,” Masumi tersenyum pasrah. “Aku bahkan tak mengenali diriku sendiri saat bersamanya. Tetapi, yang aku tahu…” Masumi menghela napas, “Aku hanya bahagia jika bersamanya. Penampilannya memang sederhana, tetapi kesederhanaan itu, membuatku merasa lebih nyaman dari apa pun, senyumnya yang polos, tak pernah membuatku bosan melihatnya, tawanya terdengar lebih merdu dari nyanyian apa pun. Bahkan kemarahannya tak mampu membuatku melupakannya. Wangi rambutnya, tubuhnya, protes kecil yang keluar dari bibirnya, caranya merajuk, wajah malu-malunya… dia… membuatku gila… tak bisa berpikir lagi,” Masumi mengungkapkan perasannya dengan terus terang. “Aku bahkan tidak tahu sejak kapan kepalaku hanya dipenuhi olehnya. Dan sampai kapan hanya akan dipenuhi olehnya. Hanya dia…”
Shiori mengeratkan rahangnya, dan baru kali ini, airmata mulai mengalir di pipinya. Mata nanarnya mengamati Masumi. Masumi yang putus asa akan cintanya, sama seperti dia.
“Dan kau… kau akan tetap… menunggunya?”
Menunggunya? Masumi tidak tahu. Menunggu apa? Menunggu Maya berpaling kepadanya? Mungkinkah? Menunggu hingga Maya menemukan pasangan hidupnya? Sanggupkah?
“Aku hanya akan mencintainya. Hanya itu yang aku tahu,” Masumi sekali lagi tersenyum pasrah. Senyuman yang tak akan pernah dilihat siapa pun sebelumnya berada di wajah dingin Masumi Hayami.
Shiori gemetar mendapatkan jawaban itu. Dia pernah mendengar cinta tulus yang tak mengharapkan balasan apa pun. Tetapi… saat dia menemukannya, walaupun itu bukan untuknya….
Shiori meraih sapu tangan dan menghapus airmatanya. Setidaknya, dia harus mempertahankan harga dirinya.
“Tapi aku tidak sebodoh dirimu, Pak Masumi Hayami,” tegasnya, menyusut airmata di wajahnya. “Aku datang kepadamu, menawarkan sesuatu yang lebih baik, yang lebih menguntungkan. Tapi jika kau tidak bisa melihatnya…”
“Aku yakin, akan ada seseorang yang lebih cerdas, yang menyadari betapa beruntung dia bertemu wanita sepertimu.”
“Tentu saja!” Shiori mengangguk pasti. “Ini adalah kerugianmu,” tukasnya, memasukkan kembali sapu tangannya ke dalam tas.
Keduanya berpandangan.
Shiori mengamati sosok Masumi yang membelakangi jendela, tampak bersinar, tegap, gagah, tampan. Pria paling memukau yang pernah ditemuinya.
Irisan itu masih terasa di hatinya. Tetapi, mempermalukan dirinya sendiri tidak akan mengubah perasaan Masumi. Ia tidak akan memohon, atau menghiba. Ia seorang wanita yang lebih baik dari itu.
Dan tentu, akan ada pria yang lebih baik dari Masumi untuknya.
“Kalau begitu, aku permisi, Pak Masumi Hayami… Aku tidak akan menganggumu lagi. Hanya saja, kusarankan, karena Maya Kitajima tidaklah secerdas aku, sebaiknya katakan saja sejujurnya apa yang kau rasakan dan pikirkan. Jangan menyembunyikan apa pun karena dia tidak akan mengerti apa yang tidak dia lihat dan tidak dia dengar. Akan lebih baik jika kau jangan terlalu banyak berteka-teki dengannya, karena dia tidak akan memahaminya.”
“Kau yang sudah membuatnya salah paham kepadaku,” geram Masumi, walau kali ini tak semarah sebelumnya.
Shiori tertawa puas, dan lantas beranjak dari sana.
Masumi mendengus, dan tersenyum kecil. Ia mendapat firasat wanita itu tak akan lagi merecoki hidupnya.
Bagaimana pun, ucapan Shiori memang ada benarnya. Maya, tak pernah benar-benar mempercayainya. Masih ada Masumi yang jahat di dalam pandangannya. Lalu, Masumi harus bagaimana? Apalagi dengan kejadian di Isadora, Maya pasti tak akan pernah memaafkannya.
Masumi mengamati foto Maya, menyusuri wajah ceria gadis itu dengan telunjuknya.
Gadis itu memang sering salah paham, tetapi sekali lagi Shiori benar, sikapnya lah yang selalu membuat Maya salah paham. Lalu… bagaimana? Bagaimana agar Maya tahu bahwa dia benar-benar tulus mencintainya?
