Tuesday 7 October 2014
Fanfik TK : Fated to Love You, Only You Ch. 3
Fated
to Love You, Only You 3
#Writer’s Note: Sorry for delaying this
story for so longgggg. Sebenarnya mau aku lanjutin tapi banyak hal yang
membuatku kembali menundanya. Mohon maaf sebesar-besarnya kepada para pembaca
yang sudah menanti-menanti membaca kelanjutan cerita ini. Aku mengerti jika
mungkin kalian sudah tidak mau membacanya lagi (tapi aku sangat berterima kasih
jika kalian masih mau membacanya #puppy-eye) Anyway enjoy it and I wish I can
update again as soon as possible! J
(Paris,
20xx, saat ini)
“(Perhatian perhatian!
Karena terjadi suatu hal yang tidak terduga, pertunjukan dari Teater Mayuko
dibatalkan. Kami ulangi lagi, karena terjadi suatu hal yang tidak terduga
maka....)” demikian terdengar suara memberitakan pengumuman yang sama
berulang-ulang dalam bahasa Perancis. Terdengar pula suara keluhan dan rasa
kecewa yang terdengar dari mulut para penonton yang memakai jas dan gaun mewah,
berdiri dan meninggalkan ruang pertunjukan.
“(Dibatalkan? Apa-apaan
Teater Mayuko itu? Apa mereka main-main?)” seru beberapa di antara mereka.
“(Apa mereka tidak tahu
berterima kasih? Sudah bagus mereka sudah bisa tampil di tempat ini. Apa yang
mereka pikirkan?)” sahut yang lain.
“(Mungkin mereka malu
dengan pesona Teater Hayami dari Daito. Mereka sadar mana mungkin mereka bisa
sepadan muncul bersama dengan Daito. Mungkin karena itu mereka jadi memilih
mundur dengan mengeluarkan berbagai macam alasan.)”
“(Tapi aku dengar
katanya salah satu pemain mereka hilang, oleh karena itu pementasannya
dibatalkan.)”
“(Kau dengar itu siapa?
Mana mungkin begitu! Kalau benar begitu, hal ini benar-benar penghinaan
terhadap seni teater dan drama. Berani-beraninya mereka melakukan hal itu!)”
Tuduhan dan asumsi
terdengar di antara para penonton yang hendak keluar dari gedung pertunjukan
ataupun penonton yang masih memilih tinggal di gedung pertunjukan untuk
bercengkrama dengan para seniman, artis, dan sutradara yang datang ke
pertunjukan. Terdengar pula suara jepretan kamera di mana-mana. Banyak wartawan
yang datang untuk meliput juga mewawancarai beberapa penonton juga pemain yang
hadir. Apalagi mengingat ada kejadian mengejutkan dengan batalnya pertunjukan
teater Mayuko yang selama ini disebut-sebut sebagai salah satu saingan Daito
yang patut diperhitungkan mengingat pendirinya ialah pemeran Bidadari Merah
legendaris berpuluh-puluh tahun yang lalu. Tentu berita tersebut akan menjadi headline yang sangat menarik. Apa
mungkin batalnya pertunjukan dari Teater Mayuko merupakan akibat perbuatan dari
Daito yang tidak mau tersaingi malam ini? Atau mungkin hilangnya pemain teater
Mayuko juga akibat perbuatan dari Daito? Tentu menarik jika pembaca bisa
mencari sisi negatif dari Kerajaan milik Hayami yang selama ini dianggap
sempurna dan tanpa cela. Belum tentu benar memang, tapi seperti itulah dunia
media. Kejam? Ya. Tapi untuk mendapatkan berita menarik, hal yang hanya sekedar
asumsi pun dapat dibuat seolah-olah hal tersebut memang terjadi.
Masumi melihat
kerumunan wartawan dari kejauhan yang berusaha mewawancarai banyak orang yang
hadir. Gelas berisi wine yang ada di
tangannya hanya didiamkannya saja, tidak diminumnya. Suara Onodera kemudian
membuat Masumi menoleh dari kerumunan wartawan,
“Hhhh... para wartawan
akan pesta besar malam hari ini,” ujar Onodera.
“Maksud Anda?” selidik
Masumi.
“Apa kau tidak sadar,
pak Masumi? Batalnya pertunjukan dari teater Mayuko dan hilangnya salah seorang
pemain bisa membuat mereka berasumsi dan membuat berita berdasarkan asumsi
tersebut...,” Onodera melirik Masumi dan Masumi segera mampu menangkap maksud
tersembunyi dari kata-kata Onodera.
