Thursday 26 April 2012
*Perasaan Dua Wanita*
(by Tati Diana)
# Wanita pertama
“Jadi benar anda akan
menikah dengan Masumi Hayami?” berondongan pertanyaan yang diajukan oleh para
wartawan sesaat setelah selesainya pementasa bidadari merah yang kuperankan.
Perasaanku saat itu bingung dan gugup. Apalagi saat ada yang menanyakan apakah
aku sebagai orang ketiga dari kandasnya pertunangan dua keluarga terkenal
Jepang, Hayami dan Takamiya.
“Apakah pertunangan
antara keluarga Takamiya dan Hayami dikarenakan orang ketiga itu benar?” tanya
wartawan yang lain.
Tapi untunglah Pak
Masumi yang selalu pandai dapat menjawab pertanyaan para wartawan sehingga
pertanyaan wartawan tidak memojokkan aku.
Mungkin bisa dibilang
akulah penyebab retaknya pertunangan Masumi dan Shiory, walaupun Masumi selalu
mengatakan bahwa dalam hatinya telah terukir namaku, jauh sebelum dia
dijodohkan dengan Shiory Takamiya. Dan yang paling penting adalah bahwa kami
berdua saling mencintai. Bahwa kini impiannya bukanlah sekedar angan-angan.
Masumi menceritakan
padaku bahwa dia selalu memimpikan suatu hari aku dapat membalas rasa cintanya.
Hal yang mungkin jauh dari harapannya karena tahu aku selalu membenci dirinya.
Jika ditanya bagaimana
mungkin aku bisa jatuh cinta pada lelaki yang dulu aku benci dan sejak kapan
aku mulai mencintainya, aku tidak tahu pasti. Tapi mungkin benar kata pepatah
batas antara benci dan cinta itu sangat tipis sekali. Kami berdua, Maya
Kitajima dan Masumi Hayami seakan kucing dan anjing. Jika kami bertemu kami
selalu betengkar. Kami selalu bertengkar karena lelaki itu sangat
menjengkelkanku. Dia selalu meremehkan kemampuan aktingku dan mengejekku dengan
memangilku “mungil”, sebutan yang seakan mengolok-olok pendeknya tubuhku.
Hah...., memangnya kehendakku jika tubuhku mungil. Dia juga pernah mengejekku
kalau aku pasrah saja jika bertarung dengan Ayumi untuk memerankan Bidadari
merah. “masalah wajah, kau pasrah saja. Kau hanya bisa bertaruh dengan
kemampuan aktingmu” itu yang dikatakannya saat itu. Hihh...benci sekali aku saat itu. Aku juga
tahu diri, bagaimanapun Ayumi memang sainganku yang tidak bisa kuremehkan.
Selain karena kecantikan, keanggunan dan talentanya, tentu nama besar
keluarganya dapat menyokong kepopulerannya sebagai pemeran bidadari merah.
Walaupun aku sangat tahu sekali Ayumi maju dan terkenal sebagai artis, murni
karena kemampuan dan bakatnya yang selalu dia asah. Tapi aku takkan mundur
sekalipun untuk mendapatkan peran sebagai bidadari merah impianku, walaupun
kesempatanku hanya 1 persen, lagipula aku tidak mungkin mengecewakan fans
beratku. Mawar ungu.
Ah,....jika aku
mengingat mawar ungu. Dialah orang pertama yang selalu memberiku semangat agar
aku menjadi artis yag hebat. Dia selalu hadir dalam pentas dramaku. Dia juga
yang membiayai sekolahku dan memberiku hadia-hadiah indah, walau tak kuketahui
siapa dia sebenarnya. Aku hanya bisa berkomunikasi dengannya lewat pak Hijiri,
orang yang diutus orang tersebut untuk memberiku hadiah atau mawar ungu.
Walaupun aku sangat ingin bertemu dengannya tapi entah mengapa orang itu sekan
tidak ingin jati dirinya diketahui. Aku hanya bisa mengucapkan rasa terima
kasihku padanya lewat rekaman suaraku atau tiket pertunjukanku yang kuberikan
padanya. Tidak lupa, aku pun memberikan koleksi foto album pertunjukanku, foto
kenanganku di SMA dan ijazah SMA-ku di Hitotsuboshi. Semua itu kulakukan karena
aku pikir semua itu layak kuberikan padanya. Aku juga pernah memberikan selimut
untuk orang itu, karena kupikir mawar ungu pastilah seorang kakek-kakek yang
kesepian ditinggal cucunya, sehingga dia peduli padaku.
Aku ingat saat berakhirnya sebuah pentas, ada
seseorang yang melempar mawar ungu kearah panggung. Dengan sangat antusiasnya
aku mengejar untuk mencari tahu siapa yang melemparnya hingga ada sebuah
jambangan yang hampir jatuh menimpa tubuhku, tapi Masumi Hayami menarik
tubuhku, hingga jambangan itu malah menimpa tubuhnya.
