Monday 20 May 2013

Fan Fiksi : Unspoken 2

Posted by Ty SakuMoto at 08:33

Warning: Kissu,Skinship....




"Apa... Ada wanita lain!?" tanya Shiori. "Kau... kau mencintai wanita lain? Siapa!?"
Masumi tertegun, ia memalingkan wajahnya. Ia tahu, akan sangat tidak bijak jika ia membawa-bawa Maya. Seharusnya, ia punya ketegasan semenjak dulu. Memutuskan wanita itu dan tidak lagi menuruti kemauan ayahnya. Sekarang mungkin sudah terlambat, ia baru berani memutuskan saat ia tahu Maya memiliki perasaan yang sama dengannya.
Namun, belum terlambat untuknya memperjuangkan kebahagiaannya. Apalagi, jika ia tahu perjuangannya juga berarti memperjuangkan kebahagiaan Maya.
“Shiori… Ini… bukan mengenai aku yang mencintai wanita lain. Akan tetapi, aku, tidak memiliki perasaan yang seharusnya dirasakan seorang lelaki kepada kekasihnya, kepada calon istrinya,” ia menatap Shiori dengan penuh permintaan maaf. “Aku tidak memiliki perasaan seperti itu terhadapmu.”
Shiori menahan napasnya, ia bisa merasakan kepalanya mendadak berdenyut keras. Masumi serius dengan permintaannya kali ini. Pria itu selama ini tak pernah mengungkapkan keinginannya. Dan, sekalinya ia bicara, Masumi ingin memutuskan hubungan mereka? Tidak!
Masumi bicara lagi, “Ini bukan salahmu, Shiori. Kesalahan ini semua ada padaku. Aku tidak bisa mencintaimu. Aku seharusnya tidak mempermainkanmu. Kau berhak marah kepadaku, dan aku tidak tahu bagaimana meminta maaf kepadamu. Walaupun begitu, dari hati yang paling dalam, aku benar-benar mohon maaf…”
Tubuh Shiori gemetar, ditatapnya Masumi dengan getir. “TIDAK!!!” pekik Shiori.
Masumi tertegun, ia memalingkan wajahnya. Ia tahu, akan sangat tidak bijak jika ia membawa-bawa Maya. Seharusnya, ia punya ketegasan semenjak dulu. Memutuskan wanita itu dan tidak lagi menuruti kemauan ayahnya. Sekarang mungkin sudah terlambat, ia baru berani memutuskan saat ia tahu Maya memiliki perasaan yang sama dengannya.
Namun, belum terlambat untuknya memperjuangkan kebahagiaannya. Apalagi, jika ia tahu perjuangannya juga berarti memperjuangkan kebahagiaan Maya.
“Shiori… Ini… bukan mengenai aku yang mencintai wanita lain. Akan tetapi, aku, tidak memiliki perasaan yang seharusnya dirasakan seorang lelaki kepada kekasihnya, kepada calon istrinya,” ia menatap Shiori dengan penuh permintaan maaf. “Aku tidak memiliki perasaan seperti itu terhadapmu.”
Shiori menahan napasnya, ia bisa merasakan kepalanya mendadak berdenyut keras. Masumi serius dengan permintaannya kali ini. Pria itu selama ini tak pernah mengungkapkan keinginannya. Dan, sekalinya ia bicara, Masumi ingin memutuskan hubungan mereka? Tidak!
Masumi bicara lagi, “Ini bukan salahmu, Shiori. Kesalahan ini semua ada padaku. Aku tidak bisa mencintaimu. Aku seharusnya tidak mempermainkanmu. Kau berhak marah kepadaku, dan aku tidak tahu bagaimana meminta maaf kepadamu. Walaupun begitu, dari hati yang paling dalam, aku benar-benar mohon maaf…”
Tubuh Shiori gemetar, ditatapnya Masumi dengan getir. “TIDAK!!!” pekik Shiori.
"Shiori...!" Masumi menyentuh lengan Shiori, "Dengarkan aku, aku akan bertanggung jawab untuk semua kekacauan yang akan disebabkan olehku. Aku akan meminta maaf kepada keluargamu, aku akan bicara kepada media dan--"

"Tidaaaaakk!!!" pekik Shiori.

Saat itulah para petugas kesehatan masuk, "Ada apa? Tuan Masumi? Ada apa?" tanya Mereka.

Keduanya menoleh kepada para perawat yang tampak terkejut. Shiori, dengan airmata menganaksungai, merasakan tubuhnya semakin lemas.

"BLUG!!!" ia jatuh pingsan.

"Shiori!!" seru Masumi.

=//=

Saat Shiori membuka matanya, wanita itu masih merasakan kepalanya begitu pusing. Ia sudah berada di ruang vvip rumah sakit itu.

"Shiori, Shiori, kau tidak apa-apa?" tanya ibunya yang sudah datang.

"Mama..." wanita itu melihat sekeliling. "Ma, mana masumi?"

"Masumi, dia menunggumu di luar," terang Yamashita.

"bagaimana keadaannya?" tanya Shiori.

"Shiori, dia baik-baik saja. Kau jangan mengkhawatirkan dia, saat ini kau yang sedang sakit!" tukas ibunya.

"Aku ingin bertemu dengan Masumi," pinta Shiori dengan suara yang lemah.

"Suster, tolong panggilkan Masumi," pinta ibunya.

Tak berapa lama kemudian Masumi masuk. wajahnya resah karena khawatir. Baru kali ini Shiori tumbang di hadapannya.

"Masumi..." sapa Shiori,dengan senyum yang dipaksakan. "Kau baik-baik saja?"

"Aku baik, Shiori... bagaimana keadaanmu?" tanyanya.

"Tidak apa-apa," Shiori tersenyum. "Maaf ya, aku pasti sudah membuatmu terkejut dan khawatir.

Masumi tak menjawab, ia hanya diam saja, namun jelas bahwa pria itu sangat mengkhawatirkannya.

"Mama, Kak Yamashita, bisa.. tinggalkan kami berdua?" pinta Shiori. "Sudah ada Masumi, aku tidak akan apa-apa," katanya.

"Baiklah, Mama tunggu di luar ya..."

Wanita itu beranjak.

"Cepatlah sehat lagi, Shiori," kata Yamashita, yang ditanggapi dengan senyuman oleh Shiori.

Pria itu keluar dari sana. Namun, pria itu bermaksud kembali lagi untuk mengambil sesuatu saat ia mendengar keduanya bicara.

"Shiori... maaf, karena aku kau menjadi begini," Masumi berkata. "Aku pasti sudah menyakiti hatimu, tapi, apa yang sudah kukatakan... aku tak hendak menariknya lagi. Aku tak bisa mersamamu lagi."

"Tidak!" isak Shiori. "Shiori tak mau dengar! Jangan bicarakan itu lagi!"

"Tapi Shiori--"

"Brak!" Pintu terbuka mendadak, Yamashita tampak geram di ambang pintu, dengan cepat ia berjalan mendekat, "Jadi kau yang sudah menyebabkan Shiori seperti ini!?" APa yang kaulakukan kepadanya?" Pria itu menghampiri dengan marah dan sepertinya tak ragu hendak menghajar Masumi.

"TIdak!! Jangan!! hentikan!!"seru Shiori seraya memeluk Masumi erat. "Berhenti! jangan pukul Masumi!!"

Yamashita terenyak, ia berhenti bergerak.

Masumi pun bergeming merasakan pelukan erat Shiori di tubuhnya.

"Shiori..." desis Yamashita. "Kau jangan melindunginya! Dia--"

"Itu bukan urusanmu!" hardik Shiori. "A-aku... aku mencintai Masumi. Kak, tolong keluarlah, kami harus bicara..." pinta Shiori.

"Tapi..."

"Kakak... tolong... keluarlah. Dan, jangan mengatakan apapun mengenai yang kakak dengar," pinta Shiori.

Yamashita menelan ludahnya. Dipandanginya MAsumi yang berwajah datar saja. Pria itu melemparkan tatapan mengecam kepadanya.

"Masumi, jika kau menyakiti Shiori.... Aku tak akan mengampunimu. Pegang kata-kataku," tandas Yamashita sebelum berlalu.

Shiori melepaskan pelukannya saat Yamashita keluar.

"Maaf ya, Masumi," Shiori berkata dengan lemah lembut. "Seperti yang sudah kukatakan, keluargaku memang posesif, apalagi Kak Yamahita."

Masumi membisu.

"Karena itu, tolong... kau jangan bicara yang tidak-tidak lagi seperti itu. Jika... hal itu sampai terdengar oleh keluargaku, atau Ayahmu, kau pasti tahu, itu akan menyebabkan kehebohan yang tidak perlu."

Masumi tertegun. Dipandanginya Shiori yang bersikap tenang teramat tenang.

"Shiori, aku..." MAsumi mengetatkan rahangnya. "Aku sama sekali tak main-main, aku--"

"Masumi," potong Shiori. Perlahan wanita itu menoleh dan menatap kepada Masumi dengan ketenangan yang membuat merinding. Dan ia bicara dengan datar. "Aku tidak akan pernah melepaskanmu. Tidak akan pernah. Shiori ini milik Masumi, dan Masumi juga milik Shiori. Kalau kau berkeras, Shiori tidak bisa menjamin, apa yang akan terjadi kepadamu, atau... kepada pihak lain, yang mungkin berkaitan dengan hal ini," ancamnya dengan tenang. "Namun, apapun yang terjadi, Shiori bisa pastikan, kau akan menjadi milik Shiori. Kita akan menikah. Rencananya sudah begitu sempurna. Tolong jangan dirusak lagi. Jika tidak... Mungkin..." Tatapan itu semakin dingin. "Akan ada yang terluka."

Masumi terenyak. Tak pernah ia melihat tunangannya seperti itu. Tenang. Teramat tenang bahkan terasa begitu dingin. Menatap lurus dan berkata dengan datar. Namun, perkataannya, sama sekali tidak main-main.
Ia cucu Tenno Takamiya.

=//=

"Ya... dia jg... memiliki perasaan yang sama terhadapku," terang Masumi kepada Hijiri. "Rasanya tidak percaya, Maya..."

"Itu kabar yang sangat baik, Pak? Bukankah begitu? Namun... kenapa Anda tampak resah?"

"Aku, belum sempat bicara dengan Maya mengenai apa sesungguhnya yang terjadi pada hari itu, saat kami tidak berhasil bertemu. Namun, entah bagaimana, aku merasa Shiori sepertinya sudah mengetahui mengenai aku dan Maya. Dia, berbohong mengenai Maya yang sudah melihatku hari itu..."

"Lalu? Anda akan... mengatur rencana bertemu kembali dengan Maya?"

Beberapa saat Masumi hanya membisu, berpikir masak-masak. Jika, Shiori sudah mengetahui sesuatu mengenai diinya dan Maya, maka ia tak boleh gegabah. Ia khawatir, ancaman Shiori bukanlah ditujukan kepadanya, namun kepada Maya.

"Hijiri, tolong kirimkan buket Mawar Ungu kepadanya, katakan aku senang ia sudah baik-baik saja. Lalu, tanyakan kepadanya, apa yang terjadi pada hari itu. namun, apa pun yang ia katakan, kau jangan berkomentar apa pun. Cukup dengarkan saja."

"Saya mengerti, Pak."