Bukan semata-mata karena perjodohan, karena ingin berbakti kepada orang tua mereka, atau karena Maya seorang calon Bidadari Merah?
Mawar Ungu….
Apakah… Jika dia membuka identitasnya sebagai Mawar Ungu, Maya akan percaya?
Tetapi, bagaimana jika sebaliknya, jika Maya malah berbalik marah dan tak mau menerima mawar ungu darinya lagi??
Tangan Masumi gemetaran. Dia terlalu takut kehilangan sehingga takut mengambil resiko yang akan memutuskan hubungannya dengan Maya dalam bentuk apa pun.
=//=
Masumi memarkirkan mobilnya. Saat ia turun dan hendak beranjak ke rumahnya, Masumi mengamati seorang tukang kebun tengah membawa sesuatu di tangannya.
“Apa itu!?” tanya Masumi sambil melangkah mendekatinya.
Tukang kebun itu menoleh dan memperlihatkan benda di tangannya. “Ini tuan…. Tadi saya menemukan balon-balon ini di kebun, sepertinya terbawa angin entah dari mana.”
“Balon?” Masumi meraihnya. “Coba kulihat.”
Diamatinya balon-balon kempes yang agak kotor itu.
“Ini…”
“Iya, Tuan, itu ada suratnya. Ini mungkin anak SD ya, Tuan, yang mau mengirim surat kepada teman atau idolanya,” pikir tukang kayu itu.
Masumi membaca tulisan di amplop.
Kepada Mawar Ungu.
Alisnya naik seketika. Mawar Ungu…?
Mungkinkah….
“Tuan?” tegur si tukan kebun melihat Masumi hanya termangu saja.
“oh, ini… biar kubawa dulu, tidak usah dibuang,” putus Masumi.
“oooh… yaa.. ya… Tuan…” tukang kebun itu mengangguk lambat-lambat dengan bingung. Untuk apa Masumi memungut balon-balon itu?
Masumi menghempaskan dirinya di sofa di kamarnya. Ia meraih amplop yang lusuh itu dengan penasaran. Benarkah apa yang dipikirkannya?
Masumi membuka amplopnya, dan mendapati sebuah surat. Ternyata benar saja! Yang disangka tukang kebun sebagai anak SD, itu adalah Maya Kitajima! Dia hapal tulisan tangannya, juga, tentu saja ada nama di bawah suratnya.
Senyuman Masumi terurai, walaupun dia masih bingung dengan cara balon itu bisa terdampar di kebun rumahnya, atau alasan Maya menerbangkan surat untuk mawar ungu dengan balon-balon—yang dia yakini balon pemberiannya. Semuanya terasa aneh, sekaligus menakjubkan.
Masumi mulai membuka surat itu, dan membacanya.
=//=
Pak Kuronuma sibuk memberikan arahan kepada kru dan pemain Paang Liar yang Terlupakan yang akan pentas esok hari. Para pemain, terutama yang berasal dari kalangan awam, merasa tak sabar sekaligus gugup karena akan melakukan pentas perdana mereka.
Mai, pacar Koji, membawakan makanan penyemangat yang dibuatnya sendiri. Teman-temannya juga membicarakan mengenai keluarga mereka yang akan datang dan membawakan makanan untuk mereka besok.
Maya mengamati semuanya sambil tersenyum. Ikut senang, tetapi juga… kesepian. Teman-temannya sibuk dengan pekerjaan mereka, belum bisa ikut menyaksikan besok.
Tapi, Maya sudah menyerahkan tiket undangan untuk Masumi. Apa pria itu akan datang? Dia… akan datang kan?
Ah! Tidak datang juga bukan urusannya! Masa bodoh! Dia sudah tidak ada hubungannya lagi dengan pria itu! Mau datang atau tidak, dia tak peduli! Maya meyakinkan dirinya.
Tetapi, dia juga ingin mendapatkan ucapan selamat dan perhatian khusus dari seseorang di hari pentas perdananya….
“Maya! Ada kiriman bunga!” panggil seseorang.
Eh? Kiriman bunga? Dengan cepat Maya beranjak, menuju ke pintu.
 “Ada kiriman bunga,” pria yang merahasiakan sebelah matanya itu menyerahkan sebuah buket bunga Mawar Ungu yang cantik.
“Terima kasiiih…” ucap Maya gembira, menerima buket bunga itu. “bapak tukang bunga, apakah pengirim bunga ini akan datang ke pementasanku?”
“Tentu saja, dia sudah sangat menantikan pentas ini.”
“Ah! Benarkah!?” Mata Maya berkilau. “Kapan kira-kira dia akan datang?”
“Dia akan datang pada pementasan perdana besok.”
