Cerita Orisinil
Genre : misteri, agak angsty
Rate : 18+
Warning : Kissu kissu.. read with your own risk ya, udah diperingatin loh :p
Settingan waktu :
Maya umur 20 bersaing jadi BM sama Ayumi
Maya umur 21-22 dia memerankan BM dan nikah sama Masumi.
Maya umur 23 melahirkan anaknya (Mayu)
Settingan cerita ini saat Mayu berumur 6 tahun atau 8 tahun sejak Maya dan Masumi nikah.
Dream About you
Masumi baru saja selesai membersihkan dirinya saat keluar dari kamar mandi hanya memakai mantel mandinya. Dilihatnya Maya sedang duduk di depan meja rias, dengan jasnya di pangkuan gadis itu.
“Sayang, sedang apa?” tanya Masumi sambil meraih piyamanya.
“Mmmhhh… ini, kancing jasmu lepas kan? Mau aku betulkan,” terang Maya sambil mulai mengeluarkan jarum dan benang dari laci.
Dia memilih-milih warna benang yang sesuai dengan jas suaminya itu.
“Tidak perlu, aku sudah meminta Bu Michie menjahitkannya.” terang Masumi.
“Tidak, aku mau melakukannya…” kata Maya keras kepala.
Dia mulai mengikatkan benangnya.
Masumi tersenyum, menghampiri istrinya dan berlutut di belakangnya. Ia lalu melingkarkan tangannya di tubuh Maya. Pria itu bisa merasakan otot perut istrinya yang menegang saat merasakan pelukannya.
“Masumi… hentikan…” pinta Maya.
Tapi laki-laki itu tidak mendengarkan, Ia mulai merapatkan pelukan dan badannya ke punggung Maya.
“Masumi… hentikan… kau membuatku gugup…” sekali lagi Maya meminta pada laki-laki itu kali ini melalui cermin.
Masumi mencium pundak istrinya.
“Aku suka membuatmu gugup…” bisik Masumi.
Maya hanya terdiam dengan perilaku suaminya. Masumi menyandarkan keningnya di bahu Maya.
“Masumi… berat…” protes Maya pelan.
Sekali lagi Masumi mengabaikannya.
“Kau besok akan datang ke pertunjukan Bidadari Merah bersama Mayu?” tanya Maya.
“hm…” Masumi mengiyakan.
“Sepertinya dia sangat senang akhirnya bisa menonton Pertunjukan Bidadari Merah. Akhirnya… setelah sekian lama, drama itu kembali dipentaskan… aku… merasa sangat bahagia,” Maya menerawang.
“Iya… sejak melihat foto-foto pementasanmu, dia sangat ingin melihat sandiwara tersebut. Aku tidak yakin dia akan mengerti jalan ceritanya.” Masumi mengangkat wajahnya.
“Hihihi… kau jangan meremehkan anak usia 6 tahun sayang, terkadang cara berpikir mereka sudah jauh melebihi yang kita perkirakan…” kata Maya yang akhirnya bisa mulai menjahit dengan nyaman.
Tapi tidak lama, karena Masumi lagi-lagi mempererat pelukannya dengan tiba-tiba.
“Sayang… sudah biarkan saja jasnya… aku sangat merindukanmu… apa kau tidak merindukanku?” rayu Masumi.
“Aw!!” teriak Maya saat jarinya tertusuk jarum karena tidak berkonsentrasi.
“Kau kenapa?” Masumi terkejut saat melihat ibu jari Maya yang tertusuk jarum.
Masumi segera membuka lemari pakaiannya dan mengambil sapu tangan dari salah satu lacinya. Ia lalu mengusap darah yang keluar dari ibu jari istrinya dan meminta Maya memegangnya.
“Tunggu sebentar,” Masumi lantas beranjak ke kamar mandi dan kembali dengan membawa kotak P3K.
“Aku ini memang tidak berguna…” ujar Maya.
“Tidak Sayang, ini salahku, seharusnya aku tidak mengganggumu.” Masumi membersihkan luka Maya dengan alcohol sebelum memberinya cairan antiseptik dan membungkusnya dengan plester.