Dan
Daito akan terlibat namun bukan dalam sisi yang positif... pikir
Masumi.
“Aku tidak melihat ada
masalah di sini, pak Onodera,” ujar Masumi sambil meminum wine di gelasnya pelan.
Onodera menatap Masumi
seolah Masumi tengah bercanda. Apa Masumi
Hayami yang pintar ini tidak menyadarinya? Onodera kemudian hanya
mengedikkan bahunya pelan. “Ya apapun itu aku berharap tidak akan ada masalah
yang menimpa Teater Daito. Para wartawan itu pasti akan mencari tahu juga siapa
pemain yang hilang, yang sepertinya begitu berharga sehingga Teater Mayuko
memilih membatalkan pertunjukan. Para wartawan pasti penasaran siapa pemain
tersebut,” Masumi hanya menatap Onodera yang terus berkata-kata sambil meminum wine nya pelan.
Namun kata-kata Onodera
berikutnya membuat Masumi berhenti meminum wine,
“Bisa kulihat hal ini akan menjadi berita besar bagi mereka dan siapa tahu
hal ini akan menjadi headline banyak
koran di Paris sana,”
Masumi kemudian menatap
kerumunan wartawan yang masih terlihat mewawancarai beberapa penonton yang
terlihat mendramatisir ekspresi mereka ketika ditanya, juga kelihatan senang
karena berharap wajah mereka akan muncul di koran. Kemudian Masumi tersenyum
dan berbalik menatap Onodera.
“Kukira tidak akan seperti
itu, pak Onodera.” ujar Masumi sambil meletakkan gelasnya yang berisi wine di atas meja.
“Eh?” Onodera terlihat
kebingungan dengan kata-kata Masumi.
“Saya rasa sudah
waktunya saya kembali karena sudah tidak ada lagi pertunjukan yang harus
dilihat. Saya permisi dulu, pak Onodera,” ujar Masumi sambil mengulurkan
tangannya kepada Onodera yang langsung dijabat Onodera. “Terima kasih atas
pertunjukan yang mengesankan dari Teater Daito. Semua ini berkat kerja keras
Anda,”
“Ah, tidak,” ujar
Onodera yang tampak senang sekali dipuji seorang Masumi Hayami. “Semuanya juga
berkat bantuan dari Daito. Jika tidak ada Daito, malam ini tidak akan terjadi,”
Masumi hanya tersenyum
kemudian segera berbalik bersamaan dengan munculnya Shiori lagi di sampingnya.
“Apa kau sudah selesai,
Shiori? Aku bermaksud ingin kembali ke hotel, masih ada yang harus kukerjakan
malam ini. Tapi jika kau masih ingin tetap di sini, tidak masalah. Akan kusuruh
supirku kembali lagi menjemputmu,”
Apa
dia bilang? Meninggalkanku di sini sendirian dan jadi bahan gunjingan banyak
orang dimana Shiori Takamiya ditinggalkan oleh Masumi Hayami di gedung
pertunjukan? batin Shiori. Tidak! Shiori bertekad untuk mendapatkan Masumi dan dia tidak akan
membiarkan Masumi jauh darinya. Dia akan terus menempel di samping Masumi
sehingga gadis di luar sana tahu diri dan sadar jika Masumi sudah menjadi milik
orang, milik Shiori!
“Shiori? Apa kau
baik-baik saja? Keningmu berkerut dan kau seperti tengah berpikir serius. Ada
apa?”
Shiori segera sadar
dari lamunannya. Senyuman terlatihnya segera muncul kembali di wajahnya. “Ah, iya. Kurasa aku sedikit lelah. Aku
pulang bersamamu saja. Lagipula sudah tidak ada pertunjukan lagi malam ini.”
“Baiklah kalau begitu.
Kami permisi dulu, pak Onodera,” Masumi dan Shiori segera beranjak ke pintu
samping menghindari para wartawan. Masumi tidak mau ada berita mengenai dirinya
dan Shiori muncul. Tidak boleh ada berita lain yang mengganggu kesuksesan besar
Daito malam ini. Namun Shiori berpikir sebaliknya. Dia ingin sekali dirinya dan
Masumi bisa berjalan di tengah keramaian dan di tengah sorot kamera juga
pandangan mata orang banyak, sehingga semua orang bisa melihat bahwa Masumi
Hayami sudah punya gandengan.