Sebenarnya, aku mencurigai
bahwa Masumi Hayami-lah mawar unguku. Ada beberapa kejadian yang menghubungkan
lelaki itu dengan mawar ungu. Aku pernah melihat mawar ungu yang ada di jok
belakang mobilnya, undangan makan malam yang ditujukan dari mawar ungu untukku
agar aku bisa bertemu dengan mawar unguku, tapi malah pak Masumi yang hadir
disana. Ternyata dugaanku semakin kuat dan terbukti saat pementasan Jeanku, Pak
Masumi hadir walaupun saat itu sedang badai. Hanya dia seorang yang hadir saat
pementasan perdanaku. Aku tidak tahu mengapa dia mau menyusahkan dirinya untuk
hadir ditengah badai hanya demi melihat pentasku. Lalu scarf yang kupakai saat
pentas perdanaku itu terbakar oleh rokoknya secara tidak sengaja, sehingga di
pementasan selanjutnya, Pak Kuronuma menginstruksikan untuk mengganti scarf
tersebut walau dengan warna yang berbeda. Dan itulah awal kuketahui jati diri
mawar ungu yang tidak lain adalah Masumi Hayami. Dan semakin dikuatkan saat aku
hendak menunjungi makam ibuku, aku melihat mawar ungu di makam ibuku dan sebuah
bolpoint yang terjatuh. Ketika aku hendak mencoba mengejar sesosok lelaki yang
dikenali oleh penjaga makam sebagai seseorang yang sering mengunjungi makam ibuku,
aku melikat sosok Masumi Hayami yang masuk ke dalam mobilnya. Tapi aku tak
kehilangan akal, aku mencarinya ke kantornya,dan menyerahkan kepada pegawai
kantor Daito. Saat bolpoint itu diserahkan padanya, rupanya dia mengenali bahwa
bolpoin itu miliknya. Tapi aku langsung berlari dari gedung tersebut saat
kumelihat ada sosok wanita cantik yang datang menghampirinya, nona Shiory
Takamiya.
Saat ku melihat wanita cantik itu entah
mengapa aku semakin cemburu padanya. Sebenarnya, aku juga tidak tahu dengan
perasaanku. Aku masih mengingat saat nona Mizuki mengabarkan padaku bahwa pak
Masumi dijodohkan oleh ayahnya, saat itu entah mengapa perasaan hatiku terasa
hampa hingga aku menjatuhkan naskah dramaku. Ditambah lagi dengan pemberitaan
di surat-surat kabar. Aku bahkan dengan tololnya menelepon pak Masumi hendak
menanyakan kabar tersebut. Tapi aku malah tak bisa berkata apa-apa, aku gugup
dan hanya melontarkan kata “ semoga anda bahagia” dan kata itu kembali
terlontar saat aku bertemu dengannya di parkiran. Aku hanya bisa mengucapkan
kata tersebut sambil berlalu menjauh darinya.
Aku mencoba menepis
perasaanku padanya. Tapi hanya wajahnya saja yang mampir dipelupuk mataku. Saat
aku berlatih menjadi Osichi Yaoya dengan ujung kimono yang terbakar, hanya
wajahnya yang kuingat. Lalu pertemuan kami saat aku tengah menatap bintang yang
tengah bertaburan dilangit di kampung halaman bidadari merah, tiba-tiba dia
datang menghampiriku. Dan anehnya aku bisa ngobrol dengan Pak Masumi dengan
bebasnya, padahal dari segi usia kami sangat berbeda, dan dia orang yang
kubenci. Dan malam itu dia melindungiku dia menyelimuti tubuhku saat berbaring dengan jasnya dan menuntunku dengan
tangannya yang hangat, saat aku akan terjatuh.
Lalu kenangan di kuil
itu yang tak bisa kulupakan. Saat hujan dia mencariku, dan kami berlindung di
kuil. Dia memberikan mantelnya agar aku bisa mengeringkan pakaianku yang basah.
Ditengah hujan tersebut aku menyadari perasaan cintaku padanya. Aku hanya bisa menangis
saat dia menceritakan kekagumannya saat dia menonton pertunjukanku dan bahwa
selama ini dia sebenarnya tidak membenciku. Tapi kemudian dia mengingat
tunangannya, nona Shiory. Bahwa selama ini hanya wanita cantik itulah yang
peduli padanya dan perasaanku semakin hancur saat dia mengatakan bahwa aku
hanyalah barang dagangannya. Dan apa yang dilakukannya ditengah hujan tadi
untuk mencariku adalah semata-mata untuk melindungi telur emas masa depan.
Sungguh hatiku sangat hancur saat itu. Betapa bodohnya aku, menganggap Pak
Masumi punya perasaan khusus untukku. Bagaimana mungkin pak Masumi yang sukses,
tampan dan kaya bisa tertarik pada artis pendek, tidak menarik dan bukan
siapa-siapa seperti aku. Aku hanya barang dagangannya, tidak lebih. Sudah ada
nona Shiory yang mengisi hatinya.