=//=
“Mawar Ungu…” Maya terkesiap saat ia mendapati hijiri di ambang pintu dengan buket mawar ungu. Ia tak percaya akan dapat melihatnya lagi. Bukankah… “Untukku?” desis Maya tak percaya.
“Ya,” Hijiri tersenyum.
Maya menerimanya dengan takjub. Ia tahu, Masumi sudah keluar dari rumah sakit. Pria itu sudah baik-baik sekarang dan maya sangat senang. Keduanya belum sempat berkomunikasi lagi setelah romansa singkat mereka di ruang rawat saat itu. Maya masih suka merona dan berdebar-debar saat mengingatnya.
Jadi… ternyata, Masumi, Mawar Ungu, tidak membuangnya. Pria itu bahkan mengiriminya mawar ungu lagi. Dibacanya kartu dari mawar ungu,
Kepada Nona Maya Kitajima
Halo Maya, maaf, aku baru mengirimimu bunga lagi. Kemarin, terjadi banyak hal. Aku juga mendengar kau sakit. Kuharap, kau sudah baik-baik sekarang. Maaf aku tidak banyak membantumu kemarin. Tetapi, aku lega saat tahu kau sudah baik-baik saja. Aku berjanji, lain kali kau membutuhkan bantuanku, aku akan segera memenuhi kebutuhanmu.
Dan, aku juga minta maaf karena kita gagal untuk bertemu. Mungkin suatu saat nanti kita akan bisa bertemu.
Mengagumimu selalu.
Penggemarmu.
Pak Masumi… Maya terharu. Ternyata, mereka masih bisa berhubungan! Masumi belum mengungkapkan siapa identitasnya, namun tidak masalah. Masumi sudah berjanji akan menemuinya, sudah berkata akan menemui Maya dengan cara yang layak.
“Terima kasih,” Maya tersenyum kepada pengantar bunga itu.
“Nona… “ ia berkata perlahan. “Bolehkah saya tahu, apa yang terjadi pada saat kau bertemu dengan pengirim bunga ini?” tanya Hijiri.
Maya melemparkan tatapan bertanya. Jadi, Hijiri belum tahu?
“Saat itu, aku dijemput, dan diantarkan ke sebuah restoran bernama tropicana premium. Namun, saat aku berada di sana, ternyata penggemarku itu tidak ada. Hanya ada asistennya. Yang mengatakan,” suara Maya berubah semakin perlahan, “ia mengatakan aku tidak boleh lagi berhubungan dengan mawar ungu. Karena, mawar ungu juga… sudah tidak mau lagi mengurusiku. Katanya, mulai saat itu, mawar ungu tidak akan mengirimiku bunga lagi. Saat itu… kupikir… kupikir, memang benar demikian. Tapi ternyata…” wajah Maya kembali menyala. “Itu semua tidak benar…” ia tersenyum.
Hijiri terkejut, namun berhasil mempertahankan wajahnya tetap tanapa ekspresi. “Jadi… saat itu, kau belum bertemu mawar ungu…?”
Maya menggeleng. “Apa.. apa pengirim bunga ini mengatakan sesuatu mengenai hal itu?” tanya Maya.
Hijiri menggeleng, dan berusaha tersenyum menenangkan. “Saya rasa hanya ada kesalahpahaman saja. Nona… apakah kau ingat, orang seperti apa yang mengaku asisten Mawar Ungu?”
“Uhm, Ya…” Maya mengangguk. “Dia tinggi, sedikit lebih tinggi dari Anda, wajahnya tampan, rambutnya rapi. Ia tampak cerdas dan berada. Tubuhnya tegap dan… bulu matanya lentik. Namanya… Yamashita.”
Yamashita?? Hijiri tertegun. Ia tak mengenal siapa pun bernama Yamashita. Namun, sepertinya kecurigaan Masumi bahwa ada yang menyabotase pertemuannya dan maya memang benar terjadi. Bisa jadi, Shiori memang sudah mengetahui ada apa di antara Maya dan Masumi.
“Kalau begitu… saya permisi.”
“Ah, anu… pengantar bunga. Bagaimana, keadaan penggemarku itu sekarang?” tanya Maya.
“Eh, ya?”
“A-apa dia… baik-baik saja?”
“Ya, dia baik-baik saja..”
“Fiuh…” Maya menghela napas lega. “Syukurlah… aku lega, kalau dia sudah baik-baik saja.”
Eh!?” Hijiri terkejut. Sudah baik-baik saja…? Gadis ini… dia… apakah dia sudah tahu, bahwa…
“Baiklah Pak, aku harus latihan lagi. Terima kasih untuk kirimannya.”
“Ah, ya… tentu…”
Hijiri meninggalkan tempat latihan Maya dengan tanda tanya besar.
Maya tidak bertemu Pak Masumi, demikian juga sebaliknya. Namun…. Kenapa sepertinya, gadis itu sudah tahu bahwa Mawar Ungu, sempat sakit? Mungkinkah…

"Yamashita!?" seru Masumi di telepon.

"Ya Tuan. Maya bilang pria yang menemuinya bernama yamashita, dengan ciri-ciri--"
Masumi terenyak. Ciri-ciri yang diberikan, persis sama dengan ciri-ciri sepupu Shiori.
Jadi... Wanita itu sungguh sudah tahu mengenai hubungannya dan Maya, juga... mawar Ungu?

Masumi mengeratkan kepalan tangannya. Jadi, begitu... Entah bagaimana Shiori sudah berhasil mengorek mengenai jati diri Mawar Ungu. Kalau demikian, berarti Masumi harus segera menyelesaikan masalah ini secepatnya.

Masumi tak harus menunggu terlalu lama, saat seorang pelayannya masuk dan memebritahu, "Nona Shiori datang."

"Shiori...?" desis Masumi. Wanita itu... datang ke rumahnya?

=//=
Shiori tampak anggun menunggu Masumi di ruang tamu. Wanita itu tampak meminum tehnya dengan perlahan, lantas menikmati lukisan-lukisan terkenal yang menghiasi ruang tamu kediaman Hayami.

"Shiori," sapa Masumi, dengan datar.

Shiori menoleh, dan kembali tersenyum lembut. "Masumi, bagaimana keadaanmu?" tanyanya dengan suaranya yang halus seperti dewi. "Katanya Paman belum kembali ya?"

"Ya. Dia masih berobat. Ada apa?" tanya Masumi, duduk di sebuah sofa dan masih tanpa ekspresi.

"Tidak. Aku kebetulan lewat di dekat sini, lalu kupikir, ah, kenapa aku tidak mampir ke sini saja? Aku ingin mengajakmu makan siang bersama," ajak Shiori.

Masumi sama sekali tak menatap Shiori saat wanita itu bicara.

"Masumi, bagaimana?"

Wanita itu benar-benar bersikap seakan-akan tak pernah terjadi apa-apa. Dan, sama sekali tak ada masalah di antara mereka.

"Aku tidak mau."

"Kenapa?" mata Shiori melebar. "Kau sudah makan? atau... masih kurang sehat untuk makan di luar? Kita bisa makan di sini, tidak apa-apa kan Masumi, aku jadi mengundang diriku sendiri." Shiori terkikik kecil.

Masumi menoleh, menatap Shiori dengan enggan. "Bukan, Shiori. Aku, tidak, mau," ulang Masumi lebih tegas. "Silakan pulang. Kau mengganggu istirahatku. Maaf, aku tak bisa lagi menemanimu. Selamat siang, Nona Shiori Takamiya." Masumi beranjak berdiri hendak pergi.

"TUNGGU!! MASUMI!!" Shiori berang, ia bangkit dari duduknya. "Kenapa kau bersikap begitu dingin!?" tuduh Shiori. "Kau..." suaranya gemetar,

Masumi menoleh, ditatapnya mata Shiori lurus-lurus. "Shiori, bukankah kau sering berkata bahwa kau ingin aku bersikap jujur kepadamu, kau ingin aku memperlihatkan diriku yang sesungguhnya kan? Ya. Inilah aku. Aku akan mengatakan apa yang kupikirkan tanpa kepura-puraan," sekali lagi ia bicara dengan tajam. "Maaf, Shiori, aku, tidak, tertarik, dengan, tawaranmu, kau, boleh pergi. Selamat siang."
"Kau..." Shiori tercekat, melihat sikap Masumi yang kasar kepadanya. Ia tahu benar, Masumi tengah memancing pertengkaran dengannya.

"Kenapa? Ada yang mau kaukeluhkan?" tanya Masumi.

Shiori menelan ludahnya, gigi-giginya bergemeletuk saat otot rahangnya menegang. "Kau sedang bersandiwara, ya, Masumi? kau sengaja melakukan ini agar kita bertengkar kan? Kau mau putus kan?"

Masumi tak menyahut selama beberapa waktu dan hanya menghela napasnya perlahan. "Kita akan bicara, hanya jika... kau, berhenti berpura-pura, dan aku juga demikian. Aku yakin, kau sama lelahnya denganku bersandiwara seperti ini kan? Seakan-akan semuanya baik-baik saja."

Hati Shiori merasa tertusuk. Tentu saja, siapa yang ingin terus bersandiwara menjadi gadis beruntung yang dicintai padahal nyatanya tidak.

"Baik!" Shiori menatap Masumi dengan mata nanar. "Kau punya hubungan kan, dengan Maya Kitajima!?" Kali ini Shiori berkata lebih tegas, dan berusaha menguatkan dirinya.

Masumi menggeleng. "Bukan hubungan seperti yang kau maksud," terang Masumi. "Tapi aku, menyimpan perasaan kepadanya, itu benar. Aku mempunyai perasaan yang istimewa untuknya."

"CUKUP!" pekik Shiori, histeris. Ternyata ia tak sekuat itu, tubuhnya segera saja gemetar dan kepalanya kembali berdenyut keras. "Ka...u kau... ternyata benar-benar, tertarik kepada gadis itu? Kenapa? Kenapa begitu? Dia... bukankah dia membencimu? Bukankah kalian selalu bertengkar? Dia sering menghinamu kan? Tidak menghormatimu! Sedangkan aku... aku sudah melakukan yang terbaik untukmu," tubuhnya semakin bergetar. "Aku begitu mencintaimu... dan kau.. kau pun memperlakukanku begitu baik, membuatku jatuh cinta... kau itu tunanganku, masumi, calon suamiku... kau itu milik Shiori.... Masumi milik Shiori..." wanita itu menangis, airmatanya sudah tak bisa ditahan lagi dan segera berderai.

Shiori...Masumi sebetulnya tak ingin menyakiti Shiori, benar apa yang wanita itu katakan. Ia yang sudah memberikan harapan. Sekarang, begitu ia tahu Maya pun memiliki perasaan yang sama dengannya, tiba-tiba saja ia membuang Shiori begitu saja, tetapi, harus bagaimana lagi? Hatinya sudah tak bisa dipaksa lagi.

"Shiori... kau tidak akan bahagia bersamaku. Kau boleh menuntut apa pun dariku, kau boleh menghukumku. Tapi aku... tak bisa menghapus perasaanku kepada Maya. Sudah terlalu lama, aku"

"CUKUPPP!! Kubilang cukup, cukuup!!" pekik Shiori. "Ya. Masumi, dengaar!! Kau bersalah kepadaku, kau berdosa kepadaku! Karena itu kau harus menebus kesalahanmu. Kau harus selamanya bersamaku!" mata Shiori membulat seakan-akan sesuatu merasukinya. "AKu tidak mau mendengar apapun lagi yang kaukatakan! Kau akan berhenti berhubungan dengannya, baik sebagai Masumi Hayami ataupun MAwar ungu!"

Masumi menelan ludahnya, ternyata memang, wanita itu sudah tahu. "Aku tidak bisa..."

"Aku tidak peduli!" sikap dingin Shiori muncul lagi. DIremasnya sapu tangannya erat-erat. "Kita akan menikah. Kau harus menjadi suamiku. Hanya itu yang bisa kaulakukan. Kau akan datang kepadaku, dan akan menyetujui semua keinginanku!"

"Tidak! Aku sudah tidak bisa lagi melakukannya. Aku akan membatalkan semua--"

"Jangan terburu-buru, Masumi," potong Shiori. "Kau akan datang kepadaku dan menyetujui keinginanku." Tegasnya sekali lagi. "Aku akan menunggumu. Kapan pun kau ingin bertemu, aku ada di tempatku."

Shiori berbalik dan segera pergi. Masumi bisa melihat wajah Shiori yang memucat dan ia berusaha terlihat kuat. Dan wanita itu berhasil. Ia pergi, meninggalkan suasana mencekam di ruang tamu Hayami.

=//=

Shiori masih menangis saat ia berada di dalam mobilnya. Ia segera meminum vitamin dan obatnya. Ia harus kuat! Ia akan kuat. Masumi sudah menghina harga dirinya, begitu juga Maya. Shiori sangat terluka, dan ia tak ingin terluka sendiri.

"Aku tidak akan membiarkanmu bahagia sendiri, Masumi... tidak akan!!" batinnya, dengan airmata berderai.

