Warning: Kissu,Skinship....
"Apa... Ada
wanita lain!?" tanya Shiori. "Kau... kau mencintai wanita lain?
Siapa!?"
Masumi tertegun, ia
memalingkan wajahnya. Ia tahu, akan sangat tidak bijak jika ia membawa-bawa
Maya. Seharusnya, ia punya ketegasan semenjak dulu. Memutuskan wanita itu dan
tidak lagi menuruti kemauan ayahnya. Sekarang mungkin sudah terlambat, ia baru
berani memutuskan saat ia tahu Maya memiliki perasaan yang sama dengannya.
Namun, belum terlambat
untuknya memperjuangkan kebahagiaannya. Apalagi, jika ia tahu perjuangannya
juga berarti memperjuangkan kebahagiaan Maya.
“Shiori… Ini… bukan
mengenai aku yang mencintai wanita lain. Akan tetapi, aku, tidak memiliki
perasaan yang seharusnya dirasakan seorang lelaki kepada kekasihnya, kepada
calon istrinya,” ia menatap Shiori dengan penuh permintaan maaf. “Aku tidak
memiliki perasaan seperti itu terhadapmu.”
Shiori menahan
napasnya, ia bisa merasakan kepalanya mendadak berdenyut keras. Masumi serius
dengan permintaannya kali ini. Pria itu selama ini tak pernah mengungkapkan
keinginannya. Dan, sekalinya ia bicara, Masumi ingin memutuskan hubungan mereka?
Tidak!
Masumi bicara lagi,
“Ini bukan salahmu, Shiori. Kesalahan ini semua ada padaku. Aku tidak bisa
mencintaimu. Aku seharusnya tidak mempermainkanmu. Kau berhak marah kepadaku,
dan aku tidak tahu bagaimana meminta maaf kepadamu. Walaupun begitu, dari hati
yang paling dalam, aku benar-benar mohon maaf…”
Tubuh Shiori gemetar,
ditatapnya Masumi dengan getir. “TIDAK!!!” pekik Shiori.
Masumi tertegun, ia memalingkan wajahnya. Ia tahu,
akan sangat tidak bijak jika ia membawa-bawa Maya. Seharusnya, ia punya ketegasan
semenjak dulu. Memutuskan wanita itu dan tidak lagi menuruti kemauan ayahnya.
Sekarang mungkin sudah terlambat, ia baru berani memutuskan saat ia tahu Maya
memiliki perasaan yang sama dengannya.
Namun, belum terlambat untuknya memperjuangkan kebahagiaannya. Apalagi, jika ia tahu perjuangannya juga berarti
memperjuangkan kebahagiaan Maya.
“Shiori… Ini… bukan mengenai
aku yang mencintai wanita lain. Akan tetapi, aku, tidak memiliki perasaan yang
seharusnya dirasakan seorang lelaki kepada kekasihnya, kepada calon istrinya,”
ia menatap Shiori dengan penuh permintaan maaf. “Aku tidak memiliki perasaan
seperti itu terhadapmu.”
Shiori menahan napasnya, ia
bisa merasakan kepalanya mendadak berdenyut keras. Masumi serius dengan
permintaannya kali ini. Pria itu selama ini tak pernah mengungkapkan
keinginannya. Dan, sekalinya ia bicara, Masumi ingin memutuskan hubungan
mereka? Tidak!
Masumi bicara lagi, “Ini bukan salahmu, Shiori.
Kesalahan ini semua ada padaku. Aku tidak bisa mencintaimu. Aku seharusnya
tidak mempermainkanmu. Kau berhak marah kepadaku, dan aku tidak tahu bagaimana
meminta maaf kepadamu. Walaupun begitu, dari hati yang paling dalam, aku
benar-benar mohon maaf…”
Tubuh Shiori gemetar,
ditatapnya Masumi dengan getir. “TIDAK!!!” pekik Shiori.
"Shiori...!"
Masumi menyentuh lengan Shiori, "Dengarkan aku, aku akan bertanggung jawab
untuk semua kekacauan yang akan disebabkan olehku. Aku akan meminta maaf kepada
keluargamu, aku akan bicara kepada media dan--"
"Tidaaaaakk!!!" pekik
Shiori.
Saat itulah para petugas kesehatan
masuk, "Ada apa? Tuan Masumi? Ada apa?" tanya Mereka.
Keduanya menoleh kepada para perawat
yang tampak terkejut. Shiori, dengan airmata menganaksungai, merasakan tubuhnya
semakin lemas.
"BLUG!!!" ia jatuh
pingsan.
"Shiori!!" seru Masumi.
=//=
Saat Shiori membuka matanya, wanita
itu masih merasakan kepalanya begitu pusing. Ia sudah berada di ruang vvip
rumah sakit itu.
"Shiori, Shiori, kau tidak
apa-apa?" tanya ibunya yang sudah datang.
"Mama..." wanita itu
melihat sekeliling. "Ma, mana masumi?"
"Masumi, dia menunggumu di
luar," terang Yamashita.
"bagaimana keadaannya?"
tanya Shiori.
"Shiori, dia baik-baik saja.
Kau jangan mengkhawatirkan dia, saat ini kau yang sedang sakit!" tukas
ibunya.
"Aku ingin bertemu dengan
Masumi," pinta Shiori dengan suara yang lemah.
"Suster, tolong panggilkan
Masumi," pinta ibunya.
Tak berapa lama kemudian Masumi
masuk. wajahnya resah karena khawatir. Baru kali ini Shiori tumbang di
hadapannya.
"Masumi..." sapa
Shiori,dengan senyum yang dipaksakan. "Kau baik-baik saja?"
"Aku baik, Shiori... bagaimana
keadaanmu?" tanyanya.
"Tidak apa-apa," Shiori
tersenyum. "Maaf ya, aku pasti sudah membuatmu terkejut dan khawatir.
Masumi tak menjawab, ia hanya diam
saja, namun jelas bahwa pria itu sangat mengkhawatirkannya.
"Mama, Kak Yamashita, bisa..
tinggalkan kami berdua?" pinta Shiori. "Sudah ada Masumi, aku tidak
akan apa-apa," katanya.
"Baiklah, Mama tunggu di luar
ya..."
Wanita itu beranjak.
"Cepatlah sehat lagi,
Shiori," kata Yamashita, yang ditanggapi dengan senyuman oleh Shiori.
Pria itu keluar dari sana. Namun,
pria itu bermaksud kembali lagi untuk mengambil sesuatu saat ia mendengar
keduanya bicara.
"Shiori... maaf, karena aku kau
menjadi begini," Masumi berkata. "Aku pasti sudah menyakiti hatimu,
tapi, apa yang sudah kukatakan... aku tak hendak menariknya lagi. Aku tak bisa
mersamamu lagi."
"Tidak!" isak Shiori.
"Shiori tak mau dengar! Jangan bicarakan itu lagi!"
"Tapi Shiori--"
"Brak!" Pintu terbuka
mendadak, Yamashita tampak geram di ambang pintu, dengan cepat ia berjalan
mendekat, "Jadi kau yang sudah menyebabkan Shiori seperti ini!?" APa
yang kaulakukan kepadanya?" Pria itu menghampiri dengan marah dan
sepertinya tak ragu hendak menghajar Masumi.
"TIdak!! Jangan!!
hentikan!!"seru Shiori seraya memeluk Masumi erat. "Berhenti! jangan
pukul Masumi!!"
Yamashita terenyak, ia berhenti
bergerak.
Masumi pun bergeming merasakan
pelukan erat Shiori di tubuhnya.
"Shiori..." desis
Yamashita. "Kau jangan melindunginya! Dia--"
"Itu bukan urusanmu!"
hardik Shiori. "A-aku... aku mencintai Masumi. Kak, tolong keluarlah, kami
harus bicara..." pinta Shiori.
"Tapi..."
"Kakak... tolong... keluarlah.
Dan, jangan mengatakan apapun mengenai yang kakak dengar," pinta Shiori.
Yamashita menelan ludahnya.
Dipandanginya MAsumi yang berwajah datar saja. Pria itu melemparkan tatapan
mengecam kepadanya.
"Masumi, jika kau menyakiti
Shiori.... Aku tak akan mengampunimu. Pegang kata-kataku," tandas
Yamashita sebelum berlalu.
Shiori melepaskan pelukannya saat
Yamashita keluar.
"Maaf ya, Masumi," Shiori
berkata dengan lemah lembut. "Seperti yang sudah kukatakan, keluargaku
memang posesif, apalagi Kak Yamahita."
Masumi membisu.
"Karena itu, tolong... kau
jangan bicara yang tidak-tidak lagi seperti itu. Jika... hal itu sampai
terdengar oleh keluargaku, atau Ayahmu, kau pasti tahu, itu akan menyebabkan
kehebohan yang tidak perlu."
Masumi tertegun. Dipandanginya
Shiori yang bersikap tenang teramat tenang.
"Shiori, aku..." MAsumi
mengetatkan rahangnya. "Aku sama sekali tak main-main, aku--"
"Masumi," potong Shiori.
Perlahan wanita itu menoleh dan menatap kepada Masumi dengan ketenangan yang
membuat merinding. Dan ia bicara dengan datar. "Aku tidak akan pernah
melepaskanmu. Tidak akan pernah. Shiori ini milik Masumi, dan Masumi juga milik
Shiori. Kalau kau berkeras, Shiori tidak bisa menjamin, apa yang akan terjadi
kepadamu, atau... kepada pihak lain, yang mungkin berkaitan dengan hal
ini," ancamnya dengan tenang. "Namun, apapun yang terjadi, Shiori
bisa pastikan, kau akan menjadi milik Shiori. Kita akan menikah. Rencananya
sudah begitu sempurna. Tolong jangan dirusak lagi. Jika tidak...
Mungkin..." Tatapan itu semakin dingin. "Akan ada yang terluka."
Masumi terenyak. Tak pernah ia
melihat tunangannya seperti itu. Tenang. Teramat tenang bahkan terasa begitu
dingin. Menatap lurus dan berkata dengan datar. Namun, perkataannya, sama
sekali tidak main-main.
Ia cucu Tenno Takamiya.
=//=
"Ya... dia jg... memiliki
perasaan yang sama terhadapku," terang Masumi kepada Hijiri. "Rasanya
tidak percaya, Maya..."
"Itu kabar yang sangat baik,
Pak? Bukankah begitu? Namun... kenapa Anda tampak resah?"
"Aku, belum sempat bicara
dengan Maya mengenai apa sesungguhnya yang terjadi pada hari itu, saat kami
tidak berhasil bertemu. Namun, entah bagaimana, aku merasa Shiori sepertinya
sudah mengetahui mengenai aku dan Maya. Dia, berbohong mengenai Maya yang sudah
melihatku hari itu..."
"Lalu? Anda akan... mengatur
rencana bertemu kembali dengan Maya?"
Beberapa saat Masumi hanya membisu,
berpikir masak-masak. Jika, Shiori sudah mengetahui sesuatu mengenai diinya dan
Maya, maka ia tak boleh gegabah. Ia khawatir, ancaman Shiori bukanlah ditujukan
kepadanya, namun kepada Maya.
"Hijiri, tolong kirimkan buket
Mawar Ungu kepadanya, katakan aku senang ia sudah baik-baik saja. Lalu,
tanyakan kepadanya, apa yang terjadi pada hari itu. namun, apa pun yang ia
katakan, kau jangan berkomentar apa pun. Cukup dengarkan saja."
"Saya mengerti, Pak."
=//=
“Mawar Ungu…” Maya
terkesiap saat ia mendapati hijiri di ambang pintu dengan buket mawar ungu. Ia
tak percaya akan dapat melihatnya lagi. Bukankah… “Untukku?” desis Maya tak
percaya.
“Ya,” Hijiri
tersenyum.
Maya menerimanya
dengan takjub. Ia tahu, Masumi sudah keluar dari rumah sakit. Pria itu sudah
baik-baik sekarang dan maya sangat senang. Keduanya belum sempat berkomunikasi
lagi setelah romansa singkat mereka di ruang rawat saat itu. Maya masih suka
merona dan berdebar-debar saat mengingatnya.
Jadi… ternyata,
Masumi, Mawar Ungu, tidak membuangnya. Pria itu bahkan mengiriminya mawar ungu
lagi. Dibacanya kartu dari mawar ungu,
Kepada Nona Maya
Kitajima
Halo Maya, maaf, aku
baru mengirimimu bunga lagi. Kemarin, terjadi banyak hal. Aku juga mendengar
kau sakit. Kuharap, kau sudah baik-baik sekarang. Maaf aku tidak banyak
membantumu kemarin. Tetapi, aku lega saat tahu kau sudah baik-baik saja. Aku
berjanji, lain kali kau membutuhkan bantuanku, aku akan segera memenuhi
kebutuhanmu.
