Monday 4 August 2014

To Make You Love Me Ch. 10

Posted by Ty SakuMoto at 11:07

To Make You Love Me
(Chapter 10)






Seruan dari pintu membuat Maya segera menghapus air matanya dan beranjak menuruni tangga.
“Ada kiriman bunga untukmu! Pengantarnya berkeras harus kau sendiri yang menerimanya!” kata induk semangnya.
Maya mengangguk dan beranjak ke pintu.
“Pak Hijiri!” Maya mengelukan nama pria itu.
“Maya,” Hijiri tersenyum, masih sempat mengamati wajah Maya yang kuyu. Gadis itu… habis menangis?
Maya mengamati mawar ungu di tangan Hijiri yang segera berpindah ke tangannya. Maya memeluk bunga itu erat-erat. Ia ingin sekali bertemu dengan mawar ungunya dan menceritakan kegundahan hatinya.
“Pak Hijiri, Anda sampai mengantarkannya ke sini…” kata Maya terharu. “Terima kasih…”
“Pak, uhm, Mawar Ungu ingin memberimu semangat untuk persiapan pentasmu. Bagaimana latihanmu?” tanya Hijiri.
Maya menunduk, menggeleng perlahan. Maya belum sempat memikirkan lagi mengenai Jean, pikirannya sedang dipenuhi oleh Masumi yang sudah bukan tunangannya lagi dan kenapa pria itu tidak kunjung menemuinya. Bukannya Maya ingin Masumi membujuknya—atau dia ingin Masumi membujuknya? Memang Maya sudah mengambil keputusan sepihak, dan ternyata… Masumi sama sekali tidak keberatan.
Setelah perbincangan yang diinterupsi kehadiran Sakurakoji, setelah Masumi menciumnya, tiba-tiba pria itu malah muncul dengan Shiori dan Madoka Enjoji. Masumi tak pernah lagi mendatangi atau menghubungi Maya dengan macam-macam alasan tak masuk akal seperti harus sering bertemu agar bisa menyukainya, atau… pura-pura kakinya sakit hingga Maya terpaksa menemaninya ke sana kemari seharian.
Sekarang Masumi sudah benar-benar tak mengacuhkannya dan itu semakin mengusik perasaan Maya. Walaupun dulu dia sangat membenci pria yang pernah disebutnya sebagai si makhluk endapan lumpur, namun ternyata, sekarang, hanya sekadar melupakannya saja, atau mengembalikan perasaannya seperti dahulu, ternyata sangat sulit.
Ya, hati kan memang bukan telapak tangan yang bisa dengan mudah dibolak-balik sekehendak hati.
Mungkin, pikiran pria itu yang penuh perhitungan untung rugi akhirnya memutuskan memang lebih menguntungkan melepas Maya dan menerima Shiori, seperti melepas perusahaan yang sahamnya terjun bebas dan ditawari perusahaan yang sahamnya terus meroket. Masumi tidak perlu berpikir banyak.
“Maya?” tegur Hijiri kepada Maya yang tampak tenggelam dalam renungannya. “Ada yang ingin kau katakan?”
“Pak Hijiri,” Maya menengadah. “Aku ingin bertemu Mawar Ungu. Aku ingin membicarakan banyak hal dengannya. Sekarang, aku… sedang bingung…” gadis itu menatap resah kepada si pengantar bunga.
“Bingung masalah apa? Apakah… mengenai pertunanganmu yang katanya berakhir?” tanya Hijiri.
Pipi Maya memanas. Ia tak terbiasa mengungkapkan isi hatinya kepada siapa saja. Bahkan, awalnya Maya sembunyi-sembunyi menangis di belakang Rei dan dia bilang baik-baik saja soal putusnya pertunangannya dan Masumi—lalu Maya akan menangis di belakang sahabatnya itu sebelum terbongkar kemudian.
“Bu-bukan…” gumam Maya bohong. “Ini… masalah yang hanya ingin kubicarakan dengan Mawar Ungu saja. Tolong, Pak Hijiri… aku… ingin sekali bicara dengannya.”
Hijiri mengamati Maya simpati, “Aku akan mencoba berbicara mengenai hal ini dengan beliau.”
“Benarkah, Pak Hijiri? Terima kasih banyak!!” Maya membungkuk.
Benar, sepertinya, Maya harus bicara dengan pengagum rahasianya itu. Maya sudah merasa dekat dengan mawar ungu, sehingga dia ingin pria itu membantunya memutuskan apa yang harus dilakukannya di tengah perasaannya yang gundah ini.
“Bagaimana… jika kau mengundangnya sendiri?” tanya Hijiri.
“A-apa?” Maya terperanjat. “Mengundangnya sendiri?”
“Ya.” Hijiri menyerahkan recorder kepada Maya. “Kau bisa merekam pesanmu di sana, dan mengungkapkan isi hatimu bahwa kau ingin bertemu dengannya. Mungkin, Mawar Ungu akan mempertimbangkannya.”
“Ah, ba-ba… baiklah!” Maya mendadak gugup dan berdebar-debar. Bahkan pesannya juga agak berbelit-belit saking gugupnya.
“Baiklah, aku permisi dulu. Kuharap latihanmu berjalan lancar.” Ucap Hijiri saat Maya sudah selesai dengan pesannya.
Maya mengangguk. Maya hanya membalas ucapan Hijiri dengan senyuman sendu. Ia lupa sama sekali mengenai surat yang saat itu hendak dia titipkan untuk mawar ungu dan malah jatuh dari albumnya.
Rei masih sempat melihat Hijiri pergi dari apartemen mereka saat ia baru pulang dari pekerjaannya. Jaraknya cukup jauh dari Hijiri, namun masih bisa melihat sekilas wajahnya. Terutama…