Sebuah mobil hitam
muncul di depan pintu samping dan Shiori segera masuk ke mobil. Shiori
memandang Masumi yang masih saja berdiri di luar dan tidak masuk.
“Masumi, apakah kau
tidak mau masuk?”
Masumi tersenyum,
“Sebentar, Shiori. Aku ingin menelpon seseorang terlebih dahulu,”
Masumi mengeluarkan hand phone dari saku jasnya lalu memencet
beberapa tombol dan setelah beberapa nada sambung, ada suara yang menjawab
Masumi.
“Ah, Mizuki, ini aku.
Tolong kau hubungi beberapa orang yang akan kusebutkan dan laksanakan
instruksiku sekarang juga,” kemudian Masumi memberikan berbagai macam instruksi
kepada Mizuki dengan nada tegas dan tidak dapat ditolerir. “Aku berharap tidak
akan kecolongan. Apa kau mengerti, Mizuki?”
Masumi menekankan kata-kata terakhirnya. Mendengar jawaban positif dari Mizuki,
Masumi tersenyum dan kemudian segera mematikan sambungan telepon dan memasukkan
kembali hand phone ke saku jasnya.
Masumi kembali melihat beberapa kerumunan orang di pintu masuk utama gedung dan
wajahnya tampak serius dan dingin. Benar,
tidak akan kubiarkan ada kejadian apapun yang akan mengganggu kesuksesan Daito
malam ini...
###
Maya berjalan tanpa
tahu arah. Pandangan matanya tampak kosong. Matanya tampak merah dan bengkak.
Air mata yang terus-terusan mengalir tampak meninggalkan jejak di pipi Maya. Ia
bahkan tidak punya tenaga untuk menangis lagi. Ia bahkan tidak tahu apalagi
yang dirasakannya. Ia merasa mati rasa. Ia merasa tidak ingin apa-apa. Ia
merasa berjalan seperti tanpa tahu tujuan.
“(Hei, kalau jalan
lihat-lihat!)” ujar salah seorang pria yang bertubrukan dengan Maya.
Maya tidak menjawab dan
hanya menundukkan kepalanya.
“(Kau tidak lihat
wajahnya? Parah dan pucat sekali. Kelihatan seperti hantu),” ujar wanita yang
berjalan di samping pria tadi.
“(Tidak perlu kau lihat
dan perhatikan. Mungkin hanya seorang gadis gila yang berkeliaran di malam
Natal yang suci ini),”
Maya merasa sendirian
dan tersesat di tengah kerumunan orang yang berjalan kesana kemari. Belum
pernah hatinya terasa kosong dan jiwanya terasa lelah. Ia merasa sangat sakit
di hatinya tadi. Namun kenapa ia mati rasa sekarang? Maya memberanikan diri
menoleh ke kanan dan ke kiri. Ia bisa melihat ayah, ibu, dan anak yang sedang
makan dengan bahagia di restoran. Ia juga bisa melihat sepasang kekasih tampak
bercengkrama dan bermesraan. Ia juga melihat ada seorang musisi jalanan yang
tengah memainkan gitar sambil bernyanyi lagu Natal dalam bahasa Perancis di
tengah keramaian. Banyak orang yang lewat yang menaruh uang di topi yang
terdapat di depan kaki musisi tersebut. Maya melihat musisi jalanan tersebut
dan tampak terhenyak. Di mata Maya, ia bukan melihat seorang musisi jalanan
melainkan orang lain. Orang yang sangat dia rindukan hingga ia merasa sesak dan
menangis. Orang yang masih membuatnya terus berjuang dan percaya akan adanya
masa depan hingga saat ini. Orang yang membuatnya masih terus percaya dan menunggu
bahwa orang itu akan datang.
Maya melihat seorang
pria tampan tengah memainkan gitar kepada seorang gadis mungil belasan tahun
berambut hitam legam di tengah gua ketika mereka di tengah salju yang turun.
Maya masih bisa mengingat suara pria itu dengan jelas, pandangan matanya yang
teduh, dan senyumnya yang hangat dan menangkan. Maya masih mengingat bagaimana
lagu yang dinyanyikan pria itu menghangatkan hatinya. Maya masih mengingat
bahwa saat itu juga pria itu memberikannya lonceng kecil yang katanya sebagai
tanda bahwa Maya bisa memanggilnya kapan saja ketika butuh bantuan.