=//=

"Ta, tapi Bu... Saya tidak bisa, ini... kami tidak tahu harus mencari tempat tinggal dimana!" seru Maya kepada induk semangnya yang pergi begitu saja.
"Haaa..."Maya menghela napas putus asa. Saat ia sedang sangat bingung, saat itulah Rei pulang ke apartemen mereka.
"Selamat malam..." sapa Rei dengan lesu.
"Rei!" Maya terlonjak, ia baru saja hendak memberitahu Rei mengenai induk semang mereka saat dilihatnya wajah kusam Rei. "Ada apa? Kenapa wajahmu..."
"Maya... aku sudah tidak bisa bekerja lagi di cafe." Rei menunduk.
"Hah!? Kenapa begitu?"
"Entahlah... cafenya, ada yang membeli, katanya hendak dirombak menjadi minimarket atau apa... dan, kami sudah tak bisa lagi bekerja."
"Haa..." Maya menghela napasnya berat. "Rei... tadi juga... induk semang kita mengatakan, dua hari lagi, kita harus pergi dari sini, ka-karena apartemen ini sudah ada yang membeli, katanya mau dirombak, jadi--"
"HAH!?" Rei terlonjak. "Pindah!? Dari sini?" ia sangat terkejut.
Maya mengangguk. "Aku juga bingung Rei... aku minta waktu tapi tidak dikasih. Malahan, dia mengembalikan uang sewa kita yang terakhir. Rei... bagaimana ini?"
"Aku tidak tahu... nanti, aku akan mencoba menghubungi Mina dan bertanya apakah ada tempat tinggal dan pekerjaan yang kira-kira bisa berguna untuk kita."
Dua hari... Hanya dua hari... Mencari tempat di mana? pikir Maya.
=//=

"Muridku berhenti les, katanya sekarang di sekolah sudah ada les tambahan dan kegiatan tambahan,tidak ada waktu lagi untuk les denganku," keluh Mina.
"Kami juga dipecat dari toko roti. Katanya keuntungan terus menurun. Mereka sudah tidak bisa lagi menerima pekerja part time," Sayak dan dan Taiko mengeluhkan hal yang sama.
"Hhh...." kelima murid Mayuko itu menghela napas.
"Dan, kami juga diminta pergi dari apartemen kami..." keluh mereka bersamaan.
"HAH!?" Kelimanya terlonjak. "Kalian juga...!?" mereka saling menunjuk. Saling tertegun, dan kembali menghela napas bersamaan. "Hhhhh....." dan menunduk putus asa.

=//=

"Maya, kenapa kau terlihat lesu seperti itu?" tanya Sakurakoji.
"Uhm... tidak apa-apa."
"Ayolah Maya, aku tahu kok kau sedang punya masalah." ujar pemuda itu. "Kenapa kau tidak cerita kepadaku?"
"Uhm..." Maya menunduk, dan ia menceritakan mengenai masalahnya.
"Jadi, kau besok sudah harus pindah?"
"Ya... dan, aku tidak tahu kemana. Mungkin, Rei bilang, kalau sementara dia tak punya tempat, ia akan tinggal di tempat orangtuanya dulu. Lagipula, teater Mayuko sedang tidak punya kegiatan sekarang. Dan aku... mungkin, aku tidur di sini saja, di ruang ganti?" tanya Maya tak yakin.
"Maya..." Sakurakoji memandangi Maya dengan terkejut. Ia lantas berpikir. "Ma-Maya... kalau... kalau kau memang tidak punya tempat, kau, bisa tinggal bersamaku."
"Hah!? Eh!? ber-bersama..."
"maksudku,kau bisa di tempatku dulu!" tukas Sakurakoji cepat. "Kau, kau bisa tidur di kamar, aku akan tidur di sofa... apartemennya cukup besar. Atau... aku bisa tinggal bersama orangtuaku lagi, dan kau bisa di apartemenku dulu," tawar Sakurakoji.
"Eh? Uhm..." Maya kembali berpikir. Wajahnya agak merona dengan tawaran Sakurakoji. "Na-nanti kupikir lagi ya Sakurakoji, aku tidak mau merepotkanmu. Lagipula, kami berlima yang mencari, mudah-mudahan saja, ada salah satu dri kami yang bisa menemuka tempat."
Walaupun Maya ragu, karena besok dia sudah harus punya tempat tujuan.
=//=
Rei menggeleng, saat ia kembali dari membujuk induk semang mereka.
"Kita harus pergi, Maya..." ia menghela napasnya. "Katanya, pemilik baru akan datang sore ini, dan jika mereka masih melihat kita di sini, kita bisa diusirnya. Karena itu..."
"Kuharap, teman-teman yang lain, juga menemukan apartemen baru..." walaupun MAya tak yakin.
Haa... akan kemana mereka? apa Maya boleh tinggal di tempat latihan bersama Rei?
"Eh, coba, aku akan menghubungi tetaer Ikkakuju... mungkin, mereka bisa memperbolehkan kita tinggal di ruang latihan bawah tanah untuk sementara waktu."
"Ah, usul yang bagus, Rei!"
Saat Rei membuka pintu, ia terlonjak. Ada seseorang yang berdiri di pintu, dengan buket bunga di tangannya.
"Siapa Rei?" tanya Maya ketika sahabatnya itu hanya membisu di pintu.
"A-ada pengantar bunga," terang Rei.
"Pengantar bunga!?" Maya terlonjak.
Benar saja, sudah ada Hijiri berdiri di sana, dengan buket mawar ungu di tangannya. Wajah Maya yang muram, segera berubah ceria.
"A-aku, turun dulu ya, aku akan mencoba menghubungi teater ikkakuju," pamit Rei, yang sempat terkejut melihat wajah misterius pria itu, yang sempat membuat jantungnya tiba-tiba berdebar tak menentu.
Sejenak Hijiri mengikuti Rei dengan ekor matanya. ia kembali kepada Maya ketika gadis tomboi itu sudah menghilang dari hadapannya.
"Maya, kiriman dari Mawar Ungu," Hijiri memberikan buket bungat tersebut. "Silakan dibaca pesannya."

Maya membaca pesan yang ada di sana, dan alangkah terkejutnya ia saat Mawar Ungu mengatakan.

"Aku sudah mendengar mengenai kau dan teman-temanmu. Kuharap kau tidak keberatan untuk menempati salah satu apartemen yang sudah kusewakan khusus untuk kalian. Apartemennya cukup luas, kurasa bisa digunakan oleh kalian berlima. Kuharap kau tidak akan menolaknya, dan mau menerimanya. Bersemangat terus untuk latihanmu, aku selalu menanti Bidadari Merahmu."
Mata gadis itu membulat dan berkaca-kaca... Pak Masumi.... ia begitu berharu.

"Be-benarkah begitu, Pak Hijiri? MAwar Ungu.... menyiapkan apartemen untuk kami?"

Hijiri tersenyum lembut, "Benar. Apartemennya sudah siap. Kau dan teman-temanmu bisa ke sana kapan saja."
=//=
"waaa!!!" kelima pasang mata itu tampak antusias melihat ruang apartemen mereka yang baru.
Ada dua kamar di sana dengan dua tempat tidur ekstra besar dan satu tempat tidur yang lebih kecil.
"waa bagus sekali!! Coba lihat! Ada berandanya besar! Ada kolam renangnya!" sayaka tampak antusias.
"Maya! Coba lihat! Ada mawar ungu di atas tempat tidur!" terang Rei.
Maya segera masuk ke dalam kamar barunya dan Rei. Ia segera meraih buket itu dan membaca pesannya.
"Halo selamat datang Maya di apartemen ini. Kuharap kau menyukainya dan bisa betah tinggal di sini. Kau bisa tinggal di sana sampai kapan pun. Jangan khawatir mengenai apa pun, semua sudah ditangani. Dan aku meninggalkan sebuah kartu kredit yang bisa kau dan teman-temanmu gunakan sebelum mendapatkan pekerjaan baru. Jangan sungkan kepadaku. Aku sangat senang jika bisa melakukan sesuatu untukmu.
Penggemarmu."
"Hah!? Benar! Dia memberikan kartu kredit untukmu!" seru Rei saat melihat Maya mengeluarkan kartu kredit dari sebuah amplop.
"Mawar ungu..." Maya begitu terharu dengan apa yang sudah Masumi lakukan."Terima kasih," bisiknya dengan air mata menetes.
"Dia benar-benar baik.... Pak Masumi," puji Rei.
Maya menatap Rei penuh haru dan mengangguk.
"Maya, lalu selanjutnya bagaimana? Kau dan dia belum bertemu lagi kan sejak hari itu?"
Maya menggeleng. "aku tidak tahu, Rei... aku tak berani menghampirinya terlebih dahulu." gumam Maya.
Ia lega karena tahu Masumi sudah keluar dari rumah sakit. Ia tak tahu apa yang harus dilakukannya, Ia takut mengganggu jika menghampiri MAsumi. Akhirnya ia hanya bisa menanti, dengan kerinduan yang memenuhi hati.
Pak Masumi.... aku merindukanmu... sangat merindukanmu. Apa kau... ingat aku?

=//=

"Maya dan teman-temannya sudah menempati apartemen yang Anda persiapkan," lapor Hijiri.
"Terima kasih Hijiri," jawab Masumi sebelum menutup sambungannya.
Sejenak direktur itu termangu di tempatnya. Ia sudah mendengar mengenai apa yang terjadi kepada Maya dan teman-teman teaternya. Dengan cepat ia bertindak.
Ya. ia tahu, semuanya adalah kelakuan Shiori. Cucu Takamiya itu pasti bisa melakukan apa saja. Ia tak mengira Shiori sampai membawa-bawa Maya dan teman-temannya. Akan tetapi, kelima gadis itu kehilangan tempat tinggal dan juga pekerjaan mereka, pastilah bukan kebetulan.
Maya.... maaf, aku belum bisa menemuimu lagi.
buzzer terdengar.
"Ya?"
"maya kitajima line 2." sahut Mizuki.
Maya...? Masumi terkejut hingga sempat kehilangan kata-kata untuk beberapa saat.
"Pak?"
"Ah, ya... sambungkan!"
Ia menghela napas dalam, bersiap-siap.
"Halo."

"Ha-halo..." terdengar suara Maya yang lembut dan gugup.

Masumi tersentuh mendengar suara gadis yang ia rindukan itu. "Apa kabar Maya?" sapa Masumi.

"Ah, ba-baik.... Anda bagaimana kabarnya?" Maya balik bertanya. "Sibuk ya?"

"Aku juga sudah baik. Ya, sibuk, seperti biasa saja," jawab Masumi. "Uhm... latihanmu, lancar?" tanyanya. Tanpa disadari terdengar mesra dan perhatian. Maya bisa merasakan wajahnya memanas mendengar cara bicara Masumi kepadanya.

"Ya, baik... uhm sa-saya, ingin memberitahu bahwa saya sudah tidak tinggal di apartemen saya yang lama. Karena satu dan lain hal, saya dan teman-teman saya sekarang tinggal di sebuah apartemen di Minato."

"Oh, begitu..." Masumi tersenyum. "Kau menyukai tempatnya?"

"Suka! Sangat suka!" seru Maya. "I-itu, dipinjamkan oleh mawar Ungu," terang Maya.

"Oh... dia baik sekali ya," Masumi berkata tenang.

"Ya, dia memang sangat baik."

"Sepertinya, dia... saingan yang berat."

Maya tertegun. Pak Masumi... dia masih saja menutupi jati dirinya. "A-aku, ingin sekali bertemu Mawar Ungu," Maya berterus terang. "Sebetulnya, saat itu, Mawar Ungu sudah pernah mengundangku untuk bertemu," maya menggenggam gagang telepon dengan gemetar. "Tetapi, entah kenapa dia tidak muncul,"kali ini suara Maya ikut bergetar. Pak Masumi... tolong temui aku... pinta Maya dalam hatinya.

Masumi sekali lagi tenggelam dalam pikirannya. Ternyata, saat itu Maya memang tak lari darinya. Seakan membaca pikiran Maya, Masumi berkata, "Maya... mau makan malam bersamaku?" tawarnya.

"Eh? Makan malam?"

"Ya... aku ingin bertemu. Ingin melihat keadaanmu..."

"Tentu! Aku... bersedia."

Dia akan berkencan dengan Masumi Hayami!

=//=

Maya benar-benar bingung dan salah tingkah hendak memenuhi ajakan kencan Masumi. Ia berpose dan berputar-putar berkali-kali di hadapan cermin.

"Kau sudah cantik, Maya..." terang Rei.

"Ah, Rei..." wajah Maya merona saat ia menundukkannya.

"Dia akan mengajakmu kemana?"

"Dia mengajak makan malam, katanya nanti akan ada yang menjemputku," terang Maya. "Oh ya, Rei... kemana yang lain?" tanya Maya.