Potongan rambutnya yang aneh!
Rei ingat mereka berdua sempat bersitegang dahulu saat Rei menangkap basah pria itu membuntutinya.
Ada apa dia ke sini!? Sebenarnya dia siapa? Pikir Rei dengan waswas.
=//=
Saat Rei masuk ke apartemen mereka, Maya tampak sedang diam di depan televisi sambil memeluk mawar ungunya. Sepertinya, sedang melamunkan sesuatu. Tetapi yang menarik perhatiannya, adalah pria berrambut aneh yang tadi beranjak dari gedung apartemen mereka. Apakah pria itu membuntuti Maya lagi?
“Maya,” Rei duduk di samping Maya.
“Ah, Rei,” jelas terlihat Maya baru menyadari kedatangan Rei.
Jadi, gadis itu melamun lagi? Pikir Rei. “Uhm… apakah… tadi, kau lihat, uhm… ada seseorang… tamu atau…”
“Tamu?” Maya mengerucutkan bibirnya, berpikir. “Tidak ada… Hanya ada yang mengantarkan bunga ini saja kepadaku,” Maya tersenyum sendu. “Mawar ungu.”
Rei mengamati mawar ungu dengan terkejut. Mawar ungu? Apakah pria berpotongan rambut aneh itu yang mengantarkan mawar ungu?
Perlahan-lahan kelopak mata Rei terbuka semakin lebar saat ia mendapatkan pencerahan. Jadi… itulah sebabnya pria itu mengikuti Maya saat itu? Apakah… pria tadi ada hubungannya dengan Mawar Ungu yang selalu mengetahui semua hal tentang Maya? Mungkin, pria itu memang diutus Mawar Ungu untuk mengawasi—menjaga Maya?
“Maya, kau sudah mendapatkan mawar ungu, kenapa kau masih tampak lesu?” tanya Rei perhatian. “Apakah, kau masih bingung mengenai peranmu, ataukah mengenai Pak Masumi?” tanyanya.
“Rei… aku sedang berpikir,” Maya tersenyum sendu. “Walaupun aku tidak mengenal Mawar Ungu, tetapi… aku merasa begitu dekat dan mungkin, bisa dikatakan, aku menyayanginya dengan suatu alasan yang aku tidak tahu. Aku sangat berterima kasih dan berutang jasa kepadanya. Sehingga, rasanya, aku berani mengatakan, bahwa aku juga… sangat menyayanginya.”
Rei mengamati Maya heran, tak paham ke mana arah pembicaraan Maya.
“Mungkin, jika dia sakit, aku akan dengan senang hati menjaganya sampai sehat. Jika ada apa saja yang bisa kulakukan untuknya, aku akan dengan senang hati melakukan apa saja untuknya, karena dia sudah melakukan banyak hal untukku…” Maya kembali berkata.
“Tapi, kemudian aku berpikir. Bagaimana… bagaimana jika Mawar Ungu yang sangat berjasa untukku ini, orang yang kukasihi sepenuh hati ini…. Ternyata… tidak sebaik dugaanku. Apakah… perasaanku akan berubah kepadanya? Apakah… aku akan membencinya?”
“Ma-Maya… kenapa kau jadi berkata begitu? Apa kau sudah tahu siapa yang mengirimimu Mawar Ungu?” tanya Rei.
Maya tersenyum sendu dan menggeleng.
“Dulu, Pak Masumi pernah bertanya kepadaku, bagaimana jika seandainya Mawar Ungu adalah orang jahat? Orang yang kubenci? Dan kukatakan kepadanya, siapa pun mawar ungu, aku pasti menyukainya,” Maya tersenyum konyol. “Dan sekarang, aku memikirkannya lagi, jika orangnya mawar ungu, walaupun mungkin dia seseorang yang kubenci, jika dia Mawar Ungu, aku pasti menyukainya!” tandas Maya. “Lalu, aku memikirkan Pak Masumi…” Maya menunduk lesu. “Dulu… jika aku melihat Pak Masumi, apa pun yang orang bilang mengenai kehebatannya, bagiku dia tidak lebih dari makhluk endapan lumpur yang menjijikkan, kecoa yang menyebalkan… Aku benci, benciiiiii sekali kepadanya!” Wajah Maya tampak gusar.
“Tetapi sekarang, tak peduli bagaimana pun aku berusaha membencinya, mengingat semua hal buruk tentangnya, dan walaupun aku tahu dia pria menyebalkan yang seenaknya sendiri. Aku tidak mengerti Rei,” Mata Maya berkaca-kaca. “Kenapa dalam hatiku, aku selalu mencintainya. Aneh sekali…” Maya mulai terisak putus asa. “Padahal, tanpa mengenal Mawar Ungu, membayangkan kebaikannya saja hatiku sudah menyukainya. Tetapi, kenapa mengingat semua tindakan menyebalkan Pak Masumi, sekarang… aku tidak bisa membencinya? Padahal, orangnya ada di depan mata! Dan tingkahnya benar-benar menyebalkan! Tapi… ta-tapi…” Maya kembali terisak-isak. “Aku lelah sekali, Rei. Aku ingin seperti dulu, ingin kesal saat melihatnya, ingin sebal dengan tingkah lakunya. Tetapi… aku tidak bisa. Aku tidak bisa membuat hatiku membencinya padalah aku tahu dia orang yang menyebalkan!”
Rei tersenyum simpati mengamati Maya yang memeluk mawar ungunya.
“Kurasa, itu karena kau memang gadis yang baik, Maya. Kau punya hati yang baik, karena itu kau bisa mudah tersentuh oleh mawar ungu yang bahkan belum pernah kau temui. Itu pasti karena kau selalu memikirkan hal-hal yang baik mengenai mawar ungu kan? Begitu juga, karena kau sudah merasakan kebaikan Pak Masumi, jadi… sekarang kau tidak bisa membencinya lagi.” Rei tersenyum menguatkan. “Itu bukan hal yang harus kau sesali, malahan, hal yang harus kau banggakan. Karena tidak semua orang bisa lebih melihat kebaikan hati seseorang ketimbang keburukannya.” Rei menepuk-nepuk pundak Maya.
