To Make You Love Me
(Chapter 8)
Maya
menangis di tepi jalan sambil menggosok-gosokkan lengannya ke matanya. Dia tak
tahu kenapa begitu sedih rasanya diabaikan Masumi. Tak ada kabar sama sekali
dari Direktur Daito tersebut.
Pak
Masumi... Kau di mana? Apa kau begitu marah karena ucapanku...? Isakan Maya tak
juga berhenti.
"Maya?"
Nada heran itu menegur Maya.
Deg! Maya
lebih terkejut lagi mendengar suaranya. Dengan cepat Maya mendongak dan
menurunkan tangannya.
"Pak
Masumi!?" seru Maya, mendapati tunangan gagahnya itu ada di hapadannya
dengan tubuh agak tercondong kepadanya dengan raut keheranan.
"Sedang apa kau di sini, dan
menangis seperti anak kecil?" alis masumi bertaut geli dan heran.
“A-aku... Eh, anak kecil!? Enak saja! Aku bukan anak kecil!"
Sekali
lagi Masumi menahan geli, "Ya, tapi kenapa kau menangis di tepi jalan
seperti ini? Seseorang merebut permenmu?"
"Tidak,
aku..." Maya baru sadar pertanyaan Masumi lagi-lagi menggodanya. "Pak
Masumi!! Ih! Menyebalkan!" Maya membuang wajahnya dari pria itu. Dasar
tidak tahu diri. Maya sudah memikirkannya terus, datang-datang dia malah
memasang wajah iseng seperti itu. Maya mengangkat wajahnya lagi, masih sedikit terisak
walaupun air matanya sudah berhenti mengalir. "Pak Masumi, kau sendiri
sedang apa di sini? Bukankah kau sedang berada di luar kota?"
"Oh,
aku sedang..."
"Pak
Masumi, Anda di sini rupanya," Shiori terdengar lega saat melihat Masumi.
Namun rautnya berubah saat mendapati ada Maya di sana.
Demikian
juga Maya. Kenapa wanita cantik gembul itu ada di sana? Dan... apakah Masumi
dan Shiori bersama?
"maaf,
tadi aku menerima telepon dulu," terang Masumi kepada Shiori. "Dan
ternyata..." tatapannya beralih lagi kepada Maya. "Sepertinya ada
yang sedang sedih," godanya.
Tatapan
Shiori kembali beralih kepada Maya, tetapi memilih tak menghiraukannya.
"Sebaiknya kita kembali, makanannya sudah mau datang."
"Oh,
ya, baiklah," Masumi menyeringai kepada Maya. "Aku harus kembali.
Sampai nanti Mungil, nanti aku akan memberimu balon agar kau senang,"
tandasnya.
Maya
masih belum bisa berkata apa-apa saat Masumi dan Shiori pergi meninggalkannya.
Meninggalkannya!!
Dengan gadis cantik itu!!
Apa-apaan
Masumi Hayami itu!!?? Melihat tunangannya menangis, kenapa malah pergi begitu
saja dengan gadis lain? Dan apa dia bllang? Seperti anak kecil? Diberi balon?
Dan.... Dan... kenapa Masumi yang katanya keluar kota, ternyata sudah kembali
ke Tokyo? Kenapa tidak mengabariapa-apa...?kenapa...?
begitu banyak
pertanyan yang berebut dengan rasa kesal memenuhi dada Maya.. Dia benar-benar
kesal hingga wajahnya terasa panas dan airmatanya turun lagi.
Masumi Hayami menyebalkaan!! Brengseeek!!!
"Duk!!"
Masumi merasakan sesuatu membentur bahunya. pria itu sangat terkejut dan
membalik badannya di pintu restoran. Matanya membulat melihat Maya yang dadanya
naik turun penuh kemarahan.
Shiori
yang berada di sebelah Masumi juga sama terkejutnya.
"Maya...?"
desis Masumi,sangat terkejut saat menyadari Maya telah melemparinya dengan sebelah sepatunya.
"Dasar
kau menyebalkan! Orang paling menyebalkan!! Aku tak mau melihatmu
lagiiii!!" pekik Maya teramat kesal.
Gadis itu
lantas berbalik dan berlari meninggalkan Masumi. Pria itu masih sangat terkejut
dengan apa yang Maya lakukan saat ia hendak mengejarnya, Shiori menahan
tangannya.
"Pak
Masumi." Shiori mengingatkan. "Akan sangat tidak sopan jika Anda
pergi sekarang..." mohonnya.
Masumi
tahu apa yang Shiori katakan benar. Ia mengamati sepatu Maya yang tadi
dilemparkan kepadanya, dan memungutnya. Ia tak harus mencari siapa Cinderella
yang meninggalkan sepatunya, ia hanya harus mencari tahu, bagaimana caranya
mengembalikan sepatu itu.
=//=
Maya
manyun mangamati kaos kakinya yang bolong dan kotor karena dirinya berkeliaran
dengan sebelah sepatunya. Tetapi, ia tak punya apa pun untuk dia lemparkan
kepada pria menyebalkan itu. Akhirnya, tanpa pikir panjang Maya malah
melemparkan sepatunya dan terpaksa kesakitan sampai di apartemennya tanpa
sepatu.
Maya
kesal sekali dengan pertemuannya dan Masumi. Apalagi, Masumi sama sekali tidak
mengejar dan menenangkannya. Yah, dia sedang bersama gadis cantik itu. Kenapa
harus mengejarnya? Kenapa hrus memikirkannya? Pantas saja berhari-hari pria itu
tak ada kabar dan sama sekali tak mengingatnya.
Uuukhh!!
Menyebalkan! Sekarang, lagi-lagi Maya tak bisa berkonsentrasi dengan perannya.
Aku tak bisa begini terus! pikir Maya. Dia harus
mencari tempat yang tepat untuk menenangkan pikirannya dan hanya memikirkan
peran dan sandiwaranya saja...
=//=
Maya
menghela napasnya lelah dan menggoyang-goyangkan tipis ayunan yang sedang
dinaikinya malam ini. Memang taman ini selalu jadi pelariannya saat sedang
galau dan banyak pikiran. Namun tiba-tiba saja pandangannya tertutup.
Masumi
Hayami!! Maya langsung menyadari saat tangan lebar itu menutup matanya.