Dan, aku juga minta
maaf karena kita gagal untuk bertemu. Mungkin suatu saat nanti kita akan bisa
bertemu.
Mengagumimu selalu.
Penggemarmu.
Pak Masumi… Maya terharu. Ternyata, mereka masih bisa
berhubungan! Masumi belum mengungkapkan siapa identitasnya, namun tidak
masalah. Masumi sudah berjanji akan menemuinya, sudah berkata akan menemui Maya
dengan cara yang layak.
“Terima kasih,” Maya
tersenyum kepada pengantar bunga itu.
“Nona… “ ia berkata
perlahan. “Bolehkah saya tahu, apa yang terjadi pada saat kau bertemu dengan
pengirim bunga ini?” tanya Hijiri.
Maya melemparkan tatapan
bertanya. Jadi, Hijiri belum tahu?
“Saat itu, aku
dijemput, dan diantarkan ke sebuah restoran bernama tropicana premium. Namun,
saat aku berada di sana, ternyata penggemarku itu tidak ada. Hanya ada
asistennya. Yang mengatakan,” suara Maya berubah semakin perlahan, “ia
mengatakan aku tidak boleh lagi berhubungan dengan mawar ungu. Karena, mawar
ungu juga… sudah tidak mau lagi mengurusiku. Katanya, mulai saat itu, mawar
ungu tidak akan mengirimiku bunga lagi. Saat itu… kupikir… kupikir, memang benar
demikian. Tapi ternyata…” wajah Maya kembali menyala. “Itu semua tidak benar…”
ia tersenyum.
Hijiri terkejut, namun
berhasil mempertahankan wajahnya tetap tanapa ekspresi. “Jadi… saat itu, kau
belum bertemu mawar ungu…?”
Maya menggeleng.
“Apa.. apa pengirim bunga ini mengatakan sesuatu mengenai hal itu?” tanya Maya.
Hijiri menggeleng, dan
berusaha tersenyum menenangkan. “Saya rasa hanya ada kesalahpahaman saja. Nona…
apakah kau ingat, orang seperti apa yang mengaku asisten Mawar Ungu?”
“Uhm, Ya…” Maya mengangguk.
“Dia tinggi, sedikit lebih tinggi dari Anda, wajahnya tampan, rambutnya rapi.
Ia tampak cerdas dan berada. Tubuhnya tegap dan… bulu matanya lentik. Namanya…
Yamashita.”
Yamashita?? Hijiri tertegun. Ia tak mengenal siapa pun bernama
Yamashita. Namun, sepertinya kecurigaan Masumi bahwa ada yang menyabotase
pertemuannya dan maya memang benar terjadi. Bisa jadi, Shiori memang sudah
mengetahui ada apa di antara Maya dan Masumi.
“Kalau begitu… saya
permisi.”
“Ah, anu… pengantar
bunga. Bagaimana, keadaan penggemarku itu sekarang?” tanya Maya.
“Eh, ya?”
“A-apa dia… baik-baik
saja?”
“Ya, dia baik-baik
saja..”
“Fiuh…” Maya menghela
napas lega. “Syukurlah… aku lega, kalau dia sudah baik-baik saja.”
Eh!?” Hijiri terkejut.
Sudah baik-baik saja…? Gadis ini… dia… apakah
dia sudah tahu, bahwa…
“Baiklah Pak, aku
harus latihan lagi. Terima kasih untuk kirimannya.”
“Ah, ya… tentu…”
Hijiri meninggalkan
tempat latihan Maya dengan tanda tanya besar.
Maya tidak bertemu Pak Masumi,
demikian juga sebaliknya. Namun…. Kenapa sepertinya, gadis itu sudah tahu bahwa
Mawar Ungu, sempat sakit? Mungkinkah…
"Yamashita!?" seru Masumi
di telepon.
"Ya Tuan. Maya bilang pria yang
menemuinya bernama yamashita, dengan ciri-ciri--"
Masumi terenyak. Ciri-ciri yang
diberikan, persis sama dengan ciri-ciri sepupu Shiori.
Jadi... Wanita itu sungguh sudah
tahu mengenai hubungannya dan Maya, juga... mawar Ungu?
Masumi mengeratkan kepalan
tangannya. Jadi, begitu... Entah bagaimana Shiori sudah berhasil mengorek
mengenai jati diri Mawar Ungu. Kalau demikian, berarti Masumi harus segera
menyelesaikan masalah ini secepatnya.
Masumi tak harus menunggu terlalu
lama, saat seorang pelayannya masuk dan memebritahu, "Nona Shiori
datang."
"Shiori...?" desis Masumi.
Wanita itu... datang ke rumahnya?
=//=
Shiori tampak anggun menunggu Masumi
di ruang tamu. Wanita itu tampak meminum tehnya dengan perlahan, lantas
menikmati lukisan-lukisan terkenal yang menghiasi ruang tamu kediaman Hayami.
"Shiori," sapa Masumi,
dengan datar.
Shiori menoleh, dan kembali
tersenyum lembut. "Masumi, bagaimana keadaanmu?" tanyanya dengan
suaranya yang halus seperti dewi. "Katanya Paman belum kembali ya?"
"Ya. Dia masih berobat. Ada
apa?" tanya Masumi, duduk di sebuah sofa dan masih tanpa ekspresi.
"Tidak. Aku kebetulan lewat di
dekat sini, lalu kupikir, ah, kenapa aku tidak mampir ke sini saja? Aku ingin
mengajakmu makan siang bersama," ajak Shiori.
Masumi sama sekali tak menatap
Shiori saat wanita itu bicara.
"Masumi, bagaimana?"
Wanita itu benar-benar bersikap
seakan-akan tak pernah terjadi apa-apa. Dan, sama sekali tak ada masalah di
antara mereka.
"Aku tidak mau."
"Kenapa?" mata Shiori
melebar. "Kau sudah makan? atau... masih kurang sehat untuk makan di luar?
Kita bisa makan di sini, tidak apa-apa kan Masumi, aku jadi mengundang diriku
sendiri." Shiori terkikik kecil.
Masumi menoleh, menatap Shiori
dengan enggan. "Bukan, Shiori. Aku, tidak, mau," ulang Masumi lebih
tegas. "Silakan pulang. Kau mengganggu istirahatku. Maaf, aku tak bisa
lagi menemanimu. Selamat siang, Nona Shiori Takamiya." Masumi beranjak
berdiri hendak pergi.
"TUNGGU!! MASUMI!!" Shiori
berang, ia bangkit dari duduknya. "Kenapa kau bersikap begitu
dingin!?" tuduh Shiori. "Kau..." suaranya gemetar,
Masumi menoleh, ditatapnya mata
Shiori lurus-lurus. "Shiori, bukankah kau sering berkata bahwa kau ingin
aku bersikap jujur kepadamu, kau ingin aku memperlihatkan diriku yang
sesungguhnya kan? Ya. Inilah aku. Aku akan mengatakan apa yang kupikirkan tanpa
kepura-puraan," sekali lagi ia bicara dengan tajam. "Maaf, Shiori,
aku, tidak, tertarik, dengan, tawaranmu, kau, boleh pergi. Selamat siang."
"Kau..." Shiori tercekat,
melihat sikap Masumi yang kasar kepadanya. Ia tahu benar, Masumi tengah
memancing pertengkaran dengannya.
"Kenapa? Ada yang mau kaukeluhkan?"
tanya Masumi.
Shiori menelan ludahnya,
gigi-giginya bergemeletuk saat otot rahangnya menegang. "Kau sedang
bersandiwara, ya, Masumi? kau sengaja melakukan ini agar kita bertengkar kan?
Kau mau putus kan?"
Masumi tak menyahut selama beberapa
waktu dan hanya menghela napasnya perlahan. "Kita akan bicara, hanya
jika... kau, berhenti berpura-pura, dan aku juga demikian. Aku yakin, kau sama
lelahnya denganku bersandiwara seperti ini kan? Seakan-akan semuanya baik-baik
saja."
Hati Shiori merasa tertusuk. Tentu
saja, siapa yang ingin terus bersandiwara menjadi gadis beruntung yang dicintai
padahal nyatanya tidak.
"Baik!" Shiori menatap
Masumi dengan mata nanar. "Kau punya hubungan kan, dengan Maya
Kitajima!?" Kali ini Shiori berkata lebih tegas, dan berusaha menguatkan
dirinya.
Masumi menggeleng. "Bukan
hubungan seperti yang kau maksud," terang Masumi. "Tapi aku,
menyimpan perasaan kepadanya, itu benar. Aku mempunyai perasaan yang istimewa
untuknya."
"CUKUP!" pekik Shiori,
histeris. Ternyata ia tak sekuat itu, tubuhnya segera saja gemetar dan
kepalanya kembali berdenyut keras. "Ka...u kau... ternyata benar-benar,
tertarik kepada gadis itu? Kenapa? Kenapa begitu? Dia... bukankah dia
membencimu? Bukankah kalian selalu bertengkar? Dia sering menghinamu kan? Tidak
menghormatimu! Sedangkan aku... aku sudah melakukan yang terbaik untukmu,"
tubuhnya semakin bergetar. "Aku begitu mencintaimu... dan kau.. kau pun
memperlakukanku begitu baik, membuatku jatuh cinta... kau itu tunanganku,
masumi, calon suamiku... kau itu milik Shiori.... Masumi milik Shiori..."
wanita itu menangis, airmatanya sudah tak bisa ditahan lagi dan segera
berderai.
Shiori...Masumi sebetulnya tak ingin
menyakiti Shiori, benar apa yang wanita itu katakan. Ia yang sudah memberikan
harapan. Sekarang, begitu ia tahu Maya pun memiliki perasaan yang sama
dengannya, tiba-tiba saja ia membuang Shiori begitu saja, tetapi, harus
bagaimana lagi? Hatinya sudah tak bisa dipaksa lagi.
"Shiori... kau tidak akan
bahagia bersamaku. Kau boleh menuntut apa pun dariku, kau boleh menghukumku.
Tapi aku... tak bisa menghapus perasaanku kepada Maya. Sudah terlalu lama,
aku"
"CUKUPPP!! Kubilang cukup,
cukuup!!" pekik Shiori. "Ya. Masumi, dengaar!! Kau bersalah kepadaku,
kau berdosa kepadaku! Karena itu kau harus menebus kesalahanmu. Kau harus
selamanya bersamaku!" mata Shiori membulat seakan-akan sesuatu
merasukinya. "AKu tidak mau mendengar apapun lagi yang kaukatakan! Kau
akan berhenti berhubungan dengannya, baik sebagai Masumi Hayami ataupun MAwar
ungu!"
Masumi menelan ludahnya, ternyata
memang, wanita itu sudah tahu. "Aku tidak bisa..."
"Aku tidak peduli!" sikap
dingin Shiori muncul lagi. DIremasnya sapu tangannya erat-erat. "Kita akan
menikah. Kau harus menjadi suamiku. Hanya itu yang bisa kaulakukan. Kau akan datang
kepadaku, dan akan menyetujui semua keinginanku!"
"Tidak! Aku sudah tidak bisa
lagi melakukannya. Aku akan membatalkan semua--"
"Jangan terburu-buru,
Masumi," potong Shiori. "Kau akan datang kepadaku dan menyetujui
keinginanku." Tegasnya sekali lagi. "Aku akan menunggumu. Kapan pun
kau ingin bertemu, aku ada di tempatku."
Shiori berbalik dan segera pergi.
Masumi bisa melihat wajah Shiori yang memucat dan ia berusaha terlihat kuat.
Dan wanita itu berhasil. Ia pergi, meninggalkan suasana mencekam di ruang tamu
Hayami.
=//=
Shiori masih menangis saat ia berada
di dalam mobilnya. Ia segera meminum vitamin dan obatnya. Ia harus kuat! Ia
akan kuat. Masumi sudah menghina harga dirinya, begitu juga Maya. Shiori sangat
terluka, dan ia tak ingin terluka sendiri.
"Aku tidak akan membiarkanmu
bahagia sendiri, Masumi... tidak akan!!" batinnya, dengan airmata
berderai.
=//=
"Ta, tapi Bu...
Saya tidak bisa, ini... kami tidak tahu harus mencari tempat tinggal
dimana!" seru Maya kepada induk semangnya yang pergi begitu saja.
"Haaa..."Maya
menghela napas putus asa. Saat ia sedang sangat bingung, saat itulah Rei pulang
ke apartemen mereka.
"Selamat
malam..." sapa Rei dengan lesu.