"Maya, kurasa ada yang aneh..." kata Rei dengan wajah serius. "Kemarin lusa, kita semua kehilangan tempat tinggal dan pekerjaan, lalu, kau tahu tidak? Mina mendapat panggilan di sebuah taman kanak-kanak, mereka mempekerjakan Mina, padahal Mina tak pernah melamar ke sana. Katanya, salah satu orang tua muridnya dulu yang merekomendasikan Mina. Lalu, Taiko dan Sayaka, mereka juga ditawari pekerjaan di sebuah minimarket, lalu aku..." Rei memperlihatkan sebuah surat. "aku baru saja menandatangani kontrak untuk bekerja sebagai pegawai di salah satu cafe bioskop milik Hayami."

"ha?" Maya tertegun. "Benarkah? aku... senang sekali mendengarnya!"

"Ya, tapi  aku tetap saja merasa heran. Tapi aku yakin sekali, pasti, kami mendapat pekerjaan itu semua karena Pak Masumi."

"Ya... mungkin sekali," Maya menyetujui.

"Karena itu, sebagai teman kencannya malam ini, kuharap kau bisa menjadi teman kencan yang baik, sebagai perwakilan kami untuk mengucapkan terima kasih," Rei tersenyum jahil. Sekali lagi Maya merona malu mendengarnya.

***

Jemputan itu tiba. Maya turun saat resepsionis memberitahu bahwa Maya ditunggu di lobby.

Gadis itu turun menuju lobby. Seorang sopir berpakaian rapi menghampirinya.
"Saya diminta Pak Masumi menjemput Anda."

"Ah, ya..."

Maya mengikuti pria itu masuk ke dalam mobil, "Silakan."
Maya membungkuk, dan terkejut, mendapati pria tampan itu sudah ada di sana.

"Selamat malam, Nona Maya Kitajima."

"Pak, Pak Masumi!!" seru Maya, ia tak mengira Masumi sendiri yang datang menjemputnya.
Maya lantas duduk di samping Masumi dengan gugup. Wajahnya terasa panas dan suhunya tidak juga turun walaupun sudah beberapa menit berlalu. Kenapa... Pak Masumi diam saja? batin Maya. Gadis itu melirik tipis pria di sampingnya, alisnya terlonjak cepat saat mendapati Masumi ternyata tengah mengamatinya.

"DEG!!" Jantug Maya sekali lagi berdebar cepat. Wajahnya terasa lebih panas lagi. "Ah! A- aku... itu..." Maya merasa harus bicara namun ia tak tahu apa yang harus dikatakannya.

"Kau sepertinya baik-baik," Masumi berkata lembut seraya tersenyum tipis.

"Aku baik!" jawab Maya dengan antusias.

"Ya. Suaramu juga lantang."

"Memang! Suaraku sangat lantang!" ia membuktikannya dengan baik.

"Hmmmph.... Hihihi...." Masumi tertawa seraya membekap bibirnya.

"Eh?" Maya tertegun. Ia memberengut,Juga malu.

"Baguslah, aku sangat senang kau baik-baik saja.

"Pak Masumi juga sudah sehat lagi," kata Maya dengan lega.

"Hm," Masumi bergumam. "Begitulah," ia kembali diam. Teringat masalahnya dan Shiori yang belum selesai. Masumi sebenarnya merasa sungkan mengajak Maya berkencan sementara masalahnya dan Shiori belum selesai. Namun mengetahui apa yang terjadi kepada Maya dan teman-temannya, membuat Maya khawatir.

Syukurlah tampaknya gadis itu baik-baik saja.

"Aduh!" keluh Maya.

"Ada apa!?" Masumi menoleh dengan cepat kepada gadis itu.

"Ah, tidak, hanya... ungh tanganku sedikit sakt saat mobil terlonjak barusan."

"Tanganmu sakit?" tanya Masumi, "Kenapa tanganmu?"

"Ah, tidak, tadi... waktu latihan, sempat tertimpa tiang lampu," terang Maya. "Ummh... aku ini memang ceroboh," ujarnya malu.

"Tertimpa... tiang lampu?"

"Iya, saat turun dari kereta juga, aku sempat jatuh, entahlah, aku merasa ada yang mendorong, tapi ternyata tidak ada siapa-siapa... Ya... jadi, badanku agak memar-memar," jelas Maya dengan malu.

"Bisa aku melihatnya?" pinta Masumi.

"Eh.. me-melihatnya?"

"Ya, aku..." ia memandanginya dengan tatapan yang dalam, "Aku khawatir, kalau mendengarmu luka seperti itu." ia berterus terang.

"I,iya..." Maya agak merona saat menurunkan cardigannya dan memperlihatkan bahunya yang agak memar.

Masumi terdiam, mengamatinya. Tiba-tiba pikiran itu menyapanya. Jangan-jangan, semua ini masih berkaitan dengan Shiori? Tanpa sadar, MAsumi termangu seraya mengusap lebam di bahu Maya itu.
Maya sangat terkejut, "Pak-Pak Masumi..." tegur Maya.

Masumi menatap Maya, sejenak pria itu tidak menyadari apa yang dilakukannya hingga ia mengamati wajah Maya yang merona.

"AH!!" Ia tersentak, menarik tangannya. "Maaf!" katanya, memalingkan wajahnya ke arah jendela.

Tanpa suara Maya mengenakan lagi cardigannya.

"A-apa, ada luka lainnya?" tanya Masumi, tanpa melihat Maya.

"Ya, lutut dan siku-ku, yang kubilang karena jatuh dari kereta itu. Ta, tapi tidak apa-apa kok! Hanya memar sedikit," Maya berusaha menenangkan.

Masumi kembali menoleh kepada Maya. "Apa... ada orang baru di tempat latihanmu? Kru baru, atau...."

"Kru semua sama, hanya saja... memang setiap hari selalu ada orang lain yang datang. Tapi, ya, mereka itu memang orang-orang yang berkepentingan," ujarnya.

Masumi kembali menoleh kepada Maya, "Hati-hati..." katanya. "Aku tidak ingin terjadi sesuatu kepadamu."

"Pak Masumi..." Maya sangat tersentuh dengan kata-kata pria itu. Maya mengangguk seraya tersenyum tipis. Keduanya saling tersenyum kepada satu sama lain.

Aku harus meminta seseorang menjaga Maya, pikir Masumi.

=//=

Keduanya lantas turun di sebuah restoran mewah. Maya benar-benar gugup. Apa tidak apa-apa ia terlihat bersama dengan Masumi?

Tapi, pasti bukan hal yang mengherankan Masumi terlihat dengan orang-orang dari dunia hiburan, pikir Maya.

Sebuah ruangan istimewa sudah disiapkan untuk keduanya. Tempat duduknya berada di tepi jendela yang dari sana, Maya dan Masumi bisa mengamati Tokyo Tower dengan cantik.