"Donald
bebek!!?" tebak Maya dengan ketus. "Delivery service pizza hut!? debt
collektor? sales kartu kredit? Pak Pos!?"
Masumi
masih membisu dan menutup mata Maya. Entah wajah seperti apa yang pria itu
pasang saat mengerjainya.
Akhirnya,
Maya teringat sesuatu dan mencetus, "Sakurakoji??"
"Bukan!!"
bantah Masumi cepat, dan pastinya kesal. Pria itu menurunkan tangannya.
"Ini aku!"
Maya
menoleh enteng dan berujar ringan, "Oh, kau..." lantas membuang muka
lagi dengan kesal.
Masumi
menyadari bahwa Maya masih marah. Sepertinya, ada beberapa hal yang harus
mereka luruskan. Masumi lantas memutar dan duduk di ayunan di samping Maya.
"Maya,"
panggil Masumi, dengan suara lebih tenang walaupun hatinya keki. "Kau
benar-benar berpikir tadi itu... Sakurakoji?"
Maya
mendelik tipis ke arah Masumi dan menukas, "Yah, kupikir siapa saja bagus
selama bukan kau. Aku sedang malas melihat wajahmu," Maya merajuk walaupun
sebenarnya bukan begitu.
Masumi
menghela napas. "Beberapa hari tidak bertemu, kau sepertinya malah jengkel
sekali melihatku," ujar Masumi perlahan seakan bicara kepada dirinya
sendiri. "Padahal aku sudah membelikan balon seperti yang
kujanjikan," ujarnya.
Maya
tertegun, dan menoleh. Ia baru menyadari, Masumi memang membawa balon untuknya.
Lima buah balon berwarna merah, kuning, kelabu, hijau muda dan biru.
"Ini,
ambillah..." Masumi menyodorkan balon-balon itu kepada Maya.
Maya cemberut, merenggut balon hijau dan
memecahkannya. "Siapa yang ingin balon!!!" rajuk Maya saat balonnya
meletus, dan membuat hati Masumi jadi teramat kacau.
Masumi
memegangi sisa balonnya dengan erat. Tatapannya menelisik, kenapa kira-kira
gadis itu, Maya Kitajima, tunangannya, marah kepadanya?
Tadi siang, Masumi menemukan gadis itu menangis di tepi jalan. Apakah
penyebabnya sama? Atau... karena hal lainnya?
"Maya, tadi siang... kenapa kau menangis di tepi jalan seperti itu?"
tanya Masumi. "Ada sesuatu dengan tempat latihanmu? Apa latihan Pak
Kuronuma terlalu berat untukmu?" tanya Masumi yang tahu bahwa tempat Maya
latihan hanya beberapa blok dari sana.
Tadi siang.... Maya ingat lagi, saat Masumi mendapatinya menangis dan malah
menggodainya, menertawainya di depan Shiori.
"Sudah terlambat 8 episode kalau kau mau tahu alasannya!" ketus Maya.
"Wah... benar-benar sangat marah ya? Padahal, aku sudah susah payah
mencari balon warna warni ini untukmu, bahkan berebut dengan bocah-bocah itu
untuk mendapatkan balon ini, demi kau..." ungkap Masumi.
Demi kau... kata-kata Masumi itu terdengar menyenangkan di telinga Maya.
"Ada
seorang bocah yang menginjak kakiku, dan seorang lagi ada yang menykut pahaku.
Ck! bocah jaman sekarang, sama sekali tak mengerti sopan santun. Tapi terang
saja dompetku lebih tebal dari bocah-bocah itu, akhirnya aku mendapatkan kelima
balon ini," papar Masumi. "Tapi kenapa kau malah tidak mau
menerimanya? Apa kau tidak tahu bahwa balon dari Direktur Daito Masumi Hayami
itu sangat bergengsi?"
"berebut
dengan anak kecil!? memalukan..." kritik Maya dengan mulut semakin mengerucut.
"Benar-benar tidak dewasa ternyata..."
"Tidak
dewasa? Memangnya siapa yang menangis di pinggir jalan? Dan sekarang
uring-uringan di taman malam-malam begini?"
"Kau..."
Maya menggeram keki. "Ukh! Sudah! Sana pergi!! Tinggalkan aku!" Maya
memukul lengan kokoh Masumi.
"Sudah
kukatakan itu semua demi balon-balon ini... Kupikir kau akan merasa senang jika
diberi balon dan berhenti menangis," tukas Masumi. "Atau... ada yang
lainnya? Apa kau mau pergi melihat kebunku yang penuh dengan bunga? Bunganya
ada banyak, ada yang putih dan juga yang merah. Setiap hari tukang kebunku
menyiram semua. Baik mawar atau melati, semuanya indah..." terang Masumi,
membujuk Maya.
"huft!"
maya membuang muka, tak termakan rayuan Masumi yang mempromosikan kebunnya.
"Atau..
mau melihat bintang kecil di langit yang biru, amat banyak, menghias
angkasa..." tawar Masumi. "Aku ingin--"
"Cukup!!"
tegas Maya kesal. "Kau tidak usah mempedulikan aku! Sudah sana pergi bawa
lagi balonmu! Aku juga tak ingin melihat kebunmu atau melihat bintang kecil
bersamamu!" Usir Maya dengan wajah berlipat-lipat marah.
"Aku tidak bisa," putus Masumi. "Aku
ke sini karena kau sudah melempariku dengan sepatu tadi siang, dan aku menuntut
penjelasan darimu. Aku tidak akan pergi sampai kau katakan, ada apa sebenarnya
hingga kau tadi siang menangis dan marah kepadaku, bahkan menolak balon-balon
yang sengaja kubelikan untuk menghiburmu," tegas Masumi.
"Aku
melemparimu sepatu karena aku kesal!!" tandas Maya.
"Kenapa?"
"Kenapa!? ka-karena... karena...karena kau menggangguku terus! Mengejekku
anak kecil! Apalah...! Hiks!" Dan Maya mulai menangis lagi, teringat
Masumi yang mengejeknya dan melakukannya di hadapan Shiori.
Masumi benar-benar terkejut melihat tunangannya benar-benar menangis lagi.
Apakah godaannya tadi benar-benar keterlaluan?