“Oh ya? benarkah? Sungguh?”
“Ya. beliau memang orang yang sangat sibuk. Tetapi untuk pentasmu, dia selalu menyediakan waktu. Beliau selalu menikmati janji.”
Maya terharu mendengarnya. Ia tersenyum bahagia.
Mawar Ungu akan datang di pentas perdanaku!
“Katakan kepada pengirim mawar ungu ini, walaupun aku tidak tahu wajahnya, jika aku tahu dia ada di antara penontonku, aku akan berakting sebaik-baiknya, untuknya, Mawar Ungu…” ucap Maya dengan tulus.
Hijiri tersenyum sendu mengamati Maya. entah kenapa kedua orang itu harus mengakhiri kisah kasih mereka. Padahal, Hijiri tahu Maya sempat menerima Masumi dan mungkin, gadis itu sebetulnya masih mencintai tuannya itu.
Hijiri berpamitan dan pergi dari sana.
“Dia masih saja setia membantu dan mengirimimu bunga,” tegur Koji, saat melihat Maya mendekat buket bunganya erat.
Wajah Maya merona, tampaknya bahagia. “Ya, katanya besok dia akan datang.”
“Bagus sekali,” Koji tersenyum sekadarnya. “Sudah cukup lama kan, dia mengirimimu bunga.”
“Ya. Sejak pentas perdanaku. 6 tahun yang lalu,” Maya tersenyum.
“Dan selama itu, dia masih menyembunyikan identitasnya darimu?”
“Begitulah.”
“Apa kau tidak tahu siapa dia?”
Maya menggeleng kecewa. “Aku sangat ingin bertemu dengannya. Tetapi…” Maya menghela naoas pasrah. “Jika dia tidak ingin mengungkapkan jati dirinya, aku juga tidak bisa memaksa. Aku sudah cukup senang dia masih memperhatikanku. Kalau aku memaksa, nanti dia malah tidak mau menontonku lagi.”
Sakurakoji mengamati bunga itu. Agak cemburu. Entah kenapa, Sakurakoji merasa perhatian tak biasa dari pengirim bunga itu kepada Maya, agak berlebihan. Kenapa dia harus menyembunyikan identitasnya? Pasti, pengirim bunga itu, punya perasaan lebih dari sekadar mengangumi akting Maya saja. Sepertinya, ada sesuatu, yang membuat pengirim bunga itu tetap menyembunyikan identitasnya sekian lama.
“Koji!!” panggil Mai.
Koji menoleh, mendapati gadis itu merengut. Pasti, karena Koji bicara dengan Maya.
“Mai mau pulang,” katanya, agak manja.
“Baiklah, hati-hati di jalan…”
Mai mendelik sejenak kepada Maya dan bicara lagi kepada Sakurakoji. “Apa tidak bisa mengantar sampai halte bus?” pintanya, kembali melirik sebal kepada Maya.
“Ah, oh, ehm… aku masuk dulu ya, mau menyimpan buket bunganya dulu,” Pamit Maya, salah tingkah. Ia lantas berlalu meninggalkan Sakurakoji dan Mai.
Sakurakoji mengantarkan Mai, keluar dari teater ugetsu.
Mai mengamati ragu-ragu pemuda yang berjalan di sampingnya. Sakurakoji memang sangat baik. Jika Mai minta ini, dia turuti, Mai aja ke sana, dia temani. Dulu juga yang pertama mendekati, Mai, dengan alasan minta ditemani membaca naskah. Tetapi, jika ada Maya… seprtinya, Mai jadi tidak terlihat.
Mai sudah senang saat tahu Maya bertunangan dengan masumi hayami. Mengejutkan—tapi biar saja, setidaknya dia tahu Sakurakoji tidak akan bersama gadis itu lagi. Tetapi, kabar terakhir menyebutkan keduanya putus tunangan. Mai jadi ketakutan, Koji akan meninggalkannya untuk Maya.
Mai melingkarkan tangannya di lengan Sakurakoji. Pemuda itu menunduk dan mengamati Mai penuh tanya. Wajah gadis itu merona dan salah tingkah.
“Besok aku akan membuatkan cake spesial untukmu,” ucap Mai. “Cake ini, pertama kalinya Mai buatkan untuk seseorang… yang istimewa,” ungkapnya.
Sakurakoji tersenyum, matanya menyipit. “Jangan memaksakan, kau datang saja, aku sudah senang.”
“Benar?” Mai tak percaya.
Sakurakoji tersenyum dan mengangguk.
“Aku tahu kok, kau hanya basa basi,” Mai membuang mukanya. “Kau juga tidak sungguh-sungguh mau aku datang kan?”
“Kenapa bicara begitu, Mai?” tanya Sakurakoji.
“Kan… ada Maya Kitajima, jadi… Mai ada atau tidak, kau pasti tidak peduli.”
