Senyuman senang tak bisa dipungkiri segera saja tersungging di bibir Masumi. Rasanya ia ingin memeluk Maya lebih erat hingga menciut, melipatnya, memasukkannya ke dalam saku dan menjadikan gadis itu miliknya selamanya.
"Satu level?Memangnya perlu berapa level sampai kau benar-benar menyukaiku?" Masumi memastikan dan berharap jawaban yang memuaskan.
Maya yang benar-benar kikuk karena pelukan Masumi lalu menukas. "Seratus!"
"Se se se seratus?" Masumi tak bisa menahan diri mendengar pernyataan Maya. "Yang benar saja! Level berapa aku sekarang?!"
Maya mengangkat telunjuknya. Hanya telunjuknya saja.
SATU!!?
"Hei!! Aku sudah membawamu ke Nikkei dan bahkan bermain ayunan malam-malam begini." Masumi melepaskan pelukannya.
"Kau juga tadi sudah tertawa lebar- lebar! Hahahaha.... Hahahaha begitu. Hanya level satu kau bilang?" Masumi mulai perhitungan dan tak rela.
"Yang membuatku hahaha... hahaha... itu kan ayunannya. Bukan kau!"
"Aku yang membawamu ke sini kan?"
"Siapa pun yang membawaku ke sini aku pasti
senang..." gumam Maya sebal.
"Tapi nyatanya, AKU kan yang membawamu ke
sini! Aku!" tegas Masumi.
"Terus? memangnya kenapa? Apa istimewanya."
"Kau..." Masumi menggerm gemas."Kau yang bilang, membawamu main ayunan bersama bisa menaikkan kadar sukamu. Jadi, sebetulnya, apa memang ada yang bisa kulakukan untuk membuatmu menyukaiku atau tidak?" Sekarang MAsumi bertanya dengan sedikit kepahitan dalam kata-katanya.
"Tentu.... tentu ada kok..." Maya ingat lagi perkataan Rei, bahwa Masumi ternyata memang serius mengharapkan mereka berdua bisa benar-benar saling menyukai.
"Jadi? Kenapa hanya level 1? Kau benar-benar tak bisa mengapresiasi usaha orang lain," Masumi menyindir.
"Ukh! Bukan begitu!" tampik Maya, yang paling kesal dengan penilaian salah masumi. "Itu semua karena salahmu! Sebelumnya, levelmu itu minus 37! Kau tahu? Karena itu level 1 sudah sangat baik, setidaknya sudah bukan nol!"
Masumi tertegun. minus 37? Wow! Ia tak mengira levelnya begitu buruk bagi Maya.
"Kau sendiri?" tanya Maya. "Sudah berapa besar kadar rasa sukamu untukku?"
Masumi tertegun mengamati Maya dengan hati berdebar. Nah, nah, nah, sekarang pertanyaanya berbalik kepadanya.
"Itu..."
"Level berapa?" tanya Maya, seperti pedagang keripik pedas.
"Uh, aku tak bisa sebutkan tepatnya."
"Apa!?"
"Yang pasti, lebih tinggi dari tinggi badanmu!" tegas Masumi.
"Hah!!?" Rasa tersinggung tampak lagi di wajah Maya. "Berhenti membawa-bawa tinggi badanku!!" protesnya.
"Ya, hanya itu yang bisa kugunakan untuk mengukurnya."tukas Masumi.
"Menyebalkan!" Maya memukul lengan Masumi.
"Terima kasih, mesra sekali!" goda Masumi sekaligus menyindir.
Maya tak menanggapi. Hanya diam sambil cemberut.
"Sudah, ayolah kita kembali..." ajak Masumi.
Maya akhirnya mengikuti Masumi kembali ke mobil mereka. Benaknya berpikir sungguh-sungguh. Apakah mungkin Masumi memang akan mengikuti permintaannya untuk pergi ke waterboom dan sebagainya itu?
Jika benar begitu... sepertinya... bisa-bisa Maya benar-benar menyukai pria itu. Karena, hanya diajak naik ayunan saj, sampai sekarang jantung maya masih berdebar-debar. masih ingat pelukan Masumi di tubuhnya tadi....
Ukh! Bagaimana ini?
Ibu... apakah ini hal yang bagus, atau tidak...?
=//=
"Ryuzo Kuronuma?" tanya Masumi di telepon. Hari ini Masumi sedang berada di luar kota.
"Ya. Dia menawariku sebuah peran... untuk pentas musim gugur nanti..."
"Musim gugur?" Masumi terdiam. Itu artinya ada kemungkinan pementasan itu akan diikutsertakan dalam festival seni dan artinya, jalan menuju Bidadari Merah bagi Maya. "Kau menyukai peranny?"
"Uhm... ya..." jawab Maya.
"Aku tahu Pak Kuronuma, dia sutradara yang sangat keras. Tegas, tetapi sangat berdedikasi. Dia sutradara jenius yang luar biasa," terang Masumi.
"Aku... sangat ingin memainkan sandiwara itu."
"Ya, ambillah..."
"Uhm... apa itu artinya kita masih... bertunangan?"
"ya. Tentu saja!" tegas Masumi. "Pertunangannya lusa! Pementasan masih musim gugur, kenapa kau berpikir hal itu akan membatalkan pertunangan kita?"
Maya bergumam sangat pelan, "Ya.... siapa tahu..."
Enak saja, batin Masumi. "Kau sudah siap untuk acara lusa?"
"Kalau tidak siap apa akan dibatalkan?"
"Tidak akan!"
"Jadi tidak perlu bertanya kan?" sungut Maya.
"Ingat ya, jangan memasang wajah muram dan masam. Kau harus banyak tersenyum!"
"Iya! Kau sudah mengatakannya ratusan kali. Oh ya... satu lagi, tolong berhentilah mengirim bunga!! Apartemenku jadi seperti toko bunga atau taman flora! Tak masalah jika tak bisa bertemu, kau tak harus mengrimkan bunga banyak-banyak..." keluh Maya.
"Nanti kau bilang aku yang tidak berusaha," tolak Masumi. "Ya sudah, sampai jumpa lusa malam... tu-nang-an-ku..."
Maya agak bergidik dengan cara Masumi bicara. "Sampai jumpa!" Maya menutup teleponnya.
