Thursday 1 November 2012

Fanfiksi Topeng Kaca : Fallen Up to The Sun 3

Posted by Ty SakuMoto at 14:09
Warning: Kissu-kissu, skinship
Overall Rating: 18
Setting: Sampai Bidadari Merah bersatunya dua jiwa, saat Shiori bunuh diri.

Fallen Up to the Sun 3
(One out of Three)


Istri Sakurakoji tak sempat banyak berpikir, saat ia kemudian bergegas berlari ke dalam pelukan hangat Masumi.
Spontan Masumi membalas pelukan Maya, mendekapnya erat. Perasaan bahagia segera menyergapnya begitu hangat.
“Maya…” desah Masumi.
Maya tak berkata apa-apa dan hanya memeluk Masumi semakin ketat. Menyampaikan kerinduannya selama ini yang berusaha ia pendam dengan kuat.
Sampai kemudian Masumi tersadar. Teringat kembali apa alasannya ia mengajak Maya datang ke vilanya. Perlahan namun setengah memaksa, Masumi memisahkan dirinya dari Maya.
“Duduklah,” kata Masumi. “Kuambilkan minum,” ia tersenyum.
Semburat merah merona di wajah Maya. Gadis itu mengangguk dan duduk di sofa sementara Masumi beranjak ke sebuah meja. Saat Masumi berbalik, Maya sudah tak ada. Didapatinya si wanita mungil tengah berdiri di beranda.
Masumi menghampiri, “lemon soda?” Masumi menyerahkan gelas di tangannya.
Wanita itu meraihnya, “terima kasih,” katanya. “Padahal aku bisa minum alkohol!” tegas Maya.
Senyuman Masumi melebar, “Aku takut kau mabuk dan merusak rencana kita.”
Mata Maya berbinar. “Rencana apa?”
“Ke pantai. Aku akan mengajakmu ke sana nanti,” tunjuk Masumi.
“Waa… indah sekali,” seru Maya. “Aku mau ke sanaa!!’ pekiknya senang.
Gelak terdengar dari pria di sampingnya. Maya menoleh dan mengamatinya, mulai berpikir betapa tampan dan bersinarnya Masumi saat tertawa. Sementara Masumi lupa, kapan terakhir kali ia bisa tertawa lepas seperti baru saja.
“Ayo kita makan siang dulu,” ajak Masumi.
Maya mengangguk menyetuji.
Keduanya lantas menyantap makan siang mereka yang sudah disediakan. Masumi sesekali bertanya mengenai latihan Karenina dan apakah Maya mengalami kesulitan.
“Ya, memang sedikit menyulitkan berperan menjadi wanita dewasa yang datang dari kelas atas. Aku masih harus banyak belajar mengenai bagaimana bersikap yang seharusnya. Namun sebetulnya, tidak begitu sulit untuk mengerti cara berpikirnya,” kata Maya. “Mungkin karena aku sudah pernah menonton sandiwara itu sebelumnya.”
Atau tengah mengalaminya.
Masumi tersenyum lega mendengarnya. “Baguslah kalau begitu. Kudengar juga latihan pementasan Karenina berjalan lancar. Demikian juga dengan Romeo dan Juliet.”
“Ah… ya…” Maya sedikit menunduk, teringat Yuu.
Sekali lagi rasa itu datang. Bahwa apa yang tengah dilakukannya adalah salah.
“Kau bahagia, Maya?” tanya Masumi tiba-tiba.
Maya tertegun, ia menatap Masumi dengan tanda tanya.
“Kau bahagia dengan pernikahanmu?” tanya Masumi, memastikan.
Mata Maya melebar sejenak, dan dengan cepat ia menunduk dan mengangguk beberapa kali. Masumi hanya mengamati sebelum ia bicara kembali.
“Kurasa Sakurkoji memperlakukanmu dengan baik…”
Maya menggigit bibirnya. Menyadari dialah yang selama ini tak bersikap baik dalam pernikahannya.
“Yuu sangat baik…” gumam Maya. Ia tiba-tiba merasa sesak dengan rasa bersalahnya.
“Maya….” Panggil Masumi pelan.
Maya mengangkat wajahnya dan menatap pria itu. Masumi berusaha mempersiapkan diri mengatakan apa yang harus dikatakannya. Namun pria itu hanya mematung. Mereka baru saja bertemu, rasanya tak tepat berbicara mengenai perpisahan sekarang.
“Hijiri akan menjemputmu nanti sore?”
“Ah, ya,” Maya mengangguk.
“Kuharap kau akan merasa senang di sini,” Masumi tersenyum.
Setelah makan siang keduanya menaiki mobil Masumi menuju pantai. Sepanjang jalan Masumi menerangkan mengenai apa-apa saja yang ada di sekitarnya. Matahari sedang bersinar terik saat keduanya tiba di pantai.
“Ayo,” ajak Masumi, mengulurkan tangan yang disambut Maya.
Masumi menggandengnya menuju pantai. Keduanya membuka alas kaki mereka dan bersama-sama menikmati kehangatan pasir putih yang meraba permukaan kulit keduanya.
Angin berhembus sepoi-sepoi sejenak dan terkadang kencang. Dari kejauhan tampak kapal yang mengambang. Lebih atas lagi didapati mereka camar yang terbang melayang.
Rambut Maya acak-acakan disapa angin. Gadis itu tergelak seraya membenahinya. Masumi membantunya sesekali, sekaligus menikmati rambut gadis itu terselip diantara jari jemari.
“Terima kasih,” kata Maya kepada Masumi saat rambutnya sudah sedikit rapi.
Tapi tak lama, angin berhembus kencang kembali dan rambut Maya acak-acakan sekali lagi.
Keduanya tertawa.
“Anginnya menyegarkan,” ujar Maya.
Bisa diciumnya aroma laut dan kehangatan pasir yang dibawa sang angin. Yang selama ini selalu menemani Masumi dalam kesendiriannya.
Keduanya beranjak menuju batu karang.
“Hati-hati,” kata Masumi, mengencangkan pegangannya yang tak pernah lepas sedari tadi.
Keduanya duduk di sebuah batu karang yang sekali dua kali disapa ombak yang menerjang.
“Kya!!” Maya terpekik, menyembunyikan wajahnya di dada Masumi agar tak terciprati.
Sekali lagi Masumi tertawa.
“Nah, itu,” Masumi menujuk, dan pandangan Maya mengikuti arah tunjuk.
Ditemukannya kepiting-kepiting kecil yang pernah Masumi ceritakan ada di sana. Berusaha keras melawan arus ombak, buih-buih keluar dari mulut mereka.
“Aih… lucunya…” kata Maya dengan gemas. “Aku jadi ingin membawanya pulang,” Maya tertawa.
“Nanti saja kita beli di restoran. Kau mau kepiting lada hitam? Kepiting garam? Sup kepiting?”
“Ssshhtt pak Masumi!!” hardik Maya. “Nanti terdengar oleh mereka!!”
Keduanya lantas tertawa.
“Nah, di sana,” Masumi kembali menunjuk ke suatu arah. “Salah satu jalur Astoria.”
Astoria… Maya mengingat. Sudah sangat lama, namun Maya tak pernah lupa. Kenangan saat mereka bersama. Berkencan, berdansa. Maya sungguh merasa seperti Cinderella. Tanpa sadar Maya tersenyum hangat mengenangnya.
“Ayo,” ajak Masumi, “kita kembali ke pantai.”
“Ung!” Maya mengangguk.
Keduanya kembali berjalan seraya bergandengan, menuju pantai, lantas bermain-main dan tertawa riang.
Pasir menempel di tubuh Maya saat keduanya berkejaran dan Masumi berhasil menangkap dan menjatuhkannya.
“Kyaa!!” pekik Maya dengan riang. Lantas tertawa teramat senang.
Masumi menggendongnya, mengempaskan Maya ke lautan saat ombak menghampiri mereka.
Sekali lagi Maya terpekik. Protes dengan kesal kepada Masumi. Lantas dengan keras kepala menarik Masumi agar basah seperti dia.
Akhirnya berhasil, Masumi tercebur dan kuyup. Maya kembali teratawa riang. Keduanya lantas berkejaran di sisi lautan.
Maya berusaha berlari, namun terasa berat melangkahkan kaki di antara air. Sekali lagi Masumi berhasil menangkap si Mungil dan memeluknya.
Ombak datang lagi, menabrak kasar keduanya. Sekali lagi Maya menjerit, sementara Masumi menahan pinggangnya agar tak tejatuh.
Maya begitu senang dan tak berenti tertawa riang. Namun waktu kebersamaan mereka semakin berkurang, tampak dari matahari yang sinarnya mulai semakin menghilang.
“Ayo pulang,” ajak Masumi. “Kurasa sebentar lagi Hijiri akan kembali.”
Keduanya bangun dari pembaringan. Tampak pasir menempel di pakaian. Dan sekali lagi keduanya berjalan seraya bergandengan tangan.
“Pak Masumi… kapan kembali ke Tokyo?” tanya Maya.
“Mungkin besok,” Masumi tersenyum.
“Kenapa tidak kembali hari ini?” tanya Maya. “Apa Anda akan di sini sendirian?”
“Ya. Ada yang sedang ingin kupikirkan.”
“Apa?” tanya Maya, sedikit mendesak dan khawatir.
“Sesuatu,” Masumi berusaha tersenyum menenangkan.
Maya berhenti melangkah, dan membuat Masumi pun melakukan hal yang sama.
“Ada apa?” tanya Masumi.
Wanita itu mengamati kekasihnya. Tiba-tiba merasa iba. Sesuatu mengganggu pikirannya. Sesuatu yang tak bisa dibagi dengannya?
“Ada apa?” Maya balik bertanya. “Apa yang Pak Masumi pikirkan?”
Masumi tertegun, menghela napasnya. “Bukan apa-apa,” Masumi berusaha tersenyum. “Kau jangan khawatir aku—“
“Pak Masumi,” Maya berjalan mendekati, menengadah. “Sekarang aku di sini. Sekali saja, aku ingin Pak Masumi berbagi denganku. Sekali saja, aku ingin merasa berguna untukmu,” mata wanita itu berkaca-kaca.
“Maya…” pria itu mendesah. Ia menarik Maya ke arahnya, memeluknya. Menempelkan tubuh mereka yang sama-sama basah. “Kau datang ke sini hari ini, itu sudah membuatku sangat bahagia,” ungkap Masumi. Biasanya aku akan melamun dan merenung saat berada di pantai. Baru kali ini aku bermain-main seperti tadi. Aku benar-benar senang,” Masumi tersenyum. “Bahkan ini pertama kalinya aku pulang dalam keadaan begini basah,” ia tergelak.
“Pak Masumi…” Maya memeluk pria yang dicintainya itu. “Jangan selalu bersedih,” pintanya.
Maya… Masumi menelan ludahnya berat. Bagaimana mungkin, jika sumber kebahagiannya sudah bukan lagi miliknya. “Ya,” jawab Masumi perlahan. “Terima kasih, Maya…”
Keduanya kembali ke dalam vila dan membersihkan diri. Mereka menunggu Hijiri dengan menonton televisi.
Maya dan Masumi duduk di sebuah sofa, bergeming di tempatnya masing-masing.
Sesekali Masumi melirik Maya, ingin memintanya mendekat, namun ia tak tahu bagaimana kalimatnya yang tepat.
Maya pun hanya diam di tempatnya. Berpikir untuk mengurangi jarak, namun kembali terusik dengan pertanyaan apakah itu layak?
“Hijiri kenapa belum tiba juga?” Masumi memecah keheningan.
Maya teringat, menggeleng. “Mungkin sebentar lagi.”
“Ah, ya…” Masumi menelan ludahnya. Ia kembali hendak mengatakan mengenai rencananya ke Amerika. Meninggalkan Maya dan semuanya yang ada.
Namun saat ia mencoba membuka mulutnya, teleponnya berdering. Keduanya terlonjak, tersadar dari lamunannya masing-masing.
Masumi berdiri dan mengangkat teleponnya sementara Maya hanya mengamati. Masumi tampak bicara dengan serius. Sesekali pria itu menatap kepadanya.
Sepertinya hal yang serius… batin Maya.
“Baiklah. Aku mengerti,” kata Masumi sebelum menutup teleponnya.
Ia kembali menghampiri Maya lagi.
“Ada apa?” tanya Maya sedikit khawatir.
“Barusan Hijiri mengabari,” Masumi menelan ludahnya. “Di Tokyo sedang ada badai, jalan ditutup dan Hijiri tak bisa datang menjemput.”
“A, apa!?” Maya terenyak. “Jadi…”
“Aku pun tak bisa mengantarmu. Jalanan ditutup dimana-mana. Kita tak akan bisa sampai tujuan,” terang Masumi.
Maya menatap ke luar vila. Tak ada tanda-tanda badai di tempat mereka. Ia kembali menatap pria di hadapannya. “Ja, jadi…. Bagaimana?”
“Kau belum bisa pulang. Mungkin baru besok kau bisa kembali,” terang Masumi dengan galau.
“Be, besok?” mata wanita itu melebar. Bermalam… di sini? Hanya dengan Pak Masumi… berdua saja…? jantung gadis itu berdebar-debar dengan sangat keras.
“Ya. Tidak apa-apa kan, Maya?” Masumi memastikan. “Ada kamar tamu di sini yang bisa kau gunakan,” imbuhnya.
Maya membuang wajahnya yang merona hangat. Maya mengangguk beberapa kali dengan gugup. Sampai ia teringat sesuatu. “I, itu… Yuu…” Maya menatap Masumi ragu.
“Hijiri sudah mengurusnya. Ia sudah menghubungi suamimu dan mengatakan kau tertahan dan menginap di hotel.”
Mendengarnya, tanpa sadar, Maya menghela napas lega.
Namun seharusnya tak begitu. Bagaimana pun ia sudah menipu. Maafkan aku Yuu… batinnya sendu.
Masumi kembali duduk di samping Maya. “Kurasa sebaiknya kita berbelanja untuk makan malam?” ajak Masumi.
Rasa sendu itu tersingkir begitu saja. Maya menatap Masumi dengan riang dan mengiyakan ajakannya.
Keduanya berbelanja dan memasak makan malam mereka. Bukan masakan luar biasa. Hanya masakan yang sederhana namun waktu yang mereka habiskan bersama untuk membuatnya, yang membuat panganan itu terasa istimewa.
“Ah… kenyang!” Seru Maya dengan puas. Sejenak pikirannya terlempar kepada Yuu, memikirkan suaminya sedang makan apa.
Denting piring membuat Maya tertegun. Dilihatnya Masumi membereskan piring dan Maya segera bangkit terbangun. “Olehku saja,” kata Maya.
Masumi hanya tersenyum, dibiarkannya Maya membantu.
“Tidak usah dicuci, besok pagi akan ada yang datang ke sini,” terang Masumi.
Maya mengangguk sekali lagi.
Untuk Maya, Masumi menyalakan televisi. “Kau pasti suka menonton Drama ini,” tebak Masumi.
Maya tersenyum malu-malu dan mulai menikmati tayangan di layar kaca itu.
“Pak Masumi? Mau kemana?” tanya Maya saat melihat Masumi hendak meninggalkannya.
“Aku mau merokok dulu,” terang Masumi. “Kau menonton saja.”
“Oh... mmh… baiklah,” Maya tersenyum.
Dilihatnya Masumi beranjak ke beranda.
Maya mengamatinya hingga Masumi tak terlihat lagi. Selanjutnya Maya berusaha berkonsentrasi. Walaupun matanya melekat ke televisi, namun pikirannya tak juga beranjak dari Masumi. Akhirnya Maya memutuskan untuk pergi menghampiri.
Sekali lagi Maya melihat pemandangan yang sama. Masumi berdiri di beranda. Sendiri saja.
“Pak Masumi…” panggil Maya perlahan.
Tampak Masumi terkejut sebelum membalikkan badan.
“Maya…?” alisnya naik. “Kau tidak menonton?”
Maya menggeleng. “Pak Masumi tak kunjung kembali, Jadi aku…”
“Nanti aku kembali,” Masumi tersenyum. “Aku hanya tak mau mengganggumu dengan asap rokokku,” kata Masumi, menunjukkan rokok yang terselip di antara jemari.
Maya bergeming beberapa lama. “Aku di sini saja… kalau tidak mengganggu.”
Maya…? Masumi tertegun. Ia kembali tersenyum. “Tentu tidak,” katanya. Ia beranjak ke meja dan mematikan rokoknya di sana. “Kemarilah,” ajak Masumi kepada Maya.
Wanita itu menghampiri.
Keduanya berdiri berdampingan dengan jarak yang berdekatan. Terasa kehangatan saling berbagi diantara bagian tubuh mereka yang bersentuhan.
“Pak Masumi memandangi bintang dari sini?” tanya Maya, menengadah menatap langit yang menghitam.
“Ya. Tapi belum banyak,” ujar Masumi. “Baru beberapa saja. Semakin malam biasanya akan semakin banyak.”
“Sepertinya indah sekali.”
“Sangat indah…” Masumi mendesah.
“Aku ingin melihatnya,” ujar Maya.
Angin dingin malam itu, yang menyentuh kulit Maya yang terbuka, menggelitik organ pernapasannya. “Hatsyiiii!!!” Maya bersin dengan keras.
Masumi terlonjak karenanya dan teratawa, sementara wajah Maya sekali lagi merona.
“Kau kedinginan?” tanya Masumi, seraya membuka jaketnya. “Pakai ini, agar kau tak sakit.”
“te, terima kasih,” kata Maya. “Aku sebetulnya membawa jaket,” terangnya. “Tapi…”
“Tak apa-apa,” kata Masumi, mulai memasangkan jaketnya.
Wanita itu tertegun.
Masumi menyampirkan jaketnya di bahu Maya, namun tangan lelaki itu lantas terjulur, melingkar di tubuhnya seraya merapatkan jaket di tubuh Maya. Namun tangan Masumi tak pula beranjak. Sebaliknya, lengan kekar itu perlahan semakin membelit, membuat jarak mereka semakin sempit.
Pak.. Pak Masumi… batin Maya. Ia menelan ludahnya. Dada wanita itu berdebar semakin keras saat merasakan Masumi sudah memeluk tubuhnya sepenuhnya.
Begitu kuat dan erat. Sangat hangat. Bisa dirasakannya dada kokoh pria itu dan punggung mungilnya yang terus merapat. Membuat Maya menjadi sangat gugup. Berbuat apapun ia tak sanggup. Tak bisa mengelak, dan tak ingin menolak.
“Maya…” bisik Masumi dengan lirih.
Wanita yang dipanggil namanya menoleh, dan sedikit terlonjak menyadari wajah Masumi yang hampir tak berjarak.
Ia menyadari kemana pria itu berkehendak, dan si wanita sama sekali tak menolak. Malah, saat Masumi menyentuhkan bibirnya untuk pertama kali, Maya segera membalasnya dan membuat ciuman itu tak berhenti hingga berkali-kali.



Masumi membalikkan tubuh Maya menghadap kepadanya dan mendekapnya.

Bibir mereka kembali tak lepas saling mengecup seraya mulai saling memanggil. Tak dihiraukannya jaket Masumi yang terjatuh dari si tubuh mungil. Tak juga dihiraukan saat Maya mulai kembali menggigil.

 “Pak Masu—“

Pria itu tak memberinya kesempatan saat Maya berusaha menghentikannya. Sekali lagi bibir Maya disambarnya. Dipagut semampunya. Semakin lama semakin cepat, semakin sering dan semakin tak terkendali. Akal keduanya sama sekali tak berfungsi dan hanya mengikuti apa mau hati.