“Tidak… dari dulu… tidak banyak yang kulakukan untukmu. Sekarang menjahit kancing jasmu saja tidak bisa… Padahal ini kan jas kesayanganmu... dan kau akan memakainya besok…” Suara Maya terdengar sendu.
“Jangan bilang begitu Sayang…” Masumi menyentuh pipi istrinya, “kau sudah berbuat sangat banyak untukku. Dan yang terbaik, kau sudah memberiku Mayu…” ucap Masumi lembut.
“Baiklah Nyonya, aku tidak akan mengganggumu lagi.” Kata Masumi.
“Iya, tunggulah sebentar Sayang, tinggal sedikit lagi selesai. Setelah itu…” Maya memandang pada Masumi dan tersenyum.
Ia meletakkan jari telunjuk dan jari tengahnya yang mendaki bergantian di dada Masumi saat Ia berkata,
“A-ku… a-kan… me-nye-le-sai-kan.. u-ru-san-ku… de-ngan.. mu…!” dan jarinya berhenti di bibir suaminya.
Masumi tersenyum, Ia menggenggam tangan Maya dan menurunkannya.
“Masumi….!” Protes Maya, namun hanya membiarkan saat laki-laki itu mulai mencium bibirnya beberapa kali dengan dalam.
Bruk!
Jas Masumi terjatuh dari pangkuan Maya namun suami istri tersebut tidak menghiraukan.
Tidak berapa lama Masumi menjauhkan wajahnya dari wajah istrinya.
“Itu tester, Nyonya… Anda bisa mendapatkan produk lengkapnya setelah selesai dengan jasku itu…” bisik Masumi sambil menunjuk jasnya yang teronggok di bawah kaki Maya.
“Hihihi…” Maya terkekeh dengan wajah merona, “promosi yang menarik… dasar konyol!!” Maya mendorong dada suaminya.
Masumi tersenyum lebar lantas membawa kembali kotak P3K tersebut ke kamar mandi dan mengunjungi Mayu sebentar yang sepertinya sudah tidur.
Saat kembali ke kamar, istrinya sudah membereskan peralatan menjahitnya.
“Sudah selesai?” Tanya Masumi.
Maya memperlihatkan jas Masumi dengan tersenyum lebar, “akhirnya!!” seru Maya dengan riang.
Masumi tersenyum lebar. “terima kasih Sayang,” ucapnya setelah mengecup kening Maya.
Maya meletakan jas tersebut di tempat pakaian kotor, “semoga besok bisa kau pakai,” kata Maya.
“Aku mau ke tempat Mayu dulu, aku belum mengucapkan selamat malam padanya,” ucap Maya.
Masumi mangangguk sambil naik ke tempat tidurnya dan tidak lama kemudian terlelap.
=//=
Masumi membuka matanya di pagi hari. Dilihatnya samping tempat tidurnya yang kosong.
Maya…
Batinnya sambil mengusap sisi tempat tidur dimana Maya biasa berada.
Masumi lantas terbangun menuju balkon. Dilihatnya para tukang kebun yang sedang merawat kebunnya. Masumi menyapa mereka dari balkon. Tiba-tiba sebuah tubuh mungil menabraknya dari belakang dan memeluk kakinya. Masumi menoleh. Anak itu, selain rambutnya, sangat mirip dengan Maya.
“Halo Papa… selamat pagiii…” sapa suara imut di bawahnya.
“Halo Mungil…” Masumi mengangkat tubuh Mayu dan menggendongnya.
“Papa… hari ini aku mau bikin kue muffin cokelat sama Bu Michie… Papa mau ikutan?” tanya Mayu dengan semangat sambil melingkarkan tangan di pundak ayahnya.
“Ahh… Papa ingin sekali sayang, tapi ada yang harus papa lakukan pagi ini di kebun dan ada yang harus papa bicarakan dengan kakek…” terang Masumi sambil tersenyum.
“Yaaa Papaaa….~” rengek Mayu.
“Hahaha… tapi nanti Papa pasti makan banyak kue yang Mayu buat…” bujuk Masumi.
“Benar ya Papa??? Horee…” seru Mayu.
Masumi tersenyum lalu mengangguk.
“Papa…! Papa jadi mengajak Mayu menonton drama Bidadari Merah bersama kakek ‘kan?”