"Tapi... kenapa kau sampai menangis segala? Baiklah, baiklah, aku meminta
maaf karena sudah mengejekmu tadi, aku tak bermaksud begitu. Aku hanya sangat
terkejut melihatmu menangis di tepi jalan seperti itu... Dan, yah... aku hanya
terbawa kebiasaan lama yang selalu menggodamu seperti itu," terang Masumi
penuh perasaan. "Aku tidak akan melakukannya lagi. Kau mau
memaafkanku?" Masumi menyodorkan balon-balon itu kepada Maya.
Maya tahu
Masumi bersungguh-sungguh, maka akhirnya Maya menerima balon yang tinggal empat
itu. "Maaf ya, aku sudah memecahkan balon hijaunya," Maya berkata.
"Yah...
sayang sekali sih, tapi... kau sudah tidak marah lagi?" Masumi memastikan.
Maya
menggeleng.
"Lalu?
Kenapa kau tadi menangis di tepi jalan?" tanya Masumi.
Maya
menunduk, bungkam. Ia masih malu mengatakan dia menangis karena memikirkan
Masumi walaupun entah apa sampai dia harus menitikkan air mata. Nah, sekarang
dia ingat alasannya sampai menangis. Karena Masumi marah dan mendiamkannya
selama ini.
Maya
mengangkat wajahnya dan menoleh, "Pak Masumi, kau sendiri.. kenapa marah
lama sekali kepadaku!"
"Iyaa...
bukankah kau marah kepadaku... mendiamkanku terus sejak terakhir bertemu saat
itu," ujar Maya.
Masumi
diam, mengingat...
"Saat
di WO? pertemuan dengan bu Yukita?" Masumi memastikan.
"Ya!
Kau mendiamkanku terus... sebelumnya mengajakku pergi jalan-jalan setelah
bertemu bu Yukita, tapi malah langsung pulang dan itu pun tanpa bicara
apa-apa..." tukas Maya. "Aku kesal! Kenapa kau marah lama sekali!!?
sampai berhari-hari seperti itu. Padahal yang aku katakan kan benar, kita
menikah ini karena terpaksa!"
"Ohh...
itu..." Masumi akhirnya ingat. "Ya, ya..." masumi
mengangguk-angguk sambil tertawa. "Benar, benar, aku memang tak banyak
bicara saat itu, tetapi bukan karena marah...."
"Bu-bukan!?"
Mata Maya membulat."Lalu kenapa kalau begitu!? Kau diam saja dan bahkan
menghilang sama sekali! eh-eh, uhm! Bukannya aku peduli! Hanya saja... aku
kesal sekali kau marah berkepanjangan begitu!"
Masumi
mendengus dan tersenyum samar, "Masalah itu... Aku tak enak jika mengatakan
alasannya kepadamu."
"Ha!?
Kenapa?" desak Maya.
Masumi
terlihat ragu sejenak, tetapi akhirnya dia berkata. "Aku sakit
perut..."
"hah!?
Apa??"
"Kau
tahu, aku tak pernah makan mi instan di pagi buta seperti itu. Kurasa, itulah
sebabnya perutku jadi sakit dan aku berkeringat dingin. Tapi... aku tak bisa
mengatakannya kepadamu. Bagaimana pun, itu pertama kalinya kau membuatkan
sarapan untukku..."
Maya
melongo mendengar penjelasan Masumi. "sakit... perut?"
"Ya,
tapi aku tak bisa mengatakannya. Lagipula, kupikir kau menyadarinya. Biasanya,
kau selalu langsung menebak bahwa aku sakit perut tiap kali aku diam
saja."
"I-iya...
tapi..." Maya jadi kalut sendiri. Jadi, dia merasa resah dan sedih,
khawatir, hanya karena... Masumi sakit perut? Konyol sekali! "Tapi kenapa
kau juga mendiamkanku berhari-hari?" desak Maya. "memangnya kau sakit
perut berlarut-larut? Tidak kan?"
Dituding begitu, Masumi jadi terkejut sendiri.
"Aku? Marah?"
"Memang
tidak... tapi..." wajah Masumi terpasang dingin lagi. "Tapi kupikir,
aku mungkin terlalu mengekangmu. Kau selalu berwajah malas. Dan memang, saat
kau mengatakannya kepada bu Yukita mengenai perasaanmu yang terpaksa menikah
denganku, sepertinya... kau sangat tertekan. Jadi saat itu aku banyak mencoba
memikirkan perasaanmu, dan kuputuskan untuk tidak terlalu mendesakmu. Lagipula,
aku sedang ada kesibukan, bahkan sampai urusan ke luar kota, dan tadi aku baru
saja ada rapat dengan para sponsor acara yang akan diadakan Daito dan TV
Chuo," terang Masumi. "Memang aku sangat sibuk, tapi aku tak marah
kepadamu."
Jadi...
Pak Masumi tidak marah? Antara lega dan merasa konyol, Maya hanya bisa menatap
Masumi tanpa ekspresi. Sia-sia sudah air matanya beberapa hari ini hanya karena
Masumi sakit perut. Tetapi Maya akhirnya menyadari sesuatu. Walaupun sebelumnya
dia memang kesal karena Masumi sepertinya begitu terburu-buru dengan segala hal
dan Maya merasa 'terpaksa' harus melakukan ini itu dengannya, tetapi saat pria
itu sama sekali tak menampakkan diri, Maya jadi kelabakan sendiri. Apakah ini
artinya....
"Wah!
Hujan!!" seru Masumi, dan Maya menyadari malam itu hujan mendadak turun.
Tetesannya cukup cepat dan hujan sepertinya akan langsung deras.
Maya
masih terkejut saat Masumi dengan cepat melepas jasnya dan menarik merangkul
Maya. "Ayo kita ke sebelah sana," katanya.
Mereka
menggunakan jas itu untuk menutupi kepala mereka dan berlindung di tempat
tertutup yang paling dekat.
"Kenapa
hujannya mendadak begini," kata Masumi saat mereka sudah menemukan tempat
berlindung. "Semoga saja hujannya tidak lama."
Masumi
lantas mengeluarkan sapu tangan dan menyerahkannya kepada Maya. "Ini,
keringkan tubuhmu, aku akan meminta sopirku untuk mencarikan payung. Sudah
larut, kau harus segera pulang," katanya.