Diam-diam Masumi khawatir, jika ia berhenti maka wanita itu akan kembali mengingat si suami. Karena itulah kecupan-kecupan dari bibirnya terus menghujani.
Maya sendiri sudah tak tahu lagi apa yang tengah terjadi. Tubuh dan pikirannya sudah berada di luar kendali. Dibiarkannya Masumi melakukan apa yang dimaui dan Maya hanya mengikuti.
Bahkan wanita itu tak bersuara saat tangan Masumi mulai meraba bagian-bagian yang tak seharusnya. Membuat wanita itu merasa semakin tak kuasa dan hanya pasrah di pelukan kekasihnya.
Bibir dan tangan mereka tak henti saling membelai, dan kedua jiwa yang saling merindukan itu semakin hanyut terbuai.
Saat itulah Masumi meyakini bahwa wanita dalam pelukannya itu pun masih menyimpan rasa yang sama kepadanya.
Bahwa Maya pun masih memiliki rindu dan cinta terhadapnya.
Maya menengadahkan wajah, berusaha mengumpulkan kekuatan agar kakinya tak terlalu lemah. Disisirnya rambut Masumi dengan jemarinya, menurun ke bagian kerah.
Saat itulah sebuah kemilau mengusik Maya. Wanita itu memicingkan mata, dan mengamati dari mana arah cahaya.
Sebuah cincin adalah sumbernya. Melingkar di jari manis dengan anggunnya. Cincin yang mengingatkan Maya pada sebuah sumpah.
Sumpah untuk setia.
Serta merta Maya terenyak. Matanya melebar dan ia menghindari Masumi dengan sontak. Didorongnya bahu pria itu dengan sekali gerak.
“Maya…” desis Masumi dengan terkejut.
Saat itulah Maya merasakan kesadarannya mendapat hantaman, bahwa ia baru saja melakukan sebuah pengkhianatan.
Mata Maya segera berkaca-kaca. Merasa begitu hina, telah membalas cinta dengan dusta.
“Maya…” panggil Masumi sekali lagi dengan begitu khawatir. “Ada apa?” tanya si pria.
“Aku tak bisa,” Maya menatap Masumi dengan pertahanan yang tersisa, “Aku tak boleh…” dan mulai menangisi noda dalam kesetiaannya yang ia toreh.
Tersadarlah si pria, kemana ia baru saja menggoda. Penuh sesal dan pahit ia mengeratkan rahangnya.
Segera ia menjaraki diri dari wanita yang begitu ia cintai.
“Maaf, Maya… maaf,” desahnya lirih.
Maya menutup bibirnya dan menggeleng namun tak juga terucap sepatah kata.
Masumi berdecak, melemparkan pandangannya yang suram ke lautan kelam, sekelam hatinya saat ini yang dipenuhi penyesalan.
“Kenapa…?” tanya Maya serak dengan mata sambab. “Kenapa Pak Masumi membiarkanku menikah?” tanya Maya penuh tuduhan. “Kenapa hari itu Anda muncul di hadapanku, lantas hanya membisu?”
Istri Sakurakoji akhirnya melontarkan pertanyaan terbesar yang bersemayam di hati.
Disodori pertanyaan itu tak pelak lagi Masumi terkesiap. Ia menoleh tajam dan terdiam senyap.
“Lantas apa yang kauingin aku lakukan?” tanya Masumi akhirnya. “Membawamu pergi!? Lari!? Itu yang kauinginkan?”
“Mungkin!” jawab Maya. “Setidaknya aku tahu aku punya pilihan! Tahu bahwa aku masih kau inginkan!”
“Kalau begitu ikut denganku sekarang!!” tuntut Masumi seraya menggenggam kedua lengan Maya. “Pergi denganku!!” Ia menggoyang-goyangkan tubuh mungil itu dengan kuat. “Ayo Maya! Ikutlah denganku!! Jadi milikku! Kau mau!??” seru Masumi dengan tajam.
Maya membisu, menatap Masumi dengan pedih. Pria itu pun tahu bahwa gadis itu sebenarnya mengerti. Kenapa hari itu Masumi tak bicara, dan kenapa Maya bersedia.
“Pak Masumi…” isak Maya, menunduk. Membiarkan tetesan dari matanya berjatuhan.
“Kau pasti mengerti kan, Maya? Aku tak percaya diri. Aku pernah menyia-nyiakanmu. Dan aku tak mau menjadi penghalang kau mendapatkan kebahagiaanmu…” Masumi membuat pengakuan. “Apa aku harus merusak hari bahagiamu? Apakah aku sudah yang terbaik bagimu? Dan aku menyadari… semua sudah terlambat. Kau sudah bertemu dengan orang yang aku tahu, akan berbuat apapun untuk membahagiakanmu. Kau telah bertemu orang yang tepat. Bukankah begitu?”
Maya tak mengelak. Perkataan Masumi memang tepat. Maya tak mungkin sanggup menyakiti Sakurakoji yang sudah menjadi pelipur laranya selama ini. Semua kelembutan dan kebaikan hati pria itu. Benar. Sakurakoji telah melakukan apapun yang ia tahu untuk membuat istrinya bahagia. Sebetulnya, Yuu pria sempurna.
Hanya satu kekurangan Sakurakoji.
Dia bukan Masumi.
Maya mengangguk. “Yuu sangat baik,” katanya lirih. “Dia selalu memikirkanku, dan melakukan apa saja untuk kebahagiaanku…”
Masumi melonggarkan genggamannya. Dan kembali membuang pandangan ke lautan luas di hadapannya. Seharusnya ia bahagia mendengarnya. Namun tidak. Ia ingin dirinya yang membuat Maya bahagia. Yang menghiburnya saat ia berduka. Namun nyatanya, Masumi selalu menjadi pihak yang memberi luka.
“Maya… sebetulnya, ada yang ingin kusampaikan,” ia menoleh kepada kekasihnya. “Aku… sudah memutuskan untuk kembali ke Amerika.”
“Apa!?” mata wanita itu membulat. “Ke… Amerika?”
Masumi mengangguk. “Aku sudah memikirkannya baik-baik. Kurasa ini keputusan paling tepat untuk kuambil saat ini. Aku… tak bisa melihatmu bersama Sakurakoji,” aku Masumi. “Aku pun tak sanggup melupakanmu, atau mengabaikanmu,” ungkapnya. Ia mengangkat tangannya, menyentuh wajah Maya. “Aku tak ingin menyakitimu. Tak bermaksud mengganggu kebahagiaanmu… Maaf, aku tadi sempat tak mampu menahan diriku.”
“Pak Masumi…” hati Maya hancur rasanya. Berpisah dengan Masumi? Tak akan melihatnya lagi?
Ia tak mau, tapi memang harus begitu.
Walau sangat ingin mencegahnya, namun Maya tak bisa melakukannya. Ia mengerti, kenapa Masumi mengambil keputusan ini.
“Kapan, Pak Masumi?” tanya Maya dengan gemetar.
“Belum bisa kupastikan, nanti setelah beberapa urusanku selesai.”
“Apa Anda akan menyaksikan Karenina-ku?”
Masumi terdiam. Memang awalnya ia baru akan pergi setelah pementasan Maya selesai. Setelah ia melihat Maya menggenggam penghargaan sekali lagi. Namun Masumi merubah keputusannya. Ia harus pergi sesegera mungkin. Setelah semua dokumennya selesai.
“Pak Masumi, Anda akan menyaksikan Karenina-ku?” tanya Maya sekali lagi.
Masumi mengamati raut wajah wanita terkasih, “Ingin sekali…” jawabnya.
“Pak Masumi…” Maya menatapnya sendu. Hatinya sungguh teramat pilu.
Pria itu tersenyum samar, menatap dalam dan lembut dengan penuh kasih. “Aku mencintaimu, Maya…”
Akhirnya, kata itu terucap juga. Terlambat, namun mendapatkan balasannya.
Maya mendekat dan memeluk Masumi. “Aku juga sangat mencintaimu, Pak Masumi…” isaknya.
Karena itulah mereka tak bisa lagi saling berdekatan dan harus saling melupakan.
Masumi balas memeluk Maya dengan erat. Dibelainya rambut Maya dengan sayang. “Aku tak akan ada saat kau membutuhkanku. Juga tak akan datang saat kau memanggilku. Tapi kau sudah punya seseorang yang akan melakukan semuanya untukmu, dengan cara yang lebih baik dariku.”
Wanita itu tak bersuara. Ia hanya ingin berada dalam dekapannya selagi bisa. Saat ia kembali nanti, ia akan menjadi Nyonya Sakurakoji lagi. Hanya malam ini, ia ingin menikmati sisa-sisa mimpi.
=//=
Sakurakoji gelisah semalaman saat ia tahu Maya tak akan pulang. Memang, semalam badai datang menghadang. Namun jauh sebelum itu, Yuu sudah tahu. Kemana dan ada apa istrinya pergi.
Ia mencuri dengar saat di telepon Maya dan Hijiri bicara. Bahwa Maya akan menuju ke tempat Masumi sudah menunggu.
Sempat ia ragu dan bertanya-tanya, ada apa keduanya harus bersua? Namun kebohongan Maya membuatnya semakin curiga, saat ia mengatakan akan berjumpa penggemarnya.
Awalnya Yuu pikir Hijiri bersamanya. Namun saat ia tahu Hijiri sedang berunding dengan pemakai jasa, tahulah ia mereka ditinggalkan berdua. Menghabiskan malam bersama.
Malam ini Yuu kembali ke rumahnya, dan Maya masih belum ada. Dikatakan Maya hanya sebentar di rumah dan langsung bekerja sesuai jadwanya.
Dan muncullah perasaan dalam dadanya, bahwa istrinya itu sungguh telah membuatnya merasa terhina.
Sampai kapan ia selalu menjadi yang kedua atau ketiga? Dibohongi dan dibodohi?
Rasa gelisah kini berbuah amarah. Dan rasa kecewa, kini berganti murka.
Maya kembali malam itu, tersenyum kepada pelayannya dan beranjak ke kamar saat suaminya menunggu.
“Yuu…” sapa Maya, seraya tersenyum malu-malu.
Tatapan tajam adalah apa yang didapatnya. Yuu beranjak dengan cepat mendekat. “Kau darimana!?” Yuu membentak.
Maya sangat terkejut. “A, aku habis—“
“Semalam kau darimana!?” Yuu mendesak.
“Aku—“
“Bersama Pak MasumI!!? Hah!?”
Deg!!
Maya sungguh sangat terkejut. Jantungnya berdebar sangat keras dan segera rasa bersalah melintas.
“A, aku— kyaa!!“ pekik Maya.
Yuu menarik tubuh istrinya, mengempaskannya ke atas tempat tidur. Dicumbuinya Maya dengan kasar. Maya terkejut, berusaha keras menghindarinya.
“Hentikan Yuu!! Hentikan!!!” teriak Maya. Saat itulah Maya menyadari, aroma minuman keras pada sang suami. Pria itu sedang tak sadar diri.
“Kenapa aku harus berhenti, hah!? Kenapa!?” Yuu meraih sweater Maya yang terbaring dan membukanya dengan kasar.
“Jangan!! Yuu!! Jangaan!!!” pekik Maya. Teriakan Maya berhenti oleh ciuman Yuu. “Mmphh!! Mmphh!!” Maya berusaha berontak. “Hentikaan!!” pekik Maya, memukuli suaminya. “Kau menyakitiku!! Hentikan Yuu!!” ia menangis.
Yuu menahan kedua lengan Maya, menatapnya getir. “Kaupikir aku tak sakit?” tanyanya.
Maya ternanap, dengan perih ia menatap.
“Kaupikir aku tak tahu? Dia kan, pria yang kaucintai selama ini? Iya kan!!?”
“Yuu…” Segera air mata mengalir di pipi Maya.
Yuu meninggalkan tubuh istrinya, terduduk di sisi tempat tidur. Ia tertunduk begitu pilu. Baru kali ini Maya melihat suaminya seperti itu.
Yuu berkata dengan berat, “Aku melihatmu. Berpelukan dengannya di pelabuhan setelah turun dari Astoria. Aku terus ragu-ragu. Apa mungkin… pria itu,” ia menelan ludahnya pahit. “Pria itu yang selalu ada di hatimu? Yang terus menerus kau tangisi, yang membuatmu tak bisa berakting lagi?” Sakurakoji menangkupkan kedua tangannya yang gemetar. “Namun bukankah dia meninggalkanmu? Memilih wanita kaya itu dan mencampakkanmu? Tapi kenapa… kau…” Yuu menggelengkan kepalanya tak mengerti.
“Bukan begitu…” isak Maya. “Kami tak melakukan apapun…”
“Aku terus menunggu. Berpikir mungkin ada waktunya kau berpaling kepadaku. Kau menjawab ya saat kuminta menjadi kekasihku, menjawab ya saat kuajak menikah, juga menjawab ya saat diminta menjadi istriku. Apa kau menipuku?” desak Yuu. “Apa yang harus kulakukan, Maya, agar menjadi pria seperti yang kau mau? Aku sangat mencintaimu… Tapi aku tak tahu lagi, apa kita bisa terus begini,” ia mengeratkan rahangnya dengan gemetar.
Maya meraba lengan suaminya. “Yuu… Sungguh, kami sudah tak akan—“
Dengan spontan Yuu mengempaskannya. “Bug!!” pipi Maya terpukul.
“Kya!!” pekik Maya, kembali terhempas.
Yuu terenyak, sangat terkejut atas apa yang terjadi, sementara Maya mengusap wajahnya, dengan airmata menganaksungai di pipi.
“Yuu…” rintih Maya.
Tampak kegalauan menyelimuti wajah Yuu yang tampan. “Arrghh!!!” serunya dengan kesal. Ia lantas beranjak keluar kamar.
Terdengar pintu kamar yang dibanting saat Yuu meninggalkan Maya sendirian.
Setelah Yuu pergi, beberapa saat Maya hanya mematung, sebelum kemudian menagis sedih.
Wanita itu tahu ia salah. Tak seharusnya ia melukai hati Yuu yang sudah menjadi pelipur laranya. Namun sudah terlanjur basah. Tetap pada akhirnya ia membalas rasa cinta dengan cara yang nista.
“Maafkan aku, Yuu… Maafkan aku…” isaknya penuh sesal. “Yuu…”
=//=
Setelah kejadian tersebut, beberapa hari Yuu tak kunjung kembali. Maya menghabiskan harinya dengan berdiam diri. Ia menolak permintaan Hijiri agar kembali bekerja dan jangan terus mengurung diri.
Namun semua rasa bersalah Maya, mengurungnya tetap di tempatnya. Ia tetap menanti Yuu kembali.
Ia tahu ia salah. Ia tahu ia berdosa. Tak pernah sekalipun Maya bermaksud menyakiti Yuu. Pria yang telah bersamanya lebih dari setahun ini. Menjadi tempatnya bersandar dan mencari ketenangan jiwa.
Dan ia malah berbalik menyakiti hatinya.
“Aku jahat sekali. Aku benar-benar jahat…” isaknya di pelukan Hijiri.
Jika Maya sedang tenggelam dalam duka, tak ada yang bisa dilakukannya. Hijiri tak tahu harus berbuat apa, sementara tak lama lagi, waktunya pementasan Karenina.
=//=
“Apa!?” tanya Masumi. “Ada surat ancaman ditujukan kepada Maya?”
“Ya. Sepertinya ini dari penggemar beratnya, yang merasa tak dihiraukan Maya. Dia berkata dalam suratnya bahwa ia memanggil-manggil Maya saat acara festival di Ninomiya. Ia mengatakan dalam suratnya, ternyata Maya tak seperti yang ia kira. Ia sangat kecewa, bahkan mengatakan bahwa ia ingin Maya mati saja.”
Masumi mengeratkan rahangnya dan juga kepalan tangannya.
“Jangan gegabah, Hijiri, jangan meremehkannya. Kita tidak tahu apakah ini hanya ancaman main-main atau sungguh akan dilakukannya. Selidiki secermat-cermatnya, cari sebanyak-banyaknya informasi mengenai siapa pengirim surat itu, namun jangan sampai diketahui pihak yang tak perlu.”
“Baik, Pak,” Hijiri mengangguk. Ia lantas memberi jeda sebelum kemudian berkata. “Maya-sama masih menolak bekerja. Sakurakoji-san pun belum kembali ke rumah,” terang Hijiri. “Saya sudah meminta Sakurakoji-san kembali, namun ia masih enggan. Saya tak tahu apa masalahnya, keduanya tak mau bercerita. Namun Maya-sama terlihat sangat sedih karenanya.” Paparnya. “Apa yang akan Anda lakukan?”
Masumi terdiam. Ia sangat sedih mendengarnya. Ia tak tahan mendengar Maya sedang terluka. Namun…
“Tak ada,” jawab Masumi. “Itu urusan rumah tangga mereka. Aku tahu benar bagaimana Sakurakoji sangat mencintai Maya. Ia tak akan melepaskannya. Dan aku tahu benar, bagaimana Maya tak ingin menyakiti hatinya,” Masumi menelan ludahnya. “Ia pun tak akan meninggalkan suaminya,” Masumi menghela napasnya berat. “Biarkan saja, berikan mereka waktu. Keduanya pasti bisa mengatasinya.”
Pak Masumi… Hijiri mengamati Masumi yang begitu kentara tengah menyembunyikan luka hatinya. “Baik…”
=//=
Dan dugaan Masumi benar. Hijiri telah mengatakan keadaan Maya kepada Yuu. Pria itu bersikukuh tak ingin kembali dulu ke rumahnya. Namun Yuu sangat merindukan Maya. Ia pun tak tega mendengar Maya menyiksa diri karena kepergiannya. Bagaimana sang istri menghukum diri.
Yuu sendiri tenggelam dalam kegalauannya. Menenggak minuman keras lebih dari biasanya. Namun ia tak bisa mengingkari kata hatinya. Ia ingin bersama Maya. Berada di sisinya.
Setidaknya mengetahui Maya tak pergi kemana-mana, mungkin membuktikan usaha istrinya untuk mencoba setia.
Ya, ia ingin kembali. Ia sangat takut Maya memutuskan untuk pergi, namun lebih baik baginya mendengar sendiri, apa keputusan yang sudah diambil sang istri.
Yuu kembali ke rumahnya setelah tak kembali tiga hari tiga malam. Dibukanya pintu kamar dan didapatinya Maya terdiam di sebuah kursi, tertidur.
Yuu menghampiri. Ia tertegun mendapati apa yang berada di tangan sang istri.
Foto pernikahan keduanya.
Maya… Sakurakoji tersentuh. Ia menjulurkan tangannya, dan membelai kepala Maya dengan lembut. Istriku…
Maya terusik, perlahan membuka matanya dan mendapati suaminya di sana.
“Maya…” sapa si pria.
“Yuu…” sahut Maya lemah. “Yuu…!!” Maya membuka matanya lebar dan segera memeluk suaminya.
Yuu balas memeluknya. “Aku pulang,” bisiknya. “Maafkan aku, Maya…”
Maya menggeleng keras, “Tidak…” isaknya. “Aku yang minta maaf… Maaf Yuu… Maaf…” katanya penuh sesal, “Aku tak ingin menyakitimu Yuu… Maaf…” Maya menangis.
Yuu menghela napasnya. Ia tahu benar itulah kenapa, Maya tak pernah meninggalkannya.
=//=


Yuu membuka matanya, mendapati istrinya dalam pelukannya. Rasa bersalah itu masih ada. Ia hampir saja membuat istrinya sakit. Semalam tubuh Maya yang selalu kuat itu terasa begitu lemah.

Maya… ia mengusap bingkai wajah wanita itu seraya bertanya-tanya. Jika Maya tidak mencintainya, kenapa Maya rela melakukan ini semua? Atau mungkinkah jalannya sudah mulai terbuka?

Dikecupnya dahi Maya. Alis wanita itu bergerak perlahan, dan begitu pula matanya yang mulai terbuka.