"Rei!" Maya
terlonjak, ia baru saja hendak memberitahu Rei mengenai induk semang mereka
saat dilihatnya wajah kusam Rei. "Ada apa? Kenapa wajahmu..."
"Maya... aku
sudah tidak bisa bekerja lagi di cafe." Rei menunduk.
"Hah!? Kenapa
begitu?"
"Entahlah...
cafenya, ada yang membeli, katanya hendak dirombak menjadi minimarket atau
apa... dan, kami sudah tak bisa lagi bekerja."
"Haa..."
Maya menghela napasnya berat. "Rei... tadi juga... induk semang kita
mengatakan, dua hari lagi, kita harus pergi dari sini, ka-karena apartemen ini
sudah ada yang membeli, katanya mau dirombak, jadi--"
"HAH!?" Rei
terlonjak. "Pindah!? Dari sini?" ia sangat terkejut.
Maya mengangguk.
"Aku juga bingung Rei... aku minta waktu tapi tidak dikasih. Malahan, dia
mengembalikan uang sewa kita yang terakhir. Rei... bagaimana ini?"
"Aku tidak
tahu... nanti, aku akan mencoba menghubungi Mina dan bertanya apakah ada tempat
tinggal dan pekerjaan yang kira-kira bisa berguna untuk kita."
Dua hari... Hanya dua
hari... Mencari tempat di mana? pikir Maya.
=//=
"Muridku berhenti
les, katanya sekarang di sekolah sudah ada les tambahan dan kegiatan
tambahan,tidak ada waktu lagi untuk les denganku," keluh Mina.
"Kami juga
dipecat dari toko roti. Katanya keuntungan terus menurun. Mereka sudah tidak
bisa lagi menerima pekerja part time," Sayak dan dan Taiko mengeluhkan hal
yang sama.
"Hhh...."
kelima murid Mayuko itu menghela napas.
"Dan, kami juga
diminta pergi dari apartemen kami..." keluh mereka bersamaan.
"HAH!?"
Kelimanya terlonjak. "Kalian juga...!?" mereka saling menunjuk.
Saling tertegun, dan kembali menghela napas bersamaan. "Hhhhh....."
dan menunduk putus asa.
=//=
"Maya, kenapa kau
terlihat lesu seperti itu?" tanya Sakurakoji.
"Uhm... tidak
apa-apa."
"Ayolah Maya, aku
tahu kok kau sedang punya masalah." ujar pemuda itu. "Kenapa kau
tidak cerita kepadaku?"
"Uhm..."
Maya menunduk, dan ia menceritakan mengenai masalahnya.
"Jadi, kau besok
sudah harus pindah?"
"Ya... dan, aku
tidak tahu kemana. Mungkin, Rei bilang, kalau sementara dia tak punya tempat,
ia akan tinggal di tempat orangtuanya dulu. Lagipula, teater Mayuko sedang
tidak punya kegiatan sekarang. Dan aku... mungkin, aku tidur di sini saja, di
ruang ganti?" tanya Maya tak yakin.
"Maya..."
Sakurakoji memandangi Maya dengan terkejut. Ia lantas berpikir.
"Ma-Maya... kalau... kalau kau memang tidak punya tempat, kau, bisa
tinggal bersamaku."
"Hah!? Eh!?
ber-bersama..."
"maksudku,kau
bisa di tempatku dulu!" tukas Sakurakoji cepat. "Kau, kau bisa tidur
di kamar, aku akan tidur di sofa... apartemennya cukup besar. Atau... aku bisa
tinggal bersama orangtuaku lagi, dan kau bisa di apartemenku dulu," tawar
Sakurakoji.
"Eh? Uhm..."
Maya kembali berpikir. Wajahnya agak merona dengan tawaran Sakurakoji.
"Na-nanti kupikir lagi ya Sakurakoji, aku tidak mau merepotkanmu.
Lagipula, kami berlima yang mencari, mudah-mudahan saja, ada salah satu dri
kami yang bisa menemuka tempat."
Walaupun Maya ragu,
karena besok dia sudah harus punya tempat tujuan.
=//=
Rei menggeleng, saat
ia kembali dari membujuk induk semang mereka.
"Kita harus
pergi, Maya..." ia menghela napasnya. "Katanya, pemilik baru akan datang
sore ini, dan jika mereka masih melihat kita di sini, kita bisa diusirnya.
Karena itu..."
"Kuharap,
teman-teman yang lain, juga menemukan apartemen baru..." walaupun MAya tak
yakin.
Haa... akan kemana
mereka? apa Maya boleh tinggal di tempat latihan bersama Rei?
"Eh, coba, aku
akan menghubungi tetaer Ikkakuju... mungkin, mereka bisa memperbolehkan kita
tinggal di ruang latihan bawah tanah untuk sementara waktu."
"Ah, usul yang
bagus, Rei!"
Saat Rei membuka
pintu, ia terlonjak. Ada seseorang yang berdiri di pintu, dengan buket bunga di
tangannya.
"Siapa Rei?"
tanya Maya ketika sahabatnya itu hanya membisu di pintu.
"A-ada pengantar
bunga," terang Rei.
"Pengantar
bunga!?" Maya terlonjak.
Benar saja, sudah ada
Hijiri berdiri di sana, dengan buket mawar ungu di tangannya. Wajah Maya yang
muram, segera berubah ceria.
"A-aku, turun dulu ya, aku akan mencoba
menghubungi teater ikkakuju," pamit Rei, yang sempat terkejut melihat
wajah misterius pria itu, yang sempat membuat jantungnya tiba-tiba berdebar tak
menentu.
Sejenak Hijiri mengikuti Rei dengan ekor matanya.
ia kembali kepada Maya ketika gadis tomboi itu sudah menghilang dari
hadapannya.
"Maya, kiriman dari Mawar Ungu,"
Hijiri memberikan buket bungat tersebut. "Silakan dibaca pesannya."
Maya membaca pesan yang ada di sana, dan alangkah
terkejutnya ia saat Mawar Ungu mengatakan.
"Aku sudah mendengar mengenai kau dan
teman-temanmu. Kuharap kau tidak keberatan untuk menempati salah satu apartemen
yang sudah kusewakan khusus untuk kalian. Apartemennya cukup luas, kurasa bisa
digunakan oleh kalian berlima. Kuharap kau tidak akan menolaknya, dan mau
menerimanya. Bersemangat terus untuk latihanmu, aku selalu menanti Bidadari
Merahmu."
Mata gadis itu membulat dan
berkaca-kaca... Pak Masumi.... ia begitu berharu.
"Be-benarkah begitu, Pak Hijiri? MAwar
Ungu.... menyiapkan apartemen untuk kami?"
Hijiri tersenyum lembut, "Benar. Apartemennya
sudah siap. Kau dan teman-temanmu bisa ke sana kapan saja."
=//=
"waaa!!!"
kelima pasang mata itu tampak antusias melihat ruang apartemen mereka yang
baru.
Ada dua kamar di sana
dengan dua tempat tidur ekstra besar dan satu tempat tidur yang lebih kecil.
"waa bagus
sekali!! Coba lihat! Ada berandanya besar! Ada kolam renangnya!" sayaka
tampak antusias.
"Maya! Coba
lihat! Ada mawar ungu di atas tempat tidur!" terang Rei.
Maya segera masuk ke
dalam kamar barunya dan Rei. Ia segera meraih buket itu dan membaca pesannya.
"Halo selamat
datang Maya di apartemen ini. Kuharap kau menyukainya dan bisa betah tinggal di
sini. Kau bisa tinggal di sana sampai kapan pun. Jangan khawatir mengenai apa
pun, semua sudah ditangani. Dan aku meninggalkan sebuah kartu kredit yang bisa
kau dan teman-temanmu gunakan sebelum mendapatkan pekerjaan baru. Jangan
sungkan kepadaku. Aku sangat senang jika bisa melakukan sesuatu untukmu.
Penggemarmu."
"Hah!? Benar! Dia
memberikan kartu kredit untukmu!" seru Rei saat melihat Maya mengeluarkan
kartu kredit dari sebuah amplop.
"Mawar
ungu..." Maya begitu terharu dengan apa yang sudah Masumi
lakukan."Terima kasih," bisiknya dengan air mata menetes.
"Dia benar-benar
baik.... Pak Masumi," puji Rei.
Maya menatap Rei penuh
haru dan mengangguk.
"Maya, lalu
selanjutnya bagaimana? Kau dan dia belum bertemu lagi kan sejak hari itu?"
Maya menggeleng.
"aku tidak tahu, Rei... aku tak berani menghampirinya terlebih
dahulu." gumam Maya.
Ia lega karena tahu
Masumi sudah keluar dari rumah sakit. Ia tak tahu apa yang harus dilakukannya,
Ia takut mengganggu jika menghampiri MAsumi. Akhirnya ia hanya bisa menanti,
dengan kerinduan yang memenuhi hati.
Pak Masumi.... aku
merindukanmu... sangat merindukanmu. Apa kau... ingat aku?
=//=
"Maya dan
teman-temannya sudah menempati apartemen yang Anda persiapkan," lapor
Hijiri.
"Terima kasih
Hijiri," jawab Masumi sebelum menutup sambungannya.
Sejenak direktur itu
termangu di tempatnya. Ia sudah mendengar mengenai apa yang terjadi kepada Maya
dan teman-teman teaternya. Dengan cepat ia bertindak.
Ya. ia tahu, semuanya
adalah kelakuan Shiori. Cucu Takamiya itu pasti bisa melakukan apa saja. Ia tak
mengira Shiori sampai membawa-bawa Maya dan teman-temannya. Akan tetapi, kelima
gadis itu kehilangan tempat tinggal dan juga pekerjaan mereka, pastilah bukan
kebetulan.
Maya.... maaf, aku
belum bisa menemuimu lagi.
buzzer terdengar.
"Ya?"
"maya kitajima
line 2." sahut Mizuki.
Maya...? Masumi
terkejut hingga sempat kehilangan kata-kata untuk beberapa saat.
"Pak?"
"Ah, ya...
sambungkan!"
Ia menghela napas
dalam, bersiap-siap.
"Halo."
"Ha-halo..." terdengar
suara Maya yang lembut dan gugup.
Masumi tersentuh mendengar suara
gadis yang ia rindukan itu. "Apa kabar Maya?" sapa Masumi.
"Ah, ba-baik.... Anda bagaimana
kabarnya?" Maya balik bertanya. "Sibuk ya?"
"Aku juga sudah baik. Ya,
sibuk, seperti biasa saja," jawab Masumi. "Uhm... latihanmu,
lancar?" tanyanya. Tanpa disadari terdengar mesra dan perhatian. Maya bisa
merasakan wajahnya memanas mendengar cara bicara Masumi kepadanya.
"Ya, baik... uhm sa-saya, ingin
memberitahu bahwa saya sudah tidak tinggal di apartemen saya yang lama. Karena
satu dan lain hal, saya dan teman-teman saya sekarang tinggal di sebuah
apartemen di Minato."
"Oh, begitu..." Masumi
tersenyum. "Kau menyukai tempatnya?"
"Suka! Sangat suka!" seru
Maya. "I-itu, dipinjamkan oleh mawar Ungu," terang Maya.
"Oh... dia baik sekali
ya," Masumi berkata tenang.
"Ya, dia memang sangat
baik."
"Sepertinya, dia... saingan
yang berat."
Maya tertegun. Pak Masumi... dia
masih saja menutupi jati dirinya. "A-aku, ingin sekali bertemu Mawar
Ungu," Maya berterus terang. "Sebetulnya, saat itu, Mawar Ungu sudah
pernah mengundangku untuk bertemu," maya menggenggam gagang telepon dengan
gemetar. "Tetapi, entah kenapa dia tidak muncul,"kali ini suara Maya
ikut bergetar. Pak Masumi... tolong temui aku... pinta Maya dalam hatinya.
Masumi sekali lagi tenggelam dalam
pikirannya. Ternyata, saat itu Maya memang tak lari darinya. Seakan membaca
pikiran Maya, Masumi berkata, "Maya... mau makan malam bersamaku?"
tawarnya.
"Eh? Makan malam?"
"Ya... aku ingin bertemu. Ingin
melihat keadaanmu..."
"Tentu! Aku... bersedia."
Dia akan berkencan dengan Masumi
Hayami!
=//=
Maya benar-benar bingung dan salah
tingkah hendak memenuhi ajakan kencan Masumi. Ia berpose dan berputar-putar
berkali-kali di hadapan cermin.
"Kau sudah cantik,
Maya..." terang Rei.
"Ah, Rei..." wajah Maya
merona saat ia menundukkannya.