Maya mengangguk dan mulai melap pakaiannya yang
basah. Beberapa saat diamatinya lagi Masumi. Ada debaran tak biasa di dada
Maya. Tadi, MAsumi memeluknya melewati hujan, dan dekapannya masih terasa di
pundak Maya.
Masumi
juga mencarikan balon yang sekarang sedang Maya pegang dengan erat hanya demi
dia. Dan, bahkan,Masumi beberapa hari tak mengabarinya juga demi Maya, agar
Maya tak merasa begitu terkekang, katanya... Lebih jauh lagi, Masumi tak
mengatakan bahwa dia sakit perut, karena itu pertama kalinya Maya membuatkan
sarapan untuknya.
Maya tak
mengira Masumi begitu memikirkannya. Dan juga... ia lebih tak mengira, karena
bisa begitu nyaman berada di samping pria itu...
Wajah
Maya tiba-tiba memerah dan debaran jantungnya terus semakin keras, saat akhirnya
Maya menyadari perasaannya.
Apakah
aku... aku... tidak! Tidak mungkin! Masa, aku... jatuh cinta kepada Pak
Masumi!? Aku...
"Kurasa
sebentar lagi sopirku akan membawakan payung untuk kita," ujar Masumi
setelah menutup ponsel yang ia pakai menghubungi sopirnya. Alangkah terkejutnya
Masumi melihat wajah Maya yang tampak memerah. "Maya, kau kenapa?"
tanyanya.
masumi
segera meraba dahi Maya. "Kau demam!? Wajahmu merah dan panas!"
Masumi agak panik.
Maya tak
bisa berkata apa-apa, dia masih rikuh dengan perasaan yang baru dikenalinya ini.
Tak lama kemudian dia merasakan jas Masumi membungkusnya.
"Tunggu
sebentar, kurasa tak lama lagi dia datang," terang Masumi. Pria itu lantas
merangkul Maya, "dingin tidak?" tanyanya penuh perhatian.
Maya
mengangguk.
"Aku...
peluk begini... bagaimana?' tanya Masumi, yang tiba-tiba menyadari kedekatan
mereka dan dia juga mulai jadi agak berdebar.
Maya
menangguk, dan Masumi mendekap Maya lebih dekat.
dug...!
dug...! dug...! Maya merasakan jantungnya berdentam lebih keras.
Aduuuh...
bagaimana ini... bagaimana kalau sampai terdengar oleh Pak Masumi... batin
Maya, takut.
Maya... Masumi mendekap gadis itu semakin erat.
Semua kerinduan yang ditahannya belakangan ini, rasanya mulai tak tertahankan.
Ia ingin memeluk Maya lebih erat dan lebih lama. Sekarang ia jadi berharap,
sopirnya jangan dulu datang.
Rasanya
ada yang aneh, apa ya? pikir Maya.
Gadis itu
lantas menyadari, bahwa dia saat ini sedang bersandar ke dada tunangannya itu.
Padahal, awalnya Masumi hanya merangkul bahunya saja, kenapa sekarang mereka
jadi berpelukan begini? Maya bisa merasakan Masumi memeluknya sangat erat.
Walaupun dinginnya hujan masih terasa, tetapi rasanya sudah terkalahkan oleh
kehangatan yang Masumi bagi kepadanya.
Saat sopir
Masumi tergopoh-gopoh menghampiri sambil membawa payung, Masumi yang melihatnya
segera memberi tanda dengan tangannya agar pria itu menyingkir dan meninggalkan
mereka. Si sopir sepertinya mengerti, dia segera pergi lagi dari sana.
"Ada
apa?" Maya mendongak, "kau mengatakan sesuatu?"
"Oh,
tidak, tidak..." tukas Masumi cepat tanpa ekspresi. "hanya mengamati
hujan, mudah-mudahan tidak lama..." bohongnya.
"Sopirmu
kenapa belum datang ya?" tanya Maya.
"Entahlah,
sudah biar saja... mungkin dia masih mencari payung," terang Masumi.
"Oh..." Maya mengangguk saja dan kembali membenamkan wajahnya di dada
Masumi. "Uhm... Pak Masumi..." Maya bergumam pelan. "Nona Shiori
itu... cantik sekali ya... dia belum menikah?" tanya Maya.
"Kenapa?
Maya, apa kau bicara kepadaku?" Masumi memastikan karena suara Maya
tertelan derasnya hujan.
"Iya,
uhm, eh, tidak.... tidak..." Maya menggeleng. "Hanya bicara pada
diriku sendiri saja..." terangnya.
Entah
kenapa Maya merasa tak nyaman dengan keberadaan gadis cantik itu di sekitar
Masumi. Padahal, Mizuki juga cantik, tetapi Maya tak pernah berpikir ada yang
aneh di antara keduanya. Tapi...
Kenapa ya... aku ini sebenarnya, gelisah begini jika teringat Nona Shiori?
batin Maya.Apakah aku... mata gadis itu membulat. Cemburu? Apa aku mencemburui
Nona Shiori? pikirnya tak percaya.
=//=
Setelah
hujan reda, Masumi mengantarkan Maya kembali ke apartemennya. tadi Masumi
sempat pura-pura bertanya kemana sopirnya yang tak kunjung datang. Sopir itu
terpaksa beralasan bahwa dia tidak menemukan payungnya.
"Besok
kau latihan lagi?" tanya Masumi.
Maya
mengangguk. "Pak Masumi, maaf ya... sudah membuatmu sakit perut,"
sesal Maya.
"Hahaha...
itu bukan salahmu, hanya perutku saja, yang tidak biasa memakan mi gelas instan
di pagi hari," kata Masumi. "Sudah, istirahatlah, sudah larut. Nanti
kapan-kapan aku akan mengajakmu ke taman bermain atau pergi ke tempat les tari
hula hula."
"Benar
ya!!?" Maya antusias.
"Ya,
ya, sampai nanti. Oh ya, nanti Mizuki akan menghubungimu untuk bertemu dengan
Bu Yukita, beberapa hari ini aku sedikit sibuk," terang Masumi.
Maya
mengangguk-angguk saja dengan senang.
Setelah
mengantar kepergian Masumi, Maya naik ke apartemennya. Sudah ada Rei yang
menunggu, dan seperti biasa sahabatnya yang teliti dan perhatian itu langsung
bertanya kenapa Maya pulang begini larut.