“Selamat pagi,” sapa Sakurakoji.
“Selamat pagi…” sapa Maya, mengamati sejenak agar ia tak salah menyebut nama. “Selamat pagi, Yuu…”
“Bagaimana perasaanmu?” tanya Yuu dengan lembut.
“Baik,” Maya tersenyum, membuat tubuhnya lebih rapat kepada suaminya.
“Kau tidak perlu bekerja dulu, nanti aku akan bicara kepada Pak Hijiri, agar kau—“
“Tidak bisa,” potong Maya cepat. “Kau mungkin lupa, nanti malam adalah saatnya gladi resik,” kata Maya. “Jangan khawatir. Aku baik-baik saja, Danna, sekarang sudah sehat lagi kok!” Maya menenangkan seraya tersenyum lebar.
Yuu sempat merasa bersalah sudah membuat istrinya bersedih saat pementasan sebentar lagi.
“Anata…” Yuu bangun dari pembaringannya. “Ada yang ingin kukatakan,” ia tampak ragu-ragu.
“Ada apa?” Maya pun ikut bangun.
Tampak Yuu menimbang-nimbang beberapa saat. Namun akhirnya ia memutuskan untuk mengatakan niatnya.
“Maya, nanti jika kau sudah selesai dengan Karenina, dan aku selesai dengan sandiwaraku, aku harap kau mau berhenti menjadi aktris Daito. Aku juga akan berhenti…”
“Apa…?” desis Maya tak mengira.
“Ya. Apa kau mau, mengakhiri kontrakmu di Daito?”
“Ta, tapi… kenapa?”
“Kenapa?” tanya Yuu dengan nada agak mencela. “Aku tidak bisa merasa tenang, jika Pak Masumi terus-terusan saja mengatur apa-apa yang harus dan tak bisa kita lakukan,” kali ini Yuu berterus terang.
Maya terdiam, menunduk.
“Maya…” desak Yuu. “Kau sudah berkata kau dan dia tak pernah melakukan apa-apa, juga tak ada hubungan apa-apa lagi. Aku akan mencoba percaya. Namun aku pun setidaknya ingin melihat bagaimana kau menunjukkan kesungguhan dengan kata-katamu.”
“Yuu…” Maya mendesah berat. “Kau jangan khawatir, Pak Masumi sudah memutuskan pergi ke Amerika. Aku sungguh-sungguh Yuu… kemarin Pak Masumi dan aku, sudah sepakat tidak akan lagi,” tenggorokan Maya tercekat, “tidak akan lagi membahas mengenai hal ini. Kami—“
Yuu terdiam. Jiwanya benar-benar gelisah. Ia tahu ada yang salah. Jelas sekali Maya dan Masumi saling mencintai. Yang seharusnya ia lakukan adalah melepaskan,
Namun ia sungguh tak bisa. Yuu sudah menunggu begitu lama. Mendekap Maya dalam pelukannya adalah impian terbesarnya. Ia tak bisa melepaskannya begitu saja. Apalagi, ia yakin akan bisa membuat gadis itu bahagia, seperti yang pernah dilakukannya. Dan Maya pun sudah berjanji meninggalkan saingannya.
Tidak, Sakurakoji tak bisa melepas Maya. Ia tak bisa membayangkan hidup tanpa wanita itu di sisinya.
“Maya…” Yuu menatap istrinya. “Jika kau sungguh-sungguh ingin membina rumah tangga kita dengan utuh, tidak saja kau dan dia harus saling menjauh. Tapi kau tak boleh lagi melibatkan diri dengannya dalam ikatan apa saja,” terang Yuu. “Jika kau mengira aku masih menaruh curiga, ya. Aku belum bisa percaya. Aku,” Yuu mengetatkan rahangnya, “Tahu kau tak pernah mencintaiku seperti kau mencintainya,” Yuu membuang muka, menghela napasnya berat. “Perbedaannya terlalu nyata. Bahkan saat dia tak ada, aku selalu merasakan kehadirannya di antara kita. Sedangkan saat aku ada di hadapanmu, kau bahkan tak memandangku,” tuturnya.
Maya tertegun, merasa pilu. Ia mengulurkan tangan, menyentuh bahu suamkinya, dan sekali lagi meminta maaf.
“Maya,” dengan getir Yuu menatap Maya. “Kau pasti tak tahu keinginanku yang sangat besar untuk melepaskanmu. Tapi aku tak sanggup, keinginanku untuk memilikimu, jauh lebih besar lagi. Aku tak bisa membayangkan kau harus lepas dari tanganku,” pria itu menggeleng. “Aku tak akan bisa bertahan jika tak melihatmu.”
“Yuu,” Maya menggigit bibirnya dan mulai menangis. Ia kembali memeluk suaminya. “Aku tak akan kemanapun. Aku sudah memilihmu,” terang Maya. “Aku tak akan meninggalkanmu.”
Yuu balas memeluknya dan membuat istrinya itu mengerti betapa ia takut kehilangannya.
Maya kembali bicara, “Namun, saat ini aku tak bisa meninggalkan Daito,” Maya mendongak, menatap suaminya meminta pengertian. “Aku berutang budi kepada Pak Masumi. Aku tak bisa menjelaskannya, namun dia sudah sangat membantuku, termasuk membuat pementasan Bidadari Merah berjalan baik, dan karir teman-teman di Mayuko juga semakin naik. Karena itulah aku masih harus membayar utang budiku kepadanya, dengan menjadi aktris yang terbaik. Yang memberikan banyak keuntungan bagi Daito,” aku Maya. “Hanya itu saja, Danna. Hanya itu yang ingin aku lakukan untuknya.” Pinta Maya. “Tidak lebih, tidak ada apa-apa lagi. Aku hanya ingin membalas budi. Setelah pak Masumi pergi, kami… kami tak akan saling mencari.”
Yuu terdiam, memikirkan perkataan istrinya. Dan ia memutuskan untuk coba mempercayainya sekali lagi.
“Kau akan mencintaiku?” tanya Yuu.
Maya tertegun, lantas menjawab. “Ya…” ia mengangguk.
=//=
Masumi mendapat kabar bahwa urusan visanya sudah selesai. Begitu juga mengenai berbagai urusan di Daito. Ia sudah mengabari melalui telepon kepada ayahnya bahwa ia akan pergi.
Sejak Masumi kembali dari Amerika, Masumi hanya sekali bertemu dengan ayahnya. Masih ada rasa muak di hati pria itu, karena Eisuke sudah banyak menuliskan takdir yang tak ingin dijalaninya. Tak sekalipun Masumi bersikap hangat kepada ayahnya.
Karena itulah, ia pun sekarang akan lebih berkonsentrasi kepada bisnis Takamiya. Hanya karena ada Maya. Hanya demo gadis itu, Masumi masih turun tangan mengurus Daito. Setidaknya hanya dengan cara itu Masumi bisa membantu Maya menapaki jalannya lebih mulus.
Namun sekarang keputusannya sudah selesai. Masumi melayangkan surat pengunduran diri dari Daito. Tak ada pesta perpisahan atau ucapan selamat tinggal. Ia tak perlu menunggu apa surat pengunduran dirinya diterima atau tidak.
Ia sudah akan pergi. Dan tak akan pernah kembali.
“Apa anda sudah yakin?” tanya Mizuki, menyerahkan tiket pesawat Masumi.
“Ya,” Masumi mengangguk. Ia menerimanya. “Tolong serahkan ini kepada ayahku.”
“Pak Masumi…” Mizuki menatap atasannya begitu simpati.
Ia sudah mengenalnya sangat lama. Mengetahui bagian hidup dan kepriabdiannya yang tak biasa. Bukan sekali dua kali Mizuki pun berdoa agar atasannya itu bahagia. Namun rupanya, bukan takdir seperti itu yang harus dijalaninya.
“Pak Masumi, aku mengharapkan yang terbaik untuk Anda,” Mizuki membungkuk sangat dalam. “Selamat jalan.”
“Terima kasih, Mizuki-kun,” jawab Masumi dengan tulus.
Ia lantas beranjak pergi, untuk melihat Maya terakhir kali.
Masumi menuju teater tempat Maya mengadakan gladi resik, juga dimana Maya nanti akan memerankan Karenina-nya.
Sayang, Masumi tak akan pernah bisa melihatnya. Namun ia tahu, gadis kecintaannya itu, sampai kapanpun akan selalu menjadi artis yang memukai di atas panggung.
Karena itulah Masumi pun tak menunggu sampai hari itu tiba. Karena ia takut jika menyaksikannya, sekali lagi ia akan jatuh cinta.
“Bagaimana semuanya?” tanya Masumi di ruangan teknik.
“Semuanya baik Pak, sesuai yang direncanakan,” terang Kiritani, pengarah suara.
Masumi mengecek semuanya satu persatu, untuk memastikan kekasihnya itu mendapatkan yang terbaik.
Ia lantas masuk ke dalam teater, mengamati kursi-kursi, termasuk kursi yang sudah disediakan untuknya. Kursi dimana ia bisa melihat Maya dengan jelas.
Masumi beranjak dan duduk di sana. Diamatinya hiruk pikuk staf dan pemain yang berada di atas panggung. Maya tampak naik ke panggung, membacakan dialognya dan berakting dengan kostumnya.
Gadis itu bergitu serius dalam dunianya. Sangat bergairah memainkan perannya. Bahkan sebelum sandiwara sesungguhnya, Masumi sudah terpesona.
Maya… perasaan itu begitu berlebihan, Masumi rasanya ingin menangis. Berapa tahun ia memuja? Berapa lama ia memendam cinta? Tak berkesudahan dalam luka, tenggelam dalam duka?
Sekarang semuanya harus berakhir di sini. Ia tak akan mencintainya lagi, dan harus berhenti peduli.
Ancaman surat yang sempat mendatangkan kerisauan pun sudah tak perlu dikhwatirkan lagi. Tak ada ancaman apa-apa lagi dan tak ada yang terjadi. Keamanan kepada Maya sudah ditingkatkan. Semua pakaian dan makanan diperiksa dengan seksama sebelum menyentuh Maya.
Seseorang mengusik Masumi. Ia mengalihkan pandangannya ke sana. Tampak Sakurakoji tengah berdiri, di depan panggung mengamati istrinya.
Maya kembali keluar panggung, sebelum muncul bagiannya lagi.
Saat itu Masumi berdiri dari kursi. Sudah saatnya ia pergi. Masumi menyempatkan diri menghampiri Sakurakoji.
Pemuda itu menoleh dan terlihat tak mengira, ada Masumi di sana.
“Tampaknya semua lancar,” kata Masumi.
“Ya,” jawab Sakurakoji datar.
Masumi mengamati Yuu dengan cukup lekat. Meyakinkan diri bahwa ia bisa menyerahkan Maya kepadanya.
Masumi mengangkat tangan dan menepuk bahunya, tampak Sakurakoji sedikit terlonjak.
“Jaga Maya baik-baik,” hanya itu yang Masumi katakan.
Keduanya saling bertukar pandang, saling mengerti apa yang dimaksudkan.
“Tentu.”
Masumi tersenyum samar, meilirk sekilas ke arah panggung yang terasa kosong tanpa Maya.
Ia lantas permisi, dan beranjak pergi.
Masumi baru saja hendak keluar gedung saat Hijiri menghubungi.
“Pak Masumi, Anda masih di gedung Plaza Daito?” tanya Hijiri dengan mendesak.
Masumi tertegun. “Ya, aku sudah mau pergi ke bandara sekarang. Ada apa?” tanya Masumi.
“Tolong Anda kembali!” seru Hijiri, seraya menggenggam erat kertas di tangannya. “Saya sudah berhasil menemukan alamat dan masuk ke dalam apartemen orang yang mengancam Maya-sama. Ia berencana mencelakainya!”
“Apa!?” Mata Masumi melebar. Tak pikir panjang pria itu berbalik kembali.
“Ada cetakan tanda pengenal staf palsu yang ia buat. Ia menyamar menjadi kru panggung bernama Haruhi Kotaro. Juga salinan nomor tiket pesawat menuju Tokyo. Ia mungkin sudah ada di sana saat ini.”
“Terus bicara Hh!! Hijiri!!” perintah Masumi, seraya dengan cepat berlari, menyusuri kembali jalan menuju teater tempat Maya berlatih.
Aku harus menemukannya!! Aku harus menemukan orang itu! Tekad Masumi. Ia kembali masuk ke dalam teater, menyusuri sekeliling dengan matanya. Tak ada apa-apa, tak ada yang mencurgakan.
Ia lantas beranjak ke bagian belakang panggung. Melihat dengan sekelilingnya, mencari orang yang sesuai gambaran yang Hijiri berikan.
Maya kembali naik ke atas panggung saat bagian adegannya.
Sementara Hijiri menggeledah meja si penggemar gila. Mencari-cari coretan tangannya, dan terkesiap saat membongkar isi sebuah laci.
“Pak Masumi!!”
“Aku tak bisa menemukannya!” desis Masumi dengan panik.
“Aku tahu apa yang akan dilakukannya,” kata Hijiri. “Ia akan membuat Maya-sama bernasib sama dengan gurunya. Orang itu akan—“
Saat itulah Masumi pergi ke sisi panggung, dan menengadahkan kepalanya.
Seseorang meniti kayu penyangga lampu panggung.
“Hentikan dia!!!” teriak Masumi menunjuk ke arahnya.
Namun terlambat, tali lampu sudah diputuskan. Lampu panggung yang besar dan berat itu meluncur turun menyasar Maya.
Masumi dengan cepat bergerak, mendorong Maya sekuat tenaga.
“KYAAA!!”
“BRUAAAAKKK!!!!” lampu panggung itu jatuh.
Menimpa Masumi yang ada di bawahnya.
“Kyaaa!!!” Ruangan riuh seketika, teriakan dari mana-mana.
Sementara Maya masih tak percaya, mendapati kekasihnya terbaring tak berdaya. Dengan darah mengucur deras dari kepalanya.
“Pak… Masumi….” Desisnya, merasakan remasan kuat di dadanya. “Pak…” Air mata mengucur deras di pipinya. “KYaaaaaaaaaaaa!!!! Tidaaaaaaaaaaaakkk!!!!!!” Maya menjerit sejadi-jadinya.
=//=



Hijiri tertegun mendengar kerusuhan itu melalui teleponnya. “Pak Masumi?” panggilnya. “Pak Masumi!!?”

Tak ada jawaban. Hanya ada keriuhan dan teriakan histeris. Orang-orang berseru untuk memanggil ambulan. Mata Hijiri melebar saat ia mendengar ada yang mengatakan Masumi terluka. Hijiri mengeratkan rahangnya, dadanya berdebar cepat. Ia tahu sesuatu tengah terjadi. Hijiri melakukan apa yang harus dilakukannya.