“Ya…” Maya mendesah, mengusap air matanya. “Tetapi, lelah sekali, jika teringat Pak Masumi aku hanya ingin menangis saja. Padahal,kalau bisa aku ingin marah-marah saja seperti dahulu.”
Rei tertawa. “Tenanglah, itu hanya patah hati. Kau akan menemukan cara menyembuhkannya dengan jalanmu sendiri.”
“Semoga saja,” lirih Maya putus asa.
“Oh, ya, itu… balon hadiah dari Pak Masumi sudah tidak ada gasnya lagi. Dibuang saja ya?” kata Rei, seraya beranjak ke kamar mereka.
“Ah, jangan!!” Larang Maya, bangkit menyusul Rei ke kamar dan memungut balon-balon yang berceceran di lantai. “Nanti saja, aku beri gas lagi…”
“Maya… bagaimana kau bisa melupakan Pak Masumi kalau—“
“Ta-tapi… ini kan hadiah dari Pak Masumi. Saat membelinya dia bilang dia sampai berebut dengan anak-anak,” terang Maya.
Dan dia bilang… Dia bilang semuanya demi aku… Maya mengamati karet-karet balon berwarna-warni di tangannya.
Rei hanya mendengus dan menggelengkan kepalanya melihat Maya. Tak mengira gadis itu benar-benar mabuk kepayang.
=//=
“Nah, Maya… kau sudah mengerti di mana kekurangan dari Jean mu?” tanya Kuronuma sesaat setelah dia mematikan video yang memperlihatkan kehidupan serigala.
Maya tampak seperti terpukul dengan apa yang dilihatnya.
“Keliaran. Itulah yang tidak ada dalam aktingmu. Melihatmu terasa hambar. Kau lebih terlihat seperti seekor anjing yang berkeliaran di kota dan bukannya serigala yang hidup di hutan.”
Perkataan Pak Kuronuma membuat Maya semakin galau memikirkan perannya. Padahal, dia sudah memikirkan banyak hal agar dapat mendalami peran Jean, tetapi sepertinya masih kurang.
Haaa… belum lagi masalah Masumi yang menyita ruang di hatinya. Aneh sekali dia tidak bisa mengembalikan perasaannya seperti dulu. Padahal, saat dia membenci Masumi dulu, sepertinya lebih mudah menghayati sebuah peran.
“Hei!” Sebuah sapaan membuat langkah kaki Maya terhenti.
Dia bisa merasakan sejenak rasanya jantungnya berhenti berdetak. Maya menelan ludahnya was-was, dan menoleh ke arah sebuah mobil yang tidak dia sadari sudah mengikutinya dari tadi.
“Pak Masumi!” Rasanya seperti tersengat saat dia melihat siapa yang berada di belakang setir.
Masumi menepikan mobilnya, mencondongkan tubuhnya ke arah jendela.
“Masuklah,” ajaknya kepada Maya.
“Ha? Ha-ha-HAH!!?” Maya membulatkan matanya bingung.
Masumi dengan gemas turun dari mobilnya dan menghampiri Maya, membuat jantung gadis itu berdebar semakin kuat.
“Aku tahu kau pasti tidak akan dengan mudah mengikuti perkataanku.” Masumi menggenggam pergelangan Maya dan menyeret gadis itu.
“Ah! Eh, Pak Masumi! Ma-mau ke-mana?” Maya terbata-bata karena bingung.
Masumi mendudukkan Maya di jok depan. “Sudah. Diam di situ! Kalau kabur aku akan mengejarmu sampai dapat!” tandas Masumi sambil menutup pintu dan berputar ke belakang setir.
Maya yang masih bingung sama sekali tak bisa bergerak—dan memang tak ada niat untuk beranjak. Dia hanya mengamati Masumi penuh tanya.
“Pakai sabuk pengamanmu,” perintah Masumi saat mulai menjalankan mobilnya.
Maya menurut dan memasang sabuk pengamannya. Jujur saja, itu sedikit mengejutkan Masumi. Ia pikir Maya akan jauh lebih menyulitkan dari ini.
“Pak, Pak Masumi… kita mau ke mana?” tanya Maya yang masih belum melepaskan tatapan herannya dari Masumi.
Masumi menoleh kepada Maya dan mengamati gadis itu yang tampak lelah dari latihannya.
“Kenapa? Kau ada kesibukan? Mau bertemu kaisar?” tanya Masumi.
Maya mengerucutkan bibirnya. “Tidak bertemu kaisar! Tapi aku juga punya kesibukanku sendiri!” tukas Maya kesal dengan ejekan Masumi seakan-akan dia pengangguran.
“Ya sudah, kalau tidak akan bertemu Kaisar kurasa hal lainnya bisa ditunda untuk yang satu ini.”
“Pak Masumi! Sebetulnya kau mau membawaku ke mana sih?” desak Maya kepada mantan tunangannya yang tiba-tiba muncul dan menyeretnya itu.
Sebelumnya, Masumi semalam baru saja mendengarkan rekaman yang Maya berikan untuk Mawar Ungu yang mengungkapkan rasa terima kasihnya karena sudah memperbaiki gedung Ugetsu.
“Mawar Ungu… aku ingin sekali bertemu denganmu…” terdengar Maya menutup pesannya bagi Masumi melalui alat perekam. Gadis itu terdengar sangat berterima kasih karena Mawar Ungu sudah membenahi gedung Ugetsu dan sangat berharap dapat bertemu dengannya.
Karena mendengar perkataan Maya itulah, Masumi memutuskan untuk menemui Maya saat ini.
“Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat,” terang Masumi. “Tenang saja, kau akan menyukainya, karena kau sendiri yang pernah memintaku untuk mengajakmu ke sana.”
“Ha?” Maya mengedipkan matanya dengan kerap.
Pernah meminta Masumi mengajaknya ke sana? Ke mana? Maya sama sekali tidak ingat.
Tetapi, melihat Masumi di hadapannya, begitu dekat dengannya, Maya sudah merasa senang. Bahkan, hatinya juga sepertinya sedang bernyanyi riang.
Masumi menoleh lagi kepada Maya, heran dengan gadis itu yang tidak berisik seperti biasanya.
“Kau kenapa? Sakit perut?” tembak Masumi. Biasanya itu yang Maya tanyakan jika Masumi tak banyak bicara. “Kenapa jadi pendiam begitu? Salah makan ya?”
Maya mengerucutkan bibirnya dan menggeleng.
Ah, mana mengerti pria di sampingnya itu… perasaan gugup dan senang karena berdekatan dengan orang yang dicintai dan dirindui siang dan malam.
Maya membuang pandangannya ke arah jendela, dan diam-diam tidak bisa menahan senyumnya.
“Hei, Mungil, kau benar-benar berbeda. Kenapa diam saja? Kalau aku menculikmu dan mengirimmu ke kutub utara bagaimana?” tanya Masumi, melirik Maya yang wajahnya tak tampak.
Maya tersenyum lebar. “Terserahlah…” tukas Maya perlahan.
=//=
 =//=
Maya tak mengira bahwa Masumi mengajaknya ke taman bermain.
“Taman bermain!!” seru Maya sumringah.
“Ya, aku sudah pernah berjanji mengajakmu ke sini, dan… les tari hula-hula. Tetapi karena aku belum menemukan tempat les tari hula hula, kupikir membawamu ke sini saja dulu, setidaknya utang janjiku berkurang satu.”
Maya mengamati Masumi agak terharu. Walaupun sudah putus tunangan, pria itu masih menjaga janjinya?
“Kenapa? Matamu jadi berkaca-kaca begitu… bisa jadi kau terharu dengan perkataanku.”
“Huh!” Maya manyun, dan memukul bahu Masumi dengan tinjunya, membuat pria itu terkejut. Maya lantas tertawa lebar. “Kau bisa saja!” ujarnya.
Maya lalu berbalik dan berlari. “Kyaaaa!! Taman bermaiiiiinnn!!!” pekiknya senang.
Masumi masih bingung dengan kelakuan Maya, tapi dia kemudian mendengus dan tersenyum, menggelengkan kepalanya karena merasa konyol dan mengejar Maya.
Dasar… memang anak kecil… batinnya.
Yah, Gadis mungil yang belum genap 20 tahun, yang sudah membuat hatinya mati kutu.
Setidaknya Masumi sudah senang karena reaksi Maya di luar dugaannya. Masumi pikir Maya akan marah-marah, dan mendiamkannya terus. Ternyata Maya tampak sangat senang. Masumi sudah salah memikirkan bahwa Maya akan memperlihatkan kebenciannya setelah pertemuan terakhir mereka.
Masumi baru menyadari bahwa dia sudah salah mengenakan kostum. Dia tidak berganti pakaian kantornya, dan tampaknya itu sedikit menarik perhatian orang-orang di sekeliling mereka yang lebih banyak berpakaian tidak formal. Apalagi, jika disandingkan dengan Maya, mereka jadi tampak benar-benar berbeda…
Masumi menghela napas, ingat lagi saat Maya mengatakan hal-hal mengenai  ketidak serasian dan sebagainya. Masumi menunduk, mengamati dasinya dan melepasnya. Dia juga melepaskan kancing jasnya.
“Kyah! Pak Masumi!!” Wajah Maya merona merah, menghambur ke arah Masumi. “apa yang kau lakukan!!? Kenapa kau mau buka baju!?” hardik Maya.
“Hah!? Siapa yang mau buka baju? Hanya membuka dasi dan jasku saja,” ungkap Masumi.
Pria itu lantas memasukkan dasi sutranya ke dalam saku jas Armaninya. Ia kemudian membuka kancing kerahnya dan bernapas lebih lega, lalu membuka jasnya itu.
“Nah, sekarang rasanya lebih nyaman,” ujar Masumi.
Dan lebih tampan.
Maya tak menyadari dia sedari tadi hanya mengamati wajah pria itu dengan lekat. Maya benar-benar merindukannya. Kalau saja boleh, Maya ingin sekali memeluk pria itu.
“Eh? Kya!!” Maya tertegun, saat menyadari dia tiba-tiba sudah berada dalam pelukan Masumi.
Eh? A-apa yang terjadi? Apakah Masumi bisa membaca pikirannya? Kenapa pria itu tiba-tiba memeluknya?
Maya masih belum lepas dari pelukan Masumi saat ada seruan maaf yang dia dengar. Maya menoleh ke pada suara itu, dan mendapati seorang badut yang menaki sepeda beroda satu melaluinya.
“Hhh…” Masumi menghela napasnya terkejut. “Untung aku masih sempat menarikmu, kalau tidak mungkin kau sudah terseret badut itu,” ujar Masumi.
Maya menelan ludahnya, baru menyadari bahwa dia hampir saja tertabrak baduk yang hendak beratraksi.
“Maya, apa kau baik-baik saja?” tanya Masumi saat kembali ingat kepada gadis dalam pelukannya itu.
“Ah, yaa… te-tentu saja…” Maya buru-buru melepaskan dirinya dari pelukan Maya. Beberapa pengunjung nampak mengamati mereka dan ada yang menunjuk dan tampak berkasak-kusuk.