Gadis itu kembali ke apartemennya, dan menghela napas putus asa, Sulit sekali melangkah dengan begitu banyak tanaman di sana. Di meja, di lantai, dekat wastafel, di atas televisi... Memang apartemen mereka jadi wangi sekali, Tapi... juga sangat sesak!
Apakah Masumi sengaja mengerjainya?
Hh... apa pun alasannya, yang pasti sekarang hari itu sudah akan datang. hari di mana dia dan Masumi akan bertunangan.
“Maya! Bagaimana? Apa yang akan kau lakukan dengan bunga-bunga ini? Kenapa sih tunanganmu itu merepotkan begini….? Apa tidak bisa mengirim bunganya satu buket satu buket saja? Ini sih… seperti hendak membuka toko bunga.”
“Tidak tahu…” rajuk Maya. “Katanya dia kasihan, kepada penjualnya. Biasanya, dia membelinya dari pedagang yang sudah mau tutup usahanya. Kasihan ya…”
“Masa setiap toko bunga yang dia datangi mau tutup?? Aduh, pasti ada yang salah!”
Maya mengendikkan bahunya. “Tidak tahu. Itu yang dia katakan… Sudahlah. Biarkan saja…” gumam Maya yang terlihat seperti orang linglung.
“Ada apa? Kau kenapa, Maya?”
Tiba-tiba badan Maya gemetaran dan dia jatuh terududuk. “A-akuu… mau… bertunangan… dengan Masumi Hayami….” Gumamnya resah dengan mata membulat tak percaya.
“ya ampun, Maya!! Sudah terlambat kau mengkhawtirkannya sekarang!” Rei ingat lagi bagaimana Maya sempat pingsan saat dulu mengetahui bahwa dia akan menjadi tunangan Masumi Hayami.
=//=
“Shiori, ada apa Sayang, kau ingin bicara dengan Mama?” tanya Shizuka Takamiya kepada putrinya yang hendak mengajaknya bicara dengan gaya berrahasia.
“Mama… aku… sudah menemui tuan Miyake.”
“Mi-Miyake…” wajah Shizuka tampak sangat shock dan kemudian terlihat pucat. “Miyake…” desisnya, membuang wajahnya.
“Mama! Katakan padaku yang sejujurnya!!” Shiori bergerak mendekat dan menggenggam tangan ibunya erat, menggetarkannya penuh kesungguhan. “Mama… Kau… dan Pak Miyake punya hubungan kan?”
“A-apa maksudmu, Shiori!!?” tegur ibunya.
“Mama, kumohon… kumohon jujurlah kepadaku… dulu… Mama dan Pak Miyake.. sempata jadi kekasih?”
“Hentikan!!” Shizuka berusaha melepaskan tangannya dari genggaman putrinya yang menatap kukuh kepadanya. “Ka-kau ini bicara apa…”
“Mama…” Shiori tetap dengan ketegasannya. “Kumohon… jujurlah kepadaku. Ini… ini sangat penting bagiku! Apakah aku… apakah Pak Miyake… adalah ayahku?”
“SHIORI!!” Shizuka tampak ketakutan.
=//=
Maya memandangi dirinya dalam gaun pesta cantik berwarna ungu. Besok dia akan mengenakan gaun ini di acara pesta pertunangannya bersama Masumi. Dan, malam ini Maya pun menginap di hotel bintang lima ini. Dia sudah menjalani berbagai ritual kecantikan yang dipersiapkan untuknya. Maya sampai kesakitan merasakan pijatan-pijatan di seluruh bagian tubuhnya.
Tapi, sekarang tubuhnya memang terasa wangi dan segar.
Wajah Maya memerah membayangkan bahwa besok, dia dan Masumi, di hadapan semua orang.
“Duuuhhh…” Maya meraba kedua wajahnya dengan malu. Diamatinya dengan tak percaya dirinya di cermin. Calon Nyonya Hayami… itulah dirinya.
“Kau akan terlihat sangat cantik!” Sebuah suara maskulin terdengar dan Maya terperanjat, memutar tubuhnya dan mendapati Masumi di belakangnya.
“Pak-pak-pak-pak Masumi….” Maya membulatkan matanya penuh kejutan. “Sedang apa?”
“Hanya memastikan kau merasa nyaman di sini…”
“Ya, ini… eh!!” Maya menyilangkan tangan di tubuhnya. “Pak Masumi! Tak boleh lihat! Kau tidak boleh melihatnya! Nanti sesuatu yang buruk bisa terjadi?”
Alis Masumi berkerut dan berkata dengan heran, “Bukankah itu kalau baju pengantin?”
“Bukannya sama saja?” Maya balik bertanya.
“Tidak, kurasa tak masalah…” Masumi mengendikkan sebelah bahunya dan duduk di tepi tempat tidur Maya. “Bagaimana? Pakaiannya pas?”
“Ya. Begitulah…” jawab Maya dengan kikuk, menyadari ada sesuatu yang tak biasa melihat Masumi duduk di tepi tempat tidurnya. “Ha-hanya itu saja kan? Tidak ada lagi kan?” desak Maya yang rikuh. “Su-sudah… pergilah! Aku mau beristirahat.”
“Kalau mengingat kekhawatiranmu tadi saat aku melihat bajumu, berarti kau tidak mau sesuatu terjadi saat pesta pertunangan kita kan?” Masumi tersenyum jahil.
“Uhm, ya, begitulah, eh, tidak juga… uhmm…” Maya jadi bingung.
“Hahaha…” Masumi tertawa keras. “Begini, di pesta nanti kita harus berdansa—“
“Bukankah bu Mayuko yang mau menari balet?”
“Ya… ya… itu… lain lagi,” Masumi menepis-nepiskan tangannya di hadapan seperti berusaha menepis mimpi buruk. “Maksudku, kau dan aku—“
“Menari hula-hulaaa!?” tanya Maya antusias.
“Bukan, Maya, bukan…” Masumi menggelengkan kepalanya. Ide untuk menari hula hula itu ternyata masih ada di kepala tunangannya. “Maksudku, adalah,” Masumi bangkit, meraih pinggang Maya.
“Kya!!” Maya terlonjak.
“Dansa pertunangan.”
“Da-da-dadadadada… dangsa pertunasan?” Masumi memeluk Maya sangat erat, rasanya lidah dan jantung Maya sama-sama kacau.
“Dansa pertunangan.” Koreksi Maksumi. “Kita harus berhasil melakukannya. Tolong, jangan injak kakiku saat itu.”