Sakurakoji terkejut, lalu menyentuh bahu Mai. “Tidak seperti itu kok…”
Dia tahu, Maya sama sekali tak pernah melihatnya. Bahkan, seorang Masumi Hayami yang notabene adalah musuh bebuyutannya, bisa membuat Maya jatuh cinta. Tetapi tidak dirinya. Bukan Sakurakoji. Padahal, jika saja Maya ada hati kepadanya walaupun hanya sedikit, Sakurakoji akan membalasnya beribu kali lipat. Tapi tidak.
“Kami hanya teman baik. Teman lama. Tidak lebih…” jelas Sakurakoji.
“tapi aku tahu kalian pernah dekat.”
“Hanya sebatas dekat,” jelas Sakurkoji. “Aku sudah lama tidak melihatnya. Tetapi selebihnya… kami benar-benar hanya berteman. Aku tahu dia mencintai orang lain, dan… dia tahu aku bersamamu.”
Mai mendongak. “Kau tidak akan membuangku demi dia?”
Sakurkoji tersenyum simpul. “Mai gadis yang baik. Manja, dan kekanakan, tapi kau sangat baik kepadaku. Bagaimana bisa aku membuang gadis yang baik? Kalau aku tidak bertemu gadis yang baik lagi, bagimana?”
Mai terlihat lebih merona lagi. Gadis ini memang kolokan, tapi dia juga gadis yang manis dan sangat perhatian kepada Sakurakoji.
Mai melingkarkan tangannya lagi di lengan Sakurakoji erat-erat. “Aku sangat menyukai Koji!” cetusnya.
Sakurakoji menghela napasnya dan menunduk, “Aku juga menyukaimu, Mai…” balasnya.
=//=
“Hei, hujan sudah turun!!” seru seorang kru.
“Aduuhh bagaimana ini? Apa kata ramalan cuaca?”
“Katanya badai sedang menuju Kanto!”
“Padahal orang tuaku akan datang dari desa…”
Serta banyak keluhan lain dan rasa kecewa yang keluar dari mulut para kru dan pemain.
Maya terdiam dengan sendu, menggenggam mawar ungunya dengan erat.
Hijiri sempat berkata Mawar Ungu akan datang pada pentas perdananya. Tetapi, jika keadaannya seperti ini…
Mawar Ungu… Maya menunduk, berharap Mawar Ungu akan datang.
Mawar ungu… dari semua orang yang akan datang di hari ini, aku…. Aku sungguh berharap kau akan datang menyaksikan pentasku hari ini, batin Maya.
Ia lantas teringat Masumi. Ia juga, sesungguhnya ingin sekali melihat pria itu, jauh di dalam lubuk hatinya. Namun ia sudah tahu, tak pernah ada sesuatu yang suci dan murni di antara mereka. Masumi berkali-kali mengkhianati kepercayaannya, dan berkali-kali mengecewakannya.
Maya tahu, ia tak bisa berharap pria itu akan hadir jika memang kondisi cuaca separah yang diramalkan. Ia sudah putus asa kepada pria itu. tak akan berharap banyak lagi. Malahan, jika saja bisa, biar pria itu tak usah muncul lagi di hadapan Maya, agar hatinya tak lagi merasa galau.
Sakurakoji mengamati Maya. Lama.
Seperti biasa gadis itu tak menyadari keberadaannya. Bahkan sapaannya sempat tak dihiraukan Maya yang tengah memeluk mawar ungunya erat. Sepertinya, tengah menantikan kehadiran orang yang tak pernah dilihatnya itu.
Sakurakoji mendengus, pasrah. Maya memang tak akan pernah memandangnya dengan cara selain pandangan seorang teman baik. Ia berbalik meninggalkan Maya sambil tersenyum sendu.
=//=
Masumi mendongak, mengamati langit kelam yang menghujani bumi dengan tetesan begitu kuat dan deras, angin keras berputar-putar, menyetir awan dan menggerakkan alam dengan mengerikan.
 “Bagaimana pun, Anda akan tetap pergi, Pak Masumi?” Mizuki memastikan.
“Ya.”
=//=
[Topan badai dengan kekuatan angin yang tetap kuat akan melanda daerah Timur Laut Jepang pada pukul 20.00. Telah dikeluarkan peringatan tentang hujan deras. Dan di sekitar pantai akan ada gelombang besar. Harap berhati-hati.]
“Bagaimana ini? Sepertinya tidak akan ada yang datang,” resah Maya.
Semua sudah bersiap dengan kostum masing-masing dan setting panggung sudah disiapkan. Namun cuaca tak kunjung membaik, malah semakin memburuk.
“Pukul 20.00 kan tepat di tengah pertunjukan…”