Apakah orang-orang itu menyadari siapa mereka dan sedang membicarakan keduanya? Wajah maya merona. Aduh, apa yang akan mereka bicarakan mengenai keduanya?
“Maya, kenapa jadi diam saja?” Tanya Masumi. “Tadi sepertinya senang sekali. Apa kau sudah lelah? Kan belum naik apa pun?”
“Oh, eh, ehm… tidak kok, tidak apa-apa. Maya mengamati Masumi yang sepertinya tidak terpengaruh adegan berpelukan mereka tadi.
Ah, Masumi Hayami kan memang dingin! Ukh, menyebalkan sekali jika menyukai pria dingin seperti itu, hatinya jadi kebat-kebit dan salah tingkah sendiri, sementara Masumi malah tampak tenang-tenang saja. Kesal!!
Tapi Maya tidak tahu saja, kalau sekarang pun jantung Masumi berdebar-debar tidak karuan. Walaupun dia sebenarnya bisa menghindarkan Maya ditabrak badut bersepeda roda satu, tetapi Masumi yang suka memanfaatkan keadaan malah menggunakannya untuk memeluk Maya erat-erat. Rindu sekali tangannya memeluk tubuh mungil gadis itu, dan sebenarnya dia sangat enggan melepaskan jika saja dia tidak ingat mereka tengah berada di tempat terbuka.
Dan, Masumi juga menyadari, mantan tunangannya itu lebih kurus.
“Sepertinya aku salah jadwal ya? Seharusnya aku mengajakmu ke sini jangan saat baru selesai latihan… pasti kau sedang kelelahan ya sekarang?”
“Ah, Eh! Tidak apa-apa… tidak apa-apa,” sanggah Maya seraya menggerak-gerakkan telapak tangannya.”A-aku malah senang sekali. Uhm… setelah penat berlatih, rasanya jadi terhibur diajak ke sini,” terang Maya sambil tersenyum senang. Masumi tak mengira, Maya bisa menyambut baik ajakannya. Dia sempat khawatir Maya marah-marah dan pergi meninggalkannya begitu saja.
Sepertinya benar kata-kata Hijiri. Mungkin Maya sedang merasakan tekanan saat ini. Mungkin latihannya tidak berjalan lancar atau… karena semua masalah pementasannya.
“Maya…” Masumi menegur dengan lembut. “Apa kau ada masalah dengan—“
“Eh, Pak Masumi! Ayo, ayo, kita naik itu yuk!” ajak Maya saat melihat sebuah roller coaster.
“Ha? Eh? Kau… mau naik itu?” tanya Masumi, juga tak mengira Maya memang begitu semangat.
“Iya, iya, ayo… Kau juga mau naik kan? Tapi kalau kau takut permainannya membahayakan bagi pria 60 tahun, tidak apa-apa kalau tidak ikut juga,” goda Maya.
Masumi tertegun. “AKU BELUM 60 TAHUN!!” serunya gemas.
Maya memeletkan lidahnya dan pergi meninggalkan Masumi ke bagian loket. Masumi mendengus dan mengejarnya.
“KYAAAAAAAAA!!!” Maya, yang tenggorokannya sebagai aktris panggung sudah terlatih, berteriak sangat keras di samping Masumi yang sekali dua kali saja berteriak.
Walaupun sempat turun dalam keadaan sempoyongan, sepertinya Maya masih tidak kapok—malahan, Masumi yang mulai kapok, dan kewalahan mengikuti kemauan Maya menaiki beberapa wahana ekstrim.
Memang benar, untuk tubuh semungil itu, Maya menyimpan keberanian dan semangat yang luar biasa. Untunglah Masumi mengajak Maya saat hampir sore, jadi mereka baru menaiki beberapa wahana saja saat malam mulai menjelang.
“Rumah hantu yaa…” Maya mengamati wahana selanjutnya, yang dari pintu masuknya saja sudah menyeramkan.
“Kenapa? Takut ya?” ejek Masumi.
“Ti-tidak! Tentu saja tidak…” Maya mengangkat dagunya sombong.
Tapi keangkuhan Maya tidak bisa bertahan lama. Setelah masuk ke dalam dan melihat berbagai macam makhluk yang aneh dan menyeramkan.
“Kyaaa!!” Maya merapat kepad Masumi dan memeluk tangannya erat-erat saat sebuah peti tiba-tiba terbuka dan mumi dengan wajah seram muncul. “Kyaaaa!! Jangaaann!! Pergiii!!!” pekik Maya yang terlalu menghayati perannya.
Masumi sendiri lebih banyak terkejut dengan pekikan Maya ketimbang hantu-hantu di sekitarnya. Tetapi, Masumi sangat senang sekali, karena Maya selalu memeluknya di sepanjang perjalanan mereka menyusuri ruangan dan lorong-lorong seram di rumah hantu itu.
“Kyaaa… jangaann….!! Tidaaakk!!” pekik Maya, sambil memeluk Masumi kuat-kuat dan menyurukkan dadanya. “Pak Masumi! Cepat! Cepat pergi dari siniiii!!!” pinta Maya saat monster menyeramkan berwajah hancur dengan mata pecah dan sebagainya menghampirinya.
“Kyaaa!! Kya! Kya! Kyaa!!!” Maya menggeleng-geleng sambil memeluk Masumi lebih erat.
Masumi tertegun, lantas dia menahan tawanya. Pria itu menatap salah satu monster yang mengejar Maya dan mengacungkan jempol sambil mengedipkan salah satu matanya kepada monster tersebut.
“Hiiyy!! Pak Masumi!! Ayo cepaat kita pergi!” pinta Maya sangat takut.
Tiba-tiba sesuatu terasa merayap dan menyentuh kakinya.
“Kyaaa!!” Maya menjerit menyadari salah satu monster menyentuh kakinya. Spontan Maya melompat, memeluk Masumi dan melingkarkan kakinya ke pinggang pria itu. “Pak Masumiiii!!!!” dia meminta tolong.