“Kenapa tidak boleh?” Maya tak setuju.
“Hei! Kakiku baru sembuh dari hasil injakanmu sebelumnya! Yang benar saja kau masih belum puas melakukannya.”
“Ukh, akan kuusahakan.”
“Bagus, langkahkan kakimu sekarang…” Masumi menggerakkan badannya.
Maya mulai berusaha mengikutinya. Masih canggung, tetapi setidaknya dia mulai menemukan rimanya.
“Bagus sekali,” puji masumi.
Entah kenapa pujian itu menggelitik telinga Maya dan ia merasakan wajahnya merona lagi. Pria itu ternyata bisa bicara dengan lembut.
“Ini sudah lebih baik dari sejak kita terakhir berdansa.”
Eh? Terakhir…? Ah, Maya ingat, di pesta syukuran Dua Putri… saat Masumi tak berhenti mengganggunya dan memaksanya berdansa. Saat itu dia juga mengirimi banyak sekali bunga seperti yang dilakukannya kemarin. Janji dari seorang Masumi Hayami saat Maya berhasil menjadi Putri Aldis.
Tetapi, ada satu bunga yang tak pernah Masumi kirimkan kepadanya, dan bunga itulah yang sedang Maya nanti-nantikan.
“Ada apa?” tanya Masumi, saat melihat Maya yang berada dalam pelukannya itu tampak sendu.
“A-aku… sedang berpikir. Ingin sekali… jika… Mawar Ungu datang ke pesta pertunangan ini,” terang Maya. “Aku merasa… harus mengundangnya.”
“Kalau begitu undang saja,” usul Masumi.
Maya menggeleng. Maya sudah mengatakan kepada Hijiri mengenai pertunangannya dan Masumi serta berharap Mawar Ungu bisa datang. Hijiri mengatakan, Mawar Ungu akan datang ke pernikahannya.
“Sepertinya dia orang yang sangat sibuk,” Maya menunduk. “Katanya dia baru akan datang saat pernikahanku.”
“Nah! Berarti kau harus menikah agar bertemu dia kan!” Mata Masumi mengilat lebih dari yang dimaksudkannya.
“Sepertinya begitu…” Gerutu Maya.
“He! Apa-apaan kau ini. Mana ada seorang gadis membicarakan pernikahannya dengan masam seperti itu.”
“Yaa… habisnyaaa… kau yang mau kunikahi…” jawab Maya dengan malas-malasan.
“Ck!” Masumi berdecak dan tatapan tajamnya menghujam Maya seketika. Gadis itu langsung menunduk pura-pura tak menyadari.
Tetapi, setidaknya Masumi sudah merasakan perubahan yang signifikan dari hubungannya dan Maya. Buktinya? Gadis itu hanya sebatas menggerundel saja dalam pelukannya. Tidak marah-marah, juga tatapan benci sudah tak begitu terlihat lagi darinya.
Antara gadis itu sudah benar-benar pasrah dengan keadaannya, atau usaha Masumi selama ini sudah membuahkan hasil. Setidaknya Maya sudah tak alergi lagi dia pegang tangannya. Komunikasi mereka berjalan lancar dan Maya juga penurut. Bahkan, sekarang dia sudah bisa merangkulnya seperti ini. Apalagi, adu mulut dengan Maya sudah tak begitu merisaukannya. Itu hanya adu mulut seperti pasangan kekasih pada umumnya
Ya. Benar, sudah tak ada lagi yang harus dikhawatirkannya. Besok mereka berdua akan bertunangan, dan Maya akan menjadi miliknya.Selamanya. Seutuhnya.
Hahahaha…. Masumi senang sekali.
“Pak Masumi!! Kau ini kenapa!! Tiba-tiba tertawa terbahak-bahak! Membuatku takut saja…!” tegur Maya.
Masumi langsung membungkam mulutnya. Ia pikir dia hanya tertawa dalam hatinya saja, ternyata rasa senang sudah membuatnya benar-benar tertawa.
“Ehm, tidak! Aku hanya... senang memikirkan proyek bisnisku berhasil,” kilah Masumi.
“Sedang berdansa, memikirkan bisnis!” cetus Maya kesal.
“Oh, bukan, bukan… aku hanya…”
“Cih!” Maya berdecak sebal.
Masumi mendengus. “Ya… maksudku, aku lega urusan bisnisku berhasil, selesai, jadi aku tak usah merisaukannya saat acara kita besok.”
“O yaaaaaahh… “ Maya mencebik.
“Iya!” tandas Masumi. Dia segera mengalihkan pembicaraan. “Omong-omong, teman-temanmu mana?”
“Mereka belum datang, masih mencari pakaian yang tepat, nanti mereka ke sini,” terang Maya.
“Kurasa saat itu aku sudah harus pergi?”
“Lebih cepat lebih baik!” tandas Maya.
Masumi melepaskan rangkulannya. “Ya, baiklah. Aku mau pulang sekarang. Aku juga harus cukup beristirahat agar besok tak terlihat kusam.”
Maya mengangguk. “Uhm… Pak Masumi,” Maya mendongak, mengamati wajah calon suaminya yang tampan dan belakangan sering sekali mengisi pikirannya. “Kalau mau… dibatalkan, masih ada waktu…”
“Ti-dak!” tegas Masumi, lalu pria itu memeluk Maya sangat erat, dan menciumnya.
Maya sangat terkejut, matanya membulat dan berusah keras melepaskan diri darinya. “Hmmmmmmmpphh!!!! Hmmppphh!! Hmmmmph!! Hmpphh!!” Maya mendorong bahu Masumi, tetapi bibirnya baru terbebas saat Masumi melepaskannya. “APA YANG KAU LAKUKAN!!! IH!! MENYEBALKAN!! BODOH!! KENAPA KAU! KE-KE-KE-KE… KENAPAHHH!!!” Maya menyusut bibirnya dana matanya berkobar dengan kemarahan lagi. “IIIIIHHHHHHHHH!!!!” Dia memukul dada Masumi yang bidang.
“Kau lupa ya? Aku sudah pernah memperingatkan! Jika kau mengatakan lagi masalah membatalkan pertunangan, aku akan menciummu!”
“Ah! I-itu….” Maya ingat, Masumi memang pernah mengatakan hal itu.