Tapi malam itu, Pak
Masumi memelukku dengan hangat. Kami bermalam bersama, aku tak peduli walau dia
memelukku hanya sebatas menjaga artis atau telur emasnya, aku hanya ingin
dipeluk olehnya. Walaupun mungkin itu hanya satu kali. Hanya malam itu.
Dan saat pagi hari,
saat kami berjalan pulang, aku hanya bisa memberikan bunga yang kupetik di
lembah plum dan mengatakan itu sebagai bukti perasaanku padanya sambil
mengucapkan sayonara.
Tapi hal aneh terjadi
lagi disana, saat aku memakai kimono bidadari merah dan memerankan Akoya,
tiba-tiba Pak Masumi berdiri di hadapanku dan hanya dibatasi oleh sungai. Aku
mengucapkan dialog Akoya, tapi tiba-tiba aku merasakan tubuh Pak Masumi
memelukku. Hal itu seakan-akan nyata. Aku bisa merasakan kehangatan tubuhnya.
Tapi kesadaranku kembali, saat aku mendengar nona Shiory memanggil namanya.
Lalu keberanianku
hadir. Aku harus mengungkapkan perasaanku padanya, apalagi bu Mayuko mengatakan
aku harus memperjuangkan cintaku. Aku tidak tahu apakah aku akan bahagia atau
sedih karena perasaanku. Tapi itulah cinta, aku bisa memerankan bagaimana
perasaan menjadi Akoya saat aku pun merasakan cinta kepada seseorang yang
mungkin sulit kugapai.
Dan sekali lagi aku
harus merasakan getirnya cinta. Saat aku hendak mengatakan perasaanku pada Pak
Masumi, ternyata hari itu adalah hari pertunangannya dengan nona Shiory. Pak
Masumi tampak bahagia dengan nona Shiory yang malam itu nampak cantik dengan
gaun dan perhiasan mewahnya. Aku gugup saat itu sampai-sampai aku menjatuhkan
gelas champagne. Tapi untunglah walaupun dengan susah payah aku bisa berakting
untuk menyampaikan rasa turut berbahagia atas pesta pertunangannya.
Hal yang paling
membuatku sedih adalah entah mengapa nona Shiory seperti membenciku. Padahal
dulu dia ramah dan sopan. Aku masih ingat dia memberikan saputangannya yang
harum dan indah saat lututku terluka di kantor Daito. Dan kemudian perlakuannya
semakin berbeda. Saat aku hendak mengembalikan cincin pertunangannya yang entah
mengapa bisa berada dalam tasku, lalu gaun pengantinnya yang kotor tertumpah
jus, nona Shiory seakan – akan menuduhku menjadi orang yang bertanggung jawab
atas kedua insiden tersebut. Dan hal yang paling membuatku bersedih Pak Masumi turut
menyalahkanku, bahwa aku tega berbuat seperti itu karena aku membenci dirinya.
Kejadian yang membuatku
semakin sedih adalah saat aku menerima surat bahwa Mawar unguku memutuskan
hubungannya denganku dan aku menerima bingkisan album foto pertunjukanku telah
disobek-sobek. Hatiku sedih sekali, bagaimanapun mawar ungu telah menjadi sosok
yang penting dalam kehidupanku. Mungkinkah kini Pak Masumi membenciku?
Tapi dugaanku salah.
Pak Masumi selalu melindungiku. Aku meyakininya saat para tukang pukul itu
hendak menyerang Pak Masumi, Pak Masumi dengan susah payah melindungi aku agar
aku tidak terluka. Dia merelakan tubuhnya untuk dipukuli oleh mereka hingga dia
terkapar tak berdaya. Nona Shiory menyuruhku pergi saat tunangannya itu terluka
parah, dia menyuruhku menjauhi tunangannya.
Lalu keluarga Takamiya
mengutus orang untuk memberikan cek padaku agar aku menjauh dari Pak Masumi.
Pak Kuronuma menyuruhku mengembalikannya. Aku mengejar nona Shiory yang
kudengar saat itu akan berlayar dengan kapal Astoria. Aku nekat masuk ke kapal
tersebut, aku tidak ingin cek tersebut ada di tanganku. Tapi aku tertangkap
awak kapal Astoria, dan saat aku tengah meronta-ronta muncul Pak Masumi. Aku
kaget sekali, tapi kemudian karena kehadirannya jugalah aku dilepaskan para
penangkapku tersebut. Jadilah kami berdua berlayar dengan kapal Astoria.