=//=
Maya cemberut habis-habisan saat keluar dari sana setelah tadi dia sempat merasa sangat lemas.
“Hei, kau baik-baik saja?” Masumi memastikan.
Maya mendelik sebal kepada Masumi.
“Kau sengaja mengerjaiku ya?” tudingnya
“Tidak…” Masumi memasang wajah tidak bersalah. Memangnya, hanya Maya Kitajima saja yang bisa berakting?
“Tapi kenapa mengajakku ke tempat yang menyeramkan seperti itu?”
“Kupikir kau akan menyukainya. Kau tahu, dari segi produksi, setting dan make up yang mereka gunakan benar-benar bagus. Terlihat realistis, jadi kupikir kau akan mengaguminya seperti aku.”
“Seram begitu! Mana ada waktu buat mengagumi,” gerutu Maya lagi yang disambut tawa dari Masumi.
“Baiklah sekarang giliranku! Ayo!!” Maya menarik Masumi ke tempat bumper car. Keduanya lalu beradu, Maya berkali-kali mengejar Masumi dan menabrakkan mobilnya kepada mobil pria itu. Sepertinya Maya masih dendam kesumat.
Tidak hanya itu, Maya sekali lagi mengajak Masumi menaiki wahana yang ekstrim dimana mereka diputar-putar, dibolak-balik, diterjunkan, dibanting dan sebagainya, sampai Masumi benar-benar lelah.
“Capek ya, Kek?” tanya Maya setengah mengejek saat keduanya beristirahat di dalam kincir raksasa, gadis itu menjilati es krim di tangannya yang tampak belepotan di bibirnya.
Masumi tertegun dan memasang wajah tidak terima. Biasanya dia hanya disebut paman jika bersama Maya, kenapa gadis ini malah menggodanya dengan menyebut kakek-kakek!!?
“Hah!? Enak saja, jaga mulutmu ya, bocah, makan es krim saja masih seperti anak TK!” kritik Masumi sambil menunjuk bibir Maya yang belepotan es krim.
Maya memanyunkan bibirnya dan menunduk lalu terkekeh-kekeh malu. Dia memang kekanakan. Pantas saja banyak yang mengatakan dia tidak cocok dengan Masumi. Ahh… ingat itu lagi, Maya jadi sedih.
“He!” Masumi menjentik bibir Maya dengan telunjuk. “Kenapa jadi murung?”
Maya tertegun, menutupi bibirnya dengan terkejut karena perilaku Masumi. Jantungnya berdebar semakin tak keruan saat telunjuk pria itu tiba-tiba menyentuh bibirnya dengan santai.
“Tidak!” tampik Maya cepat, membuang wajahnya. “Ini permasalahan yang tidak akan bisa dimengerti kakek-kakek!!”
“Kau!!” Masumi benar-benar geram. Dia yang awalnya duduk di hadapan Maya beralih ke samping gadis itu, meraih bahunya dan mengacak-acak rambutnya.
“Kyaaa!!” Maya berusaha memberontak, lalu tergelak. Saat itulah es krim di tangan Maya mengenai pakaian Masumi.
“Ah!” Masumi terperanjat.
Maya tertegun, mengamati kemeja pria itu. “Ma-maaf…!! Aduh, maaf!!” Maya cepat-cepat berusaha mengusap-usap es krim cokelat yang mengotori kemeja pria itu. Tapi bukannya bersih, tentu saja malah semakin meluber ke mana-mana dan semakin mengotori kemeja Masumi.
“Sudah, sudah, tidak apa-apa,” Masumi berusaha mencari sapu tangannya, tetapi dia baru ingat sapu tangannya berada di dalam jas yang dia tinggalkan di penitipan barang.
“Tu-tunggu, a-aku punya sapu tangan! Aduh… bodohnya, aku jadi mengotori kemeja mahalmu…” sesal Maya, merogoh-rogoh saku roknya.
Namun tiba-tiba Masumi menarik pinggang Maya, dan melingkarkan tangannya di punggung Maya, memeluk gadis itu, sangat erat. Maya terpekik pelan, sangat terkejut Masumi memeluknya—lagi. Jantung Maya berdetak teramat cepat. Mungkin masumi juga mersakannya.
Segera saja Maya kehilangan semua kata-kata karena perbuatan lelaki itu. Maya tak mengerti benar apa yang ia rasakan. Kenapa dipeluk Masumi seperti ini, tiba-tiba membuat Maya membisu, dan ingin menangis.
Masumi melepaskan pelukan mereka lagi, “Nah, kalau begini, bajuku tidak kotor sendirian,” Masumi mengelak.
Maya tertegun. Ia mengamati bajunya yang sekarang juga bernoda es krim cokelat.
“Maya?” Masumi memiringkan kepalanya, berusaha mengintip wajah Maya yang tertunduk di hadapannya. “Kau kenapa?” tanya Masumi.
Maya segera membuang wajahnya ke arah jendela. Wahana yang dinaikinya sedang berhenti di puncak kincir raksasa. Jantungnya masih saja berdebar-debar. Apalagi, saat Masumi menyentuh wajahnya dan menarik wajah gadis itu menghadap kepadanya.
“Maya, kau kenapa?” tanya Masumi.
Pria itu terkejut melihat tatapan Maya yang berlari-lari menghindarinya dan wajah gadis itu merah padam. Maya tak bicara apa-apa.
Dan Masumi mulai bertanya-tanya.
Apakah Maya itu sakit perut?
Apakah Maya marah karena tadi dia memeluknya?
Apakah Maya terkejut? Atau saat mereka berpelukan… apakah sudah terjadi sesuatu? Masumi mematikan salah satu saraf bicaranya, barangkali?