“Apalagi, ini hanya tinggal sehari lagi,” Masumi memicingkan matanya. “Aku sedang berpikir… apa hukumannya harus lebih dari itu?”
“Kyaah!! Kau mau apa!!?” Maya berlari meraih guling dan mengangkatnya untuk mengancam Masumi.
Dalam hatinya Masumi menahan tawa saja.
Dengan tatapan tajam Masumi melangkah mendekati
Maya. “Maya… Kitajima…” geramnya.
“Kyaah!! Pergi!! Pergi!!!” seru Maya “Wut!! Wuut!!!”
Maya menggerak-gerakkan gulingnya dengan liar. “Jangan mendekat!” gadis itu
panik.
Masumi tertegun, dan akhirnya tertawa.
Maya berhenti menggerak-gerakkan gulingnya dan
menatap Masumi dengan wajah berlipat-lipat.
“Aku hanya bercanda!” tukas Masumi. Ia menghampiri
Maya dan dengan mudah merebut dan membuang guling itu ke atas tempat tidur.
“Aku pergi sekarang. Sampai jumpa besok.”
Maya masih tak bicara dan hanya memberikan delikan
saja.
“Oh, ya, Maya,” Masumi berbalik dan kembali
menghampiri Maya. Wajahnya sangat serius saat itu. “Ada yang ingin kukatakan.”
“Ya sudah. Katakan saja!”
Masumi agak gelisah dan menelan ludahnya perlahan.
“Aku tak bisa mengatakannya jika sambil kau pelototi seperti itu.”
“Jadi, aku harus bagaimana?”
“Menunduk!” perintah Masumi.
“Duh! Repot sekali…” gerutu Maya, tetapi dia menurut
juga.
Masumi berusaha menenangkan hatinya, dan meneguhkan
perasaannya saat berkata, “Jika kita sudah resmi bertunangan, kau jangan
segan-segan kepadaku. Jika ada sesuatu yang kau inginkan, atau kau butuhkan,
bilang kepadaku. Karena nanti, kita akan menjadi suami istri. Artinya, aku akan
mendahulukanmu di atas apa pun dan siapa pun, begitu juga kau harus melakukan
hal yang sama terhadapku. Aku janji,” Masumi meraih tangan Maya dan
menangkupnya. “Aku akan… berusaha menjadi suami yang baik untukmu nanti.”
Maya menundukkan kepalanya semakin dalam. Dia sangat
terkejut atas apa yang Masumi lakukan dan katakan. Apalagi, genggaman erat
telapak lebar calon tunangannya itu terasa sangat hangat membungkus tangannya.
“Jika… aku bisa memperlakukanmu dengan baik,
kuharap… Bu Haru,” Masumi terdiam sejenak, tenggorokannya tercekat. “Bu Haru…
bisa memaafkan kekhilafanku. Karena, hanya lewat dirimulah, aku bisa… menebus
kesalahanku kepadamu.”
Pak
Masumi… Maya menggigit bibir bawahnya tipis. Cara Masumi
bicara yang biasanya menjengkelkan dan menyebalkan, terdengar sangat serius.
Dan berat. Maya bisa merasakan kesungguhannya.
Aku akan
berusaha menjadi suami yang baik…
“Jika… jika nanti kau berbuat menyebalkan,” Maya
berkata, tanpa menatap Masumi juga. “Aku akan kabur!” ancamnya.
“Maya…”
“Ta-tapi.. jika kau… jadi… suami yang baik… Aku… aku
juga akan berusaha…” Maya merasakan wajahnya mulai panas lagi. Pasti sebutir
telur dadar bisa matang jika jatuh di permukaan wajahnya saat ini. “Aku akan
berusaha… menjadi… uhm… yang baik…”
“Hah? Jadi apa!?” tegur Masumi.
“Kau tahu jadi apa!!” sembur Maya, salah tingkah.
Masumi menggeleng. “Tidak… jadi apa? Kucing? Patung?
Kambing? Pohon?”
“Ukh!” Maya mengangkat wajahnya, dan mendapati mimik
iseng Masumi. Tahulah dia Masumi memang menggodanya. “Da-dasar menyebalkan!”
Maya memukul dada pria itu lagi. “Benar-benar meragukan! Levelmu tak naik-naik
lagi!” Maya berbohong.
“Aku akan membuktikannya!” ucap Masumi pasti.
“Kami perlu bukti, bukan janji!!” tandas Maya.
"Ya,
lihat saja nanti!" tutup Masumi penuh rasa percaya diri.
=//=
Ruangan
di salah satu ballroom hotel bintang lima itu terlihat meriah dan mewah. Banyak
makanan melimpah dan ruangan didekorasi begitu indah dengan dominasi ungu
lembut dan emas.
Para tamu
sudah berkumpul, mereka saling berbisik-bisik kagum dengan pasangan yang
sekilas tampak tak serasi, tetapi sepertinya, ada sesuatu di antara mereka.
Saat Masumi memasangkan cincin berlian merah jambu yang sangat wow itu,
serempak para hadirin terkesiap dan berseru, "UWOOOOHHHH!!!" pda
cincin yang benderang bak lampu disko itu, tak terkecuali Bu Mayuko yang
matanya mengilat-ngilat, termasuk yang berada di balik rambutnya.
"Senyum!"
desis Masumi, saat ia menggandeng tangan Maya dan mengangkatnya, memamerkan
komitmen di antara mereka berdua hendak menjadi suami istri.
Maya pun
tersenyum, dan mereka mendapat tepuk tangan meriah dari sekelilingnya.
Resmilah
sudah, dia sekarang tunangan Masumi Hayami.
ternyata,
tidak semenakutkan yang dia bayangkan. Apalagi, Masumi memperlakukannya dengan
baik. Dan, senyuman di wajah Pak Miyake, meyakinkan Maya bahwa mungkin ibunya
pun tengah tersenyum melihat mereka.
Hiburan yang
ditunggu-tunggu pun datang.
Sebuah panggung khusus hiburan kemudian diisi oleh
Bu Mayuko, dengan pakaian balet hitam-hitamnya yang manis dengan banyak pita,
Bu Mayuko mulai berputar dan melompat-lompat. Maya sangat khawtir melihatnya.
Tatapan gadis itu tak bisa lepas dari panggung, khawatir Mayuko mengalami sakit
pinggang atau patah tulang.
"Ma...
Mayu.. ko..." gemetar, Eisuke berdiri dari kursi rodanya.