Keduanya duduk berhadapan, bertatapan, dan sekali lagi saling tersenyum malu-malu, lantas saling menghindari mata satu sama lain.
“Mmh… sepertinya, Pak Masumi, baik-baik saja…”
“Ya, kau… sudah mengatakan itu kan tadi?”
Wajah Maya sekali lagi memerah dan menunduk. Keduanya saling melirik, lalu sama-sama terkikik,menyadari mereka sama-sama grogi.
“Kau, gugup ya?” tanya Maya.
“Uhm, iya…” Maya mengangguk malu-malu.
“Aku juga,” aku Masumi.
Keduanya kembali berpandangan malu-malu,lantas tertawa kecil.
Jadi begini… rasanya berkencan, pikir Masumi. Ia sangat bingung tidak tahu apa yang harus dibicarakan.
“Um, Mungil, kau… suka nonton ya?” tanya Masumi, walau ia tahu pasti gadis itu bukan hanya suka, tapi maniak.
“Eh? Tidak… aku…”
“Tidak?” tanya Masumi heran.
“Eh? A-apa? Tadi… Pak Masumi ta-tanya apa?”
Keduanya kembali saling tertegun, Masumi terkikik lagi, “Ya… kau tidak mendengar ya?”
 “Ah, ma-maaf, maafkan aku… habis… aku takut salah bicara, jadi… aku berpikir keras apa yang harus kukatakan,” aku Maya.
“Ah, sayang sekali… padahal, aku tadi melamarmu.”
“HAH!?” Maya terenyak, “A-apa!?” Mata gadis itu membelalak.
Masumi menunduk dan terkekeh lagi.
“A-anda… mempermainkanku ya…!” tudingnya, dengan wajah masih memerah.
Masumi berhenti tertawa. Ia tak keberatan kalaupun Maya menanggapinya serius. Karena memang itulah yang ingin ia lakukan.
“Tidak… hanya saja… kau lucu sekali, gugup begitu.”
“Tadi juga Pak Masumi katanya gugup kan?”
“Ya… satu sama…”
“Tadi Pak Masumi menanyakan apa sebetulnya?” tanya Maya.
Masumi menggeleng. “Tidak… tadi… aku juga hanya bertanya basa-basi,karena aku tak tahu apa yang harus kutanyakan.”
“Oh, begitu…. Kukira…” dia memang melamarku tadi… pikir Maya dengan lega.
“Maya,” panggil Masumi.
“Y-ya?”
“Bagaimana kalau… kita bersikap biasa saja? Maksudku, kita kan… sama-sama gugup sekarang, sama-sama tidak tahu bagaimana harus bersikap, jadi… ya, kau katakan saja apa yang ada dalam pikiranmu, aku juga…” usul Masumi, untung menghilangkan rasa canggung di antara mereka.
“Maksudmu, a-aku marah-marah lagi, begitu?”
“Ha? Hahahaa….. Mungil… bukan begitu, tapi…”
“Muuu… ngiiil…?” alis Maya berkerut, sepertinya untuk beberapa waktu Masumi sudah tak memanggilnya mungil, dan sekarang panggilan itu datang lagi.
“Ah, maaf… kalau bersikap santai, aku jadi memanggilmu Mungil…”
Maya menunduk dan mengerucutkan bibirnya.
Masumi tersenyum tipis melihatnya, menatap gadis itu sedikit menggoda. “Kau suka makanannya?”
“Suka…” gumam Maya masih dengan nada yang kesal.
Masumi tersenyum semakin lebar. “Maya…” panggilnya.
Maya mengangkat wajahnya, menatap Masumi dengan mata polosnya.
“Kau… sudah jadi wanita dewasa ya,” ucap Masumi, “tiba-tiba… jadi cantik seperti ini. Karena itu, aku jadi merasa gugup…”
“Pak… Pak Masumi…” Maya terkesiap mendengar pengakuan Masumi. Gadis itu menunduk dan tersenyum malu-malu. “Te-terima kasih…”
“Mau berdansa denganku, Nona?” tawar Masumi.
“Baik…” Maya menyambutnya.
Mereka lantas berdansa.
“Aduh!” keluh Masumi. “akh, Aduh! Aduh!” keluhnya lagi.
“Maaaaaaf…”Maya memelas. “A-aku ternyata tidak bisa berdansa…” sesalnya, yang karena begitu antusias menerima tawaran Masumi hingga lupa akan ketidakmampuannya sendiri.
Masumi tertawa, “Ya, tidak apa-apa… aku pun sudah menyadarinya Mung- Maya…” katanya. “Ikuti saja aku, dan rileks-kan badanmu. Ya, begitu… santai saja… lalu, langkahkan kakimu mengikuti langkah kakiku, dengarkan musiknya, gerakkan tubuhmu sesuai irama musik. Ya.. maju, ke samping, mundur… maju… ya… ikuti aku,” Masumi membimbingnya. “Benar, begitu Maya… kau pandai,” pujinya.
“Benar?” Maya menengadah dengan wajah berseri.
“Aduh!!”
“Ah, Maaaaafff~!!!!”
=//=
Setelah berdansa, keduanya berdiri di samping jendela, mengamati pemandangan di luar dengan segelas sampanye di masing-masing tangan mereka.
“Indah, ya…” kata Maya.
“Ya, syukurlah kau menyukainya.”
“Ya. Aku suka…”
“Kau pernah naik ke atas Tokyo Tower?”
“Belum pernah…” Maya menggeleng. “Pak Masumi?”
“Sudah pernah.”
“Bersama…” deg! Maya terdiam, melipat bibirnya.
“Bersama seorang aktris internasional yang sedang melakukan promosinya di Jepang,” terang Masumi. Ia bisa menangkap siapa yang ada di kepala Maya.
Keduanya terdiam beberapa waktu.
Ah, seharusnya tidak begini. Ia sudah tak adil kepada Maya. Gadis ini sangat dicintainya, namun, kenapa ia malah seperti kekasih gelap? Semua orang tahu ia bertunangan dengan Shiori. Tidak bisa mengatakan kepada dunia ia mencintai Maya. Hanya bisa diam-diam bertemu seperti ini, padahal perasaan mereka sudah jelas untuk satu sama lain.
Perlahan Masumi mengulurkan tangannya,melingkar di bahu Maya.
Perbuatan yang melecut jantung Maya berdebar semakin keras. Pak Masumi…
“Maya… sejak kapan, kau berhenti membenciku?” tanya Masumi. Menoleh, dan menanti jawaban dari gadis mungil itu.
“Eh, a-aku… anu…” Maya menunduk, “tidak tahu…” gumam Maya. “Yang pasti… A-aku… jadi sering memikirkanmu, dan, walaupun kadang Pak Masumi memang menyebalkan, tapi… aku… jadi merasa sedih kalau Pak Masumi meledekku. Aku… baru menyadari bahwa ternyata, a-aku… ingin Pak Masumi memandangku sebagai seorang… perempuan,” aku Maya dengan malu-malu.
Masumi terdiam. Ah, ternyata itu jawabannya saat belakangan Maya sering sekali berwajah sedih jika Masumi meledeknya. Padahal, biasanya Maya balas marah dan dendam.
“Maaf ya, Maya… aku tidak bermaksud membuatmu sedih,” kata Masumi. “Dan… ada yang harus kauketahui, tapi ceritanya sedikit panjang.”
Maya mendongak. “Akan kudengarkan,” katanya.
Masumi tersenyum tipis, sedikit sendu. Ia menurunkan tangannya dari pundak Maya.
“Mengenai Shiori… hubunganku dan dia… kami masih belum putus. Aku sudah meminta agar pertunangan kami tidak diteruskan, tetapi dia tidak mau.”
Maya terdiam, melipat bibirnya. Ia tak pernah mengira, akan menjadi pihak ketiga dari hubungan seorang pangeran dan putri pengusaha berpengaruh di Jepang.
“Pak Masumi,jika aku menyusahkan,” Maya tercekat, ia memalingkan wajahnya dari Masumi.
“Bukan, dengarkan aku, Maya…” Masumi menggenggam tangannya. “Aku tidak pernah mencintai Shiori. Kami dijodohkan, berkaitan dengan masalah bisnis. Ayahku, pernah dibantu oleh kakek Shiori. Karena itulah Ayah begitu ingin menjodohkanku dengannya. Dan, aku… aku selalu berpikir untuk menikahi wanita mana saja, yang paling menguntungkan bagi Daito. Aku tahu, itu kesalahanku, Namun itu semua, karena aku berpikir bahwa cintaku tidak akan pernah terbalas,” ia menggenggam tangan Maya semakin erat. “Kepadamu.”
Pak Masumi…? Mata Maya membulat, dan ia kembali mendongak, menatap Masumi yang juga tengah menatapnya. Wajah pria itu begitu lembut, sekaligus galau.
“Semuanya karena kebodohanku. Jika saja, aku cukup punya pendirian, cukup punya kekuatan untuk memperjuangkan keinginanku, mungkin… aku tak akan menyeret Shiori dalam kebodohanku. Juga… menyeretmu dalam masalah kami,” katanya.
“Pak Masumi… sejak kapan?” tanya Maya dengan suara penuh haru.
“Tidak tahu…” jawab Masumi, mendengus dan tersenyum konyol. “Dari dulu, aku suka sekali memperhatikanmu. Entahlah, kau berbeda… dari gadis-gadis yang pernah kutemui. Tapi, saat itu kau kan masih kecil, masih 13 tahun?” sekali lagi Masumi tersenyum konyol dan malu. “aku tidak tahu kenapa takdir mempermainkanku. Maksudku… aku tidak pernah tertarik kepada wanita manapun. Kenapa, saat akhirnya aku tertarik kepada seseorang, dia… malah masih sangat muda, rasanya aneh sekali. Tetapi… aku tidak bisa mengabaikanmu begitu saja. Malahan, aku terus-menerus memikirkanmu entah kenapa, hingga waktu terus berlalu dan aku melihatmu terus tumbuh besar, tiba-tiba sudah SMA, saat itulah aku menyadari perasaan tertarikku yang tidak biasa ini, namanya cinta…” Masumi merasakan wajahnya memanas. Akhirnya ia bisa mengutarakan isi hatinya kepada Maya.
Gadis itu menatap Masumi tak percaya. SMA? Sejak ia masih murid SMA? Maya sungguh tak mengira, Masumi, seorang Direktur Daito memendam perasaannya sedalam itu kepadanya.
“Aku pasti… sering sekali menyakiti perasaanmu ya…” kata Maya, saat teringat semua tingkah dan perkataan kasarnya kepada Masumi.
“Sama saja, aku juga,” jawab Masumi.
“Lalu?” tanya Maya lagi. “Anda pernah membenciku?”
“Tidak,” Masumi menggeleng, “malahan, diam-diam aku memutuskan mungkin… aku akan menunggu hingga kau dewasa, hingga jarak di antara kita menipis, atau ada jalan lainnya menuju kepadamu. Tapi kusadari, jarak di antara kita tidak pernah menipis. Aku punya kesalahan terbesar kepadamu, kau tidak akan pernah memaafkanku dan… saat itulah Shiori datang. Awalnya kupikir, dia bisa menjadi jalan bagiku menjauh darimu, melupakanmu dan… juga menjalankan misi awal hidupku, hanya hidup untuk pekerjaan. Tapi ternyata… entah bagaimana keajaiban itu datang juga,” Masumi menyentuh wajah Maya. “Tiba-tiba aku mendengar bahwa kau juga… kepadaku…”
“Pak Masumi…!” Maya memeluk Masumi erat-erat dan mulai menangis. Masumi menyebutnya keajaiban. Baginya juga. Ternyata, seorang Masumi Hayami jatuh cinta kepadanya.
“Maya… masih ada beberapa masalah yang harus kuselesaikan dengan Shiori, dan keluarga Takamiya. Aku tidak ingin kau terlibat. Karena itu, mungkin aku masih belum bisa mengungkapkan perasaanku kepadamu pada dunia. Tetapi, kau pasti tahu… kau sudah tahu isi hatiku yang terdalam.”
Maya mengangguk berkali-kali di dada pria itu.
“Kau hanya harus memikirkan mengenai Bidadari Merah. Kau jangan merasa bersalah mengenai apa yang terjadi antara aku dan Shiori. Karena… yang kuinginkan adalah hidup bersamamu. Kesalahannya ada padaku, dan aku yang akan memperbaikinya. Jadi, tunggulah aku hingga semuanya selesai.”
Hidup bersamamu…
“Ya, Pak Masumi… Ya…”
Masumi memeluk Maya erat dan mengcup kepala gadis itu. Rasanya teramat bahagia merasakan Maya dalam rengkuhannya, merasakn tubuh gadis itu tak berjarak dari tubuhnya. Ia ingin bisa seperti ini setiap saat. Bagaimana pun caranya, ia harus segera menyudahi hubungannya dengan Shiori.
Ia kan secara resmi mendatangi keluarga Takamiya untuk mengakhiri semuanya.
=//=
“Apakah kira-kira teman-temanmu sudah kembali lagi ke apartemen?” tanya Masumi.
“Mungkin,” kata Maya.
Keduanya tengah berjalan menuju mobil di parkiran. Tiba-tiba Masumi mendengar suara deru motor yang teramat kencang. Masumi menoleh, motor itu sudah sangat dekat.
“Maya!!” Masumi menarik Maya menjauh dari jalan.
“Kya!!” Maya terpekik, sangat terkejut, apalagi pada saat itu sebuah motor berlalu dengan cepat.
“Brengsek!!” desis Masumi, menatap motor yang menjauh. Ia terkejut, saat pengendara motor itu menoleh dan bertatapan dengannya beberapa saat. Masumi menyadari, pria itu sengaja hendak mencelakai Maya.
Ia menunduk kepada Maya yang tampak masih syok. “Kau tidak apa-apa?”
“Ah, ya…” Maya mengusap-usap dadanya. “Te, terima kasih, Pak Masumi… Hhh… ka-kalau tidak, tadi aku pasti…”
Maya… Masumi mengeratkan rahangnya. Ada yang ingin mencelakai Maya. Apakah, saingannya atau… Ini… berkaitan dengan Shiori?



=//=
"Baiklah, lakukan saja seperti yang kaukatakan, itu sudah cukup baik," Masumi menutup rapat koordinasi siang itu. "Kalau sudah tidak ada lagi yang akan ditanyakan, aku sudahi rapatnya sekarang."
Riuh rendah terdengar dari ruang rapat saat satu persatu pegawai keluar dari sana.
"Anda baik-baik saja?" tanya Mizuki. "Anda terlihat tidak bersemangat," imbuh Mizuki, mengajukan dasar pertanyaannya.
Tak kentara Masumi menghela napasnya. "Baik."
"Ada yang mengkhawatirkan Anda?" tanya Mizuki lagi. Keduanya sudah sampai di ruang kantor Masumi.
"Entahlah..." sesuatu membuat Masumi gelisah. Sejak Maya mengungkapkan apa-apa saja yang terjadi kepadanya, dan apa yang hampir menimpanya saat mereka pulang berkencan tadi malam, Masumi merasa sangat tidak tenang. "Mizuki... jika aku, membatalkan pertunanganku dengan Shiori, menurutmu, bagaimana sikap keluarga Takamiya?"
"Membatalkan..." desis Mizuki, menatap Masumi dengan amat terkejut. "Kenapa, Anda berpikir untuk--" pertanyaan Mizuki terpotong suara telepon yang berbunyi nyaring.
Masumi mengangkatnya. "Halo..." sejenak ia terdiam. Lantas wajahnya tampak terkejut dan memucat. "Apa!? Kaubilang..."
"Latihan Bidadari Merah kelompok Kuronuma dihentikan, Maya Kitajima terkena gigitan ular!" Lapor pegawai yang mengawasi Bidadari Merah.
Rahang dan kepalan tangan Masumi mengerat seketika.
"Dimana dia sekarang!?" Ia menutup teleponnya dengan segera saat mendapat jawabannya.
"Pak Masumi, ada apa!?" tanya Mizuki dengan panik.
Masumi belum menjawab, saat kali ini suara ponselnya yang menyala. Masumi melihat nama di layarnya. Shiori.
"Halo?"

"Jangan khawatir," Shiori berkata. "Dia baik-baik saja. Mungkin bisa bahaya jika ularnya berbisa, tapi... tidak, hanya gigitan kecil yang akan membuat tangannya sedikit bengkak. BELUM..."

"KAU!!?" Masumi berang. "Berani-beraninya kau melakukan ini!!? Jangan pernah--"
"DIAM!!" suara Shiori melengking. "Semuanya akan berhenti. Caranya mudah saja. Kau pasti sudah tahu. Aku menunggumu malam ini... Jika tidak..." Dan, sambungan tertutup.
Tangan Masumi gemetar penuh kemarahan. Wanita itu sungguh-sungguh. Dia sepertinya sudah gila. Ia bahkan tak menutup-nutupi keinginannya mencelakai Maya. Tapi... tak ada bukti,ia tak punya bukt. Orang tidak akan percaya, Shiori mampu melakukan semua ini.
Maya tampak keluar dari sebuah klinik di dekat Kids Studio. tangannya dibebat, pasti itulah bagian tangannya yang digigit ular. Masumi hanya mengamatinya dari kejauhan di dalam mobilnya, tampak Sakurakoji membonceng Maya di motornya, mungkin membawa gadis itu kembali ke apartemennya.
Masumi menghela napasnya. Ular yang menggigit Maya adalah ular yang cukup besar. Gadis itu pasti kesakitan saat ini, bisa tampak dari wajahnya. Masumi benar-benar sedih melihatnya. Ia sudah menyebabkan semua ini. Padahal, ia tak bermaksud membuat gadis itu menjadi sasaran untuk dilukai Shiori.
Ia tak bisa mendekati Maya walaupun ia menginginkannya. Tak bisa mengatakan bahwa ia berharap Maya lekas sembuh, tak bisa berada di sampingnya saat gadis itu membutuhkannya. Masumi memutar mobil, kembali ke kantornya.
Sepanjang rapat ia menghabiskan waktu dengan gelisah, memikirkan Maya. Dan dia tahu pasti apa yang diharapkan Shiori darinya. Menikah dengan wanita itu? Tapi dia mencintai Maya, dan Maya mencintainya! Apa yang bisa diharapkan dari pernikahannya nanti?
Aku akan menunggu hingga nanti malam... Shiori tadi berkata.
"Pak Masumi, ada sesuatu... mengenai kelompok Bidadari Merah Kuronuma," terang salah seorang staf."Beritanya ada di televisi."
Masumi terkejut mendengarnya, ia lantas menyalakan televisi.
"Ya, benar, memang rem motor Sakurakoji mengalami gangguan. Kami tidak ingin berspekulasi mengenai pihak mana yang berusaha menyabotase latihan kami. Yang pasti, keduanya baik-baik saja, hanya mengalami luka-luka sedikit. Sakurakoji berhasil mengarahkan motornya ke tempat tinggi sebelum menabrakkannya ke sebuah pohon. Untunglah tidak ada pihak lain yang terluka. Namun latihan ini akan ditunda selama dua hari atau lebih, mengingat ada beberapa insiden yang cukup mengejutkan kami beberapa hari ini." Kuronuma berkata.
Masumi membatu di tempatnya. Seseorang merusak rem motor Sakurakoji?
Seorang reporter kembali bicara, "Seperti diketahui dari beberapa pihak yang tak ingin disebutkan namanya, sebelumnya memang terjadi beberapa insiden di tempat latihan Bidadari Merah, bahkan pemeran utamanya, Maya Kitajima, sempat mendapati ular di dalam tasnya yang menggigit tangannya. Hingga saat ini spekulasi yang beredar menyebutkan pelakunya mungkin lebih mendukung pihak Onodera memenangkan--"