Atau…
Maya salah tingkah karena alasan yang absurd? Salah tingkah karena tadi mereka berpelukan? Apakah karena Maya…
Masumi mengamati Maya yang menunduk lagi di hadapan Masumi, dan tangannya bergerak-gerak gelisah.
Aduh! Masumi tak mengerti! Dia tak bisa paham apa yang Maya pikirkan.
“Maya, jangan menunduk terus, ada apa?” tanya Masumi, yang mulai merasa suasana penuh keisengan di antara mereka telah berubah canggung.
Tapi Maya masih tidak bisa menjawab. Maya menyadari dia sangat mencintai Masumi, sangat merindukannya. Dia terlalu senang berada di dekat pria itu, apalagi dalam pelukannya. Tetapi teringat dia dan Masumi sudah tak bisa bersama…
“Kenapa kau jadi menangis?” tanya Masumi, saat melihat mata Maya jadi berkaca-kaca.
Maya menggenggam es krimnya erat-erat. Sepertinya dia tidak bisa lagi menahan perasaannya kepada Masumi. Maya menatap Masumi lekat.
“A-aku…” suaranya serak, tercekat. Jantungnya sudah pindah ke kepalanya yang terasa tegang. “Pak… Masumi… a-aku…” Maya ingin sekali mengatakan kalimat itu, tetapi entah kenapa dia takut sekali.
Kata-kata Shiori dan orang-orang di koran kembali terngiang di kepalanya.
Mereka tidak cocok.
Mereka terlalu jauh berbeda.
Maya hanya bisa membuat Masumi malu.
Mereka berbeda kelas.
Sama sekali tidak serasi.
Maya bungkam lagi, dan sepertinya air mata semakin tak tertahankan.
Masumi mengamati Maya dengan penuh tanya, alisnya berkerut melihat Maya yang jauh dari biasa di hadapannya. Sesuatu terpikirkan oleh Masumi, tetapi dia tidak tahu apakah perkiraannya benar atau tidak.
Apakah, Maya menyukainya? Apa gadis mungil itu, mulai menyukainya?
Maya pernah bilang mengajaknya ke taman bermain bisa menaikkan kadar sukanya. Apakah kali ini bisa benar-benar membuat kadar suka gadis itu menanjak??
Bagaimana jika Masumi bertanya mengenai hal ini, atau… menyatakan perasaannya? Tetapi… jika Maya menolak bagaimana? Jika Maya berbalik semakin benci?
Tetapi… apalagi resikonya?
Mereka pernah bertunangan, dan, sepertinya Masumi berhasil membuat Maya bahagia walaupun Hijiri bilang sebelumnya Maya sedang dalam keadaan sendu.
“Uhm… es krimnya enak?” tanya Masumi, mulai mencari-cari kesempatan saat melihat es krim Maya yang mencair semakin banyak di tangan gadis itu.
Maya tertegun. Pertanyaan tidak nyambung! Maya mengangguk.
“I-iya…”
“Aku boleh minta kan?” Masumi menggenggam tangan Maya yang menggenggam es krim.
“Ta-tapi, ini bekas aku,” Maya sungkan.
Tetapi Masumi tak menghiraukannya. Dia menjilati es krim di tangan Maya. Bahkan, lidah pria itu mulai menyentuh jari gadis itu. Maya mengejat, terkejut, merasakan Masumi mulai menjilati, dan mengecup jari-jari Maya.
“Pak-Pak- Masumi…” Maya agak terkesiap.
Masumi mengangkat kepalanya, menatap Maya yang tersudut. Lantas, Masumi mendekatkan wajahnya kepada Maya. Gadis itu mengedip beberapa kali dan menelan ludahnya, bertanya-tanya, apalagi tingkah yang akan dilakukan direktur Daito itu?
Sepertinya, Masumi akan menciumnya… pikir Maya.
Sepertinya, begitu… batin Maya.
Dan, memang begitu.
Bibir pria itu menyentuh bibir Maya, dengan cara yang hangat, lembut dan menghanyutkan. Maya sama sekali tidak menolaknya, Gadis itu memejamkan matanya. Perasaannya meluap-luap. Setiap debaran hatinya, menambah rasa bahagia yang tak terkira.
Maya membuka matanya lagi saat Masumi sudah tak menciuminya—mereka sudah tak berciuman.
Pria itu mengamatinya sangat lekat, sebuah senyuman terukir di bibirnya yang lembap dan tatapannya memenjarakan Maya dalam perasaan penuh harap.
“Sekarang bibirmu sudah tidak begitu belepotan es krim,” Masumi tersenyum kecil dengan jahil.
Maya tertegun, diamatinya es krim di tangannya, dan dioleskannya lagi es krim itu ke bibirnya.
Alis Masumi terlonjak, dan senyuman merekah lagi di wajah pria itu sementara Maya menatapnya dengan pura-pura polos.
Masumi kembali menciumnya, dan mereka berciuman kembali.
Ciuman yang hangat, dan dalam. Sangat romantis dan penuh cinta. Ciuman itu membuat Maya rasanya meleleh dan sangat bahagia.
Masumi menyentuh pipi Maya perlahan saat ia melepaskan ciuman mereka.
Gadis itu tidak protes, tidak marah, mengamuk atau menuntut.
Maya hanya menatap Masumi dengan tatapan seorang gadis yang jatuh cinta, penuh kasih dan membuat Masumi seperti mengerti yang bernama keajaiban.
“Maya, dengan mengajakmu ke taman bermain, apa aku sudah berhasil membuatmu lebih menyukaiku?”
Maya malu-malu mengangguk.
“Berapa level?” Masumi tersenyum tipis.
Maya berpikir sejenak dan menjawab, “Ratusan…!”
“Berapa level?”
“RATUSAN!!”
 