“Tentu saja Mungil… nanti sore, berdandan yang cantik ya. Kau akan bertemu Paman Koji kesukaanmu…” goda Masumi yang membuat anaknya terlihat malu-malu.
“Aaah… Papa…~ tapi Mayu lebih suka Papa…” kata anak itu sambil mengecup pipi ayahnya.
Sekali lagi Masumi tertawa mendengarnya.
Masumi menurunkannya setelah anak itu mencium pipinya.
Masumi mengamati Mayu yang berlari keluar dari kamarnya dengan wajah berbinar. Pria itu lalu meninggalkan balkon dan meraih mantel mandinya.
=//=
Masumi meraih jas yang sudah dibetulkan kancingnya dan dicuci dari deretan jasnya. Itu adalah jas favoritnya karena Maya yang memberikannya saat ulang tahun kedua pernikahan mereka. Setelah memastikan dasinya rapi, Masumi mengambil sebuah sapu tangan dan menyimpannya di balik jas. Ia lalu melangkah keluar kamarnya.
Di ruang keluarga Ayahnya dan putrinya yang sedang dipangku Eisuke sudah menunggu.
“Sudah siap berangkat?” tanya Masumi.
Mayu turun dari pangkuan Eisuke menghampiri Masumi.
“Papa, apa Mayu sudah terlihat cantik?” tanyanya.
Eisuke dan Masumi tertawa.
“Tentu saja, kau selalu cantik, Mungil, terutama hari ini…” kata Masumi.
“Apa Mama juga akan bilang begitu?” tanya Mayu.
“Tentu saja Sayang, Mamamu pasti bilang kau secantik bintang di surga…” Masumi mengelus lembut kepala putrinya.
Eisuke terdengar beberapa kali terbatuk. Seorang asistennya mengambilkan air.
“Ayah… apa Ayah yakin ingin pergi menontonnya? Kesehatan Ayah kurang baik belakangan. Apa Ayah tidak sebaiknya beristirahat saja?” bujuk Masumi.
“Apa yang kau katakan, Masumi? Ini Bidadari Merah. Kau pasti sudah tahu jawaban yang akan kuberikan padamu ‘kan?” ujar Eisuke keras kepala.
“Baiklah, tapi kalau sudah tidak kuat lagi, Ayah tidak boleh memaksakan…” kata Masumi.
Eisuke mengangguk. Sejak mengenal Maya, anak lelakinya ini sudah banyak berubah. Dan sejak keduanya menikah, Eisuke bisa merasakan kehangatan yang dibawa Maya ke dalam rumah itu. Terlebih lagi saat cucunya Mayu terlahir, keluarga Hayami yang selalu diliputi suasana kelam dan dingin seperti hilang tidak berbekas.
Eisuke bersyukur, setidaknya di hari tuanya, dia bisa merasakan kehangatan sebuah keluarga.
Ketiganya lantas berangkat menuju Gedung Kesenian Daito.
=//=
Pertunjukan malam itu, seperti halnya pertunjukan Daito lainnya, berlangsung sangat sukses. Apalagi karya Bidadari Merah yang selalu menjadi jaminan kesuksesan dan sebuah pementasan yang sudah sejak lama ditunggu banyak orang untuk ditampilkan kembali. Setiap orang yang menonton seakan-akan tersihir oleh setiap kehadiran Bidadari Merah dan dibawa ke dunia lain dimana para dewa berkomunikasi dengan manusia.
Tanpa terasa waktu berlalu. Para penonton memberikan sambutan yang sangat meriah pada para pemeran Bidadari Merah yang menandakan kesuksesan 7 tahun lalu akan terulang lagi.
Masumi mengajak Mayu menuju ruang perayaan pentas perdana malam itu. Eisuke sendiri, langsung kembali ke kediaman Hayami. Ruangan itu sangat ramai dengan para aktris dan aktor, orang penting di dunia seni dan juga wartawan serta tamu undangan. Begitu Masumi masuk, banyak orang segera menghampirinya, mengucapkan selamat atas kesuksesan yang diraih Daito. Mereka juga mengambil foto Mayu yang berjalan dengan digandeng Masumi. Putrinya yang tampak tidak begitu menyukai kamera.