Direktur Daito itu mengepalkan tangannya erat-erat hingga kuku-kukunya menghunjam telapak. Maafkan aku... Maya.
=//=

"Nona Shiori, ada Tuan Masumi ingin menemui Anda."
Shiori yang sedang menyulam tertegun.dadanya berdegup kencang. Mungkinkah, kekasih hatinya itu datang untuk memenuhi keinginannya?
"Minta dia masuk Bi, katakan aku minta maaf tak bisa menemuinya di ruang tamu. Aku masih kurang sehat," kata Shiori dengan wajah merona.
SI Bibi tersenyum, "Baik Nona..."
"Bi, apa.. aku sudah terlihat cantik?"
"Seperti biasa, Anda luar biasa cantik Nona..."
"Ah, Bibi..." Shiori tersipu malu.
Ia lantas merapikan rambut dan pakaian, menanti Masuminya dengan gugup.
"Tuan Masumi sudah datang," kata seorang pelayan di balik pintu.
"Ya," Shiori berkata.
Pintu bergeser dan tampaklah pria tampan menjulang itu.Dengan wajah dan tatapan yang dingin.
"Masumi..." sambut Shiori dengan hangat, wajahnya tampak berbinar.
Tak ada perubahan dalam raut Masumi, ia masuk, mendengar pintu bergeser di belakangnya. Ini pertama kali Masumi datang ke tempat Shiori tanpa membawa bunga.
"Kau sudah makan?" tanya Shiori lagi.
Masumi masih tak menjawab.
"Masumi, kenapa kau diam saja? Apa kau sakit?"
"Hentikan Shiori, semua yang sudah kau lakukan kepada Maya."
Kali ini Shiori yang terdiam. Hanya menatap masumi dengan tatapan tanpa dosa.
"Aku tidak akan membiarkan kau me-"
"Kau setuju dengan permintaanku?" tanya Shiori.
"Aku..." Masumi mengeratkan kepalan tangannya. "Aku mencintai Maya," tegas Masumi.
Seketika raut Shiori berubah, sedih sekaligus marah. "Jangan menyebut namanya di hadapanku!" lengkingnya.
"Shiori... aku akan melakukan apa saja agar kau tak menyentuhnya. Tetapi aku tidak akan bisa menikah--"
"Apartemen Teito, 812, Maya kitajima sedang sendirian sekarang. Dia baru selesai mandi, mengenakan piyama biru muda dengan renda di dadanya," Shiori berkata.
Deg! Masumi terenyak, "Kau..."
"Seseorang sedang dalam perjalanan, mengirimkan bunga mawar ungu sebagai tanda simpatinya atas apa yang menimpa Maya, memberikan sepaket makanan kesukaan gadis itu yang akan mengantarkannya ke surga," Shiori tersenyum tipis, lantas terkekeh kecil.
Shiori... Masumi bisa merasakan leher pria itu meremang.
"Atau... seorang pegwainya harus membocorkan gas?" ancam Shiori, "Mana yang lebih baik, Masumi?"
"Kau!!"
Wajah Shiori berubah sendu kembali, "Dari dulu, aku memang sakit-sakitan Masumi," ia berusaha bangkit dengan tubuh lemahnya, "Aku tidak punya teman, aku hanya terbiasa sendiri, atau ditemani dan dilindungi keluargaku saja... Tetapi..." ia berjalan ke arah jendela, mengamati malam kelam di luar. "Tidak seorang pun pernah mempermainkanku. Tidak seorang pun...." suara wanita itu terdengar sangat tegas dan menyeramkan. "Dan kau... tidak akan menjadi yang pertama." Wanita itu memegang erat tirai jendela itu. Ia kembali berbalik, kali ini rautnya berubah, kembali terlihat dingin. "Bagaimana, Masumi? Waktu yang dimiliki gadis itu... tidak banyak."
Hati Masumi disiksa dilema. Bisa terlihat Shiori sama sekali tidak sungkan. wanita itu juga, bisa berdarah dingin jika ia mau. Sorot matanya, raut wajahnya... Masumi tak pernah melihat Shiori seperti itu sebelumnya. Dulu Shiori hanya bisa menghiba kepadanya, sekarang, wanita itu berdiri tegas di hadapannya dengan penuh kecam.
Maya... Masumi teringat kembali kepada kekasih hatinya, jantungnya berdegup kuat.
"Dua menit lagi, Masumi," Shiori melirik ke arah jam.
"Aku..."
=//=
Suara ketukan terdengar di pintu apartemennya. Teman-teman Maya belum kembali dari pekerjaan mereka masing-masing. Gadis itu baru saja selesai mandi. Ia mengenakan piyama biru muda, walaupun tangan kananya masih sakit, kecekatan gadis itu tidak begitu berkurang. Maya bergegas membuka pintu.
"Selamat malam, Nona Maya?"
"Ah, ya...?" jawab Maya. Gadis itu tampak berseri saat melihat buket mawar ungu yang dibawa pria tersebut.
=//=
"Aku... akan mengikuti kemauanmu," kata Masumi akhirnya, dengan suara bergetar menahan rasa gusarnya.
"Kemauanku? Kemauan kita... Masumi," rajuk Shiori. "Apa itu...?"
"Menikah!" seru Masumi. "Aku akan menikah denganmu!!"
Shiori menatap Masumi dengan pandangan tak terbaca. Lantas senyum samar menghias pipinya. "Minta kepadaku... Masumi," perintahnya.
Masumi melirik jam yang ada di sana, menguatkan hatinya. "Menikahlah denganku... Shiori."
Senyuman Shiori terkembang semakin lebar. Ia berjalan mendekat kepada Masumi dan memeluk pria itu. "Terima kasih, Masumi... aku bahagia sekali..." katanya dengan haru.
Mata wanita itu berkaca-kaca penuh kebahagiaan.
Masumi hanya terdiam tak bereaksi. "Bukankah ada yang harus kaulakukan?" tuntut Masumi.
Shiori menengadah, tersenyum bahagia dengan airmata menetes di pipinya. "Ya, tentu... apa saja, untukmu, Kekasihku..." Shiori mengusap wajah Masumi penuh obsesi.
=//=
"Rrrr...~!!" Suara ponsel terdengar. "Ah, maaf, sebentar," kata si pengantar bunga. Pria itu mengangkat ponselnya dan mendnegarkan sesuatu sebelum menutupnya. "Maaf..." ia kembali berkata dengan sungkan kepada Maya.
Maya tersenyum dan menggeleng malu-malu.
"Ini, ada kiriman bunga untuk Anda," pria itu menyerahkan buket bunga di tangannya. "Silakan tanda tangan di sini."
"Ah, te-terima kasih." Maya menandatanganinya dan menyerahkan kembali resinya kepada pengantar bunga itu. Maya tertegun melihat sesuatu di tangan pria itu. "Itu..."
"Ah, ini kiriman untuk penghuni lain," kata pria itu.
"OH, ah, ya..." Maya tersenyum manis dan mengangguk.
"Tangan Anda sedang sakit?"
"Ya.. sedikit," jawab Maya.
"Semoga lekas sembuh," ujar pegawai itu sebelum berpamitan.
Pria itu lantas melangkah pergi. Saat melihat tempat sampah, ia membuang paket makanannya ke sana.
"Dia mengetahui semua hal mengenai Maya," Masumi berkata dengan raut khawatir. "Aku bisa melihatnya, Hijiri, wanita itu akan melakukan apa saja untuk melukai Maya dan dia mampu melakukannya."
"Tapi Pak Masumi!" Hijiri menentang atas permintaan Masumi.
"Lakukan saja, Hijiri... yang penting saat ini, aku harus melakukan apa pun untuk mencegah SHiori melukai Maya," terang Masumi.
"Tetapi Tuan... Jika Anda melakukannya hanya akan melukai Maya."
"Hijiri!!" seru Masumi dengan frustasi, "Sekarang ini, aku tidak tahu, siapa-siapa saja orang-orang yang menjadi kaki tangannya, bagaimana mereka bisa menjangkau Maya! Saat gadis itu menginjakkan kakinya ke jalan raya, seseorang bisa menabraknya, dia bisa dicelakai di tempat latihannya yang selalu banyak orang! Bahkan di apartemennya yang merupakan tempat pribadi! APa kau tidak bisa melihat, bahwa aku masih meraba-raba dalam gelap dan aku tak ingin sesuatu terjadi kepada Maya! Memberinya pengawal pribadi sama sekali tak akan membantu jika aku bahkan tak tahu kemampuan kaki tangan Shiori. Lagipula, aku tak ingin membuat Maya ketakutan dan mengganggu konsentrasinya untuk Bidadari Merah. Dan, aku juga tak ingin Shiori memanfaatkan identitas Mawar Ungu untuk memperdaya Maya. Cukup lakukan saja apa yang kuperintahkan!!" seru Masumi dengan geram. Geram kepada dirinya yang tersudut sekarang.
Hijiri terdiam. Tuannya itu benar. Semua kejadian yang menimpa Maya tidak terkira. Mereka tidak tahu sejauh mana Shiori mampu berbuat.
"Anda... akan menikah dengan Shiori?"
"Jika itu bisa menyelamatkan nyawa Maya, apa itu juga harus dipertanyakan, Hijiri?"
Hijiri menelan ludahnya.
=//=
"Pak Hijiri!" seru Maya saat melihat Hijiri di depan pintu apartemennya.
"Selamat sore," Hijiri tersenyum. Agak sedikit sendu.
"Untukku?" tanya Maya dengan wajah berseri saat melihat Hijiri membawa buket Mawar Ungu.
"Kau sendirian...?" tanya Hijiri.
"Uhm... Ya... teman-teman belum pulang sampai nanti malam."
"Mereka meninggalkanmu sendirian?"
"Aku yang meminta mereka bekerja, soalnya aku masih bisa kok, melakukan semuanya sendirian," jawab Maya.
"Bisakah... kita bicara?" tanya Hijiri,
Maya tertegun. Tampaknya yang akan Hijiri bicarakan sesuatu yang serius. "Te-tentu..."
Hijiri masuk ke apartemen yang disediakan Masumi untuk Maya dan teman-temannya. Pria itu masuk dan duduk di sofa. "Ini... untukmu."
"Ba, baik... Terima kasih."
"Beliau berharap kau segera sembuh."
"Ung," Maya tersenyum penuh haru. Dia memang merindukan Masumi, namun pria itu belum menghubunginya lagi.
"Maya... ada yang harus kusampaikan," kata Hijiri dengan berat.
"ya?" Maya menatap Hijiri dengan khawatir.
"Begini, Maya... Ini, adalah... kiriman terakhir dari Mawar Ungu untukmu."
“Hah!? A-apa… maksud Pak hijiri? Ini…”
“Mawar Ungu, tidak akan bisa lagi membantumu. Walaupun begitu, kau dan teman-temanmu masih bisa menggunakan apartemen ini. Beliau juga ingin kau tahu, bahwa dia… akan selalu mendukungmu dari balik bayangan. Ia ingin kau maju, dan bertahan, hingga kau bisa memerankan Bidadari Merah dan menjadi aktris besar, dia—“
“Tunggu!” seru Maya, dengan wajah pucat dan airmata yang mulai mengalir. “A-Anda sungguh-sungguh…? Mawar Ungu… Tidak ingin berhubungan denganku lagi? Kenapa? Ke-kenapa dia…” Hati Maya begitu sakit, rasanya remuk redam. Mawar Ungu… Masumi?
“Ya,” Dengan Wajah sendu Hijiri mengangguk. “Beliau mempunyai alasannya sendiri, jadi—“
“Jadi, apa yang dikatakan orang itu benar? Pria yang menemuiku saat Mawar Ungu tak jadi muncul, dia mengatakan,me-mengatakan, Mawar Ungu tidak ingin aku mengganggunya lagi. Dia memunyai banyak hal untuk diurusnya dan dia, dia… tak ingin aku menyusahkannya.”
Hijiri terdiam. Ia dan Masumi sudah tahu, bahwa yang menemui Maya saat itu adalah sepupu Shiori, Yamashita.
“Maya…” Hijiri meraih tangan Maya dan menggenggamnya. “Kau tidak boleh putus asa, walaupun Mawar Ungu tidak lagi mengirimi Mawar Ungu, namun kau harus terus memperjuangkan impianmu.”
Maya tak sanggup bicara dan hanya menggelengkan kepalanya tak percaya.
Ada apa ini…? Batin Maya. Kenapa Pak Masumi tak ingin menjadi Mawar Ungu ku lagi? Benar kan, Pak Masumi itu Mawar Ungu ku? Aku harus bicara kepadanya.
Maya tak berkata apa-apa dan hanya menangis saat Hijiri berpamitan dan permisi pergi.
Tuan… kuharap ini memang yang terbaik untuk kalian berdua harapnya.
Pria itu tertegun, saat ia keluar dari apartemen Maya dan berpapasan dengan Rei yang tampaknya pulang lebih cepat. Pria itu sedikit menunduk dan membungkuk kepada Rei.
Rei mengamatinya agak heran. Ia ingat pria itu pengantar bunga yang pernah datang ke apartemen mereka dahulu. Ia hanya balas membungkuk tipis. Namun, alangkah terkejutnya Rei, ketika ia masuk ke dalam apartemen dan didapatinya Maya tengah menangis tergugu. Rei segera mendekatinya. “Maya, ada apa? Kau kenapa!?”
Maya tak menjawab, hanya membenamkan wajahnya di kedua telapaknya seraya terus saja menangis. “Maya, katakan padaku, ada apa?”
Maya sama sekali tak menghiraukan Rei, ia terus saja tenggelam dalam kedukaannya. Rei mengamati mawar ungu yang dipeluk Maya erat-erat. Ia lantas teringat pemandangan sebelumnya. Pria yang mengantarkan mawar ungu itu, tadi keluar dari apartemennya. Padahal, biasanya pengantar bunga tak pernah masuk ke dalam. Apalagi, dia sudah dua kali mengantarkan mawar ungu. Mungkin pria itu….
Rei bangkit, dan pergi keluar apartemennya. Ia mencoba mencari jejak pria tersebut. Sebetulnya ada apa, kenapa Maya sampai menangis seperti itu, dan apakah… pengirim bunga itu tahu sesuatu mengenai semua ini?
 Rei turun ke lobi, lantas mencari ke bagian depan. Ditemuinya seorang resepsionis. “Nona, melihat… pengantar bunga?”
“Pengantar bunga? Ada beberapa pengantar bunga.”
“Bukan, yang…” saat itulah Rei melihat, pria itu sedang berjalan keluar, menuju parkiran. Rei mengejarnya.
“Hei, kau! Tunggu!!” seru Rei saat Hijiri hendak membuka mobilnya, “Pengantar Mawar Ungu! Tunggu!!”
Hijiri sangat terkejut, ia berbalik dan mendapati teman Maya sedang menghampirinya.
“Kau!” hardik Rei, “Apa yang kaukatakan kepada Maya? Kenapa dia sampai menangis?”
Sejenak pria itu masih tak bisa bicara, ia amat terkejut Rei mengejarnya dan terlihat sangat geram. “Sa-saya.”
“Kau pasti bukan pengantar bunga biasa kan!? Kau diperintah oleh pengirim mawar ungu? Apakah dia yang sudah…” tiba-tiba ucapan Rei terpotong, gadis itu jatuh pingsan.
“Nona!!” Hijiri menangkap Rei. Ternyata badannya sangat panas. Pria itu jadi bingung, apa yang harus dilakukannya sekarang? Apakah ia harus membawanya lagi naik ke kamar Maya? Tetapi akan sangat menarik perhatian jika dia membopong Rei naik ke atas. Sedangkan ia tak bisa melakukannya.