"Kenapa
kau membwa-bawa balon? Darimana kau mendapatkannya?" tanya Rei. "Apa
kau masih sedih? Lalu--"
"Sudah
Rei, tidak apa-apa," Maya berkata. "Ini dari Pak Masumi. Dasar orang
aneh! Masa aku diberi balon, memangnya aku anak TK!" Maya pura-pura
menggerundel.
Rei
tertawa saja. "Jadi kalian sudah berbaikan?"
"Ya,
begitulah..." jawab Maya malas-malasan. "Uhm, aku lelah... aku duluan ya Rei, mau membersihkan diri dan
langsung tidur, besok aku ada latihan khusus dari pagi-pagi sebelum yang lain
datang," terang Maya.
"oh,
ya, ya, kau sudah makan?"
"Uhm...
sudah, tadi Pak Masumi membelikanku burger."
"Ya,
selamat malam Maya."
"Selamat malam Rei," Maya berjalan lunglai
ke kamarnya. Lantas setelah pintu kamar tertutup, seringai lebar muncul di
wajahnya. Dia senang sekali berbaikan lagi dengan Masumi. Apalagi, sekarang dia
sudah menyadari perasaannya kepada Direktur Daito itu. Akan tetapi, Maya masih
malu jika harus mengakuinya kepada Rei.
"Kya..!!"
Maya terpekik pelan, menahan perasaan berbunga-bunga di hatinya sambil memeluk
balon-balon pemberian Masumi. "eh!" dia terlonjak, khawatir sisa
balonnya juga meletus.
Maya
akhirnya melepaskan keempat balon itu yang sekarang tampak mengambang di atap
kamar Maya dan Rei.
Maya di
bawahnya mengamati dengan senang. membayangkan Masumi dan tubuh besarnya itu
berebut balon dengan anak kecil. Sekarang Maya agak menyesal sudah meledakkan
balon hijaunya.
"hihihi..."
Maya menarik selimut menutupi kepalanya dan cengengesan sendiri. Dia ingat lagi
saat tadi Masumi memeluknya, dan wajahnya langsung merah lagi. Aduuh... hatinya
kacau balau begini, sepertinya Maya tak akan bisa segera tidur.
=//=
"Bagus,
Maya, kau sudah lebih konsentrasi hari ini," puji Pak Kuronuma.
"Tetapi kuharap kau bisa lebih menjiwai keliaran Jean. Kau pasti menyadari
perbedaan serigalamu dan serigala yang kau lihat di video itu tadi."
"ya,
pak," Maya mengangguk.
Menjiwai
seorang Jean si gadis serigala benar-benar sulit. Seorang gadis yang tak punya
perasaan manusia, tetapi manusia. Tak bisa berbahasa, tetapi dia tahu bahwa
Stewart mempedulikannya. Kesedihan serigala, senang serigala, haru serigala,
marah serigala... sulit sekali.. pikir Maya.
"Duk!"
Maya menumbuk seseorang saat berjalan sambil melamun. "Ah! Aduh!
Maaf...!!" ujarnya cepat. "eh? Nona Shiori!!?" Jelas terlihat
Maya sangat terkejut mendapati Shiori di tempat latihannya.
"Halo,
Maya," shiori berusaha terlihat tenang dan anggun walaupun dia keki,
karena sebenarnya sudah sedari tadi Shiori memanggil dan menyapa Maya, bahkan
berteriak hingga orang-orang di sekitar Maya menoleh kepadanya tetapi gadis itu
tak menghiraukannya dan malah menabraknya.
"Sedang
apa anda di sini?" tanya Maya..
"Aku
ingin bicara denganmu."
"Denganku?
uhm... a-ada... apa?" Maya mengamati dengan saksama.
"Ikutlah
denganku, bagaimana jika kita pergi minum kopi?" tawar Shiori.
"Ah,
maaf, aku kurang suka minum kopi di hari terik begini," ujar Maya.
"Oh,
kalau begitu... makan pizza? atau spaghetti?"
"Oh,
uhm," Maya menepuk-nepuk dagunya dengan telunjuknya. "Aku tak begitu
suka makanan italia jika tidak terpaksa."
"Restoran
perancis, bagaimana?"
"uhm,
sejujurnya... tidakkah menurutmu porsiinya terlalu kecil?" Maya
mengonfimasi.
Shiori
langsung merasakan wajahnya memerah. "Tentu saja tidak! Malahan, malahan,
aku selalu kekenyangan sepulang dari restoran Perancis!" tandasnya.
"oh,
uhm.... aku tidak..." jawab Maya.
"Memangnya
kau pernah ke restoran Perancis?"
"Pak
Masumi pernah mengajakku," terang Maya, dan dadanya berdebar keras saat
menyebut nama tunangannya.
Sekarang
Maya jadi ingat lagi, Shiori tadi bukankah bermaksud mengajaknya bicara?
Membicarakan apa? apakah ini ada kaitannya dengan Masumi? Sepertinya hanya itu
alasan yang masuk akal wanita itu mengajaknya bicara. Atau... ada hal lainnya?
"Maaf
Nona Shiori, bukankah, kau tadi bermaksud mengajakku bicara?"
"Oh,
ya! Uhm...." shiori yang sedang sibuk memikirkan di mana baiknya mereka
bicara, mulai ingat lagi dengan tujuannya. "Baiklah, kalau ke restoran
sushi saja bagaimana? Mereka mempunyai ruang private, jadi kita bisa bicara
dengan leluasa."
"Baiklah," Maya mengangguk. Kebetulan dia
sudah sangat lama tidak makan sushi.
Ketika
Maya dan Shiori hendak beranjak pergi, tiba-tiba keduanya terkejut dengan
kedatangan Masumi yang baru saja tiba dan tampak turun dari mobilnya.
Pak
Masumi... Maya merasakan hatinya dipenuhi debaran penuh rasa rindu. Masumi yang
mendapati keduanya juga sama terkejutnya dengan mereka.
"Nona Shiori, sedang apa kalian di sini?" tanya Masumi kepada wanita
cantik yang tak dikiranya akan ia temui di tempat latihan Maya. "Kalian
mau pergi ke mana?" tanyanya.
"Nona
Shiori mengajakku makan. Katanya ada yang ingin dibicarakan denganku."
terang Maya dengan senyum yang tak bisa disembunyikannya karena melihat Masumi.