Masumi menghampiri Kuronuma dan Sakurakoji yang sedang menjawab beberapa pertanyaan wartawan mengenai ‘penyegaran’ yang kembali Kuronuma tampilkan di pagelaran kali ini.
Sakurakoji, yang merupakan aktor papan atas Daito saat ini, kembali disinggung mengenai betapa hebatnya kemampuan aktingnya, dan pertanyaan mengapa Ia masih saja sendiri sampai saat ini. Banyak yang berpendapat Akoya dan Ishin akan menjadi pasangan idaman di luar panggung andai saja sang Bidadari Merah belum memiliki pasangan. Sakurakoji hanya tersenyum dan mengatakan Ia masih menunggu untuk menemukan belahan jiwanya seperti yang sudah ditemukan Akoyanya di atas panggung.
Masumi menyalami dan memberi selamat kepada keduanya serta berpesan agar tetap melakukan yang terbaik sampai hari terakhir pementasan.
“Hei… Mayu… kau juga datang?” Sapa Sakurakoji sambil mengangkat Mayu dalam gendongannya.
“Wah Sakurakoji… bukankah kau sudah cocok punya anak sendiri?” goda Kuronuma yang membuat aktor yang sudah memasuki usia 31 tahun itu sedikit merona.
“Dia paling semangat menonton dramamu. Katanya kau aktor idolanya, dia bahkan berdandan secantik mungkin karena tahu akan bertemu denganmu…” terang Masumi.
“Ah, Papaa!!! Jangan buka-buka rahasiaaa…” sungut Mayu.
Ketiga pria itu tertawa.
Tiba-tiba ruangan mulai ramai, beberapa berseru kalau Bidadari Merahnya sudah datang.
“Kita harus ke sana Mungil, ayo…” Masumi mengulurkan tangannya pada Mayu yang masih berada di pangkuan Sakurakoji.
Sakurakoji mengecup pipi anak itu sebelum menyerahkannya kembali pada ayahnya.
“Terima kasih sudah datang ya Mayu… jangan sampai terlambat besok ke sekolah,” pesannya.
Mayu tersenyum riang dan mengangguk sebelum kembali ke Ayahnya yang kemudian menggandeng tangannya mendekati kerumunan.
Kerumunan itu perlahan memberi jalan saat Masumi melewati mereka.
“Selamat untuk pementasannya, kau Bidadari Merah yang sangat luar biasa, Ayumi. Kau berhasil menyihir kami semua dengan teknik panggungmu yang mempesona. Bahkan mendengarmu bicara seperti mendengarkan Bidadari bernyanyi…” puji Masumi sambil menyalami primadona malam itu.
Ayumi tersenyum berterima kasih.
“Tante… akting tante sangat bagus… tadi Mayu hampir menangis saat tante marah-marah…” kata Mayu.
Ayumi tertawa riang.
“Oya?.. hahaha… Sei malah tadi sudah menangis…” kata Ayumi sambil menengokkan kepalanya pada putranya.
“Aku tidak menangis!!” protes Sei yang berada di genggaman Hamill, papanya. Ayumi hanya tertawa.
“Pak Masumi, terima kasih banyak untuk kesempatan yang Anda berikan pada saya untuk memerankan Bidadari Merah.” Kata Ayumi.
“Tidak perlu berterima kasih, Ayumi. Kau lolos audisinya dan semua harus mengakui, saat ini tidak ada yang lebih baik dari kau dan tidak ada yang lebih cocok menjadi Bidadari Merah selain dirimu. Aku yakin, jika Maya masih hidup, dia akan mengatakan hal yang sama. Dan dia pasti sangat ingin melihat Bidadari Merahmu. Itu yang sering Ia katakan kepadaku.” Masumi tersenyum tipis, sedikit sendu.
“Jika Maya masih hidup, Pak Masumi… maka aku tidak akan memerankan Bidadari Merah…” jawab Ayumi, pahit.
“Ayumi… Maya punya keunggulan, begitu juga dirimu. Sepasang mata mungkin bisa salah, tapi ribuan, jutaan mata tidak akan salah. Kau adalah aktris yang sangat luar biasa. Jutaan mata telah kau buat terpesona. Saat ini, kaulah Bidadari Merah itu. Percayalah padaku, jika Maya melihat penampilanmu tadi, dia mungkin akan naik ke atas kursi untuk bertepuk tangan.” Hibur Masumi.