“Bunyikan
saja lonceng itu. Aku pasti akan datang kepadamu...,”
“Ahhh...
darimana kau dapatkan kata-kata seperti itu? Aku jadi merinding...,”
Pria
itu tersenyum. “Aku serius! Kau bunyikan saja lonceng itu, aku pasti akan
datang ke tempatmu... kapan saja...,”
“Kapan
saja?”
“Iya,
kapan saja. Tapi jangan sering-sering kau bunyikan. Aku tahu kau akan sering
membunyikannya mengingat kau sering merindukanku, tapi jika kau membunyikan
terus-terusan aku juga bisa lelah bolak-balik menghampirimu,”
Gadis
itu merengut. “Kau tidak tulus! Katanya “kapan saja”! Apa kau tidak mau
menemuiku sering-sering? Apa kau... tidak akan kembali lagi?” wajah gadis itu
tampak sedih.
Pria
itu menatap gadis di depannya dan kemudian memeluknya. “Aku pasti kembali,
Maya. Aku pasti kembali. Percayalah padaku, apapun yang terjadi, aku pasti akan
kembali ke tempatmu. Jika kau butuh aku, bunyikan saja lonceng itu...,”
“Janji?”
Pria
itu tersenyum dan mengecup kening gadis itu. “Janji... Memang aku pernah
mengingkari janjiku padamu?”
Gadis
itu tersenyum. “Tidak, ‘sih...”
Pria
itu mengeratkan pelukannya. “Aku pasti akan kembali padamu, Maya. Dan bukan
untuk pergi lagi. Aku pasti akan kembali padamu dan tinggal denganmu untuk waktu
yang lama... Itu janjiku kepadamu...”
Suara musisi
jalanan yang mengucapakan terima kasih
kepada beberapa orang yang memberikan uang menyadarkan kembali Maya dari
memorinya. Maya menatap orang di sekelilingnya. Tidak ada pria itu... tidak ada
suara gitar itu... tidak ada janji itu...
Pembohong...
pembohong!!! Katanya akan kembali, katanya sudah janji!
Maya bisa merasakan air
matanya kembali hendak mengumpul di matanya. Ia segera berbalik dan berlari
menerobos kerumunan orang, tidak mempedulikan banyak orang yang ditabrak dan
memakinya. Di kepalanya hanya terdapat wajah satu orang, di hatinya ia hanya
meneriakkan nama satu orang.
Sakit...
rasanya terlalu sakit. Terasa mau mati...
Maya menghentikan
larinya untuk mengatur nafasnya. Air matanya tidak mau berhenti mengalir. Maya
tidak tahu ia di mana dan ia tidak peduli. Ia tidak bisa melihat apapun lagi
yang ada di depannya. Harapannya, penantiannya, semuanya hancur. Semuanya
selesai. Tidak ada lagi yang harus diperjuangkan dalam hidupnya. Di saat banyak orang bahagia, hanya aku saja
yang merayakan malam Natal ini sendirian. Kesepian. Sakit. Kecewa. Aku ingin
sekali membencimu tapi aku tidak bisa... kamu sudah membohongiku, kenapa kamu
tega-teganya meninggalkanku sendirian. Kenapa... kenapa?
Tiba-tiba angin kencang
berhembus dan Maya seperti terhenyak. Ia menengadahkan kepalanya dan kemudian
ia melihat sesuatu yang membuat jantungnya berdetak cepat. Tepatnya seseorang.
Orang itu... Sosok
orang itu... Orang yang dirindukannya beberapa tahun terakhir ini dan selalu
menghantui mimpinya. Orang yang tidak pernah ia lupakan. Maya melihat sosok itu
dengan jelas di mobil hitam yang berada di tengah keramaian lalu lintas.
Meskipun tidak terlihat jelas, namun hati Maya mengenal orang itu. Segala saraf
di tubuh Maya yang tadi serasa mati kembali bekerja. Jantungnya berdetak
kencang. Matanya menatap sosok itu tidak percaya.
Dia
masih hidup... Dia masih hidup!!!
Mobil hitam itu
melintas meninggalkannya dan membuat Maya sontak segera menggerakkan kakinya
untuk mengejar mobil itu.
“Tunggu!!! Tunggu!!!”
Maya berteriak membuat orang-orang di sekitarnya menolehnya heran. Banyak orang
yang ditubruknya namun Maya tidak peduli. Maya benar-benar tidak peduli. Maya
harus mengejarnya, Maya tidak boleh lagi kehilangannya.