Penampilan
nenek itu... sangat... luar biasa.
Eisuke
terhipnotis, ia berdiri dari kursi rodanya tanpa sadar, tangannya
menggapai-gapai seperti hendak mendekati mimpinya.
"Mayuko..."
dengan gemetar pria tua itu berusaha bertahan berdiri dan melangkah.
"A-ayah...."
Mata Masumi membulat melihat ayahnya, begitu juga para ajudannya, yang berusaha
menahan Eisuke, tetapi dihepaskan oleh Eisuke.
Ternyata,
sekali lagi keajaiban dari penampilan Mayuko begitu memengaruhi Eisuke jiwa dan
raga.
Seperti
biasanya, Mayuko selalu menguasai panggung. Tariannya indah. Tak ia hiraukan
stoking yang sempat sobek saat melakukan lompatan indahnya.
"WAAAAAAAAAHHH!!"
Para tamu terperangah, ngeri.
Mayuko
menyunggingkan senyum bangga membiusnya sambil kembali menari seindahnya.
Saat
itulah, sebuah bunyi merusak suasana.
"Prang!!!"
Shiori menjatuhkan piring yang penuh dengan roti, tar, buah-buahan dan puding
di tangannya.
Semua
mata tertuju kepada wanita cantik yang mulutnya penuh itu.
Mata
Shiori membulat. Ia menutupi bibirnya dengan syok, mual karena mulutnya terlalu
penuh.
"Nona...
Shiori..." desis Masumi, tak mengira gadis langsing itu memiliki selera
makan yang hebat.
"SIAPA
YANG SUDAH MENGGANGGU PEMENTASANKU!!?" Suara Mayuko terdengar,
menggelegar, sangar.
"AAAKHH!!" Eisuke tersadar.
"BRUK!!" pria itu jatuh ke
lantai. Lumpuh lagi.
Oh,Tidak.... batin Shiori menjerit. Bagaimana bisa
dia membiarkan Masumi melihatnya dalam kondisi seperti ini? Di hadapan para
tamu acara pertunangannya?
"Kau!! Beraninya kau mengganggu
pementasanku!!" Mayuko sang aktris besar mulai geram. Telunjuknya menunjuk
tajam kepada Shiori yang tak berdaya dan susah payah menelan makanan di
mulutnya.
"Bu Mayuko, tenanglah... tenanglah..." Rei
dan Sayaka segera menenangkan gurunya itu, khawatir
jantungnya kambuh.
Sementara mata Shiori mulai berkaca-kaca, mengamati
sekelilingnya nanar. Ia teramat malu, dan saat tatapannya kembali bertemu
tatapan Masumi, serta gadis mungil di sampingnya, Shiori sudah tak tahan lagi.
"A.. aku... aku... Ukh!!" Shiori berbalik dan berlari pergi dari
ruangan itu. Dasar bodoh! pikirnya. Kenapa dia bersikeras datang ke acara
pertunangan itu menggantikan ayahnya? Sehingga dia tak tahan dan tertekan
melihat Masumi bersanding dengan Maya. Dan... cincin pertunangannya...
Shiori benar-benar depresi di ruangan itu sehingga
ia melampiaskannya ke makanan-makanan itu. Namun, kilau cincin dari jari Maya
menyilaukannya tadi dan akhirnya gadis itu menjatuhkan piring makanan yang
dipegangnya.
Ukh, tidak... Masumi sudah melihatku
dalam keadaan yang memalukan...
Setelah Shiori berlari keluar dari sana dan
meninggalkan pekerjaan yang membuat petugas kebersihan kesal, dan Eisuke
terpaksa berpulang lebih cepat karena tak kuasa melihat pesona Mayuko, akhirnya
pesta pertunangan yang menjadi perbincangan hangat itu dilanjutkan.
Dan Mayuko, setelah dibujuk oleh
murid-muridnya, serta dibisiki
sejumlah nominal yang menggiurkan oleh Masumi, akhirnya
rasa berangnya mereda dan ia pun menari lagi.
Helaan napas lega bergema serempak di ruangan itu
saat Mayuko mengakhiri tariannya dengan selamat.
"Maya, sudah waktunya," ajak Masumi,
membawa tunangannya ke tengah ruangan.
"Tidak! Jangan! HENTIKAN!" tolak Maya
dengan dramatis.
"Ck! Hanya berdansa saja! Semalam kita sudah
berlatih kan..." ujar Masumi, setengah menyeret gadis mungil itu.
"Ta, tapi... Jangan mengangkatku tinggi-tinggi
ya... Aku tak mau celana dalamku terlihat seperti Bu Mayuko tadi..." pinta
Maya dengan wajah merah padam.
Maya
mungkin tak menyadarinya, tetapi saat Maya menyebut kata celana dalam, ada
sedikit kilatan spontan di mata Masumi. Tetapi, jika dia mengangkatnya
tinggi-tinggi, pemandangan berharga itu tentu bukan hanya menjadi milik Masumi.
Jadi DIrektur Daito itu dengan cepat menampar pergi pikirannya itu.
"Kenapa...
wajahmu... rautnya aneh sekali," komentar Maya saat melihat perubahan
drastis di wajah Masumi yang rautnya tak pernah dia lihat. "Perutmu sakit
ya?"
"Uh,oh,
ya... begitulah," ujar Masumi singkat dan segera menyambung sebelum
wajahnya semakin panas, "Ayo, kita berdansa," instruksinya.
Keduanya
mulai berdansa, sebagai tunangan.
Tunangan...
batin Masumi, wajah merona mesumnya yang memalukan tadi berubah menjadi rona
bahagia yang tak malu-malu lagi.
"Hei,
ayolah... santai sedikit, tenang saja..." bisik Masumi kepada Maya yang
tubuhnya sekaku manekin.
"Ja-jangan
injak kakiku ya.." pesan Maya.
"Kurasa
seharusnya aku yang bicara begitu," Masumi tersenyum jahil.
Maya
manyun sebal dengan godaan calon suaminya.
"Kau
cantik malam ini," puji Masumi, berusaha terdengar tenang tetapi rona
malu-malu tak berhasil disembunyikannya.
Maya
tertegun dan mendongak lagi. "Meledekku ya!"
"Hh..."
masumi menghela napas pasrah. "Selalu saja berpikir buruk. Aku benar-benar
berpikir kau cantik malam ini," ungkapnya. "Kurasa, banyak sekali
pria yang saat ini merasa iri kepadaku."