“Setiap aktris sudah memberikan roh yang berbeda pada Bidadari Merah, dan kau sudah memberikan roh Ayumi pada Akoya-mu. Roh yang membuat peran Bidadari Merah yang kau hidupkan sekarang ini benar-benar menakjubkan. Kau istimewa, Ayumi Hamill. Kau adalah salah satu aktris Daito kebanggaanku.” Puji Masumi.
Ayumi terdiam beberapa saat. Memang benar, sekian lama, Ayumi masih selalu merasa dia berada di bawah bayang-bayang Maya. Bahkan saat dia akhirnya berhasil memperoleh peran Bidadari Merah melalui audisi yang diadakan Daito saat berniat mementaskannya kembali, kepercayaan diri Ayumi terkikis, jika Ia ingat kembali Bidadari Merah Maya yang Ia saksikan tujuh tahun yang lalu.
“Terima kasih Pak Masumi, saya sangat menghargainya. Saya akan mensukseskan pertunjukan ini sampai akhir. Saya pasti akan bisa melakukan yang terbaik.” Tekad Ayumi.
Masumi tersenyum. Tidak berapa lama Masumi berpamitan karena besok Mayu harus sekolah dan tampaknya putrinya itu sangat kelelahan.
=//=
Masumi menggendong putrinya menyusuri koridor meninggalkan keramaian.
“Papa…” panggil Mayu yang bersandar di pundaknya.
“Iya?”
Mayu mengangkat kepalanya, memandang wajah ayahnya yang terlihat sedikit suram.
“Tidak boleh begitu, Papa harus tersenyum,” Mayu menempatkan kedua telapaknya di pipi kiri dan kanan Masumi lantas menggesernya ke atas, membuat bibir Masumi menyeringai ke atas.
Masumi tertawa.
“Hahaha… maafkan Papa, sayang…” kata Masumi saat tawanya reda.
Keduanya lantas menaiki mobil yang menunggu mereka di depan gedung.
Tanpa sadar, Masumi kembali mengingat istrinya dan kejadian yang telah lama berlalu.
Bagaimana Masumi berlari untuk menemui Maya setelah pementasan Bidadari Merah dan ternyata Maya juga sedang berlari menemuinya. Keduanya berpelukan, berciuman tanpa alasan. Saat akhirnya mereka saling mengetahui isi hati satu sama lain dan gadis itu akhirnya menjadi istrinya, miliknya. Itu delapan tahun yang lalu.
“Apa Papa ingat Mama?” tanya Mayu yang melihat ayahnya diam saja sejak masuk ke dalam mobil.
Masumi tertegun, lantas tersenyum lembut pada putrinya.
“Papa…” Mayu menyandarkan kepalanya pada lengan Masumi.
“Apa benar, kata teman Mayu, kalau Mayu tidak lahir, mama tidak akan meninggal?” Tanya anak itu hendak menangis.
Deg..
Masumi terkejut mendengarnya.
Mayu…
“Kau tidak boleh mendengarkan omongan orang yang tidak benar…” Kata Masumi.
Dia mengangkat putrinya ke pangkuannya.
“Tapi… mama meninggal karena melahirkan Mayu, benar ‘kan?” Mayu mulai terisak.
Masumi terkejut mendengar putrinya berkata demikian.
“Ssshhh… itu tidak benar sayang…” ujar Masumi sambil mengelus kepala putrinya.
“Mama meninggal bukan karena melahirkan Mayu melainkan karena sakit, dan memang tugas yang diberikan Tuhan padanya sudah selesai.” Ujar Masumi lembut.
“Apa Mayu tahu, saat sedang mengandung Mayu, mama sangaaat bahagia? Dan mama berjuang sekuat tenaga, untuk melahirkan malaikat kecil bernama Mayu, yang kedatangannya sangat Mama nantikan…” Masumi membelai pipi Mayu dengan telunjuknya.