Ia meraih semua barang bukti itu dan beranjak dari sana.
=//=
“Pak Masumi!!!” panggil Maya dengan histeris. “Pak Masumiii!! Banguuun!!!” teriak Maya seraya menggoyang-goyangkan tubuh pria terkasih.
“Maya! Jangan begitu. Kau mungkin akan melukainya. Biarkan dulu, Maya, petugas sedang dalam perjalanan,” Yuu mengingatkan.
Darah masih mengucur dari kepala, membasahi lantai panggung dan juga juga kostum Maya yang terduduk di sampingnya dan memeluk tubuh kokoh yang tak bergerak itu.
“Pak Masumiiii!!!! Banguuuunn!!!!” teriak Maya.
“Maya, sudah, Maya, bangun,” dengan getir Yuu meminta istrinya menjauh dari si korban. Dua orang petugas ambulan datang hendak membawa Masumi ke rumah sakit. “Bangun, Maya. Biarkan mereka menolongnya!”
Maya terenyak, ia melepaskan genggamannya dari Masumi dan kedua orang itu menandunya.
Maya tak menghiraukan orang-orang yang mengkhawatirkannya dan bertanya mengenai keadaannya. Wanita itu tak juga meninggalkan Masumi. Dengan berderaian air mata, dan gaun yang basah dengan darah si pria, Maya tak mau jauh dari sisinya.
“Maya kau mau kemana!?” tanya Yuu.
“Aku mau bersamanya,” kata Maya dengan berderaian air mata. “Aku akan menemaninya.”
“Maya!” Yuu menahan lengan Maya.
Maya mengentakkannya dan dengan cepat beranjak pergi mengejar brankart yang membawa Masumi.
Wanita itu menemani Masumi di dalam ambulan. Larangan petugas tak ia hiraukan. Tangannya tak melepaskan tangan Masumi dari genggaman. Ia terus menangis dalam kedukaan seraya tak henti memanggil-manggil Masumi yang hanya membalas dengan kebisuan.
Tim medis terus berusaha melakukan pertolongan pertama pada Masumi dengan menghentikan pendarahan di kepala.
“Denyut nadinya semakin lemah,” kata perawat yang satu.
Maya panik mendengarnya.”Tolong, selamatkan dia!” mohonnya. “Katakan apa yang harus kulakukan. Aku akan melakukan apa saja!”
Petugas medis itu menoleh. “Saat ini Anda hanya harus tenang. Tenanglah… kami akan melakukan yang terbaik.”
Masumi diturunkan di rumah sakit Sanno dibawa terburu-buru menuju ruang IGD.
“Tunggu di sini!” tegas petugas kepada Maya yang ingin masuk ke dalam.
“Tapi…”
“Biarkan kami bekerja!”
Maya terdiam, bibirnya gemetar. “Tolong… selamatkan dia,” pintanya dengan suara bergetar.
Brankart Masumi masuk ke dalam ruang gawat darurat, tempat yang tak bisa lagi Maya lihat. Gadis itu mengepalkan kedua tangannya erat.
“Tuhan… tolong selamatkan Masumiku… selamatkan Masumiku…” pintanya dengan derai airmata yang tak ada hentinya.
Detik demi detik, kerisauan terasa semakin mencekik. Air mata Maya tak kunjung berhenti seiring rasa khawatir yang terus melanda hati.
“Maya-sama!” Hijiri datang menghampiri.
“Hijiri-san!” isak Maya, dan dengan cepat memeluknya. “Pak Masumi… Pak Masumi… gara-gara aku—“
“Maya-sama,” Hijiri memotong ucapannya. “Saya sudah tahu apa yang terjadi,” ia balas memeluk wanita itu. “Tenanglah, Maya sama, tenanglah. Dokter pasti akan melakukan yang terbaik. Untuk saat ini, Anda sebaiknya pulang dulu, berganti pakaian. Mobil sudah menunggu di luar,” Hijiri mengingatkan.
Maya menggelengkan kepalanya. “Tidak. Aku tidak akan kemana-mana… Aku ingin ada di sini, di sisi Pak Masumi…” tolaknya.
“Tapi Anda tidak bisa begini terus, lihat pakaian Anda dipenuhi darah. Bersihkan diri Anda, Maya sama, dan tenangkan dirimu. Pak Asa sedang dalam perjalanan ke sini. Begitu juga dengan Mizuki san dan Aoki san.”
“Tidak! Aku tak ingin meninggalkan Pak Masumi!!” pekik Maya.
“Maya-sama,” desis Hijiri.
“Kau bisa ke sini lagi nanti,” kali ini Yuu yang bicara. Pria itu baru saja datang membawa tas Maya yang ditinggalkannya begitu saja di teater.
Maya dan Hijiri menoleh kepadanya.
“Yuu…” lirih Maya.
“Ayo Maya, kita pulang dulu, nanti kita ke sini lagi,” ajak Yuu.
Maya menatap nanar suaminya.
Yuu bisa melihat wajah Maya yang begitu sembab, wajahnya merah padam, tampak teramat sedih. “Ayo, Maya,” ajak Yuu, menggenggam tangan Maya.
Maya menatap kosong ruang bedah Masumi sebelum kembali beralih menatap sang suami.
“Ayo,” Sakurakoji tersenyum membujuk, lantas seraya menggandeng tangan istrinya, Yuu beranjak dari sana.
Maya mengikutinya dengan lemah. Namun tak seberapa lama, ia menghentikan langkah. “Yuu…”
Yuu menoleh kembali menatap istrinya.
Maya kembali menangis, dan seraya memohon ia berkata, “aku tak bisa pergi… aku,” ia terisak, “Pak Masu… mi… dia…” maya menunduk dan kembali deraian air mata berjatuhan.
Sakurakoji mengeratkan rahangnya. Ia tak tahu harus berkata apa. Semuanya berlangsung begitu cepat di depan matanya. Masumi mendorong Maya dan mengorbankan dirinya.
Mungkin Maya merasa bersalah, atau semata-mata memang ingin disamping kekasihnya.
Yuu tak mengerti bagaimana layaknya bersikap. Cemburukah? Marahkah? Atau sekali lagi bersikap dewasa dan memberi pengecualian untuk istrinya terdiam di samping pria yang selama ini bersemayam di hatinya?
“Kumohon,” suara Maya bergetar, tanpa mengangkat wajahnya. “Yuu…” ia melepaskan tangannya.
Dengan pahit Yuu menelan ludahnya. Ia menyodorkan tas Maya kepada pemiliknya.
“Tapi gantilah dulu pakaianmu, jangan mengenakan kostum bernoda darah seperti itu.”
Kali ini Maya menatap suaminya, meminta maaf tanpa kata.
Ia meraih tasnya, “Terima kasih,” lirihnya.
Maya lantas beranjak ke kamar mandi. Sementara Yuu duduk di samping Hijiri.
Keduanya tak berkata apa-apa untuk sekian lama. Yuu sesekali melirik pria di sampingnya. Jelas sekali Hijiri tahu apa yang terjadi antara Maya dan Masumi. Mungkin karena itu Masumi menunjuk Hijiri menjadi manajer mereka, sekaligus mata-matanya.
“Siapa pria yang menyebabkan lampu itu terjatuh?” tanya Yuu.
Hijiri menoleh, “Seorang penggemar yang jiwanya terganggu. Ia terlalu terobsesi kepada Maya-sama, dan marah karena merasa tak dihiraukan. Polisi sudah menangkap pelakunya. Ia akan mendapatkan balasannya.”
“Hijiri san sepertinya, begitu dipercaya oleh Pak Masumi, dan juga mempunyai hubungan yang sangat dekat dengan istriku,” kata Yuu.
Hijiri tertegun sejenak, berhasil menyembunyikan keterkejutannya. “Maya sama orang yang hangat, tidak sulit dekat dengannya,” terang Hijiri. “Ada apa, Sakurakoji-san bertanya mengenai hal itu?”
Yuu tampak ragu beberapa saat, namun akhirnya ia mengucapkan apa yang ada dalam benaknya.
“TIdak, aku hanya merasa seringkali kau dan istriku menyembunyikan sesuatu dariku.”
Wajah Hijiri masih tetap bertahan tenang. Sama sekali tak bimbang, “Tak ada yang perlu kau khawatirkan. Maya-sama sangat menjaga perasaanmu. Ia memang sering bercerita kepadaku, namun itu biasanya hanya membicarakan hal baik apa yang seharusnya dilakukan.”
Yuu tak lagi berkata-kata. Sampai ia kembali teringat istrinya.
“Maya kemana? Kenapa lama sekali?”
Yuu dan Hijiri bertukar pandang. Di wajah keduanya terbersit kekhawatiran.
“Aku akan mencarinya,” Yuu beranjak dari sana dan pergi menuju kamar mandi.
Alangkah terkejut sang suami saat ia menemukan istri yang dicari.
Wanita itu tampak menangis di sebuah bangku. Beberapa orang di sekelilingnya tampak bertanya hendak membantu. Namun Maya hanya menangis dan membisu.
Yuu mendekatinya, “Maya?” tanyanya.
Namun Maya hanya menangis di sana. Yuu lantas mengatakan bahwa ia suaminya dan orang-orang pun beranjak meninggalkan mereka.
“Maya…” panggil Yuu sekali lagi, namun Maya hanya tetap menangis sendiri. Tak memandangnya tak juga bicara.
Yuu duduk di sampingnya. “Maya…” panggilnya sekali lagi dan memeluk pundak sang istri.
Dan sekali lagi Maya hanya menangis sendiri.
“Ayo kita kembali,” ajak Sakurakoji. “Mungkin sebentar lagi operasinya selesai.”
Tanpa memandang, Maya berdiri dan bersama Yuu ia kembali.
Saat itu tampak ada orang lain di sana. Dia adalah Pak Asa. Sepertinya diutus Eisuke untuk menggantikannya berada di sana.
Maya duduk kembali di tempatnya tadi. Matanya terpasung ke arah pintu sekali lagi. Berjam-jam berlalu saat kemudian pintu terbuka dan sosok Masumi kembali tertangkap mata.
Terbaring lemah di atas brangkart yang ditarik gesit menuju ruang ICU.
“Pak Masumi!!” seru Maya, segera berdiri. “Pak Masumi…!!” Maya mengejarnya.
“Tunggu sebentar,” seseorang menahan lengannya. “Saya Dokter Nagase, yang menangani Pak Masumi,” terangnya. “Tolong Anda tunggu sebentar, kami harus memeriksa dulu keadaannya.”
Kali ini Maya menunggu di depan ruangan ICU.
Hijiri, Yuu dan Asa menyusul kemudian.
“Hijiri-san,” Maya berkata lirih. “Kenapa Pak Masumi tak membuka matanya. Lalu kepalanya…”
“Tenanglah, Maya-sama. Ia baru selesai dioperasi. Pasti belum sadar. Kita tunggu saja apa yang akan dikatakan oleh Dokter,” Hijiri berusaha menenangkan.
Seorang dokter keluar dari ruang ICU dan berbicara kepada Pak Asa yang merupakan perwakilan dari keluarga Hayami. Dokter itu mengatakan bahwa kondisi Pak Masumi stabil. Baik respirasi maupun tekanan darah dan detak jantungnya. Namun Pak Masumi masih koma, masih belum sadar sejak ia tertimpa lampu tadi, Pak Masumi masih belum bereaksi apapun. Karenanya pria itu masih dalam pengawasan intensif pihak rumah sakit. Mereka khawatir jika sampai Pak Masumi tak kunjung terjaga, maka pria itu bisa kehilangan nyawanya tanpa sempat membuka mata.
Mendengar hal itu, Maya terenyak. Seketika jantungnya terhenti dan kegelapan menyelubunginya.
=//=
“Maya, kau tak apa-apa?” tanya Yuu dengan khawatir saat Maya terjaga.
Kepalanya terasa sangat pening. Kepada suaminya ia terpaling, “Pak Masumi?” tanyanya tanpa basa basi.
Yuu menelan ludahnya. Saat pingsan nama itu yang terus dipanggil istrinya, begitu pula saat ia meraih kembali kesadarannya.
“Pak Masumi!?” desak Maya lagi.
“Masih dirawat di ruang ICU. Dia masih koma.”
Maya memaksa hendak berdiri dan pergi menemui Masumi. Namun tiba-tiba ia terkena serangan. Kepalanya terasa ringan dan tubuhnya kehilangan keseimbangan.
“Hati-hati!” Dengan tanggap Yuu menangkap. “Istirahatlah Maya, makan dulu kau belum—“
“Aku ingin menemui Pak Masumi! Aku ingin melihat Pak MasumI!!” tegas Maya.
Yuu mengeratkan rahangnya. “Kau sendiri sedang sakit! Ada Pak Asa yang menunggui—“
Bruk! Maya mendorong Sakurakoji menjauh mundur. Maya sendiri segera beranjak keluar kamar menuju kekasihnya yang masih tertidur.
“Maya!!”
Wanita itu tidak menghiraukannya dan pergi keluar dari sana. Dengan hampa Yuu memandangi tempat tidur dimana tadi istrinya berada. Ia menghela napasnya, dan keluar dari sana.
“Pak Masumi…” bisik Maya seraya terisak saat ia masuk ke dalam ruang ICU Masumi. Kepala pria itu diperban rapat, serapat matanya yang tengah tertutup.
Alat bantu pernapasan masih terpasang begitu juga selang infus dan alat detektor denyut jantung.
“Maya-san,” Asa menyambut dan membungkuk.
“Bagaimana keadaan Pak Masumi?” Tanya Maya dengan mata berkaca-kaca dan tanpa melepaskan pandangan dari kekasihnya tersebut.
“Masih koma. Perawat akan mengontrolnya dengan teratur. Saya harus permisi dulu karena harus melaporkan semuanya kepada Tuan Besar.”
“Ya, tak mengapa, aku akan menjaganya,” Maya menatap nanar kekasihnya dan menggenggam tangan yang selama ini melindunginya. “Aku tak akan kemana-mana…”
Asa membungkuk dan keluar dari sana. Di pintu, ia sempat bertemu Yuu. Mereka saling bertukar pandang dan Asa permisi pergi.
Yuu mengamati dari pintu. Maya sedang bicara kepada Masumi, dengan lirih dan lembut. Mengatakan ia tak akan meninggalkannya, akan selalu berada di sisinya.
“Bangun… Pak Masumi… Maafkan aku. Karena aku kau seperti ini. Semuanya karena aku. Kumohon buka matamu. Aku tak akan menyakiti hatimu lagi. Tak akan lagi…” tetesan air matanya menuruni pipi.
Yuu menelan ludahnya sakit. Pria itu masuk ke dalam, menghampiri Maya yang masih memandang kosong kepada Masumi. Terpaku menatapnya.
“Anata,” Yuu menyentuh bahu istrinya. “Ayo pulang. Para perawat akan menjaganya.”
Beberapa saat Maya bergeming. Terdiam tanpa reaksi.
“Maya…”
Wanita yang wajahnya bercucuran airmata itu hanya menggeleng. Menolak.
“Tidak ada yang bisa kita lakukan walaupun—“
“Tidak!!” Maya memeluk Masumi. “Aku tak akan meninggalkannya!! Tidak!!” ia tergugu. “Pak Masumi….”
Seorang perawat masuk ke dalam, “Nyonya!” dengan terburu ia menghampiri. “Tolong tenanglah! Anda harus tenang!”
“Suster, bagaimana keadaan Pak Masumi?” tanya Maya dengan getir.
“Pasien masih koma. Anda harus tenang. Tolong jangan membuat keributan.”
Maya mengangguk.
Sekali lagi suster itu memeriksa kondisi organ-organ vital tubuh Masumi.
“Semuanya normal. Tekan alat ini jika ada apa-apa dan Anda hendak memanggil perawat.” Terangnya.
Maya hanya mengangguk.
“Pak Masumi…” wanita itu mengangkat tangan pria itu dan menciumi punggungnya. “Cepat sembuh… cepatlah sembuh…” Ia memejamkan matanya dan menangis lagi.
Yuu tercenung sekian lama. Bingung, marah, lelah.
Maya sama sekali tak menghiraukannya. Wanita itu sama sekali tak berpura-pura menutupi perasaannya. Mendekap Masumi dengan sekuatnya. Sejak wanita itu masuk ke dalam kamar Masumi, tak sekalipun istrinya itu memandangnya.
“Maya,” panggil Yuu sekali lagi dengan sedikit bergetar.
Tak ada tanggapan apa-apa. Yuu segera keluar dari sana.
=//=
Yuu tidak pulang ke rumahnya. Ia pergi ke sebuah bar dan menenggak beberapa gelas minuman. Ia masih tak percaya apa yang terjadi begitu cepat hari ini.
Semuanya terjadi di depan matanya. Maya yang sedang berlatih, Masumi yang tiba-tiba muncul, semua teriakan, suara hantaman yang begitu keras dan tiba-tiba Masumi sudah tergeletak di sana. Dan teriakan histeris Maya.
Masumi mengorbankan nyawa demi Maya. Tapi apa hebatnya? Ia pun akan melakukan hal yang sama demi Maya.
Namun semuanya mulai semakin jelas sekarang. Baru kali ini Yuu melihatnya lagi. Rasa cinta Maya yang begitu dalam bagi kekasihnya itu.
“Duk!!” Yuu menurunkan dengan kasar gelas minumannya.
Suara seorang gadis terdengar menyapanya. Yuu menoleh, dan seorang gadis asing yang cantik sudah duduk di sampingnya.
Mengerling manja, menggodanya.
Ia memperkenalkan namanya namun Yuu tak mendengarnya. Akan tetapi Yuu jelas tahu maksudnya.
“Kenapa pria tampan sepertimu hanya sendirian?” tanyanya seraya semakin condong mendekat, memamerkan bagian tubuhnya yang mengundang hasrat.
Beberapa saat Yuu terpaku dalam lamunan, mencoba merasakan bagaimanakah saat diinginkan.
“Kenapa malah diam saja?” tanya wanita itu, tertawa renyah dengan genit.
Dengan cepat dan tanpa sadar Yuu meraih leher wanita itu dan mencium bibirnya. Beberapa kali. Wanita itu membalasnya. Mereka tak peduli ada dimana saat ini atau mata-mata yang memandang sinis.
“Ayo kita pergi,” ajak si wanita, di bibir Sakurakoji.
Yuu merasakan ketidaknyamanan. Berbeda sekali, dari ciuman yang pernah ia rasakan. Ciuman bersama sang pasangan.
Maya.
Hanya wanita itu yang ia harapkan. Hanya Maya yang ia inginkan.
Yuu tertekan, mulai merasa jijik kepada dirinya dan sangat menyesal atas apa yang ia lakukan. Tanpa bicara ia beranjak meninggalkan si wanita yang terus berteriak karena merasa ditolak.
Maya… Maya… panggilnya dengan frustasi. Berharap suara hatinya bisa terdengar sang istri.
=//=
Selesai latihan Yuu kembali ke rumah sakit. Bukan hanya untuk melihat keadaan masumi, namun terutama untuk melihat keadaan sang istri.
Maya ada di sana, masih di tempatnya. Gadis itu tak bicara, hanya sesekali mengusap kepala Masumi dengan lembut, menyebut nama pria yang tak kunjung menyahut.
Lantas Maya terpaku, seraya menggenggam tangan Masumi dan mengecupi punggungnya.
Maya… Yuu menatap sendu dari balikpintu. Ia sedikit terlonjak saat Hijiri menegurnya.
“Sakurakoji san.”
Yuu menoleh.
“Maya sama?”
“Di dalam,” jawab Yuu lemah.
Hijiri menatap sebentar ke dalam ruangan sebelum berbicara kembali kepada Yuu.
“Daito sudah memutuskan, Karenina akan ditunda sampai ditemukan teater baru dan semuanya tenang kembali. Para pemain dan kru masih banyak yang syok dengan kejadian itu, dan teater tersebut masih diselidiki Polisi sebagai TKP untuk mengumpulkan bukti-bukti,” papar Hijiri. “Bukankah Anda masih ada jadwal latihan? Sebaiknya Anda kembali.”
Yuu tak tahu apa gunanya tetap berada di sana. Maya pun mengabaikannya.
“Maya…”
“Saya akan menjaganya.”
Yuu masih bergeming. Bermaksud bertanya mengenai hubungan sepasang kekasih itu namun tak jadi.
“Masuklah,” kata Yuu. “Aku akan segera pergi.”
Hijiri membungkuk dan masuk ke dalam ruang ICU.
“Maya sama,” panggilnya.
Maya tak menoleh. Ia tak lepas menatap Masumi.
“Anda sudah makan?” tanya Hijiri. “Maya sama?”
“Masumi,” seraya menangis Maya kembali menciumi punggung tangan pria itu.
Hijiri tertegun. Diamatinya Masumi yang masih larut dengan tidurnya yang dalam. Ia menghampiri, menyentuh bahu Maya.
“Maya sama, makan dulu. Tuan akan khawatir jika Anda tak menjaga kesehatan.”
Maya menggeleng. “Aku tak akan makan selama Pak Masumi tak makan!” putusnya.
“Maya sama…” Hijiri mendesah.”Anda tak boleh begitu. Jangan menyiksa diri Anda sendiri.”