“Kita tidak bisa membatalkan pentas, karena sudah banyak yang membeli tiket. Walaupun yang datang hanya seorang, kita tetap akan pentas,” putus Kuronuma.
=//=
Topan semakin kencang, dan menerbangkan berbagai benda yang tak terancang kuat. Keadaan sangat gelap dan hanya terdengar suara deru angin yang begitu kencang, menghasilkan suara yang menyeramkan yang terasa menghantui, saat mobil yang ditumpangi Masumi berusaha menerobosnya.
“Jalan di depan tak bisa dilalui!!! Putar mobilmu!!” seru seorang petugas sambil mengacung-acungkan senternya.
“Bagaimana, Pak Masumi? Selain jalan ini kita tidak bisa menuju gedung Ugetsu,” ujar sopirnya, yang diam-diam merasa lega.
Masumi tak berpikir panjang. Ia membuka pintu mobilnya.
“Pak Masumi!!?”
“Aku akan jalan.”
“Pak Masumi…” sang sopir termangu tak percaya.
Pria itu berjalan, menerobos badai, demi pementasan perdana, mantan tunangannya.
Maya… Masumi berusaha tak mempedulikan suara angin yang menakutkan dan memekakkan telinga, berusaha tak menghiraukan rasa dingin yang menembus mantel tebal andalannya, atau tetesan hujan yang sangat menyakitkan di wajahnya.
Ia hanya mengingat Maya.
Maya…
Maya….
Maya…
Gadis itu akan pentas perdana hari ini. Dia pasti sangat sedih jika tidak ada penontonnya. Jika sandiwaranya tidak jadi ditayangkan.
Suasana di sekeliling Masumi mencekam. Tidak ada orang atau kendaraan yang berkeliaran. Hanya dia, dan badai.
Mawar Ungu…
Masumi teringat isi surat Maya yang ditujukan kepada Mawar Ungu dan secara ajaib jatuh di pekarangannya.
Mawar Ungu… bagaimana kabarmu hari ini? Kuharap kau dalam keadaan sehat selalu. Mawar Ungu, aku ingin sekali bertemu denganmu. Belakangan ini, aku merasa sangat bingung dan galau. Aku tidak tahu kepada siapa harus kuceritakan isi hatiku… Seandainya bisa, aku ingin sekali mencurahkan isi hatiku kepadamu.
Mungkin aku terlalu berlebihan, tetapi walaupun tidak pernah bertemu, aku merasa aku selalu bisa mengandalkanmu. Mungkin, seperti seorang ayah yang tak pernah kukenal, seorang paman yang tak pernah kutemui, atau sahabat yang paling mengerti aku.
Karena itu, hanya kepadamu aku bisa mengatakan semua ini. Mawar Ungu, kau ingat kan mengenai Pak Masumi Hayami yang kuceritakan di surat sebelumnya, yang bertunangan denganku? Ya, semua karena surat darimu yang mengatakan kepadaku agar mencoba menerimanya dan aku melakukannya. Kau juga pasti sudah membacanya di media bahwa kami akan mengadakan pesta pertunangan.
Uhm… ternyata… Pak Masumi Hayami, tidak seburuk yang kubayangkan. Kami memang selalu bertengkar jika bertemu. Habis, kalau ada dia, entah kenapa aku jadi gugup dan salah tingkah, akhirnya aku jadi marah-marah. Tapi… ternyata belakangan ini, saat dia tidak ada… aku jadi suka uring-uringan (sahabatku Rei yang mengatakannya). Habis, aku kesal dia mendiamkanku dan tidak ada kabarnya.
Ternyata, saat kami bertemu lagi, dia bilang kalau dia sakit perut—yah semuanya gara-gara aku memberinya sarapan mie instant. Dan dia menghindar agar aku tidak merasa terkekang katanya. Dia juga mencarikan balon saat aku marah. Dia baik sekali, tak mengatakan bahwa dia sakit perut, karena itu pertama kalinya aku membuatkan sarapan untuknya. Dia juga berjanji suatu saat mengajakku ke taman bermain dan menari hula-hula.
Aku tak mengira Pak Masumi begitu memikirkanku. Dan juga... Aku jadi bingung, karena sepertinya aku juga mulai menyukainya lebih dari yang kukira. Bahkan, kurasa aku mencintainya… Sangat mencintainya. Mawar Ungu… aku menulis dengan wajah merah padam, aku malu sekali mengakuinya. Aku hanya mengatakan ini kepadamu karena aku mempercayaimu. Sekarang, kalau tidak bertemu dengannya, aku selalu merindukannya. Kalau bertemu dengannya, aku jadi sangat gugup, tapi juga sangat senang.