Pelayaran 1 malam yang tak terduga. Di tengah pelayaran tersebut aku memerankan
tokoh Akoya dan Pak Masumi tiba-tiba saja memelukku. Entah apa yang dirasakan
terhadapku. Lalu kami makan malam dan berdansa bersama dengan pakaian yang
khusus diberikannya untukku. Lalu kami bicara hingga ke topik mengapa aku bisa
sampai ke Astoria. Aku menceritakan semua alasanku tentang cek yang akan ku
kembalikan. Dan dengan mudahnya dia merobek-robek cek tersebut. Dia juga
meminta maaf karena telah menuduhku berbuat hal yang tak petut dengan cincin
pertunangan dan gaun pernikahan nona Shiory. Dan kebersamaan kami diakhiri
dengan menikmati hadirnya matahari terbit yang hadir di ufuk timur. Entahlah,
aku tiba-tiba ingin memperihatkan pemandangan luar biasa itu padanya.
Saat kami hendak turun
dari kapal. Nona Shiory telah muncul di dermaga. Tapi Pak Masumi bersikap
dingin padanya. Hanya saat wanita itu tiba-tiba pingsan, Pak Masumi dengan
penuh rasa tanggung jawab membawa nona Shiory ke ruang perawatan. Pak Masumi
meyuruhku untuk pulang bersama Koji yang juga datang untuk menjemputku. Tapi
aku tiba-tiba berbalik dan kembali menghampiri Pak Masumi, tiba-tiba aku
merindukannya dan tak ingin kehilangannya. Aku menyuruhnya untuk menungguku dan
aku berjanji bahwa aku akan tumbuh menjadi seorang wanita.
Aku menolak pulang
bersama Koji. Dan itulah penyebab malapetaka yang menimpanya. Koji mengalami
kecelakaan. Aku merasa bersalah, apalagi Koji tengah latihan menjadi Isshin
bersamaku. Aku harus menghadapi sikap Koji yang tidak biasanya, dia seakan
marah kepadaku. Aku sadar akulah penyebab kecelakaannya. Jika saja saat itu aku
mau pulang bersamanya mungkin kecelakaan itu takkan terjadi. Dan supaya aku
tidak menambah rasa sakit hatinya, kalung lumba-lumba yang hendak kukembalikan
padanya aku urungkan.
Yuu Sakurakoji itulah
nama lengkapnya. Koji adalah teman baikku. Sahabatku di dunia nyata dan lawan
mainku di atas panggung. Sedari awal dia selalu baik padaku. Aku tahu dia
menyimpan rasa cinta padaku. Tapi entah mengapa aku tak bisa membalas perasaan
itu. Aku hanya menganggapnya teman dan sahabat, tidak lebih. Jika melihat usia
kami yang tak terpaut jauh mungkin aku adalah pasangan yang cocok dengannya
dibandingakan aku sebagai pasangan Pak Masumi. Tapi aku mencintai Pak Masumi,
dengan segala kelebihan dan kekurangannya.
Ditengah kesibukanku
berlatih Bidadari merah, aku mendengar kabar bahwa nona Shiory hendak melakukan
bunuh diri. Aku tidak tahu pasti penyebab ataupun kebenaran kabar tersebut. Dan
kabar mengejutkan selanjutnya adalah bahwa pertunangan Pak Masumi dan Nona
Shiory yang dibatalkan. Aku masih ingat berita itu menjadi buah bibir di
masyarakat. Tapi selanjutnya kabar tersebut digantikan dengan banyaknya ulasan
tentang pementasan bidadari merah. Dengan segenap usahaku dan mungkin takdir
baik yang menghampiriku, aku akhirnya memenangkan peran tersebut. Aku sungguh
sangat berbahagia. Perjuanganku dan pengorbananku tidak sia-sia. Masih ingat
dalam ingatanku, di usiaku yang baru 13 tahun aku sudah memantapkan niatku
untuk pergi ke Tokyo dan mengejar mimpiku di sana. Meninggalkan kota
kelahiranku, Yokohama sekaligus tempat ibuku membesarkanku. Jika aku mengingat ibuku, akankah dia memaafkanku?.
Anaknya yang telah mendurhakainya. Aku mungkin anak yang egois. Tapi aku pun
seorang manusia yang ingin berkembang. Aku manusia yang punya keinginan untuk
mewujudkan impianku.
Jika aku terkenang
ibuku. Perasaanku sedih. Aku tidak ada disampingnya saat dia terbaring sakit.
Yang kutahu adalah dia dirawat di sebuah rumah sakit atas perintah Pak Masumi.
Tapi kemudian dia melarikan diri karena ingin mencariku, dan saat mencariku
itulah ajal menjemputnya. Itulah salah satu alasan mengapa aku membenci Pak
Masumi. Aku selalu menganggapnya orang yang bertanggung jawab atas kematian
ibuku.
“Ah.....rupanya, anak
Nyonya ingin disusui oleh ibunya” kata suster yang membawa bayi mungil dalam
gendongannya
Lamunanku terputus saat
suster menghampiriku yang saat itu tengah berbaring di atas ranjang
persalinanku.