“Tidak!!” Maya menggeleng kuat-kuat. “Semua ini gara-gara aku. Kalau bukan karena aku, Pak Masumi tak akan sakit seperti ini!!” Maya tergugu. “Pak Masumi… bangun… Ayo bangunlah…” pinta Maya dengan menghiba. “Kalau kau tak ada… aku tak bisa… Aku tak bisa jika tanpamu Pak Masumi… Kumohon bangunlah…”
“Maya-sama,” Hijiri menelan ludahnya, memandang getir. “Tenanglah. Anda tak boleh seperti ini. Anda harus ingat bahwa Anda harus tetap tenang, karena bisa mempengaruhi Pak Masumi. Walaupun dia tak sadar, bukankah suster bilang mungkin ia masih bisa mendengar?”
Maya berusaha keras meredam isakannya. Benar apa yang dikatakan Hijiri.
“Hijiri-san,” Maya berkata lirih. “Aku tak akan meninggalkannya. Aku akan terus berada di sisinya hingga ia tersadar,” Maya memutuskan.
“Maya sama..” Hijiri terenyak. “Bagaimana dengan pekerjaan—“
“Tak ada yang lebih penting dari Pak Masumi. Aku tak akan kemana-mana!”
Yuu menelan ludahnya. Sudah teramat jelas semuanya. Maya memang sangat mencintai si pria yang tengah lelap dalam tidurnya.
=//=
Hari demi hari berlalu, sudah sampai dua minggu. Maya memenuhi ucapannya. Ia sama sekali tak keluar rumah sakit. Kadang hanya terdiam di samping kekasihnya. Menatap dengan wajah sendu.
Tak ada satu pekerjaan pun yang Maya penuhi. Tak juga kewajibannya sebagai seorang istri.
Di luaran kehebohan mengenai hal ini sudah sempat memuncak. Mengenai tragedi saat gladi resik. Mengenai Masumi yang menyelamatkan Maya, dan bagaimana pria itu masih terbaring tak berdaya dan Maya yang terus menerus berada di sampingnya.
Pihak manajemen mengatakan bahwa Maya memang merasa sangat bertanggung jawab dengan semua ini. Karena itu ia memutuskan merawat Masumi hingga pria itu sadarkan diri.
“Tapi jangan khawatir. Saat Karenina pentas, Maya-sama akan tampil. Tak perlu peran pengganti. Maya-sama tetap akan menjadi pemeran utamanya,” Hijiri berkata selaku corong Daito.
Namun dibalik kata-katanya yang begitu pasti, Hijiri pun menyembunyikan kegelisahannya di dalam hati. Ia tahu benar bagaimana Maya, di samping Masumi, ikut menyiksa diri.
Ia enggan makan, dan tak mau beranjak dari sisi lelaki yang bagi Maya sudah seperti seorang pahlawan. Ia bahkan tak peduli dengan berbagai keluhan dari para pemakai jasanya di dunia hiburan.
“Kalau seperti ini, aku khawatir popularitasnya terus menurun,” Rei berkata suatu ketika saat bersama Hijiri di luar ruang rawat Masumi. “Kasihan Maya jika sampai di-blacklist.”
“Semoga saja tidak,” Hijiri menghela napasnya. “Mereka sudah tahu tragedi yang terjadi. Dan masih banyak yang menunggu Maya kembali muncul. Bagaimana pun, dia sedang berada di puncak karirnya.”
Ada beberapa pengusaha dan orang-orang penting yang menjenguk Masumi. Tak banyak, karena rumah sakit masih membatasi tamu bagi Masumi yang masih dirawat di ICU. Kadang para penjenguk terkejut mendapati Maya di sana.
Dari merekalah para wartawan biasanya mencari berita, mengenai keadaan Masumi dan juga keberadaan Maya.
Bahkan saat Romeo dan Juliet sudah mulai pentas, masih banyak wartawan yang bertanya kepada Sakurakoji mengenai Maya, dan benarkah bahwa Maya tak pernah pulang dari rumah sakit.
“Tidak juga,” Yuu menutupi. “Maya memang sering berada di sana. Ia masih merasa sangat berutang budi dengan apa yang dilakukan Pak Masumi yang sudah menyelamatkan nyawanya. Namun demikian, dia sering pulang ke rumah kalau aku sedang pulang. Aku sendiri memang sangat sibuk belakangan,” dustanya.
Masalah berlalu saat Daito sudah memutuskan Karenina untuk dipentaskan. Pentas perdana sudah semakin dekat, namun Maya masih tak ingin pergi dari sisi Masumi. Tak ada siapa pun yang bisa membujuk Maya untuk latihan lagi. Bahkan saat gladi resik, Maya tak tampil.
Akiko Kanzaki adalah aktris pengganti yang sudah disiapkan menggantikan Maya jika hal yang buruk terjadi. Hijiri berhasil meyakinkan bahwa Maya akan datang saat pementasan.
Walaupun sekarang, ia menjadi ragu.
Maya hanya duduk termangu di samping Masumi, mengusap lengannya, memintanya bangun.
Maya tak akan menanggapi apapun terkait pekerjaan dan juga pementasan. Namun sepertinya sekarang sudah keterlaluan.
“Maya-sama, dua jam lagi pentas perdana Karenina akan dimulai. Anda harus pergi sekarang juga. Atau Anda tak akan sempat lagi naik pentas.”
Maya termangu di tempatnya, lantas menggeleng.
“Maya-sama!!”
“Untuk apa aku berakting jika Pak Masumi tak bisa menyaksikannya?” mata wanita itu berkaca-kaca, dan mulai meneteskan air mata.
“Anda tak boleh seperti ini!! Apa yang akan dikatakan Pak Masumi, jika ia tahu Anda menolak naik panggung!?” Hijiri mengingatkan. “Anda pasti paling tahu, dia adalah penggemar terbesarmu. Dia akan melakukan apa saja agar Anda tetap bisa berakting. Jika dia tahu, Anda menyia-nyiakan peran Anda, Pak Masumi pasti akan sangat kecewa!!”
Maya tertegun. Mengecewakan Pak Masumi…  Ia menunduk dalam-dalam. Aku sudah sering mengecewakan Pak Masumi… batinnya.
“Maya-sama… Anda pasti tahu apa yang paling Pak Masumi harapkan. Jangan khawatir, Pak Masumi akan baik-baik saja. Ia pasti sedih, jika menjadi penyebabmu meninggalkan panggung. Padahal, selama ini Pak Masumi melakukan segalanya agar kau terus berakting,” Hijiri menyentuh pundak Maya perlahan. “Saya yakin Maya-sama paling tahu pasti, apa yang Pak Masumi inginkan.”
Maya membisu. Jelas dia tahu. Apa yang pria itu perjuangkan untuknya sebagai Mawar Ungu. Tapi… tapi… jika Pak Masumi tak bisa melihatku… setetes air mata kembali luput.
“Maya sama… Demi Pak Masumi, naiklah. Beraktinglah,” Hijiri meyakinkan.
Maya menghela napasnya dalam-dalam. Sedalam tatapannya terhadap Masumi yang terdiam.
“Jika terjadi sesuatu,” isak Maya. “Minta perawat Memberitahu aku!”
“Ya,” Hijiri mengangguk.
“Tolong tinggalkan kami sebentar,” pinta Maya.
Hijiri membungkuk dan keluar ruangan.
Maya masih terisak pelan, lantas mencium tangan Masumi perlahan.
“Apa yang sedang kau lakukan?” tanya Maya, kepada si pria yang tetidur lebih dari tiga pekan. “Aku akan pergi, tapi nanti kembali. Aku tahu itu pasti yang kau inginkan kan?”
Maya memejamkan matanya erat. “Aku akan melakukannya untukmu. Hanya untukmu, Kekasihku…”
Maya lantas beranjak dari sana, pertama kalinya keluar dari rumah sakit.
“Saya sudah mempersiapkan agar Anda bisa ke teater tanpa menemui wartawan,” terang Hijiri.
=//=
“Maya Sakurakoji –sama sudah tiba!!” seru seorang kru.
Akiko Kanzaki terkejut. Gadis itu sudah memakai kostum Karenina. “Sudah datang?” ia tertegun, melihat aktris mungil itu, yang tampak sangat kurus muncul di tengah-tengah mereka. Apa ia bisa melakukannya? Ia tak pernah berlatih di panggung ini dan melewatkan gladi resik.
“Maya san, apa kau yakin bisa melakukannya?” Tanya Sutradara Minami.
“Ya,” jawab Maya mantap. “Aku akan melakukannya.”
“Siapkan kostumnya!!”
Akhirnya Maya kembali naik panggung. Berakting. Untuk kekasihnya.
Pak Masumi… lihatlah aku, lihatlah…
Para Penonton sangat puas saat melihat idolanya muncul. Dengan cepat segala perhatian mereka tercuri oleh sang Bidadari yang kini berperan sebagai seorang istri yang memendam cinta kepada kekasih hati.
Saatsandiwara itu berakhir, tepuk tangan riuh malah terdengar tanpa akhir. Menggema, menggetarkan sukma.
Maya sekali lagi merasakan kehangatan mengisi kalbu, baru tersadar bahwa ia sesungguhnya begitu mencintai akting dan menjalani hidup di atas panggung.
Air matanya menetes hangat. Sungguh berharap bahwa saat itu Masumi melihat.
Maya tidak menghadiri pesta syukuran pagelaran perdana. Setelah turun panggung ia menjadi gelisah tiba-tiba. Teringat Masumi yang menunggu di pembaringannya. Ia permisi pergi walau tahu banyak orang kecewa. Tapi ia tak bisa lama-lama. Ada Masumi yang sudah menunggunya di sana.
Malam hari Maya tiba di rumah sakit. Tampak pengawal Masumi duduk gelisah di luar kamar ICU. “Ada apa?” tanya Maya. “Kenapa tidak menunggu di dalam?”
“Tuan Masumi sempat kritis,” jelas sang asisten. “Detak jantungnya sempat berhenti dan,” wajah si pegawai pucat.
“Apa!?” Maya dan Hijiri terenyak bersamaan.
“Kenapa tak memberitahuku?” Kali ini Hijiri yang bertanya.
“Kejadiannya baru saja. Kami baru mengabari Tuan Besar. Tuan besar bilang jangan dulu memberi tahu siapa-siapa.”
Mendengarnya Maya gemetar. Pak Masumi sedang kritis?
“Bruk!”  Maya terduduk, kehilangan tenaganya. “Pak Masumi…” bibirnya bergetar, segentar suaranya.
“Maya sama, tenanglah,” Hijiri berkata tak kalah gelisah.
Seorang dokter dan perawat keluar tak lama kemudian. Maya segera menyerbunya. ”Bagaimana keadaan Pak MasumI!? Bagaimana Dokter!? Dia akan baik-baik saja kan? Dia akan selamat!?” desak Maya.
Dokter itu mengamati Maya, mengenalinya sebagai wanita yang selama ini berada di samping pasiennya. “Jantung Pak Masumi sempat berhenti berdenyut. Kami beberapa kali menggunakan alat pacu jantung. Syukurlah semuanya bisa kembali membaik. Malahan, Pak Masumi sempat tersadar sebentar.”
Mata wanita itu membulat tak percaya. Setelah hampir empat minggu lamanya… “Pak Masumi tersadar!?” Wajah Maya menyala bahagia. “Aku ingin melihatnya!”
“Tenang dulu, Nyonya,” kata dokternya. “Sekarang Pak Masumi sedang tertidur. Ia mengaku sangat lelah. Biarkan ia beristirahat dulu. Anda tenang saja, masa kritisnya sudah lewat, namun keadaannya masih belum stabil. Kami akan mengontrol perkembangan keadaannya semalam ini. Tolong jangan diusik dulu, tubuhnya masih sangat lemah. Kalau bisa, jangan terlalu ramai di kamarnya. Cukup satu orang saja, untuk mengamati keadaannya.”
Maya tampak cemas. “Baiklah… Ta, tapi bisakah aku melihatnya, sebentar saja?”
“Baiklah. Tapi tolong jangan mengusiknya.”
Maya mengangguk.
Perlahan wanita itu beranjak masuk ke kamar kekasihnya ditemani manajernya.
Tampak Masumi yang sedang tidur sekarang. Wajahnya memang nampak tenang. Melihatnya, Maya teramat senang. Ia ingin sekali menghampiri, menautkan jemari. Namun ia ragu, takut Masumi tersadar dari mimpi sehingga Maya berusaha menahan diri.
“Hijiri san, aku ingin berada di sini…”
“Anda mendengar apa yang Dokter katakan,” bisik Hijiri. “ayo kita keluar terlebih dahulu.”
Keduanya kembali beranjak keluar kamar.
“Maya sama, saya rasa, ini waktunya Anda pulang ke rumah.”
“Pulang?” Maya tertegun, ingatannya akan rumah seakan hilang.
“Ya. Biar pegawai Tuan Eisuke yang menunggui Pak Masumi. Anda mendengar apa yang Dokter katakan. Lagipula, sudah berminggu-minggu Anda di sini. Kurang baik. Mulai saat ini, temui Pak Masumi seperlunya saja.”
“Ta, tapi, aku belum melihat Pak Masumi terbangun.”
“Anda bisa menjenguknya lagi besok,” Hijiri memandang mengharap pengertian.
“Ingatlah suamimu, Maya sama. Kau bahkan meninggalkannya di pesta.”
“Deg!!” Maya tersadar. Ia telah melakukan apa yang tak seharusnya ia lakukan. Yuu… Wanita itu menunduk. Berada di sini seakan waktu pergi melewatinya begitu saja. Ia bahkan lupa apa yang telah ia telantarkan, dan ia bahkan tak merasa kehilangan.
Saat itulah kesadaran yang tak sempat ia hiraukan, kembalu mengingatkan. Bahwa ada seorang pria yang sedang menunggunya pulang.
“Pulanglah, Maya sama. Pak Masumi sudah berada di dekat orang-orang yang ahli.”
Maya masih tak mau. Tapi ia kembali teringat Yuu. Akhirnya ia mengangguk.
“Besok aku akan kembali menjenguk.”
=//=
Jantung wanita itu berdebar sangat kuat. Sekarang ia kembali ke rumah yang ia tinggalkan untuk beberapa saat.
Ia merasa bersalah. Amat salah. Seraya menunggu Masumi tersadar, perkataan siapapun tak pernah ia dengar. Ia hanya dengan setia menanti, hingga pria itu bangun dari dunia mimpi.
Sekarang Maya kembali pada realita. Dimana sedang ada suami menantinya. Suami yang entah seperti apa perasaannya. Karena sekian lama tak dilayaninya.
Maya takut, gugup. Saat pintu ruang tamunya dibuka.
“Nyonya! Selamat datang!” Sambut pelayannya yang tampak tak mengira Nyonya kembali ada di depan mata.
“Tuan mana?” tanya Maya.
“Belum kembali. Biasanya Tuan pulang tengah malam.”
Mendengarnya Maya terkejut. “Tengah malam?”
“Ya, selama Nyonya tak ada, Tuan memang selalu pulang tengah malam. Kami sudah lihat beritanya di televisi. Apa Nyonya baik-baik saja?” tanya Tsubaki.
“Aku baik-baik saja,” jawabnya kalut.
 Ia lantas permisi ke kamarnya.
Sungguh istri macam apa dia, yang tak tahu suaminya dimana dan sedang apa?
Rasa bersalah itu kembali menyerangnya. Apa-apa yang tak sempat Maya pikirkan, kini mengisi kepalanya. Mengenai betapa berdosanya ia, mengabaikan suami demi kekasihnya.
Dalam gelisah ia menanti, hingga Sakurakoji kembali. Dan saat itu terjadi, hari sudah menjelang pagi. Maya bahkan tak menyadari, bahwa ia terlanjur masuk dunia mimpi.
Suara cicit burung dan kehangatan mentari menjadi penanda bagi Maya menyambut hari.
Sejenak ia lupa, dimana ia berada. Sampai ia melihat ada suami di sampingnya.
“Yuu!!” mata wanita itu melebar.
Ia jatuh tertidur, padahal sudah berniat menunggu Yuu. Namun dengan cepat pikirannya teralihkan, kepada Masumi yang sudah sadar kembali.Ia ingin melihatnya lagi.
Maya berniat menjenguknya dulu sebelum pementasan Karenina untuk hari ini. Dengan cepat Maya turun dari tempat tidur dan membersihkan diri.
Kembali dari kamar Mandi, Sakurakoji duduk di sebuah kursi, menikmati kopi.
Maya menelan ludahnya, mendekat. “Yuu…” pangginya perlahan, dengan sesalnya teringat kesalahan.
Yuu melirik. Tanpa ekspresi. “Kau sudah kembali.”
“Ya. Tadi malam. Kau tak ada. Aku bermaksud menunggumu tapi—“
“Ya, tak apa-apa,” katanya, dengan mimik sebaliknya. “Kau mau kemana sekarang?” tanya Yuu masih dengan dingin.
“Pak, Pak Masumi sudah sadarkan diri. Aku ingin menjenguknya dan…” Maya terdiam, mengamati Yuu yang tak kunjung memandang. “Yuu… maaf…” sesalnya. “Na, nanti jika aku sudah yakin Pak Masumi baik kembali, aku tak akan—“
“Aku mengerti,” potong Yuu. “Bagaimana pun dia sudah menyelamatkanmu. Kau berhak merawatnya. Mungkin jika bukan karena dia, kau tak ada di sini sekarang.”
Walaupun memang begitulah nyatanya. Maya tak pernah ada.
“Maaf Yuu…”
Akhirnya Yuu menoleh dan tersenyum, “Ya. Aku juga harus bersiap untuk pentas Romeo dan Juliet.”
Sarapan dihabiskan dalam diam, masing-masing sibuk dengan pikirannya yang terdalam. Sesekali Yuu memandang Maya. Berminggu-minggu mereka tak bertemu, namun sama sekali tak ada ekspresi rindu.
Sudah semakin jelas sekarang, harga seorang Yuu di mata Maya.
Yuu mengeratkan rahangnya, menurunkan cangkirnya dan menghela napas dalam-dalam. Ia sudah mengambil keputusan dalam diam. Biduk rumah tangga mereka memang harus tenggelam.
=//=
Maya menghampiri ruang ICU Masumi. Tampak ada beberapa orang di dalam, termasuk Pak Asa dan Nona Mizuki serta dua pegawainya. Maya tertegun. Kekasihnya kini sudah membuka mata.
“Pak Masumi…” wanita itu berkaca-kaca.
Kehadirannya tertangkap Mizuki. Wanita itu keluar menghampiri.
“Maya-san,” Mizuki mengangguk.
Maya balas mengangguk. “Mizuki –san” sapanya. “Bagaimana keadaan Pak Masumi? Dia sudah tersadar? Aku ingin bertemu dengannya.”
“Ya, dia sudah sadar. Tapi tunggulah sebentar, Pak Masumi masih tak boleh banyak bicara. Akan kukatakan kau ingin menemuinya.”
Maya mengangguk dan Mizuki kembali masuk.
“Pak Masumi, panggil Mizuki. Di luar Maya-san datang hendak menjenguk. Ia ingin bertemu.”
Sebentar Masumi tertegun, mengamati Mizuki. “Maya… Sakurakoji kun?”
“Eh?” Mizuki terkejut dengan cara Masumi memanggil yang tak biasa. “Ya. Dia menunggu Anda di luar.”
“Nanti saja,” kata Masumi. “Aku lelah, ingin beristirahat. Aku belum ingin bertemu aktris manapun. Biar Hijiri saja yang mengurusnya.”
Pak Masumi?  Mizuki mengamati penuh tanya. Ada apa dengan sikapnya? Ia sempat berpikir Masumi akan senang melihatnya dan meminta mereka meninggalkannya berdua dengan Maya. Tapi malah sebaliknya.
“Pak Masumi, saat Anda tak sadarkan diri, Maya san selalu berada di samping Anda, kurasa—“
“Nanti, nanti aku menemuinya. Sekarang aku masih sangat lelah. Sampaikan saja terima kasihku kepadanya.” Ucap Masumi, dengan ketegasan maksimal yang bisa diusahakannya.
“Baiklah,” Mizuki tak bisa membantah.
Ia kembali menghampiri Maya yang menunggu di luar.
“Bisa aku masuk?” tanyanya penuh harap.
“Maaf, Pak Masumi bilang, ia masih lelah. Ia belum bisa menemuimu. Katanya nanti saja. Kalau ada apa-apa, kau bisa bicara kepada Hijiri san.”
“Apa?” Maya bingung. “Pak Masumi…” ia gelisah menatap pintu kamar yang sedikit terbuka itu. “Apa dia marah? Apa dia—“
“Tidak,” sanggah Mizuki. “Dia hanya masih lelah. Nanti saja ia bicara denganmu. Tak apa-apa kan?”
Maya terdiam, kembali memandang ke arah kamar tersebut. Lantas mengangguk. Padahal Maya sudah sangat menantikan untuk berbicara lagi dengan Masumi. Ingin sekali memeluknya.
Akhirnya tanpa bertemu Masumi, Maya kembali ke teater dan bersiap untuk sandiwara Karenina.
Sejenak wajahnya tampak sendu. Memikirkan kapan Masumi akan datang melihatnya.
Tapi tak mengapa, yang penting Pak Masumi sudah siuman kembali… Maya mencoba gembira.