"Apakah
tidak masalah jika aku bergabung?" tanya Masumi.
Shiori
termenung sejenak. Sebetulnya, dia hanya ingin bicara dengan Maya tetapi jika
menolak keikutsertaan Masumi, sepertinya jadi mencurigakan karena selama ini
urusannya berkaitan dengan Masumi, bukan dengan Maya. Akhirnya Shiori
mempersilakan Masumi bergabung dengan mereka.
Tetapi,
saat Masumi mengajak Maya naik ke mobilnya, Shiori juga ikut naik mobil Masumi.
"AC
di mobilku sedang mati, jadi aku juga ikut di mobilmu ya, Pak Masumi?"
pinta Shiori.
Akhirnya
wanita cantik itu naik ke mobil Masumi dan duduk mengapit Masumi bersama Maya.
Masumi
bisa merasakan ada yang ganjil. Bukan hanya karena baru kali ini dia duduk
berdesakan, tetapi juga karena rasanya aneh sekali duduk dengan diapit oleh
kedua gadis itu.
"Apa
aku... lebih baik di depan saja?" ujar Masumi, sedikit bingung harus
keluar lewat mana karena ada Maya dan Shiori yang menghalanginya.
"Tidak,
tidak apa-apa, dekat kok dari sini restorannya," ujar Shiori saat sebuah
ide tiba-tiba melintas di kepalanya.
Masumi
mengangkat kedua alisnya tak mau ambil pusing dan akhirnya meminta sopirnya membawa
mereka pergi ke restoran yang dimaksud Shiori.
Dalam
perjalanan sebetulnya Masumi ingin sekali bersikap mesra dan menggodai Maya
seperti biasa, tetapi keberadaan Shiori sedikit membuatnya rikuh. Dia tak ingin
siapa pun mendengarnya merayu,itu agak merusak karakternya. Maya pun
demikian,tidak tahu pasti harus mengatakan apa saat ada orang lain di sana.
Tetapi, Maya bisa melihat, telapak tangan Masumi perlahan-lahan berusaha meraih
telapak tangannya.
Jantung
Maya berdebar tak keruan saat dari ekor matanya dia melihat jarak tangannya dan
Masumi semakin menipis. Saat Maya menatap ke kaca spion depan, Masumi juga
ternyata tengah mengamatinya dari sana. Tatapan kduanya penuh arti, walaupun
bibir mereka sama-sama terkatup. Dan, Maya merasakan jemari Masumi mulai
menyentuh permukaan kulit telapak tangannya.
"Pak
Masumi!" tegur Shiori.
Maya dan
Masumi sama-sama terperanjat, dan Masumi spontan menarik tangannya dari Maya.
"Ya,
Nona Shiori?" Masumi pura-pura tenang saat menoleh dan menanggapi teguran
Shiori.
"Ini,
saya baru ingat. Apa Anda mendengar bahwa Pak Kawakami hendak menyerahkan
sahamnya kepada keponakannya, Nyonya Irie?"
"Irie?"
Masumi terkejut. "Aku belum mendengarnya," Masumi mengerutkan
alisnya. Bagaimana bisa dia tak tahu berita sepenting ini?
"Aku
mendengarnya dari putri Nyonya Irie," terang Shiori, "aku bertemu
saat pameran media. Kurasa Hayato Kawakami pasti sangat marah."
"Pasti.
Wah, bukan hanya Hayato, Semua orang yang berada di pihaknya pasti sedang panik
sekarang," Masumi menyetujui.
Maya terbengong-bengong
mendengarkan obrolan mereka. Apa mereka membicarakan seseorang di Jepang? Masih
seseorang yang dikenalnya? Masumi dan Shiori sepertinya bisa bicara dengan
begitu cocok. Mereka asyik mengobrol,hingga Maya merasa dirinya mengecil, dan menghilang.
Lantas,
tatapan Maya sempat beradu dengan Shiori. Dan, entah perasaannya saja atau
bukan, tetapi rasanya wanita cantik itu sempat memberikan lirikan melecehkan
kepadanya.
Nona
Shiori?? Maya tertegun. Shiori sudah kembali menatap Masumi dan bicara mengenai
hal-hal yang Maya tak ketahui. Ah, hanya perasaanku saja, pikir Maya.
ia lantas mengamati telapak tangan Masumi yang tak
jauh dari tangannya. Tidak jauh. Tapi rasanya, jadi tidak terjangkau...
=//=
Ketiganya lantas turun di sebuah restoran sushi dan
menuju ruang pribadi. Shiori bisa merasakan hatinya agak galau, memikirkan saat
yang tepat mengutarakan apa yang hendak ia katakan kepada Maya. Namun dia tidak
akan melakukannya sebelum atau saat makan. Setelah makan—dan perut
kenyang—adalah saat yang paling baik untuk mengutarakan maksudnya.
Shiori dan Maya duduk di sisi kiri dan kanan meja
sementara Masumi duduk di tengah.
“Jadi, Nona Shiori, apa yang hendak kalian
bicarakan?” tanya Masumi. “Kau dan Maya?”
Sejenak tatapan Shiori terpaku pada berlian pink di
jemari Maya yang sedang melahap acar. Ia mulai membayangkan jika cincin itu
yang melingkar di jarinya,pasti luar biasa sekali.
“Oh, ya…. itu… bisa kita bicarakan nanti,” kata
Shiori. “Sebelumnya, Pak Masumi, aku jadi ingat saat kita di Yokohama kemarin,
anda ingat…”
Dan sekali lagi Masumi dan Shiori tampak
membicarakan hal-hal yang tidak Maya ketahui. Maya mulai merasa dikucilkan dan
mengerucutkan bibirnya sedih,juga kesal. Ia melahap makanan mahal di
hadadapannya tanpa selera. Maya bahkan sempat tersedak karena terlalu banyak
menambahkan wasabi.
“Maya! Kau tidak apa-apa?” Masumi segera menoleh
kepada Maya dengan khawatir. Gadis itu tengah menepuk-nepuk dadanya dan
mengusap-usap lehernya. Masumi memberikan minum kepada tunangannya itu, dan
Maya menerimanya. Masumi dengan perhatian mengusap-usap punggung mungil gadis
itu. “Aduh kau ini…”
“Huee…” Maya menjulurkan lidahnya, dan
terbatuk-batuk lagi setelah selesai minum.