“Mamamu, tidak pernah menyesal melahirkanmu. Karena kau adalah hadiah terindah yang kami peroleh, Mungil… Kau adalah hal terbaik yang pernah terjadi dalam hidup kami. Saat itu, Mama hanya sempat satu minggu melihatmu. Tapi Mama bilang pada Papa, kalau itu adalah hari-hari paling bahagia dalam hidupnya…” Masumi mengecup kening putrinya tersebut dan menghapus air matanya.
“Tidak perlu mendengarkan perkataan jahat orang lain. Kau adalah putri tercinta Papa dan Mama. Kau adalah anugerah dalam hidup kami. Mayu tidak boleh sedih… kalau Mayu sedih, nanti Mama ikut menangis…” kata Masumi dengan lembut.
“Papa…!” Mayu memeluk papanya, “Mayu sayang sama Papa dan Mama…”
Masumi memeluk putrinya itu dengan penuh kasih.
Tidak berapa lama, Mayu tertidur dalam pelukan Masumi.
=//=
Sesampainya di rumah, Masumi menyerahkan Mayu pada Bu Michie.
“Wah… wah… rupanya Nona kelelahan, sampai ketiduran di jalan…” sambut Bu Michie.
“Iya, tolong ditidurkan saja Bu, tidak perlu diganti bajunya. Karena belum waktunya tidur, biasanya dia akan terbangun sebentar juga, saat itu saja dibersihkan badannya.” Kata Masumi.
Bu Michie mengangguk.
“Mana Ayah?” Tanya Masumi selanjutnya.
“Beliau sedang beristirahat di kamarnya.” Terang Bu Michie.
Masumi mengangguk.
“Oya Bu…” panggil Masumi sekali lagi.
“Iya?” Bu Michie kembali membalik badannya.
“Terima kasih sudah membetulkan kancing jasku,” Kata Masumi.
“Ahh… itu Tuan… bukan saya… Tadi pagi ketika hendak saya betulkan, ternyata kancingnya sudah betul lagi, jadi saya hanya mencucinya saja…” terang Bu Michie.
Eh??
“Jadi… bukan Ibu yang menjahitkan kancingnya?” tanya Masumi.
“Bukan Tuan, mungkin Kaori… Tapi saya tidak yakin, karena saya berniat melakukannya sendiri, saya tidak meminta siapa-siapa untuk menjahitnya,” jelas kepala pelayan wanita tersebut.
Masumi tertegun, lantas mengangguk. “Terima kasih bu…” Kata Masumi masih dengan perasaan bingung.
Bu Michie berlalu sambil menggendong Mayu ke kamarnya.
=//=
Masumi masuk ke dalam kamarnya. Memandang lekat lukisan foto pernikahannya dengan Maya yang terpampang sangat besar di kamarnya. Tidak ada yang berubah dari kamarnya sejak Masumi menikah dengan Maya. Walaupun istrinya sudah pergi, keadaan kamarnya masih sama seperti dahulu.
Maya…
Panggilnya rindu.
Masumi lantas membuka jasnya dan menggantungkannya. Jas itu, dipersiapkan Maya sebagai hadiah ulang tahun pernikahannya yang kedua. Tepat hari ini, seharusnya, adalah ulang tahun pernikahan mereka yang ke delapan. Jas itu adalah kado terakhir Maya untuknya.
Pada saat ulang tahun pernikahan mereka yang kedua, Maya sudah meninggal 10 hari sebelumnya. Saat itu Ibu Michie yang menyerahkan kado itu padanya bersamaan dengan hak Pementasan Bidadari Merah. Katanya Maya sudah mempersiapkannya dan meminta Bu Michie menyerahkannya pada Masumi pada hari itu.
Maya yang mengalami komplikasi pada kehamilannya, sempat mengalami pendarahan hebat setelah melahirkan Mayu dan hanya mampu bertahan selama satu minggu. Masumi masih teringat bagaimana tubuh Mungilnya dan wajahnya yang tirus pucat, tapi Maya masih saja tersenyum setiap bersamanya.
Maya…
Panggil Masumi dalam benaknya sekali lagi saat mengelus jas biru tua tersebut.
Masumi mengambil mantel mandinya dan pergi membersihkan diri.
=//=
Terdiam di balkon kamarnya, mengenakan piyama dan mantel tidurnya, Masumi memandangi sejuta bintang di atas langit.