“Sora!!! Sora!!!
Tunggu!!!” Maya terus berteriak mengejar mobil itu yang perlahan hilang dari
pandangan.
Kumohon
jangan pergi!!! Jangan tinggalkan aku lagi sendirian... Kamu janji mau kembali,
‘kan!? Kenapa sekarang kau menjauh dan meninggalkanku? Aku di sini! Maya-mu di
sini! Kumohon, Sora! Menolehlah!
“SORRAAA!!!!
Tunggu!!!!” Maya terus meneriakkan namanya namun mobil itu semakin lenyap dari
pandangan. Maya dapat melihat mobil itu membelok ke kiri jalan dan Maya tidak
punya pilihan lain untuk menyebrang jalan karena ia berada di sisi kanan jalan.
Ketika Maya menyebrang jalan ia dapat melihat ada sinar menyilaukan menuju ke
arahnya dan sedetik kemudian ia merasakan tubuhnya terlempar dan terjatuh di
jalan. Hanya sakit yang dirasakan di sekujur tubuhnya.
“So... ra...,” ujar
Maya, lirih.
Aku
janji... Aku akan datang ke tempatmu kapan saja...
Maya merasakan matanya
semakin berat. Ia mendengar banyak orang berteriak di sekelilingnya. Namun ia
hanya dapat mengingat wajah satu orang.
Kamu
ada di sini karena kamu masih hidup, ‘kan? Apa yang kulihat itu hanya ilusi?
Sekarang tubuhku sakit sekali... Apa aku akan mati?
Mati...
Kalau aku mati, aku bisa bertemu denganmu, ‘kan disana? Kau akan menjemputku,
‘kan sekarang?
Maya menutup matanya
sambil menggenggam erat loncengnya. Ia hanya bisa mengingat satu sosok sebelum
kesadarannya hilang sepenuhnya.
###
Masumi tampak sibuk
dengan hand phone nya membuat Shiori
cemberut. Sudah di mobil pun hanya
pekerjaan saja yang ia pikirkan! Padahal di jok belakang ini hanya ada kami
berdua!
“Masumi... kamu sedang
apa?”
“Ah.. ini. Aku sedang
mengurus beberapa urusan penting mengingat kita sebentar lagi akan pulang ke
Jepang. Di Jepang sudah banyak proyek menanti Daito,”
“Proyek lagi? Tampaknya
kau sibuk sekali, ya, Masumi...,”
“Begitulah. Setelah pulang
ke Jepang aku berencana akan ke luar kota lagi untuk meeting dengan beberapa klien. Jadwalku sudah sangat sibuk beberapa
bulan ke depan,” ujar Masumi yang tampak antusias memikirkan banyak hal yang
akan menambah kesuksesan Daito di depan sana.
Shiori menggigit
bibirnya. Ia ingin sekali bertanya kepada Masumi. Kapan waktumu untukku? Masumi selama ini selalu bersikap sangat
lembut dan bertindak seperti seorang gentleman
ketika bersamanya. Masumi selalu memiliki kendali kontrol dan emosi yang
luar biasa tenang ketika bersamanya. Shiori senang karena ia merasa sangat
dihargai dan terhormat namun entah kenapa ketika ia melihat bagaimana kisah
cinta di televisi ataupun di buku-buku yang dibacanya, ia ingin sekali Masumi
bersikap lebih... liar. Ia ingin melihat kendali Masumi lepas ketika
bersamanya. Namun melihat keadaan mereka selama ini, rasanya hal tersebut
mustahil. Shiori bisa memimpikannya saja sudah cukup senang. Yang Shiori
butuhkan hanya bersabar dan menjadi wanita pengertian yang menerima segala kesibukan
Masumi. Ia tidak mau Masumi meninggalkannya karena dirinya yang posesif dan
pengatur. Ia tidak mau pertunangannya dengan Masumi batal.
Masumi sendiri bukannya
tidak tahu niat wanita yang ada di sebelahnya. Ia sangat mengerti. Namun
pertunangan mereka hanya sekadar untuk bisnis, tidak dilandasi dengan cinta. Huh... di dunia ini tidak ada yang namanya
cinta. Masumi hanya ingin berkonsentrasi untuk kemajuan Daito, agar Daito
akan selalu berada di dalam kekuasaannya, bukan ayahnya. Masumi tidak punya waktu
untuk meladeni emosi cengeng dari wanita. Jika memang wanita dan cinta hanya
bisa menjadi pengganggu, singkirkan.