"Dia akan mengajakmu
kemana?"
"Dia mengajak makan malam,
katanya nanti akan ada yang menjemputku," terang Maya. "Oh ya, Rei...
kemana yang lain?" tanya Maya.
"Maya, kurasa ada yang
aneh..." kata Rei dengan wajah serius. "Kemarin lusa, kita semua
kehilangan tempat tinggal dan pekerjaan, lalu, kau tahu tidak? Mina mendapat
panggilan di sebuah taman kanak-kanak, mereka mempekerjakan Mina, padahal Mina
tak pernah melamar ke sana. Katanya, salah satu orang tua muridnya dulu yang
merekomendasikan Mina. Lalu, Taiko dan Sayaka, mereka juga ditawari pekerjaan
di sebuah minimarket, lalu aku..." Rei memperlihatkan sebuah surat.
"aku baru saja menandatangani kontrak untuk bekerja sebagai pegawai di salah
satu cafe bioskop milik Hayami."
"ha?" Maya tertegun.
"Benarkah? aku... senang sekali mendengarnya!"
"Ya, tapi aku tetap saja merasa heran. Tapi aku yakin
sekali, pasti, kami mendapat pekerjaan itu semua karena Pak Masumi."
"Ya... mungkin sekali,"
Maya menyetujui.
"Karena itu, sebagai teman
kencannya malam ini, kuharap kau bisa menjadi teman kencan yang baik, sebagai
perwakilan kami untuk mengucapkan terima kasih," Rei tersenyum jahil.
Sekali lagi Maya merona malu mendengarnya.
***
Jemputan itu tiba. Maya turun saat
resepsionis memberitahu bahwa Maya ditunggu di lobby.
Gadis itu turun menuju lobby.
Seorang sopir berpakaian rapi menghampirinya.
"Saya diminta Pak Masumi
menjemput Anda."
"Ah, ya..."
Maya mengikuti pria itu masuk ke
dalam mobil, "Silakan."
Maya membungkuk, dan terkejut,
mendapati pria tampan itu sudah ada di sana.
"Selamat malam, Nona Maya
Kitajima."
"Pak, Pak Masumi!!" seru
Maya, ia tak mengira Masumi sendiri yang datang menjemputnya.
Maya lantas duduk di samping Masumi
dengan gugup. Wajahnya terasa panas dan suhunya tidak juga turun walaupun sudah
beberapa menit berlalu. Kenapa... Pak Masumi diam saja? batin Maya. Gadis itu
melirik tipis pria di sampingnya, alisnya terlonjak cepat saat mendapati Masumi
ternyata tengah mengamatinya.
"DEG!!" Jantug Maya sekali
lagi berdebar cepat. Wajahnya terasa lebih panas lagi. "Ah! A- aku...
itu..." Maya merasa harus bicara namun ia tak tahu apa yang harus
dikatakannya.
"Kau sepertinya
baik-baik," Masumi berkata lembut seraya tersenyum tipis.
"Aku baik!" jawab Maya
dengan antusias.
"Ya. Suaramu juga
lantang."
"Memang! Suaraku sangat
lantang!" ia membuktikannya dengan baik.
"Hmmmph.... Hihihi...."
Masumi tertawa seraya membekap bibirnya.
"Eh?" Maya tertegun. Ia
memberengut,Juga malu.
"Baguslah, aku sangat senang
kau baik-baik saja.
"Pak Masumi juga sudah sehat
lagi," kata Maya dengan lega.
"Hm," Masumi bergumam.
"Begitulah," ia kembali diam. Teringat masalahnya dan Shiori yang
belum selesai. Masumi sebenarnya merasa sungkan mengajak Maya berkencan
sementara masalahnya dan Shiori belum selesai. Namun mengetahui apa yang
terjadi kepada Maya dan teman-temannya, membuat Maya khawatir.
Syukurlah tampaknya gadis itu
baik-baik saja.
"Aduh!" keluh Maya.
"Ada apa!?" Masumi menoleh
dengan cepat kepada gadis itu.
"Ah, tidak, hanya... ungh
tanganku sedikit sakt saat mobil terlonjak barusan."
"Tanganmu sakit?" tanya
Masumi, "Kenapa tanganmu?"
"Ah, tidak, tadi... waktu
latihan, sempat tertimpa tiang lampu," terang Maya. "Ummh... aku ini
memang ceroboh," ujarnya malu.
"Tertimpa... tiang lampu?"
"Iya, saat turun dari kereta
juga, aku sempat jatuh, entahlah, aku merasa ada yang mendorong, tapi ternyata
tidak ada siapa-siapa... Ya... jadi, badanku agak memar-memar," jelas Maya
dengan malu.
"Bisa aku melihatnya?"
pinta Masumi.
"Eh.. me-melihatnya?"
"Ya, aku..." ia
memandanginya dengan tatapan yang dalam, "Aku khawatir, kalau mendengarmu
luka seperti itu." ia berterus terang.
"I,iya..." Maya agak
merona saat menurunkan cardigannya dan memperlihatkan bahunya yang agak memar.
Masumi terdiam, mengamatinya.
Tiba-tiba pikiran itu menyapanya. Jangan-jangan, semua ini masih berkaitan
dengan Shiori? Tanpa sadar, MAsumi termangu seraya mengusap lebam di bahu Maya
itu.
Maya sangat terkejut, "Pak-Pak
Masumi..." tegur Maya.
Masumi menatap Maya, sejenak pria
itu tidak menyadari apa yang dilakukannya hingga ia mengamati wajah Maya yang
merona.
"AH!!" Ia tersentak,
menarik tangannya. "Maaf!" katanya, memalingkan wajahnya ke arah
jendela.
Tanpa suara Maya mengenakan lagi
cardigannya.
"A-apa, ada luka lainnya?"
tanya Masumi, tanpa melihat Maya.
"Ya, lutut dan siku-ku, yang
kubilang karena jatuh dari kereta itu. Ta, tapi tidak apa-apa kok! Hanya memar
sedikit," Maya berusaha menenangkan.
Masumi kembali menoleh kepada Maya.
"Apa... ada orang baru di tempat latihanmu? Kru baru, atau...."
"Kru semua sama, hanya saja...
memang setiap hari selalu ada orang lain yang datang. Tapi, ya, mereka itu
memang orang-orang yang berkepentingan," ujarnya.
Masumi kembali menoleh kepada Maya,
"Hati-hati..." katanya. "Aku tidak ingin terjadi sesuatu
kepadamu."
"Pak Masumi..." Maya
sangat tersentuh dengan kata-kata pria itu. Maya mengangguk seraya tersenyum
tipis. Keduanya saling tersenyum kepada satu sama lain.
Aku harus meminta seseorang menjaga
Maya, pikir Masumi.
=//=
Keduanya lantas turun di sebuah
restoran mewah. Maya benar-benar gugup. Apa tidak apa-apa ia terlihat bersama
dengan Masumi?
Tapi, pasti bukan hal yang
mengherankan Masumi terlihat dengan orang-orang dari dunia hiburan, pikir Maya.
Sebuah ruangan istimewa sudah
disiapkan untuk keduanya. Tempat duduknya berada di tepi jendela yang dari
sana, Maya dan Masumi bisa mengamati Tokyo Tower dengan cantik.
Keduanya duduk
berhadapan, bertatapan, dan sekali lagi saling tersenyum malu-malu, lantas
saling menghindari mata satu sama lain.
“Mmh… sepertinya, Pak
Masumi, baik-baik saja…”
“Ya, kau… sudah
mengatakan itu kan tadi?”
Wajah Maya sekali lagi
memerah dan menunduk. Keduanya saling melirik, lalu sama-sama terkikik,menyadari
mereka sama-sama grogi.
“Kau, gugup ya?” tanya
Maya.
“Uhm, iya…” Maya
mengangguk malu-malu.
“Aku juga,” aku
Masumi.
Keduanya kembali
berpandangan malu-malu,lantas tertawa kecil.
Jadi begini… rasanya berkencan, pikir Masumi. Ia sangat bingung
tidak tahu apa yang harus dibicarakan.
“Um, Mungil, kau… suka
nonton ya?” tanya Masumi, walau ia tahu pasti gadis itu bukan hanya suka, tapi
maniak.
“Eh? Tidak… aku…”
“Tidak?” tanya Masumi
heran.
“Eh? A-apa? Tadi… Pak
Masumi ta-tanya apa?”
Keduanya kembali
saling tertegun, Masumi terkikik lagi, “Ya… kau tidak mendengar ya?”
“Ah, ma-maaf, maafkan aku… habis… aku takut
salah bicara, jadi… aku berpikir keras apa yang harus kukatakan,” aku Maya.
“Ah, sayang sekali…
padahal, aku tadi melamarmu.”
“HAH!?” Maya terenyak,
“A-apa!?” Mata gadis itu membelalak.
Masumi menunduk dan
terkekeh lagi.
“A-anda…
mempermainkanku ya…!” tudingnya, dengan wajah masih memerah.
Masumi berhenti
tertawa. Ia tak keberatan kalaupun Maya menanggapinya serius. Karena memang
itulah yang ingin ia lakukan.
“Tidak… hanya saja…
kau lucu sekali, gugup begitu.”
“Tadi juga Pak Masumi
katanya gugup kan?”
“Ya… satu sama…”
“Tadi Pak Masumi
menanyakan apa sebetulnya?” tanya Maya.
Masumi menggeleng.
“Tidak… tadi… aku juga hanya bertanya basa-basi,karena aku tak tahu apa yang
harus kutanyakan.”
“Oh, begitu…. Kukira…”
dia memang melamarku tadi… pikir Maya
dengan lega.
“Maya,” panggil
Masumi.
“Y-ya?”
“Bagaimana kalau… kita
bersikap biasa saja? Maksudku, kita kan… sama-sama gugup sekarang, sama-sama tidak
tahu bagaimana harus bersikap, jadi… ya, kau katakan saja apa yang ada dalam
pikiranmu, aku juga…” usul Masumi, untung menghilangkan rasa canggung di antara
mereka.
“Maksudmu, a-aku
marah-marah lagi, begitu?”
“Ha? Hahahaa…..
Mungil… bukan begitu, tapi…”
“Muuu… ngiiil…?” alis
Maya berkerut, sepertinya untuk beberapa waktu Masumi sudah tak memanggilnya
mungil, dan sekarang panggilan itu datang lagi.
“Ah, maaf… kalau
bersikap santai, aku jadi memanggilmu Mungil…”
Maya menunduk dan
mengerucutkan bibirnya.
Masumi tersenyum tipis
melihatnya, menatap gadis itu sedikit menggoda. “Kau suka makanannya?”
“Suka…” gumam Maya
masih dengan nada yang kesal.
Masumi tersenyum
semakin lebar. “Maya…” panggilnya.
Maya mengangkat
wajahnya, menatap Masumi dengan mata polosnya.
“Kau… sudah jadi
wanita dewasa ya,” ucap Masumi, “tiba-tiba… jadi cantik seperti ini. Karena
itu, aku jadi merasa gugup…”
“Pak… Pak Masumi…”
Maya terkesiap mendengar pengakuan Masumi. Gadis itu menunduk dan tersenyum
malu-malu. “Te-terima kasih…”
“Mau berdansa
denganku, Nona?” tawar Masumi.
“Baik…” Maya
menyambutnya.
Mereka lantas
berdansa.
“Aduh!” keluh Masumi.
“akh, Aduh! Aduh!” keluhnya lagi.
“Maaaaaaf…”Maya
memelas. “A-aku ternyata tidak bisa berdansa…” sesalnya, yang karena begitu
antusias menerima tawaran Masumi hingga lupa akan ketidakmampuannya sendiri.
Masumi tertawa, “Ya,
tidak apa-apa… aku pun sudah menyadarinya Mung- Maya…” katanya. “Ikuti saja
aku, dan rileks-kan badanmu. Ya, begitu… santai saja… lalu, langkahkan kakimu
mengikuti langkah kakiku, dengarkan musiknya, gerakkan tubuhmu sesuai irama
musik. Ya.. maju, ke samping, mundur… maju… ya… ikuti aku,” Masumi
membimbingnya. “Benar, begitu Maya… kau pandai,” pujinya.
“Benar?” Maya
menengadah dengan wajah berseri.
“Aduh!!”
“Ah, Maaaaafff~!!!!”
=//=
Setelah berdansa,
keduanya berdiri di samping jendela, mengamati pemandangan di luar dengan
segelas sampanye di masing-masing tangan mereka.
“Indah, ya…” kata
Maya.
“Ya, syukurlah kau
menyukainya.”
“Ya. Aku suka…”
“Kau pernah naik ke
atas Tokyo Tower?”