Mungkin, selain dirimu, Mawar Ungu, Pak Masumi adalah satu-satunya orang yang membuatku selalu memikirkannya dan ingin sekali bertemu dan selalu bersamanya.
Tapi, aku tidak tahu bagaimana mengatakan kepadanya bahwa aku mencintainya. Apa aku harus mengatakannya? Tapi aku maluuu…. Nanti dia mengejekku, bagaimana?
Selain itu, aku jadi benar-benar tak percaya diri sekarang, karena ada seorang perempuan yang sangat cantik selalu ada di dekatnya. Dia juga pintar dan kaya. Aku sadar aku tidak pantas untuk Pak Masumi.
Mawar Ungu, maaf jika aku membuatmu bingung, karena aku juga bingung sekali sekarang dengan perasaanku. Aku tidak pernah jatuh cinta seperti ini, sampai-sampai ingatanku hanya tentang dia saja. Aku sangat bahagia bertunangan dengannya. Tetapi, sepertinya, dia hanya terpaksa bersamaku. Tidak mungkin dia jatuh cinta pada gadis seperti aku kan? Kalau nanti setelah menikah dia sadar sudah melakukan kesalahan bagaimana? Kalau dia selingkuh bagaimana? Tolonglah aku, Mawar Ungu, apa yang harus kulakukan sekarang? Aku tidak tega kalau Pak Masumi terpaksa bersamaku yang tidak sederajat dengannya hanya karena permintaan orang tua kami dulu. Apakah mungkin pria seperti dia mencintaiku?
Mawar Ungu, ingin sekali aku bertemu denganmu, karena selama ini kau selalu tahu masalah yang kuhadapi dan membantuku, sepertinya aku mulai terlalu banyak bergantung kepadamu. Maafkan aku jika menyusahkanmu terus ya…
Terima kasih banyak untuk perhatiannya. Maaf jika suratku menghabiskan waktumu.
Salam,
Maya Kitajima yang sedang kebingungan.
Masumi sempat tertawa dan menggeleng tidak percaya saat membaca surat Maya untuk Mawar Ungu yang sampai kepadanya. Sepertinya, surat itu dibuat Maya sebelum mereka pergi ke taman bermain.
Tetapi, Masumi akhirnya tahu, gadis itu menyimpan perasaan yang sama untuknya. Setidaknya, pernah memiliki rasa cinta baginya.
Dan Masumi, sangat ingin menemuinya.
Masumi ingin gadis itu tahu dia akan selalu mendukungnya, mencintainya, dan selalu ada untuknya.
Hanya dengan memikirkan Maya, membayangkan wajah Maya, memanggil nama Maya dalam hatinya, Masumi terus berjalan menerobos badai yang menghadangnya. Tak selangkah pun Masumi surut dengan tekadnya menyaksikan pentas perdana Maya.
Dia sudah berjanji akan datang, dan dia akan menepatinya.
=//=
Kuronuma menatap jam tangannya. Pukul 18.30. Sudah waktunya pentas dimulai. Apa boleh buat…
“Saudara-saudara, karena hingga saat ini tidak ada seorang pun yang datang, maka dengan terpaksa, pentas ini—“
“Krriiieeett…” suara pintu teater terbuka.
Semua perhatian sontak teralihkan ke sana.
Apakah pintu itu terbuka karena angin? Ataukah…
Semua orang terhenyak bersamaan, saat sosok di balik terbukanya pintu terungkap. Masumi Hayami, dalam keadaan basah kuyup, muncul di hadapan mereka.
“Pak Masumi Hayami!!” seru mereka.
Kompak sekali.
Masumi bergerak masuk, menuruni bangku penonton. “Kenapa saudara-saudara? Seharusnya kan sudah mulai. Apa aku salah membaca waktu dimulainya pentas ini?” tanya Masumi dengan gaya superiornya yang sangat khas.
“lihat… dia basah kuyup…” desah seorang kru tak percaya.
Pak Masumi… Maya tercengang mengamati pria itu.
Dengan tenang Masumi membuka mantelnya dan duduk di kursinya. “Silakan dimulai, saudara-saudara.”
Kuronuma langsung bersemangat. “Baiklah!! Ayo semuanya naik ke panggung! Kita mulai pentasnya!!”
“HOREEE!!!” sambut yang lainnya, tak lagi menghiraukan badai yang semakin mengamuk di luar.
Maya melangkah mendekati Masumi dengan penuh tanya. Tak percaya, takjub, terharu, gembira… berbagai perasaan berkecamuk di hatinya.
Tapi yang pasti, rasanya seperti mimpi melihat Masumi di sini. Dan, pria itu memang di sini!
 