“Sepertinya malam ini
ramai sekali, ya. Macet dimana-mana,” komentar Shiori sambil lalu.
Memang benar, Masumi
melihat kerumunan banyak orang di jalan dan bagaimana dirinya pun tengah
terjebak dalam kemacetan. Tidak masalah. Malam ini merupakan kesuksesan besar
bagi Daito dan Masumi akan memastikan euforia tersebut tidak akan berakhir
hanya sampai malam ini. Tiba-tiba Masumi merasakan ada angin berdesir di
tengkuknya. Mobil Masumi mulai berjalan kembali dan Masumi merasakan ada suara
yang memanggil namanya. Masumi segera menolehkan kepalanya ke belakang namun ia
hanya bisa melihat kerumunan orang dan mobil di belakangnya.
Apa
hanya perasaanku saja?
“Kenapa, Masumi? Ada
apa?” Shiori bertanya dan ikut menoleh ke belakang.
“Ah, tidak... tidak ada
apa-apa...,” Masumi kembali sibuk dengan pekerjaannya dan tidak mempedulikan
hal yang baru saja terjadi padanya. Mobil Masumi terus melintas menembus keramaian
malam Natal menuju hotel tempat Masumi menginap. Sesampainya di hotel, Shiori
dan Masumi segera turun.
“Kau istirahatlah,
Shiori. Aku masih ada beberapa urusan di lobi hotel,”
“Apa kau bisa
menemaniku makan pagi besok?” tanya Shiori penuh harap.
“Tentu saja. Aku akan
menemuimu besok untuk makan pagi,” jawab Masumi, hangat.
Shiori tampak senang
dan setelah mengucapkan selamat malam pada Masumi, ia segera berbalik dan masuk
ke dalam hotel.
Masumi hendak
mengeluarkan hand phone nya ketika ia
sadar jika hand phone nya tertinggal
di jok kursi penumpang mobilnya. Masumi segera berbalik masuk ke mobilnya yang
masih menyala dan mengambil hand phone nya.
Sesaat ketika Masumi keluar dan menutup pintu mobilnya, suara radio di mobilnya
berbunyi,
“(Terjadi
kecelakaan di jalan raya kota Paris malam ini. Korbannya merupakan seorang
gadis Asia berambut hitam legam. Terjadi pendarahan di kepalanya. Gadis
tersebut sudah dilarikan ke rumah sakit. Kondisinya terlihat tidak baik....)”
###
Di ruang ganti pemain,
tampak keramaian para pemain Daito merayakan kesuksesan mereka malam itu. Koji
memilih tidak ikut dalam keramaian tersebut dan membereskan barang-barangnya ke
dalam tas.
“Hei, Koji! Apa kau mau
ikut perayaan kesuksesan kita bersama? Aku dan yang lain berencana untuk
mengunjungi salah satu klub dan minum-minum di sana!” ujar salah seorang pemain
yang merangkulkan lengannya di bahu Koji.
Koji hanya tersenyum.
“Hati-hati nanti kalian ketahuan minum-minum. Kau tahu kalau pak Onodera bahkan
pak Masumi Hayami sampai tahu, bisa habis kalian,”
“Aishhh! Jika tidak ada
yang bilang-bilang, tidak akan ketahuan! Kita sudah menghabiskan waktu kita di
sini hanya untuk latihan, latihan, dan latihan untuk pementasan!”
“Bukankah memang itu
tujuan kita datang ke sini?”
“Aku tahu! Tapi ‘kan
pementasan sudah selesai dan sukses! Kita harus memanfaatkan waktu luang kita
sebaik-baiknya menikmati suasana malam Paris sebelum kita kembali ke Jepang!
Apa kau tahu jika wanita Paris cukup hot untuk
dilihat?” Koji yang mendengarnya hanya geleng-geleng kepala. Setelah selesai
merisleting tasnya, Koji segera memakai jaket dan membawa tasnya.
“..... lumayan ‘kan
kalau kita bisa bermain dengan salah satu wanita Paris untuk semalam? Aku
sempat melihat mereka sangat okeee... lekukan tubuhnya wowww...,” Koji segera
memukul kepala temannya. “Awww! Koji, apa yang kau lakukan!? Bisa-bisanya kau
memukul kepalaku seperti itu!”