=//=



Dua kali pementasan untuk hari ini berakhir dengan sukses. Selalu ada orang penting yang datang menyaksikannya. Para penggemar setianya dan juga aktris-aktris lain.

Namun kehebohan selalu datang dari para wartawan. Mereka bertanya perihal kejadian hari saat nyawa Maya diselamatkan, dan kebenaran kabar bahwa maya selalu ada di sisinya, bahkan hingga tak sempat pulang ke kediaman.
Maya tak melayani semua pertanyaan itu. Dengan segera Hijiri melindungi Maya dari serbuan para kuli tinta. “Cepat masuk, Maya sama!”
Maya mengamati para wartawan yang bermuka masam saat ia tinggalkan.
“Ke rumah sakit,” perintah Maya kepada sopirnya.
Mobil itu segera melaju menuju rumah sakit tempat Masumi dirawat.
Di sana seperti biasa, ada dua orang pegawai Hayami sedang menunggui keadaannya.
“Bagaimana keadaan Pak Masumi?” tanya Maya, yang sedang melihat mata pria itu terpejam.
“Semua keadaan organ vitalnya baik-baik. Lukanya di kepala sudah berangsur sembuh. Namun demikian keadaan Pak Masumi masih sangat lemah. Dan beliau, kehilangan kemampuan berjalan.”
“Apa!?” Maya tertegun. “Lumpuh? A, apakah, selamanya—“
“Tidak, untuk beberapa lama Tuan harus diterapi. Saat kecelakaan kemarin, memang ada syaraf tulang belakangnya yang rusak terkena hantaman. Namun Dokter mengatakan, masih banyak harapan Tuan bisa berjalan kembali. Hanya harus banyak berlatih dan rajin mengikuti terapi.”
Maya meghela napasnya lega.
“Berapa lama, Pak Masumi akan kehilangan kemampuannya berjalan?” tanya Hijiri.
“Belum tahu. Semakin cepat ia berlatih berjalan, semakin baik. Hanya saja saat ini kondisi Pak Masumi belum memungkinkan. Ia bahkan masih kesulitan untuk bangun dari tempat tidurnya.”
Termangu Maya mendengarnya. Ia sangat pilu, tak mengira kejadian hari itu berdampak hingga begitu.
“Aku ingin melihatnya,” Maya berkata.
Dan Maya dipersilakan.
Gadis itu masuk ke dalam kamar, memandangi nanar kekasihnya yang masih bertubuh memar. Dan rasa itu perlahan menguar, perasaan rindu dan cinta di hatinya yang terasa berkobar.
“Pak Masumi….” Desisnya, meraih tangan pria itu dan menggenggamnya seperti biasanya, dan tanpa sadar mengusapkan ke pipinya.
“Ah!” gadis itu terlonjak, saat ujung jemari Masumi bergerak. “Pak.. Pak Masumi…”
Tampak pria itu mencoba membuka matanya, perlahan dan semakin terbuka, hingga tampak kedua bola matanya.
Sebentar Masumi tercenung, kepada Maya matanya terpasung. “Apa… apa yang kaulakukan?” tanyanya bingung.
“Pak Masumi…” senyuman wanita itu melebar. “Anda sudah bangun…” wajahnya berbinar.
Namun Masumi hanya menatap hambar. “Apa yang kaulakukan?” tanyanya lagi, dengan kegusaran samar.
“Ah, maaf,” Maya sungkan. “Apa aku membangunkanmu?” tanyanya perhatian.
Sekali hentak Masumi menarik tangannya, mendelik tajam dengan sontak, “Siapa yang menyuruhmu masuk?” tanyanya tajam dengan pelak, setajam rautnya yang menolak.
Maya membisu seketika. Reaksi Masumi sungguh tak ia sangka. Setelah ia menantinya, mengapa pria itu malah menjaraki dirinya?
Saat itulah Hijiri masuk, dan memecah kesunyian yang khusyuk.
“Anda sudah bangun, Pak Masumi?”
Raut tegang itu mengendur, tantangannya beranjak mundur.
“Ya,” jawab Masumi, masih dengan lemah. Ia melirik Maya sejenak saja. “Tolong keluarlah, aku masih ingin beristirahat.”
Maya masih trauma, dengan perlakuan yang ia terima. Diamatinya Masumi, yang tak lagi memandanginya.
“A, aku ingin meminta maaf… karena aku Anda jadi seperti ini. Aku…” Maya hendak terisak.
Masumi tetap diam tak bergerak.
Hijiri bisa melihat, ada sesuatu yang lebih dari sekedar jarak. “Maya-sama, silakan tunggu di luar dulu, ayo,” ia mengajak.
Maya ingin menolak, namun akhirnya ia beranjak.
Maya duduk gelisah di kursinya. Menyadari Masumi membencinya. Mungkin karena ia penyebab semuanya, termasuk saat Masumi kehilangan kemampuannya untuk menjejakkan kakinya.
“Anda baik-baik saja, Pak?” tanya Hijiri.
“Ya,” jawab Masumi lemah. “Aku hanya terkejut melihatnya. Dan dia tadi…”
Pria itu terdiam. Ingat bagaimana Maya menggenggam tangan dan mengusapkan ke pipinya. Ia tak mengerti kenapa Maya melakukan semuanya.
“Selama ini, Maya-sama sudah menjaga Anda siang dan malam… ia sangat senang Anda sudah kembali siuman.”
“Tak ada yang memintanya untuk melakukannya,” Masumi berkata hambar. Direktur Daito itu lantas kembali berkata, “Aku tahu banyak masalah pekerjaan yang harus kutangani. Tapi saat ini aku hanya tak ingin dulu memikirkannya.”
Hijiri mengamati dengan heran. Tidakkah pria ini tahu bahwa urusannya dan Maya lebih dari sekedar pekerjaan.
“Anda tak ingin menemui Maya-sama?” Hijiri memastikan.
Masumi berdecak perlahan. “Tidak. Lebih banyak hal penting lain yang ingin kupikirkan,” ia menekankan. “Katakan saja kepadanya, ia tak perlu merasa berutang kepadaku—“
“Kenapa Anda tak mengatakannya sendiri kepada Maya-sama?” kali ini Hijiri bertanya dengan mendesak.
Masumi terdiam, menghela napasnya. “Aku sedang tak ingin berbasa-basi dengan siapa pun,” katanya dingin. “Nanti jika sudah saatnya, akan ada waktunya aku mulai bicara masalah pekerjaan lagi,” ia berkata.
“Pekerjaan?” Hijiri tertegun mendengar ucapan tuannya, “bagi Anda sekarang, Maya sama tak lebih dari pekerjaan?”
Masumi mengamati anak buahnya. Sejak kapan Hijiri tak lagi mengenal dirinya?
“Memangnya, aku harus menganggap dia apa?” tanya Masumi, tak kalah tak mengerti.
Dengan lekat Hijiri mengamati. Masumi jelas tak pura-pura tak mengerti. Sepertinya, memang sebatas itulah Maya punya arti.
Perlahan Hijiri menghampiri. “Pak Masumi, Anda ingat dengan jelas, siapa Maya?”
“Ya, tentu saja,” Masumi gusar menanggapi pernyataan Hijiri yang tak mendasar.
“Siapa?”
“Dia Bidadari Merah. Murid Mayuko Chigusa dan aktris kelas A Daito. Ya, aku tahu itu,” Masumi menekankan. “Tapi saat ini, aku tak punya waktu untuk semua itu!”
“Anda ingat kenapa Anda di sini?” desak Hijiiri.
“Ya. Aku tak begitu ingat kejadiannya, hanya saja saat itu di teater, seseorang menjatuhkan lampu ke arah Maya kun dan aku mendorongnya, lampu itu menimpaku.”
“Siapa yang menjatuhkan lampu?”
“Seorang psikopat, penggemar berat,” desis Masumi, menatap penuh selidik kepada Hijiri. “Kenapa kau mempertanyakan itu semua?”
“Dan kenapa Anda menyelamatkan Maya-sama?”
“Eh?” Masumi tertegun sejenak. “Aku spontan melakukannya. Dia sedang melakukan pementasan yang penting untuk Daito,” jawabnya.
Namun sesuatu menyangkal di dalam benak. Sesuatu di luar kehendak. Bukan, bukan itu alasan ia bertindak.
Rahang Masumi tiba-tiba mengerat dan sakit kepala menyerangnya dengan kuat.
“Arghh!!”
“Tuan Masumi!!” Hijiri menghampirinya. “Tuan Masumi!!” Hijiri menekan tombol memanggil petugas.
Maya bangkit dari bangku, melihat perawat dan dokter masuk ke ruang ICU.
“Ada apa!?” tanya Maya. “Ada apa dengan Pak Masumi!?” ia bertanya kepada para petugas yang tak menghiraukannya.
Hijiri keluar dari ruangan itu dengan wajah khawatir. Dan raut itu malah semakin kentara setelah bertemu mata dengan Maya.
“Ada apa dengan Pak Masumi?” tanya Maya dengan mata berkaca-kaca.
“Pak Masumi tak bisa diganggu. Maya sama, sebaiknya Anda kembali ke rumah. Pak Masumi benar-benar harus sendirian dulu.”
“Ada apa dengannya?” desak Maya, dengan mata tak lepas dari pintu kamar Masumi.
“Kepalanya sakit, bekas benturan itu masih berefek kuat. Kepalanya masih sering diserang sakit begitu juga pundak dan punggungnya. Beliau benar-benar harus beristirahat,” Hijiri meyakinkan. “Maya-sama, pulanglah. Sakurakoji-san menunggumu.”
Sang istri terkejut, merasa diingatkan dengan siapa ia seharusnya berada dan ia merasa kalut.
“Tapi… Pak Masumi…”
“Tak ada yang bisa Anda lakukan walaupun berdiam diri di sini,” Hijiri meyakinkan.
Maya menimbang beberapa lama dengan gelisah. “baiklah,” ia mendesah.
Dengan diantar sopirnya, Maya kembali ke rumah.
Hijiri kembali masuk ke dalam ruang rawat Masumi saat para dokter dan perawat sudah keluar. Mereka menyampaikan perkembangan keadaan Masumi.
“Pak Masumi keadaannya sudah normal. Hanya butuh pemulihan yang tidak sebentar,” jelas Hijiri kepada Asa, di telepon. “Besok Pak Masumi bisa dipindahkan dari ruang ICU.”
Ia memutus sambungan dan mengamati Masumi yang sedang terdiam di tempat tidurnya. Bergeming. Tak ada semangat hidup dan hanya terbaring lesu dengan mata yang redup.
“Bagaimana perasaan Anda?”
“Lebih baik,” jawabnya lemah. “Mereka sudah memberiku obat dan sepertinya mulai berpengaruh.”
“Anda masih harus banyak beristirahat, namun ada satu hal yang ingin saya tanyakan sebelum saya meninggalkan Anda,” kata Hijiri.
“Ya. Silakan, Hijiri…”
“Pak Masumi, apa Anda ingat siapa Si Mawar Ungu?”
“Si Mawar Ungu?” Masumi mengamati Hijiri. “Siapa dia?” tanyanya.
“Deg!” mata Hijiri melebar dengan jawaban Masumi. Dan ia tahu Masumi tidak berbohong.
=//=
“Bagaimana keadaan Pak Masumi?” tanya Yuu dengan datar, saat kembali terbaring di tempat tidur bersama istrinya.
“Masih sakit,” jelas Maya, dengan wajah khawatir yang nyata.
“Begitu… semoga dia lekas sembuh,” ujar Yuu.
Maya mengangguk. Kegelisahan itu masih ada beberapa lama Maya terbaring di tempatnya. Yuu ingin sekali memeluknya, namun ia menunggu sampai Maya meminta. Dan ternyata hingga terlelap, Maya tak kunjung berkata.
Yuu mengamati wajah tidur istrinya, dibelainya perlahan wajah mungil itu.
Sulit sekali melepaskannya, namun ternyata, lebih sulit bertahan di sisinya.
=//=



Maya kembali lagi ke rumah sakit setelah ia selesai dengan pentasnya. Hanya Masumi yang ada di pikiran Maya. Ia belum merasa tenang jika belum bertemu dan berbicara langsung dengan Masumi.

Saat ia tiba, kedua pengawal Masumi sedang menunggu di luar. Mereka diminta tidak mengganggu Masumi.
Namun Maya tak menghiraukan perkataan mereka dan berkeras masuk ke kamar Masumi. Ia sangat terkejut saat melihat Masumi yang tengah berusaha berdiri dengan kedua kakinya.
“Pak Masumi!!” seru Maya, spontan menghampiri. “Apa yang Anda lakukan? Anda belum boleh bangun,” dengan cekatan ditangkapnya tubuh Masumi yang hampir hilang keseimbangan.
Masum terenyak, menoleh dengan wajah terkejut kepada wanita mungil itu.
“Aku tak apa-apa!” ujarnya dingin, terdengar sedikit gusar saat melepaskan tangannya dari tubuh mungil Maya.
“Ta, tapi, Pak Masumi…”
Masumi tak menghiraukan. Ia menghela napasnya kasar dan beranjak naik kembali ke atas tempat tidurnya, dengan dibantu Maya.
Ia tak punya tenaga untuk mencegah. Bahkan hanya untuk berdiri saja, napasnya terdengar begitu berat dan terengah…
Masumi berusaha menenangkan napasnya saat terbaring kembali di atas tempat tidur.
“Anda baik-baik saja, Pak Masumi?” tanya Maya dengan khawatir.
Masumi melirik tipis ke arahanya dan bicara, “Maya kun, dengar. Aku tahu kau merasa berutang budi kepadaku. Namun kau tak harus terus menerus menemuiku. Sudah ada orang-orang yang mengurusku,” kata Masumi hambar.
Maya kun? Wanita itu mengamati Masumi. “Pa-Pak, Masumi, aku berada di sini—“
“Maya sama, Anda di sini rupanya,” Mizuki masuk ke dalam ruangan.
Maya menoleh, mendapati asisten pribadi Masumi di sana yang kembali bicara kali ini kepada atasannya, “Pak Masumi, saya dengar dari pegawai Anda, Anda berekras ingin belajar berjalan? berapa kali saya katakan, Anda jangan memaksakan? Saat ini Anda harus banyak beristirahat dulu!” Mizuki menekan tombol memanggil perawat.
Masumi berdecak, dan wajahnya yang dingin dipalingkan.
Maya tak mengerti ada apa dengan kekasihnya. Tak hanya wajahnya. Bahkan tatapannya, intonasinya, bahasa tubuhnya. Semua begitu dingin dan menolaknya.
“Aku ingin istirahat!” tegas Masumi.
“Sudah seharusnya Pak,” Mizuki menyetujui. Ia lantas menoleh kepada Maya yang tampak tertelan kebingungannya. “Anda sebaiknya—“
“Pak Masumi,” panggil Maya, penuh tanya. “Apa kau marah kepadaku?”
“Eh?” Masumi dan Mizuki tertegun.
“Kenapa Anda menghindariku?” desaknya. “Aku… aku tahu, gara-gara aku Anda menjadi seperti ini. Aku hanya…”
“Kalau sudah tahu, kenapa masih berdiri di sana?” tegur Masumi dengan dingin. “Aku enggan melihatmu. Pergilah!” usirnya.
“Deg!” Mata wanita itu membulat. Masumi mengusirnya… dan dia, menyalahkannya atas apa yang terjadi. Mata wanita itu tampak berkaca-kaca sementara wajahnya memanas.
“Ma, Maaf!!” Maya menunduk dan keluar dari kamar Masumi dengan cepat.
Di luar, ia bertemu dengan Hijiri yang melihatnya berkaca-kaca.
“Ada apa?” tanya Hijiri.
“Hijiri-san… Pak, Pak Masumi… dia… membenciku,” isaknya. “Dia bilang, tak ingin melihaku lagi. Memang, memang salahku hingga dia—“
“Maya-sama, jangan menangis seperti ini,” Hijiri bermaksud menenangkan. “Pak Masumi pasti tidak bermaksud seperti itu.”
“Tidak, Pak Masumi memang benar. DIa layak membenciku. Seharusnya aku yang terbaring di sana. Seharusnya akulah yang tak bisa berjalan dan terluka seperti itu,” isak Maya. “Aku pun tak ingin Pak Masumi seperti itu. Jika saja bisa, jika saja bisa, aku pun lebih memilih diriku yang terbaring di dalam sana,” raung Maya.
Di dalam, Masumi mendengar semuanya. “Mizuki,” ia menoleh kepada asistennya. “Ada yang ingin kubicarakan.”
“Maya sama, dengar…” Hijiri masih berusaha menerangkan, membawa Maya duduk di sebuah bangku. “Ada yang harus Anda ketahui mengenai keadaan Pak Masumi. Ini tidak seperti perkiraan Anda, Pak Masumi tidaklah membencimu.”
“Benarkah?” tanya Maya. “Tapi aku bisa melihat, dari caranya memandangku. Dia banar-benar kesal dan—“
“Tapi dia tidak bermaksud melakukannya untuk melukai hatimu,” tegas hijiri. ” Maya sama, Pak Masumi…. Beliau…”
“Ada apa Hijiri san? Sebetulnya Pak Masumi kenapa? Jika dia tidak membenciku,kenapa sikapnya begitu dingin kepadaku?” rintih Maya.
“Itu karena,” berat, hijiri menelan ludahnya. Entah bagaimana cara terbaik mengatakannya, ia sendiri tak mengerti. “Pak Masumi, telah melupakan identitasnya sebagai Mawar Ungu.”
“Apa?” Maya terenyak. “Maksudmu apa? Pak Masumi, aku tahu Pak Masumi sudah tak lagi ingin menjadi mawar unguku,namun…”
“Bukan, karena kejadian itu dengan sendirinya Pak Masumi sudah tak ingat lagi mengenai Mawar Ungu, juga,” suaranya semakin perlahan. “Bukan saja Pak Masumi sama sekali tak ingat mengenai Mawar Ungu namun juga mengenai perasaannya kepadamu. Karena itu, ia tak bermaksud bersikap dingin dan memusuhimu. Ia hanya tak ingat pernah merasakan cinta kepadamu, Maya sama…”
Maya sejenak hanya membisu, kehilangan semua kata dan juga rasa. Pak Masumi… tidak ingat mengenai perasaannya kepadaku? Tapi bagaimana mungkin… dia… tenggorokan Maya rasanya tercekat kuat hingga tak sanggup bernapas.
“Maya sama,” Mizuki yang baru saja keluar dari ruang rawat Masumi, memanggilnya. Ia sedikit terkejut melihat wajah pucat Maya. “Pak Masumi ingin menemui Anda. Sebentar saja,” ujarnya.
“Pak Masumi…” Maya menahan isakannya, lantas mengangguk. Sejenak ia bertukar pandang dengan Hijiri yang menatapnya sedikit iba.
Wanita itu lantas masuk ke dalam ruang rawat Masumi dimana dilihatnya pria itu tengah duduk di atas tempat tidurnya.
“Pak Masumi…” sapa Maya.
“Maya kun,” sahut pria itu. “Masuklah…”
Maya berusaha keras menahan isakannya. Dipandanginya wajah pria terkasihnya. Benarkah Masumi tak mengingat kisah cinta mereka? Tak mengingat perasaannya kepada Maya? Maya sungguh merasa kehilangan karenanya. Ia merasa ditelantarkan. Mengapa semua ini bisa terjadi?
“Aku hendak meminta maaf, karena kata-kataku tadi,” Masumi bicara. Terdengar sedikit basa-basi dan tak ada kehangatan di sana. “Aku tidak bermaksud menyinggungmu. Aku hanya ingin kau tahu, kau tak perlu merasa bersalah atas keadaanku, Maya kun. Andaikan ada sesuatu yang ingin kaulakukan. Kau cukup mensukseskan pementasan Karenina saja. Karena itulah inti dari semua ini. Aku senang karenina tetap berlangsung seperti semestinya. Dan jika Daito untung besar karenanya, kau sudah bisa menganggap utangmu kepadaku dan Daito lunas. Karena itu, kau tidak perlu merisaukanku terlalu berlebihan. Cukup jalankan saja bagianmu sesuai kontrak dengan Daito,” ujar Masumi. “Kita sepaham, Maya kun?”
Maya menelan ludahnya, menatap Masumi nanar. Ingin berontak namun tak bisa. Masumi… melupakan semua kisah mereka? Begitu saja?
Apakah ini memang yang terbaik bagi mereka? Benar… apa yang sudah dihasilkan dari rasa cinta tak kunjung bersama seperti saat ini?
Maya menunduk, merasakan akan ada air mata yang lolos dari cengkeraman kelopaknya.
“Maya kun?” tegur Masumi lagi.
Gadis itu terenyak sesaat.
“Pak Masumi,” katanya, dengan sedikit gemetar dan sepertinya membuat Masumi terkejut karenanya. “Apa kau sama sekali tak mengijinkanku membalas budimu? Karena kaulah aku masih bisa berdiri di sini, dan karena aku kau berbaring tak berdaya di sana.”
“Seperti sudah kukatakan, kau cukup mensukseskan pementasan. Itulah tujuanku menyelamatkanmu hari itu. Jadi jangan buat pengorbananku sia-sia dengan membuat pentas itu gagal. Ini pekan terakhir kan? Buatlah pentas itu sukses sampai selesai, dan utang kita pun selesai. Tak perlu lagi memikirkanku. Dokter sudah mengatakan keadaanku beranjak membaik dan cepat lambat akan pulih kembali.” Ujar Masumi.
Perkataan yang sama yang mungkin akan dilontarkan oleh Kekasihnya, namun dengan cara yang berbeda. Caranya bicara sekarang benar-benar tanpa rasa dan membuat Maya seakan diusirnya.
“Keberadaanmu di sini pun tak banyak membantuku. Malah akan menimbulkan isu-isu yang tak mengenakkan. BIjaksanalah sedikit, Maya kun. Kau wanita menikah sekarang. Aku sudah melihat beritanya di televisi, dan itu bukan bentuk promosi yang bagus,” tegas Masumi.
Maya menelan ludahnya. “Maaf…” gumam Maya, menatap nanar kepada kekasihnya.
“Jadi kita sudah saling mengerti?” Masumi bertanya pasti.
“Ya…” Maya menjawab setengah hati.
“Bagus. Silakan Anda keluar sekarang, saya mau beristirahat.” Pinta pria itu.
“Ya…” jawab Maya lagi, masih dengan kelemahan yang sama.
Masumi benar-benar tak lagi sama. Ia baru menyadari Masumi bergitu berbeda dari yang ia tahu selama ini. Setiap kata-katanya begitu penuh perhitungan dan dingin, juga resmi. Sama sekali tak tampak kehilangan keberadaannya selama ini.
Dengan lunglai Maya keluar dari kamar. Masih ada Mizuki dan Hijiri di sana yang tengah membicarakan sesuatu.
“Maya sama, bagimana?” tanya Hijiri, perhatian seperti biasa.
“Aku ingin pulang,” jawab Maya singkat.
Bisa dirasakan Hijiri ada kegetiran di sana. Ia dan Mizuki saling bertukar tatap dan akhirnya Hijiri mengikuti kemauan wanita mungil itu.
Sepanjang jalan Maya tak banyak bicara. Ia hanya terpekur diam di tempatnya. Masih memikirkan adegannya tadi bersama Masumi. Ia benar-benar merasa terbuang saat Masumi sama sekali tak tampak kehilangan. Tak ada kasih sayang, atau kerinduan. Benar-benar berbeda orang dan juga perasaan.
“Hiks!” akhirnya Maya tak berhasil menahan diri lagi, ia menunduk dan menangis.
“Maya-sama…” desah Hijiri, terkejut.
Maya membisu, namun air matanya sudah mengatakan segalanya. Segala duka lara dan kesedihannya ada di sana. Saat mau tak mau ia harus pergi, dari pikiran dan hati kekasihnya.
=//=
Sakurakoji sudah selesai dengan pementasan terakhirnya.
Bahkan saat pesta penutupan, Maya tak di sana. Ia hanya kesana kemari seorang diri, sama sekali tak seperti seorang suami. Sudah berbulan-bulan seperti ini, dan Yuu tak bisa bersabar lagi. Ia sudah membuat keputusannya bagi sang istri.
Dengan membulatkan tekad ia masuk ke rumahnya dan mencari Maya.
Namun alangkah terkejutnya ia, saat mendapati istrinya tengah dirundung duka. Melingkar di tempat tidurnya berderaian airmata.
“Maya?” ia menghampiri. “Kau kenapa? Ada apa?” tanyanya dengan sangat khawatir.
Maya tak berucap apa-apa dan hanya menangis saja. Bagaimana mungkin ia berkata, bahwa ia tengah menangisi seorang pria.
Namun Yuu tak lagi bertanya. Ia hanya terbaring di belakangnya dan mulai memeluknya. Seerat-eratnya.
Yuu… isakan Maya sesaat berhenti, sebelum menderas kembali. Dan tangisannya baru selesai dini hari.
Wanita itu menoleh, mendapati suaminya yang tak lepas memeluknya.
“Yuu…” suaranya lirih dan serak. Diamatinya Yuu yang sudah setia menemaninya tiap kali dirundung duka. Sekarang Maya mulai lagi muak kepada dirinya. Muak karena tak berhenti membagi cinta walau sudah menemukan pelabuhannya.
Ia ingat semua yang sudah Yuu lakukan untuknya. Semua cinta yang sudah diberikannya, semua kebaikan yang tak kunjung dibalasnya.
Dan kali ini wanita itu merasa berdosa, karena sudah menyia-nyiakan suaminya.
“Yuu…” airmatanya turun kembali, kali ini untuk sang suami.
Maya memutar badannya,  dan balas memeluk Yuu-nya.
=//=
“Maaf aku tak datang di pesta penutupan kemarin,” Maya berkata.
“Tidak apa-apa,” Yuu tersenyum tipis, menutupi luka hatinya. “Matamu sembap.”
“Ah, ya, nanti penata rias bisa mengatasinya,” ujar Maya pelan.
Pria itu terdiam beberapa saat, membulatkan tekadnya.
“Maya—“
“Danna,” potong Maya, lantas menapat Yuu dengan lirih. “Nanti, setelah pementasan, aku akan kembali ke rumah sakit menemui Pak Masumi.”
Yuu tertegun, rahangnya mengetat.
“Untuk yang terakhir kalinya,” imbuh Maya.
Pria itu menatap istrinya tak percaya. “Maya…”
“Maaf, selama ini sudah tak acuh kepadamu,” wanita itu tampak sangat menyesal. “Namun aku berjanji, hari ini terakhir kali aku mendahulukan Pak Masumi darimu. Nanti… aku,” Maya terkejut saat ia ingin terisak lagi, namun sekuat tenaga ditahannya. Ia tak boleh melukai suaminya. “Aku berjanji akan menjadi istri yang lebih baik bagimu.”
Yuu gamang beberapa lama. Wanita tercinta yang hendak direlakannya, kini berkata akan berpaling kepadanya.
“Maya… Aku… Aku…” Yuu menghela napasnya, dan tersenyum tipis. “Sangat bahagia mendengarnya.”
Maya balas tersenyum dan mengangguk.
=//=