“Belum pernah…” Maya
menggeleng. “Pak Masumi?”
“Sudah pernah.”
“Bersama…” deg! Maya
terdiam, melipat bibirnya.
“Bersama seorang
aktris internasional yang sedang melakukan promosinya di Jepang,” terang
Masumi. Ia bisa menangkap siapa yang ada di kepala Maya.
Keduanya terdiam
beberapa waktu.
Ah, seharusnya tidak
begini. Ia sudah tak adil kepada Maya. Gadis ini sangat dicintainya, namun,
kenapa ia malah seperti kekasih gelap? Semua orang tahu ia bertunangan dengan
Shiori. Tidak bisa mengatakan kepada dunia ia mencintai Maya. Hanya bisa
diam-diam bertemu seperti ini, padahal perasaan mereka sudah jelas untuk satu
sama lain.
Perlahan Masumi
mengulurkan tangannya,melingkar di bahu Maya.
Perbuatan yang melecut
jantung Maya berdebar semakin keras. Pak
Masumi…
“Maya… sejak kapan,
kau berhenti membenciku?” tanya Masumi. Menoleh, dan menanti jawaban dari gadis
mungil itu.
“Eh, a-aku… anu…” Maya
menunduk, “tidak tahu…” gumam Maya. “Yang pasti… A-aku… jadi sering
memikirkanmu, dan, walaupun kadang Pak Masumi memang menyebalkan, tapi… aku…
jadi merasa sedih kalau Pak Masumi meledekku. Aku… baru menyadari bahwa
ternyata, a-aku… ingin Pak Masumi memandangku sebagai seorang… perempuan,” aku
Maya dengan malu-malu.
Masumi terdiam. Ah,
ternyata itu jawabannya saat belakangan Maya sering sekali berwajah sedih jika
Masumi meledeknya. Padahal, biasanya Maya balas marah dan dendam.
“Maaf ya, Maya… aku
tidak bermaksud membuatmu sedih,” kata Masumi. “Dan… ada yang harus kauketahui,
tapi ceritanya sedikit panjang.”
Maya mendongak. “Akan
kudengarkan,” katanya.
Masumi tersenyum
tipis, sedikit sendu. Ia menurunkan tangannya dari pundak Maya.
“Mengenai Shiori…
hubunganku dan dia… kami masih belum putus. Aku sudah meminta agar pertunangan
kami tidak diteruskan, tetapi dia tidak mau.”
Maya terdiam, melipat
bibirnya. Ia tak pernah mengira, akan menjadi pihak ketiga dari hubungan
seorang pangeran dan putri pengusaha berpengaruh di Jepang.
“Pak Masumi,jika aku
menyusahkan,” Maya tercekat, ia memalingkan wajahnya dari Masumi.
“Bukan, dengarkan aku,
Maya…” Masumi menggenggam tangannya. “Aku tidak pernah mencintai Shiori. Kami
dijodohkan, berkaitan dengan masalah bisnis. Ayahku, pernah dibantu oleh kakek
Shiori. Karena itulah Ayah begitu ingin menjodohkanku dengannya. Dan, aku… aku
selalu berpikir untuk menikahi wanita mana saja, yang paling menguntungkan bagi
Daito. Aku tahu, itu kesalahanku, Namun itu semua, karena aku berpikir bahwa
cintaku tidak akan pernah terbalas,” ia menggenggam tangan Maya semakin erat.
“Kepadamu.”
Pak Masumi…? Mata Maya
membulat, dan ia kembali mendongak, menatap Masumi yang juga tengah menatapnya.
Wajah pria itu begitu lembut, sekaligus galau.
“Semuanya karena
kebodohanku. Jika saja, aku cukup punya pendirian, cukup punya kekuatan untuk
memperjuangkan keinginanku, mungkin… aku tak akan menyeret Shiori dalam
kebodohanku. Juga… menyeretmu dalam masalah kami,” katanya.
“Pak Masumi… sejak
kapan?” tanya Maya dengan suara penuh haru.
“Tidak tahu…” jawab
Masumi, mendengus dan tersenyum konyol. “Dari dulu, aku suka sekali memperhatikanmu.
Entahlah, kau berbeda… dari gadis-gadis yang pernah kutemui. Tapi, saat itu kau
kan masih kecil, masih 13 tahun?” sekali lagi Masumi tersenyum konyol dan malu.
“aku tidak tahu kenapa takdir mempermainkanku. Maksudku… aku tidak pernah
tertarik kepada wanita manapun. Kenapa, saat akhirnya aku tertarik kepada
seseorang, dia… malah masih sangat muda, rasanya aneh sekali. Tetapi… aku tidak
bisa mengabaikanmu begitu saja. Malahan, aku terus-menerus memikirkanmu entah
kenapa, hingga waktu terus berlalu dan aku melihatmu terus tumbuh besar,
tiba-tiba sudah SMA, saat itulah aku menyadari perasaan tertarikku yang tidak
biasa ini, namanya cinta…” Masumi merasakan wajahnya memanas. Akhirnya ia bisa
mengutarakan isi hatinya kepada Maya.
Gadis itu menatap
Masumi tak percaya. SMA? Sejak ia masih murid SMA? Maya sungguh tak mengira,
Masumi, seorang Direktur Daito memendam perasaannya sedalam itu kepadanya.
“Aku pasti… sering
sekali menyakiti perasaanmu ya…” kata Maya, saat teringat semua tingkah dan
perkataan kasarnya kepada Masumi.
“Sama saja, aku juga,”
jawab Masumi.
“Lalu?” tanya Maya
lagi. “Anda pernah membenciku?”
“Tidak,” Masumi
menggeleng, “malahan, diam-diam aku memutuskan mungkin… aku akan menunggu
hingga kau dewasa, hingga jarak di antara kita menipis, atau ada jalan lainnya
menuju kepadamu. Tapi kusadari, jarak di antara kita tidak pernah menipis. Aku
punya kesalahan terbesar kepadamu, kau tidak akan pernah memaafkanku dan… saat
itulah Shiori datang. Awalnya kupikir, dia bisa menjadi jalan bagiku menjauh darimu,
melupakanmu dan… juga menjalankan misi awal hidupku, hanya hidup untuk
pekerjaan. Tapi ternyata… entah bagaimana keajaiban itu datang juga,” Masumi
menyentuh wajah Maya. “Tiba-tiba aku mendengar bahwa kau juga… kepadaku…”
“Pak Masumi…!” Maya
memeluk Masumi erat-erat dan mulai menangis. Masumi menyebutnya keajaiban.
Baginya juga. Ternyata, seorang Masumi Hayami jatuh cinta kepadanya.
“Maya… masih ada
beberapa masalah yang harus kuselesaikan dengan Shiori, dan keluarga Takamiya.
Aku tidak ingin kau terlibat. Karena itu, mungkin aku masih belum bisa
mengungkapkan perasaanku kepadamu pada dunia. Tetapi, kau pasti tahu… kau sudah
tahu isi hatiku yang terdalam.”
Maya mengangguk
berkali-kali di dada pria itu.
“Kau hanya harus
memikirkan mengenai Bidadari Merah. Kau jangan merasa bersalah mengenai apa
yang terjadi antara aku dan Shiori. Karena… yang kuinginkan adalah hidup
bersamamu. Kesalahannya ada padaku, dan aku yang akan memperbaikinya. Jadi,
tunggulah aku hingga semuanya selesai.”
Hidup bersamamu…
“Ya, Pak Masumi… Ya…”
Masumi memeluk Maya
erat dan mengcup kepala gadis itu. Rasanya teramat bahagia merasakan Maya dalam
rengkuhannya, merasakn tubuh gadis itu tak berjarak dari tubuhnya. Ia ingin
bisa seperti ini setiap saat. Bagaimana pun caranya, ia harus segera menyudahi
hubungannya dengan Shiori.
Ia kan secara resmi
mendatangi keluarga Takamiya untuk mengakhiri semuanya.
=//=
“Apakah kira-kira
teman-temanmu sudah kembali lagi ke apartemen?” tanya Masumi.
“Mungkin,” kata Maya.
Keduanya tengah
berjalan menuju mobil di parkiran. Tiba-tiba Masumi mendengar suara deru motor
yang teramat kencang. Masumi menoleh, motor itu sudah sangat dekat.
“Maya!!” Masumi
menarik Maya menjauh dari jalan.
“Kya!!” Maya terpekik,
sangat terkejut, apalagi pada saat itu sebuah motor berlalu dengan cepat.
“Brengsek!!” desis
Masumi, menatap motor yang menjauh. Ia terkejut, saat pengendara motor itu
menoleh dan bertatapan dengannya beberapa saat. Masumi menyadari, pria itu
sengaja hendak mencelakai Maya.
Ia menunduk kepada
Maya yang tampak masih syok. “Kau tidak apa-apa?”
“Ah, ya…” Maya
mengusap-usap dadanya. “Te, terima kasih, Pak Masumi… Hhh… ka-kalau tidak, tadi
aku pasti…”
Maya… Masumi mengeratkan rahangnya. Ada yang ingin mencelakai Maya. Apakah,
saingannya atau… Ini… berkaitan dengan Shiori?
=//=
"Baiklah, lakukan saja seperti yang
kaukatakan, itu sudah cukup baik," Masumi menutup rapat koordinasi siang
itu. "Kalau sudah tidak ada lagi yang akan ditanyakan, aku sudahi rapatnya
sekarang."
Riuh rendah terdengar dari ruang rapat saat satu
persatu pegawai keluar dari sana.
"Anda baik-baik saja?" tanya Mizuki.
"Anda terlihat tidak bersemangat," imbuh Mizuki, mengajukan
dasar pertanyaannya.
Tak kentara Masumi menghela
napasnya. "Baik."
"Ada yang mengkhawatirkan
Anda?" tanya Mizuki lagi. Keduanya sudah sampai di ruang kantor Masumi.
"Entahlah..." sesuatu
membuat Masumi gelisah. Sejak Maya mengungkapkan apa-apa saja yang terjadi
kepadanya, dan apa yang hampir menimpanya saat mereka pulang berkencan tadi
malam, Masumi merasa sangat tidak tenang. "Mizuki... jika aku, membatalkan
pertunanganku dengan Shiori, menurutmu, bagaimana sikap keluarga
Takamiya?"
"Membatalkan..."
desis Mizuki, menatap Masumi dengan amat terkejut. "Kenapa, Anda berpikir
untuk--" pertanyaan Mizuki terpotong suara telepon yang berbunyi nyaring.
Masumi mengangkatnya.
"Halo..." sejenak ia terdiam. Lantas wajahnya tampak terkejut dan
memucat. "Apa!? Kaubilang..."
"Latihan Bidadari Merah
kelompok Kuronuma dihentikan, Maya Kitajima terkena gigitan ular!" Lapor
pegawai yang mengawasi Bidadari Merah.
Rahang dan kepalan tangan
Masumi mengerat seketika.
"Dimana dia
sekarang!?" Ia menutup teleponnya dengan segera saat mendapat jawabannya.
"Pak Masumi, ada
apa!?" tanya Mizuki dengan panik.
Masumi belum menjawab, saat
kali ini suara ponselnya yang menyala. Masumi melihat nama di layarnya. Shiori.
"Halo?"
"Jangan khawatir," Shiori berkata.
"Dia baik-baik saja. Mungkin bisa bahaya jika ularnya berbisa, tapi...
tidak, hanya gigitan kecil yang akan membuat tangannya sedikit bengkak.
BELUM..."
"KAU!!?" Masumi berang.
"Berani-beraninya kau melakukan ini!!? Jangan pernah--"
"DIAM!!" suara Shiori
melengking. "Semuanya akan berhenti. Caranya mudah saja. Kau pasti sudah
tahu. Aku menunggumu malam ini... Jika tidak..." Dan, sambungan tertutup.
Tangan Masumi gemetar penuh
kemarahan. Wanita itu sungguh-sungguh. Dia sepertinya sudah gila. Ia bahkan tak
menutup-nutupi keinginannya mencelakai Maya. Tapi... tak ada bukti,ia tak punya
bukt. Orang tidak akan percaya, Shiori mampu melakukan semua ini.
Maya tampak keluar dari sebuah klinik di dekat
Kids Studio. tangannya dibebat, pasti itulah bagian tangannya yang digigit
ular. Masumi hanya mengamatinya dari kejauhan di dalam mobilnya, tampak
Sakurakoji membonceng Maya di motornya, mungkin
membawa gadis itu kembali ke apartemennya.