"Sudah! Jangan bicara lagi!" timpal Maya
ketus, karena jantungnya tiba-tiba berdebar sangat keras dan kupu-kupu
berterbangan di perutnya saat mendengar kata-kata Masumi. "Aku tahu kau
hanya meledekkku..."
"Tidak..."
Masumi mengamati Maya lekat, mulai bisa melihat gadis dalam pelukannya itu
salah tingkah. Maya, salah tingkah? Itu pemandangan berharga. "Aku tidak
meledekmu. Aku serius. Kau kan... calon istriku, masa aku meledekmu? Aku
sungguh-sungguh..."
Maya jadi
hilang kata-kata, dia hanya bisa mendengus-dengus tersanjung dan salah tingkah.
"Hey,
aku bagaimana?" tanya Masumi yang berharap Maya balik memujinya tapi gadis
itu diam saja.
"Apanya?"
tanya Maya dengan polos.
Masumi
mengeratkan rahangnya. Kenapa gadis ini sama sekali tak pernah menyadari
pesonanya? Berkali-kali dia tampil super mempesona, istimewa! Tetapi sepertinya
Maya mempunyai mantera atau jimat yang membuat semua pesona Masumi Hayami itu
tak terasa.
"Uhm...
apa kau... suka... dengan..." Mata Masumi bergerak liar karena salah
tingkah.
"Apa?"
Maya masih menunggu, kedua alisnya terangkat.
"Pesta
pertunangannya..." gumam Masumi lirih. Hhh... bukan itu yang mau
ditanyakannya.
"Ya,
bagus..." aku Maya."Indah... sekali...." kecuali pasangannya.
Seandainya pasangannya itu bukan Masumi, mungkin...
"Jadi?"
tanya Masumi. "Levelnya.. sudah naik?" tanyanya.
"Le,"
maya tertegun. Dia mulai mengerti arah pertanyaan Masumi. "Level... uhm ya..."
Maya membuang wajahnya. "Sedikit..."
"Berapa?"
tanya Masumi sambil mengulum senyumnya. "50?"
Maya
memperlihatkan telunjuk dan jari tengahnya.
"Dua
puluh?" tatapan Masumi mulai kesal lagi.
"Dua,"
terang Maya.
Masumi
menunggu gadis itu membuka mulutnya lagi tapi bibir Maya langsung bungkam lagi.
"Dua...
saja...?" tanya Masumi tak percaya.
Maya
mengangguk dengan polos.
Masumi
berdecak. Dia melingkarkan tangannya lebih erat dipinggang Maya dan membuat
gadis itu semakin merapat kepadanya.
"Pak...
Pak Masumi..."
"Sekarang
ini kita sudah bertunangan," Masumi menggeram. "Jadi sudah lebih dari
sekadar sepasang kekasih, dan beginilah... jika orang yang bertunangan itu
berdansa..."
"Ta-tapi..."
Maya jengah dengan posisi mereka. "Pak Masumi.... terlalu dekat..."
keluhnya.
Tapi
Masumi malah memeluk Maya lebih erat. Mungkin akan dibutuhkan waktu seumur
hidup hingga gadis itu benar-benar menyukainya. Tetapi, Masumi tidak akan
pernah melepaskannya.
Merasa
protesnya tak menghasilkan apa pun, akhirnya seperti biasa Maya akhirnya hanya
bisa pasrah, membiarkan Masumi memeluknya erat saat slow dance, sementara
orang-orang mulai berbisik dan tampak merona melihat keduanya.
Pak
Masumi... Maya merasakan wajahnya menghangat lagi. Tangannya bertumpu di dada dan
lengan pria itu, calon suaminya. Calon suami... Maya mendongak, mendapati
tatapan dalam Masumi menjeratnya. Sekian lama Maya tak bisa mengalihkan
pandangannya dari pria itu, jantungnya berdebar keras, semakin keras. Darahnya
mengalir deras, dan kehangatan mulai menjalar, meningkat mendekati panas.
"Pak...
Masumi..." desah Maya, meminta pria itu tak menatapnya sedemikian rupa.
"Kau
cantik sekali... malam ini," puji Masumi lagi dengan lembut.
Kali ini, Maya tak bisa menemukan kata. Diam, tak
bicara, dan entah kenapa... dia merasa bahagia.
Maya tak kuasa, dan membuang muka.
Deg deg… deg deg… jantungnya berdebar kuat, berirama
cepat. Rasanya tubuh Maya semakin kaku. Sekaligus… terasa nyaman.
Lengan kuat Masumi yang melingkar di tubuhnya, sama
sekali tak mendapat penolakan. Mungkin Maya sudah mulai terbiasa? Masumi sudah
beberapa kali memeluknya, dia sudah mulai hapal dengan kehangatannya, dengan
aroma maskulinnya, dengan lengan kokohnya.
Memikirkan semua itu malah membuat Maya semakin
terjebak dalam sensasi perasaan yang aneh dan semakin salah tingkah.
Dia dan Masumi Hayami, akhirnya ada di sini…
Maya tak mau memikirkannya lagi bagaimana mereka
berdua bisa berakhir dengan berjodoh seperti ini, tetapi yang pasti, sekarang
sebuah cincin dengan batu berlian merah jambu berbentuk hati sudah melingkar di
jarinya. Semua yang ada di ruangan ini sudah tahu, seluruh Jepang sudah tahu…
Sepertinya, dia sudah tak bisa lari lagi.
Dan entah kenapa, pikiran itu sudah semakin tidak
menakutkan baginya seperti saat pertama kali pingsan ketika tahu Masumi akan
menjadi suaminya.
Suami…? Aku… aku menghabiskan waktuku dengannya? Batin
Maya, dengan wajah merona.
=//=
“Kau boleh bersandar padaku kalau kau mau,” tawar
Masumi dengan seringai mengganggu di wajahnya.
“Tidak usah! Siapa yang mau bersandar kepadamu?”
decak Maya sambil mengangkat dagunya tinggi-tinggi saat mereka berada di dalam
mobil menuju ke apartemen Maya.
“Kalau mau bergenggaman tangan juga tidak ada yang
melarang loh…” tawarnya lagi.