“Selamat malam, Pak Masumi,” sapa Maya di pintu.
Pria yang tengah membaca beberapa dokumen di tangannya, mengangkat wajahnya.
“Maya kun…” sapanya.
“Maaf mengganggu. Aku takkan lama,” ia meminta ijin.
Masumi berpikir sejenak, mengamati bunga di tangan sang wanita dan akhirnya mengangguk.
Maya masuk ke dalam kamar, menghampiri seraya bertanya-tanya mengenai apa yang tengah pria itu pikirkan. Namun tatapan Masumi hampir tanpa makna, tak terbaca.
“Untuk Anda,” ia menyodorkan sebuket mawar kuning, tersenyum tipis.
“Terima kasih,” jawab Masumi. “Letakkan di sana saja,” ia menunjuk sebuah meja.
Perlahan Maya beranjak ke sana, meletakkan bunganya, menyiapkan kalimat perpisahannya.
“Ini yang kedua kalinya kan?” tanya Masumi.
Maya tertegun, membalikkan badannya. “Ya?”
“Ini kedua kalinya kau memberiku mawar kuning. Waktu itu… saat pesta di rumahku kau dan suamimu memberiku mawar kuning kan? Kalian bilang, itu untuk memulai awal yang baru?”
“Ya!” wajah Maya sedikit berbinar. Masumi mengingat saat itu. Apa ia juga ingat yang terjadi selanjutnya?
“Kalian berdua terlihat sangat serasi,” kata Masumi.
Maya mengamatinya. Terlihat Masumi tulus mengatakannya. Tak ada wajah pahit seperti yang sering tampak jika Masumi berbicara mengenai dia dan suaminya. Kali ini wajah Direktur Daito itu hanya biasa saja.
Maya menunduk, menguatkan hatinya. “Terima kasih.”
“Jadi, ada apa?” tanya Masumi, “Apa yang ingin kaubicarakan, Maya kun?”
Maya menghampiri mendekati Masumi. Mengamati wajahnya lekat, hingga pria itu merasa ganjil. “Ada apa?” tanyanya lagi.
Tak ada lagi mata itu, mata yang membuat Maya merasa tersesat didalam kehangatannya. Semuanya sudah hilang. Namun, sorot kesepian dan sakit itupun sudah tak ada. Saat Masumi tampak menderita di hadapannya, kini hanya dingin saja.
Maya tersenyum tipis. “Aku lega, Anda baik-baik saja,” ia bicara. “Maaf sudah menyebabkan semua kekacauan ini—“
“Ini kecelakaan, Maya kun,” Masumi menenangkan.
“Ya… padahal… dulu, kita… bermusuhan.”
“Kau yang memusuhiku, dan aku tak bisa bersikap ramah. Bukan hal yang aneh.”
“Ya,” Maya tersenyum pahit. “Tapi aku tak mengira, Anda sampai rela bertaruh nyawa… demi… aku,” mata gadis itu berkaca-kaca dan Masumi tak lagi bicara. “Aku tahu, utang budiku ini takkan pernah bisa kubalas. Jika… jika ada yang bisa kulakukan, Anda jangan segan, aku akan melakukannya. Namun, jika Anda tak meminta, aku tak akan datang ke sini lagi. Aku hanya akan mendoakan agar Anda lekas sembuh.”
“Ada yang bisa kaulakukan,” Masumi berkata.
“Ya?” Maya mengamati pria yang dicintainya.
“Maafkan kesalahanku dulu, kepada ibumu,” Masumi berkata dengan berat. “Itu sebuah kesalahan terbesar yang seharusnya tak kulakukan,” pria itu tampak getir.
Maya menelan ludahnya. Mengangguk. “Ya…” jawabnya. “Aku sudah lama memaafkan Anda, dan aku yakin, ibu pun… memaafkan Anda.”
Masumi tersenyum, kali ini dengan hangat. “Terima kasih,” dan terdengar lega.
Sekali lagi Maya mengamati wajah itu. Wajah yang tanpa beban, tak sendu, tak pilu, dan damai. Memang inilah yang seharusnya. Yang terbaik bagi mereka.
Maya kembali tersenyum tipis. Ia membungkuk. “Semoga lekas sembuh.”
“Terima kasih, Maya kun… Selamat malam. Dan salam untuk suamimu.”
Maya memaksakan tersenyum. “Ya.”
Keduanya bertatapan, dan Masumi mulai membalikkan badan, melangkah menjauhi si pria tampan. Selamat tinggal Pak Masumi.
Pintu ruang rawat itu tertutup, Maya bersandar pelan di sana. Ternyata ia tak kuasa. Sebentar lagi ia akan tenggelam dalam tangisan. Maya terburu-buru ke kamar mandi, dan menangis dulu di sana. Untuk terakhir kalinya.
Pintu ruang rawat itu tertutup. Masumi beberapa lama memasung tatapannya ke sana. Sebenarnya ada apa? Ada sesuatu yang terasa tak seharusnya, namun ia tak tahu apa. Pria itu menghela napasnya. Sudahlah… batinnya. Ia tak ingin menerka-nerka yang tak ada. Pandangannya lantas berpaling pada buket bunga yang tergeletak di sana.
Mawar kuning menandakan awal yang baru.
Ia yang sempat hampir kehilangan nyawa, akan menemukan lagi tujuan hidupnya. Setidaknya, Masumi akan mencoba.
=//=
Sepanjang jalan Maya berusaha menenangkan diri, tak memikirkan Masumi dan hanya Sakurakoji.
Yuu… suamiku… Diingatnya lagi bagaimana suaminya sudah berkorban, melakukan banyak hal untuknya. Mengasihinya, mencintainya. Tak ada sesuatu pun dari Yuu yang tak bisa dicintainya. Andai saja Maya lebih mencoba.
Wanita itu naik ke kamarnya. Tampak Yuu tengah duduk di sofa, membaca majalah berisi review dramanya.
“Selamat malam,” sapa Maya dengan tersenyum lebar.
“Selamat malam,” Yuu membalas. “Sudah pulang?”
“Sudah,” si istri beringsut mendekat.
“Sudah menemui Pak Masumi?” Yuu mengantisipasi, merasa galau lagi.
Maya menghela napas, tersenyum. “Sudah.”
“Lalu?”
Wanita itu meraih bibir suaminya dengan bibirnya. Mencium, memagutnya. Yuu terkejut dan sempat tak bisa bereaksi sebelum membalasnya.
“Ada apa?” tanya si suami takjub dan gembira.
Maya tersenyum lebar. “Aku mencintaimu Danna,” dan memeluk Yuu.
Sejurus kemudian keduanya kembali terlibat adegan yang sama.
Dan malam itu, setelah lima bulan bersama, untuk pertama kalinya mereka menjadi pasangan sempurna.
<<< Fallen Up to The Sun … END >>>
 
 
 
 
 

141 comments:

Miarosa on 1 November 2012 at 14:30 said...

ternyata aq baca jg....wkwkwkwk...padahal sdh diputuskan utk ngga baca kalo blm tamat, krn berhubung sepi apdet, aku baca yg ada aja...pasti ntar telah terjadi sesuatu yg spesial di izu, something wonderful will happen here...huooo

aseani said...

Yeah! Maya selingkuh!!

(orang selingkuh kok malah seneng...)

ty oooh ty.... baca ini sungguh bikin penasaran tak terjawab dan sedih tak berujung

galau hariku jadinya

smart girl you ty!

orchid on 1 November 2012 at 14:47 said...

tega bener masumi, niatan mau pergi, malah meninggalkan jejak begitu *apa seh* maya apalagi mana tega menolak *awas nanti disambar gledek*

lyohana on 1 November 2012 at 14:48 said...

selanjut nya ....... terserah mereka berdua deh heheheheheh

ferra fam said...

Gpp deh ty.. Slingkuh jg.. yg penting mm hepi.. Tp terus cere aj yaaa maya ma yuu.. biar beneran hepi..

betty on 1 November 2012 at 14:55 said...

wekekekekekekek
masih belum pasti nih selingkuh / ga
kan belon kejadian
moga2 kejadian deh :))))

Anonymous said...

apa mereka akan lupa diri,,,??? Sista dirimu selalu saja memotong cerita tepat disaat2 sedang melambung membaca ceritamu,,,hadehhh
Ayo dilanjuuut,,,
Mutia Na Rival

Beatrix on 1 November 2012 at 15:20 said...

Maya..sedang uji coba u/ drama terbarunya...wakakakakak

Anonymous said...

Oh My God... KESALAHAN YANG INDAH...

Lanjuuuuttt Ty...

*selvia_manaf*

komalasari on 1 November 2012 at 15:51 said...

Jangan..jangan...hhhmmmm....*elus elus dagu*

adirha on 1 November 2012 at 15:53 said...

Duuhh...maya,,enak ya selingkuh?? Atuh klu msh cinta mah bilang donk! Tinggalin yuu,kabur ma masumi :D drpd bohong terus.. XD

dian wurdhani on 1 November 2012 at 16:13 said...

kyaaa...jadi deh...hehehehehe

Anonymous said...

ΌōwΌōwΌōuw.. ː̗̀(☉,☉)ː̖́ ooOoW

Maya lagi latihan anna karenina kah? Penghayatannya pasti lebih bagus kl dipraktekkan langsung.. Hehe..

Caaiiyyoo.. Ty.. Lanjutkan!!

Anonymous said...

huaaaaaa....cepet bener dipotongnya :)

ini cerita seneng tapi sedih . Ty paling bisaaaaaa deh motongnya.

-hira-

Anonymous said...

walo sebenerna selingkuh itu dilarang...tapi aq mendukung perselingkuhan ini...Ayo MM raih bahagiamu.
tapi kayana ney cerita jadi SE dech...jangan" Maya akhirna memilih bunuh diri gara" menyesal sudah selingkuh dari Koji.... oh NOOOOOO....jangan ampe kejadian ya Ty...

Wienna

erelshop on 1 November 2012 at 18:33 said...

Horeeee cpt updatenyaaaa
Heheheee

Heri Pujiyastuti on 1 November 2012 at 19:53 said...

Selingkuh itu emang indah dah....

Lanjooot Maya, eh maksudnya lanjut apdet yak ty....^^

Dini Ariyani said...

Duuuhh..jd ga sabar nunggu apdet selanjutnya. Akankah ada kejadian yg kita inginkan? Semoga aja... :p

Anonymous said...

cuma bisa nyengir ...
ditunggulah apdetnya ^^d

-nisa_na-

Anonymous said...

ini yang namanyadosa termanis.. hihihi.. lanjut dunk darlink.. penasaran tingkat dewa nih.. :p

-iien fachrie-

regina on 1 November 2012 at 23:49 said...

fanasss... ini selingkuhnya fanasssss XF

lucie70 said...

mon coeur saigne en voyant la souffrance de ce deux âmes qui ne souhaite que de s'unir.faite quelque cHose TY!!!!!!!!!


Anonymous said...

sukaaa... semuanya full MM, ga ada penggangu si Koji. bacanya ampe deg2an pelan2 ga rela kalo bersambung, maunya cepet tamat, hehehe :)
Ty jgn sad ending ya, harus happy ending, misalnya lg ada badai di Tokyo si Koji mengalami "sesuatu" jd MM bersatu kembali, hahahaha jaat bgt :p
-mn-

Anonymous said...

Iiiiiiihhh....kuraaaaaaaaaaaaangggg....maya selingkuh2 jgn setengah2 yaaa....hehehe.....lupain aj ntuh koji...lanjutkan usahamu akang masumiiii....
Momlink

Anonymous said...

Perasaan aq trakhir baru baca yg mereka sdg dansa diam-diam trus hampir kepergok sakuroji kok lgsng ini lanjutannya ya ty, ada yg ktgalan ya aq belom baca..???

Titi ^^

MuTiaRa on 2 November 2012 at 08:34 said...

Krik krik krik... dan selanjutnya adalah... :DDD

Sayaaang... hanya Ty yang tahu... Grrrrrrrr :)))

Pastel Mood on 2 November 2012 at 09:23 said...

brrrrrrrrr...akuuuhhh...basaaaaah #abis main di pantai :p

Anonymous said...

Haiisshhh....bener2 bisa kejadian kayak cerita anna karenina nih :(

lisa on 2 November 2012 at 10:36 said...

sebenarnya kalo belum tamat , ga mau baca takut ntr kepikiran terus kalo belum ada updatean nya , tp beruntung dah baca yg ini , soalnya buat jadi deg2an :D

Anonymous said...

aduueeh...
panas dingin...,
boleh ngga... ngga boleh
manut TY ajalah...

Anonymous said...

aisshhh....maya yg selingkuh kenapa aku yg deg-deg-gan....

-khalida-

santy on 2 November 2012 at 18:32 said...

Ty baru baca nich......hrsnya koji n maya menyelesaikan apa yg terjadi d antara mrk, mrk pisah, jd maya ga selingkuh gt, kasian masumi, maya n kojinya, ty mudah2an endingnya bgs yach:)

MuTiaRa MawAr uNGu on 2 November 2012 at 22:47 said...

Iya bener tuh kata mbak Santy... kalo kayak gini kondisinya kan... tiga2nya sama-sama terluka...

Kesian juga ya Koji... T_T
waah Maya disuruh membelah diri aja... satu utk Masumi, satunya utk Koji.. daripada berebut :D

Anonymous said...

aduwhhhhh...
cincin kawin bikin berantakan ajja sihhhh..

kouji, sadar donk, maya cm cinta sm masumi seorang *termasuk sayah, blushing* balikin maya ke belahan jiwanya

keknya bakal ada kejadian seru nih
sehubungan dengan fans yg psiko
heheheee.. *sotoy*

-mommia-

regina on 2 November 2012 at 23:07 said...

wew. .serba salah.. tp ini kenyataan, hikz

Anonymous said...

mengalir terus dah air mata..
sedih sekali story nya ,,,
hikz

Anonymous said...

koji mani keukeuh mempertahankan maya......kan dah tau masumi yg sllu ada di hati maya...

jempol buat masumi yg ga maksa maya...(msh ajaaa menahan diri...)

coba cincinnya dicopot dulu ya...

-khalida-

nochan on 3 November 2012 at 01:54 said...

Ini kok tiba2 udah di Izu aja ya?
Terakhir baca yg mereka dansa berdua dipesta itu, trus Koji nyari Maya.. Tp Masumi keukeuh pengen meluk Maya... Itu kelanjutannya gmn?

Ada yg tau kah? Makasih byk sblmnya ^^

resi said...

kojiii, lepaskan maya untuk masumi yaaaa hehe.

SheevaSiwonestELF on 3 November 2012 at 09:01 said...

Penggemar berat Maya ingin membunuh Maya, terus si Yuu ngelindungi Maya, yg mati si Yuu, dan Jadilah Maya dengan Masumi XD
#Kejem
Lanjut unn Ty yah ..

adirha on 3 November 2012 at 11:52 said...

Makin seruu...makin panasss... Tak sabar menanti kelanjutannya!! Tp klu boleh request,jangan ada tokoh yg mati ya ty,,gak seru ahh klu endingnya terpaksa mah.. (»'⌣'«)

Anonymous said...

uhm... senapsaran...

makasih Miss NR <3

-nisa_na

Mawar Jingga on 3 November 2012 at 19:50 said...

maya sm koji apa maya sm masumi.....lanjuuutttttt ty

dian wurdhani on 3 November 2012 at 19:59 said...

Nggak bisa komen...sesak nafas...

aan on 3 November 2012 at 20:44 said...

Cinta...oh,cinta
jalan yg diberi bknlah jln yg mudah
tp,cinta akan menemukan cara
bagaimana 2 jiwa bisa bersama

dina ( I ♥ Topeng kaca ) on 3 November 2012 at 22:55 said...

lanjut ......... hiks hiks ,,,penasaran

chuubyy on 3 November 2012 at 23:27 said...

sedihhhh bgd.. huwaaa... masumi pasti ga akan mukul mayaa... kurang ajerrr bgd nih sakurakoji.. groarr.... satuin MM dunk ty... pliss... love MM ;tearss...

sally on 4 November 2012 at 13:08 said...

yiaaaahhhh... makin bikin penasaran aja..... ty sen cepat di tamatin dong... (ngak sabar nunggu akirnya...)

si koji kok ngak sadar ya.... maya kan ngak cinta.. kok maksa terus sih... payah....

moga dengan kejadian begini mudah-mudahan MM bisa bersatu....

sally on 4 November 2012 at 13:15 said...

yiaaahhhh... makin seru dan makin membuat penasarn.... ty sen cepat di tamatin dong... ngak sabar tgg akhirnya.... hehehheh ^_^

si koji ko ngak sadar diri sih... udah tw maya ngak cinta ko maksa...*_*

moga-moga dengan kejadian begini MM bisa bersatu happly ever after....

Muree on 4 November 2012 at 13:27 said...

Aduh Kojiii,cinta itu gak bisa dipaksa.Apalagi cinta mentok ky maya-masumi.
Wah masumi luka parah,maya tambah ngerasa berhutang budi,Koji juga,trus akhirnya ngelepas maya deh.
Jangan dibuat mati ya Masumi-nya, Ty.

mommia kitajima on 4 November 2012 at 13:30 said...

ahhhh tyyyyy....
kentangggggg....

jangan biarkan masumi mati yah miss
plisssss
be nice...
be kind to us >.<

kl masumi mati
tar koji bs memiliki maya seutuhnya donk *huekkkkk*

dian wurdhani on 4 November 2012 at 14:02 said...

Oh God...oh no..mudah"an Masumi selamat dan wajahnya nggak kenapa kenapa...

Anonymous said...