Akhirnya Hijiri memutuskan membawa Rei ke klinik kesehatan kecil yang tak akan menarik banyak perhatian.
=//=
“Dia demam dan pingsan,” terang Hijiri kepada dokter yang menerimanya.
Hijiri lantas duduk di sana, dengan menunduk. Ia yakin, lebih aman membawa Rei ke klinik kecil seperti ini ketimbang ke rumah sakit besar, dan dia beresiko bertemu dengan orang-orang dari pihak perusahaan yang pernah dia mata-matai.
Hijiri memandang jam tangannya. Sepuluh menit lagi, ia sudah harus pergi menemui Masumi. Tetapi, bagaimana dengan Rei?
Hijiri bangkit, ia menghubungi apartemen Maya. Setelah beberapa deringan, terdengar ada yang mengangkat.
“Halo?” Bukan Maya.
Pria itu ragu-ragu sejenak. Akhirnya ia bicara. “Temanmu Rei Aoki sakit, ia dirawat di klinik Genki.”
“Oh, Rei? Ya, baiklah, kami akan segera ke sana,” Mina menjawab dengan sedikit panik. “Apakah Anda petugas kesehatannya?”
“Ya. Tolong segera ke sini.”
“Baik, baik, kami segera ke sana.”
Mina menutup teleponnya.
“Ada apa?” tanya Sayaka, yang melihat Mina cemas.
“Rei katanya sakit, dia da di klinik Genki sekarang.”
“Rei?” tanya Maya, terkejut. Memang tadi Rei pulang lebih cepat, Maya tak sempat bertanya kenapa, dia masih tenggelam dalam kesedihannya.
“Baiklah, aku dan Sayaka akan menjenguk Rei, Taiko bilang dia sedang dalam perjalanan, jadi kami tinggal sebentar tidak apa-apa kan? Kurasa tak lama lagi Taiko datang.”
Maya mengangguk. “Ya, tak apa-apa, tolong kabari aku. Tapi kuharap, Rei… tidak apa-apa.”
Mina dan Sayaka bergegas meraih tas mereka dan pergi mengunjungi Rei di klinik.
Maya menghela napasnya. Ia tadi sungguh sudah mengejutkan teman-temannya dengan menangis tergugu tak ada hentinya. Seharusnya ia tak membuat mereka khawatir.
Gadis itu beranjak masuk ke kamarnya. Diamatinya lagi mawar ungu terakhir dari pria yang dikasihinya. Maya membaca sekali lagi pesan dari penggemarnya itu.
Kepada Nona Maya Kitajima
Apa kabar? Aku mendengar banyak hal tak menyenangkan terjadi kepadamu? Aku sungguh berharap semuanya akan baik-baik saja. Maya, mulai saat ini, aku tak akan lagi mengirimimu Mawar Ungu. Bukan berarti aku tak lagi mendukungmu. Aku selalu, dan selalu mendukungmu, menunggu Bidadari Merahmu serta banyak peran lain yang akan kau mainkan. Mengamatimu selama ini, aku tahu, kau akan menjadi aktris besar. Aktris yang luar biasa. Aku sungguh tak sabar menanti hari itu datang.
Namun, aku tak bisa lagi mengirimimu mawar ungu, ataupun berhubungan lagi denganmu. Ada banyak hal yang terjadi dan harus kulakukan. Karena itu, aku hanya ingin mengatakan, aku senang pernah mengenalmu. Bersemangatlah terus Maya. Dan, jangan mencari tahu siapa aku. Ingatlah aku sebagai salah satu, dari sekian banyak penggemar dan pendukungmu.
Selamat tinggal,
Pengagummu.
Selamat tinggal…? Selamat tinggal… kenapa Mawar Ungu mengucapkan selamat tinggal? Kenapa Pak Masumi…
Maya tak bisa pergi ke Daito. Sekarang sudah akhir pekan, sudah malam, pasti Masumi tak ada di sana. Ia juga tak tahu harus menghubungi Masumi ke mana selain ke Daito. Maya takut, takut sekali, bukan saja Masumi menghentikan untuk mengiriminya mawar ungu, tetapi juga pria itu berhenti mencintainya.
Saat itu, Masumi mengaku mencintainya. Masumi berkata telah lama menantinya. Akan tetapi, memang sudah berhari-hari Masumi tak lagi mengabarinya. Bahkan, ia tak menjenguknya. Tetapi Maya tak berpikir aneh, karena ia menyadari statusnya saat ini. Apalagi sempat ada kiriman mawar ungu yang mengatakan semoga Maya lekas sembuh, walaupun bukan Hijiri yang mengantarkannya.
Tetapi, kenapa tiba-tiba saja Masumi berhenti menjadi mawar ungunya? Apakah itu berarti, Masumi juga menarik lagi kata-kata cintanya?
Ia harus bertemu Masumi. Ia harus menemuinya!
Tetapi, bagaimana?
Maya tak ada waktu berpikir. Sebentar lagi Taiko pulang. Gadis itu tak akan mengijinkan Maya pergi dengan keadaan tangannya yang masih dibebat seperti itu. Maya memutuskan untuk segera pergi sebelum Taiko datang. Ia menuliskan pesan di lemari es : Aku keluar dulu sebentar. Maya.
Maya mendatangi kediaman Hayami. Mungkin saja Masumi sedang menikmati hari liburnya di rumah.
“Tuan Muda tidak ada, beliau sedang ada acara peresmian festival film Tokyo di gedung Grand Daito,” terang penjaga rumahnya.
Gedung Grand Daito? Peresmian…? Aku akan ke sana!! Putus Maya.
=//=
Gedung Grand Daito adalah plaza terbesar milik Daito. Ini pertama kalinya Maya menginjakkan kaki di gedung baru tersebut. Ia benar-benar tak tahu harus ke mana untuk menyaksikan peresmian festival film Tokyo tersebut. Namun akhirnya Maya memutuskan untuk mengelilinginya hingga bertemu dengan orang yang bisa ditanyainya.
“Permisi, Pak, dimana peresmian Festival Film Tokyo?” tanya Maya.
“Di lantai paling atas, tetapi acara peresmiannya sudah selesai. Malahan, sepertinya film perdananya juga sudah mau selesai.”
“Oh, baiklah, terima kasih,” Maya membungkuk sedikit dan berjalan ke menuju lift.
Maya turun di lantai paling atas. Ruangannya besar, terdiri dari beberapa teater. Gadis itu tidak tahu akan dari mana Masumi keluar. Karenanya, Maya memutuskan menunggu di lobi saja.
Sekitar dua puluh menit kemudian, barulah Maya melihat. Rombongan orang-orang memakai setelan dan wanita-wanita anggun yang keluar dari sebuah ruangan.
Dan, ada dia! Masumi Hayami!
Pria itu memang selalu tampak mencolok, bukan saja dari ketampanan dan kemapanan yang terlihat dari caranya berpakaian, tetapi juga dari ketinggin tubuhnya dan pembawaannya yang penuh pesona.
Maya berdiri, wajahnya menyala. Pak Masumi!!
Namun, saat itulah, dia juga melihat wanita yang berada di sampingnya. Shiori… Takamiya…
Maya menelan ludahnya, tak tahu apa yang harus dilakukannya. Lalu, apa yang akan dikatakannya kepada Masumi? Apa yang hendak ditanyakannya?
“Eh, itu kan… Maya Kitajima?” beberapa orang menyadari keberadaan gadis itu.
“Sedang apa dia di sini? Katanya tangannya digigit ular? Apa karena itu tangannya diperban?” beberapa dari mereka berspekulasi.
Maya…? Masumi sangat terkejut, saat ia juga melihat gadis yang sedang dibicarakan.
Gadis yang ia cintai itu tampak berdiri gugup, dengan tangan diperban. Apakah gadis itu datang ke sini menonton film? Rasanya tidak mungkin, jika melihat ia hanya sendirian. Atau… hendak menemuinya? Masumi bertanya-tanya akan maksud kedatangannya.
Deg! Ia tertegun, saat sebuah tangan lain melingkar di tangannya. Masumi menoleh dan mendapati Shiori tengah mendekat kepadanya.
Maya bisa merasakan hatinya bagai diremas ketika melihat adegan itu. Keduanya… begitu mesra. Apa yang kulakukan di sini? Apa yang hendak kulakukan…? Batin Maya dengan perasaan perih. Ketika rombongan itu melewatinya, Maya hanya bisa mematung.
Ketika ia hendak menyapa Masumi, pria itu bahkan tak meliriknya.
Masumi benar-benar mengabaikannya.
Maya membatu, merasakan sakit yang melanda hatinya. Ia seperti disadarkan akan sesuatu…
Masumi mencampakkannya.
=//=
“Apa yang gadis itu lakukan di sana?” tanya Shiori dengan heran, saat ia dan Masumi sudah berada di dalam mobil mereka.
“Entahlah,” jawab Masumi singkat, tanpa ekspresi apapun. Pria itu memalingkan wajahnya ke jendela.
Maya… kekasihku… Masumi mengetatkan rahang dan mengepalkan tangannya.
Shiori melirik Masumi yang tak bersuara lagi. Pria itu sudah mengikuti kemauannya. Akan tetapi, dia… bersikap teramat dingin. Apalagi, sekarang Masumi tak pernah lagi berpura-pura seperti dulu, sama sekali tak pernah tersenyum atau berusaha merebut hatinya. Walaupun ia mengikuti keinginan Shiori untuk berkencan, pria itu hanya akan terdiam, sama sekali tak berusaha membuat suasana menjadi menyenangkan.
Rasanya hati Shiori tercabik-cabik dengan sikap Masumi, namun ia tak bisa lagi memaksakan kehendak atau memaksa. Masumi bahkan tak keberatan atau menghindar saat dengan kesal Shiori melemparkan sebuah gelas ke arah pria itu. Masumi bergeming.
Kenapa begini… kenapa seperti ini? Dia masih saja… memikirkan gadis itu.
=//=
Malam ini Maya tidur seorang diri. Rei masih di klinik. Ia juga sempat membuat teman-temannya khawatir tadi. Maya berhasil menyembunyikan rasa sakit hatinya. Namun, saat sendirian seperti ini, Maya tak sanggup. Ia menyembunyikan kepalanya di bawah selimut. Teringat Masumi.
 Pria itu bersikap dingin kepadanya tadi. Ada apa? Kenapa? Dan… ya, memang mereka sepasang kekasih, namun ternyata, Masumi memang masih mempertahankan wanita itu.
Mungkin, Masumi berubah pikiran? Masumi lebih memilih Shiori.
Tentu saja. Seharusnya Maya tahu. Pria itu juga berhenti mengiriminya mawar ungu, pasti karena pria itu sudah memutuskan untuk memilih Shiori.
Maya tersenyum pahit dan menangis lagi.
Tetapi… kenapa? Kenapa Masumi mempermainkannya sampai seperti ini? Untuk apa Masumi melontarkan kalimat cinta kepadanya? Dan, saat itu…
Keajaiban… Masumi berkata, saat tahu Maya juga mencintainya.
Pria itu begitu tulus. Maya merasa, Masumi sungguh-sungguh saat mengatakannya. Ia bisa merasakannya dari cara pria itu memandang, menyentuhnya, menciumnya. Rasanya, tak mungkin jika Masumi, selihai itu membohonginya. Atau, memang, pria itu begitu pandai bersilat lidah dan berpura-pura, hingga hati Maya juga terjerat olehnya?
Tidak… putus Maya. Ia tak ingin menerka-nerka. Ia akan berhenti mencintai pria itu, hanya jika Masumi mengatakan sendiri, bahwa pria itu memang sudah tak mencintainya.
=//=
Sudah hampir tengah malam dan Masumi masih menenggelamkan diri dalam pekerjaannya di kantornya, Daito. Hampir semua orang sudah pulang. Ia pun sesungguhnya bisa pulang sedari tadi jika saja ia mau. Tetapi Masumi enggan. Jika tak ada yang ia kerjakan, ia akan teringat Maya, dan betapa tak berdaya dirinya sekarang, dan hal itu akan membuatnya membenci dirinya sendiri.
Pria itu agak terperanjat saat pintu kantornya diketuk dan kemudian terbuka.
Shiori muncul dari sana. “Masumi…” sapanya.
“Sedang apa kau di sini?” tanyanya tajam.
“Aku ingin bertemu denganmu. Aku sengaja ingin melihat-lihat pameran denganmu, tetapi kau malah asik saja bekerja di sini.”
“Karena aku punya banyak pekerjaan,” tanggap Masumi dengan dingin.
“Baiklah,” Shiori duduk di sofa. “Kalau begitu, aku akan menunggu, hingga pekerjaanmu selesai,” kata Shiori dengan penuh tuntutan.
Wanita itu mengelurkan bedak dan lipstiknya.
Masumi menghela napas, kesal dengan sikap menyusahkan Shiori. Ia sungguh enggan melihat wajah wanita itu lebih lama. Segera dibenahinya barang-barangnya. “Aku pulang sekarang,” terangnya, lantas berdiri.
“Ah,” Shiori menoleh dan tersenyum lembut, lantas berdiri. “Masumi, minggu depan, kau harus mengosongkan jadwalmu ya,” pintanya dengan manja. “Kau kan pernah berjanji, akan berusaha meluangkan waktu untuk seharian menemaniku. Apa kau memang begitu terbiasa mematahkan janjimu sendiri?” sindir Shiori, tak dihiraukannya delikan tajam dari Masumi.
“Terserah kau saja!”
Shiori tak mengartikan ‘terserah’ sebagai sarkasme, lebih kepada keleluasaan yang diberikan Masumi kepadanya, “Bagus!” serunya, seraya melingkarkan lengannya di lengan Masumi. “Kalau begitu, sabtu depan, kau harus meluangkan waktu. Aku sudah merencanakan sesuatu untuk kita,” kata wanita itu dengan senyum berbinar.
Alis Masumi berkerut tipis. Ia tak berbicara apa-apa.
“Ah!” Shiori tertegun. “Masumi, sepertinya lipstikku tertinggal di kantormu, a-aku harus kembali untuk mengambilnya,” terang Shiori.
Masumi mengamati Shiori sejenak. “Aku tunggu di mobil,” ia berputar dan berjalan menuju pintu, sementara Shiori kembali ke atas untuk mengambil lipstiknya.
Maya tengah gelisah menanti Masumi, saat pria itu akhirnya tampak keluar dari pintu gedung Daito. Pak Masumi!!  Mata gadis itu membulat.Aku, harus bicara dengannya.
Maya lantas berjalan mendekat kepadanya, hingga Masumi bisa melihatnya.
Pria itu sempat tak yakin dengan apa yang tertangkap matanya. Maya? tengah malam? Di Daito? Benarkah gadis itu ada di sana? Mungkin khayalannya, tetapi tidak. Sosoknya semakin jelas, dan sosok itu menyapanya.
“Pak Masumi…” Maya menatap Masumi dengan memelas, menyampaikan kerinduan dan juga kebingungannya.
“Maya…? Sedang apa kau di sini!?” Masumi terkejut, juga khawatir. “Kau, menunggu dari tadi!?”
 