43 comments:

Unknown on 4 August 2014 at 11:29 said...

geregetan ma Mayaaaaaa, bisa ga sih ungkapain perasannya ke Masumi, biar Masumi ngerasa ga bertepuk sebelah kaki >_<

Muri said...

hadeeeh...masalahanusia berdua ini selalu sama..takut mengungkapkan perasaan,yakin kalau pihak yg satunya gak mungkin suka...Aahh..kata saya.mah..hajar bleh. Gimana nanti..jangan nanti gmn.

Unknown on 4 August 2014 at 12:42 said...

haduhhh klo aku jadi maya bakal bilang... culik aku mas culik mas culiiiik

Medinadina on 4 August 2014 at 12:53 said...

Hahahahaha dasar maya masumi
Lanjuuttttt

Anonymous said...

Bahagianyaaa....lanjutanny yg banyak donk mbaaa....plzzzz

Unknown on 4 August 2014 at 13:11 said...

Haha iya terserahlah mw d bwa kmn ma masumi mw aja^^

Unknown on 4 August 2014 at 13:17 said...

Maya bikin gemez aja

nisa_na said...

Ejieeee... maya pasrah nih yeee....

Anonymous said...

Nice...nice.....nice.... thx sist.

Anonymous said...

Uhuyyyyy
Taman bunga dimana2
Dunia milik berdua
Yg laen ngontrak

-mommia-

Unknown on 4 August 2014 at 14:53 said...

horeeeeeeeeeeeeeeee...Masumi cepetan dong yg sedikit tangkas...ntar maya amblasss lageee....lagi sis Tyyyy

Puji Lestari on 4 August 2014 at 15:02 said...

hasek.. diculik masumi.. saya juga mau hehehe Bagus Ty.. lanjut yak TQ

resi on 4 August 2014 at 15:16 said...

Ke kutub gpp deh, disana kan dingin hehe

Unknown on 5 August 2014 at 08:46 said...

terserah deh masumi mau bawa aku kemana, aku relaaa....

Anonymous said...

asyiknya pergi berdua, lanjut doooooonx!!! XD

~ meliana ~

Anonymous said...

Dibawa kemana aja aku rela kang mas wkwkwkwk

-bella-

Anonymous said...

Aaaaa...nanggung kentaaanngggg he3...lanjut yg happy dooonnggg tyy... Cups! :) -reita

Anonymous said...

Skalian dong culik aq jg kang mas :p
-mn-

nisa_na said...

LEBBIIIIIHHHH ♥

Unknown on 19 August 2014 at 22:21 said...

Ada kemajuan nih ciumannya tambah lg..walau cuma ngebersihin es krim d bibir.. hihi seneng dh bcanya jd senyum2 sndri mlm2.. thx a lot ty.. bklan kangen nih mpe september.. good luck yah... :D

Unknown on 19 August 2014 at 22:33 said...

Komen ku ko ga bs msuk y? Cba lg.. yg pasti sukaa bgt. . Thx a lot ty..

Meindy on 19 August 2014 at 22:47 said...

Aaah so sweet

Medinadina on 19 August 2014 at 22:51 said...

Jd kaya iklan tango
Berapa level....ratusann

Anonymous said...

Haaaiiihhh bahagianyaaa....

Puji Lestari on 20 August 2014 at 03:00 said...

So sweet

lucie 70 on 20 August 2014 at 05:46 said...

good job Masumiiiiiiiiii

lucie 70 on 20 August 2014 at 05:46 said...

Good job Masumiiiiiiiii

Anonymous said...

Aduh bakal menanti2 sampe sept dong hiks ..... vonnyros

Anonymous said...

Ciyeehhhh...
*lap bibir pake eskrim seember*

Mommia

Unknown on 20 August 2014 at 08:11 said...

akuh juga sangaaat sangaaat huhuhuhu.....

Unknown on 20 August 2014 at 09:08 said...

bahagiaaaaaaaaaaaaaaaaaanyaaaaaaaaaaaaaaaaaaa......Maya CERDASSSSSSSSSSSSSSSS....ungkapkan dgn sikap lebih responsif ya....makasi sis Ty

Anonymous said...

bukan cuma maya yang deg2an, yang bacanya juga ikut deg2an
seruuuuuu bangeettttt........

bunda_zilfi said...

Baca part nie bikin aq meleleh....oh mbak Ty,kau buat aq serasa jd org gila,senyum2 n jingkrak2 sndri.

bunda_zilfi said...

Baca part nie bikin aq meleleh....mbak Ty,kau dah buat aq ky orgil,senyum2 n jingkrak2 sndri.

bunda_zilfi said...

Baca part nie bikin aq meleleh....mbak Ty,kau dah buat aq ky orgil,senyum2 n jingkrak2 sndri.

Anonymous said...

Gyaaaaa horeeeee....akirnyaaaaa ya ampuuunnn seneng bacanya hehehehe....aq kan sabar menunggu ty....selamat mengerjakan proyeknya, semoga berhasil yaaa! :) -reita

rin on 21 August 2014 at 01:37 said...

Ahhh curang motongnya nggak enak... Gimana jadinya????
Shiomay ilangin aja........penasaraaaan

Anonymous said...

Aduuh endingnya luaaar biasa.org dua itu kebangetan klo gk bs nebak perasaan yg lain.kissing nya aja udh hot gt . he.he . annisa amalia

Anonymous said...

salam kenal ty...
Baru nemu blog ini n bacanya pertama kali yg FFY...two thumbs up...sesuai bgt ma khayalanku...hehehehe...
Pokoke, love your works...
dan makin jatuh cinta d ma TK n pasangan MM
thank you berat, ty...
keep up the good work...aku tunggu updatenya ya...

-anne my-

Anonymous said...

Pagi2 buat aku merona ni...hahahahahhaa....pintee bgt bikin org mati penasaran.....
Ty......aku doain ni kamunya sehat dn semangat trys utk sgra menyekesaikan nya....
Wusssssss....kirim hawa murni utk ty...
Hehehehehe
Tetty

Anonymous said...

Salam kenal, ty....
Baru bbrp hari yg lalu nemu bulog ini. Awal'y baca cerita yg ni trus lanjut k FFY, lgsg fall in love sma crta'y.
Story'y qo sana banget kyk imajinasiku. Lumayan menghilangkan kerinduan kelanjutan Bersatunya Dua Jiwa.
Makasih bnyk ya dh nulis ni.
U're the best, ty...
Di tunggu kelanjutan'y ya...

Anonymous said...

wuaduh...maya sdh bisa bahasa isyarat ya...
ckckck...levelnya sampe ratusan gitu!

-pio-

Nurhasanah said...

So sweeet..........jadi ikut meleleh bareng es krimnya......

Post a Comment

Silahkan kritik, saran, sapa dan salamnya... :)

 

An Eternal Rainbow Copyright © 2011 Design by Ipietoon Blogger Template | web hosting