OMG....Ty ini endingnya mau dibawa kemana siiy??...aduuh jadi ruwet lagi urusannya nih. Kalo Masumi kau tiadakan...pasti maya akan jadi sosok yg nggak punya hati,hampa,kesepian...tapi kalo Masumi masih hidup but cacat, yg ada maya akan merasa bersalah n makin hutang budi, ingin selalu disampingnya...tar koji jd tambah posesif ke maya,merasa lbh dr Masumi..n maya yg menderita..Noooooo

Anonymous said...

huuaaa,,,,apa masumi akan meninggalkan maya selamanya,,, dan akhirnya hidup bahagia dgn koji,,?? Atauu??? Masumi akan mengalami cacat pada wajahnya seperti bu mayuko??
Lanjut sista
Pleaasseee,,, jgn sedih2 ya,,, hiks ;'(
Mutia na rival

Anonymous said...

wuahhhh kok masumi yg kecelakaan tyyy jgn biarkan masumiku meninggal tyyy pleaseeee

Anonymous said...

DAAAAAANNN... menangislah para harems...

MWAAAAAHAHAHAHAAAAA... *kabooorr

-nisa_na-

Anonymous said...

Ty jgn kejam tega dunk, jgn sampe membuat wajah Masumi yg super ganteng jd cacat kaya Ibu Mayuko, ngebayanginnya aja ga tega (ʃ˘̩̩̩3˘̩̩̩)(ʃ˘̩̩̩_˘̩̩̩ƪ)(˘̩̩̩ε˘̩̩̩ƪ) Masumi jgn mati ya!!!
seharusnya yg ketimpa lampu si Koji aja jd MM happy ending
-mn-

lyohana on 5 November 2012 at 08:44 said...

Oh Masumi tidaaaaaaaaaaaaaak
gak boleh terjadi apa apa ty hiks plisssss

Ratna on 5 November 2012 at 08:55 said...

Perih... Tiga jiwa yang terluka...

nilam on 5 November 2012 at 09:14 said...

yah....yah... jgn.... masumi mati.... hiks...hiks... (tangisan darah para fans masumi.)

Pastel Mood on 5 November 2012 at 11:19 said...

ya ampuuun... jangan kau rusak wajah tampan itu Tyyyyy...apalagi dibunuh :((( hiiikkkssss

Anonymous said...

kenapa masumi???????..... arghhh...hiks... hiks....

-khalida-

regina on 5 November 2012 at 15:16 said...

jadi kebayang.. masumi miara rambut panajng sebelah buat nutupin mukanya XDDDD *eh

Anonymous said...

Jangan bilang ending-nya masumi mati donk *ugh! gak rela...!! tuker sama koji!* -Flo-

Mawar Jingga on 6 November 2012 at 21:25 said...

wajah tampan akang.....tidaaaaaaaaaaaakkkkkk T________T

Anonymous said...

Tidaaaaakkk...huaaaaa... Ty Ќε̲п̥ªpª? Kau tega melukai wajah tampan masumi ku... Hiks..hiks..

Tp gak parah kan?

Anonymous said...

Hadewh koji, kamu tuh makin ngeselin deh, egois bgt sih... Berkorban dikit kek, ga liat apa MM segitu menderitanya...
Ty, please jgn tega2 amat sama masumi ya... Kasiaaan...

-nadine-

Unknown on 15 November 2012 at 11:55 said...

Masumi gmn jadinya...? mudah2an luka saja jangan matiiii yahhhh....Hikkkk...

( tambah sedih aza, brsn td baca yg chinchen, mayanya yg mati...hikkk bener2 gak relaaa TT )

Lanjut sis...:)

Happy on 16 November 2012 at 16:25 said...

Penasaran tingkat tinggi ma endingnya.. Tapi kenapa ya? Aku kok ngabayanginnya Maya nya yang pergi. Jadi dua cowok itu sama sama menderita ditinggal Maya he..he..

sally on 16 November 2012 at 17:50 said...

masumi ko jadi aneh sih.... knp ngak mau ketemu maya...!? *_*
tambah penasaran aja sama endingnya...
moga-moga MM bisa bersatu lagi.... ^_*

Muree on 16 November 2012 at 18:36 said...

Ow ow ow..kenapakah Masumi? Amnesia? Gak mungkin, wong dia inget maya dan yg lain koq.Atau semata-mata teringat tekadnya untuk mengubur perasaannya dan melupakan Maya.

Anonymous said...

Masumi menolak Maya?????? ada apa lagi neeehhhh???...apa endingna akhirna Maya bakal sendirian, ditinggal oleh Koji dan Masumi?
jangan sedih" ya Jeung Ty....harus Hepi ending

wienna

Anonymous said...

Ty knp ya aku sebel dng maya yg disini...egoiss banget...seenernya yg paling terluka-kan koji...knp juga maya gak ikhlasin masumibu aku aja...wakakakka...ngarep

xiaolong li on 16 November 2012 at 22:18 said...

ada apa dg masumi???
Penasarn dg endingny, ending HE atau pun SE blm terlihat sama skali

nilam on 17 November 2012 at 07:50 said...

masuni amnesia..??????? or pura2..kah?????
Sista ... lanjut donk...penasaran nih....

Unknown on 17 November 2012 at 11:26 said...

hilang ingatan...??? mba ty, msa masumi amnesia? penasaran...penasaran lanjutannya... di tunggu update nya, please...??

Unknown on 17 November 2012 at 11:27 said...

g sabar nunggu lanjutannya...^^.

Anonymous said...

ada apa dg masumi? amnesia atau sengaja melakukannya krn niat mau pergi jauh dr maya...

-khalida-

nochan on 17 November 2012 at 17:55 said...

Kasian bgt si Koji ...

Anonymous said...

Masumi Ќε̲п̥ªpª???
Jd bingung siapa yg dibelain, semua terluka karena cinta.
Koji mau cerikan Maya kah? Tp kl Masumi nolak juga.. Makin banyak yg sakit hati

Huu.. Ga sabar nunggu lanjutannya. Ty ☀Śξ♍ǝƣǤǻƭ •••• ☀ .. Aku masih setia menunggumu..

Dwi Asih

Anonymous said...

Masumi itu ilang ingatan or pura2 lupa ttg Maya? *bingung*
Apa mungkin Masumi memutuskan utk meninggalkan Maya jd sengaja menghindari Maya? Trus Masumi ke Amrik, kisah cinta MM sad ending (ʃ˘̩̩̩3˘̩̩̩)(ʃ˘̩̩̩_˘̩̩̩ƪ)(˘̩̩̩ε˘̩̩̩ƪ)
Ty hebat bgt sih mengaduk2 perasaan aq bacanya bikin penasaran mulu pgn tau endingnya kaya apa, kalo gini kan jd menebak2 mulu *cubit Ty*
-mn-

Mawar Jingga on 18 November 2012 at 00:08 said...

ya ya ya apakah ini trik akang masumi mau melupakan maya??? aduh ntu si koji kesian amat >,<

Pastel Mood on 19 November 2012 at 06:15 said...

waduuuh...konflik tiada habiiisss.... makin seeerrrrruuuu.... mdh2an masumi cuma bermaksud menjauh dari maya...jangan dibikin amnesia kayak sinetron ya tyyyy >.<

sally on 19 November 2012 at 08:22 said...

ayo maya.... jadilah iron lady.... ^_^....

si koji sih suka maksa.... dari dulu kan dia udah tw maya cinta ama si masumi... masih nekat juga... akkhirnya resiko tanggung sendiri... poor koji....*_*

sally on 19 November 2012 at 08:24 said...

ayo maya... jadilah iron lady.... perjuangkan cintamu..... wkwkwkwk

si koji nekat sih... udah tw maya cinta sama orang laen... malah maksa nikah sama maya......
ckckckckckckkc poor koji.....

marianatalia on 19 November 2012 at 13:07 said...

Ty... apdet lagi dunk ^^
Masumi kog gitu, apa mulai melupakan Maya? Maya jg hrs tegas jgn plin plan, kasin Koji jg.
plz jgn sad ending ya

marianatalia on 19 November 2012 at 13:08 said...

Masumi itu ilang ingatan or pura2 lupa ttg Maya? *bingung*
Apa mungkin Masumi memutuskan utk meninggalkan Maya jd sengaja menghindari Maya? Trus Masumi ke Amrik, kisah cinta MM sad ending.
Ty hebat bgt sih mengaduk2 perasaan aq bacanya bikin penasaran mulu pgn tau endingnya kaya apa, kalo gini kan jd menebak2 mulu *cubit Ty*

aseani said...

tyy...pliiiisss.... segera tamatkan cerita ini. penasaran tingkat dewa.
apapun endingmu, aku terima, asal masumi ngga mati, mukanya ngga kayak bu mayuko, ngga lupa sama aku ;p

tapi kalo aku jadi koji mah, udah ngeliat istri kayak begitu, mending dilepas aja deh. lebih sakit hati... kok koji tahan sih.

lyohana on 29 November 2012 at 09:41 said...

Nah Lho what happen aya naon ama masumi ty.... inget maya tapi gak inget mawar ungu ?

lyohana on 29 November 2012 at 09:42 said...

Nah lho what happen aya naon sama masumi ty.. Inget maya tp ga inget Mawar Ungu

Anonymous said...

ada apa dengan masumi? tambah galau deh akunya... hiks.. T_T

_Iien Fachrie_

Nur on 29 November 2012 at 09:56 said...

Pastinya sih.....
Kalo emang Maya gak bisa pisah ma Koji mending Masumi lupa ingatan 100% soal Maya.....
So, keputusan semuanya ada di tangan Maya...
Kalo Maya mang lebih milih Masumi, ya emang cuma Maya yg bisa bantu Masumi buat mulihin ingatannya lagi...
Xixixixi....jadi kaya pengamat sinetron...:)

Anonymous said...

o0o... amnesia... parsial... o0o...
*manggut2

-Nisa-

Anonymous said...

sista,,,apa yg terjadi dgn masumi,,?? Apa dia kehilangan sebagian memori dlm otaknya krn benturan dikepalanya smpai2 dia bersikap seperti itu kpd maya,,, dan bertanya siapa mawar ungu?? Hufth jd makin pelik nh,,, lanjut sista,,,

xiaolong li on 29 November 2012 at 22:28 said...

liat koment diatas jadi mikirn endingny, SE ato HE penasarn bngt :)

Heri Pujiyastuti on 30 November 2012 at 00:26 said...

Makin galau.....XDDDD
Kira2 nanti ingetnya gmn yach si akang..:D

sally on 30 November 2012 at 08:28 said...

jadi agak pelik nih kasusnya....
masumi ngak ingat tentang mawar unggu....!??? apa karna saking patah hatinya jadi ngak mw ingat ya!??

wahhh... ty sen cepat di tamatin dong.... biar ngak penasaran lagi.... ^_^

ferra febriana on 30 November 2012 at 09:31 said...

ty.. kok jd amnesia sbagian gt... teganya.... jgn sampe SE dong ty.. yuu kan dah ampir mo cerein maya..trus klo dah cere gmn klo mh ga mo lg tnyata.. hiks.. hiks..

lyohana on 30 November 2012 at 10:54 said...

Masumi beneran amnesia apa pura2 doang sih ty

aseani said...

hmm..bimbang lagi deh maya.

plinplan bgt sih ni orang, kasian kan sakura koji, kebawa bimbang.

udahlah koji, kalo gue jadi elu mah gue cerein si maya. ditarik ulur gitu kok mau aja.

tapi masumi amnesia sebagian gitu bagus juga ya. biar keliatan maya tuh sebenernya plin-plan banget.

biar bisa tegas, kudu di shock terapy.

SheevaSiwonestELF on 30 November 2012 at 11:50 said...

Ini belum ending kan sis??Klo ia, buatin aja sekuelnya :D

nochan on 30 November 2012 at 11:57 said...

horeee...hidup Kojiiiii ^^
Semoga Masumi gak akan menyesal .. aamiin...

Anonymous said...

aku masih galau.. hiks... masumiiii,,cepetan ingat maya donk... T_T

_Iien Fachrie_

Muree on 30 November 2012 at 12:31 said...

Oh oh oh. Gimana ini jadinya ntar? Begitu maya balik ke koji,masumi inget lg soal mawar ungu. Can't wait for the ending.

orchid on 30 November 2012 at 12:48 said...

kira2 apa nanti yg mau dikatakan maya ke masumi? apa koji bakal nemenin? waaaa, klo SE gag apa2, yg penting ada sekuel *hahahaha*

komalasari on 30 November 2012 at 15:07 said...

Kayaknya Masumi pura2 hilang ingatan deh...

Anonymous said...

bagaimana ya akhirna kisah ini???? apa bener yang akan kau rencanakan bahwa mereka akan bahagia dengan cara masing"??? apa Masumi akan lupa tentang Maya seterusna....trus si Koji akan memilih pisah dengan Maya????.....dan Maya akan menjalani hidup sendiri sambil ttp mencintai Masumi?????.......
tidak sabar menanti ending cerita ini....dari awal sudah mengharu biru...semoga akhirna menjadi manis...


wienna

Ratna on 30 November 2012 at 16:25 said...

Apakah Masumi hendak menyimpan luka cintanya sendiri ??? Terdengar seperti pribadi Masumi memang... Apakah Masumi tidak ingin Maya terjebak bersama orang cacat seperti dirinya, sehingga mengusir Maya pergi darinya??? Ayo Ty, jawab penasaranku dengan mempublish endingnya, :)

Anonymous said...

mudah-mudahan Masumi memang hilang ingatan betulan. dan setelah liat pentas Maya ingatannya kembali.
kesian belahan jiwa g bersatu..T.T

chuubyy on 30 November 2012 at 22:10 said...

waaa..... sedih juga.... masumi kenapa ea... kok jd dingin apakah benturannya membuat dy ga mengenal ttng mungil agi... T^T

Widiya on 30 November 2012 at 22:41 said...

kya...........akhirnya baca juga :)
padahal sech niatnya pengen baca klo ceritanya dah selesai hihihi....

hah.....jadi penasaran dech:(

SEMANGAT Ty!

Anonymous said...

sista,,,, apa maya akhirnya akan seutuhnya bersama koji??? Hadehhh ga rela sih tapi kasihan jg koji,,, lanjut sista ;)

Pastel Mood on 1 December 2012 at 00:08 said...

sadayana fallen up to the sun! :((

Anonymous said...

horeee SE!!

ditunggu cerita selanjutnya :D

*ps endingnya oke ah, bikin pecinta mm nyeseg >> devilish

-nisa_na

Ervina said...

Loh?...
HE kok..
hahahahahaahaaaaaaahhh yahh kecewa sih tapi ya sebenernya ini bisa dibilang HE...kan semua senang.. cuma disini maya plin plan abis ya :@ ckckck..plis ty jgn ada sekuel ya hahahaha :))

Mawar Jingga on 1 December 2012 at 22:21 said...

akhir yang indah neng ty......maya bersama koji dan akang masumi bersamaku XDDD

ive purwanto on 1 December 2012 at 22:30 said...

ga mauuuuu..... ty, bikin sekuel yg HE yaaaa

mommia kitajima on 2 December 2012 at 05:08 said...

haisssshhhhh *getok emjeh pake palu*

suatu hari nanti pasti masumi memperoleh ingatannya kembali
ingatannya akan mawar ungu dan cintanya pd maya

dua belahan jiwa tidak seharusnya berpisah miss
karena itu melawan hukum alam
akan terjadi kerusakan, bencana besarrr *lebayyyy*

this is not the end
harus ada sekuelnya
saat masumi mendapat ingatannya kembali
saat maya masih belum melupakan cinta masumi padanya

cinta sejati ga kan pernah mati miss

*hueeeeee brasa pujangga aja kekeh*

Pastel Mood on 2 December 2012 at 07:28 said...

kasian masumiii...blm ada pasangannyaaaa....
Tyyyy...kasih masumi pacar dulu atuuuh ;p

Anonymous said...

And I know that he knows I'm unfaithful
And it kills him inside
To know that I am happy with some other guy
I can see him dying


I don't wanna do this anymore I don't wanna be the reason why Every time I walk out the door
I see him die a little more inside
I don't wanna hurt him anymore

I don't wanna take away his life I don't wanna be a murderer


pas panget buat koji...hiks,
mmg sdh didesain sejak awal ama TY de..

xiaolong li on 2 December 2012 at 13:23 said...

sist, g rela ... G rela bngt tp ending crita nie bisa juga ntr dpakai ma miuchi
wa benern g rela MM g bsatu
*jgn2 ini termasuk dg kutukn sang BM, dmana sang BM g akn bsatu dg blahan jiwany, akoya dg ishin, mayuko dg ichiren, maya dg masumi

サンティ on 2 December 2012 at 13:28 said...

Gak relaaaaaaaa bgttttt

Anonymous said...

nga relaaaa.........masumi ohhh masumi...nasibmu memang selalu menderita....
Ty...buat donk sekuelnya...Masumi ingat lagi ttg Maya....Please satukan mereka.....

Wienna

Anonymous said...

masumi amnesia tp yg dilupakan cuma maya, apa krn yg berkaitan dg maya menyakitkan...hehehe sotoy.com neeh...
moga2 ga kejadian begini dlm komik-nya...nungguin belasan tahun kan pingin maya masumi bersatu...

Anonymous said...

(ˊ•_•ˋ) |O̳̐|õωωω..(ˊ•_•ˋ) Ќε̲п̥ªpª? Jd gini akhirnya.

Termasuk SE ato HE yah kl gini ..
Trus masumi sama sapa neng Ty?


Dwia asih

Anonymous said...

gag relaaaaaaaaaaaaaaaaa.... kenapa maya harus sama sakurakoji, knapa masumi amnesia. huaaaaaaa...

tapi ini winwinsolution banget buat mereka bertiga

-bella-

aan on 3 December 2012 at 11:22 said...

*tarik nafas panjang panjang*
udahlah ga usah bikin sequelnya...ganti topik aja miss nr *ngarep ada story baru*

marianatalia on 3 December 2012 at 11:24 said...

sebenarnya ga rela Maya ama Koji akhirnya.. kasian Masumi amnesia..
ntw makasih ya Ty uda namatin cerita ini, semoga kalo ada kelanjutannya ini semua hanya mimpi, Masumi Maya tetap bersatu ^^

Unknown on 3 December 2012 at 15:03 said...

kasihan Koji, nunggu 5 bln u ngerasain malam pertama...hihihi>>>

Anonymous said...

haha, out of mind dah...
speechless...
ga nyangka ujungnya bakal kesana... ^^

Unknown on 3 December 2012 at 20:37 said...

Ngga pa2lah untuk cerita yg ini maya bersama koji...agar cinta koji terbalas hehehehehe...
Tapi kasian Masumi, Amnesia...tapi drpd mengingat Maya terus bakal galau melulu...hehehehe...

Sip...di tgu cerita selanjutnya yah :D:D:D

Fagustina on 4 December 2012 at 12:51 said...

aku sukaaaaaaaa endingnya...emang sharusnya begini

makasih miss NR <3

Mawar Jingga on 4 December 2012 at 17:37 said...

#slow motion ngelak getok palu mommia.....wkwkwkwkwkwk

tyyyyy........ditunggu cerita MM dgn versi yg berbedanya :)

Jual on 27 January 2013 at 22:15 said...

Endingnya
GA RELAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA......

dina ( I ♥ Topeng kaca ) on 26 May 2013 at 22:32 said...

busyet TY ............. bikin merana nie

Anonymous said...

T__T

Anonymous said...

hu..hu...hu...sedih.. gue....

Anonymous said...

hu...hu....hu...... sedih .... gue.... maya jadian ama koji....

Anonymous said...

Iya ty bikin sekuelnya dnk.. bner tuh belahan jiwa tak seharusny berpisah.. kasian masumi nya.. nangis ga berenti2 aku..π_π..

Unknown on 20 January 2016 at 19:54 said...

sistaaa..perasaanku benar2 sakit baca ini (ko jadi gue yang patah hati yah hiks hiks) bikin sekuelnya donk sist kasian MM masa ga bisa bersatu sama belahan jiwanya..

Anonymous said...

Hi Ty, mungkin kamu dah nggak pernah buka blog ini lagi. Tapi saya baru baca dan hasilnya wow surprise... tapi kalau lihat karakter maya sama masumi kayaknya lebih pilih endingnya finding you d :-). Any way thanks ya. Kamu sdh mengobati kangen saya untuk baca komik...

Post a Comment

Silahkan kritik, saran, sapa dan salamnya... :)

 

An Eternal Rainbow Copyright © 2011 Design by Ipietoon Blogger Template | web hosting