Masumi menghela napasnya. Ular
yang menggigit Maya adalah ular yang cukup besar. Gadis itu pasti kesakitan
saat ini, bisa tampak dari wajahnya. Masumi benar-benar sedih melihatnya. Ia
sudah menyebabkan semua ini. Padahal, ia tak bermaksud membuat gadis itu
menjadi sasaran untuk dilukai Shiori.
Ia tak bisa mendekati Maya
walaupun ia menginginkannya. Tak bisa mengatakan bahwa ia berharap Maya lekas
sembuh, tak bisa berada di sampingnya saat gadis itu membutuhkannya. Masumi memutar
mobil, kembali ke kantornya.
Sepanjang rapat ia menghabiskan
waktu dengan gelisah, memikirkan Maya. Dan dia tahu pasti apa yang diharapkan
Shiori darinya. Menikah dengan wanita itu? Tapi dia mencintai Maya, dan Maya
mencintainya! Apa yang bisa diharapkan dari pernikahannya nanti?
Aku akan menunggu hingga nanti
malam... Shiori tadi berkata.
"Pak Masumi, ada
sesuatu... mengenai kelompok Bidadari Merah Kuronuma," terang salah
seorang staf."Beritanya ada di televisi."
Masumi terkejut mendengarnya,
ia lantas menyalakan televisi.
"Ya, benar, memang rem
motor Sakurakoji mengalami gangguan. Kami tidak ingin berspekulasi mengenai
pihak mana yang berusaha menyabotase latihan kami. Yang pasti, keduanya
baik-baik saja, hanya mengalami luka-luka sedikit. Sakurakoji berhasil
mengarahkan motornya ke tempat tinggi sebelum menabrakkannya ke sebuah pohon.
Untunglah tidak ada pihak lain yang terluka. Namun latihan ini akan ditunda
selama dua hari atau lebih, mengingat ada beberapa insiden yang cukup
mengejutkan kami beberapa hari ini." Kuronuma berkata.
Masumi membatu di tempatnya.
Seseorang merusak rem motor Sakurakoji?
Seorang reporter kembali
bicara, "Seperti diketahui dari beberapa pihak yang tak ingin disebutkan
namanya, sebelumnya memang terjadi beberapa insiden di tempat latihan Bidadari
Merah, bahkan pemeran utamanya, Maya Kitajima, sempat mendapati ular di dalam
tasnya yang menggigit tangannya. Hingga saat ini spekulasi yang beredar
menyebutkan pelakunya mungkin lebih mendukung pihak Onodera memenangkan--"
Direktur Daito itu mengepalkan tangannya erat-erat
hingga kuku-kukunya menghunjam telapak. Maafkan aku... Maya.
=//=
"Nona Shiori, ada Tuan Masumi ingin menemui
Anda."
Shiori yang sedang menyulam
tertegun.dadanya berdegup kencang. Mungkinkah, kekasih hatinya itu datang untuk
memenuhi keinginannya?
"Minta dia masuk Bi,
katakan aku minta maaf tak bisa menemuinya di ruang tamu. Aku masih kurang
sehat," kata Shiori dengan wajah merona.
SI Bibi tersenyum, "Baik
Nona..."
"Bi, apa.. aku sudah
terlihat cantik?"
"Seperti biasa, Anda luar
biasa cantik Nona..."
"Ah, Bibi..." Shiori
tersipu malu.
Ia lantas merapikan rambut dan
pakaian, menanti Masuminya dengan gugup.
"Tuan Masumi
sudah datang," kata seorang pelayan di balik pintu.
"Ya," Shiori
berkata.
Pintu bergeser dan tampaklah
pria tampan menjulang itu.Dengan wajah dan tatapan yang dingin.
"Masumi..."
sambut Shiori dengan hangat, wajahnya tampak berbinar.
Tak ada perubahan
dalam raut Masumi, ia masuk, mendengar pintu bergeser di belakangnya. Ini
pertama kali Masumi datang ke tempat Shiori tanpa membawa bunga.
"Kau sudah
makan?" tanya Shiori lagi.
Masumi masih tak
menjawab.
"Masumi, kenapa
kau diam saja? Apa kau sakit?"
"Hentikan Shiori,
semua yang sudah kau lakukan kepada Maya."
Kali ini Shiori yang
terdiam. Hanya menatap masumi dengan tatapan tanpa dosa.
"Aku tidak akan
membiarkan kau me-"
"Kau setuju
dengan permintaanku?" tanya Shiori.
"Aku..."
Masumi mengeratkan kepalan tangannya. "Aku mencintai Maya," tegas
Masumi.
Seketika raut Shiori
berubah, sedih sekaligus marah. "Jangan menyebut namanya di
hadapanku!" lengkingnya.
"Shiori... aku
akan melakukan apa saja agar kau tak menyentuhnya. Tetapi aku tidak akan bisa
menikah--"
"Apartemen Teito,
812, Maya kitajima sedang sendirian sekarang. Dia baru selesai mandi,
mengenakan piyama biru muda dengan renda di dadanya," Shiori berkata.
Deg! Masumi terenyak,
"Kau..."
"Seseorang sedang
dalam perjalanan, mengirimkan bunga mawar ungu sebagai tanda simpatinya atas
apa yang menimpa Maya, memberikan sepaket makanan kesukaan gadis itu yang akan
mengantarkannya ke surga," Shiori tersenyum tipis, lantas terkekeh kecil.
Shiori... Masumi bisa
merasakan leher pria itu meremang.
"Atau... seorang
pegwainya harus membocorkan gas?" ancam Shiori, "Mana yang lebih
baik, Masumi?"
"Kau!!"
Wajah Shiori berubah
sendu kembali, "Dari dulu, aku memang sakit-sakitan Masumi," ia
berusaha bangkit dengan tubuh lemahnya, "Aku tidak punya teman, aku hanya
terbiasa sendiri, atau ditemani dan dilindungi keluargaku saja...
Tetapi..." ia berjalan ke arah jendela, mengamati malam kelam di luar.
"Tidak seorang pun pernah mempermainkanku. Tidak seorang pun...."
suara wanita itu terdengar sangat tegas dan menyeramkan. "Dan kau... tidak
akan menjadi yang pertama." Wanita itu memegang erat tirai jendela itu. Ia
kembali berbalik, kali ini rautnya berubah, kembali terlihat dingin.
"Bagaimana, Masumi? Waktu yang dimiliki gadis itu... tidak banyak."
Hati Masumi disiksa
dilema. Bisa terlihat Shiori sama sekali tidak sungkan. wanita itu juga, bisa
berdarah dingin jika ia mau. Sorot matanya, raut wajahnya... Masumi tak pernah
melihat Shiori seperti itu sebelumnya. Dulu Shiori hanya bisa menghiba
kepadanya, sekarang, wanita itu berdiri tegas di hadapannya dengan penuh kecam.
Maya... Masumi
teringat kembali kepada kekasih hatinya, jantungnya berdegup kuat.
"Dua menit lagi,
Masumi," Shiori melirik ke arah jam.
"Aku..."
=//=
Suara ketukan
terdengar di pintu apartemennya. Teman-teman Maya belum kembali dari pekerjaan
mereka masing-masing. Gadis itu baru saja selesai mandi. Ia mengenakan piyama
biru muda, walaupun tangan kananya masih sakit, kecekatan gadis itu tidak
begitu berkurang. Maya bergegas membuka pintu.
"Selamat malam,
Nona Maya?"
"Ah, ya...?"
jawab Maya. Gadis itu tampak berseri saat melihat buket mawar ungu yang dibawa
pria tersebut.
=//=
"Aku... akan
mengikuti kemauanmu," kata Masumi akhirnya, dengan suara bergetar menahan
rasa gusarnya.
"Kemauanku?
Kemauan kita... Masumi," rajuk Shiori. "Apa itu...?"
"Menikah!"
seru Masumi. "Aku akan menikah denganmu!!"
Shiori menatap Masumi
dengan pandangan tak terbaca. Lantas senyum samar menghias pipinya. "Minta
kepadaku... Masumi," perintahnya.
Masumi melirik jam
yang ada di sana, menguatkan hatinya. "Menikahlah denganku...
Shiori."
Senyuman Shiori
terkembang semakin lebar. Ia berjalan mendekat kepada Masumi dan memeluk pria
itu. "Terima kasih, Masumi... aku bahagia sekali..." katanya dengan
haru.
Mata wanita itu
berkaca-kaca penuh kebahagiaan.
Masumi hanya terdiam
tak bereaksi. "Bukankah ada yang harus kaulakukan?" tuntut Masumi.
Shiori menengadah,
tersenyum bahagia dengan airmata menetes di pipinya. "Ya, tentu... apa
saja, untukmu, Kekasihku..." Shiori mengusap wajah Masumi penuh obsesi.
=//=
"Rrrr...~!!"
Suara ponsel terdengar. "Ah, maaf, sebentar," kata si pengantar
bunga. Pria itu mengangkat ponselnya dan mendnegarkan sesuatu sebelum
menutupnya. "Maaf..." ia kembali berkata dengan sungkan kepada Maya.
Maya tersenyum dan
menggeleng malu-malu.
"Ini, ada kiriman
bunga untuk Anda," pria itu menyerahkan buket bunga di tangannya.
"Silakan tanda tangan di sini."
"Ah, te-terima
kasih." Maya menandatanganinya dan menyerahkan kembali resinya kepada
pengantar bunga itu. Maya tertegun melihat sesuatu di tangan pria itu.
"Itu..."
"Ah, ini kiriman
untuk penghuni lain," kata pria itu.
"OH, ah,
ya..." Maya tersenyum manis dan mengangguk.
"Tangan Anda
sedang sakit?"
"Ya..
sedikit," jawab Maya.
"Semoga lekas
sembuh," ujar pegawai itu sebelum berpamitan.
Pria itu lantas
melangkah pergi. Saat melihat tempat sampah, ia membuang paket makanannya ke
sana.
"Dia mengetahui
semua hal mengenai Maya," Masumi berkata dengan raut khawatir. "Aku
bisa melihatnya, Hijiri, wanita itu akan melakukan apa saja untuk melukai Maya
dan dia mampu melakukannya."
"Tapi Pak
Masumi!" Hijiri menentang atas permintaan Masumi.
"Lakukan saja,
Hijiri... yang penting saat ini, aku harus melakukan apa pun untuk mencegah
SHiori melukai Maya," terang Masumi.
"Tetapi Tuan...
Jika Anda melakukannya hanya akan melukai Maya."
"Hijiri!!"
seru Masumi dengan frustasi, "Sekarang ini, aku tidak tahu, siapa-siapa
saja orang-orang yang menjadi kaki tangannya, bagaimana mereka bisa menjangkau
Maya! Saat gadis itu menginjakkan kakinya ke jalan raya, seseorang bisa
menabraknya, dia bisa dicelakai di tempat latihannya yang selalu banyak orang!
Bahkan di apartemennya yang merupakan tempat pribadi! APa kau tidak bisa
melihat, bahwa aku masih meraba-raba dalam gelap dan aku tak ingin sesuatu
terjadi kepada Maya! Memberinya pengawal pribadi sama sekali tak akan membantu
jika aku bahkan tak tahu kemampuan kaki tangan Shiori. Lagipula, aku tak ingin
membuat Maya ketakutan dan mengganggu konsentrasinya untuk Bidadari Merah. Dan,
aku juga tak ingin Shiori memanfaatkan identitas Mawar Ungu untuk memperdaya
Maya. Cukup lakukan saja apa yang kuperintahkan!!" seru Masumi dengan
geram. Geram kepada dirinya yang tersudut sekarang.
Hijiri terdiam.
Tuannya itu benar. Semua kejadian yang menimpa Maya tidak terkira. Mereka tidak
tahu sejauh mana Shiori mampu berbuat.
"Anda... akan
menikah dengan Shiori?"
"Jika itu bisa
menyelamatkan nyawa Maya, apa itu juga harus dipertanyakan, Hijiri?"
Hijiri menelan
ludahnya.
=//=
"Pak
Hijiri!" seru Maya saat melihat Hijiri di depan pintu apartemennya.
"Selamat
sore," Hijiri tersenyum. Agak sedikit sendu.
"Untukku?"
tanya Maya dengan wajah berseri saat melihat Hijiri membawa buket Mawar Ungu.
"Kau
sendirian...?" tanya Hijiri.
"Uhm... Ya...
teman-teman belum pulang sampai nanti malam."
"Mereka
meninggalkanmu sendirian?"
"Aku yang meminta
mereka bekerja, soalnya aku masih bisa kok, melakukan semuanya sendirian,"
jawab Maya.
"Bisakah... kita
bicara?" tanya Hijiri,
Maya tertegun.
Tampaknya yang akan Hijiri bicarakan sesuatu yang serius.
"Te-tentu..."