“Enak saja, malas! Aku sama sekali tak, ukh!” Maya
dengan cepat menoleh dan mendapati Masumi sudah menggenggam tangannya. Rasanya
setrum baru saja menjalar dari sana menuju ke jantungnya yang terpacu lebih
cepat lagi. “Le-le… lepaskan…” desis Maya.
“Tidak mau,” tukas Masumi tak acuh. “Ingat kan
perjanjiannya, kau tidak akan menolak berpegangan tangan denganku? Katanya, mau
membuatku suka padamu….”
“Oh, uhm, soal itu…” wajah Merona banyak dan
terlihat kekanakan lagi. “Sudah level berapa?” matanya menatap penasaran kepada
Masumi.
Aduh, tatapan seperti itu saja sudah membuat Masumi
gemas dan membuatnya menyukai Maya lebih banyak lagi. Kenapa gadis ini
benar-benar membuatnya gemas! Kalau bisa Masumi ingin sekali memeluknya
erat-erat, melipatnya ke dalam saku, dan membawanya pulang ke rumah, kerja ke
kantor, pergi dinas keluar kota, pergi berlibur, dan kemana pun dia pergi.
Tetapi menjawab pertanyaan Maya, Masumi hanya
memperlihatkan telunjuk dan jari tengahnya saja.
“Dua?” Alis Maya naik keduanya, lantas turun lagi
dengan kecewa. “Sama saja kan, denganku!” ketusnya.
“Hm,” gumam Masumi.
Gadis itu tak mengerti bahwa maksud Masumi adalah,
dia sudah menyerah. Dia tak sanggup lagi menghitung kadar sukanya kepada Maya.
Karena dia sudah lebih dari itu. Dia sangat menyayangi gadis ini, sangat
mencintainya.
Maya bisa merasakan genggaman tangan Masumi yang
semakin erat. Lagi-lagi dia juga sudah mulai hapal dengan cara pria itu yang
selalu menggenggam tangannya dengan kuat dan penuh kehangatan.
Dia tak pernah melakukan hal ini dengan siapa pun.
Tidak dengan Koji, atau pun Shigeru Satomi. Tak ada yang pernah menggenggam
tangannya sekuat Masumi Hayami.
=//=
Masumi mengamati gedung apartemen Maya. Sepertinya Rei
sudah kembali terlebih dahulu.
“Kau yakin, tidak ingin pindah ke apartemen yang
lain? Aku bisa menyediakannya untukmu,” ungkap Masumi.
“Tidak, tidak perlu,” tolak Maya. “Aku masih suka
berada di sini. Lagipula, aku sebetulnya masih tak berniat menerima apa pun
darimu kalau bukan karena terpaksa…” Maya manyun lagi.
Masumi mengamati Maya dengan sakit hati. Apa gadis
ini benar-benar tak membutuhkannya? Tak menginginkannya sedikit pun…? Tak pernah…
cemburu kepadanya?
Hmm… Apa gadis ini juga akan menyerah begitu saja,
jika Masumi tak memaksakan kehendak dan meminta pertunangan mereka diakhiri?
Apa selamanya Masumi harus bertepuk sebelah tangan kepada gadis itu?
Bagaimana jika ketakutan terbesarnya menjadi
kenyataan? Maya tak pernah bahagia bersamanya, dan Masumi sudah menghalangi
gadis itu mendapatkan kebahagiaannya?
“Pak Masumi! Hei! Hei!!” Maya melambai-lambaikan
tangannya di hadapan Masumi. “Kenapa malah bengong?”
Masumi tak berkata apa-apa dan hanya memeluk Maya.
Ia rasanya tak sabar membuat gadis ini menjadi miliknya, agar dia bisa merasa
tenang. Tetapi, apakah saat itu Maya juga akan bahagia.
“Pak Masumi…” protes Maya lagi, yang kali ini hanya
sebatas di bibir saja. Dia sepertinya sudah mulai terbiasa dengan Masumi yang
ternyata sangat suka memeluk perempuan. “Jangan bilang kau sudah rindu lagi
kepadaku!” ejek Maya.
Masumi tertegun, dan mendengus perlahan. “Bisa jadi,”
ujarnya. “Kalau kau tidak ada, tidak ada juga yang bisa kuganggu.”
“Dasar pengganggu!!” protes Maya lagi, yang juga
sekarang hanya sebatas di bibirnya saja.
Masumi tertawa dan melepaskan Maya, melihat gadis
itu yang mendelik sambil cemberut kepadanya.
“Bagaimana dengan keputusan tentang sandiwaramu yang
selanjutnya itu?”
“Ya. Padang Liar yang Terlupakan… Aku akan membaca
seluruh naskahnya dulu. Aku baru membaca sinopsisnya saja, dan… sejujurnya, aku
sangat menyukainya. Aku ditawari peran menjadi Jean, gadis serigala.” ungkap
Maya.
“Gadis serigala!? Wah, kurasa itu akan cocok untukmu…”
“Dan maksudmu adalah…” Maya menggeram, bersiap
menggigit.
Masumi teratawa. “Tidak ada…” tukasnya. “Oh, ya,
tunanganku… sudah malam.” Masumi meraih tangan Maya yang bercincin. “Jaga
cincin ini baik-baik sebelum aku menggantinya dengan cincin kawin…” Lantas pria
gagah itu mencium punggung tangan Maya dengan lembut. Masih dengan membungkuk,
Masumi berkata, “Selamat malam, calon istriku.”
Sementara Maya sekali lagi hanya bisa termangu
dengan tubuh panas dingin.
Hingga Masumi pergi dan tak dilihatnya lagi, Maya
masih mematung di tempatnya.
Masumi menghela napasnya. Kembali teringat Maya.
Gadis itu, beberapa hari ini sudah tak mengatakan
apa-apa soal memutuskan pertunangan. Tetapi Maya juga sama sekali tak pernah bersikap
mesra atau memperlihatkan wajah bahagia jika bersamanya.
Sepertinya, Maya memang semata-mata pasrah pada
keadaannya yang sudah tak bisa lari lagi. Apakah baik begini? Apakah dia akan
bisa membahagiakan gadis yang dicintainya itu?
=//=
Maya tak bisa tidur, beberapa kali dia
bergerak-gerak gelisah di futonnya. Sementara Rei sepertinya sudah begitu
kelelahan dan dengkuran halus terdengar dari bibir gadis tomboi itu.
Sementara Maya mengamati dan mengusap-usap halus
berlian pink yang menonjol di tangannya itu.