“Masumi… Sayang…” panggil sebuah suara di belakangnya.
Masumi menoleh.
Di sana berdiri Maya, sambil membawa buket Mawar Ungu.
Masumi terkejut melihatnya.
Istrinya itu menghampiri dan tersenyum hangat.
“Apa ini?” Tanya Masumi.
“Ini kado ulang tahun pernikahan kita Sayang…” Maya menyerahkannya pada Masumi.
Masumi menerimanya. Ia lantas menarik pinggang istrinya dan memeluknya erat.
“Aku sangat mencintaimu…” kata Masumi.
“Aku juga sangat mencintaimu…” jawab Maya.
Masumi lantas meraih bagian belakang kepala Maya dan mulai menciumi bibir istrinya dengan kerinduan yang sangat.
“Ma… Ma.. Masumi…” Maya terengah mencoba menghentikan suaminya.
“Ja.. jangan di sini… na… nanti ada yang lihat…” Tolak Maya, wajahnya merona.
Masumi tersenyum, “Maafkan aku…” katanya lembut.
Masumi menuntun istrinya ke dalam. Ia lantas meletakkan buket bunga Mawar Ungu tersebut di atas meja rias.
Masumi membuka mantelnya yang memperlihatkan piyamanya, lantas menuju tempat tidur di mana sudah ada isterinya di sana.
Maya menyandarkan kepalanya di dada Masumi, dan pria itu membelai lembut rambut dan lengan Maya.
“Kau kenapa… ada yang sedang kau pikirkan?” Tanya Maya.
“Tidak…” jawab Masumi.
“Bohong!!” Maya mengangkat badannya.
Ia lalu meletakkan kedua telapaknya di pipi kiri dan kanan Masumi, lalu menggesernya ke atas.
“Aku tidak suka melihat wajahmu yang murung…” Kata Maya.
Masumi lantas tertawa.
“Maafkan aku, aku tadi sedang memikirkanmu… kupikir kau tidak akan pulang hari ini…” kata Masumi.
“Iyaaa aku kan sedang mempersiapkan kejutan untukmu Sayang… tapi sepertinya kau tidak terkejut.” Kata Maya kecewa.
Masumi kembali tertawa.
“Maaf, reaksi terkejutku memang hanya sebegitu saja…” kata Masumi lantas kembali tertawa.
Keduanya saling memandang dengan tatapan merindu pada satu sama lain.
“Jangan berwajah kesepian lagi…” Maya lantas mencium kening suaminya, matanya, dan bibirnya.
Keduanya kembali berciuman.
Masumi mengelus punggung Maya yang dibalut piyama putih kesukaannya.
“Tadi… bagaimana pertunjukan Bidadari Merahnya? Aku ingin sekali menyaksikan Bidadari Merah Ayumi… Tapi sayang, aku tidak bisa…” tanya Maya setelah bibir keduanya terpisah dan kembali saling memeluk dalam diam.
“Sangat luar biasa. Ayumi sudah mengalami perkembangan yang pesat. Aku yakin pertunjukannya akan sangat sukses, dan pasti memperoleh banyak penghargaan.” Kata Masumi.
“Ahh… aku senang mendengarnya… Ayumi memang hebat…” Maya mengelus dada suaminya.
“Masumi…” bisik Maya.
“Hmm?”
“Kau tahu… aku sudah memikirkannya… Kalau… suatu saat kita berpisah, kau carilah wanita yang baik untukmu dan Mayu…” Kata Maya.
Masumi sangat terkejut mendengarnya.
“Maya? Apa maksud…” Tanya Masumi.
“Tidak… aku hanya merasa… sepertinya, kita tidak bisa bersama lebih lama lagi..”
“Maya, jangan mulai mengatakan hal-hal seperti itu…” pinta Masumi.
“Masumi, dengarkan aku… Kau butuh seseorang untuk mendampingimu, Mayu butuh kasih sayang dan sosok dari seorang Ibu… Saat ini, aku masih ada. Bukannya aku akan segera pergi. Aku kan bilang… kalau kita sudah tidak bisa bersama…” rajuk Maya.
“Dan mungkin Ayah juga masih ingin cucu laki-laki…” lanjut Maya.