“Apa yang ada di
pikiranmu hanya ada hal-hal kotor seperti itu saja? Ckckck, pantas saja kau
tidak dapat pacar terus. Bersihkan pikiranmu dan kembalilah ke jalan yang
benar,” Koji tertawa kecil sambil beranjak ke pintu.
“Kau tidak seru, Koji!”
rengek temannya. “Apa kau tidak mau ikut pesta kita malam ini? Ayumi memilih
untuk tidak ikut, ayolah kau ikut! Masa pemeran utama kita dua-duanya tidak
ikut!”
“Tidak, terima kasih!
Aku mau kembali ke hotel dan istirahat! Selamat bersenang-senang!” Koji
melambaikan tangannya sambil terus berjalan.
Dalam perjalanannya
menuju tempat parkir motor, Koji bisa melihat banyak sekali wartawan yang
berkumpul. Pertunjukan malam ini memang bisa dibilang sukses. Belum lagi ada
kejadian mendadak yang muncul dari Teater Mayuko. Koji memilih keluar lewat
pintu belakang karena ia tidak mau lagi meladeni permintaan wawancara dari
wartawan yang beruntun. Ia merasa lelah dan segera ingin istirahat.
Koji meletakkan tasnya
di atas motor mewah yang disewakan Daito untuknya selama ia berada di Paris.
Koji menolak diberikan fasilitas mobil dan memilih motor karena lebih simpel.
Mengingat prestasi dan kinerjanya selama ini untuk Daito, tentu saja Daito
dengan senang hati menyewakan motor untuk digunakan Koji selama di Paris. Uang
bensinnya pun Daito yang menanggung. Namun Koji cukup tahu diri dan memilih
untuk menggunakan fasilitas Daito dengan seefektif dan seefisien mungkin.
Koji menjalankan
motornya dan segera bergabung dengan kemacetan lalu lintas jalan. Wajar saja,
malam ini merupakan malam Natal dimana semua orang tampak bersukacita. Keluarga
berkumpul, dua sejoli memadu kasih, hari dimana para pekerja bisa beristirahat.
Koji memberhentikan motornya ketika lampu lalu lintas berubah menjadi merah.
Memang banyak mobil berada di depan Koji, namun Koji bisa melihat ekspresi
bahagia dari para penyebrang jalan juga para pejalan kaki di trotoar. Koji juga
bisa melihat menara Eiffel yang bersinar terang dari kejauhan juga sinar
rembulan penuh di langit malam. Bintang-bintang pun tampak bersinar dengan
cemerlang.
Malam
yang indah. Hari ini seharusnya menjadi hari yang baik dan membahagiakan bagi
semua orang...
Lampu pejalan kaki berubah
menjadi merah. Koji melihat banyak mobil di depannya mulai berjalan sehingga ia
sendiri mulai mempersiapkan motornya untuk kembali melaju melintas keramaian
Paris. Namun tiba-tiba suara decitan rem mobil dan hantaman keras mengejutkan
Koji. Suara teriakan keras dari banyak orang membuat Koji segera turun dari
motornya dan melihat ke sumber keributan.
“(Ada seorang gadis
tertabrak!!)”
“(Aku berani sumpah,
aku tidak sengaja menabraknya! Gadis ini yang tiba-tiba muncul dan menyebrang
begitu saja!)”
“(Lihat banyak darah
keluar dari kepalanya! Cepat panggil ambulans!!!)”
“(Apa ada di antara
kalian yang mengenal gadis ini?)”
Suara dan teriakan
orang terdengar bergantian. Koji menerobos kerumunan orang menuju sumber dari
keramaian orang yang berkumpul di tengah jalan. Koji terhenyak ketika melihat
pemandangan di depannya. Seorang gadis yang dikenalnya, berambut hitam legam,
tampak tergeletak dengan banyak darah keluar dari kepalanya. Koji segera
menghampiri gadis tersebut dan berteriak kepada orang di sekelilingnya,
“(Cepat panggil
ambulans! Kenapa kalian diam saja! Cepat panggil ambulans!)” Koji berteriak
frustasi kemudian menatap gadis yang ada di dekapannya. “Bertahanlah. Kumohon,
bertahanlah!”
Kelihatannya
malam Natal yang indah dan bahagia tidak berlaku bagi semua orang...
###
Categories
Author: Airin,
Fanfic: Serial
Subscribe to:
Posts (Atom)