Pak Masumi…
Gadis itu ingat lagi dengan tunangannya yang
belakangan selalu bersikap mesra kepadanya. Entah benar-benar mesra atau hanya
main-main saja. Sepertinya sih yang kedua. Maya tahu benar bagaimana calon
suaminya itu sangat suka mempermainkannya.
Tetapi Maya jadi tak bisa tidur malam ini. Selain
dia akhirnya resmi menjadi tunangan seorang Masumi Hayami—yang dulu sangat
dibencinya, eh, dulu…?
Sekarang…?
Sekarang…
Maya ingat pria itu selalu menggenggam tangannya
erat. Rasanya hangat. Masumi juga sering memeluknya, dan bertanya, apa sekarang
kau menyukaiku? Wajahnya selalu tampak serius saat bertanya seperti itu,
walaupun Maya tak tahu apakah jawaban Maya benar-benar penting untuk pria itu.
Masumi mengiriminya banyak barang, mengajaknya ke
tempat yang akan membuatnya riang, memuji Maya dengan kata-kata yang membuatnya
senang. Walaupun tidak jarang pria itu melakukan hal konyol dan berbohong
hingga membuatnya berang, tidak jarang, Masumi juga memberikan nasihat dan
kata-kata yang membuat hati Maya tenang.
Sepertinya, Masumi Hayami ternyata tak seburuk yang
Maya bayangkan selama ini.
Apakah ini artinya… dia…
Maya kembali teringat wajah Masumi yang selalu
dilihatnya belakangan ini, dan tanpa bisa dicegah wajahnya menghangat, dan
perutnya bereaksi tanpa dia mengerti.
Pak Masumi… hatinya memanggil, memandangi cincin
yang tetap mengilat-ngilat di tengah temaram kamarnya.
Kenapa bayangan pria itu tak juga enyah dari
matanya?
Kenapa Maya bertanya-tanya, kapan bisa berjumpa lagi
dengannya?
=//=
Shiori benar-benar depresi di ruangan itu sehingga ia melampiaskannya ke makanan-makanan itu. Namun, kilau cincin dari jari Maya menyilaukannya tadi dan akhirnya gadis itu menjatuhkan piring makanan yang dipegangnya.
27 comments:
Wkwkwkwkw...MM romantic story..:D
makin penasaraannnn...hahahaha...masumi licik banget...
hmmm maaf tapi..apa cuma saya ajah nih penggemar topeng kaca yang masuk tim Maya dan Koji?
---duhhh maaf jangan ditimpuk dulu yakkk--- maksud saya Masumi mmg selalu mendukung Maya membantu Maya termasuk juga menyakiti Maya nahhh semua kebaikan Masumi utk Maya juga demi kepentingan Masumi juga kan yang pengen Maya bisa memerankan BM dan Maya lbh jago akting dibanding ayumi tapi jln utk sukses gak secerah ayumi makanya Masumi ngebantu kan.....but in the end Masumi fell for Maya...resiko la yaw...tapi terlalu menyakitkan kl sampe Maya bersatu dgn Masumi..inget donk ttg Ibu Haru?
Kl Koji dia selalu ada buat Maya...dan setia nunggu Maya gak kyk Masumi yg ok ajah dijodohin hhhh coward nya Masumi ini jg yg buat saya sebelllll
ya udah...moga endingnya Koji bisa ama Maya...hehehe...
plsss dont smack me...lol
Perang gulin/bantal maybe????LOL
lageeeeeeeeeeeeeeeeeeeee....mas masumi banyak2 doa ya..biar siomay tdk mengganggu (like always)
aduh si odong2 bangkeeeee nii nampaknya... hahhhh
Sista yg anonim :D
Kayanya ada kok yang jg dukung Maya-Koji... saya kebetulan MM Lopeerrs XD
Kalo mau baca yg Maya sama Koji, bisa coba baca "Fallen Up to the Sun" tp itu ceritanya agak melow :D
wakakakak... masumii... kesempatan dalam kesempitan slalu saja dimanfaatkan.. :D hehehe..
sayangnya, karena shiori yang (ternyata) muna dan ga tau diri itulah akhirnya maya menyadari perasaannya thd masumi. bisa gawat kalo dia manfaatin pak miyake nih...hadeeeh...mana vol yg ke50 ga nongol2 lagi...
(nadine)
mudah2n acara tunangannya lancar sampe nikahan, sampe punya anak cucu sampe nih cerita the end, klo soal Shiomay, ahhhh cuma batu sandungan hehehee
dasar siomay....dia mendingan jd anak p miyake drpd bapaknya yg skr....biar bisa ngerebut masumi.....halah...halah dasar pengganggu....
- pio -
Aq kok kuwatir ya jgn2 siomay mo ngerusak acara pertunangan MM besok, aduuuh...jgn sampe deh, amit-amit....
Feelingku ga enaak ttg Siomay.
aduh sis ty.. jgn biarkan shiory merusak pesta pertunangan apalagi pernikahan MM ya....
klo cma utk menyadarkan akan prasaan maya yah gpp. tp jgn sampe masumi g tegas d sini ya sist... please... buatlah masumi setegas mungkin d sini. shg shiori g da harapan... :)
penasaran pingin lihat gimana acara tunangannya, lanjuuuuutttttttt...!!!!!!!!! XD
~ meliana ~
Sukaaaaaa...MM lucu disni...masumi kereeeen...mudah2an ga ada hal yg bikin dia jadi terpaksa lepasin maya...*dari awal baca ff Ty and novelnya,,ampe sekarang ga boseeeen..adaaaa ajaaa...
terus berkarya ya neeeng :*
klo perang guling pst masumi yg menang, lwn nya kurcaci sihhhh..hehe
hdp masumi..^_^
Suka bangeeeet ty..annisa amalia
ciehhhh...ada yg mulai kangennnn nihhhh...
-mommia-
Masumiiii........
wah..wah.. prasaan maya mulai berubah nih.... XXD
Asyiiik, gayung bersambut. Lanjuuut
Jiiiieeeee ada yg poling in lop niyeee XD
aku suka bgtt. cepat dilanjtin ya^^
yaa akhirnya maya mulai jatuh cinta :D
- pio -
Shiori bisa kocak juga ternyata...
nadine
Post a Comment
Silahkan kritik, saran, sapa dan salamnya... :)