Masumi tertegun. Dia pernah mendengar Maya mengucapkannya. Dia bangkit dan membaringkan Maya di atas tempat tidur. Ia memandangi istrinya tersebut.
“Dengarkan aku Maya… selamanya hanya ada kau di hatiku. Mawar Ungu dalam hatiku tidak akan pernah layu, bukankah aku sudah pernah mengatakan hal itu padamu? Aku hanya akan mencintaimu…” Masumi mulai menciumi wajah istrinya yang menangis.
“Masumi… aku juga sangat mencintaimu…” Kata Maya.
Pria itu mulai menciumi bibir dan leher istrinya.
“Sayang… tunggu sebentar…” pinta Maya.
Masumi mengangkat wajahnya.
“Aku… ingin menemui Mayu, untuk mengucapkan selamat malam…” kata Maya.
“Baiklah,” Masumi melepaskan pegangannya dari pinggang Maya.
Keduanya kembali berciuman.
“Jangan terlalu lama,” pesan Masumi.
Maya tersenyum dan mengangguk, lalu keluar kamarnya.
Masumi menunggunya lantas tertidur.
=//=
Masumi mengerjapkan matanya. Kepalanya sedikit pening. Ia memijat dahinya sedikit sebelum bisa melihat jelas keadaan di sekitarnya.
Dilihatnya bagian tempat tidur di sampingnya yang kosong. Masumi mengelusnya.
Maya…
Tadi malam, Ia bermimpi lagi. Bertemu isterinya yang sangat Ia cintai. Masumi bahkan ingat, dalam mimpinya semalam, Maya mengucapkan kalimat yang sama yang pernah isterinya itu ucapkan saat Ia sedang berada di rumah sakit.
Masumi kembali memandang lukisan potret pernikahan mereka berdua dan menyebut nama Maya dalam hatinya.
Alangkah terkejutnya Masumi, saat Ia memandang ke arah meja rias. Ia terperangah melihat apa yang ada di sana. Perlahan-lahan Ia bangkit dari tempat tidurnya dan menghampiri buket Mawar Ungu yang tergeletak di atasnya.
Masumi mengambil dan mengamatinya. Buket Mawar Ungu yang sama yang ada dalam mimpinya semalam. Masumi memegangnya erat dengan tangan dan kaki yang gemetar. Rasa perih merasuk ke dalam hatinya. Kerinduan yang mendalam terasa menyobek-nyobek jiwanya.
Maya… belahan jiwaku...
Rintihnya dalam hati. Ia lantas menangis, merindukan belahan jiwanya yang telah pergi terlebih dahulu.
=//=
<<< Dream About You ... END >>>
11 comments:
huaa, ga rela, koq maya meninggal..?? hikss
jadi sedih niy.. huhuhu :'(
huaaaaaaa....bangun tidur kuterus nangis....hiks..hiks.....
ihhh..... pagi-pagi kok ceritanya sedih sih? Huaaa!!!!! Huaa!!!!! GAK RELAAAAA!!!!!!!!
sukaaaaaaaa liat masumiiiiiiii senduuuuuuuu,
tapi who is kaori????
Ty gak suka...
hiks...hiks... pagi2 udah mengeluarkan air mata lo
sedih banget mbak ty huaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
dengan latar belakang maya sudah meninggal, membaca tulisanmu yang maya tertawa "hihihi" kok jadi terasa sereem (garuk2 kepala)
jangan mati maya.................waduh sedih sekali sampai-sampai terbawa-bawa dan kepikiran terus.....jadi beban pikiran dong....bisa jadi penyakit tuh...ayo happy ending aja...
huaaaaaa, aku sampe nangis bacanya. sedih bgt.
aku g mau MM yg sad ending. ga relaaaaaaa.....
huuaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa........
jadi ga mau berhenti nich nangisnya.....
g relaaaaaaa.......
baca ini pas mlm2, hiks...hiks..., aq nangis beneran sampek berurai air mata..., it's so romantic, emang sad ending sih.. tp perasaan cinta diantara mereka begitu mendalam n abadi dech...
TOP BANGET...!!!
*ephie*
Post a Comment
Silahkan kritik, saran, sapa dan salamnya... :)