 
 
 
 
 
 
 
 

60 comments:

ferra febriana on 10 September 2014 at 22:29 said...

good boy deh masumi... ulah apalagii ni si licik shiomay.. hadeeehhh.. :(

Anonymous said...

siomay ke laut aja laaah biar sama ikan paaauuuusssss, rempong de maksa banget .ga terima MM bersatu. dulu,sekarang, dan besok sampe kpn juga sama maya bukan siomaaaayyyy -rani-

Unknown on 10 September 2014 at 22:50 said...

Aduhhh ty knapa nenek sihirnya di munculin......gr..gr..gr ....pengen gigit

Widiya on 10 September 2014 at 23:21 said...

Haduh.......itu si nenek sihir kenapa ada lagi sech? Bikin kesel aja.
Uh,,,,,rasanya pengen tak jambak aja rambutnya trus lempar ke laut biar dimakan sama ikan hiu, ngotot bgt jd cewek, dasar ga punya malu

Medinadina on 11 September 2014 at 01:45 said...

Tuh kan
Shiori pasti ganggu

Unknown on 11 September 2014 at 03:28 said...

Next gmn y? Apa sama kaya d komik? Penasaran...d tunggu aja dh..^^

Anonymous said...

wah suasananya menegangkan nih jadi penasaran lanjutannya....

~ meliana ~

Anonymous said...

Hadeuh rencana licik apalg nih shiori (vonnyros)

resi on 11 September 2014 at 07:57 said...

Haduuuh perang lg nih kyknya.

Anonymous said...

New taste ni....hihihihihi...dan selalu okeeeeee...
Kayak nya shiori udh ga sakit2an.....ga pake pingsan...hihihihihiiiii
Tetty

bunda_zilfi said...

Mulai deh biang keroknya.....dah siap sm akal bulusnya kayaknya, mg2 aja smua rencana jahatnya g da yg berhasil.

Anonymous said...

Eeewwhhhh
Shioriiii
Pewhlisssss dwehhh

Mommia

Anonymous said...

OMG hellllooooowwww.... shioriiii...//#?&%$

Puji Lestari on 11 September 2014 at 13:18 said...

masi TBC ya sis Ty.. can't wait to read next chap...

Iest ~ Tie on 11 September 2014 at 15:54 said...

Waduuh si siomay nya sehat, bisa lebih jahat ntar nih...
Mantap u masumi, kereeeen dah.
Lanjut Ty, bikin penasaran aja.

~ Isty ~

Anonymous said...

Kalo jadi masumi udah tak dorong keluar mobil dah tu shiomay --"

-bella-

Pastel Mood on 12 September 2014 at 03:35 said...

Ampoon dah ga tau malu amat shiodong2...penyakitan atau sehat sama aja psycho nya! Ugh! Bertahanlah MM!

Unknown on 12 September 2014 at 23:42 said...

ayo maya jangan menyerah!... hebat masumi tolak shiori!... lebih hebat yang punya ide!.. go...go...go... ditunggu selanjutnya!

Anonymous said...

Your plot is interesting as usual.blm saling mencintai. ..trus udh...eh...ada bad girl nya.kok jahatnya sama aja sih...he..he..thanks ya ty...annisa amalia

Medinadina on 13 September 2014 at 15:17 said...

Uuuhhhhhhhh ttahan nafas ampe selasa

Medinadina on 13 September 2014 at 20:02 said...

Dibaca berulang2 ga bosennn
jgn2 pas lg shiori meluk masumi ada yg foto lg.....gaswat gaswat

Unknown on 13 September 2014 at 21:11 said...

Iya ya jgn2 nti ada fotonya shiori ma masumi trus ribut dh ma maya.. gitu y^^

Anonymous said...

Aduhhh...
Jangan2 wartawan bikin gosip nih
Masumi mengantar nona shiori ke rumahnya
*huekkkkk*

Mommia

Unknown on 13 September 2014 at 22:31 said...

kalo bener difoto.. itulah bumbu dalam percintaan maya dan masumi...akan semakin hot deh kalo akur lagi...

Puji Lestari on 14 September 2014 at 22:55 said...

asik ikut senang.. happy for both of you MM.. mesraaaa... top bgt Ty

Unknown on 15 September 2014 at 16:29 said...

sukaaaaaaaaaaaa...jauhin dr godaan shiomai yg terkutuk ya sis

Pastel Mood on 16 September 2014 at 05:51 said...

Duuuh,mudah2an ga ada foto2 masumi lg sama siodong2 tuh =((

Anonymous said...

so sweet ...

Anonymous said...

Ohhhhh teganya missss
Baru saja hati ini berbunga bunga

Mommia

Medinadina on 18 September 2014 at 00:21 said...

Waaaaaaaaa mulai masuk cerita spt dlm buku ya sista
sebeeeellllllll tp suka bingitz
hehe

Unknown on 18 September 2014 at 01:13 said...