Bayi mungil itu
diserahkannya padaku. Bayi mungil yang lucu dengan rambut ikal dan hitam dengan
wajah yang mirip denganku. Aku menyusuinya dan membelainya dengan penuh rasa
sayang. Puteri kecilku yang lucu buah cintaku dengan suamiku.
“Halo.....mama” suara
anak lelaki berumur 6 tahun mengagetkanku. Wajahnya yang tampan mirip ayahnya dengan
rambut ikal berwarna hazelnut muncul dibalik pintu. Diikuti sosok lelaki tinggi
tampan yang tengah menggendong anak lelaki berusia 4 tahun.
“Wah........lucunya!”
teriak anak berusia 4 tahun itu
“Sttt......kamu jangan
berisik, Ryu” sahut anak berusia 6 tahun.
Dengan penuh sukacita
kedua anak lelakiku itu memperhatikan adik perempuannya yang baru saja aku
lahirkan.
“Mama....mama......adik
bayi ini namanya siapa?” tanya Kenji, anakku yang sulung.
Aku hanya menatap
suamiku. Selama ini dia yang bertanggung jawab memberikan nama untuk anak-anak
kami.
“Tanya sama papa saja”
jawabku.
“namanya siapa, pa?”
tanya Kenji.
Untuk sesaat dia
berpikir seakan menimang nama apa yang sesuai untuk anak kami.
“Papa punya pilihan.
Kalian suka yang mana. Aiko atau Keiko ?” suamiku balas bertanya.
“Kalau aku sih suka
nama Keiko” jawab Kenji.
“Ryu juga suka” jawab
anakku yang nomor dua.
“Kalau mama suka yang
mana?” tanya suamiku.
“Keiko”jawabku.
“Baiklah. Keiko Hayami”
jawab suamiku sambil membawa bayiku dalam pangkuannya
Selintas aku menatapnya.
Dia menimang anak kami dalam buaiannya. Dia memang lelaki yang baik. Suami
sekaligus ayah yang baik. Selama ini dia memberi perhatian dan kasih sayangnya
pada kami semua. Sungguh bertolak belakang dengan keadaannya dulu jika kuingat
dia dijuluki si dingin dan tak berperasaan dari Daito.
Jika kuingat
pernikahanku dengannya. Tak terasa aku sudah mengarungi biduk rumah tanggaku
selama 7 tahun bersamanya. Awalnya aku sempat ragu dengan ajakannya untuk
menikahiku. Aku memang mencintainya, tapi penolakan ayahnya atas rencana
pernikahan kami membuatku ragu. Eisuke Hayami memang menentang keinginan Masumi
untuk memperistriku, tapi aku melihat kesungguhannya. Dia dengan tegas
membatalkan pertunangannya dengan nona Shiory walaupun kala itu dia akan diberi
tampuk kekuasaan kerajaan bisnis Takatsu grup. Dan walaupun ayahnya membencinya
dan mengancamnya akan mencoret namanya
sebagai pewaris tahta Hayami, Masumi memilih untuk meninggalkan Daito
dan kambali menyandang nama Fujimura.
Tapi seiring waktu
bergulir. Eisuke Hayami merubah keputusannya. Apalagi saat itu aku telah
memeberinya seorang cucu lelaki. Lelaki tua itu kembali membujuk Masumi agar
mau kembali menduduki posisi puncak di Daito. Awalnya suamiku ragu, dia tidak
ingin ayahnya tidak menganggap aku sebagai menantunya. Masumi mau kembali jika
ayahnya mau menerimaku sebagai menantunya. Syukurlah hingga detik ini hubungan
kami baik- baik saja, bahkan mungkin bisa dibilang aku merupakan menantu
kesayangannya. Eisuke mencintaiku, sama seperti dia mencintai suami dan semua
anak-anakku.
Keesokan harinya, aku
keluar dari rumah sakit. Dan seperti persalinanku sebelumnya. Para wartawan
telah hadir di pintu rumah sakit. Kilatan blits mereka yang membuat silau mata
tertuju ke arahku dan Masumi yang tengah menggendong bayi mungil kami.
“Pak Masumi selamat
atas kelahiran puteri anda, bagaimana perasaan anda?” tanya wartawan majalah
infotainment.
Pertanyaan yang sama
yang selalu ditujukan pada suamiku jika dia mendapatkan momongan baru.
“Aku bahagia” Masumi
hanya berucap pendek.
“Siapa namanya?” tanya
wartawan lain.
“Keiko Hayami” jawabnya
kemudian.
Aku dan suamiku
bergegas menuju mobil yang telah menunggu kami. Saat kami bisa masuk ke dalam
mobil dan terlepas dari wartawan yang memburu, perasaan lega menghampiri kami.
“Ah...para wartawan itu
tidak sabaran. Padahal aku sudah memerintahkan Mizuki untuk memberi tahu para
wartawan bahwa aku akan melakukan konferensi pers minggu depan” Masumi
bersungut-sungut menahan kejengkelannya.