Hijiri masuk ke
apartemen yang disediakan Masumi untuk Maya dan teman-temannya. Pria itu masuk
dan duduk di sofa. "Ini... untukmu."
"Ba, baik...
Terima kasih."
"Beliau berharap
kau segera sembuh."
"Ung," Maya
tersenyum penuh haru. Dia memang merindukan Masumi, namun pria itu belum
menghubunginya lagi.
"Maya... ada yang
harus kusampaikan," kata Hijiri dengan berat.
"ya?" Maya
menatap Hijiri dengan khawatir.
"Begini, Maya...
Ini, adalah... kiriman terakhir dari Mawar Ungu untukmu."
“Hah!? A-apa… maksud
Pak hijiri? Ini…”
“Mawar Ungu, tidak
akan bisa lagi membantumu. Walaupun begitu, kau dan teman-temanmu masih bisa menggunakan
apartemen ini. Beliau juga ingin kau tahu, bahwa dia… akan selalu mendukungmu
dari balik bayangan. Ia ingin kau maju, dan bertahan, hingga kau bisa
memerankan Bidadari Merah dan menjadi aktris besar, dia—“
“Tunggu!” seru Maya,
dengan wajah pucat dan airmata yang mulai mengalir. “A-Anda sungguh-sungguh…?
Mawar Ungu… Tidak ingin berhubungan denganku lagi? Kenapa? Ke-kenapa dia…” Hati
Maya begitu sakit, rasanya remuk redam. Mawar Ungu… Masumi?
“Ya,” Dengan Wajah sendu Hijiri mengangguk. “Beliau mempunyai alasannya
sendiri, jadi—“
“Jadi, apa yang
dikatakan orang itu benar? Pria yang menemuiku saat Mawar Ungu tak jadi muncul,
dia mengatakan,me-mengatakan, Mawar Ungu tidak ingin aku mengganggunya lagi.
Dia memunyai banyak hal untuk diurusnya dan dia, dia… tak ingin aku
menyusahkannya.”
Hijiri terdiam. Ia dan
Masumi sudah tahu, bahwa yang menemui Maya saat itu adalah sepupu Shiori,
Yamashita.
“Maya…” Hijiri meraih
tangan Maya dan menggenggamnya. “Kau tidak boleh putus asa, walaupun Mawar Ungu
tidak lagi mengirimi Mawar Ungu, namun kau harus terus memperjuangkan
impianmu.”
Maya tak sanggup
bicara dan hanya menggelengkan kepalanya tak percaya.
Ada apa ini…? Batin
Maya. Kenapa Pak Masumi tak ingin menjadi Mawar Ungu ku lagi? Benar kan, Pak
Masumi itu Mawar Ungu ku? Aku harus bicara kepadanya.
Maya tak berkata
apa-apa dan hanya menangis saat Hijiri berpamitan dan permisi pergi.
Tuan… kuharap ini memang yang terbaik untuk kalian
berdua harapnya.
Pria itu tertegun,
saat ia keluar dari apartemen Maya dan berpapasan dengan Rei yang tampaknya
pulang lebih cepat. Pria itu sedikit menunduk dan membungkuk kepada Rei.
Rei mengamatinya agak
heran. Ia ingat pria itu pengantar bunga yang pernah datang ke apartemen mereka
dahulu. Ia hanya balas membungkuk tipis. Namun, alangkah terkejutnya Rei,
ketika ia masuk ke dalam apartemen dan didapatinya Maya tengah menangis
tergugu. Rei segera mendekatinya. “Maya, ada apa? Kau kenapa!?”
Maya tak menjawab,
hanya membenamkan wajahnya di kedua telapaknya seraya terus saja menangis. “Maya,
katakan padaku, ada apa?”
Maya sama sekali tak
menghiraukan Rei, ia terus saja tenggelam dalam kedukaannya. Rei mengamati
mawar ungu yang dipeluk Maya erat-erat. Ia lantas teringat pemandangan
sebelumnya. Pria yang mengantarkan mawar ungu itu, tadi keluar dari
apartemennya. Padahal, biasanya pengantar bunga tak pernah masuk ke dalam.
Apalagi, dia sudah dua kali mengantarkan mawar ungu. Mungkin pria itu….
Rei bangkit, dan pergi
keluar apartemennya. Ia mencoba mencari jejak pria tersebut. Sebetulnya ada apa, kenapa Maya sampai
menangis seperti itu, dan apakah… pengirim bunga itu tahu sesuatu mengenai
semua ini?
Rei turun ke lobi, lantas mencari ke bagian
depan. Ditemuinya seorang resepsionis. “Nona, melihat… pengantar bunga?”
“Pengantar bunga? Ada
beberapa pengantar bunga.”
“Bukan, yang…” saat
itulah Rei melihat, pria itu sedang berjalan keluar, menuju parkiran. Rei
mengejarnya.
“Hei, kau! Tunggu!!”
seru Rei saat Hijiri hendak membuka mobilnya, “Pengantar Mawar Ungu! Tunggu!!”
Hijiri sangat
terkejut, ia berbalik dan mendapati teman Maya sedang menghampirinya.
“Kau!” hardik Rei,
“Apa yang kaukatakan kepada Maya? Kenapa dia sampai menangis?”
Sejenak pria itu masih
tak bisa bicara, ia amat terkejut Rei mengejarnya dan terlihat sangat geram.
“Sa-saya.”
“Kau pasti bukan
pengantar bunga biasa kan!? Kau diperintah oleh pengirim mawar ungu? Apakah dia
yang sudah…” tiba-tiba ucapan Rei terpotong, gadis itu jatuh pingsan.
“Nona!!” Hijiri
menangkap Rei. Ternyata badannya sangat panas. Pria itu jadi bingung, apa yang
harus dilakukannya sekarang? Apakah ia harus membawanya lagi naik ke kamar
Maya? Tetapi akan sangat menarik perhatian jika dia membopong Rei naik ke atas.
Sedangkan ia tak bisa melakukannya.
Akhirnya Hijiri
memutuskan membawa Rei ke klinik kesehatan kecil yang tak akan menarik banyak
perhatian.
=//=
“Dia demam dan
pingsan,” terang Hijiri kepada dokter yang menerimanya.
Hijiri lantas duduk di
sana, dengan menunduk. Ia yakin, lebih aman membawa Rei ke klinik kecil seperti
ini ketimbang ke rumah sakit besar, dan dia beresiko bertemu dengan orang-orang
dari pihak perusahaan yang pernah dia mata-matai.
Hijiri memandang jam
tangannya. Sepuluh menit lagi, ia sudah harus pergi menemui Masumi. Tetapi,
bagaimana dengan Rei?
Hijiri bangkit, ia
menghubungi apartemen Maya. Setelah beberapa deringan, terdengar ada yang
mengangkat.
“Halo?” Bukan Maya.
Pria itu ragu-ragu
sejenak. Akhirnya ia bicara. “Temanmu Rei Aoki sakit, ia dirawat di klinik
Genki.”
“Oh, Rei? Ya, baiklah,
kami akan segera ke sana,” Mina menjawab dengan sedikit panik. “Apakah Anda
petugas kesehatannya?”
“Ya. Tolong segera ke
sini.”
“Baik, baik, kami
segera ke sana.”
Mina menutup
teleponnya.
“Ada apa?” tanya
Sayaka, yang melihat Mina cemas.
“Rei katanya sakit,
dia da di klinik Genki sekarang.”
“Rei?” tanya Maya,
terkejut. Memang tadi Rei pulang lebih cepat, Maya tak sempat bertanya kenapa,
dia masih tenggelam dalam kesedihannya.
“Baiklah, aku dan
Sayaka akan menjenguk Rei, Taiko bilang dia sedang dalam perjalanan, jadi kami
tinggal sebentar tidak apa-apa kan? Kurasa tak lama lagi Taiko datang.”
Maya mengangguk. “Ya,
tak apa-apa, tolong kabari aku. Tapi kuharap, Rei… tidak apa-apa.”
Mina dan Sayaka
bergegas meraih tas mereka dan pergi mengunjungi Rei di klinik.
Maya menghela
napasnya. Ia tadi sungguh sudah mengejutkan teman-temannya dengan menangis
tergugu tak ada hentinya. Seharusnya ia tak membuat mereka khawatir.
Gadis itu beranjak
masuk ke kamarnya. Diamatinya lagi mawar ungu terakhir dari pria yang
dikasihinya. Maya membaca sekali lagi pesan dari penggemarnya itu.
Kepada Nona Maya
Kitajima
Apa kabar? Aku
mendengar banyak hal tak menyenangkan terjadi kepadamu? Aku sungguh berharap
semuanya akan baik-baik saja. Maya, mulai saat ini, aku tak akan lagi
mengirimimu Mawar Ungu. Bukan berarti aku tak lagi mendukungmu. Aku selalu, dan
selalu mendukungmu, menunggu Bidadari Merahmu serta banyak peran lain yang akan
kau mainkan. Mengamatimu selama ini, aku tahu, kau akan menjadi aktris besar.
Aktris yang luar biasa. Aku sungguh tak sabar menanti hari itu datang.
Namun, aku tak bisa
lagi mengirimimu mawar ungu, ataupun berhubungan lagi denganmu. Ada banyak hal
yang terjadi dan harus kulakukan. Karena itu, aku hanya ingin mengatakan, aku
senang pernah mengenalmu. Bersemangatlah terus Maya. Dan, jangan mencari tahu
siapa aku. Ingatlah aku sebagai salah satu, dari sekian banyak penggemar dan
pendukungmu.
Selamat tinggal,
Pengagummu.
Selamat tinggal…? Selamat tinggal… kenapa Mawar Ungu mengucapkan
selamat tinggal? Kenapa Pak Masumi…
Maya tak bisa pergi ke
Daito. Sekarang sudah akhir pekan, sudah malam, pasti Masumi tak ada di sana.
Ia juga tak tahu harus menghubungi Masumi ke mana selain ke Daito. Maya takut,
takut sekali, bukan saja Masumi menghentikan untuk mengiriminya mawar ungu,
tetapi juga pria itu berhenti mencintainya.
Saat itu, Masumi
mengaku mencintainya. Masumi berkata telah lama menantinya. Akan tetapi, memang
sudah berhari-hari Masumi tak lagi mengabarinya. Bahkan, ia tak menjenguknya.
Tetapi Maya tak berpikir aneh, karena ia menyadari statusnya saat ini. Apalagi sempat
ada kiriman mawar ungu yang mengatakan semoga Maya lekas sembuh, walaupun bukan
Hijiri yang mengantarkannya.
Tetapi, kenapa
tiba-tiba saja Masumi berhenti menjadi mawar ungunya? Apakah itu berarti,
Masumi juga menarik lagi kata-kata cintanya?
Ia harus bertemu
Masumi. Ia harus menemuinya!
Tetapi, bagaimana?
Maya tak ada waktu
berpikir. Sebentar lagi Taiko pulang. Gadis itu tak akan mengijinkan Maya pergi
dengan keadaan tangannya yang masih dibebat seperti itu. Maya memutuskan untuk
segera pergi sebelum Taiko datang. Ia menuliskan pesan di lemari es : Aku
keluar dulu sebentar. Maya.
Maya mendatangi
kediaman Hayami. Mungkin saja Masumi sedang menikmati hari liburnya di rumah.
“Tuan Muda tidak ada,
beliau sedang ada acara peresmian festival film Tokyo di gedung Grand Daito,”
terang penjaga rumahnya.
Gedung Grand Daito? Peresmian…? Aku
akan ke sana!! Putus Maya.
=//=
Gedung Grand Daito
adalah plaza terbesar milik Daito. Ini pertama kalinya Maya menginjakkan kaki
di gedung baru tersebut. Ia benar-benar tak tahu harus ke mana untuk
menyaksikan peresmian festival film Tokyo tersebut. Namun akhirnya Maya
memutuskan untuk mengelilinginya hingga bertemu dengan orang yang bisa ditanyainya.
“Permisi, Pak, dimana
peresmian Festival Film Tokyo?” tanya Maya.
“Di lantai paling
atas, tetapi acara peresmiannya sudah selesai. Malahan, sepertinya film
perdananya juga sudah mau selesai.”
“Oh, baiklah, terima
kasih,” Maya membungkuk sedikit dan berjalan ke menuju lift.
Maya turun di lantai
paling atas. Ruangannya besar, terdiri dari beberapa teater. Gadis itu tidak
tahu akan dari mana Masumi keluar. Karenanya, Maya memutuskan menunggu di lobi
saja.
Sekitar dua puluh
menit kemudian, barulah Maya melihat. Rombongan orang-orang memakai setelan dan
wanita-wanita anggun yang keluar dari sebuah ruangan.