WAAA... ceritanya jadi begini... kasian maya... hu..hu... kesedihan ini jangan lama-lama ya... miris aku....

Iest ~ Tie on 18 September 2014 at 01:27 said...

Beneran nieh siodong2 paraaaaah.....!!!

Unknown on 18 September 2014 at 02:20 said...

Hadeuhhh.. shiomay shiomay...:(

Pastel Mood on 18 September 2014 at 09:10 said...

Siodong2 gilaaaaaaaaa...huh!

Anonymous said...

Jahat banget e shiomay'!!!!!!

Anonymous said...

Siomay reseeeeeeee,,, ngapain juga tu nenek sihir majsa amaaatttt

Widiya on 19 September 2014 at 11:17 said...

Duh,,,,,itu orang ya bener2 nenek lampir, bukan cuma tampang aja kaya nenek lampir, kelakuannya juga sama.
Ah,,,,Maya Masumi

Anonymous said...

Become more interesting. Thanks ya ty. Udh di update. Annisa amalia

Anonymous said...

masumi nya tegas menolak... eh si shiori-na makin menggila...

-pio-

Medinadina on 23 September 2014 at 14:06 said...

Wuaaaaaaa hrs buru2 apdet lg

Unknown on 23 September 2014 at 14:20 said...

Ihhh muak ma shiori.....:(

Anonymous said...

Well that's true
Maya hrs percaya sm masumi
Kl ga, kjadian akan terus berulang

Mommia

Puji Lestari on 23 September 2014 at 14:38 said...

mau pinjam guntingnya maya buat gundulin shiomay...!!!!

Unknown on 23 September 2014 at 14:55 said...

Hadehhhhhh hadehhhh agrrrrr sambil jambak2 rambut sendiri riwehhh inihhh kenapa sih susah bgt punya hubungan yg saling percaya, maya polosnya kelewatan, nyeselnya belakangan

Unknown on 23 September 2014 at 15:06 said...

its time for Maya to grow up...come on gal...be tough dooong

Anonymous said...

Kalo ngeliat shiori lama2 jadi ingat karin d CHSI, sama2 sakit jiwa .__.
Mbak ty nulisnya sambil nntn CHSI ya mbak? Wkwkwkwk

-bella-

Anonymous said...

Pesen siomay dong....dibungkus yaa...dipotong2 kecil khas siomay gerobak dorong... hahahahahahahaha..
Siomay nya full power bgt yaa dsini...
Bikin kepo akut utk lanjutan nya..
Ditunggu ya ty lanjutan nya.....
Hihihihihi..
Tetty

Iest ~ Tie on 25 September 2014 at 03:19 said...

Masumi jangaaan ragu juga dong gara2 si nenek sihIr itu... Iiiiiiih sebel bener #sambil jambak2 rambut siodong2

Medinadina on 2 October 2014 at 17:01 said...

Bacanya smil tahan nafas.....

Medinadina on 2 October 2014 at 17:02 said...

Lageeeee

Medinadina on 2 October 2014 at 17:02 said...

Bacanya smil tahan nafas.....

Anonymous said...

Bahkan shiori bisa melihatnya
Kenapa kau tidak bisa melihatku maya...?
Betapa aku mencintaimu...

Mommia

Unknown on 2 October 2014 at 17:29 said...

hu..hu..hu.. sudah habis cinta maya pada masumi..?... hu..hu..hu.. ga rela masumi ama shiori... hu..hu..hu..
eh.. ngomong" hampir sama ama cerita aslinya ya?

Anonymous said...

Shiomey makin ga tau malu, jgn tergoda Masumi. Tetaplah bersama Maya..
-mn-

Anonymous said...

Mayaaaaa cepetan sadaaarr dooongggg

-bella-

Heri Pujiyastuti on 26 October 2014 at 00:03 said...

Sampe nangis bacanya T.T
ya ampun Maya jgn kau sia2kan lagi akang Masumi. Klo gak mau buat aku aja :D

Anonymous said...

Bersyukur shiori akhirnya sadar diri....

-mommia-

Puji Lestari on 26 October 2014 at 22:27 said...

can't wait to read MM HE.. ngarepdotkom heheheh.. well done Ty

Pastel Mood on 27 October 2014 at 13:42 said...

duuuh...baca ff ini biking ngebayangin pasti keren bgt klo di bikin komiknyaaa :*

Unknown on 29 October 2014 at 22:19 said...

aduuhh... ga sabar nih nunggu kelanjutannya..... penasaran bingiits gitzuu....

Post a Comment

Silahkan kritik, saran, sapa dan salamnya... :)

 

An Eternal Rainbow Copyright © 2011 Design by Ipietoon Blogger Template | web hosting