“Ya, ampun… banyak sekali wasabi yang kau makan…”
Masumi terbelalak. “Kau sedang mengikuti tantangan atau apa?”
Dilihatnya Maya menangis karena rasa pedasnya.
Akhirnya Masumi tak tahan untuk tidak tertawa saat
melihat raut lucu Maya. Pria itu terbahak-bahak.
“Pak Masumi! Kenapa tertawa sih!?” hardik Maya
kesal, memukul bahu pria itu sambil berdesis desis kepedasan.
“Habis kau lucu sekali…”
“Menyebalkan!!” Maya ngambek, tetapi mulutnya masih
tak bisa tenang karena pedasnya sangat berlebihan.
Masumi masih saja terkekeh, dan Maya membuang
wajahnya sebal.
Shiori mengamati adegan itu dengan alis berkerut
tidak suka sambil melahap makanan lebih banyak karena tadi selama mengobrol
dengan Masumi Shiori terpaksa memakannya dengan anggun.
“Uhuk!!-uhuk!!” Shiori terbatuk.
Masumi tertegun dan beralih kepada Shiori.
“Nona Shiori, apa kau baik-baik saja?” tanya Masumi.
“Uhuk! Uhuk! Ah… i-tu… maaf…” Shiori meminta Masumi mengambilkan minum untuknya
seperti Maya.
Masumi mengacungkan pisau. “Ini?”
“Uhuk!!” Shiori terbatuk semakin keras. “Bu-bukan,
minum, minum…” pintanya.
Masumi mengambilkan minum bagi Shiori dan gadis itu
meneguknya. Wajahnya tampak lega. “Terima kasih,” katanya dengan lembut dan
tersenyum malu-malu.
Masumi mengangguk-angguk kecil. “Kau baik-baik
saja?” tanyanya.
Shiori sekali lagi mengangguk dan tersenyum anggun.
Maya mengamatinya dengan tak nyaman, dan itu bukan karena rasa pedas wasabi
yang belum juga menghilang dari bibirnya.
Maya menunduk, sepertinya ada sesuatu yang terasa
tidak nyaman.
“Maya!” teguran Masumi mengembalikan Maya pada
keadaan awas.
“Ya? ya?” tanyanya, yang tak menyadari Masumi sudah
memanggil hingga lima kali.
“Aduh… memikirkan apa sih?” goda Masumi. “Apa Jean
tidak biasa makan sushi?’”
Maya mendelik sebal kepada Masumi. “Apa urusanmu!”
tukasnya keki. Lantas melirik sekilas kepada Shiori yang dia cemburui.
Masumi tertegun. “Habis kau sepertinya melamun saja.
Aku dari tadi bertanya kau tidak menjawab juga.”
“Benar, Pak Masumi bersikap perhatian kepadamu,
tetapi sepertinya kau malah tidak menghiraukannya,” imbuh Shiori dengan lembut
namun tajam di telinga Maya.
Maya jadi sungkan ditegur Shiori seperti itu,
sekaligus jadi sedih.
“Me-memangnya tadi Pak Masumi bertanya apa…?” kata
Maya pelan menutupi rasa sedihnya.
“Aku tanya, bagaimana dengan latihanmu hari ini?”
kata Masumi.
“Baik-baik saja,” jawab Maya singkat.
“Sepertinya, Maya kalau melihat Pak Masumi selalu
tampak uring-uringan ya?” tukas Shiori ringan.
“eh?’ Maya tertegun. Apa benar begitu? Ya… memang
sih, dari dulu juga begitu. Tetapi kali ini memang ada pemicunya. Ia merasa
Masumi mengabaikannya. Dan belakangan, jika Masumi mengabaikannya, Maya jadi
kesal dan sedih.
“Yah, aku sih maklum… maksudku, latar belakang
kalian kan sangat berbeda,pasti sulit ya, menyesuaikan satu sama lain. Tetapi,
masalah kecil, kalau tidak diatasi dari sekarang, setelah menikah bisa menjadi
masalah yang sangat besar,” terang Shiori.
Maya dan Masumi tertegun. Masumi mengamati Shiori
tajam. “Apa maksud perkataanmu, Nona Shiori?”
“Ah, maaf, maaf, aku tidak bermaksud ikut campur,
hanya saja…” Shiori mengambil serbet dan melap bibirnya dengan anggun. “Ini kan
hanya kita bertiga, kuharap, kalian berdua tidak keberatan dan tersinggung
dengan pendapatku.”
Shiori merasakan dadanya berdebar,karena dia bisa
melihat Masumi yang mulai mengamatinya dengan tatapan sinis.
“Sebenarnya, apa yang hendak kau katakan, Nona Shiori?”
tanya Masumi dengan dingin.
“Yah, aku kenal beberapa orang yang… saat mereka
berpacaran, mereka terlihat sangat mesra dan serasi. Tetapi, setelah mereka
menikah, mereka terus menerus bertengkar dan pernikahannya tidak terlalu lama…”
Maya tertegun, mengamati Shiori dengan perasaan
waswas.
“Dan hubungannya dengan kami…?” Masumi tampak
semakin dingin.
“Maksudku, aku tahu kalian berdua dijodohkan…
tetapi, entah kenapa… sepertinya anda berdua terlalu memaksakan. Ah! Maaf…
aduh…. Kenapa aku jadi membicarakannya juga.” Shiori pura-pura tak enak hati,
tetapi melanjutkan ucapannya, “Maksudnya… yang diawali dengan cinta dan tampak
sangat mesra saja, bisa putus di tengah jalan dan bercerai.Apalagi… jika
melihat kalian berdua yang sangat jauh berbeda… belum lagi, sepertinya secara
kepribadian saja tidak tampak ada kecocokan… Entahlah, kenapa sepertinya kalian
berdua begitu memaksakan perjodohan ini. Padahal, hubungan kalian sangat
mengkhawatirkan. Tidak tampak seperti hendak bertahan lama. Sayang sekali kan
jika perpisahan itu terjadi di dalam pernikahan… padahal masih ada kesempatan
memikirkannya baik-baik.”
“Apa kau mengatakan, agar aku dan Maya tidak
menikah?” tuding Masumi yang tampak geram.