Dan, ada dia! Masumi
Hayami!
Pria itu memang selalu
tampak mencolok, bukan saja dari ketampanan dan kemapanan yang terlihat dari
caranya berpakaian, tetapi juga dari ketinggin tubuhnya dan pembawaannya yang
penuh pesona.
Maya berdiri, wajahnya
menyala. Pak Masumi!!
Namun, saat itulah,
dia juga melihat wanita yang berada di sampingnya. Shiori… Takamiya…
Maya menelan ludahnya,
tak tahu apa yang harus dilakukannya. Lalu, apa yang akan dikatakannya kepada
Masumi? Apa yang hendak ditanyakannya?
“Eh, itu kan… Maya
Kitajima?” beberapa orang menyadari keberadaan gadis itu.
“Sedang apa dia di
sini? Katanya tangannya digigit ular? Apa karena itu tangannya diperban?”
beberapa dari mereka berspekulasi.
Maya…? Masumi sangat terkejut, saat ia juga melihat gadis yang sedang
dibicarakan.
Gadis yang ia cintai
itu tampak berdiri gugup, dengan tangan diperban. Apakah gadis itu datang ke
sini menonton film? Rasanya tidak mungkin, jika melihat ia hanya sendirian.
Atau… hendak menemuinya? Masumi bertanya-tanya akan maksud kedatangannya.
Deg! Ia tertegun, saat
sebuah tangan lain melingkar di tangannya. Masumi menoleh dan mendapati Shiori
tengah mendekat kepadanya.
Maya bisa merasakan
hatinya bagai diremas ketika melihat adegan itu. Keduanya… begitu mesra. Apa yang kulakukan di sini? Apa yang hendak
kulakukan…? Batin Maya dengan perasaan perih. Ketika rombongan itu
melewatinya, Maya hanya bisa mematung.
Ketika ia hendak
menyapa Masumi, pria itu bahkan tak meliriknya.
Masumi benar-benar
mengabaikannya.
Maya membatu,
merasakan sakit yang melanda hatinya. Ia seperti disadarkan akan sesuatu…
Masumi
mencampakkannya.
=//=
“Apa yang gadis itu
lakukan di sana?” tanya Shiori dengan heran, saat ia dan Masumi sudah berada di
dalam mobil mereka.
“Entahlah,” jawab
Masumi singkat, tanpa ekspresi apapun. Pria itu memalingkan wajahnya ke
jendela.
Maya… kekasihku… Masumi mengetatkan rahang dan mengepalkan
tangannya.
Shiori melirik Masumi
yang tak bersuara lagi. Pria itu sudah mengikuti kemauannya. Akan tetapi, dia…
bersikap teramat dingin. Apalagi, sekarang Masumi tak pernah lagi berpura-pura
seperti dulu, sama sekali tak pernah tersenyum atau berusaha merebut hatinya.
Walaupun ia mengikuti keinginan Shiori untuk berkencan, pria itu hanya akan
terdiam, sama sekali tak berusaha membuat suasana menjadi menyenangkan.
Rasanya hati Shiori
tercabik-cabik dengan sikap Masumi, namun ia tak bisa lagi memaksakan kehendak
atau memaksa. Masumi bahkan tak keberatan atau menghindar saat dengan kesal
Shiori melemparkan sebuah gelas ke arah pria itu. Masumi bergeming.
Kenapa begini… kenapa seperti ini? Dia masih saja…
memikirkan gadis itu.
=//=
Malam ini Maya tidur
seorang diri. Rei masih di klinik. Ia juga sempat membuat teman-temannya
khawatir tadi. Maya berhasil menyembunyikan rasa sakit hatinya. Namun, saat
sendirian seperti ini, Maya tak sanggup. Ia menyembunyikan kepalanya di bawah
selimut. Teringat Masumi.
Pria itu bersikap dingin kepadanya tadi. Ada
apa? Kenapa? Dan… ya, memang mereka sepasang kekasih, namun ternyata, Masumi
memang masih mempertahankan wanita itu.
Mungkin, Masumi
berubah pikiran? Masumi lebih memilih Shiori.
Tentu saja. Seharusnya
Maya tahu. Pria itu juga berhenti mengiriminya mawar ungu, pasti karena pria
itu sudah memutuskan untuk memilih Shiori.
Maya tersenyum pahit
dan menangis lagi.
Tetapi… kenapa? Kenapa
Masumi mempermainkannya sampai seperti ini? Untuk apa Masumi melontarkan
kalimat cinta kepadanya? Dan, saat itu…
Keajaiban… Masumi
berkata, saat tahu Maya juga mencintainya.
Pria itu begitu tulus.
Maya merasa, Masumi sungguh-sungguh saat mengatakannya. Ia bisa merasakannya
dari cara pria itu memandang, menyentuhnya, menciumnya. Rasanya, tak mungkin
jika Masumi, selihai itu membohonginya. Atau, memang, pria itu begitu pandai
bersilat lidah dan berpura-pura, hingga hati Maya juga terjerat olehnya?
Tidak… putus Maya. Ia tak ingin menerka-nerka. Ia akan berhenti mencintai pria
itu, hanya jika Masumi mengatakan sendiri, bahwa pria itu memang sudah tak
mencintainya.
=//=
Sudah hampir tengah
malam dan Masumi masih menenggelamkan diri dalam pekerjaannya di kantornya,
Daito. Hampir semua orang sudah pulang. Ia pun sesungguhnya bisa pulang sedari
tadi jika saja ia mau. Tetapi Masumi enggan. Jika tak ada yang ia kerjakan, ia
akan teringat Maya, dan betapa tak berdaya dirinya sekarang, dan hal itu akan
membuatnya membenci dirinya sendiri.
Pria itu agak
terperanjat saat pintu kantornya diketuk dan kemudian terbuka.
Shiori muncul dari
sana. “Masumi…” sapanya.
“Sedang apa kau di
sini?” tanyanya tajam.
“Aku ingin bertemu
denganmu. Aku sengaja ingin melihat-lihat pameran denganmu, tetapi kau malah
asik saja bekerja di sini.”
“Karena aku punya
banyak pekerjaan,” tanggap Masumi dengan dingin.
“Baiklah,” Shiori
duduk di sofa. “Kalau begitu, aku akan menunggu, hingga pekerjaanmu selesai,”
kata Shiori dengan penuh tuntutan.
Wanita itu mengelurkan
bedak dan lipstiknya.
Masumi menghela napas,
kesal dengan sikap menyusahkan Shiori. Ia sungguh enggan melihat wajah wanita
itu lebih lama. Segera dibenahinya barang-barangnya. “Aku pulang sekarang,”
terangnya, lantas berdiri.
“Ah,” Shiori menoleh dan
tersenyum lembut, lantas berdiri. “Masumi, minggu depan, kau harus mengosongkan
jadwalmu ya,” pintanya dengan manja. “Kau kan pernah berjanji, akan berusaha
meluangkan waktu untuk seharian menemaniku. Apa kau memang begitu terbiasa
mematahkan janjimu sendiri?” sindir Shiori, tak dihiraukannya delikan tajam
dari Masumi.
“Terserah kau saja!”
Shiori tak mengartikan
‘terserah’ sebagai sarkasme, lebih kepada keleluasaan yang diberikan Masumi
kepadanya, “Bagus!” serunya, seraya melingkarkan lengannya di lengan Masumi. “Kalau
begitu, sabtu depan, kau harus meluangkan waktu. Aku sudah merencanakan sesuatu
untuk kita,” kata wanita itu dengan senyum berbinar.
Alis Masumi berkerut
tipis. Ia tak berbicara apa-apa.
“Ah!” Shiori tertegun.
“Masumi, sepertinya lipstikku tertinggal di kantormu, a-aku harus kembali untuk
mengambilnya,” terang Shiori.
Masumi mengamati
Shiori sejenak. “Aku tunggu di mobil,” ia berputar dan berjalan menuju pintu,
sementara Shiori kembali ke atas untuk mengambil lipstiknya.
Maya tengah gelisah
menanti Masumi, saat pria itu akhirnya tampak keluar dari pintu gedung Daito. Pak Masumi!! Mata gadis itu membulat.Aku, harus bicara dengannya.
Maya lantas berjalan
mendekat kepadanya, hingga Masumi bisa melihatnya.
Pria itu sempat tak
yakin dengan apa yang tertangkap matanya. Maya? tengah malam? Di Daito? Benarkah
gadis itu ada di sana? Mungkin khayalannya, tetapi tidak. Sosoknya semakin jelas,
dan sosok itu menyapanya.
“Pak Masumi…” Maya
menatap Masumi dengan memelas, menyampaikan kerinduan dan juga kebingungannya.
“Maya…? Sedang apa kau
di sini!?” Masumi terkejut, juga khawatir. “Kau, menunggu dari tadi!?”
27 comments:
Asiiiiikkk akhirnyaaaa... Mudah2an masumi bilang "maya, kau tinggal bersamaku saja biar aman" wkwkwkwk #ngarep.com
Odong-odong reseeeeee.....!!!!!!
Bener2 deh shiori. udah jd penjahat betulan....
Rasanya pengen bgt jambak rambutnya....
Gemezzz....zzzzzzzzzzzz....zzzzzzzz
thx u sis Ty. lanjut lg besok ya.. :-)
Pengen cakar2 siodong2..!! Argh..!!!
_iien fachrie_
iiih pasti si shiori ama yamashita nih bersekongkol...dasar si nenek sihir
----indra yuli-----
aku juga...kepadamu...pak masumi...
<3
-mommia-
si jambul emang yaaa....., teruskan romansanya MM ya Ty...!!!
shiori kena serangan sakit jiwa....kudu dibasmi...
-khalida-
jiaaaaahhh...poni kriting potong 2 mili? wkwkwkwkwkwkkwkwkwk
Tyyyyyyy...bisaaaa ajah ngegambarin tingkat ke lebayan siodong2...:D
waduh, jd kebawa cerita deh, pengen bgt nonjok si shiori ini... reinkarnasinya naraku kali ya, ga disana ga disini ga bisa liat orang lain heppi
nadine
auchhhh sakit hatiku ..masumi
Bagiku.... Masumi CEMEEEEEENNN! !!!!!
Gag ngerti lg deh sama shioriii #jambak rambutnya sampe gundul
-bella-
masumi bikin pusing aja sech...
mg maya jd pemberani
masumi jujur aja sama maya, biar maya bisa lebih dewasa, disini masumi slalu brusaha dan ingin melindungi maya, skarang gantian maya yg mlindungi masumi dg brusaha tegar
#maya jadilah pasangan yg bisa diandalkn oleh sang direktur, cantik, pintar, bbakat tp baik hati
lalu bsainglah dg shiori
sista, pengen banget deh klo maya bisa bsaing ma shiori
*shiori = cantik, pintar tp jahat
*maya = cantik, biasa, bbakat jg baik hati
ganbatte maya
gitu donk,
giliran maya skrg mempertahankan cintanya sama masumi
-mommia-
Nyebelin shiori.....Go maya...ayo bilang ke masumi, love it
ayo maya, masuk ke mobil.
ayo masumi, bawa mobilnya, tinggalin shiori di daito.
Hohohooo...puas benneeer kalo itu kejadian.
moga2 ntr ninggalin shiodong2 trs jangan sampe shiodong2 ngajak masumi buat ngabisin malem bareng kya yg di astoria
kebayang deh jijaynya masumi sama shiori stlh tau belangnya... tp masa masumi mati kutu sama shiori, masumi kan sdh biasa main culas, main licik. kayanya ga mungkin shiori lbh pinter dr masumi, kalo lbh busuk sih sdh pasti... ayo masumi jgn kalah dong sm shiori!!
Waaaa....gEmes lg deh bikin penasaran sis..cepetan updatenya yach!!! Pengennya pas balik shiori ngeliat masumi cium maya, terus ngeliat mereka pergi berdua.terus shiori.nya dipukulin preman2 yg waktu itu..wkwkwk (jd ketularan jahat sama si nenek sihir berjambul deh)
keren bgt ty... as always.
jadi ikut esmosi neh bacanya.
ck ck ck...
-riema-
keren bgt ty... as always.
jadi ikut esmosi neh bacanya.
ck ck ck...
-riema-
jd bingung saya bacanya sampai mana??? ulang lg aja.
Kelihatan muka rubahnya shiori....
bingung sampai mana dulu bacanya.. ???? Ya udah saya baca ulang lagi aja.
kelihatan ya muka rubah shiori.. muka duanya itu minta di bejek..bejek... ;-)
Post a Comment
Silahkan kritik, saran, sapa dan salamnya... :)