Aku tahu dia tidak
ingin aku dan anakku direpotkan dan diganggu dengan ulah para wartawan yang
selalu memburu kami. Belum lagi foto anak kami selalu menjadi incaran para
wartawan untuk tampil di surat kabar mereka.
“Itulah resikonya jadi
direktur terkenal” sahutku.
“Dan........itulah
resiko menjadi artis terkenal” sahut suamiku tak mau kalah.
Kami berdua tersenyum.
Memang tak kupungkiri semenjak aku menjadi pemeran bidadari merah, aku semakin
dikenal menjadi artis papan atas. Apalagi setelah aku menikah dengan Masumi.
Semua aktifitasku di dalam dan di luar syuting menjadi incaran para wartawan.
Dan mau tidak mau, suka tidak suka gerak gerik kami menjadi konsumsi banyak
orang. Hanya saja Masumi selama ini berusaha agar anak-anak kami jauh dari
incaran para wartawan. Pernah saat kami berlibur bersama, dia marah dan
mengambil kamera wartawan yang memotret anak-anak kami. Aku pernah memperingatkan
tindakannya itu akan memicu pertengkarannya dengan wartawan, tapi dia beralasan
bahwa yang dilakukannya semata-mata untuk melindungi anak-anaknya. Dia ingin
anak-anaknya hidup bebas tanpa dibayang-bayangi nama besar orang tuanya.
Lagipula dia takut keberadaan anak-anak kami dapat mencelakakan diri mereka.
Aku paham, karena dia pernah menceritakan trauma masa kecilnya saat dia
diculik, semata-mata karena dia anak Eisuke Hayami dan para penculik tersebut
meminta tebusan. Untunglah dia dapat menyelamatkan diri. Dan dia tak ingin hal
itu menimpa anak-anak kami kelak.
Tak terasa kami sampai
di kediaman Hayami. Semua pembantu di rumah itu menyambut kami, lebih tepatnya
menyambut penghuni baru, yaitu Keiko. Dengan penuh sukacita mereka melihat
puteri kecilku. Dan tak ketinggalan ayah mertuaku. Dia tersenyum bangga saat
dia menggendong cucu ketiganya.
“Kini lengkap sudah
keluarga Hayami. Kau tahu Maya, dengan lahirnya Keiko. Setidaknya aku mempunyai
harapan bahwa suatu hari kelak dia bisa menggantikanmu menjadi seorang artis
Bidadari merah” kata Eisuke dengan bahagia.
“Semoga impian ayah
dapat terkabul” aku mengaminkan ucapannya.
“Dan kau, Masumi. Kau
mempunyai tugas untuk mendidik Kenji agar bisa sepintar dirimu. Kau tahu aku
sangat bangga padamu” lanjut Eisuke.
“Aku akan berusaha
semampuku ayah. Aku harap harapan ayah bisa terlaksana” jawab Masumi
“Oh, ya mari kita
bersantap bersama. Aku sudah menyuruh bi Michi untuk memasak masakan istimewa
untuk merayakan kelahiran cucuku. Dan Maya makan yang banyak. Kau harus memberi
ASI untuk puterimu bukan?” ajak Eisuke dengan hangat.
Kami semua beralih ke
meja makan, terhidang makanan yang tercium aroma kelezatannya. Tapi yang
membuatku bahagia, aku dikelilingi oleh orang-orang yang mencintaiku. Suamiku,
ayah mertuaku dan ketiga buah hatiku. Ahh....... semoga kebahagianku ini takkan
pernah lepas dari genggamanku.
*****
#Wanita
kedua
Aku menutup tabloid
yang membahas tentang berita artis papan atas Jepang yang baru saja melahirkan.
Aku melihat foto lelaki itu tengah menggendong bayi dalam dekapannya diikuti
wanita mungil dibelakangnya yang tengah keluar dari salah satu rumah sakit
terkenal Tokyo. Lelaki itu tidak lain mantan tunanganku, Masumi Hayami dan
istrinya Maya Kitajima, atau lebih tepatnya kini bernama Maya Hayami.
Jika aku mengingat
keduanya mau tidak mau ingatanku berpaling pada kejadian 8 tahun yang lalu.
Saat itu aku diperkenalkan dengan seorang lelaki yang akan dijodohkan denganku.
Pada awalnya aku hanya tahu jika dia seorang direktur Daito yang terkenal
dingin, tak berperasaan dan gila kerja. Tapi seiring waktu aku mengenalnya. Sosok Masumi Hayami adalah orang
yang hangat dan penuh perhatian. Aku yang sedari kecil sakit-sakitan dan rendah
diri dalam bergaul seperti menemukan orang yang bisa menjadi temanku.
Lambat laun aku
mencintainya. Tapi entah dengan dirinya. Hanya sesekali aku melihat kehampaan
dalam tatapannya, seakan ada yang
dipikirkannya. Dan aku semakin ingin mengenal dirinya, lewat foto-foto masa
kecilnya aku menangkap kesan bahwa dia dahulu tidak bahagia. Tapi aku bertekad
bahwa aku bisa membahagiakannya.