27 comments:

Anonymous said...

Asiiiiikkk akhirnyaaaa... Mudah2an masumi bilang "maya, kau tinggal bersamaku saja biar aman" wkwkwkwk #ngarep.com

komalasari on 10 May 2013 at 20:42 said...

Odong-odong reseeeeee.....!!!!!!

nilam on 11 May 2013 at 00:08 said...

Bener2 deh shiori. udah jd penjahat betulan....
Rasanya pengen bgt jambak rambutnya....
Gemezzz....zzzzzzzzzzzz....zzzzzzzz

nilam on 11 May 2013 at 00:09 said...

thx u sis Ty. lanjut lg besok ya.. :-)

Anonymous said...

Pengen cakar2 siodong2..!! Argh..!!!



_iien fachrie_

Anonymous said...

iiih pasti si shiori ama yamashita nih bersekongkol...dasar si nenek sihir

----indra yuli-----

Anonymous said...

aku juga...kepadamu...pak masumi...
<3

-mommia-

ephie lazuardy on 11 May 2013 at 11:07 said...

si jambul emang yaaa....., teruskan romansanya MM ya Ty...!!!

Anonymous said...

shiori kena serangan sakit jiwa....kudu dibasmi...

-khalida-

dian said...

jiaaaaahhh...poni kriting potong 2 mili? wkwkwkwkwkwkkwkwkwk
Tyyyyyyy...bisaaaa ajah ngegambarin tingkat ke lebayan siodong2...:D

Anonymous said...

waduh, jd kebawa cerita deh, pengen bgt nonjok si shiori ini... reinkarnasinya naraku kali ya, ga disana ga disini ga bisa liat orang lain heppi

nadine

RositaAmalani on 20 May 2013 at 08:58 said...

auchhhh sakit hatiku ..masumi

komalasari on 20 May 2013 at 09:26 said...

Bagiku.... Masumi CEMEEEEEENNN! !!!!!

Anonymous said...

Gag ngerti lg deh sama shioriii #jambak rambutnya sampe gundul

-bella-

toephiz on 20 May 2013 at 09:41 said...

masumi bikin pusing aja sech...

xiaolong li on 20 May 2013 at 11:13 said...

mg maya jd pemberani
masumi jujur aja sama maya, biar maya bisa lebih dewasa, disini masumi slalu brusaha dan ingin melindungi maya, skarang gantian maya yg mlindungi masumi dg brusaha tegar
#maya jadilah pasangan yg bisa diandalkn oleh sang direktur, cantik, pintar, bbakat tp baik hati
lalu bsainglah dg shiori

xiaolong li on 20 May 2013 at 11:18 said...

sista, pengen banget deh klo maya bisa bsaing ma shiori
*shiori = cantik, pintar tp jahat
*maya = cantik, biasa, bbakat jg baik hati

Anonymous said...

ganbatte maya
gitu donk,
giliran maya skrg mempertahankan cintanya sama masumi

-mommia-

santy on 20 May 2013 at 16:32 said...

Nyebelin shiori.....Go maya...ayo bilang ke masumi, love it

Unknown on 21 May 2013 at 13:28 said...

ayo maya, masuk ke mobil.

ayo masumi, bawa mobilnya, tinggalin shiori di daito.

Hohohooo...puas benneeer kalo itu kejadian.

Ismi Nur Diyanah on 21 May 2013 at 16:34 said...

moga2 ntr ninggalin shiodong2 trs jangan sampe shiodong2 ngajak masumi buat ngabisin malem bareng kya yg di astoria

Anonymous said...

kebayang deh jijaynya masumi sama shiori stlh tau belangnya... tp masa masumi mati kutu sama shiori, masumi kan sdh biasa main culas, main licik. kayanya ga mungkin shiori lbh pinter dr masumi, kalo lbh busuk sih sdh pasti... ayo masumi jgn kalah dong sm shiori!!

liliaMarlia said...

Waaaa....gEmes lg deh bikin penasaran sis..cepetan updatenya yach!!! Pengennya pas balik shiori ngeliat masumi cium maya, terus ngeliat mereka pergi berdua.terus shiori.nya dipukulin preman2 yg waktu itu..wkwkwk (jd ketularan jahat sama si nenek sihir berjambul deh)

Anonymous said...

keren bgt ty... as always.
jadi ikut esmosi neh bacanya.
ck ck ck...


-riema-

Anonymous said...

keren bgt ty... as always.
jadi ikut esmosi neh bacanya.
ck ck ck...


-riema-

Unknown on 25 July 2013 at 11:11 said...

jd bingung saya bacanya sampai mana??? ulang lg aja.
Kelihatan muka rubahnya shiori....

Unknown on 25 July 2013 at 11:13 said...

bingung sampai mana dulu bacanya.. ???? Ya udah saya baca ulang lagi aja.
kelihatan ya muka rubah shiori.. muka duanya itu minta di bejek..bejek... ;-)

Post a Comment

Silahkan kritik, saran, sapa dan salamnya... :)

 

An Eternal Rainbow Copyright © 2011 Design by Ipietoon Blogger Template | web hosting