“Aku hanya tidak melihat hubungan kalian akan
bertahan lama. Ah, maaf… aduuh… mulutku ini, kenapa tidak bisa bohong…” Shiori
berujar dengan nada sungkan seraya pura-pura memukul bibirnya sendiri.
“Dengar, Nona Shiori, aku dan Maya, kami sudah
sepakat untuk menikah dan melakukan yang terbaik yang kami bisa agar hubungan
kami bisa bertahan sesuai keinginan orang tua kami.” Masumi tertegun dan segera
menambahkan, “kurasa, aku tidak perlu menjelaskan apa pun kepadamu,” tukasnya.
“Ini semua urusanku dan Maya, tak ada hubungannya denganmu.”
“ADA,” tegas Shiori. “Sekarang, ada. Karena itulah
aku mengajak Maya kemari. Ada yang harus diketahuinya. Yang, Anda juga, Pak
Masumi. Ini masalah kita.”
“Masalah… kita?” Maya tampak bingung. Setelah ucapan
Shiori yang membuatnya memikirkan banyak hal, juga sekarang tiba-tiba saja
mereka bertiga menjadi ‘kita’?
“Apa maksudmu? Jangan berputar-putar, apa kaitanmu
dengan pertunanganku dan Maya? Dan apa tujuanmu mengajak Maya ke sini?”
“Aku mengajak Maya ke sini, untuk memintanya mundur.
Mundur sebagai tunanganmu. Karena aku yang akan menggantikannya menerima
tanggung jawab untuk menjalankan janji orangtua kita dahulu.”
Maya sangat terkejut mendengarnya begitu juga
Masumi. Shiori segera mengerti reaksi mereka dan Shiori segera melanjutkan
penjelasannya.
“Aku tahu kenapa kalian ditunangkan. Karena ibu
kalian, dan Pak Miyake bersahabat bukan? Dan, aku jelaskan sekarang, bahwa aku
dan Pak Miyake sudah melakukan tes DNA,” Shiori mengeluarkan sebuah amplop. “Di
sana, hasilnya mengatakan bahwa aku, adalah putri Pak Miyake. Karena itu, Maya
Kitajima,” Shiori menatap Maya lekat. “Aku minta kau mengundurkan diri sebagai
tunangan Pak Masumi Hayami, dan biarkan aku yang mengambil alih posisi itu!”
Maya sangat terkejut hingga benar-benar tak tahu apa
yang harus dikatakannya. Tiba-tiba saja Shiori mengatakan itu semua. Memang,
dulu dia sempat berharap ada seseorang yang akan menggantikan posisinya untuk
bertunangan dengan Masumi, tetapi ketika saat itu akhirnya benar-benar datang…
“Kau ini bicara apa!?” Masumi meninggikan suaranya
dengan gusar. “Omong kosong! Mana bisa pertunanganku dan Maya—“
“Pak Masumi, dasar pertunangan kalian adalah
perjodohan dari orang tua kita yang saling bersahabat. Oleh karena itu, aku
juga memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk mewujudkan janji orang tua
kita.”
“Tapi aku dan Maya sudah akan menikah!” tegas
Masumi.
“Tapi kau lebih sesuai bersamaku! Kita lebih serasi
dan lebih baik! Dan yang pasti, tidak seperti Maya, aku bisa mencintaimu dan
menghormatimu dengan layak!” Shori mengangkat dagunya dan berkata dengan tak
kalah tegas.
22 comments:
Satu kata ty..shiori lagi mabok ya..huaaa....awas kau maya kalau sampai jd beneran mundur..lebih baek saya menggantikan posisimu dari pada shiori...^_^ (thanx ty update'nya) # narty
Ihh ni siomay makin ngelunjak.. ty jgn lama2 lanjutannya y.. penasaran bgt... mksh dah update..
Erlina Sutriana
Waahhh kentang.....penasaran abiieesss
Hadehhhh..usaha yg lumayan Siomay!! Tapi lo blum tau kekuatan Maya Kitamija ya??? Rasakan sbentar lagi...kyaaaa!!!!! # Isma Ryan #
waduuuuuuuuuuuuuuh siory ndableg bnget sh maksa musti d pospite x y biar g ganggu mereka
makin seru aja, lanjuuuuuuuuuttttttt XD
~ meliana ~
makin seru aja nih, lanjuuuuuuttttt doooooonnnnxxx!!!! XD
~ meliana ~
Eh shiomay..
Mimpi siang bolong yah
Ngarep masumi bakalan merit sm dia
Ke lauttt ajjjjaaahhh
*tanduk ungu*
-mommia-
Astagaaa ni cewek... maksa banget seh...
Afni
Nyblin abis shiori. Terlalu maksa . Cewe gatau malu 😈
hebat lho... ternyata... lagu anak2 bisa juga dibuat tuk merayu ya? ga kepikir lho ama aku... he..he...he.. lucu, menggemaskan... makasi ya ty.. jadi terobati rasa rinduku dengan TKnya.
tiara
Alaaamaak, jd bad mood deh gara-gara shiomay.
mustinya pas Shiomay minta d ambilin air minum, trs Masumi ngacungin pisau, lempar aja sekalian k Shiomay tuhhh agrrrrrr, dasar WPH (Wanita Perusak Hubungan) maksa bener ishhhhhhh
Shiory...ckckckckck...emg ga ada cowo lain ya???knp jd inget mulan...alamakkk
dasar siomay emg raja gilaaaaaaaaaaa....MM bertahan yaaaaaaaaaa
Ty ada kalimat yang nyempil: "ini apdetan terakhir malam ini ya..." hehehehe.. but so far so good
Puji Lestari : iyaa makasih ya, udah aku edit :D
Makasih buat apdetnya, Miss NR
Ty...you are so genius.kata kata shiori walau sgt menyebalkan malah mjd starting point baik bg maya maupun masumi to confess their feeling.aduuuuh shiori walau dirimu sederajat dan bs mencintai masumi tp masumi ooggggahhhh sm km.thanks ty...annisa amalia
Waaduuuuuuuuuhhh........
Gubrakkk deh tuh...>!!!
shiori ga tau malu...gila, kagak sesuai dia sama masumi...
- pio -
Post a Comment
Silahkan kritik, saran, sapa dan salamnya... :)