Aku berusaha untuk
menyenangkan hatinya dan mengajaknya berkencan. Memang selama ini hampir aku
yang selalu mengajaknya berkencan, makan di restoran ataupun menonton
pertunjukan. Dan selama itu dia selalu hangat. Hanya terkadang aku tahu dia
seperti mengulur waktu dengan keputusan pertunangan kami. Dia seakan tak yakin
bahwa akulah wanita yang tepat untuknya. Atau adakah ini karena ada wanita lain
yang mengisi relung hatinya?
Tapi rahasia itu
terkuak juga. Masumi yang kucintai ternyata mencintai gadis mungil yang berusai
11 tahun dibawahnya. Telah lama dia mengagumi gadis tersebut dan bersembunyi di
balik identitas mawar ungu, pengagum gadis itu. Dia tahu gadis itu membencinya
sehingga dia menyembunyikan identitasnya.
Dengan penyakitku, aku
bisa memaksa Masumi untuk membuat keputusan mempublikasikan pertunangan kami
disebuah hotel mewah. Dan ternyata gadis mungil itu hadir. Aku masih ingat
wajahnya yang gugup dan menumpahkan gelas champagne saat pertunangan kami.
Aku selalu berharap
akulah wanita yang akan dicintai oleh Masumi. Tapi ternyata aku salah, beberapa
kali aku melihat kecemburuan di matanya saat gadis mungil itu bersama lelaki
lain, Sakurakoji. Akupun berusaha memalingkan hatinya dengan membuat Masumi
membenci pujaan hatinya. Beberapa kejadian aku atur agar gadis itu berperilaku
buruk. Tuduhan pencurian cincin pertunangan dan gaun pengantin yang sengaja
tersiram jus adalah rekayasaku. Usahaku berhasil, Masumi menuduh Maya melakukan
semua itu karena gadis itu membencinya. Aku juga merobek album foto yang
diberikan Maya pada tunanganku dan membuat surat seolah-olah Mawar ungunya tak
ingin berhubungan lagi dengannya.
Usaha lain pun aku
lakukan, aku menyuap Maya dengan cek agar dia mau menjauhi tunanganku. Tapi
malah cek tersebut menjadi bumerang buatku. Cek yang hendak dikembalikan Maya
padaku, membuat Maya dan Masumi malah berlayar dengan kapal Astoria yang telah
kupersiapkan untukku dan Masumi. Dan semenjak itulah semua hal menjadi
terbongkar.
Masumi berniat
membatalkan pertunangannya denganku. Walau kukatakan aku melakukan semua itu
karena aku mencintainya, tapi dia tak peduli. Lalu akupun putus asa dan
melakukan usaha bunuh diri. Untunglah nyawaku bisa selamat. Tapi tak urung
berita usaha bunuh diriku tersebar juga walau keluargaku berusaha menutupinya.
Aku memanfaatkan
kemanjaanku dan tubuhku yang lemah agar Masumi tak menjauhiku. Aku tahu dia
lelaki yang sangat bertanggung jawab. Setiap hari dia mengunjungiku ke rumah
walau hanya sekedar untuk melihat kondisi kesehatanku.
Aku pikir niatnya untuk
membatalkan pernikahan dapat diurungkan. Apalagi keluargaku menekannya dan
memberikan tawaran posisi di Takatsu. Tapi dia tetap tak bergeming. Malahan
ancaman ayahnya untuk mencoret dia dari daftar keluarga Hayami, membuatnya
hengkang dari Daito. Dia memilih menjadi orang yang bukan siapa-siapa dan
kembali menyandang nama keluarganya dahulu, Fujimura.
Aku tidak bisa berbuat
apa-apa. Masumi bukan siapa-siapa. Dan walaupun aku sangat mencintainya, dia
tak mencintaiku. Dia memilih untuk terlepas dari bayang-bayang Daito dan nama
hayami hanya semata-mata karena memperjuangkan rasa cintanya yang mendalam pada
gadis mungil itu, Maya Kitajiima.
Maka aku pun pasrah.
Aku meninggalkan Jepang 7 tahun lalu dan berangkat ke Paris. Aku belajar
merangkai bunga di sana. Hobi yang selama ini kutekuni. Tak disangka hobi yang
selama ini kutekuni membawaku pada dunia yang belum pernah kukenal. Aku seperti
mendapat dorongan kuat untuk maju dalam bidang tersebut. Mungkin karena aku
jauh dari keluargaku membuat sikap manja dan ketergantunganku berubah sedikit
demi sedikit. Aku mulai berani mengikuti beragam lomba merangkai bunga.
Pada awalnya aku tidak
memperoleh juara. Tapi lambat laun aku semakin tertantang untuk berusaha
menjadi seorang pemenang. Dan kesempatan itu akhirnya dapat kuraih. Semakin
sering aku mengikuti lomba semakin dikenal namaku karena keberhasilanku.
Rangkaian bunga Ikebana-ku terkenal di beberapa negara Eropa. Aku pun semakin
sering bepergian ke mancanegara sekedar untuk melihat-lihat beberapa koleksi
bunga ataupun mengikuti lomba. Dan negara yang sering aku kunjungi adalah
Belanda. Aku amat terpesona dengan kebun bunga tulipnya dan pasar bunganya yang
terkenal disana.
Dan di kota inilah juga
aku bertemu dengan lelaki yang kini setia mendampingiku. Yosuke Yoshimura,
seorang dokter yang telah lama bermukim di Denhagg, Belanda. Dia mempunyai hobi
fotografi. Dia lelaki yang ramah dan riang, tanpa canggung dia mendekatiku
pertama kali saat lensa kameranya tak sengaja membidik wajahku. Dengan
terang-terangan dia menunjukkan rasa tertariknya padaku. Aku cukup tersanjung.
Perasaanku yang dahulu hampa perlahan bersemi kembali. Dan satu tahun setelah
perkenalan kami, dia mengajakku menikah. Jika ditanya apakah aku mencintainya,
ya aku mencintainya bahkan mungkin lebih tepat aku memujanya. Aku pikir aku
takkan pernah jatuh cinta lagi setelah perasaanku dikandaskan oleh seorang
Masumi Hayami, tapi ternyata aku mengenal sosok yang jauh lebih menarik bagiku
dan terpenting dia mencintaiku.
Hampir 6 tahun
kebersamaanku dengan Yosuke. Dan selama ini pula kami hanya hidup berdua. Tak
ada buah cinta yang hadir dalam kehidupan pernikahan kami. Lemahnya tubuhku
membuatku tidak bisa menjadi seorang ibu. Aku terkadang sedih mengingat hal
itu. Tapi untunglah sebagai seorang dokter, Yosuke memahami kondisiku dan
menyemangati aku. Baginya keberadaanku disisinya jauh lebih penting.
Aku kembali ke Jepang,
seminggu yang lalu. Sudah lama aku tak mengunjungi keluargaku lagipula keluarga
Yosuke juga mengundangnya untuk menghadiri acara pernikahan kerabatnya. Dan
kini kami berada di mobil yang hendak membawa kami menuju bandara, menghampiri
burung besi yang akan membawa kami pulang ke Belanda.
Aku memandangi jalanan
kota Tokyo yang kini telah nampak banyak berubah. Semakin sibuk dan padat.
“Aku lihat kau bahagia”
suara Yosuke di sampingku mengalihkan tatapanku dari jalanan kota Tokyo.
“Hmm......aku bahagia”
jawabku.
“Apa kau lelah?” tanya
Yosuke.
“Hmm......tidak. aku
tidak lelah.” Aku berusaha menutupi kekhawatiran suamiku. Walau mungkin dia
sangat tahu kondisi kesehatanku yang semakin memburuk. Pucatnya wajahku pasti
takkan bisa menutupi kebohonganku. Aku dan dia tahu usiaku tak lama lagi.
Dokter telah memvonis jatah umurku.
“Tidurlah, Shiory”
Yosuke menggeser duduknya agar lebih merapat padaku dan membawa kepalaku agar
menyandar ke dadanya yang bidang.
“Ah.......aku bahagia”
sahutku dengan lembut.
Aku hanya bisa
merasakan hangatnya desahan napasnya di wajahku. Aku bahagia di penghujung
akhir hidupku ada seseorang yang benar-benar tulus mencintaiku. Seseorang yang
hangat melindungiku. Bukan seorang Masumi Hayami, tapi sosok Yosuke Yoshimura.
Setelah itu aku tak
merasakan apa-apa. Hanya hembusan semilir angin dan ucapan terakhir Yosuke yang
kudengar.
“Aku mencintaimu,
Shiory”
******** the End
********
Categories
Author: Tati Diana,
Fanfic: One-Shot,
Masumi,
Maya,
Shiori
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
5 comments:
happy ending for both sides ya .senangnya klo bisa seperti itu ^^
He...he...he...good story...tq sistas
senangnya....MM bahagia dg 3 hayami kecil
mg suzue miuchi jg bikin shiori bahagia seperti ini....jd dg sedikit umur yg ada dia bisa bahagia
So sweet...
Senengnya liat MM bahagia...Shiori juga akhirnya menemukan kebahagiaannya
FF-mu yg ini mengingatkanku pada FF-mu yg satu lagi : Dua Lelaki yg tentang Koji n Masumi ^^
Hayo jeng Tati....buat FFTK lagi dong...
~N.C~
hhm senangnya kalo begini ceritanya semua berakhir bahagia
Post a Comment
Silahkan kritik, saran, sapa dan salamnya... :)